pertumbuhan dan produksi padi yang ditanam dengan … · merupakan anak pertama dari tiga...

51
ii PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (S.R.I.) DI DESA LIMO, DEPOK, JAWA BARAT EKA NURWITA SARI A14051347 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: votruc

Post on 17-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

ii

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM

DENGAN METODE

SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (S.R.I.)

DI DESA LIMO, DEPOK, JAWA BARAT

EKA NURWITA SARI

A14051347

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 2: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

iii

RINGKASAN

EKA NURWITA SARI. Pertumbuhan dan Produksi Padi yang Ditanam dengan

Metode System of Rice Intensification (S.R.I.) di Desa Limo, Depok, Jawa Barat.

Di bawah bimbingan ISWANDI ANAS dan RAHAYU WIDYASTUTI.

System of Rice Intensification merupakan salah satu metode budidaya padi

yang dapat meningkatkan produktivitas dengan cara intensifikasi. Prinsip dasar

penanaman padi menurut metoda S.R.I. adalah : (1) penanaman bibit muda (6-12

hari), (2) bibit ditanam dangkal, satu batang per lubang, (3) jarak tanam lebar, (4)

kondisi tanah lembab dan (5) sering dilakukan penyiangan (Sutaryat, 2008).

System of Rice Intensification berkembang di Indonesia bagian timur dengan

peningkatan produksi sebesar 78%, penurunan penggunaan benih sebesar 80%,

penghematan air 40% serta menurunkan biaya produksi sebesar 20% (Hasan dan

Sato, 2007). Dalam budidaya S.R.I. pupuk yang digunakan dapat disesuaikan

dengan kondisi di lapangan yaitu dapat menggunakan pupuk anorganik, pupuk

organik maupun kombinasi antara anorganik dan organik. Penelitian ini bertujuan

untuk meneliti pengaruh budidaya S.R.I. dengan berbagai perlakuan pupuk

terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksi padi di Desa Limo, Depok, Jawa

Barat.

Penelitian dirancang berdasarkan Rancangan Acak Kelompok dengan

empat ulangan dan empat perlakuan yaitu, budidaya padi secara : konvensional,

S.R.I. anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik. Kondisi irigasi pada

lahan penelitian pada awal tanam sampai dengan 6 minggu setelah tanam dalam

keadaan baik, tetapi pada 8 minggu setelah tanam (fase generatif) sampai dengan

panen lahan penelitian mengalami kekeringan. Kekeringan terjadi karena

rusaknya saluran irigasi akibat perbaikan jalan. Kekeringan yang dialami terjadi

pada awal fase generatif, sehingga mengakibatkan pengurangan hasil yang tak

terpulihkan. Sebelum terjadinya kekeringan, pengelolaan air berjalan dengan baik,

untuk sistem budidaya konvensional tanaman digenangi air dengan ketinggian 5

cm di atas permukaan tanah, sedangkan untuk semua sistem budidaya S.R.I.

pengaturan air diatur sampai kondisi tanah lembab tetapi tidak tergenang.

Kekeringan yang dialami berdampak terhadap semua sistem budidaya dan

dampak terbesarnya dialami oleh semua budidaya S.R.I. Pengelolaan air dengan

ketinggian 5 cm di atas permukaan tanah dan umur tanaman yang lebih tua 20 hari

menyebabkan sistem budidaya konvensional tidak mengalami cekaman air pada

saat pembentukan malai, sedangkan sistem budidaya S.R.I. mengalaminya. Pada

sebagian besar fase generatif dikonsumsi banyak air dan kekeringan yang terjadi

pada fase ini akan menyebabkan beberapa kerusakan yang di sebabkan oleh

terganggunya pembentukan malai, pembungaan dan fertilisasi yang berakibat

kepada peningkatan sterilisasi sehingga mengurangi hasil (Subagyono et al.,

2009).

Kekeringan yang terjadi di lahan percobaan pada saat awal pembentukan

malai hingga panen serta serangan hama seperti keong mas, penggerek batang,

belalang, walang sangit dan burung lebih berdampak pada sistem S.R.I. Hal ini

menyebabkan tinggi tanaman, jumlah batang per 100 m2 dan jumlah batang

Page 3: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

iv

produktif per 100 m2 pada sistem budidaya S.R.I. nyata lebih rendah

dibandingkan sistem konvensional. Komponen hasil seperti panjang malai, jumlah

gabah isi dan bobot 1000 butir pada budidaya S.R.I. juga lebih rendah dari

konvensional. Sedangkan untuk jumlah gabah permalai pada sistem budidaya

S.R.I. lebih tinggi dari budidaya konvensional walaupun secara statistik tidak

berbeda nyata. Jumlah Gabah Kering Panen (GKP) dalam ubinan (2.5 m x 2.5 m)

pada sistem budidaya konvensional sebesar 2.175 kg (3.48 ton/ha), S.R.I.

anorganik 1.725 kg (2.76 ton/ha), S.R.I. organik 1.14 kg (1.83 ton/ha) dan S.R.I.

semiorganik 1.5 kg (2.41 ton/ha). Produksi tersebut masih dibawah rata-rata

produksi nasional yaitu 4.85 ton/ha.

Kata kunci : System of Rice Intensification (S.R.I.), Produksi Padi, Kekeringan

Page 4: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

v

SUMMARY

EKA NURWITA SARI. The Growth and Production of Rice Plant with System

of Rice Intensification (S.R.I.) in Limo Village, Depok, West Java. Supervised by

ISWANDI ANAS and RAHAYU WIDYASTUTI.

System of Rice Intensification is one of rice cultivation methods which can

increase productivity by intensification. The basic principles of rice cultivation

according to S.R.I. method are: (1) the planting of young seedlings (6-12 days),

(2) seedling are planted shallow, one seedling per hole, (3) wider planting space,

(4) moist soil condition and (5) frequently weeding (Sutaryat , 2008). System of

Rice Intensification was developed in eastern Indonesia with a production

increase of 78%, reducing the use of seeds by 80%, economizing on the use of

water by 40% and lowering the production cost by 20% (Hasan and Sato, 2007).

In S.R.I. cultivation, the fertilizer used can be adjusted to the condition in the

field, so it is possible to use inorganic fertilizer, organic fertilizer or a combination

of inorganic and organic fertilizers. This research aimed to study the effects of

S.R.I. cultivation with different fertilizer treatments on vegetative growth and

paddy production in Limo Village, Depok, West Java.

The study was designed based on Randomized Block Design with four

replications and four treatments in rice cultivation, i.e. conventional, inorganic

S.R.I., organic S.R.I. and. semi-organic S.R.I.. The irrigation condition in the

research field in early planting time until 6 weeks after planting was quite good,

but 8 weeks after planting (generative phase) until harvest time, the research field

went dry. The drought occurred because of the damage to irrigation channels due

to road improvement. The drought in the early generative phase resulted in an

irreparable yield reduction. Before the drought, the water management went well.

For the conventional cultivation system, the plants were flooded with water as

high as 5 cm above the ground level, while for all S.R.I. cultivation systems, the

water was set to make soil condition moist but not flooded.

The drought had an impact on all cultivation systems and the worst one

was experienced by all S.R.I. cultivations. Unlike the S.R.I. system, the water

with a height of 5 cm above the ground level and the plants of 20 days older had

made a conventional cultivation system escape from water problem during the

panicle formation. In most of the generative phase the water consumption was

high and the drought occurred in this phase could bring about some damage

caused by the disruption of panicle formation, flowering and fertilization,

resulting in the increase in sterilization which might reduce the yield (Subagyono

et al., 2009).

The drought that occurred in the experiment area at the beginning

of panicle formation up to harvest time as well as the attack of pests such as slugs,

ring borers, grasshoppers, Leptocorisa oratorius and birds which had a worse

impact on the S.R.I. system. This caused the plant height, number of tiller per 100

m2 and the number of productive tiller per 100 m

2 significantly lower compared

to conventional systems cultivation. The result components such as the length of

panicle, number of grain content and 1000 grain weight in S.R.I. cultivation were

also lower than the conventional systems. As for the number of grains per panicle

Page 5: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

vi

in the S.R.I.cultivation system was higher than the conventional cultivation

although it was statistically not significant different. The number of Dried Yield

Grain in square (2.5 m x 2.5 m) in the conventional cultivation system was 2.175

kg (3.48 tons/ha), inorganic S.R.I. 1.725 kg (2.76 tons/ha), organic S.R.I. 1.14 kg

(1.83 tons/ha) and. semi-organic S.R.I. 1.5 kg (2.41 tons/ha). The production was

still below the average national production of 4.85 tons/ha.

Keywords : System of Rice Intensification (S.R.I.), Rice Production, Drought

Page 6: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

vii

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM

DENGAN METODE

SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (S.R.I.)

DI DESA LIMO, DEPOK, JAWA BARAT

Oleh :

EKA NURWITA SARI

A14051347

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 7: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

viii

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Produksi Padi yang

Ditanam dengan Metode System of Rice Intensification

(S.R.I.) di Desa Limo, Depok, Jawa Barat

Nama : Eka Nurwita Sari

NIM : A14051347

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc.) (Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc.)

NIP : 19500509 197703 1 001 NIP : 19610607 199002 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.)

NIP : 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus :

Page 8: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Desember 1987. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih,

SE. dan Ibu Sri Mulyana.

Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD N 08 Cibubur, dan lulus

pada tahun 1999. Penulis meneruskan jenjang pendidikan menengah pertama di

SLTP Islam PB. Sudirman, lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis lulus

dari SMA N 99 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai

mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru) dan satu tahun kemudian, tahun 2006, penulis tercatat sebagai

mahasiswi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

IPB.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum

mata kuliah Agrogeologi dan Bioteknologi Tanah pada semester 7. Organisasi

yang pernah diikuti selama masa perkuliahan adalah Staf PSDM HMIT

(Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah) masa jabatan 2008/2009.

Page 9: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Produksi

Padi yang Ditanam dengan Metode System of Rice Intensification (S.R.I.) di

Desa Limo, Depok, Jawa Barat” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama penelitian

dan penulisan skripsi, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak,

terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc. selaku dosen pembimbing pertama

atas bimbingan, arahan dan dana penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Dr. Rahayu Widyastuti M.Sc. selaku dosen pembimbing kedua atas

segala masukan dan saran kepada penulis saat penelitian dan penyusunan

skripsi.

3. Ibu Dr. Lilik Tri Indriyati M.Sc. selaku dosen penguji yang sudah

memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.

4. Kedua orang tuaku dan adik-adiku, atas doa dan dukungannya.

5. Ibu Asih Karyati, Ibu Julaeha, Bapak Sarjito, Ibu Yeti, Bapak Ir. Fakhrur

Razie M.Si., Bapak Togi R. Hutabarat, SP., Mba Dian Nareswari, SP., Kak

Fitri Ardi, SP. serta rekan-rekan penelitian atas bantuan dan dukungannya.

6. Bapak H. Sikun yang telah banyak membantu di lapang.

7. Rahardian Budi Permana atas bantuan dan dukungannya.

Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan

ke depan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi setiap

orang yang membacanya.

Bogor, Oktober 2009

Penulis

Page 10: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv

I. PENDAHULUAN .................................................................. …….. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Tujuan ........................................................................................ 2

1.3 Hipotesis ...................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3

2.1 System of Rice Intensification .................................................... 3

2.2 Perkembangan System of Rice Intensification (S.R.I) ................ 4

2.2.1 Madagaskar ........................................................................ 5

2.2.2 Indonesia ............................................................................ 5

2.2.3 Cina .................................................................................... 6

2.2.4 Sri Lanka ............................................................................ 6

2.2.5 Kamboja ............................................................................. 7

2.2.6 Laos .................................................................................... 7

2.2.7 Kuba ................................................................................... 7

2.3 Tanaman Padi ............................................................................... 7

2.4 Kebutuhan Air pada Tanaman Padi ............................................. 8

2.5 Tanah Sawah ............................................................................... 9

III. BAHAN DAN METODE ................................................................. 11

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 11

3.2 Bahan dan Alat ............................................................................ 11

3.3 Metode Penelitian ........................................................................ 11

3.3.1 Rancangan Penelitian ......................................................... 11

3.3.2 Pelaksanaan Penelitian di Lapang ...................................... 13

3.3.3 Parameter yang Diamati ..................................................... 15

3.4 Analisis Data ............................................................................... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 17

4.1 Tinggi Tanaman .......................................................................... 17

4.2 Jumlah Batang dan Jumlah Batang Produktif per 100 m2

........... 18

Page 11: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

xii

4.3 Komponen Hasil Panen ............................................................... 21

4.4 Faktor Pembatas .......................................................................... 24

4.4.1 Hama .................................................................................. 24

4.4.2 Kekeringan ......................................................................... 26

V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 28

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 28

5.2 Saran ............................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 29

LAMPIRAN .......................................................................................... 31

Page 12: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Perbandingan Produktivitas Padi S.R.I. dan Non S.R.I. di Beberapa

Negara, Tahun 1994-2001 ……………………………………………… 4

2. Perbandingan Produktivitas Padi S.R.I. dan Non S.R.I. di Beberapa

Propinsi di Indonesia, Tahun 2000-2006 ………………………………. 6

3. Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Jumlah Batang Produktif

per 100 m2 …………………………………………………………...

19

4. Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Panjang Malai, Jumlah Gabah

per Malai, Persentase Gabah Hampa dan Bobot 1000 Butir ………… 21

5. Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Gabah Kering Panen dan

Gabah Kering Giling …………………………………………………. 22

Lampiran

1. Jadwal Kegiatan ……………………………………………………… 31

2. Analisis Sifat Kimia dan Fisik Tanah yang digunakan dalam

Penelitian ……………………………………………………………… 33

3. Deskripsi Padi Varietas Ciherang …………………………………….. 34

4. Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Tinggi Tanaman (cm) …………. 35

5. Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Jumlah Batang per 100 m2……..35

Page 13: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Tata Letak Petakan Percobaan di Lapang ……………………………. 13

2. Tinggi Tanaman umur 2-10 MST pada Sistem Budidaya Konvensional,

S.R.I. anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik....................... 17

3. Jumlah Batang Tanaman Padi per 100 m2 pada Budidaya Konvensional,

S.R.I. anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik........................ 18

4. Perubahan Potensial Redoks Akibat Kekeringan …………………….. 25

5. Perubahan Tingkat Kemasaman Tanah Akibat Kekeringan…………… 26

Lampiran

1. Persiapan Tanam : (a) persemaian S.R.I. (6 HSS), (b) persemaian

konvensional (26 HSS), (c) saluran air, (d) petakan penanaman……… 35

2. Pertumbuhan Tanaman saat Umur 4 Minggu Setelah Tanam :

(a) budidaya konvensional, (b) budidaya S.R.I. anorganik, (c) budidaya

S.R.I. organik, (d) budidaya S.R.I. semi-organik……………………… 36

3. Kondisi Tanaman Sebelum dan Sesudah Mengalami Kekeringan :

(a) budidaya konvensional 6 MST, (b) budidaya konvensional 10 MST,

(c) budidaya S.R.I. semi-organik 6 MST, (d) budidaya S.R.I.

semi-organik 10 MST…………………………………………………. 37

4. Kondisi Tanaman dan Tanah yang mengalami Kekeringan : (a) tanaman

di lahan penelitian, (b) tanah di lahan penelitian, (c) tanaman di sekitar

lahan penelitian, (d) tanah di sekitar lahan penelitian…………………. 38

Page 14: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan beras yang meningkat tidak sebanding dengan produksi padi

yang dihasilkan, sehingga setiap tahunnya kebutuhan beras tidak terpenuhi.

Rendahnya rata-rata produksi padi per hektar dan konversi lahan pertanian

menjadi non-pertanian merupakan penyebab utama rendahnya produksi beras

nasional. Dalam periode 1970-1990 laju pertumbuhan produksi padi cukup tajam,

rata-rata 4.3% per tahun. Akan tetapi kemarau panjang yang terjadi beberapa

tahun kemudian menyebabkan terjadinya penurunan produksi. Dalam periode

1997-2000 produksi padi kembali meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata

1.67% per tahun, terutama karena bertambahnya lahan pertanian. Pada tahun

2007, produksi padi meningkat sebesar 4.96% dibandingkan dengan tahun 2006

sedangkan pada tahun 2008, menurut angka ramalan BPS, produksi padi nasional

mencapai 60.28 juta ton gabah kering giling, meningkat 5.46% dibanding tahun

2007 (Puslitbang Tanaman Pangan, 2008).

Potensi peningkatan produktivitas masih sangat besar. Upaya peningkatan

produktivitas tersebut dilakukan melalui penerapan teknologi dan pendampingan,

seperti peningkatan penggunaan benih unggul bermutu, pemupukan berimbang

dan penggunaan pupuk majemuk serta organik, pengamanan produksi dari

gangguan OPT dan dampak fenomena iklim, Bantuan Uang Muka Alsin (BUMA)

pra panen, penyediaan modal usahatani, perbaikan jaringan irigasi, jaminan pasar

serta penyuluhan yang efektif (Peningkatan Produksi Beras Nasional, 2007).

System of Rice Intensification atau S.R.I. merupakan salah satu sistem

budidaya yang dapat digunakan untuk intensifikasi pertanian. Sistem ini dapat

meningkatkan produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman,

tanah dan air. Penerapan S.R.I. berdasarkan atas lima komponen penting yaitu,

penanaman bibit muda (6–12 hari setelah semai), bibit ditanam satu batang per

lubang, jarak tanaman yang lebar (30 cm x 30 cm), kondisi tanah yang lembab

(tidak tergenang) dan rutin dilakukan penyiangan untuk menghilangkan gulma

serta meningkatkan aerasi tanah (Sutaryat, 2008). Pada bibit muda akar lebih

mampu menyokong tanaman yang akan tumbuh dibandingkan dengan bibit tua,

Page 15: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

2

hal ini menentukan dalam pertumbuhan tanaman selanjutnya (Suryanata, 2007).

Penanaman satu batang per lubang akan menurunkan kebutuhan benih serta

kondisi tanah yang tidak tergenang dapat meningkatkan aerasi dan efisiensi

penggunaan air (Departemen Pertanian, 2009).

Melalui percobaan di beberapa Negara yaitu Madagaskar, Cina, Indonesia,

Bangladesh, Sri Lanka, Gambia, dan Kuba diketahui produktivitas padi S.R.I.

sebesar 5.4-15 ton/ha dan non S.R.I. 3.12-5 ton/ha, terjadi peningkatan

produktivitas padi antara 30-219% (Suryanata, 2007). Di Indonesia sendiri,

metode S.R.I. mulai dikembangkan melalui pengujian dan evaluasi di Balai

Penelitian Padi Sukamandi, Jawa Barat. Pengujian dilakukan pada dua musim

tanam yaitu pada musim kemarau 1999 dengan hasil 6.2 ton/ha dan pada musim

hujan 1999/2000 menghasilkan padi 8.2 ton/ha (Hasan dan Sato, 2007). S.R.I.

juga sudah diuji coba dan diterapkan di beberapa Kabupaten di Jawa, Bali, Nusa

Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi. Pada wilayah Indonesia

bagian timur S.R.I. dapat meningkatkan produksi padi sebesar 78%, penurunan

penggunaan benih sebesar 80%, penghematan penggunaan air sebesar 40% serta

menurunkan biaya produksi sebesar 20% (Hasan dan Sato, 2007).

1.2. Tujuan

Penelitian ini betujuan untuk mempelajari pengaruh budidaya padi dengan

System of Rice Intensification (S.R.I.) yang menggunakan berbagai perlakuan

pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

1.3. Hipotesis

System of Rice Intensification (S.R.I.) dapat meningkatkan pertumbuhan

dan produksi tanaman padi dibandingkan dengan sistem budidaya konvensional.

Page 16: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. System of Rice Intensification (S.R.I.)

System of rice intensification (S.R.I.) merupakan salah satu pendekatan

dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan

tanaman, tanah dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang

berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Gagasan S.R.I. pada mulanya

dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980 oleh Fr. Henri de Laulanie, S. J.,

seorang Pastor Jesuit asal Prancis. Oleh penemunya, metodologi ini selanjutnya

dalam bahasa Prancis dinamakan Le Systme de Riziculture Intensive disingkat

S.R.I. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama System of Rice Intensification

(Suryanata, 2007 dan Anugrah et al., 2008). Penerapan S.R.I. berdasarkan atas

lima komponen penting yaitu, penanaman bibit muda (6-12 hari setelah semai),

bibit ditanam satu batang per lubang, jarak tanaman yang lebar (30 cm x 30 cm),

kondisi tanah yang lembab (tidak tergenang) dan rutin dilakukan penyiangan

untuk menghilangkan gulma serta meningkatkan aerasi tanah (Sutaryat, 2008).

Pada tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM

Malagasy untuk memperkenalkan S.R.I. Empat tahun kemudian yaitu pada tahun

1994, Cornel International Institute for Food and Agriculture Development

(CIIFAD), mulai bekerjasama dengan Association Tefy Saina (ATS) untuk

memperkenalkan S.R.I. di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar

Timur, didukung oleh US Agency for International Development. Pada tahun

1999, kerjasama Nanjing Agriculture University di Cina dan Agency for

Agriculture Research and Development (AARD) di Indonesia melakukan

percobaan pertama di luar Madagaskar (Anugrah et al., 2008). Dari beberapa

negara yang telah melaksanakan sistem S.R.I., dapat terlihat bahwa produktivitas

padi S.R.I. lebih tinggi dibandingkan dengan padi non S.R.I. yang disajikan dalam

Tabel 1.

Page 17: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

4

Tabel 1. Perbandingan Produktivitas Padi S.R.I. dan Non S.R.I. di Beberapa

Negara, Tahun 1994-2001 (Suryanata, 2007)

Hasil (Ton/Ha) Persentase

Negara Peningkatan Tahun Pelaksanaan

Padi S.R.I. Padi non S.R.I. Produktivitas

(%)

Madagaskar

Cina

Indonesia

Bangladesh

6.7-11.2

9.2-15

6.3-9.5

6.5-9

3.12-4.92

-

4.5

5

115-128

-

40-111

30-80

1994-1999

1999-2001

1999-2000

2000

Sri Lanka 8-15 4,7 70-219 2000-2001

Gambia 5.4-8.3 - - 2000-2001

Kuba 9.56 4.46 114 2001

Data Antara 5.4-15 3.12-5 30-219 1994-2001 Sumber : Handout of Cornell University USA, 2007.

Dari Tabel 1 dapat terlihat produktivitas padi S.R.I. di tujuh negara

tersebut antara 5.4-15 ton/ha. Sedangkan untuk padi non S.R.I. antara 3.12-5

ton/ha. Peningkatan produktivitasnya antara 2.28-10 ton/ha atau sebesar 30-219%

(Suryanata, 2007).

Seperti metode lainnya, S.R.I. juga memiliki keunggulan dan tantangan.

Keunggulan S.R.I. antara lain (Uphoff dan Fernandes, 2003) :

• Dapat meningkatkan produksi padi sampai 50% bahkan ada yang lebih.

• Pengurangan dalam pemakaian :

� Benih 80-90%.

� Kebutuhan air 25-50%.

• Semua varietas benih dapat digunakan.

• Biaya produksi turun 10-25%.

• Pendapatan petani meningkat.

Tantangan S.R.I. antara lain :

• Pengaturan air sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

• Kebutuhan akan tenaga kerja yang menigkat.

• Pelatihan dan pembelajaran untuk petani (motivasi dan keahlian).

2.2. Perkembangan System of Rice Intensification (S.R.I.)

Penyebaran dan perkembangan S.R.I. di beberapa negara :

Page 18: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

5

Madagaskar

System of Rice Intensification (S.R.I.) dikembangkan di Madagaskar pada

awal tahun 1980 oleh Fr Henry de Laulanie, S. J. Kemudian pada tahun 1990

dibentuk sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bernama Association

Tefy Saina (ATS) untuk mempekenalkan S.R.I. Pada tahun 1994, ATS

bekerjasama dengan Cornel International Institute for Food and Agriculture

Development (CIIFAD) untuk memperkenalkan S.R.I. disekitar Ranomafama

National Park yang didukung oleh US Agency for International Development

(Uphoff, 2002).

Dengan metode S.R.I., para petani di Madagaskar dapat menghasilkan

padi rata-rata sebesar 8 ton/ha, dimana sebelum menerapkan metode S.R.I. para

petani hanya dapat mengahasilkan rata-rata 2 ton/ha. Pada tahun pertama

penerapan S.R.I. (1994-1995) dengan 38 petani, rata-rata menghasilkan padi 8

ton/ha. Setelah 4 tahun, petani yang menggunakan metode S.R.I. mencapai 275

petani dengan luas lahan 50 ha. Produksi rata-rata mencapai 8.8 ton/ha (Uphoff,

2002).

Indonesia

System of Rice Intensification (S.R.I.) mulai dikembangkan melalui

pengujian dan evaluasi di Balai Penelitian Padi Sukamandi, Jawa Barat pada

tahun 1999. Pada tahun 2001 evaluasi dilanjutkan pada lahan pertanian di Ciamis,

Jawa Barat melalui sekolah lapang yang merupakan bagian dari program nasional

Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pada tahun 2007 sebanyak 9829 petani di

Jawa Barat sudah berhasil mempraktekan S.R.I. organik dengan luas lahan 2848

ha. Penyebaran S.R.I. juga berkembang di Indonesia bagian timur meliputi daerah

Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi

Selatan dan Sulawesi Tengah (Hasan dan Sato, 2007). Data hasil produksi padi

S.R.I. di beberapa propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 19: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

6

Tabel 2. Perbandingan Produktivitas Padi S.R.I. dan Non S.R.I. di Beberapa

Propinsi di Indonesia, Tahun 2000-2006 (Suryanata, 2007)

Hasil (Ton/Ha) Persentase

Propinsi Peningkatan Tahun Pelaksanaan

Padi S.R.I. Padi non S.R.I. Produktivitas

(%)

Jawa Barat

Sulawesi Sel.

NTB

Bali

6.8-13.7

7.15-8.7

7.03-9.63

13.3

3.5-6.8

3.19-5.18

4.2-6.16

8.4

94-102

124-69

67-56

58

2000-2006

2002-2004

2003-2004

2006

NTT 11.7 4.4 165 2002

Lampung 8-8.5 3-3.5 167-143 2002

Data Antara 6.8-13.7 3-8.4 58-165 2000-2006 Sumber : Handout of Cornell University USA, 2007.

Cina

Evaluasi System of Rice Intensification (S.R.I.) pada tahun 1999 oleh

Nanjing Agricultural University menghasilkan produksi padi 9.2 ton/ha sampai

10.5 ton/ha dengan jarak antar tanaman 30 cm x 30 cm. Penggunaan metode

S.R.I. pada desa Xinsheng, provinsi Sichuan menurunkan biaya produksi sebesar

8% dan meningkatkan pendapatan petani sebesar 22% /ha. Jumlah petani hanya 7

orang pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 398 orang petani pada tahun 2004

(Uphoff, 2005).

Peneliti padi di Cina sangat tertarik pada metode S.R.I. karena dapat

meningkatkan hasil padi hibrida yang sudah sangat tinggi. Mereka mengambil

kesimpulan bahwa S.R.I. merupakan cara yang baik untuk meningkatkan produksi

beras di Cina, karena yang diperlukan adalah metode yang hemat air. Tetapi

penyesuaian S.R.I. akan diperlukan agar cocok dengan kondisi di Cina, dimana

tenaga kerja mahal (Uphoff dan Fernandes, 2003).

Sri Lanka

Evaluasi terhadap System of Rice Intensification (S.R.I.) di Sri Lanka

dilakukan oleh International Water Management Institute (IWMI) dengan

membandingkan secara acak 60 petani yang menggunakan metode S.R.I. dengan

60 petani yang tidak menggunkan metode S.R.I., dari hasil yang diperoleh

menunjukan bahwa metode S.R.I. dapat meningkatkan hasil rata-rata sebesar

44%. Departemen Pertanian Sri Lanka melaporkan hasil panen dari metode S.R.I.

rata-rata mencapai 8.5 ton/ha (Uphoff, 2005).

Page 20: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

7

Kamboja

System of Rice Intensification (S.R.I.) pertama kali diperkenalkan oleh

sebuah LSM yang bernama Centre dÉtudes et de Développement Agricole

Cambodgien (CEDAC) pada tahun 2000. LSM ini membantu petani Kamboja

memahami prinsip S.R.I. Produksi padi yang dihasilkan di Kamboja dengan

metode S.R.I. rata-rata 6-8 ton/ha dimana sebelumnya para petani Kamboja

hanya dapat menghasilkan 1.7 ton/ha. Hingga saat ini sudah 17000 petani di

Kamboja menggunakan metode ini (Anonim, 2009).

Laos

Beberapa uji coba dilakukan oleh LSM dan evaluasi bersama para petani.

Program Lembaga Penelitian Padi Internasional (IRRI), di Laos telah merintis

peluncuran evaluasi nasional yang dimulai Juni 2002, yang direncanakan dalam

tiga musim tanam untuk menguji S.R.I. (Uphoff dan Fernandes, 2003).

Kuba

Penyebaran System of Rice Intensification (S.R.I.) di Kuba sangat cepat

karena petani di Kuba menginginkan suatu metode yang dapat meningkatkan

produksi padi tanpa input yang mahal. Lembaga pertama yang aktif mencoba

metode S.R.I. mendapatkan hasil 9.5 ton/ha dibandingkan dengan yang biasanya

diperoleh yaitu 6.6 ton/ha. Musim berikutnya diperoleh 11.2 ton/ha dari lahan

yang menggunakan S.R.I., walaupun belum semua prinsip S.R.I. digunakan.

Hanya menggunakan manajemen pengairan dan memakai pemindahan jarak luas

dengan bibit ditanam tunggal sudah memperlihatkan perbedaan yang besar

(Uphoff dan Fernandes, 2003).

2.3. Tanaman Padi

Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies,

tersebar di daerah tropik dan daerah subtropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan

Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua, yaitu

benua Asia yang merupakan asal dari Oryza Fatua Koenig dan Oryza Sativa L,

sedangkan jenis padi lainnya yaitu Oryza Stapfii Roschev dan Oryza Glaberima

Steund berasal dari Afrika Barat (Anonim, 2008).

Page 21: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

8

Matsushima (1963) membagi periode pertumbuhan tanaman padi menjadi

dua periode, yaitu periode pertumbuhan vegetatif dan periode pertumbuhan

generatif. Fase vegetatif dibagi menjadi fase vegetatif aktif dan fase vegetatif

lambat. Fase vegetatif aktif dimulai dari penanaman bibit sampai jumlah anakan

maksimum. Selama fase ini jumlah anakan, tinggi tanaman dan berat jerami terus

meningkat. Peningkatan jumlah anakan pada fase ini juga terjadi dengan cepat.

Fase vegetatif lambat dimulai dari jumlah anakan maksimum sampai dengan

pembentukan malai. Beberapa anakan pada fase ini mati dan jumlah anakan

keseluruhan akan berkurang. Kenaikan tinggi tanaman dan berat jerami terus

meningkat akan tetapi tidak secepat pada saat fase vegetatif aktif.

Menurut Matsushima (1963) periode pertumbuhan generatif dibagi

menjadi dua, yaitu fase pembentukan dan pemanjangan malai yang dimulai dari

inisiasi malai sampai antesis dan fase pembuahan dari saat setelah antesis sampai

matang. Umumnya varietas berumur pendek akan matang kira-kira 35-40 hari

setelah antesis.

2.4. Kebutuhan Air pada Tanaman Padi

Air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan

peningkatan produksi padi di lahan sawah. Produksi padi sawah akan menurun

jika tanaman menderita cekaman air (water stress). Gejala umum akibat

kekurangan air antara lain daun padi menggulung, daun terbakar, anakan padi

berkurang, tanaman kerdil, pembungaan tertunda dan biji hampa (Subagyono et

al., 2009).

Tanaman padi membutuhkan air yang volumenya berbeda untuk setiap

fase pertumbuhannya. Menurut Kalsim (2007) terdapat tiga fase pertumbuhan

pada tanaman padi yaitu :

• Fase vegetatif

Fase ini merupakan fase berikutnya setelah tanam, yang mencangkup

tahap pemulihan, dan pembentukan akar, tahap pertumbuhan anakan

maksimum serta pertunasan efektif dan pertunasan tidak efektif. Kelembaban

yang cukup diperlukan pada fase ini untuk perkembangan akar-akar baru.

Kekeringan yang terjadi pada fase ini akan menyebabkan pertumbuhan yang

Page 22: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

9

tidak bagus dan hambatan pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan

penurunan hasil.

• Fase generatif

Fase ini mencangkup tahap perkembangan awal malai, masa bunting dan

pembentukan bunga. Pada sebagian besar fase ini dikonsumsi banyak air.

Kekeringan yang terjadi pada fase ini akan menyebabkan beberapa kerusakan

yang disebabkan oleh terganggunya pembentukan malai, pembungaan dan

fertilisasi yang berakibat kepada peningkatan sterilisasi sehingga mengurangi

hasil.

• Fase pemasakan

Fase ini merupakan fase terakhir, yang termasuk didalamnya adalah

pembentukan susu, pembentukan pasta, matang kuning dan matang penuh.

Selama fase ini kebutuhan akan air sedikit dan secara berangsur-angsur

berkurang sampai sama sekali tidak diperlukan air sesudah tahap matang

kuning. Selama fase ini pengeringan perlu dilakukan, akan tetapi pengeringan

yang terlalu awal dapat menyebabkan bertambahnya gabah hampa dan beras

pecah, sedangkan pengeringan yang terlambat akan menyebabkan kondisi

rebah.

2.5. Tanah Sawah

Perubahan sifat fisik tanah akibat penyawahan terjadi dalam kurun waktu

yang cukup lama. Daur pelumpuran dan pengeringan yang silih berganti dan

berjalan dengan intensif mengakibatkan terjadinya perubahan sifat fisik tanah,

terutama pada lapisan olah yang mengalami perubahan paling cepat. Sifat fisik

tanah yang paling tampak mengalami perubahan adalah sruktur tanah. Pada

mulanya tanah memiliki struktur gumpal (granular) akan menjadi tidak

berstruktur (masif) apabila tanah dilumpurkan. Struktur tanah secara tidak

langsung dapat mempengaruhi beberapa parameter seperti bobot isi, porositas,

distribusi ukuran pori serta agregrat tanah (stabilitas dan distribusi ukuran

agregrat) (Situmorang dan Sudadi, 2001).

Selain mengalami perubahan sifat fisik tanah, penyawahan juga

mengakibatkan perubahan terhadap sifat kimia dan elektrokimia. Menurut De

Page 23: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

10

Datta (1981) sifat kimia yang mengalami perubahan antara lain : kehilangan

oksigen, reduksi atau penurunan potensial redoks (Eh), peningkatan pH tanah

masam dan penurunan pH tanah alkalin, peningkatan daya hantar listrik (DHL),

reduksi dari Fe (III) ke Fe (II) dan Mn (IV) ke Mn (II), reduksi dari NO3¯

dan

NO2¯

ke N2 dan N2O, reduksi SO4¯

ke S¯, peningkatan sumber dan ketersediaan

N, peningkatan ketersediaan P, Si dan Mo, pengaruh konsentrasi Zn dan Cu larut

dalam air dan pembentukan CO2, CH4 serta hasil-hasil dekomposisi bahan organik

seperti asam organik dan H2S.

Page 24: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai Agustus 2009 yang

berlokasi di Desa Limo, Depok, Jawa Barat dan analisis sifat kimia tanah

dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah

dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah padi varietas Ciherang,

pupuk kompos jerami (kandungan: 1.10% N; 1.07% P; 1.02% K; 0.40% Ca;

0.34% Mg) dengan dosis 5 ton/ha, pupuk anorganik dengan dosis 250 kg urea/ha

(40.55% N), 100 kg KCl/ha (54.45% K20), 200 kg SP-18/ha (22.61% P2O5),

pupuk organik hayati Fertismart sebanyak 300 kg/ha (mengandung : Azotobacter

3.52 x 104; Mikroorganisme Pelarut Fosfat 1.58x10

4).

Alat yang digunakan antara lain meteran, pH meter HM-20P merk TOA

DKK, Eh meter RM-20P merk TOA DKK, timbangan dan alat-alat perlengkapan

panen.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor

tunggal dengan empat sistem budidaya. Masing-masing sistem budidaya

diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 16 satuan percobaan. Ukuran

petak percobaan 5 m x 4 m. Sistem budidaya dalam penelitian ini, yaitu :

a. Penanaman secara Konvensional (T0) sebagai kontrol

Bibit padi berumur 26 hari ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20

cm dan ditanam sebanyak 8 bibit perlubang tanam. Penggenangan

dilakukan secara kontinu dengan ketinggian sekitar 5 cm di atas

permukaan tanah. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk anorganik

Page 25: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

12

dengan dosis 250 kg Urea/ha (diberikan dalam 2 tahap), 200 kg SP-

18/ha dan 100 kg KCl/ha.

b. Metode S.R.I Anorganik (T1)

Bibit padi berumur 6 hari ditanam satu bibit per lubang dengan

jarak tanam 30 cm x 30 cm. Pemindahan bibit dari persemaian ke lahan

dilakukan dengan hati-hati dan cepat (kurang dari 30 menit). Bibit

ditanam pada kedalaman 2 cm dengan posisi akar horizontal. Pengairan

diatur sampai tanah mencapai kondisi lembab tetapi tidak tergenang.

Pupuk yang digunakan dalam metode ini 250 kg Urea/ha (diberikan

dalam 2 tahap), 200 kg SP-18/ha dan 100 kg KCl/ha.

c. Metode S.R.I Organik (T2)

Metode ini sama dengan metode S.R.I. anorganik (T1) tetapi pupuk

yang diberikan berbeda, pada metode ini pupuk yang diberikan adalah

kompos jerami dengan dosis 5 ton/ha. Pupuk kompos diberikan satu

minggu sebelum tanam.

d. Metode S.R.I Semi-organik (T3)

Metode ini sama dengan sistem budidaya S.R.I. anorganik (T1)

tetapi takaran pupuk yang diberikan hanya setengah dari dosis pupuk

sistem budidaya S.R.I. anorganik (T1), sehingga dosisnya menjadi 125

kg Urea/ha (diberikan dalam 2 tahap), 100 kg SP-18/ha, 50 kg KCl/ha

serta penambahan pupuk organik hayati sebanyak 300 kg/ha.

Tata letak petakan percobaan keempat sistem budidaya dapat dilihat pada

Gambar 1.

Page 26: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

13

Gambar 1. Tata Letak Petakan Percobaan di Lapang

3.3.2. Pelaksanaan Penelitian di Lapang

Pelaksanaan penelitian di lapang terdiri dari persiapan lahan penelitian,

penyemaian benih, penanaman bibit, pemupukan, pengairan, pemeliharaan

tanaman dan pemanenan. Persiapan lahan meliputi pengolahan tanah,

pelumpuran dan pembuatan petakan penelitian. Pengolahan tanah dilakukan

dengan melakukan pembajakan dan pembalikan tanah, kemudian dilanjutkan

dengan pelumpuran. Setelah itu, dilakukan pembuatan petakan penelitian serta

saluran air. Petakan penelitian terdiri dari 16 petakan yang masing-masing

berukuran 4 m x 5 m serta memiliki saluran air yang terpisah antara masuknya

air dan keluarnya air. Pemilihan petak untuk setiap sistem budidaya dilakukan

secara acak.

Seleksi benih dilakukan sebelum persemaian dengan cara merendam

benih pada air garam, benih yang tenggelam adalah benih yang dipakai.

Setelah itu benih yang tenggelam dicuci dan direndam dengan air bersih

Page 27: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

14

selama satu malam agar benih mengalami imbibisi. Selanjutnya benih diperam

selama dua hari sehingga benih berkecambah. Persemaian untuk budidaya

konvensional dilakukan di sekitar petakan penelitian, sedangkan untuk bibit

S.R.I. dilakukan pada wadah nampan. Persemaian untuk budidaya

konvensional dilakukan 20 hari lebih dulu dibandingkan dengan persemaian

untuk budidaya S.R.I. Gambar persemaian dapat dilihat pada Gambar

Lampiran 1.

Penanaman dilakukan bersamaan pada semua sistem budidaya, untuk

budidaya konvensional penanaman dilakukan pada saat umur bibit 26 hari

dengan 8 bibit setiap lubang tanam dan jarak antar tanaman 20 cm x 20 cm.

Sedangkan penanaman budidaya S.R.I. dilakukan pada saat bibit berumur 6

hari dengan satu bibit setiap lubang tanam dan jarak antar tanaman 30 cm x 30

cm.

Pengairan pada lahan penelitian dibagi menjadi dua perlakuan, yaitu

untuk sistem budidaya konvensional tanaman digenangi secara terus menerus

dengan tinggi genangan air 5 cm dari permukaan tanah. Sedangkan untuk

sistem budidaya S.R.I., air diatur sampai tanah mencapai kondisi lembab

namun tidak tergenang. Keadaan ini seharusnya dipertahankan sampai saat

akan dilakukan panen. Akan tetapi, pada saat 8 minggu setelah tanam yaitu

pada saat fase generatif awal, lahan penelitian mengalami kekeringan sampai

dengan panen. Hal ini juga dialami oleh petani disekitar lahan penelitian.

Akibat kondisi kekeringan yang dialami berdampak pada hasil penelitian yang

kurang maksimal. Kondisi kekeringan yang terjadi diakibatkan rusaknya

saluran irigasi akibat pembetulan jalan. Gambar kekeringan di lahan penelitian

dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar Lampiran 4.

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis pupuk yang sudah

ditetapkan pada setiap sistem budidaya. Pupuk kompos jerami diberikan 1

minggu sebelum penanaman. Sedangkan untuk pupuk SP-18, KCl dan pupuk

organik hayati diberikan pada saat penanaman. Pupuk Urea diberikan dalam 2

tahap yaitu pada saat penanaman dan pada minggu ke lima setelah tanam.

Page 28: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

15

Pemeliharaan dilakukan dengan melakukan penyiangan gulma.

Penyiangan dilakukan pada saat 10 hari setelah tanam (HST), 20 HST, 30

HST dan 40 HST.

Pemanenan dilakukan dalam dua tahap, yaitu untuk sistem budidaya

konvensional dan sistem budidaya S.R.I. Pemanenan dilakukan secara potong

bawah dengan menggunakan sabit

3.3.3. Parameter yang Diamati

1. Tinggi tanaman (cm), yang diukur dengan cara mengatupkan seluruh daun

ke atas sehingga terlihat daun yang paling tinggi kemudian diukur dari

pangkal batang hingga ujung daun tertinggi setiap dua minggu sekali.

2. Jumlah batang per 100 m2. Perhitungan dilakukan dengan menghitung

jumlah batang pada tanaman contoh setiap dua minggu sekali, lalu

dikonversi ke jumlah batang per 100 m2.

3. Jumlah batang produktif per 100 m2. Perhitungan dilakukan dengan

menghitung batang yang mempunyai malai pada tanaman contoh, lalu

dikonversi ke jumlah batang produktif per 100 m2.

4. Panjang malai (cm). Pengukuran dilakukan dari buku malai hingga ujung

malai dalam satu rumpun dan mengambil tiga malai yang mewakili

tanaman contoh.

5. Jumlah gabah per malai (butir/malai). Perhitungan dilakukan dengan

menghitung jumlah gabah tiap malai dalam satu rumpun dan mengambil

tiga malai yang mewakili tanaman contoh.

6. Bobot 1000 gabah. Bobot ini diperoleh dengan menimbang 1000 butir

gabah isi dari setiap satuan percobaan dengan dua kali ulangan.

7. Produksi padi Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling

(GKG), dengan menggunakan ubinan 2.5 m x 2.5 m yang dikonversi

kedalam hektar.

8. Eh dan pH tanah, yang diukur setiap dua minggu sekali. Pengukuran

dilakukan di lapang dengan Eh meter dan pH meter digital yang diukur

pada setiap petakan dengan dua kali ulangan.

Page 29: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

16

3.4 Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang

ditetapkan maka dilakukan uji DMTR (Duncan Multiple Range Test) dengan

selang kepercayaan 5%.

Page 30: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi irigasi lahan penelitian pada awal tanam sampai dengan 6 minggu

setelah tanam dalam keadaan baik akan tetapi pada 8 minggu setelah tanam

sampai dengan panen, lahan penelitian mengalami kekeringan. Kekeringan terjadi

karena rusaknya saluran irigasi akibat perbaikan jalan. Keadaan ini berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

4.1 Tinggi Tanaman

Berdasarkan pengamatan tinggi tanaman mulai umur 2 hingga 10 minggu

setelah tanam (MST), terlihat bahwa setiap sistem budidaya memiliki hasil yang

berbeda seperti ditunjukan pada gambar dibawah ini ( Gambar 2).

Gambar 2. Tinggi Tanaman Umur 2–10 MST pada Sistem Budidaya

Konvensional, S.R.I. anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I.

semi-organik

Sistem budidaya konvensional memiliki tanaman yang nyata lebih tinggi

dibandingkan dengan sistem budidaya lainnya. Hal ini dikarenakan umur tanaman

pada sistem budidaya konvensional lebih tua 20 hari dibandingkan sistem

budidaya S.R.I. pada saat penanaman. Pada sistem budidaya konvensional waktu

persemaian mencapai 26 hari, sedangkan sistem budidaya S.R.I. waktu

persemaian hanya 6 hari.

Page 31: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

18

Selain itu, pemberian pupuk kimia juga mempengaruhi tinggi tanaman

menjadi lebih baik. Hal ini dapat terlihat dari tinggi tanaman pada sistem

budidaya S.R.I. organik lebih rendah dibandingkan sistem budidaya lainnya.

Rendahnya tinggi tanaman pada sistem budidaya ini dikarenakan, sistem budidaya

S.R.I. organik hanya mendapatkan nutrisi dari pupuk organik (kompos).

Pemberian pupuk kimia pada tanaman akan terlihat lebih cepat pengaruhya

dibandingkan dengan pupuk organik, karena pupuk kimia lebih cepat tersedia bagi

tanaman. Penambahan tinggi tanaman akan berlangsung terus dari awal

penanaman sampai berakhirnya fase generatif. Laju penambahan tinggi tanaman

yang paling cepat terjadi pada fase vegetatif (Subagyono et al., 2009).

4.2 Jumlah Batang dan Jumlah Batang Produktif per 100 m2

Dari analisis data menunjukan adanya hubungan antara sistem budidaya

dengan jumlah batang yang diamati mulai dari 2 MST hingga 10 MST (Gambar

3)

Gambar 3. Jumlah Batang Tanaman Padi per 100 m2 pada Budidaya

Konvensional, S.R.I. anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I.

semi-organik

Pada gambar 3 dapat terlihat bahwa jumlah batang per 100 m2 sistem

budidaya konvensional nyata lebih tinggi dibandingkan semua sistem budidaya

S.R.I., hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah bibit yang ditanam. Pada

S.R.I. anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik, jumlah bibit yang

Page 32: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

19

ditanam adalah 1 bibit per lubang tanam, sedangkan pada budidaya konvensional

jumlah bibit yang ditanam adalah 8 bibit per lubang tanam. Selain itu, jumlah

rumpun dalam 100 m2 pada sistem budidaya konvensional jauh lebih banyak dari

sistem budidaya S.R.I. Perbedaan jumlah rumpun dipengaruhi oleh jarak tanam

S.R.I. yang lebih lebar dari sistem budidaya konvensional. Sedangakan diantara

sistem budidaya S.R.I., jumlah batang tertinggi terdapat pada sistem budidaya

S.R.I. anorganik, yang disebabkan pemberian pupuk kimia yang lebih tinggi

kandungan unsur haranya dibandingkan S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik.

Pembentukan batang dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti jarak

tanam, radiasi matahari, hara mineral, dan berbagai cara budidaya termasuk

pengaturan sistem irigasi (Manurung dan Ismunadji, 1988).

Pada sistem budidaya konvensional jumlah batang maksimum diperoleh

pada umur 4 MST. Pada 6 hingga 10 MST sistem budidaya konvensional

mengalami penurunan jumlah batang, sedangkan sistem budidaya S.R.I.

anorganik, S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik masih menunjukkan

peningkatan jumlah batang hingga mencapai jumlah batang maksimum pada 8

MST dan mengalami penurunan pada 10 MST. Penambahan jumlah batang terjadi

pada fase vegetatif aktif yaitu pada saat umur tanaman 10 hari setelah tanam

sampai umur tanaman 60 hari setelah tanam. Setelah mencapai jumlah batang

maksimum, pada fase berikutnya beberapa batang akan mati dan jumlah batang

keseluruhan akan berkurang (Hanum, 2008).

Dari hasil pengamatan terhadap keempat sistem budidaya yang dilakukan

dapat terlihat adanya perbedaan jumlah batang dan jumlah batang produktif per

100 m2. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Jumlah Batang Produktif

per 100 m2

Sistem Budidaya

Jumlah Batang

per 100 m2

Jumlah Batang Produktif

per 100 m2

(14 MST) (14 MST)

Konvensional 43250c 32000b

S.R.I. Anorganik 29385.95b 17664.9a

S.R.I. Organik 23275.45a 14998.5a

S.R.I. Semi-organik 20775.7a 14720.75a Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom

tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%

Page 33: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

20

Batang produktif adalah batang yang menghasilkan malai. Jumlah batang

produktif per 100 m2 sistem budidaya konvensional nyata lebih tinggi dari semua

sistem budidaya S.R.I. Rendahnya batang produktif sistem budidaya S.R.I.

diakibatkan kekeringan yang dialami pada saat pembentukan malai. Sistem

budidaya konvensional tidak mengalami kekeringan pada saat pembentukan malai

dikarenakan umur bibit yang lebih tua dan pengaturan air yang berbeda dari

sistem budidaya S.R.I., sehingga pembentukan malai tidak terganggu.

Pada Tabel 3 dapat kita lihat jumlah batang produktif per 100 m2 pada

sistem budidaya S.R.I. anorganik yang sebelumnya jauh lebih tinggi dari sistem

budidaya S.R.I organik dan S.R.I semi-organik, menjadi tidak berbeda nyata pada

jumlah batang produktif. Hal ini menunjukkan bahwa batang produktif yang

terbentuk pada sistem budidaya S.R.I. anorganik kurang maksimal, disebabkan

tanaman S.R.I. anorganik lebih dahulu terkena cekaman air karena tidak

mempunyai cadangan air yang cukup bagi tanaman. Pada budidaya konvensional

cadangan air berasal dari penggenangan yang dilakukan, sedangkan untuk S.R.I.

organik dan S.R.I. semi-organik cadangan air berasal dari bahan organik yang

diberikan pada sistem budidaya tersebut. Bahan oganik dapat meningkatkan

jumlah air yang ditahan oleh tanah sehingga tanaman mendapatkan cukup air

(Soepardi, 1983). Kekeringan terjadi di awal fase generatif pada tanaman,

seharusnya pada fase ini tanaman mendapatkan cukup air. Pemenuhan air yang

tidak tercukupi akan menyebabkan beberapa kerusakan salah satunya adalah

terganggunya pembentukan awal malai (Kalsim, 2007).

Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting pada pertumbuhan

padi. Air selain beperan khusus dalam proses fotosintesis juga mempunyai fungsi

sebagai pengangkut unsur-unsur hara dari dalam tanah. Air sebagai pelarut unsur-

unsur hara yang diserap tanaman, gerakan air diperlukan untuk memenuhi

transport unsur hara, sehingga kekurangan air akan menghambat transportasi

unsur hara dan menurunkan aktifitas fotosintesis. Akibatnya tanaman mempunyai

vigor yang kurang baik untuk menghasilkan batang produktif (Kurniarahmi,

2005).

Page 34: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

21

4.3 Komponen Hasil Panen

Komponen hasil panen merupakan gambaran akhir dari produksi tanaman.

Pada panjang malai semua sistem budidaya tidak berbeda nyata. Sistem budidaya

konvensional memiliki panjang malai yang lebih besar dibandingkan dengan

sistem budidaya lainnya (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Panjang Malai, Jumlah Gabah per

Malai, Persentase Gabah Hampa dan Bobot 1000 Butir

Sistem budidaya Panjang malai

(cm)

Jumlah gabah

per malai

(butir)

Gabah

hampa

(%)

Bobot

1000 butir*

(g)

Konvensional 21.52a 103.87a 37.19a 25.79b

S.R.I. Anorganik 21.04a 110.42a 47.82a 21.74a

S.R.I. Organik 20.52a 97.62a 51.35a 22.99a

S.R.I. Semi-organik 20.62a 99.82a 48.54a 22.66a Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom

tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%

* : pada kadar air 14%

Dari Tabel 4 dapat terlihat, bahwa sistem budidaya yang dilakukan tidak

memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah gabah per malai maupun gabah

hampa. Kekeringan membuat jumlah gabah per malai menjadi rendah dan

persentase gabah hampa menjadi tinggi. Menurut De Datta (1975) kekurangan air

pada fase vegetatif akhir dan fase reproduktif dapat menurunkan jumlah gabah per

malai. Kekurangan air terutama akan menghambat pada saat inisiasi malai.

Sistem budidaya konvensional memiliki persentase gabah hampa terendah

dibandingkan sistem budidaya lainnya. Hal ini dikarenakan pada sistem budidaya

konvensional mengalami cekaman air dalam jangka waktu yang lebih pendek

dibandingkan sistem budidaya S.R.I. baik anorganik, organik maupun semi-

organik karena perbedaan usia tanaman pada saat awal tanam dan pengelolaan air

untuk tanaman. Hal ini sejalan dengan pernyataan Siregar (1981) yaitu pada saat

tanaman beralih dari fase vegetatif ke fase generatif, kebutuhan tanaman akan air

akan tinggi sekali, yang mana disebabkan daun-daun tanaman telah mencapai

lebar yang maksimal. Dengan meningkatnya lebar daun-daun maka penguapan

atau respirasi akan meningkat pula dan untuk menghindarkan bulir-bulir yang

semuanya atau sebagian besar hampa atau steril, maka tanaman memerlukan air

Page 35: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

22

yang banyak sampai bulir-bulir memperlihatkan tanda-tanda menguning, suatu

pertanda bahwa tanaman mulai masak.

Pada bobot 1000 butir, sistem budidaya konvensional nyata lebih tinggi

dibandingkan sistem budidaya lainnya. Sistem budidaya S.R.I. anorganik,

memiliki panjang malai, jumlah gabah per malai tertinggi dan terendah untuk

persentase gabah hampa dibandingkan dengan sistem budidaya S.R.I. organik dan

S.R.I. semi-organik. Akan tetapi untuk bobot 1000 butir sistem budidaya S.R.I.

anorganik paling rendah dibandingkan sistem budidaya lainnya. Hal ini

berbanding terbalik dengan sistem budidaya S.R.I. organik, yang memiliki

panjang malai, jumlah gabah per malai yang lebih rendah dan persentase gabah

hampa lebih banyak, memiliki bobot 1000 butir lebih tinggi dibandingkan dengan

S.R.I. anorganik dan S.R.I. semi-organik. Hal ini dikarenakan pengisian gabah

bernas lebih efektif pada perlakuan S.R.I. organik.

Produksi padi ditentukan oleh jumlah batang produktif, jumlah gabah per

malai, persentase gabah hampa dan bobot 1000 butir gabah isi. Semua faktor yang

mempengaruhi komponen produksi akan menentukan produksi padi. Kekeringan

yang dialami oleh tanaman padi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

komponen produksi yang menyebabkan turunnya produksi padi.

Gabah kering panen adalah hasil gabah pada saat panen atau pemungutan

hasil. Gabah kering giling adalah gabah yang sudah dijemur dan siap untuk

diproses menjadi beras. Perbandingan antara gabah kering panen dan gabah

kering giling sekitar 5 berbanding 4. Perbandingan ini berlaku untuk pertanaman

yang tidak mengalami kekurangan air selama pertumbuhannya dan pemungutan

hasil dilakukan tepat pada waktunya (Siregar, 1981). Tabel 5 menunjukkan gabah

kering panen dan gabah kering giling dari setiap sistem budidaya.

Tabel 5. Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Gabah Kering Panen dan Gabah

Kering Giling

Sistem Budidaya Gabah Kering Panen

(ton/ha)

Gabah Kering Giling *

(ton/ha)

Konvensional 3.48b 2.98b

SRI Anorganik 2.76ab 2.26ab

SRI Organik 1.83a 1.37a

SRI Semi-organik 2.41a 1.96a Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom

tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%

* : pada kadar air 14%

Page 36: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

23

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa sistem budidaya konvensional nyata

lebih tinggi untuk produksi gabah kering panen maupun gabah kering giling

dibandingkan dengan sistem budidaya S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik,

sedangkan dengan sistem budidaya S.R.I. anorganik tidak berbeda nyata. Sistem

budidaya konvensional memiliki produksi yang lebih tinggi karena tanaman

mengalami cekaman air pada saat tanaman sudah melewati tahap pembentukan

malai sedangkan untuk semua sistem budidaya S.R.I. pada saat tahap

pembentukan malai sudah mengalami cekaman air, sehingga waktu cekaman air

yang dialami sistem budidaya konvensional lebih pendek daripada sistem

budidaya lainnya. Hal tersebut sejalan dengan percobaan mengenai cekaman air

yang dilakukan di Filipina bahwa cekaman air yang berat pada setiap masa

pertumbuhan dapat sangat menurunkan hasil panen dan tahap yang paling kritis

dalam kerentanan terhadap cekaman air berlangsung sejak awal pembentukan

malai sampai pembungaan (De Datta et al., 1973).

Untuk sistem budidaya S.R.I. organik memiliki hasil yang paling rendah

karena kebutuhan nutrisinya hanya dipenuhi oleh pupuk kompos yang tidak dapat

langsung tersedia untuk tanaman dan memiliki kandungan nutrisi yang lebih kecil

dibandingkan pupuk kimia. Umumnya budidaya S.R.I. organik dalam masyarakat

menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) akan tetapi pada penelitian ini MOL

tidak digunakan karena ingin melihat perbedaan antara sistem budidaya S.R.I.

organik dan S.R.I. semi-organik yang menggunakan pupuk organik hayati.

Selain faktor kekeringan, jumlah produksi yang menurun baik pada sistem

budidaya konvensional maupun sistem budidaya S.R.I. juga diakibatkan oleh

serangan hama. Kejadian yang sama juga dialami oleh penelitian yang dilakukan

di Kabupaten Sukabumi dan Kecamatan Tanjung Sari, Bogor. Salah satu

penyebab serangan hama adalah tidak serempaknya waktu penanaman padi

dengan petani sekitar tempat penelitian (Kusumawardhany dan Agusmiati, tidak

dipublikasikan).

Panen untuk sistem budidaya konvensional dilakukan pada saat umur

tanaman 114 hari setelah semai, sedangkan untuk semua sistem budidaya S.R.I.

dipanen pada usia 106 hari setelah semai. Hal ini menunjukan bahwa waktu tanam

dengan metode S.R.I. terbukti lebih cepat dibandingkan dengan konvensional,

Page 37: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

24

dengan penghematan waktu sebanyak 8 hari. Selain itu kondisi lahan yang kering

juga ikut mempengaruhi waktu panen yang lebih cepat.

4.4 Faktor Pembatas

Produksi padi yang menurun dipacu oleh beberapa faktor antara lain

kekeringan dan hama. Faktor ini merupakan faktor pembatas dalam memperoleh

hasil yang maksimal.

4.4.1 Kekeringan

Kondisi kekeringan yang dialami tanaman berlangsung dari 8 minggu

setelah tanam (MST) sampai dengan panen. Kekeringan pada lahan penelitian

disebabkan rusaknya saluran irigasi akibat perbaikan jalan. Sebelum

terjadinya kekeringan pengelolaan air berjalan dengan baik, untuk sistem

budidaya konvensional tanaman digenangi air dengan ketinggian 5 cm di atas

permukaan tanah, sedangkan untuk semua sistem budidaya S.R.I. pengaturan

air diatur sampai kondisi tanah lembab tetapi tidak tergenang.

Kekeringan yang dialami terjadi pada awal fase generatif, sehingga

mengakibatkan pengurangan hasil yang tak terpulihkan. Hal ini dialami semua

sistem budidaya dan dampak terbesarnya dialami oleh semua budidaya S.R.I.

Pengelolaan air dengan ketinggian 5 cm di atas permukaan tanah serta umur

bibit yang lebih tua pada saat penanaman, menyebabkan sistem budidaya

konvensional tidak mengalami cekaman air pada saat pembentukan malai,

sedangkan sistem S.R.I. mengalaminya. Kehilangan hasil akibat kekurangan

air pada awal pembentukan malai sampai pembungaan jauh lebih besar

dibandingkan pada fase vegetatif (Subagyono et al., 2009).

Akibat kekeringan nilai Eh dan pH juga mengalami perubahan. Hal ini

terlihat pada Gambar 4 dan 5. Gambar 4 memperlihatkan kondisi Eh selama

penelitian.

Page 38: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

25

Gambar 4. Perubahan Potensial Redoks Akibat Kekeringan

Gambar 4 memperlihatkan bahwa, potensial redoks untuk sistem

budidaya konvensional mulai dari 2 hingga 6 MST selalu bernilai negatif. Hal

ini disebabkan pada sistem budidaya konvensional dilakukan penggenangan

sampai dengan 5 cm, sehingga kondisi tanah menjadi reduktif. Sedangkan

untuk semua sistem budidaya S.R.I., potensial redoks berada diatas nilai -50

mV. Hal ini menandakan bahwa semua sistem berada dalam kondisi yang

tidak tergenang atau macak-macak.

Pada 8 MST terjadi peningkatan potensial redoks. Peningkatan yang

terjadi sangat jelas terlihat, terutama pada sistem budidaya konvensional yang

mengalami peningkatan dari bernilai negatif menjadi bernilai positif.

Peningkatan juga terjadi pada sistem budidaya S.R.I. Peningkatan potensial

redoks menggambarkan kondisi kekeringan yang dialami tanah. Kondisi

kekeringan terus berlangsung sampai panen dilakukan. Gambar 5

memperlihatkan kondisi pH selama proses pengamatan dilakukan.

Page 39: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

26

Gambar 5. Perubahan Tingkat Kemasaman Tanah Akibat Kekeringan

Kebalikan dari nilai potensial redoks yang mengalami peningkatan

disaat kondisi tanah mengalami kekeringan, nilai pH mengalami penurunan

mendekati masam. Hal ini jelas terlihat pada sistem budidaya konvensional,

pada saat kondisi tanah tergenang yaitu pada 2 - 6 MST pH tanah mendekati

normal. Akan tetapi pada saat 8 MST, pH tanah menurun yang dikarenakan

kondisi kekeringan. Kenaikan pH tanah pada saat kondisi tanah tergenang

disebabkan oleh banyaknya ion ferri yang direduksi menjadi ferro. Proses

reduksi ini membutuhkan H+

sehingga pH tanah meningkat karena

berkurangnya aktivitas H+

di dalam tanah, sebaliknya pada saat kondisi tanah

kering ferro teroksdasi menghasilkan ferri dan ion hidrogren, dengan demikian

aktivitas H+ menjadi meningkat sehingga pH menurun (Situmorang dan

Sudadi, 2001).

4.4.2 Hama

Selain diakibatkan oleh kekeringan, penurunan produksi juga

disebabkan oleh serangan hama. Hama yang menyerang tanaman padi antara

lain keong mas, penggerek batang, belalang, walang sangit dan burung.

Keong mas menyerang tanaman padi pada saat tanaman baru

dipindahakan dari persemaian ke petakan penelitian sampai dengan umur

tanaman 21 hari setelah tanam (HST). Setelah itu serangan keong mas sedikit

Page 40: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

27

menurun. Keong mas bersifat aktif pada air yang menggenang, oleh sebab itu

keong mas lebih banyak ditemukan di petakan sistem budidaya konvensional

dibandingkan sistem budidaya S.R.I. Pengendalian yang dilakukan dengan

cara manual, yaitu dengan mengambil keong mas dan menghancurkan telur-

telur keong mas. Telur keong mas berwarna merah muda dan suka menempel

pada batang padi.

Penggerek batang adalah hama yang ulatnya hidup didalam batang

padi. Penggerek batang merusak pertanaman padi pada semua fase. Serangan

yang terjadi pada fase vegetatif disebut dengan sundep yang berakibat anakan

akan berwarna coklat dan kemudian mati. Sedangkan serangan yang terjadi

pada fase generatif disebut beluk, yang mengakibatkan malai menjadi kosong

dan berwarna putih. Tanaman padi yang diserang adalah semua tanaman padi

sistem budidaya S.R.I., karena kondisi tanah yang tidak tergenang

menyebabkan hama dapat hidup dengan baik di batang padi yang dekat

dengan tanah. Pengendalian yang dilakukan dengan melakukan penggenangan

selama beberapa saat untuk mematikan ulat.

Hama belalang merusak tanaman padi bagian daun. Bagian daun yang

rusak mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis. Pengendalian yang

dilakukan untuk mengendalikan hama ini dengan cara manual mengambilnya

satu per satu.

Walang sangit menyerang tanaman padi dengan cara menghisap cairan

bulir padi yang masih masak susu. Hal ini akan mengakibatkan bulir padi

menjadi hampa. Pengendalian yang dilakukan sama seperti hama belalang.

Burung menyerang bulir yang sudah masak dari tanaman padi. Hama

burung datang secara berkelompok mendatangi areal tanaman padi yang

hampir panen. Kemudian memakan bulir padi dan dalam waktu singkat bulir

padi habis. Gejala yang ditimbulkan oleh serangan burung yaitu, tangkai buah

padi mengalami kerusakan, tangkai patah dan sisa bulir berjatuhan.

Pengendalian yang dilakukan adalah dengan penjagaan areal tanaman, dengan

cara membuat bunyi-bunyi disekitar areal dan membuat orang-orangan sawah

agar burung takut.

Page 41: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pada sistem budidaya konvensional tinggi tanaman, jumlah batang per 100 m2

dan jumlah batang produktif per 100 m2 nyata lebih tinggi dibandingkan

dengan semua sistem budidaya S.R.I. (System of Rice Intensification).

2. Pada sistem budidaya konvensional komponen hasil seperti panjang malai,

jumlah gabah isi dan bobot 1000 butir lebih tinggi dibandingkan dengan

semua sistem budidaya S.R.I. Sedangkan untuk jumlah gabah per malai sistem

budidaya S.R.I. anorganik lebih tinggi dari sistem budidaya konvensional

walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.

3. Pada sistem budidaya konvensional Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah

Kering Giling (GKG) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan sistem budidaya

S.R.I. organik dan S.R.I. semi-organik tetapi tidak berbeda nyata dengan

S.R.I. anorganik.

4. Dalam kondisi kekeringan dan serangan hama, produksi padi mengalami

penurunan pada semua sistem budidaya.

5. Umur tanaman sistem budidaya S.R.I. dihitung dari hari setelah semai (HSS)

terbukti lebih cepat dibandingkan dengan sistem budidaya konvensional.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai System of Rice

Intensification (S.R.I.) untuk lebih mengetahui keunggulan dan tantangan dari

S.R.I.

Page 42: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

29

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Budidaya Padi. http://distan. gorontaloprov. go. id/ agronomi

/komoditi tanaman pangan/bididaya%20padi.pdf. [24/03/2009].

Anonim. 2009. The System of Rice Intensification (S.R.I.) in Cambodia.

http://www.foodsecurity.gov.kh/sri. [05/11/2009].

Anugrah, I. S., I. P. Wardana dan Sumedi. 2008. Gagasan dan Implementasi

System of Rice Intensification (S.R.I.) dalam Kegiatan Budidaya Padi

Ekologis (BPE). http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/ pdffiles/ A RT6-1c.pdf.

[19/02/2009].

De Datta, S. K., E. I. Alvarez, H. K. Krupp and S. C. Modgal. 1973. Water

Management Practices in Flooded Tropical Rice. In IRRI (Ed). Water

Management in Philippine Irrigation Systems : Research and Operations.

Los Banos, Philippine. p. 1-18.

De Datta, S. K. 1975. Drought Tolerance in Upland Rice. In IRRI (Ed). Major

Research in Upland Rice. IRRI. Los Banos, Philippines. p. 101-116.

De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley &

Sons. New York.

Departemen Pertanian. 2009. Pedoman Teknis Pengembangan System

Rice of Intensification (S.R.I.). http: // pla. deptan. go. id / pdf /

03 PEDOMAN TEKNIS S.R.I. 2009. pdf. [20/12/2009].

Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2. Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Mananajemen

Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Jakarta.

Hasan, M and S. Sato. 2007. Water Saving for Paddy Cultivation Under the

System of Rice Intensification (S.R.I.) in Eastern Indonesia. J. Tanah dan

Lingkungan Vol. 9 No. 2 : hal. 57-62.

Kalsim, D. K. 2007. Rancangan Operasional Sistem Irigasi untuk Pengembangan

S.R.I. Seminar KNI-ICID. Bandung. http: // www. tep. fateta. ipb. ac. id.

[19/08/2009].

Kurniarahmi, E. K. 2005. Pengaruh Waktu Penggenangan Terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Padi Gogo Rancah. [Skripsi]. Institut Pertanian

Bogor.

Manurung, S. O dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi.

Dalam Padi. PPPTP, Bogor. p. 55-98.

Matsushima, S. 1963. Theory of Plant Growth. In Matsubayasi (Ed). Theory and

Practice of Growing Rice. Fuji Publishing Co. Ltd. Tokyo. p. 73-99.

Page 43: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

30

Peningkatan Produksi Beras Nasional. 2007. Rumusan Sementara Rapat

Regional III. http : // agribisnis. deptan. go. id / web / diperta-

ntb/berita/p2bn.htm. [01/12/2009].

Pusat Penelitian Tanah. 1983. Klasifikasi Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Puslitbang Tanaman Pangan. 2008. Peningkatan Produksi Padi Menuju 2020.

http // www. puslittan. bogor net/ index php?bawaan=download/download

detail&&id=35. [01/12/2009].

Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Bogor: Sastra Hudaya.

Situmorang, R dan U. Sudadi. 2001. Tanah Sawah. Jurusan Tanah, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Subagyono, K., A. Dariah, E. Surmaini dan U. Kurnia. 2009. Pengelolaan Air

pada Tanah Sawah 7. http: // balittanah. litbang. deptan. go. id/

dokumentasi/ buku/ tanahsawah/ tanahsawah7/pdf. [10/08/2009].

Suryanata, Z. D. 2007. Pengembangan System of Rice Intensification, Sistem

Budidaya Padi Hemat Air Irigasi dengan Hasil Tinggi. Prosiding Kongres

IX Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI). Bandung, 15-17

November 2007.

Sutaryat, A. 2008. Sistem Pengelolaan Pertanian Ramah Lingkungan dengan

Metode System of Rice Intensification (S.R.I.). http: // www. diperta.

Jabarprov. go.id/data/arsip/TANTANGAN % 20 DAN %20PELUANG%

20SRI. pdf. [23/10/2009].

Uphoff, N. 2002. The System of Rice Intensification Developed in Madagascar.

http://ciifad.cornell.edu/sri/harvard.pdf. [23/10/2009].

Uphoff, N. 2005. Features of The System of Rice Intensification (S.R.I.) Apart

from Increases in Yield. http : // ciifad. cornell. edu/ SRI/ yielduphoffrpt

505.pdf. [23/10/2009].

Uphoff, N and E. Fernandes. 2003. Sistem Intensifikasi Padi Tersebar Pesat.

Terjemahan : Salam. http://www.leisa.info/index.php?url=getblob.php&o

id=67237&a_id=211&a_seq=0. [23/10/2009].

Page 44: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

31

Tabel Lampiran 1. Jadwal Kegiatan

Ket : TT : Tinggi Tanaman, JB : Jumlah Batang

Waktu Kegiatan Fase

Bulan Masa Tanam

Maret 4 Minggu sebelum tanam Semai benih untuk budidaya konvensional

April 3 Minggu sebelum tanam Persiapan lahan

2 Minggu sebelum tanam Persiapan lahan (pengolahan lahan,

1 Minggu sebelum tanam

pelumpuran, dan pembuatan petakan)

Semai benih untuk budidaya S.R.I.

0 Minggu Penanaman tanaman Vegetatif

Pemupukan kimia

(Urea 50 %, KCl dan SP-18 100 %)

Mei 1 Minggu setelah tanam Vegetatif

2 Minggu setelah tanam Pengambilan data (TT, JB, Eh, pH) Vegetatif

3 Minggu setelah tanam Vegetatif

4 Minggu setelah tanam Pengambilan data (TT, JB, Eh, pH) Vegetatif

Juni 5 Minggu setelah tanam Pemupukan kimia (Urea 50 %) Vegetatif

6 Minggu setelah tanam Pengambilan data (TT, JB, Eh, pH) Vegetatif

7 Minggu setelah tanam Generatif

8 Minggu setelah tanam Pengambilan data (TT, JB, Eh, pH) Generatif

Tanaman mengalami kekeringan Generatif

Juli 9 Minggu setelah tanam Generatif

10 Minggu setelah tanam Pengambilan data (TT, JB, Eh, pH) Generatif

11 Minggu setelah tanam Pemasakan

12 Minggu setelah tanam Panen konvensional (pada umur 114 HSS) Pemasakan

Agustus 13 Minggu setelah tanam Panen S.R.I. (pada umur 106 HSS) Pemasakan

Page 45: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

32

Tabel Lampiran 2. Analisis Sifat Kimia dan Fisik Tanah yang digunakan dalam

Penelitian

Jenis Analisis Metode Hasil Kriteria*

pH H2O (1:1) 6.0 Agak Masam

C-org Walkley & Black 2.16% Sedang

N-total Kjeldahl 0.20% Rendah

P Bray I 7.2 ppm Sangat Rendah

Ca N NH4OAc pH 7.0 7.05 me/100 g Sedang

Mg N NH4OAc pH 7.0 2.88 me/100 g Tinggi

K N NH4OAc pH 7.0 0.52 me/100 g Sedang

Na N NH4OAc pH 7.0 0.54 me/100 g Sedang

KTK N NH4OAc pH 7.0 18.72 me/100 g Sedang

KB Jumlah basa-basa 58.71% Sedang

Al N KCl Tr

H N KCl 0.08 me/100 g

Fe 0.05 N HCl 0.56 ppm

Cu 0.05 N HCl 2.12 ppm

Zn 0.05 N HCl 22.80 ppm

Mn 0.05 N HCl 159.20 ppm

Tekstur Penyaringan Pasir 4.38%

Liat Pipet Debu 28.75%

Pipet Liat 66.97% * : Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Pusat Penelitian Tanah , 1983.

Page 46: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

33

Tabel Lampiran 3. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Deskripsi Penjelasan

Nama Varietas : Ciherang

Kelompok : Padi VUB

Nomor Seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1

Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/2*IR19661-131-3-1//4*IR64

Golongan : Cere

Umur Tanaman : 116-125 hari

Bentuk Tanaman : Tegak

Tinggi Tanaman : 107-115 cm

Anakan Produktif : 14-17 batang

Warna Daun : Hijau

Posisi Daun : Tegak

Bentuk Gabah : Panjang ramping

Warna Gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Sedang

Tekstur Nasi : Pulen

Kadar Amilosa : 23%

Bobot 1000 Butir : 27-28 g

Rata - Rata Produksi : 6.0 t/ha

Potensi Hasil : 8.5 t/ha

Ketahanan Terhadap Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3

Ketahanan Terhadap Penyakit: Tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain

III dan IV

Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi, dan Aan

A. Daradjat

Dilepas Tahun : 2000

Page 47: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

34

Tabel Lampiran 4 . Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Tinggi Tanaman (cm)

Sistem Budidaya Umur Tanaman (MST)

2 4 6 8 10

Konvensional 34.045b 53.645b 72.245c 89.8065d 95.43d

S.R.I. Anorganik 27.42a 42.045a 59.69b 81.195c 84.085c

S.R.I. Organik 23.255a 36.215a 53.065a 67.57a 69.915a

S.R.I. Semi-organik 24.845a 38.49a 55.13ab 74.8075b 77.68b

Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom

tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%

Tabel Lampiran 5. Pengaruh Sistem Budidaya terhadap Jumlah Batang per 100 m2

Sistem Budidaya Umur Tanaman (MST)

2 4 6 8 10

Konvensional 40750b 63875b 56375c 50750c 43250c

S.R.I. Anorganik 4555.1a 13054.25a 28441.6b 34774.3b 29385.95b

S.R.I. Organik 2833.05a 8054.75a 17609.35a 24886.4a 23275.45a

S.R.I. Semi-organik 3944.05a 9887.9a 20609.05ab 23664.3a 20775.7a

Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom

tidak menunjukan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%

Page 48: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

35

(a) (b)

(c) (d)

Gambar Lampiran 1. Persiapan Tanam : (a) persemaian S.R.I. (6 HSS),

(b) persemaian konvensional (26 HSS), (c) saluran air,

(d) petakan penanaman

Page 49: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

36

(a) (b)

(c) (d)

Gambar Lampiran 2. Pertumbuhan Tanaman pada 4 Minggu Setelah Tanam :

(a) budidaya konvensional, (b) budidaya S.R.I. anorganik,

(c) budidaya S.R.I. organik, (d) budidaya S.R.I semi-

organik

Page 50: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

37

(a) (b)

(c) (d)

Gambar Lampiran 3. Kondisi Tanaman Sebelum dan Sesudah Mengalami

Kekeringan : (a) budidaya konvensional 6 MST, (b)

budidaya konvensional 10 MST, (c) budidaya S.R.I

semi-organik 6 MST, (d) budidaya S.R.I semi-organik

10 MST

Page 51: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI YANG DITANAM DENGAN … · merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Kasih, SE. dan Ibu Sri Mulyana. Penulis mengawali jenjang

38

(a) (b)

(c) (d)

Gambar Lampiran 4. Kondisi Tanaman dan Tanah yang Mengalami Kekeringan :

(a) tanaman di lahan penelitian , (b) tanah di lahan

penelitian, (c) tanaman di sekitar lahan penelitian, (d) tanah

di sekitar lahan penelitian