potensi krim kombinasi sirih merah dan binahong … · ini bertujuan untuk mengetahui potensi sirih...

27
SHINY RIADY FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 POTENSI KRIM KOMBINASI SIRIH MERAH DAN BINAHONG SEBAGAI TERAPI MIASIS: KAJIAN PROFIL LEUKOSIT

Upload: trinhnhu

Post on 07-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

SHINY RIADY

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

POTENSI KRIM KOMBINASI SIRIH MERAH DAN BINAHONG

SEBAGAI TERAPI MIASIS: KAJIAN PROFIL LEUKOSIT

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Krim

Kombinasi Sirih Merah dan Binahong sebagai Terapi Miasis: Kajian Profil

Leukosit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Shiny Riady

NIM B04120141

ABSTRAK

SHINY RIADY. Potensi Krim Kombinasi Sirih Merah dan Binahong sebagai

Terapi Miasis: Kajian Profil Leukosit. Dibimbing oleh SUS DERTHI

WIDHYARI dan AULIA ANDI MUSTIKA.

Daun sirih merah dan binahong merupakan tanaman herbal yang dapat

digunakan sebagai terapi alternatif untuk penyembuhan luka terbuka. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui potensi sirih merah dan binahong terhadap jumlah

dan jenis sel leukosit domba garut yang diinfestasi larva Chrysomya bezziana

sebagai penyebab miasis. Tiga luka insisi dibuat di bagian punggung domba dan

setiap luka diinfestasi 50 larva. Lima belas domba digunakan dalam penelitian ini,

dibagi menjadi lima kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan antara lain domba

tanpa perlakuan (Ko), domba yang diinfestasi dan diobati dengan krim kombinasi

sirih merah dan binahong 2% (P1), domba yang diinfestasi dan diobati dengan

krim kombinasi sirih merah dan binahong 4% (P2), domba yang diinfestasi dan

diobati dengan asuntol 2% (kontrol positif/K+), dan domba yang diinfestasi dan

tidak diobati (kontrol negatif/K-). Parameter yang diamati adalah total leukosit

dan diferensiasi leukosit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengobatan miasis

dengan sirih merah dan binahong mampu menurunkan jumlah neutrofil, eosinofil,

basofil, dan monosit serta meningkatkan jumlah limfosit. Terapi miasis dengan

krim kombinasi konsentrasi 4% menunjukkan hasil profil leukosit yang lebih baik

dibandingkan 2%.

Kata kunci: Binahong, Chrysomya bezziana, Leukosit, Miasis, Sirih Merah

ABSTRACT

SHINY RIADY. Potential of red betel and binahong cream combination as a

therapy for myiasis: based on leukocytes profile. Supervised by SUS DERTHI

WIDHYARI and AULIA ANDI MUSTIKA.

Red betel and binahong usually were used as herbal medicine that had been

proven effective for curing open wounds. This study aimed to determine the

potential of red betel and binahong on sheep’s total leukocytes and leukocytes

differentiation that infested with larvae of C. bezziana that can be the cause of

myiasis. Three incisions were made on the sheeps’ back and 50 larvae were

infested in every wounds. Fifteen sheeps were used for this study, divided into five

groups of treatments. The treatments were sheeps without treatment (Ko), sheeps

were infested and treated with red betel and binahong cream combination 2%

(P1), sheeps were infested and treated with red betel and binahong cream

combination 4% (P2), sheeps were infested and treated with asuntol 2% (positive

control/K+), and sheeps were infested and untreated (negative control/K-). The

blood sample were taken from vena jugularis. The parameter measured were total

leukocytes and leukocytes differentiation. The result were showed that myiasis

treatment with red betel and binahong had the ability to decrease the levels of

sheep’s neutrophils, eosinophils, basophils, and monocytes and to increase the

levels of sheep’s lymphocytes. The treatment with cream combination 4% was

better than 2%.

Keywords: Anredera cordifolia, Chrysomya bezziana, Leukocytes, Myiasis, Piper

crocatum

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

SHINY RIADY

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

POTENSI KRIM KOMBINASI SIRIH MERAH DAN BINAHONG

SEBAGAI TERAPI MIASIS: KAJIAN PROFIL LEUKOSIT

Judul Skripsi : Potensi Krim Kombinasi Sirih Merah dan Binahong sebagai Terapi

Miasis: Kajian Profil Leukosit

Nama : Shiny Riady

NIM : B04120141

Disetujui oleh

Dr Drh Sus Derthi Widhyari, M.Si Drh Aulia Andi Mustika, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis kepada Tuhan YME atas segala berkat dan karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 ini adalah Potensi Krim

Kombinasi Sirih Merah dan Binahong sebagai Terapi Miasis: Kajian Profil

Leukosit.

Terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis ucapkan kepada:

1. Dr Drh Sus Derthi Widhyari, M. Si dan Drh Aulia Andi Mustika, M.Si

sebagai dosen pembimbing yang telah memberi banyak saran dan bantuan

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skrispsi ini.

2. Drh Arief Purwo Mihardi yang telah membantu selama pengamatan data

penelitian ini.

3. Pak Dikdik, Mas Angga, dan seluruh staf Unit Pengelola Hewan

Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor atas

bantuannya selama pengumpulan data.

4. Drh Andriyanto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan saran dan bimbingan dalam kegiatan akademik.

5. Ikawarsa Hady Tj, Sutriyanti, dan Jodric Surya Hady sebagai keluarga yang

telah memberi dukungan dan kasih sayang kepada penulis.

6. Teman-teman satu kelompok penelitian yang telah membantu dalam

penelitian dan penulisan skripsi ini, serta Moi Minions dan Homesick yang

telah banyak memberi semangat dan bantuan sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

Shiny Riady

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Domba Garut 2

Miasis 2

Sirih Merah 3

Binahong 3

Krim 3

Darah 4

METODE 5

Tempat dan Waktu Penelitian 5

Alat dan Bahan 5

Prosedur Penelitian 6

Pembuatan Krim 6

Pengujian pada Hewan Coba 6

Pemeriksaan Total Leukosit 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Jumlah Leukosit 7

Neutrofil 8

Eosinofil 9

Basofil 11

Monosit 11

Limfosit 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

RIWAYAT HIDUP 17

DAFTAR TABEL

1 Jumlah leukosit domba yang diinfeksi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong 8

2 Jumlah neutrofil domba yang diinfestasi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong 9

3 Jumlah eosinofil domba yang diinfestasi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong 10

4 Jumlah basofil domba yang diinfestasi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong 11

5 Jumlah monosit domba yang diinfestasi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong 12

6 Jumlah limfosit domba yang diinfestasi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong 13

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Miasis adalah infestasi larva lalat pada jaringan hidup. Infestasi larva lalat

ini biasanya diawali dengan lalat yang meletakkan telurnya pada luka terbuka,

kemudian telur menetas menjadi larva yang bergerak semakin ke dalam sampai ke

jaringan otot, serta membuat terowongan sambil memakan jaringan otot tersebut

(Wardhana 2006).

Miasis banyak menyerang hewan ternak akibat kondisi kandang yang

kotor atau menejemen kandang yang kurang baik. Ternak yang menderita miasis

biasanya akan mengalami kekurusan, produksi susu menurun, dan dapat juga

menyebabkan gangguan reproduksi apabila infestasi larva terjadi pada organ

genital. Miasis pada kesehatan hewan ternak menyebabkan penurunan sistem

imun tubuh, sehingga terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat

menyebabkan kematian. Oleh karena itu penyakit ini sangat merugikan peternak

(Traversa dan Otranto 2006).

Pengobatan miasis biasanya menggunakan insektisida sintetik, tetapi

insektisida sintetik terbukti menimbulkan resistensi dan keracunan pada manusia

akibat residu (De Roos et al. 2003). Oleh karena itu perlu inovasi baru untuk

mencari alternatif pengobatan miasis yang aman, salah satunya berasal dari

herbal.

Daun sirih merah (Piper crocatum) sudah banyak dimanfaatkan sejak lama

dan mudah ditemukan. Daun sirih merah memiliki potensi sebagai antiseptik,

insektisida, dan fungisida (Kumarasinghe et al. 2000). Tanaman lain yang juga

berpotensi adalah binahong. Binahong (Anredera cordifolia) merupakan tanaman

yang sering dimanfaatkan sebagai obat herbal. Binahong biasanya digunakan

untuk pengobatan luka bakar, tifus, radang usus, sariawan, keputihan,

meningkatkan vitalitas, dan meningkatkan daya tahan tubuh (Manoi 2009).

Salah satu cara identifikasi keberhasilan pengobatan pada penyakit parasit

adalah dengan melihat gambaran profil parameter leukosit. Efektifitas pemberian

kombinasi sirih merah dan binahong sebagai terapi miasis belum banyak

dilaporkan. Oleh karena itu perlu adanya kajian potensi penggunaan krim

kombinasi sirih merah dan binahong sebagai terapi miasis ditinjau dari profil

leukositnya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil sel leukosit pada

domba penderita miasis yang diberi krim kombinasi sirih merah dan binahong

dengan konsentrasi 2% dan 4%.

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang parameter

profil leukosit domba garut yang menderita miasis dan diobati dengan krim

kombinasi sirih merah dan binahong.

TINJAUAN PUSTAKA

Domba Garut

Domba adalah ternak ruminansia berambut tebal dan dimanfaatkan untuk

diambil rambut, daging, dan susunya. Domba biasanya dikelompokan berdasarkan

hasil produksinya yaitu domba penghasil wol, domba pedaging, dan domba

penghasil wol dan daging. Food and Agriculture Organisation (FAO) (2002)

melaporkan bahwa bangsa-bangsa ternak lokal penting untuk dilindungi karena

mempunyai keunggulan tersendiri, yaitu dapat bertahan hidup dengan pakan

berkualitas rendah, mampu bertahan hidup pada tekanan iklim setempat, memiliki

daya tahan tinggi terhadap penyakit dan parasit lokal, merupakan sumber gen

yang khas untuk digunakan dalam perbaikan bangsa-bangsa melalui persilangan,

lebih produktif dengan biaya yang sangat rendah dan tetap tersedia dalam jangka

panjang, mendukung keragaman pangan, pertanian, dan budaya, serta lebih efektif

dalam mencapai keamanan pangan lokal.

Miasis

Miasis berasal dari bahasa Yunani yaitu “myia” yang berarti lalat. Miasis

berarti infestasi larva lalat (Diptera) pada jaringan hidup dalam periode tertentu,

dengan memakan jaringan dan cairan tubuh inangnya. Kasus miasis banyak terjadi

di negara tropis, terutama pada masyarakat golongan sosial ekonomi rendah

(Partoutomo 2000).

Kejadian miasis umumnya tidak berbahaya, hanya infestasi pada tempat-

tempat tertentu saja yang berbahaya, karena dapat menyebabkan kematian. Kasus

miasis pada ternak seringkali ditemukan di sekitar mata, mulut, vulva, tanduk

yang dipotong, luka kastrasi, dan pusar hewan yang baru lahir. Awal infeksi larva

terjadi pada daerah kulit yang terluka, kemudian larva bergerak semakin dalam

menuju jaringan otot menyebabkan luka semakin melebar. Kondisi ini

menyebabkan tubuh ternak menjadi lemah, nafsu makan menurun, demam, serta

diikuti penurunan produksi (Spradbery et al. 2012).

Miasis bisa dibagi menjadi dua, yaitu miasis obligat dan miasis fakultatif.

Miasis obligat adalah infestasi larva lalat pada jaringan hewan hidup, contohnya

adalah C. bezziana. Miasis fakultatif adalah infestasi larva lalat pada jaringan mati

dan bisa juga pada jaringan hidup, contohnya adalah Chrysomya megacephala

(Rohela et al. 2006). Lalat C. bezziana telah diidentifikasi sebagai penyebab

utama terjadinya miasis pada manusia, ternak, maupun hewan kesayangan di

daerah Afrika dan Asia termasuk Indonesia.

3

Siklus hidup lalat ini terdiri dari empat tahap yaitu telur, larva, pupa, dan

lalat (dewasa). Telur C. bezziana berwarna putih transparan dengan panjang 1,25

mm dan berdiameter 0,26 mm, berbentuk silindris serta tumpul pada kedua

ujungnya. Larva C. bezziana terbagi atas tiga instar, yaitu instar I, II, dan III atau

bisa juga disebut dengan L1, L2, dan L3. Ketiga larva tersebut dapat dibedakan

dari panjang dan warna tubuhnya. Perkembangan dari L1 sampai L3

membutuhkan waktu enam sampai tujuh hari. Pupa terbentuk dalam waktu tujuh

sampai delapan hari, lalu menjadi lalat dan bertelur setelah enam sampai tujuh

hari. Jumlah telur rata-rata 180 butir. Telur menetas setelah 12–24 jam menjadi L1

dan langsung bergerak ke arah luka yang basah. L1 berubah menjadi L2 lalu

mulai membuat terowongan pada jaringan inang. L2 berkembang menjadi L3,

pada hari keempat bermigrasi keluar dari daerah luka dan jatuh ke tanah. L3 akan

mencari tempat gelap dan membentuk pupa dalam waktu 24 jam pada suhu 28°C

(Spradbery et al. 2012).

Sirih Merah

Tanaman sirih merah (P. crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae,

tumbuh di berbagai daerah di Indonesia seperti Papua, Aceh, Yogayakarta, dan

Jawa Barat. Tumbuh dengan baik pada daerah yang berhawa sejuk dan tidak terus

menerus terkena sinar matahari dengan ketinggian 300–1000 m (Werdhany et al.

2008). Perbedaannya dengan sirih hijau adalah selain daunnya berwarna merah

keperakan, bila daunnya disobek maka akan berlendir serta aromanya lebih wangi.

Sirih merah mengandung senyawa fitokimia antara lain alkaloid, saponin,

tannin, flavonoid, dan minyak atsiri sebagai senyawa aktif. Menurut Juliantina

et al. (2009) dan Wardani (2012), ekstrak daun sirih merah berfungsi sebagai

antibakterial. Tanin dan saponin dapat berfungsi sebagai antimikroba untuk

bakteri dan virus (Akiyama et al. 2001).

Sirih merah sebagai obat herbal untuk kasus miasis didasarkan pada

pendekatan pada penelitian penggunaan sirih hijau (Piper betle) untuk pengobatan

miasis. Minyak atsiri yang terkandung dalam daun sirih hijau memiliki khasiat

untuk menyembuhan luka dan anti bakteri serta sebagai insektisida nabati

(Wardhana et al. 2011).

Binahong

Binahong adalah salah satu tanaman hias yang berasal dari Cina. Tanaman

ini di Indonesia dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Tanaman ini terbukti

sangat baik untuk mengobati infeksi pada tenggorokan, dada, dan kulit (Prasuna et

al. 2009). Beberapa penelitian menunjukkan dalam Binahong memiliki efek

antioksida, antiinflamasi, antibiotik bahkan anti virus (Mufid 2010). Berdasarkan

hasil penelitian Sumartiningsih (2011) daun binahong memiliki kandungan

alkaloid, saponin, dan flavonoid yang bersifat sebagai larvasida atau insektisida.

Krim

4

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang berupa emulsi kental

mengandung air tidak kurang dari 60%, mengandung satu atau lebih bahan obat

terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai yang dimaksudkan untuk

pemakaian luar. Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak

(W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya vanishing

cream (Shin et al. 2009). Krim termasuk ke dalam obat topikal. Obat topikal

terdiri dari bahan pembawa dan zat aktif. Obat topikal merupakan salah satu

bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi dermatologi (Wyatt et al. 2001).

Krim memiliki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di

daerah lipatan dan kulit berambut.

Darah

Darah merupakan cairan di dalam tubuh yang berfungsi sebagai alat

transportasi oksigen, hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh. Darah

sebagai pertahanan tubuh dapat diamati fungsinya dengan menggunakan preparat

ulas darah. Preparat ulas darah bisa digunakan untuk berbagai uji, salah satunya

adalah untuk penghitungan persentase masing-masing leukosit. Perhitungan

persentase leukosit dihitung dengan menggunakan metode Brown (1980).

Leukosit adalah sel darah putih yang berperan dalam sistem kekebalan. Sel

tersebut bertanggung jawab terhadap kekebalan humoral (antibodi) dan seluler.

Leukosit dibedakan menjadi neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit.

Leukosit sebagian dibentuk di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi

dibentuk dalam organ limpoid seperti timus, bursa fabrisius pada unggas, dan

limpa. Leukosit diedarkan melalui pembuluh darah menuju bagian tubuh yang

membutuhkan. Peningkatan jumlah leukosit pada tiap individu cukup besar terjadi

pada kondisi stres dan aktivitas fisiologis yang meningkat (Caceci 1998).

Neutrofil Neutrofil merupakan salah satu dari leukosit granulosit. Neutrofil dewasa

berdiameter 12–15 µm, memiliki butir halus dalam sitoplasma dan inti

bergelambir (lobus). Jumlah neutrofil normal pada domba garut adalah 27–50%

dari jumlah leukosit (Staric et al. 2002). Neutrofil memperlihatkan aktifitas

amuboid dan aktif dalam memfagosit mikroorganisme dalam mempertahankan

tubuh melawan infeksi. Neutrofil keluar dalam jumlah besar pada peradangan.

Neutrofil bekerja dengan cepat sehingga dianggap sebagai garis pertahanan

pertama terutama untuk melawan infeksi bakteri (Foster et al. 2008).

Eosinofil Eosinofil adalah leukosit granulosit dengan ukuran hampir sama dengan

neutrofil yaitu 10–15µm. Eosinofil memiliki inti yang khas dengan dua lobus

dikelilingi butir-butir asidofil yang berukuran 0,5–1,0 µm. Jumlah eosinofil dalam

darah berkisar 1–10% dari jumlah leukosit (Staric et al. 2002).

Eosinofil sangat motil tetapi kurang fagositik dan berperan aktif dalam

mengatur alergi akut dan proses perbarahan, mengatur investasi parasit, dan

memfagosit bakteri. Enzim eosinofil mampu menetralkan faktor radang yang

5

dilepaskan oleh sel mast dan basofil. Eosinofil melekatkan diri pada parasit dan

melepaskan bahan-bahan yang kemungkinan bersifat sitotoksik dan dapat

membunuh parasit tersebut. Peningkatan eosinofil terjadi bila tubuh mengalami

infeksi, misalnya kecacingan (Caceci 1998).

Basofil Basofil adalah leukosit granulosit yang berukuran 10–15 µm, dengan inti

bergelambir 2–3 yang bentuknya tidak teratur, sitoplasmanya besar dengan inti sel

tidak begitu jelas terlihat dan berwarna biru tua sampai ungu serta granulnya

bersifat basofilik dan terwarnai dengan pewarnaan alkohol. Basofil berjumlah 0–

1% (Staric et al. 2002). Basofil berfungsi membangkitkan proses perbarahan akut

pada tempat deposisi antigen. Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam

hialuron, kondroitin sulfat, serotonin, dan beberapa faktor kemotaktik. Heparin

berfungsi untuk mencegah pembekuan darah, sedangkan histamin berfungsi untuk

menarik eosinofil sehingga menyebabkan reaksi alergi (Effendi 2003).

Monosit Monosit merupakan makrofag muda yang terdapat dalam aliran darah,

apabila sel monosit keluar dari pembuluh darah menuju jaringan, maka akan

disebut makrofag. Sel monosit merupakan butir darah yang paling besar, diameter

15–20 µm. Intinya besar berbentuk ginjal atau tapal kuda, berwarna agak pucat

dan nukleus yang memiliki dua atau tiga lobus. Jumlahnya sekitar 0–6% dari total

leukosit (Staric et al. 2002). Monosit merupakan alat pertahanan tubuh, baik

fisiologis maupun yang disebabkan infeksi mikroba. Monosit memfagosit

mikroorganisme, sel mati, dan partikel asing. Monosit beredar melalui aliran

darah, menembus dinding kapiler kemudian masuk ke dalam jaringan

penyambung (Effendi 2003).

Limfosit Limfosit memiliki inti relatif besar, bulat, padat, dengan sitoplasma

basofilik. Limfosit umumnya berukuran 6–15µm. Persentasi limfosit dalam darah

domba adalah 50–73%. Jumlah limfosit dalam darah dipengaruhi oleh jumlah

produksi, resirkulasi, dan proses penghancuran limfosit (Staric et al. 2002).

Fungsi utama limfosit adalah memproduksi antibodi untuk merespon

antigen yang dibawa oleh makrofag. Limfosit dibagi menjadi dua tipe utama yaitu

limfosit T dan limfosit B. Limfosit T menghasilkan tanggap kebal yang

berperantara sel, menghasilkan limfokin yang mencegah perpindahan makrofag,

dan merupakan media kekebalan. Limfosit B berperan dalam reaksi kekebalan

humoral dan tumbuh menjadi sel pembentuk antibodi (Tizard 2000).

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2015 bertempat di

kandang domba Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL) Fakultas

6

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pemeriksaan sampel darah dilakukan

di Laboratorium Patologi Klinik, Divisi Penyakit Dalam, Departemen Klinik,

Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang, karet gelang,

skalpel, ring, kassa, kapas, sarung tangan, intherna vacuum EDTA (Ethylene

Diamine Tetraacetic Acid), spoit, gelas objek, mikroskop, termometer, pinset, tisu,

kain lap, pipet tetes, alat hitung leukosit, pipet hemositometer khusus leukosit, dan

tabung hitung Neubeur. Bahan yang digunakan adalah sampel darah domba, larva

lalat C. bezziana, krim kombinasi sirih merah dan binahong 2% dan 4%, metanol,

larutan Turk, larutan pewarna Giemsa 10%, akuades, metil alkohol, alkohol 70%,

dan minyak emersi.

Domba garut yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah lima belas

yang dibagi dalam lima kelompok, masing-masing berisi tiga ekor. Domba garut

berumur 1.5–2 tahun, berjenis kelamin betina, dan berbobot antara 20–30 kg.

Prosedur Penelitian

Pembuatan Krim

Krim kombinasi sirih merah dan binahong dibuat dengan menggunakan zat

berkhasiat yaitu ekstrak sirih merah dan ekstrak binahong, sedangkan untuk bahan

dasar krim digunakan acidum stearinicum, cera alba, vaselin album,

triethanolamine, propilenglikol, dan akuades. Bahan-bahan ditimbang sesuai dosis

dan kebutuhan. Bagian asam yaitu acid stearinicum, cera alba, dan vaselin album

dimasukan dalam cawan porselen. Sedangkan bagian basa terdiri dari

triethanolamine, propilenglikol, dan akuades dimasukan ke dalam gelas piala.

Keduanya dipanaskan di atas penangas air (70°C). Bagian asam dimasukan ke

dalam mortar hangat dan kering, selanjutnya masukan bagian basa dan diaduk

sampai dingin. Ekstrak sirih merah dan binahong yang didapat dengan cara

maserasi dimasukan sedikit demi sedikit dan diaduk sampai homogen. Krim

dimasukan ke dalam wadah yang kering dan ditutup rapat.

Pengujian pada Hewan Coba

Daerah punggung domba garut dicukur lalu dibuat perlukaan membentuk

tanda silang (X) di tiga titik yang berbeda, kemudian ring dipasang di setiap luka.

Sebanyak 50 larva diinfestasikan pada tiap daerah perlukaan. Kelompok domba

terdiri dari kelompok Ko: Kelompok domba yang tidak diberi perlakuan, P1:

Kelompok domba yang diinfestasi larva dan dioles krim kombinasi sirih merah

dan binahong 2% (sirih merah 1% dan binahong 1%), P2: Kelompok domba yang

diinfestasi larva dan dioles krim kombinasi sirih merah dan binahong 4% (sirih

merah 2% dan binahong 2%), K+: Kelompok domba yang diinfestasi larva dan

dioles krim asuntol 2%, dan K-: Kelompok domba yang diinfestasi larva dan tidak

diobati. Pengobatan dilakukan pada ring pertama yang berisi larva instar satu (L1)

pada hari kedua. Larva instar dua (L2) yang berada di ring kedua diobati pada hari

7

berikutnya. Hari keempat dilakukan pengobatan pada larva tiga instar (L3) yang

berada pada ring terakhir.

Pemeriksaan Total Leukosit Darah diambil melalui vena jugularis dengan menggunakan spoit 3 mL lalu

darah dimasukan ke dalam intherma vacuum EDTA. Pengambilan darah

dilakukan pada hari pertama, keempat, dan kedelapan.

Pemeriksaan total leukosit dilakukan dengan metode hemositometer. Darah

diambil menggunakan pipet hemositometer sampai tera 0.5 kemudian larutan

Turk diambil sampai tera 11. Pipet diputar membentuk angka delapan agar larutan

homogen. Campuran yang telah homogen diteteskan pada counting chamber

(hemositometer) yang telah ditutup degan coverglass. Perhitungan dilakukan di

bawah mikroskop dengan perbesaran 10x40 dan hasilnya dinyatakan dalam ribu

mm3 (Brown 1980).

Rumus perhitungan jumlah sel leukosit tiap mm3 darah = b x 50

Keterangan : b = jumlah leukosit hasil perhitungan dalam counting chamber

Pembuatan preparat ulas darah diawali dengan disiapkan kaca preparat yang

dibersihkan dengan alkohol 70%. Sampel darah diteteskan pada satu sisi kaca

preparat. Satu kaca preparat lain yang tepiannya masih rata ditempatkan di salah

satu sisi ujung pada kaca preparat pertama dengan membentuk sudut kira-kira 30°

sampai 45°. Kaca preparat kedua ditarik sampai menyentuh tetes darah dan

dibiarkan menyebar sepanjang tepi kaca preparat kedua, lalu didorong sepanjang

permukaan kaca preparat pertama sehingga terbentuk lapisan darah tipis dan

merata setelah itu dikeringkan.

Preparat ulas darah yang sudah kering ditetesi beberapa tetes metil alkohol

absolut dan dibiarkan selama 3–5 menit, lalu dikeringkan. Kaca preparat ditetesi

dengan beberapa larutan pewarna Giemsa 10% dan didiamkan selama 45–60

menit. Preparat ulas tersebut dicuci dengan akuades dan dikeringkan (Brown

1980).

Preparat ulas yang sudah kering diamati menggunakan mikroskop dengan

pembesaran 100x10 menggunakan minyak emersi. Masing-masing jenis leukosit

dihitung dengan alat penghitung leukosit sampai jumlah total leukosit berjumlah

100. Persentase tiap leukosit dikalikan dengan total leukosit maka akan

didapatkan jumlah absolut dari masing-masing leukosit (Brown 1980).

Analisis Data

Hasil pengamatan terhadap parameter leukosit disajikan dalam bentuk

rataan dan standar deviasi, selanjutnya dianalisis one-way Analyze of Variants

(ANOVA) dan dilanjutkan menggunakan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Leukosit

8

Leukosit adalah sel darah putih yang berperan dalam sistem kekebalan. Sel

tersebut bertanggung jawab terhadap kekebalan humoral (antibodi) dan seluler.

Jumlah leukosit domba menurut Lawhead dan James (2007) berkisar antara 4–

13×103sel/µL. Jumlah leukosit yang diperoleh dari pengamatan dapat diamati pada

Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah leukosit domba yang diinfeksi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong

Kelompok Jumlah leukosit (×10

3sel/µL)

Hari ke-1 Hari ke-4 Hari ke-8

Ko 7.88±0.35a

8.65±1.56ab

8.87±0.60ab

P1 7.33±0.58a

19.58±8.06c

18.27±4.58c

P2 7.33±0.29a

17.05±11.65c

19.68±7.26c

K+ 7.43±1.31a

12.61±0.83abc

13.40±1.34abc

K- 8.30±0.07a

16.48±0.17bc

16.95±0.99c

Ket: Huruf superscript yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan hasil yang

berbeda nyata pada p<0.05. Ko: Kelompok domba yang tidak diberi perlakuan. P1:

Kelompok yang diberi krim 2%. P2: Kelompok yang diberi krim 4%. K+: Kelompok yang

diberi krim asuntol 2%. K-: Kelompok domba yang dilukai dan tidak diobati.

Jumlah leukosit pada awal penelitian berkisar antara 7.33–8.30×103sel/µL.

Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan jumlah leukosit domba berkisar

antara 4–13×103sel/µL (Lawhead dan James 2007). Pada hari ke-4 penelitian

jumlah leukosit berkisar antara 8.65–19.58×103sel/µL. Peningkatan yang nyata

ditunjukkan pada kelompok P1, P2, dan K-. Peningkatan ini terjadi akibat adanya

gangguan pada kesehatan tubuh domba karena perlukaan akibat larva C. bezziana

yang diinfestasikan sehingga merangsang peningkatan respon antibodi.

Peningkatan leukosit juga bisa disebabkan oleh stres yang mengakibatkan

meningkatnya kadar kortisol. Peningkatan kortisol bisa menyebabkan

meningkatnya leukosit, hal ini disebut leukositosis kortikosteroid (Stocham dan

Scott 2008).

Jumlah leukosit pada semua kelompok kecuali kelompok Ko meningkat

nyata pada hari ke-4 maupun hari ke-8. Sirih merah dan binahong mengandung

banyak zat aktif yang dapat membantu leukosit untuk mengurangi peradangan,

yaitu flavonoid, minyak atsiri, dan polifenol (Shabella 2013). Jumlah leukosit

tetap tinggi dijumpai setelah dilakukan infestasi larva, hal ini diduga karena

domba juga mengalami infeksi sekunder seperti bakteri. Sirih merah dan binahong

walaupun memiliki kandungan flavonoid, tanin, dan minyak atsiri yang berfungsi

sebagai antibakteri tetapi zat aktif tersebut belum mampu menurunkan total

leukosit. Jumlah leukosit yang tinggi dapat disebabkan oleh meningkatnya salah

satu atau lebih jenis sel leukosit. Peningkatan jenis sel leukosit mampu

mengindikasikan infeksi yang terjadi. Peningkatan jumlah leukosit dapat juga

merupakan respon dari tubuh untuk mengeliminir benda asing.

9

Neutrofil

Neutrofil dikenal sebagai pertahanan pertama tubuh. Menurut Tizard (2000),

fungsi utama neutrofil adalah menghancurkan benda asing melalui proses

fagositosis. Jumlah neutrofil pada domba berkisar antara 0.7–6×103sel/µL (Jain

1993). Jumlah neutrofil domba dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah neutrofil domba yang diinfeksi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong

Kelompok Domba Jumlah neutrofil (×10

3sel/µL)

Hari ke-1 Hari ke-4 Hari ke-8

Ko 2.55±0.32a

2.85±0.45a

2.94±0.24a

P1 2.19±0.07a

11.71±0.57c

9.71±0.41c

P2 2.35±0.30a

10.17±1.65c

9.32±1.58c

K+ 2.34±0.28a

6.94±0.92b

6.84±1.17b

K- 2.30±0.17a

11.65±0.41d

11.53±0.29d

Ket: Huruf superscript yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan hasil yang

berbeda nyata pada p<0.05. Ko: Kelompok domba yang tidak diberi perlakuan. P1:

Kelompok yang diberi krim 2%. P2: Kelompok yang diberi krim 4%. K+: Kelompok yang

diberi krim asuntol 2%. K-: Kelompok domba yang dilukai dan tidak diobati.

Tabel 2 menunjukkan rata-rata neutrofil domba pada awal penelitian

berkisar antara 2.19–2.55×103sel/µL. Hal ini sesuai dengan pendapat Jain (1993)

bahwa jumlah neutrofil domba normal berkisar antara 0.7–6×103sel/µL. Secara

statistik jumlah neutrofil meningkat secara nyata pada hari ke-4 pada kelompok

P1, P2, K+, dan K-(p<0.05). Menurut Foster et al. (2008), peningkatan neutrofil

dapat terjadi akibat faktor fisiologis, infeksi bakteri, stres, ataupun karena adanya

inflamasi. Peningkatan neutrofil pada penelitian ini terjadi karena adanya infeksi

sekunder akibat luka terbuka yang disebabkan oleh larva C. bezziana. Luka

terbuka menjadi jalan bagi bakteri dan mikroorganisme lainnya masuk ke dalam

tubuh domba, akibatnya tubuh domba akan merespon dengan meningkatkan

produksi neutrofil untuk memfagositosis benda asing tersebut (Urech et al. 2008).

Jumlah neutrofil kembali menurun pada hari ke-8. Kandungan sirih merah

dan binahong yang digunakan untuk mengobati kelompok P1 dan P2 terbukti

mampu menurunkan jumlah neutrofil walaupun tidak secara nyata (p>0.05). Sirih

merah dan binahong memiliki kandungan zat aktif seperti minyak atsiri,

flavonoid, alkaloid, polifenol, dan saponin. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Wardhana (2011) bahwa minyak astiri pada daun sirih mampu menurunkan

jumlah neutrofil. Zat aktif yang dikandung oleh sirih merah dan binahong

memiliki sifat sebagai antibakteri sehingga dapat menurunkan kadar bakteri dalam

tubuh domba, begitu pula dengan kadar neutrofilnya (Juliantina 2009, Wardani

2012). Neutrofil pada kelompok K- mengalami sedikit penurunan dikarenakan

kelompok ini tidak diberikan pengobatan sama sekali.

Eosinofil

10

Jumlah eosinofil domba menurut Jain (1993) berkisar antara 0–1×103sel/µL.

Peningkatan eosinofil akan terjadi apabila ada benda asing dalam tubuh, terutama

parasit (Tizard 2000). Jumlah eosinofil domba dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah eosinofil domba yang diinfestasi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong

Kelompok Domba Jumlah eosinofil (×10

3sel/µL)

Hari ke-1 Hari ke-4 Hari ke-8

Ko 0.33±0.32a

0.30±0.27a

0.29±0.27a

P1 0.60±0.11ab

3.46±0.86f

1.19±0.96bc

P2 0.56±0.28ab

2.25±0.40e

1.21±0.50bc

K+ 0.59±0.15ab

1.43±0.47cd

0.51±0.10ab

K- 0.22±0.09a

2.09±0.25de

1.47±0.10cd

Ket: Huruf superscript yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan hasil yang

berbeda nyata pada p<0.05. Ko: Kelompok domba yang tidak diberi perlakuan. P1:

Kelompok yang diberi krim 2%. P2: Kelompok yang diberi krim 4%. K+: Kelompok yang

diberi krim asuntol 2%. K-: Kelompok domba yang dilukai dan tidak diobati.

Tabel 3 menunjukkan jumlah eosinofil domba pada hari ke-1 berkisar antara

0.22–0.60×103sel/µL yang sesuai dengan literatur. Jumlah eosinofil domba pada

hari ke-1 masih berada pada nilai kisaran normal. Hasil pengamatan jumlah

eosinofil pada hari ke-4 mengalami peningkatan secara nyata dibanding hari ke-1

(p>0.05).

Semua kelompok domba yang diberi perlakuan mengalami peningkatan

jumlah eosinofil. Peningkatan yang nyata ditunjukan oleh kelompok P1, P2, K+,

dan K-. Hal ini disebabkan karena adanya parasit yang diinfestasi ke dalam tubuh

domba. Sesuai literatur, eosinofil akan meningkat saat tubuh terinfeksi parasit. Hal

ini tidak terjadi pada kelompok Ko karena tidak diinfeksi dengan larva C.

bezziana. Peningkatan eosinofil yang tinggi menunjukkan bahwa infeksi parasit

yang dialami domba cukup parah, namun kandungan zat aktif pada sirih merah

dan binahong yaitu flavonoid, saponin, alkaloid dan polifenol dapat menahan

peningkatan eosinofil karena zat-zat aktif tersebut bersifat sebagai larvasida

(Christiawan 2010, Kumalasari 2011). Krim dengan konsentrasi 4% memberikan

hasil jumlah eosinofil lebih rendah dibanding konsetrasi 2%, diduga kandungan

zat aktif pada sirih merah dan binahong dengan konsentrasi 4% lebih efektif

dalam membunuh larva C. bezziana.

Jumlah eosinofil kembali menurun pada akhir pengamatan. Penurunan nyata

jumlah eosinofil ditunjukan pada kelompok P1, P2, dan K+. Pengobatan

menggunakan sirih merah dan binahong menunjukkan penurunan jumlah eosinofil

dalam darah domba. Hal ini disebabkan karena salah satu zat aktif dari sirih merah

dan binahong yaitu flavanoid dapat masuk ke tubuh larva dan merusak sistem

pernapasan sehingga larva tidak bisa bernapas dan mati, sedangkan saponin,

alkaloid, dan polifenol dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa

traktur digestivus larva sehingga traktus digestivus menjadi korosif (Cania 2013).

Jumlah larva yang menurun pada luka terbuka domba tentu akan sebanding

11

dengan penurunan jumlah eosinofil dalam tubuh domba karena eosinofil berfungsi

untuk mengatasi infeksi parasit. Jumlah eosinofil domba yang diobati dengan

krim konsentrasi 2% dan 4% pada akhir pengamatan tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan.

Basofil

Basofil merupakan leukosit yang sangat berperan pada reaksi alergi. Hal ini

merupakan akibat dari antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu

immunoglobulin tipe E (IgE) mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat

pada basofil (Guyton dan Hall 2008). Menurut Jain (1993) jumlah basofil domba

berkisar antara 0–0.3×103sel/µL. Jumlah basofil domba dapat dilihat pada Tabel

4.

Tabel 4 Jumlah basofil domba yang diinfestasi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong

Kelompok Domba Jumlah basofil (×10

3sel/µL)

Hari ke-1 Hari ke-4 Hari ke-8

Ko 0.04±0.04a

0.03±0.02a

0.04±0.05a

P1 0.09±0.06a

0.49±0.00c

0.24±0.05b

P2 0.06±0.04a

0.31±0.05b

0.26±0.20b

K+ 0.04±0.04a

0.08±0.04a

0.05±0.04a

K- 0.03±0.05a

0.23±0.10b

0.13±0.12b

Ket: Huruf superscript yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan hasil yang

berbeda nyata pada p<0.05. Ko: Kelompok domba yang tidak diberi perlakuan. P1:

Kelompok yang diberi krim 2%. P2: Kelompok yang diberi krim 4%. K+: Kelompok yang

diberi krim asuntol 2%. K-: Kelompok domba yang dilukai dan tidak diobati

Jumlah basofil domba pada hari ke-1 berkisar antara 0.03–0.09×103sel/µL

dan masih berada pada nilai kisaran normal menurut literatur. Jumlah basofil

domba pada hari ke-1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05).

Peningkatan jumlah basofil ditunjukkan pada hari ke-4. Peningkatan yang nyata

ditunjukkan pada kelompok P1, P2, dan K-. Hal ini diakibatkan oleh adanya

infestasi larva C. bezziana yang merupakan benda asing sehingga menyebabkan

hipersensitivitas dan adanya kerusakan jaringan yang hebat (Tizard 2000).

Menurut Guyton dan Hall (2008), peningkatan basofil menunjukkan adanya reaksi

alergi atau hipersensitivitas. Pemberian krim dengan konsentrasi 4% terlihat lebih

efektif dibandingkan krim dengan konsentrasi 2% untuk mempertahankan jumlah

basofil. Hal ini disebabkan oleh kandungan zat aktif yang mampu membunuh

larva C. bezziana sehingga berkurangnya benda asing pada tubuh domba (Cania

2013).

Jumlah basofil mengalami penurunan pada hari ke-8. Krim dengan

konsentrasi 2% dan 4% memberikan hasil yang efektif untuk menurunkan jumlah

basofil. Kedua konsentrasi tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Sirih merah dan binahong memiliki kandungan zat aktif yang bersifat sebagai anti

radang, yaitu flavanoid dan polifenol (Shabella 2013). Minyak atsiri yang

12

terkandung dalam sirih merah juga bersifat sebagai anti radang (Julia 2011). Hal

ini menyebabkan luka yang terdapat pada punggung domba mengalami

persembuhan yang lebih cepat dan menurunnya jumlah benda asing yang masuk,

sehingga basofil dalam darah domba kembali menurun setelah infestasi.

Monosit

Monosit yang masuk ke dalam jaringan akan berubah menjadi makrofag.

Peran utama makrofag adalah memfagositosis, menghancurkan, serta mengelola

partikel asing dan jaringan mati. Partikel asing yang difagositosis oleh makrofag

akan memberikan tanggap kebal apabila partikel asing tersebut kembali masuk ke

dalam tubuh (Tizard 2000). Jumlah monosit domba menurut Jain (1993) berkisar

antara 0–0.75×103sel/µL. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah monosit

berkisar antara 0.15–0.97×103sel/µL. Jumlah monosit domba dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah monosit domba yang diinfestasi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong

Kelompok

Domba

Jumlah monosit (×103sel/µL)

Hari ke-1 Hari ke-4 Hari ke-8

Ko 0.25±0.14ab

0.26±0.13ab

0.21±0.13ab

P1 0.26±0.00ab

0.91±0.06de

0.30±0.14ab

P2 0.15±0.16a

0.97±0.30e

0.79±0.55d

K+ 0.21±0.06ab

0.54±0.08bcd

0.38±0.04abc

K- 0.22±0.13ab

0.71±0.20cde

0.57±0.26bcd

Ket: Huruf superscript yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan hasil yang

berbeda nyata pada p<0.05. Ko: Kelompok domba yang tidak diberi perlakuan. P1:

Kelompok yang diberi krim 2%. P2: Kelompok yang diberi krim 4%. K+: Kelompok yang

diberi krim asuntol 2%. K-: Kelompok domba yang dilukai dan tidak diobati.

Jumlah monosit pada domba pada hari ke-1 berkisar antara 0.15–

0.26×103sel/µL yang sesuai dengan literatur. Domba pada penelitian ini memiliki

jumlah monosit yang berada pada kisaran normal pada hari ke-1. Secara statistik

tidak dijumpai adanya perbedaan jumlah monosit yang nyata antar kelompok

perlakuan (p>0.05).

Domba pada penelitian ini mengalami peningkatan jumlah monosit dalam

darah pada hari ke-4. Peningkatan yang nyata dijumpai pada kelompok P1, P2,

dan K-. Monosit meningkat ketika inflamasi, infeksi virus, parasit, leukemia

monositik, dan anemia (Tizard 2000). Hal ini disebabkan karena adanya larva C.

bezziana yang merupakan partikel asing dan adanya inflamasi akibat luka dari

gigitan larva tersebut. Monosit bertugas untuk memfagosit mikroorganisme, sel

mati, dan partikel asing (Effendi 2003). Luka terbuka akan menyebabkan

masuknya mikroorganisme dan partikel asing masuk ke dalam tubuh domba,

maka pembentukan monosit meningkat untuk memfagosit benda-benda tersebut

(Macer 2003).

Setiap kelompok domba mengalami penurunan jumlah monosit pada hari

ke-8. Penurunan yang nyata dapat dilihat pada kelompok P1 dan P2. Hal ini

diakibatkan oleh kandungan zat aktif dalam sirih merah dan binahong yang

13

bersifat sebagai anti bakteri, yaitu tanin. Zat aktif ini akan membunuh bakteri

sehingga jumlah monosit dapat kembali turun karena berkurangnya bakteri dalam

tubuh domba (Akiyama et al. 2001). Penurunan monosit juga bisa disebabkan

karena penurunan kadar infeksi dan kondisi luka yang sudah membaik pada hari

ke-8 sehingga kebutuhan monosit semakin berkurang.

Limfosit

Limfosit berfungsi untuk memproduksi antibodi yang akan menanggapi

antigen yang dibawa oleh makrofag. Jumlah limfosit domba berkisar antara 2–

9×103sel/µL (Jain1993). Limfosit lebih banyak berada dalam aliran darah pada

saat sehat. Limfosit akan memproduksi antibodi dan melawan infeksi pada

jaringan apabila ada stimulus dari reaksi antigen menyebabkan jumlahnya

menurun saat ada gangguan pada tubuh (Foster et al 2008). Jumlah limfosit

domba dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah limfosit domba yang diinfestasi larva C. bezziana dengan

pengobatan krim kombinasi sirih merah dan binahong

Kelompok

Domba

Jumlah limfosit (×103sel/µL)

Hari ke-1 Hari ke-4 Hari ke-8

Ko 4.72±0.76cde

5.20±0.69de

5.38±0.56ef

P1 4.20±0.10bcde

3.00±0.45ab

6.82±0.99fg

P2 4.21±0.30bcde

3.35±1.67abc

8.10±1.37g

K+ 4.25±0.34bcde

3.61±0.73bcd

5.52±1.65ef

K- 5.48±0.08ef

1.81±0.57a

3.16±0.55abc

Ket: Huruf superscript yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan hasil yang

berbeda nyata pada p<0.05. Ko: Kelompok domba yang tidak diberi perlakuan. P1:

Kelompok yang diberi krim 2%. P2: Kelompok yang diberi krim 4%. K+: Kelompok yang

diberi krim asuntol 2%. K-: Kelompok domba yang dilukai dan tidak diobati.

Tabel 6 menunjukkan hasil jumlah limfosit domba pada hari ke-1 berkisar

antara 4.20–5.48×103sel/µL yang sesuai dengan literatur. Semua kelompok domba

memiliki jumlah limfosit yang normal pada hari ke-1. Setiap kelompok domba

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05).

Semua kelompok domba mengalami penurunan jumlah limfosit pada hari

ke-4. Penurunan jumlah limfosit yang nyata berada pada kelompok K-. Penurunan

limfosit dapat disebabkan karena infeksi dan stres (Addah dan Yakubu 2008).

Infestasi larva menyebabkan luka terbuka yang mengakibatkan terjadinya infeksi

pada tubuh domba. Pada hari ke-4 domba mengalami penurunan daya tahan

tubuh, dan dari hasil penelitian terlihat terjadinya penurunan jumlah limfosit.

Limfosit berperan dalam memproduksi antibodi sebagai respon tanggap kebal

terhadap antigen (Tizard 2000). Penurunan daya tahan tubuh domba diduga

karena menurunnya jumlah limfosit. Krim dengan konsentrasi 2% dan 4% mampu

mempertahankan jumlah limfosit, sama seperti krim asuntol 2%.

14

Pengambilan darah pada hari ke-8 menunjukkan peningkatan jumlah

limfosit pada semua kelompok, kecuali kontrol. Peningkatan jumlah limfosit

mencerminkan peningkatan respon imun. Pemberian krim kombinasi sirih merah

dan binahong 4% menunjukkan peningkatan jumlah limfosit tertinggi pada hari

ke-8. Kondisi ini menggambarkan tubuh memiliki kemampuan untuk

mengeliminir antigen semakin baik. Kandungan saponin dalam sirih merah

memiliki sifat sebagai imunomodulator (Lamore et al. 2010). Pengobatan dengan

binahong terbukti bersifat anti bakteri sehingga dapat mengurangi infeksi

sekunder dan kadar antigen yang menyebabkan menurunnya jumlah limfosit

(Mufid 2010).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian krim kombinasi sirih merah dan binahong 2% dan 4% pada

kejadian miasis dapat menurunkan jumlah neutrofil, eosinofil, basofil, dan

monosit serta meningkatkan jumlah limfosit. Krim kombinasi sirih merah dan

binahong 4% memberikan gambaran profil leukosit yang lebih baik dibanding 2%.

Saran

Krim kombinasi sirih merah dan binahong perlu diuji lebih lanjut mengenai

stabilitas sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu panjang. Pemberian krim

kombinasi sirih merah dan binahong dapat diuji langsung pada kasus miasis di

lapang.

DAFTAR PUSTAKA

Addah W, Yakubu AP. 2008. Comparative study of the eefects of gastrointestinal

parasites on differential leukocyte of Djallonke sheep kept under extensive

and semi-intensive management systems in Nothern Gana. Niger Vet J.

29(1):1–10.

Akiyama H, Fujii K, Yamasaki O, Iwatsuki T. 2001. Antibacterial action of

several tannins agains Staphylococcus aurius. J Antimicrob Chemother.

48(1):487–491.

Brown BA. 1980. Hematology: Principles and Procedures. Philadelphia (US):

Lea & Febiger.

Cania E. 2013. Uji efektivitas larvasida ekstrak daun legundi (Vitex trifolia)

terhadap larva Aedes aegypti. MAJORITY. 2(4).

Caceci T. 1998. Formed elemen of blood. J Cancer. 11(3):1743–1826.

Christiawan A, Perdanakusuma D. 2010. Aktivitas Antimikroba Daun Binahong

Terhadap Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus yang

15

Sering Menjadi Penyulit pada Penyembuhan Luka Bakar. Surabaya (ID):

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

De Roos AJ, Zahm SH, Cantor KP, Weisenburger DD, Holmes FF, Burmeister

LF, Blair A. 2003. Integrative assessment of multiple pesticides as risk

factors for non-hodgkin’s lymphoma among men. Occup Environ Med.

60(1):11.

Effendi Z. 2003. Peranan leukosit sebagai anti inflamasi alergik dalam tubuh

[Internet]. Sumatera Utara (ID): Bagian Histologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. [diunduh 2015 Nov 12]. Tersedia pada

http://library.usu.ac.id /download/fk/histologi-zukesti2.pdf.

[FAO] Food and Agriculture Organisation. 2002. Conserving and Developing

Farm Animal Diversity. Rome (IT) : Secretariat of the report on the state

of the World’s Animal Genetic Resources.

Foster R, Narthy S, Hooly N. 2008. Complete Blood Count [Internet]. [diunduh

2015 Jul 04]. Tersedia pada http://peteducation.com.

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati et al,

penerjemah. Jakarta (ID): EGC.

Herisuparman. 2000. Studi Efektivitas Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda

citrifolia) sebagai Althelmintika pada Domba yang Diinfeksi Haemonchus

contortus. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia (US): Lea &

Febiger.

Julia R. 2011. Daya anti mikroba ekstrak dan fraksi daun sirih merah (piper betle

lim). Jurnal Ilmu Dasar. 12(1):6–12.

Juliantina FR, Dewa ACM, Bunga N, Titis N, Endrawati TB. 2009. Manfaat sirih

merah (Piper crocatum) sebagai agen anti bakterial terhadap bakteri gram

positif dan gram negatif. JKKI. 1(1):12–20.

Kumalasari E, Sulistyani N. 2011. Aktivitas antifungi ekstrak etanol batang

binahong (Anredera cordifolia (Tenore) steen.) terhadap Candida albicans

serta skrining fitokimia. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 1(2):51–62.

Kumarasinghe SPW, Karunaweera ND, Ihalamulla RL. 2000. A study of

cutaneous myiasis in Sri Lanka. Int J Dermatol. 39(1):689–694.

Lamore SD, Cabello CM, Wondrak GT. 2010. The topical antimicrobial zinc

pyrithione is a heat shock response inducer that causes DNA damage and

PARP-dependent energy crisis in human skin cells. Cell Stress

Chaperones. 15(3):309–22.

Lawhead B, James MB. 2007. Introduction to Veterinary Science. New York

(US): Thomson Delmar Learning.

Macer VJ. 2003. Veterinary Clinical Laboratory Technique [Internet]. [diunduh

2016 Mei 07]. Tersedia pada http://www.

Medaille.edu/vmacer/204_lec5_wbca_ study.htm.

Manoi. 2009. Binahong Sebagai Obat. WARTA Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Industri. 15(1):3–5.

Mufid K. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera

Cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan

Pseudomonas Aeruginosa. Malang (ID) : Universitas Islam Negeri Malang.

Partoutomo S . 2000. Epidemiologi dan pengendalian myiasis di Indonesia.

Wartazoa. 10(1):20–27.

16

Prasuna CP, Chakradhar RPS, Rao JL, Gopal NO. 2009. EPR and IR spectral

investigations on some leafy vegetables of Indian origin. Andhra Pradesh

(IN) : University of Sri Vankateswara

Putra SE. 2008. Gambaran sel darah putih (leukosit) domba lokal (Ovis aries)

yang diimunisasi dengan ekstrak caplak Rhipicephalus sanguineus.

[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Bogor.

Rohela M, Jamaiah I, Amir L, Nissapatorn V. 2006. A case of auricular miasis in

Malaysia. J Trop Med Public Health. 37(3):91–98.

Shabella R. 2013. Terapi Daun Binahong. Jakarta(ID): Cable Book.

Shin H, Kwon OS, Hyun C. 2009. Clinical effi cacies of topical agents for the

treatment of seborrhoeic dermatitis of the scalp: A Comparative study. J

Dermatol. 36(1):131–137.

Spradbery JP, Brown GW, Green PE, Urech R, Tozer RS, Mayer DG, Kan YT.

2012 . Field assessment of synthetic attractants and traps for the Old

World screw-worm fly, Chrysomya bezziana. Vet Parasitol. 187(1):486–

490.

Staric J, Zandik T, Virdih A, dan Verglez-Rataj. 2001. Cutaneous myiasis in two

sheep. Slov Vet Res. 39(4): 243–250.

Stocham SL, Scott MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology 2nd

edition. Lowa State (US): Blacwell.

Sumartiningsih S. 2011. The Effect of Binahong to Hematoma. Semarang (ID) :

Department Sport Science in Semarang State University.

Tizard IR. 2000. Pengantar Imunologi Veteriner. Soehardjo H, penerjemah.

Surabaya (ID): Universitas Airlangga.

Traversa D, Otranto D. 2006. A new approach for the diagnosis of myiasis of

animals, The example of horse nasal myiasis. Vet Parasitol. 14(1):186–

190.

Urech R, Green PE, Muharsuni S, Maryam R, Brown G, Spradbery JP, Tozer R.

2008. Improvement to Screwworm Fly Traps and Selection of Optimal

Detection Systems. Queensland (AU): Department of Primary Industries

and Fisheries.

Wardani RK. 2012. Uji Efektifitas Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum)

Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila Secara In Vitro. Surabaya (ID) :

UNAIR.

Wardhana AH. 2006. Chrysomya bezziana, the cause of myiasis on animal and

human, problem and control. Wartazoa.16(1):146–159.

Wardhana AH, Muharsini S, Santosa S, Arambewela LSR, Kumarasinghe SPW.

2011. Pengobatan Myiasis dengan sediaan krim minyak atsiri daun sirih

hijau (Piper betle L) pada domba yang diinfestasi dengan larva Chrsomya

bezziana. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor

(ID): Balai Penelitian Veteriner.

Werdhany WI, Anthoni MSS, Setyorini W. 2008. Sirih Merah. Yogyakarta (ID):

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. 2001. Goodman and Gillman’s the

pharmacological basis of therapeutic. 10th ed. Dermatol Pharmacol. New

York (US) : McGraw Hill. 2001(1): 1795–1814.

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Desember 1994 dari ayah

Ikawarsa Hady Tj dan ibu Sutriyanti Kumala. Penulis merupakan putri pertama

dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Ricci I pada tahun

2000, dilanjutkan ke SD Ricci I. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan

pendidikan di SMP Ricci I dan melanjutkan pendidikan di SMA Ricci I. Pada

tahun 2012, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN

(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Penulis memilih program

studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti

perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota Himpunan Minat Profesi (HIMPRO)

Satwa Liar periode 2013–2014.