print longcase
DESCRIPTION
pojTRANSCRIPT
LONG CASE
RHINOSINUSITIS KRONISDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian THT RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh :
Pinkky Prasadhana20100310052
Dokter Penguji :dr. I Wayan Marthana WK, M.Kes.,Sp.THT
SMF ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKANRSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LONG CASE
RHINOSINUSITIS KRONIS
Disusun oleh :
Pinkky Prasadhana
20100310052
Telah diajukan dan diuji
pada tanggal : Agustus 2015
Penguji
dr. I Wayan Marthana WK., M.Kes, Sp.THT
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. W
Jenis kelamin : Perempuam
Usia : 60 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Status menikah : Menikah
Alamat : Wates ,Bantul
Tanggal Pemeriksaan : 07 Agustus 2015
No. Rekam medik : 98560727
II. ANAMNESA
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan kedua hidung tersumbat
sejak dua bulan yang lalu
Keluhan tambahan : -
Riwayat penyakit sekarang :
Os datang ke poliklinik THT dengan keluhan sejak 2 bulan yang lalu pasien
merasa hidung tersumbat dan terkadang sulit bernafas hingga membuat pasien harus
bernafas melalui mulut. Pasien juga sering bersin pada pagi hari sekitar 7 kali disertai
secret encer berwarna bening. Selain itu, pasien mengeluh terasa penuh di kedua belah
pipi. Riwayat trauma, nyeri, demam disangkal.
Sejak 1 minggu ini rasa nyeri di kedua pipi berkurang dan hidung tersumbat juga
sudah berkurang.
Riwayat trauma pada daerah muka disangkal, riwayat penurunan penghidu (+),
adanya benjolan atau tumor pada hidung disangkal, riwayat perdarahan pada hidung
disangkal.
Riwayat penyakit dahulu:
-Pasien mengalami keluhan serupa 4 tahun yang lalu
-Pasien mengeluh memiliki alergi terhadap dingin
Riwayat Penyakit Keluarga
Kedua anak pasien menderita keluhan serupa.
Riwayat Lingkungan dan Sosial
Kebiasaan merokok(-)
Kebiasaan minum minuman beralkohol(-)
Pengobatan rutin tertentu dan obat obatan terlarang(-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 110/70mmhg ,
Napas 20x/menit,
Nadi 86x/menit,
Suhu afebris
Status Generalis
Kepala : Simetris
Mata : - Konjungtiva : Tidak anemis
- Sklera : Tidak ikterik
- Pupil : Isokor, Central
- Palpebra inferior : allergic shiner
Leher : Lihat status lokalis
Toraks : Dalam batas normal
Suara paru bersih
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Edema (-/-)
Sianosis (-/-)
Genitalia : Dalam batas normal
Status Lokalis
Telinga
Bagian KelainanAuris
Dextra Sinistra
Preaurikula
Kelainan
kongenital
Radang
tumor
Trauma
Nyeri tekan tragus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Aurikula
Kelainan
kongenital
Radang
tumor
Trauma
-
-
-
-
-
-
-
-
Retroaurikula
Edema
Hiperemis
Nyeri tekan
Sikatriks
-
-
-
-
-
-
-
-
Canalis
Acustikus
Externa
Kelainan
Kulit
Sekret
Serumen
Tenang
-
-
Tenang
-
-
Edema
Jaringan granulasi
Massa
-
-
-
-
-
-
Membrana
Timpani
Warna
Intak
Reflek cahaya
Perforasi
Hiperemis
Warna
Putih keabuan
(+)
(+)
-
-
Putih mengkilat
Putih keabuan
(+)
(+)
-
-
Putih mengkilat
Tes PendengaranAuris
Dextra Sinistra
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach :
+
Lateralisasi (-)
Sama pemeriksa
+
Lateralisasi(-)
Sama pemeriksa
Pars Tensa
Pars Flacida
maleus
Umbo
Cone of light
Hidung
Pemeriksaan
-allergic salute (+)-allergic crease (+)
Nasal
Dextra Sinistra
Keadaan Luar Bentuk dan
Ukuran
Massa
Kulit
Dalam batas normal
-
Sikatriks (-)
Dalam batas normal
-
Sikatriks (-)
Rhinoskopi
anterior
Mukosa
Sekret
Krusta
Concha inferior
Septum
Polip/tumor
pucat
+ (encer, bening)
-
Hipertropi
pucat
+ (encer, bening)
-
Hipertropi
Deviasi ke sinistra
- -
Palpasi
Sinus Paranasal
Massa,Nyeri tekan,Nyeri lepas
Sinus Frontalis - / - / -
Sinus Maxillaris - / -/ - - / - / -
Sinus Ethmoidalis - / - / - - / - / -
Transluminasi
sinus
Sinus maxilaris Lebih terang Lebih redup
Konka medialMeatus medialKonka inferior
Meatus inferior
Septum Ala nasi
Mulut Dan Orofaring
Bagian Keterangan
Mulut
Mukosa mulut
Lidah
Gigi geligi
Uvula
Tenang
Bersih, Simetris
Caries (-)
Simetris / tidak deviasi
Tidak hiperemis / tidak udem
Tonsil Mukosa
Besar
Kripta :
Detritus :
Perlengketan
Tenang / tidak hiperemis
T1 – T1 Tenang
Tidak membesar
(-/-)
(-/-)
Faring
Mukosa
Granula
Post nasal drip
Tenang / tidak hiperemis
(-)
(-)
Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba membesar
Massa : Tidak ada
Uvula
Arcus Palatoglosus Arcus
Palatopharingeus
V. USUL
Skin prick testHitung Eusinofil
VI. DIAGNOSA KERJA
Rhinosinusitis kronis
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
• Hindari alergen
• Menggunakan masker
Medikamentosa
• Co Amoksiklav
• Cetirizine 1x10mg
• Lapifed 3x1
• Imunos 1x1
XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fuctionam : ad bonam
Ad Sanasionam : ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. RHINOSINUSITIS
Definisi Sinus Paranasal
Sinus paranasal adalah rongga-rongga berisi udara yang dilapisi mukosa yang terletak di
dalam tulang wajah dan tengkorak.
Anatomi Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
didekripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada 4 pasang sinus
paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu, sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid , dan
sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-
tulang kepala, sehingga terbentuk rongga didalam tulang. Semua sinus mempunyai
muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Secara embriologik, sinus paranasal berasal
dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannnya dimulai pada fetus usia 3-
4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah
ada sejak bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada
ank yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia 8-
10 tahun dan berasal dari bagian posterior superior rongga hidung. Sinus- sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun. 1
Sinus maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila berbentuk
pyramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa
kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding
medialnya adalah dinding lateral rongga dan dinding superiornya adalah dasar orbita dan
dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada
di sebelah superior didnidng medial sinusd an bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid. Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus
maksila adalah : 1). Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu P1,P2,M1,M2 dan M3. 2). Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
3). Ostium maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya
tergantung dari gerak silia, laipula drainase juga di harus melalui infundibulum yang
sempit. Infundibulum afdalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat
radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan
selanjtunya menyebabkan sinusitis.1
Sinus Frontalis
Sinus frontalis terletak yang terletak di Os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke
4 fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah
lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dana akan mencapai ukuran
maksima sebelum usia 20 tahun. Ukuran sinus frontal adal 2,8 cm, tingginya, lebar 2,4
cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-
lekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang tipis dari orbita dan fosa srebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase
melalui ostiumnha yang terletak di resesu frontal, yang berhubungan dengan
infundibulum etmoid. 1
Sinus Etmoid
Daris semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir
ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya
dibagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan
lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior. 1
Sinus Sfenoid
Sinus sfemoid terletak dlam os sphenoid dibelakang sinus etmoid posterior. Sinus
sphenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm
tingginya, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1, 7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai
7,5 ml. Saat sinus ini berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os
sphenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai
indentasi pada dinding sinus sphenoid. 1
Komplek Osteo-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini
rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteo-meatal (KOM), terdiri dari
infundibulum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula
etmioid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
Fungsi Sinus Paranasal
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara
lain :
Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur kelembaban
udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000
volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus
Sebagai panahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa serebri dari
suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan
tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap
bermakana.
Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya
pada waktu bersin dan beringus.
Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan
dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang
turut masuk dalam udara.
B. RHINOSINUSITIS
Definisi Sinusitis
Sinusitis disebut rhinosinusitis
Sinusitis jarang tanpa disertai rinitis.
Rhinitis = radang membaran mukosa hidung
Sinusitis = radang pada satu atau lebih sinus paranasal
Rhinosinusitis = radang membran mukosa hidung dikarenakan perluasan dari sinus
paranasal
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan
sinusitis sfenoid.
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang.
Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang seringter infeksi,
oleh karena;
(1) merupakan sinus paranasal yang terbesar,
(2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari
sinusmaksila hanya tergantung dari gerakan silia,
(3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi
dapat menyebabkan sinusitis maksila,
(4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar hiatus semilunaris yang
sempit, sehingga mudah tersumbat.
Rinosinusitis adalah suatu kondisi yang merupakan manifestasi dari respon
peradangan membran mukosa sinus paranasalis, yang biasanya dihubungkan dengan
infeksi yang dapat menyebabkan penebalan mukosa dan akumulasi sekret mukus dalam
rongga sinus paranasalis. Sehingga besar infeksi sinus paranasalis bersifat rinogen dan
rinitis sering diiringi oleh perubahan pada sinus, istilah rinosinusitis saat ini merupakan
istilah yang lebih sidukai untuk sinusitis, khususnya pada anak-anak dimana penyakit ini
terlihat sebagai satu kesatuan penyakit yang sama.
Klasifikasi Sinusitis
Klasifikasi sinusitis dibuat berdasarkan ;
1. Gejala kliniknya (akut,subakut,kronik)
2. Lokasi anatomik yang terkena.
3. Organisme yang brtanggung jawab ( virus,bakteri,jamur)
4. Onset / Perjalanan penyakit
`
Menurut Spector dan Benstein (1998) klasifikasi sinusitis adalah
1. Sinusitis akut : Gejala berlangsung selama 3-4 minggu, gejala yang ditimbulkan
meliputi infeksi saluran pernafasan atas yang menetap, adanya rhinorea yang purulen,
post nasal drip, anosmia, sumbatan hidung, nyeri fasial, sakit kepala, demam dan batuk.
2. Sinusistis kronik: Gejala timbul lebih dari 4 minggu. Beberapa penderita tidak
memberikan gejala yang khas sehingga umumnya ditemukan kelainan CT atau MRI.
3. Sinusitis rekuren : Bila episode sinusitis akut berulang hingga 3-4 kali dalam satu
tahun dan kemungkinan disebabkan oleh infeksi yang berbeda pada setiap episodenya.
Menurut Adams, berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas :
- Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu
- Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan
- Sinusitis kronik, bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun ( bila sudah
lebih dari 3 bulan).
Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, subakut bila
tanda akut sudah mereda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversibel, dan
kronik bila perubahan tersebut sudah ireversibel, misalnya menjadi jaringan granulasi
atau polipoid.
Etiologi dan Faktor Predisposisi Sinusitis
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, infeksi bakteri,
jamur, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil.
Faktor lokal seperti anomali kraniofasial, obstruksi nasal, trauma, polip hidung, deviasi
septum atau hipertrofi konka, sumbatan komplek osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi,
juga dapat menjadi faktor predisposisi sinusistis. Pada anak, hipertrofi adenoid
merupakan faktor penting penyebab terjadinya sinusitis sehingga perlu dilakukan
adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinositisnya.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah polusi udara, udara dingan dan kering serta
kebiasaan merokok
Penyebab sinusitis tergantung dari klasifikasi sinusitis yaitu akut dan kronis.
Penyebab sinusitis akut :
rinitis akut
infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut
infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2 (dentogen)
berenang dan menyelam
trauma, dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal
barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa
Penyebab sinusitis kronis :
polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa
hidung
alergi dan defisiensi imunologi juga dapat menyebabkan perubahan mukosa hidung
infeksi baik oleh virus maupun bakteri
obstruksi osteomeatal complex
kelainan anatomi
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering
serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan
merusak silia.
Patofisiologi Sinusitis
Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila klirens
silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang menyebabkan
retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan parsial oksigen.
Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme patogen.
Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan
akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan.
Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi
kurang aktif dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi yang awalnya serous. Kondisi seperti ini
bisa dianggap rinosinusitis non-bakterial. Bila kondisi ini menetap, lendir yang
diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk
tumbuhnya bakteri patogen. Keadaan ini disebut rinosinusitis akut bakterial dan
memerlukan terapi antibiotik.
Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga
timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi
hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik
dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi
oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses
terus berlanjut, di mana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke
dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang
menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan :
1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya
kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.
2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan
epitel.
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel
yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel dan
mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur
dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental
dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.
4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya
pengeluaran leukosit memakan waktu 10 – 14 hari.
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe
purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih
mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap,
kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka
terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis
dan akan diganti dengan nekrosis tulang.
Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu tromboflebitis
dari vena yang perforasi; (2) Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang
ulserasi atau nekrotik; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4) melalui jalur vaskuler dalam
bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus
secara limfatik
Perluasan infeksi dari sinus ke bagian lain dapat terjadi :
1. Melalui suatu tromboflebitis dari vena yang perforasi
2. Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik
3. Dengan terjadinya defek 4. Melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia.
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
obstruksi drainase sinus (sinus ostia),
kerusakan pada silia, dan
kuantitas dan kualitas mukosa.
Gejala Klinis Sinusitis
Tabel 1. Kriteria diagnosis sinusitis
Major factors Minor factors
Facial pain, pressure (alone does not constitute a suggestive history for rhinosinusitis in absence of another major symptom)Facial congestion, fullness Nasal obstruction/blockageNasal discharge/ purulence/ discolored nasal drainageHyposmia/anosmiaPurulence in nasal cavity on examinationFever (acute rhinosinusitis only) in acute sinusitis alone does not constitute a strongly supportive history for acute in the absence of another major nasal symptom or sign
HeadacheFever (all nonacute)HalitosisFatigue Dental painCoughEar pain/pressure/fullness
Sumber: Boies ET. (2001)
No Kriteria Rinosinusitis akut Rinosinusitis Kronis
Dewasa Anak Dewasa Anak
1 Lama gejala dan tanda < 12
minggu
< 12
minggu
> 12
minggu
> 12
minggu
2 Jumlah episode serangan
akut, masing-masing
berlangsung minimal 10
hari
< 4 kali /
tahun
< 6 kali /
tahun
> 4 kali /
tahun
> 6 kali /
tahun
3 Jumlah episode serangan
akut, masing-masing
berlangsung minimal 10
hari
Dapat sembuh
sempurna dengan
pengobatan
medikamentosa
Tidak dapat sembuh
sempurna dengan
pengobatan
medikamentosa
Kriteria rinosinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa menurut International
Conference on Sinus Disease 2004
Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke
alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah
terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya
sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Selama berlangsungnya sinusitis
maksilaris akut, pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung.
Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif
non produktif seringkali ada.
Gambaran radiologik sinusitis akut mula-mula berupa penebalan mukosa,
selanjutnya opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak hebat, atau
akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Biakan bakteri yang muncul biasanya
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, bakteri anaerob, Branghamella
catarrhalis. Jika tidak mendapatkan penanganan yang adekuat Sinusitis maksilaris akut
dapat berubah menjadi sinusitis maksilaris kronis yang berlangsung selama beberapa
bulan atau tahun.
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan infeksi akut ditemukan bengkak pada
dareah maksila serta kemerahan pada kulit sekitarnya. Palpasi pada daerah ini untuk
melihat adanya nyeri tekan. Transiluminasi dapat membantu mendiagnosa, walaupun
tidak akurat. Pemeriksaan dengan anterior rhinoskopi lebih dipilih.
Pemeriksaan untuk menilai adanya deviasi septum nasal perlu dilakukan bila ada
gejala obstruksi. Mukosa dari nasal diamati, pada infeksi aktif mukosa edema dan
kemerahan. Sedangkan pada alergi, mukosa edema dengan warna pucat. Daerah
nasofaring diamai untuk mecari adanya hipertrofi adenoid, massa dan postnasal purulen.
Diagnosis Sinusitis
Diagnosis sinusitis dapat ditegakkan dengan :
1. Anamnesis yang cermat
2. Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior
3. Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada daerah
sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap.
4. Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters, PA dan
Lateral. Yang dimaksud dengan posisi Waters adalah untuk memproyeksikan tulang
petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan
kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini
terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi
posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal,
sphenoid dan etmoid. Pada sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa penebalan
mukosa, opasifikasi sinus (berkurangnya pneumatisasi), gambaran aie fludi level yang
khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto Waters.
5. Kultur. Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme
penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus medius,
meatus superior, atau aspirasi sinus
6. Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan dalam sinus,
apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan bagaimana
keadaan mukosa dan apakah osteumnya terbuka. Pada sinusitis kronis akibat
perlengketan akan menyebabkan osteum tertutup sehingga drenase menjadi terganggu.
7. Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi.
8. Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-
endoskopi.
9. Pemeriksaan CT-Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber
masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak :
penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu
atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus- kasus
kronik)
Diagnosis Banding Sinusitis
1. Polip nasi
Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung terasa tersumbat dari yang
ringan sampai ke yang berat, rinore mulai dari yang jernih sampai purulen,
hiposmia atau anosmia.Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung
disertai sakit kepala di daerah frontal.
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga
hidungtampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan
rinoskopi anterior terlihatsebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari
meatus medius dan mudah digerakkan.
2. Rhinitis alergi
Pada anamnesa didapatkan hidung tersumbat hilang timbul, jarang disertai nyeri
wajah, cairan yang keluar tidak berwarna dan cair. Keluhan disertai bersin –
bersin yang berulang, biasanya muncul karena terkena paparan allergen. Pada
pemeriksaan fisik hidung ditemukan chonca media hipertrofi dan hiperemis.
Penatalaksanaan Sinusitis
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
1. Mencapai fungsi dan anatomis yang normal dari sinonasal
2. Mempercepat penyembuhan
3. Mencegah komplikasi
4. Mencegah perubahan menjadi kronik.
Pengobatan umum
- Istirahat
Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya
beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan
kelembaban udara tetap.
- Higiene
Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekrat hidung. Perlu
diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering , sehingga setiap selesai makan
dianjurkan menggosok gigi.
Medikamnetosa
Agen Antibiotika Dosis
SINUSITIS AKUT
Lini pertama
Amoksisilin Anak: 20-40mg/kg/hari terbagi dalam 3
dosis
Dewasa: 3 x 500 mg
Kotrimoxazol Anak: 6 - 12 mg TMP/ 30 – 60 mg SMX/
kg/hari terbagi dlm 2 dosis
Dewasa: 2 x 2 tab dewasa
Eritromisin Anak: 30-50mg/kg/hari terbagi setiap 6 jam
Dewasa: 4 x 250-500mg
Doksisiklin Dewasa: 2 x 100 mg
Lini kedua
Amoksi-clavulanat Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis
Dewasa: 2 x 875 mg
Cefuroksim 2 x 500 mg
Klaritromisin Anak: 15 mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis
Dewasa: 2 x 250 mg
Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1x250 mg selama 4
hari berikutnya.
Levofloxacin Dewasa: 1 x 250-500 mg
SINUSITIS KRONIK
Amoksi-clavulanat Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis
Dewasa: 2 x 875 mg
Azitromisin Anak: 10 mg/kg pada hari 1 diikuti 5mg/kg
selama 4 hari berikutnya
Dewasa: 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250mg
selama 4 hari
Levofloxacin Dewasa: 1 x 250-500mg
Tabel 2.2. Antibiotika yang dapat dipilih pada terapi rinosinusitis (Piccirillo, 2004)
Radikal
a. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.
b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.
c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.
Non Radikal
a. bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan
membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.
Sudah lama, operasi sinus dengan menggunakan system kamera ini dan
mempunyai standart operasi dalam penanganan pembedahan sinusitis.Dengan ini
mengenali teknologi sinus dengan system balon,dan ini juga salah satu cara dan mengatur
kurangnya infeksi dari sinus yang tersedia saat ini.
Alat perlengkapan ini sinus ini sangat bersih(steril),pipa kateter,yang dirancang
yang sangat spesifik agar dapat mengikuti anatomi daripada sinus yang berliku-
liku.Sistem Relieva Sinus Ballon pada sinusistis ini digunakan untk membuka jalan yang
telah menyumbat sinus itu sendiri,dan banyak kasus-kasus yang lain.tanpa ada
membuang jaringan atau tulang manapun. Menggunakan system Relieva Sinus Balloon
ini dilakukan dengan sangat hati-hati.
Ballon Sinuplasti LUMA
o Balon Sinuplasti ini adalah satu jalan revolusi dalam menangani sinus. Dengan
menggunakan kawat penunjuk dan balon untuk membesarkan yang menghalangi
sinus.Biasanya posisi dari pada balon ini diikuti dengan menggunakan sinar X(X-RAY)
selama operasi berlangsung.Teknologi ini telah mempunyai perkembangan yang lebih
dimana X-RAY tidak dibutuhkan lagi,malahan kawat penunjuk ini berdempetan dengan
satu sumber lampu yang digunakan untuk memastikan dimana lokasi dari sinus
tersebut.Teknologi yang terbaru in dinamakan system Releiva LUMA.Kini kami telah
berhasil menggunakan system tersebut dalam menjalankan operasi sinus.
Tatalaksana Rinosinusitis berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and
Nasal Polyps (EPOS )2012 :7
Penanganan Rhinosinusitis Kronik pada Dewasa (Pelayanan Primer dan Dokter
Spesialis non-THT)
2 gejala atau lebih : salah 1 nya obstruksi hidung / kongestif / pilek
- Nyeri pada wajah / seperti tertekan- Berkurangnya atau kehilangan penghidu
Dilakukan pemeriksaan Rinoskopi Anterior, X-Ray/ CT-Scan tidak direkomendasikan
Pikirkan diagnosis lain:- Gejala Unilateral- Perdarahan- Krusta- Gangguan Penciuman
Gejala Orbita:- Edema Periorbita- Pendorongan Bola Mata- Penglihatan Ganda- Opthalmoplegi
Nyeri kepala hebatPembengkakan FrontalTanda meningitisTanda Neurologis
Nasoendoskopi tidak tersedia
Dilakukan pemeriksaan Rinoskopi Anterior, X-Ray/ CT-Scan tidak direkomendasikan
Irigasi Hidung + Steroid Topikal
Perbaikan Tidak ada Perbaikan
Lanjutkan terapi Lanjutkan terapi atau rujuk dokter spesialis THT
Tersedia Endoskopi
Ikuti skema penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik dengan/ tanpa polip hidung pada Dokter Spesialis THT
Rujuk ke Dokter Spesialis THT jika
perlu pertimbangkan
Operasi
Investigasi dan Intervensi secepatnya
Evaluasi kembali setelah 4 minggu
Penanganan Rhinosinusitis Kronik dengan atau tanpa Polip Hidung untuk Dokter
Spesialis THT2 gejala, salah 1 nya obstruksi/perubahan warna secret
- Nyeri pada bagian frontal- Penurunan Penghidu
Pemeriksaan spesialis THT termasuk Endoskopi (ukuran polip), pertimbangkan CT-Scan, diagnosis dan pengobatan penyakit penyerta
RinganVAS 0-3
Tidak ada penyakit yang serius pada mukosa
(nasoendoskopi)
SedangVAS 3-7
Kelainan di mukosa
BeratVAS 7-10
Kelainan di Mukosa
Steroid Topikal Spray
Evaluasi setelah 3 bulan
Steroid Topikal Spray, Peningkatan dosis, pemberian tetes, pertimbangkan
doksisiklin
Perbaikan Tidak ada Perbaikan
Lanjutkan steroid Topikal
Evaluasi setiap 6 bulan
Steroid Topikal, Steroid Oral jangka pendek.
Evaluasi setelah 1 bulan.
Perbaikan Tidak ada Perbaikan
CT-Scan
Operasi
Follow up:- Irigasi Hidung- Steroid topical+Oral- Antibiotik jangka
panjang
Pikirkan diagnosis lain:- Gejala Unilateral- Perdarahan- Krusta- Gangguan
Penciuman
Gejala Orbita:- Edema Periorbita- Pendorongan Bola
Mata- Penglihatan Ganda- Opthalmoplegi
Nyeri kepala hebatPembengkakan FrontalTanda meningitisTanda Neurologis
Perlu Investigasi dan Intervensi dengan cepat
Komplikasi Sinusitis
1. Komplikasi orbita
Karena letak anatomisnya yang dekat dengan sinus. Infeksi dapat menyebar
melalui arteri, vena , limfatik, atau juga langsung melalui lamina papyracea. Pemeriksaan
pada perubahan penglihatan, tekanan okuler dan pergerakan mata.
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.
Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus
frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi
isi orbita.
Terdapat lima tahapan :
Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi
sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena
lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali
merekah pada kelompok umur ini.
Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi
orbita namun pus belum terbentuk.
Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang
lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan
kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang
makin bertambah.
Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui
saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis
septik.
Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :
a. Oftalmoplegia.
b. Kemosis konjungtiva.
c. Gangguan penglihatan yang berat.
Kelemahan pasien.
Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan
dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus,
kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista
retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan
melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi
sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke
lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
1. Komplikasi Intra Kranial
Penyebaran ke dalam intrakranial dapat menyebabkan abses subdural atau
epidural, meningitis, abses otak dan trombosis sinus cavernous. Osteomyelitis
pada tulang frontal dan maksila jarang terjadi. Rhinorrhea cairan serebrospinal
harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat cedera kepala. Pilek persisten
unilateral dengan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma atau benda asing
nasal. Tension headache, cluster headache, migren, dan sakit gigi adalah
diagnosis alternatif pada pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah.
Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis
akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau
langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus
frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering
kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya
mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan
tekanan intra kranial.
Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau
permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara
bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis
adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik
berupa malaise, demam dan menggigil.
1. Kelainan paru
seperti bronchitis kronik dan bronkietaksis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai
dengan kelainan paru inidisebut sinobronkitis.
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi
di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin
dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Kenapa pasien ini didiagnosa Rhinosinusitis kronis?
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis didapatkan, pasien datang ke poli THT RSUD
Panembahan Senopati dengan keluhan hidung tersumbat 2 bulan SMRS, dan mengaku
cairan yang keluar dari hidung berwarna bening. Keluhan disertai nyeri pada pipi
sebelah kanan dan dahi. Penderita juga mengeluh sering sakit kepala. Riwayat alergi
(-)
Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret. Namun pada pasien ini telah
mengalami perbaikan sehingga gejala klinis telah membaik jadi memerluka terapi
maintenance supaya tidak terjadi pengulangan gejala atau infeksi berulang.
2. Apakah faktor yang menyebabkan terjadinya Rhonosinusitis pada pasien ini ?
Penyebab sinusitis :
polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa
hidung
alergi dan defisiensi imunologi juga dapat menyebabkan perubahan mukosa hidung
infeksi baik oleh virus maupun bakteri
obstruksi osteomeatal complex
kelainan anatomi
3. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?
Pengelolaan pasien ini sudah tepat. Pada rhinosinusitis kronis, terapi yang diberikan
bisa dengan:
- Istirahat
Penderita dengan yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya beristirahat
ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan kelembaban udara
tetap.
- Higiene
Harus tersedia sapu tangan atau tisu untuk mengeluarkan sekrat hidung. Setiap selesai
makan dianjurkan menggosok gigi.
- Medikamentosa
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari, meskipun gejala
klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan ialah golongan penisilin. Diberikan juga
obat dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar drainase sinus.
Boleh diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anggraini DR. Anatomi dan Fungsi Sinus Paranasal.2006. USU Respiratory.
Diunduh sari http://library.usu.ac.id/download/fk/06001191.pdf
2. Ballinger, JJ. 1994. “Radiologi Sinus Paranasal” dalam Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta.
3. Boeis, Adam H. 1997. Buku Ajar Penyakit THT : “Sinus Paranasalis”. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. Erica R. Thaler,David W. Kennedy. Rhinosinusitis: A Guide for Diagnosis and
Management. Springer :2008
5. Madiadipoera, Teti. Bahan Kuliah Ilmu Kesehatan THT-KL : “Sinusitis”. Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSHS.
6. Mangunkusumo, Endang dan Rifki, Nusjirwan. 2002. Buku ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher : “Sinusitis” . Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
7. Wytske J. Fokkens,dkk. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
2012. Volume 50.Suplement 23. March 2012.p.209-219.