proses pengendalian dan pengawasan mutu sosis … · praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode...

51

Click here to load reader

Upload: vannhu

Post on 14-Jul-2019

318 views

Category:

Documents


31 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

PROSES PENGENDALIAN DAN

PENGAWASAN MUTU SOSIS SELAMA

PROSES FREEZING DENGAN

MENGGUNAKAN IQF

(INDIVIDUAL QUICK FREEZING)

PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA

FOOD DIVISION UNIT SALATIGA

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat – syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

Oleh :

SHERLY PUTRI SANTOSO

12.70.0023

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

ii

PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU

SOSIS SELAMA PROSES FREEZING DENGAN

MENGGUNAKAN IQF (INDIVIDUAL QUICK FREEZING)

PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA

FOOD DIVISION UNIT SALATIGA

Oleh :

Sherly Putri Santoso

NIM : 12.70.0023

Program Studi : Teknologi Pangan

Laporan Kerja Praktek ini telah disetujui dan dipertahankan

di hadapan sidang penguji pada tanggal : 5 Juni 2015

Semarang, 5 Juni 2015

Fakultas Teknologi Pangan

Universitas Katolik Soegijapranata

Pembimbing lapangan, Dekan,

Asmoro Hendriyadi Dr. V. Kristina Ananingsih, ST., MSc

(Manager QC & LAB)

Pembimbing Akademik,

Ir. Sumardi, MSc

Page 3: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmat karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek yang berjudul

“Proses Pengendalian Dan Pengawasan Mutu Sosis Selama Proses Freezing Dengan

Menggunakan IQF (Individual Quick Freezing) PT. Charoen Pokphand Indonesia Food

Division Unit Salatiga”. Kerja Praktek ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi

syarat salah satu mata kuliah Kerja Praktek pada Program S1 Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Soegijapranata Semarang.

Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih jauh dari sempurna,

dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Tetapi berkat bantuan,

bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

laporan kerja praktek ini. Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus yang telah memberikan berkat dan penyertaanNya sehingga penulis

memperoleh kelancaran dalam pelaksanaan dan pembuatan laporan kerja praktek.

2. Kedua orang tua dan adik-adik yang telah memberikan motivasi sehingga penulis

dapat menyelesaikan kerja praktek dan laporan dengan baik.

3. Bapak Aditya selaku DGM PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Plant

Salatiga yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan kerja praktek di

perusahaan tersebut.

4. Bapak Asmoro Hendriyadi selaku Manager QC dan Lab di PT. Charoen Pokphand

Indonesia Food Division Plant Salatiga serta pembimbing lapangan penulis yang

memberikan informasi dan membimbing dalam pelaksanaan kerja praktek.

5. Ibu Emi selaku HRD dari PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Plant

Salatiga yang telah memberikan informasi seputar perusahaan.

6. Mas Yosi, selaku pembimbing lapangan yang telah membimbing selama

melaksanakan Kerja Praktek di PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division

Plant Salatiga.

7. QC dan para pekerja di bagian produksi sosis yang tidak bisa disebutkan satu

persatu yang telah membantu dalam pengumpulan informasi di lapangan.

Page 4: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

iv

8. Dr. V. Kristina Ananingsih, ST., MSc. selaku Dekan Teknologi Pangan Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

9. Kartika Puspa Dwiana, STP, MSi selaku koordinator bagian kerja praktek

Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik

Soegijapranata Semarang.

10. Ir Sumardi, MSc selaku dosen pembimbing dalam pelaksanaan kerja praktek

hingga tersusunnya laporan kerja praktek ini.

11. Tjan, Ivana Chandra dan Graytta Intannia selaku rekan dalam pelaksanaan kerja

praktek di Salatiga.

12. Semua teman-teman Program Studi Teknologi Pertanian yang turut mendukung

selama pembuatan laporan Kerja Praktek.

13. Kepada semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung

dalam pembuatan laporan kerja praktek ini.

Akhir kata penulis berharap agar laporan kerja praktek ini dapat bermanfaat bagi

pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian UNIKA

Soegijapranata pada khususnya. Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan

laporan kerja praktek ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis mohon maaf sebesar-besarnya dan jika ada kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan kerja praktek lapangan ini.

.

Semarang, 5 Juni 2015

Penulis

Page 5: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ v

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2. Tujuan Kerja Praktek .......................................................................... 2

1.3. Manfaat ................................................................................................ 3

1.4. Tempat dan Waktu Pelaksanaan .......................................................... 3

1.5. Metode Kerja Praktek .......................................................................... 3

BAB 2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ........................................................... 4

2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ............................................... 4

2.2. Visi dan Misi Perusahaan .................................................................... 5

2.3. Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan .............................................. 5

2.4. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan ...................................................... 6

2.5. Struktur dan Sistem Organisasi............................................................ 6

2.6. Ketenagakerjaan................................................................................... 8

BAB 3. SPESIFIKASI PRODUK ............................................................................. 10

3.1. Produk Sosis yang Dihasilkan ............................................................ 10

3.2. Pemasaran Produk ............................................................................... 11

BAB 4. PRODUKSI .................................................................................................. 12

4.1. Alur Produksi ..................................................................................... 13

4.2. Meat Preparation ............................................................................... 14

4.2.1. Bahan Pengikat dan Emulsi .................................................. 19

Page 6: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

vi

4.2.2. Cooking ................................................................................. 20

4.3. Pengemasan ....................................................................................... 22

4.3.1. Pengemasan Sekunder .......................................................... 22

4.3.2. Pengecekan Kandungan Metal ............................................. 23

4.3.3. Freezing ................................................................................ 24

4.3.4. Pengemasan Tersier .............................................................. 25

BAB 5. PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN PENGENDALIAN MUTU ..... 26

5.1. Freezing ............................................................................................. 26

5.2. IQF ..................................................................................................... 29

5.2.1. Spesifikasi IQF ...................................................................... 30

5.2.2. Cara Kerja Mesin IQF .......................................................... 31

5.3. Pelaksanaan Pengendalian Mutu ....................................................... 32

5.4. Masalah dan Cara Mengatasi Masalah Pada Mesin IQF ................... 36

BAB 6. PENGAWASAN PELAKSANAAN TIM QC ........................................... 38

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 39

7.1. Kesimpulan ....................................................................................... 39

7.2. Saran ................................................................................................. 39

BAB 8. DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 40

BAB 9. LAMPIRAN ................................................................................................. 43

9.1. Jadwal Kerja Praktek ......................................................................... 43

Page 7: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pembagian Waktu Kerja Karyawan PT Charoen Pokphand Food

Division Unit Salatiga .................................................................................... 9

Tabel 2. Klasifikasi Kemasan Produk Sosis Berdasarkan Grade ............................... 10

Tabel 3. Rumusan CCP 1 ........................................................................................... 21

Tabel 4. Temperatur minimal pertumbuhan dari beberapa Foodborne Microbial

Species and Strains ..................................................................................................... 34

Page 8: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi PT Charoen pokphand Food Division Unit

Salatiga ........................................................................................................................... 8

Gambar 2. Produk Sosis PT Charoen pokphand Food Division Unit Salatiga .............. 10

Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Sosis PT. Charoen Pockphand

Indonesia Food Division Unit Salatiga :

(a) Diagram alir meat preparation hingga cooking ........................................................ 13

(b) Diagram alir pengemasan ......................................................................................... 14

Gambar 4. IQF Packaged Spiral Freezer ....................................................................... 31

Page 9: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.1. Latar Belakang Kerja Praktek

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, terutama dalam bidang

pangan yang menjadi suatu pilihan utama yang terus dikembangkan untuk menambah

kesejahteraan rakyat. Teknologi pangan zaman sekarang mampu meningkatkan

keanekaragaman produk dan sekaligus kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan

kemanan pangan. Banyak nilai gizi dan nutrisi yang diberikan lebih ke dalam produk

pangan dengan memperhatikan proses pengolahan pangan, supaya tidak memberikan

dampak negatif ketika dikonsumsi. Pengalaman dan pengamatan langsung perihal

proses pengolahan pangan dalam industri pangan sangat penting dilakukan terutama

bagi mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata

Semarang untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam dunia industri pangan. Di

dalam kegiatan perkuliahan, berbagai teori ilmu pengetahuan mengenai dunia industri

pangan secara garis besar telah diberikan dan beberapa diterapkan pula melalui kegiatan

praktikum. Namun kegiatan-kegiatan tersebut belum cukup dalam penambahan

wawasan mengenai industri pangan yang ada di masyarakat yang nantinya akan menjadi

bidang yang digeluti oleh lulusan Program Studi Teknologi Pangan. Untuk itu kegiatan

Kerja Praktek (KP) pada industri pangan sangat dibutuhkan dan perlu dilakukan.

KP merupakan salah satu mata kuliah wajib dalam Program Studi Teknologi Pangan

yang dilakukan pada semester IV/V selama 20 hari atau satu bulan. Melalui KP

diharapkan teori-teori dasar yang sudah didapatkan selama perkuliahan dapat diterapkan

secara nyata dan dapat semakin berkembang. Tujuan dari KP sendiri adalah untuk

menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa/i dalam perencanaan, pengelolaan

maupun pengendalian industri pangan, serta dapat mengenal serta memahami situasi di

dalam dunia kerja. PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga

dipilih sebagai tempat pelaksanaan kerja praktek, mengingat perusahaan ini merupakan

salah satu perusahaan besar dan terkemuka di Indonesia yang menerapkan teknologi

serta proses yang berkualitas tinggi untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi,

sehat, halal, dan aman bagi konsumen, dengan harga yang terjangkau bagi konsumen.

Page 10: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

2

PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga merupakan salah satu

perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan pangan dengan teknologi yang modern

dan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, inovasi–inovasi, dan mesin–

mesin yang telah memenuhi standar sehingga sangat cocok untuk dijadikan sumber

pengetahuan di bidang teknologi pangan.

1.1.2. Latar Belakang Judul

Sosis merupakan produk makanan yang digemari masyarakat. Pada proses pengolahan

sosis perlu adanya pengawasan mutu yang diterapkan, karena bahan baku yang

digunakan adalah daging ayam yang rentan oleh kontaminasi mikroorganisme. Oleh

karena itu, semua karyawan ataupun alat yang kontak langsung dengan pengolahan

sosis harus diperhatikan pengawasan mutunya dari penerimaan bahan baku sampai

produk jadi untuk menghasilkan produk yang berkualitas demi menjamin kepuasan

konsumen. Dalam proses pengemasan sosis, dilakukan proses pembekuan sebelum

akhirnya dikemas dalam kemasan tersier. Proses pembekuan menjadi sangat penting

karena pembekuan adalah proses yang menentukan umur simpan produk saat produk

sampai di tangan konsumen. Pada proses pembekuan banyak variabel yang harus

diperhatikan untuk mendapatkan produk yang beku maksimal sehingga menjaga produk

agar terhindar dari resiko kontaminasi. Maka dalam kerja praktek ini lebih

memfokuskan pada proses pengendalian mutu yang dilakukan di PT. Charoen Pokphan

terutama pada proses pembekuan (freezing) menggunakan mesin IQF (Individual Quick

Freezing) sehingga dapat membandingkan yang terjadi di lapangan dan teori yang ada

dan diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas mutu yang ada.

1.2. Tujuan

Tujuan dari Kerja Praktek ini, antara lain:

a. Mendapat gambaran yang nyata mengenai dunia kerja.

b. Menambah wawasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan bidang pangan.

c. Mengetahui pemecahan masalah-masalah yang timbul di lapangan.

d. Mampu menerapkan dasar-dasar teori yang didapat selama perkuliahan untuk

mengatasi masalah yang terjadi.

Page 11: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

3

1.3. Manfaat

Manfaat dilakukannya kerja praktek di PT. Charoen Pokphand Salatiga Food Division

Unit adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui proses produksi sosis ayam.

b. Mengetahui proses pengawasan mutu pada produksi sosis.

c. Mendapatkan berbagai wawasan pada industri pengolahan daging ayam khususnya

pembuatan sosis ayam.

d. Mengetahui kondisi dunia kerja secara nyata dan dapat turut berpartisipasi aktif

dalam sebagian proses produksi sosis ayam terutama bidang pengendalian mutu.

1.4. Tempat dan waktu Pelaksanaan

Kerja praktek ini dilaksanakan di PT. Charoen Pokphand Salatiga Food Division Unit

Salatiga selama 22 hari dimulai dari tanggal 5 Januari 2015 dan berakhir tanggal 29

Januari 2015 ditambah 1 hari presentasi pada tanggal 30 Januari 2015.

1.5. Metode Kerja Praktek

Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan

diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi pustaka yang berkaitan dengan praktek

kerja lapangan, dan praktek langsung pada proses produksi. Beberapa kegiatan yang

dilaksanakan selama praktek kerja lapangan antara lain:

1. Orientasi Pabrik dan Pengamatan lapangan terutama mengenai hal – hal yang

berkaitan dengan proses produksi.

2. Diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai proses produksi dan Quality

Control dalam produksi sosis.

3. Diskusi dengan masing-masing pihak QC pada produksi sosis.

4. Mengamati kegiatan pengontrolan mutu oleh pihak QC.

5. Praktek langsung kegiatan pengontrolan mutu dalam proses produksi sosis.

6. Studi pustaka, berupa pengumpulan data berdasarkan literatur sebagai

pembanding dan pelengkap data yang didapat di lapangan.

7. Presentasi akhir yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penulis

memahami tentang proses produksi dan pengendalian mutu sosis.

Page 12: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

4

2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga adalah salah satu

perusahaan yang tergabung dalam Charoen Pokphand Group Indonesia (CP Group)

yang bergerak dalam bidang industri pangan. PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food

Division yang berdiri pada tanggal 22 September 2007 merupakan industri pemotongan

dan pengolahan daging ayam yang didukung oleh teknologi dan sumber daya manusia

yang terbaik. Perusahaan ini terletak di Jl. Patimura KM.1, Salatiga, Jawa Tengah

dengan luas area sebesar 4,6 hektar. PT. Charoen Pokphand Indonesia telah

membuktikan dirinya sebagai perusahaan pengolahan daging ayam yang bermutu di

Indonesia maupun secara Internasional demi kepuasan masyarakat dengan kemampuan

produksi sebesar 4.000 ekor per jam dengan jumlah karyawan sekitar 1200 orang yang

terbagi ke dalam beberapa bagian.

PT. Charoen Pokphand Indonesia – Unit Salatiga berupaya menyediakan produk dengan

kualitas terbaik, dimulai dengan proses pemilihan bahan baku ayam yang memenuhi

standar ayam sehat, bebas dari segala penyakit, dan dengan proses pemotongan serta

pembersihan ayam yang dilakukan dengan halal dan higienis. Selain itu, proses

pengolahan diawasi secara ketat sesuai dengan standar sampai pada proses pengemasan,

penyimpanan, dan distribusi. PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit

Salatiga memproduksi dan mensuplai produk yang bermutu tinggi untuk industri

makanan di Indonesia seperti KFC, Olive, Wendys dan restaurant lainnya. Sesuai

dengan misinya, PT. Charoen Pokphand Indonesia – Unit Salatiga ini sangat

mengutamakan kebersihan dan kualitas dari produk yang dihasilkan, sehingga dapat

memuaskan pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan

yang bermutu tinggi, halal dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice),

SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure), HACCP (Hazard Analysis Critical

Control Point, dan ISO (International Organization for Standardization) 9001.

PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Food Division mengeluarkan kebijakan

mutu yang merupakan kebijakan perusahaan yaitu : Senantiasa menghasilkan produk

yang bermutu tinggi, halal dan aman untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi &

Page 13: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

5

misi perusahaan sehingga dapat memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan.

Menggalang kerjasama, partisipasi aktif dan positif semua karyawan dalam

mengembangkan dan meningkatkan mutu kerja secara terus-menerus.

2.2. Visi dan Misi Perusahaan

Visi yang disokong oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit

Salatiga adalah:

a. Menjadi produsen kelas dunia dalam bidang makanan olahan daging ayam

khususnya dan bahan lain umumnya.

b. Menjadi perusahaan yang bertanggung jawab, peduli terhadap dampak sosial dan

lingkungan di dalam menjalankan kegiatan kami.

Misi dari PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga yaitu:

a. Membantu meningkatkan kualitas bangsa Indonesia dan dunia serta memuaskan

pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan bermutu

tinggi, halal, dan aman untuk dikonsumsi dengan menerapkan GMP (Good

Manufacturing Practice), SSOP (Sanitation Standart Operating Procedure), Sistem

Jaminan Halal, HACCP, dan ISO 9001:2008.

b. Menjaga dan menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan hidup sesuai

peraturan perundangan yang berlaku.

2.3. Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan

Kebijakan mutu dan keamanan pangan PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food

Division Unit Salatiga adalah senantiasa menghasilkan produk yang bermutu tinggi,

halal, dan aman untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi dan misi perusahaan

sehingga dapat memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan dan juga menggalang

kerjasama, partisipasi aktif dan positif semua karyawan dalam mengembangkan dan

meningkatkan mutu kerja secara terus menerus.

2.4. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan

PT. Charoen Pokphand Salatiga memiliki dua bagian pabrik yaitu area pabrik atas dan

area pabrik bawah. Area pabrik atas terdiri dari rumah pemotongan ayam slaughter

Page 14: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

6

house (evisceration dan cut up), gudang premix, gudang chemical, cold storage, dan

office. Area pabrik bawah terdiri dari area produksi chicken nugget dan sosis, gudang

seasoning, cold storage, dan instalasi pengolahan air limbah.

2.5. Struktur dan Sistem Organisasi

Perkembangan dan kemajuan dari perindustrian pasti diiringi oleh keterpaduan dari

sistem organisasi dengan sistem manajemen. Hal ini berkaitan dengan adanya kebijakan

dan peraturan yang dibentuk demi mencapainya tujuan dan hasil produksi yang baik dan

efektif. Struktur organisasi merupakan tatanan kerangka dalam menjalankan semua

aktivitas perusahaan dan juga sebagai pedoman untuk pimpinan dalam mengatur posisi

karyawan dengan kemampuan pengalaman dan kecakapannya. Struktur organisasi pada

PT. Charoen Pokphand Indonesia berbentuk linier yaitu wewenang pimpinan tertinggi

secara langsung mengalir kepada kepala bagian yang berada di bawahnya dengan

pembagian kerja yang sesuai dengan bidang – bidang yang telah terstruktur dan masing

– masing bertanggung jawab pada bidangnya. Struktur organisasi perusahaan

menunjukkan bagaimana perusahaan itu dikelola baik dari pendelegasian, kekuasaan,

dan tingkat pengawasannya. Struktur organisasi PT. Charoen Pokphand, Food Division

adalah sebagai berikut :

Head Production

Bagian yang bertanggung jawab atas segala macam kegiatan di dalam perusahaan

baik kegiatan produksi, pemasaran, keuangan maupun yang berkaitan dengan

personalia.

Sausage Production

Bagian yang bertugas untuk memproduksi produk olahan daging ayam atau sapi

yaitu sosis.

Further Production

Bagian yang bertugas untuk memproduksi produk olahan daging ayam yaitu nugget

forming maupun nonforming.

Premix Production

Bagian yang memproduksi premix untuk keperluan produksi baik itu nugget

maupun produksi sosis.

Breadcrumb Production

Page 15: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

7

Bagian yang memproduksi breadcrumb untuk keperluan produksi nugget.

Slaughter House

Bagian yang bertugas untuk memproduksi produk (proses pemotongan ayam) yang

nantinya daging tersebut sebagian akan digunakan untuk Raw Material (RM)

pengolahan pangan.

PPIC (Planing Production Inventory Control)

Bagian yang bertugas untuk menyiapkan planning atau rencana produksi tiap

minggu untuk ketiga produksi dan juga bertugas mengontrol jumlah barang yang

ada di gudang yang nantinya berkoordinasi dengan bagian warehouse.

Warehouse

Bagian yang bertugas untuk menyimpan produk olahan setelah diproduksi dan

material atau bahan mentah yang akan digunakan dalam proses produksi.

QC (Quality Control)

Bagian yang bertugas untuk mengontrol kualitas produk agar produk yang

dihasilkan sesuai dengan standar yang diberikan oleh perusahaan. Bagian QC ini

mencakup dalam QC produksi dan QC laboratory untuk menguji kandungan-

kandungan dalam produk makanan dan bahan bakunya.

Marketing

Bagian yang bertugas dalam hal pemasaran produk olahan baik nugget maupun

sosis. Dalam hal penjualan dan pemasaran dilakukan oleh PT. Prima Food

Internasional yang merupakan distributor dari PT. Charoen Pokphand Group.

Logistik

Bagian yang bertugas untuk mengatur proses transportasi dalam pengiriman barang.

Purchasing

Bagian yang bertugas untuk pembelian bahan baku produksi dan pengadaan barang.

Personal And General Affairs (P&GA)

Bagian yang bertugas untuk melakukan tugas kepersonaliaan dan bagian umum

yang nantinya akan melayani seluruh departemen dalam hal SDM (Sumber Daya

Manusia)

Utility & Maintenance

Bagian yang bertugas untuk memberi support dalam bidang mesin yaitu mengenai

semua mesin yang dipakai dalam proses produksi.

Page 16: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

8

Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Charoen Pokphand Food Divison Unit Salatiga Catatan : bagian yang berwarna adalah unit dimana Kerja Praktek dilaksanakan

2.6. Ketenagakerjaan

Karyawan di PT. Charoen Pokphand Salatiga ada dua kategori yaitu karyawan tetap dan

karyawan kontrak baik dalam pabrik maupun office dibagi menjadi tiga shift untuk

enam hari. Pada setiap shift di proses produksi sosis terdapat tiga orang QC yang

mengawasi dimana satu orang pada bagian MP (Meat Preparation), satu orang pada

bagian Packaging, dan satu orang pada bagian Metal Detector. Pada saat istirahat QC

MP dan QC Packaging akan bergantian dan saling merangkap tugas QC yang sedang

beristirahat, sehingga tiap QC dituntut untuk bisa mengetahui seluruh tugas QC dalam

satu bagian produksi. Dalam satu minggu per tiga hari akan dilakukan pergiliran spot

QC di semua shift dimana tiga hari pertama di bagian MP kemudian tiga hari berikutnya

di bagian packaging begitu pula sebaliknya. Setiap pergantian shift maka QC shift

sebelum akan memberikan catatan kepada QC shift berikutnya untuk mengontrol

Head Production

Sausage

Further

Slaughter House

PPIC

Warehouse

QC&Lab

Marketing

Logistik

Purchasing

P&GA

Utility & Maintenance

Premix

Breadcrumb

Page 17: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

9

berjalannya proses produksi dan menghindari kesalahan dalam proses produksi.

Pembagian waktu per shift nya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pembagian Waktu Kerja Karyawan PT. Charoen Pokphand Salatiga

Karyawan Hari Jam Kerja

Office

Senin-Jumat 08.00- 16.00

Sabtu 08.00-13.00

Istirahat 12.00-13.00

Shift 1

Senin-Jumat 07.00- 15.00

Istirahat

Gelombang I : 10.00-11.00

Gelombang II :11.00-12.00

Gelombang III : 12.00-13.00

Sabtu 07.00-15.00

Shift 2

Senin-Jumat 15.00- 23.00

Istirahat

Gelombang I : 18.00-19.00

Gelombang II :19.00-20.00

Gelombang III : 20.00-21.00

Sabtu 15.00-23.00

Shift 3

Senin-Jumat 23.00- 07.00

Istirahat

Gelombang I : 01.00-02.00

Gelombang II :02.00-03.00

Gelombang III : 03.00-04.00

Sabtu Off

Di sisi lain, karyawan harus mengikuti peraturan-peraturan yang ada di dalam pabrik.

Selain itu, diterapkan sistem reward and punishment. Karyawan menerima reward

sesuai ketentuan dari manajemen pabrik seperti naik pangkat, misalnya dari karyawan

harian menjadi karyawan bulanan. Sedangkan punishment atau sanksi berupa SP 1, SP

2, SP 3. Pemberian SP (Surat Peringatan) didasarkan pada pelanggaran kerja antara lain

kelalaian kerja, pelanggaran peraturan kerja, dan tidak dapat mengontrol bagiannya.

Page 18: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

10

3. SPESIFIKASI PRODUK

PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga menghasilkan berbagai

macam produk antara lain produk daging ayam beku, Sosis, Nugget, Stikie, Karage,

Crispy Crunch dan lain- lain. PT. Charoen Pokphand Indonesia menghasilkan empat

merk produk utama, yaitu Okey, Champ, Golden Fiesta dan Fiesta. Hal ini berkaitan

dengan klasifikasi tiap – tiap merk dan proses pemasarannya pula.

Gambar 2. Produk Sosis PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga

(http://www.cpfood.co.id/)

3.1. Produk Sosis yang Dihasilkan

Produk sosis yang diproduksi ada 3 merk yaitu Okey, Champ, dan Fiesta. Ketiga jenis

merk sosis ini dibedakan berdasarkan komposisi bahan yang digunakan, bentuk,

perlakuan, serta target pasar dan pemasaran yang dilakukan. Pada masing-masing merk

diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa jenis kemasan sesuai dengan berat produk.

Klasifikasi kemasan untuk produk sosis dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Kemasan Produk Sosis Berdasarkan Grade

Grade Bahan Utama Berat (gram) Isi Proses Pengemasan

Fiesta Ayam 200 6 Thermoformer

300 12 Thermoformer 400 12 Thermoformer 500 15 Thermoformer Champ Ayam 75 3 Vacuum Sealing

150 6 Vacuum Sealing 200 6 Thermoformer 375 15 Vacuum Sealing 500 15 Thermoformer 1000 40 Vacuum Sealing Sapi 150 16 Vacuum Sealing 375 15 Vacuum Sealing Okey Ayam 500 15 Vacuum Sealing 1000 30 Vacuum Sealing

Page 19: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

11

Sosis dengan merk Okey termasuk dalam produk sosis dengan klasifikasi terendah

dimana presentasi daging ayam lebih sedikit dibandingkan bahan-bahan lain. Walaupun

demikian produk ini tetap diproduksi dengan penerapan GMP dan HACCP. Penjualan

sosis dengan merk Okey dilakukan dengan harga yang lebih terjangkau oleh kalangan

menengah ke bawah. Produk sosis Champ merupakan produk dengan klasifikasi

menengah dimana presentase daging ayam dan bahan-bahan lain sama. Jenis sosis merk

Champ yang tersedia adalah sosis ayam dan sosis sapi. Sosis ayam cenderung berwarna

kecoklatan sedangkan sosis sapi cenderung berwarna merah bata.

Sosis merk Fiesta merupakan produk sosis dengan klasifikasi yang paling tinggi, karena

presentase daging ayam lebih tinggi dibandingkan bahan-bahan lain. Sosis jenis Fiesta

memiliki warna kuning dan sebagian besar terbuat dari daging ayam yang melalui

proses pengasapan. Pada kemasan produk sosis merk Champ dan Fiesta terdapat

barcode, hal ini menunjukkan bahwa produk merk Fiesta dan Champ dipasarkan di area

yang dalam penjualannya menggunakan sistem barcode seperti di supermarket,

swalayan, dan minimarket. Pada kemasan sosis merk Okey tidak tercantumkan barcode

karena sosis dengan merk ini lebih banyak dipasarkan di pasar, warung, dan toko. Sosis

dengan merk Okey lebih sering dimanfaatkan sebagai bahan jualan para pedagang-

pedagang kecil yang berjualan di sekolah-sekolah. PT. Pokphand Indonesia Food

Division Unit Salatiga juga menghasilkan jenis produk olahan ayam lainnya selain sosis

dengan merk yang sama dengan yaitu Okey, Champ, dan Fiesta. Klasifikasi pada

produk – produk ini pun dibedakan berdasarkan merk tersebut.

3.2. Pemasaran Produk

Pada produk olahan ayam dan sosis yang dihasilkan di PT. Charoen Pokphand

Indonesia dipasarkan berdasarkan klasifikasi pasar yang berbeda. Hal ini dilakukan agar

produk dapat memenuhi setiap kebutuhan segmen pasar. Pemasaran pun dilakukan

dengan memasang iklan pada televisi dan media cetak sehingga masyarakat semakin

mengenal produk yang dihasilkan PT. Charoen Pokphand Indonesia. Proses pemasaran

serta pendistribusian produk sosis ini dilakukan oleh PT. Prima Food International yang

masih termasuk dalam bagian CP Group.

Page 20: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

12

4. PRODUKSI

Sosis merupakan produk makanan yang dibuat dari campuran daging halus

(mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa

penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan

ke dalam selubung sosis. Pada prinsipnya semua jenis daging dapat dibuat sosis bila

dicampur dengan sejumlah lemak. Daging merupakan sumber protein yang bertindak

sebagai pengemulsi dalam sosis. Protein yang utama berperan sebagai pengemulsi

adalah myosin yang larut dalam larutan garam (Brandly, 1966). Ketentuan dari mutu

sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995) adalah kadar air

maksimal 67%, abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak maksimal 25%, serta

karbohidrat maksimal 8%.

Sosis merupakan salah satu produk pangan yang digemari masyarakat dan memerlukan

proses pengawetan dalam penyimpanan. Secara umum sosis dikelompokkan menjadi

beberapa macam yaitu sosis segar, sosis fermentasi, sosis asap, sosis semi kering, dan

lain – lain.

- Sosis Segar

Sosis segar dapat dibuat dari daging cincang yang mengalami proses curing tetapi

tidak dilakukan pemasakan. Contoh produk yang tergolong dalam sosis segar

adalah hamburger dan sosis babi.

- Sosis Asap

Sosis asap ada 2 jenis yaitu sosis asap tetapi tidak dimasak dan sosis asap dan

dimasak. Sosis asap tetapi tidak dimasak yaitu sosis yang dibuat seperti sosis segar

yang kemudian diasap namun tidak dimasak. Pengasapan dilakukan pada suhu

320C sampai terbentuk warna merah daging asap. Sosis asap dan dimasak yaitu

sosis yang dilakukan pengasapan dan juga pemasakan sampai suhu bagian dalam

sosis mencapai 610C.

- Sosis Fermentasi

Sosis fermentasi adalah sosis yang dalam pembuatannya diperlukan aktivitas

mikroorganisme yang mampu memproduksi asam laktat.

- Sosis Semi Kering

Page 21: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

13

Sosis semi kering yaitu sosis yang dikeringkan pada waktu yang cepat dan suhu

tinggi. Sosis ini serupa dengan sosis fermentasi kering, hanya kadar airnya lebih

tinggi.

(Alan & Jane, 1995)

4.1. Alur Produksi

Didalam proses produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia menggunakan sistem Good

Manufacturing Practices (GMP) serta Hazard Analyisis Critical Control Point

(HACCP) agar produk yang mereka produksi memiliki standart dan kualitas yang

tinggi. Proses pembuatan sosis di PT. Charoen Pockpand Indonesia – Food Division

Unit adalah sebagai berikut :

(a)

Fiesta

Evakuasi

Champ dan Okey

Hanya Fiesta

dan champ

Cooling Down Showering

Cooling

Raw Material

Drying

Smoking

Cooking

Bowl Cutter

Seasoning

Formulasi

Raw Material

Unimix

Autogrind

Metal Detector

Emulsifier

Sunny Pump

Stuffer

Smoke House

Seasoning

CCP

Showering Hanya Fiesta

dan Okey

Page 22: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

14

(b)

Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Sosis PT. Charoen Pokphand Indonesia Food

Divison Salatiga (a)Diagram alir meat preparation sampai cooking; (b)Diagram alir

pengemasan

4.2. Meat Preparation

Daging ayam merupakan bahan baku utama dalam pembuatan sosis di PT. Charoen

Pokphand. Menurut Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1992), daging ayam

memiliki kandungan protein sebesar 18,20 gram per 100 gram dan lemak sebesar 25

gram per 100 gram, serta memiliki kalori sebesar 302 Kkal per 100 gram daging ayam.

Daging ayam yang digunakan untuk proses produksi berasal dari Slaughterhouse yang

juga berada dalam satu kawasan industri PT. Charoen Pokphand Salatiga. Daging ayam

dari slaughterhouse saat masuk ke area produksi disimpan di chillroom yang memiliki

suhu ruang 0-5°C. Suhu pada chillroom dicek dan dikontrol setiap jamnya oleh pihak

QC supaya tidak melebihi batas standar yang ditetapkan yaitu 5oC untuk menghindari

kontaminasi oleh mikroorganisme. Apabila melebihi 5°C dikhawatirkan bakteri akan

tumbuh dan kerja enzim dari mikrobia pathogen maupun mikroba pembusuk tetap aktif

yang pada akhirnya akan berpengaruh pada umur simpan dan kualitas produk (Jeremiah,

1996). Bakteri yang tergolong pshycrophile (bakteri yang mampu memperbanyak diri

pada suhu 50C atau dibawahnya) akan meningkat dan menyebabkan kerusakan pada

daging ayam yang ditandai dengan bau busuk, pembentukan lendir, dan warna menjadi

Cutter

Packing Manual Packing Thermoformer

IQF

Vacuum Sealer Coding

Metal Detector

Kartoning

Warehouse

Sosis Matang

Page 23: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

15

pucat. Contoh bakteri pshycrophile antara lain dari genus Pseudomonas, Moraxella,

Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix thermosphacta, Aeromonas dan

Enterobacteriaceae.

Selain pengontrolan suhu di dalam chillroom, juga dilakukan kontrol terhadap suhu dan

sensori dari daging ayam untuk menjamin kualitas daging yang akan digunakan untuk

proses produksi. Raw Material yang baik memiliki suhu yang cukup rendah (00C-50C).

Untuk sensorinya, dilakukan pengamatan terhadap warna, penampakan dan aroma dari

daging dimana hal ini dapat menandakan kesegaran daging ayam. Pemakaian dan

pengeluaran Raw Material menggunakan prinsip First In First Out (FIFO) dimana

bahan yang datang terlebih dahulu akan digunakan terlebih dahulu juga. Sistem ini

digunakan untuk memastikan bahwa bahan dan barang yang disimpan mengalami rotasi

dengan benar, sehingga perlu adanya pelabelan dan pencatatan dengan benar. Daging

ayam yang digunakan dalam proses produksi ada dua jenis yaitu daging ayam yang

segar (fresh) atau tanpa proses pembekuan dan daging ayam frozen yaitu daging ayam

yang telah mengalami proses pembekuan. Daging ayam frozen digunakan karena

terdapat sisa daging dalam proses pemotongan. Untuk menghindari kebusukan, maka

daging dibekukan untuk menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk.

Daging ayam yang telah mengalami proses penimbangan sesuai formulasi terlebih

dahulu digiling dengan menggunakan mesin autogrind. Tujuan dari proses penggilingan

adalah untuk pengecilan ukuran daging ayam hingga mencapai ukuran seragam guna

pembentukan emulsi pada produk sosis. Tahap ini sangat penting karena jika tidak ada

protein yang terekstrak, maka serpihan daging tidak dapat saling berikatan selama

proses pemasakan dan menghasilkan produk dengan tekstur yang tidak kuat.

Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging, sosis dibedakan atas sosis daging

giling dan sosis emulsi. Pada sosis daging giling, daging tidak dihaluskan sehingga

masih terlihat serat-serat daging yang belum hancur dan menghasilkan tekstur yang

khas. Sedangkan dalam sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk emulsi

dengan lemak yang ditambahkan (Hanief, 2001). Di PT. Charoen Pokphand sosis yang

diproduksi adalah sosis jenis emulsi dikarenakan daging digiling sampai halus sehingga

nantinya dapat menghasilkan emulsi saat proses emulsifikasi.

Page 24: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

16

Untuk bahan penunjang seperti tepung, premix, seasoning, dan lainnya yang berasal

dari supplier akan disimpan sementara di gudang seasoning. Selain itu terdapat

vegetable area untuk menyimpan sayur-sayuran yang merupakan bahan tambahan

dalam proses produksi seperti bawang merah dan bawang putih. Untuk bahan – bahan

seasoning diletakkan di ruangan yang berbeda dari Raw Material untuk menghindari

adanya kontaminasi silang. Seluruh material untuk pengemasan harus dipisahkan

sebelum bahan dasar masuk ke dalam area meat preparation (Essien, 2003). Bahan –

bahan seasoning untuk produk diletakkan pada rak dan tidak boleh menyentuh lantai

dan dinding secara langsung untuk mencegah kontaminasi. Rak yang digunakan

berbahan dasar stainless steel. Stainless steel memiliki sifat relatif kuat, keras,

mengkilap, mudah dibersihkan, tahan korosi dan dapat menahan suhu dingin dan panas.

Bahan – bahan seasoning yang digunakan telah memiliki Certificate of Analysis (CoA).

Certificate of Analysis merupakan surat resmi yang dikeluarkan oleh perusahaan

pemasok yang menyatakan bahwa bahan – bahan tersebut telah mengalami proses

analisis dan hasilnya pun terlampir. Bahan – bahan ini mengalami pengecekan sensori

oleh QC untuk mengetahui kelayakan bahan. Setiap ada stok bumbu yang datang maka

akan ada pencatatan dan pemberian kode sehingga sistem FIFO juga dapat dijalankan

dalam hal ini. Bumbu-bumbu ini termasuk dry-material dan juga semidry-material

maka dari itu harus disimpan di ruangan yang kering dan tidak lembab. Bawang putih

misalnya termasuk dalam semi-dry ingredients. Penambahan bawang ke dalam adonan

sangat penting karena dilakukan untuk menghilangkan rasa amis dan menambah rasa

gurih. Bawang putih dalam proses produksi harus langsung digunakan karena apabila

terlalu lama berada di ruangan yang memiliki suhu dingin maka rasa khas dari bawang

putih akan hilang karena mengalami perkecambahan, sedangkan apabila diletakkan

pada suhu ruang pada umumnya maka bawang putih akan cepat rusak dan busuk.

Sedangkan yang termasuk dry ingredients yaitu tepung gandum, potato starch, rempah-

rempah, garam, soya, bahan tambahan lain seperti antioksidan, vegetable protein,

penguat rasa, stabilizers, perasa. Apabila bahan-bahan tersebut diletakkan pada ruangan

dengan kondisi lembab maka bahan makanan tersebut akan cepat rusak. Bahan

tambahan lain yang biasa digunakan adalah pengawet. Pengawet ditambahkan dengan

tujuan memperpanjang umur simpan dengan menghambat pertumbuhan mikroba yang

Page 25: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

17

menyebabkan kerusakan dan memproduksi racun. Beberapa jenis pengawet yang

digunakan dapat mempertahakan warna pada sosis, biasanya pengawet ini digunakan

dalam jumlah yang sedikit sekali (Essien, 2003).

Dalam melaksanakan proses Meat Preparation pertama kali yang perlu diperhatikan

adalah suhu ruang. Suhu pada proses produksi sosis yang baik adalah 10-15oC yang

tergolong rendah karena untuk menghindari adanya resiko kontaminasi. Meat

Preparation diawali dengan pencampuran daging ayam di Auto Grind sesuai dengan

formulasi. Selanjutnya, daging – daging ini dibawa ke tahapan berikutnya. Daging dan

bahan - bahan seasoning dan premix yang telah ditakar untuk 1 batch diletakkan pada

troli berbahan Stainless steel. Proses Mixing dilakukan oleh mesin Unimix dengan

kecepatan konstan 30 rpm selama 20 menit. Waktu dalam melakukan mixing perlu

diperhatikan dikarenakan waktu yang terlalu singkat membuat bahan tidak tercampur

dengan baik sedangkan bila waktu terlalu lama maka nantinya saat menuju ke proses

selanjutnya akan semakin lembek dan suhunya semakin meningkat.

Semua bahan - bahan dicampurkan ke dalam mesin yang disebut Unimix. Dalam proses

ini, terdapat penambahan air dan flakes ice yang diproduksi sendiri. Air dan flake ice

harus melalui pengecekan suhu dan sensori sebelum dicampurkan ke dalam adonan.

Suhu air yang digunakan pada umumnya serupa dengan suhu ruang yaitu 25 – 27o C.

Air berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma (protein larut air) dan sebagai

pelarut garam yang akan melarutkan protein miofibril. Jumlah penambahan air akan

mempengaruhi tekstur sosis dimana penambahan yang terlalu banyak menyebabkan

tekstur semakin lunak. Sedangkan suhu es yang ditambahkan memiliki suhu + 0oC.

Penambahan es berfungsi untuk menambah kekenyalan dan volume dari adonan.

Selain waktu dan suhu, pada proses mixing urutan pencampuran juga harus diperhatikan

dimana minyak tidak boleh dicampurkan berurutan dengan air dikarenakan minyak dan

air tidak dapat tercampur. Apabila tercampur maka pada produk matang akan terdapat

gelembung minyak. Dalam proses mixing takaran juga perlu diperhatikan dan sesuai

dengan formulasi. Apabila adonan terlalu kental maka saat proses stuffing akan putus

dan apabila terlalu encer maka tidak dapat dikemas vakum karena produk akan pecah.

Bahan – bahan yang telah mengalami Mixing kemudian akan ditampung pada Hopper.

Adonan dari hopper kemudian akan dilewatkan ke metal detector yang tersambung

Page 26: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

18

dengan pipa antara mesin mixing dan mesin emulsifier untuk mendekteksi adanya

kandungan logam dalam adonan. Pada metal detector terdapat 2 macam saluran yaitu

saluran pembuangan (bagi adonan yang memiliki kandungan metal akan langsung

dikeluarkan melalui saluran ini dan nantinya akan ditampung kedalam suatu wadah) dan

satu saluran ke mesin emulsifier.

Adonan yang tidak mengandung metal akan lolos dalam pendeteksian dengan metal

detector dan akan langsung dialirkan menuju mesin Emulsifier untuk proses

emulsifikasi. Emulsifikasi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik

yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu diantaranya

didispersikan sebagai globula-globula dalam fase cair lain. Fase yang didispersikan

disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang mendispersikan disebut sebagai fase

kontinu. Lemak membentuk fase dispersi dari emulsi sedangkan air yang mengandung

protein dan garam terlarut membentuk fase kontinu. Di dalam mesin emulsifier terdapat

pisau-pisau yang berputar untuk memperhalus adonan. Setiap pergantian batch suhu

adonan dan jarak pisau pada mesin emulsifier akan dicek oleh pihak QC untuk menjaga

kestabilan dalam proses emulsifikasi. Suhu adonan yang memiliki standar 14±2oC

menjadi sangat penting karena apabila suhu adonan terlalu panas atau mencapai 20oC

maka produk akhir akan lembek dan apabila dikemas vakum akan pecah.

Adonan yang telah mengalami emulsifikasi kemudian dialirkan menuju ke Sunny Pump.

Pada Sunny Pump, adonan sosis akan diperhalus lagi kemudian mengalami proses

pencetakan (Stuffing) dengan menggunakan mesin stuffer. Pada Stuffer, adonan akan

dimasukkan ke dalam casing sosis sampai mencapai berat yang telah disetting

kemudian akan dipilin dengan pilinan yang ada di dalam mesin. Proses stuffing adalah

proses pengisian adonan sosis ke dalam selongsong tergantung pada jenis sosis, ukuran,

kemudahan proses dan penyimpanan, serta permintaan dari konsumen (Hui, 1992).

Casing pada sosis termasuk merupakan kemasan primer dari produk. Produk akan lebih

simetris dalam segi bentuk sehingga memudahkan pengerjaan (Gillespie, 1950 dalam

Dotulong, 2009). Casing yang digunakan pada produksi sosis di PT. Charoen Pokphand

Salatiga yaitu terbuat dari selulosa yang berbahan baku pulp. Keuntungan dari casing

ini adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Kekurangan dari casing ini adalah

sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan (Astawan, 2009).

Page 27: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

19

Penggunaan casing akan meningkatkan umur simpan produk karena merupakan barrier

terhadap oksigen dan kelembaban yang tinggi (Essien, 2003). Proses stuffing menjadi

sangat penting karena apabila tidak terulir dengan sempurna (uliran mudah lepas) maka

saat proses pemasakan uliran dapat lepas dikarenakan berat sosis mengalami penurunan

sehingga akan ada ruang kosong dan pada akhirnya saat akan dikemas casing lepas dari

sosis atau ukuran sosis lebih kecil daripada casingnya sehingga akan banyak sosis yang

mengalami reject. Adonan sosis yang telah dicetak ke dalam casing akan diangkat dan

digantung pada stick yang kemudian diletakkan pada trolley (satu trolley berisi 60

stick). Setelah penuh maka troley akan didorong untuk memasuki proses cooking pada

smoke house.

Pada proses pembuatan sosis merk Fiesta dari mixing sampai ke pencetakan berbeda

dengan proses pembuatan sosis merk Champ dan Okey. Proses pencampuran bahan

baku adonan sosis dengan merk Fiesta sesuai dengan formula tidak menggunakan mesin

unimix seperti kedua merk sosis lainnya. Pencampuran dilakukan pada mesin yang

bernama bowl cutter. Bowl cutter memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan

unimix dan tidak memiliki hopper. Penggunaan mesin yang berbeda ini dilakukan untuk

mencegah terjadinya kontaminasi dari sisa-sisa proses pengolahan produksi sosis merk

lain ke dalam produk fiesta. Setelah bahan-bahan tercampur di mesin bowl cutter maka

selanjutnya akan langsung dituang ke sunny pump untuk dicetak ke dalam casing sosis.

Adonan pada sosis merk Fiesta tidak masuk ke dalam metal detector untuk mencegah

adanya kontaminasi ke dalam produk.

4.2.1. Bahan Pengikat dan Pengisi

Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air

daging dan mengemulsikan lemak. Bahan pengikat mengandung protein tinggi,

terutama berasal dari susu kering dan produk kedelai misalnya tepung kedelai protein

kedelai, dan protein kedelai isolai (Forrest et al., 1975). Maksud penambahan bahan

pengikat adalah untuk mengurangi pengerutan selama pemasakan, memperbaiki

elastisitas produk akhir, untuk menarik air, memberikan warna, dan membentuk tekstur

yang padat. Bahan pengikat yang biasa digunakan adalah tepung kedelai, tepung jagung,

tepung terigu, tepung beras, kasein, albumin dan susu skim.

Page 28: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

20

Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi mempunyai

pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan pada sosis

adalah tepung gandum, barley, jagung atau beras, pati dari tepung-tepung tersebut.

Tepung pengisi mengandung lemak dalam jumlah yang relatif tinggi dan protein dalam

jumlah yang relatif rendah, sehingga mempunyai kapasitas mengikat air yang besar dan

kemampuan emulsifikasi yang rendah. Maksud dari penambahan bahan pengikat dan

pengisi pada adonan sosis adalah untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan

daya ikat air produk daging, meningkatkan flavour atau cita rasa, mengurangi

pengerutan selama pemasakan, meningkatkan karakteristik irisan sosis, dan mengurangi

biaya formulasi (Soeparno, 1994)

4.2.2. Cooking

Selanjutnya, setelah troli penuh, maka troli akan dimasukkan ke dalam Smoke House.

Di PT. Charoen Pokphand Salatiga terdapat 2 jenis mesin smoke house yaitu mesin

Maurer dan mesin Fessman yang masing-masing dapat menampung 4 buah troli. Prinsip

dari kedua mesin tersebut sama yaitu terdapat proses drying, smoking, cooking, dan

evaluating. Pada kedua mesin tersebut dilakukan pemantauan terhadap suhu dan waktu

proses pemasakan oleh pihak QC setiap kali proses pemasakkan berlangsung. Proses

Drying pada sosis dilakukan untuk mengurangi kandungan air pada adonan sosis. Untuk

proses Smoking, digunakan serbuk kayu beechwood (berasal dari Jerman) untuk

menimbulkan aroma yang spesifik pada merk sosis champ dan fiesta. Pemilihan jenis

kayu ini dilakukan karena apabila menggunakan kayu jenis lain akan menimbulkan

aroma yang berbeda dan rasa yang sedikit pahit. Pengasapan adalah proses pengawetan

daging dengan cara memberikan asap pada daging dalam suhu dan jangka waktu

tertentu.

Tujuan utama pengasapan adalah pengembangan cita rasa, pengawetan, pengembangan

warna, membuat atau menciptakan produk baru, dan melindungi dari oksidasi lemak.

Akibat yang ditimbulkan dari proses pengasapan yaitu keringnya permukaan daging

yang diasapkan, bebas dari proses ketengikan, dan memberi cita rasa yang khas

(Sutaryo, 2004 dalam Khaira W et al, 2013). Di dalam smoke house sosis mengalami

proses pemasakan dengan suhu yang tinggi. Pemasakan adalah salah satu teknik

pengolahan makanan yang merupakan proses termal dengan tujuan utama untuk

Page 29: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

21

meningkatkan cita rasa produk, warna, dan tekstur yang sesuai dengan keinginan. Troli

yang masuk ke dalam mesin smoke house setelah matang akan mengalami proses

showering dan cooling untuk menurunkan suhu produk yang telah matang sebelum

mengalami proses pengemasan. Sebelum proses showering dan cooling dilakukan

tingkat kematangan dan ensori dari sosis dipastikan. Apabila dalam sosis kurang matang

maka proses pemasakan atau pengasapan akan diperlama.

Pada proses Showering, sosis akan disemprot dengan air sedangkan pada proses

Cooling sosis akan diberi udara dingin. Proses Showering dan Cooling Down memiliki

bahaya potensial berupa kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme. Produk

suhunya diturunkan menjadi sekitar 25oC supaya saat dikemas tidak ada keringat

sehingga tidak cepat bau. Proses Cooking yang terjadi di Smoke House menjadi Critical

Control Point (CCP) pertama dalam rantai produksi sosis. CCP sendiri adalah titik

dimana langkah atau prosedur yang bisa diaplikasikan untuk food safety dari suatu

produk. Kematangan sosis menjadi hal yang sangat penting bagi proses produksi sosis

karena akan berpengaruh pada umur simpan sosis. Apabila sosis yang dimasak belum

matang maka hanya dalam 1 hari sosis dapat berkeringat karena masih adanya

kandungan air yang tertinggal akibat proses drying yang tidak sempurna sehingga

membuat sosis cepat bau.

Selain itu proses pemasakan termasuk ke dalam titik kritis dikarenakan proses

pemasakan merupakan salah satu metode pengawetan makanan. Menurut Estiasih &

Kgs Ahmadi (2009) makanan yang matang umumnya dapat disimpan lebih lama pada

kondisi dingin dibandingkan dengan bahan mentah. Pemasakan dapat mendekstruksi

dan juga menurunkan jumlah mikroorganisme dan menginaktifvasi enzim-enzim yang

tidak diinginkan contohnya enzim peroksidase dan lipoksigenase. Apabila tidak terjadi

pemasakan yang sempurna maka mikroorganisme patogen masih dapat tumbuh dan

inilah yang berpengaruh pada umur simpan dan kualitas dari sosis. Rumusan CCP 1

dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rumusan CCP 1

CCP Bahaya Potensial Tindakan Pencegahan

Cooking

(CCP 1)

Adanya mikroorganisme pathogen

yang masih hidup.

Memantau suhu dan lama

pemasakan, memantau suhu pusat

produk dan kualitas sensori

Page 30: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

22

4.3. Pengemasan

Pengemasan pangan merupakan suatu cara dalam memberikan suatu kondisi lingkungan

yang tepat bagi bahan pangan (Buckle, 1987). Tujuan dari pengemasan adalah

melindungi bahan pangan (barrier) dari penyebab-penyebab kerusakan baik karena

kerusakan fisik, kimia, biologis, maupun kerusakan mekanis. Sehingga, diharapkan

dapat menjaga kualitas dari bahan pangan dan sampai ke tangan konsumen dalam

keadaan yang baik dan menarik.

4.3.1. Pengemasan Sekunder

Setelah produk dikeluarkan dari Smoke House, produk akan mengalami pemotongan

menjadi per pieces (cutting into pieces) dengan menggunakan mesin bernama Cutter.

Barisan sosis akan ditarik oleh mesin dan dipotong – potong menjadi per pieces. Setiap

jenis produk memiliki panjang yang berbeda sehingga pemakaian mesin harus sesuai

dengan spesifikasi produk yang telah diprogramkan di dalam mesin. Selama mengalami

proses pemotongan langsung terdistribusi pada conveyor belt untuk kemudian dikemas

manual, petugas dapat menyiramkan sedikit air ke sosis – sosis yang telah diletakkan di

atas meja. Hal ini bertujuan agar permukaan Casing sosis tidak lengket sehingga proses

penarikkan sosis dan pemotongan sosis oleh mesin menjadi lebih mudah. Bila ada sosis

yang tidak terpotong sesuai dengan spesifikasi, maka sosis tersebut akan diletakkan

pada wadah terpisah dimana selanjutnya dapat digunakan untuk proses rework.

Dalam proses pengemasan, produk sosis tidak bersentuhan langsung dengan lantai agar

tidak terjadi kontaminasi. Selanjutnya sosis akan dikemas dengan kemasan sekunder.

Proses pengemasan dilakukan untuk memberikan perlindungan dan memegang peranan

penting dalam penanganan, pendistribusian, dan pengawetan bahan pangan. Pada proses

pengemasan sekunder sosis di PT Charoen Pokphand Food Division Unit Salatiga

terdapat dua cara yaitu dengan thermoformer packaging atau dengan manual packaging.

Setiap pergantian batch kemasan akan dicek oleh pihak QC mulai dari kode produksi

hingga tanggal kadaluarsa apakah sudah sesuai dengan data yang ada. Labeling

merupakan komponen penting dalam suatu pengemasan produk yang berfungsi untuk

memberikan informasi lengkap dan dapat mengedukasi konsumen. Informasi pada

kemasan yang harus dicantumkan antara lain merk produk, berat bersih (netto),

Page 31: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

23

perusahaan yang memproduksi (kota atau Negara asal produk), komposisi bahan,

informasi nilai gizi, tanggal kadaluarsa, petunjuk penyimpanan, dan Customer Care.

Untuk produk sosis sendiri setiap pergantian batch juga dilakukan pengecekan oleh

pihak QC dengan cara pengambilan lima sampel secara acak kemudian dilakukan

pengukuran panjang, berat, dan diameter terhadap masing-masing sosis. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui apakah sosis yang dihasilkan sudah sesuai standar dari

perusahaan. Apabila rata-rata sudah sesuai dengan standar yang dimiliki maka proses

pengemasan dapat diteruskan. Namun apabila sosis yang dihasilkan tidak sesuai standar

maka sosis akan di reject. Setelah dikemas vakum maka lima sampel secara acak

diambil dan dilakukan pengecekan berat serta kondisi vakum dari kemasan tersebut, jika

sudah sesuai maka kemasan yang telah divakum kemudian menuju ke proses

pendeteksian metal lalu ke proses pembekuan.

4.3.2. Pengecekan Kandungan Metal

Setelah dilakukan pengemasan vakum maka dilanjutkan dengan pengecekan kandungan

metal di dalam produk. Hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi metal pada

produk yang bisa terjadi setelah lolos pada pengecekan kandungan metal di bagian

produksi. Produk yang mengandung logam tentunya dapat membahayakan konsumen

sehingga harus benar – benar dilakukan pengontrolan terhadap deteksi logam. Dalam

pengujian kandungan metal, untuk memantau kinerja Metal Detector, maka dilakukan

pengujian sensitivitas setiap 1 jam sekali oleh pihak QC bagian metal detector dengan

menggunakan Spesimen Fe (diameter 1,5 mm), Non Fe (2 mm) dan SUS / Stainless

(diameter 2,5 mm). Untuk melakukannya, pertama – tama produk yang telah lolos

pengecekan Metal Detector diambil. Spesimen kemudian diletakkan di atas produk dan

dilewatkan pada Metal Detector. Hal ini harus dilakukan untuk masing – masing

spesimen. Bila conveyor berhenti saat produk dan spesimen melalui Metal Detector,

maka Metal Detector masih dapat bekerja dengan baik. Bila conveyor tidak berhenti,

maka petugas engineering harus memeriksa fungsi alat pendeteksi logam tersebut.

Dalam penggunaannya, metal detector dapat mendeteksi hampir semua jenis logam.

Perbedaannya adalah di tingkat sensitifitasnya. Pembagian jenis metal yang dapat

dideteksi oleh metal detector diantaranya :

Page 32: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

24

Ferrous (Fe) yaitu logam magnetik seperti besi dan baja (logam yang paling mudah

untuk dideteksi oleh mesin metal detector).

Non Ferrous yaitu jenis logam non magnetik seperti alumunium, tembaga, besi,

perak, timah, kuningan, nikel, dll. Golongan non Fe relatif mudah dideteksi oleh

metal detector namun tingkat sensitifitasnya masih sedikit dibandingkan dengan

logam jenis ferrous.

Stainless yaitu jenis stainless steel namun paling sulit untuk terdeteksi oleh metal

detector sehingga tingkat sensitifitasnya paling rendah.

Apabila terdeteksi logam di dalam sosis maka konveyor akan berhenti dan produk

kemudian akan ditahan dan nantinya akan dicek satu persatu sampai menemukan

kontaminan logamnya. Pengujian kandungan metal merupakan CCP 2 dalam proses

produksi sosis karena proses ini adalah proses pengujian kandungan metal terakhir

sebelum sosis di kemas dengan kemasan sekunder. Rumusan CCP 2 dapat dilihat pada

tabel 4. Pengujian kandungan metal pada adonan di tahap pemasakan tidak termasuk

dalam titik kritis dikarenakan adanya pengujian metal lagi pada proses pengemasan.

Tabel 4. Rumusan CCP 2

CCP Bahaya Potensial Tindakan Pencegahan

Pengecekan

Kandungan Metal 2

(CCP 2)

Kontaminasi metal pada

produk karena Metal Detector

tidak berfungsi maksimal

Pengecekan Metal Detector

dengan menggunakan

spesimen Fe, Non Fe, dan

Stainless setiap 1 jam sekali.

4.3.3. Freezing

Freezing (pembekuan) adalah penyimpanan bahan pangan dengan suhu beku, yaitu

pada suhu -12 sampai -24oC. Dan ada pula proses pembekuan cepat (quick freezing)

yang dilakukan pada suhu -24 sampai -40oC (Winarno,1993). Freezing adalah Unit

operasi dimana temperatur bahan pangan diturunkan hingga mencapai titik bekunya dan

sebagian air didalamnya berubah menjadi kristal es (Fellows, 2000). Pada suhu tertentu

bahan akan mencapai freezing point, yaitu dimana cairan akan berubah bentuk menjadi

padatan. Ketika suhu bahan dipertahankan lebih rendah dari 0oC (<0oC), maka akan

memperlambat pertumbuhan mikroorganisme, juga menghambat reaksi oksidatif dan

enzimatis (Singh & D. R. Heldman, 2001). Pengawetan pangan umumnya bertujuan

untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan, menghambat pembusukan dan

Page 33: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

25

menjamin mutu awal bahan pangan agar dapat terjaga selama mungkin. Sosis

merupakan produk makan yang membutuhkan proses pengawetan. Pengawetan sosis

yang dilakukan salah satunya yaitu dengan freezing. Untuk sosis yang telah lolos dari

pengujian dengan metal detector kemudian akan mengalami proses pembekuan dengan

menggunakan mesin IQF. Proses pembekuan dengan menggunakan IQF termasuk ke

dalam proses yang penting terlebih untuk memperpanjang umur simpan produk namun

tidak termasuk ke dalam CCP karena telah terdapat pencegahan kontaminasi

mikroorganisme sebelumnya yaitu pada proses pemasakan dengan suhu tinggi.

4.3.4. Pengemasan Tersier

Setelah sosis mengalami proses pembekuan akan dikemas dengan menggunakan

kemasan tersier yaitu karton. Karton lipat dan kardus merupakan jenis kertas yang

populer karena praktis dan murah. Bahan yang banyak digunakan untuk membuat

karton lipat adalah cylinder board yang terdiri dari beberapa lapisan, dan bagian

tengahnya terbuat dari kertas-kertas daur ulang, sedangkan kedua sisi lainnya berupa

kertas koran murni dan bahan murni yang dipucatkan. Untuk memperbaiki sifat-sifat

karton lipat, maka dilapisi dengan selulosa asetat dan polivinil klorida (PVC) yang

diplastisasi. Keuntungan dari penggunaan karton lipat adalah dapat digunakan untuk

transportasi dan dapat dihias dengan bentuk yang menarik. Tetapi kelemahannya adalah

kecenderungan untuk sobek di bagian tertentu. Karton yang digunakan oleh PT.

Charoen Pokphand ini adalah jenis karton Double wall board dimana jenis ini terdiri

dari 2 lapis dengan ketebalan ± 7 mm (CB/Flute). Karton jenis ini memang cocok untuk

pengiriman jarak jauh. Untuk kemasan karton sendiri akan di seal dengan menggunakan

selotip atau lakban yang ada di bagian kartoning.

Saat akan didistribusikan, produk akan dibawa ke Ante room dan selanjutnya akan

dimasukkan dan diangkut ke dalam kendaraan pengangkut. Kendaraan pengangkut

berupa kontainer yang dilengkapi dengan pendingin. Kebersihan dari kontainer harus

dijaga untuk mengurangi terjadinya kontaminasi. Setiap kontainer yang masuk dan

digunakan untuk proses distribusi produk telah mengalami pengecekan standar dan

mutu sesuai dengan kriteria dari perusahaan. Ante room memiliki suhu 0-5oC untuk

menjaga kualitas produk. Proses distribusi dan pengangkutan barang dari Ante room

juga menggunakan prinsip FIFO.

Page 34: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

26

5. PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN PENGENDALIAN MUTU

5.1. Freezing

Dalam proses produksi sosis di PT. Charoen Pokphand Salatiga dilakukan proses

pembekuan setelah produk dikemas dalam kemasan sekunder. Pada dasarnya menurut

Lester E. (2000), prinsip kerja freezing dibagi menjadi 3 yaitu undercooling,

nucleation, dan crystal propagation. Proses undercooling adalah proses dimana ada

penurunan suhu hingga sebelum pembentukan kristal es. Sedangkan proses nucleation

adalah proses terdahulu sebelum terbentuknya kristal es, biasanya dikenal dengan nama

agitasi. Proses nukleasi ini dibagi menjadi 2, yaitu nukleasi homogen (homogeneous

nucleation) yang terjadi pada sistem murni tanpa pengotor. Sedangkan nukleasi

heterogen (heterogeneous nucleation) terjadi pada molekul air yang berkumpul dalam

suatu komposisi kristalin pada agensia nukleasi. Crystal propagation merupakan

tahapan setelah pembentukan kristal es yaitu proses bertumbuhan kristal es.

Terdapat dua jenis metode freezing, yaitu slow freezing dan fast freezing, yang

membedakan kedua metode ini adalah kecepatan freezing dan besarnya kristal es yang

terbentuk. Slow freezing adalah proses pembekuan yang terjadi secara lambat, sehingga

menghasilkan kristal es yang berukuran besar dan akan tumbuh pada ruang intraseluler

dan mengubah bentuk jaringan awal, serta dapat memecah dinding sel. Setelah di

thawing, bahan juga tidak dapat kembali ke bentuk awalnya. Hal ini akan menyebabkan

bahan pangan menjadi lembek, dan material di dalam sel akan mengalir keluar dari sel

yang pecah. Sedangkan fast freezing adalah proses pembekuan cepat yang

menghasilkan kristal es yang berukuran kecil. Hasil pembekuan cepat adalah crust yang

berukuran kecil pada permukaan bahan dan mencegah terjadinya kerusakan tekstur

bahan pangan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal es yang kecil sehingga dinding

sel bahan tetap utuh (Fellows, 2000).

Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable), sehingga

memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk

ketika terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan makanan tersebut tidak dapat

diterima lagi oleh konsumen. Kerusakan atau kebusukan makanan dapat terjadi akibat

aktivitas mikrobia maupun aktivitas enzim yang ada pada bahan makanan tersebut,

Page 35: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

27

selain itu perubahan secara fisika-kimia juga dapat memengaruhi kebusukan makanan

(Bell et al, 2005). Freezing pada sosis dilakukan dikarenakan menurut hasil penelitian

pada suhu ruang (27oC-30oC) di hari ke-2 sosis sudah bau dan mengalami perubahan

warna pada hari ke-3 serta perubahan tekstur pada hari ke-5, karena pada suhu ruang

sosis hanya bertahan selama 2 hari (Haryati,2003). Sedangkan bila disimpan dalam

keadaan beku sosis dapat memiliki umur simpan lebih lama. Menurut Khaira W et al

(2013) suhu penyimpanan berpengaruh terhadap laju penurunan mutu bahan pangan

yang di asap. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka semakin tinggi pula laju

penurunan mutu yang mengakibatkan semakin sebentar umur simpan produk.

Sebaliknya, semakin rendah suhu penyimpanan, semakin rendah juga laju penurunan

mutu sehingga umur simpan lebih lama.

Yang mempengaruhi proses pembekuan berjalan sempurna salah satunya adalah

penggunaan jenis kemasan. Menurut Daine (1992), syarat bahan pengemas untuk bahan

yang dibekukan, yaitu :

Mampu memberikan proteksi terhadap dehidrasi karena dalam keadaan suhu

dingin (udara kering), bahan pangan akan kehilangan air.

Mampu menghalangi masuknya oksigen karena akan mempercepat terjadinya

rancidity, terutama pada produk yang mengandung lemak.

Mampu menghalangi penguapan bahan organik (aroma dan flavor) yang

disebabkan oleh dehidrasi dan oksidasi pada bahan yang dikemas karena hal

tersebut akan menyebabkan freezeburn yang mengakibatkan pemucatan warna

dan kemunduran tekstur.

Bagian wadah terluar dapat digunakan agar embun udara atmosfer tidak meresap

dalam wadah karena jika terjadi peresapan uap air ke dalam bahan yang dikemas

mengakibatkan pembekuan yang berlebihan.

Dalam pengemasan vakum, biasanya digunakan plastik yang tahan dengan suhu dan

tekanan tinggi. Jenis kemasan sekunder yang dipakai untuk mengemas sosis biasanya

adalah LLDPE dan nylon. Nilon atau poliamida merupakan kondensasi polimer

(polikondensasi) dari asam amino atau diamina dengan asam dua karboksilat (di-acid).

Nilon tergolong termoplastik non etilen dengan sifat-sifat sebagai berikut :

Page 36: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

28

Bersifat inert, tahan panas dan mempunyai sifat-sifat mekanis yang istimewa

(elongation, tensile strength, tear strength, folding endurance)

Tahan terhadap asam encer dan basa, tidak tahan asam kuat dan pengoksidasi

Tidak berasa, tidak berbau dan tidak beracun

Cukup kedap gas, tetapi tidak kedap air

Tahan terhadap suhu tinggi, dan baik digunakan untuk kemasan bahan yang

dimasak di dalam kemasannya, seperti nasi instan, serta untuk produk-produk

yang disterilisasi, dan untuk kemas hampa

Linear-low-density polyethylene (LLDPE) yaitu koplimer etilen dengan sejumlah kecil

butana, heksana atau oktana, sehingga mempunyai cabang pada rantai utama dengan

interval (jarak) yang teratur. Sifat-sifat dari jenis plastik polietilen yang dapat

dimanfaatkan untuk mengemas sosis antara lain:

Kemampuan heat seal ( dapat dikelim dengan panas), sehingga dapat digunakan

untuk laminasi dengan bahan lain.

Kedap terhadap air, uap air, dan gas

Dapat digunakan untuk penyimpanan beku hingga suhu -50oC

Dapat dicetak

Fleksibel sehingga mudah untuk dibentuk

(Syarief & Halid, 1993)

Proses pengemasan sekunder dengan metode vakum dilakukan karena menurut

Busboom dan Field (2003) dalam Vergiyana, dkk (2014) sosis masak hanya dapat

bertahan satu sampai dua hari pada suhu ruang, sehingga kualitas sosis dapat

dipertahankan dengan penyimpanan suhu rendah, pada suhu dingin sosis dapat disimpan

minimal dua minggu dengan kemasan vakum belum terbuka dan selama satu minggu

dengan kemasan tidak vakum. Selain itu menurut Khaira W et al (2013) bakteri yang

terkandung dalam daging yang dikemas non vakum memiliki jumlah koloni lebih tinggi

dibandingkan dengan yang dikemas secara vakum. Hal ini dimungkinkan karena pada

kemasan vakum pertumbuhan bakteri aerob yang pertumbuhannya sangat tergantung

oksigen menjadi terhambat. Proses vakum kemasan sangat penting karena apabila

kemasan tidak vakum berarti masih ada udara yang tersisa di dalam kemasan sehingga

mikroorganisme dapat tumbuh dan makanan menjadi cepat rusak. Selain itu juga dapat

menimbulkan reaksi oksidasi lemak yaitu reaksi yang terjadi antara oksigen dan lemak

Page 37: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

29

yang nantinya membuat makanan menjadi cepat tengik. Menurut Khaira W et al (2013)

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju oksidasi lemak dalam makanan adalah suhu

tinggi, cahaya, adanya oksigen dan pro-oxidants.

5.2. Individual Quick Freezing (IQF)

Menurut Yuliana, et al (2013) teknik IQF merupakan pembekuan bahan satu persatu

dalam waktu singkat. Manfaatnya adalah kandungan nutrisinya tidak hilang,

penampilannya masih sama dengan sebelum pembekuan dan produk menjadi lebih

tahan lama. Prinsip kerja mesin IQF yaitu membekukan produk secara individu dengan

menggunakan hembusan udara dingin. Cara kerja mesin IQF sama seperti cara kerja

pada proses pendinginan dan pembekuan dengan menggunakan refrigerator dan dengan

bantuan refrigerant. Sumber pendingin (refrigerant) yang digunakan adalah ammonia

yang merupakan senyawa refrigeran golongan anorganik bersama dengan air dan CO2.

Refrigeran adalah fluida kerja yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi yang

merupakan komponen penting dalam siklus refrigerasi karena menimbulkan efek

pendinginan dan pemanasan pada mesin refrigerasi. ASHRAE (2005) mendefinisikan

refrigeran sebagai fluida kerja di dalam mesin refrigerasi, pengkondisian udara, dan

sistem pompa kalor. Refrigeran menyerap panas dari satu lokasi dan membuangnya ke

lokasi yang lain, melalui mekanisme evaporasi dan kondensasi.

Di dalam penentuan penggunaan refrigeran terdapat beberapa kriteria refrigeran yang

baik untuk digunakan. Karakteristik refrigeran yang baik yaitu :

Kalor laten penguapan harus tinggi, refrigeran yang mempunyai kalor laten

penguapan yang tinggi lebih menguntungkan karena untuk kapasitas refrigerasi

yang sama, jumlah refrigeran yang bersirkulasi menjadi lebih kecil.

Titik didih rendah sehingga pada suhu rendah refrigeran sudah dapat mendidih.

Refrigeran hendaknya stabil dan tidak bereaksi dengan material yang dipakai, jadi

juga tidak menyebabkan korosi.

Uap dengan densitas tinggi untuk mengurangi ukuran kompresor.

Tidak dapat bercampur dengan minyak dalam kompresor.

Sebaiknya refrigeran menguap pada tekanan sedikit lebih tinggi dari pada tekanan

atmosfir sehingga tidak terjadi kebocoran udara luar masuk sistem refrigeran.

(Estiasih & Kgs Ahmadi, 2009)

Page 38: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

30

Pemilihan ammonia sebagai refrigeran di dalam proses pembekuan dengan IQF didasari

pada sifat dasar dari ammonia itu sendiri. Ammonia mempunyai sifat termal yang baik

sehingga sampai sekarang masih digunakan sebagai refrigeran untuk cold storage,

pabrik es, dan pendingin bahan pangan. Ammonia digunakan sebagai refrigerant

dikarenakan ammonia cair mudah menguap dan akan menyerap panas sehingga

menimbulkan efek pembekuan. Ammonia memiliki titik didih yang rendah yaitu sekitar

-33,5oC (Cotton dan Wilkinson, 1989). Titik didih refrigeran merupakan indikator yang

menyatakan apakah refrigeran dapat menguap pada temperatur rendah yang diinginkan,

tetapi pada tekanan yang tidak terlalu rendah. Selain dilihat dari titik didihnya, ammonia

memiliki kalor laten penguapan yang lebih tinggi yaitu 1314,2 kJ/kg dibandingkan

dengan refrigeran lain sehingga jumlah refrigeran yang bersirkulasi menjadi lebih kecil

sehingga lebih efisien. Selain itu menurut Estiasih & Kgs Ahmadi (2009) ammonia

mempunyai sifat pindah panas yang baik dan tidak bercampur dengan minyak.

Di samping sifat ammonia, penggunaan ammonia dipilih berdasarkan atribut

lingkungan. Atribut lingkungan suatu refrigeran dihubungkan dengan reaksi refrigeran

saat terlepas di atmosfer. Pada refrigeran halokarbon, atom klorin pada refrigeran akan

berikatan dengan ozon di atmosfer, sehingga menyebabkan terjadinya penipisan ozon

yang menyebabkan pemanasan global. Terdapat tiga jenis atribut lingkungan yang

umum dikenal, GWP, ODP, dan tahun atmosferik. GWP (Global Warming Potential)

adalah ukuran seberapa banyak jumlah gas rumah kaca yang diperkirakan akan

mempengaruhi pemanasan global dalam waktu 100 tahun. ODP (Ozone Depletion

Pottential) merupakan parameter yang menyatakan kemampuan suatu refrigeran untuk

berikatan dengan ozon di stratosfer. Pada ammonia tidak ditemukan adanya ODP

maupun GWP, sehingga ammonia dianggap aman untuk lingkungan.

5.2.1. Spesifikasi Mesin IQF

Menurut C, George dan P.E., Briley (2002) IQF dibentuk dalam banyak ukuran mulai

dari 1,000 lb/h to 100,000 lb/h (126 to 12.600 g/s) dan kebanyakan menggunakan

ammonia sebagai refrigerant. IQF yang digunakan pada proses pembekuan sosis di PT.

Charoen Pokphand Salatiga adalah jenis IQF Packaged Spiral Freezer. Mesin IQF jenis

ini banyak digunakan oleh industri-industri makanan untuk membekukan produk-

produk yang rentan terhadap kerusakan untuk memperpanjang umur simpannya. Mesin

Page 39: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

31

IQF terdiri dari kompresor, kondensor, filter, pipa kapiler, evaporator, accumulator,

katup ekspansi, panel kipas berjumlah 8 buah, konveyor 18 tingkat, balance fan, sensor,

monitor pengontrol, take away, dan defrost.

Gambar 4. IQF Packaged Spiral Freezer

Sumber : www.advancedfreezer.com

5.2.2. Cara Kerja Mesin IQF

Dalam proses pengoperasiannya pertama IQF harus dibersihkan dan dikeringkan,

kemudian fan dan konveyor dinyalakan. Lalu pihak operator kompresor akan

menyalakan kompresor. Dengan adanya aliran listrik maka motor kompresor akan

bekerja mengisap gas refrigerant yang dalam hal ini adalah ammonia yang bersuhu dan

bertekanan rendah dari saluran hisap. Kompresor kemudian memampatkan gas

refrigerant sehingga menjadi uap/gas bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi, gas tersebut

ditekan keluar oleh kompresor memasuki kondensor yang dingin. Gas refrigerant yang

panas dan bertekanan tinggi tersebut di dalam kondensor akan didinginkan oleh udara di

sekitar (panasnya berpindah dari kondensor ke udara sekelilingnya) sehingga suhunya

turun (menjadi dingin) mencapai suhu kondensasi (berkondensasi atau mengembun)

dan wujudnya berubah menjadi cair tetapi tekanannya tetap tinggi. Refrigerant cair yang

bertekanan tinggi tetapi suhunya telah rendah ini selanjutnya mengalir kedalam

penyaring. Refrigerant lalu memasuki pipa kapiler yang berdiameter kecil dan panjang

sehingga tekanannya turun drastis.

Page 40: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

32

Refrigerant cair yang tekanannya menjadi sangat rendah ini kemudian masuk ke dalam

evaporator yang memiliki tekanan rendah hingga vakum sehingga titik didih ammonia

yang memang sudah rendah semakin bertambah rendah pula, oleh sebab itu ammonia

segera berubah wujud menjadi gas (menguap). Ketika berubah wujud dari cair menjadi

gas, zat refrigerant memiliki kalor laten penguapan yang besar maka diperlukan kalor

laten yang besar pula dan kalor (panas) ini diambil dari sekeliling evaporator yaitu isi

dari IQF. Kerja ini diperkuat oleh adanya daya hisap kompresor sehingga molekul-

molekul gas refrigerant mendapat percepatan dalam bergerak melesat di sepanjang

evaporator sembari mengambil panas dari sekeliling evaporator dengan efek akhirnya

adalah isi IQF menjadi dingin. Proses ini dimaksimalkan dengan adanya panel kipas

berjumlah 8 unit yang ada di mesin IQF. Kemudian gas refrigerant memasuki

akumulator dan kembali ke kompresor. Di dalam kompresor, refrigerant berbentuk gas

akan dimampatkan dan dipompakan lagi ke kondensor, begitu seterusnya proses ini

terjadi berulang-ulang sehingga ruangan di dalam IQF memiliki suhu <= -30oC. Jika

suhu sudah mencapai <= -30oC maka produk dalam kemasan yang sudah mengalami

proses vakum dijalankan melalui konveyor menuju ke tempat metal detector kemudian

disalurkan ke mesin IQF dengan konveyor.

Melalui monitor pengontrol lama proses pembekuan diatur sesuai dengan jenis produk

dan suhu IQF. Semakin rendah suhu di IQF maka waktu pembekuan dapat dipercepat.

Di dalam IQF terjadi proses menghembuskan udara dingin ke dalam produk. Produk

akan disemprot udara dingin selama berjalan di konveyor sesuai dengan waktu yang di

setting. Konveyor yang ada di mesin berjalan ke atas menuju tingkat ke 18. Kemudian

akan keluar dan diangkut dengan take away ke bawah ke bagian kartoning untuk

dikemas dalam karton. Setelah selesai dalam menggunakan IQF maka kompresor akan

menghentikan proses supply refrigerant sehingga tidak ada lagi udara dingin yang

keluar dari blower. Suhu di ruang IQF akan menjadi normal (tidak minus) sehingga fan

dan conveyor dapat dimatikan.

5.3. Pelaksanaan Proses Pengendalian Mutu

Proses pengendalian mutu pada mesin IQF di PT Charoen Pokphand dilakukan dari

awal sebelum produk masuk ke dalam IQF sampai produk menuju ke proses kartoning.

Sebelum masuk ke dalam IQF bagian kondisi kemasan sosis akan dicek oleh pihak QC.

Page 41: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

33

Kemasan sosis yang diharapkan adalah kemasan yang vakum dan tidak sobek. Hal ini

dilakukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam kemasan selama proses

pembekuan. Jika udara dapat tembus ke dalam kemasan dan kontak dengan sosis maka

akan menyebabkan oksidasi dan ketengikan pada sosis dikarenakan sosis mengandung

lemak yang cukup tinggi. Selain itu juga akan menyebabkan freezer burn yang terjadi

akibat hilangnya cairan yang terdapat dalam bahan makanan. Hal ini tidak

membahayakan namun sosis akan menjadi kering, mengurangi rasa pada sosis, dan

menyebabkan denaturasi protein. Selain itu kerusakan yang ditimbulkan jika kemasan

tidak vakum adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan karena otooksidasi

radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Kerusakan ini dapat terjadi karena sosis

merupakan tipe emulsi lemak dalam air (Winarno, 1991).

Pada setiap pergantian batch suhu sosis mula-mula sebelum masuk ke IQF akan diukur

menggunakan termometer oleh pihak QC. Kemudian waktu pembekuan diatur sesuai

dengan suhu produk dan suhu ruang IQF. Dalam hal ini produk dan ukuran kemasan

yang berbeda maka lama waktu pembekuan juga berbeda. Selain itu faktor yang

mempengaruhi waktu pembekuan adalah suhu di dalam ruang IQF itu sendiri. Jika

suhunya lebih rendah di bawah standar <-30oCmaka waktu dapat berlangsung lebih

cepat. Setelah produk masuk ke dalam IQF suhu ruang dan sunction serta lama

pembekuan yang tertera dalam monitor dicatat untuk dokumentasi produksi. Suhu ruang

IQF memiliki standar minimal -30 oC sedangkan selisih suhu antara ruang dan sunction

kurang lebih 7 oC.

Sunction merupakan bagian IQF tempat udara mengalir dari kompresor ke ruangan

sehingga selisih suhu yang dimiliki tidak akan terlalu jauh. Seiring berjalannya waktu

maka pembatas antara sunction dan ruang akan tertutup dengan bunga es. Semakin

banyak bunga es maka akan menutupi aliran udara dingin yang menuju ke ruangan

sehingga jarak suhunya akan semakin besar. Apabila terjadi akan membuat proses

pembekuan produk tidak sempurna atau suhu produk tidak akan mencapai suhu optimal.

Hal ini menjadikan penanda bahwa dalam IQF perlu untuk dilakukan defrost. Di PT.

Charoen Pokphand Salatiga, mesin IQF untuk produk sosis mengalami proses defrost

tiga hari sekali.

Page 42: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

34

Setelah selesai pembekuan dan produk keluar ke bagian kartoning dilakukan

pengecekan terhadap suhu produk setelah pembekuan oleh pihak QC. Produk dikatakan

sudah beku dengan baik apabila suhunya dapat mencapai -18oC. Hal ini terjadi karena

penyimpanan beku antara -17°C sampai -40°C mampu memperpanjang umur simpan

produk daging khususnya daging unggas sampai satu tahun (Mountney, 1976). Pada

proses pembekuan juga lebih memberikan dampak negatif dalam pertumbuhan

mikroorganisme dikarenakan :

Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10oC

Untuk beberapa jenis mikroorganisme patogen masih dapat hidup pada suhu

kira-kira 3,3oC

Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4oC sampai -9,4oC

Tabel 5. Temperatur minimal pertumbuhan beberapa Foodborne Microbial Species and

Strains

Sumber : Frazier and Westhoff, 1988

Melalui tabel 5 dapat dilakukan analisa bahwa apabila dalam proses produksi dihasilkan

produk dengan suhu -18oC tidak ada pertumbuhan organisme perusak maupun

organisme patogen dan pertumbuhan bakteri psikrofilik menjadi semakin lambat karena

sel bakteri tidak dapat membelah dan selain itu enzim tidak dapat aktif. Sehingga suhu

ideal penyimpanan sosis sekitar -18ºC. Selain itu menurut Koswara (2009) pada

umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai mutu penyimpanan yang baik

sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu -18oC. Bila suhu penyimpanan

naik 3oC maka kecepatan kerusakan akan berlipat ganda. Khaira W et al (2013)

menambahkan bahwa pada penyimpanan suhu rendah dapat menghambat aktivasi

Page 43: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

35

enzim-enzim fisiologi yang berperan terhadap proses pertumbuhan bakteri, sehingga

bakteri dalam keadaan dormasi. Hal ini berdampak pada semakin lamanya masa simpan

daging.

Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri,

sehingga pada saat sosis dikeluarkan dari pendingin dan dibiarkan berada pada suhu

ruang maka pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dapat berlangsung dengan

cepat. Makadari itu pada kemasan sekunder sosis tertera suhu penyimpanan ideal sosis

adalah -18oC (Asmoel, 2009 dalam Kartika dkk, 2014). Jika pembekuan kurang

sempurna maka akan diulang kembali. Selain itu waktu nyata awal produk masuk ke

IQF dan waktu akhir produk saat keluar dari IQF dicatat untuk kemudian dihitung

selisihnya dan dibandingan apakah sudah sesuai dengan waktu yang di setting. Suhu

ruang IQF dibuat sekitar -30oC dikarenakan menurut C, George dan P.E., Briley (2002)

selain biaya listrik, penyusutan produk merupakan salah satu yang terpenting yang perlu

diperhatikan dalam pembekuan produk. Kebanyakan produk kehilangan beratnya saat

dibekukan.

Menurut Fellow (2000) penyusutan berat selama pendinginan dapat disebabkan karena

kelembaban yang ada pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan menuju ke udara

disekitarnya melalui proses kondensasi uap air. Pada produk daging penyusutan berat

dapat disebabkan karena terjadi kerusakan gel protein dan mengalami proses koagulasi

protein, sehingga menurunkan daya ikat protein terhadap air dan air bebas di dalam

daging akan lepas menuju ke udara disekitarnya yang akan hilang bersama dengan uap

air. Kerusakan struktur molekul akibat pendinginan ini juga dapat menyebabkan

penyusutan berat. Kehilangan air pada bahan dapat dicegah dengan cara pengaturan

suhu dan kelembaban ruang simpan dengan tepat. Terdapat dua faktor utama untuk

mengontrol penyusutan atau kehilangan berat produk, antara lain waktu pembekuan dan

suhu pembekuan. Semakin cepat produk dibekukan maka penyusutan akan semakin

rendah. Kebanyakan IQF dioperasikan pada suhu udara –20°C (–29°C) di awal tahun

ditemukannya mesin ini, namun sekarang IQF dioperasikan pada temperatur yang

rendah yaitu –40°F/–50°F (–40°C/–36°C). Pada temperatur tersebut penyusutannya

akan menurun.

Page 44: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

36

PT. Charoen Pokphand juga melakukan uji laboratorium untuk mengetahui apakah ada

kontaminasi mikroorganisme dalam produknya untuk menjaga mutu dari produk

tersebut. Uji laboratorium yang dilakukan antara lain uji TPC (total plate count) berupa

Coliform, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella sp. dan

Champhylobacter sp. Hal ini untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan standar

yang berlaku. Pada SNI 7388:2009 disebutkan bahwa untuk daging ayam segar,beku

(karkas dan tanpa tulang),dan cincang untuk TPC pada suhu inkubasi 300C selama 72

jam batasnya adalah 1 x 105 koloni/g, koliform 10 koloni/g, Escherichia coli <3

koloni/g, Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g, Salmonella sp. negatif/25g dan

Clostridium perfringens 102 koloni/g. Jika produk tidak sesuai dengan standar tersebut

maka produk akan dianalisa untuk diketahui penyebabnya.

5.4. Masalah dan Cara Mengatasi Masalah pada Mesin IQF

Masalah yang sering muncul dalam penggunaan mesin IQF ini adalah penumpukkan

produk di dalam mesin yang mengakibatkan beberapa produk dapat jatuh.

Penumpukkan produk dapat terjadi dikarenakan penataan antar produk yang terlalu

dekat saat produk dimasukkan ke dalam IQF. Penumpukkan produk membuat mesin

harus dimatikan terlebih dahulu untuk pengambilan produk yang terjatuh atau

pembenaran posisi produk yang menumpuk. Hal ini menyebabkan pintu utama IQF

sering dibuka dan ditutup sehingga suhu mengalami drop tidak mencapai -30 oC. Selain

masalah penumpukkan produk, setting waktu yang tidak sesuai dengan jenis produk

juga sering terjadi sehingga pembekuan produk yang dihasilkan kurang efisien. Pada

proses pembekuan suhu sangat mempengaruhi dimana suhu menjadi faktor utama

dalam proses ini sebelum waktu. Apabila suhu di dalam IQF tidak mencapai suhu

optimalnya maka produk juga tidak akan mencapai suhu optimalnya.

Sehingga dalam hal ini koordinasi memang diperlukan dimana penataan barang jangan

terlalu berdekatan sehingga menghindari adanya penumpukkan saat proses pembekuan.

Selain itu pengaturan waktu juga sebaiknya dilakukan oleh satu orang saja. Dalam

proses pembekuan waktu juga merupakan faktor yang penting. Faktor yang

mempengaruhi lamanya proses pembekuan antara lain :

Ukuran dan bentuk produk yang dibekukan.

Konduktivitas panas produk yang dibekukan.

Page 45: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

37

Luas area (permukaan) produk yang dibekukan sebagai media pindah panas.

Koefisien pindah panas di permukaan produk yang dibekukan dan medium

pembeku.

Perbedaan suhu antara produk yang dibekukan dan medium pembeku.

Selain itu dalam penggunaan mesin IQF pengecekan refrigerant menjadi sangat penting.

Selain jika refrigerant habis maka tidak ada aliran udara dingin yang masuk, refrigerant

yaitu ammonia jika mengalami kebocoran pada pipa sehingga ammonia masuk ke

dalam ruang pendingin maka dapat mengakibatkan perubahan warna pada bahan

makanan yang didinginkan menjadi coklat atau hitam. Proses pengemasan yang

sempurna menjadi solusi apabila terjadi kebocoran ammonia karena kemasan akan

melindungi produk sehingga tidak terkena oleh cairan ammonia, namun jika kemasan

bocor dan ammonia mengalami kebocoran maka perubahan warna produk tidak dapat

dihindari.

Page 46: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

38

6. PENGAWASAN PELAKSANAAN TIM QC

Pada penerapan pelaksaan Quality Control perlu dilakukan pengawasan. Pengawasan

tidak hanya dilakukan oleh tim QC namun juga yang lainnya. Tanggung jawab utama

pelaksaan proses produksi segala jenis produk di PT Charoen Pokphand ada kepala

produksi. Dalam proses produksi sosis di PT Charoen Pokphand Food Division Unit

Salatiga kualitas produk benar-benar dijaga dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan

adanya manajemen pengontrolan kualitas dari produk. Apabila ada masalah dalam

proses produksi maupun pengemasan, pihak yang pertama kali tahu adalah

Foreman/Forelady. Foreman/Forelady merupakan kepala regu dalam setiap pembagian

kerja yang bertanggung jawab mengontrol kinerja dari para pekerja. Kemudian

permasalahan akan disampaikan kepada pihak QC yang bertugas. Permasalahan akan

dianalisa dan dicari penyelesaiannya oleh pihak Foreman/Forelady dan pihak QC.

Apabila permasalahan cukup besar dan keputusan yang diambil memiliki resiko besar

bagi perusahaan maka kepala QC dan kepala produksi akan diberitahu perihal

permasalahan tersebut.

Page 47: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

39

7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Proses pembuatan sosis ayam PT. Charoen Pokphand Indonesia meliputi proses

pengolahan adonan, pengisian adonan, pemasakan, pengemasan, metal detector,

pembekuan, checkweigher box, penutupan karton dan penyimpanan.

Fungsi dari pengemasan adalah untuk melindungi bahan pangan dari penyebab

kerusakan baik karena fisik, kimia, biologis, maupun kerusakan mekanis.

Fungsi dari pembekuan adalah untuk menginaktifkan bakteri dan enzim sehingga

dapat meningkatkan umur simpan produk.

Pengendalian mutu kemasan sosis di PT. Charoen Pokphand sudah dilaksanakan

sesuai standar yang ada.

Proses pembekuan cepat merupakan salah satu metode pengawetan makanan

dengan proses kristalisasi untuk meningkatkan umur simpan produk

IQF merupakan alat yang efisien untuk menerapkan sistem pembekuan cepat

dikarenakan pembekuannya merata dan produk dapat beku maksimal dalam

waktu singkat.

Ammonia merupakan refrigeran yang baik digunakan dalam industri besar karena

lebih efisien dan aman bagi lingkungan.

Proses pengendalian mutu dalam proses pembekuan terletak pada pengukuran

suhu baik ruang maupun produk, waktu pembekuan, dan kondisi kemasan produk.

PT. Charoen Pokphand Indonesia telah menerapkan sistem penjamian dan

pengawasan mutu dengan baik dan benar sehingga dapat mempertahankan

kualitas produk yang dihasilkan

7.2. Saran

Sebaiknya dilakukan sanitasi peralatan selama 1 bulan sekali, atau seminggu sekali

sesuai dengan tingkat keseringan alat tersebut digunakan.

Perlu adanya perbaikan dan perawatan mesin secara berkala mengingat beberapa

mesin tidak bekerja dengan efisien sehingga hasil tidak maksimal.

Perlu adanya peningkatan lebih terhadap kesadaran karyawan akan kebersihan

lingkungan terutama lingkungan produksi menyangkut dengan proses sanitasi

Page 48: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

40

8. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://www.advancedfreezer.com/spiral_packaged.html. Advanced Equipment

INC. Diakses pada tanggal 25 Januari 2015.

Alan, H.V. and P.S. Jane. 1995. Meat and Meat Product. Teknology Chemistry and

Microbiology. Champman & Hall. London.

ASHRAE. 2005. Cooling and Heating Loand Calculation Manual American Society Of

Heating Refrigrating and Air Conditioning Engineering, Inc.

Astawan, M. 2009. Departemen Teknologi Pangan Dan Gizi IPB.

http://www.masenchipz.com/bahaya-laten-sosis. Diakses pada tanggal 10 Januari

2015.

Bell, C., Neaves, P., dan Williams, A. P. 2005. Food Microbiology and Laboratory

Practice. Blackwell Publishing. United Kingdom.

Bhattacharyya, D., M. Sinhamahapatra and S. Biswas. 2013. Effect of packing materials

and methods on physical properties and food safety of duck sausage. Int. J. Dev.

Res. 3: 032-040.

P

Brandly, P.J., Migaki G., Taylor K.E. 1966. Meat Hygiene, 3rd Edit. Lea and Febiger,

Philadelphia.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.

Terjemahan H. Purnomo dan Adiano. Universitas Indonesia, Jakarta.

C, George dan P.E., Briley. 2002. Individually Quick Frozen Fluidized Freezers.

ASHRAE Journal.

Cotton, F.A. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia anorganik I. Jakarta, Universitas

Indonesia.

Daine, F.A, Daine, H.Y. 1992. A Hand Book of Food Packaging 2nd Ed. Blackie

Academic & Prof. London.

Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Sosis. SNI 01-3820-1995. Dewan Standarisasi

Nasional, Jakarta.

Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.

Bharata Jakarta.

Dotulong, Verly. 2009. Nilai Proksimat Sosis Ikan Ekor Kuning (Caesio, spp.)

Berdasarkan Jenis Casing dan Lama Penyimpanan. Pasific Journal Juli 2009 Vol.

1(4) : 506-509. Manado.

Page 49: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

41

Essien, Effiong . 2003. Sausage Manufacture : Principles and Practice. CRC Press

Boca Raton Boston New York, Washington DC.

Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara.

Jakarta.

Fellow, J.P. 2000. Food Processing Technology. Principles and Practice 2nd edition.

Woodhead Publishing Lim, Cambridge, England.

Frazier, W.C & Westhoff. 1988. Food Microbiology. Mcgraw-Hill Publishing Company

Ltd. New Delhi.

Hanief. 2001. Mewaspadai si Bulat Panjang : SOSIS. https://www.mail-archive.com

diakses tanggal 26 Januari 2015.

Haryati, Nur. 2003. Pengaruh Suhu dan Penyimpanan Sosis Daging Sapi Terhadap

Total Bakteri dan Penilaian Organoleptik. Skripsi. Universitas Diponegoro Hui, F.H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willy and Sons,

Inc. USA

Jeremiah, L. E. 1996. Freezing Effects on Food Quality. Marcell Dekker, Inc. New

York

Kartika, Emma ; Siti Khotimah dan Ari Hepi Yanti. 2014. Deteksi Bakteri Indikator

Keamanan Pangan Pada Sosis Daging Ayam Di Pasar Flamboyan Pontianak.

Jurnal Protobiont 2014 Vol 3 (2): 111 - 119 111. Pontianak.

Khaira W, Annisa ; Leni H. Afrianti ; dan Supli Effendi. 2013. Pendugaan Umur

Simpan Daging Ayam Asap Pada Suhu Penyimpanan Berbeda Dengan Metode

Arrhenius. Jurnal Penelitian Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Bandung.

Koswara, Sutrisno. 2009. Pengolahan Pangan Dengan Suhu Rendah.

Ebookpangan.Com.

Lester E. Jeremiah. 2000. Freezing Effect on Food Quality. Lacombe. Alberta. Canada

Marcel Dekker, Inc.

Mountney, G. J. 1976. Poultry Products Technology. 2nd Ed. #vi Publishing Company.

INC. Westport.

Musicool refrigerant. http://www.up-3.com/up3.php?page=viewproducts&id=8 diakses

tanggal 26 Januari 2015.

Rahayu, W. P., H. Nababan, S. Budijanto dan D. Syah. 2003. Keamanan Pangan.

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Badan Pengawas Obat

dan Makanan, Jakarta.

Page 50: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

42

Singh, R. P. dan D. R. Heldman. 2001. Introduction Food Engineering. Food Science

Technology. Academic Press. London.

Syarief, R dan H.Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit ARCAN

bekerja sama dengan PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Vergiyana, Nia ; Rusman ; dan Supadmo. 2014. Karakteristik Mikroba Dan Kimia Sosis

Ayam Dengan Penambahan Khitosan Dan Angkak Yang Disimpan Pada

Refrigerator. Buletin Peternakan Vol. 38(3): 197-204. Universitas Diponegoro.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia pustaka

Utama, Jakarta.

Page 51: PROSES PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MUTU SOSIS … · Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi

43

9. LAMPIRAN

9.1. Jadwal Kerja Praktek

JADWAL KERJA PRAKTEK PT. Charoen Phokphand INDONESIA

Sherly Putri Santoso 12.70.0023

Hari Tanggal Kegiatan

Senin 5 Januari 2015 Pembekalan dan Pelengkapan data

Selasa 6 Januari 2015 Orientasi Lapangan

Rabu 7 Januari 2015 Produksi

Kamis 8 Januari 2015 Produksi

Jumat 9 Januari 2015 Produksi

Sabtu 10 Januari 2015 Produksi

Minggu 11 Januari 2015 Libur

Senin 12 Januari 2015 Produksi

Selasa 13 Januari 2015 Produksi

Rabu 14 Januari 2015 Produksi

Kamis 15 Januari 2015 Produksi

Jumat 16 Januari 2015 Produksi

Sabtu 17 Januari 2015 Produksi

Minggu 18 Januari 2015 Libur

Senin 19 Januari 2015 Produksi

Selasa 20 Januari 2015 Produksi

Rabu 21 Januari 2015 Produksi

Kamis 22 Januari 2015 Produksi

Jumat 23 Januari 2015 Produksi & Cut Up

Sabtu 24 Januari 2015 Produksi

Minggu 25 Januari 2015 Libur

Senin 26 Januari 2015 Warehouse

Selasa 27 Januari 2015 Slaughter House

Rabu 28 Januari 2015 QC Lab

Kamis 29 Januari 2015 Presentasi