proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi … · proses praproduksi, produksi, dan...
TRANSCRIPT
PROSES PRAPRODUKSI, PRODUKSI, DAN PASCAPRODUKSI
PEMBUATAN FILM PENDEK
“1000 WAJAH”
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh:
Gregorius Rinto Setyanto
034114008
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Dalam kehidupan yang baik butuh keadaan yang membaikkan sehingga
tercipta kebaikan. Satu kewajibannya, bahwa kebaikkan
harus menciptakan suasana yang membaikkan.
(Mario Teguh)
Hidup seperti rangkaian kata yang terucap dari bibir manusia setiap
harinya. Jalani hidup dengan santai tetapi tetap serius.
(Greg Rinto)
Tugas Akhir ini Dipersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Yang Maha di Atas Segalanya
Kedua Orangtua
Sixtusia Sekundasari cintaku
Keluarga dan Teman-teman USD
Seluruh Keluarga Besar Dosen dan Karyawan Sanata Dharma
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha di Atas
Segalanya atas sentuhan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
akhir dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Sastra, Jurusan Sastra
Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak akan terwujud tanpa
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
terselesaikannya tugas akhir ini, yaitu:
1. S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum. sebagai dosen pembimbing I, terima
kasih atas segala bimbingan, masukan, dan perhatian yang diberikan
pada penulis.
2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. sebagai dosen pembimbing II, terima
kasih atas waktu luang yang diberikan pada penulis.
3. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Drs. Ari Subagyo, M.Hum., Drs.
Heri Antono, M.Hum., Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. Dra.Fr
Tjandrasih Adji, M.Hum., Drs. Heri Santoso, M.Hum., Drs. FX.
Santosa, dan semua dosen-dosen Sastra Indonesia yang belum
disebutkan, terima kasih atas segala pembelajaran yang telah penulis
terima selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.
4. Terima kasih untuk kedua orangtua yang telah memberikan arti
kehidupan dan dengan kesabaran dalam membiayai pendidikanku.
vi
5. Terima kasih untuk kakaku Rita Setyarini, Nanang Widiatmoko,
adikku Riza Setyarini, Rian Setyanto, dan keponakanku Bernadeta
Narika yang selalu memberi warna dalam hidup ini.
6. Sixtusia Sekundasari cintaku, yang dengan sabar mendampingi dan
mendukung proses hidup ini.
7. Keluarga Lik Estu Santoso atas sponsor dalam menyelesaikan tugas
akhir ini.
8. Para pemain, kru, dan pendukung film ”1000 Wajah”: keluarga besar
Bapak Sadewa, Muntilan. Keluarga besar Ibu Veronika Haryani.
Keluarga besar bapak Sugiminarno, Gamping, Dewok, Gembes,
Bendol, Aji Yulianto, dan semua pihak yang telah membantu proses
ini.
9. Wahyu Prasetyo, Feri, Erry ”Ibot”, Agus, Bembeng dan seluruh
keluarga besar Rumah Jogja yang selalu memberi dorongan untuk
menyelesaikan studi ini.
10. Luisa Rishe Purnama Dewi SPd dan Imam Haryowanto yang dengan
sabar menjadi pembimbing spiritual.
11. Keluarga besar Sastra Indonesia dan Bengkel Satra USD.
12. Seluruh dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma.
13. Hensulara, dan keluarga besar Hendry Suwoto.
vii
Penulis menyadari tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
segala saran dan kritik dari berbagai pihak akan penulis terima dengan senang
hati. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, Juli 2009
Penulis
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang telah saya
tulis ini adalah hasil inspirasi dan imajinasi saya sendiri. Saya tidak mengutip
karya orang lain kecuali telah disebutkan dalam kutipan, daftar pustaka,
sebagaimana layaknya membuat karya ilmiah.
Yogyakarta, September 2009
Penulis
(Gregorius Rinto Setyanto)
ix
ABSTRAK
Rinto, Gregorius. 2009. Proses Praproduksi Produksi dan Pascaproduksi Pembuatan Film Pendek ”1000 Wajah”. Tugas Akhir STRATA 1 (S-1). Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Dalam penelitian ini dideskripsikan proses praproduksi, produksi, dan
pascaproduksi pembuatan film pendek 1000 Wajah. Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini, yaitu mendeskripsikan proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi pembuatan film 1000 Wajah
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan klasifikasi. Metode deskriptif adalah mendeskripsikan tahap-tahap dalam proses sebuah film. Metode klasifikasi digunakan untuk mengelompokan setiap tahap-tahap dalam pembuatan film. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) studi pustaka, yaitu menelaah pustaka-pustaka yang ada kaitanya dengan penelitian untuk memperoleh data yang akurat. (2) observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap penderita lupus dan mengolah hasil pengamatan menjadi skenario film.
Ada tiga tahapan yang harus dilewati dalam memproduksi sebuah film yaitu, (1) tahap praproduksi yang meliputi tema cerita, ide cerita, skenario, pemeran, modal, storyboard, kostum, lokasi, dan jadwal kegiatan, (2) tahap produksi meliputi penata fotografi dan juru kamera, tata artistik dan seting, property, tata rias, tata cahaya, dan penata suara dan, (3) tahap pascaproduksi yang meliputi editing gambar, editing suara, dan tata musik.
Cerita film pendek 1000 Wajah ini berangkat dari observasi terhadap penderita penyakit lupus. Hasil observasi tersebut diimajinasikan dan diolah dalam bentuk skenario dengan tokoh utama Sari. Nilai yang dituangkan dalam film ini adalah perjuangan sebuah keluarga yang miskin dan hidup di pedesaan, yang salah satu anggota keluarganya (Sari) mengidap penyakit lupus (penyakit langka). Tujuan pembuatan film ini yaitu penulis ingin memberikan sebuah informasi dan edukasi kesehatan mengenai penyakit lupus kepada penonton atau masyarakat pada umumnya.
Proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi pembuatan film pendek 1000 Wajah ini menghasilkan (1) skenario film pendek 1000 Wajah, (2) film 1000 Wajah yang dikemas dalam bentuk DVD, dan (3) laporan tugas akhir yang mendeskripsikan proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi pembuatan film yang telah dilaksanakan.
x
ABSTRACT
Rinto, Gregorius.. 2010. The Process of Preproduction, Production, and Postproduction Short Film-making “1000 Wajah”. Literature Department. Indonesian Literature. Yogyakarta: Sanata Dharma University.
This study describes the process of preproduction, production, and postproduction making a short film 1000 Wajah. Objectives to be achieved in this study, namely describe the process of preproduction, production, and postproduction film 1000 Wajah.
This study uses descriptive and classification methods. Descriptive method is used to describe the stages in the process of a film. Classification method used for classifying each stage in making the film. The approaches are (1) reference study, which reviewed the existing libraries related with research to obtain accurate data, (2) observation, namely direct observation of the study object and process the observation results into movie scenario.
There are three stages that must be passed in producing a film that is, (1) preproduction stage, consists of story theme, story idea, players, capital, storyboard, costumes, place, and schedules(2) the production phase, includes photography director, and cameraman, stage managing and setting, property, cosmetic, lighting, and voice director, (3) stages of postproduction, namely video editing, voice editing, and music editting.
Short film’s story 1000 Wajah departs from the true story of Sari which then developed into a writer of fiction. This film tells the struggle of a family living in the countryside, where one family member (Sari) suffers lupus disease which is still rare. The purpose of making this film is the writer wants to provide a medical information about lupus disease to the audience or society at large.
The preproduction, production and postproduction process of making the short film 1000 Wajah results are (1) the short screenplay of 1000 Wajah, (2) the short film 1000 Wajah in DVD format, and (3) final report that describes the preproduction, production, and postproduction process of film making that has been implemented.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………….... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN PESETUJUAN PUBLIKASI ............. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... ix
ABSTRAK ........................................................................................ x
ABSTRACT ...................................................................................... xi
DAFTAR ISI ……………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian …………………………........... 6
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………….......... 6
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………... 6
1.5 Landasan Teori .....................................………………………. 7
1.5.1 Teori Kreatif ……..……………………………............. 7
1.5.2 Film …......…………………………………….……… 7
1.5.3 Tema Ceita ……………………………………………. 8
1.5.4 Ide Cerita …………………………………………….. 9
1.5.5 Skenario ……………………………………………… 9
1.5.6 Sutradara ……………………………………………… 10
xii
1.5.7 Produser ......................................................................... 11
1.5.8 Modal ............................................................................. 12
1.5.9 Pemeran ......................................................................... 12
1.5.10 Storyboard ..................................................................... 14
1.5.11 Tata Artistik .................................................................. 14
1.5.11.1 Latar dan Setting Cerita ..................................... 15
1.5.11.2 Properti .............................................................. 15
1.5.11.3 Tata Rias ........................................................... 15
1.5.11.4 Kostum ........................................................... 16
1.5.12 Tata fotografi dan Juru Kamera ............................... 16
1.5.13 Tata Suara ................................................................. 17
1.5.14 Tata Cahaya .............................................................. 18
1.5.15 Proses Editing .............................................................. 19
1.5.16 Tata Musik .................................................................. 20
1.6 Metode Penelitian ..... ………………………………………... 21
1.7 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 21
1. 7. 1 Studi Pustaka ............................................................. 21
1. 7. 2 Observasi .................................................................... 21
1.8 Batasan Istilah ......................................................................... 22
1.9 Sistematika Penyajian ............................................................. 23
BAB II PROSES PRAPRODUKSI
PEMBUATAN FILM PENDEK ”1000 Wajah”
2.1 Tema Cerita .... …………………………………………………. 24
2.2 Ide Cerita .................................................................................... 24
xiii
2.3 Skenario ...................................................................................... 25
2.4 Pemeran ..................................................................................... 34
2.4.1 Tokoh Sari ..………………………………………….. 35
2.4.2 Tokoh Ibu ………………………………………… 35
2.4.3 Tokoh Sari Kecil …………………………………….. 36
2.4.4 Tokoh Simbah ……………………………………… 37
2.4.5 Tokoh Dokter dan Maya …………………………….. 38
2.5 Sutradara dan Produser ............................................................. 38
2.6 Modal ........................................................................................ 42
2.7 Storyboard ................................................................................ 42
2.8 Kostum ..................................................................................... 43
2.9 Lokasi ....................................................................................... 44
2.10 Jadwal Kegiatan ...................................................................... 45
BAB III PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN FILM PENDEK ”1000 Wajah”
3.1 Skenario ...................................... ……….....………………… 47
3.2 Penata Fotografi da Juru Kamera .............................................. 59
3.3 Tata Artistik dan Seting ………………...……………………. 66
3.3.1 Properti ...................................................................... 66
3.3.2 Tata Rias ................................................................... 67
3.3.3 Penata Cahaya .......................................................... 68
3.3.4 Penata Suara ............................................................. 69
3.3 Pemeran ………………………………….…………..……….. 70
xiv
BAB IV PROSES PASCAPRODUKSI
PEMBUATAN FILM PENDEK ”1000 Wajah”
4.1 Editing Gambar ......................................................................... 71
4.2 Editing Suara/Penata Suara ....................................................... 76
4.3 Tata Musik ................................................................................ 77
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 79
5.2 Saran ....................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….... 83
LAMPIRAN ....................................................................................... 85
1 Sinopsis............................................................................................ 85
2 Skenario Akhir................................................................................ 87
3 Story Board...................................................................................... 97
4 Catatan scene..................................................................................... 101
5 cheklist produksi................................................................................ 102
6 Laporan Modal Akhir....................................................................... 104
BIOGRAFI PENULIS ....................................................................... 106
xv
DAFTAR GAMBAR
Ganbar 1 Tokoh Sari yang diperankan oleh Sixtusia Sekundasari…. 35
Gambar 2 Tokoh Ibu yang diperankan oleh Veronika Haryani …… 36
Gambar 3 Tokoh Sari kecil yang diperankan Ema ………………... 37
Gambar 4 Tokoh Simbah yang diperankan oleh Winarti ………….. 37
Gambar 5 Sutradarasedang mengontrol kamerawan
saat mengambil gambar ………………………………. 39
Gambar 6 Sutradara sedang berdiskusi
dengan pemain dan beberapa crew …………………….. 40
Gambar 7 Sutradara sedangmemantau pengeditan gambar ………. 41
Gambar 8 Contoh kostum yang digunakan tokoh Ibu dan Sari …... 43
Gambar 9 Contoh kostum yang digunakan
tokoh Simbah dan teman Sari …………………………. 44
Ganbar 10 Contoh hunting lokasi yang digunakan untuk shooting . 44
Ganbar 11 Juru kamera saat mengambil gambar high angle ……… 59
Gambar 12 Contoh the best angle ………………………………… 60
Gambar 13 Kamera VD 170 ……………………………………… 60
Gambar 14 Kaset mini DV ………………………………………... 60
Gambar 15 TV monitor …………………………………………... 60
Gambar 16 Tripod kamera ……………………………………….. 60
Gambar 17 Dolitrack ……………………………………………... 60
Gambar 18 Contoh zoom in ……………………………………… 61
Gambar 19 Contoh gerak pan shoot dari kiri kekanan …………… 61
Gambar 20 Contoh long shoot ........................................................ 62
Gambar 21 Contoh medium shoot ................................................. 62
Gambar 22 Contoh medium close up ............................................ 63
xvi
Gambar 23 Contoh close up .......................................................... 63
Gambar 24 Contoh extreme shoot ................................................. 63
Gambar 25 Contoh high angle ...................................................... 64
Gambar 26 Contoh low angle ....................................................... 64
Gambar 27 Contoh sudut pengambilan gambar overshoulder...... 64
Gambar 28 Clapper ....................................................................... 64
Gambar 29 Petugas clapper .......................................................... 64
Gambar 30 Catatan adegan .......................................................... 65
Gambar 31 Petugas pencatat adegan ........................................... 65
Gambar 32 & 33 Setting sebuah kamar ...................................... 66
Gambar 34, 35, 36, 37,38, dan 39 Contoh properti dalam
Pembuatan film pendek ”1000 Wajah” ..................... 67
Gambar 39 Penata rias saat merias pemain ................................. 67
Gambar 40, 41, 42, dan 43 Penata cahaya sedang mengatur
asupan cahaya ............................................................ 68
Gambar 44 Contoh voice recorder .............................................. 69
Gambar 45 Contoh mic dinamic pada sebuah monopod ............. 69
Gambar 46 Penata suara .............................................................. 69
Gambar 47 Tokoh teman Sari yang diperankan Wahyu Saputri.. 70
Gambar 48 Editor mengedit film ................................................ 72
Gambar 49 Sutradara mendampingi editor saat melakukan editing 72
Gambar 50 Sutradara melihat scene yang sudah diedit .............. 72
Gambar 51 Tampilan Adobe Premiere Pro Cs 3 ........................ 73
Gambar 52 Tampilan saat memilih hasil rekaman suara ............ 73
Gambar 53 Catatan adegan ........................................................ 73
Gambar 54 Contoh teknik fade in .............................................. 74
Gambar 55 Contoh teknik fade out ............................................ 74
xvii
Gambar 56 Contoh teknik cut to cut .......................................... 75
Gambar 57 Contoh teknik disolve ............................................. 75
Gambar 58&59 Filtering warna biru transparan ....................... 76
Gambar 60 Tampilan grafik suara saat diedit ........................... 76
Gambar 61 Tampilan grafik suara saat dicocokan dengan adegan 77
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia film di Indonesia saat ini sangat pesat. Hal ini
didukung dengan adanya perkembangan teknologi yang merambah Indonesia.
Banyaknya pilihan ragam teknologi perfilman merangsang para sineas muda
berlomba untuk belajar dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.
Antusiasme akan film di Indonesia dapat diamati dari banyaknya festival film
yang diagendakan setiap tahunnya, baik yang berlabel (adanya sponsor) dan
independent (indie) atau tidak terikat sponsor.
Bila menilik ke belakang, sebenarnya film bukanlah barang baru di
Indonesia. Film masuk ke Indonesia sekitar awal abad ke-20, tidak lama awal
penemuannya, hiburan ini mulai merambah ke segala penjuru dunia, tidak
terkecuali Indonesia. Selain sebagai sarana hiburan, film juga dianggap sebagai
ikonografi modernitas suatu bangsa. Ikon hiburan tersebut pertama kali masuk ke
Indonesia di kota Bandung tahun 1907. Film yang diputarnya pun masih
sederhana, maksudnya gambar bergerak tanpa suara (Nugraha, 2007: 1).
Beranjak dari peninggalan budaya asing itulah kemudian Indonesia mulai
berani unjuk gigi dengan memunculkan film-film pendek pada dekade 70-an
dengan film 8mm. Menurut Prakosa (2008: 26), kemunculan film pendek 70-an
bermula dari DKJ-TIM membuat lomba film pendek yang diprakarsai mahasiswa
Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). Dapat diambil kesimpulan bahwa
1
2
perkembangan film di Indonesia ternyata tidak berhenti pada masa kolonial saja,
tetapi terus berkembang dan membawa angin segar bagi sineas muda
memunculkan karya-karya terbaru dengan karakteristik dan idealismenya. Tahun
70-an mungkin bagi para sineas muda di Indonesia adalah titik tolak mengenal
budaya perfilman lebih dalam. Dari situlah kemudian mulai bermunculan forum
diskusi dan komunitas film setiap tahunnya. Munculnya Forum Film Pendek
(FFP) yang dimotori oleh anak-anak muda pemerhati film bisa menciptakan isu
nasional seperti di Medan, Bali, dan Lombok (Prakosa, 2008: 26).
Bermula dari tahun 70-an itulah kemudian muncullah berbagai genre film.
Kemunculan berbagai genre film dilatarbelakangi lesunya perfilman di Indonesia
pada tahun 1990 akhir. Prakosa (2008: 14) mengamati perkembangan perfilman
yang layak tonton mengalami pasang surut pada tahun 80-an—90-an akhir. Hal
ini dikarenakan masalah pendanaan yang kurang memadahi (sponsor) dan
sentralisasi perfilman (Pulau Jawa).
Melihat lesunya dunia perfilman beberapa komunitas mulai menyikapi
dengan memunculkan genre film pendek. Dalam Prakosa (2008: 27),
diungkapkan kebebasan berkarya para sineas memunculkan sebuah genre film
tersendiri, yaitu independen atau indie yang oleh pendahulu perfilman di
Indonesia dikategorikan sebagai film pendek. Komunitas yang dimaksud adalah
Komunitas Film Independen (Konfiden) yang berdiri pada 1999 di Bandung.
Setelah itu mulai muncul Pop Corner (Jakarta), Kine Club, Sinema Pemberontak
(Jogja), Kineruku (Bandung), dan yang lainnya.
3
Pergerakan komunitas tersebut telah menyusup hingga ke pelosok
Indonesia dan semakin terasa kuat. Para sineas (film indie) dari berbagai kota di
Indonesia telah banyak menunjukkan aktivitas berkaryanya. Tidak ada keharusan
bagi para sineas itu untuk terlebih dahulu mendalami teknik-teknik sinematografi.
Sesuai dengan semangat independen, tidak perlu ada ketergantungan pada teori-
teori yang telah mapan.
Satu hal yang tidak bisa dipungkiri ialah bahwa film adalah media yang
kuat. Melalui film, kita memiliki kuasa untuk mempengaruhi emosi orang dan
membuat mereka melihat banyak hal dari sudut pandang yang berbeda, membantu
mereka menemukan ide-ide baru. Film dapat juga digunakan sebagai media
penyampaian informasi. Melalui bahasa yang disajikan melalui audio-suara dan
visual-gambar oleh pembuatnya, diharapkan film dapat menyampaikan
pengetahuan yang baru bagi penonton.
Film itu sarat tujuan. Ia dapat menghibur, mendidik, melibatkan perasaan,
merangsang pemikiran dan memberikan dorongan. Film dan pendekatan yang
serius terhadapnya—sebagaimana studi sastra, musik, teater—dapat menyumbang
pemahaman seseorang terhadap pengalaman dan nilai-nilai kemanusiaan
(Sumarno, 1996: 85). Lebih lanjut, Sumarno (1996 : 85) menambahkan bahwa
film sebagai seni sangat kuat pengaruhnya, dapat memperkaya pengalaman hidup
seseorang dan bisa menutupi segi-segi kehidupan yang lebih dalam. Film dapat
dianggap sebagai pendidik yang baik. Selain itu, film harus diwaspadai karena
kemungkinan pengaruhnya yang buruk bagi tumbuh kembang anak.
4
Menurut Sumarno (1996 : 97) Film memiliki tiga nilai yang harus
dipertimbangkan, yaitu nilai hiburan, nilai pendidikan, dan nilai artistik. Hampir
semua film yang tercipta bermaksud memberikan hiburan, mendidik, dan
menawarkan keindahan. Nilai hiburan sebuah film dapat terancam gagal bila dari
awal hingga akhir sebuah film tidak dapat mengikat perhatian kita. Nilai
pendidikan sebuah film bermakna jika terdapat pesan-pesan atau katakanlah moral
film. Nilai artistik sebuah film merupakan keseluruhan bentuk audio-visual yang
sangat mendukung keberhasilan sebuah film.
Film pendek (indie) merupakan film yang durasinya pendek, tetapi
dengan kependekan waktu tersebut para pembuatnya semestinya bisa lebih
selektif mengungkapkan materi yang ditampilkan. Dengan demikian, setiap shot
akan memiliki makna yang cukup besar untuk ditafsirkan oleh penontonnya
(Prakosa, 2008: 9). Sebuah film pendek biasanya lebih kurang 10-25 menit. Film
independen tidak melibatkan pemodal yang kuat sehingga untuk memproduksinya
tidak harus menunggu dana cair dari pemodal. Pembuat film indie hanya
memerlukan dana untuk membeli kaset, makan, dan minum selama produksi
hingga editingnya dirasakan sudah cukup. Pemainnya terkadang tidak diberi
imbalan apa pun.
Dunia perfilman banyak memberikan kontribusi yang positif khususnya
bagi program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma yang tertuang
dalam kurikulum pembelajarannya. Beberapa mata kuliah yang mendukung secara
langsung dalam pembuatan film antara lain Penulisan Skenario Radio, Penulisan
5
Skenario Televisi, dan Penulisan Skenario Film, Penulisan Drama, Penulisan
Iklan, Audio-Visual, dan Pementasan Ekspresi Sastra.
Pada penelitian ini, penulis memfokuskan objek penelitian pada proses
pembuatan film “1000 Wajah”. Proses itu nantinya terbagi dalam proses
praproduksi, produksi, dan pascaproduksi.
Film “1000 Wajah” merupakan sebuah karya film fiksi. Mengisahkan
kehidupan seorang gadis bernama Sari (tokoh utama) yang mengidap penyakit
lupus kronik. Keadaan ekonomi yang kurang mampu menjadikan semangat untuk
sembuh hanyalah sebuah bayang-bayang semu. Dasar dari gagasan cerita ini
adalah sebuah refleksi kehidupan keluarga kurang mampu yang salah satu anggota
keluarganya terkena penyakit yang membutuhkan biaya banyak untuk
kesembuhannya. Pada akhirnya, Sari hanya bisa meluapkan semuanya pada
sebuah buku harian.
Dialog dalam film ini menggunakan bahasa Indonesia dengan dialek
bahasa Jawa. Lupus atau sering disebut SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
merupakan penyakit seribu wajah karena dapat menyerupai penyakit lain. Pada
lupus, produksi antibodi yang seharusnya normal menjadi berlebihan. Akibatnya,
antibodi ini tidak lagi berfungsi untuk menyerang virus, kuman, atau bakteri yang
ada di dalam tubuh, tetapi justru menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan
tubuhnya sendiri (Savitri, 2004:21).
Film yang sederhana ini diharapkan mampu memberikan pandangan
kepada penonton atau apresian untuk tidak melihat film sebagai unsur hiburan
semata, melainkan bisa menjadi media komunikasi, penyampaian informasi, atau
6
pengetahuan yang masih terbilang baru. Selain itu, film ini dapat dijadikan salah
satu alat bantu Universitas Sanata Dharma khususnya program studi Sastra
Indonesia untuk memajukan pendidikan sebagai media pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan
diteliti adalah bagaimana proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi
pembuatan film “1000 Wajah”?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan proses praproduksi, produksi, dan
pascaproduksi pembuatan film “1000 Wajah”.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: (1)
Perkembangan dunia sinematografi, karena penelitian ini berisi proses
praproduksi, produksi, dan pascaproduksi (2) Sineas muda, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi ispirasi dan wacana dalam berkarya, (3) Prodi Sastra
Indonesia, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pembelajaran sastra bagi
mahasiswa baru, (4) apresian, penelitian ini bisa menjadi objek kajian, sarana
hiburan, dan penyampaian pengetahuan.
7
1.5 Landasan Teori
Landasan teori merupakan dasar materi yang digunakan dalam penelitian
ini dan akan diuraikan pengertiannya sebagai berikut.
1.5.1 Proses Kreatif
Definisi proses kreatif dapat ditinjau dari dua terminologi. Pertama, proses
mempunyai arti rangkaian tindakan, pengolahan yang menghasilkan produk
(KBBI, 2008.1106), sedang kreatif adalah mempunyai kemampuan untuk
mencipta (KBBI, 2008.739). Dalam sebuh proses kretif akan menghasilkan
kreativitas. Menurut Jakob Sumardjo (2000 : 67), kreativitas adalah menemukan
sesuatu yang baru atau hubungan-hubungan yang berdasar sesuatu yang telah ada.
Manusia menciptakan sesuatu dari sesuatu yang telah ada sebelumnya. Seorang
seniman menjadi kreatif dan besar karena bertolak dari bahan yang telah ada
sebelumnya.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap manusia
mempunyai dasar kemampuan mencipta atau menemukan sesuatu yang baru dari
sesuatu yang telah ada. Untuk menciptakan sesuatu yang baru, diperlukan
tahapan-tahapan atau proses sehingga tercipta suatu kreativitas.
1.5.2 Film
Film pertama kali lahir di paruh kedua abad XIX, dibuat dengan bahan
dasar seluloid yang sangat mudah terbakar, bahkan oleh percikan abu rokok
sekalipun (Effendy, 2002: 20). Film disebut gambar hidup karena film
merupakan sebuah rentetan gambar mati yang berbeda satu sama yang lain
dengan jumlah 24 gambar per/1 detiknya. Oleh karena itu, pada saat rangkaian
gambar mati tersebut diputar akan menimbulkan gerakan dari rangkaian gambar-
8
gambar wajar seperti dalam kenyataan (Sumarno, 1996: 2). Menurut Set (2008:
34), film adalah perpaduan permainan kata dan permainan gambar, namun sangat
terbatas dibandingkan dengan khayalan deskriptif sebuah novel. Karakter-karakter
dalam sebuah film bertugas membawakan sebuah cerita dengan berbagai dialog
yang diucapkannya.
Jadi, film merupakan perkembangan fotografi yang di dalamnya terdapat
rentetan gambar yang bersuara. Sedangkan ditinjau dari audio-visual, film tidak
hanya menampilkan gambar, efek suara sehingga para penikmat film dapat secara
langsung menangkap visualisasi isi film.
1.5.3 Tema Cerita
Tema cerita adalah pokok pikiran dalam sebuah karangan atau cerita.
Dapat diartikan pula bahwa tema cerita adalah sebagai dasar cerita yang ingin
dituangkan dalam karyanya. Beberapa tema cerita yang cukup populer di
Indonesia seperti percintaan, rumah tangga (kisah tentang problema rumah tangga
atau keluarga), perselingkuhan, pembauran (kisah tentang asimilasi warga pribumi
dengan warga keturunan), persahabatan, kepahlawanan, petualangan, balas
dendam, dan keagamaan, (lutters, 2004: 41-45).
Berawal dari pendapat Lutters tentang tema yang banyak diminati para
penulis skenario di atas, menunjukan bahwa tema cerita yang menceritakan
kesehatan (tentang sebuah penyakit) kurang populer bagi penulis skenario. Penulis
skenario film pendek “1000 Wajah” sengaja memilih tema kesehatan karena tema
ini harus mulai diperhatikan. Dengan film diharapkan penyampaian informasi
tentang kesehatan dapat lebih cepat sampai kemasyrakat.
9
1.5.4 Ide Cerita
Ide adalah gagasan sebuah cerita yang nantinya akan dituangkan menjadi
sebuah cerita. Ide dapat diperoleh dari penulis (pengalaman pribadi penulis),
karya sastra (novel, roman, cerpen, cerber, dll), menonton film, atau kehidupan
produser (Lutters, 2004:46-50). Dibutuhkan kepekaan seorang penulis skenario
untuk mengolah dan memikirkan secara mendalam tentang peristiwa-peristiwa
yang terjadi di sekitarnya menjadi sebuah skenario.
1.5.5 Skenario
Skenario merupakan bahan baku dasar atau blueprint. Dengan kata lain,
skenario merupakan patokan awal pembuatan film. Oleh karena itu, gaya bahasa
penyampaian dalam skenario menggunakan bahasa film (Widagdo, 2007: 17).
Sebuah skenario sejatinya adalah sebuah rencana cerita yang sudah dipetakan dan
dibagi dalam beberapa aturan penulisan. Ada tiga bagian utama yang membentuk
cerita dalam sebuah skenario, yaitu tempat-waktu, karakter, dan peristiwa (Set,
2008: 29).
Skenario film yang disebut screenplay atau script diibaratkan seperti
kerangka bagi manusia. Sebagai sebuah karya tulis, skenario yang baik dinilai
bukan dari enaknya untuk dibaca, melainkan efektifitasnya sebagai kerangka
cerita untuk sebuah kerangka film. Dengan demikian, skenario film harus
disampaikan dalam deskripsi-deskripsi visual dan harus mengandung ritme
adegan-adegan serta dialog yang selaras dengan tuntutan sebuah film (Sumarno,
1996: 44).
10
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa skenario
adalah bahan baku dasar dalam keseluruhan proses pembuatan film. Dalam
pembuatan skenario, seorang penulis skenario harus dituntut kreatif. Seorang
penulis skenario harus memikirkan bagaimana visualisasi tulisan dalam sebuah
adegan, tidak hanya memikirkan supaya tulisan enak dibaca.
1.5.6 Sutradara
Jiwa kepemimpinan merupakan modal utama seorang sutradara. Tanpa
leadership, seorang sutradara tidak pernah bisa menciptakan karya seni sesuai
yang diinginkanya (Naratama, 2006: 26). Menurut Sam Sarumpoet (dalam
Dennis, 2008: 3), sutradara juga disebut pencipta karena menciptakan sebuah ide
yang masih dibuat dalam bentuk tulisan menjadi bentuk gambar atau visual. Ia
harus mempunyai kemampuan memimpin karena ia akan mengarahkan banyak
orang yang ahli dibidangnya, seperti juru kamera, juru lampu, dan juru suara
sehingga mereka bekerja berdasarkan apa yang diinginkan sutradara. Dalam
pembuatan film, seorang sutradara harus mempunyai wawasan keartistikan, serta
pengetahuan tentang film, untuk mengontrol film dari awal produksi
(praproduksi), produksi, sampai dengan tahap editing (pascaproduksi) (Sumarno,
1996: 36).
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah proses
produksi artistik, film haruslah ada seorang yang menjadi pemimpin. Pemimpin
artistik disebut juga sutradara atau art director. Modal awal seorang sutradara
yaitu memiliki jiwa kepemimpinan yang fungsinya untuk mengontrol dan
berkomunikasi dengan kru pendukungnya dengan baik. Selain hal tersebut di atas
11
kesabaran mengelola produksi, wawasan yang luas tentang seluk beluk produksi,
kejelian kontinuitas, ketelitian sinkronisasi adalah beberapa kunci sukses
diantaranya.
1.5.7 Produser
Banyak orang beranggapan bahwa produser adalah orang yang membiayai
produksi film. Anggapan itu tidaklah tepat meskipun boleh jadi penyandang dana
berposisi sebagai produser. Tugas dan wewenang produser adalah sebagai
fasilitator dan menyiapkan segala kebutuhan produksi dari tahap awal hingga
akhir, termasuk menyiapkan segala formulir dan catatan produksi bagi kelancaran
shooting di lapangan (Widagdo, 2007: 11).
Predikat ini disandang oleh orang yang memproduksi sebuah film, bukan
membiayai atau menanam investasi dalam sebuah produksi film. Tugas seorang
produser adalah memimpin seluruh tim produksi sesuai tujuan yang ditetapkan
bersama, baik dalam aspek kreatif maupun manajemen produksi (Effendy, 2005:
60).
Jadi, dalam sebuah proses produksi sebuah film produser bekerja paling
lama, dari persiapan awal sampai akhir pembuatan film. Produser dituntut
menjadi seorang yang mampu menyelesaikan dengan berbagai solusinya dan
mampu berdiri sebagai penengah. Pengetahuan dan pengalaman yang memadai
dalam memproduksi film, bisa menentukan keberhasilan sebuah film yang
dipimpinnya.
12
1.5.8 Modal
Setelah kita membicarakan produser, kita juga akan berhubungan dengan
masalah modal dalam pembuatan film. Modal (budget) dalam pembuatan film
sangatlah penting karena akan berkaitan dengan kelangsungan produksi. Karena
itu, seorang produser dan perangkat lain dalam produksi film harus bisa
memperkirakan berapa banyak jumlah uang yang akan dikeluarkan untuk
pembuatan film secara keseluruhan.
1.5.9 Pemeran
Dalam penggarapan sebuah film, tokoh atau pemeran lengkap dengan
penokohannya adalah suatu hal yang harus ada karena akan mempengaruhi jalan
cerita. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di
dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1998:16). Tokoh atau pemeran
biasanya dibedakan menjadi tokoh protagonis dan antagonis berdasarkan peran
tokoh atau pemeran dalam perkembangan cerita. Peran protagonis biasanya
cenderung menjadi tokoh yang disakiti, baik, dan menderita sehingga akan
menimbulkan simpati dari penonton. Peran protagonis biasanya kan menjadi
tokoh sentral, yaitu tokoh yang membentuk gerak cerita (Lutters, 2004:81 ). Peran
antagonis merupakan kebalikan dari tokoh protagonis. Peran antagonis juga
sering menjadi tokoh sentral dalam cerita, yang tugasnya mengganggu dan
melawan peran protagonis (Lutters, 2004:81 ). Selain tokoh protagonis dan
antagonis, ada satu peran lagi yang harus diperhatikan yaitu peran pembantu.
Peran pembantu merupakan tokoh pelengkap, gunanya untuk mendukung
rangkaian cerita. Kehadiran tokoh in tidak ada pada semua cerita, tergantung dari
13
kebutuhan cerita (Lutters, 2004:82 ). Dengan demikian, sebuah film pun
membutuhkan tiga tokoh di atas. Karena itu, dalam film ini penulis akan
menghadirkan ketiga tokoh di atas unsur sebagai pembentuk dan pendukung jalan
cerita.
Bagi sutradara, pemeran dalam film menjadi bahan yang harus digarap
untuk menampilkan tokoh film yang dikehendaki. Dasar yang dipakai untuk
menilai adalah dasar artistik, yaitu kecocokan, keindahan, dan memikat. Yang
dinilai adalah permainanya, akting, performance (Mangunhardjana, 1976: 61).
Keberadaan pemeran atau pemain dalam film rnemiliki arti yang sangat penting baik dilihat dari segi fisik maupun kemampuannya berakting. Pemain merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan sebuah produksi film. Seorang pemain harus mampu memainkan suatu karakter dengan kewajaran sehingga mampu mengkomunikasikan suatu pesan dari isi cerita dengan baik melalui ekspresi dan aktingnya. Pemain harus mengerti benar karakter tokoh yang dimainkannya sesuai dengan tuntutan naskah sehingga ketika ia bermain atau berakting dan mengucapkan kata-kata sesuai dengan dialog dalam naskah dan dapat merasakan makna yang terdapat dalam dialog tersebut (Sumarno, 1996: 89).
Akting yang baik menurut para ahli adalah akting dalam film yang sungguh-
sungguh bisa dinikmati dan memenuhi delapan syarat berikut ini:
1. Pemilihan pemeran-pemeran yang tepat dalam setiap produksi film. 2. Make up yang memuaskan. 3. Pemahaman yang cerdas dari pemeran tentang peran yang dibawakan. 4. Kecakapan pemeran menampilkan emosi-emosi tertentu. 5. Kewajaran dalam akting, maksudnya adalah takaran main
yang tepat. Sebab berbeda dengan akting teater, akting dalam film sedikit gerak-gerik atau mimik pemeran film dapat tampak sangat jelas di layar putih.
6. Kecakapan menggunakan dialog. 7. Pemain memiliki kemampuan untuk melakukan apa yang disebut
timing, yaitu tampil dengan tepat, bicara pada saat yang tepat, bergerak dengan waktu yang tepat.
8. Cukup adanya adegan dramatik untuk dibawakan oleh pemain. (Sumarno,1996: 79-80).
Akting film bisa diartikan kemampuan berlaku sebagai orang lain. Seorang
pemeran harus memiliki kecerdasan untuk menguasai diri. Termasuk menguasai
14
ritme permainan dan jenis film yang digarap. Dengan demikian, tekanan akting
dapat berlain-lain. Keberhasilan sebuah film menuntut pemeran untuk berperan
kembar yaitu bermaian baik dan menarik perhatian.
1.5.10 Storyboard
Storyboard merupakan visualisasi rekaan yang berbentuk sketsa gambar
seperti komik atau perkiraan hasil gambar yang nantinya akan dijadikan pedoman
pengambilan gambar oleh juru kamera (Widagdo, 2007: 92). Storyboard atau
papan cerita adalah deretan gambar-gambar film yang melukiskan adegan-
adegan atau bagian-bagian pokok dari adegan film itu (Sutisno, 1993: 66).
Dengan kata lain, Storyboard menjadi penyambung antara kata-kata
tertulis dan gambar (visual) yang bergerak. Storyboard dapat berupa sketsa kasar
atau dalam bentuk ilustrasi yang bagus dan berwarna dengan setiap bingkai
untuk beberapa detik tayangan di layar. Adanya pembuatan storyboard dapat
memberi keuntungan, sutradara bisa secara langsung melihat adegan atau bagian
pokok dari adegan. Selain itu, sutradara, juru kamera dan tim artistik tidak perlu
bersusah payah menterjemahkan skenario pada bentuk visual.
1.5.11 Tata Artistik
Tata artistik berarti penyusunan segala sesuatu yang melatarbelakangi
cerita film, yakni menyangkut pemikiran tentang latar, properti, tata rias, dan
kostum. Selain itu, tata artistik juga membawahi bidang pencahayan dan suara
(Sumarno, 1996: 66-67). Sedangkan penata artistik bertugas menerjemahkan
konsep visual sutradara kepada pengertian-pengertian visual yaitu segala hal yang
mengelilingi aksi di depan kamera, di latar depan maupun di latar belakang. Selain
15
itu, penata artistik tidak boleh merancang penciptaan setting hanya berdasarkan
pertimbangan estetik semata, tetapi juga menyangkut soal biaya dan teknis
pembuatan (Sumarno, 1996: 67). Tata artistik dapat berfungsi memperkuat
karakter atau penokohan pemain dan dapat juga membuat sesuatu menjadi
tidak membosankan. Penciptaan setting berarti menyangkut konsep visual
secara keseluruhan.
1.5.11.1 Latar atau Setting Cerita
Latar atau setting adalah tempat dan waktu berlangsungnya cerita
film. Dengan demikian, sebuah setting harus memberikan informasi lengkap
tentang peristiwa-peristiwa yang sedang disaksikan penonton yang antara lain
menyangkut waktu atau masa berlangsungnya cerita (Sumarno, 1996: 66).
1.5.11.2 Properti
Properti merupakan bagian dari setting. Dengan bantuan properti,
setting dapat dibangun sesuai dengan tuntutan naskah. Karena itu, perlu
dipilih properti yang sesuai dan cocok untuk melengkapi tata dekorasi agar
bisa memberikan gambaran yang utuh (Subroto, 1994: 420).
1.5.11.3 Tata Rias
Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetik untuk
mewujudkan wajah peranan sehingga berfungsi memberikan dandanan atau
perubahan-perubahan pada para pemain. Sedangkan penata rias akan bertugas
menyiapkan pemain dengan tata rias dasar agar dihasilkan gambar yang
baik. Misalnya, mampu mengubah seorang gadis belia menjadi seorang nenek
16
tua. Selain itu, rias juga menjadikan suasana yang dilihat penonton di layar
putih melalui lensa kamera (Harymawan, 1993: 134-135).
1.5.11.4 Kostum
Kostum adalah segala sandangan dan perlengkapan (accessories)
yang dikenakan di dalam sebuah pertunjukkan (Harymawan, 1993: 127),
sedangkan petugas yang bertanggung jawab menyediakan kostum sesuai
kebutuhan film disebut penata kostum. Fungsi kostum yang pertama dan
paling penting ialah menghidupkan perwatakkan pelaku. Artinya, kostum
sudah mampu menunjukkan siapa dia sesungguhnya. Fungsi kedua yaitu
individualisasi peranan. Maksud individualisasi adalah warna dan gaya kostum
dapat membedakan seorang peranan dan peranan yang lain dari setting dan
latar belakang. Ketiga, kostum menjadi fasilitas pemain dan membantu
gerak pelaku. Artinya, kostum harus menambah efek visual gerak, menambah
keindahan, dan menyenangkan setiap posisi yang diambil pelaku ( Harymawan,
1993: 131- 132).
1.5.12 Tata Fotografi dan Juru Kamera
Penata fotografi dan juru kamera memiliki arti yang berbeda. Sebagian
besar orang mengartikan penata fotografi atau DOP (director of photograpics)
sama dengan juru kamera. Seorang juru kamera atau operator kamera adalah
orang bertugas mengoperasikan kamera, sementara penata fotografi atau DOP
mengepalai departemen kamera yang mugkin terdiri dari beberapa juru kamera.
Dalam pembuatan film pendek yang hanya menggunakan biaya minim,
biasanya operator kamera dan penata fotografi dirangkap oleh satu orang saja.
17
Penata fotografi dan juru kamera adalah tangan kanan sutradara dalam kerja di
lapangan. Mereka bekerja bersama sutradara untuk menentukan jenis shot. Penata
fotografi bertugas melakukan pembingkaian. Dalam pelaksanaan tugasnya, penata
fotografi akan membuat komposisi-komposisi dari subyek yang hendak direkam.
Oleh karena itu, komposisi untuk film harus dipikirkan dengan seksama oleh
penata fotografi agar penonton tidak kehilangan pusat perhatian (Sumarno, 1996:
50-51).
Jadi, tugas pokok seorang juru kamera adalah mengambil sejumlah
gambar berdasarkan skenario. Dialah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas
segala segi fotografis dari film yang dibuat. Komposisi gambar yang bagus
tentu saja dapat mengarahkan perhatian penonton untuk terus menikmati film.
Untuk menghasilkan komposisi gambar yang bagus, seorang juru kamera harus
memperhatikan ukuran gambar, pergerakan kamera, dan sudut pengambilan
gambar.
1.5.13 Tata Suara
Dalam sebuah film, penggabungan keseluruhan gambar dan suara yang
baik akan mampu menciptakan puncak-puncak dramatis dalam keseluruhan isi
cerita. Film merupakan salah satu bentuk karya audio video yang di dalamnya
memuat dua unsur yang saling melengkapi yaitu gambar dan suara. Gambar dan
suara saling mendukung satu sama lain untuk menghasilkan sebuah visualisasi
karya yang sempurna (Mangunhardjana, 1976: 32).
Di dalam tata suara seorang penata suara bertugas merekam suara yang berada
di lapangan ataupun di studio. Proses pongolahan suara ini berarti proses memadukan
18
unsur-unsur suara (mixing) yang terdiri dari dialog, narasi, musik, serta efek-efek
suara. Perpaduan suara itu akan mempertimbangkan perasaan jauh dekatnya penonton
dengan sumber bunyi sebagai mana tampak di layar. Fungsi suara yang paling pokok
adalah memberikan informasi lewat dialog dan narasi. Fungsi penting lainnya adalah
menjaga kesinambungan dengan gambar sehingga sejumlah shot yang dirangkai dan
diberi suara (musik, dialog, narasi, dan efek suara) akan terikat dalam satu kesatuan
(Sumarno, 1996: 72-73).
Jadi, kesatuan antara suara dan gambar-gambar dalam film sangat menentukan
baik burukya sebuah film. Suara tidak hanya menambah kualitas film, tetapi juga
melipatgandakan efek gambar-gambar yang disajikan di atas layar.
1.5.14 Tata Cahaya
Tata cahaya dapat memberikan efek dalam sebuah film. Tata cahaya atau
tata sinar adalah suatu cara penyinaran khusus pada suatu obyek sehingga
membuat gambar atau objek itu menjadi lebih jelas daripada objek-objek lain
di sekitarnya, akibatnya memberi kesan khusus (Mangunhardjana, 1976: 24).
Di dalam tat cahaya seorang penata cahaya bertugas membantu penata
fotografi dalam mengatur komposisi-komposisi pencahayaan, besarnya cahaya, dan
jenis-jenis pencahayaan yang akan digunakan. Penata cahaya dapat menggunakan
cahaya alami dan key light. Key light yaitu sumber penyinaran yang terarah dan
merupakan penyinaran terhadap satu obyek atau area tertentu (Subroto, 1994: 293).
Menyinari suatu obyek dengan menggunakan lampu dapat menambah kesan
dramatik sebuah cerita. Kesan dramatik akan bertambah saat perpaduan warna dari
penata cahaya bergabung dengan tata artistik.
19
1.5.15 Proses Editing
Proses editing termasuk pada tahap akhir pembuatan film yang meliputi
editing gambar, editing suara, dan tat musik. Keterlibatan sutradara tidak berhenti
sampai produksi selesai dilaksanakan, namun masih berlanjut sampai proses
editing dan kelayakan film untuk ditonton oleh penikmat. Editing merupakan
bagian terpenting dalam menentukkan hasil akhir dari film ini. Tenaga
pelaksananya disebut editor. Seorang editor bertugas menyusun hasil shooting
dengan sejumlah peralatan komputer editing canggih dengan mengedit adegan
yang sesuai dengan storyboard hingga membentuk pengertian cerita (Sumarno,
1996: 59).
Pelaksanaan shooting sebuah film tidak selalu berurutan sesuai dengan
yang tertulis di skenario. Shot yang tidak berurutan tadi akan disusun shot demi
shot menjadi rangkaian gambar-gambar yang mempunyai arti. Dalam proses
editing, seorang editor memasuki tahap kreativitas yang menuntutnya untuk
melakukan pemotongan, penyempurnaan, dan pembentukan kembali hingga
mendapatkan isi yang diinginkan, konstruksi/ urutan film, serta ritme dalam setiap
babak, dan dalam film secara keseluruhan. Karena begitu pentingnya peranan
proses editing, peran editor dapat disamakan peran sutradara (Sumarno, 1996:
59).
Ada beberapa bentuk transisi yang dapat digunakan dalam
penyambungan shot, di antaranya adalah
20
a. Cut to Cut
Cut to cut ialah perpindahan gambar baik antar-shot maupun waktu
ataupun adegan tanpa transisi yang jelas atau langsung.
b. Fade-in, fade-out
Fade-in, fade-out ialah gambar terakhir dari shot pertama perlahan-lahan
tenggelam dalam gelap (fade out) untuk sesaat disusul dengan makin terangnya shot
berikutnya (fade in).
c. Dissolve
Dissolve ialah perpaduan bertahap dari akhir sebuah shot ke bagian awal
shot berikutnya yang dihasilkan dengan jalan mendempetkan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah proses
editing atau penggabungan shot demi shot membutuhkan kejelian dan kretivitas yang
tinggi. Kejelian yang tinggi akan berpengaruh pada kesinambungan antara gambar yang
satu dengan yang satunya. Seorang editor harus bisa menjaga kontinuitas tiap shot
sehingga film itu enak untuk ditonton.
1.5.16 Tata Musik
Musik dalam film memiliki beberapa fungsi. Pertama, berfungsi membantu
merangkaikan sebuah adegan. Artinya, sejumlah shot yang dirangkaikan dan diberi
musik akan memberikan kesan terikat dalam satu kesatuan. Kedua, menutupi cacat
dan kelemahan dalam film. Kelemahan akting dan dialog dalam film dapat ditutupi
dengan musik sehingga mampu memberikan kesan dramatik. Ketiga, menunjukkan
suasana batin tokoh-tokoh utama dalam film. Keempat, menunjukkan suasana waktu
dan tempat. Kelima, mengiringi kemunculan suatu kerabat kerja atau nama-nama
21
pendukung produksi (credit title). Keenam, mengiringi adegan dengan ritme cepat.
Ketujuh, mengantisipasi adegan mendatang dan menambah kesan dramatik. Terakhir,
menegaskan karakter tokoh lewat musik ( Sumarno, 1996: 77-78).
1.6 Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk memahami suatu objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan. Suatu metode yang dipilih dengan
mempertimbangkan kesesuaian objek yang bersangkutan (Yudiono, 1986:14).
Metode yang digunakan dalam proses pembuatan film ini adalah metode
deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan tahap-tahap dalam proses sebuah film.
Selain metode deskriptif, dalam proses pembuatan film ini juga
menggunakan metode klasifikasi. Metode klasifikasi digunakan untuk
mengelompokan setiap tahap-tahap dalam pembuatan film.
1.7 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang akan digunakan dalam pengumpulan data adalah sebgai berikut:
1.7.1 Studi Pustaka
Metode ini dilakukan untuk mencari data mengenai hal-hal atau
variabelyang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, rapat dan
sebaginya (Arikunto, 1993:234). Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data
yang akurat dengan cara menelaah pustaka-pustaka yang ada kaitanya dengan
penelitian ini.
22
1.7.2 Observasi
Dalam arti luas observasi berarti pengamatan yang dilakukan secara tidak
langsung dengan menggunakan alat-alat bantu yang sudah dipersiapkan
sebelumnya. Dalam arti sempit observasi berarti pengamatan secara langsung
terhadap fenomena yang diselidiki; baik dalam kondisi normal maupun buatan.
Teknik ini menuntut adanya pengamatan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap objek penelitiannya (Hariwijaya dan Basri, 2004:44).
Dalam skripsi ini penulis melakukan observasi secara langsung terhadap
penderita penyakit lupus. Hasil observasi ini akan diolah menjadi skenario dan
akan dieksekusi menjadi sebuah film.
1.8 Batasan Istilah
Istilah-istilah yang perlu dibatasi dalam penelitian ini, akan diuraikan
sebagai berikut.
(1) Film pendek adalah film yang dalam pembuatanya tanpa melibatkan
pemodal yang kuat dan berdurasi kira-kira 10 menit. Durasi yang
terbatas menuntut kecakapan dalam menyampaikan makna.
(2) Proses pembuatan film dibagi menjadi (a) tahap praproduksi seperti
penulisan skenario, pembentukan tim produksi, perekrutan pemain,
pemilihan lokasi, pembuatan storyboard, pembuatan desain tata artistik;
(b) tahap produksi seperti tata artistik (dekorasi setting, properti, tata rias
dan kostum), pengambilan gambar, tata suara, tata cahaya; dan (c) tahap
pascaproduksi yaitu proses penyuntingan atau editing (sunting gambar dan
suara), tata musik sampai menghasilkan sebuah film utuh siap tayang.
23
1.10 Sistematika Penyajian
Penelitian ini disusun dalam beberapa bab. Bab I merupakan bab
pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian,batasan istilah,
dan sistematika penyajian. Bab II berisi proses praproduksi pembuatan film
pendek “1000 Wajah” . Bab III proses produksi pembuatan film pendek “1000
Wajah”. Bab IV berisi proses pascaproduksi pembuatan film pendek “1000
Wajah”. Bab V berisi penutup.
BAB II
PROSES PRAPRODUKSI
PEMBUATAN FILM PENDEK“1000 WAJAH”
Tahap praproduksi merupakan tahap persiapan sebelum produksi film
berlangsung. Segala sesuatu yang akan dibutuhkan dalam tahap produksi di
siapkan dalam tahap ini. Berikut beberapa hal yang termasuk dalam tahap
praproduksi.
2.1. Tema Cerita
Tema cerita adalah pokok pikiran yang ingin disampaikan oleh penulis
melalui sebuah film. Pembuatan film pendek “1000 Wajah’ mengangkat tema
cerita yang yang berhubungan dengan kesehatan. Alasan mengambil tema
kesehatan yaitu pertama, tema kesehatan kurang mendapat apresiasi penonton.
Kedua, tema ini tidak layak jual melihat pangsa pasar perfilman di Indonesia
adalah anak muda. Ketiga, kegelisahan penulis pada budaya latah di Indonesia
yang sebagian besar tema yang diangkat berupa tema percintaan, horor, dan
budaya pop yang sedang marak. Keempat, mengajak orang peduli akan kesehatan.
2.2 Ide Cerita
Ide cerita atau gagassan utama film ini adalah menceritakan seorang
gadis yang mengidap penyakit lupus. Film ini berangkat dari kisah nyata yang
kemudian oleh penulis dikembangkan menjadi sebuah cerita fiksi.
24
25
Film ”1000 Wajah” adalah sebuah film yang menceritakan kehidupan
sebuah keluarga di pedesaan yang salah satu anggota keluarganya mengidap
penyakit langka yang bernama lupus dan perjuangan mengatasi penyakit yang
diderita oleh salah satu anaknya. Tujuan pembuatan film ini yaitu penulis ingin
memberikan sebuah informasi kesehatan mengenai penyakit lupus kepada
penonton atau masyarakat pada umumnya dan perjuangan sebuah keluarga dalam
mengatasi suatu masalah.
2.3 Skenario
Menulis skenario merupakan tahap lanjutan setelah penulis menentukan
tema dan mendapat ide sebagai dasar cerita. Secara garis besar, Film ”1000
Wajah” ini menceriterakan kehidupan seorang gadis yang mengidap penyakit SLE
(Systemic Lupus Erythematosus) atau lupus. Sari, gadis berusia 17 tahun. Ia
tinggal di sebuah desa bersama ibunya yang bekerja sebagai penjahit, sedang
ayahnya telah meninggal sejak Sari berumur 9 tahun. Meskipun ia kehilangan
figur seorang ayah, Sari kecil tumbuh sebagai anak yang periang.
Sifat periang dan ceria mulai menghilang semenjak Sari menemukan
secarik kertas hasil cek darah. Dari hasil anates (laboratorium) itu, Sari
dinyatakan mengidap penyakit lupus. Saudaranyalah (perawat yang bernama
Maya) yang kemudian banyak memberikan informasi mengenai penyakit lupus.
Sebuah penyakit yang mengharuskan Sari tidak bisa keluar pada siang
hari karena cahaya matahari dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Selain itu,
penderita akan mengalami bercak-bercak pada wajah yang menyerupai sayap
kupu-kupu. Pada penderita lupus, produksi antibodi yang seharusnya normal
26
menjadi berlebihan. Akibatnya, antibodi ini tidak lagi berfungsi untuk menyerang
virus, kuman, atau bakteri yang ada di dalam tubuh, tetapi justru menyerang
sistem kekebalan sel dan jaringan tubuhnya sendiri.
Sebagai keluarga kurang mampu, ibunya merasa terpukul dengan penyakit
yang diderita Sari. Pendapatan yang diperoleh dari upah menjahit dan uang
tabungan pun hanya mampu untuk membayar cek darah dan konsultasi dokter.
Meskipun begitu, rasa dan raut kesedihan seorang ibu tidak tampak dalam
kesehariannya. Sebagai seorang ibu, ia tidak patah semangat. Pengobatan
alternatif pun sudah dicoba untuk penyembuhan Sari dan hasilnya nihil.
Akhirnya, Sari menghabiskan waktunya di dalam rumah saja. Kerinduan
akan hari-harinya sebagai siswi SMA pupus sudah. Klimaksnya, Sari mengalami
tingkat kebosanan dan stres. Dari situ, Sari kemudian mencoba meluapkan
kejenuhannya pada sebuah buku harian yang selalu setia menemani kesakitannya.
Dalam buku hariannya, ia banyak menulis tentang makian kepada Tuhan, jeritan
kesakitan, rasa jengkel, sampai pada akhirnya ia menyerahkan semua penyakitnya
kepada Tuhan sebagai pencipta hidup.
Akhir jalan cerita memang tidak dijelaskan, apakah Sari meninggal atau
sembuh. Konsep yang menggantung sengaja ditawarkan kepada penonton atau
audiens sebagai bahan refleksi dan bagaimana menciptakan (interpretasi) rasa
penasaran pada penonton. Dari akhir jalan cerita yang menggantung, diharapkan
penonton dapat tertarik dan mensosialisasikan mengenai penyakit ini dengan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Berikut contoh skenario yang akan
dijadikan dasar dalam membuat film ”1000 Wajah”.
27
SKENARIO AWAL
FILM PENDEK“1000 WAJAH”
TEASER (ADEGAN PEMBUKA) 1. INT. KAMAR – SARI (PAGI) (Sari)
SUBJEKTIF CAMERA: Sari membuka jendela. Memperhatikan ibunya
menjemur pakaian.
POV: Sari menangkap kupu-kupu. ( credit title pengenalan tokoh)
CUT TO
2. EXT. LUAR RUMAH – IBU (PAGI) (Ibu)
OVER SHOULDER: Ibu melihat Sari tersenyum. (credit title pengenalan tokoh)
IBU (Marah)
Tutup…
POV: Ibu menjemur pakaian. ( credit title pengenalan tokoh)
CUT TO
3. EXT. LUAR RUMAH (PAGI) POV: Pakaian basah bergambar kupu-kupu.
MAIN TITLE (JUDUL CERITA & SUTRADARA) FADE OUT
FADE IN
ACT ONE 1. EST./INT. RUANG TAMU – RUMAH (PETANG) (Ibu)
ANGLE ON: Ibu sedang melipat baju, duduk di kursi ruang tamu rumah.
Terdengar ibu melantunkan tembang Jawa sebagai pelipur hati.
SUBJEKTIF CAMERA: Tangan Ibu yang sedang melipat baju lalu ibu berdiri
mendekati kamar Sari. CUT TO
28
2. INT. DEPAN KAMAR SARI – RUMAH (PETANG) (Ibu dan Sari)
(OS) Terdengar suara pintu dibuka.
ANGLE ON: Ibu melihat Sari masih tertidur.
OVERSHOULDER CAMERA: Ibu menutup pintu kembali. FADE OUT
FADE IN
3. INT. RUANG TAMU – RUMAH (SORE) (Ibu dan Sari)
SUBJEKTIF CAMERA: Ibu duduk di ruang tamu lalu membuka kertas hasil
pemeriksaan anates (laboratorium).
INSERT FRAME: Kertas hasil lab. Ibu mencoba membaca dan mengetahui
maksud hasil lab tersebut.
DOKTER(VO) (empati)
Dari hasil anates, ternyata putri ibu menderita penyakit SLE atau lupus.
Penyakit ini memang tergolong langka dan sementara ini belum ditemukan
obatnya. Saya harap ibu tetap sabar dan berdoa saja semoga ada keajaiban
untuk sembuh.
OVERSHOULDER CAMERA: Terlihat air mata menetes membasahi kertas
hasil anates.
POV: Ibu melipat kertas dan menyimpan lagi.
(OS) Terdengar Sari memanggil dari dalam kamar (suara parau)
SARI (VO) (memanggil)
Ibu…..ibu……ibu…….
INTERCUT TO
4. INT. KAMAR SARI – RUMAH (SORE) (Simbah, Ibu, dan Sari)
ESTABILSH: Terlihat ibu masuk kamar dan Sari sedang menggigil.
POV: Muka Sari yang pucat dan badan menggigil. Ibu menyeka keringat yang
keluar dari muka Sari dan membelai rambutnnya dengan ekspresi gelisah.
IBU
29
(panik)
Sudah pukul 5 lebih belum juga datang.
(OS) Terdengar suara mengetuk pintu dan ibu beranjak untuk membukakan
pintu. SUBJEKTIF CAMERA: Ibu menyambut sosok Simbah dan terjadi percakapan
tanpa suara.
CAMERA MOVEMENT: Ibu mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan
Simbah. Ibu dan Simbah masuk ke dalam kamar Sari.
POV: Simbah membaca doa –doa , lalu memercikan air di tubuh Sari.
POV (Ibu): Duduk memangku kepala Sari sesekali membalai rambuti penuh
kasih sayang. IBU (curious/ penasaran)
Sebentar lagi pasti sembuh.
(OS) Ibu mengidungkan lagu Jawa sebagai bentuk kesedihannya.
SARI (curious/ penasaran)
Bu... Sari sakit apa sih? Lantas Simbah itu..
IBU (gusar)
Sudah diam! Nurut saja sama Simbah.
ESTABILSH CAMERA: Simbah berputar-putar di sekitar ranjang seperti orang
gila.
IBU (curious/ penasaran) Sudah, Mbah? Tidak ada jawaban Ibu mengidungkan lagu kembali.
SIMBAH (jengkel)
Sssstt...Diam! Mengganggu... Memberi isyarat untuk diam.
POV: Sari mulai tertidur dipangkuan ibu.
IBU (curious/ penasaran)
Apa Mbah hasilnya?
SIMBAH (bingung)
Maaf, Simbah tidak bisa membantu. Simbah pamit...
POV: Ibu menarik nafas sebagai tanda putus asa.
30
FADE OUT
FADE IN
5. INT. RUANG TAMU – RUMAH ( PAGI ) (Sari dan ibu)
SUBJEKTIF CAMERA: Terlihat ibu sedang menjahit dan Sari keluar dari
kamar.
SARI (gelisah)
Bu, tahu Charger Hp?
Ibu melihat ke arah Sari lalu kembali menjahit.
IBU (bingung)
Coba dicari di dalam almari. Sari berjalan menuju almari yang
dimaksud ibu.
FADE OUT
FADE IN
6. INT. RUANG BELAKANG – RUMAH ( PAGI ) (Sari dan Ibu)
ANGLE ON: Terlihat Sari sedang mencari charger hp. Tidak sengaja
menemukan kertas hasil laboratorium yang di sembunyikan ibu. Di buka lalu
mencoba membaca.
(OS) Ibu: Mengidungkan lagu Jawa
IBU (VO) (berteriak)
Ada tidak?
Sari kaget mendengar suara ibu, kemudian melipat kertas tersebut dan
menyimpan disaku. Masih berusaha mencari.
SARI (curious/ penasaran)
Belum, bu… (Menjawab terbata-bata)
IBU (kawatir)
Sar, kalau di rak tengah tidak ada. Ibu tadi sudah buka.
SARI (takut)
Sudah kok, bu! Sudah ketemu.
CUT TO
31
7 . INT. KAMAR SARI – RUMAH (SIANG) (Sari dan Maya)
Sari membuka kertas hasil lab lalu menelpon saudaranya
SARI (gelisah)
Haloo, Mbak Maya?
MAYA (curious/ penasaran)
Oh, dik Sari. Ada apa, dik. Ibu sehatkan? Nggak biasanya
telepon.
SARI (sungkan)
Oh, Ibu sehat. Begini mbak, saya mau tanya nih, tapi kalau
nggak mengganggu lho... Begini mbak, kebetulan saya ada tugas mengenai
penyakit SLE atau lupus. Kira-kira mbak ada informasi mengenai lupus.
MAYA (curious/ penasaran)
Apa dik, kuskus. Maaf sinyal putus-putus. Maklum mbak lagi di
rumah sedang nggak ada piket.
SARI (jengkel)
L-U-P-U-S. Lupus mbak!
MAYA (malu)
Oh lupus? Kalau tidak salah lupus itu penyakit seribu wajah karena dapat
menyerupai penyakit lain. Penyakit ini rentan terhadap cahaya matahari
karena menyebabkan iritasi pada kulit. Selain itu, penderita akan mengalami
bercak-bercak pada wajah yang menyerupai sayap kupu-kupu. Biasanya
penderita mengalami depresi dan gangguan emosional. Dari teori yang pernah
kakak baca, pada penyakit lupus produksi antibodi yang seharusnya normal
menjadi berlebihan. Akibatnya, antibodi ini tidak lagi berfungsi untuk
menyerang virus, kuman, atau bakteri yang ada di adalam tubuh, tetapi justru
menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuhnya. Sampai sekarang
obatnya belum ditemukan dan ada kemungkinan penderita akan meninggal
secara perlahan. Itu kalau tidak salah lho, dik?
32
SARI (terpukul perasaannya)
Sari terdiam mendengarkan penjelasan dari Maya.
MAYA (curious/ penasaran)
Sudah paham belum? Dik? Tidak ada jawaban dik...halo dik Sari...
dik... wah pulsa pas-pasan. Tut...
SARI (terpukul perasaannya)
Sari menjadi lemas, wajahnya pucat
8. INT. KAMAR SARI – RUMAH (PAGI) (Sari)
ANGLE ON: Sari bangun tidur.
OVERSHOULDER CAMERA: Sari berjalan menuju jendela yang ada di
kamarnya, membuka dan melihat keluar kemudian Sari melihat cermin dan
pada wajah terdapat bercak menyerupai sayap kupu-kupu.
POV: Terlihat mata Sari mulai perlahan menutup seolah ingin mengenang
massa kecilnya.
9. MONTAGE – EXT. REL KERETA API (SIANG) (Anak – anak kecil, 4 orang)
Gambaran Sari ketika masih kecil
a) Berjalan diatas rel
b) Duduk di atas rel dan bermain batu.
c) Bersendau gurau
d) Meletakan kepala di atas rel seolah ingin tahu ada kereta yang mau lewat tidak.
e) Melambaikan tangan saat ada kereta lewat.
f) Mencari kupu – kupu .
DISOLVE TO
FADE OUT
10. EXT. DEPAN RUMAH— ( SIANG) (SARI DAN IBU)
Sari keluar dari dalam rumah menoleh kekanan kiri. Mencari tahu apa ada
orang tidak. (SUBJEKTIT KAMERA). Sari berjalan mendekati sinar matahari,
mengulurkan tangan ke arah matahari. Mencoba merasakan sengatan sinar
matahari (perasaan takut).
33
SARI ( Penasaran, mengamati tangan, membolak balik tangan yang tersengat
matahari).
(Tersenyum sendiri ) hangat…..
(VO) Terdengar suara ibu dari dalam rumah
IBU
(teriak)
Nduk……..( panggilan seorang anak perempuan jawa)
(Sari kaget, langsung lari masuk rumah)
10. INT. KAMAR SARI – RUMAH (SORE) (Sari)
ESTABILSH CAMERA: Sari terlihat frustasi dengan keadaan yang dideritanya.
SARI (stres)
Berjalan mondar-mandir
MOVEMENT CAMERA: Mengikuti langkah Sari yang sedang berjalan ke
tempat tidur.
SUBJEK CAMERA: Melempar-lempar bantal sebagai ungkapan kekesalannya
terhadap situasi yang terjadi.
OVERSHOULDER CAMERA: Menulis di depan kaca dengan lipstik ”2 tahun”
POV: Memainkan lampu belajar. Bersandar di tembok perlahan tangan
menutup muka. (Menunjukan ekspresi stres. Pikiran kacau, mengacak-acak
rambutnya, dan perlahan-lahan menutup muka seolah pasrah dengan apa
yang dialaminya.)
FADE OUT
11. INT. KAMAR SARI – RUMAH (MALAM) (Sari)
Sari duduk di depan meja belajar mencoba menuliskan keadaannya dalam
buku harian.
KAMERA : 1. siluet , frog eye.
2. moving manfaatkan pernik- prnik ruangan
3. overshoulder, medium close up
OVERSHOULDER CAMERA: Sari menulis di buku harian tentang kondisinya.
SARI (VO) Jogjakarta, 19 september 2009
34
Ini adalah hari ke-721. Hari yang tak pernah berubah. Masih menunggu
kepastian dari malaikat penjemput tiba. Hari-hari masih terasa hampa dan
jarum-jarum masih di atas ranjang sunyi. Menunggu rasa nyeri datang lagi.
Ough… Apa yang tengah dicari dalam komidi putar. Jiwa seperti menari
berpusingan. Dalam doa tak kutemukan ia dan dalam doa menjadi letih sia…
Berapa lama lagi dan sisa berapa lagi aku menelan semua sakit ini. Air
mata mungkin sudah mengering sebelum malaikat mendekap dalam pelangi
jingganya. Hingga hari ini kupu-kupu masih erat melekat di mukaku. Sampai
kapan lagi cahaya mau mendekapku erat. Aku hanyalah Sari Wahyuningtyas,
gadis yang selalu bersembunyi dari congkaknya matahari.
KAMERA HIGH ANGEL : close up tangan Sari yang masih mencoba menulis.
Sari terlihat letih perlahan-lahan meletakan kepalanya di meja.Terlihat pulpen
yang dipegang Sari perlahan mulai terjatuh. Kamera close up muka Sari, mata
sudah terpejam.
FADE OUT
Title penutup Penyakit lupus tumbuh dan berkembang menjadi hal yang sangat
mengkhawatirkan. Namun, tidak lebih mengkhawatirkan jika dibandingkan
dengan kurangnya informasi tentang lupus itu sendiri. Hanya sentuhan cinta
dan kasih sayang yang dapat meringankan penyakit ini.
CREDIT TITLE SELESAI
2.4 Pemeran
Menjadi seorang pemain film harus pandai menguasai diri. Dalam film ini
perwatakan tidak dilukiskan secara rinci. Karena itu, pemain harus bisa menjiwai
tokoh yang hendak diperankan. Para pemain dalam film pendek “1000 Wajah” ini
direkrut langsung oleh sutradara maupun tim produksi. Berikut ini para pemeran
dalam film pendek “1000 Wajah”:
35
2.4.1 Tokoh Sari (tokoh utama)
Tokoh Sari dalam film pendek “1000 Wajah” ini merupakan tokoh utama
yang diperankan oleh Sixtusia Sekundasari. Sutradara memilih Sixtusia
Sekundasari karena awal ide cerita ini muncul dari kehidupan Sixtus sehari-hari.
Oleh karena itu, sutradara menciptakan karakter tokoh Sari sesuai karakter
dengan pemeran aslinya.
Gambar 01. Tokoh Sari yang diperankan oleh Sixtusia Sekundasari
Karakter Tokoh Sari dalam film ini adalah seorang gadis berusia 17 tahun.
Tipologi fisiknya berkulit sawo matang, postur badan sedang, dan rambut lurus.
Tipologi psikisnya tergolong tipe melankolis, pendiam, cerdas, kreatif, dan mudah
curiga. Bahasa yang dipergunakan bahasa Indonesia. Sebagai anak dari keluarga
miskin, ia mempunyai sifat nerimo. Sari berperan sebagai tokoh protagonis.
Karakter ini dibuat sutradara tidak jauh berbeda dengan karakter Sixtus
sebenarnya sehingga dapat memudahkan tokoh Sari dalam menjiwai perannya.
2.4.2 Tokoh Ibu
Tokoh Ibu dalam film pendek ”1000 Wajah” ini diperankan oleh Veronika
Hadayani. Tokoh ini dipilih langsung oleh sutradara karena masih ada hubungan
saudara dengan tokoh Sari. Dengan masih adanya hubungan saudara, sutradara
berharap ikatan emosional sebagai tokoh Ibu dan anak akan mudah terbentuk saat
36
proses produksi. Veronika Handayani memiliki keahlian menyanyikan tembang-
tembang Jawa.
Gambar 02. Tokoh Ibu yang diperankan oleh Veronika Handayani
Dalam film ini tokoh ibu memang tidak disebutkan namanya. Ibu adalah
seorang wanita berusia sekitar 40 tahun dan berstatus janda. Tipologi fisiknya
berkulit sawo matang, postur badan agak tinggi, kurus, dan rambut mengombak.
Tipologi psikisnya tergolong tipe, kalem, tenang, sabar, baik hati, berwibawa, dan
penyayang. Dialog yang menggunakan bahasa campur kode (Bahasa Indonesia
dan Bahasa Jawa). Pekerjaan sehari-harinya sebagai penjahit. Ia tergolong sebagai
wanita pekerja keras. Latar belakang perekonomian tergolong keluarga miskin.
2.4.3 Tokoh Sari kecil
Tokoh Sari kecil direkrut langsung oleh tim produksi. Tokoh ini
diperankan oleh Ema, seorang anak kecil berumur 12 tahun. Tokoh ini muncul
hanya pada satu scene dan tidak melakukan dialog. Sari kecil sebagai gambaran
tokoh Sari saat masih ceria.
37
Gambar 03. Tokoh Sari kecil yang diperankan oleh Ema
Karakter Sari kecil dalam film ”1000 Wajah” digambarkan sebagai
seorang anak berusia 12 tahun. Tipologi fisiknya berkulit sawo matang, postur
badan kecil, dan rambut lurus. Tipologi psikisnya tergolong tipe, periang, lucu,
polos, dan suka tersenyum. Pada saat beradegan ia tidak berdialog. Ia berperan
sebagai tokoh pembantu. Selain Ema sebagai Sari kecil, ada beberapa tokoh
lainnya yang berperan sebagai teman Sari kecil. Anggi, Tyas, Dodi, Toni, dan
Santo berperan sebagai teman Sari kecil.
2.4.4 Tokoh Simbah
Tokoh simbah dalam film ini tidak disebutkan namanya. Tokoh Simbah
diperankan oleh Winarti, seorang ibu rumah tangga. Tokoh Simbah memiliki sifat
yang periang dan mudah bergaul dengan orang yang lebih muda umurnya. Tokoh
Simbah direkrut langsung oleh sutradara dan tim produksi.
Gambar 04. Tokoh Simbah yang diperankan oleh Winarti
38
Winarti dalam film ”1000 Wajah” memerankan tokoh Simbah dengan
karakter seorang wanita berusia 57 tahun. Simbah adalah seorang paranormal.
Tipologi fisiknya berkulit sawo matang, postur badan agak tinggi, kurus, dan
rambut keriting. Tipologi psikisnya tergolong tipe, lucu, polos, dan suka tertawa.
Dialog menggunakan bahasa campur kode (Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa).
2.4.5 Tokoh Dokter Dan Maya
Tokoh Dokter dan Maya dalam film ini hanya diambil dubbing (suaranya)
sehingga kedua tokoh ini tipologi fisiknya tidak digambarkan. Tipologi psikisnya
tergolong tipe kalem, tenang, sabar, baik hati, berwibawa, dan penyayang. Hal ini
dapat diamati dari bahasa yang digunakan tokoh Dokter pada saat menjelaskan
mengenai penyakit lupus kepada ibu Sari. Bahasa yang dipergunakan bahasa
Indonesia. Sedang tokoh Maya dapat diamati dari bahasa yang digunakan pada
saat berkomunikasi di telepon. Maya adalah saudara sepupu Sari dan bekerja
sebagai perawat di rumah sakit.
2.5 Sutradara dan Produser
Film indie merupakan film kreatif yang berdurasi pendek dan tidak berdiri
di bawah mayor label atau pemodal yang kuat. Dalam proses pembuatan film
indie, sutradara dan produser biasanya perannya dirangkap oleh satu orang saja.
Seperti dalam proses pembuatan film pendek “1000 WAJAH”, seorang sutradara
juga merangkap sebagai seorang produser yang diperankan oleh Gregorius Rinto
Setyanto sehinngga Ia bertanggung jawab penuh dari sebelum proses produksi
(pra produksi), produksi, sampai setelah produksi (pascaproduksi).
39
Dalam proses pembuatan film pendek “ 1000 WAJAH”, sutradara selalu
memperhatikan dan mengontrol kamerawan. Setiap pengambilan gambar selalu
memperhatikan dan memperhitungkan setiap sudut yang paling artistik yang akan
ditangkap oleh mata kamera. Di sini tugas sutradara sangat penting yaitu memberi
arahan kepada kamerawan sehingga gambar yang dihasilkan sesuai dengan
keingginan sutradara. Setiap posisi kamera, gerak kamera sampai dengan asupan
cahaya dan warna yang tertangkap kamera, sutradara selalu memantau melalui Tv
monitor atau langsung dari kamera.
Gambar 05. Sutradara sedang mengontrol kamerawan saat mengambil gambar
Tugas sutradara yang utama adalah memberi arahan kepada para aktor dan
aktris tentang apa yang harus dilakukan di lokasi shooting. Hal ini dikarenakan
pada saat di lokasi shooting tekanan akan lebih besar dibanding saat latihan.
Sesuai arahan sutradara saat latihan sebelum produksi, sutradara selalu
membimbing para pemeran dalam melakukan tugasnya sebagai seorang pemain.
Selama shooting berlangsung sutradara mencoba membaur jadi satu dengan para
pemeran, hal ini untuk membuat suasana shooting menjadi lebih nyaman dan
tidak tegang. Dengan suasana yang nyaman, diharapkan para pemeran dapat
berakting yang mengesankan dan menampilkan gerakan yang lebih naturalis di
depan kamera. Dalam produksi film pendek ” 1000 WAJAH “ pada dasarnya
40
para pemeran cukup bisa menyesuaikan suasana di lokasi shooting sehingga
sutradara tidak begitu kesulitan dalam mengarahkan para pemeran dalam
berdialog dan berakting di depan kamera.
Gambar 06. Sutradara sedang berdiskusi dengan pemain dan beberapa crew
Sutradara juga bertanggung jawab dalam menjaga continuity atau
kesinambungan setiap adegan dalam pengambilan gambar. Dalam film ini
kebanyakan adegan dilakukan di dalam ruangan sehingga sutradara harus jeli
dalam menciptakan perbedaan waktu hanya dengan cahaya yang ditangkap oleh
kamera. Misalnya, saat hendak take gambar adegan sari menulis di diary pada
malam hari, sumber cahaya yang digunakan harus selayaknya suasana malam
hari.
Sutradara juga memiliki kewenangan untuk menentukan layak tidaknya
sebuah rekaman gambar dan suara yang akan dipakai. Dalam film ini sutradara
selalu berkomunikasi dengan pancatat catatan scenes untuk mencatat setiap
adegan. Jika sutradara merasa puas dengan perekaman gambar dan suara yang di
ambil, sutradara akan menyuruh pencatat catatan scenes untuk mengisi tanda
centang (V) pada kolom pakai dan memberi tanda (-) pada kolom gagal dan
melakukan take ulang.
41
Dalam film ini sutradara menempatkan dirinya sama dengan crew dan
pemeran lainnya sehingga tidak terjadi kesenjangan dan terjalin kerjasama yang
kuat dalam satu timwork.
Di dalam seluruh organisasi kerja, sutradara hanya mempunyai satu pedoman yaitu film yang sedang dibuatnya. Segala susunan dan pengaturan kerja itu diarahkan pada suksesnya pembuatan film. Karena setiap petugas di dalam pembuatan film itu bertindak menurut tugas meraka masing-masing untuk ikut bertanggung jawab atas film yang dihasilkannya, pada kesempatan itu mereka diberi kesempatan untuk memberikan usul, saran, baik hal-hal yang bersifat praktis maupun hal-hal yang artistik sifatnya. Hanya di dalam pengambilan gambar-gambar, shooting, kekuasaan penuh berada ditangan sutradara (Mangunhardjana. 1976:64).
Setiap crew diberi tempat, kekuasaan, dan tanggung jawab yang jelas oleh
sutradara.
Gambar 07. Sutradara sedang memantau pengeditan gambar
Tugas terakhir dari sutradara dalam pembuatan film pendek “ 1000
WAJAH “ ialah pada saat editing (pascaproduksi). Sutradara menyerahkan
catatan scenes kepada editor untuk memilih gambar yang di pakai. Namun
demikian, pada saat proses editing sutradara tetap mendampingi dan memberi
arahan agar runtutan film sesuai yang diiginkan. Setelah editing selesai, sutradara
memberikan kesempatan pada crew lain dan para pemeran untuk memberikan
masukan mengenai hasil editan. Selebihnya, keputusan akhir (final) film ini tetap
ada di tangan sutradara sekaligus produser.
42
2.6 Modal
Proses pembuatan film ini membutuhkan biaya 1.650.000, dengan
perencanaan sebagai berikut :
A. Pra Produksi 1. Rapat pembentukan tim produksi Rp. 40.000 dan jadwal shooting 2. Pembuatan skenario Rp. 35.000 3. Fotocopy Rp. 15.000 4. Hunting lokasi Rp. 30.000 5. Konsumsi Rp. 30.000 6. Rokok (2 bungkus) Rp.7.600X2 Rp. 20.000 + Rp. 170.000,-
B. Produksi Jumlah hari : 2hari 1malam Jumlah crew dan pemain 12 orang 1. Properti Rp. 50.000 2. Make up Rp. 15.000 3. Video cassete * Mini Dv Panasonic @ Rp. 25.000 X 4 Rp. 100.000 4. Sewa kamera Rp. 350.000 5. Kamerawan Rp. 100.000 6 Dokumentasi Rp. 20.000 7. Transportasi Rp. 70.000 8. Konsumsi 12 orang Rp. 300.000 9. Rokok Rp. 60.000 +
Rp.1.065.000,- C Pasca Produksi 1. Editor Rp. 300.000
2. Konsumsi + Rokok Rp. 70.000 3. Mastering Rp. 45.000 + Rp. 415.000,-
+ TOTAL PENGELUARAN Rp.1.650.000,- 2.7 Storyboard
Storybord merupakan sejumlah sketsa atau gambaran yang
menggambarkan pergerakan, sudut kamera, dan suasana adegan. Storyboard
sangat membantu kerja sutradara, penata artistik dan kamerawan pada saat
43
shooting berlangsung. Namun, pada saat shooting berlangsung biasanya akan
terjadi improvisasi pengambilan gambar.
Dalam proses pembuatan film “1000 Wajah” tidak semua storyboard
dibuat, hanya adegan-adegan penting saja yang dibuat. Beberapa adegan yang
memiliki storyboard antara lain , adegan Ibu melipat baju, adegan Ibu membaca
hasil laboratorium, adegan Simbah sedang menyembuhkan Sari di kamar, adegan
Sari sedang membuka jendela. Selebihnya, dalam pengambilan gambar
merupakan improvisasi dari kamerawan dan sutradara. Contoh storyboard dalam
film “ 1000 Wajah ” dapat dilihat pada lampiran.
2.8 Kostum
Kostum dapat membantu membangun karakter seorang tokoh. Dalam film
“ 1000 WAJAH ”, kostum pemain dibuat senatural mungkin seperti kehidupan
sehari - hari masyarakat pedesaan. Penata kostum dalam film ini dipercayakan
sutradara kepada Veronica Handayani.
Gambar 08. Contoh kostum yang digunakan Tokoh Ibu dan Sari
Tokoh Ibu dalam film ini banyak menggunakan daster atau rok terusan.
Hal ini untuk membangun karakter seorang ibu rumah tangga yang tinggal di
44
pedesaan. Sebaliknya, tokoh Sari banyak menggunakan baju santai, layaknya
kehidupan sehari-hari seorang gadis muda saat di rumah.
Gambar 09. Kostum yang digunakan tokoh Simbah dan teman Sari
Kostum yang digunakan teman Sari adalah seragam SMA. Kostum ini
digunakan untuk membangun karakter seorang anak SMA. Tokoh Simbah
menggunakan Baju kebaya karena dengan baju kebaya penggambaran sorang
dukun Jawa akan lebih terbentuk.
2.9 Lokasi
Pemilihan lokasi atau sering disebut hunting lokasi adalah proses
pencarian tempat untuk shooting film. Dalam hunting lokasi, perlu diperhitungkan
juga masalah perkiraan biaya, alat transportasi yang digunakan, sekaligus masalah
perizinan lokasi shooting. Hunting lokasi biasanya dilakukan oleh sutradara, tim
artistik, juru kamera, dan beberapa crew. Tujuannya adalah untuk mempelajari
lokasi yang akan digunakan untuk shooting.
Gambar 10. Contoh hunting lokasi yang akan digunakan sebagai lokasi shooting
45
Proses hunting lokasi dalam pembuatan film “1000 Wajah” dilakukan dua
minggu sebelum shooting. Lokasi pembuatan film ini di daerah Muntilan dan
selebihnya dilakukan di daerah Gamping.
2.10 Jadwal Kegiatan
Merencanakan kegiatan dalam proses pembuatan sebuah film sangatlah
penting. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu pelaksanaan produksi dimulai
tidak mengalami hambatan atau permasalahan. Hal ini menjadi pertimbangan
besar karena terkait dengan efisiensi waktu dan biaya produksi yang dikeluarkan.
No Tanggal Waktu Agenda Lokasi
1 18 Agustus – 28 September 2009
Pagi dan Malam
Penyusunan Proposal Di rumah dan kampus
2 4-7 September 2009
Sore Pemilihan lokasi (hunting)
Rumah Bpk Pujo Priyono, Muntilan, stasiun kereta Patukan, sawah
3 24 September 2009
Pagi – Sore Pencarian hand property (perlengkapan), setting (latar), lighting (lampu), kamera, dan studio editing.
Toko Merah Bengkel Sastra, Joglo Studio,Mejing Rumah Bapak Sadewa, Muntilan
4 11 September 2009
Siang – Malam
Perizinan tempat
Rumah Bapak Sadewa Muntilan,Stasiun Patukan
5 10 – 14 Oktober 2009
Pagi – Sore Persiapan pengambilan gambar (termasuk latihan pemain).
Rumah Rinto
6 16 – 18 Oktober 2009
Pagi –Malam
Pengambilan gambar
Rumah Bapak Sadewa,dan Stasiun KA Patukan
46
7 20 Oktober 2009
Malam Editing atau penyuntingan
Joglo Digital Studio, Mejing
BAB III
PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN FILM PENDEK“1000 WAJAH”
Setelah tahap praproduksi, tahap selanjutnya adalah tahap produksi.
Produksi adalah proses inti dari sebuah pembuatan film. Di sinilah sebuah
skenario digarap menjadi bentuk audio visual. Proses produksi dipimpin langsung
oleh sutradara dan dibantu beberapa crew. Ada beberapa hal-hal yang terkait saat
proses produksi berlangsung.
3.1 Skenario
Dalam proses produksi, skenario digarap menjadi audio visual. Skenario
menjadi kerangka dasar pembuatan film. Namun, pada saat shooting berlangsung
kekreatifitasan sutradara dan kru menerjemahkan skenario sangat penting selama
tidak lepas dari inti cerita. Setelah mengalami proses produksi skenario “1000
Wajah” mengalami perubahan jumlah scene. Jika skenario awal berjumlah 11
scene setelah diedit menjadi 17 scene. Hal ini dikarenakan pada saat shooting
berlangsung terjadi penambahan dan pengurangan scene. Selain itu juga terjadi
penambahan satu tokoh figuran.
Pada saat shooting berlangsung para pemeran diberi kebebasan untuk
berimprovisasi baik menambah dialog atau pun mengurangi dialog selama tidak
lepas dari inti cerita. Di bawah ini adalah contoh adegan dan dialog yang berubah
pada saat shooting berlangsung.
47
48
Pada bagian teaser terdapat perubahan adegan. jika pada skenario awal teaser hanya 3
adegan, saat shooting menjadi 4 adegan.
TEASER (ADEGAN PEMBUKA)
1. INT. KAMAR – SARI (PAGI)
(Sari)
SUBJEKTIF CAMERA: Sari membuka jendela. Memperhatikan ibunya menjemur
pakaian.
POV: Sari menangkap kupu-kupu. ( credit title pengenalan tokoh)
CUT TO
2. EXT. LUAR RUMAH – IBU (PAGI)
(Ibu)
OVER SHOULDER: Ibu melihat Sari tersenyum. (credit title pengenalan tokoh)
IBU
(Marah)
Tutup…
POV: Ibu menjemur pakaian. ( credit title pengenalan tokoh)
CUT TO
3. EXT. LUAR RUMAH (PAGI)
POV: Pakaian basah bergambar kupu-kupu.
MAIN TITLE (JUDUL CERITA & SUTRADARA)
FADE OUT
FADE IN
Teaser di atas merupakan teaser awal pembuatan scenario. Namun, pada saat
shootig berlangsung terdapat penambahan adegan.
49
TEASER (ADEGAN PEMBUKA)
1. INT. KAMAR – SARI (PAGI)
(Sari)
SUBJEKTIF CAMERA: Sari membuka jendela. Memperhatikan ibunya menjemur
pakaian.
CUT TO
2. EXT. LUAR RUMAH – IBU (PAGI)
(Ibu)
OVER SHOULDER: Ibu melihat Sari tersenyum.
IBU
Tutup…(tanpa suara)
POV: Ibu menjemur pakaian. CUT TO
3. INT. KAMAR – SARI (PAGI)
SUBJEKTIF KAMERA: Sari menangkap kupu-kupu
CUT TO
4. EXT. LUAR RUMAH (PAGI)
POV: Pakaian basah bergambar kupu-kupu.
MAIN TITLE (JUDUL CERITA & SUTRADARA)
FADE OUT
FADE IN
50
Pada scene 2 juga terdapat perubahan adegan. Jika pada scenario awal ibu
hanya membuka pintu, melihat Sari masih tertidur, dan menutup kembali. Namun,
pada saat shooting adegan yang dilakukan Ibu beubah.
2. INT. KAMAR SARI – RUMAH (PETANG)
(Ibu dan Sari)
(OS) Terdengar suara pintu dibuka.
ANGLE ON: Ibu masuk ke kamar Sari dan menutup jendela.
SUBJEKTIF CAMERA: Ibu melihat Sari masih tertidur lalu keluar kamar.
Scene di atas merupakan contoh perubahan adegan yang dilakukan pemeran
pada saat shooting. Perubahan dialog baik penambahan maupun pengurangan juga
terjadi pada saat shoting berlangsung.
3. INT. RUANG TAMU – RUMAH (SORE)
(Ibu dan Sari)
SUBJEKTIF CAMERA: Ibu duduk di ruang tamu lalu membuka kertas hasil
pemeriksaan anates (laboratorium).
INSERT FRAME: Kertas hasil lab. Ibu mencoba membaca dan mengetahui
maksud hasil lab tersebut.
DOKTER(VO)
(empati)
Dari hasil anates ternyata putri ibu menderita penyakit SLE atau
lupus. Penyakit ini memang tergolong langka dan sementara ini
belum ditemukan obatnya. Saya harap ibu tetap sabar dan berdoa
saja semoga ada keajaiban untuk sembuh.
KAMERA OVERSHOULDER: Terlihat air mata menetes membasahi kertas hasil
anates.
51
POV: Ibu melipat kertas dan menyimpan lagi.
(OS) Terdengar Sari memanggil dari dalam kamar (suara parau)
SARI (VO)
(memanggil)
Ibu…..ibu……ibu…….
Scene di atas ialah adegan dan dialog yang diambil dari scenario awal. Ketika
shooting berlangsung, pemeran tokoh dokter berimprovisasi menambahkan dialog
sehingga dalam skenario akhir menjadi seperti berikut ini :
3. INT. RUANG TAMU – RUMAH (PETANG)
(Ibu )
SUBJEKTIF CAMERA: Ibu duduk di ruang tamu lalu membuka kertas hasil
pemeriksaan anates (laboratorium).
INSERT FRAME: Kertas hasil lab. Ibu mencoba membaca dan mengetahui
maksud hasil lab tersebut.
DOKTER(VO)
(empati)
Ehmm begini ya... bu ya.... Dari hasil anates ternyata putri ibu
menderita penyakit SLE atau lupus. Penyakit ini memang tergolong langka
dan sementara ini belum ditemukan obatnya. Saya harap ibu tetap sabar
dan berdoa saja semoga ada keajaiban untuk sembuh. (insert camera kertas
hasil lab)
KAMERA OVERSHOULDER: Terlihat air mata menetes membasahi kertas hasil
anates.
POV: Ibu melipat kertas dan menyimpan lagi.
(OS) Terdengar Sari memanggil dari dalam kamar (suara parau)
52
CUT TO
Jika scene di atas merupakan penambahan dialog, contoh berikut ini
merupakan pengurangan dialog dan adegan,
7 . INT. KAMAR SARI – RUMAH (SIANG)
(Sari dan Maya)
Sari membuka kertas hasil lab lalu menelpon saudaranya
SARI
(gelisah)
Haloo, Mbak Maya?
MAYA
(curious/ penasaran)
Oh, dik Sari. Ada apa, dik. Ibu sehatkan? Nggak biasanya telepon.
SARI
(sungkan)
Oh, Ibu sehat. Begini mbak, saya mau tanya nih, tapi kalau nggak
mengganggu lho... Begini mbak, kebetulan saya ada tugas
mengenai penyakit SLE atau lupus. Kira-kira mbak ada informasi
mengenai lupus.
MAYA
(curious/ penasaran)
Apa dik, kuskus. Maaf sinyal putus-putus. Maklum mbak lagi di
rumah sedang nggak ada piket.
SARI
(jengkel)
L-U-P-U-S. Lupus mbak!
MAYA
(malu)
53
Oh lupus? Kalau tidak salah lupus itu penyakit seribu wajah karena
dapat menyerupai penyakit lain. Penyakit ini rentan terhadap cahaya
matahari karena menyebabkan iritasi pada kulit. Selain itu, penderita
akan mengalami bercak-bercak pada wajah yang menyerupai sayap
kupu-kupu. Biasanya penderita mengalami depresi dan gangguan
emosional. Dari teori yang pernah kakak baca, pada penyakit lupus
produksi antibodi yang seharusnya normal menjadi berlebihan.
Akibatnya, antibodi ini tidak lagi berfungsi untuk menyerang virus,
kuman, atau bakteri yang ada di adalam tubuh, tetapi justru menyerang
sistem kekebalan sel dan jaringan tubuhnya. Sampai sekarang obatnya
belum ditemukan dan ada kemungkinan penderita akan meninggal
secara perlahan. Itu kalau tidak salah lho, dik?
SARI
(terpukul perasaannya)
Sari terdiam mendengarkan penjelasan dari Maya.
MAYA
(curious/ penasaran)
Sudah paham belum? Dik? Tidak ada jawaban dik...halo dik Sari...
dik... wah pulsa pas-pasan. Tut...
SARI
(terpukul perasaannya)
Sari menjadi lemas, wajahnya pucat
Scene di atas ialah adegan dan dialog yang diambil dari skenario awal. Pada
saat shooting belangsung tokoh Maya menghilangkan beberapa dialog yang dirasa
tidak perlu sehinga menjadi seperti berikut ini :
54
10 . INT. KAMAR SARI – RUMAH (SIANG)
(Sari dan Maya)
Sari membuka kertas hasil lab lalu menelpon saudaranya
SARI
(gelisah)
Haloo, Mbak Maya?
MAYA
(curious/ penasaran)
Oh, dik Sari. Ada apa, dik. Ibu sehatkan? Nggak biasanya telepon.
SARI
(sungkan)
Oh, Ibu sehat. Mbak, saya mau tanya tentang penyakit lupus nih,
mengganggu ga ya?
MAYA
(curious/ penasaran)
Apa dik, kuskus. Maaf sinyal putus-putus. Maklum mbak lagi di
rumah.
SARI
(jengkel)
Lupus mbak. L-U-P-U-S. Lupus!
MAYA
(malu)
Oo alah lupus to? Tak kiro kus-kus, sebentar tak cari buku dulu. Ne
dah ketamu ne, mmm penyakit lupus ya. Lupus itu adalah penyakit
seribu wajah karena dapat menyerupai penyakit lain. Penyakit ini
rentan terhadap cahaya matahari karena menyebabkan iritasi pada
kulit. Selain itu, penderita akan mengalami bercak-bercak pada wajah
yang menyerupai sayap kupu-kupu. Dari teori yang Mbak baca ya dik
55
ya, pada lupus itu produksi antibodi yang seharusnya normal menjadi
berlebihan. Akibatnya, antibodi ini tidak lagi berfungsi untuk
menyerang virus, kuman, atau bakteri yang ada di pada tubuh, ih ngeri
ya dik ya, kok bisa ya? Tetapi justru menyerang sistem kekebalan sel
dan jaringan tubuhnya sendiri. Kelihatannya ya dik ya sampai
sekarang obatnya belum ditemukan dan ada kemungkinan penderita
akan meninggal secara perlahan. Itu kalau tidak salah lho dik, Mbak
juga Cuma baca.
SARI
(terpukul perasaannya)
Sari terdiam mendengarkan penjelasan dari Maya.
MAYA
(curious/ penasaran)
Sudah paham belum? Dik? Tidak ada jawaban dik...halo dik Sari...
dik... wah pulsane mepet. Tut...
SARI
(terpukul perasaannya)
Sari menjadi lemas, wajahnya pucat
Pada pembuatan film pendek ”1000 Wajah” juga mengalami penambahan
adegan, yaitu pada anti klimaks cerita. Jika pada skenario awal anti klimaks cerita
hanya menampilkan adegan Sari menulis pada sebuah buku harian. Berikut contoh
bagian anti klimaks pada skenario awal:
11. INT. KAMAR SARI – RUMAH (MALAM)
(Sari)
Sari duduk di depan meja belajar mencoba menuliskan keadaannya dalam buku
harian.
56
KAMERA : 1. siluet , frog eye.
2. moving manfaatkan pernik- prnik ruangan
3. overshoulder, medium close up
OVERSHOULDER CAMERA: Sari menulis di buku harian tentang kondisinya.
SARI (VO)
Jogjakarta, 19 september 2009
Ini adalah hari ke-721. Hari yang tak pernah berubah. Masih menunggu
kepastian dari malaikat penjemput tiba. Hari-hari masih terasa hampa dan jarum-
jarum masih di atas ranjang sunyi. Menunggu rasa nyeri datang lagi. Ough… Apa
yang tengah dicari dalam komidi putar. Jiwa seperti menari berpusingan. Dalam doa
tak kutemukan ia dan dalam doa menjadi letih sia…
Berapa lama lagi dan sisa berapa lagi aku menelan semua sakit ini. Air mata
mungkin sudah mengering sebelum malaikat mendekap dalam pelangi jingganya.
Hingga hari ini kupu-kupu masih erat melekat di mukaku. Sampai kapan lagi cahaya
mau mendekapku erat. Aku hanyalah Sari Wahyuningtya, gadis yang selalu
bersembunyi dari congkaknya matahari.
KAMERA HIGH ANGEL : close up tangan Sari yang masih mencoba menulis.
Sari terlihat letih perlahan-lahan meletakan kepalanya di meja.Terlihat pulpen yang
dipegang Sari perlahan mulai terjatuh. Kamera close up muka Sari, mata sudah
terpejam.
FADE OUT
Title penutup
Penyakit lupus tumbuh dan berkembang menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan.
Namun, tidak lebih mengkhawatirkan jika dibandingkan dengan kurangnya informasi
tentang lupus itu sendiri. Hanya sentuhan cinta dan kasih sayang yang dapat
meringankan penyakit ini.
57
CREDIT TITLE
SELESAI
Setelah mengalami penyuntingan, bagian anti klimaks berubah menjadi
seperti berikut ini:
14. INT. KAMAR SARI – RUMAH (MALAM)
(Sari)
Sari duduk di depan meja belajar mencoba menuliskan keadaannya dalam buku
harian.
KAMERA : 1. siluet , frog eye.
2. moving manfaatkan pernik- prnik ruangan
3. overshoulder, medium close up
OVERSHOULDER CAMERA: Sari menulis di buku harian tentang kondisinya.
SARI (VO)
Jogjakarta, 19 september 2009
Ini adalah hari ke-721. Hari yang tak pernah berubah (insert frame Sari masih
sehat, berman dengan temannya di stasiun). Masih menunggu kepastian dari malaikat
penjemput tiba. Hari-hari masih terasa hampa dan jarum-jarum masih di atas ranjang
sunyi (insert frame Sari masih sehat, berman dengan temannya di sungai).
Menunggu rasa nyeri datang lagi. Ough…(insert frame Sari saat sakit). Apa yang
tengah dicari dalam komidi putar. Jiwa (insert frame Sari masih sehat, berman
dengan temannya di sawah). seperti menari berpusingan. Dalam doa tak kutemukan
ia dan dalam doa menjadi letih sia…
58
Berapa lama lagi dan sisa berapa lagi aku menelan semua sakit ini. Air mata
mungkin sudah mengering sebelum malaikat mendekap dalam pelangi jingganya.
Hingga hari ini kupu-kupu masih erat melekat di mukaku. Sampai kapan lagi cahaya
mau mendekapku erat. Aku hanyalah Sari Wahyuningtya, gadis yang selalu
bersembunyi dari congkaknya matahari.
KAMERA HIGH ANGEL : close up tangan Sari yang masih mencoba menulis.
Sari terlihat letih perlahan-lahan meletakan kepalanya di meja.Terlihat pulpen yang
dipegang Sari perlahan mulai terjatuh. Kamera close up muka Sari, mata sudah
terpejam.
14 a. EXT. REL KERETA API (SIANG)
( Sari dan tokoh tak bernama )
Sari Dan maya bermain-main di stasiun kereta api. Berlari-lari,
menggambarkan masa SMU. Terlihat sangat senang. Berjalan di atas rel.
14 b. EXT. SAWAH (SIANG)
( Sari dan tokoh tak bernama)
Sari Dan maya bermain-main di sawah. Berlari-lari, menggambarkan masa SMU.
Terlihat sangat senang.
14 c. EXT. SUNGAI (SIANG)
( Sari dan tokoh tak bernama )
Sari Dan maya bermain-main di sungai. Berman air menggambarkan masa SMU.
Terlihat sangat senang.
FADE OUT
Title penutup
Penyakit lupus tumbuh dan berkembang menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan.
Namun, tidak lebih mengkhawatirkan jika dibandingkan dengan kurangnya informasi
tentang lupus itu sendiri. Hanya sentuhan cinta dan kasih sayang yang dapat
meringankan penyakit ini.
59
CREDIT TITLE
SELESAI
Adegan 14a, b, dan c merupakan adegan tambahan yang juga menambahkan
satu tokoh figuran, berperan sebagai teman Sari semasa SMA. Dengan penambahan
adegan dan tokoh ini sutradara berharap pada anti klimaks terkesan lebih dramatis
dan artistik.
3.2 Penata Fotografi dan Juru Kamera
Dalam proses pembuatan film “1000 Wajah” tidak menggunakan penata
fotografi secara khusus. Penata fotografi dipimpin langsung oleh sutradara sehingga
dalam pembuatan film ini juru kamera selalu berkomunikasi langsung dengan
sutradara. Posisi juru kamera dipercayakan kepada Andreas Anggi Kuniawan.
Sutradara memilih langsung juru kamera karena dianggap Andreas lebih
berpengalaman dalam menguasai kamera video dan pernah terlibat dalam pembuatan
film indie. Setelah sudut terbaik didapatkan, juru kamera diberi kebebasan untuk
mengeksplorasi setiap sudut pengambilan gambar sebagai stok shoot.
Gambar 11. Juru kamera saat mengambil gambar high angel
60
Gambar 12. Contoh the best angel
Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan film sebenarnya sangatlah
banyak macamnya. Namun, untuk mengahasilkan film yang masih dalam tahap
belajar, seperti dalam pembuatan film “1000 Wajah” peralatan inti saja yang dipakai
juru kamera antara lain kamera Sony VD 170, kaset mini DV, tripod, clapper, dan
monitor TV.
Gambar 13. Kamera VD 170 Gambar 14. Kaset Mini DV
Gambar 15. Tv Monitor
Gambar 16. Tripod kamera Gambar 17. Dolytrack
61
Seorang juru kamera harus mengetahui teknik-teknik pengambilan gambar
agar gambar yang dihasilkan lebih variatif. Dalam proses pembuatan film pendek
“1000 Wajah”, tidak semua teknik pengambilan gambar dipakai hanya yang kiranya
penting dan mendukung nilai dramatik cerita, seperti pengambilan teknik zoom yang
menggunakan fasilitas yang ada di kamera. Teknik ini membuat sebuah objek long
shoot menjadi close up (zoom in) atau sebaliknya (zoom out). Dalam pembuatan film
ini sutradara hanya menggunakan zoom in. Selain menggunakan fasilitas yang ada
pada kamera, untuk menghasilkan variasi gambar juru kamera menggunakan teknik
pergerakan kamera.
Gambar 18. Contoh Zoom in
Untuk teknik pengambilan gambar dengan pergerakan kamera, film ini hanya
menggunakan teknik pan kanan (right). Teknik pan kanan adalah pergerakan kamera
tetap pada porosnya tampa mengubah posisi kamera. Juru kamera menggunakan
tripod sebagai alat bantu, supaya saat kamera bergerak pada porosnya gambar tidak
bergoyang. Poros yang dimaksud adalah kepala tripod yang bisa bergerak.
Gambar 19. Contoh gerak pan shoot dari kiri ke kanan (pan kanan)
62
Pengambilan gambar pada film pendek “1000 Wajah” menggunakan beberapa
jenis shoot. Teknik long shoot digunakan dalam film ini, long shoot adalah
menempatkan figur objek terletak di bawah garis frame pada layar. Jika objeknya
manusia, seluruh objek terlihat semua dari kepala sampai kaki.
Gambar 20. Contoh long shoot
Untuk pengambilan jarak sedang, film ini menggunakan jenis medium shoot.
Jenis medium shoot adalah pengambilan gambar dengan frame sedang. Bila objeknya
manusia, pengambilan gambar difokuskan pada bagian kepala sampai pinggang.
Shoot ini lebih berfokus pada objek, tenang, dan objektif.
Gambar 21. Contoh medium shoot
Untuk penggambilan gambar yang lebih dekat juru kamera menggunakan
teknik medium close up dan slose up. Medium close up digunakan apabila mengambil
objek manusia yang bermula dari kepala hingga garis dada. Sebaliknya, close up
merupakan pengambilan gambar lebih dekat daripada medium close up. Shoot ini
lebih ekspresif dan objek hanya bisa memainkan mimik muka saja.
63
Gambar 22. Contoh medium close up Gambar 23. Contoh close up
Pada film ini juga digunakan teknik pengambilan gambar objek dengan jarak
yang sangat dekat yaitu extereme close up. Shoot ini merupakan pengambilan
gambar dengan jarak sangat dekat sehingga detail dari sebah objek terlihat jelas.
Gambar 24. Contoh extreme shoot
Setiap adegan dalam film pendek “1000 Wajah” direkam oleh juru kamera
dari berbagai sudut pengambilan gambar ( angle ). Sudut pengambilan gambar dapat
memberikan variasi hasil rekaman. Dalam pengambilan gambar objek, kamera dapat
diletakkan lebih tinggi atau lebih rendah dari objek tersebut. Apabila kamera
diletakkan lebih tinggi dari objek dikenal istilah high angle dan sebaliknya, kamera
yang diletakkan lebih rendah dari objek disebut low angle. Pada umumnya
pengambilan gambar dengan sudut high angle menunjukkan kesan lemah tak berdaya
dari objek, sedangkan low angle menunjukkan superioritas atau dominasi seorang
tokoh.
64
Gambar 25. Contoh hign angle Gambar 26. Contoh Low angle
Selain high angle dan low angle, pembuatan film pendek ini menggunakan
sudut pengambilan gambar oversouldher. Shoot ini meletakkan kamera di belakang
objek.
Gambar 27. Contoh sudut pengambilan gambar overshoulder
Juru kamera tugasnya merekam setiap adegan sesuai arahan dari sutradara.
Setiap rekaman adegan selalu diawali dengan merekam alat penanda adegan atau
sering disebut clapper. Di dalam clapper berisi nama production house, nomor scene
atau adegan, nomor shoot ( posisi perpindahan kamera), nomor take (pengambilan
gambar), nama cast atau pemeran, lokasi, nama kamerawan, dan nama sutradara.
Setiap ada pergantian shoot atau pengulangan take, nomornya akan berubah secara
berurutan, dan begitu juga dengan pergantian pemain, lokasi, dan kamerawan.
65
Gambar 28. Clapper Gambar 29. petugas clapper
Dalam proses pembuatn film “1000 Wajah”, petugas clapper dipercayakan
kepada Yohanes Sadewo. Petugas clapper dan catatan adegan merupakan dua hal
yang nantinya akan sangat membantu kerja seorang editor. Dengan melihat catatan
adegan yang berasal dari clapper, editor dapat mengetahui adegan yang digunakan,
disimpan, atau dibuang. Pada pembuatan film ini petugas pencatat adegan ditangai
oleh Wahyu Saputri.
Gambar 30. Catatan adegan Gambar 31. petugas pencatat adegan
3.3 Penata Artistik dan Seting
Penata artistik bertugas menyusun segala sesuatu yang melatarbelakangi cerita
atau menyediakan komposisi visual yang baik untuk direkam. Seorang penata artistik
akan bertanggung jawab atas seting cerita, properti yang digunakan, kostum, dan tata
rias. Dalam pembuatan film pendek “1000 Wajah” ini penata artistik dipercayakan
kepada Hendry Suwoto. Pada pembuatan film ini penata artistik bertanggung jawab
atas setting cerita. Sebagian besar setting cerita dalam film ini berada di dalam kamar.
Jadi, penata artistik bertugas membuat setting sebuah kamar nampak pada umumnya.
66
Gambar 32 dan 33. Setting sebuah kamar
Untuk setting cerita yang berada di luar ruangan, film ini memberikan keluasan
natural atau setting alami seperti keadaan sebenarnya.
3.3.1 Properti
Properti merupakan barang-barang yang digunakan untuk membangun sebuah
setting sesuai tuntutan skenario. Properti yang digunakan dalam pembuatan film
“1000 Wajah” dapat dikatakan sangat mudah untuk didapatkan di lokasi shooting.
Hampir semua properti yang direncanakan oleh sutradara untuk membangun sebuah
setting sudah ada di sekitar lokasi shooting. Untuk masalah properti, pembuatan film
pendek ini dipercayakan kepada Aji Yulianto dan Sadewo. Berikut beberapa contoh
daftar properti yang akan digunakan untuk shooting:
1. properti “ kamar Sari”, antara lain tempat tidur yang sudah terlihat tua, kasur,
bantal, jam dinding, meja rias, lampu belajar, peralatan rias, pernik-pernik,
dan sebagainya.
2. properti “ Ibu Menjahit”, antara lain mesin jahit, baju-baju, kain, peralatan
menjahit.
3. properti “ Ibu melihat hasil anatest”, antara lain kertas hasil lab, stopmap.
67
Gambar 34, 35, 36,37,38,39 Contoh properti dalam pembuatan film pendek
“1000 Wajah”
3.3.2 Tata Rias
Tata rias dalam pembuatan film pendek “1000 Wajah” dibuat senatural
mungkin untuk membangun sebuah karakter masyarakat yang hidup di pedesaan.
Tata rias yang membutuhkan waktu lama saat merias tokoh Sari dengan efek bintik-
bintik merah yang menyerupai sayap kupu-kupu. Penata rias dalam pembuatan film
pendek ini dipercayakan kepada Veronika Handayani.
Gambar 39. Penata rias saat merias pemeran
68
3.3.3 Penata Cahaya
Sebagian besar adegan pembuatan film pendek “1000 Wajah” dilakukan di
dalam ruangan. Peran penata cahaya sangat dibutuhkan untuk menciptakan suasana
ruangan sesuai yang diharapkan dalam skenario. Penata cahaya dalam pembuatan
film ini dipercayakan pada Hendri Suwoto.
Gambar 40,41,42,43 Contoh penata cahaya sedang mengatur asupan cahaya
Untuk penataan cahaya, pembuatan film ini menggunakan lampu 250 watt.
Lampu dipantulkan ke tembok atau pada alat reflektor sehingga cahaya dari lampu
tidak terlalu terang dan terkesan lebih alami.
3.3.4 Tata Suara
Perkaman suara dalam pembuatan film merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan. Sistem perekaman dalam pembuatan film pendek “1000 Wajah”
menggunakan mic dinamic yang diikatkan pada sebuah monopod dan dihubungkan
69
pada sebuah voice recorder. Alat rekam seperti ini merupakan solusi untuk
mengganti alat boomer yang harga sewanya cukup mahal.
Gambar 44. Contoh voice recorder Ganabr 45. Contoh mic dinamic
pada sebuah monopod
Tenaga perekam suara (sound recordist) dan penata suara dalam pembuatan
film pendek ini perannya dirangkap oleh Yulianto, sedangkan pengarah mic (boom
person) dipercayakan kepada Dika Prasetya.
Gambar 46. Penata suara
Dengan sistem perekaman suara seperti ini, setidaknya memudahkan saat
pengeditan suara. Hasil suara yang didapatkan dengan cara seperti ini terbukti lebih
bagus dibanding dengan perkaman suara yang hanya mengandalka mic pada kamera.
70
3.4 Pemeran
Dalam proses pembuatan film pendek “1000 Wajah” terjadi penambahan
pemeran saat shooting berlangsung. Tokoh teman Sari yang diperankan oleh Wahyu
Saputri dipilih langsung oleh sutradara. Penambahan pemeran ini terdapat pada scene
14a, 14b, dan 14 c.
Gambar 47. Tokoh teman Sari yang diperankan oleh Wahyu Saputri
Tokoh teman Sari pada film ini tidak melakukan dialog. Tokoh ini hanya
diambil gerakannya saja, untuk membangun karakter Sari saat SMA yang masih
ceria. Penambahan ini dilakukan untuk menambah dramatik pada ending cerita.
BAB IV
PROSES PASCAPRODUKSI
PEMBUATAN FILM PENDEK “1000 WAJAH”
Pada bab ini berisi laporan pascaproduksi pembuatan film pendek “1000
Wajah”. Pascaproduksi adalah tahap akhir dari pembuatan film yang terdiri dari
editing gambar, editing suara, tata musik.
4.1 Editing Gambar
Proses editing gambar termasuk tahap pascaproduksi dalam pembuatan
film. Editing menjadi sangat penting perannya dalam membuat film karena
kualitas film dapat dilihat dari hasil akhir editing. Editor merupakan orang
terakhir dari seluruh pekerja produksi. Proses editing dalam film pendek “1000
Wajah” dipercayakan sutradara kepada A. Anggi Kurniawan karena dianggap
menguasai teknik editing. Proses editing dipimpin oleh sutradara dari pemilihan
gambar yang akan dipakai sampai pemilihan lagu untuk soundtrack. Di sini
sutradara bertindak sebagai konseptor dan editor sebagai pelaksana. Hal demikian
dilakukan agar hasil editing sesuai dengan apa yang diharapkan sutradara.
71
72
Gambar 48. Editor mengedit film Gambar 49. Sutradara mendampingi Editor saat melakukan editing
Sistem editing yang digunakan dalam menggarap film pendek “1000
Wajah” dengan pola linear editing yaitu pengeditan gambar dilakukan secara
runtut dari awal. Pengeditan secara runtut memang lebih sulit karena memerlukan
ketelitian dan kesabaran. Pengeditan dengan pola ini memang membutuhkan
waktu yang lama karena setiap scene yang selesai diedit langsung dilihat apakah
sinkron dengan adegan atau scene sebelumnya. Ketelitian dalam pengeditan
dengan cara ini sangat diperlukan untuk mengurangi setiap kesalahan yang terjadi.
Gambar 50. Sutradara melihat scene yang sudah selesai diedit
Kaset yang digunakan adalah mini DV dengan format DV cam, yang
berdurasi 40 menit tiap kasetnya. Sutradara memilih format DV cam karena
kualitas gambar yang dihasilkan lebih bagus dari pada format SP (short play)
atau LP (longplay). Hasil ditransfer atau di-capture ke komputer menggunakan
program pinnacle berupa fle AVI atau Video for Windows dengan bentuk frame
73
film yang berisi gambar bergerak dari setip shot. Program yang digunakan untuk
mengedit film ini ialah Adobe Premiere Pro Cs 3.
Gambar 51. Tampilan Gambar 52. Tampilan saat memilih Adobe Premiere Pro Cs 3. Hasil rekaman suara
Setelah selesai ditransfer, tahap selanjutnya adalah memilih atau
menyeleksi frame film atau hasil shooting berdasarkan pada catatan pencatat
adegan film. Dengan berpatokan catatan dari pencatat adegan, seorang editor akan
dengan mudah memilih setiap gambar yang akan dipakai atau yang tidak. Editor
hanya perlu mencocokan catatan pencatat adegan film dengan hasil gambar.
Setelah diseleksi, hasil dikelompokan berdasar scenes sesuai dalam skenario.
Selanjutnya ialah proses menggabungkan setiap frame film sehingga menjadi satu
kesatuan berdasar setiap scenes.
Gambar 53. Catatan adegan
Proses editing adalah proses menggabungkan setiap gambar yang
dipakai dari potongan-potongan kasar menjadi potongan akhir yang lebih halus.
Ketepatan pembuatan potongan dalam hal waktu, tempat, dan adegan menjadi
74
kunci dalam setiap proses editing agar tercipta gaya dan kontinuitas yang baik
dalam film.
Untuk menggabungkan setiap scenes dalam film “1000 Wajah”,
digunakan beberapa teknik penyambungan antara lain cut to, disolve, fade in, fade
out. Penyambungan ini digunakan untuk menciptakan kontinuitas dari tiap scenes
dan menunjukan hubungan waktu dan peristiwa
Gambar 54. Contoh teknik fade in
Teknik fade in yaitu menampilkan gambar secara perlahan, tidak
langsung utuh ditampilkan. Pada film ini contoh fade in terdapat pada adegan ibu
melipat baju. Selain teknik fade in, film ini juga menggunakan teknik fade out.
Teknik fadeout adalah gambar terkhir dari sebuah adegan perlahan-lahan
tenggelam dalam gelap.
Gambar 55. Contoh teknik fade out
Teknik cut to banyak digunakan dalam pembuatan film pendek “1000
Wajah”. Teknik cut to adalah teknik perpindahan gambar satu ke gambar
berikutnya secara cepat atau tanpa melalui transisi.
75
Gambar 56. Contoh teknik cut to cut
Disolve merupakan teknik perpindahan gambar ke gambar dengan cara
menumpuk gambar akhir dengan gambar awal. Disolve merupakan salah satu
bentuk transisi. Dalam film ini teknik disolve digunakan dalam scene Sari
mengenang masa kecilnya yang riang. Dalam scene ini teknik disolve sangat tepat
digunakan karena menunjukan perpindahan waktu dan tempat yang berbeda
Gambar 57. Contoh teknik disolve
Tahap akhir dari sebuah proses editing adalah proses rendering dan
filtering. Proses rendering merupakan penggabungan seluruh shot menjadi satu
kesatuan file squance dalam bentuk AVI. Setelah di-render, film dilihat dan
dikoreksi dari segi warna, atau masuk tahap filtering. Proses filtering merupakan
proses penghalusan warna agar nyaman saat dipandang mata dan lebih baik.
Dalam film ini proses filtering yang di pakai adalah warna biru tranparan untuk
menunjukkan perbedan waktu.
76
Gambar 58 dan 59. Filtering warna biru transparan
Gambar kiri merupakan hasil setelah diberi filtering warna biru transparan. Warna
biru transparan dipilih karena disesuaikan warna lampu pada malam hari. Selain
itu, filtering warna biru dipergunakan untuk menunjukkan perbedaan waktu.
4.2 Editing Suara dan Penata Suara
Sistem perekaman suara dalam film pendek “1000 Wajah” menggunakan
cara langsung ( direct sound) pada saat shooting. Dalam perekaman dialog, film
ini tidak menggunakan mic pada kamera sebagai master suara, tetapi mic pada
kamera digunakan hanya untuk memudahkan pada saat proses penataan suara
pada tahap pascaproduksi. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas suara yang
lebih baik. Suara yang sudah terekam lalu ditransfer ke`dalam komputer. Setelah
ditransfer, suara akan diedit terlebih dahulu menggunakan software adobe
audition.
Gambar 60. Tampilan grafik suara saat diedit
77
Setelah hasil rekaman selesai diedit, hasil ditransfer ke Adobe Premiere Pro Cs 3
untuk dicocokkan dengan catatan adegan.
Gambar 61. Tampilan Grafik suara saatdicocokan dengan adegan
Setelah proses penataan suara selesai dilakukan, selanjutnya diberi sound
effect pada beberapa adegan. Pemberian sound effect terdapat pada adegan Ibu
menunggu kedatangan Simbah, sore hari. Dalam adegan ini menggunakan sound
effect jam dinding.
4.3 Tata Musik
Penataan musik merupakan tahap akhir setelah editing gambar dan suara
selesai. Musik dalam film pendek “1000 Wajah” memiliki fungsi tersendiri antara
lain: (1) membantu merangkaikan adegan, (2) menunjukkan suasana batin tokoh
dalam film, (3) mengiringi kemunculan susunan kerabat kerja atau nama-nama
pendukung kerabat produksi (credit title), dan (4) membentuk ketegangan
dramatik.
Pada tahap ini penata mendampingi editor meletakkan musik pada
tempatnya. Penataan musik dalam film ini dilakukan langsung pada Adobe
Premiere Pro Cs 3 dan tidak ada kesulitan yang berarti. Pemotongan dan besar
kecilnya suara musik pada suatu adegan dapat diatur dengan line system. Setelah
penataan musik selesai sesuai yang dinginkan kemudian dilakukan proses
rendering. Berikut daftar lagu yang digunakan dalam film pendek “1000 Wajah”:
78
1. D’masiv, “ Jangan Menyerah” digunakan dalam adegan terakhir atau anti
klimaks, yaitu pada saat Sari menulis pada buku hariannya. Pemilihan lagu
ini berdasar pada lirik lagunya. Lirik lagu ini dapat membantu
membangun ending cerita, sehingga terlihat lebih dramatis.
2. Musikalisasi Puisi Sapardi Djoko D, “ Gadis kecil” digunakan dalam
adegan tokoh Sari mengingat masa kecilnya yang ceria. Pemilihan lagu ini
berdasar lirik lagu yang menggambarkan kehidupan gadis kecil.
3. Sahban Yahya, “ Dark Confension” , “ Faces Of Jogja”, “ Jig of Joy”,
“ Searching and Yearming”, “ The Calling”, “ The Mahabarata”, “ Voice
of Sorrow”, “Full Moon Ecounter” sebagian besar film ini menggunakan
instrument dari Sahban Yahya yang dirasa penata musik dan sutradara
dapat melatarbelakangi nuansa setiap adegan yang sedang berlangsung.
4. Waljinah,”Macapat Asmaradana” digunakan pada adegan Simbah sedang
mengobati Sari. Lagu yang dibawakan dengan cara macapat dan iringan
gending Jawa sangat mendukung adegan ini karena sesuai dengan cara
pengobatan Jawa yang mistis.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Film merupakan salah satu karya sastra, karena di dalamnya terdapat
unsur-unsur pembangun sebuah karya sastra khususnya drama. Film merupakan
bentuk pengembangan dari drama yang direkam menjadi bentuk audio visual.
Berbagai macam unsur pembangun film menandakan bahwa sebuah film bukan
karya seseorang, tetapi sebuah tim.
Melalui film, kita dapat mempengaruhi emosi orang dan membuat mereka
melihat banyak hal dari sudut pandang yang berbeda, membantu mereka
menemukan ide-ide baru. Film dapat juga digunakan sebagai media penyampaian
informasi. Melalui bahasa dan gambar yang disajikan, diharapkan film dapat
menyampaikan pengetahuan yang baru bagi penonton.
Pembuatan film “1000 Wajah” tidak melibatkan pemodal yang kuat
sehingga banyak kekurangan yang harus ditutupi. Komunikasi dan kekompakan
antar kru pada saat praproduksi, produksi, dan pascaproduksi menjadi kunci
utama suksesnya pembuatan film. Selain itu menanamkan rasa memiliki bahwa
film ini bukan karya individu tetapi karya setiap kru membuat mereka bekerja
dengan hati. Tujuanya untuk menutupi setiap kekurangan pada tim prodoksi.
Hal terpenting dalam proses pembuatan film adalah modal, karena akan
berkaitan dengan pembiayaan. Perhitungan efisiensi waktu dan biaya yang tepat
79
80
pada saat praproduksi dapat mengukur berapa besar dana yang harus dikumpulkan
untuk membiayai proses produksi dan pascaproduksi.
Skenario atau blueprint sebagai kerangka dasar pembuatan film. Skenario
yang baik akan mempermudah kerja pemain dan penata artistik saat proses
produksi berlangsung. Kreatifitasan mengolah dan menterjemahkan skenario dari
setiap kru akan membuat film lebih berkembang dan artistik. Untuk membuat
sebuah film menjadi lebih berkembang dan lebih artistik diperlukan seorang
sutradara sebagai kepala produksi.
Sutradara ialah orang yang menjadi otak utama dalam proses produksi film
berlangsung. Tugas sutradara dibantu oleh beberapa kru (juru kamera, penata
kostum, tata rias, tata suara, tata cahaya, tata artistik, tata musik, dan editor).
Seorang sutradara dituntut memiliki jiwa kepemimpinan untuk mengatur setiap
kru dan tanggap mengahadapi setiap kendala di lapangan. Selain sutradara
pemeran adalah suatu hal yang harus ada karena akan mempengaruhi jalan cerita.
Sebelum shooting film berlangsung pemeran harus digarap secara maksimal
(dialog, dan bloking) agar mengurangi kesalahan pada saat teke gambar. Pada saat
produksi film berlangsung tokoh-tokoh dalam film ”1000 Walah” cukup mudah
menghayati setiap peran yang dimainkan.
Peran editing daalam membuat film menjadi sangat penting. Film yang
yang baik tidak hanya ditentukan dari segi artistik pengambian gambar tetapi
perlu didukung editing saat proses pascaproduksi. Proses ini memakan waktu
yang lebih lama dibandingkan dengan saat proses produksi karena membutuhkan
81
kesabaran dalam menggabungkan setiap shoot, sehingga kontinuitas cerita dapat
terjalin dengan baik
Jadi film merupakan salah satu bentuk lain dari sastra khususnya drama.
Namun, film memiliki keunggulan dalam penggambaran seting cerita. Seting
cerita drama akan terbatas pada luasan panggung, tetapi dalam film seting cerita
dapat dibuat secara lebih nyata. Film juga merupakan hasil karya dari sebuah tim
karena di dalamnya terdapat beberapa unsur pembangun sebuah film yang
membutuhkan banyak kru. Penghitungan modal yang tepat, komunikasi antar kru
yang baik akan mempermudah proses pembuatan film.
5.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan film pendek “1000
Wajah” masih terdapat banyak kekurangan. Kendala adalah hal yang harus ada
dalam pembuatan film pendek karena dapat membuat kita semakin kreatif. Dari
pengalaman ini penulis dapat mengetahui proses pembuatan film. Saran yang
dapat diberikan penulis setelah melakukan evaluasi dari proses pembuatan film
pendek “1000 Wajah” adalah sebagai berikut:
1. mencari ide cerita yang biasa kita temui dan mengubahnya menjadi cerita
yang menarik.
2. dalam membuat film pendek, setiap kru harus bekerja dengan hati atau
menempatkan sama-sama belajar, jangan berpikir pada profit semata.
3. skenario merupakan kerangka dasar membuat film. Skenario yang baik
dibuat secara detail dan komplit. Sehingga memudahkan saat produksi
berlangsung.
82
4. storyboard dari setiap adegan harus ada sejak proses praproduksi karena
akan mempermudah kerja juru kamera dan pemain.
5. perhitungkan setiap pengeluaran secara terperinci untuk menanggulangi
kebocoran anggaran.
6. editing harus dilakukan secara teliti untuk menjaga kontinuitas jalan
cerita.
7. setiap pembuatan film indie harus bisa diterapkan sebagai media
pembelajaran sastra karena media film merupakan visualisasi dari drama
dalam bentuk audio visual.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
EdisiRevisi III.Jakarta: PT. Rineka Cipta Dennis, fitryan G.2008. Bekerja Sebagai Sutradara. Jakarta. Effendy, Heru. 2002. Mari Membuat Film, panduan menjadi produser.
Yogyakarta: Panduan & Pustaka Konfiden. Hariwijaya dan Basri. 2004. teknik menulis skripsi dan thesis. Yogyakarta: Zenith
Publisher Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: Rosda. Iskandar, Eddy D. 2008. Seabad Bioskop di Bandung.
http://bandungcreativecityblog.wordpress.com/tag/film. Diakses 19 Agustus 2009, pukul 19:45.
Mangunhardjana, Margija A. 1976. Mengenal Film. Yogyakarta: Kanisius. Naratama. 2006. Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta : Grasindo. Nugraha, Taufanny. 2007. Perkembangan Komunitas Film di Bandung.
http://bandungcreativecityblog.wordpress.com/tag/film. Diakses 19 Agustus 2009, pukul 19:55.
Prakosa, Gatot. 2008. Perkembangan Film Indie di Indonesia.
http://mmcfilmkendari.wordpress.com. Diakses 20 Agustus 2009, pukul 21:25.
Savitri, Tiara. 2007. Aku dan Lupus. Jakarta: Indiependent. Set, Sony. 2008. Rahasia Menulis Skenario Profesional. Yogyakarta: Liliput. Subroto, Darwanto Sastro. 1994. Produksi Acara Telivisi. Yogyakarta: Duta
Wacana Press. Sumarno, Marseli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Gramedia Sutisno, PCS. 1993. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio.
Jakarta: Grasindo.
83
84
Widagdo, M, Bayu dan Winastwan Gora S. 2004. Bikin Sendiri Film Kamu: Panduan Produksi Film Indonesia. Yogyakarta : Percetakan Negeri.
-------------------------. 2007. Bikin Film Indie itu Mudah. Yogyakarta : Andi.
LAMPIRAN 1
SINOPSIS
FILM PENDEK ”1000 WAJAH”
Film ini menceriterakan kehidupan seorang gadis yang mengidap penyakit
SLE (Systemic Lupus Erythematosus) atau lupus. Sari, gadis berusia 17 tahun. Ia
tinggal di sebuah desa bersama ibunya yang bekerja sebagai penjahit, sedang
ayahnya telah meninggal sejak Sari berumur 9 tahun. Meskipun ia kehilangan
figur seorang ayah, Sari kecil tumbuh sebagai anak yang periang.
Sifat periang dan ceria mulai menghilang semenjak Sari menemukan
secarik kertas hasil cek darah. Dari hasil anates (laboratorium) itu, Sari
dinyatakan mengidap penyakit lupus. Suadaranyalah (perawat yang bernama
Maya) yang kemudian banyak memberikan informasi mengenai penyakit lupus.
Sebuah penyakit yang mengharuskan Sari tidak bisa keluar pada siang
hari, karena cahaya matahari dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Selain itu,
penderita akan mengalami bercak-bercak pada wajah yang menyerupai sayap
kupu-kupu. Pada penderita lupus, produksi antibodi yang seharusnya normal
menjadi berlebihan. Akibatnya, antibodi ini tidak lagi berfungsi untuk menyerang
virus, kuman, atau bakteri yang ada di dalam tubuh, tetapi justru menyerang
sistem kekebalan sel dan jaringan tubuhnya sendiri.
Sebagai keluarga kurang mampu, ibunya merasa terpukul dengan penyakit
yang diderita Sari. Pendapatan yang diperoleh dari upah menjahit dan uang
tabungan pun hanya mampu untuk membayar cek darah dan konsultasi dokter.
85
86
Meskipun begitu, rasa dan raut kesedihan seorang ibu tidak tampak dalam
keseharianya. Sebagai seorang ibu, ia tidak patah semangat. Pengobatan alternatif
pun sudah dicoba untuk penyembuhan Sari dan hasilnya nihil.
Akhirnya Sari menghabiskan waktunya di dalam rumah saja. Kerinduan
akan hari-harinya sebagai siswi SMA pupus sudah. Hingga klimaksnya, Sari
mengalami tingkat kebosanan dan stres. Dari situ, Sari kemudian mencoba
meluapkan kejenuhannya pada sebuah buku harian yang selalu setia menemani
kesakitannya. Dalam buku hariannya, ia banyak menulis tentang makian kepada
Tuhan, jeritan kesakitan, rasa jengkel, sampai pada akhirnya ia menyerahkan
semua penyakitnya kepada Tuhan sebagai pencipta hidup.
LAMPIRAN 2
SKENARIO AKHIR
FILM PENDEK ”1000 WAJAH”
TEASER (ADEGAN PEMBUKA)
1. INT. KAMAR – SARI (PAGI)
(Sari)
SUBJEKTIF CAMERA: Sari membuka jendela. Memperhatikan ibunya
menjemur pakaian.
CUT TO
2. EXT. LUAR RUMAH – IBU (PAGI)
(Ibu)
OVER SHOULDER: Ibu melihat Sari tersenyum.
IBU
Tutup…(tanpa suara)
POV: Ibu menjemur pakaian. CUT TO
3. INT. KAMAR – SARI (PAGI)
SUBJEKTIF KAMERA: Sari menangkap kupu-kupu
CUT TO
4. EXT. LUAR RUMAH (PAGI)
POV: Pakaian basah bergambar kupu-kupu.
MAIN TITLE (JUDUL CERITA & SUTRADARA)
FADE OUT
FADE IN
87
88
ACT ONE
1. EST./INT. RUANG TAMU – RUMAH (SORE)
(Ibu)
ANGLE ON: Ibu sedang melipat baju, duduk di kursi ruang tamu rumah.
Terdengar ibu melantunkan tembang Jawa ( jenang gulo) sebagai pelipur hati.
SUBJEKTIF CAMERA: Tangan Ibu yang sedang melipat baju lalu berdiri
masuk kamar Sari.
CUT TO
2. INT. KAMAR SARI – RUMAH (PETANG)
(Ibu dan Sari)
(OS) Terdengar suara pintu dibuka.
ANGLE ON: Ibu masuk ke kamar Sari dan menutup jendela.
SUBJEKTIF CAMERA: Ibu melihat Sari masih tertidur lalu keluar kamar.
FADE OUT
FADE IN
3. INT. RUANG TAMU – RUMAH (PETANG)
(Ibu )
SUBJEKTIF CAMERA: Ibu duduk di ruang tamu lalu membuka kertas hasil
pemeriksaan anates (laboratorium).
INSERT FRAME: Kertas hasil lab. Ibu mencoba membaca dan mengetahui
maksud hasil lab tersebut.
DOKTER(VO)
(empati)
Ehmm begini ya... bu ya.... Dari hasil anates ternyata putri ibu
menderita penyakit SLE atau lupus. Penyakit ini memang tergolong
langka dan sementara ini belum ditemukan obatnya. Saya harap ibu
tetap sabar dan berdoa saja semoga ada keajaiban untuk sembuh.
(insert camera kertas hasil lab)
89
KAMERA OVERSHOULDER: Terlihat air mata menetes membasahi kertas
hasil anates.
POV: Ibu melipat kertas dan menyimpan lagi.
(OS) Terdengar Sari memanggil dari dalam kamar (suara parau)
CUT TO
4. INT. KAMAR SARI – RUMAH (PETANG)
(SARI)
Sari menggigil badannya panas
SARI
(memanggil)
Bu…..ibu……ibu…….
CUT TO
5. INT. KAMAR SARI – RUMAH (PETANG)
(Simbah, Ibu, dan Sari)
ESTABILSH: Terlihat ibu masuk kamar dan Sari sedang menggigil.
POV: Muka Sari yang pucat dan badan menggigil. Ibu menyeka keringat yang
keluar dari muka Sari dan membelai rambutnnya dengan ekspresi gelisah.
OS: Suara jam dinding
IBU
(panik)
Sudah pukul 5 lebih kok belum juga datang to....
(OS) Terdengar suara mengetuk pintu dan ibu beranjak untuk membukakan pintu.
SUBJEKTIF CAMERA: Ibu menyambut sosok Simbah.
CUT TO
6. INT . DEPAN PINTU KAMAR SARI – RUMAH (PETANG)
(Sari, Ibu dan Simbah)
POV: terjadi percakapan tanpa suara Ibu dengan Simbah. Terlihat Simbah
memberikan sesuatu kepada Ibu.
90
CAMERA MOVEMENT: Ibu mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan
Simbah. Simbah masuk ke dalam kamar Sari.
CUT TO
7. INT. KAMAR SARI – RUMAH (PETANG)
POV: Simbah membaca doa –doa lalu memercikan air di kamar Sari.
POV (Ibu): Duduk memangku kepala Sari sesekali membalai rambut penuh
kasih sayang.
IBU
(curious/ penasaran)
Sebentar lagi kamu pasti sembuh nduk.
(OS) Ibu mengidungkan lagu Jawa sebagai bentuk kesedihannya.
SARI
(curious/ penasaran)
Bu... Sari sakit apa sih? Lantas Simbah itu..
IBU
(gusar)
Ssssst diam! Nurut saja sama Simbah.
ESTABILSH CAMERA: Simbah berputar-putar di sekitar ranjang seperti
orang gila. Memercik-mercikan air.
IBU
(curious/ penasaran)
Sudah, Mbah? Tidak ada jawaban.
SIMBAH
(jengkel)
Sssstt...Diam! Mengganggu... Memberi isyarat untuk diam.
POV: Sari mulai tertidur dipangkuan ibu.
IBU
(curious/ penasaran)
Gimana Mbah hasilnya, Mbah?
91
SIMBAH
(bingung)
Maaf, Simbah ndak bisa bantu. Simbah pamit dulu...
POV: Ibu menarik nafas sebagai tanda putus asa. Berjalan mendekati Sari.
FADE OUT
FADE IN
8. INT. RUANG TAMU – RUMAH ( PAGI )
(Sari dan ibu)
SUBJEKTIF CAMERA: Terlihat ibu sedang menjahit dan Sari keluar dari
kamar.
SARI
(gelisah)
Bu, tahu Charger Hp nggak ?
Ibu melihat ke arah Sari lalu kembali menjahit.
IBU
(bingung)
Coba dicari di dalam almari. Sari berjalan menuju almari yang
dimaksud ibu.
FADE OUT
FADE IN
9. INT. RUANG BELAKANG – RUMAH ( PAGI )
(Sari dan Ibu)
ANGLE ON: Terlihat Sari sedang mencari charger hp. Tidak sengaja
menemukan kertas hasil laboratorium yang di sembunyikan ibu. Di buka lalu
mencoba membaca.
(OS) Ibu: Mengidungkan lagu Jawa
IBU (VO)
(berteriak)
92
Ada tidak?
Sari kaget mendengar suara ibu, kemudian melipat kertas tersebut dan
menyimpan disaku. Masih berusaha mencari.
SARI
(curious/ penasaran)
Belum, bu… Menjawab terbata-bata
IBU
(kawatir)
Sar, kalau di rak tengah tidak ada lho. Ibu tadi sudah lihat.
SARI
(takut)
Su...sudah kok, bu!
CUT TO
10 . INT. KAMAR SARI – RUMAH (SIANG)
(Sari dan Maya)
Sari membuka kertas hasil lab lalu menelpon saudaranya
SARI
(gelisah)
Haloo, Mbak Maya?
MAYA
(curious/ penasaran)
Oh, dik Sari. Ada apa, dik. Ibu sehatkan? Nggak biasanya telepon.
SARI
(sungkan)
Oh, Ibu sehat. Mbak, saya mau tanya tentang penyakit lupus nih,
mengganggu ga ya?
MAYA
(curious/ penasaran)
Apa dik, kuskus. Maaf sinyal putus-putus. Maklum mbak lagi di
rumah.
93
SARI
(jengkel)
Lupus mbak. L-U-P-U-S. Lupus!
MAYA
(malu)
Oo alah lupus to? Tak kiro kus-kus, sebentar tak cari buku dulu. Ne
dah ketamu ne, mmm penyakit lupus ya. Lupus itu adalah penyakit
seribu wajah karena dapat menyerupai penyakit lain. Penyakit ini
rentan terhadap cahaya matahari karena menyebabkan iritasi pada
kulit. Selain itu, penderita akan mengalami bercak-bercak pada
wajah yang menyerupai sayap kupu-kupu. Dari teori yang Mbak
baca ya dik ya, pada lupus itu produksi antibodi yang seharusnya
normal menjadi berlebihan. Akibatnya, antibodi ini tidak lagi
berfungsi untuk menyerang virus, kuman, atau bakteri yang ada di
pada tubuh, ih ngeri ya dik ya, kok bisa ya? Tetapi justru
menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuhnya sendiri.
Kelihatannya ya dik ya sampai sekarang obatnya belum ditemukan
dan ada kemungkinan penderita akan meninggal secara perlahan.
Itu kalau tidak salah lho dik, Mbak juga Cuma baca.
SARI
(terpukul perasaannya)
Sari terdiam mendengarkan penjelasan dari Maya.
MAYA
(curious/ penasaran)
Sudah paham belum? Dik? Tidak ada jawaban dik...halo dik Sari...
dik... wah pulsane mepet. Tut...
SARI
(terpukul perasaannya)
Sari menjadi lemas, wajahnya pucat
94
11. INT. RUMAH SARI (SIANG)
(Sari)
ANGLE ON:. Sari berjalan menuju jendela, melihat keluar kemudian Sari
melihat cermin dan pada wajah terdapat bercak menyerupai sayap kupu-kupu.
POV: Terlihat mata Sari mulai perlahan menutup seolah ingin mengenang massa
kecilnya.
12. MONTAGE – EXT. DEPAN RUMAH SARI (SIANG)
(Anak – anak kecil, 7 orang)
Gambaran Sari ketika masih kecilberlari-lari di depan rumah. Bermain
jejamuran.terlehat sangat senang.
DISOLVE TO
FADE OUT
13. INT. KAMAR SARI – RUMAH (SORE)
(Sari)
ESTABILSH CAMERA: Sari terlihat frustasi dengan keadaan yang
dideritanya.
SARI
(stres)
Berjalan mondar-mandir
MOVEMENT CAMERA: Mengikuti langkah Sari.
POV: Memainkan lampu belajar. Bersandar di tembok perlahan tangan menutup
muka. (Menunjukan ekspresi stres. Pakiran kacau, menecak-acak rambutnya, dan
perlahan-lahan menutup muka seolah pasrah dengan apa yang dialaminya.)
POV: Menulis di depan kaca dengan lipstik ”2 tahun”
FADE OUT
FADE IN
95
14. INT. KAMAR SARI – RUMAH (MALAM)
(Sari)
Sari duduk di depan meja belajar mencoba menuliskan keadaannya dalam buku
harian.
KAMERA : 1. siluet , frog eye.
2. moving manfaatkan pernik- prnik ruangan
3. overshoulder, medium close up
OVERSHOULDER CAMERA: Sari menulis di buku harian tentang kondisinya.
SARI (VO)
Jogjakarta, 19 september 2009
Ini adalah hari ke-721. Hari yang tak pernah berubah (insert frame Sari
masih sehat, berman dengan temannya di stasiun). Masih menunggu kepastian
dari malaikat penjemput tiba. Hari-hari masih terasa hampa dan jarum-jarum
masih di atas ranjang sunyi (insert frame Sari masih sehat, berman dengan
temannya di sungai). Menunggu rasa nyeri datang lagi. Ough…(insert frame Sari
saat sakit). Apa yang tengah dicari dalam komidi putar. Jiwa (insert frame Sari
masih sehat, berman dengan temannya di sawah). seperti menari berpusingan.
Dalam doa tak kutemukan ia dan dalam doa menjadi letih sia…
Berapa lama lagi dan sisa berapa lagi aku menelan semua sakit ini. Air
mata mungkin sudah mengering sebelum malaikat mendekap dalam pelangi
jingganya. Hingga hari ini kupu-kupu masih erat melekat di mukaku. Sampai
kapan lagi cahaya mau mendekapku erat. Aku hanyalah Sari Wahyuningtya, gadis
yang selalu bersembunyi dari congkaknya matahari.
KAMERA HIGH ANGEL : close up tangan Sari yang masih mencoba menulis.
Sari terlihat letih perlahan-lahan meletakan kepalanya di meja.Terlihat pulpen
yang dipegang Sari perlahan mulai terjatuh. Kamera close up muka Sari, mata
sudah terpejam.
14 a. EXT. REL KERETA API (SIANG)
( Sari dan Maya )
Sari Dan maya bermain-main di stasiun kereta api. Berlari-lari,
menggambarkan masa SMU. Terlihat sangat senang. Berjalan di atas rel.
96
14 b. EXT. SAWAH (SIANG)
( Sari dan Maya )
Sari Dan maya bermain-main di sawah. Berlari-lari, menggambarkan masa
SMU. Terlihat sangat senang.
14 c. EXT. SUNGAI (SIANG)
( Sari dan Maya )
Sari Dan maya bermain-main di sungai. Berman air menggambarkan masa SMU.
Terlihat sangat senang.
FADE OUT
Title penutup
Penyakit lupus tumbuh dan berkembang menjadi hal yang sangat
mengkhawatirkan. Namun, tidak lebih mengkhawatirkan jika dibandingkan
dengan kurangnya informasi tentang lupus itu sendiri. Hanya sentuhan cinta dan
kasih sayang yang dapat meringankan penyakit ini.
CREDIT TITLE
SELESAI
LAMPIRAN 3
Story Board
97
98
99
100
LAMPIRAN 4
CATATAN SCENE
101
LAMPIRAN 5
Ceklist Produksi
FILM "1000 WAJAH"
NO BARANG JUMLAH ADA TIDAK KET
1 Kursi Ruang Tamu 1 set √
2 Jam dinding 1 √
3 Almari 1 √
4 Stopmap 1 √
5 Peralatan tidur (bantal, guling, slimut) 1 set √ Di lokasi
6 Cermin tembok 1 √ Di lokasi
7 cermin make up 1 √
8 Lampu, Kabel, komplit 1set √
HAND PROPERTY
1 Kostum Sari 7 pasang √
2 Kostum Ibu 5 pasang √
3 pakaian basah ( teaser) 4 √ Di lokasi
4 Kupu-kupu √
5 pakaiaan bergambar kupu-kupu 1 √
6 tumpukan baju kering √ Di lokasi
7 Kertas hasil anatest √
8 panci, daun kastobo( dadap), √ Di lokasi
9 kembang mawar, sepet, kemenyan √ Di lokasi
10 peralatan jahit tangan 1 set √
11 Hp 1 √
12 Bantal + guling 3 √ Di lokasi
13 Lipstik 1 √
14 Cermin tangan 1 √
15 Lampu belajar 1 √
16 diary+ bolpoint 1 √
102
103
PERALATAN SHOOTING
1 Kamera vd170 1 √ Bejo
2 charger kamera 1 √ Bejo
3 tripot kamera 1 √ Bejo
4 lampu+ kabel Bejo
5 kamera foto 1 √ kepleh
6 adaptor kamera foto 1 √ kepleh
7 doli tripot 1 √ kepleh
8 Steorofom 2 √ kepleh
9 kabel power 7 √ kepleh
10 kaset mini Dv 3 √ kepleh
LAMPIRAN 6
LAPORAN MODAL AKHIR
Pengeluaran Modal
Modal yang dimiliki dalam proses produksi film pendek “ 1000 Wajah “
ialah Rp. 1.650.000,- . Berikut laporan pengeluaran dalam proses produksi film
pendek “1000 Wajah” yaitu,
Modal Rp. 1650.000,-
Pengeluaran
A. Pra Produksi
1. Rapat pembentukan tm produksi Rp. 40.000
dan jadwal shooting
2. Pembuatan skenario Rp. 35.000
3. Fotocopy Rp. 9.200
4. Hunting lokasi Rp. 30.000
5. Konsumsi Rp. 25.500
6. Rokok (2 bungkus) Rp.7.600X2 Rp. 15.200 +
Rp. 154.900,-
B. Produksi
Jumlah hari : 2hari 1malam
Jumlah crew dan pemain 12 orang
1. Properti Rp. 47.100
2. Make up Rp. 12.500
3. Video cassete
104
105
* Mini Dv Panasonic
@ Rp. 25.000 X 4 Rp. 100.000
4. Sewa kamera Rp. 300.000
5. Kameramen Rp. 100.000
6 Dokumentasi Rp. 20.000
7. Transportasi Rp. 70.000
8. Konsumsi 12 orang Rp. 300.000
9. Rokok Rp. 52.200 +
Rp.1.002.100,-
C Pasca Produksi
1. Editor Rp. 300.000
2. Konsumsi + Rokok Rp. 75.500
3. Mastering Rp. 40.000 +
Rp. 415.500,-
+
TOTAL PENGELUARAN Rp.1.572.500,-
SISA Rp. 77.500,-
BIOGRAFI PENULIS
Gregorius Rinto Styanto adalah anak kedua dari empat
bersaudara dari pasangan M. Heriyamtono dan L. Suprihatini
yang dilahirkan di Sleman pada tanggal 12 Maret 1985. Penulis
lulus SD pada tahun 1997 di SDK Mejing. Pada tahun 2000
penulis menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Stela
Duce 1 Dagen. Pada tahun 2000 – 2003 penulis melanjutkan pendidikan sekolah
menengah umum di SMU Pangudi Luhur Yogyakarta. Pada tahun 2003 penulis
melanjutkan studi di Sastra Indonesia, Fakultas SASTRA Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Penulis menyelesaikan studi dengan menyusun skripsi yang
berjudul proses praproduksi, produksi, dan pascaproduksi pembuatan film pendek
1000 Wajah
106