publik honour

68
BAB II Dalam bab ini banyak definisi-definisi kebijakan publik oleh beberapa ahli yang dijabarkan. Dalam penjabaran-penjabaran tersebut dapat dinilai bahwa definisi yang mendekati benar dibanding dari definisi lain berasal dari penjabaran dari James Anderson. Menurut Anderson kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di antara berbagai alternative yang ada. Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila dirinci menjadi beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain: 1. Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy decisions) adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. 2. Keputusan kebijakan (policy demands) didefinisikan sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik.

Upload: muhammad-fikri-nugroho-suryodiningrat

Post on 17-Sep-2015

249 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

kebijakan publik

TRANSCRIPT

BAB IIDalam bab ini banyak definisi-definisi kebijakan publik oleh beberapa ahli yang dijabarkan. Dalam penjabaran-penjabaran tersebut dapat dinilai bahwa definisi yang mendekati benar dibanding dari definisi lain berasal dari penjabaran dari James Anderson. Menurut Anderson kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di antara berbagai alternative yang ada.Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila dirinci menjadi beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain:1. Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy decisions) adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik.2. Keputusan kebijakan (policy demands) didefinisikan sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik.3. Pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements) adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan public. Seperti undang-undang legislative, perintah-perintah dan dekrit presiden, peraturan-peraturan administrasi dan pengadilan, dan sebagainya. Yang menunjukan maksud dan tujuan pemerintah dan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.4. Hasil-hasil kebijakan (policy output) lebih merujuk pada manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan. Apa yang dilakukan oleh suatu pemerintah dan keberadaannya perlu dibedakan dari apa yang dinyatakan oleh pemerintah untuk melakukan sesuatu.5. Dampak-dampak kebijakan (policy outcomes) lebih merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.Bila kita ingin mengetahui apakah kebijakan-kebijakan publik mencapai tujuan maka akan mengarah ke tugas evaluasi kebijakan. Studi mengenai evaluasi kebijakan juga semakin luas mendapat perhatian dari para ilmuan politik. Studi-studi mengenai dampak kebijakan akan sangat berguna bagi para perumus kebijakan untuk memperbaiki kebijakan publik yang akan datang. Sementara itu, pihak-pihak yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik (analisis kebijakan public) dapat dibedakan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama, adalah mereka yang tidak terlibat dalam perumusan maupun pelaksanaan kebijakan publik. Kelompok kedua, merupakan para perumus kebijakan publik, dan kelompok ketiga adalah kelompok ilmuan yang berminat dalam masalah kebijakan.Pada bab ini penulis membuat perbedaan antara analisis kebijakan (policy analysis), kebijakan publik, dan anjuran kebijakan (policy advocacy) , dengan tujuan semata-mata hanya karena alasan konseptual bukan bermaksud untuk membuat garis pembatas sehingga ketiganya tidak dapat dihubungkan satu dengan yang lainnya. Kebijakan publik sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian sebelumnya merupakan arah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang mempunyai pengaruh terhadap kepentingan masyarakat secara luas. Kebijakan public mencakup tahap-tahap perumusan masalah kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Sementara itu, analisis kebijakan berhubungan dengan penyelidikan dan deskripsi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan publik. Sedangkan, anjuran kebijakan secara khusus berhubungan dengan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dengan menganjurkan kebijakan-kebijakan tertentu melalui diskusi, persuasi atau aktifitas politik. Ada tiga hal pokokyang perlu diperhatikan dalam analisis kebijakan publik yakni: pertama, fokusutmanya adalah mengenai penjelasan kebijakan bukan mengenai anjuran kebijakan yang pantas. Kedua, sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan public diselidiki dengan teliti dengan menggunakan metodologi ilmiah. Ketiga, analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat diandalkan tentang kebijakan-kebijakan publik dan pembentukannya, sehingga dapat diterapkan terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan yang berbeda.Beberapa ahli politik yang menaruh minat mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap, yaitu:1. Tahap Penyusunan AgendaPara pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.2. Tahap Formulasi kebijakanMasalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.3. Tahap Adopsi kebijakanDari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu sari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.4. Tahap Implementasi KebijakanSuatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil harus diimplentasikan.5. Tahap Evaluasi KebijakanKebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah.

BAB IIIPenggunaan model untuk mengkaji kebijakan publik akan sangat besar sekali manfaatnya. Pertama, sifat model yang menyederhanakan realitas akan sangat membantu dalam memahami realitas akan sangat membantu dalam memahami realitas yang kompleks tersebut. Kedua, sifat alamiah manusia yang tidak mampu memahami realitas yang kompleks tanpa menyederhanakannya terlebih dahulu, maka peran model dalam menjelaskan kebijakan publik akan semakin berguna.Menurut Thomas Dye, ada kriteria yang dapat melihat kegunaan model dalam mengkaji kebijakan publik. Pertama, bila model yang ditawarkan nampak begitu sederhana sehingga mendorong terjadinya kesalahan dalam memahami realitas atau sebaliknya, atau model yang ditawarkan sangat kompleks sehingga membuat bingung, maka model tersebut tidak terlalu banyak berguna dalam membantu menjelaskan kebijakan publik. Kedua, model seharusnya memfokuskan aspek-aspek yang paling menonjol dari fenomena politik dan tidak ditujukan untuk variabel-variabel yang tidak penting atau kondisi yang tidak signifikan. Pada hakikatnya, model seharusnya mengarahkan perhatian kita kepada apa yang signifikan mengenai kebijakan publik. Ketiga, apakah model kongruen (sama dan sebangun) dengan realitas. Maksudnya, apakah model menghasilkan hubungan yang kuat terhadap realitas atau sebaliknya. Model yang baik seharusnya berhubungan dengan dunia nyata dan menjembatani pemahaman lebih besar pada situasi atau proses kebijakan yang spesifik. Keempat, jika model mengkomunikasikan konsep yang tidak dapat dipahami bersama, kemudian model tersebut dinilai mempunyai sedikit hubungan persetujuan, maka model tersebut tidak akan banyak membantu kita dalam memahami fenomena. Kelima, model yang baik seharusnya menyarankan sejumlah hubungan yang diuji (hipotesis), dapat diamati, diukur dan diverifikasi. Keenam, model yang hanya menggambarkan (describe) kebijakan publik tidak akan sama bergunanya dengan model yang menjelaskan (explain) kebijakan publik.Thomas Dye dan Harmon Ziegler dalam The Irony of Democracy memberikan ringkasan pemikiran menyangkut model elit tersebut:1. Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil yang mempunyai kekuasaan (power) dan massa yang tidak mempunyai kekuasaan. Hanya sekelompok kecil saja orang yang mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat sementara massa tidak memutuskan kebijakan.2. Kelompok kecil yang memerintah itu bukan tipe massa yang dipengaruhi, para elite tersebut (the rulling class) biasanya berasal dari lapisan masyarakat yang ekonominya tinggi.3. Perpindahan dari kedudukan non-elite ke elite sangat pelan dan berkeseimbangan untuk memelihara stabilitas dan menghindari revolusi. Hanya kalangan non-elite yang telah menerima konsensus elite yang mendasar dapat diterima kedalam lingkaran yang memerintah.4. Elit memberikan konsensus pada nilai-nilai dasar sistem sosial dan pemeliharaan sistem.5. Kebiijakan publik tidak merefleksikan tuntutan-tuntutan massa, tetapi nilai-nilai elit yang berlaku. Perubahan-perubahan dalam kebijakan adalah secara inkremental, ketimbang secara revolusioner.6. Para elite secara relatif memperoleh pengaruh langsung yang kecil dari massa apatis. Sebaliknya, para elit memengaruhi massa yang besar.

Model PluralisBerkebalikan dengan mode elit yang titik perhatiannya lebih tertumpu pada elit politik politik, maka model pluralis lebih percaya pad peran subsistem-subsistem yang berada dalam sistem demokrasi. Di negara-negara berkembang model politis akan cukup memadai untuk menjelaskan proses politik yang berlangsung, namun akan kesulitan menjelaskan proses politik di negara yang mendasrkan diri pada sistem demokrasi, terlebih demokrasi pluralis seperti di Amerika Serikat.Robert Dahl dan David Truman menyatakan panadangan pluralis sebagai berikut:1. Kekuasaan adalah atribut individu dalam hubungannya dengan individu-individu yang lain dalam proses pembuatan keputusan.2. Hubungan-hubungan kekuasaan tidak perlu tetap berlangsung, namun hubungan-hubungan kekuasaan lebih dibentuk untuk keputusan-keputusan khusus.3. Tidak ada pembedaan yang tetap diantara elit dan massa. Individu-individu yang berpartisipasi dalam perbuatan keputusan dalam suatu waktu tidak dibutuhkan oleh individu yang sama berpartisipasi dalam waktu yang lain. Individu masuk dn keluar dalam partisipasinya sebagai pembuat kekputusan digolongkan menjadi aktif atau tidak aktif dalam politik.4. Kepemimpinan bersifat cair dan mempunyai mobilitas yang tinggi, kekayaan merupakan aset dalam politik, tetapi hanya merupakan salah satu dari sekian banyak aset politik yang ada.5. Terdapat banyak pusat kekuasaan di antara komunitas. Tidak ada kelompok tunggal yang mendominasi pembuatan keputusan untuk semua masalah kebijakan.6. Kompetisi apat dianggap berada di antara pemimpin. Kebijakan publik lebih lanjut dipandak merefleksikan tawar menawar atau kompromi yang dicapai diantara kompetisi pemimpin politik.

Beberapa Pendekatan dalam Analisis Kebijakan Publik Pendekatan KelompokSecara garis besar pendekatan ini menyatakan bahwa pembentukan kebijakan pada dasarnya merupakan hasil dari perjuangan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Suatu kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang diikat oleh tingkah laku atau kepentingan yang sama. Bila suatu kelompok gagal dalam mencapai tujuannya melalui tindakannya sendiri, maka kelompok itu biasanya menggunakan politik dan pembentukan kebijakan publik untuk mempertahankan kepentingan kelompoknya.Pendekatan kelompok memiliki anggapan dasar bahwa interaksi dan perjuangan antara kelompok-kelompok merupakan kenyataan dari kehidupan politik. Dalam pandangan kelompok, individu akan mempunyai arti penting hanya bila ia merupakan partisan dalam atau wakil kelompok tertentu.

Pendekatan Kelembagaan (institusionalisme)Stuktur-struktur dan lembaga-lembaga pemerintah telah lama merupakan fokus yang penting dari ilmu politik. Kajian ilmu politk tradiasional memfokuskann studi pada lembaga-lembag pemerintah. Dalam pandangan tradisional, kegiatan-kegiatan politik secara umum berpusat di sekitar lembaga-lembaga pemerintah tertentu, seperti kongres, kepresidenan, pengadilan, pemerintah daerah, partai politik dan sebagainya. Kegiatan individu dan kelompok diarahkan kepada lembaga pemerintah dan kebijakan publik secara otoritatif ditentukan dan diaksanakan oleh lembaga pemerintah. Pendekatan Peran serta WarganegaraTeori peran serta warga negara didasarkan pada harapan yang tinggi tentang kualitas warganegara dan keingian mereka untuk terlibat dalam kehidupan publik. Menurut teori ini, dibutuhkan warganegara yang memiliki struktur-struktur kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dan fungsi-fungsi demokrasi. Setiap wargan megara harus memliliki cukup kebebasan untuk berperan serta dalam masalah politik, mempunyai sikap kritis yang sehat dan harga diri yang cukup juga mampu. Warganegara diupayakan tertarik secara politik sehingga dapat terlibat menjadi bermakna.

Pendekatan PsikologisPokok pendekatan ini diberikan pada hubungan antar pribadi dan daktor-faktor kejiwaan yang memengaruhi tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam proses pelaksanaan kebijakan. Individu-individu selama dalam proses pelaksanaan kebijakan tidak kehilangan diri, tetapi merka dianggap sebagai peserta yang sangat penting dan berperan dalam pembentukan kebijakan.

Pendekatan ProsesDalam pendekatan ini permasalahan masyarakat pertama-tama diakui sebagi suatu isu untuk dilakukan tindakan dan kemudian kebijakan ditetapkan diimplementasikan oleh pejabat agensi dievaluasi dan akhirnya diterminasi atau diubah atas dasar keberhasilan atau kekurangannya.

Pendekatan SubtantifBeberapa ilmuan berpendapat bahwa keahlian dalam bidang subtantif sangat dibutuhkan dan memberikan kepada seorang kredibilitas yang sangat besar, ketimbang seorang analis kebijakan generic yang merupakan spesialis kebijakan kesejahteraan bulanan dan spesialis kebijakan penanggulanagan kejahatan selanjutnya. Beberapa ilmuan lainya berpendapat bahwa pengetahuan subtantif relatif tidak diperlukan.

Pendekatan Logical-PositivistPendekatan ini sering disebut pendekatan prilaku atau pendekatan keilmuan, menganjurkan penggunaan teori yang berasal dari penelitian deduktif, model-model, pengujian hipotesis, data keras, metode komparasi, dan analisis statistik yang ketat.

Pendekatan EkonometrikPendekatan ekonometrik terkadang dinamakan pendekatan pilihan publik atau pendektan ekonomi politik terutama didasarkan pada teori ekonomi politik. Pendekatan ini menyatakan bahwa sifat alami manusia diasumsikan rasional atau dimotivasi oleh pencapaian secara pribadi murni. Pendekatan ini beranggapan bahwa orang mengejar preferensi-preferensi merke yang berbobot tetap, terlepas hasil kolektif.

Pendekatan Fenomologik (Postpositivist)Pendekatan ini menganggap bahwa para analis perlu mengadopsi suatu respek bagi penggunaan intuisi yang sehat secara tertib, yang dilahirkan dari pengalaman yang tidak bisa direduksi ke model, hipotesis, kuantifikasi dan data keras. Kritik terhadap pendekatan ini lebih dikaitkan kepada kurang ketatnya dan bergerak menjauhi pendekatan keilmuan yang dianjurkan oleh kelompok behavioralis dan kelompok ekonomi.

Pendekatan PartisipatoriPendekatan partisipatori dikaitkan dengan pandangan Peter DeLeon, yang mempunyai kaitan erat dengan tantangan postpositivist , dan mencakup inklusi perhatian yang besar dan nilai-nilai dari berbagai stakeholders dalam proses pembuatan keputusan kebijakan. Pendekatan ini mencakup dengar pendapat terbuka secara ekstensif dengan sejumlah besar warga negara yang mempunyai kepedulian, di mana dengar pendpat ini disusun dalam suatu cara untuk mempercepat cara individu, kelompok-kelompok kepentingan, dan para pejabat agensi memberikan kontribusi mereka kepada pembuat design dan re-design kebijakan.

Pendekatan Normatif atau PreskriptifDalam pendekatan ini analisi perlu mendefininisikan tugasnya sebagai analisi kebijakan sama seperti orang yang mendefinisikan end state dalm arti bahwa preskripsi ini bisa diinginkan dan bisa dicapai.

Pendekatan IdeologikDalam pendekatan ini terbagi kedalam dua perspektif yang bersaing yaitu visi yang dibatasi dan visi yang tidak dibatasi. Visi yang dibatasi, merupakan suatu gambaran manusia ogosentrik dengan keterbatasan moral. Visi yang tidak dibatasi, memberikan suatu pandangan tentang sifat manusia di mana pemahaman dan disposisi manusia adalah mampu untuk memeroleh keuntungan-keuntungan sosial.

Pendekatan Historis/Sejarah Dalam pendekatan ini pneliti bisa melihat pola-pola tertentu dalam bentuk kebijakan publik yang sebelumnya yang tidak dikenali karena mengunakan analisis kerangka waktu yang pendek. Hanya dengan meneliti kebijakan-kebijakan publik dari titik pandng kurun waktu yang panajang analisis bisa memperoleh perspektif yang jauh lebih baik tentang pola-pola yang ada dalam pembuatan kebijakan publik, baik di negara maju maupun berkembang.

BAB IVMenurut Marl E. Rushefky, ada dua proses penting dalam mengidentifikasi masalah yaitu persepsi dan definisi. Persepsi merupakan penerimaan dari suatu peristiwa yang mempunyai konsekuensi terhadap orang atau kelompok, sedangkan definisi merupakan interpretasi dari peristiwa-peristiwa tersebut memberinya mkna dan membuatnya jelas. Menurut William Dunn dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik, mengemukakan setidaknya ada 4 ciri masalah pokok masalah kebijakan publik, yakni :1. Saling ketergantungan, masalah kebijakan dalam satu bidang kadang mempengaruhi masalah kebijkan dalam bidang lain.2. Subyektifitas, masalah kebijakan adalah suatu hasil pemikiran yang dibuat pada suatu lingkungan tertentu; masalah tersebut merupakan elemen dari suatu situasi masalah yang diabstraksikan dari situasi tersebut oleh analisis.3. Sifat buatan, masalah kebijakan merupakan hasil penilaian subyektif manusia dan hanya mungkin ketika manusia membuat penilaian mengenai keinginannya untuk mengubah beberapa situasi masalah.4. Dinamika masalah kebijakan, ada banyak solusi yang ditawarkan untuk memecahkan suatu masalah sebagaimana terdapat banyak definisi terhadap masalah tersebut.Charles O. Jones membuat dua tipe masalah kebijakan publik yakni : pertama, masalah-masalah tersebut dikarakteristikan oleh adanya perhatian kelompok dan warga kota yang terorganisasi dan bertujuan untuk melakukan tindakan. Kedua, masalah-masalah tersebut tidak dapat dipecahkan secara individual/pribadi tetapi kurang terorganisasi dan kurang mendapat dukungan.BAB VIsu Kebijakan PublikIsu kebijakan tidak hanya mengandung ketidaksepakatan mengenai arah tindakan aktual dan potensial, tapi juga mencerminkan pertentangan pandangan mengenai sifat masalah itu sendiri. Isu kebijakan merupakan hasil dari perdebatan tentang definisi, eksplanasi dan evaluasi masalah. Isu akan menjadi awal bagi munculnya masalah publik dan bila mendapat perhatian yang memadai, maka masalah tersebut akan masuk dalam agenda kebijakan.

Agenda KebijakanAgenda kebijakan didefinisikan sebagai tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu. Cobb dan Elder mendefinisikan agenda kebijakan sebagai a set of political contoversies that will be viewed as falling within range of legitimate concerns meriting attention by a decision making body. Sementara itu, Barbara Nelson menyatakan bahwa proses agenda kebijakan berlangsung ketika pejabat publik belajar mengenai masalah baru, memutuskan untuk memberi perhatian secara personal dan memobilisasi organisasi yang mereka miliki untuk merespon masalah tersebut. Tidak semua masalah atau isu akan masuk dalam agenda kebijakan.

Jenis-Jenis Agenda KebijakanRoger W. Cobb dan Charles D. Elder mengidentifikasi dua macam agenda pokok, yakni agenda sistematik dan lembaga/pemerintah. Agenda sistematik terdiri dari semua isu yang menurut pandangan anggota-anggota masyarakat politik pantas mendapat perhatian publik dan mencakup masalah-masalah yang berada dalam yurisdiksi wewenang pemerintah yang secara sah. Agenda sistematik merupakan agenda pembahasan, terdapat dalam setiap sistem politik di tingkat nasional dan daerah. Agenda lembaga/pemerintah terdiri dari masalah-masalah yang mendapat perhatian dari pejabat pemerintah. Agend alembaga merupakan agenda tingkatan yang mempunyaii sifat lebih khusus dan lebih konkret bila dibandingkan dengan agenda sistematik. Pokok-pokok agenda lembaga dapat dibedakan menjadi pokok-pokok agenda lama dan baru. Pokok-pokok agenda baru timbul dari keadaan/kejadian tertentu seperti pemogokan buruh, krisis kebijakan luar negeri dsb. Di sisi lain, pokok-pokok agenda lama cenderung tidak mendapat prioritas dari para pembuat kebijakan, alokasi waktu yang terbatas, dan selalu sarat dengan masalah.

Bagaimana Masalah-Masalah Publik Dirumuskan?Merumuskan masalah kebijakan merupakan salah satu tahap yang cukup krusial dalam mengkaji kebijakan publik karena banyak para perumus kebijakan gagal menyeleksi persoalan publik bukan karena salahnya cara yang digunakan dalam menyelesaikan masalah, melainkan karena masalah yang diselesaikan tidak tepat. Perumusan maslah publik tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, kelompok/individu yang merumuskan masalah tersebut. Individu-individu dengan latar belakang berbeda akan merumuskan masalah yang berbeda yang akan berdampak pada jenis kebijakan yang akan diambil. Kedua, menyangkut kompleksitas dan sifat masalah akan memerlukan perhatian yang lebih besar dibanding dengan masalah yang sederhana. Kompleksitas masalah kebijakan dapat dilihat dari pengaruh yang ditimbulkan oleh masalah tersebut, seperti apakah maslah bersifat regional, nasional dan internasional. Proses perumusan masalah akan menjadi semakin rumit bila melibatkan banyak aktor karena menyangkut banyak kepentingan yang mempunyai perspektif sendiri-sendiri dalam merumuskan kebijakan publik.

BAB VIMerumuskan kebijakan lebih dahulu harus di pahami sifat sifat semua pemeran serta,bagian atau peran apa yang mereka lakukan,wewenang atau bentuk kekuasaan yang dimiliki dan bagaimana saling berhubungan serta saling mengawasi.Perumusan kebijakan merupakan proses yang rumit. Suatu metode yang populer membagi perumusan kebijakan dalam tahap tahap dam kemudian menganalisis masing masing tahap tersebut untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan dan perumusan kebijakan dengan cara apa yang mereka mempengaruhi proses pembentukan kebijakan tersebut. Serta faktor faktor yang mempengaruhi perilaku kebijakan dan bagaimana lingkungan mempengaruhi perilaku kebijakan dan bagaimana lingkungan mempengaruhi proses pembentukan dan perumusan kebijakan.Pembentukan kebijakan dan perumusan kebijakan merupakan konsep yang mirip,namun konsepnya berbeda walaupun keduanya tidak dapat dipisahkan secara tegas. Proses pembentukan kebijakan publik,melibatkan aktivitas pembuatan keputusan yang cenderung mempunyai percabangan yang luas,mempunyai perspektif jangka panjang dan penggunaan sumber daya yang kritis untuk meraih kesempatan yang diterima dalam kondisi lingkungan yang berubah. Pembentukan kebijakan merupakan keseluruhan tahap dalam kebijakan publik yang berupa rangkaian keputusan.Model Sistem merupakan model deskriptif karena lebih berusaha menggambarkan senyatanya yang terjadi dalam pembuatan kebijakan, disusun hany berasal dari sudut pandang para pembuat kebijakan.Dalam hal ini pembuat kebijakan dilihat peranya dalam perencanaan dan pengkoordinasian untuk menemukan pemecahan masalah yang akan menghitung kesempatan,memuaskan permintaan lingkungan dan secara khusus memuaskan keinginan atau kepentingan para pembuat kebijakan itu sendiri. Model ini mengasumsikan bahwa dalam pembentukan kebijakan terjadi interaksi yang terbuka dan dinamis antara para pembentuk kebijakan dengan lingkungannya,kebijakan publik dipandang sebagai tanggapan dari suatu sistem politik terhadap tuntutan tuntutan yang timbul dari lingkungan yang merupakan kondisi atau keadaan yang berada diluar batas batas sistem politik..Model Rasional komperhensif model ini pembentukan kebijakan yang paling terkenal dan juga yang paling luas diterima di kalangan pengkaji kebijakan publik. Model ini terdiri dari beberapa elemen yakni pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu, tujuan tujuan atau sasaran yang mengarahkan pembuat keputusan,berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu diselidiki, konsekuensi yang timbul dari pemilihan alternatif, setiap alternatif dan konsekuensi menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif alternatif lain. Keseluruhan proses tersebut akan menghasilkan suatu keputusan yang efektif. Tahap tahap dalam perumusan kebijakanTahap pertama : perumusan masalahMengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan,masalah masalah publik harus dikenali dan didefinisikan dengan baik pula.Tahap kedua : agenda kebijakan Tidak semua masalah publik akan masuk kedalam agenda kebijakan,masalah masalah tersebut saling berkompetisi antara satu dengan yang lain,suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan harus memenuhi syarat tertentu,seperti misalanya apakah masalah tersebut mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat dan membutuhkan penanganan yang harus segera dilakukan,masalah publik yang telah masuk kedalam agenda kebijakan akan dibahas oleh para perumus kebijakan.Tahap ketiga : pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalahDisini para perumus kebijakan akan berhadapan dengan alternatif alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk memecahkan masalah tersebut,pada tahap ini para perumus kebijakan akan dihadapkan pada pertarungan kepentingan antar berbagai aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan.Tahap keempat : tahap penetapan kebijakanTahap paling akhir dalam pembentukan kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,penetapan kebijakan dapat berbentuk berupa undang undang,yurisprudensi,keputusan presiden.Aktor aktor dalam perumusan kebijakanBadan badan administrasi Dalam masyarakat industri yang mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi,badan badan administrasi sering membuat banyak keputusan mempunyai konsekuensi politik dan kebijakan yang luas,badan badan administrasi juga menjadi sumber utama mengenai asal usul pembuatan undang undang dalam sistem politik.Presiden (eksekutif)Keterlibatan presiden dalam perumusan kebijakan dapat dilihat dalam komisi komisi presidensial,maupun dalam rapat rapat kabinet,selain keterlibatan secara langsung yang dilakukan presiden dalam merumuskan kebijakan publik kadangkala presiden juga membentuk kelompok kelompok atau komisi komisi yang ditujukan untuk menyelidiki kebijakan tertentu Lembaga yudikatifLembaga ini memainkan peranan yang besar dalam pembentukan kebijakan di amerika serikat,namun sejarah mana badan ini mempunyai pengaruh didalam pembentukan kebijakan di indonesia tentunya memerlukan telaah lebih lanjut,walaupun jika didasarkan pada undang undang dasar badan ini mempunyai kekuasaan yang cukup besar untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui pengujian kembali undang undang atau peraturan.Lembaga legislatifDi indonesia lembaga ini sering kita sebut sebagai DPR,lembaga ini bersama dengan pihak eksekutif memegang peran yang cukup krusila dalam perumusan kebijakan,selain itu keterlibata lembaga legislatif dalam perumusan kebijakan juga dapat dilihat dari mekanisme dengar pendapat,penyelidikan penyelidikan dan kontak kontak yang mereka lakukan dengan pejabat pejabat administrasi kelompok kelompok kepentingan dan lain sebagainyaaPara pemeran serta tidak resmi dalam perumusan kebijakan Kelompok kelompok kepentinganKelompok ini merupakan pemeran serta tidak tidak resmi yang memainkan peranan penting dalam pembentukan kebijakan dihampir semua negara,dalam sistem politik demokratik kemlompok kepentingan akan lebih memainkan peranan penting dengan kegiatan yang lebih terbuka dibandingkan dengan sistem otoriter,disemua sistem kelompok kelompok kepentingan menjalankan fungsi artikulasi kepentingan yaitu mereka berfungsi menyatukan tuntutan tuntutan dan memeberikan alternatif tindakan kebijakan.Partai partai politikDalam sistem demokrasi partai politik digunakan sebagai alat untuk meraih kekuasaan,dalam masarakat modern partai politik seringkali melakukan agregasi kepentingan,partai tersebut berusaha untuk mengubah tuntutan tertentu dari kelompok kepentingan menjadi alternatif kebijakan.Warganegara individuDalam pembahasan mengenai pemubuatan kebijakan warganegara individu sering diabakan dalam hubungannya dengan legislatif,peran serta warganegara dalam sistem politik sering dianggap mempunyai peran serta yang rendah,dinegara demokratik pemilihan umum barangkali merupakan tanggapan tidak langsung terhadap tuntutan tuntutan warga negara.Nilai nilai yang berpengaruh dalam pembuatan keputusanNilai nilai politikPembuat keputusan mungkin menilai alternatif alternatif kebijakan berdasarkan pada kepentingan partai politiknya beserta kelompoknya.Nilai organisasiOrganisasi seperti badan administrasi menggunakan banyak imbalan dan sanksi dalam usahanya untuk mempengaruhi anggotanya Nilai pribadiUsaha untuk melindungi dan mengembangkan kepentingan ekonomi reputasi atau kedudukan sejarah seseorang mungkin pula merupakan kriteria keputusanNilai kebijakanPara pembuat keputusan mungkin bertindak dengan baik atas dasar persepsi mereka tentang kepentingan masarakat mengenai apa yang merupakan kebijakan publik secara moral benar atau pantasNilai ideologiIdeologi merupaan seperangkat nilai nilai dan kepercayaan kepercayaan yang berhubungan secara logis yang memberikan gambaran dunia yang disederhanakan dan merupakan pedoman bagi rakyat untuk melakukan tindakan

Konteks perumusan kebijakan publikBudaya politikBudaya masarakat secara umum dapat dinamakan sebagai budaya politik yang menyangkut nilai nilai kepercayaan kepercayaan dan tingkah laku yang dijadikan pegangan secara luas,selain itu budaya juga menyangkut hubungan antara warganegara dengan pemerintahannya.Kondisi sosial ekonomiKondisi sosial ekonomi merupakan variabel yang penting dalam proses perumusan kebijakan,oleh karena itu para aktor yang yang terlibat dalam perumusan kebijakan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari situasi atau kondisi sosial ekonomi yang melingkupinya,dalam masarakat modern sumber konflik yang terbesar adalah sumber ekonomi atau kegiatan ekonomi,seperti di indonesia anatara serikat buruh dengan pengusaha,para petani dengan penjual pupuk,dan antar pengusaha itu sendiri.Bab VIIRipley dan Franklin berpendapat bahwa implementasi adalah proses setelah UU dikeluarkan dan memberikan otoritas kepada program, kebijakan, atau keuntunhgan atas sebuah keluaran yang nyata. Menurut Grindle tugas implementasi membentuk kaitan agars tujuan kebijakan bisa terwujud sebagai dampak dari kegiatan pemerintah.Kerangka teoritik berawal dari kebijakan itu sendiri dimana tujuan dan sasaran telah ditetapkan. Implementasi akan berbeda pelaksanaannya tergantung karakteristik dari kebijakan itu,van Meter dan van Horn mengatakan ada dua karakteristik yang berbeda yaitu: jumlah perubahan yang terjadi dan sejauh mana konsesnsus yang menyangkut tujuan antara pemeran serta proses implementasi berlangsung. Dikatakan juga implementasi akan berhasil jika para pejabat bawahan atau implementatros diikut seertakan dalam pembuatan kebijakan karena mereka lah yang akan mengimplemntasikan jadi harus diiukutkan dalam pembuatannya.Suatu program kebijakan seingkali diperkasai oleh badan-badan legislatif dan pembiayaan mengenai program tersebut diserahkan kepada eksekutif. Akibatnya, para administrator kebijakan seringkali tidak menerima dana yang memadai untuk membayar jumlah dan tipe personil yang dibutuhkan guna melaksanakan kebijakan tersebut. Pengangkatan pegawai yang tidak memadai merupakan masalah yang besar bagi program-program yang baru.

INFORMASIInformasi merupakan sumber penting yang kedua dalam implementsi kebijakan. Informasi mempunyai dua bentuk yaitu :1. Informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. 2. Data tentang ketaatan personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan aturan pemerintah.Informasi mengenai program-program adalah penting terutama bagi kebijakan-kebijakan yang melibatkan persoalan-persoalan teknis. Kurangnya pengetahuan tentang bagaimana mengimplementasikan kebijakan mempunyai beberapa konsekuensi secara langsung.1. Beberapa tanggungjawab secara sungguh-sungguh tidak akan dapat dipenuhi atau tidak dapat dipenuhi tepat pada waktunya.2. Ketidakefisienan.Selain itu implementasi kebijakan seringkali membutuhkan informasi tentang ketaatan dari organisasi-organisasi atau individu-individu dengan hukum. Akan tetapi data tentang ketaatan biasanya sulit diperoleh. Hal ini disebabkan kurangnya staf yang mampu memberikan informasi mengenai ketidaktaatan hukum yang mungkin dilakukan.

WEWENANGSumber lain yang penting dalam pelaksanaan adalah wewenang. Wewenang ini akan berbeda-beda dari suatu program ke program yang lain serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda, seperti misalnya: hak untuk mengeluarkan surat panggilan untuk datang ke pengadilan; mengajukan masalah-masalah ke pengadilan; mengeluarkan perintah kepada para pejabat lain; menarik dana dari suatu program; menyediakan dana, staf dan bantuanh teknis kepada pemerintah daerah; membeli barang-barang dan jasa; atau memungut pajak.

FASILITASFasilitas fisik bisa pula merupakan sumber-sumber penting dalam implementasi. Suatu pertanyaan yang layak diajukan menurut edwards adalah bagaimana para pelaksana mendapatkan fasilitas dan perlengkapan yang mereka butuhkan. Walaupun pertanyaan ini nampaknya sederhana, tetapi dalam kenyataannya tidaklah mudah menjawabnya. Masyarakat yang dibebani dalam soal keuangan pada umumnya tidak ingin pajak mereka dinaikkan untuk membayar fasilitas-fasilitas baru. Di samping itu, orang seringkali menentang penempatan fasilitas di lingkungan sekitar mereka.KECENDERUNGAN-KECENDERUNGANKecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekusensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap satu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal demikian pula sebaliknya.

DAMPAK DARI KECENDERUNGAN-KECENDERUNGANMenurut edwards, banyak kebijakan masuk dalam zona ketidak acuhan. Ada kebijakan yang dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari para pelaksana kebijakan. Namun kebijakan-kebijakan lain mungkin akan bertentangan secara langsung dengan pandangan-pandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi atau organisasidari para pelaksana. Dalam kasus-kasus seperti ini maka para pelaksana kegiatan akan menggunakan keleluasaan dan kadang-kadang dengan cara yang halus untuk menghambat implementasi.Badan-badan birokrasi pemerintah mempunyai beberapa karakteristik yang mungkin tidak dimiliki badan swasta lainnya:1. Badan birokrasi pemerintah lebih bersifat homogen.2. Berkembangnya pandangan parokial yang meruipakan sifat badan pemerintah

PENGANGKATAN BIROKRATBiasanya presiden mengangkat birokrat dengan menunjukkan perimbangan geografis, ideologi, kesukuan, seks, dan karakteristik kependudukan lain yang menonjol pada suatu waktu. Sebenarnya, dalam perekrutan pejabat-pejabat tinggi ini hanya ada beberapa orang sahaja yang benar memenuhi syarat untuk pekerjaan yang tersedia, tetapi karena kebutuhan politik maka presiden akan mengangkat lebih banyak pejabat.

STRUKTUR BIROKRASIBirokrasi merupakan suatu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi baik secara sadar atau tidak sadar memilih bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah sosial dalam kehidupan modern. Menurut Ripley and Franklin terdapat 6 karakteristik birokrasi:1. Birokrasi dimanapun berada, dipilih sebagai instrumen sosial yang ditujukan untuk menangani masalah-masalah yang didefinisikan sebagai urusan publik.2. Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam pelaksanaan program kebijakan, yang tingkat kepentingannya berbeda-beda untuk masing-masing tahap3. Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda4. Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang luas dan kompleks5. Birokrasi jarang mati, naluri untuk bertahan hidup tidak perlu dipertanayakan lagi6. Birokrasi bukan merupakan sesuatu yang netral dalam pilihan-pilihan mereka, tidak juga msecara penuh dikontrol oleh kekuatan dari luar dirinya.

PENGARUH STRUKTUR ORGANISASI BAGI IMPLEMENTASI (SOP)aspek struktural yang paling dasar dari suatu organisasi adalah standar operating prosedures (SOP). SOP sangat mungkin menghalangi impelemntasi kebijakan baru yang membutuhkan cara kerja bru, disamping itu semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dari suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas SOP menghambat implementasi. Namun demikian, SOP juga mempunyai manfaat yaitu organisasi yang memiliki SOP yang luwes dan kontrol yang besar atas program-programnya mungkin lebih dapat menyesuaikan tanggungjawab baru ketimbang birokrasi tanpa mempunyai ciri-ciri seperti ini.

FRAGMENTASISifat kedua dari struktur birokrasi yanhg berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisasi. Tanggungjawab bagi suatu bidang kebijakan sering tersebar di antara beberapa organisasi, seringkali pula terjadi desentralisasi kekuasaan tersebut dilakukan secara radikal guna mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Selain itu kelompok-kelompok kepentingan juga akan mempunyai pengaruh dalam mendorong fragmentasi. Sifat multi dimensi dari banyak kebijakan juga ikut mendorong fragmentasi.MASALAH DAN PROSPEKPelaksanaan keputusan-keputusan ini mungkin mempunyai dampak yang besar pada hasil-hasil kebijakan. Fragmentasi organisasi akan mempunyai pengaruh besar terhadap implementasi kebijakan. Di samping secara langsung mempengaruhi impelemntasi faktor fragmentasi ini juga secara tidak langsung mempengaruhi implementasi kebijakan melalui dampak pada masing-masing faktor. Sumber secara tidak langsung mempengaruhi implementasi. Sumber mungkin memengaruhi peran kecenderungan dalam implementasi. Kecenderunagn para pelaksana akan berpengaruh pada bagaimana para pelaksana menafsrikan pesan komunikasi yang mereka terima. Kecenderungan para pelaksana juga akan berpengaruh pada penggunaan wewenang untuk melaksanakan suatu kebijakan. Sementara itu struktur biorkrasi pemerintahan yang terpecah-pecah akan meningkatkan probabilitas kegagalan komunikasi. Fragmentasi mempengaruhi kecenderungan yaitu pertama, pembentukan banyak badan dengan tanggungjawab yang sempit akan mendorong pengembangan perilaku praokial. Kedua, semakin terbukanya askses bagi kepentingan-kepentingn swasta.

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN YANG CENDERUNG MENGHADAPI MASALAHAda 6 tipe kebijakan yang mempunyai potensi untuk menimbulkan masalah1. Kebijakan-kebijakan baru, sifat kebaruan dari tipe kebijakan ini yang membuat kebijakan baru cenderung sukar dilaksanakan. Ada beberapa alasan yang memperkuat statemen ini :a. Saluran komunikasi yang maju belum dibangunb. Tujuan ditetapkan seringkali tidak jelasc. Kebijakan baru cenderung menghadapi ketidakkonsistenan dalam petunjuk pelaksanaannyad. Program-program baru mempunyai kemungkinan besar menghadapi langkanya sumber-sumbere. Jika suatu program baru dipandang tidak konsisten dengan misi utama bada pelaksana saat ini, maka program tersebut akan cenderung mendapat prioritas dan dapat sumber yang rendah dari para pelaksanaf. Program baru sering membutuhkan tindakan yang tidak konsisten dengan cara yang lazim dilakukang. Kebijakan baru mungkin diubah oleh para pelaksana untuk menyesuaikan dengan SOP lama yang tidak tepat.2. Kebijakan yang didesentralisasikan, kebijakan desentralisasi terkadang mengalami permasalahan dalam implementasinya karena melibatkan banyak orang. Sumber-sumber merupakan faktor krusial dalam implementsi yang didesentralisasikan. Semakin banyak pelaksana yang terlibat semakin besar pula perilaku yang harus dipantau. Berdasarkan hal ini ada dua masalah yang akan timbula. Persoalan komunikasib. Persoalan pengawasan3. Kebijakan kontroversial, suatu kebijakan yang berasal dari hasil perdebatan seringkali membutuhkan ketentuan yang kabur. Kebijakan seperti ini harus nmengkompromikan banyak kepentingan yang saling bersebrangan4. Kebijakan yang kompleks, mempunyai untuk yang sama dengan dengan unsur kontroversial, kebijakan yang kompleks biasanya mempunyai banyak tujuan karena kebijakannya begitu rumit, akbiatnya undang-undangan yang menyangkut kebijakan cdenderung kabur5. Kebijakan yang berhubungan dengan krisis, krisis yang melibatkan negara lain menimbulkan beban khusus dalam pelaksanaan kebijakan. Keadaan-keadaan krisis seringkali meminta tindakan yang cepat dan luas, sedangkan pembatasan tindakan tidak diinginkan.6. Kebijakan ditetapkan oleh pengadilan, keputusan pengadilan cenderung untuk keliru dalam pelaksanannya hal ini disebabkan formal untuk mentransmisikan keputusan pengadilan kurang memadai, sedangkan saluran infromal sangat kurang dapat dipercaya.

PROSPEK UNTUK MEMPERBAIKI IMPLEMENTASIMenurut Lester and Stewart pelaku implementasi kebijakan meliputi birokrasi, legislatif, lembaga pengadilan, kelompok penekan, dan komuniats organisasi. Untuk memperbaiki implementasi kebijakan ada beberapa langkah yang dapat dilakukan:1. Mengusulkan langkah-langkah perbaikan dengan mengetahui hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses implemtasi kebijakan dan mengapa hambatan tersebut timbul2. Perlu mengubah keadaan-keadaan yang menghasilakn faktor ini.

BAB VIII James Anderson membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga tipe : 1. Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Bila evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, maka evaluasi kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri.

2. Tipe evaluasi yang memfokuskan pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi seperti ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut: Apakah program dilaksanakan dengan semestinya?; Berapa biayanya?; Siapa yang menerima manfaat (pembayaran atau pelayanan), dan berapa jumlahnya?; Apakah terdapat duplikasi atau kejenuhan dengan program-program lain? Apakah ukuran-ukuran dasar dan prosedur secara sah diikuti?

3. Tipe evaluasi kebijakan yang sistematis. Tipe ini secara komparatif masih dianggap baru. Evaluasi sistematis melihat secara objektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai.Carol Weiss mengatakan bahwa para pembuat keputusan program melakukan evaluasi untuk menunda keputusan; untuk membenarkan dan mengesahkan keputusan-keputusan yang sudah dibuat ; untuk membebaskan diri dari kontroversi tentang tujuan-tujuan masa depan dengan mengelakkan tanggung jawab, mempertahanka program dalam pandangan pemilihnya, pemeberi dana, atau masyarakat ; serta untuk memenuhi syarat-syarat pemerintah atau yayasan dengan ritual evaluasi.Suchman mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan :1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi2. Analisis terhadap masalah3. Deskripsi dan standardisasi kegiatan4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampakNamun demikian, evaluasi tentang dampak kebijakan pada dasarnya hanya merupakan salah satu saja dari apa yang bisa dilakukan oleh seorang evaluator dalam melakukan evaluasi kebijakan. Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh seorang evaluator dalam melakukan evaluasi kebijakan publik.Ketiga hal tersebut :1. Pertama, evaluasi kebijakan mungkin menjelaskan keluaran-keluaran kebijakan, seperti misalnya pekerjaan, uang, materi yang diproduksi, dan pelayanan yang disediakan. Pada saat seorang evaluator menganalisis konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan tersebut, maka seorang evaluator harus menjelaskan bagaimana kebijakan ditampilkan dalam hubungannya dengan keadaan yang dituju ;2. Kedua, evaluasi kebijakan barangkali mengenai kemampuan kebijakan dalam memperbaiki masalah-masalah sosial, seperti misalnya usaha untuk mengurangi kemacetan lalu lintas atau mengurangi tingkat kriminalitas ;3. Ketiga, evaluasi kebijakan barangkali menyangkut konsekuensi-konsekuensi kebijakan dalam bentuk policy feedback, termasuk di dalamnya adalah reaksi dari tindakan-tindakan pemerintah atau pernyataan dalam sistem pembuatan kebijakan atau dalam beberapa pembuat keputusan.Anderson mengidentifikasi bahwa setidaknya enam masalah yang akan dihadapi dalam proses evaluasi kebijakan :1. Ketidakpastian atau tujuan-tujuan kebijakan. Tujuan-tujuan program yang disusun untuk menjalankan kebijakan seharusnya jelas. Bila tujuan-tujuan dari suatu kebijakan tidak jelas atau tersebar, sebagaimana seringkali terjadi, maka kesulitan yang timbul adalah menentukan sejauh mana tujuan-tujuan tersebut tercapai. Dengan demikian, suatu penelitian evaluasi dihadapkan pada suatu tugas yang berat karena harus menentukan apa yang meruapakan tujuan-tujuan sebenarnya dari suatu program kebijakan.2. Kausalitas. Variabel selanjutnya yang harus mendapat perhatian dalam evaluasi kebijakan adalah variabel kausalitas. Bila seorang evaluator menggunakan evaluasi sistemik untuk melakukan evaluasi terhadap program-program kebijakan, maka ia harus memastikan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan nyata harus disebabkan oleh tindakan-tindakan kebijakan. Penentuan kausalitas antara tindakan-tindakan yang dilakukan terutama dalam masalah-masalah sosial dan ekonomi yang kompleks merupakan suatu tugas yang sulit3. Dampak kebijakan yang menyebar. Pada waktu kita membahas dampak kebijakan di bagian lain bab ini, kita mengenal apa yang dimaksud dengan eksternalitas atau dampak yang melimpah (externalities or spillover effects) , yakni suatu dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok selain mereka yang menjadi sasaran atau tujuan kebijakan. 4. Kesulitan-kesulitan dalam memperoleh dana. Sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya, kekurangan data statistik dan informasi-informasi lain yang relevan barangkali akan menghalangi para evaluator untuk melakukan evaluasi kebijakan. Model-model ekonometrik yang biasa digunakan untuk meramalkan dampak dari pengurangan pajak pada kegiatan ekonomi dapat dilakukan, tetapi data yang cocok untuk menunjukkan dampak yang sebenarnya pada ekonomi sulit untuk diperoleh5. Resistensi pejabar. Dalam suatu birokrasi, studi-studi evaluasi mungkin mendapat dukungan sangat kuat dari pejabat-pejabat tinggi yang harus membuat keputusan-keputusan mengenai alokasi sumber-sumber di antara program-program. Evaluasi dilakukan untuk menjawab pertanyaan apakah suatu kebijakan dilanjutkan atau tidak? Organisasi mungkin merupakan hambatan terhadap evaluasi, bersama-sama dengan bentuk-bentuk perlawanan yang lain yang lebih jelas.6. Evaluasi mengurangi dampak. Berdasarkan alasan-alasan tertentu, suatu evaluasi kebijakan yang telah dirampungkan mungkin diabaikan atau dikritik sebagai evaluasi yang tidak meyakinkan. Dengan demikian, bisa jadi suatu evaluasi kebijakan dikritik dengan alasan bahwa evaluasi tersebut tidak direncanakan dengan baik, data yang digunakan tidak memadai, atau penemuan-penemuannya tidak didukung dengan bukti yang meyakinkan.

B. Guy Peters mengatakan perubahan kebijakan akan mengambil bentuk sebagai berikut1. Linear. Bentuk peruahan ini mencakup penggantian secara langsung suatu kebijakan oleh kebijakan lain atau perubahan simpel terhadap suatu kebijakan yang ada2. Consolidation. Beberapa perubahan kebijakan mencakup penggabungan kebijakan-kebijakan sebelumnya ke dalam suatu kebijakan baru3. Splitting. Beberapa badan/agensi (dan karenanya kebijakan-kebijakan akhir dari badan-badan agensi) dipecah-pecah ke dalam dua atau lebih komponen4. Nonlinear. Beberapa kebijakan adalah kompleks dan mencakup unsur-unsur dari jenis perubahan lain.Sebagai suatu konsep, terminasi kebijakan menjadi objek studi dalam pertengahan tahun 1970-an pada waktu para sarjana memfokuskan pada terminasi organisasi-organisasi sebagai suatu cara mengakhiri kebijakan-kebijakan atau program-program yang telah usang atau tidak memadai lagi. Terdapat beberapa tipe terminasi, mencakup sebagai berikut: 1. Terminasi fungsional : menunjuk pada suatu wilayah secara keseluruhan (misalnya, pemeliharaan kesehatan)2. Terminasi organisasi : menunjuk kepada eliminasi suatu organisasi secara keseluruhan3. Terminasi kebijakan : menunjuk kepada eliminasi suatu kebijakan pada waktu teori yang mendasari atau pendekatan tidak lagi dibutuhkan atau dipercayai benar4. Terminasi program : menunjuk kepada eliminasi tindakan-tindakan khusus yang dirancang untuk mengimplementasikan suatu kebijakan. Ini merupakan tipe terminasi yang paling umum, karena jumlah konstituen yang terbatas mengkarakteristikkan program-program spesifik.

BAB IXDalam bab ini mencoba untuk melihat praktik kebijakan publik di negara-negara berkembang khususnya di dua negara Amerika Latin, yaitu Kuba dan Brazil. Kuba merupakan negara sosialis di bawah rezim Fidel Castro yang otoriter. Strategi kebijakan yang dipilih bertumpu pada mobilisasi massa dengan penekanan besar pada pemerataan. Sedangkan Brazil lebih menekankan pada kebijakan pembangunan yang bertumpu pada akumulasi, ketimbang pemerataan. Namun, walaupun strategi pembangunan yang dipilih bertolak belakang, tetapi sebagaimana model kebijjakan yang dijalankan di sebagian besar negara bekembang maka model kebijakan yang dibangun lebih cenderung elitis ketimbang pluralistis. Akibatnya, isu-isu kebijakan publik lebih berpusat pada elit politik ketimbang masyarakat luas.

Permasalahan yang Dihadapi Kedua NegaraPembentukan kebijakan publik, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan di banyak negara Amerika Latin mendasarkan pada asumsi bahwa pemerintah mempunyai sumber-sumber yang terbatas sehingga pemerintah tidak mampu mencapai tujuan-tujuan kebijakan publik yang diinginkan. Dalam keadaan demikian, persoalan dalam pembentuka kebijakan publik terletak pada penetapan pilihan dan setiap pilihan tentunya membutuhkan penukar dan biaya peluang. Pembuat keputusan harus menentukan pilihan apa dari sekian banyak tujuan yang bersaing maupun sarana-sarana yang dapat memaksimalkan penciptaan tujuan yang diinginkan.Kuba dan Brazil mempunyai komitmen terhadap pembangunan yang merupakan upaya sangat krusial untuk menanggulangi masalah-masalah keterbelakangan, kemiskinan, dan kesenjangan sosial dan ekonomi yang dimana juga dapat meningkatkan legitimasi pemerintah. Dalam konteks pencapaian tujuan-tujuan pembangunan, Kuba dan Brazil menetapkan kebijakan publik yang sangat berbeda. Brazil menetapkan kebijakan akumulasi yang memprioritaskan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan GNP, sementara kurang memerhatikan akumulasi kekayaan untuk didistribusikan secara merata.sementara itu, untuk mengefektifkan kebijakan akumulasi tersebut, para pembuat kebijakan di Brazil melengkapinya dengan pengembangan birokrasi yang mengarah kepada terciptanya suatu birokrasi yang efisien yang sangat dibutuhkan bagi proses modernisasi. Sedangkan Kuba menetapkan pilihan kebijakan distribusi atau pemerataan yang memprioritaskan pada pemerataan pendapatan, pemilihan dan pelayanan (seperti pendidikan dan kesehatan). Untuk mengefektifkan kebijakan pemerataan tersebut, pemerintah Kuba melengkapinya dengan kebijakan mobilisasi. Pilihan kebijakan ini berkaitan dengan siapa yang diperkenankan dan mengartikulasikan tuntutan-tuntutan vis-a-vis negara.

Model Pembangunan KubaModel Kuba pada masa kepemimpinan Fadel Castro, membutuhkan suatu perubahan dari ekonomi swasta ke arah ekonomi sosialis yang terencana. Hal ini dikarenakan sistem yang disebutkan belakangan dipandang lebih mampu meningkatkan produksi pemerataan atas akumulasi dan secara rasional lebih bermoral. Rezim ini menekankan pemerataan atas akumulasi secara cepat telah berhasil menghancurkan musuh-musuh politiknya dan kemudian menciptakan suatu sistem di mana kebutuhan dasar menjadi perhatian utamanya.Meskipun demikian, Kuba tidak berhasil sepenuhnya untuk mengubah prioritas kebijakannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar mempertahankan pemerataan sosial. Pertumbuhan dicapai melalui investasi dalam pertanian, tetapi kurang berhasil karena manajemennya lemah, produktivitas tenaga buruh rendah, dan blokade Amerika Serikat yang berlangsung terus menerus. Sementara itu, gaya mobilisasi yang diterapkan oleh Fadel Castro dalam mendorong pelaksanaan kebijakan publik secara serius, telah memperbaiki problem-problem yang ditangani. Usaha-usaha mobilisasi menjadi cara yang efisien dalam mencapai tujuan-tujuan khusus, tujuan-tujuan jangka pendek (seperti usaha vaksinasi), tetapi kurang berhasil dalam mencapai tujuan jangka panjang seperti produktivitas buruh.

Model Pembangunan BrazilPada awalnya para elit Brazil mempunyai asumsi bahwa kebijakan umum harus sejalan dengan dorongan kemajuan industrialisasi. Pertumbuhan pada akhirnya memberikan pilihan pada pembangunan politik. Dengan kata lain, hanya ketika ekonomi berkembang besar, maka kekayaan dapat didistribusikan untuk menjamin setiap orang memperoleh standar hidup yang wajar dan pada sata itulah negara siap mempraktikkan demokrasi. Jadi model pembangunan ini menjaid bentangan urutan dari ekonomi ke sosial dan akhirnya ke tahap politik. Model pembangunan Brazil dilihat dari perspektif politik merupakan koalisi antara militer yang menyokong kepemimpinan tingkat puncak dan memelihara tatanan yang ada, serta para teknokrat yang menyumbangkan keahliannya dan investor luar serta dalam negeri yang menyediakan modal dan teknologi. Sedangkan dilihat dari perspektif ekonomi, model ini lebih tergantung pada pilihan konsumsi yang mendasarkan pada mentalitas borjouis di mana individu bekerja keras untuk memperoleh imbalan keuntungan. Namun demikian, pembanguna Brazil mencatat berbagai macam persoalan, yakni kurangnya suatu formula atau rumusan politik yang absah.

Komparasi Kebijakan di Kedua NegaraKegagalan terbesar dalam kebijakan Kuba atau pemerintahan Castro adalah dalam bidang pertumbuhan ekonomi sedangkan kegagalan terbesar di Brazil adalah dalam pemerataan pembangunan. Kuba lebih menekankan pada pemerataan sementara kurang menekankan pertumbuhan. Sementara lebih menekankan pada pertumbuhan dan mengabaikan aspek pemerataan.

BAB XKebijakan pangan di Indonesia dihadapkan pada dua isu penting. Isu yang pertama adalah Indonesia sebagai Negara agraris terbesar di Asia Tenggara, tetapi sejak tahun 1998 hingga saat ini Indonesia menjadi pengimpor bahan pangan terbesar di dunia, walaupun pada pertengahan 1980-an Indonesia sempat swamsebada beras. Isu yang kedua adalah angka kemiskinan suatu Negara yang sangat berkaitan dengan keberhasilan suatu rezim atau pemerintahan. Angka-angka kemiskinan itu sendiri sangat rentan terhadap fluktuasi harga-harga kebutuhan pokok (Basri, 2008). Kerentanan ketahanan pangan di Indonesia sekarang ini tidak bisa dilepaskan dari kegagalan pembangunan pertanian secara keseluruhan yang ditinggalkan oleh pemerintah orde baru. Salah satu program pada masa orde baru adalah revolusi hijau. Dalam program revolusi hijau terdapat kebijakan pangan murah yang diterapkan oleh pemerintah, tetapi hal tersebut membuat kondisi petani kecil semakin buruk, karena pada kenyataannya subsidi dan berbagai kemudahan yang ditawarkan pada program revolusi hijau hanya dinikmati oleh para tuan tanah, sedangkan petani kecil (gurem) tidak mendapatkan keuntungan yang memadai.Masuknya IMF ke Indonesia (krisis ekonomi dan moneter 1998 memaksa pemerintah miminjam dana dari IMF) selama masa reformasi telah memberikan implikasi yang luas terhadap perekonomian Indonesia, terutama di sektor pertanian. Salah satu hasi Letter of Intens (LoI) adalah liberalisasi pertaniaan dan reformasi BULOG. Melalui Letter of Intens (LoI), pada tahu 1998, status BULOG sebagai state trading enterprise (STE) harus dicabut. Monopoli komoditas strategis (beras, gula, kedelai, jagung, gandum, dan minyak goreng) dihapuskan, dana murah KLBI dipangkas, dan captive market (PNS dan TNI) dihapuskan.Melihat keseluruhan LoI bidang pertanian, kebijakan pangan dan pembangunan sektor pertanian di Indonesia pada masa-masa berikutnya didominasi kebijakan neoliberal. Melalui IMF yang merupakan tempat bersemayam ideologi neoliberal paling subur. Kebijakan neoliberal juga ditopang oleh intelektual organis dalam bahasa Gramsci yang mendominasi pemerintahan reformasi. Hal ini bisa dilihat dari dua indikasi, yaitu konsistensi liberalisasi di sektor pertanian dan semakin menguatnya dominasi swasta dalam pembangunan sektor pertanian.Neoliberal adalah pendukung liberalisasi ekonomi yang membela pentingnya pasar bebas dan prinsip laissez-faire. Ideologi ini mulai menguat pada era tahun 1980-an ketika Margaret Thatcher dan Ronald Reagan melakukan reformasi ekonomi. Kedua tokoh ini percaya bahwa pasar merupakan mekanisme yang paling efisien dalam mendistribusikan sumber-sumber ekonomi langka.Landasan diberlakukannya perdagangan bebas adalah teori keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dikembangkan Adam Smith dan David Ricardo. Menurut teori ini, suatu Negara hendaknya mengkhususkan diri untuk memproduksi barang-barang yang mempunyai ongkos paling rendah dibandingkan dengan Negara lain berdasarkan keunggulan komparatifnya. Disempurnakan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, ekonom swedia dan Samuelson yaitu teori HOS (Heckscher, Ohlin, dan Samuelson) percaya bahwa keunggulan komparatif muncul terutama karena perbedaan internasional dalam sumbangan relatif faktor produksi (modal dan tenaga kerja) bukan karena perbedaan internasional dalam teknologi.Perdagangan bebas menguntungkan semua Negara, terutama Negara miskin, karena liberalisasi sektor pertanian akan mendorong efisiensi, bagi Negara-negara Dunia ketiga jauh lebih baik jika mereka membuka pasarnya dibandingkan dengan menutup diri karena penduduk di Negara-negara Dunia ketiga akan mempunyai kesempatan lebih besar guna mendapatkan produk-produk pertanian yang lebih murah, dan Negara-negara Dunia ketiga akan semakin diuntungkan oleh terbukanya pasar-pasar di Negara-negara maju. Persoalan yang dihadapi dalam kerangka liberalisasi sektor pertanian di atas bahwa apa yang diasumsikan oleh para pendukung neoliberalisme tidak membawa hasil yang diharapkan, hal tersebut bisa saja terjadi karena teori keunggulan komparatif yang menjadi landasan teori ekonomi neoliberal di era globalisasi sekarang ini mengandung cacat dan mulai dipersoalkan, perkembangan intelektual, ekonomi, dan politik, termasuk di dalamnya pergeseran dari keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif (a competitive advantage) sebagai basis perdagangan dan perumusan teori perdagangan (strategis) baru (Gilpin dan Gilpin, 2002: 85), dan perkembangan baru bentuk-bentuk proteksionisme dalam perdagangan. Dampak LoI terhadap pertanian pangan yaitu seperti ditunjukkan oleh Witoro, liberalisasi perdagangan pangan pada gilirannya meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap pangan impor. Selain itu di bidang industri gula, LoI yang ditandatangi IMF dan Indonesia pada tahun 1998 yang kemudian ditindaklanjuti dengan instruksi Presiden No.5/1998 tentang penghentian Program Tebu Rakyat Intensisfikasi (TRI) dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan melalui surat keputusan No. 717/MPP/Kep/12/199 tentang pencabutan tata niaga beras dan gula telah menghancurkan kemampuan produksi gula dalam negeri dan LoI juga telah menghapus keharusan petani untuk menanam tebu, selain itu importer swasta boleh mengimpor gula dengan bea masuk 0% yang mengakibatkan produksi gula nasional merosot. Kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang mengabaikan potensi pangan local dan pemenuhan kebutuhan pangan penduduk mengakibatkan Indonesia secara terus-menerus terperangkap dalam arus impor pangan.Revitalisasi pertanian menurut mantan Menteri Pertanian, Anton Apriantono, merupakan kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, yang diartikan menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan kemampuan, dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Operasionalisasi revitalisasi sektor pertanian ini mencakup tiga hal pokok, yakni program peningkatan ketahanan pangan, program pengembangan agribisnis, dan program peningkatan kesejahteraan petani. Ketahanan pangan bukan persoalam produktivitas dan ketersediaan pangan semata, tetapi lebih pada akses terhadap sumber daya tersebut. Revitalisasi ini merupakan kebijakan pragmatis guna menambal difisit pangan nasional.

BAB XIPara pengkeritik yang lain menekankan bahwa globalisasi tidak lebih dari suatu bentuk imperialism baru. Setelah serakhirnya Perang Dunia Kedua, Negara-negara Eropa telah kehilangan control terhadap Negara-negara jajahan yang sebagian besar berada di Asia dan Afrika. Oleh karena itu, untuk mengukuhkan kembali control mereka terhadap Negara-negara tersebut maka mereka membuat sebuah mekanisme melalui globalisasi dan perdagangan bebas. Dengan menggunakan mekanisme ini, Negara-negara industry maju akan tetap mempunyai control terhadap Negara-negara Dunia Ketiga.Degradasi ini kemudian sangat jelas termanifestasi dalam isu ketahanan pangan di Negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. Isu mengenai ketahanan pangan menjadi salah satu isu krusial dalam landscap ekonomi politik Indonesia saat ini. Indonesia, yang menyandang predikat sebagai Negara agraris dengan luas wilayah terbesar di Asia Tenggara, menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian, dan sekaligus menjadi tumpuan bagi kehidupan sosial ekonomi. Dengan kata lain, sektor pertanian menjadi andalan utama bagi kehidupan mayoritas penduduk Indonesia. Dalam kondisi harga pangan dunia yang cenderung melambung naik, seharusnya penduduk pedesaan yang terlibat dalam sektor pertanian menjadi andalan utama bagi kehidupan mayoritas penduduk Indonesia. Dalam kondisi harga pangan dunia yang cenderung melambung naik, seharusnya penduduk pedesaan yang terlibat dalam sektor pertanian mendapatkan rejeki nomplok, seperti halnya harga minyak dunia yang merambah naik, sangat menguntungkan Negara pengekspor minyak, dan dampaknya meningkatkan kesejahteraan penduduk Negara itu.Di masa Reformasi (1999-2004) dalam GBHN menggambarkan arah kebijakannya mengenai masalah ketahana pangan, yaitu dengan mengamanatkan agar ketahanan pangan dijaga dengan mengutamakan keragaman sumber daya pangan, institusi dan budaya lokal. Namun amanat ini justru diingkari dengan peningkatan impor komoditas pangan dan pengurangan peran bulog. Pemerintah saat itu merubah status bulog menjadi perum melalui PP No. 7 Tahun 2003. Hal ini berarti perubahan fungsi bulog menjadi sebuah badan usaha yang bergerak dengan orientasi profitKetahanan pangan juga tidak kian membaik di periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Pada periode ini, pemerintahan tidak lagi memiliki arahan dalam implementasi kebijakan ketahanan pangan. Padahal Indonesia sendiri dituntut siap untuk menghadapi AFTA (ASEAN Free Trade Area). Hingga penghujung tahun 2007, pemerintah hanya berfokus pada aspek ketersediaan, yang diperoleh baik melalui produksi domestic maupun impor. Dua aspek lainnya, belum tersentuh secara optimal, karenanya dapat ditemui kasus-kasus kelaparan dan gizi buruk yang terjadi di berbagai daerah. Terlebih lagi dengan krisis pangan dunia yang terjadi saat ini, bila terlalu bergantung pada produk impor, maka ketahanan pangan Indonesia akan mengarah pada food-trap.Pada tataran teori, Revolusi Hijau sebenarnya mampu untuk menaikkan produktivitas dan kesejahteraan petani produsen. Hal ini telah dibuktikan oleh Taiwan dan Jepang, dimana Revolusi Hijau berjalan seiring dengan kebijakan pemerintah yang mendukung para petaninya yang merupakan sektor utama pemerintah. Lain dengan kedua Negara tersebut, di Indonesia para pemain dalam sektor ini malah tidak memiliki suara yang kuat untuk memperjuangkan kepentingannya. Lebih lagi dengan model top-down yang cenderung hanya meregulasi sektor tanpa seolah mendengar kebutuhan/kepentingan apa yang menjadi kebutuhan mendasar dalam sektor tersebut. Karenanya Revolusi Hijau gagal mengatasi persoalan seperti pengangguran, modernisasi pertanian, dan mendorong pada jenuhnya sektor pertanian.Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yodhoyono terjadi perubahan dalam kebijakan pangan dimana revitalisasi pertanian lebih gencar ditekankan. Revitalisasi pertanian menekankan pada pencapaian swasembada beras maupun non beras. Komoditas jagung dan singkong, misalnya, menjadi komoditas alternative yang diutamakan selain beras. Kebijakan ini kemudia dilihat sebagai sinyal baik karena juga diikuti dengan pengembangan pembangunan di sektor agribisnis untuk menambah nilai tambah komoditas agribisnis yang nantinya meningkatkan nilai pendapatan dan akses pangan.

BAB XIISejak kebijakan pembaruan digulirkan oleh Deng Xiaoping pada tahun 1978 yang dikenal dengan a market socialism, proses pembangunan di China berjalan sangat pesat dan fenomenal. Salah satu penggerak utama kekuatan ekonomi dan perdagangan China adalah investasi. Keterbukaan kepada investasi luar negeri ini juga membuat ekonomi China secara fundamental berbeda dengan ekonomi Jepang dan Korea Selatan selama masa tinggal landas mereka. Negara ini mampu dan berhasil menangkap peluang globalisasi dan liberalisasi ekonomi sehingga Negara ini menjadi sebuah kekuatan besar dalam ekonomi dan perdagangan di dunia.Kunci keberhasilan lain yaitu terletak pada peran Negara yang kuat, dengan didukung oleh entrepreneurial bureaucracy lewat penataan kembali posisi (repotitioning) birokrasi, mampu melakukan intervensi dalam menjaga kebebasan pasar dan tingkat integrasi ekonomi nasional dan ekonomi internasional bersifat relative, disesuaikan dengan kondisi perkembangan pembangunan China. Dalam hal ini China memainkan peran apa yang disebut sebagai capitalist developmental state.

Kerangka KonseptualDalam pengertian yang luas globalisasi diartikan sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu sama lain atau saling berhubungan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun lingkungan. Setidaknya ada tiga elemen utama yang emmberikan kontribusi penting bagi berjalannya prosess globalisasi. Pertama, revolusi di bidang teknologi komunikasi. Kedua, semakin rendahnya biaya transportasi. Ketiga, kemunculan kembali kelompok Kanan Baru (the New Right) di Inggris dan Amerika Serikat pada decade 1970-an. Inilah yang diidentifikasi sebagai ciri utama dari globalisasi, yakni integrasi, interdependensi, dan interlink.

Kemenangan The New RightFenomena globalisasi yang sekarang ini banyak menarik perhatian tidak hanya ditopang katiga hal tersebut di atas saja, tetapi juga didukung oleh ideologi yang menjadi semacam the driving force dari proses tersebut, yang dalam hal ini adalah neoliberalisme.Pada dasarnya, tatanan ekonomi internasional pasca Perang Dunia Kedua muncul sebagai produk dari persaingan antara dua orientasi kebijakan yang bertentangan, yakni antara kelompok yang berorientasi internasionalisme liberal yang menghendai sebuah perekonoman dunia yang terbuka (David Ricardo dan Adam Smith) dengan kelompok kapitalisme nasional (Keynesian) yang menuntut lebih banyak peran aktif Negara dalam mencapai tujuan-tujuan social.

Peran Negara BangsaMenurut David Held, ada tiga aliran pemikiran dalam mengkaji globalisasi, yakni aliran globalis, skeptis, dan tranformasionalis. Bagi kaum hiperglobalis, globalisasi didefinisikan sebagai sejarah baru kehidupan manusia dimana Negara tradisional telah menjadi tidak relevan lagi. Globalisasi ekonomi membawa serta gejala denasionalisasi ekonomi melalui pembentukan jaringan-jaringan produksi transnasional (transnational network of production), perdagangan dan keuangan.Kelompok Kedua (Hirst dan Thompson) menganggap bahwa tesis kaum hiperglobalis secara fundamental cacat dan secara politik adalah naf karena menganggap lemah kekuatan pemerintahan nasional dalam mengatur kegiatan ekonomi internasionalDiantara kedua kutub tersebut terdapat kelompok transformasionalis (Robert Gilpin). Dalam konteks Negara bangsa, inti pandangan kelompok ini adalah bahwa globalisais yang tengah berlangsung saat ini menyusun kembali kekuasaan, fungsi dan otoritas pemerintahan nasional. Pemerintah nasional diperlukan namun hadir dalam bentuk yang berbeda.

Reposisi BirokrasiDalam konteks repotitioning birokrasi, peran Negara diperlukan untuk melakukan intervensi secara selektif guna menjamin pasar agar berfungsi dengan baik, efisien,dan efektif. Intervensi Negara adalah krusial untuk mengatasi krisis moneter dan krisis ekonomi. Dengan demikian, peran Negara dikatakan sebagai a capitalist developmental state, yaitu menjaga agar kebebasan pasar dan tingkat integrasi ekonomi nasional dan ekonomi internasional bersifat relative, disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan tempat tertentu.Terdapat dua proses untuk membuat Negara lebih efektif. Negara harus memfokuskan kapabilitas apa yang dimiliki dan kedua meningkatkan kapabilitas Negara dengan menyegarkan kembali atau reinvigorating lembaga-lembaga publik. Dengan demikian, lembaga-lembaga Negara harus mempunyai daya saing yang lebih besar untuk mengkatkan efisiensinya. Ini memberikan makna meningkatkan kinerja lembaga Negara, memperbaiki upah dan insentif.Kebijakan Pembangunan ChinaKeberhasilan kebijakan pembangunan China dilihat dalam kerangka kombinasi peran Negara dan pasar yang saling melengkapi guna mendapatkan kinerja dan efisiensi ekonomi tinggi. Keberhasilan kebijakan pembangunan China terwujud karena Negara mampu secara konsisten memberikan panduan selama proses reformasi dan sekaligus melakukan kontrol atas mayoritas insustri dan membongkar hambatan-hamabatan keuangan sektor-sektor publik yang tidak efisien secara bertahap.

Pertumbuhan Ekonomi yang TinggiSejak China melakukan reformasi kurang lebih tiga dekade lalu, Negara itu telah tumbuh dengan cepat. Angka-angka yang beredar cukup beragam, dan banyak diantaranya meragukan. Ini karena kebiasaan birokrasi China yang senantiasa berusaha agar performance ekonomi tampak baik sehingga angka-angka yang ada bisa jadi meragukan. Namun, menariknya angka-angka resmi yang di-release oleh pemerintah justru diragukan karena terlalu rendah dibandingkan dengan angka seharusnya.Beberapa sumber mengatakan bahwa pertumbuhan sekonomi China berkisar di antara 10% per tahun, ada pula yang mengatakan sekitar 9% per tahun. Ketika Negara-negara Asia Timur mengalami krisis ekonomi dan moneter yang dahsyat China tetap tumbuh dengan meyakinkan. PDB China juga tumbuh dengan tajam, dan menariknya pertumbuhan ekonomi tersebut terus berlangsung di tengah kelesuan ekonomi global yang belum pulih pasca krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat pada Penghujung tahun 2007. PDB China pada kuartal IV 2009, tumbuh sebesar 10,7%. Pertumbuhan ini merupakan yang tercepat dalam dua tahun terakhir.

Kunci Keberhasilan Ekonomi ChinaKebijakan ekonomi adalah pragmatis yang didasarkan atas evaluasi pengalaman dalam implementasi berbagai eksperimen program pembangunan yang mereka sebut mencari kebenaran dari kenyataan konkret seperti system tanggung jawab rumah tangga. China menerima investasi asing dalam jumlah amat besar, jauh melebihi investasi asing ke Negara-negara kawasan Asia-Pasifik lainnya (di luar Jepang).

BAB XIIISecara filosofis, landasan yang mendasari implementasi kebijakan desentrallisasi dan otonomi daerah adalah otonomi dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah. Dengan kata lain, melalui implementasi otonomi daerah ini, pemerintah daerah diharapkan akan semakin mampu bekerja secara efektif dan efisien dalam melayani dan merespons segala tuntutan masyarakat dan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.Dengan demikian, ada beberapa hal pokok yang perlu digarisbawahi menyangkut pelaksanaan otonomi. Pertama, menyangkut desentralisasi itu sendiri. Pada masa lampau, desentralisasi administratif lebih dominan dibandingkan dengan desentralisasi politik. Akibatnya, pemerintah daerah kurang mempunyai otoritas dalam mengambil keputusan-keputusan politik menyangkut alokasi sumberdaya pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerahnya. Kuatnya pelaksanaan asas dekonsentrasi dibandingkan dengan asas desentralisasi membuat daerah hanya menjadi pelaksanan kebijakan pusat.Kedua, keterlibatan masyarakat (daerah) dalam proses kebijakan pembangunan. Konsekuensi yang paling penting sebagai akibat pelaksanaan desentralisasi politik adalah keterlibatan masyarakat (daerah) dalam prosesn penngambilan keputusan. Ketiga, perbaikan pelayanan birokrasi daerah melalui penciptaan lembaga birokrasi yang lebih responsif. Sentralisme yang dikembangkan padal masa pemerintahan Orde Baru telah membuat pemerintah daerah tidak lagi responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Keempat, dalam skala yang lebih luas, pelaksanaan otonomi daerah ini ditujukan untuk merangsang daerah-daerah agar mengembangkan potensi yang dimilikinya guna menopang pembangunan daerahnya masing-masing. Dengan kata lain, pemberlakuan undang-undang ini diharapkan akan memacu daerah untuk secara kreatig mengembangkan potensi yang dimiliki untuk secara mandiri melakukan pembangunan daerah.Implementasinya di IndonesiaPertama, strategi inti (the core strategy). Strategi ini menentukan tujuan (purpose) sebuah sistem dan organisasi publik. Kedua, strategi konsekuensi (the consequences strategy). Strategi ini menentukan insentif-insentif yang dibangun ke dalam sistem publik. Ketiga, strategi pelanggan (the customers strategy). Strategi ini terutama memfokuskan pada pertanggungjawaban (accountability). Keempat, the control strategy. Strategi ini menentukan dimana letak kekuasaan pembuat keputusan itu diberikan. Kelima, the culture strategy. Strategi ini menentukan budaya organisasi publik yang menyangkut nilai, norma, tingkah laku, dan harapan-harapan para karyawan.Oleh karena itu, adalah penting mendesentralisasikan keputusan kepada pejabat-pejabat dan karyawan atau pegawai birokrasi di bawahnya karena hal ini akan mendorong timbulnya rasa tanggung jawab dikalangan para pegawai birokrasi, dan dalam konteks yang luas mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses implementasi kebijakan.Birokrasi patrimonial menjadi ciri khas birokrasi di Indonesia, dimana hubungan-hubungan yang dilakukan lebih mendasar pada hubungan patron-klien, maka di bidang ekonomi pun muncul fenomena rent-seeker. Para kapitasi yang muncul dari model pembangunan yang dilakukan oleh birokrasi patrimonial juga bukan kapitalis sejati yang lahir dari kemampuan wirausaha yang dimiliki, tetapi lebih karena privilage yang diberikan pemerintah kepada mereka. Akhirnya, lahirlah apa yang sering disebut sebagai kapitasime semu (erzats capitalism).

BAB XIVBirokrasi sekarang justru telah menjadi simbol kemacetan, ketidakefisienan, dan pemborosan yang terus menerus. Banyak kegagalan kebijakan publik terutama di negara-negara berkembamg terjadi karena kesalahan-kesalahan birokrasi. Singkatnya, birokrasi telah menjadi biang kegagalan, jauh dari imaginasi, dan pandangan Max Weber. Penyakit birokrasi itu muncul dari hasil interaksi antara struktur birokrasi yang salah dan variabel-variabel berinteraksi dengan budaya masyarakat yang paternalistis sehingga memunculkan birokrasi paternalistis. Maka, berbagai agenda reformasi politik dan pemerintah pun disusun, salah satunya adalah otonomi daerah melalui UU No.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 1999 yang memberikan kewenangan besar kepada daerah (kabupaten/kota dan propinsi) untuk mengelola pemerintahan daerah. Dalam perkembangannya, undang-undang ini dianggap tak lagi memadai dengan spirit otonomi, maka dilakukanlah perubahan dengan menggunakan UU No.32 dan UU No.33 tahun 2004. Otonomi daerah pada dasarnya dilakukan guna mendekatkan pemerintah ke rakyat. Mengapa Revitalisasi ?Dalam konteks Indonesia, ada lima sebab mengapa revitalisasi birokrasi di daerah perlu dilakukan. Pertama, semangat otonomi daerah. Kedua, desakan revitalisasi pada akhirnya harus diletakkan dalam semangat demokratisasi politik saat ini. Ketiga, meningkatnya daya kriti masyarakat. Keempat, perubahan lingkungan global. Kelima, perubahan paradigma.

Merevitalisasi PeranTentu saja, untuk melakukan revitalisasi peran, harus dilihat dulu kelemahan-kelemahan mendasar menyangkut birokrasi di Indonesia untuk selanjutnya dirumuskan peran baru di era otonomi daerah sekarang ini. Tidak bisa dipungkiri, birokrasi yang ada sekarang ini merupakan warisan Belanda dan lebih jauh warisan masa kerajaan. Birokrasi masa kerajaan mempunyai lima ciri sebagaimana dikemukakan Suwarno, yakni (1) penguasa menggap dan menggunakan administirasi publik sebagai urusan pribadi; (2) administrasi adalah perluasan rumah tangga istana; (3) tugas pelayanan ditujukkan kepada sang raja; (4) gaji dari raja kepada pegawai kerajaan pada hakikatnya adalah anugerah yang juga dapat ditarik sewaktu-waktu sekehendak raja; (5) para pejabat kerajaan dapat bertindak sekehendak hatinya terhadap rakyat seperti halnya yang dilakukan oleh raja. Gejala ini terus berlangsung pada masa Orde Baru. Pada waktu itu, memang telah dilakukan serangkaian reformasi, tetapi corak birokrasi patrimonial tidak pernah berubah. Di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi, kita memerlukan birokrasi yang efisien, adaptif, dan responsif terhadap dinamika dan tuntutan masyarakat dalam suatu masyarakat demokratis.

Energizing Bureaucracy atau Reinventing Government ?Ada beberapa hal yang mesti dilakukan, salah satu yang busa dilakukan adalah memberikan energi baru bagi birokrasi (energizing bureaucracy) atau menciptakan kembali birokrasi (reinvention). Energizing bureaucracy merupakan suatu pengembangan kapasitas manajemen kewirasausahaan dalam manajemen daerah, suatu kapasitas manajemen yang dilandasi enterprise culture. Lebih jauh, reinvention berarti penggantian sistem birokrasi dengan sistem wirausaha. Reinvention, dalam pengertian ini, adalah menciptakan organisasi-organisasi dan sistem publik yang terbiasa memperbarui, yang secara berkelanjutan memperbaiki kualitasnya tanpa harus memperoleh dorongan dari luar. Ada lima strategi yang disarankan Osborne dan Plastrik untuk melakukan reinvention. Pertama, the core strategy, di mana organisasi publik harus mampu merumuskan dengan jelas tujuan-tujuannya. Kedua, the consequences strategy, suatu strategi yang diorientasikan untuk membangun sistem insentif dalam lembaga publik. Ketiga, strategi pelanggan. Strategi ini terutama memfokuskan pada pertanggungjawaban. Keempat, the control strategy. Strategi ini menentukan di mana letak pembuat keputusan. Kelima, strategi budaya. Strategi ini menentukan budaya organisasi publik: nilai, norma, tingkah laku, dan harapan-harapan dari para karyawan.

KOMENTAR TERHADAP BUKU

Dinilai dari gaya kepenulisan Budi Winarno yang terstruktur dan mudah dicerna, dapat dinilai bahwa beliau memiliki kemampuan berpikir ilmiah dan sistematis disamping sebagai seorang penyampai pesan yang handal. Maka sangat diharapkan buku ini mampu memudahkan kalangan manapun yang ingin mengkaji Kebijakan Publik dengan beragam studi analisis.Sedangkan dalam kelemahannya hanya dirasakan bagi sebagian pembaca yang terkadang mendapati kendala dalam penyampaian penulis yang sangat murni ilmiah sehingga sulit diselami oleh sebagian kalangan. Dan juga penulis luput dalam hal pembahasan mengenai kebijakan publik di Indonesia beserta sejarah perkembangannya. Pembahasan kebijakan dalam buku ini dimulai dengan mendefinisikan terlebih bahulu mengenai apakah kebijakan publik tersebut. Bab kedua dalam buku ini akan secara khusus membahas mengenai apakah yang dimaksud dengan kebijakan publik. Berbagai defenisi mengenai kebijakan publik telah dipaparkan dalam bab ini. Pemaparan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman awal mengenai kebjakan publik itu sendiri, sehingga kita dapat dengan mudah membedakan kebijakan publik dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain. Ada banyak defenisi mengenai kebijakan publik yang dikemukkan oleh para ahli. Masing-masing defenisi memberi penekanan yang berbeda beda dan cenderung disesuai kan dengan latar belakang masing masing ilmuwan. Pada akhirnya defenisi, kebjakan publik yang dikemukakan oleh James Anderson akan dijadikan rujukan atau dianggap paling pas untuk mendefinisikan kebijakan publik. Selain itu, bab kedua dalam buku ini juga berusaha untuk menelaah evolusi dan domain kebijakan publik. Pembahasan mengenai domain, atau area studi, dimaksudkan untuk memberi kerangka acuan bagi para peminat kebijakan publik mengenai bidang apa saja yang dapat dikaji dalam studi kebijakan publlik. Dengan demikian, para peminat studi kebijakan publik dapat menentukan aspek-aspek apa saja yang menarik untuk dikaji.Seperti dapat kita lihat nanti dalam pembahasan di bab kedua buku ini, domain kebijakan publik telah berkembang seiring dengan minat para ilmuan terhadap kebijakan publik. Pada awlanya studi kebijakan publik terbatas pada hukum dan ketertiban, namun area studi kebijakan publik telah melampaui bidang tersebut. Studi ini telah mencakup berbagai bidang seperti misalnya pendidikan kesehatan ,perumahan, pariwisata, industry, perdagangan transportasi atau perhubungan. Para ilmuwan yang lebih cenderung menggunakan pendekatan substansif biasanya mengkaji bentuk-bentuk kbijakan seperti ini.Pembahasan pada bab berikutnya berkaitan dengan model dan pendekatan yang biasa digunakan dalam analisis kebijakan publik. Pada bab ini akan dipaparkan pendekatan yang biasa digunakan oleh para ahli dalam menerapkan model-model dan pendekatan-pendekatan analisis kebijakan. Pembahasan yang dilakukan oleh James Anderson, James P.Lester dan Joseph Stewar akan dijadikan acuan untuk mengupas model-model dan pendekatan-pendekatan dalam analisis kebijakan. Beberapa kelebihan yang dapat saya nilai dari buku ini, diantaranya;1. Defenisi kebijakan publik dari berbagai Tinjauan pendekatan dan teori para ilmuwan social.2. Model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik,yang didalam buku ini dijabar kan secara lugas dan sekali lagi sangat tersusun dan terarah menurut saya.3. bahasan lengkap dalam penjelasan mengenai masalah publik,dan mana yang bukan merupakan masalah public.4. Di dalam buku ini juga di konklusikan mengenai Perencanaan kebijakan publik,tahap pertahap didalamnya sangat dibahas dengan jelas dan adil.5. Di bagian bab selanjutnya, buku ini mengetengahkan Perumusan kebijakan publik secara teroganisir dan tersistematis.6. Hal yang menarik lagi kita akan mengetahui tahap implementasi kebijakan publik yang merupakan saduran langsung dari teori yang dijabarkan dalam bab bab awal.7. Setelah tahap implementasi didalam buku ini juga dijelaskan mengenai Evaluasi ,perubahan dan terminasi kebijakan publik.8. Terakhir dalam buku ini terdapat bab terakhir yang membahas dan mengkomparasi kan contoh luar biasa kebijakan publik di negara Brazil dan Negara Kuba, dua negara besar yang menerapkan kebijakan publik sebagai teknik mutahkir dalam tujuan memulihkan dan membangun negaranya.