post partum blues

Upload: zaimi-ezha-yuhuu

Post on 10-Jul-2015

588 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

POST PARTUM BLUESA. PENGERTIAN POSTPARTUM BLUES

Oct 18, '08 12:53 AM for everyone

TUGAS ILMU JIWA KEBIDANAN BANDUNG POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

Postpartum atau masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya placenta sampai enam minggu berikutnya. Waktu yang tepat dalam rangka pengaeasan Postpartum adalah 2-6 jam, 2jam-6hari, 2jam6minggu (atau boleh juga disebut 6 jam, 6 hari dan 6 minggu ). Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat. Postpartum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis, salah satunya yang disebut Postpartum Blues. B. SEJARAH POSTPARTUM BLUES

Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Depresi setelah melahirkan sudah dikenali sejak 460 tahun sebelum Masehi, lewat pengungkapan oleh Hippocrates. Deskripsi lebih lengkap kemudian dikembangkan dari waktu ke waktu, namun baru sekitar 15 tahun terakhir ini muncul banyak informasi seputar ini. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pascasalin yang disebut sebagai milk fever karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan, dan ditandai dengan gejala-gejala seperti : reaksi depresi /sedih/disforia, menangis , mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.

Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pascasalin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya. C. PENYEBAB DAN GEJALA POSTPARTUM BLUES 1. Penyebab Postpartum Blues Beberapa penyebab Postpartum Blues diantaranya : a. Perubahan Hormon b. Stress c. ASI tidak keluar d. Frustasi karena bayi tidak mau tidur, nangis dan gumoh e. Kelelahan pasca melahirkan, dan sakitnya akibat operasi. f. Suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami. g. Problem dengan Orangtua dan Mertua. h. Takut kehilangan bayi. i. Sendirian mengurus bayi, tidak ada yang membantu. j. Takut untuk memulai hubungan suami istri (ML), anak akan terganggu. k. Bayi sakit (Kuning, dll). l. Rasa bosan si Ibu. m. Problem dengan si Sulung. 2. Gejala Postpartum Blues Beberapa gejala yang dapat timbul pada klien yang mengalami Postpartum Blues diantaranya : a. Cemas tanpa sebab b. Menangis tanpa sebab c. Tidak sabar d. Tidak percaya diri e. Sensitive f. Mudah tersinggung g. Merasa kurang menyayangi bayinya Jika Postpartum Blues ini dianggap enteng, keadaan ini bisa serius dan bisa bertahan dua minggu sampai satu tahun dan akan berlanjut menjadi Postpartum Sindrome. D. MASALAH PADA POSTPARTUM BLUES Beberapa masalah yang dapat timbul pada klien yang mengalami Postpartum Blues diantaranya : 1. Menangis dan ditambah ketakutan tidak bisa memberi asi 2. Frustasi karena anak tidak mau tidur 3. Ibu merasa lelah, migraine dan cenderung sensitive 4. Merasa sebal terhadap suami 5. Masalah dalam menghadapi omongan ibu mertua 6. Menangis dan takut apabila bayinya meninggal 7. Menahan rasa rindu dan merasa jauh dari suami 8. Menghabiskan waktu bersama bayi yang terus menerus

menangis sehingga membuat ibu frustasi 9. Perilaku anak semakin nakal sehingga ibu menjadi stress 10. Adanya persoalan dengan suami 11. Stress bila bayinya kuning 12. Adanya masalah dengan ibu 13. Terganggunya tidur ibu pada malam hari karena bayinya menangis 14. Jika ibu mengalami luka operasi, yang rasa sakitnya menambah masalah bagi ibu. 15. Setiap kegiatan ibu menjadi terbatas karena hadirnya seorang bayi 16. Takut melakukan hubungan suami isteri karena takut mengganggu bayi 17. Kebanyakan para ibu baru ingin pulang ke rumah orangtuanya dan berada didekat ibunya. E. PENANGANAN POSTPARTUM BLUES

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sbb : 1. Fase Taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu focus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Hal ini membuat cenderung inu menjadi pasif terhadap lingkungannya. 2. Fase taking hold Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri. 3. Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang verlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat. Penanganan gangguan mental postpartum pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya

gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya. Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues . Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya. Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues ada dua cara yaitu : 1. Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara : a. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi b. Dapat memahami dirinya c. Dapat mendukung tindakan konstruktif. 4. Dengan cara peningkatan support mental Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga diantaranya : a. Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak, menyiapkan susu dll. b. Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi kesibukan merawat bayi c. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih perhatian terhadap istrinya d. Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir e. Memperbanyak dukungan dari suami f. Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan g. Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja melahirkan h. Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu i. mengganti suasana, dengan bersosialisasi j. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara : a. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi b. Tidurlah ketika bayi tidur c. Berolahraga ringan d. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu e. Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi f. Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan g. Bersikap fleksibel

h. i. F.

Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x Bergabung dengan kelompok ibu PENCEGAHAN POSTPARTUM BLUES

Menurut para ahli, stres dalam keluarga dan kepribadian si ibu, memengaruhi terjadinya depresi ini. Stres di keluarga bisa akibat faktor ekonomi yang buruk atau kurangnya dukungan kepada sang ibu.Hampir semua wanita, setelah melahirkan akan mengalami stres yang tak menentu, seperti sedih dan takut. Perasaan emosional inilah yang memengaruhi kepekaan seorang ibu pasca melahirkan. Hingga saat ini, memang belum ada jalan keluar yang mujarab untuk menghindari Postpartum Blues. Yang bisa dilakukan, hanyalah berusaha melindungi diri dan mengurangi resiko tersebut dari dalam diri. Sikap proaktif untuk mengetahui penyebab dan resikonya, serta meneliti faktor-faktor apa saja yang bisa memicu juga dapat dijadikan alternative untuk menghindari Postpartum Blues. Selain itu juga dapat mengkonsultasikan pada dokter atau orang yang profesional, agar dapat meminimalisir faktor resiko lainnya dan membantu melakukan pengawasan. Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko Postpartum Blues yaitu : 1. Pelajari diri sendiri Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues, sehingga Anda sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka Anda akan segera mendapatkan bantuan secepatnya. 2. Tidur dan makan yang cukup Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode postpartum dan kehamilan. 3. Olahraga Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga membuat Anda merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam diri Anda. 4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang diderita. 5. Beritahukan perasaan Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang Anda inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Anda sendiri. Jika memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera beritahukan pada pasangan atau orang terdekat. 6. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan Dukungan dari keluarga atau orang yang Anda cintai selama melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu berada di sisi Anda setiap mengalami kesulitan. 7. Persiapkan diri dengan baik Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan. 8. Senam Hamil

Kelas senam hamil akan sangat membantu Anda dalam mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya Anda tak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika Anda tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat dihindari. 9. Lakukan pekerjaan rumah tangga Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu Anda melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode postpartum. Kondisi Anda yang belum stabil, bisa Anda curahkan dengan memasak atau membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan lingkungan Anda, meski pembantu rumah tangga Anda telah melakukan segalanya. 10. Dukungan emosional Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu Anda dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Anda, hingga Anda merasa lebih baik setelahnya. 11. Dukungan kelompok Postpartum Blues Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan merasakan hal yang sama dengan Anda. Carilah informasi mengenai adanya kelompok Postpartum Blues yang bisa Anda ikuti, sehingga Anda tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini. G. ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST PARTUM BLUES

Asuhan Keperawatan yang diberikan setelah melahirkan dapat berupa medikasi dan terapi atau kombinasi keduanya. beberapa jenis antidepressant yang sesuai dapat diberikan kepada ibu yang menyusui. Dalam psikoterapi, pastisipasi dalam grup support dilakukan untuk memberikan dan menanamkan dukungan sosial terhadap individu agar dapat mengurangi tingkat depresi yang muncul. Inti dari Asuhan Keperawatan yang diberikan mencakup perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis klien secara bersamaan dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya. Asuhan keperawatan yang dapat diberikan salah satunya yaitu Support group. Support group adalah sekelompok orang yang dipilih oleh psikolog, konselor dan terapis yang telah diberikan petunjuk-petunjuk khusus untuk dapat memberikan dukungan secara psikologis, moril dalam proses terapi. Biasanya keberadaan orang-orang tersebut tidak diketahui secara pasti oleh klien, karena grup tersebut juga mengikuti proses terapi atau kondisi yang sama dengan klien. Konseling yang dapat diberikan sebagai asuhan keperawatan terhadap klien dengan postpartum Blues diantaranya : 1. Memberitahukan pada klien untuk menyadari bahwa dirinya bukanlah ibu yang buruk. Bukan salah klien memiliki pemikiran atau perasaan yang berlebihan pada postpartum. 2. Memberitahu klien untuk memperlakukan dirinya dengan baik dengan cara: a. Makan makanan bergizi(hindari alkohol dan kafein) b. Banyak istirahat dan tidur c. Pergi keluar untuk mendapat cahaya matahari d. Berlatih secara rutin(berjalan selama 20 mnit atau lebih) e. Menyediakan waktu untuk diri sendiri(untk sejenak

menghindari tugas-tugas dan urusan bayi) f. melewatkan waktu bersama keluarga dan teman-teman 3. Anjurkan klien untuk memberitahu teman yang terpercaya mengenai perasaan yang dirasakan, khususnya bila muncul kekhawatiran akan menyakiti diri sendiri atau bayi anda. 4. Bila perlu, anjurkan klien untuk berkonsultasi dengan dokter tentang terapis & kelompok pendukung yang dapat menolong. Bahkan lebih baik lagi untuk menemui dokter specialis kesehatan mental untuk meminta resep obat atau psikolog untuk berkonsultasi. Sistematika Asuhan Keperawatan yang dapat dilaksanakan yaitu : 1. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik. Pengkajian terhadap klien postpartum Blues meliputi : a. Identitas klien Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain lain b. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan dahulu Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta. 2) Riwayat kesehatan sekarang Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual. 3) Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular. 4) Riwayat obstetrik a) Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT b) Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil c) Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir. Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi d) Riwayat Kehamilan sekarang. 1. Hamil muda, keluhan selama hamil muda 2. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.

3. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat c. Pola aktifitas sehari-hari 1) Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah buahan. 2) Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari postpartum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 ) 3) Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan. 4) Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk. 2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan. b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia. c. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis. d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb. e. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan. f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi H. 1. a. FAKTA MENGENAI POST PARTUM BLUES Pengalaman Kasus Pertama Setelah melahirkan anak pertama yang berjenis kelamin perempuan seorang ibu mengalami post partum blues dengan menolak bayinya. Kadang dia membiarkannya menangis sampai bayinya diam sendiri karena kecapekan atau tertidur. Dia juga sering memarahinya untuk kesalahan yang sepele atau bahkan karena anaknya tidak bersalah sama sekali. Dia memarahinya hanya karena merasa terganggu. Setelah post partum bluesnya sudah sembuh, dia bisa menyayangi anaknya itu seperti saudarasaudaranya yang lain. Tapi dampaknya pada diri ibu sepertinya cukup hebat. Ibu jadi tidak percaya diri, takut melakukan sesuatu, bertanya untuk hal-hal sepele (boleh tidak melakukan ini atau itu, yang mana yang harus dia pilih dan sebagainya). Dan yang membuat Ibu sedih pernah waktu jalan-jalan ke taman mini, di museum transportasi anaknya ketakutan mendengar bunyi kereta. Dia lari dan bersembunyi di belakang bis tingkat yang dipajang di halaman museum. Jongkok sambil menutup telinganya. Padahal Ibu dan ayahnya juga kedua adiknya ada di dekatnya. Ibu merasa sudah menjadi monster untuknya. Anaknya itu tidak percaya bahwa Ibunya bisa melindunginya, karena itu lari bersembunyi, bukannya memeluk Ibu atau ayahnya. b.Kasus Kedua Seorang ibu melahirkan anak pertama enam tahun di Iran, hanya

dengan didampingi suami, tidak ada ibunda atau sanak saudara. Biaya telpon saat itu masih sangat mahal sehingga tidak mungkin menelpon berlama-lama untuk sekedar curhat kepada Ibu. Kontrakan suami istri tersebut jauh dari orang-orang Indonesia lainnya. Ada teman-teman orang Iran yang menengok sesekali, tapi tentu saja komunikasi tidak bisa terjalin dengan sangat akrab. Singkat kata, dalam kesepian itulah, anak pertama mereka lahir. Pasca persalinan, kondisi psikologis ibu benar-benar kacau, kondisi yang oleh para psikolog disebut Postpartum Blues. Atas saran seorang dosen, mereka pun berkonsultasi kepada lembaga konseling yang disediakan pihak sekolah. Kebetulan, yang menanganinya adalah langsung kepala lembaga itu, seorang ulama. Beliau ternyata benar-benar ahli dalam memberikan terapi. Beliau merekomendasikan suami untuk skip kuliah semester itu supaya dapat mendampingi ibu di rumah. Mereka pun direkomendasikan untuk jalan-jalan ke luar kota dengan biaya dari pihak sekolah. Terakhir, karena ibu masih sering nangis dan marah-marah, beliau menyuruh mereka pulang berlibur ke Indonesia dengan tiket ditanggung sekolah. Alhamdulillah, akhirnya ibu pun sembuh dari postpartum blues. 2. a. Penanganan Penanganan Postpartum Blues di luar negeri Diluar negeri skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan . Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesinor sebagai alat Bantu. Edinburg Postanal Depression Scale (EDPS) merupan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan suasana depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaan berhubungan dengan labilitas persaaan kecemasan persaan bersalah serta mencakup hal-hal yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan dimana setiap pertanyan memiliki 4 pilihan jawabanya yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat ini. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit . Peneliti mendapati bahwa nilai scoring lebih besar dari 12 memiliki sensitifitas 86 % dan nilai predikasi positif 73 % untuk mendiagnosa kejadian post partum blues . EDPS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swadia , Australia, Italia dan Indonesia . EDPS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian . b. Postpartum Blues tidak memerlukan penanganan khusus Postpartum blues merupakan sindrom yang paling ringan diantara beberapa sindrom pasca melahirkan lainnya. Sindrom ini dialami oleh 80 persen ibu yang pertama kali melahirkan. Banyak kalangan menganggap bahwa cara terbaik untuk menyembuhkannya adalah beristirahat. Si ibu perlu rileks untuk pemulihan fisik maupun mental. Di samping itu, ia juga perlu makanan yang bergizi, minum yang banyak dan jalan-jalan pagi/sore setiap hari. Harus ada anggota keluarga atau orang lain yang membantunya melakukan pekerjaan rumah. Untuk tetap

kuat, ia juga perlu berbagi cerita dengan sesama ibu baru yang memiliki pengalaman baby blues. Jenis depresi ini tidak perlu pengobatan khusus. Meski bisa juga diobati lewat akupuntur atau obat tradisional untuk menghilangkan kelelahan. Biasanya kondisi ini bisa tuntas setelah dua hingga tiga minggu setelah melahirkan. c. Menkonsultasikan bayi ke Psikolog Kadang, orang tua membawa bayinya ke psikolog justru karena mereka yang bermasalah. Misal, tadinya mereka datang untuk menanyakan perkembangan bayinya. Namun setelah konsultasi berjalan, terungkaplah kalau si orang tua sedang bermasalah dan mereka mengkhawatirkan kondisi tersebut berpengaruh terhadap perkembangan si bayi. Ini tentu harus dicarikan jalan keluar yang tepat, termasuk bagaimana kiat yang harus ditempuh agar bayi bisa tetap terstimulasi. Bagaimanapun, masalah orang tua memang bisa merembet ke bayi. Bukankah bayi adalah bagian dari keluarga? Jadi, semuanya berkaitan. "Kalau bayi bermasalah, ya, orang tua juga bermasalah. Sebaliknya kalau orang tua bermasalah, bayi juga bisa terpengaruh," kata Ergin. Kondisi ibu dengan postpartum blues seperti ini akan sangat berpengaruh bagi kondisi mental bayinya. Bayi akan memberikan respons yang serupa dengan ibunya dalam bentuk sering rewel tanpa sebab. Saat dibawa ke psikolog, penelusuran latar belakang masalah bayi akan sampai juga pada masalah ibu sehingga sindrom postpartum blues ikut terdeteksi dan selanjutnya akan ditangani dengan konseling atau psikoterapi. d. Jurus-jurus yang bermanfaat untuk diterapkan pada persalinan kedua dalam melawan Postpartum Blues 1) Jurus pertama Sebelum si bayi lahir, waspadalah dan kenalilah gejala-gejala postpartum blues. Hal ini sangat berguna dalam menghadapi ancaman postpartum blues. Misalnya, ketika perasaan kacaubalau setelah melahirkan, pengetahuan tentang gejala postpartum blues akan membuat berpikir, Oh, ini normal, pasti akan hilang seminggu-dua minggu lagisabarsabar 2) Jurus kedua Lepaskan saja emosi, tidak perlu ditahan-tahan. Mau menangis ataupun marah keluarkan saja. Sadarilah, bahwa kondisi ini normal dan dialami oleh hampir semua ibu, jadi tidak perlu ada rasa bersalah, apalagi merasa:Aku ini bukan ibu yang baik. Di sini letak pentingnya pemahaman suami sebelum melahirkan, perkenalkan apa itu postpartum blues pada suami. 3) Jurus Ketiga Usahakan tidur sebanyak mungkin (bahkan kalau ada kesempatan 10 menit pun, gunakan untuk tidur). Namun, supaya si ibu bisa tidur enak, ada hal-hal yang perlu dilakukan diantaranya jangan pedulikan keadaan rumah yang berantakan, cucian yang menumpuk, dan hal lainnya. Memikirkan hal itu malah membuat resah dan susah tidur. Yang penting tidur dulu, urusan lain biar nanti diurus. Buat manajemen pasca kelahiran (sebelum bayi lahir, perkirakan situasinya: misalnya suami harus kerja, anak harus sekolah, lalu buat planning untuk memanage segala sesuatunya. Dengan cara ini, pasca melahirkan, kondisi rumah akan terkendali.

Contoh manajemen itu diantaranya membuat masakan banyakbanyak, simpan di kulkas, jadi tiap akan makan, tinggal dihangatkan, tidak perlu repot-repot masak lagi. Memberi tahu suami dan si kakak letak barang-barang kebutuhan mereka, sehingga tidak ada kejadian, si ibu tidur, suami teriak, Maaabajuku yang biru itu di mana?? Bila sudah ada si kakak, pikirkan bagaimana caranya agar si kakak tidak mengganggu tidur ibu (misalnya, dititipkan ke tetangga dulu selama ayah sedang di kantor, atau dimasukkan ke play group). Bila memungkinkan, menyewa asisten ataupun pembantu minimalnya untuk sebulan sampai dua bulan setelah melahirkan, ini akan menyelesaikan banyak masalah. 4) Jurus Keempat Menyegarkan diri sendiri, antara lain dengan cara: Mandi berlama-lama (tentu saja, ketika ada si ayah yang menunggui bayi). Dandan yang cantik (melihat diri di cermin dan menatap penampilan lusuh dan lesu diri sendiri pasca melahirkan sangat mungkin akan menambah stress). Menelpon ibu, kakak, adik, atau teman-teman. Berbicara dengan orang lain adalah salah satu obat terbaik dalam mengatasi postpartum blues. Yang dibicarakan tidak harus selalu tentang bayi, malah lebih bagus lagi tentang hal-hal lain, misalnya tentang sinetron yang sedang ngetop di tv, Online internet dan chatting. Kalau sudah kuat jalan, pergilah jalan-jalan ke taman dekat rumah bersama suami, atau, bila sanggup, jalan-jalan sendiri saja ke mall untuk cuci mata atau shopping untuk diri sendiri. 5) Jurus kelima Sadarilah bahwa badai pasti berlalu. Rasa sakit setelah melahirkan pasti akan sembuh, rasa sakit ketika awal-awal memberi ASI pasti akan hilang, teror tangis bayi lambat laun akan berubah menjadi ocehan dan tawa yang menggemaskan, bayi yang menjengkelkan (karena menangis dan menyusui terus menerus) beberapa bulan lagi akan menjadi bayi mungil yang menakjubkan. Setiap kali merasa susah hati, ingatlah betapa beruntungnya kita karena telah dikaruniai anak oleh Tuhan. Ucapkan alhamdulillah banyak-banyak, untuk mengingat bahwa rasa sakit, perasaan tak karuan, lelah, dan lain-lain, tidak ada apa-apanya dengan nikmat karunia anak yang sehat dan lucu. DAFTAR PUSTAKA http://www.indocina.net/viewtopic.php?f=28&t=7446 http://www.mitrakeluarga.com/kemayoran/kesehatan005.html http://www.dunia-ibu.org/html/baby_blues.html http://pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=2208&tbl=cakrawala http://www.korantempo.com/news/2003/3/2/Keluarga/17.html http://www.bayisehat.com/child-consultation/cara-mengatasibaby-blues.html http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?

edisi=06304&rubrik=bayi

Quote original messageSubmit Preview & Spell Check

2009 Multiply, Inc.

About Blog Terms Privacy Corporate Advertise Contact Help

http://agussutionopathy.blogspot.com/2008/05/bab-i-tinjauan-pustaka-konsep-dasar.html

BAB I TINJAUAN PUSTAKA KONSEP DASAR POSTPARTUM BLUES A. Latar Belakang Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguangangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues. B. Pengertian Postpartum Blues Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai milk fever karena gejala

disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya. Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu. C. Etiologi Postpartum Blues Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah: 1. Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara bermakna setelah melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase. Yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi 2. Faktor demografik yaitu umur dan paritas 3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan 4. Takut kehilangan bayi, bayi sakit ( kuning, dll ) 5. Takut untuk memulai hubungan suami istri ( ML ), anak akan terganggu. 6. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah

tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluhkesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung. D. Gejala Klinis Postpartum blues Gejala gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah tersinggung ( iritabilitas ),merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah, khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja Anda lahirkan , insomnia yang berlebihan. Gejala gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression. Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan. E. Pemeriksaan Penunjang Postpartum Blues Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan

gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian. F. Penatalaksanaan Postpartum Blues Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang berjuang sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai. Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momenmomen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu:

dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya. Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya. G. Asuhan keperawatan pada pasien Pasien Postpartum Blues 1. Pengkajian Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut. Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi ; 1. Dampak pengalaman melahirkan Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri ( Konrad, 1987 ). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan ( misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar ), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang

dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua. 2. Citra diri ibu Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum. 3. Interaksi Orang tua Bayi Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka. 4. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang

sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira. 5. Struktur dan fungsi keluarga Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit. Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 ) Adalah : 1. Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati. 2. Sirkulasi Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari. 3. Integritas Ego Peka rangsang, takut / menangis ( " Post partum blues " sering terlihat kira kira 3 hari setelah kelahiran ). 4. Eliminasi Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5. 5. Makanan / cairan Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari hari ke-3. 6. Nyeri / ketidaknyamanan Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum. 7. Seksualitas Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi ( misalnya ; rekumben versus ambulasi berdiri ) dan aktivitas ( misalnya ; menyusui ). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimula

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues menurut Marilynn E.Doenges ( 2001 ) Adalah : 1. Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,edema / pembesaran jaringan atau distensi, efek efek hormonal. 2. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu. 3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator ( misalnya ; hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia ), efek efek anestesia ; tromboembolisme ; profil darah abnormal ( anemia, sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh ) 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, malnutrisi. 5. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek efek hormonal ( perpindahan cairan / peningkatan aliran plasma ginjal ), trauma mekanis, edema jaringan, efek efek anestesia. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan / penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan ( muntah, diaforesis, peningkatan haluaran urin, dan kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi ) Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan penggantian cairan, efek efek infus oksitosin. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot ( diastasis recti ), efek efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anestesia, nyeri perineal / rectal. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan kurang dukungan diantara / dari orang terdekat, kurang pengetahuan, ketidakefektifan dan tidak tersedianya model peran, harapan tidak realistis untuk diri sendiri / bayi / pasangan, tidak terpenuhinya kebutuhan maturasi sosial / emosional dari klien / pasangan, adanya stresor ( misalnya ; finansial, rumah tangga , pekerjaan ) 10. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan

krisis maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua ( atau melepaskan untuk adopsi ), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis 11. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan psikologis ( sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri / ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan. 12. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber sumber. 13. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan pemenuhan kebutuhan kebutuhan individu dan tugas tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan. 3. Perencanaan Keperawatan 1. Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,edema / pembesaran jaringan atau distensi, efek efek hormonal. Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan. Intervensi Keperawatan : Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat. Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut. Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran Rasional : Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan mengurangi edema dan vasodilatasi. Berikan kompres panas lembab ( misalnya ; rendam duduk / bak mandi) Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomi Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk

menurunkan stres dan tekanan langsung pada perineum. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui Rasional : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain paling hebat karena pelepasan oksitosin. 2. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu. Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses / situasi menyusui,mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain. Intervensi Keperawatan : Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan. Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga Rasional : Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil. Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui Rasional : Membantu menjamin supli susu adekuat, mencegah putting pecah dan luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui. Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik teknik menyusui Rasional : Posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting, tanpa memperhatikan lamanya menyusu. Identifikasi sumber sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi ; misalnya ; progam Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) Rasional : Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional. 3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator ( misalnya ; hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia ), efek efek anestesia ; tromboembolisme ; profil darah abnormal ( anemia, sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh ) Tujuan : mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan faktor faktor risiko / melindungi diri, bebas dari komplikasi. Intervensi Keperawatan : Tinjau ulang kadar hemoglobin ( Hb ) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan Rasional : Anemia atau kehilangan darah mempredisposisikan pada sincope klien karena ketidakadekuatan pengiriman oksigen

ke otak. Catat efek efek magnesium sulfat ( MgSO4 ), bila diberikan Rasional : Tidak adanya refleks patela dan frekuensi pernafasan dibawah 12x / mnt menandakan toksisitas dan perlunya penurunan atau penghentian terapi obat. Inspeksi ekstrimitas bawah terhadap tanda tanda trombloflebitis ( misalnya ; kemerahan, kehangatan, nyeri tekan ) Rasional : Peningkatan produk split fibrin ( kemungkinan pelepasan dari sisi placenta ), penurunan mobilitas, trauma, sepsis, dan aktivasi berlebihan dari pembekuan darah setelah kelahiran memberi kecenderungan terjadinya tromboembolisme pada klien. Evaluasi status rubella pada grafik pranatal Rasional : Membantu efek efek teratogenik pada kehamilan selanjutnya. Concent untuk vaksinasi setelah meninjau ulang efek samping, risiko risiko, dan perlunya untuk mencegah konsepsi selama 23 bulan setelah vaksinasi Rasional : Periode inkubasi 14-21 hari, anafilaktik alergi atau respon hipersentifitas dapat terjadi. 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, malnutrisi. Tujuan : mendemonstrasikan teknik teknik untuk menurunkan risiko / meningkatkan penyembuhan, menunjukkan luka yang bebas dari drainase purulen, bebas dari infeksi ; tidak febris ; dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal. Intervensi Keperawatan : Kaji catatan pranatal dan intrapratal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini, persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta Rasional : Membantu mengidentifikasi faktor faktor risiko yang dapat mengganggu penyembuhan dan kemunduran pertumbuhan epitel jaringan endometrium. Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi ; catat tanda tanda menggigil, anoreksia atau malaise Rasional : peningkatan suhu mengidentifikasikan terjadinya infeksi. Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam Rasional : Diagnosis dini dari infeksi lokal dapat mencegah penyebaran pada jaringan uterus. Kaji terhadap tanda tanda infeksi saluran kemih Rasional : Gejala ISK dapat tampak pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum karena naiknyainfeksi traktus dari uretra ke

kandung kemih. Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih / defekasi Rasional : Pembersihan sering dari depan ke belakang ( simfisis pubis ke area anal ) membantu mencegah kontaminasi rectal memasuki vagina atau uretra. Hubungi agensi agensi komunitas yang tepat, seperti pelayanan perawat yang berkunjung, untuk evaluasi diet, progam antibiotik, kemungkinan komplikasi, dan kembali untuk pemeriksaan medis Rasional : Adanya infeksi pascapartum membuat klien lemah sehingga membutuhkan banyak istirahat, pemantauan yang ketat, dan bantuan pemeliharaan rumah dan perawatan diri. 5 Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek efek hormonal ( perpindahan cairan / peningkatan aliran plasma ginjal ), trauma mekanis, edema jaringan, efek efek anestesia. Tujuan : Berkemih tidak dibantu dalam 6-8 jam setelah kelahiran, mengosongkan kandung kemih setelah berkemih. Intervensi Keperawatan : Kaji masukan dan haluaran urin terakhir Rasional : Pada periode pascapartal awal, kira kira 4 kg cairan hilang melalui haluaran urin dan kehilangan tidak kasat mata, termasuk diaforesis. Perhatikan adanya edema atau laserasi / episiotomi, dan jenis anestesi yang digunakan Rasional : Trauma kandung kemih atau uretra, atau edema, dapat mengganggu berkemih ; anestesia dapat mengganggu sensasi penuh pada kantong kemih. Instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek efek anestesia berkurang Rasional : Lakukan latihan kegel 100 kali per hari meningkatkan sirkulasi pada perineum, membantu menyembuhkan dan memulihkan tonus otot pubokoksigeal, mencegah atau menurunkan inkontinens stres. Anjurkan minum 6 sampai 8 gelas cairan perhari Rasional : Membantu mencegah stasis dan dehidrasi dan mengganti cairan yang hilang waktu melahirkan. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan / penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan ( muntah, diaforesis, peningkatan haluaran urin, dan kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi ) Tujuan : Tetap normotensif dengan masukan cairan dan haluaran urin seimbang, dan Hb / Ht dalam kadar normal. Intervensi Keperawatan :

Catat kehilangan cairan pada waktu kelahiran ; tinjau ulang riwayat intra partal Perhatikan adanya rasa haus ; berikan cairan sesuai toleransi Evaluasi masukan cairan dan haluaran urin selama diberikan infus I.V., atau sampai pola berkemih normal terjadi Berikan cairan yang hilang dengan infus I.V. yang mengandung elektrolit Rasional : Membantu menciptakan volume darah sirkulasi dan menggantikan kehilangan karena kelahiran dan diaforesis. 7. Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan penggantian cairan, efek efek infus oksitosin. Tujuan : Menunjukkan TD dan nadi dalam batas normal, bebas dari edema dan gangguan penglihatan, dengan bunyi nafas bersih. Intervensi Keperawatan : Tinjau ulang terhadap riwayat hipertensi karena kehamilan ( HKK ) pranatal dan intrapartal, perhatikan peningkatan TD, proteinuria, dan edema Rasional : Membantu menentukan kemungkinan komplikasi serupa yang menetap / terjadi pada periode pascaprtum. Pantau masukan dan haluaran urin ; ukur berat jenis Rasional : Menandakan kebutuhan cairan / keadekuatan terapi. Kaji adanya, lokasi, dan luasnya edema Rasional : Bahaya eklamsia atau kejang ada selama 72 jam, tetapi dapat terjadi secara aktual selambat lambatnya 5 hari setelah kelahiran. Kolaborasi dalam pemberian furosemid sesuai indikasi Rasional : Meningkatkan haluaran urin dan menghilangkan edema pulmonal. 8. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot ( diastasis recti ), efek efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anestesia, nyeri perineal / rectal. Tujuan : Melakukan kembali kebiasaan defekasi yang biasanya / optimal dalam 4 hari setelah kelahiran. Intervensi Keperawatan : Auskultasi adanya bising usus ; perhatikan kebiasaan pengosongan normal atau diastaksis rekti Rasional : Mengevaluasi fungsi usus Kaji terhadap adanya hemoroid Rasional : Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan ketidaknyamanan, dan meningkatkan vasokonstriksi lokal. Anjuran peningkatan tingkat aktifitas dan ambulasi, sesuai toleransi Rasional : Membantu meningkatkan peristaltik gastrointestinal.

Kolaborasi dalam pemberian laksatif, pelunak feses, supositoria, atau enema Rasional : Mungkin perlu untuk meningkatkan kembali ke kebiasaan defekasi normal dan mencegah mengejan atau stres perinal selama pengosongan. 9. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan kurang dukungan diantara / dari orang terdekat, kurang pengetahuan, ketidakefektifan dan tidak tersedianya model peran, harapan tidak realistis untuk diri sendiri / bayi / pasangan, tidak terpenuhinya kebutuhan maturasi sosial / emosional dari klien / pasangan, adanya stresor ( misalnya ; finansial, rumah tangga , pekerjaan ) Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat, mengidentifikasi sumber sumber. Intervensi Keperawatan : Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya Rasional : Mengidentifikasi faktor faktor risiko potensial dan sumber sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan klien / pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang tua. Perhatikan respons klien / pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat. Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien / pengalaman selama kanak kanak Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran. Tinjau ulangf catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif mempengaruhi menyusui. Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal, atau pascapartal Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien. Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai indikasi Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati

bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan. Pantau dan dokumentasikan interaksi klien / pasangan dengan bayi Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada pertama kali ; selanjutnya , mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap. Anjurkan pasangan / sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara klien / pasangan dan bayi tidak terjadi Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama. 10. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua ( atau melepaskan untuk adopsi ), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber sumber yang tepat sesuai kebuuhan. Intervensi Keperawatan : Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan. Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminin dan keunikan fungsi feminin serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui. Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran Rasional : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasi. Kaji terhadap gejala depresi yang fana ( " perasaan sedih " pascapartum ) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum ( misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau berat ) Rasional : Sebanyak 80 % ibu ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan. Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuan domestik pada saat pulang

Rasional : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stres. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir Rasional : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara insting tetapi harus dipelajari Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu raguan tentang kemampuan menjadi orang tua Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat. Kolaborasi dalam merujuk klien / pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung Rasional : Kira kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut. 11. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan psikologis ( sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri / ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan. Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat. Intervensi Keperawatan : Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan. Kaji faktor faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan menurunkan rangsang. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali kerumah Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Berikan informasi tentang efek efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI , dan penurunan refleks secara psikologis. Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur

dan memenuhi kebutuhannya. 12. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber sumber. Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan alasan untuk tindakan. Intervensi Keperawatan : Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan klien Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktifitas aktifitas perawatan diri / perawatan bayi. Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi. Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan fisiologis Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan, dan berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional. Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metoda kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan sebelum kunjungan minggu ke-6 13. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan pemenuhan kebutuhan kebutuhan individu dan tugas tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan. Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas tugas yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi. Intervensi Keperawatan : Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain Rasional : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap tahap perkembangan. Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi Rasional : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan keluarga membantu mengembangkan harga diri dan rasa

kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang. Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode pascapartum Rasional : Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami, menurunkan stres dan meningkatkan koping positif. Berikan informasi tertulis mengenai buku buku yang dianjurkan untuk anak anak ( sibling ) tetang bayi baru Rasional : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan kemungkinan penggantian atau penolakan. Kolaborasi dalam merujuk klien / pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di komunitas Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan anak. 4. Pelaksanaan Keperawatan Menurut Doenges (2000) implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensi-intervensi yang terdapat dalam rencana perawatan. Menurut Allen (1998) komponen dalam tahap implementasi meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan respon pasien terhadap asuhan keperawatan. 5. Evaluasi Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang ditetapkan yaitu meliputi ; kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan.Ibu dan keluarga akan mengembangkan koping yang efektif Setiap anggota keluarga akan melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Perawat dapat yakin bahwa perawatan berlangsung efektif jika kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya secara efektif, dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. BAB III KESIMPULAN 1. Postpartum blues yaitu suatu perasaan bercampur aduk 2. Banyak penyebab terjadinya postpartum blues yaitu 3. Orang dikatakan mengalami postpartum blues jika mengalami gejala gejala sebagai berikut

4. Penderita postpartum dapat dideteksi melalui skrinning yaitu dengan kuisioner yang berupa pertanyaan tentang rasa cemas 5. Penanganan pada post partum blues ini bermacam macam caranya Asuhan keperawatan pada pasien postpartum blues pada dasarnya harus holistik yaitu menyeluruh dari bio-psiko-sosiospiritual dan melibatkan orang tua si anak yaitu ayah dan ibu sia anak

post partum blues http://bana2.dagdigdug.com/category/reference/ Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan

berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut postpartum blues . post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai milk fever karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan, dan ditandai dengan gejala-gejala seperti : reaksi depresi /sedih/disforia, menangis , mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat. post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya. Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai postpartum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan. Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah: 1) Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara bermakna setelah melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase. Yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi; 2) Faktor demografik yaitu umur dan paritas; 3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan; 4) Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah

tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya. Di luar negeri skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian. Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang berjuang sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai. Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin seharihari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.

Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya. Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues . Pengobatan medis, konseling emosional, bantuanbantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.

.