prevalensi dermatofitosis di poliklinik kulit dan …€¦ · data epidemiologis menunjukkan bahwa...

42
i PREVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2011 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Ani Oktavia NIM : 109103000051 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2012

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    PREVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT

    DAN KELAMIN

    RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI

    DENGAN 31 DESEMBER 2011

    Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

    OLEH :

    Ani Oktavia

    NIM : 109103000051

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1433 H/2012

  • iii

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

    PRVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN

    KELAMIN RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI

    DENGAN 31 DESEMBER 2011

    Laporan Penelitian

    Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran

    dan

    Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

    Kedokteran (S.Ked)

    Oleh

    Ani Oktavia

    NIM : 109103000051

    Pembimbing 1

    dr. Raendi Rayendra Sp.KK, M.Kes

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1433 H/2012M

    http://www.facebook.com/raendi.rayendra

  • v

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

    Puji syukur penulis sampaikan kepada zat yang Maha Sempurna,

    Allah SWT. Karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian

    yang berjudul PREVALENSI DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT

    DAN KELAMIN RSUD TANGERANG PERIODE 1 JANUARI 2011 SAMPAI

    DENGAN 31 DESEMBER 2011 dengan baik. Tak lupa salawat serta salam

    kepada uswatun hasanah, Nabi Muhammad SAW. kepada keluarga, sahabat,

    dan semoga kepada kita semua sebagai umatnya hingga akhir zaman, amin.

    Dalam pembuatan penelitian ini, penulis mendapat banyak bimbingan

    dan dukungan, baik dalam bentuk moril maupun inmoril, dari berbagai

    pihak. Karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd selaku dekan Fakultas Kedokteran

    dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

    2. DR. dr. Syarif Hasan Lutfie, Sp.KFR, selaku kepala program studi pendidikan

    dokter Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,

    3. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D.. Selaku dosen penanggung jawab riset

    angkatan 2008 atas kesabarannya dalam mengingatkan penulis menyusun

    penelitian,

    4. dr. Raendi Rayendra Sp.KK, M.Kes selaku pembimbing 1 yang senantiasa

    sabar dan memberikan semangat kepada penulis selama proses penyusunan

    penelitian hingga selesai,

    5. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter yang telah

    membimbing dalam pemberian bekal terhadap penulis dalam penyusunan

    penelitian ini,

    http://www.facebook.com/raendi.rayendra

  • vi

    6. Orang tua penulis, Supri yadi dan Niha yati yang dengan sabar memberi

    dukungan moril maupun materil kepada penulis,

    7. Ops Siagara Patmuji, Inti Fikria selaku teman satu kelompok riset yang telah

    berperan dalam menyemangati penulis sejak menentukan judul penelitian hingga

    selesai.

    8. Teman–teman penulis, Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2009, atas

    dukungan dan semangatnya selama ini,

    9. Serta pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah

    membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam penyusunan laporan

    penelitian.

    Tak ada gading yang tak retak. Mungkin peribahasa tersebut adalah

    cerminan dari penelitian ini, karena itu segala saran dan kritik yang bersifat

    membangun demi kesempurnaan, akan penulis terima dengan senang hati.

    Akhir kata, penulis berharap penelitian ini akan bermanfaat bagi pembaca

    umumnya, dan bagi penulis sendiri khususnya.

    Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

    Ciputat, 21 September 2012

    Penulis

  • vii

    ABSTRAK

    Latar belakang: Telah dilakukan penelitian dermatofitosis di Poliklinik Kulit

    dan Kelamin RSUD Tangerang periode 1 Januari 2011 hingga 31 Desember

    2011. Tujuan: Untuk mengetahui berapa angka kejadian terjadinya

    dermatofitosis di RSUD Tangerang periode 1 Januari 2011 hingga 31 Desember

    2011 yang meliputi distribusi menurut jenis kelamin, umur, jenis penyakit,

    pekerjaan, tempat tinggal, ,iklim, kerokan kulit, pemeriksaan KOH. Hasil:

    Didapatkan hasil kejadian dermatomikosis di RSUD Tangerang pada bulan

    Januari hingga bulan Desember 2011 adalah sebesar 27,89% . Kesimpulan:

    Kasus dermatofitosis masih cukup banyak diderita oleh penduduk Indonesia

    yang merupakan negara tropis.

    Kata Kunci : Dermatofitosis

    ABSTRACT

    Background: Dermatomikosis research has been done in the Dermatology Clinic

    Hospital Tangerang period 1 January 2011 to 31 December 2011. Purpose: to

    determine how the incidence of the Tangerang District Hospital deratomikosis

    period January 1 2011 to December 31, 2011 which includes the distribution by

    sex, age, type of disease. Results: The obtained results dermatomikosis events in

    Tangerang District Hospital in January to December 2011 was at 27.89%.

    Conclusion: this result ahows that dermatomikosis is still a problem in Indonesia

    as a tropikal county.

    Key words: Dermatomikosis

  • viii

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ ii

    LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii

    LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

    ABSTRAK ........................................................................................................... vii

    ABSTRAK ........................................................................................................... vii

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

    DAFTAR TABEL................................................................................................ x

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

    1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3

    1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3

    1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 3

    1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................. 3

    1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4

    1.4.1 Peneliti............................................................................... 4

    1.4.2 Institusi Pendidikan ........................................................... 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Dermatomikosis ......................................................................... 5

    2.2 Kerangka Konsep ........................................................................ 10

    2.3 Definisi Operasional.................................................................... 10

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 12

    3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 12

    3.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 12

    3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ......................................................... 13

    3.5 Etika Penelitian dan Alur Penelitian ........................................... 14

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Analisis Hasil Penelitian ............................................................. 16

  • ix

    4.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................... 21

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Simpulan ..................................................................................... 22

    5.2 Saran ............................................................................................ 22

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23

    LAMPIRAN ......................................................................................................... 26

    RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 26

  • x

    DAFTAR TABEL

    2.2 Pengobatan Dermatomikosis ........................................................................ 10

    2.4 Definisi Operasional..................................................................................... 10

    4.1 Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin ............... 16

    4.2 Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Usia .............................. 17

    4.3 Distribusi Penyakit Dermatofitosis .............................................................. 19

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    2.1 Anatomi kulit ................................................................................................. 6

    2.3 Kerangka Konsep ............................................................................................ 10

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

    lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta

    merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastik

    dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga

    sangat bergantung pada lokasi tubuh1.

    Pada zaman sekarang ini, dengan berkembangnya kebudayaan dan

    perubahan tatanan hidup dari waktu ke waktu, sedikit banyak mempengaruhi

    pola penyakit. Begitu pula kemajuan dibidang sosial ekonomi dan teknologi

    kedokteran dapat mengubah arti penyakit jamur, yang dahulunya tidak berarti

    menjadi berarti dalam kehidupan manusia sekarang ini. Penyakit kulit di

    Indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan itu infeksi bakteri, jamur,

    virus, parasit, dan penyakit dasar alergi, hal ini berbeda dengan negara barat

    yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor degeratif. Disamping perbedaan

    penyebab, faktor lain seperti iklim, kebiasaan dan lingkungan juga ikut

    memberikan perbedaan dalam gambar klinis penyakit kulit2.

    Data epidemiologis menunjukkan bahwa penyakit kulit karena jamur

    superfisial (dermatomikosis superfisialis) merupakan penyakit kulit yang banyak

    dijumpai pada semua lapisan masyarakat, baik di pedesaan maupun perkotaan,

    tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Meskipun

    penyakit ini tidak fatal, namun karena bersifat kronik dan residif, serta tidak

    sedikit yang resisten dengan obat anti jamur, maka penyakit dapat menyebabkan

    gangguan kenyamanan dan menurunkan kualitas hidup bagi penderitanya5.

    Faktor-faktor yang memegang peranan untuk terjadinya dermatomikosis

    adalah iklim yang panas, higiene (kebersihan diri) masyarakat yang kurang,

    adanya sumber penularan di sekitarnya, penggunaan obat-obatan antibiotik,

  • 2

    steroid dan sitostatika yang meningkat, adanya penyakit kronis dan penyakit

    sistemik lainnya6.

    Dari data rawat jalan di Poliklinik Sub Bagian Jamur Ilmu Kesehatan Kulit

    dan Kelamin RS. dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2001 sampai

    Desember 2005 didapatkan 80 kasus dermatofita yang disertai dengan pitiriasis

    versikolor terdiri dari 61 orang laki-laki dan 19 orang perempuan3.

    Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat taduk, misalnya

    lapisan teratas kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan

    glongan jamur dermatofita (jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris sendiri

    merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural,

    sekitar anus, bokong dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah1.

    Mikosis superfisialis merupakan penyakit yang banyak ditemukan di

    indonesia. Sebagian besar penyakit disebabkan oleh golongan dermatofita

    (dermatofitosis), dan yang paling sering ditemukan adalah tinea kruris. Berbeda

    dengan daerah yang mempunyai empat musim maupun subtropis, dimana

    tinea pedis adalah bentuk klinis yang paling banyak ditemukan4.

    Penelitian mikosis superfisialis di divisi unit rawat jalan penyakit kulit

    dan kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003 sampai dengan 2005,

    tenyata kasus mikosis superfisialis masih cukup banyak, dengan kasus

    terbanyak yang dijumpai adalah pitiriasis versikolor, disusul dengan tinea

    kruris, kemudian tinea korporis. Tinea imbrikata tidak pernah ditemukan pada

    tahun 2003-2005. Perbandingan angka kesakitan mikosis superfisialis pada

    perempuan lebih besar daripada laki-laki. Kelompok umur terbanyak yang

    menderita mikosis superfisialis ialah kelompok usia produktif yaitu 25-44 tahun.

    Sedangkan kelompok usia paling sedikit menderita mikosis superfisialis adalah

    kelompok balita yaitu usia 1-4 tahun.

    Penelitian mikosis superfisialis di divisi unit rawat jalan penyakit kulit

    dan kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005. Pada tahun 2003

  • 3

    pemeriksaan KOH 20% + tinta Parker pada kasus dermatofitosis ditemukan

    elemen jamur berupa hifa dan arthspora, sedangkan pada kandidiasis

    ditemukan elemen jamur berupa blastospora. Pada pemeriksan kultur dilakukan

    pada semua kasus yang gambaran klinisnya meragukan dan pemeriksan dengan

    KOH 20% + tinta Parker menunjukkan hasil yang negative, yaitu sebanyak 51

    kasus ( atau 1,96% dari seluruh kasus baru mikosis superfisialis selama tahun

    2003-2005), dengan hasil kultur positif ( ada pertumbuhan jamur) sebanyak 19

    kasus (37,3%), sedangkan sisanya sebanyak 31 kasus (62,7%) tidak

    menunjukkan adanya pertumbuhan jamur. Spesies yang ditemukan pada

    pemeriksaan kultur yang positif ada pertumbuhan jamur adalah

    T.mentagrophytes (15,7%), T. rubrum (13,&%), dan C. albicans (7,8%).

    Dari hasilnya didapatkan dalam kurun waktu antara 2003-2005 didapatkan

    kasus baru mikosis superfisialis didivisi mikologi URJ penyakit kulit dan

    kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003 sebesar 12,7%, tahun 2004

    sebesar 14,1 %, dan tahun 2005 sebesar 13,3%.

    Berdasarkan data tersebut, penulis ingin mencari lebih lanjut tentang

    prevalensi dermatomikosis di klinik Kulit Kelamin di Rumah Sakit Umum

    Daerah Tangerang.

    1.2 RUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi

    rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Berapa prevalensi dermatofitosis di

    RSUD Tangerang periode 1 januari 2011 hingga Desember 2011?

    1.3 TUJUAN PENELITIAN

    1.3.1 Tujuan umum

    1.3.2 Untuk mengetahui berapa angka kejadian terjadinya dermatofitosis di

    RSUD Tangerang periode 1 januari 2011 hingga 31 Desember 2011. Tujuan

    khusus

  • 4

    a. Mengatahui prevalensi terjadinya dermatofitosis berdasarkan jumlah pasien

    tiap bulan di RSUD Tangerang.

    b. Mengetahui jumlah pasien dermatofitosis tiap bulan dan prevalensinya

    c. Mengetahui faktor risiko penyakit dermatofitosis berdasarkan bulan

    kunjungan dan keterkaitan dengan lingkungan.

    1.4 MANFAAT PENELITIAN

    1.4.1 Bagi Peneliti :

    1. Dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama

    mengikuti pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter.

    2. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian terutama di bidang

    kesehatan.

    3. Peneliti dapat memberikan informasi jumlah kejadian dermatomikosis

    1.4.2 Bagi Institutusi Pendidikan :

    1. Mengetahui faktor pencetus tersering pada kasus dermatofitosis

    2. Mengetahui kelompok umur tersering pada kasus dermatofitosis

    3. Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai upaya nyata

    untuk mewujudkan UIN Syarif Hidayatullah sebagai research

    university.

    4. Menjadi dasar bukti medis secara ilmiah tentang prevalensi

    dermatomikosis terhadap terjadinya dermatofitosis.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Dermatomikosis

    2.1.1. Pengertian

    Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang menjadi zat

    tanduk, seperti kuku, rambut, dan sratum korneum pada epidermis yang disebabkan

    oleh jamur dermatofita 7. Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit

    (species microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang

    epidermis bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan rambut. Microsporum

    menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku.

    Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku. Menurut 1

    , dermatofita penyebab

    dermatofitosis. Golongan jamur ini bersifat mencernakan keratin, dermatofita

    termasuk kelas fungi imperfecti. Gambaran klinik jamur dermatofita menyebabkan

    beberapa bentuk klinik yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang

    berbeda tergantung lokasi anatominya.

    Dermatofita merupakan kelompok yang secara taksonomi berhubungan

    dengan infeksi jamur yang memiliki kemampuan untuk membentuk perlekatan

    molekuler ke keratin dan menggunakan keratin sebagai sumber makanan sehingga

    dapat berkolonisasi ke dalam jaringan berkeratin8, meliputi stratum korneum, rambut,

    kuku8,9

    dan jaringan tanduk hewan8. Pada penamaan infeksi klinis dermatofitosis,

    kata tinea mendahului nama latin untuk bagian tubuh yang terkena9.

    2.1.2 Anatomi Kulit

  • 6

    Gambar 2.1 anatomi kulit16

    2.1.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi Dermatofitosis.

    Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara

    yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber

    penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik,

    steroid, sitostatika yang tidak terkendali.

    2.1.4. Macam – Macam Dermatofitosis

    Bentuk – Bentuk gejala klinis Dermatofitosis

    1) Tinea Kapitis

    Adalah kelainan kulit pada daerah kepala rambut yang disebabkan jamur

    golongan dermatofita. Disebabkan oleh species dermatofita trichophyton dan

    microsporum. Gambaran klinik keluhan penderita berupa bercak pada kepala, gatal

    sering disertai rambut rontok ditempat lesi. Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran

    klinis, pemeriksaan lampu wood dan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, pada

    pemeriksaan mikroskopis terlihat spora diluar rambut atau didalam rambut.

    2) Tinea Favosa

  • 7

    Adalah infeksi jamur kronis terutama oleh trychophiton schoen lini,

    trychophithon violaceum, dan microsporum gypseum. Penyakit ini mirip tinea kapitis

    yang ditandai oleh skutula warna kekuningan bau seperti tikus pada kulit kepala, lesi

    menjadi sikatrik alopecia permanen. Gambaran klinik mulai dari gambaran ringan

    berupa kemerahan pada kulit kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan

    hingga skutula dan kerontokan rambut serta lesi menjadi lebih merah dan luas

    kemudian terjadi kerontokan lebih luas, kulit mengalami atropi sembuh dengan

    jaringan parut permanen. Diagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis langsung,

    prinsip pengobatan tinea favosa sama dengan pengobatan tinea kapitis, hygiene harus

    dijaga.

    3) Tinea Korporis

    Adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (globurus skin) di daerah

    muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab tersering adalah T. rubrum dan T.

    mentagropytes. G tepi lebih aktif dengan tanda peradangan yang lebih jelas. Daerah

    sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara tepi lesi meluas

    sampai ke perifer. Kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi

    dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar. Diagnosis ditegakkan

    berdasarkan gambaran klinik dan lokalisasinya serta kerokan kulit dengan

    mikroskop langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora

    jamur.

    4) Tinea Imbrikata

    Adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang memberikan

    gambaran khas berupa lesi bersisik yang melingkar-lingkar dan gatal. Disebabkan

    oleh dermatofita T. concentricum. Gambaran klinik dapat menyerang seluruh

    permukaan kulit halus, ambaran klinik biasanya berupa lesi terdiri atas bermacam-

    macam efloresensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar, atau

    polisiklik, bagian sehingga sering digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula

    sebagai makula eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama agak tebal terletak

    konsensif dengan susunan seperti genting, lesi tambah melebar tanpa meninggalkan

  • 8

    penyembuhan dibagian tangahnya. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas

    berupa lesi konsentris.

    5) Tinea Kruris

    Adalah penyakit jamur dermatifita didaerah lipat paha, genitalia dan sekitar

    anus, yang dapat meluas kebokong dan perut bagian bawah. Penyebab E. floccosum,

    kadang-kadang disebabkan oleh T. rubrum. Gambaran klinik lesi simetris dilipat paha

    kanan dan kiri mula-mula lesi berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan

    meluas sehingga dapat meliputi scrotum, pubis ditutupi skuama, kadang-kadang

    disertai banyak vesikel kecil-kecil. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas

    dan ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis

    langsung memakai larutan KOH 10-20%.

    6) Tinea Manus et Pedis

    Merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita

    didaerah kilit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari tangan dan

    kaki serta daerah interdigital. Penyebab tersering T. rubrum, T. mentagrophytes, E.

    floccosum.

    Gambaran klinik ada 3 bentuk klinis yang sering dijumpai yaitu:

    (a) Bentuk intertriginosa berupa maserasi, deskuamasi, dan erosi pada sela

    jari tampak warna keputihan basah terjadi fisura terasa nyeri bila disentuh, lesi dapat

    meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki lesi sering mulai dari sela jari III, IV

    dan V.

    (b) Bentuk vesikular akut ditandai terbentuknya vesikula-vesikula dan bila

    terletak agak dalam dibawah kulit sangat gatal, lokasi yang yang sering adalah

    telapak kaki bagian tengah melebar serta vesikulanya memecah.

    (c) Bentuk moccasin foot pada bentuk ini seluruh kaki dan telapak tepi

    sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan berskuama, eritema biasanya ringan

    terutama terlihat pada bagian tepi lesi.

    Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinik dan pemeriksaan kerokan

    kulit dengan larutan KOH 10-20% yang menunjukkan elemen jamur.

    7) Tinea unguium

  • 9

    Adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur dermatofita. Penyebab

    tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum. Gambaran klinik biasanya menyertai

    tinea pedis atau manus penderita berupa kuku menjadi rusak warna menjadi suram

    tergantung penyebabnya, distroksi kuku mulai dari dista, lateral, ataupun

    keseluruhan. Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada pemeriksaan kerokan

    kuku dengan KOH 10-20 % atau biakan untuk menemukan elemen jamur.

    Pengobatan infeksi kuku memerlukan ketekunan, pengertian kerjasama dan

    kepercayaan penderita dengan dokter karena pengobatan sulit dan lama.

    N

    No

    Obat anti jamur topical Obat anti jamur sistemik

    1

    1

    Nystatin 1 Griseofulvin

    2

    2

    Klotrimazol 2 Ketokonazol

    3

    3

    Ekonazol 3 Itrakonazol

    4

    4

    Mikonazol 4 Flukonazol

    5

    5

    Ketokonazol 5 Vorikonazol

    6

    6

    sulkonazol 6 Terbinafin

    7

    7

    Oksikonazol 7 Ampoterisin B

    8

    8

    Terkonazol 8 Caspofungin

    9

    9

    Tiokonazol 9 Flusitosin

    1

    10

    Sertakonazol

    1

    11

    Naftifin

    1

    12

    Terbinafin

    1

    13

    Butenafin

    4

    14

    Amorolfin

    1

    15

    Siklopiroks

  • 10

    1

    16

    Haloprogin

    Table 2.2 pengobatan dermatomikosis12

    2.2 Kerangka Konsep

    Gambar 2.3 Kerangka Konsep

    2.3 Definisi Operasional

    Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala

    Dermatofitosis penyakit pada

    kulit, kuku,

    rambut, dan

    mukosa yang

    disebabkan

    infeksi jamur

    dermatofita

    Rekam medis Rekam medis Kategorik

    Prevalensi

    dermatofitosis

    Status rekam medik pasien

    dermatofitosis

    Mencari faktor risiko

    Variabel:

    Umur

    Jenis Kelamin

    Wilayah

    Pekerjaan

    Pendidikan

    Kunjungan

    Perbulan

    Kerokan kulit

    Pemeriksaan

    dengan KOH

    Derajat Kesehatan Masyarakat

  • 11

    Rekam medik Data pasien

    yang

    terdiagnosa

    pasti

    dermatofitosis

    Rekam medic Rekam

    medik

    Kategorik

    Usia Usia pasien saat

    bulan

    September 2012

    Rekam medic Rekam

    medik

    Kategorik

    Jenis kelamin Identitas pasien

    yang dapat

    digunakan

    untuk

    membedakan

    antara Laki–laki

    dan perempuan

    Rekam medic Rekam

    medik

    Kategorik

    Diagnosa Dari

    pemeriksaan

    pasien

    Rekam medic Rekam

    medik

    Katagorik

    Table 2.4 Definisi Operasional

  • 12

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif kategorik. Sumber

    data yang digunakan berasal dari data sekunder yang diperoleh dari rekam medik

    pasien untuk mengetahui prevalensi penderita Dermatomikois di RSUD

    Tangerang pada bulan Januari 2011 hingga bulan Desember 2011.

    3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di bagian rekam medik RSUD Tangerang. Waktu

    penelitiin adalah pada bulan 1 April – 1 september 2012

    3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    Populasi penelitian ini adalah data yang diperoleh di rekam medik pasien

    dermatomikosis di RSUD Tangerang pada tanggal 1 januari 2011 sampai dengan 31

    desember 2011.

    Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dari

    rekam medik di RSUD Tangerang pada tahun 2011. Besar sampel yang ditargetkan

    pada penelitian ini adalah sebanyak orang.

    Dihitung dengan rumus yang menggunakan :

    Dihitung dengan rumus :

    ) ))

    Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka besar sampel yang diambil

    dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut:

    Jumlah Sampel = ) ))

    n = (1,96)2 x 0.133 x (1- 0.133))

    (0,05)2

  • 13

    n = 177,2

    n = 178 orang

    Jadi, sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 178 pasien yang diambil dari

    rekam medik.

    Keterangan:

    Ζα = 1,96 (table kurva normal / Tingkat Kemaknaan)

    P = persentase taksiran hal yang akan diteliti / proporsi variable yang

    diteliti, diambil dari prevalensi penelitian sebelumnya = 13,3 % =

    0,133

    q = 1 – P = 1 – 0,133 = 0,867

    d = derajat ketepatan absolut yang diinginkan dalam hal ini diambil

    5% = 0,0

    3.4 Kriteria Sampel

    A. Kriteria inklusi :

    Mendapat persetujuan rumah sakit

    Data pasien yang terdiagnosa pasti mikosi yang diperoleh dari rekam

    medik

    Data pasien yang berasal dari Tangerang

    Data pasien yang memenuhi data umur, jenis kelamin, pendidikan,

    alamat dan bulan kunjungan.

    B. Kriteria ekslusi :

    Tidak mendapat persetujuan rumah sakit

    Data pasien tercantum tidak lengkap di rekam medik

    Data pasien yang tidak terdiagnosa pasti mikosi yang diperoleh dari

    rekam medik

    Data pasien yang tidak memenuhi data umur, jenis kelamin,

    pendidikan, alamat dan bulan kunjungan.

  • 14

    3.5 Cara Kerja Penelitian

    3.5.1 Identifikasi Variabel

    Dalam penelitian ini terdapat berbagai variable yang akan diteliti yaitu :

    -Variabel Bebas = Prevalensi

    -Variabel Terikat = Dermatofitosis

    3.5.2 Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dilakukan menggunakan data sekunder

    berupa rekam medis dari pasien yang datang memeriksakan diri di

    RSUD Tangerang Tahun 2011. Kemudian peneliti meminta izin

    kepada bagian rekam medis untuk menyiapkan rekam medis pasien

    dan peneliti mengisi lembar penelitian berdasarkan data dalam

    rekam medis.

    3.5.3 Pengolahan dan Analisis Data

    Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi melalui

    beberapa proses sebagai berikut:

    1. Editing, untuk memastikan data yang di peroleh terisi

    semua atau lengkap dan dapat dibaca dengan baik,

    relevan, serta konsisten.

    2. Coding, dapat diperoleh dari sumber data yang sudah

    diperiksa kelengkapannya kemudian dilakukan

    pengkodean sebelum diolah dengan komputer.

    3. Entry data, data yang telah di coding diolah dengan

    bantuan progam komputer.

    4. Cleaning, proses pengecekan kembali data yang sudah

    dientry apakah ada kesalahan atau tidak.

    5. Manajemen data, proses memanipulasi atau merubah

    bentuk data.

  • 15

    6. Analisi data, proses pengolahan data serta menyusun

    hasil yang akan di laporkan.

    Data di input ke dalam SPSS 16.0 yang kemudian diverifikasi.

    Analisis data dilakukan dengan menggunakan prevalensi dan distribusi

    frekuensi. Data lalu disajikan secara deskriptif dalam bentuk

    narasi, teks, tabel dan grafik.

    3.5.4 Etika Penelitian dan Alur Penelitian

    Peneliti meminta izin kepada RSUD Tanggerang. Penelitian dilakukan

    dengan aspek kerahasiaan terhadap rekam medik yang dianalisis tanpa

    informed consent terhadap pasien. Penelitian dilaksanakan dalam beberapa

    tahap yaitu :

    1. Pembuatan proposal

    2. Pencatatan rekam medis

    3. Pemasukkan dan pengolahan data ke SPSS

    4. Analisis data

    5. Pembuatan laporan penelitian

  • 16

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    4.1.1 Prevalensi Dermatofitosis di RSUD Tangerang tahun 2011

    Dari hasil pengumpulan data di Bagian Rekam Medik RSUD tangerang,

    didapatkan jumlah keseluruhan pasien pada bulan januari 2011 hingga desember

    2011 sejumlah 7954 orang, kemudian didapatkan jumlah seluruhnya pasien

    dermatofitosis sejumlah 638 orang. Dengan berdasar pada data tersebut,

    prevalensinya adalah:

    Keterangan: Ʃ =Jumlah, Konstanta = 100%

    Maka prevalensi pasien Dermatofitosis di RSUD Tangerang tahun

    2011 sebesar:

    4.1.2 Pola Distribusi Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin

    Table 4.1 Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin

    Variable Karakteristik Jumlah (n) Present (%)

    Jenis kelamin Perempun 99 55,6

    Laki-laki 79 44,4

    Total 178 100,0

    Point Pravalence Rate = Ʃ pasien Dermatomikosis x Konstanta

    Ʃ pasien keseluruhan selama satu periode

    Point Pravalence Rate = 178 x 100 % = 27,89 %

    638

  • 17

    Berdasarkan hasil penelitian di Divisi Mikologi URJ Kulit Kelamin

    RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2003-2005, perbandingan angka kesakitan

    mikosis superfisialis pada perempuan lebih besar daripada laki-laki17

    .

    Distribusis waktu kasus mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ

    penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005

    menunjukkan gambaran yang kurang khas. Hal tersebut bisa didapatkan karena

    tahun-tahun tersebut pergantian musim di Indonesia sering tidak berjalan

    dengan normal selain disebabkan penderita mencari pengobatan saat penyakitnya

    sudah diderita agak lama tidak pada saat baru menderita17

    .

    4.1.3 Pola Distribusi Dermatofitosis Berdasarkan Usia

    A. Hasil Penelitian

    Tabel 4.2 Distribusi Prevalensi Dermatofitosis Berdasarkan Usia

    Kelompok Usia (tahun) Jumlah (pasien) Presentase (%)

    1-14 19 10,7

    15-40 88 49,4

    40-70 71 39,9

    Total 178 100,0

    Berdasarkan hasil penelitian di Divisi Mikologi URJ Kulit Kelamin

    RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2003-2005 , kelompok umur terbanyak

    yang menderita mikosis superfisialis ialah usia produktif yaitu 25-44 tahun17

    .

    Batasan-batasan usia

    a. Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO, ada empat tahap yakni:

    1. Usia Pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. 2. Lanjut Usia (elderly) ialah antara 60 dan 74 tahun. 3. Lanjut Usia Tua (old) ialah antara 75 dan 90 tahun 4. Usia Sangat Tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

    b. Menurut Dra. Ny Jos Masdani lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia

    dewasa, kedewasaan dapat dibagi menjadi:

  • 18

    1. Fase inventus usia antara 25 – 40 tahun 2. Fase vertilitas usia antara 40 – 50 tahun 3. Fase prasenium usia antara 55 – 65 tahun 4. Fase senium usia antara 65 tahun hingga tutup usia.

    c. Menurut Prof DR Ny Sumiati Ahmad Muhammad (alm), Guru Besar Universitas

    Gajah Mada Fakultas Kedokteran, periodisasi biologis perkembangan manusia

    dibagi sebagai berikut:

    1. Usia 0-1 tahun (masa bayi) 2. Usia 1-6 tahun (masa prasekolah) 3. Usia 6-10 tahun (masa sekolah) 4. Usia 10-20 tahun (masa pubertas) 5. Usia 40-65 tahun (masa setengah umur, prasenium) 6. Usia 65 tahun keatas (masa lanjut usia, senium)

    d. Menurut prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ, lanjut usia dikelompokkan

    sebagai berikut:

    1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) (usia 18/20-25 tahun)

    2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)

    3) Lanjut usia (geriatric age)(usia lebih dari 65/70 tahun), terbagi:

    1. Usia 70-75 tahun (young old) 2. Usia 70-80 tahun (old) 3. Usia lebih dari 80 tahun (very old).

    e. Menurut Bee (1996), tahapan masa dewasa adalah sebgai berikut:

    1. Usia 18-24 tahun (masa dewasa muda) 2. Usia 25-40 tahun (masa dewasa awal) 3. Usia 40-65 tahun (masa dewasa tengah) 4. Usia 65-75 tahun (masa dewasa lanjut) 5. Usia >75 tahun (masa dewasa sangat lanjut)

    f. Referensi lain mengklasifikasikan lansia sebagai berikut : (Depkes RI, 2003) :

    1. Pra lansia (prasenilis) yaitu Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun 2. Lansia adalah Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3. Lansia resiko tinggi adalah Berusia 70 tahun atau lebih atau usia 60

    tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

  • 19

    4. Lansia potensial adalah Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa

    5. Lansia tidak potensial adalah Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

    B. Pembahasan Penelitian

    Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa kelompok umur yang

    terbanyak menderita mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ penyakit Kulit

    dan Kelamin di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005 adalah kelompok

    umur usia produktif yang banyak mempunyai faktor predisposisi, misalnya

    pekerjaan basah, trauma, dan banyak berkeringat, sehingga risiko untuk menderita

    mikosis superfisialis lebih besar dibandingkan dengan kelompok umur lainnya.

    Sedangkan kelompok usia yang paling jarang menderita mikosis superfisialis di

    DIvisi Mikologi URJ penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr.Soetomo Surabaya

    adalah kelompok usia 1-4 tahun yang merupakan golongan balita yang sedikit

    mempunyai faktor risiko17

    .

    4.1.3 Pola Distribusi dermatofitosis

    A . Hasil Penelitian

    Table 4.3 Distribusi Penyakit Dermatofitosis

    Jumlah(n) Presentase(%)

    Tinea korporis +

    kruris

    90 50,6

    Tinea kapitis 3 1,7

    Tinea kruris 38 21,3

    Tinea korporis 5 2,8

    Tinea aksilaris 2 1,1

    Tinea pedis 5 2,8

    Pitiriasis

    versikolor

    35 19,7

  • 20

    Total 178 100,0

    Dari hasil penelitian di di Divisi Mikologi URJ penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD

    Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005, penelitian ini menunjukkan insidensi

    terbanyak adalah dermatofitosis. Mikosis superfisialis yang banyak dijumpai

    adalah pitiriasis versikolor, kandidosis, dan dermatofitosis4. Berbeda dengan laporan

    Budimulja Jakarta tahun 1989 dan Dhina dkk tahun 1994 di Semarang yakni

    pitiriasis versikolor menempati urutan pertama disusul dengan dermatofitosis dan

    kandidiasis kutis6.

    Ditinjau dari masing-masing kasus, pitiriasis versikolor merupakan kasus,

    pitiriasis versikolor merupakan kasus yang paling banyak dijumpai dari seluruh

    kasus mikosis superfisialis. Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi jamur

    superfisial pada kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur yang tersebar

    diseluruh dunia, terutama banyak ditemukan pada daerah tropis dan subtropis

    dengan temperature dan kelembapan relative tinggi18

    . Penyakit tersebut banyak

    ditemukan pada penderita dengan social ekonomi rendah dan berhubungan

    dengan buruknya hygiene perorangan. Faktor predisposisi sangat berperan pada

    terjadinya pitiriasis versikolor18

    , antara lain genetik, pemakaian kortikosteroid atau

    antibiotika jangka panjang, gizi kurang, dan banyak keringat10

    .

    Di National Skin Care Singapura pada tahun 1999-2003 didapatkan 12.903

    kasus mikosis superfisialis. Kasus yang paling banyak adalah tinea pedis

    (27,3%), kemudian pitiriasis versikolor (25,2%), dan tinea kruris (13,5%). Tinea

    kapitis juga jarang didapatkan. Di Bangkok, Thailand pada tahun 1986, dari

    penderita perempuan kasus yang terbanyak didapatkan adalah tinea kororis

    (29%), tinea kruris (23%), dan tinea pedis (16%). Sedangkan pada penderita laki-

    laki adalah tinea kruris (39%), tinea korporis(28%), dan tinea pedis (14%)

    (Takahashi,1988). Banyak kasus tinea pedis di beberapa negara Asia tersebut

    mungkin disebabkan karena kebiasan pemakaian sepatu tertutup dalam aktivitas

    atau pekerjaan sehari-hari, hal tersebut berkaitan dengan banyaknya industry di

    negara-negara tersebut17

    .

  • 21

    4.2 Keterbatasan Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian epidemiologi deskriptif kategorik yang

    berarti menganalisa penyakit yang ada dalam suatu populasi tertentu dengan

    memaparkan keadaan dan sifat masalah tersebut dalam berbagai variabel

    epidemiologi yang erat hubungannya dengan timbulnya masalah.

  • 22

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Simpulan

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanankan di RSUD Tangerang

    pada bulan Januari 2011 hingga bulan Desember 2011, maka dapat ditarik

    beberapa kesimpulan sebagai berikut:

    1. Prevalensi dermatomikosis di RSUD Tangerang pada bulan

    Januari hingga bulan Desember 2011 adalah sebesar 27,89% .

    2. Pola distribusi dermatomikosis berdasarkan jenis kelamin

    diperoleh gambaran pada pasien perempuan yaitu 99 (55,5%)

    dari 178 pasien.

    3. Pola distribusi Dermatomikosis berdasarkan usia di peroleh

    gambaran pasien yang tergolong usia.

    4. Pola distribusi dermatomikosis berdasarkan jenis penyakit

    dermatomikosis didapatkan penyakit yang terbanyak diderita

    pasien poli klinik kulik dan kelamin di RSUD tangerang tahun

    2011 yaitu.

    5.2 Saran

    1. Diharapkan untuk penelitian berikutnya dapat menggunakan sampel

    yang lebih banyak.

  • 23

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Djuanda, A., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, editor Hamzah Mochtar,

    Aisah Siti. Ed.5. Jakarta: FKUI.

    2. Siregar, R.S., 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, editor, Huriawati

    Hartanto. Ed.2. Jakarta: EGC. pp : 29,57

    3. Rayendra, Raendi. 2006. Tinea kruris et korporis et fasialis disertai pitiriasis

    versikolor yang diterapi dengan intrakonazol. Penelitian di RS. dr. Hasan

    Sadikin Bandung periode Januari 2001 sampai Desember 2005

    4. Budimulja, U., 2009. Mikosis. Dalam : Djuanda, A., Ilmu Penyakit Kulit

    dan Kelamin, editor Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Ed.5. Jakarta: FKUI.

    pp:89-105

    5. Soebono, H., 2001. Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta ; Balai Penerbit

    FKUI.

    6. Adiguna, MS., 2004. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Dalam:

    Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.

    7. Marwali, Harahap, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrat es. Jakarta.

    8. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Superficial fungal infections:

    dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. Dalam: Freedberg IM,

    Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk, penyunting.

    Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: Mc

    Graw-Hill Co;2003.h.1989-2005.

  • 24

    9. Sobera JO, Elewski BE. Infections, infestasions and bites: Fungal diseases.

    Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, penyunting. Dermatology.

    Philadelphia: Mosby;2003.h.1171-98.

    10. Klenk AS, Martin AG, Heffernan MP. Yeast infections: Candidiasis,

    Pytiriasis (Tinea) versicolor. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,

    Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk, penyunting. Fitzpatrick’s

    dermatology in general medicine. Edisi ke-6. New York: Mc Graw-Hill

    Co;2003.h.2006-16.

    11. Hurwitz S. Skin disorders due to fungi. Dalam: Clinical pediatric

    dermatology. Edisi ke-2. Philadelphia: W.B. Saunders Co;1993.h.372-90.

    12. Lubis, Ramona Dumasari. 2008. Pengobatan Dermatomikosis. Di akses 2

    februari 2012.

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3399/1/08E00891.pdf

    13. Siregar, R.S., 2004. Penyakit Jamur Kulit, editor, Huriawati Hartanto. Ed.2.

    Jakarta: EGC. pp : 17,43

    14. Mulyati, Ridhawati, Jan Susilo., 2009.M i ko l o gi , Da l am :Bu k u Aja r

    P a r a s i to l o g i Ked okt e ra , e d i to r : S u s a n t o i n ge , I s mid I s

    S u ha r i a , S j a r i fu dd i n Pu d j i K, Su n gka r Sa l eh a . E d . 4 . J a ka r t a .

    p p :3 0 7 -30 8

    15. Gandjar , Indrawati ., 2006. Dermatomikosis . Dalam: Mikologi Dasar dan

    Terapan. Ed. 1. Jakarta Pp: 95. http:// books.google.co.id

    16. The Lone Ranger .2007. Skin and the Integumentary System . gambar 2.1

    anatomi kulit..http://www.freethought-

    forum.com/forum/showthread.php?t=11578&garpg=2

    https://www.google.co.id/search?hl=en&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=962&bih=539&tbm=bks&tbm=bks&q=inauthor:%22Indrawati+Gandjar%22&sa=X&ei=i1ZMUL3iCojJrAeht4CgCA&ved=0CCoQ9Aghttp://books.google.co.id/books?id=MxEOHqhHI7sC&pg=PA95&lpg=PA95&dq=dermatomikosis&source=bl&ots=QgJFmgejGD&sig=AWN4YnJ5pfsx5uTGwc1CWo36KOY&hl=en&sa=X&ei=i1ZMUL3iCojJrAeht4CgCA&ved=0CCkQ6AEwAAhttp://books.google.co.id/books?id=MxEOHqhHI7sC&pg=PA95&lpg=PA95&dq=dermatomikosis&source=bl&ots=QgJFmgejGD&sig=AWN4YnJ5pfsx5uTGwc1CWo36KOY&hl=en&sa=X&ei=i1ZMUL3iCojJrAeht4CgCA&ved=0CCkQ6AEwAA

  • 25

    17. Hidayati, Afif Nurul., Suyoso, Sunarso., P,desy Hinda., Sandra, Emilian.

    Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan

    Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005

    18. Rippon JW. Medical mycology. Edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders Co;1988.h.694-5.

    19. http://onlinesyariah.com/2012/04/tinjauan-tentang-lanjut-usia/

  • 26

    LAMPIRAN

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Ani Oktavia

    Tempat Tanggal Lahir : Pangkalan Balai, 05 oktober 1991

    Alamat : Jl. Pahlawan XII N0.161 RT 04/01 Desa Petaling Kec.

    Banyuasin Kab. Banyuasin III Provinsi Sumatra Selatan

    Email : [email protected]

    No. Hp : 081286799826

    Riwayat Pendidikan

    1997 - 2003 : SDN 01 Petaling Jaya

    2003 - 2006 : SMP N 01 Rantau Bayur

    2006 - 2009 : MAN 01 Pangkalan Balai

    2009 - Sekarang : FKIK Program Studi pendidikan Dokter UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta

  • 27

    HASIL OUTPUT SPS

    Analisis Univariat

    Statistics

    Jenis Kelamin Responden

    N Valid 178

    Missing 0

    Skewness .228

    Std. Error of Skewness .182

    Kurtosis -1.970

    Std. Error of Kurtosis .362

    Jenis Kelamin Responden

    Frequency Percent

    valid

    Percent

    Cumulative

    Percent

    Valid Pr 99 55.6 55.6 55.6

    Lk 79 44.4 44.4 100.0

    Total 178 100.0 100.0

  • 28

    Statistics

    Umur Responden

    N Valid 178

    Missing 0

    Skewness -.374

    Std. Error of Skewness .182

    Kurtosis -.714

    Std. Error of Kurtosis .362

  • 29

    Umur Responden

    Frequency Percent

    Valid

    Percent

    Cumulative

    Percent

    valid anak-anak 19 10.7 10.7 10.7

    orang muda

    dan dewasa 88 49.4 49.4 60.1

    orang tua 71 39.9 39.9 100.0

    Total 178 100.0 100.0

  • 30

    Statistics

    Dermatomikosis

    N Valid 178

    Missing 0

    Skewness .873

    Std. Error of Skewness .182

    Kurtosis -.830

    Std. Error of Kurtosis .362

    Dermatomikosis

    Frequency Percent

    Valid

    Percent

    Cumulative

    Percent

    valid Tkk 90 50.6 50.6 50.6

    t.kapitis 3 1.7 1.7 52.2

    t.kruris 38 21.3 21.3 73.6

    t.korporis 5 2.8 2.8 76.4

    t.aksilaris 2 1.1 1.1 77.5

    t.pedis 5 2.8 2.8 80.3

    pitiriasis

    versikolor 35 19.7 19.7 100.0

    Total 178 100.0 100.0

  • 31