presus bronkiolitis - copy
TRANSCRIPT
ANAMNESIS
Seorang anak usia 3 bulan datang ke RS dengan keluhan
utama batuk ngikil sejak 5 hari sebelum masuk RS. Batuk
terjadi sepanjang waktu. Tidak terdapat demam, sesak (+),
pilek (+), sering berkeringat (-), mual (-), muntah (-),
makan minum biasa, BAK (+) normal, diare (-). Ini
merupakan yang pertama kali pasien dengan gejala
seperti tersebut diatas, dan kejadian ini tidak diawali oleh
riwayat pasien paska tersedak atau trauma apapun.
RPD Riwayat penyakit dengan gejala serupa disangkal. Riwayat alergi (-) Riwayat opname (-) Riwayat trauma (-) Riwayat pembedahan (-)
RPK Bude dari os pernah mengidap TB tetapi telah selesai
dalam pengobatan TB 6 bulan pada sekitar 2 tahun yang lalu.
Riwayat asma dalam keluarga (-) Riwayat alergi pada keluarga (-) Anggota keluarga serumah batuk (-) Ayah pasien perokok (+)
R.Obs Pasien merupakan anak I. BBL 3200 gr, lahir cukup
bulan, SMK, SC a/i letak lintang
R.Nutrisi Minum ASI hanya pada 3 minggu pertama setelah lahir,
dilanjutkan susu formula Tidak pernah ada keluhan selama mengkonsumsi SF
yang dipilih oleh keluarga
R. Imunisasi
Hepatitis B : 2x saat lahir dan usia 1 bulanPolio : 2x saat lahir dan usia 2 bulanBCG : 1x pada usia 2 bulanDPT + Hib : 1x pada usia 2 bulanCampak : belum
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum:
CM, gerak aktif
Vital Sign:
TD : -
HR : 120 x/menit
RR : 50 x/menit
T : 37 o C
Kepala/Leher :
Ca -/-, SI (-/-), sianosis (-)
Kepala terangguk-angguk (-)
Napas cuping hidung (-/-)
Edema palpebra (-/-)
JVP tidak meningkat
Limponodi tidak teraba
Thorax:
I : pengembangan dada simetris, retraksi (+/+), deformitas (-)
P : sonor
P : simetris
A : ronkhi (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi memanjang (+/+), bising jantung (-)
Abdomen :
I : DP=DD, ascites (-)
A : BU(+) normal
P : timpani
P : supel, elastisitas kulit baik, tidak teraba hepar, tidak teraba lien, elastisitas kulit baik
Ekskremitas
Akral hangat, udem (-), deformitas (-), CR <2 detik.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan 5– 6 - 2013 Nilai Normal
Hematologi
Lekosit 15 4 - 10
Hemoglobin 9,1 12 - 16
Hematokrit 27 35 - 47
Trombosit 464 rb 150 rb – 450rb
Eritrosit 9 3,8 – 5,2
GDS 142
HASIL BACAAN RO THORAX
Infiltrat para cardial dextra et sinistra Hiller dextra infiltrat + Hiller sinistra infiltrat ++, prominent Sinus dan diafragma baik Cor CTR < 0,50
1. Baktesin 2 x 250 mg
2. Kalmetasone 2 x ¼ mg
3. Salbuven 1 x 2mg
4. Ozen 1 x 0,3 mg
5. Nebulisasi Ventolin ½ + Flexotide ½ / 8 jam
Penatalaksanaan
BRONKHIOLITIS Adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada
saluran nafas kecil (bronkiolus), terjadi pada anak
berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens tertinggi
sekitar usia 3-6 bulan.
Disebabkan oleh RSV ( Respiratory Syncytial Virus),
60-90% kasus, sisanya Parainfluenza virus,
Adenovirus, Enterovirus, dan Influenza virus.
ANAMNESIS
Anak usia < 2th
Episode pertama wheezing
Batuk kering dan mengi
Rhinore/ nasal discharge
Demam/ riw demam. (tidak tinggi)
Poor feeding
DIAGNOSIS ( PPI- IDAI 2010)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Saturasi Oksigen
Pulse oksimetri
Analisis gas darah
Foto thorax
Pemeriksaan virologi
Pemeriksaan bakteriologi
Hematologi
C- reactive protein (CRP)
DIAGNOSIS GEJALA
Asma - Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan pilek- Hiperinflasi dinding dada- Ekspirasi memanjang- Berespon baik terhadap bronkodilator
Bronkhiolitis - Episode pertama wheezing pada umur < 2tahun- Hiperinflasi dinding dada- Ekspirasi memanjang- Gejala pada pnemonia juga dapat dijumpai- Respon kurang/ tidak ada respon dengan bronkodilator
DIAGNOSIS BANDING ANAK DENGAN WHEEZING
Wheezing berkaitan dengan batuk atau pilek
- Wheezing selalu berkaitan dengan batuk dan pilek- Tidak ada riw keluarga dengan asma/ eksem/ hay fever- Ekspirasi memanjang- Cenderung lebih ringan dibandingkan wheezing akibat asma- Berespon baik terhadap bronkodilator
Benda asing - Riwayat tersedak atau wheezing tiba-tiba- Wheezing unilateral- Air trapping dengan hipersonor dan pergeseran mediastinum- Tanda kolaps paru
Pnemonia - Batuk dengan napas sesak- Tarikan dinding dada bag bawah kedalam- Demam- Cracles / ronkhi- Pernapasan cuping hidung- Merintih / grunting
Penyebab terbanyak adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), kira-kira 45-80 % dari total kasus bronkiolitis akut.
Parainfluenza Virus (PIV) 3 menyebabkan sekitar 25-50% kasus
PIV tipe 1 dan 2, adenovirus tipe 1,2 dan 5, Rinovirus, virus influenza, enterovirus, herpes simplex virus, dan Mycoplasma pneumonia masing-masing menyebabkan sedikit kasus (< 25%).
ETIOLOGI
RESPIRATORY SYNCYTIAL VIRUS (RSV)
RSV merupakan single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm), termasuk paramyxovirus.
Terdapat 2 glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting RSV untuk menginfeksi sel: Protein G ( attachment protein): untuk mengikat sel Protein F ( fusion protein): untuk menghubungkan partikel
virus dengan sel target dan sel tetangga. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host.
Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host.
Masa inkubasi RSV: 2- 5 hari
Usia muda Prematuritas Tidak mendapat ASI Kelainan jantung bawaan Chronic lung diseases of prematurity Menghirup asap rokok Jumlah saudara/ berada ditempat penitipan Sosioekonomi rendah
FAKTOR RESIKO
PATOFISIOLOGI
Virus ini bereplikasi didalam nasofaring kemudian
menyebar dari saluran nafas atas kesaluran nafas bawah
melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan
melalui aspirasi sekresi nasofaring. Kemudian RSV melakukan
kolonisasi dan replikasi pada mukosa bronkus dan bronkiolus
yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel
epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran nafas menyebabkan
terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin
kedalam lumen bronkiolus. Pada bronkiolus ditemukan
obstruksi parsial atau total karena udema dan akumulasi
mukus serta eksudat yang kental.
Pada dinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrat sel
radang. Radang juga bisa dijumpai pada peribronkial dan
jaringan interstisial. Obstruksi parsial bronkiolus menimbulkan
emfisema dan obstruksi totalnya menyebabkan atelektasis.
Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan
mokusilier, mukus tertimbun didalam bronkiolus. Kerusakan sel
epitel saluran nafas juga akan mengakibatkan saraf aferen
lebih terpapar terhadap alergen/iritan sehingga dilepaskan
beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang
menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas.
Pada akhirnya kerusakan epitel saluran nafas juga
meningkatkan ekspresi Intercelluler Adhesion Molecule-
1(ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil
dan sel-sel inflamasi.
Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses
inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan
mukus serta spasme otot polos saluran nafas.
Dengan adanya obstruksi akan meningkatkan resistensi pada
jalan nafas selama inspirasi dan ekspirasi. Tetapi, karena
radius saluran nafas lebih kecil selama fase ekspirasi maka
terdapat mekanisme klep, sehingga udara akan terperangkap.
Hal ini akan menyebabkan hiperinflasi pada paru yang
merupakan akibat dari udara yang tidak terabsorpsi oleh
karena terjadi kontriksi dan dapat menyebabkan atelekfasis.
RESPIRATORY DISTRESS ASSESMENT INSTRUMEN (RDAI)
SKOR SKORMAKSI-MAL
0 1 2 3 4
WHEEZING
- Ekspirasi (-) akhir 1/2 3/4 semua 4
- Inspirasi (-) sebagian
semua 2
- Lokasi (-) ≤ 2 dari 4 lap.paru
≥ 3 dari 4 lap.paru
2
RETRAKSI
-Supraklavikuler
(-) ringan sedang berat 3
- Interkostal (-) ringan sedang berat 3
- Subkostal (-) ringan sedang berat 3
TOTAL 17
RDAI menilai distres pernapasan berdasarkan 2
variable, yaitu wheezing dan retraksi.
Skor > 15, yaitu kategori berat
Skor < 15, yaitu kategori ringan
Prinsip dasar penanganan bronkhiolitis adalah terapi supportif: Oksigenasi, pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi, dan nutrisi yang adekuat. Bayi dengan bronkhiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap.
Apabila terdapat nafas cepat saja, pasien dapat dirawat jalan dan diberikan kotrimoksasol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 x sehari, atau amoksisilin (25 mg/kgBB/kali) 2x sehari, selama 3 hari
Apabila terdapat tanda distress pernapasan tanpa sianosis tetapi anak masih bisa minum, rawat anak diRS dan beri ampisilin/ amoksisilin (25-50mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), pantau selama 72 jam pertama.
PENATALAKSANAAN
Respon baik: terapi dilanjutkan dirumah, atau RS dengan amoksisilin oral (25 mg/kgBB/kali, 2x sehari) untuk 3 hari berikutnya.
Bila KU memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau makan, minum, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis, tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambah klorampenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam), sampai keadaan membaik, dilanjutkan peroral 4 kali sehari sampai total 10 hari
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat segera beri oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin klorampenikol atau ampisilin-gentamisin. Sebagai alternatif: beri Seftriakson (80-100mg/kg/kali IM/IV 1x sehari).
PROGNOSIS
Fase paling kritis terjadi pada masa 48-72 jam pertama sesudah
batuk dan dispnea dimulai. Selama masa ini bayi tampak
sangat sakit dan dapat timbul asidosis respiratoir. Sesudah
masa kritis perbaikan terjadi dengan cepat. Penyembuhan
selesai dalam beberapa hari. Angka fatalitas kasus di bawah
1%. Kematian dapat timbul dari akibat serangan apnea yang
lama, asidosis repiratoir berat yang tidak terkompensasi,
dehidrasi berat akibat penguapan air dan takipnea serta
ketidakmampuan minum cairan. Bayi-bayi yang memiliki faktor
resiko besar seperti penyakit jantung kongenital, displasia
bronkopulmonal, penyakit immunodefisiensi dan kistik fibrosis
mempunyai angka morbiditas dan angka mortalitas yang lebih
besar.
Upaya-upaya pencegahan yang dapat dilakukan
adalah:
• Menghindarkan paparan asap rokok dari anak.
• Higiene dan sanitasi yang baik terutama teknik
sanitasi tangan.
• Menghindarkan anak dari daerah yang rawan infeksi
saluran nafas
PENCEGAHAN