prinsip pembinaan karate usia dini: perspektif
TRANSCRIPT
PRINSIP PEMBINAAN KARATE USIA DINI:
PERSPEKTIF FILOSOFIS & PSIKOLOGIS
Diskusi Panel
Pembinaan Prestasi Atlet Usia Dini
RAKORNAS
PB INSTITUT KARATE-DO NASIONAL
Jakarta, 13 Juni 2009
FILOSOFI KARATE:
(Masutatsu Oyama, 1963)
The art of self-defence.
Never be used to attack an opponent.
Never allows to hurt others.
It should deny violence.
The moment you strike the opponent is the
moment the opponent strikes you.
Karate bukan mengembangkan kekuatan atau
keterampilan bela diri secara fisik saja.
Hakekat Karate: mengendalikan fisik/tubuh
melalui kekuatan pikiran/mental.
Karateka memiliki kekuatan/ kedahsyatan
mental yang tidak terbatas.
MENGAPA PERLU FILOSOFI ?
Filosofi yang dianut lebih penting daripada segala
pengetahuan melatih yang dimiliki.
Filosofi membantu dalam membuat keputusan
yang dilematis dan etis.
Filosofi membantu dalam menangkal berbagai
tekanan eksternal.
Filosofi berkembang sepanjang hayat
Filosofi di balik Kemajuan/Prestasi Anak
PENGAKUAN terhadap hasil dari
setiap usaha yang dilakukan,
Misalnya:
keterampilan/ teknik baru, daya tahan
dan stamina fisiknya, pemahaman
mengenai peraturan/pertandingan,
perkembangan prestasi
Ilustrasi pelatih yang tidak memiliki filosofi:adaptasi dari Ralp Sabock (Rainer Martens, 2004)
1. Orang tua, seorang anak, & seekor keledai
2. Anak yang menunggang keledai
3. Orangtua yang menunggang keledai
4. Orangtua & anak berjalan kaki
5. Bodoh untuk tidak memanfaatkan keledai
6. Orangtua & anak menunggang keledai
7. Orangtua & anak menggotong keledai
8. Menyeberangi jembatan, keledai jatuh dan tenggelam
Masa depan kehidupan anak di masyarakat:
sarat dengan unsur
kompetisi yang harus diperjuangkan,
bukan sesuatu yang dapat
diperoleh dan diraih dengan mudah
tetapi bukan pula sesuatu
yang diberikan begitu saja kepada anak
BEBERAPA ATRIBUT PSIKOLOGIS & KETERAMPILAN MENTAL YANG DIPERLUKAN UNTUK
MENJADI JUARA:
Confidence
Ability to control anxiety
Ability to cope with stress
Ability to focus
Determination
Competitiveness
etc.
Model Pembinaan Olahraga
Usia Dini/Remaja
1. Sebagai media edukatif dalam
mengembangkan karakteristik fisik
dan psikologis yang ideal.
2. Lingkungan olahraga dipandang sebagai bagian penting dari lingkungan masyarakat
di mana anak/remaja akan hidup nantinya.
3. Peran, Tanggungjawab, dan Kerjasama
timbal-balik antara Pelatih, Orangtua, dan Atlet
4. Pelatih dan orangtua sama-sama berhak dan
bertanggungjawab di dalam
proses keterlibatan anak.
5. Pelatih yang terbuka terhadap orangtua biasanya
mendapat masukan konstruktif
dari orangtua.
Tipe orangtua: a) ortu yang tidak peduli,
b) ortu yang senang berteriak pada saat menonton
anaknya, c) ortu sebagai “pelatih kedua”,
d) ortu yang overprotective.
Oleh karena itu program latihan untuk anak usia dini
harus didesain sedemikian rupa, sehingga mampu
memberikan banyak peluang pada anak untuk
bereksperimen dalam
mengembangkan empati, rasa harga diri,
rasa percaya diri, rasa hormat, sifat
pejuang, dan disiplin; di samping
aspek keterampilan motorik dan
keterampilan bela dirinya.
Sasaran Pembinaan Olahraga
Usia Dini/Remaja
Secara fisik: keterampilan berolahraga dan meningkatkan tingkat kebugaran jasmani.
Secara psikologis, menumbuhkan dan mengembangkan kepemimpinan, disiplin diri, menghargai otoritas, sifat bersaing yang sehat, kerjasama, sportivitas, rasa percaya diri,
self-esteem.
Secara sosial, mengembangkan keterampilan
sosial-emosional di segala aspek kehidupan.
Memberikan banyak peluang untuk
mengekspresikan diri, bergembira, dan merasa senang.
Belajar menghadapi kekalahan dan kemenangan dengan bijak.
Membina sikap mental yang tangguh dan
karakter yang kokoh.
TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK
6 - 11 tahun (kelompok usia muda):
a. Tingkat perhatian dan konsentrasi pendek.
b. Instruksi sederhana dan singkat.
c. Anak perlu diberi semangat atau
pengakuan yang positif.
d. Anak ingin dihargai usahanya.
e. Penekanan latihan kepada rasa senang dan
kegembiraan anak.
11 - 15 tahun (kelompok usia menengah):
a. Perubahan perilaku krn proses adaptasi thd kehidupan
sosial, psikologis, & perubahan fisiologis tubuh.
b. Bisa diberikan instruksi dan strategi permainan yang
lebih rumit.
c. Tekankan pelatihan pada peningkatan kemampuan
dan keterampilan, bukan pada kemenangan saja.
d. Anak ingin dihargai dan dikenal, tidak mau lagi
diperlakukan seperti anak kecil.
e. Pelatih harus lebih banyak mendengarkan
daripada memberi perintah.
Faktor Personal
Kebutuhan
Ketertarikan
Sasaran
Kepribadian
Interaksi
antara atlet
dan situasi
Faktor Situasional
Gaya melatih
Fasilitas latihan
Rekor kemenangan/
kekakalahan - dsb
Atlet Termotivasi
Program pelatihan karate khusus untuk usia dini
harus terfokus pada rasa senang anak (fun),
pengembangan keterampilan, dan
partisipasi maksimal.
Akan menyebabkan anak bertahan dalam
kegiatannya dan cenderung meraih
kesuksesan di kemudian hari.
Tumbuhkan rasa keberhasilan dalam
setiap performa atlet.
Akibatnya, berkembang konsep-diri, self-esteem,
pengendalian diri dan lingkungan, serta
rasa memiliki kompetensi berolahraga.
Selanjutnya, self-esteem anak makin kuat dan
mampu menyikapi situasi kemenangan
dan kekalahan dengan arif.
Sukses:
Bermain lepas, selalu optimis, dan menyenangi
penampilannya.
Berusaha keras dan semangat di dalam
penampilannya.
Menghargai lawan bermain.
Bermain sesuai peraturan.
Belum sukses:
Tidak berusaha sebaik mungkin, tidak semangat,
cepat marah/tersinggung.
Tidak bisa menerima keputusan wasit.
Memandang enteng, mencemoohkan, dan
melecehkan lawan.
Bermain kasar, curang, dan tidak mengikuti peraturan.
SEJAK DINI PELATIH HARUS
MENANAMKAN KEARIFAN PADA
ANAK UNTUK MENYIKAPI
“KEMENANGAN” ATAU
“KEKALAHAN” DALAM
SETIAP USAHANYA
Kemenangan atau kekalahan adalah
hasil akhir suatu prestasi olahraga
setelah melalui suatu proses
pelatihan yang panjang.
Hambatannya, bila anak merasa terlalu
ditekan dan dipaksakan menang dalam
suatu pertandingan; atau ambisi pribadi
pelatih/ortu yang memiliki
kepentingan sendiri.
TEKANKAN ASPEK INTERNAL
(ABILITY & EFFORT)
KHUSUSNYA PADA:
ASPEK “EFFORT” ATAU SETIAP USAHA
YANG SIFATNYA TIDAK STABIL, YANG
SELALU BISA BERUBAH atau DIUBAH.
INGAT:
Anak bukan miniatur orang dewasa.
Tingkat maturasi fisik dan mental masih terbatas, terutama dalam menghadapi tekanan-tekanan saat bertanding.
Bagi anak, stres yang dirasakan bermula dari persepsi mengenai ke-tidak-mampuan diri menghadapi tuntutan performa, dan konsekuensi kegagalannya.
Hindari perasaan stres pada anak:
Jangan mengharuskan anak menang.
Tidak memaksakan harapan berlebihan.
Jangan bandingkan kemampuan anak.
Hargai semangat dan usaha anak.
Hargai setiap kemajuan.
Sikap dan perilaku pelatih luwes.
Pemanasan cukup.
Visualisasi positif.
HINDARI KEKECEWAAN PADA ANAK:
TIDAK DIPERLAKUKAN DENGAN ADIL
TIDAK DIHARGAI
TIDAK DITERIMA
TIDAK DIACUHKAN
TIDAK DIAKUI KEBERADAANNYA, DSB
PELATIH:
Pertajam intuisi
Inovatif
Kembangkan wawasan melatih
Ikuti perkembangan Sport Science
“KKN”
Melatih adalah Ilmu dan Seni
KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI:
Kemauan dan kesungguhan dalam mendengarkan.
Kejelasan berbicara.
Jangan pernah berhenti menyatakan
perasaan pada atlet.
Menkritik secara konstruktif dengan menjelaskan maksudnya.
KELENGKAPAN PROFESI MELATIH
Keterampilan mengajar seorang pendidik.
Pengetahuan praktis seorang akhli ilmu
faal/kedokteran olahraga.
Kepemimpinan administratif seorang
eksekutif bisnis.
Kebijakan dalam konseling seorang psikolog.
Perlu dilengkapi pengetahuan sport sciences
Menggunakan „kekuasaannya‟ dgn bijak.
APAKAH SUKSES PELATIH DIUKUR DARI
REKOR KEMENANGAN TIM/ATLET NYA??
Ya, sebagian saja.
Indikator kesuksesan lainnya dari sudut atlet:
* menguasai keterampilan baru.
* senang berkompetisi dgn orang lain.
* berkembangnya self-esteem.
* “transfer of attitude & character”.
* atlet menjadi warga masyarakat yang berkarakter.
* bertahan di dalam cabang olahraganya.