psikoedukasi keluarga pada pasien pasca pasung …eprints.ums.ac.id/50095/2/02. publikasi...
TRANSCRIPT
i
PSIKOEDUKASI KELUARGA PADA PASIEN PASCA PASUNG DI KABUPATEN SUKOHARJO PROPINSI JAWA TENGAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Keperawatan
pada Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
RYAN SAMSUL HIDAYAT
J210120007
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
IIALAMAN Pf,,RSf,TUJUAN
PSIKOEDUKASI KELUARGA PN)A PASIEN PASCA PASI]NG DI KABI]PATEN SUKOEARJOPROPINSI JAWA TENGAE
PTIBLIKASI ILMIAII
oleh:
RYAN SAMSULHIDAYAT
J2t0t20w7
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen lembimbinB4{
Arif Widodo.A.Kep..M.Kes
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PSIKOEDUKASI KELUARGA PADA PASIEN PASCA PASUNG DI KABUPATEN SUKOHARJO
PROPINSI JAWA TENGAH
Oleh
RYAN SAMSUL HIDAYAT
J210120007
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Sabtu,………………2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Arif Widodo, A.Kep.,M.Kes (……..……..)
2. Supratman, M.Kes.,Ph.D (………...….)
3. Arif W Jadmiko, S.Kep.,Ns.,M.Kep (……………)
Dekan,
Dr. Suwaji, M.Kes
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pemah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secard tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustak a.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta,l3 Februari 2017
111
1
PSIKOEDUKASI KELUARGA PADA PASIEN PASCA PASUNG DI KABUPATEN
SUKOHARJO PROPINSI JAWA TENGAH
Abstrak
Pandangan masyarakat tentang permasalahan penderita gangguan jiwa identik dengan
sebutan “orang gila” sehingga banyak orang memandang negatif dan mengancam.
Label negatif berdampak pada keluarga ataupun masyarakat sekitar penderita
gangguan jiwa tidak mau mengurusnya. Perlu upaya untuk meningkatkan
pemahaman dan peran keluarga dan masyarakat terhadap perawatan pasien gangguan
jiwa salah satunya dengan pemberian psikoedukasi. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui Adakah perbedaan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap
Keluarga Pada Pasien Pasca Pasung Di Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah.
Penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan quasi eksperimen. Populasi
penelitian adalah masyarakat Kabupaten Sukoharjo yang berjumlah 43 jiwa yang di
pasung. Sampel penelitian sebanyak 30 anggota keluarga yang ditentukan
menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan lembar
kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan analisis t-test. Kesimpulan
penelitian adalah terdapat perbedaan yang signifikan pre test dan post test
pengetahuan dan sikap tentang pencegahan pemasungan setelah mendapatkan
Psikoedukasi pada keluarga pasien gangguan jiwa di Sukoharjo, dimana nilai post test
lebih tinggi daripada pre test.
Keywords: psikoedukasi, pengetahuan, sikap, keluarga, pasien pasung
Abstract
Views of people about the problems people with mental disorders is synonymous with
the term "lunatic" so many people look at the negative and threatening. Label
negative impact on the family or the community about people with mental disorders
do not want to take care of. Need an effort to increase the understanding and role of
families and communities to care of patients with mental disorders by administering
one psychoeducation. The purpose of this study was to find out there differences in
the level of knowledge and friendly attitude in Patients Post airborne in Sukoharjo,
Central Java Province. This research is quantitative with quasi-experimental
approach. The study population was Sukoharjo district community numbering 43
souls in stocks. The research sample of 30 family members who were determined
using purposive sampling technique. Collecting data using a questionnaire, while
analyzed using t-test. Conclusion of research is a significant difference pre test and
post test knowledge and attitudes about the prevention of deprivation after getting
Psychoeducation in the family of mental patients in Sukoharjo, where the value of
post test is higher than the pre-test.
Keywords: psycho education, knowledge, attitude, family, patients stocks
2
1. PENDAHULUAN
Gangguan jiwa atau juga disebut skizofrenia yaitu kumpulan dari beberapa
sindrom klinik, yang bersifat menggangu, gangguan proses berpikir, ganguan
perilaku, gangguan emosi dan gangguan persepsi (Sadock, 2007). Menurut Lestari,
dkk (2014) ganguan jiwa adalah suatu kondisi dimana mental dan fisiologiknya tidak
berfungsi dengan baik sehingga menghambat kegiatan aktivitas sehari-hari.
Hasil survei data World Health Organization tahun 2012 (WHO) sekitar 450 juta
penduduk di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa dan sebanyak 8 dari 10
penderita gangguan jiwa tidak mendapatkan perawatan yang intensif. Maka dari data
tersebut dapat dianggap menjadi masalah yang serius (Hendry, 2012).
Berdasarkan prevalensi masalah kesehatan gangguan jiwa dari laporan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 terdapat gangguan jiwa berat sebanyak 1,7 / 1000 orang.
Data penderita gangguan jiwa berat terbanyak pada 6 daerah yaitu di Sulawesi
Selatan, Yogyakarta, Bali, Aceh, dan Jawa Tengah. Diperkiran sekitar 20.000 hingga
30.000 jiwa, adapun penderita gangguan jiwa terdapat perlakukan secara tidak
berperikemanusiaan salah satunya dengan cara dipasung (Purwoko, 2010).
Tim Pengarah Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) Provinsi Jawa Tengah,
menyatakan bahwa penderita gangguan jiwa di wilayah Jawa Tengah masih tergolong
cukup tinggi, yaitu mencapai 107.000 orang atau 2,3% dari jumlah penduduk
(Widiyanto, 2015). Menurut data dari dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah yang
mengalami gangguan jiwa terdapat temuan kasus pemasungan, dari bulan Januari
sampai November 2012 tercatat 1.091 kasus (Hendry, 2012).
Sebanyak 18,2% penderita gangguan jiwa berat dan pernah dipasung, banyak
dilakukan oleh warga di daerah pedesaan pada Proposi Rumah Tangga (RT dengan
Anggota Rumah Tangga (ART)). Sedangkan di daerah perkotaan didapatkan
sebanyak 10,7% berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013 (Adian, 2014).
Menurut Euis (2014), beberapa orang menilai gangguan jiwa merupakan salah
satu penyakit yang memalukan, sebagai aib keluarga, bahkan ada yang berpendapat
sebagai sampah sosial. Sehingga sebagian masyarkat memerlakukan orang dengan
3
gangguan jiwa secara diskriminatif, perlakukan yang kasar, pemasungan dan
terkadang dilempari batu serta diejek oleh anak-anak, fenomena yang sering terjadi
dimasyarakat saat ini adalah pemasungan. Hal ini menyebabkan memperparah
kondisi penderita gangguan jiwa tersebut, karena pada lingkungan sekitar
mengucilkan, menghina bahkan menolak para penderita gangguan jiwa (Kartono,
2009).
Apabila mengamati pandangan masyarakat saat ini tentang permasalahan
penderita gangguan jiwa identik dengan sebutan “orang gila”. Secara tidak langsung
hal ini merupakan mindset yang salah, sehingga banyak orang memandang bahwa
penyakit ini masalah yang negatif dan mengancam. Label negatif dengan sebutan
orang gila inilah yang secara tidak disadari merupakan stigma yang diciptakan
sendiri, maka dampaknya keluarga ataupun masyarakat sekitar penderita gangguan
jiwa tidak mau mengurusnya sehingga apabila dibiarkan terus menerus hak-hak
penderita gangguan jiwa akan terabaikan misalnya hak sosial dan hak untuk
pengobatan (Suharto, 2014).
Tidak hanya keluarga saja yang mempunyai peranan penting dalam proses
penyembuhan penderita gangguan jiwa melainkan masayarakat juga ikut serta dalam
proses tersebut. Sikap yang acuh atau tidak peduli, memandang rendah dan penolakan
pada penderita gangguan jiwa merupakan masalah yang sulit untuk diluruskan. Tidak
dapat dipungkiri bahwa sikap dan penerimaan dari masyarakat terhadap penderita
gangguan jiwa merupakan faktor yang berpengaruh terhadap proses penyembuhan
(Lestari. dkk, 2014). Selain pentingnya peran keluarga dan masyarakat, peran dari
pemerintah yaitu lembaga terkait seperti Pemerintah Daerah, Rumah Sakit, dinas–
dinas terkait, lembaga swadaya masyarakat dan Puskesmas juga diperlukan untuk
penanganan penderita gangguan jiwa, program tentang penanganan penderita
gangguan jiwa harus dimaksimalkan, sehingga masalah gangguan jiwa dapat
diminimalkan (Suharto, 2014).
Pasung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sebuah metode
penghukuman orang dengan menghambat atau membatasi pergerakan seseorang
4
(penderita ganggguan jiwa) menggunakan alat yang berbentuk kayu berlubang atau
kayu yang diapit, besi, kain biasanya dipasang di tangan, kaki, dan leher.
Berdasarakan studi pendahuluan, di wilayah sukoharjo terdapat kurang lebih
2778 kasus penderita gangguan jiwa yang tersebar di berbagai wilayah kecamatan di
wilayah Sukoharjo. (DKK kabupaten Sukoharjo,2013). Salah satunya di kecamatan
Nguter terdapat salah satu warganya yang mengalami gangguan jiwa dan diketahui
mengalami pemasangan pasung oleh keluarganya. Dari data yang di dapat oleh
beberapa pihak jajaran pemerintahan di wilayah sukoharjo pada tahun 2013 pasien
gangguan jiwa yang mengalami pemasungan mencapai 15 orang di berbagai wilayah
kecamatan di Sukoharjo. Oleh karena itu penanganan yang efektif sangat dibutuhkan
untuk pasien gangguan jiwa dan memerlukan usaha yang komprehensif,
membutuhkan kedisiplinan yang tinggi, termasuk terapi farmaka, dan bentuk
perawatan psikososial, seperti kemampuan untuk menjalani hidup sehari hari,
ketrampilan dalam bersosial, rehabilitasi dan terapi dari keluarga. Pada kenyataannya
saat ini, jika ada seorang anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, maka
anggota yang lain dan masyarakat sekitar menyarankan untuk dibawa ke RS jiwa,
tetapi ketika anggota keluarga menggangap bahwa itu sebuah aib dan menyusahkan
bagi keluarga maka penderita gangguan jiwa tersebut diasingkan atau dipasung.
Masyarakat beranggapan Perawatan kasus kejiwaan dikatakan mahal karena
ganguannya bersifat jangka panjang (Videbeck,2008).
Berdasarkan Latar Belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Pemberdayaan Keluarga Pada Pasien Pasca Pasung Di Kecamatan
Nguter Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah”
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran bagaimana
dampak permainan game elektronik pada anak usia sekolah di Wilayah Kelurahan
Manisrejo, Kabupaten Magetan.
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dipakai ini yaitu penelitian kuantitatif, metode penelitian
kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan atau berupa angka. Rancangan
5
penelitian ini yang akan digunakan yaitu Quasi Experiment atau sering disebut
eksperimen semu karena belum memenuhi syarat seperti cara eksperimen yang
dikatakan ilmiah dengan mengikuti peraturan tertentu.
Populasi penelitian adalah adalah masyarakat Kabupaten Sukoharjo yang
berjumlah 43 jiwa yang di pasung sedangkan sampel penelitian sejumlah 30 anggota
keluarga pasien gangguan jiwa yang ditentukan menggunakan teknik purposive
sampling. Pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner, sedangkan analisis data
menggunakan analisis uji t-test..
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden
No Karakteristik Frek %
1. Jenis kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Total
17
13
30
57%
43%
100%
2. Umur
a. 21 - 30 tahun
b. 31 – 40 tahun
c. 41 – 50 tahun
Total
9
15
6
30
30%
50%
20%
100%
3.2 Analisis Univariate
3.2.1 Distribusi Tingkat Pengetahuan
Pre test tingkat pengetahuan menunjukkan bahwa responden memiliki
pengetahuan dalam kategori kurang yaitu sebanyak 4 responden (13%) dan
cukup sebanyak 16 responden (53%). Selanjutnya data post test pengetahuan
berkategori baik dari responden adalah 10 (33%).
6
3.2.2 Distribusi Tingkat Sikap
Pre test tingkat sikap menunjukkan bahwa responden memiliki sikap
negatif dalam sikap yaitu sebanyak 15 responden (50%) dan sisanya positif
sebanyak 15 responden (50%). Selanjutnya pada post test sebagian besar adalah
positif sebanyak 19 responden (63,7%) dan sisanya 11 responden (36,7%)
bersikap negatif
3.3 Analisis Bivariate
3.3.1 Uji Normalitas Data
Tabel 4
Ringkasan Uji Normalitas Data
Variable p-value Kesimpulan
Pre test pengetahuan
Post test pengetahuan
Pre test sikap
Post test sikap
0,022
0,020
0,800
0,203
Normal
Tidak normal
Normal
Normal
3.3.2 Perbedaan Pre test dan Post test Pengetahuan
Hasil uji Wilcoxon Rank Test pengetahuan diperoleh nilai Zhitung 4,803
dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena nilai pv < 0,05 (0,000 < 0,05),
maka diambil kesimpulan uji terdapat perbedaan pre test dan post test
pengetahuan. Nilai rata-rata pre test pengetahuan adalah 10,40 dan post test
sebesar 12,76. Berdasarkan nilai rata-rata pengetahuan nampak bahwa nilai
post test pengetahuan lebih tinggi dibandingkan nilai pre test pengetahuan.
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan rata-rata pre test
pengetahuan dan post test pengetahuan ditampilkan pada grafik sebagai
berikut.
7
Grafik. 1. Perbedaan Rata-rata Pre test dan post test Pengetahuan
3.3.3 Perbedaan Pre test dan Post test Sikap
Hasil uji Paired sample t-test sikap diperoleh nilai thitung 7,894 dan
nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena nilai pv < 0,05 (0,000 < 0,05), maka
diambil kesimpulan uji terdapat perbedaan pre test dan post test sikap. Nilai
rata-rata pre test sikap adalah 41,36 dan post test sebesar 52,56. Berdasarkan
nilai rata-rata sikap nampak bahwa nilai post test sikap lebih tinggi
dibandingkan nilai pre test sikap.
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan rata-rata pre test sikap dan
post test sikap ditampilkan pada grafik sebagai berikut.
Grafik. 4.2. Perbedaan Rata-rata Pre test dan post test Sikap
8
3.4 Karakteristik Responden
Distribusi umur responden menunjukkan sebagian besar responden adalah
dewasa yang berusia 31 – 40 tahun (50%). Karakteristik umur responden merupakan
kelompok dewasa yang telah memiliki tanggung jawab terhadap anggota keluarga
atau orang lain. Umur seseorang umumnya berhubungan dengan tingkat pengetahuan
seseorang. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan antara lain umur pada
keluarga penderita mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang,
semakin bertambah umur akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya (Notoatmodjo, 2010). Umur yang dimiliki oleh responden seharusnya
membantu responden untuk lebih mudah memahami dan menerima suatu informasi
yang selanjutnya disusun menjadi pengetahuan.
Distribusi pendidikan responden menunjukkan sebagian besar responden
berpendidikan SMP (53%). Tingkat pendidikan yaitu pendidikan yang dimiliki oleh
responden adalah kurang karena merupakan pendidikan dasar atau dibawah SMA.
Tingkat pendidikan yagn kurang tersebut menjadi faktor yang tidak mendukung
responden dalam memahami informasi dari Psikoedukasi dalam meningkatkan
pengetahuan mereka tentang pencegahan pemasungan penderita gangguan jiwa. Salah
satu contoh misalnya penggunaan istilah-istilah dalam Psikoedukasi seringkali
menggunakan istilah-istilah dari bahasa asing yang kurang dipahami oleh responden
yang memiliki pendidikan SD dan SMP. Kendala yang dihadapi tersebut
menghambat kemampuan responden SD dan SMP dalam menerima informasi
Psikoedukasi dan menghambat peningkatan pengetahuan tentang pencegahan
pemasungan penderita gangguan jiwa.
Notoatmodjo (2010) mengungkapkan bahwa pendidikan adalah upaya
pembelajaran kepada individu dan masyarakat agar melakukan tindakan-tindakan
untuk memelihara, dan meningkatkan kesehatan. Tingkat pendidikan seseorang yang
baik diharapkan mampu untuk menambah ilmu pengetahuan dan dapat
mengaplikasikannya, salah satunya dalam hal kesehatan. Perry & Potter (2005)
menyatakan bahwa tingkat pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan tentang
9
kesehatan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi
pikiran seseorang. Seorang yang berpendidikan ketika menemui suatu masalah akan
berusaha berfikir sebaik mungkin dalam menyelesaikan masalah tersebut. Orang yang
berpendidikan baik cenderung akan mampu berfikir tenang terhadap suatu masalah.
3.5 Tingkat Pengetahuan tentang Pencegahan Pemasungan Penderita Gangguan
Jiwa Sebelum Psikoedukasi
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Lukitasari (2013) tentang perbedaan pengetahuan keluarga tentang cara merawat
pasien sebelum dan sesudah kegiatan family gathering pada halusinasi dengan klien
skizofrenia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sebelum dilakukan family gathering
sebagian besar keluarga telah memiliki pengetahuan yang cukup baik dan semakin
meningkat setelah diberikan family gathering. Penelitian ini menjelaskan bahwa salah
satu faktor yang menyebabkan pengetahuan keluarga cukup baik adalah adanya
interaksi keluarga dengan petugas medis ketika perawatan pasien gangguan jiwa.
Interaksi yang dilakukan antara anggota keluarga dengan petugas kesehatan salah
satunya diperolehnya informasi tentang perawatan pasien gangguan jiwa dari petugas
kepada keluarga.
Tingkat pengetahuan responden yang cukup tersebut salah satunya disebabkan
oleh tingkat pendidikan yang cukup baik yaitu terdapat 13 responden yang
berpendidikan SMA. Responden yang berpendidikan baik memiliki kemampuan
menelaah atau menganalisis suatu pertanyaan dan mencari solusi jawabannya. Dalam
penelitian ini pertanyaan tentang pengetahuan menggunakan model pilihan ganda,
sehingga responden dapat melakukan perbandingan-perbandingan terhadap pilihan
jawaban dan menentukan jawaban yang menurut mereka masuk akal dan terbaik,
sehingga walaupun sebelumnya mereka belum mengetahui tentang pertanyaan
tersebut, namun adanya pilihan jawaban menyebabkan responden mampu memilih
jawaban yang terbaik.
Penelitian juga menunjukkan terdapat 23% responden yang memiliki
pengetahuan tentang pencegahan pemasungan penderita gangguan jiwa yang kurang.
10
Kondisi ini disebabkan terdapat responden berpendidikan SD dan SMP. Tingkat
pendidikan yang dimiliki responden tersebut menyebabkan kemampuan mereka
untuk memahami informasi tentang pencegahan pemasungan baik dari pelajaran di
sekolah maupun dari media massa lebih rendah dibandingkan responden yang
berpendidikan SMA, sehingga tingkat pengetahuan mereka menjadi rendah.
Terdapatnya keluarga pasien gangguan jiwa yang memiliki pengetahuan
kurang sebagaimana dihasilkan dalam penelitian Purnamasari (2013) tentang
hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian besar pengetahuan keluarga adalah
kurang dimana salah satu faktor yang menyebabkan adalah rendahnya tingkat
pendidikan keluarga.
3.6 Tingkat Sikap tentang Pencegahan pemasungan penderita gangguan jiwa
Sebelum Psikoedukasi
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Nondyawati (2015) tentang
hubungan pengetahuan dan sikap dengan motivasi keluarga dalam memberikan
dukungan pada klien gangguan jiwa. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memiliki sikap yang negatif. Sikap negatif yang dimiliki oleh
responden dalam penelitian tersebut disebabkan timbulnya rasa malu keluarga
terhadap kondisi pasien, khususnya kepada keluarga dengan pasien yang masih baru.
Dalam proses pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh
kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama dan pengaruh
faktor emosional (Azwar, 2005). Sikap seseorang dalam memberikan dukungan
merupakan langkah awal dalam sebuah motivasi dalam memberikan dukungan
terhadap klien gangguan jiwa terutama agar proses penyembuhannya berjalan dengan
cepat, apabila sikap dalam dalam memberikan dukungan tidak baik, bisa di pastikan
motivasi dalam memberikan dukungan terhadap klien gangguan jiwa rendah, sikap
dalam memberikan dukungan tersebut seperti dukungan informasi, dukungan harga
11
diri, dan dukungan praktis harus di miliki keluaarga agar motivasi dalam memberikan
dukungan terhadap klien gangguan jiwa tinggi (Utami dan Marlyn, 2004).
3.7 Perbedaan pengetahuan keluarga, sesudah Psikoedukasi dalam mencegah
pemasungan di Kabupaten Sukoharjo.
Hasil uji Wilcoxon rank test disimpulkan bahwa terdapat efektifitas
Psikoedukasi terhadap peningkatan pengetahuan tentang pencegahan pemasungan
penderita gangguan jiwa terhadap peningkatan tingkat pengetahuan responden di
Sukoharjo(p-value = 0,000). Nilai rata-rata pre test pengetahuan adalah 10,40 dan
post test sebesar 12,77, sehingga disimpulkan Psikoedukasi efektif meningkatkan
pengetahuan tentang pencegahan pemasungan pada responden di Sukoharjo.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Suhita (2013) tentang pengaruh
health education tentang strategi pelaksanaan halusinasi pada keluarga terhadap peran
keluarga dalam membantu klien skizofrenia mengontrol halusinasi. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa pengaruh health education tentang strategi pelaksanaan
halusinasi pada keluarga terhadap peran keluarga membantu klien skizofrenia
mengontrol halusinasi di Kota Kediri.
3.8 Perbedaan sikap keluarga, sesudah Psikoedukasi dalam mencegah
pemasungan di Kabupaten Sukoharjo
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan pre test dan post test
sikap tentang pencegahan pemasungan penderita gangguan jiwa pada keluarga pasien
gangguan jiwa di Sukoharjo. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Aji (2016)
tentang ”Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap Pengetahuan dan sikap keluarga
dan masyarakat yang terdapat pasien pasca pasung di Tawangsari”. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan dengan metode ceramah, efektif dapat
meningkatkan pengetahuan dan sikap keluarga dan masyarakat di Desa Kedung
Jambal Kecamatan Tawangsari Sukoharjo.
12
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pengetahuan keluarga pasien gangguan jiwa di Sukoharjo tentang pencegahan
pemasungan sebelum mendapatkan Psikoedukasi sebagian besar sedang dan
kurang, setelah mendapatkan Psikoedukasi meningkat menjadi sedang dan baik.
Sikap keluarga pasien gangguan jiwa di Sukoharjo tentang pencegahan
pemasungan penderita gangguan jiwa sebelum mendapatkan Psikoedukasi
sebagian besar adalah negatif dan setelah mendapatkan Psikoedukasi sebagian
besar adalah positif.
Terdapat perbedaan yang signifikan pre test dan post test pengetahuan tentang
pencegahan pemasungan setelah mendapatkan Psikoedukasi pada keluarga pasien
gangguan jiwa di Sukoharjo, dimana nilai post test lebih tinggi daripada pre test.
Terdapat perbedaan yang signifikan pre test dan post test sikap tentang
pencegahan pemasungan setelah mendapatkan Psikoedukasi pada keluarga pasien
gangguan jiwa di Sukoharjo, dimana nilai post test lebih tinggi daripada pre test.
4.2 Saran
4.2.1 Keluarga Pasien Gangguan Jiwa
Responden hendaknya meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang
gangguan kejiwaan melalui berbagai media elektronika dan cetak, sehingga
mereka dapat melakukan upaya antisipasi terhadap kekambuhan gangguan jiwa.
4.2.2 Institusi Kesehatan
Institusi kesehatan hendaknya pro aktif mengikuti perkembangan kesehatan
masyarakat salah satunya kesehatan jiwa masyarakat. Petugas kesehatan
seharusnya senantiasa berusaha untuk melakukan upaya peningkatan pengetahuan
dan sikap masyarakat dalam pengelolaan pasien gangguan jiwa, yaitu melalui
kegiatan-kegiatan pendidikan kesehatan atau Psikoedukasi serta meningkatkan
peran serta kader kesehatan dalam mendeteksi dan membimbing warga dalam
pengelolaan kesehatan di masyarakat.
13
4.2.3 Peneliti yang akan datang
Peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian dengan menambah jumlah
sampel penelitian dan meluaskan areal penelitian, menambahkan faktor-faktor
lain yang berhubungn dengan pengetahuan dan sikap keluarga tentang
pencegahan pemasungan penderita gangguan jiwa. Selain itu proporsi jumlah
sampel berdasarkan jenis kelamin diupayakan lebih seimbang, sehingga hasil
penelitian lebih proporsional dan bersifat general.
DAFTAR PUSTAKA
Adian. 2014. 1 dari 1.000 Orang Derita Gangguan Jiwa Berat.
http://lampost.co/berita/1-dari-1.000-orang-derita-gangguan-jiwa-berat-
diakses pada tanggal 03 Maret 2016.
Arif, Sumantri. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana Prenada
Group.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bekti, Suharto. 2014. Budaya Pasung dan Dampak Yurudis Sosiologis (Studi Tentang
Upaya Pelepasan Pasung dan Pencegahan Tindakan Pemasungan di
Kabbupaten Wonogiri). IJMS- Indonesia Journal on Medical Science-
Volume 1 no 2, di akses pada tanggal 16 Oktober 2015.
DKK Sukoharjo. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten 2013
Euis, P. 2014. Pemberdayaan Mantan Penderita Gangguan Jiwa. e-SOSPOL No. I
Vol. 1; Januari 2014 [2014, I (1): 75-82], : Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial,
FISIP Universitas Jember. http://jurnal.unej.ac.id/index.php/E-
SOS/article/view/494 diunduh pada tanggal 15 Oktober 2015.
Farida & Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Hartanto, Dwi. 2014. Gambaran Sikap dan Dukungan Keluarga Terhadap Penderita
Gangguan Jiwa Di Kecamatan Kartasura. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta, diakses pada tanggal 15 Oktober 2015.
Hendry, 2012. Penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah banyak dilakukan
pemasungan. http://kompas.com/read/Penderita-gangguan-jiwa-di-Jawa-
Tengah-banyak-dilakukan-pemasungan. diakses pada tanggal 17 Oktober
2015.
14
Hidayat, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). http://kbbi.id/pasung. diakses pada tanggal
26 November 2015.
Kartono, Kartini. 2009. Psikologi Abnormal dan Patologi Sosial.. Jakarta: PT
Rajawali Pers
Keliat, Budi Ana. 2011. Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan
Jiwa: CMHN (Intermediate Course. Jakarta: EGC
Lestari, P, dkk. 2014. “ Kecenderungan atau Sikap Keluarga Penderita Gangguan
Jiwa terhadap Tindakan Pasung (studi kasus di RSJ Amino Gondho Hutomo
Semarang)”. Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 2, No. 1;14-23. diakses pada
tanggal 15 Oktober 2015.
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Maramis, W.F. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Pers
McDaniel, C & Gates, R. 2013. Riset Pemasaran Kontemporer ( Sumiyarto dan
Rambat Lupiyoadi, Penerjamah ). Jakarta; Salemba Empat
Natsir, Abdul dan Muhith, Abdul. 2011. Dasar-dasar keperawatan Jiwa Pengantar
dan Teori. Jakarta: Salemba Medika
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan & Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nurjaman, S. (2013). Manajemen Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Purwoko, Krisman. 2010. Duh 30 Ribu Penderita Gangguan Jiwa Di Indonesia Masih
Dipasung. Tersedia pada:
http://www,republika,co,id/berita/breakingnews/kesehatan/10/09/24/136469-
duh30-ribu-penderitagangguan-jiwa-di-indonesia-masih-dipasung diakses
pada tanggal 17 Oktober 2015
Riduwan. (2012). Belajar Mudah Penelitian untuk guru- karyawan dan peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta
Rutoto, Sabar. 2007. Pengantar Metedologi Penelitian. FKIP: Universitas Muria
Kudus
Sadock, B. J. & Sadock, .A., 2007. Kaplan and Sadock’s Synopsis of psychiatry:
Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry. 10th
Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins
Sugiyono. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
15
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung:
Alfabeta.
Sulistyorini. 2013. Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Sikap
Masyarakat Kepada Penderita Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas
Colomadu 1. Skripsi. FIK UMS.
Videback, S.J. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Widiyanto, Danar. 2015. Penderita Sakit Jiwa di Jawa Tengah Masih Tinggi.
http://krjogja.com/read/258461/penderita-sakit-jiwa-di-jawa-tengah-masih-
tinggi.kr diunduh pada tanggal 17 Oktober 2015.