potensi kebangkrutan bank perkreditan rakyat...
TRANSCRIPT
POTENSI KEBANGKRUTAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONAL DI
SUMATERA BARAT
Ika Yuanita, SE, MM 1)
, Nurhayati, SE, MM 2)
1) Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Padang, Padang
Kampus Limau Manis – Padang
Email : [email protected] 1)
, [email protected] 2)
Abstract
The specific purpose of this study was identified bankruptcy predictors of rural banks (BPR); classified
BPR into groups bankrupt or not bankrupt through Discriminant Altman Z-Score approach;
established, developed, and analyzed bankruptcy prediction model of BPR conventional in West Sumatera
through logistic regression approach. Research designed as an organizational outcomes-exploratory
approach with objects of BPR conventional has been operating in area of Bank Indonesia Padang.
Sample obtained by purposive sampling technique and discriminant analysis of the Altman Z-Score
during five years period (panel data) and logistic regression with model simulation as an analytical
research method. The results indicates that capital risk, adequate risk, management risk, earning risk,
and liquidity risk as proxy CAMEL ratios; size, market share, and customer number as BPR
characteristics; inflation and interest rate as regional macroeconomic variables are significant to
predict bankruptcy level of BPR conventional in West Sumatera. This research proposes some
recommendations in order to improve business continuity and to reduce potensial bankrupt level of
BPR as follows increasing financial performance efficiency in order to reduce bankruptcy level,;
acquiring alternative source fund with lower cost; improving ability of bank personnels in order to get
good bank management and service; decreasing non-performing loans and increasing retained earning
level by improved competency in evaluating and controling credit; increasing external side respond
to control inflation and interest rate, and in addition, this research also suggests that intervention is
needed in creating conducive business environment for BPR conventional by central bank,
government, and Perbarindo association.
Keywords : Bankruptcy, Financial Ratio, Rural Banks (BPR), Macroeconomics, Logistic Regression.
1. Pendahuluan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah salah satu bentuk lembaga keuangan mikro yang telah
memiliki akar dalam sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Sumatera Barat. Perkembangan BPR
konvensional hingga tahun 2010 berjumlah sebanyak 104 unit dengan jumlah nasabah sebanyak
810.482 rekening dan pertumbuhan aset sebesar 14,70% (Rp. 1,17 triliun) dibanding tahun 2009 hanya
sebesar Rp. 1,02 triliun. Gempa bumi di Sumatera Barat dan krisis global tahun 2009 memberikan
dampak negatif bagi perekonomian daerah, terbukti bahwa tahun 2010 inflasi sebesar 1,78% dan
rendahnya pertumbuhan ekonomi sebesar 5,94% dibanding nasional sebesar 6,22%. Akibatnya, tekanan
kredit bermasalah BPR semakin tinggi dengan NPL pada triwulan IV-2010 sebesar 8,64% lebih tinggi
dari NPL yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5% (BI Padang, 2014).[10] Akibatnya, hingga akhir
tahun 2013 lalu, jumlah BPR konvensional berkurang menjadi 93 unit karena telah terlikuidasi 11 unit
BPR dengan ROA dan ROE (1,39% dan 11,63%) (Perbarindo Sumatera Barat, 2014).[27]
Kondisi
iniliah yang mendorong perlunya dilakukan sebuah penelitian tentang model prediksi potensi
kebangkrutan usaha sebagai Early Warning System (EWS) bagi para regulator, pembuat kebijakan,
auditor, pemilik, pemegang obligasi atau investor, kreditur, dan bahkan masyarakat umum di
Sumatera Barat.
BPR mempunyai peranan yang sangat penting, salah satunya menjaga kestabilan moneter yang
disebabkan atas kebijakannya terhadap simpanan masyarakat serta sebagai lalu lintas pembayaran. BPR
itu sendiri merupakan suatu badan usaha yang tujuannya menghasilkan keuntungan atau laba yang
memiliki prinsip going concer, artinya kegiatan usaha harus dilakukan secara terus-menerus tidak hanya
198
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
sesaat atau sekali selesai lalu tidak berkelanjutan (Mongid, 2000:5).[25] Salah satu pendekatan yang
dapat digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan BPR adalah dengan menggunakan rasio keuangan
Capital, Assets quality, Management, Earnings dan Liquidity (CAMEL) sebagaimana ditetapkan dalam SK
Direksi Bank Indonesia. No. 30/12/KEP/DIR dan Surat Edaran No. 30/3/UPPB, 30 April 1997 tentang
Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.[7][8][9] Hasil pengukuran
berdasarkan alat analisis CAMEL diterapkan untuk menentukan tingkat kesehatan bank dengan 4
predikat yaitu “sehat”, “cukup sehat”, “kurang sehat” dan “tidak sehat”. BPR di Sumatera Barat, cikal
bakal BPR adalah Lumbung Pitih Nagari, lembaga kemasyarakatan yang berfungsi membantu masyarakat
dalam bidang permodalan usaha kecil. Namun, permasalahan utama BPR konvensional di Sumatera
Barat adalah eksistensi BPR dimaksudkan untuk menjangkau masyarakat dari golongan ekonomi lemah
dan pengusaha kecil baik di pedesaan maupun di perkotaan, cenderung menerapkan mekanisme
pelayanan jasa yang lebih sederhana, tingkat suku bunga yang lebih tinggi, dan lebih bersikap proaktif
dalam mencari nasabah serta jumlah modal lebih kecil dibandingkan dengan bank umum, tingkat
profitabilitas dan pembayaran utang jangka pendek masih rendah, dan lebih berkonsentrasi pada
pemberian kredit dan deposito dibanding tabungan. Sehingga dalam jangka panjang sulit untuk mencapai
kinerja keuangan yang lebih baik karena sering mengalami kredit macet bahkan dengan laba yang rendah
dan menderita kerugian hamper 75% dari modalnya (BI Padang, 2014).[10]
Berdasarkan kondisi yang telah dikemukakan di atas, maka diperlukan kajian mendalam untuk
mengevaluasi dan mengembangkan model prediksi potensi kebangkrutan BPR di Sumatera Barat.
Model yang sebelumnya digunakan adalah Analisis Trend, Model Analisis Diskriminan, CAMEL,
Regresi Logistik, Credit Scoring Model, bahkan Neuralistic Network oleh Beaver (1966 dan 1968),
Altman (1968, 1977, dan 1984), Blum (1974), Ohlson
(1980), dan Zmijewski (1983)[40] serta Gilbert, et. al. (1990) dan Wilopo (2001) hanya
mengandalkan analisis
kinerja keuangan berdasarkan rasio keuangan bank umum atau perusahaan saja. Akan tetapi, menurut
Ross (2004) selain indikator rasio keuangan (36,0%), suatu bisnis dapat mengalami kegagalan
disebabkan oleh faktor ekonomi (55,1%), faktor penyelewengan, konflik, dan kesalahan manajemen
(7,1%), dan faktor lainnya (1,8%). Dalam periode laporan keuangan tahun 2009 s/d 2013 yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI Padang, 2014), tercatat bahwa terdapat 104 BPR konvensional
yang tersebar pada kabupaten/kota di Sumatera Barat. Namun, seiring dengan pemberlakuan SK Direksi
Bank Indonesia No. 30/12/KEP/DIR dan Surat Edaran No. 30/3/UPPB serta Surat Edaran No. 30/3/UPPB,
kondisi BPR konvensional di Sumatera Barat pada tahun 2013 telah dilikuidasi sebanyak 11 unit (5
BPR di Kota Padang, 2 BPR di Kota Sawahlunto, 1 BPR di Kabupaten Tanah Datar, 2 BPR di
Kabupaten Pesisir Selatan, dan 1 BPR di Kabupaten Solok). Hingga akhir tahun 2013, Perbarindo
Sumatera Barat (2014) mencatat bahwa terdapat 93 BPR konvensional yang masih aktif dengan rata-rata
aset sebesar Rp. 1.335 juta dan kredit yang diberikan sebesar Rp. 995 juta. Namun, kondisi tersebut masih
menjadi pengawasan ketat Bank Indonesia dan sangat mengkhawatirkan kinerja BPR kedepan karena
angka rata-rata NPL, ROA, ROE, LDR, BOPO, dan CAR yang masih rendah masing-masing sebesar
6,80%, 1,39%, 11,63%, 72,98%, 89,58%, dan 18,83%.
Tujuan penelian ini adalah : 1) Untuk mengindentifikasikan prediktor-prediktor
kebangkrutan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) konvensional di Sumatera Barat dengan menggunakan
rasio keuangan sebagai proxy CAMEL, karakteristik BPR, dan variabel makroekonomi regional; 2)
Untuk mengklasifikasikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) konvensional yang ada di Sumatera Barat ke
dalam kelompok/kategori bangkrut atau tidak bangkrut melalui pendekatan Analisis Diskriman Altman Z-
Score; 3) Untuk membentuk, mengembangkan, dan menganalisis model prediksi potensi kebangkrutan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) konvensional di Sumatera Barat dengan menggunakan rasio keuangan,
karakteristik BPR, dan variabel makroekonomi regional melalui pendekatan Logistic Regression; dan 4)
Unuk merekomendasikan kebijakan yang dihasilkan oleh model prediksi potensi kebangkrutan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) konvensional di Sumatera Barat sebagai prediktor kinerja keuangan,
kelangsungan usaha, dan Early Warning System (EWS) bagi stakeholder dan shareholder dalam
mengambil keputusan.
199
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep, Penyebab, dan Teknik Prediksi Kebangkrutan
Kebangkrutan (bankruptcy) adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan
dana untuk menjalankan usahanya. Undang-undang Kepailitan No. 4 tahun 1998, debitur yang
mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya
sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.[21] Brigham dan Ehrhrardt (2008),
manajemen sering mengalami kegagalan akibatnya prospek perusahaan tidak jelas, perusahaan
menjadi tidak sehat bahkan mengalami krisis berkepanjangan akhirnya mengarah pada kebangkrutan, dan
kegagalan perusahaan dalam menghasilkan laba.[12]
Kebangkrutan sebagai suatu kegagalan sebuah
perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian (Ross, et. al, 2004), kegagalan ekonomi (economic
distressed) berarti perusahaan kehilangan uang atau pendapatan, perusahaan tidak mampu menutupi
biayanya sendiri dan kegagalan keuangan (financial distressed) dalam pengertian kas atau dalam
pengertian modal kerja.[31]
Kegagalan ekonomis berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu
menutup biayanya sendiri. Sedangkan kegagalan keuangan berarti jika perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajiban pada waktunya harus dipenuhi, walaupun harta totalnya melebihi kewajiban
totalnya (Brigham dan Ehrhart, 2008).[12]
Dun dan Bradstreet (1994) mengungkapkan bahwa faktor-faktor penyebab kebangkrutan adalah
adanya faktor ekonomi, keuangan, pengalaman, kelalaian, bencana dan kecurangan.[14]
Namun
menurut Brigham dan Ehrhart (2008), ada tiga jenis kegagalan perusahaan yaitu perusahaan yang
menghadapi technically insolvent, jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya yang segera
jatuh tempo tetapi aset perusahaan nilainya lebih tinggi daripada hutangnya; perusahaan yang menghadapi
legally insolvent, jika nilai asset perusahaan lebih rendah daripada nilai hutang perusahaan; dan perusahaan
yang menghadapi kebangkrutan yaitu jika tidak dapat membayar hutangnya dan oleh pengadilan
dinyatakan pailit.[12]
Sementara menurut Richardson (1998), faktor penyebab kegagalan suatu
perusahaan pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi dua, sebab intern adalah sebab-sebab yang
timbul dari dalam perusahaan itu sendiri, yang meliputi sebab finansial maupun non finansial dan sebab
ekstern adalah sebab- sebab yang timbul atau berasal dari luar perusahaan dan yang berada diluar
kekuasaan atau kontrol dari pimpinan perusahaan atau badan usaha.[30]
Sedangkan menurut Almilia dan
Kristijadi (2003) bahwa kebangkrutan perusahaan dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor yang
bersifat umum seperti sektor ekonomi, sosial, teknologi dan pemerintah.[5]
Teknik analisis prediksi kebangkrutan suatu perusahaan secara umum adalah Analisis
Trend, suatu perusahaan diramalkan menuju kebangkrutan bila hasil analisis trend terhadap posisi keuangan
menunjukkan kecenderungan menurunnya posisi kas pada bank, modal kerja dan over investment pada
aktiva lancar (Wild, et. al, 2005).[35] Analisis Rasio Keuangan, penggolongan rasio keuangan seperti
rasio likuiditas (Altman, 1973)[2], rasio aktivitas (Altman, 1993)[4], rasio laverage atau
solvabilitas (Altman, 1984)[3], dan rasio rentabilitas atau profitabilitas (Platt dan Platt, 2002).[28]
Analisis Diskriminan, Altman (1968 [1]
kombinasi rasio dan teknik statistic analisis diskriminasi
menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari
beberapa pengelompokan yang bersifat apriori. Altman (1973)[2]
, kemudian mengembangkan model
alternatif dengan menggantikan nilai pasar menjadi nilai buku untuk perusahaan yang go public dan
tidak go public. Credit Scoring Model, model skoring menggunakan variabel kredit dan kombinasi
indikator kinerja keuangan perusahaan secara kuantitatif dengan beberapa variabel kualitatif dari elemen-
elemen dalam kredit (Altman, 1993).[4]
200
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
2.2 Variabel Makroekonomi Sebagai Prediktor Kebangkrutan
Liou dan Smith (2007), secara umum banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kebangkrutan salah
satunya keadaan ekonomi dimana perusahaan sedang beroperasi seperti fluktuasi inflasi dan tingkat suku
bunga, GNP, ketersediaan kredit, ketenagakerjaan, proses dan privatisasi perusahaan.[22]
Sedangkan
Mensah (1984), proses perusahaan yang mengalami kebangkrutan umumnya berangsur-angsur dan
tanda kegagalan itu adalah penilaian kinerja perusahaan yang semakin menurun yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan.[24]
Metode empiris tentang hubungan struktur dan perilaku
dengan kinerja keuangan suatu industri secara mikro dikembangkan oleh Bain (1960) yaitu Structure-
Conduct-Performace (SCP) dengan menekankan pada Eficiency Structure (EEF). Metode ini
dikembangkan kembali oleh Goldberg (1993) tentang hubungan antara kinerja dengan profitabilitas
dalam industri perbankan di Eropa. Hubungan kedua hal di atas dapat diukur berdasarkan proxy
keuangan (CAMEL) dan non keuangan (PDRB, inflasi, suku bunga, dan manajemen serta karakteristik
bank). Pada kenyataannya, industri perbankan dalam operasinya selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor
non keuangan baik yang berada dalam kinerja keuangan bank maupun gejolak dan fluktuasi
variabel-variabel dari luar proxy rasio keuangannya.[15]
Pendekatan Eficiency Structure (EEF)
Goldberg (1993) juga menekankan pada hubungan antara faktor-faktor non keuangan suatu bisnis
seperti karakteritik usaha (jumlah pelanggan, lokasi, budaya, kepemilikan, dan pangsa pasar) dengan
kemampuan perusahaan dalam meningkatkan laba dan kelangsungan usaha.[15] Hal ini juga dikemukakan
oleh Ross (2004) bahwa selain faktor keuangan (rasio-rasio keuangan perusahaan), faktor ekonomi
juga menjadi indikator yang menjadi penyebab kegagalan bisnis suatu perusahaan seperti kelemahan
industri dan kekurangan lahan/lokasi, serta faktor keuangan seperti hutang yang berlebihan dan modal
yang terbatas.[31]
2.3 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan CAMEL System
Undang-undang RI No. 7/1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang No. a10/1998, BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Usaha BPR meliputi, menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; memberikan
kredit; menyediakan pembinaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito
berjangka, sertifikat deposito dan tabungan pada bank lain. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.
30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat, penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat oleh Bank Indonesia dilakukan dengan
melihat faktor Capital (Permodalan), Asset quality (Kualitas Aset), Management (Manajemen), Earnings
(Kemampuan mencetak laba) dan Liquidity (Likuiditas) atau biasa disingkat dengan CAMEL. Khusus
untuk BPR, digunakan penilaian dengan menggunakan rasio keuangan CAMEL sebagaimana ditetapkan
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 dan Surat
Edaran No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat. Hasil pengukuran berdasarkan alat analisis CAMEL diterapkan untuk
menentukan tingkat kesehatan bank yang dikategorikan dalam 4 predikat yaitu : “sehat”, “cukup sehat”,
“kurang sehat” dan “tidak sehat”.[7][8][9]
2.4 Studi Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang prediksi kebangkrutan suatu bisnis dan bank sudah menjadi penelitian yang
populer dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, diantaranya Beaver (1966), terdapat 5 rasio yang
digunakan dalam memprediksi kegagalan perusahaan, yaitu rasio kas terhadap utang, rasio
penerimaan terhadap aset, rasio aset terhadap utang, rasio utang terhadap aset, dan rasio modal
terhadap aset menggunakan regresi logistik.[11] Altman (1968), model ini ternyata mampu
memperoleh tingkat ketepatan prediksi sebesar 95% untuk data satu tahun sebelum kebangkrutan dan
201
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
dua tahun sebelum kebangkrutan dengan tingkat ketepatan sebesar 72% dengan menggunakan
multiple discriminant analysis.[1]
Ohlson (1980), model size merupakan prediktor yang paling penting
dalam memprediksi kebangkrutan, dengan ketepatan prediksi untuk seluruh variabel laporan
keuangan sebesar
96,3% dengan sampel amatan 105 perusahaan bangkrut dan 2058 perusahaan tidak bangkrut periode
1970-1976, menggunakan analisis logit kondisional.[26]
Cumming & Sunny (1981), kebangkrutan
merupakan fungsi dari pertumbuhan tingkat konsumsi, investasi pemerintah, tenaga kerja, dan tingkat
suku bunga serta pertumbuhan tingkat profit ekspor pada perusahaan Jepang dan UK tahun 1973-1982
dengan menggunakan analisis determinan dan logit.[13] Rose, et. all (1982), indikator kondisi
makroekonomi dan rasio keuangan perusahaan seperti pengangguran, EAT/pendapatan perusahaan, surat-
surat berharga jangka pendek, penjualan ritel/GNP, dan indek harga saham. Koefisien determinasi dari
seluruh variabel penelitian terhadap prediksi kebangkrutan sebesar 91,20% dengan menggunakan analisis
determinan.[31]
Altman (1984), terdapat 5 kategori indikator makroekonomi dalam penelitiannya yaitu pertumbuhan
ekonomi, GNP, kondisi kredit atau tingkat suku bunga, indeks harga saham, dan harga yang dinilai dari
nilai tukar mata uang dalam melakukan pembelian input perusahaan dapat digunakan dalam memprediksi
kebangkrutan usaha dengan menggunakan analsisi determinan.[3]
Khoufi (1995), kebangkrutan
perusahaan pada SMEs di Tunisia tahun 1975-1992 dengan indikator ekonomi makro GDP, jumlah uang
beredar, pertumbuhan perusahaan baru, dan tingkat suku bunga. Indikator tersebut berpengaruh
terhadap keabngkrutan perusahaan SMEs dengan tingkat signifikansi koefisien determinasi > 50%
atau 98,13% dengan menggunakan analisis determinan.[19] Surifah (1996), rata-rata rasio CAMEL
bank yang tidak gagal lebih besar dari rata-rata rasio CAMEL bank yang gagal pada tahun-tahun
sebelum mengalami kegagalan maupun ketidakgagalan dan rasio keuangan dapat digunakan untuk
memprediksi kegagalan suatu bank dengan sampel 26 bank bangkrut dan 26 bank tidak bangkrut dengan
menggunakan analisis logit.[34] Tirapat dan Nittayagasemat (1999), apabila variabel tersebut negatif
maka akan meningkatkan potensi kebangkrutan perusahaan dengan ilustrasi menurunnya GDP
maka menurunkan jumlah uang beredar yang menyebabkan perekonomian menjadi tertutup
sehingga akan meningkatkan kebangkrutan perusahaan dengan pendekatan multinominal logit.[35]
Haryati (2002), terdapat 3 rasio keuangan yang digunakan ternyata rasio ROA, efisiensi,
dan LDR mempunyai perbedaan yang signifikan di antara bank-bank dalam kategori A, B dan C
dengan menggunakan analisis determinan.[17]
Hadad, dkk (2004), membentuk model prediksi
kepailitan bank umum di Indonesia berdasarkan laporan keuangan bank yang bersangkutan melalui
pendekatan analisis faktor dan logit.[16]
Wilopo (2001), terdapat 235 bank pada akhir tahun 1996
untuk memprediksikan kebangkrutan bank adalah rasio keuangan dan karakteristik bank (13 rasio),
besaran (size) bank yang diukur dengan log. assets, dan variabel dummy (kredit lancar dan manajemen),
secara keseluruhan tingkat prediksi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini tinggi (lebih
dari 50% sebagai cut-off value-nya). Tetapi jika dilihat dari tipe kesalahan yang terjadi tampak bahwa
kekuatan prediksi untuk bank yang dilikuidasi 0 persen karena dari sampel bank yang dilikuidasi,
semuanya diprediksi tidak dilikuidasi dengan menggunakan analisis CAMEL dan dummy variabel.[37]
Liou & Smith (2007), prediksi kebangkrutan pada seluruh perusahaan non manufaktur di Australia tahun
1998-2001.[22]
Beberapa variabel yang digunakan oleh Altman (1973) dalam Z Score modelnya dan
beberapa variabel makroekonomi seperti GDP, indeks harga konsumen, nilai tukar mata uang, dan
tingkat inflasi. kefektifan prediksi kegagalan perusahaan ditentukan oleh rasio keuangan yang berkisar
antara 50-60% dan variabel makroekonomi yang berkisar antara 56-64% terhadap kegagalan perusahaan
non manufaktur.[2]
Yuanita (2011), kesulitan keuangan industri tekstil dan garmen di pasar modal
sebanyak 8 sampel (2005-2008). Rasio CA/CL, rasio NI/Sales, rasio CL/TA, dan rasio NI/TA-Growth
dapat digunakan sebagai prediktor kondisi kesulitan keuangan. Tingkat ketepatan model regresi logistik
yang digunakan dalam menjelaskan klasifikasi kondisi perusahaan dalam prediksi financial distress
lebih mampu digunakan untuk memprediksi kondisi perusahaan yang non-distress.[38]
Yuanita
202
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
(2012), potensi kebangkrutan Industri Properti di pasar modal sebanyak 32 sampel (2004-2008) lebih
banyak ditentukan oleh rasio keuangan seperti rasio likuiditas, profitabilitas, aktivitas, dan solvabilitas
dibanding variabel makroekonomi pada saat terjadi krisis global Suprime Mortgage melalui pendekatan
regresi logistik.[39]
3. Metode Penelitian
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini dirancang melalui pendekatan organizational outcome-explorative dan case study
terhadap BPR konvensional di Sumatera Barat. Tahap awal membentuk model prediksi variabel
dependen sekaligus melakukan uji validasinya. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian validasi model
berdasarkan data baru (holdout samples), yaitu :
1) Objek Penelitian, seluruh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) konvensional di Sumatera Barat yang
beroperasi di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Cabang Padang yang berjumlah sebanyak
104 BPR selama periode 2009-2013 (BI Padang, 2014).[10] Sedangkan untuk tahap
pembentukan model prediksi dan validasinya dipisahkan antara populasi untuk modeling dan
populasi untuk validasi. Menurut Sumarno (1994), suatu model seharusnya dievaluasi dengan
menguji akurasi prediksinya berdasarkan design dan validation sample.[32]
Selama data yang
digunakan untuk akurasi validasi berbeda dengan data yang digunakan untuk membentuk fungsi
prediksi maka error rate yang diperoleh adalah unbiased (Rencher, 1995).[29]
2) Teknik Pengambilan Sampel (Sampling Method), diambil berdasarkan metode Purposive
Sampling, yaitu dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau
daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan/kriteria tertentu (Sekaran, 2006).[32]
Adapun
kriteria yang digunakan adalah (Almilia dan Winny, 2005)[6]
: a) BPR konvensional yang
beroperasi di wilayah kerja Bank Indonesia Cabang Padang dan menerbitkan laporan keuangan
secara lengkap selama periode pengamatan tahun 2009-2013; b) Tergabung dan aktif dalam
keanggotaan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Sumatera Barat selama
tahun 2009-2013; c) Tidak masuk dalam program penyehatan dan pengawasan Bank Indonesia
Cabang Padang, tidak mengalami kerugian berturut-turut selama 5 tahun terakhir dan kerugian di
bawah 75%, tidak mengalami penurunan ROE dan ROA, dan memiliki CAR > 4%; d)
Dinyatakan “Tidak Sehat” oleh Bank Indonesia Cabang Padang, mengalami kerugian berturut-
turut selama 5 tahun terakhir dan kerugian di atas 75%, penurunan ROE dan ROA, dan memiliki
CAR < 4%; e) Untuk memberikan hasil pemilihan sampel yang lebih valid, maka digunakan Metode
Altman Z-Score, yaitu : Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 +0,420X4 + 0,998X5; dan f)
Berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan di atas, maka diperoleh sampel penelitian ini sebanyak 57 BPR konvensional di Sumatera Barat dimana secara panel (pooling
data) terdapat 33 BPR (163 periode) yang masuk kategori “Potensial Bangkrut” dan 24 BPR (122
periode) masuk dalam kategori “Tidak Bangkrut”.
3.2 Pembentukan Model dan Teknik Analisis
Penelitian ini menggunakan analisis diskriminan Altman Z-Score dan model logistic
regression untuk membentuk model prediksi potensi kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera
Barat, karena variabel dependen dalam model berbentuk binary atau dummy, yaitu : 1 = “Tidak
Bangkrut” dan 0 = ”Potensial Bangkrut”. Disamping itu, classification accurate dari model logistic
regression ini lebih baik dibanding model lainnya dan tidak sensitif terhadap jumlah sampel atau
frekuensi yang sama (Maddala, 2006).[23] Sedangkan variabel independennya adalah :
1) Rasio Keuangan Proxy CAMEL (SE BI No. 30/3/UPPB/30 April 1997 dan Almilia dan Winny,
2005)[6], yaitu: a) Capital Risk : X1 = Equity (rasio total modal terhadap total aset) dan X2 =
Ncapta (rasio modal dikurangi non performing loan terhadap total aset); b) Adequancy Risk : X3
= Non Performing Loan (bad loan terhadap total kredit) dan X4 = Loanta (rasio kredit lancar
terhadap total aset); c) Management Risk : X5= Insider (batas maksimum pemberian kredit kepada
203
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
pihak terkait terhadap total aset) dan X6 = Overhead (rasio biaya overhead terhadap total
pendapatan) serta X7 = Occupancy (rasio biaya okupansi terhadap total aset rata-rata per tahun);
d) Earning Risk : X8 = Roa (rasio laba sebelum pajak terhadap total rata-rata aset per tahun), X9
= Uncollected (rasio bunga akrual terhadap total kredit), X10 = Lpr (rasio pendapatan propisi dan
administrasi terhadap total kedit), X11 = Icr (rasio biaya bunga terhadap total biaya), dan X12 =
Roe (rasio laba bersih terhadap modal); dan e) Liquidity Risk : X13 = Largetime (rasio DPK
deposan besar terhadap total aset), X14 = Core (rasio DPK deposan kecil terhadap total aset),
dan X15 = Ldr (rasio DPK terhadap total kredit).
2) Karakteristik BPR konvensional (Wilopo, 2001)[37], yaitu : a) X16 = Size (logaritma natural total
aset); b) X17 = Konsentrasi (jumlah BPR dalam suatu lokasi terhadap total BPR); c) X18 =
Owner (dummy 0 untuk BPR Pemerintah dan 1 untuk BPR Swasta); d) X19 = Marketshare (total
kredit BPR sampel terhadap total kredit BPR); e) X20 = Growthnasabah (pertumbuhan jumlah
nasabah).
3) Variabel Makroekonomi Regional (Khoufi, 1995 dan Liou & Smith, 2007)[19][22], yaitu : a) X21
= Perkapita (logaritma natural pendapatan per kapita penduduk); b) X22 = PDRB (pertumbuhan
ekonomi regional); c) X23 = Inflasi (tingkat inflasi regional); dan d) X24 = Sukubunga (tingkat
suku bunga BPR).
Menurut Kuncoro (2007)[20] dan Hair, et. al (1998)[18], model regresi logistik ini lebih akurat
digunakan bila variabel dependennya berbentuk diskrit dan kontinu (campuran) serta tidak memerlukan uji
normalitas data. Sebelum melakukan pengujian hipotesis penelitian tentang ketepatan prediksi
kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera Barat yang telah diajukan, maka terlebih dahulu dilakukan
analisis data dengan uji kelayakan model penelitian, yaitu menilai keseluruhan model (overall model fit).
Model regresi logistik layak dipakai untuk memprediksi kebangkrutan BPR, apabila telah memenuhi
persyaratan dalam analisis induksi yaitu nilai chi square hosmer and lemeshow, omnibus tests of model
coefficients, penilaian secara keseluruhan model regresi (overall model of fit) dapat dilakukan dengan
menggunakan nilai -2 Log Likelihood pada Block 0 dan Block 1, dan pengujian nilai matriks
koefisien korelasi (correlation matrix). Untuk melihat pengaruh atau besarnya kontribusi dari variabel
independen terhadap variabel dependen dalam model penelitian ini maka digunakan uji koefisien
determinasi Niegel Karke (R2). Sedangkan untuk melihat seberapa besar pengaruh dari masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen digunakan koefisien regresinya. Seluruh
pengujian ini dilakukan pada taraf keyakinan atau α = 5% (Hair, et. al, 1998)[18]
. Signifikansi variabel
dalam model penelitian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai Wald Test dan tingkat signifikansi (sig.)
masing-masing variabel independen (rasio keuangan proxy CAMEL, karakteristik BPR, dan variabel
makroekonomi regional) pada taraf keyakinan atau α = 5%.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Perkembangan Jumlah BPR Konvensional dan Makroekonomi
Sumatera Barat
Jumlah BPR konvensional yang ada di Provinsi Sumatera Barat atau wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia (KBI) Cabang Padang dalam 5 tahun terakhir (2009 s/d 2013) mengalami penurunan secara
kuantitas. Hingga tahun 2013, sebanyak 11 unit BPR konvensional yang dilikuidasi oleh Bank Indonesia
murni dari kesalahan pengelolaan BPR, bukan dari faktor ekonomi. Selama tahun 2009 s/d 2013, jumlah
BPR konvensional di Sumatera Barat yang listing dan mempublikasikan laporan keuangan keuangannya
sebanyak 104 unit (BI Padang, 2014).[10] Namun, berdasarkan informasi dari Perbarindo Sumatera Barat
(2014), jumlah BPR berdasarkan lokasinya yang paling up to date, karena sebelumnya banyak BPR yang
telah berpindah-pindah lokasi berkurang menjadi 93 unit. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya BPR
konvensional yang dilikuidasi oleh Bank Indonesia karena bank tak bisa lagi diselamatkan dan
kemudian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan fungsinya sebagai penjaminan simpanan nasabah
bank yang dilikuidasi.[27] Menurut BI Padang (2014) dan Perbarindo Sumatera Barat
204
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
(2014)[10][27], kelembagaan BPR konvensional di Sumatera Barat dapat digolongkan kepada 3 kategori
utama, yaitu Perusahaan Terbatas (PT) sebanyak 73 unit, Perusahaan Daerah (PD) sebanyak 18 unit, dan
Koperasi (KOP) sebanyak 2 unit. Kepemilikan BPR konvensional dari 93 unit di Sumatera Barat
tergolong dalam Binaan Yayasan Gebu Minang (BPR-YGB) sebanyak 44 unit, Binaan Binaan Bank
Pembangunan Daerah Sumatera Barat (Bank Nagari Sumatera Barat) sebanyak 23 unit, dan BPR
Independen sebanyak 26 unit.
Perkembangan usaha BPR konvensional di Sumatera Barat selama 2009-2013 relatif stabil
meskipun akhir tahun 2008 terjadi krisis global (subprime mortgage) tetapi tidak berdampak
signifikan bagi kemajuan industri perbankan daerah. Hanya indikator jumlah unit BPR yang
mengalami penurunan dari 104 unit pada tahun 2009 menjadi 93 unit di tahun 2013, yang disebabkan
oleh kesalahan manajemen usaha. Peningkatan sebesar 6,73% per tahun selama 5 tahun terakhir dari
tabungan terhadap sumber dana BPR konvensional diakibatkan oleh naiknya harga kebutuhan dasar
masyarakat di pedesaan sehingga adanya pengalihan simpanan masyarakat dari deposito ke tabungan,
fasilitas tabungan lebih menarik daripada deposito baik dari sisi suku bunga yang tinggi, jenis tabungan
yang beragam, undian yang menarik, dan kemudahan pencairan dana sewaktu-waktu. Hal ini juga
disebabkan tingginya tingkat suku bunga kredit yang diberikan mengikuti tingkat suku bunga
simpanan yang dijamin oleh Pemerintah. Tingginya tingkat suku bunga kredit tersebut ternyata tidak
menjadi masalah bagi masyarakat untuk melakukan transaksi pinjaman bank yang dibuktikan oleh
semakin besarnya kredit yang diberikan oleh BPR konvensional setiap tahunnya dari Rp. 757.319
juta menjadi Rp. 1.049.878 juta. Strategi yang diambil untuk mengatasi hal ini adalah dengan
melakukan pemberian kredit secara selektif atau melakukan perpanjangan kontrak kredit yang dianggap
layak untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah (macet). Alternatif lainnya adalah penempatan
dana (antarbank aktiva) pada bank umum atau BPR lainnya dalam bentuk deposito. Meskipun secara
angka nominal pemberian kredit mengalami kenaikan, tetapi kebanyakan BPR tidak melalukan
perbaikan kualitas pemberian kredit. Dampaknya adalah lemahnya analisis kredit BPR mengakibatkan
menurunnya modal BPR, laba semakin kecil, dan CAR yang rendah. Namun demikian, BPR
konvensional tidak begitu khawatir karena adanya Program Penjaminan Dana Masyarakat yang
disimpan di BPR. Akan tetapi, secara teoritis dan pengalaman di berbagai daerah, penurunan total
aset BPR konvensional ini akan mengakibatkan cost of fund yang sangat tinggi sehingga pada suatu
saat BPR akan mengalami positive spread yang semakin berkurang. [10][27]
Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan IV 2013 meningkat signifikan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV, ekonomi Sumatera Barat tumbuh 6,8%, jauh meningkat dari
triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 5,6% (yoy). Dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan
ekonomi Sumatera Barat terutama ditopang oleh membaiknya kinerja ekspor dan masih tumbuhnya
konsumsi domestik. Sisi penawaran, tingginya ekspor mendorong pertumbuhan sektor pertanian.
Sementara meningkatnya konsumsi domestik mampu menopang sektor perdagangan, hotel dan restoran
serta sektor angkutan dan komunikasi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2012 telah
meningkat menjadi Rp. 43,91 triliun dari sebesar Rp. 41,29 triliun tahun 2011. Jumlah penduduk
Sumatera Barat tahun 2011 adalah sebesar 4,96 juta jiwa, Tahun 2012 naik menjadi 5,04 juta jiwa dengan
laju pertumbuhan sebesar 1,61%. Sehingga PDRB rill per kapita telah meningkat menjadi Rp. 21,93
juta dari Rp. 20,17 juta pada harga berlaku pada tahun 2011 (BI Padang, 2014).[10]
Sejalan
dengan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat juga berdampak pada
rendahnya tingkat inflasi. Angka inflasi hingga November 2011, adalah 4,87%. Secara struktur
ekonomi, ekonomi Sumatera Barat tahun 2009-2013 masih didominasi oleh tiga sektor ekonomi yaitu
sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran diurutan ke dua dan diikuti oleh sektor jasa-
jasa serta pengangkutan dan komunikasi diurutan ke tiga dan ke empat (BI Padang, 2014).[10]
4.2 Uji Kelayakan dan Kemampuan Prediksi Model Penelitian
Pengujian validasi model dari 104 BPR konvensional di Sumatera Barat periode 2009-2013, dimana
hanya 93 unit yang listing (78 unit reguler published dan 15 unit unpublished) dan 11 unit terlikuidasi Bank
Indonesia Cabang Padang. Dari total validasi model 93 unit diperoleh 36 unit tidak memenuhi
persyaratan purposive sampling. Sehingga diperoleh sampel baru (holdout samples) sebanyak 57 BPR
konvensional di Sumatera Barat secara panel (pooling data) dimana 43 BPR (213 periode) yang masuk
205
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
Iterasi Perhitungan Nilai Chi-Square df Sig. Kesimpulan Step
Block
Mode
69,711
69,711
69,711
24
24
24
0,000
0,000
0,000
Layak Digunakan
kategori “Potensial Bangkrut” dan 14 BPR (72 periode) masuk dalam kategori “Tidak Bangkrut”. Uji
kelayakan model dilakukan sebelum melakukan analisis kuantitatif dari model yang digunakan dan
merupakan prasyarat untuk melakukan pengujian hipotesis penelitian, yaitu :
1) Nilai -2 log likelihood model regresi logistik. Diketahui bahwa nilai -2 Log Likelihood pada blok
pertama atau Block 0 adalah sebesar 322,168 sebanyak 4 kali iterasi perhitungan. Sedangkan nilai -2
Log Likelihood pada blok kedua atau Block 1 adalah sebesar 252,457 sebanyak 7 kali iterasi
perhitungan. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terjadi penurunan nilai -2 Log
Likehood sesuai dengan iterasi perhitungan yang dilalui dan model regresi logistik yang dipakai dalam
penelitian ini layak untuk digunakan.
Tabel 4.1 Uji Kelayakan -2 Log Likelihood Model Rergresi Logistik
Mode
l Iteras
i
– 2
Log
Likelihood
Kesimpul
an
Mode
l Itera
si
– 2 Log
Likelihood
Kesimpul
a n
Block
0
1
2
3
4
322,663
322,169
322,168
322,168
Layak
Digunaka
n
Block
1
1
2
3
4
5
6
7
264,30
6
253,54
2
252,48
8
252,45
7
252,45
7
252,45
7
252,45
7
Layak
Digunaka
n
Sumber : Hasil Pengolahan Data.
2) Nilai omnibus tests of model coefficients model regresi logistik. Disimpulkan bahwa pengujian
yang dilakukan dengan menggunakan model keseluruhan (Block 1) dibandingkan dengan konstanta
(Block 0) terbukti secara statistik dapat dipercaya. Hal ini terlihat dari nilai Omnibus Tests of
Model Coefficients dengan tingkat signifikansi (0,000) < 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa
model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini layak digunakan untuk melakukan tahapan
pengujian selanjutnya.
Tabel 4.2 Uji Kelayakan Omnibus Tests of Model Coefficients Model Regresi Logistik
Sumber : Hasil Pengolahan Data.
3) Nilai hosmer and lemeshow goodness of fit test model regresi logistik. Disimpulkan bahwa pengujian
yang dilakukan dengan menggunakan uji kelayakan (goodness of fit test) pada model penuh (Block 1)
dibandingkan dengan konstanta (Block 0) sesuai dengan iterasi perhitungannya terbukti secara statistik
dapat dipercaya. Hal ini terlihat dari nilai Hosmer and Lemeshow Goodness-of-Fit dengan tingkat
signifikansi (0,128) > 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa model regresi logistik yang digunakan
dalam penelitian ini layak digunakan untuk melakukan tahapan pengujian selanjutnya.
Tabel 4.3 Uji Kelayakan Hosmer and Lemeshow Goodness-of-Fit Test Model Regresi Logistik
Iterasi
Perhitungan Nilai Chi-Square df Sig. Kesimpula
n Step
1
36,194 8 0,128 Layak
Digunakan Sumber : Hasil Pengolahan Data.
4) Nilai matriks koefisien korelasi model regresi logistik, dapat dikatakan layak jika berada di bawah
atau <0,80. Model regresi logistik dalam penelitian ini cukup layak digunakan karena nilai
koefisien korelasi masing-masing variabel yang ada dalam matriks korelasi adalah sangat kecil atau
berada di bawah 0,80. Hal ini telah sesuai dengan syarat model dikatakan layak digunakan, yaitu
apabila nilai pada Tabel Correlation Matrix adalah kecil dari 0,80 (< 0,80). Artinya, model dalam
penelitian ini adalah layak dan dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya.
5) Tabel 4.4 berikut menunjukkan bahwa model empiris kajian ini ternyata mampu digunakan
untuk memprediksi potensi kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera Barat selama periode
206
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
Pengamatan
Prediks Z Tingkat
Akurasi PB TB Step 1
Bankruptcy Probab Potensial Bangkrut 191 22 89,7
Tidak Bangkrut 57 15 20,8 Akurasi Prediksi (Overall Percentage) 72,3
Variabel
Prediktor Koefisien
Regresi (B) Odds
Ratio Variabel
Prediktor Koefisien
Regresi (B) Odds
Ratio Konstanta 58,523 0,000 Largetime (X13) -0,329 0,720 Equity (X1) -0,939 0,052 Core (X14) -0,033 0,757 Ncapta (X2) -0,740 0,582 Ldr (X15) -0,938 0,072 Npl (X3) 6,024 0,242 Size (X16) -0,134 1,144 Loanta (X4) -0,423 0,397 Konsentrasi (X17) -0,057 0,944 Insider (X5) -0,096 0,359 Owner (X18) 0,258 1,295 Overhead (X6) -1,202 0,301 Marketshare (X19) -0,435 0,647 Occupancy (X7) 0,634 13,928 Growthnasabah (X20) 0,942 0,991 Roa (X8) -0,143 1,154 Perkapita (X21) -0,634 1,884 Uncollected (X9) -0,013 0,991 Pdrb (X22) -0,293 1,340 Lpr (X10) -0,273 0,761 Inflasi (X23) 0,804 0,992 Icr (X11) 1,338 0,262 Sukubunga (X24) 0,344 1,410 Roe (X12) -0,047 0,954
2009 s/d 2013 melalui rasio keuangan, karakteristik BPR, dan variabel makroekonomi regional
sebagai prediktor. Hal ini terlihat dari kemampuan model regresi logistik dalam memprediksi
BPR konvensional yang berpotensi bangkrut (PB) dibandingkan dengan kondisi BPR konvensioal
yang tidak bangkrut (TB), yaitu dengan nilai sebesar 89,7% dan 20,8%. Namun secara keseluruhan,
hasil klasifikasi model kajian ini mampu menjelaskan kondisi potensi kebangkrutan BPR
konvensional di Sumatera Barat dengan cukup baik dan akurat, yaitu dengan persentase sebesar
72,3%.
Tabel 4.4 Klasifikasi Kemampuan Prediksi Model Regresi Logistik
4.3 Model Prediksi Potensi Kebangkrutan BPR Konvensional
Tabel 4.5 berikut menunjukkan koefisien dan variabel pembentuk model empiris kajian ini
sebagai alat prediksi potensi kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera Barat periode 2009 s/d 2013.
Tabel 4.5 Prediktor Potensi Kebangkrutan BPR Konvensional di Sumatera Barat
Sumber : Hasil Pengolahan Data.
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, maka model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
:
Zi = 58,523 – 0,939X1 – 0,740X2 + 6,024X3 – 0,423X4 – 0,096X5 – 1,202X6 +
0,634X7 – 0,143X8 –
0,013X9 – 0,273X10 + 1,338X11 – 0,047X12 – 0,329X13 – 0,033X14 – 0,938X15 –
0,134X16 – 0,057X17
+ 0,258X18 – 0,435X19 + 0,942X20 – 0,634X21 – 0,293X22 + 0,804X23+ 0,344X24
Nagelkarke R2 = 0,591, berarti bahwa kemampuan variabel rasio keuangan, karakteristik
BPR, dan makroekonomi regional dapat digunakan sebagai alat prediksi kondisi atau potensi
kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera Barat dengan persentase pengaruh stokastik sebesar 59,10%
dan sisanya akan ditentukan oleh prediktor lain di luar model penelitian ini sebesar 40,90%. Untuk melihat
hasil analisis regresi logistik, maka digunakan model persamaan kedua (Block 1) atau overall model of fit
dengan nilai konstanta = 58,523, artinya jika seluruh variabel independen dianggap konstan, maka
potensi kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera Barat mengalami peningkatan sebesar 58,523%.
Peningkatan rasio Equity, Ncapta, Loanta, Insider, Overhead, ROA, Uncollected, Lpr, Roe, Largetime,
Core, Ldr Size, Konsentrasi, Marketshare, dan Perkapita akan mengurangi peluang terjadinya potensi
207
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
kebangkrutan. Sedangkan peningkatan rasio Npl, Occupancy, Icr, Owner, Growthnasabah, Inflasi,
dan Sukubunga akan menambah peluang terjadinya potensi kebangkrutan. Nilai Odds Ratio model ini
menunjukkan adanya perbedaan kemampuan rasio biaya okupansi terhadap total aset rata-rata per tahun
13,928 kali lebih besar dibanding rasio keuangan lainnya. Sedangkan dari sisi karakteristik BPR adalah
variabel kepemilikan BPR dan sisi variabel makroekonomi regional adalah pendapatan per kapita penduduk
lebih akurat dibanding variabel lain sebagai prediktor kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera Barat.
4.4 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Berdasarkan Tabel 4.6 di bawah ini, maka dapat disimpulkan bahwa hanya variabel prediktor Equity,
Ncapta, Overhead, Occupancy, Roa, Icr, Roe, Konsentrasi, Perkapita, Inflasi, dan Sukubunga saja
yang memiliki nilai probability sig. wald test lebih kecil (<) dari nilai α = 5%, maka Ho ditolak dan
Ha diterima. Artinya, variabel prediktor tersebut memiliki hubungan yang signifikan pada taraf
keyakinan α = 5% sebagai alat prediksi potensi kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera Barat.
Sedangkan variabel prediktor lainnya memiliki tingkat signifikansi dalam model yang lebih besar
dari nilai α = 5% sehingga tidak bisa digunakan secara baik dalam menjelaskan perbedaan BPR
konvensional yang berpotensi bangkrut dan tidak bangkrut di Sumatera Barat. Namun, secara keseluruhan
prediktor yang ada dalam model penelitian ini mampu memprediksi potensi kebangkrutan BPR
konvensional di Sumatera Barat sebesar 72,30%. Hasil penelitian ini sangat relevan dengan
temuan Surifah (1996)[34]
, Wilopo (2001)[37]
, Yuanita (2012)[39]
, Yuanita (2011)[38]
, Tirapat &
Nita Yagasemat (1999)[35]
, Khoufi (1995)[19]
.
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Sumber : Hasil Pengolahan Data.
5. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil kajian penelitian ini, maka ada beberapa poin penting yang dapat direkomendasikan
yaitu :1) Kemampuan model regresi logistik dalam memprediksi BPR konvensional yang berpotensi
bangkrut (PB) dibandingkan dengan kondisi tidak bangkrut (TB) dengan nilai sebesar 89,7% dan
20,8%; 2) Secara keseluruhan, hasil klasifikasi yang ditunjukkan oleh model empiris mampu menjelaskan
kondisi potensi kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera Barat dengan dengan persentase akurasi
sebesar 72,3%; c) Peningkatan rasio Equity, Ncapta, Loanta, Insider, Overhead, ROA, Uncollected,
Lpr, Roe, Largetime, Core, Ldr Size, Konsentrasi, Marketshare, dan Perkapita akan mengurangi
peluang terjadinya potensi kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera Barat. Sedangkan
peningkatan rasio Npl, Occupancy, Icr, Owner, Growthnasabah, Inflasi, dan Sukubunga akan menambah
peluang terjadinya potensi kebangkrutan BPR konvensional di Sumatera Barat; 3) Variabel
prediktor Equity, Ncapta, Overhead, Occupancy, Roa, Icr, Roe, Konsentrasi, Perkapita, Inflasi, dan
Sukubunga memiliki hubungan yang signifikan sebagai alat prediksi potensi kebangkrutan BPR atau
dapat digunakan secara baik dalam menjelaskan perbedaan BPR konvensional yang berpotensi
bangkrut dan tidak bangkrut di Sumatera Barat; dan 4) Faktor-faktor lain yang tidak masuk dalam
model penelitian ini seperti kondisi sosial budaya dan parameter politik yang ada di daerah tertentu
seharusnya dapat digunakan dalam penelitian ini namun terdapat kesulitan di dalam pengukurannya.
Variabel
Penelitian Wald
Test Sig. Kesimpulan
Variabel
Penelitian Wald
Test Sig. Kesimpulan
Equity (X1) 5,108 0,017 Ho ditolak, Ha diterima Largetime (X13) 0,482 0,488 Ho diterima, Ha ditolak
Ho diterima 0,027 0,399 Ho diterima, Ha ditolak Core (X14) 0,023 0,880 Ho diterima, Ha ditolak
Ho diterima 8,711 0,000 Ho ditolak, Ha diterima Ldr (X15) 0,111 0,739 Ho diterima, Ha ditolak
Loanta (X4) 0,693 0,405 Ho diterima, Ha ditolak Size (X16) 0,055 0,814 Ho diterima, Ha ditolak
Insider (X5) 0,756 0,384 Ho diterima, Ha ditolak Konsentrasi (X17) 6,141 0,009 Ho ditolak, Ha diterima
Overhead (X6) 6,590 0,008 Ho ditolak, Ha diterima Owner (X18) 0,527 0,468 Ho diterima, Ha ditolak
Occupancy (X7) 7,305 0,006 Ho ditolak, Ha diterima Marketshare (X19) 0,751 0,386 Ho diterima, Ha ditolak
Roa (X8) 5,538 0,015 Ho ditolak, Ha diterima Growthnasabah (X20) 1,140 0,113 Ho diterima, Ha ditolak
Uncollected (X9) 0,004 0,947 Ho diterima, Ha ditolak Perkapita (X21) 8,755 0,000 Ho ditolak, Ha diterima
Lpr (X10) 0,002 0,967 Ho diterima, Ha ditolak Pdrb (X22) 0,651 0,420 Ho diterima, Ha ditolak
Icr (X11) 7,666 0,006 Ho ditolak, Ha diterima Inflasi (X23) 2,580 0,039 Ho ditolak, Ha diterima
Roe (X12) 6,084 0,010 Ho ditolak, Ha diterima Sukubunga (X24) 6,288 0,008 Ho ditolak, Ha diterima
208
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
Daftar Pustaka
[1] Altman, Edward, E., 1968, Financial Ratios, Discriminant Analysis, and the Prediction of Corporate
Bankruptcy. Journal of Finance.
[2] _, 1973, Predicting Railroad Bankruptcies in America, Bell Journal of Economics and
Management Service.
[3] _, 1984, Corporate Financial Distress, John Wiley & Sons, New York.
[4] _, 1993, Corporate Financial Distress and Bankruptcy, 2ed., John Wiley & Sons, New York.
[5] Almilia, Luciana Spica., Kristjiadi, Emanuel., 2003, Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi
Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI), Vol. 7, No. 2, Desember 2003.
[6] Almilia, Luciana Spica., Herdiningtyas, W., 2005, Analisis Rasio CAMEL terhadap Prediksi Kondisi
Bermasalah pada
Lembaga Perbankan Periode 2000-2002, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 7, No. 2, November 2005.
[7] Bank Indonesia., 1997, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tentang Tata
Cara Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat, tanggal 30 April 1997.
[8] _., 1997, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 30/3/UPPB Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat, tanggal 30 April 1997.
[9] _., 1998. Undang-undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998. Oktober 1998.
[10] Bank Indonesia, Padang., 2014, Kajian Ekonomi Regional Sumatera Barat Triwulan I – III Tahun
2011, 5 September
2012.
[11] Beaver, W., 1966, Financial Ratios as Predictors of Failures in Empirical Research in Accounting
Selected Studies, in
Supplement to The Journal of Accounting Research.
[12] Brigham, Eugenue, F., Ehrhrardt, Michael C., 2008, Financial Management : Theory and Practice,
Thomson South
Western of Thomson Corporation.
[13] Cumming, C. Saini K., 1981, The Macroeconomic Determinants of Corporate Bankruptcy in Japan
and The United
Kingdom, Federal Reserve Bank of New York, Research Paper No. 8117,
December 1981. [14] Dun & Bradstreet., 1994, The Failure Record, Annually
Report.
[15] Goldberg, G. Lawrence., Anoop, Rai., 1980, The Structure Performance Relationship European
Banking, The Journal of
Banking Finance, No. 24. p. 15-32.
[16] Hadad, Muliaman D., Wimboh, Santoso., Ita Rulina., 2003, Indikator Kepailitan di Indonesia : An
Additional Early
Warning Tools Pada Stabilitas Sistem Keuangan, Buletin Ekonomi dan Perbankan, www.bi.go.id,
Diakses 8 Januari 2005. [17] Haryati, Sri., 2002, Analisis Kebangkrutan Bank : Bunga Rampai Kajian
Teori Keuangan in Memorian Prof. Dr.
Bambang Riyanto, Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
[18] Hair, Joseph, F. Jr. R E., Anderson, R L. Tatham., WC, Black., 1998, Multivariate Data Analysis
(International Edition)
5th Edition, Prentice Hall. New Jersey.
[19] Khoufi, Walid., 1995, the Macroeconomic Determinants of Firms Failure. the Case of Tunisian Small
And Medium Size
Industries, Paris University. Sorbonne.
[20] Kuncoro, Mudrajat., 2007, Metode Kuantitatif, Salemba
Empat, Jakarta.
[21] Lembaga Negara, RI., 1998, Undang-undang No, 10 Tahun 1998 tentang
209
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
Perbankan, Jakarta,
[22] Liou, Dah-Kwei., Smith, Malcolm., 2007, Macroeconomic Variables in the Identification of Financial
Distress, Journal of
Business and Management.
[23] Maddala, G. S., 2006, Limited Dependen and Quality Variable in Econometrics, Ed, 5th, New
Cambridge University
Press.
[24] Mensah, Y, M., 1984, an Examination of the Stationarity of Multivariate Bankruptcy
Prediction Models : a
Methodological Study, Journal of Accounting Research, No. 22 (1), p. 380-395.
[25] Mongid., 2000, Accounting Data and Bank Failiure, Seminar Nasional Akuntansi
ke-3, Jakarta.
[26] Ohlson, J. A., 1980, Financial Ratio and the Probabilistic Prediction of Bankruptcy, Journal of
Accounting Research, Spring.
[27] Perbarindo, Sumatera Barat., 2014, Laporan Tahunan Perkembangan BPR di
Sumatera Barat.
[28] Platt, H, E., Platt, M, B., 2002, Predicting Financial Distress, Journal of Financial Service
Professional, No. 56, p. 12-
15.
[29] Rencher, Alvin, C., 1995, Methods of Multivariate Analysis, John Wiley & Sons,
Inc., Canada.
[30] Richardson, F, M., G. D., Kane, P., Lobingier., 1998, The Impact of Recession on the Prediction of
Corporate Failure, Journal of Business Finance and Accounting, Vol. 25, January-March, p. 86-167.
[31] Ross, Stephen., Westerfield R., Jaffe, J., 2004, Corporate Finance,
Mc, Graw Hill.
[32] Sekaran, Uma., 2006, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1, Jakarta :
Salemba Empat.
[33] Sumarno, Zain., 1994, Failure Prediction : an Artificial Intelligence Approach, Accountancy
Development in Indonesia, Publikasi No. 21, Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi, Jakarta.
[34] Surifah., 2002, Studi tentang Rasio Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Publik
di Indonesia Pada
Masa Krisis Ekonomi, Kajian Bisnis STIE Widya Wiwaha, No. 27, Yogyakarta.
[35] Tirapat, Sunti., A. Nittayagasetwat., 1999, an Investigation of Thai Listed Firms Financial Distress
using Macro and
Micro Variables, Multinational Finance Journal, Vol. 3 : 103-125.
[36] Wild, J, John, Subramanyam, K R,, Halsey, Robert., 2005, Financial Statement Analysis,
Mc, Graw-Hill.
[37] Wilopo., 2001, Prediksi Kebangkrutan Bank, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 4, No, 2,
Mei 2001: 184-198.
[38] Yuanita, Ika., 2011, Prediksi Financial Distress Dalam Industri Textile dan Garment (Bukti Empiris di
Bursa Efek Indonesia, Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Politeknik Negeri Padang, ISSN 1856-3687,
Vol. 6 No. 2 Desember 2011, p.101-119.
[39] ., 2012, Determinan dan Model Prediksi Potensi Kebangkrutan Industri Properti di Pasar
Modal, Prosiding
Seminar Nasional Manajemen Bisnis di Indonesia (SNMBI) FE UNP, ISBN : 978-602-18867-1-7.
[40] Zmijewski, M., 1984, Methodological Issues Related to the Estimation of Financial Distress
Prediction Models, Journal of Accounting Research, Supplement, 22, 59-82.
Biodata Penulis
Ika Yuanita, SE, MM, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E), Program Studi Ilmu Manajemen
FEUA [Universitas Andalas], lulus tahun 2005. Tahun 2010 memperoleh gelar Magister Manajemen (M.M)
dari Program Magister Manajemen FEUA [Universitas Andalas]. Saat ini sebagai Staf Pengajar pada
Jurusan Administrasi Bisnis Program Studi Administrasi Niaga [Politeknik Negeri Padang].
210
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x