pneumonia

29
CLINICAL SCIENCE SESSION PNEUMONIA Preceptor: Dr. Emmy Hermiyanti Pranggono, dr., SpPD- KP., KIC Penyusun: Adnin Nugroho 1301-1211- 0526 Deddy Oskar 1301-1211-0541 Nabilah Binti Mohamed 1301-1211- 3543

Upload: irenne-wibowo

Post on 02-Feb-2016

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pneumonia adalah suatu penyakit infeksi pada paru-paru

TRANSCRIPT

Page 1: Pneumonia

CLINICAL SCIENCE SESSION

PNEUMONIA

Preceptor:

Dr. Emmy Hermiyanti Pranggono, dr., SpPD-KP., KIC

Penyusun:

Adnin Nugroho 1301-1211-0526

Deddy Oskar 1301-1211-0541

Nabilah Binti Mohamed 1301-1211-3543

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

DIVISI RESPIROLOGI & PENYAKIT KRITIS RESPIRASI

RUMAH SAKIT DR HASAN SADIKIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2012

Page 2: Pneumonia

DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dan dari

bronkiolus terminalis yang mecakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

Peradangan paru dapat disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, jamur, bahan kimia,

lesi kanker, dan radiasi ion.

Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut

yang merupakan penyebab tersering. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan

biasanya struktur paru kembali normal.

EPIDEMIOLOGI

Penyebab angka kematian dan kecacatan yang tertinggi di seluruh dunia. Sekitar

80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas

yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam RS/pusat perwatan (PN). Pneumonia

yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah di parenkim paru yang serius

dijumpai sekitar 15-20%.

Kejadian PN di ICU lebih sering dibandingkan dengan ruangan umum, yang

dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat

ventilasi mekanik. VAP didapat pada 9-27% dari pasien yang diintubasi, Resiko VAP

tertinggi pada saat awal masuk ICU.

Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lansia dan sering terjadi pada

PPOK. Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti DM, payah jantung,

penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit syaraf kronik, dan

penyakit hati kronik. Faktor predisposisi lain antara lain seperti merokok, pasca infeksi

virus, DM, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan

penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan invasif, seperti infus, intubasi, trakeostomi,

atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khsusnya tempat kediaman

seperti di rumah jompo, penggunaan antibiotik (AB) dan obat suntik IV, serta keadaan

alkoholik yang meningkatan kemungkinan terinfeksi kuman gram negatif.

ETIOLOGI

Etiologi pneumonia berdasarkan klasifikasi pneumonia:

Page 3: Pneumonia

Pneumonia komunitas (CAP) Pneumonia nosokomial (HCAP)

Mycoplasma pneumoniae

Streptococcus pneumoniae

Haemophilus influenza

Chlamydia pneumonia

Legionella pneumophila

Kuman anaerob oral

Moraxella catarrhalis

Pneumocystis carinii

Nocardia spp.

Virus influenza, sitomegalovirus,

Virus sinsitial pernapasan,

Virus morbili, virus herpes zoster

Histoplasma, Coccidioides, Blastomyces

Basil enterik gram-negatif

Pseudomonas aeruginosa

Staphylococcus aureus

Kuman anaerob oral

Organisme penyebab CAP berdasarkan tingkat keparah penyakit:

Page 4: Pneumonia

Organisme penyebab CAP berdasarkan riwayat pasien dan penyakit yang mendasari:

PATOGENESIS

Normalnya saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim

paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis

dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa

filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier apparatus. Mekanisme pertahanan

lanjut berupa sekresi IgA lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, sitokin,

imunoglobulin, makrofag alveolar dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila

virulensi organisme bertambah, Agen infeksius masuk ke saluaran nafas bawah melalui

inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran pernafasan bagian atas, dan jarang

yang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi

saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon

imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului oleh

infeksi virus.

Page 5: Pneumonia

Invasi bakteri ke parenkim paru dapat menimbulkan konsolidasi eksudatif

jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkopneumoni), lobar atau intersisial.

Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh

darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin dan infiltrasi neutrofil yang

dikenal sebagai hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan

compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yang melewati paru yang

terinferksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion

mismatching) yang kemudian menybabkan peningkatan kerja jantung. Stadium

berikutnya terutama diikuti oleh penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-

sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi

setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya

direabsorbsi dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan

meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema.

Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan

menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.

KLASIFIKASI

COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP)

Pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit atau lingkungan masyarakat.

NOSOCOMIAL PNEUMONIA

Pneumonia yang terjadi setelah dirawat di RS. Terbagi menjadi:

- Hospital-acquired pneumonia (HAP)

Pneumonia yang terjadi ≥ 48 jam setelah dirawat di RS dan belum mengalami

masa inkubasi saat pertama datang ke rumah sakit

- Ventilator-associated pneumonia (VAP)

Pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal

- Healthcare-associated Pneumonia (HCAP)

1. Telah dirawat 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi

2. Tinggal di rumah perawatan (nursing home, atau long-term care facility)

3. Mendapat AB intravena, kemoteapi, atau perawatan luka dalam waktu 30

hari proses infeksi

4. Datang ke RS atau klinik hemodialisa

Page 6: Pneumonia

MANIFESTASI KLINIS

Orang dengan pneumonia infeksius sering kali terdapat batuk yang

menghasilkan sputum kehijauan atau kekuningan dan demam tinggi yang dapat disertai

dengan menggigil. Nafas pendek juga umum terjadi, juga dengan nyeri dada pleuritik,

nyeri seperti tertusuk, yang terasa selama bernafas dalam atau batuk. Pasien dengan

pneumonia dapat batuk berdarah, sakit kepala, atau berkeringat dan kulit lembap.

Gejala-gejala lain meliputi hilang nafsu makan, kelelahan, kulit kebiruan, mual, muntah,

dan nyeri persendian atau nyeri otot. Bentuk-bentuk pneumonia yang jarang dapat

menyebabkan gejala-gejala lain yang bervariasi. Contohnya, pneumonia yang

disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan nyeri abdomen dan diare, sementara

pneumonia yang disebabkan oleh tuberkulosis atau Pneumocystis hanya dapat

menyebabkan hilang berat badan dan keringat malam. Pada orang-orang tua,

manifestasi pneumonia mungkin tidak tipikal. Bayi dengan pneumonia dapat memiliki

gejala-gejala di atas, tapi seringnya mereka hanya sekedar mengantuk atau kekurang

selera makan.

Takipnea merupakan gejala klinis yang paling sensitif pada pneumonia anak.

Frekuensi nafas dihitung secara akurat yaitu harus dihitung dalam 60 detik secara

inspeksi

• Usia < 2 bulan à 60X/menit atau lebih

• Usia 2 bulan sampai < 12 bulan à 50X/menitatau lebih

• Usia 12 bulan sampai < 5 tahun à 40 X/menit atau lebih

Umumnya disertai dengan meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai oleh

retraksi epigastrium, interkostal, dan suprasternal, serta adanya pernapasan cuping

hidung yang menunjukkan adanya penggunaan otot-otot pernapasan tambahan yang

diperlukan untuk membantu pernapasan

DIAGNOSIS

Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian

terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan

perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi

Page 7: Pneumonia

mengarah kepada pemilihan terapi empiris entibiotik yang tepat. Seringkali bentuk

pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang berbeda. Diagnosis

pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang

teliti serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Ditunjukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan

dengan faktor infeksi

a. Evaluasi faktor pasien/predisposisi: PPOK (H. influenzae), penyakit kronik

(kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram negatif, anaerob), penurunan

imunitas (kuman Gram negatif seperti Pneumocystis carinii, CMV, Legionella,

jamur, Mycobactorium), kecanduan obat bius (Staphylococcus).

b. Bedakan lokasi infeksi: PK (Str. pneumonia, H. influenzae, M. pneumonia)¸

rumah jompo, PN (S. aureus, Gram negative).

c. Usia pasien: Bayi (virus), muda (M. pneumonia), dewasa (Str. pneumonia).

d. Awitan: Cepat, akut dengan rusty coloured sputum (Str. pneumonia); perlahan,

dengan batuk, dahak sedikit (M. pneumonia).

Pemeriksaan Fisik

Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan klinis. Perhatikan

gejala klinis yang mengarah kepada tipe kuman penyebab/patogenesis kuman tingkat

berat penyakit

a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti Str. pneumonia,

Streptococcus spp., Staphylococcus. Awitan lebih insidious dan ringan pada

orang tua/imunitas menurun akibat kuman yang kurang pathogen/oportunistik,

misalnya: Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur.

b. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batu kering dan nonproduktif

c. Pneumonia klasik bisa didapat berupa demam, sesak nafas, tanda-tanda

konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring, suara pernafasaan

bronkial). Bentuk klasik pada PK primer berupa bronkopneumonia, pneumonia

lobaris atau pneumonia interstitial. Gejala atau batuk yang tidak khas dijumpai

pada PK yang sekunder (didahului penyakit dasar paru) ataupun PN. Dapat

diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru seperti efusi pleura,

Page 8: Pneumonia

pneumotoraks/ hidropneumotoraks. Pada pasien PN atau dengan gangguan imun

dapat dijumpai ganggaun kesadaran oleh hipoksia.

d. Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.

Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

X-ray dada merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan

meskipun tidak 100% sensitif. Hasilnya berupa terdapat konsolidasi paru dengan

air bronchogram (+) pada lobus paru yang terkena. Apabila pasien secara klinis

memiliki tanda-tanda yang kuat menderita pneumonia tetapi hasil x-ray dada

menunjukkan hasil yang negatif, maka perlu dilakukan rontgen ulang 24-48 jam

berikutnya atau dilakukan CT scan.

b. Kultur darah

Semua pasien yang dirawat di rumah sakit karena PK harus menjalani 2 kali

pemeriksaan kultur darah. Organisme yang paling sering ditemukan adalah

S.pneumonia, S.aureus, E.coli.

c. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum ini berupa pewarnaan Gram untuk menentukan etiologi,

kultur, serta resistensi tes. Beberapa mikroorganisme yang harus dijadikan

sebagai patogen apabila ditemukan dalam pemeriksaan sputum yaitu:

M.tuberculosis, Legionella, H.capsulatum.

d. Serologi

Deteksi antibodi IgM terhadap organisme patogen atau terjadi peningkatan 4 kali

titer antibodi antara fase akut dan convalescence.

e. PCR

PENATALAKASANAAN

PORT (Pneumonia Patient Outcome Research Team) mengajukan faktor risiko

berkaitan dengan angka mortalitas dan komplikasi yang dapat terjadi sehingga dapat

dijadikan acuan sebagai indikasi rawat inap. Faktor risiko tersebut adalah:

Page 9: Pneumonia

Kemudian poin dijumlahkan dan dibuat stratifikasi pasien ke dalam 5 kelas,

yaitu:

Berdasarkan kelas di atas, pasien dengan kelas I dan II dapat menjalani rawat

jalan, pasien dengan kelas IV dan V dapat menjalani rawat inap, sedangkan pasien

Page 10: Pneumonia

dengan kelas III dapat menjalani perawatan dan observasi dulu di ruang emergency

sebelum diputuskan untuk menjalani rawat inap atau rawat jalan.

Antibiotik Empirik

Pada awalnya pasien diberikan terapi empiric yang ditujukan pada pathogen

yang paling mungkin menjadi penyebab. Bila telah ada hasil kultur dilakukan

penyesuaian obat. Pada prinsipnya terapi utama pneumonia adalah pemberian antibiotic

(AB) tertentu terhadap kuman tertentu pada suatu tipe dari ISNBA baik pneumonia

ataupun bentuk lain, dan AB ini dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman

penyebab. Pada pasien rawat inap AB harus diberikan dalam 8 jam pertama dirawat di

RS. Pemberian antibiotik empirik harus berdasarkan stratifikasi perbedaan tempat

perawatan (rawat jalan, rawat ruang umum, dan ruang intensif), adanya penyakit

kardiopulmoner, dan faktor perubah (modifying factor) yaitu faktor risiko oleh

pneumokokus resisten, faktor risiko infeksi Gram negatif (termasuk perawtan di rumah

jompo), dan adanya faktor risiko Ps.aerogenosa (terutama pada rawat di ICU) yang

terbagi ke dalam 4 kelas, yaitu:

Kelompok I Rawat jalan yang tidak disertai riwayat kardiopulmonal ataupun faktor

perubah.

Kelompok II Rawat jalan yang disertai riwayat penyakit kardiopulmonal dan/atau

faktor perubah

Kelompok III Rawat Inap RS non ICU yang disertai riwayat penyakit kardiopulmonal

dan/atau faktor perubah (termasuk asal dari rumah jompo).

Kelompok IV Rawat di ICU yang : a. Tidak disertai risiko Ps.aerogenosa dan b.

Disertai risiko Ps.aerogenosa

Page 11: Pneumonia
Page 12: Pneumonia
Page 13: Pneumonia

Faktor-faktor yang dipertimbangkan pada pemilihan AB:

a. Faktor pasien.

Page 14: Pneumonia

Yaitu urgensi atau cara pemberian obat berdasarkan tingkat berat sakit ISNBA dan

keadaan umum atau kesadaran, mekanisme imunologis, umur, defisiensi genetik

atau organ, kehamilan, alergi. Pasien berobat jalan dapat diberikan obat oral

sedangkan pasien sakit berat diberikan obat intravena.

b. Faktor antibiotik.

Tidak mungkin mendapatkan satu jenis antibiotik yang ampuh untuk semua jenis

kuman. Karena itu penting dipahami berbagai aspek tentang AB untuk efisiensi

pemakaian AB. Secara praktis dipilih AB yang ampuh dan secara empirik telah

terbukti merupakan obat pilihan utama dalam mengatasi kuman penyebab yang

paling mungkin pada pneumonia berdasarkan data antibiogram mikrobiologi dalam

6-12 bulan terakhir. Efektifitas AB tergantung pada kepekaan kuman terhadap AB,

penetrasinya ke tempat lesi infeksi, toksisitas, interaksi dengan obat lain, dan reaksi

pasien misalnya alergi atau intoleransi.

c. Faktor farmakologik.

Farmakokinetik AB mempertimbangkan proses bakterisidal dengan Kadar Hambat

Minimal (KHM) yang sama dengan Kadar Bakterisidal Minimal (KBM) dan proses

bakteriostatik dengan KBM yang jauh lebih tinggi daripada KHM. Farmakodinamik

menilai kemampuan AB untuk melakukan penetrasi ke lokasi infeksi di jaringan

serta keampuhan AB hingga obat ini ampuh untuk dipakai terhadap patogen

penyabab. Obat dengan kadar intraseluler yang tinggi seperti makrolid akan lebih

efektif dalam membunuh kuman intraseluler.

Perubahan antibiotik dari intravena menjadi oral dapat dilakukan dengan aman

jika: kadar leukosit menjadi normal, ada perbaikan suhu badan (< 37,50 C) dalam 2 kali

penilaian dengan jangka waktu 16 jam, perbaikan dari batuk dan sesak nafas. Beberapa

antibiotik seperti amoksisilin dan respiratory quinolone sangat bagus diabsorbsi di

saluran gastrointestinal sehingga pemberian secara intravena hanya dilakukan jika

pasien dalam keadaan hypotensive, nauseated, dan atau muntah-muntah. Standar

pemberian antibiotik pada sebagian besar kasus PK adalah 10-14 hari.

Perawatan di ICU

Pasien dengan PK yang parah harus dirawat di ICU, dengan kriteria:

Page 15: Pneumonia

Selesai rawat inap

Ketika keadaan fisiologis sudah tercapai, maka pasien boleh dipulangkan, yaitu

temperature < 37,50 C dalam 24 jam, nadi <100/min, RR <24/min, tekanan darah

sistolik >90mmHg, saturasi oksigen dengan udara bebas >90%, mampu untuk makan

dan minum dengan baik supaya terhindar dari dehidrasi. Selain itu juga keadaan

komorbid harus stabil dan segala komplikasi yang terjadi karena perwatan dapat

ditangani.

Pneumonia Nosokomial

Strategi penatalaksanaan terapi pada suspek PN, PBV, atau PPK tercantum pada

bagan berikut ini:

Page 16: Pneumonia

Algoritme untuk terapi empirik awal pada PN didasarkan pada pertimbangan

ada/tidak adanya saat onset lambat > 5 hari dan adanya faktor risiko patogen Mutlidrugs

Resistent (MDR), diberikan terapi empirik awal dengan terapi AB spektrum terbatas

atau AB spektrum luas untuk patogen MDR.

Page 17: Pneumonia
Page 18: Pneumonia

Terapi harus segera diberikan karena keterlambatan terapi dapat meningkatkan

mortalitas. Pasien diberikan terapi empirik berdasarkan risiko multydrugs resistent

(MDR), gram negatif dalam bentuk kombinasi, dan monoterapi bila tidak ada risiko

MDR. Hal ini untuk mencegah terjadinya resistensi patogen pada saat terapi terhadap P.

aeroginosa, dan pada saat pemberian sefalosporin generasi ke-3 pada infeksi

Enterobacter. Dapat diberikan terapi jangka pendek selama 7 hari bila didapat respon

yang baik dan penyebabnya bukan P. aeroginosa.

Terapi Suportif

1. Terapi CO2 untuk mencapai PaO2 80-100mmHg atau saturasi 95-96%

berdasarkan pemeriksaan analisis darah.

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat

disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.

3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan

napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan

Page 19: Pneumonia

ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan

pernapasan.

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan

paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairanterutama bila terdapat pneumonia

bilateral. Pemebrian caira pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada

keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud

mengencerkan dahak tidak diperkenankan.

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak

bermanfaat pada keadaan renjatan sepsis.

6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila

terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.

7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilaltor pada pneumonia

adalah:

- Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan

menggunakan masker. Konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan

kompliens paru hingga tekanan inflasio meninggi. Dalam hal ini perlu

dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenasi dan menurunkan FiO2

menjadi 50% atau lebih rendah.

- Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan CO2 didapat asidosis, henti

napas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

8. Drainase empiema bila ada.

9. Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang

disapatkan terutama dan lemak (>50%), hingga dapat dihindari produksi CO2

yang berlebihan.

KOMPLIKASI

Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmner, misal pada pneumonia

pneumokokkus dengan bakteremi dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis,

endokarditis, perikarditis, peritonitis, empiema. Terkadang dijumpai komplikasi

ekstrapulmoner non infeksius bisa dijumpai yang memperlambat resolusi gambaran

radio paru, antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru, atau infark paru, dan

Page 20: Pneumonia

infarkmiokard akut. Dapat terjadi komplikasi lain derupa ARDS (Acute Respiratory

Distress Syndrome), gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa pneumonia

nosokomial.

PROGNOSIS

Pneumonia Komunitas

Kejadian PK di USA adalah 3,4-4juta kasus pertahun dan 20% diantaranya perlu

dirawat di RS. Secara umum, angka kematian pneumonia oleh pneumokokus adalah

sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.

Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no.6 dengan

kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada usia lanjut yaitu sebesar 89%. Mortalitas

pasien PK yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini

berkaitan dengan faktor perubah yang ada pada pasien.

Pneumonia Nosokomial

Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50% yang bisa mencapai 70% termasuk

yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian

biasanya adlah akibat bakteriemi terutama oleh Ps.aeroginosa atau Acinobacter

spp.

Page 21: Pneumonia

DAFTAR PUSTAKA

1. Kasper DL, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. The McGraw-

Hill Companies, Inc: 2004

2. American Thoracic Society. Guidelines for the Management of Adults with

Community-acquired Pneumonia – Diagnosis, Assessment of Severity,

Antimicrobial Therapy, and Prevention. Am J Respir Crit Care Med 2001; 163:

1730-54

3. American Thoracic Society. Guidelines for the Management of Adults with Hospita-

acquired, Ventilator-associated, Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit

Care Med 2005; 171: 388-416