presjoen rjtpublik indonesiaberkas.dpr.go.id/armus/file/lampiran/leg_1-20191028... · 2019. 10....
TRANSCRIPT
Nomor
Sifat
Lampiran
Perihal
PRESJOEN RJtPUBLIK INDONESIA
R.06/PU/XII/1988
Segera
1 (satu)
Rancangan Undang-undang tentang Peractilan AgamD. '
t:J !
Jakarta, 3 Desember 1988
Kepada Yth.
Sdr. PIMPINAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
di
Jakarta
Deng-an ini Pemel~iIltnh menyampaikan :
----- Ranc&ag&a U~ang-undang tcnt~g Peradilan Agama ---
untuk dibiearf.LltaJl tmlam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat guna
~eridapatkan ~tujuan •.
Selanjutnya 'Tlntuk keperluan pembicaraan dalam persi
dangan mengenai J.ancanganUndang-undang tersebut t kami
mempersilnhkan SaudlU-U menghubungi Saudara'Menteri Agama . .,.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
!~ S 0 E H A' R T 0
Tembusan ctisampaikan kepada
1. Yth. Sdr. Wakil Presidea,
2. Yth. Sdr. Menteri Agam>8,
3. Yth. Sdr. Mentcri KehaldmtU!.'
,tI
Henimbang
. -RANCANGAN
UNDANG-lJNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMORTAHUN
TENTANG PERADILAN AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANGMAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA
a. bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum
yang berdasarkan Pancasi1a dan Undang-Undang Dasar 1945 ,bertuj uanmewujudkantata kehidupan bangsa yang.
sejahtera, aman, tenteram dan tertib;
b. bahwa untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut dan
menjamin persamaan'kedudukan warga negara dalam hukum
diperlukan upaya untukmenegakkan ketertiban, keadilan,
kehenaran, dankepastianhukum yang mampumemberikan
pengayoman kepada masyarakati
c. bahwa pengaturan tentang susunan, kekuasaan dan acara
Pengadilan dalam lingkungan PeradilanAgama selamaini masih didasarkan pada :
1. Peratur!ln tentangPeradilan Agama diJawa dan Had~
ra (Staatsblad Tahun 1882 Nomor 152 dihubungkan de ngan Staatsb1ad Tahun 1937 Nomor 11'6',dan,610);
2. Peraturan tentang Kerapatan Qadi dan Kerapatan Qadi Besar untuk sebagian Kalimantan Se1atan (Staat~
blad Tahun 1937 Nomor 638 dan 639);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957tentang ,Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar r iyah di luar Jawa dan Madura);
yang dirasakan tidak sesuai 1agi dengan j iwa dan sema , ngat Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970;
d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan tersebut, dan un tuk me1aksanakan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 di
pandang per1u menetapkan undang-undang yang mengatur
susunan, kekuasaan dan acara Peradilan Agama:;
Mengingat
2
1. Pasal 5 ayat (1), Pasa1 20 ayat (1), Pqsal 24, dan Pasa1 25 Undang - Undang Dasar 1945;
2. Undang - u'ndang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2951);
3. Undang - undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mah
kamah Agung (Lembaran Negara. Tahun 1985 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3316);
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan ,: UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN AGAMA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian.
Pasa1 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pengadilan ialah Pengadilan Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama di lingkungan Per.adilan Agamao
2. Hakim ada~ah Hakim pada Pengadilan Agama dan Hakim pada Pengadi1an Tinggi Agama.
3. Pegawai Pencatat Nikah ada1ah P egawai Pencatat N.ikah pada Kantor Urusan Agama.
Bagian Kedua Kedudukan
Pasal 2 Peradi1an Agama ada1ah salah satu pelaksana Kekuasa
an Kehakiman bagi rakyat pencari keadi1an pada umum
nya.
PasaL 3
(1) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan
Agama dilaksanakan oleh
a. Pengadi1an Agama;
b. Pengadi1an Tinggi Agama.
(2) Kekuas aan Kehakiman di' ling~gan Peradilan Agama
berpuncak padaMahkamah Agung sebagai.Pengadilan
Negara Tertinggi.
Bagian Ketiga
Tempat Kedudukan
Pasal 4
(1) Pengadilan i\gama berkedudukan di Kotamadya atau di ibu kota Kabupaten, dan daerah hukumnya me1i puti wilayahKotamadya atau Kabupaten.
(2) Pengadi~an Tinggi Agama berkedudukan di ibu kota
Propinsi, dan daerah hukumnya me1iputi wi1ayah
Propinsi.
Bagian Keempat
Pembinaan
Pasa1 ~
(1) Pembinaan teknis peradi1an bagi Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2) Pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan
Pengadi1an dilakukan oleh Menteri Agama.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) tidak boleh mengurangi kebebasan llakim
da1am memeriksa dan memutus perkara.
. BAB II
SUSUNAN PENGADILAN
Bagian Pertama
U mum
Pasal 6
Pengadilan ,terdiri dari :
, 10 Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat
Pertama i
20 Pengadilan Tinggi Agama, yang merupakan
Tingkat Banding.
Pasal 7
Pengadilan
Pengadilan Agama dibentuk dengan Keputusan Presiden.
J?asal 8 Penqadilan Tinqqi Aqama dibentuk denqan Undanq-u'ndanq.
Pasal 9
. (1) Susunan Penqadilan Aqama terdiri dari Pimpinan, Hakim
Anqqota, Panitera, Sekretaris,dan Jurusita.
(2) Susunan Penqadilan Tinqqi Aqama terdiri dari Pimpinan,
Hakim Anqqota, Panitera,dan Sekretaris.
Pasal 10 . .
(1) Pimpinan Penqadilan' Agama terdiri dari seorang Ketua
dan, seorang Wakil Ketua.
(2) Pimpinan Pengadilan Tinggi Agama terdiridari seorang
Ketua dan seorang Wakil Ketuao
(3) Hakim Anggota Pengadilan Tinggi Agama adalah
Tinggi Agama.
Bagian Kedua
Ketua, Wakil Ketua, Hakim r
Panitera,dan Jurusita
Paragraf 1
Ketua, Wakil Ketua,dan Hakim
Pasal 11
Hakim
(1) Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas Kekuasaan
Kehakiman·.
4
5
(2) Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian serta
pe1aksanaan tugas Hakim ditetapkan dalamundang-undang ini.
Pasal 12
(1) Pembinaan dan pengawasan umum terhadapHakim sebagai
pegawai negeri di1akukan o1eh Menteri'Agama.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud da1am
ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim da1am memeriksa dan memutus perkara.
Pasa1 13
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Pengadi1an Agama,
seorang ca10n harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
a. warga negara Indonesia;
b. beragamaIs1am.; c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasi1a dan Ondang-Undang Dasar 1945;
e. bukan bekas anggota organisasi ter1arang Partai Ko
munis Indonesia, termasuk organisasi mass~nya atau
bukan seseorang yang terlibat 1angsung ataupun tak M"
1angsung dalam "Gerakan Kontra Revolusi G.30.S/PKI"
atau orgariisasi ter1arang.lainnya;
f. pegawai negeri; g. s.arjana g',yari' ah atau sarjana hukum yang menguasai
hukum 15 lam;
h. berumur serendah - rendahnya 25 (dua puluh lima) ta'
hun;
i. berwibawa, jujur, adil, da~ berkelakuan tidak tercela.
(2) Untuk dapatdiangkat menjadiKetua dan Wakil Ketua Pe
ngadilan Agama diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya
10 (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan Agama.
Pasal 14
(1) Untuk dapat diangkat menJadi Hakim Pengadilan Tinggi
Agama, seorang .calon harus memenuhi syarat-syarat seba
gai berikut :
· 6
a. syar-a-t-syarat -sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, 9 dan i; b. berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahuni
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun se
bagai Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Agama '.atau 15 (lima belas) tahun sebagai Hakim Pengadilan Aga
rna.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi
Agama diperlukan penqalaman sekuranq~kurangnya 10 (se
puluh) t~hun sebagai Hakim Penga~ilan Tinggi Agama
atau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun bagi Hakim Pe
ngadilan Tinggi Agama yang pernah menjabat Ketua Pen~
adilan Agama~
(3) Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan
Tinggi Agama diperiukan pengalaman sekurang-kurangnya
8 (delapan) tahun sebagai Hakim PengadilanTinggi Ag~
rna atau sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun bagi Hakim
Pengadilan Tinggi Agama yang pernah menjabat Ketua
Pengadilan Agama.
Pasal 15
, .. (1) .. Hakim diangkat dan diberhentikan oleh.-Presiden ··selaku--· .. ,·
Kepala Negara atas usul Menteri Agamaberdasarkan per
setujuan Ketua Mahkamah Agung.
(2) Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan diangkat dan diberhen
tikan oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua
!-1ahkamah Agung.
Pasal 16
(1) Sebelum memangku jabatannya Ketua, Wakil Ketua, dan
Hakim wajib mengucapkan sumpah menurut ,a.gama Islam
yang berbunyi sebagai berikut :
"Demi'Allah, saya bersumpah dengan sungguh-sungguh bah
T,.7a saya, untuk memperoleh j abatan~s~ya '.irii, langsung atau
tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa -
pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang se -
suatu kepada ~iapa pun."
7
ltSaya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam j abatan ini, tidak sekali- s~
kali akan menerima lang sung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu j anj i atau pemberian."
"Saya bersumpahbahwa saya akan setiakepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai d~ sar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945,dan
segala Undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia."
"Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan ti dak membe"da-bedakan orang dan akan berlaku dalam me
laksanakankewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil -
adilnya seperti layaknya bagi seorang Ketua,Wakil K~
tua, Hakim Pengadilan yang berbudi baik dan jujur d~
lam menegakkan hukum dan keadilan,n
(2) "Wakil Ketua dan Hakim Pengadi1an Agama diambil surnpahnya
oleh Ketua Pengadi1an Agama.
(3) Waki1 Ketua dan Hakim Pengadi1an Tinggi Agama serta
Ketua PengadilanAgama diambi1 sumpahnya oleh Ketua Pe
ngadilan Tinggi Agama.
(4) Ketua Pengadi1an Tinggi Agama diambil sumpahnya oleh Ke
tua Mahkamah Agung.
Pasal 17
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berd~sarkan undangun dang, Hakim tidak boleh merangkap menjadi :
a. pelaksana putusan Penga-dilan;
b. wali, pengampu, dan pejabatyang berkaitan dengan
suatu perkara yang diperiksa olehnya;
c. pengusaha.
(2) Hakim tidak bo1eh merangkap menjadi penasihat hukum.
(3) Jabatan yang ti'dak boleh dirangkap bleh Hakim selain
j"abatan sebagaimana dimaksud da1am ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih 1anjut dengan Peraturan Pemerintal1..
8 .
Pasal 18
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena
a. permintaan sendirii
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerusi
Ce te1ah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi Ketua,
W~kil Ketua, dan Hakim Pengadilan Agama, dan 63
(enam puluh tiga) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua,
dan Hakim Pengadilan Tinggi Agamai
de ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim yang meninggal dunia
dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya oleh Presiden selaku Kepala Negara~
Pasal 19
(1) Ketua, Wakil Ketua,dan Hakim diberhentikan tidak
d~ngan hormat,dari jabatannya dengan alasan :
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana
kejahatani
b. melakukan perbuatan tercelai
c. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjala~
kan tugas pekerjaannya;
de melanggar' sumpah jabatani
e~ melanggar larangan yang dimaksud Pasal 17.
(2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan
alasan tersebut ayat -(1) huruf b sid e dilakukan se-
telah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya
untuk membela diri di"hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3) Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehor -
matan Hakim serta tata cara pembelaan diri ditetap -
kan oleh Ketua Mahkamah Agung bersama-sama Menteri
Agama.
",
9
Pasal 20
Seorang Hakim yang diberhentikan dari jabatannya, tidak
dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.
Pasal 21
(1) Ketua, Wakil Ketua,dan Hakim sebelum diberhentikan
tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (1) dapat diberhentikan sementara dari ja
batannya oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul
Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah
Agung ..
(2) Terhadap pengusulan pemberhentian sementara dimaksud
dalam"ayat (1) ber1aku juga ketentuan"sebagaimana di
maksudkan da1am Pasa1 19 ayat (2).
Pasal 22
(1) Apabila terhadap seorang Hakim ada perintah penanqkap
an vanq diikuti denqan penahanan, denqan sendirinya
Hakim tersebut diberhentikan sementara dari jabatan
nya.
(2) Apabi1a seorang Hakim dituntut di muka Pengadi1an da
lam perkara pidana seperti tercantum dalam Pasa1 21
ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, tanpa di
tahan, maka ia dapat diberhentikan seme.ntara dari j~
batannya.
Pasa1 23
Ketentuan 1ebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian
dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pe~
berhentian sementara serta hak-hak pejabat yang dikenakan
pemberhentian, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasa1 24
(1) Kedudukan protoko1 Hakim diatur dengan Keputusan Pre
siden.
C21 Tunjangan dan ketentuan-ketentuan lainnya bagi Ketua,
Wakil Ketua, dan Hakim diatur dengan Keputusan Presi
den.
10
Pasal 25
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim dapat ditangkap atau dita
han hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat
persetujuan Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama, ke
cuali dalam hal :
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan,
atau
b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan ~~dana mati, atau
c. disangka-telah melakukan tindak pidana kejahatan ter
hadap keamanan negara.
Paragraf 2
Panitera
Pasal 26
(1) Pada setiap Pengadilan ditetapkan adanya Kepanitera
an yang dipimpin oleh seorang Panitera.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan Aga
rna dibantu oleh seorang Wakil Panitera,beaerapa orang
Panitera Muda, beberapa orang Panitera Pengganti,dan
beberapa orang Jurusita.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan Tinggi
Agama dibantu oleh seorang Wakil Panitera, beberapa
orang Panitera -Muda, dan beberapa orang Panitera Peng
gantio
Pasal ·27
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Agama ,
seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai beri
kut :
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e.berijazah serendah-rendahnya sarjana muda ~yari'ah
atau sarjana muda hukum yang menguasai hukum Islam.
,',
11
f. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat)tahun sebagai
Wakil Panitera atau 7 (tujuh) tahun sebagai Panitera Mu
da Pengadilan Agama, atau menjabat sebagai Wakil Panite
ra Pengadilan Tinggi Agama.
Pasal 28
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan TinggiAg!!
rna, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai ber
ikut :
a. syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf
a, b, c dan d ;
h. berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang me
nguasai hukum Islam.
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai
Wakil Panitera atau 8 (delapan) tahun sebagai Panitera
Muda Pengadilan TinggiAgama, atau 4 (empat) tahun seba
gai Panitera Pengadilan Agama.
Pasal 29
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Ag~
rna, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai ber
ikut :
a. syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf
a, b, c, d dan e ;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun seba -
gai Panitera Muda atau 6 (enam) tahun sebagai Panitera
Pengganti Pengadilan Agama.
Pasal 30
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan
Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf
a, b, c dan d; b. berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang me -
nguasai hukum Islam ;
.,;,
12
c. berpenga1aman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun seba
gai Panitera Muda atau 7 (tujuh) tahun sebagai Panit~
ra Pengganti Pengadilan Tinggi Agama", atau 4 (empat)
tahun sebagai Wakil Panitera Pengadilan Agama, atau men
jabat sebagai Panitera Pengadilan Agama.
Pasal 31
Untuk dapat diangkat menjadi PaniteraMuda Pengadilan Aga
ma,seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai ber
ikut :
a. syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf
a, b, c, d, dan e ;
b. berpengalarnan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai
Panitera Pengganti Pengadilan Agama.
Pasal ::S2
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda PengadilanTin~
gi Agarna,seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai ~
berikut :
a. syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf
a, b, c, d, dan e· ,
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tlga) tahun sebagai
Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Agama, atau 4 (em
pat) tahun sebagai Panitera Muda atau 8 (delapan) tahun
sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama, atau menja
bat sebagai Wakil Panitera Pengadilan Agama.
Pasal 33
Untuk dapat diangkat menjadi Paniter"a Pengganti Pengadilan
Agama,seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
a. syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 hu
ruf a, b, c, d, dan e;
b. berpengala~an sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai
pegawai negeri pada Pengadilan Agama.
' .
· 13
Pasa1 34
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadi1an
Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat -
sebagai berikut
a.syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf
a, b, c, d, dan e;
b.berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai
Panitera PenggantiPengadilan Agama atau 10 (sepuluh) -
tahun sebagai pegawai negeri pada Pengadilan TinggiAgweo
Pasa1 35
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang
undang,Panitera tidak boleh rnerangkap rnenjadi wali,
pengarnpu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara -
yang di dalarnnya ia bertindak sebagai Panitera ..
(2) Panitera tidak boleh merangkap rnenjadi penasihat hukurn ..
(3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Panitera sela
in jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Agarna berda
sarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 36
Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan PaniteraPen~
ganti Pengadilandiangkat dan diberhentikan dari jabatan
nya oleh Menteri Agarna.
Pasal 37
Sebelum memangku jabatannya Panitera, Wakil Panitera, P~
nitera Muda, dan Panitera Pengganti diarnbil sumpahnya men~
rut agarna Islam oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan,
bunyi sumpah adalah sebagai berikut:
"Derni Allah, Saya bersumpah dengan sungguh-sungguh bahwa
saya, untuk mernperoleh jabatan saya ini, langsung atau
tidak langsung denganmenggunakan nama atau cara apa pun
juga, tidak mernberikan atau menjanjikan barang sesuatu
kepada siapa pun juga."
"Saya bersurnpah bahwa saya,untuk melakukan atau tidak me
1akukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali - kali -
14
akan menerima l~ngsung atau tidak langsung dari siapa pun j~
ga sesuatu janji atau pemberian."
"Saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada dan akan memper
tahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideo
logi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-un
dang serta peraturan lairt yang berlaku bagi Negara Republik
Indonesia."
"Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan, jaba!
an saya ini dengan jujur, seksarna, dan dengan tidak rnembeda
bedakan orang dan akan berlaku dalarn melaksanakan kewajiban
saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi
seorang Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera -
Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum
dan keadilan."
Paragraf 3
Jurusita
Pasal 38
Pada setiap Pengadilan Agarna ditetapkan adanya Jurusita dan
Jurusita Pengganti.
Pasal 39
(1) Untuk dapat diangkat rnenjadi Jurusita, seorang calon ha
rus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. warga negara Indonesia
b. beragarna Islam ;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e. berijazah serendah-rendahnya'Sekolah Menengah Tingkat
Atasi
f. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun seba
gai Jurusita Pengganti.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Jurusita Pengganti, seorang
calon harus rnemenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. syarat-syarat sebagaimana,dimaksud dalam ayat (1) hu-
ruf a, b, c, d, dan ei
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ~gai
pegawai negeri pada Pengadilan Agama.
15
Pasal 40
(1) Jurusita Pengadi1an Agama diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri Agama atas usul Ketua Pengadilan Agama.
(2) Jurusita pengganti diangkat dan diberhentikan oleh Ketua
Pengadilan Agama.
Pasal 41
Sebelum memangku jabatannya Jurusita dan Jurusita Pengganti
diambil sumpah menurut ~gama Islam oleh Ketua Pengadilan Ag~
rna , bunyi sumpah adalah sebagai berikut :
"Derni Allah, Saya bersumpah dengan sungguh-sungguh bahwa sa
ya, untuk memperoleh jabatan saya ini, lang sung atau tidak
langsung, dengan menggunakan nama atau cara .apa pun juga,
tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada sia
pa pun juga,"
"Saya bersumpah bahwa saya, untuk me1akukan atau tidak mela
kukan sesuatu da1am jabatan ini, tiada sekali-kali akan me
nerima 1angsung atau tidak langsung dari siapa pun juga se
suatu janji atau pernberian."
"Saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada dan akan mempeE.
tahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideo
logi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang
undang serta peraturan lain yang ber1aku bagi Negara Repub
lik Indonesia."
"Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menja1ankan jaba!,
. an saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membed!
bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban
saya sebaik-baiknya dan seadil-adi1nya seperti 1ayaknya ba
gi seorang Jurusita, Jurusita Pengganti yang berbudi baik
dan jujur da1am menegakkan hukum dan keadilan.~
Pasal 42
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang
undang, Jurusita tidak boleh merangkap menjadi wali,pe
ngampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang
. di dalamnya ia sendiri berkepentingan.
(2) Jurusita tidak b01eh merangkap menjadi penasihat hukum.
16 ..
(3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Jurusita selain . .
jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat -
(2), diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama berdasarkan
persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Bagian Ketiga
Sekretaris
Pasal 43
Pada setiap Pengadilan ditetapkan adanya Sekretariat yang
dipimp~n oleh seorang Sekretaris dan dibantu oleh seorang
Wakil Sekretaris.
Pasal 44
Panitera Pengadilan merangkap Sekretaris Pengadilan.
Pasal 45
Untuk dapat ~iangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan
Agama,seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertaqwa kepada ~uh~n ¥~ng ~ahaEsa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
eo be~ijazah serendah-rendahnya sarjana muda syari'ah,
atau sarjana muda hukum yang menguasai hukum Islam
atau sarjana muda administrasi;
f 0 berpengalaman di biqang administrasi peradilan ~
Pasal 46
Untuk dapat diangka~menjadi Wakil Sek~~taris Pengadilan
Tinggi Agama,seorang calon harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
ao syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 hu
ruf a, b, c, d, dan ff
b. berijazahsarjanasyari'ah atau sarjana hukum yang
menguasai hukum Islam.
Pasal 47
Wakil Sekretaris Pengadilan diangkat dan diberhentikan
oleh Menteri Agama.
- 17
Pasal 48
Sebelum memangku jabatannya Wakil Sekretaris diambil sl.lIrf>ahnya
menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan;
bunyisumpah adalah sebagai berikut :
Demi Allah Saya bersumpah :
"bahwa saya, untuk diangkat menjadi Wakil Sekretaris, akan
setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah";
"bahwa saya, akan mentaati segala peraturan .perundang-----: un
dangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang
dipercayakan kepada say·a dengan penuh pengabdian, kesadar
an, dan tanggung j awab " ;
"bahwa saya,akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan
negara, pemerintah, dan martabat Wakil Sekretaris serta
akan senantiasa mengutamakankepentingan negara dari pada
kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan n;
"bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut
sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan";
"bahwa saya, akan bekerja d.engan jujur, tertib, cermat,
dan bersemangat untuk kepentingan negara~n
B A BIll
KEKUASAAN PENGADlLAN
P asal 49
(1) Pengadi1an Agama bertugas d~n berwenang memeriksa, me -
mutus, dan menyelesaikan perkara-perkara eli tingkatpe~
tama.antara orang-orang yang beragama Islam dibidang :
a. perkawinani
be kewarisan, wasiat, dan hibah,yang dilakukan berdasar
kan hukum Islam;
c. wakaf dan shodaqoh.
18
(2) Bidang Perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hu
ruf a ialah mengenai hal-hal yang diatur dalam atau berd~
sar pada undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku.
(3) Bidang kewarisan sebagaimana diatur dalam ayat (1) huruf b ialah mengenai penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli wa
ris serta penentuan bagian masing-masing ahli waris dan me
laksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.
Pasal 50
Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan
lain , dalam perkara-perkaradimaksud dalam Pasal 49, maka sen&
keta tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum.
Pasal 51
(1) Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili
perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam -
tingkat banding.
(2) Pengadilan Tingg-i--Agama juga'bertugas dan berwenang meng~
dili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antar, Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
Pasal 52
(1) Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan
nasihat tentang hukum kepada instansi pemerintah di daerah
nya, apabila diminta.
(2) Selain tugas dan kewenangan tersebut dalam Pasa1 49 dan Pa
sal 51 Pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain
oleh atau berdasarkan undang-undang.
Pasal 53
(1) Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas'pelaksanaan
tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, dan
Jurusita di daerah hukumnya.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (l),Ketua p~
ngadilan Tinggi Agama di daerah hukumnya melakukan penga
wasan terhadap jalannya peradilan di tingkat Pengadilan -. Agama dan menjaga agarperadilan diselenggarakan dengan
seksama dan sewajarnya.
19
(3) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2), Ketua Pengadilan dapat memberikan
petunjuk, tegoran, dan peringatan yang dipandang perlu.
(4) Pengawasan seb~gaimana tersebut dalam~ayat (1), ayat (2),
dan ay~t (3), tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim da
lam'memeriksa dan memutus'perkara.
B A B IV
ACARA
Bagian Pertama
Uroum
Pasal 54
Hukum Acara yang beriaku pada Pengadilan dalam 1ingkungan
Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pa
da Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Uroum kecuali yang
telahdi,a±.ur secara khusus dalam Undang - u ndang ini.
Pasal 55
Tiap pemeriksaan perkara di Pengadilan ,-dimulai sesudah di
ajukannya suatu per.mohonan atau gugatan dan-pihak-pihak yang
herperkarateiah dipanggil.
Pasal 56
(1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mernu
tus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukurn
tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan
memutusnya.
(2) Ketentuan dalam ayat (1) Pasal ini tidak menutup kemung
kinan untuk usaha penyelesaian perkara secara damai.
Pasal 57
(1) Peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
(2) Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat Bismi.l
lahirrahmanirrahim.
20
(3) Peradi1an di1akukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Pasa1 58
(1) Pengadi1an mengadiJi menurut hukum dengan tidak membeda -
bedakan orang.
(2) Pengadi1an'membantu para pencari keadilan dan berusaha se
keras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan un
tuk tercapainya peradi1an yang sederhana, cepat dan biaya
ringano
Pasal 59
(1) Sidang pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum ke
cuali apabi1a undang-undang menentukan lain!atau jika Hakim
dengan alasan-alasan penting yang dicatat dalam berita aca
ra sidang memerintahkan bahwa pemeriksaan secara keseluruh
an atau sebagian akan dilakukan dengan sidang tertutup.
(2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) Pasal ini meng -
~~_i.~atkan bat;.alnya seluruh pemeriksaan beserta penetapan
atau putusannya menurut hukum.
(3) Rapat permusyawaratan Hakim bersifat rahasia.
Pasal 60
Penetapan dan putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekua!
an hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal 61
Atas penetapan dan putusan Pengadilan dapat dimintakan banding
oleh yang bersangkutan kecuali apabila urtdang-undang menentukan
lain.
Pasal 62-
(1) Segal a penetapan dan putusan Pengadilan selain harus memuat
alasan-alasan dan dasar-dasarnya, juga haru$ memuat Pasal -
pasal tertentu dari peraturan- peraturan yang bersangkutan
atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili.
(2) Tiap penetapan dan putusan p~ngadilan ditandatangani o1eh
Ketua dan Hakim-hakim yang memutus serta Panitera yang ikut
bersidang.
21
(3) BeritaAcara tentang pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua
dan Panitera yang bersidang.
Pasal. 63
Atas penetapan dan putusan Penga~ilan Tinggi Agama dapat dimin~
takan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh yang bersangkutan ..
Pasal 64
Penetapan dan putusan Pengadilan yang dimintakan banding· atau
kasasi, pelaksanaannya ditunda demi hukum, kecuali apabila da
lam amarnya menyatakan penetapan atau putusan tersebut dapat di
jalankan lebih dahulu rneskipun ada perlawanan, banding atau ka
sasi ..
Bagian Kedua
Pemeriksaan Sengketa Perkawinan
Paragraf 1
U mum
pasal 65
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Perigadilan se
telah Pengadilan yang bersangkutan berus~~a dan tidak'berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
Paragraf 2
Cerai Talak
Pasal 66
(1) Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan is=
terinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk meng~
dakan sidang guna menyak~ikan ikrar talako
(2) Permohonan sebagairnana dirnaksud dalam aya t (1) diaj ukan kep~
da Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi kediarnan termo
hon, kecuali apabila termohon dengan .sengaja meninggalkan
tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pernohono
(3) Dalarnhal termohon bertempat kediarnan di luar negeri,permohon
an diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediarnan pemohon.
22
(4) Dalam hal pemohon dan termohon bertempatkediaman di luar
negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilang
sungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
(5) Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri
dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama
dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak . diucapkan.
Pasal 67
Permohonan seperti tersebut dalam Pasal 66 di atas memuat :
a. nama, umur dan tempat tinggal pemohon/suami dan termohon/
isteri.
b. alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
Pasal 68
Di dalam waktu tiga puluh hari setelah diterima surat penrohonan
itu, Ketua Majelis atau Hakim yang ditunjuk untuk itu mempelaj~
ri surat permohonan tersebut dan selanjutnya menentukan hari s~
dang yang akan mendengar penjelasan pemohon dan keterangan ter
mohon.
Pasal 69
Dalam pemeriksaan perkara cerai talak ini berlaku ketentuan
ketentuan Pasal 79, 80 ayat (2), Pasal 82 dan Pasal 83.
Pasal 70
(1) Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak ti~
dak mungkin lagi didarnaikan dan berpendapat ada alasan perce
raian maka Pengadilan menetapkati mengabulkan permbhonan ter
sebtit .'
(2) Terhadap penetapan tersebut dalam ayat (1) isteri dapat me
ngajukan banding.
(3) Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap,
Pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak,
dengan memanggil suami dan isteri atau wakilnya untuk meng
hadiri sidang tersebut.
(4) Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khu
sus dalam suatuakta otentik untuk mengucapkan ikrar talak,
mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh,isteri atau kuasanya.
23
(5) Jika isteri telah mendapat panggilan secara sah atau patut
tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya,
maka suamiatau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa
hadirnya isteri atau wakilnya. _
(6) Jika suami dalam tenggang waktu enam bulan sejak ditetapkan
nya hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang mengha
dap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah men
dapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan
dari penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan
lagi berdasarkan alasan yang sarna.
Pasal 71
(1) Panitera mencatat segala hal ihwal yang terjadi dalam sidang
ikrar talak.
(2) Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa perka
winan antara pihak-pihak putus sejak talak diikrarkan dan
penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasa
si.
Pasal 72· .
Terhadap penetapan seperti tersebut dalam Pasal 71 di atas ber
laku ketentuan - ketentuan dalam Pasal 84 ayat (1), ayat (2),
ayat (3) dan ayat (4).
Paragraf_ 3
Cerai Gugat
Pasal 73
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh iste~i atau kuasanya kepada
Pengadilan y.ang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman ~
gugat, kecuali apabila penggugat dengan seng~ja meninggalkan
tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
(2) Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, guga~
an perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempatkediaman tergugat.
(3) Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar
negeri, maka gugatan diajUkan kepada pengadilan yang daera~
hukumnya, meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan
atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Pasal 74
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu p~
hak mendapat hukuman penjara, maka untuk mendapatkan putusan
perceraian, sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan
putusan Pengadilan yang berwenang yang memutuskan perkara dise£
tai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah memper -
oleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 75
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan tergugat men
dapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat men -
jalankan kewajiban sebagai suami, maka Hakim dapat memerintah -
kan tergugat untuk memeriksakan diri kepana dokte~.
Pasal 76
, (1) Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq,
rnaka untuk rnendapatkan putusan perceraian harus didengar k~
terangan dari saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau
orang-orang yang dekat dengan suami isteri.
(2) 'Pengadilan setelah rnendengar keterangan saksi. "t7'entang si
fat persengketaan antara suami isteri dapat mengangkat se
orang atau lebih dari keluarga masing-masing pihak ataupun
orang lain untuk menjadi hakam.
Pasal 77
Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan peng
gugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang
mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami isteri
tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
Pasal 78
Selarna berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan peng
gugat, Pengadilan dapat :
25
a. menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami
b. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak;
c. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya
barang-barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau ba
rang-barang yang menjadi hak suami ata~ barang-barang yang
menjadi hak isteri.
Pasal 79
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal. se
belum adanya putusan Pengadilan.
Pasal 80
(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis selam
bat-lambatnya tiga puluh hari setelah berkas atau surat gu -
gat perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
(2) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertu
tup.
Pasal 81
(1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang
terbuka --un tuk - umum.
(2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibathuku~
nya terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hu
kum tetap.
Pasal 82: -
(1) Hakim pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian,
berusaha mendamaikan kedua pihak~
(2) Untuk sidang perdamaian tersebut, suami- isteri harus datang
secara pribadi tanpa didampingi kuasanya masing-masing, --ke
cuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar ne
geri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat
diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu ..
(3) Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri maka
penggugat pada persidangan perdamaian tersebut harus mengha
dap secara pribadi.
26
(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat di
lakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Pasal 83
Apabila tercapai perdamaian, makaotidak dapat diajukan gugatan
perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada
sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada wak
tu dicapainya perdamaian.
Pasal 84
(1) Panitera Pengadilan atau pejabat Pengadilan yang dituniuk
berkewajiban selambat-lambatnya tiga puluh hari mengirimkan
satu helai salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, tanpa bermeterai kepada pegawai penc~
tat nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat
dan tergugat, untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam se
buah daftar yang disediakan untuk itu.
(2) Apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan
wilayah Pegawai Pencatat Nikah dimana perkawinan dilangsun~
kan, maka satu helai salinan putusan dimaksud ayat (1) yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap tanpa bermeterai diki
rimkan pula kepada pegawai pencatat Nikah di tempat perkawi~
~.an dilangsungkan dan oleh pegawai pencatat Nikah tersebut di
catat pada bagian pingqir dari daftar catatan perkawinan.
(3) Apabila perkawinan dilangsungkan di luar negeri, maka satu
helai salinan putusan Pengadilan dimaksud ayat (1) disampa~
kan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat didaftarkan
perkawinan mereka di Indonesia.
(4) Panitera berkewajiban memberikan akta ceraisebagai surat
bukti cerai kepada para pihak selambat-lambatnya tujuh hari
terhitung setelah putusaI1: yang memperoleh kekuatan hukum te
tap tersebut diberitahukan kepada p~ra pihak.
Pasal 85
Kelalaian mengirim..1<an salinan putusan tersebut dalam Pasal 84
menj adi tanggung j a,1ab Pani tera yang bersangkutan apabila yang
demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau isteri
atau keduanya.
27
Pasal 86
(1) Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan
harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama - sarna de
ngan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian
memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Jika ada tuntutan pihak ketiga, maka Pengadilan menunda ter
lebih dahulu perkara harta bersama tersebut sampai ada putu~
an Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum yang telah mem
punyai kekuatan hukum tetap tentang hal itu.
Bagian Ketiga
L i ' a n
Pasal 87
(1) Li'an dilakukan oleh salah seorang suami isteri dengan meng~
capkan empat kali sumpah berturut-turut yang mengandung tud~
han bahwa pihak lainnya berbuat zina, dan ditutup dengan me
-- ·lafadkan :;:ata-kata bahwa laknat Allah akan menimpa dirinya
apabila dia berdusta dalam tuduhannya.
(2) pihak lainnya yang dituduh dapat menolak tuduhan itu dengan
eara mengucapkan empat kali sumpah berturut-turut yang me -
ngandung penyangkalan tuduhan seperti tersebut dalam ayat(l)
dan ditutup dengan melafadkan kata-kata bahwa murka Allah
akan menimpa dirinya apabila tuduhan itu benar.
Pasal 88
Apabila li'an telah diucapkan oleh salah satu pihak, sedang pi
hak lain tidak mengajukanli'an pula untuk menyangkal tuduhan
itu, maka hal itu merupakan alat bukti sempurna adanya perbuatan
zina.
Bagian Keempat
Biaya Perkara
Pasal 89
(1) Biaya perkara dibebankan kepada pemohon atau penggugat ke
euali apabila Hakim menentukan lain.
(2) Biaya perkara penetapan atau putusan Pengadilan yang bukan
28
merupakan penetapan atau putusan akhir akan diperhitungkan
dalam penetapan atau putusan akhir.
Pasal 90
(1) Biaya perkara seperti tersebut dalam Pasal 89 meliputi
a. biaya Kepaniteraan dan biaya meteri yang diperlukan un
tuk perkara itu ;
h. biaya untuk para saksi, ahli dan penterjemah yang dipe£
lukan dalam perkara itu, termasuk biaya pengambilan sum
pah ;
c. biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setem
pat dan tindakan-tindakan Pengadilan lainnya yang dipe£
lukan dalam perkara itu ;
d. biaya pernanggilan, pernberitahuan dan lain-lain atas pe
rintah Pengadilan yang berkenaan dengan perkara itu
(2) Besarnya biaya perkara diatur oleh Menteri Agama.
Pasal 91
(1) Jumlah biaya perkara seperti tersebut dalam Pasal 90 harus
dimuat da1am arnar penetapan atau putusan.
(2) Jurnlah biaya yang dibebankan oleh Pengadilan kepada salah
satu pihak berperkara untuk menbayar kep~da pihak lawannya
dalam perkara itu, harus dicantumkan juga dalarn amar pene
tapan atau putusan.
.
B A B V
KET~NTUAN - KETENTUAN LAIN
Pasal 92
.. Ketua Pengadi1an rnengatur pembagian tugas para Hakim.
Pasal 93
Ketua Pengadilan mernbagikan sernua berkas perkara dan/atau surat
surat 1ainnya yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke -
Pengadilan ~pada Majelis Hakim untuk diselesaikan.
29
Pasal 94
Ketua Pengadilan menetapkan perkara yang harus .diadili berdasar
kan nomor urut, tetapi apabila terdapat perkara tertentu yang k~
rena menyangkut kepentingan umum harus segera diadili, maka per
kara itu didahulukan.
Pasal 95
Hakim wajib mengawasi kesempurnaan pe1aksanaan penetapan atau
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasa1 96
Panitera Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi per
kara dan mengatur tugas Wakil Panitera, Panitera Muda dan Pani
tera Pengganti.
Pasal 97
Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda , dan Panitera Pengganti
bertugas membantu Hakim aengan menghadiri dan mencatat ja1annya
sidang Pengadilan.
Pasal 98
Panitera bertugas melaksanakan penetapan atau putusan Pengadilan.
Pasal 99
(1) Panitera wajib membuat daftar semua perkara yang diterima di
Kepaniteraan.
(2) Dalam daftar perkara tersebut, tiap perkara diberi nomar urut
dan dibubuhi catatan singkat tentang isinya.
Pasal 100
Panitera membuat salinan atau turunan dari penetapan atau putusan
menurut ketentuan uhdang-undang yang ber1aku.
Pasal 101
(1) Panitera bertanggung jawab- atas pengurusan berkas perkara,
penetapan atau putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya pe£
kara, uang titipan pihak ketiga, surat-surat berharga, barang
bukti, dan surat-surat 1ainnya yang disimpan di Kepaniteraan.
30
(2) Semua daftar, catatan, risalah, berita acara serta berkas per
kara tidak boleh dibawa keluar dari ruang Kepaniteraan, kecua-·
Ii atas izin Ketua Pengadilan berdasarkan ketentuan unda~g -
undango
(3) Tata cara penge1uaran surat asli, sa1inan atau turunan dari
penetapan atau putusan, risalah, berita acara, dan akta serta
surat-surat 1ainnya diatur oleh Mahkamah Agung.
Pasa1 102
Tugas dan tanggung jawab serta tata kerja Kepaniteraan Pengaqi1an
diatur lebih 1anjut oleh Mahkamah Agung~
Pasa1 103
(1) Jurusita bertugas
a .. me1aksanakan semua perintah yang diberikan aleh Ketua :sidang;
b. menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, 4an pe~
beritahuan penetapan atau putusan Pengadilan men~:~ut cara -, ,
cara berdasarkan ketentuan undang-undangi
C Q me1akukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan
d. membuat berita acara penyitaan, yang sa1inan resminya :dise-I
iahkan kepada pihak-pihak yang berkepenting~n.
(2) Jurusita berwenang me1akukan tugasnya di daerah hukum Pe~gadi!
an yang bersangkutan.
Pasa1 104
Ketentuan 1ebih 1anjut men~enai pelaksanaan tugas Jurusita di~tur
oleh Mahkamah Agung.
Pasa1 105
(1) Sekretaris Pengadilan bertugas rnenye1enggarakan administr:asi
umum Pengadilan.'
(2) Tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata k~rja
Sekretariat diatur 1ebih 1anjut oleh Menteri Agama.
31
B A B VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasa1 106
Pada saat mu1ai ber1akunya Undang-undang ini, semua peraturan
pe1aksanaan yang te1ah ada mengenai Per~dilan::" Agama dinyatakan
tetap ber1aku se1ama ketentuan baru berdasarkan Undang- ndang
ini be1um dike1uarkan dan sepanjang peraturan itu tidak berten
tangan dengan Undang-undang ini.
B A B VIr
KETENTUAN PENUTUP
Pasa1 107
Pada saat mu1ai ber1akunya Undang-undang ini maka :
1. Staatsb1ad Tahun 1882 Nomor 152 dan Staatsblad Tahun 1937
Nomor 116 dan 610 tentang Peradi1an Agama di Jawa dan Madura,
2. Staatsb1ad Tahun 1937 Nomor 638 dan 639 tentang Kerapatan
Qad1i dan Kerapatan Qad1i Besar untuk sebagian Kalimantan Se
1atan,
3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan __
Pengadi1an Agama/Mahkamah Syar'iyah di luar Jawa dan Madura,
dan"
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud da1am Pasal 63 ayat (2) Undang
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019)
dinyatakan tidak ber1aku.
Pasa1 108
Undang - undang ini mu1ai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
32
Undang-undang ini dengan penernpatannya dalam Lembaran N~gara
Republik Indonesia.
Diundangkan di
Pada tanggal
Jakarta
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
. DRS. MOERDIONO
Disahkan di: Jakarta
Pada tanggal:
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
S 0 E H ART 0
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIATAHUN NOMOR
RANCANGAN
PEN J E LAS A N
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
I. U LvI U M.
NOMOR TAB UN
TEN TANG
PE~ILAN AGAMA
I. Da1am Negara Hukum Repub1ik Indonesia yang berdasa~kan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, keadilan.,k:epa~
tian hukuffi,_ dan adanya ketertiban da1am sistim dan pe-I
nye1enggaraan hukum ada1ah merupakanhal pokok yan:g s~
ngat penting dalam usaha mewujudkan suasana perikehi -
dupan yang aman, tenteram dan tertib seperti yang ,dia
manatkandalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Olleh
karen a itu untuk mewujudkan hal-hal tersebut dibutiuhkan
adanyalembaga yang bertugas untuk menyelenggaraka:n ke
kuasaan kehakiman guna menegakkan hukum dan keadi1an
denganbaik~ Salah satu lembaga untuk menegakkan hukum
da1am mencapai keadilan, ketertiban dan kepastian hu -!
kurn ada1ah badan-:badanperadilan sebagaimana dima~sud
dalam Undang-Undang tentangKetentuan-:-ketentuan Po1<ok
Kekuasaan Kehakiman (Undang-Undang Nomor14 Tahun ~970) ,
yang ma.sing-masing mempunyai 1ingkup kewenangan m~ngadi1i perkara atau sengketa di bidang tertentu dan ~a1ah
satunya adalah Badan Peradi1aB Agama.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar h4kum
dari Badan Peradilan Agama sebe1um Undang--Undang :i;.ni
ada1ah :
a. Peraturan tentang Peradi1an Agama di Jawa dan Madura
(Staatsb1ad 1882 Nemor 152 dan Staatsblad 1937 - Ne
mer 116 dan Nomer 610);
b. Peraturan tentang Kerapatan Qadi. dan K~rapata~ Qa -
di Besar untuk sebagian Kalimantan Se1atan (Staats.;..
b1ad 1937 Nomer 638 dan Nomer 639);
2
c. Peraturan Percerintah Nomor 45 tahun 1957 tentang Pe~
bentukan PengadilanAgama/Mahkarnah Syariyah di luar
Jawa dan Madura.
Untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana dan
biaya ringan sebagaimana yang diharapkan olehUndang -
u:ndang Nomor 14 Tahun 1970 diperlukan adanya perornbak
an yang bersifat mendasar terhadap segala peraturan
perundang-undangan yang mengatur Badan Peradilan Agama
tersebut diatas dan menyesuaikannya dengan Undang-Un -
dang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang rnerupakan indukdan
kerangka urnurn serta merupakan asas dan pedoman bagi se
mua lingkungan peradilan. . .
Dengan demikian Undang-"Jndang ten tang Susunan, Kekuas~
an dan Acara pengadilan Dalarn Lingkungan Peradilan Ag~
rna ini adalah merupakan pelaksanaan ketentuan-ketentuan
dan asas ya.ng tercanturn dalam Undang-undang tentang K~
tentuan-ket~ntuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Undang-u~
dang Nomor 14 tahun 1970, Lemb~ran Negara tahun 1970 -
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951) .
2. Kekuasaan Kehakiman dilingkungan Peradilan Agama,dalam
Undang-undang ini dilaksanakan oleh Pengadilan Agama -
dan Pengadi1an Tinggi Agama yang berpuncak pada Mahka
mah Agung, sesuaidengan prinsip-prinsip yang ditentu
kan oleh Undang-undang- Nomor 14 tahun 1970.
Dalam Undang--undang" ini diatur susunan, kekuasaan, aca
ra dan kedudukan para Hakim serta segi-segi administr~
si lainnya pada Pengadilan Agarrta dan Pengadi1an Tinggi
Agama.
Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertarna
untuk memeriksa, mengadili~ mernutus dan menyelesaikan
perkara-perkara,antara orang-orang yang- beragama Islam
di bidang hukum perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah,
wakaf dan sodaqoh menurut hukum Islam.
Bidang hukum perkawinan dimaksud disini adalah menge
nai hal-hal yang diatur dalam Undang-undang Nornor 1 -
Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara tahun-
1974 Nomor I, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019).
:Sidang kewarisan adalah mengenai penentuan siapa-sia:pa yang men
jadi ahli waris serta pe11entuan bagian rnasing - masing ahli waris
dan melaksanakan pembag~an harta peninggalan tersehu.t, bilarnana _
pewarisan tersebut dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Untuk terwujudnya Wawasan Nusantara sebagaimana telah
ditetapkan oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara maka 0-
leh ·undang.-unda!lg. ini kewenangan Pengadilan Agama di J~
wa Madur~ dan Kalimantan Selatan yang dicabut dari per
kara kewarisan pada tahun 1.937 dikembalikan dan disama
kan dengan kewenangan Pengadilan Agama di daerah-daerah
lainnya.
Pengadilan Tinggi Agama merupakan pengadilan tingkat
banding terhadapperkara-perkara yang diputus oleh Pen~
adilan Agama dan merupakan Pengadilan.tingkat pertama
dan terakhir rnengenai sengketa mengadili an tar pengadi!
an Agama di daerah huklliunya.
3. Mengingat luasnya lingkup tugas dan beratnya beban yang
harus dilaksanakan oleh Pengadilan, maka pe~lu adanya -
perhatian yang besar terhadap tatacara dan pengelolaan
_administrasi Pengadilan. Hal ini sa~~at penting, karena
bukan saja ~enyangkut aspek ketertiban dalam menyeleng~
garakan administrasi balk dibidang perkara maupun kepe- .
gawaian, gaji, kepangkatan, peralatan kantor, dan lain
lainnya, tetapi juga akan mempengaruhi kelancaran peny~
lenggaraan Peradilan itu sendiri. Oleh karena itu pe -
nyelenggaraan adminsitrasi Peradilan dalamund~n~-undang
ini dibedakan menurut jenisnya dan penanganannya, wala~
pun dalam rangka koordinasi pertanggunganjawaban tetap
dibebankan kepada seorang pejabat, yaitu Panitera yang
merangkap sebagai Sekretaris.
Selaku Panitera ia menangani administrasi perkara dan -
hal-hal administrasi lain yang bersifat teknis Peradil
an (yustisial). Dalam pelaksanaan tugas ini Panitera di
bantu.oleh seorang wakil Panitera dan beberapa orang Pa
nitera Muda.
Selaku Sekretaris ia menangani administrasi umum seperti
4
administrasi kepegawaian dan lain sebagainya. Dalam pe
laksanaan tugasnya ia dibantu oleh seorang wakil Sekre -taris.
Dengan demikian staf Kepaniteraan dapat memusatkan per
hatian terhadap tugas dan fungsinya memb.antu Hakim da -
lam bidang peradilan, sedangkan tugas administrasi lain
nya dapat dilaksanakan oleh staf sekretaris.
4. Hakim adalah unsur yang sangat penting dalam penyeleng
garaan peradilan. Oleh karena itu maka syarat-syarat
pengangkatan dan pemberhentian serta tatacara pengang -
katan dan pemberhentiannya diatur dalam Undang-undang
ini.
Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku -
Kepala Negara atas usul Menteri Agama berdasarkan pers~
tujuan Ketua Mahkamah Agung.
Agar Pengadilan sebagai penyelenggara Ke,kuasaan Kehakim
an bebas dalam memberikan keputusan, perlu.adanya jarni!!,
an bahwa baik Pengadilan maupun Haki~ dalam melaksana -
kan tugas terlepas dari pengaruh pemerintah dan penga -
ruh lainnya.
Agar tugas penegakkan hukum dan keadilan itu dapat di -
laksanakan oleh Pengadilan maka dalam Undang-undang ini
dicantumkan persyaratan yang senantiasa harus dipenuhi
oleh ~eorang hakim yaitu berwibawa, jujur, adil, berke
lakuan tidak tercela dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Ma
ha Esa.
Untuk memperoleh hal tersebut diatas maka dalam setiap
pengangkatan, perriberhentian, mutasi, kenaikan pangkat -
atau tindakan/hukuman administrasi terhadap Hakim Pengadilan Agama perlu adanya kerjasama, kOnsultasi dan ko-
ordinasi antara Mahkamah Agung dan Departemen Agama.
Agar para pejabat Peradilan tidak mudah dipengaruhi baik
moril maupun materil, maka perlu adanya pengaturan ter
sendiri mengenai tunjangan dan ketentuan lain bagi para
pejabat Peradilan khususnya para Hakim i demikian pula -
5
mengenai kepangkatan dan gajinya.
Untuk lebih mengukuhkan kehormatan dan kewibawaan Hakim
serta Pengadilan, maka perlu juga dijaga mutu (keahlian)
para Hakim dengan diadakannya syarat-syarat tertentu u~
tuk menjadi Hakim yang diatur dalam Undang-undang ini.
Selain itu diadakan juga larangan-larangan bagi para H~
kim untuk merangkap jabatan pen?lsihat hukum, pelaksa.na-
putusan pengadilan, Wali, pengampu.dan setidak-tida~
nya setiap jabatan yang bersangkutan dengan sesuatu pe£
kara yang akan atau sedang diadili olehnya.
Namun belum cukup hanya dengan memperinci larangan-la -
rangan seperti tersebut diatas. Agar Peradilan dapat -
berjalan dengan efektif, maka Pengadilan Tinggi Agama
diberi tugas pengawasan terhadap Pengadilan Agama di d~
lam daerah hukumnya. Hal ini akan meningkatkan koordi
nasi antara Pengadilan Agama dalam daerah hukw~ suatu -
Pengadilan Tinggi Agama yang pastiakan bermanfa~t c1al3IIl
kesatuan putusan yang dijatuhkan, karena PengadilanTin~
gi Agama dalam melakukan pengawasan tersebut dapat mem
berikan tegoran, peringatan. dan petunjuk.. Kecuali itu
perbuatan dan kegiatan Hakim secara langsung dapat dia
wasi, sehingga ·jalannya.peradilan cepat, adil dan deng
an biaya ringan akan dapat terjamin.
Petunjuk-petunjuk yang menimbulkan persangkaan keras,
bahwa Hakim meolakukan perbuatan tercela, melakukankej~
hatan dan kelalaian yang terus menerus dalam menjalan - .
kan tugas pekerjaannya, dapat mengakibatkan bahwa ia di
berhentikan tidak dengan hormat oleh Presiden selaku Ke
pala Negara setelah diberi kesempatan membela diri ..
Hal ini dicantumkan dengan tegas dalam Undang-undang
ini, mengingat luhur dan muliatiya bugas Hakim.Sedangkan
da1am kedudukannya sebagai pegawai negeri, baginya te -
tap berlaku ancaman-ancaman terhadap perbuatan tercela
sebagai pegawai negeri sebagaimana ditetapkan dalam Per
aturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin pegawai Negeri Sipil.
--
6
5. Undang-undang ini selain mengatur tentang susunan dan ke
kuasaan sekaligus juga mengatur tentang ~cara peradilan agama~
Bagaimanapun sempurnanya lembaga peradilan itu dengan p~
nataan susunan-organisasinya dan penegasan kekuasaannya,
namun apabila alat untuk dapat menegakkan dan~
kan kekuasaannya itu belum jelas, maka lembaga peradilan
tersebut tidak akan dapat melaksanakan fungsi dan tugas
nya dengan baik. Oleh karena itu maka pengaturan Hukum -
Acara Peradilan Agama itu sangat penting dan karenanya
pula maka sekaligus diatur dalam undang~undang ini.
Hukurn Acara Peradilan Agama selama ini masih berserak-se
rak dalam berbagai peraturan dan surat edaran, baikdalam
Staatsblad, Peraturan Pemerintah, Surat Edaran Mahkamah
Agung dan Departemen Agama maupun dalam Undang-undang
Perkawinan dan segala peraturan pelaksanaannya.
Prinsip-prinsip pokok peradilan yang telah ditetapkan da
lam Undang-undang Nomor 14 tahun 1970, an tara lain ke~e!2.
_ tuan bahwa sidang pengadi1an harus terbuka untuk umum,
setiap keputusan dirnu1ai dengan "derni keadi1an berdasar
kan Ketuhanan Yang Maha -Esa" ,peradilan -- dilakukan dengan
sederhana, cepat dan biaya ringan dan ketentuan-ketentu
an lainnya, dalam undang-undang ini lebih ditegaskan dan
dicantumkan kemba1i,.
Oieh karena paradilan agama merupakan peradilan khusus de
ngan-kewenangan mengadili perkara-perkara terteritu dan un
tuk-golongan rakyat tertent.u sebagaimana di t.egaskan dalam
penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun
197Q~ yaitu mengenai perkara perdata dibidan~ hukum kelua£
ga dian tara orang yang -beragama Islam, maka acar~_:perdata
pada pengadilan dala'1l 1ingkungan P'eradilan UInUrr\ oleh Uhdang-undang ini
dinyatakan __ berlaku pada P'engadi1an- ~aia:r.. lingkungan-peradilan agarna
kecuali-n-engenai hal-hal yang secara -khusus diatur oleh undang-undang -ini. -
6. Peradilan agama adalah salah satu dari empat lingkungan
peradi1an negara yang dijamin kemerdekaannya dalarn menj~
lankan tugasnya sebagaimana diatur dalam undang-undang -
7
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Peradilan agama yang kewenangannya mengaaili perkara-peE
kara tertentu dan mengenai golongan rakyat tertentu yai
tu mereka yang beragama Islam adalah sejajar dengan dan
terbebas dari pengaruh l"ingkungan peradilan lainnya.
Oleh karena itu maka hal-hal yang dap~t mengurangi kedu
dukan peradilan agama dari sifat seperti tersebut diatas
oleh Undang-undang ini dihapuskan seperti pengukuhan ke
putusan P~engadilan A gama oleh ~ engadilan U~um dan seba -
liknya hal-hal yang dapat memantapkan mandirinya peraai!
". an agama oleh Undang-undang ini diadakan yaitu ten tang -
jurusita, sehingga dengan adanya jurusita ini Pengadilan
Agama dapat melaksanakan keputusannya sendiri dan tugas
tugas kepaniteraan dan kesekretariatan tidak terganggu -
oleh tugas-tugas kejurusitaan karena sudah ada petugas -
nya sendiri.
70 Perkara perceraian merupakan perkara yang terbanyakdi -
lingkungan Peradilan Agama menempati jumlah rata-rat~
80% dari seluruh perkarayang diterima oleh Pengadilan -
Agama.
Disamping itu perkara perceraian merupakan sengketa ke -
luarga yang memerlukan penanganan secara khusus sesuai
dengan kehendak undang~-undang Perkawinan. Oleh karena itu
maka dalam Undang-undang ini diatur secara khusus hal
hal yang berkenaan dengan sengketa perkawinan tersebut
dan sekaligus untuk meningkatkan pengaturan acara sengk~
ta perkawinan yangsampai saat diundangkannya Undang~un
dang ini masih diatur dal~m Peraturan Pemerintah Nomor -
9/1975.
Undang-undang Perkawinan bertujuan melindungi kaum yang
lemah yaitu pihak isteri, namun dalam hal gugatan perce
raian yang diajukan oleh isteri PP Nomor 9/1975 menentu
kan bahwa gugatan harus diajukan ke Pengadilan yang me -
wilayahi tempat tinggal tergugat sesuai dengan prinsip
acara perdata umum.
Untuk melindungipihak isteri maka gugatan perceraian 0-
leh isteri oleh Undang-undang ini diadakan perubahan, ti
8
dak ke Pengadilan yang mewilayahi tempat tinggal tergu -
gat tapi ke Pengadilan yang mewilayahi tempat tinggal
penggugat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasa1 1
Cukup je1as
Pasal 2
Di samping peradilan yang ber1aku bagi rakyat pencari -
keadilan pada umumnya mengenai perkara perdata dan pid~
na, ada pelaksana Kekuasaan Kehakiman lain yangmerupa
kan peradilan khusus bagi golongan rakyat tertentu atau
perkara tertentu yaitu peradi1an ~gama, peradi1an mi1i
ter, dan Peradi1an tata usaha negara.
Yang dimaksud dengan rakyat pencari keadi1an ia1ah se -
tiap orang, warga negara Indonesia atau bukan, yang men
cari keadilan pada Pengadi1an di Indonesi~.
Pasa1 3
Ayat (1)
Cukup je1as
Ayat (2)
Cukup je1as
Pasa1 4
Ayat (1)
Pada dasarnya tempat kedudukan Pengadi1an Agama .ada -
di Kotamadya atau.di Ibukota Kabupaten, dan daerah hu kumnya me1iputi wi1ayah Kotarnadya/Kabupaten, akan te
tapi tidak tertutup kemungkinan adanya pengecualian.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup je1as
Ayat (2)
Cukup je1as
Ayat (3)
Cukup jelas ..
9
Pasa1 6
Cukup jelas
Pasa1 7
Usul pembe'ntukan Pengadi1an Agama diajukan oleh Menteri
Ag~~a berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.' Pasa1 8
Cukup Pasal 9
Ayat Cukup
jelas
(1) jelas
-:Ayat Cukup
(2) jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2 )
Cukup jelas
Ayat (3j
Cukup jelas.
Pasal 11 . Ayat (1)
Cukup je1as
Ayat (2 )
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Hakim adalah pegawai negerisehingga baginya berlaku
Undang-unda~g N,omor 8 tahun 1974 tentang Pokok--pokok
Kepegawaian. Oleh karena itu Menteri Agama wajib me
lakukan pembinaan pengawasan terhadap Hakim dalam
rangka mencapai daya guna dan hasil guna sebagaimana
lazL~ya bagi pegawai negerie
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasa1 13
Ayat ( 1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
10
Pasal 14
ayat ( 1)
Cukup jelas
ayat (2)
Cukup je1as
ayat (3)
Cukup jelas
Pasa1 15
ayat (1 )
Cukup je1as
ayat (2)
Cukup jelas
Pasa1 16
ayat ( 1)
Cukup jelas
ayat (2)
Cukup jelas
ayat (3)
Cukup jelas
ayat (4 )
Cukup jelas
?asal 17
ayat ( 1)
Cukup jelas
ayat (2)
Cukup je1as
ayat (3 )
Cukup jelas
Pasa1 18
ayat (1)
Pemberhentian denqan hormat Hakim atas permintaan
sendiri, mencakup pengertianpengunduran diri de
ngan alasan Hakim yang bersangkutan tidak berqasi1
menegakkan hukum dalam 1ingkungan rumah tangganya
sendiri.Pada hakekatnya situsi,kondisi,suasana dan
11
keteraturan hidup di rurnah tangga setiap Hakim peng -
adilan merupakan salah satu faktor yang pentingpera
nannya dalam usaha membantu meningkatkan citra dan wi
bawa seorang Hakim itu sendiri.
Yang dimaskud dengan "sakit jasmani atau rohani terus
menerus" ialah yang menyebabkan sipenderita ternyata
tidak mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan
baik.
Yang dimasud "tidak cakap" ialah misalnya yang ~er
sangkutan banyak melakukan kesalahan besar dalam men
jalankan tugasnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksu~ dengan "dipidana" ialah dipidana dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" i~
lah apabila Hakim yang bersangkutan karena sikap:, peE.
buatan, dan tindakannya baik didalam maupun diluar
Pengadilan merendahkan martabat Hakim.
Yang dimaksud dengan ntugas pekerjaan" ialah semua tu
gas yang dibebankan kepada yang bersangkutan.
Ayat (2)
Dalam hal pemberhentian tidak dengan hormat deng'an a
lasan dipidana karena melakukan tindak pidana kedaha~
an, yang bersangkutan tidak diberi kesempatan untuk
membela diri, kecuali apabila dipidana penjara yang -
dijatuhkan kepadanya itu kurang dari 3 (tiga) bulano
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Seor~ng Hakim tidak boleh diberhentikan dari kedudukan -
nya sebagai pegawai negeri sebelum diberhentikan ~a~i j~
batannya sebagai Hakim. Sesuai dengan peraturan perun
dang-undangan di bidang kepegawaian, Hakim bukan jabatan
dalam eksekutif. Oleh sebab itu pemberhentiannya harus' -
12
tidak sarna dengan pegawai negeri 1ainnya.
Pasal 21
Ayat ( 1)
Cukup jelas
Ayat (2 )
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup je1as
Ayat (2)
Cukup je1as
Pasal 23
Cukup jelas
Pasa1 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pangkat dan gaj'i Hakim diatur tersendiri berda:sa:~kan
peraturan yang berlaku.
Yang dirnaksud dengan ketentuan lain adalah hal-hq1
yang antara lain menyangkut kesejahteraan sepert~ ru
rnah dinas, dan kendaraan dinas.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Yang dirnaksud-dengan "Sarjana Muda Hukum" termasuk mereka
yang te1ah rnencapai tingkat pendidikan hukum sederajat d~
ngan sarjana muda_, dan dianggap cakap untuk jabatan :itu.
Masa pengalaman disesuaikan dengan eselon, pangkat, )dan -
13
syarat-syarat lain yang berkaitan.
Alih jabatan dari Pengadilan Tinggi ke Pengadilan ~gama
atau sebaliknya dirnungkinkan dalarn eselon yang sarna.
Pasal 28
Sarna dengan penjelesalan tentang rnasa pengalarnan pada Pa
sal 27.
Pasa1 29
Sarna dengan penjelasan Pasal 28
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup je1as
Pasa1 33
Cukup je1as
Pasa1 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ketentuan ini "berlaku juga bagi Waki1 Panitera, Fanite
ra Muda, dan Panitera Pengganti.
Pasal 36
Pengangkatan ataupemberhentian Panitera, Wakil Pan~tera,
Panitera Muda, dan Panitera Pengganti dapat juga di~akukan berdasarkan usu1 Ketua Pengadilan yang bersangkutan;o
Pasal 37
Sarna dengan penjelesalan Pasa1 16 ayat (1)
Pasa1 38
Cukup jelas
14
Pasa1 39
Ayat ( 1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (l)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Sarna dengan penjelasan Pasal 16 ayat (1)
Pasal 42
Ayat (1)
C:lkup
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pa-sal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Pengangkatan atau pemberhentian Wakil Sekretaris Pengadil
an dapat juga dilakukan berdasarkan usu1 Ketua Pengaidilan
:?2.sal ~8
Sana de~gan penjelasalan Pasa1 16 ayat (1)
Pasa1 49
Ayat (1)
15
I
Ketentuan ayat (1) huruf b mengatur tentang kewarisan
yang dibagi menurut dan wasiat serta hibah yang di1aku
kan berdasarkan hukum Islam.
Kewarisan yang atas kehendak ah1i waris pembagianhya d~
1akukan berdasarkan hukum Islam maka kewenangan m~meri~
sa, memutus dan menye1esaikan perkara yang timbu1 1 dari
padanya berada pada Pengadilan Agama.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan bidang hukum perkawinan yang:diatur
da1am Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawin
an adalah :
1. Izin beristeri lebih dari seorang;
2. Izin me1angsungkan perkawinan bagi orang yang relum
berusia 21 (dua puluh satu) tahun, da1am hal orang -I
tua atau wali atau keluarga da1am garis 1urus ~da
perbedaa pendapat;
3. Dispensasi kawin;
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan perkawinan oleh ~egawai Pencatat Nikah;
6. Pembata1an perkawinan;
7. Gugatan ke1a1aian atas kewajiban suami atau isteri;
8. Perceraian karena talaq;
9. Gugatan perceraian;
10. Penyelesaian harta ber~ama;
II. Mengenai penguasaan anak-anak;
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendi~ikan
anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung ja -
wab tidak memenuhinya. I
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan pleh
suami kepadabekas isteri atau penentuan suatui kewa
jiban bagi bekas isteri;
14. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak~
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua~
16. Pencabutan kekuasaan wali;
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengad~lan
da1am hal kekuasaan seorang wa1i dicabut;
16
18. Menunjuk seorangwali dalam hal seorang anak yang
belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang:~ di
tinggal kedua orangtuanya pada. hal tidak ada p:!enu£
jukan wali oleh orang tuanya;
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali
yang telah menyebabkan kerugian atas harta bepda
anak yang ada d~bawah kekuasaannya;
20. Penetapan asal usul seorang anak;
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian ketera~gan
untuk melakukan perkawinan campuran; I
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terj~d{
sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentarg -
perkawinan dan dijalankan menurut peraturan ya~g -
lain;
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasa1 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal ~52
Ayat (1)
Pember ian keterangan, pertimbangan, dan nasihat tehtang
hukum, dikecualikan dalam hal-hal yang berhubungan!! den9:.
anperkara yang.sedang atau akan diperiksa di Pengadil-
an.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
17
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan " seksama dan sewajarnya" ia1ah! ant~
ra lain bahwa penye1enggaraan' peradi1an harus di~aku
kan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 14 1ahun
1970 yaitu di1akukan dengan cepat, s~derhana, dan dengan
biaya ringan.
Ayat(3)
Cukup je1as
Ayat (4)
Cukup je1as
Pasa1 54
Cukup je1as
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup je1as
Pasal 57
Yang dimaksud dengan putusan dan penetapan adalah putusan
Pasal
atau penetapan Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama
dan Mahkamah Agung.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
58
Ayat (1)
Cukup je1as
Ayat (2)
Cukup jelas
18
Pasal 59
A1asan -a1asan penting yang dijadikan dasar oleh Hakim un
tuk memerintahkan perneriksaan sidang tertutup harus dicatat
dalam Berita Acara Sidang.
Ayat (1)
Cukup je1as
Ayat (2)
Cukup je1as
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasa1 61
Cukup je1as
Pasal 62
,-Ayat (1)
Cukup je1as
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas'
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Keputusan dalam Pasal ini rneliputi baik putusan rnaupun 'pe
netepan.
Pengertian keputusan dalarn Pasal irii adalah dalarn arti iPU
tusan dan penetapan.
Pasa1 65
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup je1as
Ayat (3)
Cukup je1as
Ayat (4)
Cukup je1as
Pasal 67
Cukup je1as
Pasa1 68
Cukup je1as
Pasa1 69
Cukup jelas
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2 )
Cukup je1as
Ayat (3 )
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup je1as
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6 )
Cukup je1as
Pasa1 71
Ayat ( 1)
CUKUP je1as
Ayat (2 )
Cukup je1as
Pasa1 72
Cukup je1as
Pasa1 73
Ayat (1)
19
Berbeda dari ketentuan seperti tersebut pada Pasa1 68 -
ayat (1) maka untuk melindungi pihak isteri gugatan per
ceraian diajukan ke Pengadi1an Agama yang mewi1ayahi tern
pat tinggal penggugat.
Ayat· (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup je1as
Pasa1 74
Cukup je1as
Pasal 75
Cukup jelas
Pasa1 76
Ayat (1)
20
Syiqaq adalah perselisihan yang tajam antara suami iSteri.
Ayat (2)
Hakam ialah orang yang di tetapkan oleh pengadilan dalTi P~
hak ke1uarga suami atau pihak keluarga isteri atau p~hak
lain untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan terha
dap syiqaq.
Pasa1 77
Cukup je1as
Pasal 78
Untuk rnengarnankan hak-haknya isteri dapat menggunakan upaya
hukum rnenurut ketentuan-ketentuan sebagairnana diatur dalam
Bab IV bagian kesembilan undang~undang ini.
Pasa1 79
Cukup jelas
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup je1as
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup je1as
21
Pasal" 82
Ayat (1)
Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan
dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan pa
da semua tingkat peradilan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 56 ayat (2) Undang
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ..
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Ayat (1)
Hal tersebut adalah untuk tercapainya prinsip bahwa
peradilan dengan cep.at, sederhana dan biaya ringan.
Ayat (2)
Cukup 'jelas
Pasal 87
Li'an ialah surnpah yang dilakukan suami isteri di ~epan
sidang pengadilan karen a tuduhan berzina oleh satu pihak
kepada pihak lain yang isinya antara lain mengandung lak
nat atau murka Allah bagi yang berdusta.
Ayat (1)
Cukup jelas
22
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Ayat (I)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 90
Ayat (I)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasa1 91
Ayat (I)
- -- ,-~. Cukup j~las
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Yang berwenang menentukan bahwa suatu perkara menyangkut
kepentingan umum adalah Ketua Pengadilan.
Pasa1 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97 ,
Berdasarkan catatan Panitera, disusun berita acarapersi-
dangano
'Pasa1 98
Cukup jelas
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
23
Yang dimaksud dengan dibawa keluar meliputi sega1a ben
tuk dan cara apapun juga yang memindahkan isi daftar ca
tatan, risalah, agar tidak jatuh ketangan pihak yang ti
dak berhak.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jela.s
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
Pasal 105
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup Jelas
Pasal 108
Cukup je1as