preskas medik - piopneumotorax

Upload: joan-sherlone-hutabarat

Post on 16-Oct-2015

63 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Preskas Medik - Piopneumotorax

TRANSCRIPT

LAPORAN PRESENTASI KASUS MEDIKPIOPNEUMOTORAKS

Disusun Oleh:dr. Joan Sherlone Hutabarat

Pendamping:dr. Jaka Krisna

PROGRAM INTERNSHIPRUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASIJAWA BARAT2014BAB IILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIENNama : Ny. AUmur: 55 tahunAlamat: Kp. Bulak Mangga Tengah RT 02/04 Desa Suka AsihPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAgama : IslamTanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2013

ANAMNESISKeluhan Utama: Sesak nafasANAMNESIS KHUSUS: Pasien mengeluh sesak nafas sejak 3 minggu SMRS, dirasakan hilang timbul. Pasien merasakan sesaknya berkurang jika berbaring ke sisi kiri dan duduk. Riwayat batuk lama lebih dari 1 bulan, batuk berdahak bercampur busa, berwarna putih. Keluhan keringat malam, panas badan tidak terlalu tinggi, dan penurunan berat badan diakui pasien dalam sebulan terakhir, dirasakan pakaiannya semakin longgar. Keluhan batuk berdarah disangkal. Riwayat nyeri dada disangkal. Riwayat keluarga atau kerabat dekat dengan batuk lama disangkal. Riwayat pengobatan TB sebelumnya disangkal. Riwayat bengkak pada tungkai, sesak saat aktivitas, terbangun karena sesak, tidur dengan tumpuan bantal tinggi disangkal. Riwayat pucat, badan terasa lemas disangkal. Riwayat panas badan tinggi, dahak yang kental, dan nyeri saat menarik nafas disangkal. Riwayat bengkak pada mata, BAK sedikit disangkal. Riwayat bengkak pada perut disangkal. Riwayat darah tinggi dan kencing manis sebelumnya tidak ada. Riwayat merokok tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIKTanda VitalTekanan darah: 130/70 mmHgNadi: 104 x/menitRespirasi: 24 x/menitSuhu: 36,8 C

KepalaMata: Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)Hidung: PCH (+), hiperemis (-) sekret (+)Mulut: To = T1-T1, faring hiperemis (-)Leher: KGB tidak teraba membesarToraks: Bentuk dan gerak simetris Cor: Bunyi jantung S1-S2 murni regular Pulmo: VBS kanan > kiri, rhonki -/-, wheezing -/- VF kanan > kiri Abdomen: Datar lembut, BU (+) normal Hepar/Lien tidak teraba membesar NT (-) Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2

ROENTGEN THORAX PA (24 Oktober 2013)

LABORATORIUM (29 Oktober 2013)Hb: 12,0 g/dlLeukosit: 8.700/mmLED: 82 mm/jamBasofil: 0 %Eosinofil: 2 %Batang: 1 %Segmen: 79 %Limfosit: 13 %Monosit: 5 %Eritrosit: 3,6 jl/mm3Hematokrit: 32,8 %Trombosit: 381 ribu/mm3Protein total: 5,4 g/100 mlAlbumin: 2,5 g/dlGlobulin: 2,9 g/dlSGOT: 19 U/lSGPT: 15 U/lGula darah sewaktu: 70 mg/dlUreum: 14 mg/dlKreatinin: 0,5 mg/dl

DIAGNOSIS KERJAHidropneumotoraks Sinistra ec. Susp. TB Paru

PENATALAKSANAAN IVFd RL 12 tpm Advice dr. Widi, SpP IVFd RL 20 tpm Ceftizoxime 2 x 1 gr OAT 4 FDC 1 x 3 tab Rencana WSD besok

Follow Up Ruangan

Tanggal / WaktuPerjalanan PenyakitInstruksi

25 Oktober 2013TD: 110/70 mmHgN: 90 x/menitR: 26 x/mS: 36 CS: Sesak (+) batuk (-) riw. OAT (-)O: P: Vesikular + / , wh -/-A: Hidropneumotoraks sin ec. TB DD/ NTBAdvice dr. Anti, SpP Terapi lanjut WSD: Foto post WSD Terapi:Ceftizoxime 2x1Metronidazole 3 x 500 mgGentisin 1 x 160 mg IVAsam mefenamat 3 x 500 mg (prn)Ranitidin 2x1Antasida 3 x 1 C WSDPus (+) seroxantokromUndulasi (+) Buble (-) A: Piopneumotoraks sin ec. TB DD/ NTB Cairan pleura 500 cc/shift

28 Oktober 2013

TD:130/80 mmHgN: 85 x/menitR: 24 x/mS: 36,7 CVisite dr. Widi, SpP Infus Albumin 20% 2 x 100 cc OAT lanjut

29 Oktober 2013TD: 120/80 mmHgN: 83 x/mRR: 22 x/mS: 36 C

S: Sesak O: Pulmo: Vesikular +/, rh -/- wh -/-A: Piopneumotoraks sin ec. TB DD/ NTBVisite dr. Dewi, SpP WSD: undulasi (+), buble (-), produksi (+) 100 cc, warna putih Terapi lanjut Periksa darah lengkap besok

30 Oktober 2013TD: 100/70 mmHgN: 100 x/mRR: 24 x/mS: 36 C

O: Pulmo: Vesikular +/, rh -/- wh -/-A: Piopneumotoraks sin ec. TB DD/ NTBVisite dr. Anti, SpP WSD: undulasi (+), CP 50 cc, buble (-) Terapi lanjut

2 November 2013TD: 100/80 mmHgN: 94 x/mRR: 22 x/mS: 36 C

WSD:CP 150 cc, undulasi (+), buble (-)O: Pulmo: Vesikular +/, rh -/- wh -/-A: Piopneumotoraks sinVisite dr. Anti, SpP Ceftizoxime tidak terbeli Ganti Ceftriaxone 1 x 2 gr IV, skin test, drip dalam NaCl 0,9% 100 cc

6 November 2013TD: 100/80 mmHgN: 94 x/mRR: 22 x/mS: 36 C

WSD:CP 100 cc, undulasi (+), buble (-)Kel: Lemas, tidak mau makanLengan kiri tremorO: Pulmo: Vesikular +/, rh -/- wh -/-A: Piopneumotoraks sin ec. TB DD/ NTB

ADA: 181BTA: 1+/?/?Visite dr. Anti, SpP Terapi lanjut 4 FDC 1 x III B6 1 x 1

TD: 110/80 mmHgN: 84 x/mRR: 22 x/mS: 36 C

WSD:Undulasi (+), buble (-), prod 300 cc, keruhO: Pulmo: Vesikular +/, rh -/- wh -/-A: Piopneumotoraks TB DD/ NTBTB Paru BTA (+)Visite dr. Dewi, SpP Periksa SGOT/SGPT, Elektrolit, Albumin Terapi lanjut Konsul neuro

13 November 2013WSD: Undulasi (+)A: Piopneumotoraks TB DD/ NTBTB Paru BTA (+)Visite dr. Dewi Aff WSD APS Pasien pulang paksa

PROGNOSISQuo ad vitam: dubia ad bonamQuo ad functionam: dubia ad bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

PendahuluanHidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks. Piopneumotoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana infeksinya ini berasal dari mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus ke arah rongga pleura. Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura dan sering membuat fistula bronkopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah Stafilokokus aureus, Klebsiela, mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.Etiologi piopneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti pneumonia, abses paru, adanya fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis paru, aktinomikosis paru, dan dari luar paru seperti trauma toraks, pembedahan toraks, torakosentesis pada efusi pleura, abses sub phrenik dan abses hati amuba. Patofisologi dari empiema itu sendiri yaitu akibat invasi kuman piogenik ke pleura. Hal ini menyebabkan timbuk keradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat seros. Dengan bertambahnya sel-sel PMN, baik yang hidup ataupun yang mati dan peningkatan kadar protein didalam cairan pleura, maka cairan pleura menjadi keruh dan kental. Endapan fibrin akan membentuk kantung- kantung yang akhirnya akan melokalisasi nanah tersebut.Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada dilkakukan, namun insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8 per 100.000 penduduk per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula peneliti yang mendapatkan 8:1.

DEFINISIHidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks. Sedangkan pneumotoraks itu sendiri ialah suatu keadaan, di mana hanya terdapat udara di dalam rongga pleura yang juga mengakibatkan kolaps jaringan paru.Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas:1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.

Pneumotoraks dapat juga dibagi atas:1. Pneumotoraks Terbuka: Gangguan pada dinding dada berupa hubungan langsung antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran terbuka yang dapat menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas ke rongga pleura selama proses respirasi.2. Pneumotoraks Tertutup: Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum pleura negatif.3. Pneumotoraks Valvular: Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini dapat terjadi peningkatan tekanan intrapleural. Karena tekanan intrapleural meningkat maka dapat terjadi tension pneumotoraks.

Gejala KlinisAdanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumotoraks amat tergantung pada besarnya lesi pneumotoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan hanya dapat ditemukan pada pemeriksaan foto dada rutin. Pada beberapa kasus, pneumotoraks terluput dari pengamatan.Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat.Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau menetap bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks, sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato- pneumotoraks).Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan pneumotoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit.Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan mediastinum dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke bawah, gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun, terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun.Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%) dan bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan berkembang menjadi hidropneumotoraks.Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut di atas, diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada.

Pemeriksaan penunjangFoto rontgen thoraks dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceral.Pada foto dapat terlihat bayangan udara dari pneumotoraks yang berbentuk cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila pneumotoraksnya tidak begitu besar, foto dengan pernafasan dalam (inspirasi penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas. Dalam hal ini dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh. Selama ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke apeks, sehingga rongga intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat perbedaan densitas antara jaringan paru dan udara intrapleura sehingga memudahkan dalam melihat pneumotoraks, yakni kenaikan densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak menaikkan densitas pneumotoraks..Pemeriksaan cairan pleura yang harus dilakukan adalah :1. Warna cairanCairan pleura normal berwarna jernih agak kekuningan. Warna agak kemerahan menunjukkan adanya trauma, infark paru, keganasan, atau kebocoran aneurisma aorta. Warna kuning kehijauan dan agak purulen menunjukkan adanya empiema. Warna merah coklat menunjukkan adanya abses karena amuba. Warna keruh atau seperti susu menunjukkan adanya suatu cylothorax.2. BiokimiaCairan pleura abnormal dibedakan atas transudat dan eksudat. Penting untuk membedakan apakah cairan pleura yang diperoleh termasuk transudat atau eksudat.

TransudatEksudat

Kadar protein 3

Rasio prot. efusi dg prot. serum0,5

LDH (lU) 200

Rasio prot. efusi dg prot. serum0,6

Berat jenis 1,016

Rivaltanegatifpositif

Di samping pemeriksaan di atas perlu diperiksa juga :Kadar pH dan glukosa, biasanya menurun pada infeksi, artritis rheumatoid dan neoplasma.Kadar amilase, biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastase adenokarsinoma3. Sitologia. Sel netrofil menunjukkan adanya infeksi akutb. Sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronis seperti pleuritis tuberkulosa dan limfoma malignac. Sel mesotel, bila jumlahnya meningkat menunjukkan adanya infark parud. Sel mesotel maligna menunjukkan adanya mesoteliomae. Sel-sel besar berinti, pada artritis rheumatoid f. Sel LE pada SLE4. BakteriologiEfusi yang purulen dapat mengandung kuman aerob maupun anaerob. Jenis yang sering ditemukan adalah Pneumokokus, E.coli, Klebsiella, Pseudomonas dan Enterobacter.Pemeriksaan histologis dengan biopsi pleura dapat menunjukkan 50-70% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.

Komplikasi Pneumothoraks1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel : komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.2. Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi paru. 3. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25% penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan kemungkinan diikuti oleh pergerakan udara yang progresif ke arah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan).5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan enterstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esofagus.6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.

PenatalaksanaanSetelah diagnosis pneumotoraks dapat ditegakkan, langkah selanjutnya yang terpenting adalah melakukan observasi yang cermat. Oleh karena itu penderita sebaiknya dirawa di rumah sakit, mengingat sifat fistula pneumotoraks dapat berubah sewaktu-waktu yaitu dari pneumotoraks terbuka menjadi tertutup ataupun ventil. Sehingga tidak jarang penderita yang tampaknya tidak apa-apa tiba-tiba menjadi gawat karena terjadi pneumotoraks ventil atau perdarahan yang hebat. Kalau kita mempunyai alat pneumotoraks, dengan mudah kita dapat menentukan jenis pneumotoraks apakah terbuka, tertutup, atau ventil.Apabila penderita datang dengan sesak nafas, apalagi kalau sesak nafas makin lama makin bertambah kita harus segera mengambil tindakan. Tindakan yang lazim dikerjakan ialah pemasangan WSD (Water Seal Drainage). Apabila penderita sesak sekali sebelum WSD dapat dipasang, kita harus segera menusukkan jarum ke dalam rongga pleura. Tindakan sederhana ini akan dapat menolong dan menyelamatkan jiwa penderita. Bila alat-alat WSD tidak ada, dapat kita gunakan infus set, dimana jarumnya ditusukkan ke dalam rongga pleura ditempat yang paling sonor waktu diperkusi. Sedangkan ujung selang infus yang lainnya dimasukkan ke dalam botol yang berisi air.Pneumotoraks tertutup yang tidak terlalu luas (Kurang dari 20% paru yang kolaps) dapat dirawat secara konservatif, tetapi pada umumnya untuk mempercepat pengembangan paru lebih baik dipasang WSD.Pneumotoraks terbuka dapat dirawat secara konservatif dengan mengusahakan penutupan fistula dengan cara memasukkan darah atau glukosa hipertonis kedalam rongga pleura sebagai pleurodesi. Ada juga para ahli yang mengobati pneumotoraks terbuka dengan memasang WSD disertai penghisap terus menerus.

BAB IIIPEMBAHASAN

Pasien didiagnosis karena memenuhi kriteria sebagai berikut: Anamnesa: Pasien mengeluh sesak nafas sejak 3 minggu SMRS, hilang timbul. Pasien merasakan sesaknya berkurang jika berbaring ke sisi kiri dan duduk. Riwayat batuk lama lebih dari 1 bulan, keringat malam, panas badan tidak terlalu tinggi, dan penurunan berat badan diakui pasien. Batuk berdahak bercampur busa, berwarna putih. Riwayat bengkak pada tungkai, terbangun karena sesak, tidur dengan tumpuan bantal tinggi disangkal. Riwayat pucat, badan terasa lemas disangkal. Riwayat panas badan tinggi, dahak yang kental, dan nyeri saat menarik nafas disangkal. Riwayat bengkak pada mata, BAK sedikit disangkal. Riwayat bengkak pada perut disangkal.Pemeriksaan Fisik: Bentuk dan gerak simetris Pulmo: VBS kanan > kiri, rhonki -/-, wheezing -/-, VF kanan > kiriPemeriksaan Penunjang: Laboratorium: Segmen , Hipoalbumin, Sputum BTA +/+/+ Rontgen Thoraks AP: Gambaran bayangan opak memiliki batas cukup tegas dengan permukaan atas berbentuk datar yang menunjukkan adanya cairan dan udara dalam rongga pleura. Analisa Cairan Pleura: Kesan Eksudat, ditemukan sel mesotel reaktif

Penatalaksanaan yang sesuai untuk pasien adalah sebagai berikut: IVFd RL 20 tpm Ceftizoxime 2 x 1 gr OAT 4 FDC 1 x 3 tab Pemasangan WSD

Prognosis pada pasien tersebut adalah:Quo ad vitam: dubia ad bonamKarena penyakit yang diderita tidak mengancam jiwa apabila ditangani dengan tepat dan pasien patuh berobat.Quo ad functionam: dubia ad bonamKarena dengan penanganan yang tepat dan kepatuhan yang baik fungsi paru dapat kembali dengan baik pula.

DAFTAR PUSTAKA

1. Light, Richard W. Disorders of the pleura, mediatinum and diaphragm, in Harrisonss Principle of Internal Medicine, 16th edition, New York, Mc Graw Hill, 2005.2. Noer HMS, Waspadji S, Rachman M, et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996.3. Yunus F, Rasmin M, Hudoyo A, Mulawarman A, Swidarmoko B, editor. Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992.4. Tierney Jr. LM, McPhee SJ, Papadakis MA, editor. 2006 Current Medical Diagnosis & Treatment, 45th Edition, New York, Mc Graw Hill, 2006.5. Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 2. Edisi 4. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995.6. Walker-Renard PB, Vaughan LM, Sahn SA: Chemical pleurodesis for malignant pleural effusions. Annals of Internal Medicine 120(1): 56-64, 1994.7. Fenton KN, Richardson JD: Diagnosis and management of malignant pleural effusions. American Journal of Surgery 170(1): 69-74, 1995.