print pkn_bab vi _ utilitas, dalpro, plp (beres)
DESCRIPTION
utilitasTRANSCRIPT
BAB VI
UTILITAS, INSTRUMENTASI PENGENDALIAN PROSES, DAN
PENGOLAHAN LIMBAH
6.1 Utilitas
Sarana penunjang produksi (Utility) merupakan peralatan atau mesin yang
berfungsi sebagai fasilitas atau alat pembantu proses produksi. Peran sarana penunjang
ini sangat penting dan berpengaruh cukup besar terhadap pelaksanaan proses produksi.
Agar kelangsungan produksi gula tetap stabil, diperlukan penyediaan sarana utilitas
yang baik dan sesuai dengan keperluan proses baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Berikut merupakan sarana utilitas pokok yang dimaksud meliputi:
- Sumber air
- Sumber uap
- Sumber listrik
6.1.1 Sumber air
Air merupakan salah satu substansi paling esensial dan penting di alam ini. Dalam
suatu proses prouksi gula, air merupakan kebutuhan vital. Sumber air di PG. Kebon
Agung Malang berasal dari:
- Air sungai mergan
Air yang berasal dari sungai mergan merupakan air baku yang digunakan untuk
pendingin pompa vakum, pendingin gas SO2, make-up untuk air boiler (digunakan
saat start up), make-up untuk air cooling tower, untuk cleaning evaporator dan
heater, serta sebagai pendingin metal stasiun gilingan dan PLTU.
Untuk penggunaan air yag berasal dari sungi mergan perlu dilakukan pengolahan
terlebih dahulu atau water treatment, yang bertujuan untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti korosifitas, kerak pada peralatan proses yang akan
mengurangi efisiensi, kualitas produk, serta akan meningktkan biaya produksi untuk
perawatan dan pergantian alat proses.
- Sumber PANG dan Sumur Bor
Air ini digunakan untuk air sanitasi dan air minum di perumahan dan pabrik.
6.1.2 Unit pengolahan air (water treatment)
Gambar 6. Flowsheet Water Treatment Plant (WTP)
Air yang berasal dari sungai Mergan pertama-tama dialirkan ke dalam bak basin. Di
dalamnya terjadi proses penyaringan untuk mengilangkan material padat berukuran
besar. Selanjutnya air tersebut dipompa ke reaction tank. Di dalamnya, air akan
dikontakkan dengan steam, sehingga suhunya akan naik sampai 60 - 80oC dan lumpur
yang terkandung akan mengendap dan dikeluarkan melalui dasar tangki. selanjutnya, air
dialirrkan ke tangki intermediet, kemudian dipompa ke Grafel Filter. Di dalam Grafel
Filter terdapat pasir silica yang berfungsi untuk menghilangkan lumpur dan minyak
yang masih terkandung dalam air.
Selanjutnya, air yang telah dihilangkan kandungan lumpur dan minyaknya dialirkan
ke Softener Filter. Di dalam Softener Filter, terdapat diaion yang berfungsi untuk
menghilangkan kesadahan dan hardness. Kemudian air dialirkan ke deaerator, untuk
menghilangkan kandungan oksigen dalam air. Di dalam deaerator juga terjadi
pemanasan hingga suhu 100 - 105oC. Air yang dihasilkan kemudian dimanfaatkan untuk
umpan boiler.
Penggunaan air:
1. Air Proses
Air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan proses, yaitu dalam proses
pembuatan susu kapur, air pengencer gula pada centrifuge continue, air pencucian
gula pada unit penggilingan, air pencucian gula pada unit masakan, air pencucian
pada rotary vacuum filter (kondensat). Kebutuhan air proses dienuhi dari air
kondensat dari evaporator badan terakhir, yaitu badan III, IV, dan V.
2. Air Pendingin
Air pendingin diperoleh dari air sungai yang elah menglami proses penyaringan,
pengendapan dan softener. Fungsi air pendigin adalah untuk mendinginkan mesin-
mesin dan peralatan lainnya seperti bantalan proses turbin giling, bantalan proses
turbin pompa, palung pendingin, turbin EDF dan FDF, dan lain-lin. Fungsi lain dari
airpendingin adalah sebagai air injeksi kondensor kemudin direcycle melalui spray
pond.
3. Air Sanitasi
Air yang digunakan untuk keperluan minum, masak, mandi, dan sebagainya. Air ini
diperoleh dari air PANG dan Sumur Bor.
4. Air umpan boiler
Berasal dari hasil water treatment plant yang ditambahkan dengan air kondensat.
6.1.3 Unit pembangkit steam
Pada PG Kebon Agung menggunakan boiler (ketel) sebagai unit pembangkit steam.
Pada PG ini terdapat 3 buah boiler yang digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan
steam pabrik.
Ketiga boiler tersebut yaitu:
1. Yoisimine I
Merupakan mesin produksi Jepang pada tahun 1999, dengan kapasitas produksi
steam 80.000 kg/jam, tekanan uap max 24 kg/cm2
2. Yoisimine II
Merupakan mesin produksi Jepang pada tahun 2006, dengan kapasitas produksi
steam 100.000 kg/jam, tekanan uap max 24 kg/cm2
3. Jianxi Jiang Lian
Merupakan mesin produksi Thailand pada tahun 2010, dengan kapasitas produksi
120.000 steam kg/jam
Steam yang dihasilkan harus memiliki tekanan uap 17 – 23 kg/cm2 dan suhunya
325 – 350oC. Uap yang dihasilkan akan disalurkan ke:
1. Stasiun gilingan
2. Stasiun proses (pemurnian, penguapan, puteran dan pengeringan)
3. Unit pembangkit listrik (PLTU)
Bahan bakar boiler berasal dari bagasse (ampas tebu) hasil dari stasiun gilingan
serta tidak menggunakan minyak bakar. Minyak bakan hanya akan dipakai pada awal
proses gilingan sebab pada awal proses beum ada tebu yang digiling dan tidak ada
ampas yang dihasilkan.
Bahan baku utama boiler adalah air kondensat. Air kondensat merupakan air yang
dihasilkan dari pendinginan uap yang telah selesai dimanfaatkan baik untuk turbin
maupun untuk proses. Air kondensat dianggap lebih baik daripada air hasil treatment
sebab air kondensat berasal dari uap, sehingga jernih dan tidak mengandung bahan Fe,
Ca, S dan Mg. Keuntungan lain dari air kondensat adalah tidak memerlukan pemanasan
yang banyak sebab masih mengandung panas dari proses.
Air kondensat berasal dari proses yang kemudian dikumpulkan dalam tangki
kemudian dipompakan ke dalam hot well. Selanjutnya air tersebut dipanaskan terlebih
dahulu untuk meringankan kerja boiler, kemudian air akan dialikan ke deaerator untuk
menghilangkan O2 yang terlarut dalam air.
Dari deaerator, air kemudian diinputkan ke dalam pipa – pipa yang dipanasi dalam
boiler sehingga membentuk uap jenuh. Uap jenuh yang dihasilkan selanjutnya dialirkan
untuk kebutuhan energy dan proses pabrik.
Syarat-syarat untuk air umpan boiler yakni:
1. Tidak mengandung Ca dan Mg yang melebihi standart sebab akan menyebabkan
kerak.
2. Tidak mengandung O2
3. Tidak mengandung bahan terlarut
4. Tidak mengandung minyak
Untuk proses produksi steam, maka boiler dilengkapi dengan beberapa mesin
penunjang boiler, yaitu:
1. Induced Draft Fan (IDF)
Merupakan alat berbentuk kipas yang berfungsi untuk menarik gas dari dalam dapur
menuju cerobong (chinmey).
2. Forced Draft Fan (FDF)
Merupakan alat berbentuk kipas yang berfungsi untuk menghembuskan udara dari
luar ke dalam dapur.
3. Feed Water Pump
Merupakan pompa sentrifugal yang digunakan untuk memompa air masuk ke dalam
boiler.
4. Distribution Fan
Merupakan alat berbentuk kipas untuk menguraikan ampas sehingga masuk ke dalam
dapur dalam bentuk serpihan – serpihan.
5. Secondary Fan
Merupakan kipas yang berfungsi untuk menghrmbuskan udara ke dalam dapur
melalui dinding dapur.
6. Dust Collector
Untuk mengumpulkan debu agar tidak keluar melalui cerobong untuk mencegah
polusi.
7. Air Heater
Untuk memanaskan udara yang berasal dari luar dapur.
8. Ash Conveor
Untuk membawa abu dari dapur ke truk untuk dibuang.
9. Dust Conveyor
Untuk membawa debu dari dapur ke truk untuk dibuang.
10. Chain Bagasse Feeder
Merupakan alat yang berupa rantai yang berfungsi untuk mensuplai ampas ke dalam
dapur.
11. Bagasse Conveor
Merupakan alat yang berfungsi untuk membawa ampas dari stasiun gilingan ke
dapur.
12. Under grate
Merupakan alat berbentuk rantai yang bergfungs untuk mengambil abu yang
dihasilkan pada bagian bawah dapur.
13. Dumping Grate
Merupakan rantai untuk mengisi ampas ke dalam dapur.
6.1.4 Unit pembangkit listrik
Kebutuhan listrik di PG Kebon Agung mencapai 6000 kW per hari, dimana 5000
kW dihasilkan oleh generator (PLTU) dan 1000 kW berasal dari PLN.
PG Kebon Agung memiliki 4 jenis turbin, namun hanya 2 turbin yang
dimanfaatkan. Ke-4 turbin tersebut yaitu:
1. Sinco, dengan kebutuhan steam 52 ton/jam, capasitas 4500 kW, namun hanya 4000
kW yang dioperasikan.
2. Siemens I, dengan kebutuhan steam 8 ton/jam
3. Siemens II, dengan kebutuhan steam 8 ton/jam
4. Siemens III, dengan kebutuhan steam 12 ton/jam, capasitas 2100 kW, yang
dioperasikan 1000 kW.
Adapun dari keempat jenis turbin di atas, hanya 2 turbin yang dipakai yaitu Sinco
dan Siemens III.
Untuk menghasilkan listrik, maka diperlukan uap baru dari boiler dengan tekanan
uap 17 – 20 kg/cm2 dan suhu uap 300 – 330oC. Uap digunakan untuk memutar turbin
dengn kecepatan 6000 rpm untuk turbin sinco dan 1000 rpm untuk siemen III. Setelah
digunakan untuk memutar turbin, maka tekanan uap akan turun sampai 0,8 kg/cm2 dan
suhu 120oC. Uap bekas ini selanjutnya akan dikumpulkan dan dialirkan untuk
kebutuhan proses.
6.2 Instrumentasi dan Pengendalian Proses
Pengendalian proses dalam suatu industri sangat diperlukan agar proses operasi
yang ada dapat berproduksi dengan aman, terkendali, dan hasilnya sesuai dengan yang
diharapkan serta tidak menimbulkan dampak yang tidak baik terhadap lingkungan.
Pengendalian proses di PG Kebon Agung meliputi langkah-langkah atau usaha yang
diambil terhadap pelaksanaan proses produksi dan penggunaan alat-alatnya.Ada empat
aspek pengendalian yang paling penting adalah:
a) Suhu
b) Tekanan
c) pH
d) Volume
6.2.1 Stasiun gilingan
a. Penyetelan gilingan
Penyetelan gilingan serta pengoperasian gilingan yang tepat akan
memberikan efisiensi gilingan sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena
itu langkah-langkah yang di gunakan antara lain:
- Periodik recheck penyetelan gilingan bukaan kerja dan mereset apabila
terjadi penyimpangan
- Penyetelan gilingan menyesuaikan dengan kadar sabut yang ada.
b. Pengolahan pendahuluan
Pada pengolahan pendahuluan, tebu dihancurkan tapi apabila nira yang
terperah tidak maksimal maka perlu dilakukan preparation index stinggi
mungkin untuk memaksimalkan pembukaan sel-sel tebu agar nira yang
dihasilkan dapat maksimal. Langkah-langkah yang diambil adalah :
- Tebu yang akan digiling diatas cane carrier harus dalam posisi yang rata
dan padat.
- Mengatur jadwal atau pergantian pisau atau hammer
c. Pemadatan sabut
Pemedatan sabut merupakan kerja utama pada stasiun gilingan. Oleh karena
itu, angka yang diperoleh harus selalu dimonitor terus-menerus setiap hari
untuk setiap gilingan. Drainase yang kurang lancar antar alin ditandai dengan
terjadinya nira yang menyembur dari celah antara roll atas dan roll
depan/belakang. Hal ini sangat mempengaruhi total ektraksi yang terjadi pada
beban berikutnya.
Langkah-langkah yang harus diambil antara lain :
- Meratakan dan memadatkan umpan serta mengusahakan agar umpan yang
masuk tidak terputus-putus
- Memantau jumlah sabut yang akan digiling tiap jam sesuai dengan
penyetelan
- Menyediakan penggerak yang cukup
- Mengatur tiap tekanan uap untuk mesin penggerak
- Melakukan pengecekan secara kontinyu pada alur-alur untuk roll dalam
- Memastikan agar drainase lancar
- Mengusahakan untuk mendapatkan hasil perahan tebu sebanyak mungkin
- Memberikan perhatian yang seksama untuk operasional gilingan I dan
melakukan monitoring hasilnya secara terus menerus
d. Gilingan I
Pemerahan pada gilingan I yang baik akan memperbaiki efek imbibisi dan
menekan nira hilang. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain :
- Melakukan upaya agar pemerahan pada gilingan I menghasilkan nira
sebanyak mungkin.
- Membuat umpan yang masuk pada gilingan menjadi padat, rata dan
konsisten
- Melakukan pemadatan yang cukup besar
- Mematikan agar drainase lancar
- Mengusahakan untuk mendapatkan hasil perahan tebu sebanyak
mungakin
e. Gilingan lanjutan (II, III, dan V)
Nira yang tidak terperah dengan baik pada gilingan I, selanjutnya akan
diperah pada gilingan, selanjutnya dengan bantuan air imbibisi dan disertai
dengan penekanan yang makin meningkat. Pada proses ini diharapkan
semaksimal mungkin nira dari bagian yang sulit dapat diperah.
Langkah-langkah yang diambil antara lain :
- Melakukan pencampuran antara ampas dan nira/air imbibisi sampai merata
- Memantau hasil kerja dengan cara menganalisa kadar sakarosa pada ampas
yang keluar
f. Air imbibisi
Air imbibisi yang ditambahkan pada gilingan III harus bersuhu 60°Csampai
80°C, bila air kondensasi tidak ada maka dapat diambil dari air bersih. Agar
air imbibisi dapat bercampur dengan cepat dan homogen dengan sisa nira
dalam ampas semaksimal mungkin maka harus diusahakan :
- Melakukan upaya penghalusan pada ampas yang akan menuju ke gilingan
akhir
- Meratakan ampas pada gilingan ke III
Pada stasiun gilingan tidak terdapat instrumentasi khusus sebagai control, tetapi
hanya terdapat instrumen indicator (termometer) pada pipa air immbibisi.
Apabila suhu air imbibisi terlalu tinggi, maka akan ditambahakan dengan air
dingin, sedangkan bila terlalu rendah, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada
evaporator.
6.2.2 Stasiun pemurnian
Pada proses pemurnian diharapkan agar proses produksi tidak kehilangan gula
sekecil mungkin, dan meminimalkan hasil gula reduksi serta hasil bukan gula
a. Pemanasan pendahuluan
Pemanas pendahuluan I dilakukan pada suhu 75OC, karena sukrosa mentah pada
pH asam tidak tahan pada suhu tinggi yang dapat mengakibatkan rusak. Untuk
itu dilakukan langkah-langkah berikut:
- Mengatur tekanan uap pemanas
- Mengontrol agar air kondensat tetap lancar
- Melakukan pembuangan udara secara kontinyu
- Menkontrol pemakaian instrument
b. Pembuatan susu kapur
Tujuan pengendalian proses pembuatan susu kapur ini adalah untuk
menhasilkan susu kapur dengan dispersi yang halus dan homogen. Untuk itu
hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
- Mengkontrol agar CaO aktif yang terkandung dalam nira
- Mengatur pengaduk pada mixing tank untuk memperoleh hasil yang terbaik
- Mempercepat reasi pembentukan endapan Ca3(PO4)2
c. Pembuatan gas SO2
Gas SO2 dalam nira yang diinginkan adalah yang bersih dan tidak tercampur
dengan uap air dan uap belerang mengandung kadar SO2 11-12 %. Untuk itu
usaha-usaha yang diperlukan adalah :
- Memastikan agar mutu belerang telah memenuhi syarat
- Melakukan analisa gas SO2 sesuai dengan kondisinya supaya dapat mengikat
unsur-unsur lain yang bereaksi pada defecator
d. Single tray clarifier
Single tray clarifier adalah untuk alat untuk memisahkan endapan dan kotoran
lain sehingga diperoleh nira jernih dengan kehilangan gula dan panas sekecil
mungkin. Langkah-langkah yang perlu diambil :
- Memastikan nira yang masuk pada suhu didih
- Mengusahakan agar fluktuasi brix dan suhu nira yang masuk minimal
- Mengisi penuh clarifier
- Nira encer dilewatkan pada peti nira encer melalui saringan agar pemisahan
benar-benar efektif
e. Rotary vakum vilter
Rotary vakum vilter berfungsi untuk memisahkan kotoran sehingga
menghasilkan nira tapis dan blotong
Hal-hal yang perlu dilakukan adalah :
- Menghindari penggunaan pompa setrifugal untuk nira kotor
- Tekanan vakum tinggi adalah 40-45 cmHg dan tekanan non vakum yaitu
1atm
f. Sulfitasi nira mentah
Penambahan gas SO2 kedalam nira dilakukan sampai pH yang didapat
adalah 7,2. agar proses penetralan berjalan sempurna perlu dilakukan langkah-
langkah berikut :
- Mengontrol agar gas SO2 yang digunakan tidak tercampur SO3
- Mempertahankan agar suhu nira dalam peti sulfitasi berkisar 73-74 OC
- Menghindari pH kurang dari 7 karena pembelerangan yang berlebihan akan
menyebabkan CaSO akan terurai menjadi Ca-Biosulfit
Pengendalian proses pada stasiun pemurnian juga dilakukan dengan cara manual.
Untuk indicator pH menggunakan pHmeter. Apabila pH nira yang dihasilkan
melebihi 7,2 maka bukaan gas SO2 pada sulfur tower akan diperbesar, sehingga
meningkatkan jumlah gas belerang yang masuk.
6.2.3 Stasiun penguapan
Nira encer dengan brix ± 12 (108-110OC) masuk BP I dengan sistem multi
effect evaporator dan seterusnya mengalami penguapan bertahap dan keluar dari
badan terakhir dengan brix mencapai ± 60 % dan suhu 60 OC. Pada stasiun
penguapan, proses dikendalikan dengan tujuan :
- Menguapkan nira sampai brix mencapai ± 60 % dengan kekentalan 30O Be
- Kandungan air dalam nira sangat besar, sehingga penguapan dilakukan
sebanyak-banyaknya.
- Suhu nira dioptimalkan supaya tidak merusak sukrosa
- Menjaga kapasitas penguapan
Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan maka dilakukan usaha-usaha sebagai
berikut :
- Menjaga ketetapan suhu dengan pemakaian automatic instrument control uap
pemanas
- Mengatur aliran nira secara kontinyu
- Menjaga agar tekanan uap pemanas pada BP I selalu cukup
- Melakukan pembagian merata terhadap tekanan hampa diseluruh badan
- Mengatur agar udara hampa pada BP akhir minimum 62 cmHg
- Mengoptimalkan penyadapan uap nira
- Mengatur tinggi nira pada tiap-tiap BP
- Menjaga agar pengeluaran air embun dan gas tak terembunkan berjalan
sempurna
- Pencegahan kerak yaitu dilakukan pembersihan dengan menggunakan bahan
kimia yaitu soda caustic dan pembersihan secara manual
Pada masing-masing evaporator terdapat temperature indicator (termometer) dan
pressure indicator (manometer). Pengukuran suhu dan tekanan sangat diperlukan
untuk meningkatkan kualitas hasil. Selain itu, volume nira yang dikentalkan juga
dikontrol, dengan ketentuan tinggi nira 1/3 tinggi total bejana. Level control tersebut
juga dilakukan secara manual dengan menggunakan sight glass pada dinding
evaporator.
6.2.4 Stasiun masakan
Segala proses yang terdapat pada stasiun masakan bertujuan untuk mengubah
nira kental menjadi kristal dengan menghasilkan produk semaksimal mungkin dan
seefisien mungkin serta menekan kehilangan gula
a. Pan masakan
Untuk masakan utama diusahakan agar HK dari masakan A = 80. Maka
langkah-langkah yang diperlukan adalah :
- Pembersihan pan masakan dengan menggunakan uap panas yang berasal
dari ketel sampai suhu pada pan masakan mencapai 100O C dengan tujuan
untuk membersihkan kotoran-kotoran kristal-kristal gula yang menempel
pada dinding pan masakan
- Masakan yang turun ke palung masakan harus benar-benar telah masak
- Jarak waktu antara waktu penurunan sampai waktu akan masak kembali
harus seepat mungkin
- Mengontrol bahan yang masuk masakan harus bersih dari kristal
- Melakukan penyusunan penarikan bahan mulai dari yang mempunyai nilai
HK tinggi sampai yang mempunyai HK rendah
- Menghindari kristal palsu
b. Palung pendingin
Agar mendapat rendemen kristal masakan A 0,9-1,2 mm dengan HK 78-83
perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
- Menghindari air krengsengan masakan masuk palung pendingin
- Melakukan proses pemasakan untuk masakan A dan C minimum 2 jam
Pada stasiun masakan, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu suhu,
tekanan dan volume niar yang dimasak. Untuk suhu dan tekanan, dapat diketahui
menggunakan thermometer dan manometer. Karena proses masakan harus
berlangsung pada keadaan vakum, maka apabila tekanan naik, uap dalam pan
masakan harus dikeluarkan. Untuk control volume, dilakukan secara manual dengna
memanfaatkan sight glass pada dinding pan yang menunjukkan ketinggian nira
dalam tangki.
6.2.5 Stasiun putaran
Pemisahan antara gula dengan stroop atau tetes dengan gaya sentrifugal dapat
dilakukan dengan seefisien mungkin dimana gula yang diinginkan mempunyai
kualitas sebaik mungkin sengan kadar air serendah mungkin serta kristal yang larut
kembali dapat diminimalkan
Mekanisme putaran adalah :
a. Pemutaran masakan utama
Dalam proses ini diharapkan produk yang dihasilkan adalah produk dengan
kualitas prima (SHS) dengan kadar air sesuai standart (0,1) serta dengan suhu
yang maksimal yaitu 40OC. untuk itu diperlukan usaha-usaha sebagai berikut :
- Mengatur rpm yang digunakan agar sesuai dengan standart yang telah
ditentukan
- Melakukan pembilasan pada mixer A dengan menggunakan klare uap secara
berkala
- Melakukan squence sesuai dengan kapasitas
- Memberikan suhu air siraman tidak lebih dari 70OC
- Untuk mempercepat proses pendinginan pada putaran D1 yaitu masecuite D
dimasukkan ke dalam rapid crystallizer
b. Pemutaran masakan akhir
- Mengatur rpm yang digunakan agar sesuai dengan standart yang telah
ditentukan
- Menggunakan air dingin dan air bersih sebagai air siraman
- Membersihkan screen dengan steam dengan proses membersihkan kerak
harus dilakukan secara terus-menerus
- Menjaga kadar brix tetes
c. Pembungkusan
Selama proses penyimpanan tidak boleh terjadi perubahan kualitas dan
penyusutan berat, maka diperlukan kondisi sebagai berikut :
- Gudang penyimpanan harus kering dengan kelembaban kurang dari 70 %
- Sistem pengeluaran gula harus menggunakan sistem FIFO yaitu
menggunakan pengeluaran dua pintu (depan dan belakang)
- Tumbukan yang dilakukan di gudang harus dibuat sitem kapling
- Mutu karung dan jahitan harus baik
Pada stasiun putaran, control process dilakukan secara otomatis. Khususnya pada
putaran discontinue, keseluruhan proses telah menggunakakan computer sehingga
untuk mengontrol tekanan steam, volume steam yang ditambahkan serta jumlah gula
A yang akan diputar.
Pada pembungkusan, pengeluran gual telah diatur sehingga pada satu kali
pengeluaran, dapat memenuhi berat gula yang disyaratkan (50 kg).
6.3 Pengolahan Limbah
Limbah yang dihasilkan dari prosesproduksi gula SHS pada kebon agung dibagi
menjadi empat jenis, yaitu: limbah padat, cair, gas dan limbah B3 (bahan berbahaya dan
beracun). Setiap limbah tidak dapat dibuang secara lagsung ke lingkungn, Karena akan
menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Limbah yang akan dibuang harus diolah
terlebih dahulu hingga memenuhi baku mutu lingkungan agar tidak mencemari
lingkungan. Sealing dengan pengolahan, beberapa limbah dapat digunakan kembali dan
dapat diolah menjadi sesuau yang bermanfaat.
6.3.1. Pengolahan limbah padat
Limbah padat adalah hasil buangan industri berupa padatan, Lumpur, bubur yang
berasal dari sisa pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu
limbah padat dapat didaur ulang dan limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis.
Limbah padat yang dihasilkan dari PG. Kebon Agung Malang adalah sebagai berikut:
a. Ampas
Ampas tebu atau lazimnya disebut bagasse, adalah hasil samping dari proses
ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari suatu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar
35 – 40% dari berat tebu yang digiling. Di dalam bagasse juga masih mengandung
kadar gula yang sangat kecil, yaitu rata-rata sebesar 3,3%. Selain itu, bagasse juga
memiliki beberapa kandungan mineral dan organik seperti kandungan C sebesar
56,88%, kandungan N sebesar 0,28%, kandungan Bray I dan K masing-masing
sebesar 0,03% dan 0,13%. Bagasse sebagian besar mengandung lingo-cellulose.
Panjang seratnya antara 1,7 – 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro. Bagasse
mengandung serat rata-rata 47,7%. Hasil analisis serat bagasse dalam Tabel 7.1.
Kandungan Kadar (%)
Abu 3,82
Lignin 22,09
Selulosa 37,65
Sari 1,81
Pentosan 27,97
SiO2 3,01
Sumber : PG. Kebon Agung Malang (2011)
Tabel 6. Komposisi Kimia Ampas
Ampas yang dihasilkan PG. Kebon Agung Malang dibedakan menjadi dua,
yaitu ampas bertekstur halus dan kasar. Sifat ampas mudah terbawa angin dan
mudah terbakar. Ampas tidak dianggap sebagai bahan buangan karena ampas
kasar dapat digunakan sebagai bahan baker ketel uap, dan sisanya untuk bahan
baku kertas. Ampas yang halus digunakan untuk nira kotor pada vacuum filter.
b. Blotong
Blotong yang dihasilkan di PG. Kebon Agung Malang berbentuk padat lunak, tidak
terlalu cair, warna hitam kecoklatan dengan bau yang menyengat dan kandungan air
yang besar, yaitu sekitar 78%. Zat yang terkandung dalam blotong antara lain
sukrosa, monosakarida, zat lilin, fosfatida, dan asam organik seperti nitrogen. Unsur
tertinggi yang terdapat pada blotong berupa carbon organic. Nilai kandungan yang
besar ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk alami sebab dapat menaikkan nilai ratio
C/N yang dapat menyuburkan tanah. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan,
blotong merupakan penyebab utama tingginya beban pencemaran terutama
disebabkan oleh warna, bau, dan bentuk yang kurang sedap dipandang. Blotong
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos, tetapi tidak dapat langsung digunakan
untuk tanaman.
Dalam pengolahan limbah padat yang sebagian besar berupa blotong, maka PG.
Kebon Agung Malang menerapkan metode pengomposan. Metode ini mempunyai
prinsip dasar menurunkan atau mendegradasi bahan-bahan organic yang makro menjadi
unsur-unsur yang lebih mikro dengan bantuan mikroorganisme sehingga unsur-unsur
tersebut lebih mudah diserap tanah sebagai zat hara.
Dalam pengolahan limbah padat menjadi pupuk, hal-hal yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan keadaan bahan baku adalah :
1) Blotong harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum diolah.
2) Sifat abu ketel yang mudah terbakar memerlukan tempat penyimpanan abu yang
aman dan diatur suhu ruangannya.
3) Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari memerlukan tempat terlindung
dari hujan.
4) Dalam penyimpanan blotong dan abu ketel memerlukan tempat yang lebih luas.
5) Kualitas blotong perlu ditetapkan supaya mempermudah penanganan.
c. Abu Ketel
Abu ketel merupakan limbah inert sisa ampas umpan boiler yang tidak terbakar
sempurna ataupun yang terbakar sempurna dan secara alamiah tidak dapat dihancurkan
kembali. Abu ketel ini bersifat sukar larut dalam air serta berwarna hitam. Abu ketel
ditangkap dari pembakaran ketel dengan menggunakan penangkap sistem kering (dust
collector) pada cerobong pembuangan asap dan dibawa menuju truk dengan
menggunakan conveyor. Truk tersebut kemudian membawa abu ketel menuju lokasi
pengolahan abu ketel untuk diolah bersama blotong menjadi pupuk biokompos.
6.3.2. Pengolahan limbah cair
Penanganan air limbah ini dilakukan hingga air limbah tersebut dapat memenuhi
baku mutu air limbah. Air limbah PG. Kebon Agung ini mengandung ion logam, soda,
oli, nira kotor, oksigen terlarut, serta memiliki suhu yang tinggi sehingga harus diproses
terlebih dahulu pada Unit Pengolahan Limbah Cair (UPLC) menggunakan sistem aerasi
lanjut dengan kapasitas 120 m3/jam.
a. Tetes
Merupakan hasil akhir dari pembuatan gula, biasanya berwarna hitam dan diperoleh
dari puteran D1. Tetes merupakan hasil samping yang digunakan industri lain
sebagai bahan baku, misalnya pabrik kecap, pabrik alkohol, dan bahan baku MSG.
b. Air buangan sisa pencucian
Setiap stasiun menghasilkan air buangan berupa limbah cair yang berasal dari sisa
pencucian mesin atau sisa kotoran pelumas, nira, ampas, dan bahan-bahan lainnya di
masing-masing stasiun. Sumber limbah cair buangan pabrik ini didasarkan pada
pembagian stasiun yang ada dalam pabrik. Limbah cair buangan yang dihasilkan di
stasiun gilingan berupa sisa pembersihan oli pelumas mesin penggiling, sisa
penyemprotan ampas, sisa nira yang terbuang atau bocor, dan sisa bahan-bahan
tambahan kimia (dewatering). Di stasiun pemurnian menghasilkan limbah cair
buangan berupa sisa pembersihan blotong, pembersihan ampas lembut sisa
penyaringan, dan nira yang berceceran. Limbah cair buangan dari stasiun penguapan
berupa sisa air pembersihan nira, kerak nira, dan caustic soda. Di stasiun putaran
dihasilkan limbah cair buangan berupa sisa tetes yang berlebih dan gula ceceran yang
telah dibersihkan dengan air.
Gambar 6.Unit Pengolahan Limbah Cair (UPLC) di PG. Kebon Agung
Berikut penjelasan dari proses pengolahan limbah cair :
1) Inlet
Air limbah proses dialirkan menuju AML (Air Masuk Limbah), kemudian
ditambahkan dengan susu kapur hingga pH > 7,0 agar suasana air menjadi basa
sehingga kotoran yang ada dapat lebih mudah mengendap. Selain itu, penambahan susu
kapur tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi bau pada air limbah. Setelah itu, air
masuk ke dalam bak pengendapan Lumpur dan minyak untuk memisahkan air limbah
dari minyak dan Lumpur pada air limbah.dalam bak tersebut, minyak pada air limbah
akan mengapung, sedangkan lumpurnya akan mengendap. Melakukan analisa COD /
BOD / TSS dan mengamati suhu, pH, warna air, kandungan minyak. Selanjutnya air
limbah dialirkan menuju bak equalisasi.
2) Equalisasi
Berfungsi untuk menampung air limbah dan menjaga agar air yang masuk bak
equalisasi bebas dari kotoran, pH di atas 7, suhu di bawah 40 °C, dan tidak mengandung
minyak. Lalu air dipompa ke bak aerasi 1 dengan pengendalian tidak melebihi kapasitas
(120 m3/jam).
3) Aerasi
Penanganan limbah cair menggunakan sistem aerasi lanjut dengan lumpur aktif.
Lalu dilakukan penambahan nutrisi untuk kehidupan bakteri dengan larutan pupuk area
4 kg/jam dan SP 0,8 kg/jam secara kontinyu. Mengamati perubahan warna air agar tidak
menjadi hitam dengan mengendalikan debit air masuk dan penambahan waktu tunggu di
masing-masing bak aerasi. Terjadi overflow bak aerasi 1, masuk ke bak aerasi 2, dan
seterusnya sampai bak aerasi 4. Lalu overflow dari bak aerasi 4 masuk clarifier.
4) Clarifier
Membersihkan kotoran yang mengapung pada clarifier dan menjaga air agar tidak
mengandung kotoran, daun, plastic, dan lain-lain. Lalu memompa balik endapan yang
berupa Lumpur aktif ke bak aerasi 1 secara kontinyu (bila endapan Lumpur aktif di atas
30%, maka dilakukan pemindahan ke bak stabilisasi).
5) Stabilisasi dan Bak Pasir
Endapan lumpur aktif di atas 30% dipindahkan ke bak stabilisasi, selanjutnya
diumpankan ke bak pasir. Pada bak pasir dilakukan penyaringan, air hasil tapisan
dimasukkan ke bak filtrate dan selanjutnya dipompa ke bak equalisasi. Endapan padat di
atas pasir dikeringkan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Fungsi bak
stabilisasi di awal proses adalah untuk mengenbangbiakkan bakteri.
6) Outlet
Air jernih dari clarifier keluar sebagai outlet menuju sungai. Air limbah dianalisis
berdasarkan pH, warna, suhu, bau, debit air, BOD, COD, dan TSS (Total Solube Solid).
Analisis yang dilakukan pada pengolahan limbah dilakukan untuk memastikan bahwa
limbah yang akan dibuang ke lingkungan sekitar telah aman bagi lingkungan tersebut,
yaitu dengan nilai COD maksimal 100 ppm dan BOD maksimal 60 ppm. Setelah air
limbah yang telah diproses tersebut dinyatakan aman, maka air tersebut digunakan
sebagai air proses dan sebagian dialirkan menuju sungai.
6.3.3. Pengolahan limbah gas
Limbah gas yang dihasilkan oleh limbah PG. Kebon Agung berasal dari proses
pembakaran ketel dan proses sulfitasi. Limbah gas berupa asap dari pembakaran ketel
mengandung gas CO2, NOx, CO, uap air, dan debu. Dari sisa pembakaran ketel,
partikel-partikel karbon akan dapat terbawa oleh gas sehingga saat asap keluar dari
cerobong asap akan membawa partikel padat yang kemudian akan tertiup angin dan
mencemari udara sekitar meningkatkan emisi gas buang. Polusi udara dapat terjadi
apabila terjadi pembakaran tidak sempurna karena jumlah bahan bakar yang tidak
seimbang dengan O2 yang masuk.
Penanganan terhadap adanya partikel padat yang terbawa oleh asap dilakukan
dengan menggunakan alat penangkap debu (dust collector) sebelum gas keluar ke
lingkungan. Dust collector tersebut akan menangkap partikel yang terikut pada asap
yang melalui alat tersebut sehingga asap atau gas buang tidak mencemari lingkungan
sekitar. Dalam dust collector tersebut terdapat celah-celah kecil sehingga gaya
sentrifugal partikel-partikel debu yang mempunyai massa yang lebih besar akan
terlempar jauh dan membentur dinding yang kemudian akan jatuh karena gaya gravitasi.
Partikel-partikel yang tertangkap (abu ketel) tersebut kemudian ditampung untuk diolah
menjadi biokompos. Pengukuran baku mutu gas hasil pembakaran pada asap cerobong
dilakukan secara periodik.
6.3.4. Pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya
atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung,
dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan
manusia. Sifat limbah B3 antara lain yaitu mudah meledak, mudah terbakar, bersifat
reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan bila diuji dengan
toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
Jenis limbah B3 yang dihasilkan PG. Kebon Agung adalah limbah Pb Asetat
(jenis logam berbahaya) pada kertas saring dari laboratorium. Limbah B3 yang
dihasilkan lebih sedikit dibandingkan limbah lainnya, tetapi limbah ini harus tetap
dimusnahkan karena bersifat racun dan berbahaya. Penanganan terhadap limbah B3 ini
dilakukan dengan menampung kertas saring di dalam drum khusus kemudian disimpan
diruang khusus limbah B3. Limbah tersebut kemudian akan dikirim ke PPLI (Pramudya
Pamusnah Limbah Industri) di Cileungsi untuk dimusnahkan.