politik uang

16
ABSTRAK Politik Uang Politik uang telah menjamur di Negara kita. Politik uang merupakan suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.Dalam hal ini sering terjadi dalam pemilu,baik pemilihan presiden hingga kepala desa.Antusiasme menjadi pejabat lah yang menjadi faktor utama semua ini.Padahal kepercayaan rakyat terhadap pejabat saat ini boleh dibilang nihil. Dalam Pilkada, kita biasa mendengar para calon menyuap calon pemilih agar dipilih. Akibatnya, ongkos untuk menjadi kontestan pilkada sangatlah mahal.Kita patut mencontoh kampanye negara lain.Di Australia, misalnya, para calon legislatif tidak melakukan pawai dan orasi kampanye di ruang terbuka karena rentan dengan konfrontasi dan konflik dengan pihak lain. Sebaliknya, para caleg tersebut berkampanye di media massa, cetak maupun elektronik, meletakkan foto dan embel-embel partai ukuran tertentu di pinggir jalan atau tempat publik lain. Mereka juga terjun, bertemu, dan berdialog langsung dengan rakyat. Dengan begitu, upaya kontestan untuk terpilih menjadi lebih keras dan sungguh-sungguh bukan hanya uang yang bicara. Kalau pun ada kampanye terbuka, massanya diyakini berkumpul atas kemauan sendiri. Metode ini tentu saja lebih aman dan hemat. Dengan begitu, kelak setelah terpilih kontestan tersebut tidak sibuk memikirkan cara mengembalikan modalnya. Praktek politik uang dalam konteks Indonesia kekinian barangkali tidak mudah diberantas. Masa kampanye bagi rakyat, seolah merupakan saat ‘dimanja’ oleh negara karena sesudah itu mereka cenderung ‘dilupakan’ . Namun, sikap rakyat yang demikian perlu dipahami secara kritis. Apakah mereka melakukannya karena mereka (maaf) bodoh? Atau barangkali karena rakyat tidak peduli sebab sudah muak dengan perilaku buruk pejabat yang menjadi berita setiap hari dan nyaris tidak pernah memihak kepentingan rakyat. Saya beranggapan rakyat sudah sedemikian cerdas dalam menggunakan hak pilih . Kata Kunci :Politik Uang,Pilkada,Kampanye,Kepentingan Rakyat,Hak Pilih.

Upload: zakharia-manullang

Post on 28-Dec-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nkln

TRANSCRIPT

Page 1: politik uang

ABSTRAK

Politik Uang           

Politik uang telah menjamur di Negara kita. Politik uang merupakan suatu bentuk pemberian

atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih

maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.Dalam hal

ini sering terjadi dalam pemilu,baik pemilihan presiden hingga kepala desa.Antusiasme menjadi

pejabat lah yang menjadi faktor utama semua ini.Padahal kepercayaan rakyat terhadap pejabat saat

ini boleh dibilang nihil. Dalam Pilkada, kita biasa mendengar para calon menyuap calon pemilih

agar dipilih. Akibatnya, ongkos untuk menjadi kontestan pilkada sangatlah mahal.Kita patut

mencontoh kampanye negara lain.Di Australia, misalnya, para calon legislatif tidak melakukan

pawai dan orasi kampanye di ruang terbuka karena rentan dengan konfrontasi dan konflik dengan

pihak lain. Sebaliknya, para caleg tersebut berkampanye di media massa, cetak maupun elektronik,

meletakkan foto dan embel-embel partai ukuran tertentu di pinggir jalan atau tempat publik lain.

Mereka juga terjun, bertemu, dan berdialog langsung dengan rakyat. Dengan begitu, upaya kontestan

untuk terpilih menjadi lebih keras dan sungguh-sungguh bukan hanya uang yang bicara. Kalau pun

ada kampanye terbuka, massanya diyakini berkumpul atas kemauan sendiri. Metode ini tentu saja

lebih aman dan hemat. Dengan begitu, kelak setelah terpilih kontestan tersebut tidak sibuk

memikirkan cara mengembalikan modalnya. Praktek politik uang dalam konteks Indonesia kekinian

barangkali tidak mudah diberantas. Masa kampanye bagi rakyat, seolah merupakan saat ‘dimanja’

oleh negara karena sesudah itu mereka cenderung ‘dilupakan’. Namun, sikap rakyat yang demikian

perlu dipahami secara kritis. Apakah mereka melakukannya karena mereka (maaf) bodoh? Atau

barangkali karena rakyat tidak peduli sebab sudah muak dengan perilaku buruk pejabat yang

menjadi berita setiap hari dan nyaris tidak pernah memihak kepentingan rakyat. Saya beranggapan

rakyat sudah sedemikian cerdas dalam menggunakan hak pilih.

Kata Kunci :Politik Uang,Pilkada,Kampanye,Kepentingan Rakyat,Hak Pilih.

Page 2: politik uang

PENDAHULUAN

          Politik dan uang mungkin merupakan dua hal berbeda namun tidak dapat dipisahkan.

Untuk berpolitik orang membutuhkan uang dan dengan uang orang dapat berpolitik. Istilah

politik uang yang dalam bahasa Inggris Money Politic mungkin istilah yang sudah sangat

sering didengar. Istilah ini menunjuk pada penggunaan uang untuk mempengaruhi keputusan

tertentu entah dalam Pemilu ataupun dalam hal lain yang berhubungan dengan keputusan-

keputusan penting.

      Memperhatikan kondisi politik yang berkembang saat ini , sebagian besar masyarakat

sarat dengan praktek  politik uang (money politik) baik pada saat pemilu Presiden, Gubernur,

Bupati, bahkan sampai pemilihan Kepala desa (pilkades) .Dikemas dalam berbagai  bentuk

seperti pemberian hadiah,pembagian kupon, tambahan uang lembur, uang transport,

sumbangan,dan sebagainya.Karena sudah melekatnya dengan masyarakat seolah tidak ada

ruang untuk memberantasnya.

      Barangkali inilah yang melatarbelakangi penyusunan artikel ini.Memberi pemahaman

kepada pembaca dan masyarakat secara umum bahwa praktek politik uang ini sangat

berbahaya, dan merupakan cikal bakal  munculnya korupsi.Agar kita saling bahu membahu

untuk memberantas praktek politik uang ini, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih,adil,

dan bijaksana di negeri kita tercinta ini

      Dan secara khusus dalam belajar tentang Mata Kuliah Pancasila ini yang terpenting

tentunya kita disini dituntut untuk memperbaiki moral kita yang bernilaikan

Pancasila.Melalui artikel ini saya rasa kita bisa menerapkan moral kita yang baik karena

Praktik Politik Uang ini telah menyangkut tentang prilaku atau moral bangsa yang sudah

tidak baik.

Page 3: politik uang

PEMBAHASAN          Politik uang (Money Politik) atau Politik Perut adalah suatu bentuk pemberian atau

janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih

maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.

Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk

pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan

pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan

dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada

masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan

suaranya untuk partai yang bersangkutan. Dalam pengertian seperti ini uang merupakan alat

untuk mempengaruhi seseorang untuk menentukan keputusan. Tentu saja dengan kondisi ini

maka dapat dipastikan bahwa keputusan yang diambil tidak lagi berdasarkan baik tidaknya

keputusan tersebut bagi orang lain tetapi keuntungan yang didapat dari keputusan tersebut. 

                Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya praktik politik uang,seperti :

1.     Tidak adanya komitmen para pejabat, pegawai, kelompok tertentu, dan sebagian

masyarakat dalam memegang keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2.     Tidak adanya komitmen pejabat, pegawai, atau sebagaian masyarakat dalam memegang

niali-nilai moral misalnya: jujur, berkata benar, dan sebagainya.

3.     Keinginan untuk memperoleh jabatan.

4.     Merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kekuasaan.

                Antusiasme menjadi pejabat dalam konteks Indonesia kekinian memang ironis. Di

tengah tipis, bahkan nihilnya kepercayaan rakyat terhadap pejabat publik, birokratik atau

politis, keinginan orang untuk menjadi pejabat tampaknya tak pernah surut. Begitu apatisnya

orang terhadap para pejabat sehingga ada yang mengusulkan agar kepada (calon) pejabat

semestinya diberlakukan pembuktian terbalik. Sujiwo Tedjo misalnya, pernah mengusulkan

pembuktian terbalik dengan cara para pejabat harus dianggap sebagai (maaf kata) binatang

dan hanya bermetamorfosis menjadi manusia jika dan hanya jika mereka berhasil memangku

jabatan dan mengemban amanahnya. Begitulah apatisme rakyat akibat perilaku buruk pejabat

dulu dan sekarang secara laten tak pelak memunculkan ekspektasi tinggi bagi pejabat

berikutnya. 

            Permintaan pembuktian terbalik tersebut sebenarnya masuk akal. Sebab, pemimpin

atau pejabat memiliki hak dan tanggung jawab lebih dibanding rakyat kebanyakan. Para

pejabat, sebagaimana kata pepatah, didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting. Para

pemimpin idealnya wajib merupakan pribadi yang pintar, menyenangkan, dan mulia. Nah,

sekarang bayangkan betapa ekspektasi rakyat menjadi jungkir balik ketika seorang pejabat

teridentifikasi terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ia tidak hanya bernilai nol, tetapi, lebih

buruk, minus. Terkait KKN, pejabat yang terlibat sebenarnya bertindak melebihi haknya dan

pada saat yang sama mengurangi kewajibannya.Tindakan ini benar-benar bertentangan

Page 4: politik uang

dengan harapan masyarakat. Pernyataan ini cukup menjadi alasan kenapa kemunculan

pemimpin sejenis Dahlan Iskan dan Jokowi disambut dengan baik karena mampu memenuhi

sebagian dari harapan itu. Jika dirujuk ke belakang, perilaku korup pejabat tidak terjadi

begitu saja. Ada praktek tercela lain, misalnya, karena praktek pilkada yang sering diwarnai

politik uang. Bukan cerita baru jika banyak pejabat dipromosikan atau diangkat berdasarkan

faktor KKN, jauh dari tuntutan meritokrasi. Dalam Pilkada, kita biasa mendengar para calon

menyuap calon pemilih agar dipilih. Akibatnya, ongkos untuk menjadi kontestan pilkada

sangatlah mahal. 

             Dampak yang ditimbulkan oleh adanya praktek politik uang pun sangat

merugikan,diantaranya :

1.    Korupsi

Ini merupakan dampak terbesar dari adanya praktek politik uang, karena ini merupakan salah

satu cara para pejabat yang terpilih untuk mengembalikan biaya-biaya pada saat pemilu

adalah dengan cara korupsi.Atau bisa kita katakan korupsi dilakukan untuk mengembalikan

modal yang telah di investasikan ketika melakukan kampanye..

2.     Merusak tatanan  Demokrasi

Dalam konsep demokrasi kita kenal istilah dari rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat.Ini

berarti rakyat berhak menentukan pilihannya kepada calon yang di khendakinya tanpa ada

intervensi dari pihak lain.Namun dengan adanya praktek politik uang maka semua itu seolah

dalam teori belaka. Karena masyarakat terikat oleh sebuah parpol yang memeberinya uang

dan semisalnya. Karena sudah diberi uang masyarakat merasa berhutang budi kepada parpol

yang memberinya uang tersebut, dan satu-satunya cara untuk membalas jasa tersebut adalah

dengan memilih/mencoblos parpol tersebut.Sehingga motto pemilu yang bebas, jujur, dan

adil hanya sebuah kata-kata yang terpampang di tepi-tepi jalan tanpa pernah di realisasikan.

3.     Akan makin tingginya biaya politik

Dengan adanya praktek politik uang , maka sebuah parpol di tuntut untuk lebih memeras

kantong, mengingat sudah terbiasanya masyarakat dengan pemberian uang dan barang

lainnya atau bisa kita katakan parpol yang lebih banyak mengeluarkan biaya akan keluar

menjadi pemenang. Oleh karena itu parpol-parpol tersebut akan berusaha memberikan uang

dan semisalnya kapada masyarakat melebihi parpol pesaingnya, agar masyarakat

memilihnya.

            Kita memang menyerap praktek berdemokrasi dari barat, tetapi sesungguhnya kita

tidak menyerapnya secara utuh. Dalam beberapa hal, kita malah terkesan ‘berlebihan’.Kita

juga tidak sepenuhnya menyerap cara berkampanye negara-negara dengan demokrasi mapan.

Di Australia, misalnya, para calon legislatif tidak melakukan pawai dan orasi kampanye di

ruang terbuka karena rentan dengan konfrontasi dan konflik dengan pihak lain. Sebaliknya,

para caleg tersebut berkampanye di media massa, cetak maupun elektronik, meletakkan foto

dan embel-embel partai ukuran tertentu di pinggir jalan atau tempat publik lain. Mereka juga

terjun, bertemu, dan berdialog langsung dengan rakyat. Dengan begitu, upaya kontestan

Page 5: politik uang

untuk terpilih menjadi lebih keras dan sungguh-sungguh bukan hanya uang yang bicara.

Kalau pun ada kampanye terbuka, massanya diyakini berkumpul atas kemauan sendiri.

 Metode ini tentu saja lebih aman dan hemat.Para caleg dan calon kepala daerah,

dengan demikian, tidak didesak dan disyaratkan untuk mengumpulkan modal dari pihak lain

dengan pamrih tertentu jika terpilih kelak. Mereka juga tidak perlu berhutang atau menjual

harta bendanya.

            Maksud saya adalah kita semestinya menciptakan sebuah situasi dimana kontestan

Pilkada tidak dituntut untuk mengeluarkan banyak uang untuk kepentingan politik uang.

Dengan begitu, kelak setelah terpilih kontestan tersebut tidak sibuk memikirkan cara

mengembalikan modalnya. Kontestan yang kalah pun tidak akan begitu dirugikan.Yang saya

kurang mengerti adalah kenapa negara ini masih membolehkan metode kampanye terbuka

yang mahal dan rawan konflik dan kerusuhan, apalagi pemilu diikuti puluhan partai.

            Saya ingin bicara lebih jauh tentang politik uang. Praktek politik uang dalam konteks

Indonesia kekinian barangkali tidak mudah diberantas. Di samping karena inisiatif para

kontestan pemilu sendiri, rakyat juga semakin abai.Sebagian rakyat saat ini bukannya

mengutuk politik uang, tetapi malah menunggunya. Pilkada atau hajatan demokrasi lain

menjadi ajang musiman untuk mendapatkan uang, kaos, topi, rompi, kalender, dan atribut

kampanye lain secara cuma-cuma. Masa kampanye bagi mereka, seolah merupakan saat

‘dimanja’ oleh negara karena sesudah itu mereka cenderung ‘dilupakan’. 

                Namun, sikap rakyat yang demikian perlu dipahami secara kritis. Apakah mereka

melakukannya karena mereka (maaf) bodoh? Atau barangkali karena rakyat tidak peduli

sebab sudah muak dengan perilaku buruk pejabat yang menjadi berita setiap hari dan nyaris

tidak pernah memihak kepentingan rakyat. Dan sebagai kompensasinya, rakyat menerima

begitu saja uang suap dari kontestan mana saja yang menawarkan.

Menurut Saya,Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk memberantas praktek politik uang,

diantaranya adalah:

1.     Menanamkan niali-nilai keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa sejak dini.

Dengan semakin kuatnya keimanan kita bahwa Tuhan akan membalas setiap amal perbuatan

yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan yang berbuat jahat akan dibalas dengan

azab atau siksa, maka akan semakin besar pula rasa takut kita untuk berbuat tidak baik seperti

menyuap, tidak jujur, dan sebagainya.

2.     Hukuman yang tegas bagi oknum-oknum yang menyuap dan koruptor.

Tidak di pungkiri lagi bahwa hokum di Indonesia ini sangat lemah bagi mereka yang

berkedudukan dan sangat tegas bagi masyarakat lemah, berapa banyak sudah koruptor yang

hukumannya lebih ringan daripada pencuri ayam. Oleh karena itu jika kita hendak

memberantas korupsi di negeri ini maka cara yang sangat efektif di antaranya adalah dengan

memebrikan hukuman yang berat dan tegas tanpa pandang bulu kepada para koruptor .agar

merek yang sudah melakuakan korupsi bisa jera dan bagi meraka yang belum tidak berani

melakukan korupsi.

Page 6: politik uang

3.     Transparansi

Ini merupakan salah satu penopang terwujudnya pemerintahan yang bersih, menurut para ahli

akibat dari tidak adanya transparansi Indonesia telah terjamab kedalam kubangan korupsi

yang berkepanjangan. Maka untuk keluar dari kubangan korupsi transparansi mutlak harus

dilakukan baik pemerintah pusat maupun di bawahnya.

4.     Dukungan dari semua pihak

Karena praktek politik uang dan korupsi merupakan masalah yang sangat besar,akar-akarnya

telah menjalar keseluruh lapisan masyarakat, maka untuk memberantasnya diprlukan

kerjasama,usaha,dan dukungan dari semua pihak baik pemerintah, penegak hukum, dan

masyarakat. Jika salah satu dari komponen tersebut tidak mendukung, maka pemerintahan

yang bersih dari politik uang dan korupsi akan sulit terwujud.

            Saya beranggapan rakyat sudah sedemikian cerdas dalam menggunakan hak pilih.

Selain itu, untuk memahami dan memutuskan bahwa politik uang adalah salah tidak perlu

menunggu seseorang menjadi pintar, apalagi para pemilih adalah kelompok masyarakat

dewasa. Mereka bahkan memahami jika menerima suap politik uang sama dengan menghina

dan merendahkan diri mereka. Oleh karena itu, persoalan praktek uang dengan demikian

sama sekali tidak terkait dengan kebodohan konstituen. Melainkan, rakyat hanya begitu muak

sehingga tidak peduli apakah proses demokrasi berjalan lempang atau curang. Kondisi

demikian tentu menambah distansiasi negara dengan rakyatnya yang membahayakan negara

ke depan

\

Page 7: politik uang

Praktik Politik Uang dalam Pilkada Lebih Masif dari PilpresMinimnya jumlah dan kemampuan pengawas serta lemahnya aturan membuat praktik politik uang dalam Pilkada marak terjadi di berbagai daerah.

Ketua Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi, Didik Suprianto, menegaskan bahwa kegiatan

politik uang juga terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung.

 

"Bahkan pelanggaran money politics di Pilkada jauh lebih marak bahkan masif dibanding saat

Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden lalu," tegas Didik, dalam diskusi terbatas tentang

politik uang dalam Pilkada di Jakarta, (30/6).

 

Namun menurut mantan anggota Panwas Pemilu Pusat ini, meski jumlahnya cukup besar,

publikasi soal pelanggaran itu jarang terdengar. Kemungkinan karena hal itu merupakan isu

lokal, dan masyarakat di daerah lain menganggap hal tersebut seakan tidak pernah terjadi.

 

Didik mencatat beberapa sebab yang mengakibatkan maraknya politik uang

tersebut. Pertama, karena persaingan yang cukup ketat antara peserta Pilkada. Mereka yang

seharusnya saling mengawasi agar tidak terjadi pelanggaran, justru saling berlomba untuk

melakukan politik uang itu.

 

Kedua, minimnya jumlah dan kemampuan pengawas lokal maupun pengawas asing. Tidak

seperti Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang dipersiapkan sejak jauh hari, pengawas

dalam Pilkada dibentuk terlambat dan tidak dibekali kemampuan yang cukup untuk

melaksanakan pengawasan. Sementara, jumlah pengawas asing juga sudah jauh berkurang.

 

Ketiga, kurangnya partisipasi media lokal untuk mengungkap kasus ini. Kebanyakan media

lokal takut disebut partisan karena terlalu menyoroti peserta Pilkada tertentu. Belum lagi,

menurut Didik, media lokal kekurangan sumber karena masyarakat enggan untuk

berkomentar.

 

Hukumnya lemah

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana UI Harkristuti Harkrisnowo mengkritik lemahnya

aturan dan penegakan hukum dalam aturan Pemilu sebagai penyebab dari maraknya praktik

politik uang. Menurutnya, banyak dari aturan yang ada baik dalam UU Parpol, UU Pemilu,

UU Pilpres dan UU Pemda (Pilkada) masih membuka celah untuk disiasati .

Page 8: politik uang

 

Harkristusi mencontohkan Pasal 42 UU Pilpres. "Pasal itu hanya menjerat peserta Pemilu dan

tim kampanye untuk pelanggaran politik uang, padahal belum tentu yang melakukan mereka

itu," jelas Harkristuti.

 

Pengalaman sebelumnya, kata dia, juga menunjukkan bahwa hampir tidak ada kasus politik

uang yang diproses secara hukum di pengadilan. Kalaupun ada, jumlahnya sangat kecil.

Belum lagi, proses pembuktian terhadap pelanggaran tersebut cukup sulit mengingat alat

bukti yang sukar didapat.

 

Berdasarkan catatan Panwas Pemilu lalu, dari ratusan pelanggaran politik uang baik dari

temuan Panwas maupun dari laporan masyarakat, hanya 50 kasus saja yang masuk ke

pengadilan. Dari jumlah itu, hanya sepuluh kasus saja yang akhirnya sampai pada tahap

putusan dari majelis hakim.

 

Berdasarkan hal itu Harkristuti mengusulkan agar DPR dan Pemerintah mulai mencanangkan

revisi terhadap aturan Pemilu yang sudah ada. "Agar ke depan pelaksanaan Pemilu bisa lebih

baik," tambahnya.

Page 9: politik uang

Praktik Politik Uang dalam Pileg 2014 MasifTren praktik politik uang sejak 2009 hingga 2014 meningkat.

Maraknya praktik politik uang dalam Pemilihan Umum Legislatif (Pileg)

2014 masih terus terjadi. Hal itu membuktikan betapa masifnya

pelanggaran pidana pemilu yang berujung tercemarnya pemilu yang jujur

dan adil. Demikian disampaikan anggota Divisi Korupsi Politik Indonesia

Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, dalam paparan hasil pemantauan

politik uang dalam Pemilu Legislatif 2014 di Jakarta, Senin (21/4).

 

“Praktik politik uang masih masif terjadi dalam pemilu legislatif tahun

2014 dengan modus pemberian secara prabayar dan pasca bayar,”

ujarnya.

 

ICW bersama jaringan di daerah melakukan pemantauan di 15 provinsi

sejak masa kampanye, minggu tenang, hingga hari pencoblosan. Hasil

final pemantauan, setidaknya mendapatkan 313 temuan pelanggaran.

Mulai pemberian uang sebanyak 104 kasus, pemberian barang sebanyak

128 kasus, pemberian jasa 27 kasus, dan penggunaan sumber daya

negara 54 kasus.

 

Donal menyadari data yang dikumpulkan tidak mewakili seluruh provinsi.

Namun setidaknya, temuan ICW menggambarkan realita yang terjadi di

masyarakat sedemikian miris. Pasalnya, masih banyak kandidat caleg

yang melakukan politik uang.

 

Dikatakan Donal, dari 15 provinsi, wilayah Banten yang paling banyak

ditemukan pelanggaran, antara lain praktik curang dalam pemilu di

tingkat kabupaten/kota. “Hal ini disebabkan bahwa persaingan di wilayah

yang sempit dan kandidat yang banyak mendorong maraknya politik

uang,” katanya.

 

Menurutnya, di Banten, politik uang yang dilakukan kisaran Rp5 ribu

hingga Rp50 ribu sebanyak 24 kasus. Sedangkan kisaran Rp26 ribu

hingga Rp50 ribu mencapai 28 kasus. Untuk politik uang berdasarkan

Page 10: politik uang

latar belakang partai, Golkar menduduki nomor urut pertama, dengan 57

kasus. Sedangkan PPP 30 kasus, PAN 25 kasus, Demokrat 25 kasus, dan

PDIP 24 kasus.

 

“Demokrasi kita masih pada pemodal uang, bisa kita bayangkan hasilnya

nanti,” ujarnya.

 

Lebih jauh Donal menuturkan, dari hasil temuan di sejumlah provinsi itu,

aktor pelaku politik uang lebih didominasi oleh kandidat caleg sebanyak

170 kasus. Sedangkan Tim Sukses (Timses) sebanyak 107 kasus, aparat

pemerintah 24 kasus.

 

Berdasarkan catatan ICW, tren politik uang dari Pemilu pasca reformasi

meningkat. Pemilu 1999 sebanyak 62 kasus. Sedangkan Pemilu 2004

sebanyak 113 kasus, Pemilu 2009 sebanyak 150 kasus, dan Pemilu 2014

sebanyak 313 kasus. “Ini membuktikan tren pelanggaran pemilu politik

uang meningkat dari pemilu ke pemilu,” ujarnya.

 

Ketua Divisi Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan, menambahkan, praktik

transaksional yang dilakukan para caleg dalam Pemilu 2014 terus terjadi.

Menurutnya, hal itu membuktikan betapa vote buying mengkonfirmasi

atas praktik transaksional. Tak kalah penting, lemahnya penegakan

hukum terhadap perkara pelanggaran tindak pidana pemilu. 

 

Deputi Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi

(Perludem), Ferry Junaedi, menambahkan ada tren peningkatan aksi

politik uang dalam setiap Pemilu. Ironisnya, hal tersebut tak menimbulkan

efek jera. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengawalan agar penegak

hukum melakukan proses hukum hingga selesai. Sayangnya, penegak

hukum dalam menangani proses hukum terbatas oleh waktu yang hanya

14 hari.

 

“Kami menilai ada problem dalam proses penegakan hukum,” ujarnya

Ferry berpandangan, terkait limitasi penanganan kasus pelanggaran

pidana pemilu harus dilakukan revisi. Bila tidak, dengan terbatasnya

waktu penanganan kasus pelanggaran pemilu tidak akan maksimal.

Bukan tidak mungkin banyak kasus yang dihentikan penyidikannya.

Page 11: politik uang

 

“Banyak pelanggaran pemilu kemudian dibawa ke polisi yang tuntas

tanpa ending yang baik. Artinya, semua proses di polisi akan dihentikan

dengan di SP3. Dan ini tidak menimbulkan efek jera,” katanya.

Menurutnya, kasus pidana pemilu harus ditindaklanjuti hingga rampung,

bukan sebaliknya dihentikan penyidikannya. Dikatakan Ferry, kasus

pidana pemilu tidak bisa dibuktikan secara serampangan. Maka dari itu,

diperlukan waktu yang cukup panjang. Ia juga mendorong agar Bawaslu

proaktif mendorong kasus pidana pemilu, khususnya politik uang di

tindaklanjuti oleh penyidik Polri.

 

“Kita mengusulkan perpanjangan waktu penanganan pelanggaran pidana

pemilu. Kalau perlu sepanjang masa jabatan 5 tahun, kalau terbukti yang

terbukti bisa diskualifikasi,” pungkasnya.

Page 12: politik uang

sebab-akibat politik uang pada pemilu Sabtu, 26 April 2014

Dalam pelaksaanya, pemilu di Indonesia sering terlihat tidak sehat. Pemilihan umum yang dinilai

sebagai pesta demokrasi pun ternyata belum bisa mengimplementasikan sistem demokrasi yang

sesungguhnya. Karena didalam proses pelaksanaannya, pemilu masih disuguhi kecurangan

yang dilakukan oleh kandidat pemilu maupun partai nya sendiri. Salah satu kecurangan pemilu

adalah politik uang yang memaksa masayarakat untuk memilih peserta pemilu yang melakukan

politik uang tersebut.

Faktor penyebab politik uang

Ada 2 subjek yang menyebabkan terlaksananya praktik politik uang, yaitu peserta pemilu (calon

anggota legislatif) dan masyarakat sebagai pemilih. Salah satu alasan mengapa para caleg

melakukan politik uang adalah mereka takut kalah bersaing dengan caleg lain. Caleg yang baru

bersaing masih mencari bentuk serangan fajar. Mereka berpotensi melakukan politik uang. Para

caleg yang pernah mencalonkan diri pada pemilu sebelumnya tentu lebih ahli dalam politik uang

dan dipastikan akan mengulang hal yang sama.

Alasan lainnya adalah adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap para calon pemimpin. Hal

tersebut memberikan efek negatif bagi para elit dengan menghambur-hamburkan uang dalam

waktu sekejap, demi kekuasaan semata. Begitupun sebaliknya, adalah sangat menggiurkan juga

bagi masyarakat meskipun sesaat, karena itu juga masyarakat merasa "berhutang budi” pada

caleg yang memberikan uang tersebut. Biasanya peserta pemilu yang tidak memiliki kedekatan

emosional dengan masyarakat akan membuat program-program yang didalamnya terindikasi

politik uang.

Jika dilihat dari masyarakatnya, ada beberapafaktor mengapa banyak rakyat yang terlibat dalam

politik uang, antara lain :

1. Masyarakat miskin.

Sebagaimana kita ketahui, angka kemiskinan di Indonesia cukup tinggi.Kemiskinan adalah

keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi memenuhi kebutuhan dasar seperti

makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.Kemiskinan dapat disebabkan

oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan

dan pekerjan.

Page 13: politik uang

Kondisi miskin tersebut seperti memaksa dan menekan sebagian masyarakat untuk segera

mendapat uang.Money politic pun menjadi ajang para rakyat untuk berebut uang. Mereka yang

menerima uang terkadang tidak memikirkan konsekuensi yang akan diterima yaitu, tindakan

suap dan jual beli suara yang jelas melanggar hukum. Yang terpenting adalah mereka mendapat

uang dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik.

Tidak semua orang tahu apa itu politik, bagaimana bentuknya, serta apa yang ditimbulkan dari

politik. Itu semua bias disebabkan karena tidak ada pembelajaran tentang politik di sekolah-

sekolah atau masyarakatnya sendiri yang memang acuh terhadap politik di Indonesia. Sehingga

ketika ada pesta politik, seperti pemilu, masyarakat tersebut akan bersikap acuh dengan pemilu.

Tidak mengenal partai, tidak masalah.Tidak tahu calon anggota legislatif, tidak masalah. Bahkan

mungkin, tidak ikut pemilu pun tidak masalah.

Kondisi seperti ini menyebabkan maraknya politik uang. Rakyat yang acuh dengan pemilu

dengan mudah menerima pemberian dari para peserta pemilu.Politik uang pun dianggap tidak

masalah bagi mereka. Mereka tidak akan berpikir jauh ke depan bahwa uang yang diberikan itu

suatu saat akan 'ditarik' kembali oleh para caleg yang nantinya terpilih menjadi anggota legislatif.

Mereka tidak menyadari adanya permainan politik yang sebenarnya justru merugikan diri mereka

sendiri.

3. Kebudayaan.

Saling memberi dan jika mendapat rejeki, tidak boleh ditolak.Begitulah ungkapan yang

nampaknya telah melekat dalam diri bangsa Indonesia.Uang dan segala bentuk politik uang dari

peserta pemilu dianggap sebagai rejeki bagi masyarakat yang tidak boleh ditolak. Dan karena

sudah diberi, secara otomatis masyarakat harus memberi sesuatu pula untuk peserta pemilu,

yaitu dengan memilih, menjadi tim sukses, bahkan ikut menyukseskan politik uang demi

memenangkan peserta pemilu tersebut. Hal itu semata-mata dilakukan sebagai ungkapan

terimakasih dan rasa balas budi masyarakat terhadap caleg yang memberi uang.

Dalam hal ini kebudayaan yang sejatinya bersifat benar dan baik, telah melenceng dan

disalahartikan oleh masyarakat.Saling memberi tidak lagi dalam hal kebenaran melainkan untuk

suatu kecurangan. Masyarakat tradisional yang masih menjunjung tinggi budaya ini menjadi

sasaran empuk bagi para caleg untuk melakukan politik uang tanpa dicurigai.

Dampak politik uang

Dengan adanya money politics, akan melatih masyarakat untuk bertindak curang. Suara hari

nurani seseorang dalam bentuk aspirasi yang murni dapat dibeli demi kepentingan. Ini berarti

Page 14: politik uang

prinsi-prinsip demokrasi telah tercemari dalam praktik politik uang. Rakyat dalam proses seperti

ini tetap menjadi objek eksploitasi politik pihak yang memiliki kekuasaan.

Pemilu tidak lagi berdasarkan prinsip bebas dan jujur. Pemilu tidak lagi bebas, artinya pilihan

seseorang tidak lagi sesuai dengan keinginannya. Seseorang mendapat tekanan dan paksaan

untuk memilih caleg. Pemilu, tidak lagi jujur, artinya telah terjadi kecurangan dalam pemilu

dengan cara membeli suara. Jika dibiarkan, praktik politik uang akan mengendap dan melekat

dalam diri bangsa Indonesia. Praktik money politics ini berakibat pada pencitraan yang buruk

serta terpuruknya partai politik. Dan Indonesia akan semakin jauh dari sebutan Negara

Demokrasi.