prospek kppt dalam memperlancar arus barang impor_ekspor
DESCRIPTION
dfgdfgTRANSCRIPT
-
1Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT)
Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor
Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai
Pelabuhan merupakan pintu gerbang keluar masuk barang ke dan dari
wilayah suatu negara. Pelabuhan memfasilitasi perdagangan internasional
sehingga dengan terciptanya kelancaran arus barang dapat mendukung industri
dalam negeri. Pelabuhan merupakan titik masuk barang dari luar negeri dan
tidak boleh menjadi hambatan perdagangan karena akan berakibat stagnasi arus
barang impor/ekspor. Hambatan tersebut apabila tidak dapat ditanggulangi
dengan segera dapat mengakibatkan kenaikan tingkat inflasi akibat kelangkaan
barang.
Sejalan dengan peningkatan perdagangan internasional, arus barang yang
masuk dan keluar juga meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan tersebut
sangat terasa di pelabuhan besar seperti Tanjung Priok. Penulis menyoroti
pelabuhan Tanjung Priok karena Pelabuhan Tanjung Priok merupakan
barometer perekonomian Indonesia. jumlah kontainer yang keluar/masuk di
Indonesia sebagian besar dilakukan melalui pelabuhan Tanjung Priok.
Pelabuhan ini merupakan pelabuhan tersibuk di Indonesia, lebih dari 50%
seluruh arus barang yang keluar/masuk Indonesia dilakukan melalui pelabuhan
Tanjung Priok (sumber PT Pelabuhan Indonesia II, www.inaport2.co.id). Saat ini
fasilitas panjang dermaga Pelabuhan Tanjung Priok 10.562 meter; luas lapangan
peti kemas 45.904 meter persegi; lapangan penumpukan 335.871 meter persegi
-
2dan gudang 154.838 meter persegi. Kapasitas penumpukan peti kemas pada
Pelabuhan Tanjung Priok kurang lebih sebesar 4 juta TEUs (Twenty Feet
Equivalent Units).
Wakil Ketua Umum Bidang Perhubungan Kadin DKI menilai pelabuhan
Tanjung Priok sudah overload. Mobilitas kontainer di Tanjung Priok sangat tinggi
dengan tingkat kenaikan 13% - 14% per tahun, tahun 2010 naik dari 4,5 juta
TEUS menjadi 5,5 juta TEUS (Republika, 14 Januari 2011). Berkaitan dengan
fasilitas pelabuhan terhadap perdagangan, Ketua Kadin DKI mengatakan bahwa
biaya logistik di Jakarta saat ini tergolong tinggi yaitu 30% dari harga pokok
barang. Untuk mengurangi biaya logistik Kadin DKI mengusulkan agar dibangun
pusat industri, logistik dan sistem administrasi angkutan barang. Hal tersebut
perlu untuk mengefektifkan transaksi barang terutama di pelabuhan, sebab
pelabuhan sering menjadi titik masuk barang baik dari luar negeri maupun dari
daerah lain.
Disamping unsur pelayanan kepelabuhanan unsur yang penting dalam
menciptakan kondisi yang kondusif dalam memperlancar perdagangan
internasional adalah kinerja aparat terkait di pelabuhan seperti institusi
kepabeanan dan karantina. Institusi kepabeanan telah meningkatkan kinerjanya
dengan menerapkan proses bisnis penyelesaian formalitas pabean dengan
menerapkan sistem pertukaran data secara elektronik (Electronic Data
Interchange), yang dikenal juga sebagai intelligent computer karena
menyerahkan keputusan (apakah suatu importasi/eksportasi barang dapat dirilis
atau tidak) kepada komputer, sehingga pelayanan kepabeanan berjalan dengan
baik. Dalam kondisi normal persetujuan impor/ekspor dapat diberikan dalam
hitungan menit.
-
3Berkaitan dengan upaya untuk memperlancar arus barang impor maupun
ekspor, institusi kepabeanan telah memfasilitasi adanya lembaga KPPT
(Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu). Salah satu upaya penanggulangan
atas keadaan overload di pelabuhan adalah dengan mengefektifkan lembaga
KPPT.
Landasan teoritis
Landasan hukum pendirian KPPT adalah pasal 10A dan pasal 11A Undang
undang Nomor 17 Tahun 2006 jo. Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai KPPT ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 232/PMK.04/2009; dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai Nomor:P-30/BC/2010.
Pada umumnya barang yang datang dari luar negeri yang diangkut dengan
sarana pengangkut setibanya di pelabuhan dilakukan pembongkaran di kawasan
pabean. Sementara menunggu pengeluarannya (barang impor) dari kawasan
pabean, barang dapat ditimbun di tempat penimbunan sementara. Begitu juga
barang ekspor yang akan diangkut ke luar negeri sebelum dimuat ke sarana
pengangkut ditimbun di tempat penimbunan sementara di kawasan
pabean/pelabuhan. Sesuai ketentuan dalam perundang-undangan
kepabeanan, tempat penimbunan sementara atas barang impor/ekspor tidak
hanya berada di kawasan pelabuhan. Dalam hal tertentu barang impor/ekspor
dapat ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat
penimbunan sementara.
KPPT(Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu) adalah suatu kawasan
tempat pemusatan kegiatan pelayanan kepabeanan dan cukai yang berupa
-
4Tempat Penimbunan Sementara (TPS), Tempat Penimbunan Berikat (TPB),
Tempat Konsolidasi Barang Ekspor, dan dapat dilengkapi dengan tempat usaha
lainnya dalam rangka mendukung kelancaran lalu lintas barang impor dan
ekspor.
Barang impor yang dibongkar di pelabuhan dapat dikeluarkan dengan
berbagai tujuan, antara lain: diimpor untuk dipakai; diimpor sementara; diangkut
ke TPS lain; diangkut ke TPB; diangkut terus atau diangkut lanjut; atau bahkan
dire-ekspor. Barang yang dikeluarkan untuk diimpor untuk dipakai harus
diselesaikan kewajiban pabeannya dengan cara menyampaikan pemberitahuan
pabean dan membayar bea masuk. Sedangkan barang yang dikeluarkan ke
TPS lain atau ke TPB belum selesai kewajiban pabeannya sehingga masih
berada dalam pengawasan pabean. Dengan demikian barang yang diangkut
dari TPS di kawasan pabean di pelabuhan ke KPPT masih berada dalam
pengawasan pabean.
KPPT ini bukan merupakan suatu pelabuhan yang berada di darat (dry
port) karena fungsinya hanyalah memberikan izin tempat menimbun barang
sebelum diselesaikan kewajiban pabeannya. Sama halnya dengan tempat lain
yang berada di luar kawasan pelabuhan yang selama ini sudah banyak diberikan
izin pengusahaannya sebagai TPS.
Barang impor nyang dapat ditimbun di TPS di KPPT juga terbatas.
Pemasukan barang impor ke TPS di KPPT hanya dapat dilakukan oleh
Pengusaha TPB, atau Importir Produsen.
Di dalam KPPT selain berfungsi sebagai TPS, juga dapat didirikan atau
boleh berada Tempat Penimbunan Berikat seperti Gudang Berikat dan Kawasan
Berikat, tempat konsolidasi barang ekspor, maupun tempat usaha lainnya yang
-
5dapat mendukung kelancaran arus lalu lintas barang. Oleh karena itu kawasan
KPPT ini dipersyaratkan berada di lokasi kawasan industri atau kawasan
peruntukan industrI, dengan luas lahan paling sedikit 25 hektar.
Fungsi KPPT
KPPT merupakan suatu kawasan yang berfungsi sebagai tempat
penimbunan sementara (TPS) dimana di kawasan tersebut juga boleh ada
beberapa tempat penimbunan berikat (TPB), tempat konsolidasi barang ekspor,
dan tempat usaha lainnya yang mendukung kelancaran lalu lintas barang.
KPPT berfungsi sebagai tempat menimbun barang sampai ada
penyelesaian lebih lanjut. Terhadap barang impor penyelesaian lebih lanjutnya
adalah dengan cara diimpor untuk dipakai dengan membayar bea masuk dan
pajak dalam rangka impor; atau ditimbun di tempat penimbunan berikat seperti
Gudang Berikat atau Kawasan Berikat dengan mendapat penangguhan bea
masuk. Dengan demikian apakah suatu party barang tujuannya untuk diimpor
untuk dipakai, atau untuk diolah di kawasan berikat, penyelesaian impornya
dapat dilakukan di KPPT.
Demikian juga terhadap barang ekspor penyelesaian dokumen ekspor
hingga terbit persetujuan ekspor (NPE = Nota Pelayanan Ekspor) dapat
dilakukan di KPPT, bahkan di KPPT juga disediakan tempat konsolidasi barang
ekspor dalam hal ekspor dengan LCL (Less Container Load). Hal ini menjadi
mudah karena DJBC telah menerapkan pertukaran data secara elektronik dalam
penyelesaian pemberitahuan sarana pengangkut, pemberitahuan penyelesaian
barang impor, ekspor maupun barang yang akan diangkut ke TPB. Lebih lagi
dalam pelayanannya institusi pabean telah menerapkan INSW (Indonesia
-
6National Single Window). KPPT merupakan salah satu bagian dari National
Integrated and Intermoda Transportation (NILTS) yang merupakan lanjutan dari
program Indonesia National Single Window (INSW).
Prospek
Dengan adanya reformasi pelayanan kepabeanan berupa penimbunan
barang di lokasi industri hal ini dapat memberikan fasilitas penundaan
penyelesaian barang bagi industri, karena penyelesaiannya dapat dilakukan
hingga batas waktu 30 hari sejak disimpan di TPS di KPPT. Pelabuhan yang
semakin sempit dan penuh mengakibatkan ditetapkannya pembatasan waktu
penimbunan di pelabuhan. Di pelabuhan Tanjung Priok jangka waktu
penimbunan barang dibatasi 3 5 hari, hal ini dapat dimengerti karena
pelabuhan bukan tempat penimbunan. Terlebih lagi saat ini pelabuhan Tanjung
Priok sudah melebihi kapasitas daya tampung penimbunan kontainer, sehingga
penimbunan lebih dari 3 hari harus dipindahkan ke tempat penimbunan lain.
Dengan semakin berkembangnya industri, manajemen persediaan bahan
baku menjadi penting. Industri membutuhkan adanya efisiensi dalam hal
persediaan bahan baku impor, dan dilain pihak kelancaran produk yang diekspor.
Keterbatasan kapasitas dan jangka waktu penimbunan di pelabuhan dapat
ditanggulangi dengan fasilitas KPPT dengan space yang lebih luas dan tak
terbatas serta jangka waktu penimbunan yang fleksibel. KPPT diharapkan dapat
membantu industri dari sudut pelayanan kepabeanan, mendekatkan bahan baku
dengan industri, penundaan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka
impor, terjaminnya distribusi barang impor/ekspor, dan dengan pelayanan yang
-
7lebih sederhana dan cepat karena menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi dalam proses bisnis pelayanan pabeannya.
Perizinan
KPPT harus berada di kawasan industri atau peruntukan kawasan industri,
karena dari semula KPPT dimaksudkan untuk memberikan fasilitas kemudahan
(kepabeanan) terutama bagi industri. Permohonan KPPT diajukan kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor Pabean setempat.
Permohonan diajukan setelah pemohon pengelola KPPT menyelesaikan
pembangunan paling sedikit seluas 5 hektar (dari luas 25 hektar) dan sudah
dapat menjalankan fungsi sebagai TPS. Oleh karena itu permohonan sebagai
KPPT dilampiri dengan Keputusan Penetapan sebagai TPS, disamping
persyaratan lainnya.
Semua orang (badan hukum) asalkan memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat mengajukan permohonan izin sebagai pengusaha TPS,
pengusaha Gudang Berikat, pengusaha Kawasan Berikat, pengusaha Tempat
Konsolidasi Barang Ekspor, dan tempat usaha lain berkaitan dengan pelayanan
kepabeanan. Tata cara pendirian sebagai TPS, TPB, dan TKBE di dalam KPPT
dilaksanakan sama dengan tatacara dan persyaratan pendiriannya di luar KPPT
(pasal 2 ayat 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.04/2009). Pada
prinsipnya persyaratan untuk mendapatkan izin sebagai TPS/TPB di ajukan
kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan
melampirkan persyaratan sesuai standar perizinan dari instansi terkait dan denah
lokasi yang akan dijadikan TPS/TPB.
-
8Dengan demikian di KPPT terdapat TPS yang dikelola oleh pengelola
KPPT, beberapa penyelenggara/pengusaha TPB, dan pengusaha konsolidasi
(konsolidator) yaitu badan usaha yang telah mendapat izin sebagai pihak yang
melakukan konsolidasi barang ekspor dari Kepala Kantor Pabean setempat.
Penutup
KPPT bukan merupakan lembaga fasilitas kepabeanan baru, melainkan
merupakan suatu kawasan tempat pemusatan kegiatan pelayanan kepabeanan
dan cukai. Tempat tersebut merupakan kumpulan dari Tempat Penimbunan
Sementara, Tempat Penimbunan Berikat, Tempat Konsolidasi Barang Ekspor,
dimana lembaga tersebut selama ini sudah eksis. Suatu perusahaan dapat saja
mendirikan TPS atau Kawasan Berikat, atau Gudang Berikat atau tempat usaha
lain sesuai dengan kebutuhannya.
Oleh karena keberadaannnya di kawasan industri, hal ini dapat
mendekatkan pelayanan pabean pada industri. Dampak KPPT diharapkan dapat
memperlancar arus barang impor dan ekspor, menghindari beban biaya
penumpukan selama proses pemenuhan kewajiban pabean, mendekatkan
bahan baku dengan industri, KPPT boleh berada dimana saja (di kawasan
industri) sehingga memungkinkan penyediaan space yang lebih longgar dan
dapat diperluas tanpa terhalang dengan keterbatasan kawasan pelabuhan.
Berkaitan dengan tujuannya untuk mendukung kelancaran lalu lintas
barang impor dan ekspor, hendaknya dimasa yang akan datang di KPPT tidak
dibatasi bagi pengusaha TPB dan importir produsen saja.
-
9Referensi:
Republik Indonesia (2006). Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan. Jakarta. DJBC.
World Customs Organization, WCO, 1999; Kyoto Convention, Konvensi
Internasional tentang Penyederhanaan dan Harmonisasi Prosedur Pabean.
Departemen Keuangan RI (2009), Peraturan Menteri Keuangan Nomor
232/PMK.04/2009 tentang Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 2010, Peraturan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai Nomor P-30/BC/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemasukan dan Pengeluaran Barang Impor ke dan dari Tempat
Penimbunan Sementara di Kawasan pelayanan Pabean Terpadu.
Website, www.inaport2.co.id 27 April 2011, PT Pelabuhan Indonesia II,
Pelabuhan Tanjung Priok.
Website, http;//bisniskeuangan.kompas.com, 19 Januari 2011, Asep
Chandra, KPPT Jababeka Resmi Dibuka.
Website, http;//forwarderforum.com, 19 Januari 2011, Antoni Tampubolon,
KPPT: Ancaman atau Peluang.