pertimbangan hukum dalam permenkumham no. 10 …

76
PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 TAHUN 2020 TENTANG ASIMILASI DAN INTEGRASI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) DISUSUN OLEH: RIANSYAH NIM: 11160430000066 JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H / 2021 M

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10

TAHUN 2020 TENTANG ASIMILASI DAN INTEGRASI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

DISUSUN OLEH:

RIANSYAH

NIM: 11160430000066

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H / 2021 M

Page 2: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

“PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10

TAHUN 2020 TENTANG ASIMILASI DAN INTEGRASI”

SKRISPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (SH).

Oleh:

RIANSYAH

NIM: 111604300000066

Dibawah Bimbingan

Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si.

NIP. 197412132003121002

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M/1442 H

i

Page 3: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Nama : Riansyah

NIM : 11160430000066

Judul : Pertimbangan Hukum Dalam PERMENKUMHAM NO. 10

TAHUN 2020 Tentang Asimilasi dan Integrasi.

Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tanggal

....... 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu Syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum (S.H) pada program studi Perbandingan Madzhab.

Jakarta, ..............,... 2020

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.

NIP. 197608007 200312 1 001

MUNAQASYAH EXAMINATION COMMITTEE

Ketua : Hj. Siti Hanna., S.Ag., Lc., MA. (. ................... )

Sekretaris : Hidayatulloh, M.H. (. ................... )

Pembimbing : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. (. ................... )

Penguji I : Hidayatulloh, M.H. (. ................... )

Penguji II : Indra Rahmatullah,S.H.I., M.H. (. ................... )

ii

Page 4: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya diajukan untuk memenuhi satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau merupakan

hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, ........... 2021

RIANSYAH

NIM: 111604300000066

iii

Page 5: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

iv

ABSTRAK

Riansyah. NIM: 11160430000066, Pertimbangan Hukum Dalam

PERMENKUMHAM NO. 10 TAHUN 2020 Tentang Asimilasi dan

Integrasi, Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tahun 1442

H/2021 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui, menguraikan, menjelaskan

dan menganalisa tentang kebijakan yang ada di dalam Permenkumham No.

10 Tahun 2020 berdasarkan perspektif hukum islam dan hukum positif.

Hasil pembahasan menjawab permasalahan yang ada dalam kebijakan

pemerintah dalam membebaskan warga binaan di tengah pandemi Covid-19

yang banyak menuai kontroversi di masyarakat. Kebijakan pembebasan

warga binaan merupakan solusi yang bersifat sementara dan langkah

tersebut dinilai tidak akan cukup untuk mencegah penyebaran dan penularan

Covid-19 pada fasilitas lembaga pemasyarakatan yang berstatus Over

Capacity. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa Kebijakan

pengeluaran dan pembebasan warga binaan melalui proses asimilasi dan

integrasi lebih banyak mengandung unsur mudhorot nya dibandingkan

dengan unsur masalahat nya, hal ini dibuktikan dengan banyaknya warga

binaan yang kembali berulah pasca menerima program asimilasi dan

integrasi.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan

pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan melalui studi

kepustakaan (Library research). Studi kepustakaan dilakukan dengan

menelusuri berbagai literatur, baik berupa undang- undang, buku-buku,

majalah, artikel, website, serta kasus yang berhubungan dengan tema

penelitian.

Hasil dari penelitian ini untuk menambah khazanah keilmuan bagi

pembaca, memberikan wawasan serta keilmuan bagi peneliti, dan

memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Kata kunci : Kebijakan, Asimilasi, integrasi, Covid-19 dan warga

binaan.

Pembimbing : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si.

Daftar Pustaka : Dari Tahun 1984 s/d Tahun 2020, terdiri dari 19

Buku, 10 Jurnal ilmiah, dan 11 Web.

Page 6: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur atas kehadirat Allah. SWT yang telah

memberikan karunia dan hidayahnya hinga saat ini kita semua masih bisa

meraskan nikmat Iman, Islam, dan Ikhsan. Tak lupa ribuan salawat dan

salam tertuju kepada baginda besar Nabi Muhammad. SAW yang telah

membawa cahaya kebaikan dari gelapnya dunia ini.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga sudah

sepantasnya dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

amat besar kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, M.Ag., Selaku

Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

jajarannya.

2. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Para

Wakil Dekan beserta jajarannya.

3. Siti Hanna, M.A., Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan

juga kepada Hidayatulloh,M.H., Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

4. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., Dosen pembimbing sekaligus

orang tua saya selama menuntut ilmu di Ciputat dan sosok dosen yang

pertama kali saya temui di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan bersedia

memberikan arahan serta bimbingannya untuk lulus di program studi

Perbandingan Mazhab. Terima kasih telah bersedia meluangkan waktu,

tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam membimbing, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan tepat

waktu.

5. Keluarga Dangau, kaka-kaku tercinta wa Anih, wa Yati, bi Anti,

mang Darul, mang Uus, teh Eva, teh Evi, Teh Eri, aa Ridwan yang

selalu memberikan semangat dan doanya.

Page 7: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

vi

6. Kakanda Zikri Gousul, kaka sekaligus teman yang selalu bersedia

memberikan saran dan diskusi.

7. Teman-teman Kosan BTK MLBB, Wahyudi, Osamah, Farhan

syarif, Arlen, Ilal hamdi, Risang, dan Hasan yang telah

memfasilitasi, membantu, menemani, membuat kopi dan lain

sebagainya hingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Keluarga besar Program Studi Perbandingan Mazhab yang selalu

memberikan semangat dalam menyelesaikan perkuliahan, semoga

silaturahmi kita tetap terjalin.

9. Seluruh Kader HMI KOMFAKSY Cabang Ciputat yang telah

membangun dinamika keilmuan yang memperluas wawasan dan

ilmu-ilmu baru diluar kampus.

10. Keluarga besar ROMBES yang telah membantu saya untuk

berproses bersama di setiap momen khusunya Enoy, Murtadi, Kije,

Fahri, Fahmi, Farhan, Iksir, Diah, Fauzi, Evi, Mila, Herman,

Wahyudi, Rifaldi, Reihan, Alifta, Albana, Reval, dan teman-teman

lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

11. Teman-Teman Kosan Muslim, yang selalu menemani dimasa kuliah

dan mengisi hari-hari selama di Ciputat. Terkhusu ibu kost bi

Nasroh, bapak Isa, Tufel, Ridwan, Reihan, Haris, Thorik, Aan,

Fajrin dan teman-teman lainnya.

12. Keluarga Besar IKPM Ciputat yang sudah bersama-sama

melebarkan sayap Gontor di UIN Jakarta.

13. Keluarga Besar Prestigious UIN Jakarta yang selalu mengajak hal-

hal positif selama berkuliah di UIN Jakarta.

14. Ayahanda tercinta Bapak Firmansyah dan Ibunda tercinta Ibu Yanti,

ananda ucapkan ribuan terima kasih kepada kalian berdua yang

telah memberikan doa-doa terbaik, dedikasi terbaik,

memperlakukan ananda sebaik mungkin dan memberikan

pendidikan sebaik-baiknya dari sejak ananda lahir sampai sekarang,

untuk kalian berdua skripsi ini ananda persembahkan.

Page 8: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A.Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................................. 5

C. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................................... 6

D.Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................... 7

E. Review Studi Terdahulu ...................................................................................... 8

F. Metode Penelitian ............................................................................................... 10

G.Sistematika Penulisan ........................................................................................ 12

BAB II KERANGKA TEORI ............................................................................ 14

A.Teori Maslahat ..................................................................................................... 14

B Teori Kemudhorotan ..............................................Error! Bookmark not defined.

C. Teori Pemidanaan ............................................................................................... 19

D.Teori Rehabilitasi ............................................................................................... 20

BAB III PERATURAN KEMENTRIAN HUKUM DAN HAK ASASI

MANUSIA, NOMOR.10 TAHUN 2020 ............................................................ 27

A.Latar Belakang Dikeluarkan Kebijakan PERMENKUMHAM No. 10 Tahun

2020 Ditengah Pandemi Covid-19 ....................................................................... 27

B. Kebijakan Pembebasan Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Dalam

Permenkumham No.10 Tahun 2020 Melalui Program Asimilasi. ................... 34

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN PERMENKUMHAM NO. 10 TAHUN 2020

DI MASA PANDEMI COVID-19 DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM

DAN HUKUM POSITIF .................................................................................... 43

A.Ketidaksesuaian Tujuan Permenkumham No. 10 Tahun 2020 Berdasarkan

Fakta di Lapangan. ................................................................................................. 43

B. Analisis Pertimbangan Kebijakan Penerbitan Permenkumham No. 10 Tahun

2020 Dalam Teori Maslahat. ................................................................................. 47

Page 9: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

viii

C. Analisis Pertimbangan Kebijakan Penerbitan Permenkumham No. 10 Tahun

2020 Dalam Teori Adhororu Yuzalu. .................................................................. 50

D.Analisis Pertimbangan Kebijakan Penerbitan Permenkumham No.10 Tahun

2020 Dalam Teori Pemidanaan. ........................................................................... 51

E. Analisis Pertimbangan Kebijakan Penerbitan Permenkumham No.10 Tahun

2020 Dalam Teori Rehabilitasi. ............................................................................ 53

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 60

A.Kesimpulan ......................................................................................................... 60

B. Saran-saran .......................................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 63

Page 10: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang tertera dalam

pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Oleh karenanya semua warga negaranya memiliki hak yang sama di

mata hukum (Equality Before The Law). Oleh karenanya setiap warga

negara harus patuh dan tunduk kepada aturan hukum yang ada di Negara

Republik Indonesia. Di dalam sistem hukum di Indonesia terdapat beragam

sistem hukum yang salah satunya adalah hukum pidana, yang tidak lain

memiliki tujuan memberikan rasa aman kepada individu maupun kelompok

dalam masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sebagai warga negara.

Di dalam hukum pidana terdapat aturan yang mengikat kepada perbuatan

yang membuat individu atau kelompok harus me pertanggung jawabkan nya

bila memenuhi unsur di dalamnya.1

Sedangkan dalam Islam dikenal dengan istilah Fiqih Jinayah yang

mana di dalamnya menjelaskan tentang suatu ketentuan hukum pidana yang

dilakukan oleh seorang mukalaf atau orang yang dibebani kewajiban, yang

didapatkan dari hasil pemahaman dalil-dalil yang terperinci di dalam Al-

Qur’an dan Hadis. Tujuannya sendiri untuk mewujudkan suatu tata kelola

negara yang aman tenteram, dan sejahtera. Sehingga bisa tercapai suatu

keserasian, keseimbangan dan keselarasan dalam hidup bermasyarakat dan

bernegara antara satu sama lainnya. Hal ini tentu sejalan dengan ketentuan

1 Amir Ilyas,”Asas-Asas Hukum Pidana (Memahami Tindak Pidana Dan Pertanggung

Jawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan)”, (Yogyakarta: rangkang education Yogyakarta dab

PuKAP- Indonesia), h.1-2.

Page 11: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

2

hukum yang ada di Indonesian yang tujuannya adalah keamanan, keadilan

dan kepastian hukum.2

Indonesia adalah negara yang menganut aliran hukum Eropa

Kontinental atau sering disebut dengan Civil Law sehingga dalam

konsepnya lebih mengedepankan kodifikasi suatu aturan baik yang tertulis

maupun yang tidak tertulis. Maka menurut peraturan yang berlaku di

Indonesia terdapat beberapa jenis sistem hukuman pokok yang termaktub di

dalamnya diantaranya adalah:

1. Pidana mati (death penalty)

Pidana ini merupakan jenis pidana yang terberat dari semua

pidana yang diancamkan kepada para pelaku kejahatan yang sama

beratnya, misalnya adalah pembunuhan berencana hal ini diatur

dalam Pasal 340 KUHP, pencurian dengan kekerasan yang diatur

dalam Pasal 365 Ayat 4 dan masih banyak contoh kasus lainnya.

2. Pidana penjara (imprisonment)

Sejatinya bentuk hukuman ini berbentuk pembatasan

kemerdekaan atau kebebasan seseorang yang di dalam nya terdapat

dua unsur yaitu pemenjaraan dan kurungan. Adapun hukuman

penjara lebih berat daripada kurungan karena klasifikasi nya

diancamkan kepada berbagai kejahatan sedangkan hukuman

kurungan didapatkan karena unsur kelalaian individu tersebut.

Hukuman penjara minimum satu hari dan maksimum seumur hidup.

Sebagaimana yang tertera dalam Pasal 12 KUHP.

3. Hukuman Kurungan

Sejatinya hukuman kurungan lebih ringan daripada hukuman

penjara. Lebih ringan di sini dapat diartikan kedalam pekerjaan yang

diwajibkan selama di dalam penjara dan kebolehan membawa

peralatan yang dibutuhkan terhukum dalam masa hukumannya

2 Rahmatiah hl, “Remisi Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (studi perbandingan hukum

pidana islam dan hukum pidana nasional), Jurnal adabiyah, Vol.17 Nomor 2 /2017 h.145.

Page 12: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

3

sehari-hari, misalnya tempat tidur, selimut dan lain-lain. Hukuman

kurungan dapat dilaksanakan dengan batasan paling sedikit satu hari

dan paling lama satu tahun. Hal ini diatur dalam Pasal 18 KUHP.

4. Hukuman Denda.

Hukuman ini diancamkan pada pelaku yang melanggar,

diancamkan pada pelaku kejahatan yang terkadang menjadi

alternatif atau kumulatif.

Hukuman pidana penjara atau yang biasa dikenal dengan lembaga

pemasyarakatan adalah salah satu bentuk dari pelaksanaan sanksi yang

diberikan kepada narapidana yang melakukan suatu perbuatan melawan

hukum sesuai keputusan hakim. Hukuman lembaga pemasyarakatan sendiri

menghilangkan ruang gerak seseorang yang sebenarnya memiliki tujuan

melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan. Hukuman Lembaga

pemasyarakatan sendiri dianggap setimpal dengan apa yang telah diperbuat

si pelaku tindak pidana yang apabila negara tidak memberikan hukuman

yang setimpal kepada pelaku tindak pidana maka negara telah melakukan

suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Di dalam penjara atau biasa yang dikenal dengan istilah lapas, para

narapidana mendapatkan binaan, baik berupa pembinaan moril maupun

pembinaan keahlian kerja yang bertujuan memperbaiki mental dan perilaku

narapidana untuk mampu menjadi pribadi yang lebih baik di kala kembali

ke lingkungan masyarakat. Akan tetapi hal ini tidak semudah kenyataannya

narapidana terkadang sulit untuk dibina kembali kepribadiannya maka

dibuatlah sistem remisi yang bertujuan agar narapidana bersedia mengikuti

proses pembinaan sesuai dengan tujuan lembaga pemasyarakatan.

Pemberian asimilasi menjadi salah satu motivasi bagi para

narapidana untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Pemberian

asimilasi sendiri merupakan perintah dari Pasal 9 Undang-Undang No.12

Tahun 1995 yang mengatur perihal asimilasi. Asimilasi diberikan oleh

Presiden melalui Kementerian Hukum dan HAM yang menjelaskan

Page 13: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

4

bahwasanya Menteri dapat bekerja sama dengan instansi pemerintah terkait

guna terselenggaranya pembinaan dan pembimbingan warga binaan

pemasyarakatan agar bisa di terima kembali dan dapat berbaur dengan baik

di dalam lingkungan masyarakat pasca selesainya masa binaan.3

Sejak 14 Maret 2020 Indonesia menyatakan sikap bahwasanya

wabah virus Covid-19 adalah bencana berskala Nasional yang harus di

tangani dengan serius.4 Dari sinilah pemerintah banyak mengeluarkan

kebijakan-kebijakan baru yang dinilai terlalu terburu-buru oleh sebagian

masyarakat, namun ada juga yang beranggapan kebijakan-kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah dianggap cepat dan sigap dalam menangani

wabah nasional ini.

Sejak melandanya wabah virus covid-19 di Indonesia pemerintah

mengadakan pemberian asimilasi massal melewati program asimilasi dan

integrasi guna mengurangi penyebaran wabah virus tersebut di dalam lapas.

Hal ini diatur dalam Pasal 23 Permenkumham Nomor. 10 Tahun 2020 yang

diterbitkan pada 30 Maret 2020. Dari mulai diterbitkannya Permenkumham

No. 10 Tahun 2020 sampai dengan Agustus 2020, sudah 40.388 (empat

puluh ribu tiga ratus delapan puluh delapan) narapidana yang dibebaskan

yang terdiri dari 37.790 melalui program asimilasi dan sebanyak 783 adalah

narapidana anak. Sedangkan dalam program integrasi terdiri dari 1776

warga binaan dan 39 sisanya adalah anak. Program asimilasi dan integrasi

ini akan terus berlangsung sampai berhentinya status kedaruratan wabah

virus Covid-19 di Indonesia. Sebagaimana penerimaan asimilasi dan

integrasi ini diberikan kepada narapidana yang sudah menjalankan 2/3 masa

pidananya sedangkan untuk anak ½ dari masa pidananya sampai dengan

tanggal 31 Desember 2020. Namun program asimilasi tersebut tidak berlaku

3 Indonesia. Undang-Undang tentang pemasyarakatan, (INDONESIA, 1995) UU No.12

Tahun 1995.

Ely alawiyah jufri, Adil, “Pelaksanaan asimilasi narapidana di Lembaga pemasyarakatan

terbuka Jakarta” Jurnal Hukum Vol.8 No. 1 h.2-3.

4 Mohamad Anwar, “Asimilasi dan Peningkatan Kriminalitas Di Tengah PSBB Pandemi

corona”, (ADLAH Buletin Hukum Dan Keadilan, Vol.4 no.1. 2020), h. 102.

Page 14: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

5

kepada narapidana yang melakukan tindak pidana luar biasa seperti

terorisme dan korupsi.5

Ironisnya dalam upaya penanggulangan wabah Covid-19 yang

dilakukan oleh pemerintah banyak menimbulkan permasalahan baru, dari

meningkatnya angka kejahatan selama diterapkannya PSBB yang mencapai

11 persen peningkatan angka kejahatannya. Lebih ironisnya kejahatan yang

ada selama PSBB berlangsung pelakunya kebanyakan merupakan para

mantan eks narapidana yang baru saja dikeluarkan pada 30 maret 2020 lewat

program asimilasi yang diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM,

yang kebanyakan pelakunya berulah kembali karena faktor ekonomi.6

Oleh karena itu perlu adanya studi lebih mendalam perihal kebijakan

pemerintah di dalam Permenkumham No. 10 Tahun 2020 tentang asimilasi

dan integrasi masalah ditegah pandemic Covid-19 dengan berbagai macam

pandangan sudut hukum. Dan salah satu hukum yang relevan dan tak lekang

dimakan oleh Zaman adalah Hukum Islam Oleh karena itu, Peneliti

mengajukan skripsi yang berjudul “Pertimbangan Hukum Dalam

PERMENKUMHAM NO. 10 TAHUN 2020 Tentang Asimilasi dan

Integrasi”. Tujuan penelitian ini untuk mencari tahu lebih dalam dan

menganalisis secara sistematis guna memperbanyak referensi dan

pandangan penelitian terkait kebijakan yang diambil oleh Kementerian

Hukum dan HAM apakah sudah sejalan dengan pemikiran Hukum Islam.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Penjabaran masalah yang tertera dalam latar belakang

penulisan, maka penulis membuat identifikasi masalah sebagai berikut:

5 Hisyam Ikhtiar, “Analisi kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana di masa covid-19”

(Jakarta: LBHM IDPC, 2020), h. 12.

6 Mohamad Anwar, “Asimilasi dan Peningkatan Kriminalitas Di Tengah PSBB Pandemi

corona”, (ADLAH Buletin Hukum Dan Keadilan, Vol.4 No.1. 2020), h. 102.

Page 15: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

6

a. Apakah penerapan Permenkumham No. 10 Tahun 2020 sudah

tepat guna penanggulangan wabah Covid-19.

b. Bagaimana pertimbangan kebijakan Permenkumham No. 10

Tahun 2020 menurut Hukum Islam.

c. Apa dampak positif dan negatif dari kebijakan Permenkumham

No. 10 Tahun 2020.

d. Adakah persamaan kebijakan Permenkumham No.10 Tahun

2020 dengan kaidah-kaidah dalam Hukum Islam.

e. Apakah Permenkumham No. 10 Tahun 2020 sudah menjunjung

tinggi Hak Asasi Manusia khususnya dalam ruang lingkup

warga binaan.

f. Apakah tujuan dikeluarkannya Permenkumham No. 10 Tahun

2020 sudah menjawab permasalahan Over capacity pada

lembaga pemasyarakatan.

g. Apakah Permenkumham No. 10 Tahun 2020 sudah

mempertimbangkan evektifitasnya di dalam masyarakat secara

filosofis, yuridis dan sosiologis.

h. Apakah Permenkumham No. 10 Tahun 2020 sudah sejalan

dengan nilai-nilai yang ada pada Pancasila.

i. Apakah Permenkumham NO. 10 Tahun 2020 sudah sejalan

dengan teori rehabilitasi warga binaan.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan pembahasan yang ada dalam masalah

Lembaga pemasyarakatan dan kaidah Ushul Fiqih, peneliti berusaha

untuk mengerukutkan permasalahannya kepada dampak pembebasan

warga binaan dan pandangan Ushul Fiqih di dalam rumusan masalah.

Oleh karenanya perlu adanya pembatasan masalah untuk mempermudah

penulis dalam fokuskan kajian ilmiah yang kemudian akan dituangkan

dalam bentuk skripsi. Maka penulis membatasi kajian hanya dalam

Page 16: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

7

ruang lingkup Permenkumham Nomor. 10 tahun 2020 tentang syarat

pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam

rangka pencegahan dan penanggulangan Covid-19.

2. Rumusan Masalah

Masalah utama yang akan di bahas dalam turus pembahasan

penelitian ini tertuju pada dampak dari pembebasan 35676 narapidana

dan urgensi nya menurut Ushul Fiqih. Berdasarkan latar belakang yang

terlampir dalam tulisan ini maka penulis mengambil rumusan masalah

sebagai berikut:

Bagaimana Pertimbangan Hukum PERMENKUMHAM No. 10

Tahun 2020 yang dikeluarkan di tengah pandemi Covid-19 menurut

Hukum Islam dan Hukum Positif.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan dan manfaat yang

diperoleh dari hipotesis penelitiannya. Maka hendaknya dalam

merumuskan tujuan penelitian, penulis harus berpegang teguh kepada

permasalahan yang telah dikemukakan dalam rumusan masalah.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dampak positif dan negatifnya permenkumham

No.10 Tahun 2020.

b. Untuk menguji kemaslahatan permenkumham No.10 Tahun 2020

terkait kemaslahatan, mana yang lebih didahulukan menurut

pandangan Ushul Fiqih terkait kaidah Maslahat.

c. Untuk menguji kemaslahatan Permenkumham No. 10 Tahun 2020

terkait dampak dhoror manakah yang lebih besar menurut kaidah

Adhororu Yuzalu.

Dapat disimpulkan secara garis besar manfaat penelitian ini kedalam

dua arah:

Page 17: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

8

2. Manfaat secara Teoritis:

a. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan pembaca

tentang asimilasi dan integrasi serta pandangan hukum islam

didalamnya.

b. Sebagai literatur tambahan bagi peneliti lain untuk mempertajam

pisau bedah penelitiannya, khususnya di bidang asimilasi dan

integrasi.

3. Manfaat secara Praktis:

a. Sebagai bahan kajian dan diskusi publik terkait pemahaman

permenkumham No. 10 Tahun 2020 dalam perspektif hukum islam.

b. Menjadi sumbangsih pemikiran bagi akademisi, pemerintah dan

masyarakat terkait pembebasan narapidana yang diatur di

Permenkumham No. 10 Tahun 2020.

E. Review Studi Terdahulu

Untuk mengetahui kajian terdahulu yang pernah ditulis oleh peneliti

lainnya dan menghindari adanya kata plagiarisme, maka penulis me-review

karya tulis ilmiah yang pembahasannya hampir sama dengan pembahasan

yang diangkat oleh penulis.

Dalam hal ini penulis menemukan beberapa karya tulis ilmiah

terdahulu, diantaranya:

1. Jurnal karya Ely Alawiyah Jufri, PELAKSANAAN ASIMILASI

NARAPIDANA DILEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA

JAKARTA. Jurnal ini membahas tentang bagaimana pelaksanaan

asimilasi di lembaga pemasyarakatan terbuka Jakarta dan membahas

perbedaan pelaksanaan asimilasi di lapas terbuka dan tertutup. Hal yang

membedakan karya tulis ilmiah ini dengan tema yang di angkat penulis

terdapat pada objek penelitiannya yang mana penulis meneliti

PERMENKUMHAM No. 10 Tahun 2020 sedangkan dalam karya tulis

ilmiah ini meneliti PERMENKUMHAM No.M.2.PK.04-10 Tahun 2007.

Perbedaan yang kedua terletak di dalam kondisi dikeluarkannya

Page 18: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

9

PERMENKUMHAM, yang mana penulis meneliti peraturan yang

dikeluarkan di tengah Pandemi Covid-19.

2. Jurnal karya Novedy Suoth, dkk. KEBERHASILAN ASIMILASI

DALAM MERUBAH KARAKTER NARAPIDANA DI BALAI

PEMASYARAKATAN KELAS DUA MANADO. Jurnal ini membahas

tentang gambaran umum dan khusus tentang keberhasilan proses

asimilasi, mengintegrasikan narapidana dalam masyarakat di kantor balai

pemasyarakatan kelas II Manado. Hal yang membedakan karya tulis

ilmiah ini degan tema yang di angkat penulis terletak dalam tujuan

penelitian yang mana penulis bertujuan menguji PERMENKUMHAM

No. 10 Tahun 2020 dengan hukum islam dan hukum positif sedangkan

karya tulis ilmiah ini hanya meneliti dampak keberhasilan merubah

karakter yang diperoleh dari sistem asimilasi yang dilakukan di lembaga

pemasyarakatan kelas dua Manado. Perbedaan yang kedua terletak di

PERMENKUMHAM yang di jadikan objek penelitian, yang mana

penulis meneliti PERMENKUMHAM No. 10 Tahun 2020 sedangkan

karya tulis ilmiah ini menggunakan PERMENKUMHAM No. 21 Tahun

2013 sebagai objek analisisnya.

3. Jurnal karya Mai Yudiansyah, PEMBERIAN ASIMILASI BAGI

NARAPIDANA SEBAGAI PENERAPAN UNDANG-UNDANG

PEMASYARAKATAN PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN

KELAS II A PADANG. Jurnal ini membahas tentang bagaimana

pelaksanaan pembinaan, penanggulangan hambatan asimilasi, dan

prospek penerapan asimilasi terhadap narapidana dalam tahap asimilasi

di lembaga pemasyarakatan kelas II A Padang. Hal yang membedakan

karya tulis ilmiah ini dengan tema yang di ambil oleh penulis terdapat

pada objek penelitian, yang mana penulis meneliti PERMENKUMHAM

No.10 Tahun 2020 sedangkan karya tulis ilmiah ini meneliti

PERMENKUMHAM No. M. HH-01.OT.03.01 Tahun 2014 sebagai

objek penelitiannya. Perbedaan yang kedua terletak pada tujuan

penelitian, penulis bertujuan untuk menjadikan objek penelitian sebagai

Page 19: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

10

pertimbangan hukum yang akan di kaji oleh dua sudut hukum, yaitu

hukum islam dan hukum positif sedangkan pada karya tulis ilmiah ini

lebih condong kepada pembahasan peningkatan produktivitas kerja

sistem asimilasi.

4. Jurnal karya Febriana Putri Kusuma, IMPLIKASI HAK-HAK

NARAPIDANA DALAM UPAYA PEMBINAAN NARAPIDANA

DALAM SISTEM PEMASYARAKATAN. Jurnal ini membahas

tentang HAM dan perlindungan bagi narapidana, yang di dalamnya

membahas hak-hak narapidana yang tertera berdasarkan pasal 14 ayat 1

Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 dan membahas tata cara dan

syarat pemberian hak-hak tersebut yang diatur di peraturan pemerintah

Nomor. 28 tahun 2006. Hal yang membedakan karya tulis ilmiah ini

dengan tema yang di angkat oleh penulis terletak pada objek penelitian,

yang mana penulis meneliti PERMENKUMHAM No.10 Tahun 2020

sedangkan pada karya tulis ilmiah ini menjadikan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995 dan peraturan pemerintah No. 28 Tahun 2006

sebagai objek penelitiannya.

F. Metode Penelitian

Suatu Penelitian ilmiah dapat dipertanggung jawabkan

keabsahannya apabila disusun dengan mempergunakan suatu metode yang

tepat. Maka metode menjadi prosedur utama atau cara-cara memperoleh

pengetahuan sesuatu dengan langkah sistematis atau penyusunan dan

pembagian kerja agar dapat memahami objek yang akan menjadi sasaran

peneliti dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.7 Berlandaskan hal yang

termaktub di atas penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam membedah

permasalahan ini adalah jenis penelitian normatif yuridis, yang mana

7 Rosady Ruslan, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindopersada, 2010), h. 24.

Page 20: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

11

penelitian ini memuat deskripsi penelitian dari sumber hukum yang

tertulis.8 Penelitian ini juga bersifat kepustakaan yang mana bahan

kajian tambahannya berasal dari buku-buku terkait yang membuat

penelitian ini menjadi relevan dengan topi yang akan dikaji.9

2. Sumber Data

Untuk sumber data yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah

ini penulis membagi menjadi tiga bagian yaitu data primer, data

sekunder, dan data Tersier. Pertama adalah data primer yakni sumber

asli yang diperoleh secara langsung. Sumber primer dapat berupa arsip

ataupun naskah asli. Kedua adalah data sekunder yang merupakan

sumber data pendukung bersifat perantara berasal dari buku-buku,

literatur, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Ketiga adalah sumber data tertier yang berisi informasi yang didapat

dari pihak ketiga sebagai penunjang dari data primer dan sekunder,

misalnya pendapat para ahli yang berkaitan dengan penelitian tersebut

ataupun dari kamus, ensiklopedia dan lain sebagainya yang

berhubungan dengan data yang berkaitan dengan penelitian.

a. Data Primer.

b. Data Sekunder.

c. Data Tersier.

3. Teknik Pengumpulan Data

Studi pustaka adalah upaya pengidentifikasian secara sistematis dan

melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang memuat

informasi yang berkaitan dengan tema, objek dan masalah penelitian

yang akan dilakukan.10Bentuk penelitian yang dipakai penulis adalah

deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran atau

merumuskan permasalahan sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada

8 Fahmi Muhammad Ahmadi, Zaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, Cet. Ke-1,

(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, 2010), h.10.

9 P. Joko Subagio, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,

1991), h.109.

10Ahmadi, M Fahmi dan Arifin Jaenal, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: LP. UIN

jakarta, 2010),h. 17.

Page 21: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

12

dikaitkan dengan norma yang ada, untuk mendapatkan saran-saran

dalam mengatasi masalah tertentu.11

4. Teknik Penulisan

Dalam teknik penulisan penelitian ini penulis menggunakan

teknik penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada buku

pedoman penulisan skripsi fakultas syariah dan hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulis dalam penyusunan skripsi, maka

penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas tentang Latar Belakang, Identifikasi

Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Review Studi Terdahulu, Landasan Teori, Metode Penelitian,

dan Sistematika Penulisan.

BAB II : KERANGKA TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan kerangka teori tentang asimilasi dan

integrasi di tengah pandemi Covid-19 yang kebijakannya diatur dalam

PERMENKUMHAM Nomor. 10 Tahun 2020 yang diterbitkan pada tanggal

30 Maret 2020. Maka penulis akan mengkaji dengan dua konsep teori

hukum yang terdiri dari kaidah Ushuliyah yang akan dipertajam dengan

Kaidah Maslahat dan Kaidah Adhororu Yuzalu dan kaidah hukum positif

secara Vertikal dengan pendekatan Undang-Undang yang akan dipertajam

dengan Teori Pemidanaan dan Teori Rehabilitasi.

11 Suteki, Metodologi Penelitian Hukum, (Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2018), h. 137.

Page 22: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

13

BAB III: PERATURAN KEMENTRIAN HUKUM DAN HAK ASASI

MANUSIA, NOMER.10 TAHUN 2020

Dalam bab ini menjelaskan tentang objek penelitian yang akan

dibahas meliputi pembahasan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan

melalui peraturan ini.

BAB IV: ANALISIS PERMENKUMHAM NO.10 TAHUN 2020 DALAM

PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Dalam bab ini menjelaskan tentang analisis terhadap

PERMENKUMHAM tentang asimilasi dan integrasi massal yang meliputi

manfaat dan kekurangan dikeluarkan peraturan ini secara hukum positif dan

pandangan hukum islam.

BAB V: PENUTUP

Dalam bab ini tertera hasil akhir yang diperoleh oleh penulis yang

berisi kesimpulan penelitian dan saran terhadap objek penelitian sesuai

dengan pokok pembahasan yang dikaji oleh penulis.

Page 23: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

14

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Teori Maslahat

Maslahat berasal dari bahasa Arab Solaha-Yasluhu menjadi Sulhan atau

Maslahatan yang memiliki arti mendatangkan kebaikan. Selain masalahat

dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang mengandung nilai baik atau

manfaat.12

1. Pembagian Maslahat

Berdasarkan pengertian yang tertera di atas maslahat dibagi

kedalam beberapa segi diantaranya adalah:

a. Dari segi keberadaan maslahat menurut syara’

1) Maslahah al-Mu’tabarah, yaitu maslahat yang

mendapat dukungan oleh syara’, yang mana terdapat

dukungan dalil dari maslahat tersebut.

2) Maslahat al-Mulghah, yaitu maslahat yang mendapat

pertentangan dari syara’, karena konsepnya

bertentangan dengan dalil syara’.

3) Maslahah Mursalah, yaitu maslahat yang tidak

mendapat dukungan maupun penolakan oleh syara’.

Kemaslahatan ini terbagi menjadi dua kelompok,

yakni maslahah al-ghariban, yaitu maslahat yang

asing dan tidak ada sama sekali dukungan dari

syara’. Kedua adalah maslahah al-mursalah, yaitu

12Ahmad Mukri Aji, Urgensi Maslahat Mursalah Dalam Dialektika Pemikiran Hukum

Islam, (Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012), h. 43-45.

Khairu Umam, Ushul Fiqih l, cet.1, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), h. 135.

Satria Effendi, Ushul Fiqih, cet.7, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 135-136.

Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia,Cet.1, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1984), h. 844.

Asnawi, Perbandinagn Ushul Fiqih, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 101.

Page 24: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

15

maslahat yang tidak didukung oleh sekumpulan

makna nash (ayat atau hadits).

b. Dari segi kandungan maslahat

1) Maslahat al-Ammah, yaitu maslahat yang besifat

umum dan menyangkut kepentingan orang banyak.

2) Maslahat al-Khassha, yakni masalah yang bersifat

individual atau pribadi yang berhubungan dengan

kebaikan individu tersebut, seperti pemutusan

hubungan pernikahan seseorang yang dinyatakan

menghilang.

c. Dari segi berubah atau tidaknya maslahat

1) Maslahat al-Tsabitah, yakni suatu kemaslahatan

yang memiliki sifat tetap dan tidak mengalami

perubahan sampai akhir zaman.

2) Maslahat al-Mutagayyirah, yakni maslahat yang

mengalami perubahan berdasarkan tempat, zaman,

dan subjek hukum.13

2. Tingkatan-Tingkatan Maslahat

Para ahli Ushul menyepakati bahwasanya syari’at islam

bertujuan untuk memelihara lima hal (Maqashid al-Syari’ah) yakni:

Memelihara agama, Memelihara jiwa, Memelihara akal,

Memelihara keturunan, dan Memelihara harta.14

Dari kelima tingkatan tersebut para ulama menggolongkan

maslahat menjadi tiga tingkatan berdasarkan pandangan syar’i dan

dalil-dalil nash guna menjaga maqashid al-syari’ah. Pertama adalah

tingkatan maslahah dharuriyah yang cakupannya bersifat esensial

bagi kehidupan manusia. Kedua maslahah hajiyyah ialah segala

13 Ahmad Mukri Aji, Urgensi Maslahat Mursalah Dalam Dialektika Pemikiran Hukum

Islam, (Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012), h. 52-57. 14 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqhi al-Islamiyyi,(Suria: Dar al-Fikri,1985), vol.2, cet.1,

h. 755.

Page 25: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

16

sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok manusia dalam hidupnya,

agar hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat sehinga

terhindar dari kemelaratan. Ketiga adalah maslahah tahsiniyah yang

mencakup kebutuhan hidup manusia sebagai pelengkap dan untuk

lebih menyejahterakan kehidupan manusia.

3. Kehujjahan Maslahat

Para jumhur ulama fiqih menganggap bahwasanya maslahat

adalah dalil syari’i yang menjadi suatu pfondasi utama dalam

penerapan legislasi hukum islam, pemberian suatu produk fatwa,

dan dalam ruang lingkup peradilan. Begitupun para sahabat,

menjadikan maslahat sebagai patokan dan sandaran utama dalam

melegislasikan hukum islam.15

4. Syarat Keabsahan Maslahat Mursalah

Dalam menggunakan kaidah masalahat haruslah berhati-hati,

tidak mengkedepankan nafsu, dan kepentingan yang terselubung.

Maka ada tiga macam syarat dalam mempergunakan kaidah

maslahat mursalah, yaitu:

a. Maslahah haruslah nyata dan bukan tergolong kepada maslahah

yang mengada-ngada. Selain itu maslahah haruslah sesuai

dengan rasio yang mudah diterima oleh semua orang dengan

tujuan mengambil manfaat (jalbu manfa’ah) dan mencegah

madharat (daf’u madharrah) dan jangan sampai maslahat

tersebut mengandung manfaat saja tapi juga harus

menyeimbangkan aspek madharatnya.

b. Maslahah itu diciptakan untuk kepentingan umum bukan

kepentingan perorangan atau individu, yang mana landasan

utama dalam pertimbangan dan pengambilan hukum harus

berdasarkan aspek sosial.

15 Ahmad Mukri Aji, Urgensi Maslahat Mursalah Dalam Dialektika Pemikiran Hukum

Islam, (Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012), h. 57-72.

Page 26: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

17

c. Pembentukan hukum kemaslahatan yang diambil tidak

berlawanan dengan tatanan hukum atau dasar yang telah

ditetapkan nash dan ijma.16

Maka menurut penulis pentingnya mengadopsi kaidah ini dalam

mengambil keputusan PERMENKUMAM No. 10 Tahun 2020

karena konteksnya mencakup kepentingan orang banyak, bukan

hanya untuk kepentingan individu ataupun suatu golongan

kelompok tertentu, tanpa mempertimbangkan kelompok lainnya.

B. Teori Kemudhorotan

Adhororu Yuzalu memiliki arti dalam bahasa Indonesia:

“Kemudaratan itu hendaklah dihilangkan”. Kaidah ini sejatinya diambil dari

Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah Saw. Kaidah ini

tertera dalam Firman Allah Swt surat Al-Baqarah ayat 173 yang isinya

sebagai berikut:

فمن اضطر م عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل به لغير الل ير غ إنما حر

غفور رحيم إ باغ ول عاد فل إثم عليه ن الل

Artinya: “Sesungguhnya Allah Swt hanya mengharamkan bagimu

bangkai, darah, daging. babi dan binatang yang (ketika disembelih)

disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan

terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak

(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya

Allah Swt Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.2 al- Baqarah:

173).17

Kemudian dalam sabdanya Rasulullah Saw, mengatakan:

ولضرار ضرر ل

16 Ahmad Mukri Aji, Urgensi Maslahat Mursalah Dalam Dialektika Pemikiran Hukum

Islam, (Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012), h.72-75.

17 https://tafsirweb.com/660-quran-surat-al-baqarah-ayat-173.html.

Page 27: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

18

Artinya: “Tidak boleh membuat kemudhorotan dan membalas

kemudhorotan”.

Kaidah ini sangatlah penting dalam pembinaan hukum Islam,

khususnya dalam menghindari bermacam-macam kemudhorotan yang

ada dalam kehidupan masyarakat. Dari penjabaran kaidah diatas

tentunya banyak kaidah lain yang dihasilkan dari kaidah di atas.

Diantaranya adalah kaidah yang berbunyi:

رر يدفع بقدر الإمكان .1 الض

Ad’Dhororu Yudhfau Biqodhri Al-Imkani memiliki makna dalam bahasa

Indonesia yang artinya: kemudhorotan harus dicegah sedapat mungkin.

رر ل يزال بالضرر .2 الض

Kaidah Ad’ Dhororu La’ Yuzalu Bi Ad-Dhorori memiliki arti dalam

bahasa Indonesia: “Kemudhorotan itu tidak dapat dihilangkan dengan

kemudhorotan yang lain”.18

قدم على جلب المصالح درء المفاسد م .3

Dar’u Al-Mafasid Muqoddamu Ala Jalbi Al-Masolih, kaidah ini

memiliki arti dalam bahasa Indonesia: “Menolak kerusakan harus

didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan”.19

هماإذا تعارض مفسدتان روعي أعظم .4 هما ضررا بارتكاب أخف

Iza Ta’arodho Mafsadatani Ru’iyya A’dzomuha Dhororon Bi

Irtika’bi Akhofihima, kaidah ini memiliki arti dalam bahasa Indonesia

yang artinya adalah: “Apabila ada dua kerusakan berlawanan, maka

haruslah dipelihara yang lebih berat mudharatnya dengan melakukan

yang lebih ringan dari keduanya”. Dalam kaidah ini, dijelaskan bahwa

bila ada suatu perbuatan yang mengandung dua kemafsadatan atau

18 Duski Ibrahim, “Al-Qawaid Al-Fiqhiyah (Kaidah-kaidah Fiqih)” (Palembang: CV.

Amanah, 2019), h.84.

Jaih Mubarok, “Kaidah Fiqh Sejarah Dan Kaidah Asasi”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2002), h. 151-152.

19 Duski Ibrahim, “Al-Qawaid Al-Fiqhiyah (Kaidah-kaidah Fiqih)” (Palembang: CV.

Amanah, 2019), h.84.

Page 28: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

19

kerusakan, maka hendaknya memilih kemafsadatan yang lebih ringan

dari keduanya.20

C. Teori Pemidanaan

1. Teori Hukuman

Sejatinya hukuman ditunjukkan terhadap pribadi orang yang

melakukan pelanggaran pidana. Hukuman atau sanksi yang dianut

dalam hukum pidana membedakan hukum pidana dengan bagian hukum

lainnya, yang mana hukum pidana memiliki tujuan untuk memelihara

keamanan, kenyamanan hidup yang lebih teratur. Namun ada

perdebatan beberapa pakar dalam dasar diadakannya hukuman tersebut,

yang kemudian muncul tiga teori, yakni teori imbalan

(absolut/vergeldingstheorie), teori maksud atau tujuan

(relatieve/doeltheorie), dan teori gabungan (verenigingstheorie).

Masing-masing penganut teori tersebut memiliki dasar dan argumen

dalam penjatuhan hukuman.

a. Teori Imbalan (absolut/vergeldingstheorie)

Menurut teori ini kejahatan adalah landasan utama dalam

menentukan suatu hukuman. Karenanya kejahatan itu sendiri

telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain, sebagai imbalan

nya si pelaku juga harus diberi penderitaan. Para tokoh yang

menganut aliran teori ini diantaranya adalah Immanuel Kant,

Hegel, Herbart, Stahl, dan Jean Jacques Rousseau.

b. Teori Maksud atau Tujuan (relatieve/doeltheorie)

Dalam teori ini dijelaskan bahwasanya jatuhnya suatu

hukuman yang di tetapkan adalah untuk memperbaiki

ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat dari kejahatan yang

diperbuat. Tujuannya adalah untuk memberikan keidealan

dalam hukuman sebagai alat pencegahan kejahatan (Prevensi).

20 Duski Ibrahim, “Al-Qawaid Al-Fiqhiyah (Kaidah-kaidah Fiqih)” (Palembang: CV.

Amanah, 2019), h.85-86.

Page 29: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

20

c. Teori Gabungan (verenigingstheorie)

Pada dasarnya teori ini terdiri dari gabungan kedua teori

diatas yang mana keduanya mengajarkan bahwa penjatuhan

hukuman adalah untuk mempertahankan tata tertib ruang

lingkup bermasyarakat dan memperbaiki perilaku si pelanggar

norma hukum tersebut. 21

D. Teori Rehabilitasi

Dalam kamus psikologi, rehabilitasi dapat didefinisikan sebagai

restorasi (perbaikan atau pemulihan) pada keadaan normal, atau pemulihan

keadaan seseorang dengan tujuan kembali kepada status yang paling

memuaskan yang pernah menderita suatu penyakit mental.22

Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia rehabilitasi

dapat didefinisikan sebagai pemulihan kepada keadaan, nama baik yang

semula, perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas orang-

perorangan atau individu agar menjadi suatu manusia atau pribadi yang

berguna dan memiliki kedudukannya kembali di masyarakat.23

Bila dilihat dalam kamus konseling, rehabilitasi dapat didefinisikan

sebagai proses atau dinamika pemrograman kembali kesehatan suatu mental

atau kemampuan yang telah hilang kemudian dipola kembali untuk

membetulkan hasil-hasil dari masalah- masalah emosional dan

mengembalikan suatu kemampuan yang telah hilang.24

Berdasarkan dari definisi yang ada penulis mengambil inti subtansi

yang tertera dalam definisi rehabilitasi sebagai langkah atau jalan untuk

memperbaiki diri menuju pribadi yang fitrah sebagaimana manusia

semestinya, agar bisa kembali diterima dalam kehidupan masyarakat.

21 Leden Marpaung, “Asas Teori Praktik Hukum Pidana”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

h. 107. 22 J.P. Caplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h.

425.

23 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, (Jakarta, Cet. 3, Edisi Ketiga, 2005), h. 940.

24 Sudarsono, Kamus Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), h. 203.

Page 30: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

21

1. Teori Pemberian Hukuman Perehabilitasian.

Untuk membahas teori tentang rehabilitasi penulis bertolak ukur

secara mendalam dengan pemikiran yang diutarakan oleh Jeremy

Bentham yang menyatakan bahwa hukum harus mampu mendatangkan

kemanfaatan bagi setiap individu. Sejatinya manusia akan bertindak

guna mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi

penderitaan. Maka untuk mengukur baik-buruknya suatu perbuatan

manusia tergantung kepada apakah perbuatan itu mendatangkan

kebahagiaan atau tidak.25

Seyogianya hukum harus mengedepankan aspek kebahagiaan yang

maksimal bagi setip manusia, yang merupakan standar etik dan yuridis

dalam kehidupan sosial. Hak-hak individu tersebut hendaknya harus

dilindungi dalam kerangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.26

Pemidanaan harus bersifat spesifik untuk tiap kejahatan, dan berapa

kerasnya pidana itu tidak boleh melebihi ambang batas dari hukuman

yang dibutuhkan dan pemidanaan seseoang hanya bisa diterima apabila

ia bisa memberikan harapan bagi tercegah nya kejahatan yang lebih

besar.27

Suatu kesalahan atau tindakan kejahatan berdasarkan pandangan ini

merupakan suatu penyakit sosial yang disintegrative dalam masyarakat.

Menurut pandangan utilitarianism, hukuman adalah bentuk suatu jalan

untuk mencapai reformasi atau rehabilitasi pada si pelaku atau

terhukum. Sejatinya segala bentuk hukuman berfungsi mengobati

(poena medicinalis) atau merehabilitasi apa dan siapa yang sudah

menjadi korban tindakan kejahatan. Selain itu, hukuman berfungsi

melindungi masyarakat dari kejahatan. Jadi hukuman di sini tidak hanya

25 Lili rasjidi dan ira thania rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Penerbit Mandar

Maju, 2002), h. 60.

26 Adi Sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia Mandiri. (Jakarta:

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI, 2004), h. 280.

27 Lili rasjidi dan ira thania rasjidi, Pengantar Filsafat, h. 61.

Page 31: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

22

bersifat kuratif terhadap kejahatan yang terjadi, tapi juga berfungsi

sebagai preventif.

Teori rehabilitasi sering juga disebut sebagai teori reparasi

(reparation). Teori ini berasumsi bahwa penjahat merupakan orang sakit

yang memerlukan pengobatan. Layaknya dokter yang menuliskan resep

obat, penghukum (hakim) harus menjatuhkan hukuman yang

diprediksikan paling efektif untuk membuat para pelaku kejahatan

kembali menjadi pribadi yang baik.

Bertentangan dengan retribusi yang lebih menekan pada unsur

persamaan ancaman pidana berdasarkan derajat perbuatan, melainkan

rehabilitasi memusatkan perhatian pada karakteristik suatu individu dari

pelaku kejahatan yang membutuhkan tindakan penyembuhan dan

campur tangan pihak lain. Secara logis penyembuhan individu ini harus

konsisten dengan bentuk pemidanaan tak tentu yang memberi

keleluasaan kepada hakim untuk memberikan pengurangan pidana

sesuai dengan diskresi nya (keputusan Hakim) untuk membebaskan atau

menghukum pelaku demi masa depannya.28

2. Sasaran Rehabilitasi

Sejatinya manusia adalah sasaran atau objek kajian fokus suatu

rehabilitasi secara utuh, yang berkaitan dengan gangguan pada mental,

spiritual dan moral (ahlaq).

a. Mental.

Hal-hal yang paling berkaitan dengan akal, pikiran

dan ingatan atau proses berasosiasi menggunakan akal,

pikiran dan ingatan adalah mental.29

b. Spiritual.

Sasaran rehabilitasi yang tak kalah penting dari jiwa

adalah spiritual yakni sesuatu yang berhubungan dengan

28Lidya Suryati.W,”Rehabilitasi Narapidana Dalam Overcrowded Lembaga

Permasyarakatan”Jurnal Negara Hukum, Vol.3, No.2, 2012, h. 206.

29 Zakiyah Daradjat, Kesehatan Psikologi Islam, Hajimas Agung, (Jakarta, 1998), h. 16.

Page 32: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

23

masalah rukhiyah, jiwa, religius, atau segala sesuatu yang

memiliki kaitan dengan agama, keimanan, kesalehan, dan

berkaitan dengan nilai-nilai transendental.

c. Moral (akhlak).

Sasaran selanjutnya adalah moral atau yang biasa

dikenal dengan akhlak, yaitu. Suatu keadaan pada jiwa

manusia yang melekat erat yang melahirkan suatu

perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses

pemikiran, dan pertimbangan atau sikap mental, watak yang

terjabarkan dalam bentuk: berpikir, berbicara, bertingkah

laku, dan sebagainya, sebagai ekspresi jiwa.30

Berdasarkan uraian yang tertera diatas penulis

mengambil kesimpulan bahwa objek rehabilitasi terdiri dari

mental, spiritual dan moral (akhlak).

3. Teori Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Konsep Rehabilitasi

Menurut Saharjo untuk sampai kepada pemahaman suatu fungsi

pembinaan Lembaga Pemasyarakatan yang ada dalam teori falsafah

pembinaan narapidana, sejatinya kita perlu pemahaman lanjutan terkait

awal dipakainya sistem pemasyarakatan sebagai metode pembinaan

narapidana yang telah banyak membawa perubahan fungsi. Pada

mulanya lembaga pemasyarakatan adalah sebagai tempat pembalasan

bagi para pelaku tindak pidana yang kemudian berganti sebagai tempat

pembinaan dan rehabilitasi. Dalam dinamika bentuk pembinaan yang

diterapkan bagi narapidana meliputi berbagai hal diantaranya:

a. Pembinaan berupa interaksi langsung sifatnya kekeluargaan

antara pembina dan yang dibina yang berfungsi sebagai

pendekatan persuasif antara pembina dan warga binaan.

b. Pembinaan yang bersifat persuasif, yaitu berusaha merubah

tingkah laku melalui keteladanan.

30 Sodiq Salahuddin Chaery, Kamus Istilah Agung, (Jakarta: CV. Slentarama, 1983), h. 20.

Page 33: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

24

c. Pembinaan berencana, terus-menerus dan sistematis, berfungsi

untuk memunculkan kebiasaan baik dibawah alam sadar dan

tanpa adanya tekanan.

d. Pembinaan kepribadian yang meliputi kesadaran beragama,

berbangsa dan bernegara, intelektual, kecerdasan, kesadaran

hukum, keterampilan, mental spiritual yang bertujuan

membentuk pola pikir yang mandiri dan berintegritas tinggi

yang didasari nilai-nilai kesadaran, kemandirian dalam

beragama, berbangsa dan bernegara.31

4. Standard Minimum Rules for The Treatment of Prisoners (SMR) dan

Konsep Pemasyarakatan.

Melalui Deklarasi Universal Hak asasi Manusia dan Kovenan

Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, masyarakat internasional

secara bersama-sama telah bersepakat dan berkomitmen untuk

mengangkat harkat dan martabat manusia dengan tidak memandang

status sosial yang ada pada setiap individu manusia itu sendiri, meskipun

ia adalah seseorang (narapidana) yang sedang dirampas

kemerdekaannya namun harus tetap memiliki hak-haknya yang wajib

dipenuhi dan dilindungi oleh negara. Setiap orang yang sedang dirampas

hak kemerdekaannya wajib diperlakukan secara manusiawi dengan

menghormati martabat yang melekat padanya sebagai manusia. Sistem

pemasyarakatan yang ada harus tetap memiliki suatu tujuan utama,

yakni memperbaiki dan melakukan suatu rehabilitasi sosial dalam

memperlakukan seorang narapidana dengan baik dan berstandar

kemanusiaan.32

Untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi warga binaan ada beberapa

prinsip dasar mengenai perlakuan terhadap narapidana yang diatur

31 Ismail Pettanase, “Pembinaan Narapidana Dalam Sistem Pemasyarakatan”, (Jurnal

Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, Volume. 17 No.1.2019), h. 60.

Josefina Mareta, “Rehabilitasi Dalam Upaya Deradikalisasi Narapidana Terorisme”,

(Jurnal Masalah-masalah Hukum, Jilid.47, No.4. 2018), h. 348-349.

32 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Departemen Kehakiman dan HAM RI,

Pelaksanaan Standard, h. 24.

Page 34: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

25

dalam SMR diantaranya, diadakan pemisahan kategori dilakukan

dengan memperhatikan beberapa unsur dan klasifikasi warga binaan.

Kemudian ditentukan akomodasi yang sesuai dan tepat yang layak bagi

warga binaan dan instalasi kebersihan harus memadai agar setiap warga

binaan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang lazim dengan

cara yang bersih dan layak. Selain itu harus disediakan pakaian dan

tempat tidur yang sesuai dan tepat bagi warga binaan. Kemudian

makanan yang diberikan kepada warga binaan harus diberikan makanan

bernilai gizi yang memadai untuk kesehatan dan disajikan dengan

baik.33

Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah menerapkan

sistem yang baik dalam memperlakukan narapidana di lembaga

pemasyarakatan Indonesia didasari pada falsafah pembinaan narapidana

yang dicetuskan oleh Sahardjo yang mana di dalamnya dirumuskan

beberapa Konsep Pemasyarakatan: Pertama, pengayoman dan

memberikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya

sebagai warga negara yang baik dan berguna. Kedua menjatuhi

hukuman pidana bukan sebagai tindakan balas dendam dari negara.

Satu-satunya derita yang diambil dari narapidana hanya kehilangan

kemerdekaannya dan untuk mencapai jalan menuju tobat, tidak dapat

dicapai dengan menggunakan penyiksaan, melainkan dengan

bimbingan.

Selanjutnya Negara tidak berhak membuat seseorang menjadi lebih

buruk/jahat daripada sebelum masuk lembaga pemasyarakatan dan

selama kehilangan kemerdekaan bergeraknya para warga binaan tidak

boleh diasingkan dari masyarakat. Selanjutnya pekerjaan yang diberikan

kepada para warga binaan tidak boleh bersifat mengisi waktu, atau

hanya diperuntukkan bagi kepentingan negara sewaktu saja dan

pembinaan dan bimbingan harus berdasarkan norma-norma yang ada

33 P.A.F. Lamintang dan theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika,2017) h. 35.

Page 35: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

26

pada Pancasila. Karena setiap orang atau individu warga binaan adalah

manusia sehingga harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun telah

tersesat.

Warga binaan hanya dijatuhi pidana berupa membatasi

kemerdekaannya dalam waktu tertentu. Maka dari itu, perlu diusahakan

supaya narapidana mendapat mata pencaharian untuk kelangsungan

hidup keluarga yang menjadi tanggungannya dengan disediakan

pekerjaan ataupun dimungkinkan bekerja dan diberikan upah dari setiap

pekerjaannya. Sedangkan untuk pemuda dan anak-anak hendaknya

disediakan lembaga pendidikan (sekolah) yang diperlukan ataupun

diberi kesempatan kemungkinan mendapat pendidikan di luar lembaga

pemasyarakatan.

Untuk pembinaan dan bimbingan para warga binaan maka perlu

disediakan sarana yang diperlukan. Perlu didirikan LP-LP baru yang

sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan.34

34 Mohammad Taufik Makarao, Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia, (Yogyakarta:

Kereasi Wacana, 2005). h. 143-148.

Petrus Irawan Panjaitan, Radisman Saragih, “Presepsi Anggota Masyarakat Mengenai

Resosialisasi Dan Rehabilitasi Mencegah Bekas Narapidana Menjadi Residivist”, (Jurnal Hukum

Universitas Kristen Indonesia, Jakarta), h. 226-227.

Lidya Suryati.W,”Rehabilitasi Narapidana Dalam Overcrowded Lembaga

Permasyarakatan”, (Jurnal Negara Hukum, Vol. 3, No.2, 2012), h. 209-210.

Page 36: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

27

BAB III

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

NOMOR. 10 TAHUN 2020

A. Latar Belakang Dikeluarkan Kebijakan PERMENKUMHAM No. 10

Tahun 2020 di Tengah Pandemi Covid-19

Sejak 14 Maret 2020 Indonesia menyatakan sikap bahwasanya wabah

virus Covid-19 adalah bencana berskala Nasional yang harus ditangani

dengan serius.35 Dengan demikian banyaknya kebijakan yang dikeluarkan

pemerintah untuk menanggulangi wabah ini, salah satunya adalah kebijakan

terkait warga binaan untuk pencegahan dan penanggulangan wabah Covid-

19 di dalam lembaga pemasyarakatan yang diatur dalam Permenkumham

No. 10 Tahun 2020 terkait asimilasi dan integrasi. Hal ini diatur dalam Pasal

23 Permenkumham Nomor.10 Tahun 2020 yang diterbitkan pada 30 Maret

2020.

Sedangkan saat ini, kondisi lembaga pemasyarakatan di Indonesia dari

dahulu selalu dilaporkan mengalami over capacity. Pada Nopember 2018,

dilaporkan ada 269.846 orang yang ditahan, padahal daya tampung yang

tersedia pada saat itu seharusnya hanya untuk 130.512 orang saja.36

Sebagai langkah pencegahan penyebaran virus Covid-19, Kementerian

Hukum dan HAM mengeluarkan surat edaran bernomor

M.HH.PK.01.01.01- 04, yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung,

Jaksa Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia. Sebagaimana subtansi

nya berisi penolakan kegiatan pelayanan kunjungan dan penerimaan

tahanan baru di Rumah Tahanan dan Lembaga Pemasyarakatan terhitung

sejak tanggal 18 Maret 2020, termasuk juga permohonan penundaan

35 Mohamad Anwar, “Asimilasi dan Peningkatan Kriminalitas Di Tengah PSBB Pandemi

corona”, (ADLAH Buletin Hukum Dan Keadilan, Vol.4 no.1. 2020), h. 102.

36 Zuhri. M, Covid 19: Asimilasi dan Integrasi, Tata Laksana Permenkumham No. 10

Tahun 2020, diakses melalui: https://lampung.kemenkumham.go.id/pusat-informasi/penyuluhan-

hukum/2884-covid-19-asimilasi-dan-integrasi-tata-laksana-permenkumham-no-10-tahun-2020.

Pada: 16 Maret 2021.

Page 37: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

28

kegiatan sidang yang harus dihadiri tahanan. Selanjutnya, Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia menerbitkan Surat Keputusan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020

tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui

Asimilasi dan Integrasi dan mengundangkan Peraturan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian

Asimilasi dan Hak Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan

Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 jo.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang pembentukan peraturan

Perundang-Undangan. Pasal 5 Undang-Undang tersebut menetapkan

pembentukan peraturan Perundang-Undangan harus dilakukan berdasarkan

pada asas pembentukan peraturan Perundang-Undangan yang baik,

meliputi: kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat,

kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan,

kedayagunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan.

Kemudian dalam penjelasan Pasal 5 Huruf d Undang-Undang

tersebut ditegaskan apa yang dimaksud dengan “asas dapat dilaksanakan”

bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

memperhitungkan efektivitas peraturan perundang- undangan tersebut di

dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

Kemudian pada Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang tersebut, diatur bahwa

rancangan Undang- Undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat,

Presiden, atau Dewan Perwakilan Daerah harus disertai naskah akademik.

Bila kodifikasi dan tata cara pembuatan Undang-Undang merujuk

kepada amanat Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 jo. Undang-Undang

No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

dan mempertimbangkan aspek efektivitas di dalam masyarakat, baik secara

filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Maka perlu kiranya suatu peraturan

Menteri yang secara hierarki berada dibawah Undang-Undang harus

mempertimbangkan hal yang sama dalam pembentukannya.

Page 38: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

29

Secara aspek yuridis, Permenkumham No. 10 Tahun 2020 mengacu

pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang telah beberapa kali

mengalami perubahan dengan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012,

Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia, Peraturan Presiden No. 17 Tahun 2018 Tentang

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam Keadaan Tertentu,

Keputusan Presiden No. 9 Tahun 2020 Tentang Perubahan Keputusan

Presiden Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Gugus Tugas Percepatan

Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19), Peraturan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia No. 03 Tahun 2018 jo. Peraturan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia No. 18 Tahun 2019 jo. Peraturan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia No. 6 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara

Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Cuti Menjelang

Bebas dan Cuti Bersyarat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018

Nomor 282), Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 29

Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Peraturan tersebut diberlakukan

dengan pertimbangan wabah virus Covid-19 ditetapkan sebagai bencana

Nasional non-alam dan karena Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga

Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara merupakan sebuah

institusi tertutup yang memiliki tingkat hunian tinggi, sangat rentan terpapar

virus Covid-19, sehingga dilakukan untuk upaya untuk menyelamatkan

tahanan maka perlu dilakukan pengeluaran dan pembebasan melalui

program asimilasi dan integrasi upaya penanggulangan wabah virus Covid-

19 di ruang lingkup lembaga pemasyarakatan.37

37 Lihat konsideran “Menimbang” Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020.

Page 39: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

30

Termaktub secara jelas dalam Permenkumham No. 10 Tahun 2020

di dalam Bab III diberi judul pemberian pembebasan bersyarat, cuti

menjelang bebas, dan cuti bersyarat bagi narapidana yang melakukan tindak

pidana selain tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika,

psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan

hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan trans nasional terorganisasi,

warga negara asing. Sebagaimana yang tertera dalam judul tersebut

dijelaskan bahwasanya program asimilasi tidak diperuntukkan kepada

semua narapidana, melainkan ada beberapa golongan dari tindak pidana

tertentu yang tidak dapat menikmati program asimilasi tersebut. Hemat

penulis kebijakan yang dikeluarkan Permenkumham No. 10 Tahun 2020

tidak sejalan dengan apa yang ada di dalam Peraturan Pemerintah No. 32

Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan, yang telah dirubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah

No. 99 Tahun 2012.

Menanggapi hal ini Yasonna H. Laoly, selaku Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia, menyampaikan keinginannya dalam dengar pendapat

bersama Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 1 April 2020, untuk

melakukan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012

tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan yang mengatur perihal pemberian remisi. Sebagaimana

yang termaktub dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012

menetapkan narapidana mendapatkan remisi dengan syarat berkelakuan

baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan. Dalam hal ini

pemerintah tidak memberlakukan pemberian remisi melalui penerapan

program asimilasi dan integrasi kepada narapidana teroris, narapidana

koruptor dan narapidana narkotika.

Tentunya Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 ini justru

memperketat aturan tentang yang ada terkait pemberian remisi, asimilasi

dan pemberian bebas bersyarat bagi narapidana terorisme, narkotika dan

prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan

Page 40: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

31

negara, kejahatan HAM yang berat, serta kejahatan transnasional

terorganisasi lainnya, dengan beberapa syarat:

1. Bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu

membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

2. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan

putusan pengadilan untuk narapidana yang dipidana karena

melakukan tindak pidana korupsi.

3. Telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh

Lapas dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme serta

menyatakan ikrar untuk setia terhadap NKRI dan janji tidak akan

mengulangi lagi perbuatannya.

4. Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana

narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika hanya berlaku

terhadap narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 5 tahun.

Dalam hal ini perubahan yang diusulkan terdiri dalam empat hal,

yaitu pengecualian kepada: Pertama, warga binaan narkotika yang memiliki

masa hukuman 5 sampai 10 tahun dan setidaknya telah menjalani 2/3 dari

masa tahanannya, diberikan kebijakan untuk melaksanakan asimilasi di

rumah, jumlahnya diperkirakan mencapai angka 15.442 orang. Kedua,

pemberian kebebasan kepada warga binaan tindak pidana korupsi yang

berusia di atas 60 tahun dan setidaknya telah menjalani 2/3 masa hukuman,

jumlahnya ada sekitar 300 orang. Ketiga, pembebasan untuk warga binaan

tindak pidana khusus yang tengah mengalami penyakit kronis, setidaknya

telah menjalani 2/3 masa hukuman. Keempat, pembebasan bagi warga

binaan dari Warga Negara Asing (WNA) sebanyak 53 orang yang tengah

menjalani masa hukuman di penjara Indonesia.38 Tentunya hal ini banyak

38 Tubagus Achmad, ed. Nurlayla Ratri, “Tidak Merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012,

Pemerintah Tak Beri Remisi Napi Koruptor, Teroris dan Narkoba”, JatimTimes.com, 05 April 2020.

https://www.jatimtimes.com/baca/212170/20200405/113800/tidak-merevisi-pp-nomor-99-tahun-

2012- pemerintah-tak-beri-remisi-napi-koruptor-teroris-dan-narkoba, diakses 06 Desember 2020.

Page 41: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

32

menuai kritikan tajam, terkhusus revisi yang akan memberikan pembebasan

kepada narapidana tindak pidana korupsi.

Secara aspek filosofis, dilihat dari putusan hakim yang menjatuhkan

suatu pidana kepada terdakwa sejatinya tidak dimaksudkan untuk

merendahkan martabat manusia. Sekalipun putusan itu merampas suatu

kebebasan narapidana akan tetapi sejatinya putusan yang dikeluarkan oleh

hakim tidak menjadikan warga binaan kehilangan hak-hak asasinya yang

lain. Sejatinya penjatuhan suatu putusan pidana bertujuan untuk:

1. Langkah pencegahan dilakukannya tindak pidana dengan penegakan

norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat.

2. Memasyarakatkan terpidana dengan pembinaan dan pembimbingan

yang bertujuan menjadi pribadi yang baik dan berguna setelah

menjalani masa binaannya.

3. Menyelesaikan suatu konflik yang ditimbulkan akibat tindak pidana,

hal ini bertujuan untuk memulihkan keseimbangan, serta

mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat.

4. Menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah

pada terpidana.

Kondisi lembaga pemasyarakatan yang melebihi kapasitas membuat

warga binaan sangat rentan terinfeksi virus Covid-19, hal ini tentu dapat

menyebabkan tujuan pembinaan warga binaan tidak dapat tercapai. Karena

gagalnya suatu proses rehabilitasi di dalam lembaga pemasyarakatan

dengan melihat potensi dapat terjadinya kematian massal. Hal ini tentu

menciderai dan merendahkan martabat narapidana sebagai manusia.

Membiarkan terjadinya over capacity saja jelas sudah menciderai martabat

kemanusiaan, apalagi bila lembaga pemasyarakatan berubah menjadi

kuburan massal akibat wabah Covid-19.

Tercatat sejak 30 Maret 2020 sampai dengan Agustus 2020, sudah

40.388 (empat puluh ribu tiga ratus delapan puluh delapan) warga binaan

yang dibebaskan. Terdiri dari 37.790 melalui program asimilasi dan

sebanyak 783 adalah narapidana anak. Sedangkan dalam program integrasi

Page 42: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

33

terdiri dari 1776 warga binaan dan 39 sisanya adalah anak. Program

asimilasi dan integrasi ini akan terus berlangsung sampai berhentinya status

kedaruratan wabah virus Covid-19 di Indonesia. Sebagaimana penerimaan

asimilasi dan integrasi ini diberikan kepada narapidana yang sudah

menjalankan 2/3 masa pidananya sedangkan untuk anak ½ dari masa

pidananya sampai dengan tanggal 31 Desember 2020. Namun program

asimilasi tersebut tidak berlaku kepada narapidana yang melakukan tindak

pidana luar biasa seperti terorisme dan korupsi.39

Dikeluarkannya kebijakan ini bukan tanpa adanya alasan dan

pertimbangan yang matang dari berbagai aspek, melainkan dengan

banyaknya pertimbangan di berbagai aspek, baik di dalam aspek

kemanusiaan dan social terkait kondisi lapas yang melebihi kapasitas dan

sangat tidak layak dihuni. Dimana di dalam satu selnya para warga binaan

saling berhimpitan satu sama lainnya yang menjadi momok menakutkan

bagi para narapidana dalam menyebar luasnya wabah virus Covid-19 di

dalam tahanan, apalagi banyak narapidana yang sudah berusia diatas 60

tahun dan sudah melaksanakan 2/3 masa tahanannya. Poin-poin diatas juga

lah yang menjadi pertimbangan Menteri Hukum dan HAM Republik

Indonesia, Yasona Laoly dalam melakukan asimilasi massal di tengah

pandemi Covid-19 di tanah air.40

Akan tetapi upaya penanggulangan wabah Covid-19 yang dilakukan

oleh pemerintah banyak menuai permasalahan baru, dari meningkatnya

angka kejahatan selama diterapkannya PSBB yang mencapai sebelas persen

peningkatan angka kejahatannya. Ironisnya kejahatan yang ada selama

PSBB berlangsung pelakunya kebanyakan merupakan para mantan eks

warga binaan yang baru saja dikeluarkan pada 30 Maret 2020 lewat program

asimilasi yang diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM, yang

39 Hisyam Ikhtiar, “Analisi kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana di masa covid-

19” (Jakarta: LBHM IDPC, 2020), h. 12. 40 Nur Rohim Yunus, “Kebijakan covid-19 bebaskan narapidana dan pidanakan pelanggar

PSBB”, (ADALAH bulletin hukum dan keadilan, Vol. 4 Nomor 1 T.2020), h. 2-3.

Page 43: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

34

kebanyakan pelakunya berulah kembali karena faktor ekonomi dan lain

sebagainya.41

B. Kebijakan Pembebasan Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan

Dalam Permenkumham No.10 Tahun 2020 Melalui Program

Asimilasi.

Sebagai salah satu upaya pencegahan dan penyelamatan warga binaan

dan anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan

Khusus Anak (LPKA), dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) dari

penyebaran COVID-19, dilaksanakan pengeluaran dan pembebasan melalui

program asimilasi. Kebijakan ini termaktub dalam Permenkumham No.10

Tahun 2020 di dalam Bab II yang di dalamnya membahas pemberian

asimilasi bagi narapidana yang melakukan tindak pidana selain tindak

pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi,

kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang

berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi, warga negara asing.

Pertimbangan Permenkumham 10 Nomor 10 Tahun 2020 dikeluarkan

Menkumham Yasonna Laoly karena menimbang beberapa hal diantarnya

adalah:

1. Bahwa Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak,

dan Rumah Tahanan Negara merupakan sebuah institusi tertutup yang

memiliki tingkat hunian tinggi, sangat rentan terhadap penyebaran dan

penularan Covid-19.

2. Covid-19 telah ditetapkan sebagai bencana Nasional non-alam, perlu

dilakukan langkah cepat sebagai upaya penyelamatan terhadap tahanan

dan warga binaan pemasyarakatan yang berada di Lembaga

Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah

Tahanan Negara.

41 Mohamad Anwar, “Asimilasi dan Peningkatan Kriminalitas Di Tengah PSBB Pandemi

corona”, (ADLAH Buletin Hukum Dan Keadilan, Vol.4 no.1. 2020), h.102.

Page 44: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

35

3. Bahwa untuk melakukan upaya penyelamatan terhadap narapidana dan

anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan

Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara, perlu dilakukan

pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dan integrasi untuk

pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.

4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam poin

satu, dua, dan tiga, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak

Integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka Pencegahan dan

Penanggulangan Penyebaran Covid-19 di dalam Lembaga

Pemasyarakatan.

Asimilasi sendiri adalah proses pembinaan narapidana dan anak yang

dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak dalam kehidupan

masyarakat. Program ini terdiri dari cuti mengunjungi keluarga yakni,

program pembinaan untuk memberikan kesempatan kepada narapidana dan

anak untuk berasimilasi dengan keluarga dan masyarakat.

Pada pasal 2 ayat 1 Bab ini dijelaskan bahwasanya asimilasi narapidana

dilaksanakan di rumah dengan pembimbingan dan pengawasan Bapas.

Kemudian pada ayat 2, narapidana yang dapat diberikan asimilasi

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi beberapa syarat

diantaranya berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani

hukuman disiplin dalam kurun waktu enam bulan terakhir, kedua aktif

mengikuti program pembinaan dengan baik, dan ketiga telah menjalani

minimal 1⁄2 (setengah) masa pidananya.

Sedangkan di dalam pasal 3 ayat 1 asimilasi anak dilaksanakan di rumah

dengan pembimbingan dan pengawasan Bapas. Kemudian pada ayat 2

menjelaskan kriteria dan syarat bagi anak yang dapat diberikan asimilasi

sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Diantaranya adalah berkelakuan baik

yang dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam

kurun waktu tiga bulan terakhir, kedua aktif mengikuti program pembinaan

Page 45: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

36

dengan baik, dan ketiga telah menjalani masa pidana paling singkat tiga

bulan.

Selain itu Pada pasal 4 syarat pemberian asimilasi sebagaimana

dimaksud Permenkumham No.10 Tahun.2020 Pasal 2 dan Pasal 3

dibuktikan dengan melampirkan beberapa dokumen seperti Foto kopi

kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan,

bukti telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan

putusan pengadilan atau melaksanakan subsider pengganti denda dijalankan

di rumah dalam pengawasan oleh Kejaksaan dan Balai Pemasyarakatan.

Kemudian melampirkan laporan perkembangan pembinaan yang

ditandatangani oleh Kepala Lapas, salinan register F dari Kepala Lapas,

salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas, dan surat pernyataan dari

narapidana tidak akan melarikan diri dan tidak melakukan perbuatan

melanggar hukum.

Tata cara pemberian asimilasi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5

ayat 1 dijelaskan bahwasanya pemberian asimilasi dilaksanakan melalui

sistem informasi pemasyarakatan. Lalu pada ayat 2 dijelaskan tentang

sistem informasi pemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1

merupakan sistem informasi pemasyarakatan yang terintegrasi. Antara unit

pelaksana teknis pemasyarakatan, Kantor wilayah, dan Ditjen PAS.

Kemudian pada ayat 3 dalam hal pemberian asimilasi melalui sistem

informasi pemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kebijakan ini

tidak dapat dilakukan oleh Kepala lapas/LPKA terkait memberikan

asimilasi secara manual, lebih lanjut pada pasal 6 diatur tatacara petugas

pemasyarakatan mendata narapidana dan anak dalam mendapat hak

asimilasi dan hak integrasi.

Pada Pasal 6 ayat 1 dijelaskan petugas pemasyarakatan mendata

narapidana dan anak yang akan diusulkan mendapatkan asimilasi.

Kemudian pada ayat 2, pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat 1

dilakukan terhadap syarat pemberian asimilasi dan kelengkapan dokumen.

Page 46: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

37

Dan pada ayat 3 kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat 2

wajib di mintakan setelah tujuh hari narapidana dan anak berada di

Lapas/LPKA. Sementara itu, pada ayat 4 mengenai kelengkapan dokumen

sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib dipenuhi paling lama pertama 1/3

masa pidana sejak narapidana berada di Lapas. Adapun 3 bulan sejak anak

berada di LPKA.

Selain itu pada Pasal 7 ayat 1 mengatur tim pengamat pemasyarakatan

Lapas/LPKA merekomendasikan usulan pemberian asimilasi bagi

narapidana dan Anak kepada Kepala Lapas/LPKA berdasarkan data

narapidana dan anak yang telah memenuhi syarat. Sebagaimana bunyi ayat

2, dalam hal Kepala Lapas/LPKA menyetujui usulan pemberian asimilasi

sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Kepala Lapas/LPKA menetapkan

pemberian asimilasi. Selanjutnya pada ayat 3, dalam hal Kepala

Lapas/LPKA menerbitkan surat keputusan secara manual. Maka Kepala

Lapas/LPKA mengirimkan salinan keputusan dan rekapitulasi kepada

kantor wilayah yang kemudian kantor wilayah mengirimkan salinan

keputusan dan rekapitulasi Lapas/LPKA kepada Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan, seperti bunyi yang tertera dalam pasal 7 ayat 4.

Adapun pada Pasal 8 Bab II Permenkumham No. 10 Tahun. 2020 bagian

ketiga tata cara pemberian asimilasi. Bunyi pasal tersebut, bahwa

narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan

prekursor narkotika, psikotropika hanya berlaku pada narapidana yang

dipidana dengan pidana penjara di bawah 5 tahun.

A. Kebijakan Pembebasan Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Dalam

Permenkumham No.10 Tahun 2020 Melalui Program Integrasi.

Sebagai salah satu upaya pencegahan dan penyelamatan warga binaan

dan anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan

Khusus Anak (LPKA), dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) dari

penyebaran Covid-19, dilaksanakan pengeluaran dan pembebasan melalui

Page 47: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

38

program integrasi. Kebijakan ini termaktub dalam Permenkumham NO.10

Tahun 2020 didalamnya membahas pemberian pembebasan bersyarat, cuti

menjelang bebas, dan cuti bersyarat bagi narapidana yang melakukan tindak

pidana selain tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika,

psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan

hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi,

warga negara asing.

Integrasi sendiri terdiri dari pembebasan bersyarat, cuti menjelang

bebas, dan cuti bersyarat adalah program pembinaan untuk

mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam kehidupan masyarakat

setelah memenuhi beberapa persyaratan dan kriteria yang telah ditentukan.

Perihal pemberian pembebasan integrasi bagi narapidana yang melakukan

tindak pidana selain tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor

narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan

kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional

terorganisasi, warga negara asing.

Pada Pasal 9 bagian kesatu umum menjelaskan pembebasan bersyarat

dan cuti menjelang bebas dapat diberikan kepada narapidana yang telah

memenuhi beberapa syarat diantaranya:

1. Telah menjalani masa pidana paling se singkat-singkatnya 2/3 (dua per

tiga), dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut, dan paling sedikit 9

bulan.

2. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sesingkat-singkatnya

9 bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 masa pidana.

3. Telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan

bersemangat.

4. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana

selama narapidana dalam masa binaan.

Page 48: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

39

Lalu pada Pasal 10 Pemberian Cuti Bersyarat dapat diberikan kepada

narapidana yang telah memenuhi beberapa syarat. Ada 4 syarat harus

dimiliki narapidana tersebut diantaranya:

1. Telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3, dengan ketentuan 2/3

masa pidana tersebut paling sedikit 6 bulan.

2. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 6 bulan

terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 masa pidana.

3. Telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan

bersemangat.

4. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana

selama narapidana dalam masa binaan.

Sedangkan pada Pasal 11 dijelaskan, pembebasan bersyarat dapat

diberikan kepada anak yang sedang menjalani pidana penjara di LPKA yang

telah memenuhi kriteria:

1. Anak tersebut telah menjalani masa pidana paling sedikit 1/2 masa

pidana.

2. Anak itu berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat

3 bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 1/2 masa pidana.

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 yang berbunyi: Bahwa syarat

pemberian Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti

Bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11

dibuktikan dengan kelengkapan beberapa dokumen.

1. Fotokopi kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan

pengadilan.

2. Laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh Kepala

Lapas/LPKA.

3. Salinan register F dari Kepala Lapas/LPKA.

4. Salinan daftar perubahan dari Lapas/LPKA.

Page 49: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

40

5. Surat pernyataan dari narapidana/anak tidak akan melakukan perbuatan

melanggar hukum.

Sebagaiana yang tertera dalam Pasal 13 ayat 1 mengatakan pemberian

pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat

dilaksanakan melalui sistem informasi pemasyarakatan. Lalu pada ayat 2,

sistem informasi pemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1

merupakan sistem informasi pemasyarakatan yang terintegrasi antara Unit

Pelaksana Teknis Pemasyarakatan, Kantor Wilayah, dengan Ditjen PAS.

Pada Pasal 14 ayat 1, bahwa petugas pemasyarakatan mendata

narapidana dan anak yang akan diusulkan Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti

Menjelang Bebas (CMB), dan Cuti Bersyarat (CB). Sedangkan pada ayat 2,

pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan terhadap syarat

pemberian PB, CMB, dan CB dan kelengkapan dokumen.

Kemudian dijelaskan Pada pasal 15 ayat 1 bahwa Tim pengamat

pemasyarakatan Lapas/LPKA merekomendasikan usul pemberian PB,

CMB, dan CB bagi narapidana dan anak kepada Kepala Lapas/LPKA,

berdasarkan data narapidana dan anak yang telah memenuhi persyaratan.

Sementara itu, pada pasal 15 ayat 2 disebutkan dalam hal Kepala

Lapas/LPKA menyetujui usul pemberian PB, CMB, dan CB sebagaimana

dimaksud pada ayat 1. Kepala Lapas/LPKA menyampaikan usul pemberian

PB, CMB, dan CB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada

Kepala Kantor Wilayah. Kemudian di verifikasi oleh Dirjen PAS Verifikasi

PB, CMB, dan CB Narapidana-Anak. Hal ini dijelaskan di Pasal 16 bahwa

Direktur Jenderal PAS melakukan verifikasi usul pemberian PB, CMB, dan

CB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2.

Mekanisme selanjutnya sebagaimana yang tertera pada pasal 17 ayat 1,

dalam hal Direktur Jenderal PAS menyetujui usul pemberian PB, CMB, dan

CB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. Direktur Jenderal atas Nama

Menteri menetapkan keputusan pemberian Pembebasan Bersyarat, Cuti

Page 50: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

41

Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Masih di dalam pasal 17 ayat 2,

Bahwa keputusan pemberian PB, CMB, dan CB sebagaimana dimaksud

pada ayat 1 disampaikan kepada Kepala Lapas/LPKA. Untuk diberitahukan

kepada narapidana atau anak dengan tembusan kepada Kepala Kantor

Wilayah. Sedangkan di dalam pasal 17 ayat 3, diatur keputusan pemberian

PB, CMB, dan CB sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dicetak di

Lapas/LPKA. Dengan tanda tangan elektronik Direktur Jenderal atas Nama

Menteri.

Selanjutnya pada pasal 18, 19, dan 20 diatur sikap tanggung jawab

jajaran Ditjen PAS menjalankan Permenkumham No.10 Tahun. 2020. Pasal

18 berbunyi bahwa Kepala Lapas/LPKA bertanggung jawab terhadap

kebenaran, keabsahan dan kelengkapan dokumen usulan pemberian PB,

CMB, dan CB. Dibuktikan dengan surat pertanggungjawaban keabsahan

dokumen. Selanjutnya di dalam Pasal 19 berisi ketentuan bahwa Kepala

Bapas bertanggung jawab terhadap pembimbingan dan pengawasan

terhadap narapidana dana anak yang sedang menjalani PB, CMB, dan CB.

Kemudian Bunyi pasal 20, dalam hal Kepala Lapas/LPKA dan Kepala

Bapas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 tidak

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Menteri dapat menjatuhkan

sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pada pasal 21 dan 22 mengatur ketentuan pemberian asimilasi, PB,

CMB, dan CB kepada narapidana di Lapas dan Rutan. Pasal 21 berbunyi

ketentuan mengenai pemberian asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti

menjelang bebas, dan cuti bersyarat berlaku secara mutatis mutandis

terhadap narapidana yang berada pada rumah tahanan negara. Pasal 22

mengatur narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana

narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika. Hanya berlaku pada

narapidana yang dipidana dengan pidana penjara di bawah 5 tahun.

Page 51: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

42

Sedangkan pada Pasal 23 yang terdiri dari 2 ayat mengatur syarat

narapidana yang mendapat Permenkumham No.10 Tahun.2020 sampai

waktu berlakunya. Pada Pasal 23 ayat 1 berbunyi Peraturan Menteri ini

berlaku bagi narapidana yang tanggal 2/3 masa pidananya dan anak yang

tanggal 1⁄2 masa pidananya sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.

Sedangkan pada ayat 2 berbunyi bahwa Peraturan Menteri ini mulai berlaku

pada tanggal diundangkan dan berakhir sampai dengan masa kedaruratan

terhadap penanggulangan Covid-19 yang ditetapkan pemerintah berakhir.

Page 52: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

43

BAB IV

KEBIJAKAN PERMENKUMHAM NO. 10 TAHUN 2020 DI MASA

PANDEMI COVID-19 DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN

HUKUM POSITIF

A. Ketidaksesuaian Tujuan Permenkumham No. 10 Tahun 2020

Berdasarkan Fakta di Lapangan.

Kebijakan pembebasan warga binaan sendiri bertujuan untuk

menekan laju penyebaran Covid-19 di dalam lembaga pemasyarakatan.

Dikarenakan Over Capacity dalam lembaga pemasyarakatan

memperlihatkan kekhawatiran dan bukan hal yang main-main. Jumlah lapas

dan rutan yang ada di Indonesia mencapai 528 dengan kapasitas sebanyak

130.512 orang. Sedangkan jumlah penghuni lapas mencapai 269.846 orang,

hal tersebut mengakibatkan Over Capacity mencapai 107%.42

Warga binaan yang telah mendapatkan kebebasan di lembaga

pemasyarakatan melalui program asimilasi dan integrasi didasarkan pada

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia No. 10 Tahun

2020, pada akhirnya mereka akan kembali berbaur dengan masyarakat.

Namun pada kenyataannya masyarakat Indonesia sendiri terkadang kurang

bisa menerima keberadaan mereka kembali di lingkungannya. Hal ini

dikarenakan masyarakat khawatir terjadi tindak kejahatan kriminal terulang

lagi dilingkunganya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya ulah warga

binaan melakukan kejahatan tindak kriminal yang dilakukan kembali oleh

para warga binaan.

Jenis kejahatan yang dilakukan pun beragam, berdasarkan

pemaparan pihak kepolisian sejumlah kasus kriminal seperti kekerasan,

pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian kendaraan bermotor

(curanmor), penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, hingga pencabulan

42 Zuhri. M, Covid 19: Asimilasi dan Integrasi, Tata Laksana Permenkumham No 10

Tahun 2020, diakses melalui: https://lampung.kemenkumham.go.id/pusat-informasi/penyuluhan-

hukum/2884-covid-19-asimilasi-dan-integrasi-tata-laksana-permenkumham-no-10-tahun-2020.

Pada: 16 Maret 2021.

Page 53: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

44

terhadap anak dan motifnya pun beragam, ada yang sakit hati, ada narkoba

dan ada ekonomi.

Hal ini dapat dibuktikan dengan tiga pemuda yang terlibat kasus

pencurian kendaraan bermotor (Curanmor) di wilayah hukum Kepolisian

Resor Kota Manado. Dalam kasus tersebut, empat orang diamankan, yakni

AM (23), MM alias Fer (24), ES alias Erik (20) dan AR alias Rian (19).

Tiga nama terakhir merupakan warga binaan lembaga pemasyarakatan yang

mendapat asimilasi Covid-19. Keempatnya ditangkap berdasarkan laporan

polisi atas kasus pencurian kendaraan bermotor (Curanmor) yang terjadi di

beberapa tempat di Manado dan Minahasa. Modus operandi yang dilakukan

yakni pelaku mengincar sepeda motor dengan cara berkeliling di

pemukiman warga. Ketika mendapatkan target, pelaku mematahkan kunci

setang dan menyalakan sepeda motor dengan merusak kunci kontak. Empat

sepeda motor berhasil diamankan, dan para pelaku diancam dengan Pasal

363 ayat (2) dan Pasal 480 ayat (1) dengan hukuman maksimal tujuh tahun

penjara.

Selanjutnya di daerah Surabaya, dua orang eks warga binaan yang

baru bebas setelah mendapatkan program asimilasi, Bahri (25) dan Yayan

(23), kembali diamankan polisi karena terlibat dalam kasus penjambretan

yang terjadi di Jalan Darmo Surabaya. Kepada polisi mereka mengaku nekat

melakukan aksi penjambretan itu karena untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sementara itu di daerah Bali, seorang warga binaan yang baru bebas

juga ditangkap aparat karena menjadi kurir ganja. Di Makassar, seorang eks

warga binaan juga kembali ditangkap karena mencuri empat bungkus rokok

dan uang tunai Rp 150.000 di sebuah warung. Meski jumlahnya tidak

banyak, tetapi kelakuan sebagian eks warga binaan yang menerima program

asimilasi dan integrasi seolah tidak kapok dan hal inilah yang membuat

masyarakat geram. Ulah eks warga binaan yang ketahuan kembali menjadi

kurir narkoba hingga kelakuan napi yang terlibat dalam aksi penjambretan

di sejumlah lokasi, memang membuat banyak pihak was-was sekaligus

marah.

Page 54: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

45

Contoh selanjutnya eks warga binaan yang kembali berulah

diantaranya seorang warga binaan asimilasi Lapas Kelas IIA Pontianak

berinisial GR berusia 23 tahun. Dilaporkan Antara, ia bersama dua

tersangka lain, MT dan ES, mencuri ponsel. "GR ini baru mendapat

asimilasi pada 6 April. Mulai 8 April atau dua hari setelah bebas sudah

mencuri lagi," kata Direktur Reskrimum Polda Kalbar Kombes Pol Veris

Septiansyah. GR tak hanya beraksi sekali, bahkan sampai empat pencurian

setelah bebas.

Lalu ada pula kasus pembobolan mini market di Duren Sawit,

Jakarta Timur yang dilakukan empat tersangka, salah satunya merupakan

eks warga binaan yang mengikuti program asimilasi. Residivis berinisial

AR (42) tersebut, tutup usia usai ditembak polisi di Tanjung Priok, Jakarta

Utara, empat hari setelah membobol mini market. Dia baru keluar dari lapas

di Bandung, sebelumnya (ditahan) di Salemba, kemudian dipindahkan ke

Bandung dan mengikuti program asimilasi.43

Contoh kasus lainnya adalah enam warga binaan asimilasi dari

Lapas Kelas II A Padang dan Lapas Kelas II B Pasaman Barat yang

kebanyakan melakukan tindak pidana pencurian. Pertama, YA (22). Ia

ditangkap pada 7 Mei di Depan SPBU Sawahan, Kecamatan Padang Timur,

Padang, karena diduga menjadi dalang sindikat pencurian kendaraan

bermotor dan serangkaian aksi pembegalan di Padang. Ia, yang dilepas dari

Lapas pada 2 April setelah menjalani hukuman dalam kasus pencurian,

kemudian ditembak polisi pada bagian kaki karena berupaya melarikan diri

sewaktu hendak ditangkap.

Kedua, Firdaus (26). Ia di ringkus sebab diduga mencuri gawai milik

tetangganya di Air Tawar Barat, Kecamatan Padang Utara, Padang, 14

April. Ketiga, Mardinata (26). Ia di ciduk pada 20 April lantaran diduga

mencuri hp di Plaza Andalas Padang. Ia ditembak polisi karena berupaya

melawan dan melarikan diri. beberapa waktu yang lalu.

43 https://tirto.id/eks-napi-program-asimilasi-jokowi-kembali-berulah-apa-penyebabnya-

ePvS,diakses pada: 9 februari 2021 18:00.

Page 55: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

46

Ketiga, PD (33). Ia dibekuk pada 24 April karena diduga menusuk

seorang pemuda di bekas bangunan Matahari lama, Padang, 23 April.

Sebelumnya, dia menjalani hukuman dalam kasus pencurian laptop.

Keempat, NA (30). Ia ditangkap pada 30 April lantaran diduga

membakar rumah keluarga istrinya di Batipuh Panjang, Kecamatan Koto

Tangah, Padang. Ia bebas dari Lapas Kelas II B Pasaman Barat. Ia

merupakan residivis kasus narkoba dan pencurian sejak 2013. Dalam

rentang 2015 hingga 2019 ia terlibat dalam berbagai aksi pencurian.44

Kelima, tersangka bernama Haris Lubis (24), warga Jalan Denai Gg

Sugeng Nomor 4 Mandala Kecamatan Medan Denai terpaksa ditembak

polisi karena berusaha kabur. Ia, kembali berulah dengan merampok

seorang perempuan di jalan. Pelaku begal ini sendiri adalah warga binaan

dengan program asimilasi tanggal 14 April 2020 yang sebelumnya di

ringkus dengan kasus yang sama, peristiwa perampokan terjadi pada 2 Mei

2020 di Kompleks Perumahan Veteran Desa Medan Estate. Korban yang

dirampok bernama RH Kusuma warga Jalan Terusan Dusun II Bandar Setia

Kecamatan Percut Sei Tuan Deli Serdang.45

Selanjutnya untuk contoh kasus pembunuhan ada di daerah Medan,

polisi meringkus tiga orang tersangka kasus pembunuhan seorang pekerja

salon bernama Elvina (21) warga Jalan Pukat, Kecamatan Percut Seituan.

Jenazah Elvina ditemukan dalam kondisi terbakar dan di mutilasi lalu

dimasukkan ke dalam kardus. Dalam kasus ini dua tersangka adalah eks

warga binaan yang baru dibebaskan lewat program asimilasi yakni J (22)

warga jalan Duku, Komplek Cemara Asri, Kecamatan Percut Seituan dan

M (22) warga Jalan Tembung. Kemudian tersangka lain berinisial TS (56)

yang merupakan ibu dari tersangka, J.46

44 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200509221641-12-501666/ulah-enam-napi-

asimilasi-di-padang-begal-hingga-bakar-rumah/diakses pada: 7 Februari 2021 19:00.

45 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200508164207-12-501392/merampok-lagi-

usai-bebas-napi-asimilasi-didor-di-medan/ diakses pada: 8 februari 2021.

46 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200508181209-12-501440/napi-asimilasi-

di-medan-diduga-bunuh-dan-mutilasi-korbandiakses pada: 9 February 2021 22:00.

Page 56: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

47

Sesuai instruksi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, warga

binaan yang kembali melakukan tindak kejahatan setelah bebas diancam

akan diberi sanksi berat. Jika napi yang mendapatkan kebebasan lebih awal

melalui program asimilasi berulah lagi, mereka diancam akan dimasukkan

ke straft cell (sel pengasingan). Bahkan saat selesai masa pidananya, mereka

juga diancam akan diserahkan ke polisi untuk diproses tindak pidana yang

baru.

Apakah ancaman hukuman yang berat itu efektif mencegah warga

binaan tidak mengulang kembali tindakan kriminal nya. Tampaknya tidak,

bagi sebagian eks warga binaan, berbagai ancaman hukuman yang lebih

berat tidak membuat mereka benar-benar jera. Ancaman hukuman yang

berat itu tidak membuat sebagian warga binaan berpikir ulang saat hendak

melakukan tindak kejahatan seperti sebelumnya.

Perlu Persiapan di tengah meluasnya wabah Covid-19 yang nyaris

tak terbendung, keputusan Kementerian Hukum dan Ham untuk

mempercepat pembebasan sejumlah warga binaan dengan pertimbangan

mengurangi risiko tertular virus Covid-19 sebetulnya patut di apresiasi.

Dasar memberikan asimilasi dan integrasi pada puluhan ribu warga binaan,

adalah alasan kemanusiaan terhadap penghuni lembaga pemasyarakatan

yang melebihi kapasitas di tengah pandemi Covid-19. Akan tetapi

masalahnya, sekadar membebaskan dan mengurangi jumlah warga binaan

yang Over Capacity di berbagai lembaga pemasyarakatan, tentu beresiko

menimbulkan masalah sosial baru jika tidak dipersiapkan langkah-langkah

antisipatif.

B. Pertimbangan Kebijakan Penerbitan Permenkumham No. 10 Tahun

2020 Dalam Teori Maslahat.

Sebagaimana yang dipaparkan oleh Yasonna Laoly selaku Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia salah satu alasan dikeluarkannya

Permenkumham No. 10 Tahun 2020 adalah aspek kemanusiaan. Berbicara

kemanusiaan tentu saja berbicara kemaslahatan umum, maka bagi penulis

Page 57: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

48

teori Maslahat sangat relevan dipakai sebagai tolak ukur ketepatan

dikeluarkannya Permenkumham No. 10 Tahun 2020. Penulis mengambil

teori Maslahat sebagai tolak ukur suatu produk hukum yang melibatkan

kepentingan orang banyak.

Bila dilihat dari tingkatan-tingkatan maslahat yang ada dalam

Permenkumham No.10 Tahun 2020 di dalam hukum islam penulis merujuk

kepada kacamata teori Maslahah dharuriyah (primer), Maslahah Hajiyyah

(sekunder), dan Maslahah Tahsiniyah (penyempurna). Pertama adalah

tingkatan maslahah dharuriyah yang cakupannya bersifat esensial bagi

kehidupan manusia, maka dari itu mutlak adanya terwujud kehidupan

manusia yang maslahat baik urusan ukhrowi maupun duniawi, maslahah ini

mencakup dari kelima unsur Maqashid al-Syari’ah. Bila dilihat dari

tingkatan maslahah dharuriyah dapat dilihat jelas bahwasanya

Permenkumham No.10 tahun 2020 sepenuhnya harus memenuhi kelima

unsur dalam Maqashid al-Syari’ah yakni memelihara Agama, Jiwa, Akal,

Keturunan, dan Harta.

Sedangkan menurut analisis penulis tidak adanya pertimbangan

kelima unsur menjaga Maqashid al-Syari’ah di dalam kebijakan

Permenkumham No.10 Tahun 2020, karena warga binaan yang dikeluarkan

melalui program asimilasi dan integrasi dikhawatirkan akan mengancam

kelima unsur yang ada di dalam Maqashid al-Syari’ah. Hal ini dapat

dibuktikan dengan data yang disajikan penulis di dalam poin A, dimana eks

warga binaan banyak yang berulah kembali dan membuat resah masyarakat.

Kedua Maslahah Hajiyyah ialah segala sesuatu yang menjadi

kebutuhan pokok manusia dalam hidupnya, agar hidup bahagia dan

sejahtera di dunia maupun di akhirat sehinga terhindar dari kemelaratan.

Lebih tepatnya maslahat ini diperuntukkan hanya untuk mengurangi

kesulitan yang ada pada manusia pada dirinya sendiri. Bila dilihat dari

Maslahah Hajiyyah terlihat jelas bahwasanya hadirnya Permenkumham No.

10 tahun 2020 harus memeper timbangkan unsur materil sebagaimana yang

termaktub dalam Maqashid al-Syari’ah.

Page 58: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

49

Sedangkan menurut analisis penulis kebijakan yang ada didalam

Permankumahm No.10 Tahun 2020 belumlah mempertimbangkan aspek

materil yang ada, baik untuk keberlangsungan hidup warga binaan pasca

keluar dari lembaga pemasyarakatan maupun keselamatan materil bagi

masyarakat yang ada diluar lembaga pemasyarakatan. Hal ini dapat

dibuktikan dengan minimnya lapangan pekerjaan di tengah anjloknya

ekonomi di masa pandemic Covid-19 yang menjadi salah satu pemicu

warga binaan nekat berulah kembali untuk memperjuangkan kelangsungan

hidupnya. Selain itu tidak adanya tabungan yang disiapkan warga binaan

pasca keluarnya dari lembaga pemasyarakatan.47 Hal ini juga didukung

dengan catatan Polri Kombes Ahmad Ramadhan melalui telekonferensi,

hari selasa tanggal 12 Bulan Mei Tahun 2020 tercatat sebanyak 106 warga

binaan yang dikeluarkan melalui program asimilasi dan integrase berulah

kembali dalam aksi kejahatan.

Tingkatan ketiga adalah Maslahah Tahsiniyah yang mencakup

kebutuhan hidup manusia sebagai pelengkap dan untuk lebih

menyejahterakan kehidupan manusia. Namun sejatinya jika maslahat ini

tidak terpenuhi tidak akan menimbulkan suatu kemudharatan dan

kebinasaan hidup. Kendati demikian Permenkumham No. 10 Tahun 2020

harus mempertimbangkan kemuliaan akal, akhlak, dan tata tertib pergaulan

(muamalah).48

Sedangkan menurut analisis penulis kebijakan yang diatur dalam

Permenkumham No. 10 Tahun 2020 justru akan merusak akhlak, akal dan

pergaulan warga binaan yang sudah dibina di dalam lembaga

pemasyarakatan. Dengan dibaurkan nya warga binaan secara massal di

lingkungan masyarakat yang belum siap menerima kehadiran warga binaan

dengan tanpa disediakannya lapangan pekerjaan untuk mereka, besar

kemungkinan mereka akan kembali terjebak di dalam tekanan yang sama

47Annissha Azzahra Wurnasari, Marshela Duta Larasati, Regita Fortunata, Aris Prio Agus

Santoso, Dampak Asimilasi Narapidana Terhadap Maraknya Kriminalitas Di Tengah Pandemi

Covid-19, Seminar Nasional & Call For Paper, Hubisintek. 2020, h. 23-24.

48 Hamka Haq, Filsafat Ushul Fiqh, (Makasar: Yayasan al-Ahkam:1998) h.1.

Page 59: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

50

karena dipaksa bersaing dengan masyarakat untuk melangsungkan

kehidupan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kasus warga binaan yang

berulah kembali bersama rekannya yang dulu pernah bebas dan

melaksanakan aksi tindak kriminal yang sama.

C. Pertimbangan Kebijakan Penerbitan Permenkumham No. 10 Tahun

2020 Dalam Teori Adhororu Yuzalu.

Adhororu Yuzalu memiliki arti dalam bahasa Indonesia:

“Kemudaratan itu hendaklah dihilangkan”. Di dalam kaidah ini tentunya

banyak kaidah yang dihasilkan. Kaidah-kaidah yang dihasilkan dari kaidah

ini sangatlah penting untuk dijadikan tolak ukur pertimbangan hukum

Permenkumham No.10 Tahun 2020, khusunya dalam menghindari

bermacam-macam kemudharatan yang ada dalam Permenkumham No.10

Tahun 2020 yang berimplikasi langsung ke dalam kehidupan masyarakat.

Oleh karenanya, penulis akan meneliti pertimbangan kebijakan yang ada

dalam Permenkumham No. 10 Tahun 2020 dengan kaidah-kiadah Adhororu

Yuzalu yang selaras dengan objek penelitain yang ada.

Di dalam Kaidah Ad’ Dhororu La’ Yuzalu Bi Ad-Dhorori dijelaskan

bahwasanya suatu kemudhorotan tentunya tidak boleh dicegah dengan suatu

kemudhorotan lainnya. Dari landasan kaidah ini dapat ditarik kesimpulan

bahwasanya kemudhorotan yang ada dalam masalah over capacity, yang

dikhawatirkan akan mempermudah penyebaran wabah Covid-19 di dalam

lembaga pemasyarakatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudhorotan

dikeluarkannya warga binaan dalam program asimilasi dan integrasi yang

kedudukannya menimbulkan suatu ancaman yang baru bagi masyarakat

dalam konteks maqhashid al-syari’ah yang meliputi pemeliharaan Agama,

Jiwa, Akal, Keturunan, dan Harta. Hal ini juga diperkuat oleh kaidah dar’u

al-mafasid mukoddamu ala jalbi al-masolih yang mana subtansi di

dalamnya mengedepankan pencegahan kemudhorotan daripada

mendatangkan suatu kemaslahatan. Kemudian dipertegas dalam kaidah iza

ta’arodho mafsadani ru’iyya adzohuma dhororon bi irtika’bi akhofihima

Page 60: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

51

yang mana subtansi di dalamnya menyarankan untuk memilih dampak

kemudhorotan yang lebih kecil dampak dan risikonya.

Selain itu warga binaan yang menerima program asimilasi dan

integrasi tentunya tidak menutup kemungkinan bisa terpapar virus Covid-

19, bahkan risiko terpapar nya warga binaan akan jauh lebih besar

dibandingkan mereka yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan.

Karena mereka tentunya akan lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat

dibandingkan di dalam lembaga pemasyarakatan. Tentunya hal ini

merupakan suatu permasalahan yang baru yang ditimbulkan dari kebijakan

yang termaktub dalam Permenkumham No. 10 Tahun 2020.

Menurut analisis penulis dari temuan kasus yang ada selama

berlangsungnya program asimilasi dan integrasi di masa pandemic Covid-

19, exs warga binaan lebih cenderung menimbulkan permasalahan baru dan

meningkatkan catatan kriminalitas berbanding terbalik sebelum

dilaksanakannya program asimilasi dan integrasi secara massal di tengah

pandemic Covid-19. Hal ini dapat dibuktikan dengan catatan tindak

kejahatan di Indonesia pada Maret 2020 mengalami kenaikan sebanyak

11,08% pasca pembebasan napi dalam program asimilasi.49

Jadi sebisa mungkin kemudhorotan yang ada dalam setiap kebijakan

yang diambil oleh pemerintah hendaknya dapat meminimalisir dampak

kemudhorotan yang ada. Hal ini diperjelas dalam kaidah Ad’Dhororu

Yudhfau Biqodhri Al-Imkani. Subtansi yang ada dalam kaidah ini adalah

sebisa mungkin kemudhorotan harus dicegah.

D. Pertimbangan Kebijakan Penerbitan Permenkumham No.10 Tahun

2020 Dalam Teori Pemidanaan.

Bila dilihat dari Teori Pemidanaan, sistem pemasyarakatan yang ada

adalah beberapa rangkaian dari bentuk penegakan hukum yang bertujuan

agar warga binaan dapat menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan

49 https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/307145/polisi-data-napi-penerima-

program-asimilasidiakses pada: 15 February 2021 22:00.

Page 61: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

52

dengan harapan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima

kembali kedalam ruang lingkup masyarakat, dapat turut aktif berperan

dalam pembangunan, dan dapat hidup kembali secara wajar sebagai Warga

Negara yang baik dan bertanggung jawab.50 Sebagaimana yang termaktub

dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, sudah tepat bila narapidana disebut sebagai “warga

binaan.”

Jika tidak ada upaya yang dianggap cukup untuk melakukan

pencegahan penularan virus Covid-19, hal ini akan mencederai Pasal 1

angka 5 Undang-Undang No.12 Tahun 1995, dimana narapidana bukan lagi

warga binaan tetapi menjadi warga pembinasaan. Jika hal ini tidak ditangani

secara serius tentunya dapat dianggap penambahan hukuman tambahan bagi

narapidana (over punishment), bentuk hukuman penjara yang sedang

dijalani seakan-akan ditambah dengan hukuman psikologis berupa teror

penyakit dan kematian.

Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, termaktub bahwasanya warga binaan bukan saja objek

melainkan juga subjek yang jelas tidak ada bedanya dari manusia lainnya

yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat

dikenakan hukuman pidana, sehingga tidak harus diberantas. Sebagaimana

mestinya hal yang harus diberantas adalah faktor- faktor yang menjadi

penyebab warga binaan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum,

kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat

dikenakan pidana.

Pemidanaan sendiri adalah suatu upaya untuk menyadarkan warga

binaan agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikan fitrahnya sebagai

warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-

nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga akan tercapai suatu kehidupan

masyarakat yang aman, tertib, dan damai. Dimana lembaga pemasyarakatan

50 konsideran Menimbang huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan.

Page 62: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

53

lah yang akan menjadi ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman dan

pembinaan untuk mencapai tujuan tersebut melalui pendidikan, rehabilitasi,

dan terintegrasi sebagaimana yang dijelaskan di dalam Penjelasan Umum

Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Karena besar

kemungkinan warga binaan akan berubah di dalam proses pembinaan

lembaga pemasyarakatan sehingga setelah selesai menjalani hukumannya,

warga binaan akan menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini

tentu tidak akan pernah tercapai bila di lembaga pemasyarakatan terjadi

wabah penyakit, bukan hanya karena wabah Covid-19 saja, tetapi juga

karena semua jenis wabah penyakit, yang harus dihindarkan terjadi di

lembaga pemasyarakatan.

Namun pada kenyataannya kebijakan yang diambil pemerintah

melaui program asimilasi dan integrasi secara massal di dalam

Permenkumham No.10 Tahun 2020 kurang efektif dalam penanggulangan

wabah Covid-19 bagi warga binaan. Bahkan terkesan hanya mengambil

jalan pintas dan membiarkan warga binaan berkeliaran di tengah wabah

Covid-19 tanpa mempertimbangkan tujuan pemidanaan yang mana warga

binaan seharusnya dibina agar menyesali perbuatannya agar tercapai suatu

kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai. Hal ini dapat

dibuktikan dengan banyaknya warga binaan yang kembali berulah pasca

menerima program asimilasi dan integrasi.

E. Pertimbangan Kebijakan Penerbitan Permenkumham No.10 Tahun

2020 Dalam Teori Rehabilitasi.

Rehabilitasi sering disebut sebagai teori reparasi dan dapat

didefinisikan sebagai pemulihan kepada keadaan, nama baik yang semula,

perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas orang-perorangan

atau individu agar menjadi manusia atau pribadi yang berguna dan memiliki

kedudukannya kembali di masyarakat.51

51 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Balai Pustaka, (Jakarta, Cet. 3, Edisi Ketiga, 2005), h. 940

Page 63: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

54

Oleh karena itu penulis mengadopsi teori rehabilitasi sebagai pisau

penelitian untuk menganalisis kebijakan Permenkumham No. 10 Tahun

2020 apakah bisa dikatakan sebagai kebijakan yang tepat guna memberikan

rehabilitasi kepada warga binaan lembaga pemasyarakatan.

Bila dilihat dari teori tujuan rehabilitasi, Permenkumham No.10

Tahun 2020 di dalam batang tubuh kajian konsideran yang termaktub, tidak

samasekali mempertimbangkan asas tujuan dilaksanakannya rehabilitasi

warga binaan, tetapi hanya mempertimbangkan aspek kemanusiaan. Hal ini

jelas membuat Permenkumham No.10 Tahun 2020 terlihat lemah dari segi

pembinaan warga binaan, sebagai mana pelaksanaan pembinaanya di dalam

lapas saja masih dinyatakan kurang efektif untuk meningkatkan mental,

spiritual dan Moral warga binaan. Kurangnya pertimbangan hal-hal ini di

dalam Permenkumham No.10 Tahun 2020 seakan menjadi bukti kegagalan

produk hukum yang ada. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya warga

binaan yang kembali berulah karena masih kurangnya binaan mental,

spiritual dan akhak.

Kemudian bila dilihat dari teori fungsi kelembagaan rehabilitasi

Permenkumham No. 10 Tahun 2020 seakan mengurangi tupoksi keempat

poin fungsi pembinaan lembaga pemasyarakatan. Hal ini dapat dibuktikan

dengan bersebrangannya teori pelaksanaan pembinaan sebagaimana yang

tertera di dalam pasal 2 ayat 1, pasal 3 ayat 1, asimilasi warga binaan yang

seharusnya dibina di dalam lembaga pemasyarakatan dialihkan

pelaksanaannya menjadi di rumah dengan pembimbingan dan pengawasan

Bapas.

Hal ini jelas sulit direalisasikan dan menurunkan kualitas pembinaan

yang biasanya dilakukan secara intens, dengan melihat lebih banyaknya

jumlah warga binaan yang dibebaskan tidak sebanyak tenaga pengawas

lembaga pemasyarakatan ditambah kendala sulitnya pengawasan di tengah

wabah Covid-19. Pemberian program asimilasi dalam Permenkumham No.

Lidya Suryati.W, “Rehabilitasi Narapidana Dalam Overcrowded Lembaga

Permasyarakatan”, (Jurnal Negara Hukum, Vol.3, No.2, 2012), h. 206.

Page 64: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

55

10 Tahun 2020 itu sendiri melemahkan proses pembinaan dan pengawasan

warga binaan sebagaimana yang termaktub di dalam fungsi lembaga

pemasyarakatan itu sendiri.

Selanjutnya di dalam teori Standard Minimum Rules for The

Treatment of Prisoners (SMR) dan Konsep Pemasyarakatan dijelaskan

tentang beberapa prinsip dasar mengenai perlakuan terhadap warga binaan

diatur dalam SMR diantaranya seperti: Pemisahan kategori dilakukan

dengan memperhatikan beberapa unsur dan klasifikasi, akomodasi, pakaian

dan tempat tidur yang layak, dan makanan setiap warga binaan harus

diberikan makanan bernilai gizi yang memadai untuk kesehatan dan

disajikan dengan baik.52

Analisis yang didapat dari teori SMR, Permenkumham No. 10

Tahun 2020 bukan lah sebuah jawaban relevan dari permasalahan yang ada

dalam lembaga pemasyarakatan di Indonesia yang statusnya mencapai

kapasitas berlebih atau biasa dikenal dengan istilah Over capacity.

Sedangkan di dalam konsideran yang termaktub dalam Permenkumham No.

10 Tahun 2020, belum membahas permasalahan inti yang ada dalam

lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Oleh karena itu penulis berasumsi

bahwasanya kebijakan pemerintah yang termaktub dalam Permenkumham

No.10 Tahun 2020 belumlah menjadi kebijakan yang tepat dalam

menanggulangi permasalahan yang ada.

Permenkumham No. 10 Tahun 2020 bila dilihat dari kacamata teori

konsep lembaga pemasyarakatan di Indonesia pun masih belum cukup

menjawab per masalahan dan probelmatika yang ada. Kerangka berfikir ini

Penulis dapatkan dari kacamata falsafah pembinaan warga binaan yang

dicetuskan oleh Sahardjo yang di dalamnya dirumuskan sepuluh Konsep

Pemasyarakatan, diantaranya yaitu:

Pertama, mengayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat

menjalankan peranannya sebagai warga negara yang baik dan berguna.

52 P.A.F. Lamintang dan theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia,

(Jakarta: Sinar Grafika,2017) h. 35.

Page 65: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

56

Bekal hidup ini tidak hanya berupa finansial dan materi, melainkan lebih

condong kepada bentuk menta, fisik (kesehatan), keahlian, keterampilan,

sehingga membuat orang yang sejatinya mempunyai kemampuan yang

potensial dan efektif bisa menjadi warga yang baik, tidak melanggar hukum

lagi dan berguna bagi pembangunan negara.

Sedangkan kebijakan yang termaktub dalam Permenkumham No.10

Tahun 2020 belumlah menjawab permasalahan yang ada, karena warga

binaan yang dikeluarkan dalam program asimilasi dan integrasi secara

massal belum lah terpenuhi unsur bekal hidup di dalamnya. Besar

kemungkinan warga binaan yang belum terpenuhi bekal hidupnya baik

secara finansial maupun materi akan kembali berulah pasca menerima

program asimilasi dan integrasi. Hal ini terbukti dengan banyaknya eks

warga binaan yang kembali berulah pasca menerima program asimilasi dan

integrasi yang termaktub dalam Permenkumham No. 10 Tahun 2020.

Kedua, menjatuhi hukuman pidana bukan sebagai tindakan balas

dendam dari negara. Satu-satunya derita yang boleh diambil dari narapidana

hanya kehilangan kemerdekaannya. Jadi sangatlah bertolak belakang

dengan kebijakan pemerintah yang diatur dalam Permenkumham No.10

Tahun 2020 jika satu-satunya hukum yang boleh diambil dari warga binaan

kemudian dikembalikan kembali. Tentu kebijakan ini terkesan menciderai

teori pemidanaan.

Ketiga, Untuk mencapai jalan menuju tobat, tidak dapat dicapai

dengan menggunakan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. Kebijakan

yang termaktub dalam Permenkumham No.10 Tahun 2020 belumlah

menjawab secara keseluruhan bila dilihat dari kacamata teori ini, bahkan

terkesan kontradiktif kedalam pencapaian kata tobat karena kurangnya

bimbingan dan pengawasan warga binaan diluar lembaga pemasyarakatan.

Oleh karena itu pemilihan warga binaan yang akan menerima program

asimilasi dan integrasi hendaknya terseleksi dari pemahaman dan

mengaplikasikan norma-norma hidup dan kehidupan, bukan dari aspek

kejahatan yang pernah diperbuatnya.

Page 66: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

57

Keempat, negara tidak berhak membuat seseorang menjadi lebih

buruk/jahat daripada sebelum masuk kedalam lembaga pemasyarakatan.

Oleh karenanya, kebijakan pemerintah yang diatur melalui Permenkumham

No.10 tahun 2020 harus menjadi pertimbangan yang matang terkait

keberlanjutan hidup warga binaan pasca keluar dari lembaga

pemasyarakatan. Menurut analisis penulis, kebijakan yang ada dalam

Permenkumham No.10 Tahun 2020 sendiri sebagaimana yang termaktub

belum mempertimbangkan hal ini kedalam kebijakan yang diatur. Hal ini

dapat dibuktikan dengan warga binaan yang kembali berulah pasca

mendapatkan keringanan hukuman melalui program asimilasi dan integrasi.

Kelima, selama kehilangan kemerdekaan bergeraknya para warga

binaan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Arti tidak boleh diasingkan

dari teori ini adalah, bukan geographical atau physical tidak diasingkan,

hingga mereka tidak asing dari masyarakat dan kehidupan bermasyarakat.

Melainkan suatu sistem pemasyarakatan yang didasarkan pada pembinaan

yang community centered, serta berdasarkan inter-aktivitas dan

interdiciplinair approach antar unsur-unsur pegawai, masyarakat dan warga

binaan. Maka dengan diadakannya kebijakan pemerintah melalui program

asimilasi dan integrasi yang termaktub dalam Permenkumham No.10 Tahun

2020 secara langsung merusak sistem community centered yang

berdasarkan inter-aktivitas dan interdiciplinair approach.

Keenam, pekerjaan yang diberikan kepada para warga binaan tidak

boleh bersifat mengisi waktu, atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan

negara sewaktu saja. Potensi kerja yang ada di Lembaga Pemasyarakatan

haruslah dianggap sebagai satu potensi yang integral dengan potensi

pembangunan nasional. Sedangkan dalam kebijakan pemerintah yang

dikeluarkan lewat program asimilasi dan integrasi yang termaktub dalam

Permenkumham No.10 Tahun 2020 hanya mengatur perihal kebebasan atau

pembauran warga binaan kedalam ruang lingkup masyarakat saja, tanpa

adanya pertimbangan perihal lapangan pekerjaan untuk warga binaan yang

mendapatkan program asimilasi.

Page 67: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

58

Ketujuh, Pembinaan dan bimbingan harus berdasarkan norma-

norma yang ada pada Pancasila. Jika proses bimbingan sebagaimana yang

termaktub di dalam Permenkumham No. 10 Tahun 2020 belum samasekali

berpedoman kepada norma-norma yang ada dalam Pancasila, karena

menciderai beberapa norma yang ada dalam Pancasila itu sendiri. Hal ini

terlihat pada norma kemanusiaan yang adil dan beradab, dan norma keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang termaktub dalam sila ke dua dan

ke lima. Di dalam Permenkumham No.10 Tahun 2020 terlihat jelas pada

judul besar bab dua dan tiga yakni, pemberian asimilasi atau integrasi

(pemberian bebas bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat) bagi

narapidana yang melakukan tindak pidana selain tindak pidana terorisme,

narkotika, dan prekusor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan

terhadap keamanan negara, dan kejahatan hak asasi manusia yang berat,

serta kejahatan transnasional terorganisir, warga negara asing. Hal ini jelas

menciderai sila kedua, yang mana setiap manusia atau warga negara berhak

mendapatkan keadilan yang sama jika landasan dasar dikeluarkan kebijakan

ini berlandaskan asas kemanusiaan.

Kedelapan, setiap orang atau individu warga binaan adalah manusia

sehingga harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun telah tersesat.

Mengeluarkan warga binaan secara massal di dalam kondisi negara yang

sedang tidak stabil bukan termasuk kedalam perbuatan yang memanusiakan

manusia. Karena kebijakan yang diambil oleh pemerintah seolah

mengkesampingkan hak warga binaan untuk hidup layak dan normal pasca

menjalani hukuman di dalam lembaga pemasyarakatan. Selain itu kebijakan

yang diambil terkesan tidak relevan dan tidak menjadi solusi dengan

kebutuhan proses pembinaan warga binaan dalam lembaga pemasyarakatan.

Kesembilan, warga binaan hanya dijatuhi pidana berupa membatasi

kemerdekaannya dalam waktu tertentu. Maka dari itu, perlu diusahakan

supaya narapidana mendapat mata pencaharian untuk kelangsungan hidup

keluarga yang menjadi tanggungannya dengan disediakan pekerjaan

ataupun dimungkinkan bekerja dan diberikan upah dari setiap pekerjaannya.

Page 68: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

59

Sedangkan untuk pemuda dan anak-anak hendaknya disediakan lembaga

pendidikan (sekolah) yang diperlukan ataupun diberi kesempatan

kemungkinan mendapat pendidikan di luar Lembaga pemasyarakatan.

Di dalam konsep pemasyarakatan ini termaktub secara jelas

bahwasanya harus adanya jaminan pekerjaan dan pendidikan pasca

menyelesaikan pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan. Sedangkan

di dalam kebijakan Permenkumham No. 10 Tahun 2020 tidak diatur dan

tidak memperhatikan aspek ini, bahkan Negara di claim bisa menghemat

anggaran pengeluaran negara sebesar 260 Miliar Rupiah. Sebagaimana

mestinya dengan dana sebesar ini seharusnya pemerintah dapat mendirikan

lembaga pemasyarakatan baru dan lebih layak guna mendukung proses

pembinaan bagi warga binaan.

Kesepuluh, untuk pembinaan dan bimbingan para warga binaan

maka perlu disediakan sarana yang diperlukan. Perlu didirikan LP-LP baru

yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan. Di dalam

teori konsep pemasyarakatan ini seolah mempertegas dan memperjelas

permasalahan yang ada sekaligus memperjelas langkah kebijakan yang

diambil pemerintah yang termaktub dalam Permenkumham No. 10 Tahun

2020 sangatlah tidak relevan dan tidak tepat dengan permasalahan yang ada.

Dalam menganalisa kebijakan Pemerintah terkait Permenkumham No.10

Tahun 2020 bahwasanya untuk menanggulangi over capacity dan

pencegahan perluasan wabah Covid-19 di ruang lingkup lembaga

pemasyarakatan adalah dengan memperlayak dan memperbanyak kembali

lembaga pemasyarakatan sebagaimana yang dijelaskan dalam teori

pemasyarakatan.

Page 69: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis memaparkan hasil penelitian yang disusun secara

sistematis bab demi bab, maka penulis menarik beberapa kesimpulan

sebagai jawaban dari perumusan masalah sebagai berikut:

1. Di keluarkannya Permenkumham No.10 Tahun 2020 bila berkaca

pada tingkatan maslahat yang diukur dengan Maqashid al-Syari’ah,

Permenkumham No.10 Tahun 2020 belum menjadi solusi yang

tepat, karean selain sifat penanggulangannya yang sementara,

kebijakan yang ada tidak sejalan dengan Maslahah Dharuriyah,

Maslahah Hajiyyah, dan Maslahah Tahsiniyah dimana unsur

kemudhorotannya lebih besar daripada unsur kemaslahatannya. Hal

ini dikhawatirkan bisa mengancam pemeliharaan Agama, Jiwa,

Akal, Keturunan, dan Harta. Sebagaimana semestinya suatu produk

hukum seharusnya membawa kemaslahatan tanpa mengganggu

kemaslahatan orang lain.

2. Berdasarkan pada teori yang ada dalam Teori Adhororu Yuzalu

dapat ditarik kesimpulan umum bahwasanya Permenkumham No.10

Tahun 2020 lebih banyak mengandung unsur kemudhorotannya dari

pada mendatangkan suatu manfaat secara umum. Karena

kemudhorotan yang ada didalam lembaga pemasyarakatan bisa

diatasi dengan solusi lain yang lebih tepat dan di dalam hukum islam

tidak dibenarkan menyelesaikan suatu masalah dengan masalah

lainnya.

3. Secara aspek Yuridis Permenkumham No.10 Tahun 2020 mengacu

pada UU No. 12 Tahun 1995, UU No. 11 Tahun 2012, PP No. 32

Tahun 1999, PP No. 99 Tahun 2012, Perpres No. 44 Tahun 2015,

Perpres No. 17 Tahun 2018, Keppres No. 9 Tahun 2020, Keppres

Page 70: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

61

No. 7 Tahun 2020, Permenkumham No. 03 Tahun 2018 jo.

Permenkumham No. 18 Tahun 2019 jo. Permenkumham No. 6

Tahun 2016, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor

282, Permenkumham No. 29 Tahun 2015. Secara aspek filosofis

Permenkumham No.10 Tahun 2020 mengacu pada keselamatan

warga binaan yang rentan terpapar Virus Covid-19 karena kondisi

lapas yang Over Capacity, sehinga warga binaan yang sedang

menjalani hukuman masih harus menanggung tekanan psikologis

berupa teror penyakit dan teror kematian, maka warga binaan akan

dapat mengalami over punishment, dan istilah warga binaan pada

Pasal 1 angka 5 UU No.12 Tahun 1995 yang sejatinya harus dibina

dan di jaga hak asasinya sebagai manusia.

4. Dengan dikeluarkannya warga binaan bila dilihat dari kacamata

teori rehabilitasi, Permenkumham No. 10 Tahun 2020 bukanlah

suatu solusi. Karena warga binaan yang seharusnya dibina dan

diperbaiki kedalam kondisi yang jauh lebih baik di dalam lembaga

pemasyarakatan, harus dibiarkan berbaur secara massal di tengah

masyarakat. Hal ini tentu berakibat akan kurangnya pengawasan

warga binaan secara intens yang membuat warga binaan kembali ke

dalam jeratan kriminalitas bahkan lebih buruk dari sebelumnya.

B. Saran-saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan, antara lain:

1. Pemberian asimilasi dan integrasi secara massal di masa pandemic

Covid-19 bukanlah menjadi solusi yang tepat. Pertama, tidak ada

jaminan bahwasanya warga binaan akan terbina secara maksimal

diluar lembaga pemasyarakatan. Kedua, tidak terpenuhinya unsur

keadilan sebagai sesama manusia dalam pembebasan warga binaan

melalui program asimilasi dan integrasi. Langkah yang tepat yang

menjadi solusi dan kebutuhan warga binaan agar terealisasikannya

pembinaan sebagaimana yang diharapkan adalah memperbanyak

Page 71: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

62

lembaga pemasyarakatan di setiap daerah guna pencegahan over

capacity yang ada dalam lembaga pemasyarakatan dan

memanusiakan manusia.

2. Membuat tabungan warga binaan dari hasil pekerjaannya di dalam

lembaga pemasyarakatan, guna bekal dan modal bagi warga binaan

pasca keluarnya dari dalam lembaga pemasyarakatan.

Page 72: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

63

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Fahmi. M, dan Zaenal Arifin Metode Penelitian Hukum. Ciputat: LP. UIN

Jakarta, 2010.

Al-Zuhaili, Wahbah. Ushul al-Fiqhi al-Islamiyyi, Vol.2, Cet.1, Suria: Dar al-Fikri,

1985.

Anwar, M. Asimilasi dan Peningkatan Kriminalitas Di Tengah PSBB Pandemi

corona. ADLAH Buletin Hukum Dan Keadilan, Vol.4 no.1. 2020, p. 102,

2020.

Asmawi, Perbandinagn Ushul Fiqih, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006

Azzahra Wurnasari, Annissha Dkk. Dampak Asimilasi Narapidana Terhadap

Maraknya Kriminalitas Di Tengah Pandemi Covid-19, Seminar Nasional

dan Call For Paper, Hubisintek.2020.

Caplin,J.P. Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Daradjat, Zakiyah. Kesehatan Psikologi Islam, Jakarta: Hajimas Agung, 1998.

Effendi, Satria. Ushul Fiqih, Cet.7, Jakarta: Kencana, 2005.

Halim, Devina dan Diamanty Meiliana. Kompas.com dengan judul "Polri Catat

106 Napi Asimilasi Covid-19 Kembali Lakukan Tindak Pidana", diakses

pada Kamis, 03 Desember 2020, Pukul 20:44 dari:

https://nasional.kompas.com/read/2020/05/12/14423261/polri-catat-106-

napi-asimilasi-covid-19-kembali-lakukan-tindak-pidana.

Ibrahim, Duski.“Al-Qawaid Al-Fiqhiyah (Kaidah-kaidah Fiqih)” Palembang:

CV. Amanah, 2019.

Ikhtiar, Hisyam. (Analisi kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana di masa

covid-19) ,Jakarta: LBHM IDPC, 2020.

Indonesia. Undang-Undang Pemasyarakatan UU NO 12 tahun 1995. Di akses

melalui: http://bphn.go.id/data/documents/95uu012.pdf.

Page 73: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

64

Indonesia. Peraturan pemerintah tentang pembinaan dan pembimbingan Warga

Binaan Pemasyarakatan. Peraturan pemerintah “ NO.31 Tahun 1999 dan

NO.32, 1999.

Indonesia, CNN. Yasonna laoly diminta dengarkan warga soal pembebasan napi

koruptor. Retrieved from CNN INDONESIA 07 April 2020., Artikel

diakses pada hari Jumat, 15 Mei 2020. Pukul 13:42 WIB. melalui:

https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200407065627-32

491026/yasonna-diminta-dengarkan-warga-soal-pembebasan-napi-

koruptor.

Irawan, Petrus Panjaitan, dan Radisman Saragih. “Presepsi Anggota Masyarakat

Mengenai Resosialisasi Dan Rehabilitasi Mencegah Bekas Narapidana

Menjadi Residivist”, Jurnal Hukum Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.

Jufri, E. A. Pelaksanaan asimilasi narapidana di lembaga pemasyarakatan terbuka

Jakarta. ADIL, Jurnal Hukum Vol 8 No1, 1-26, 2016-2017.

Lamintang, P.A.F. dan theo Lamintang. Hukum Penitensier Indonesia, Jakarta:

Sinar Grafika,2017.

Mareta, Josefina. “Rehabilitasi Dalam Upaya Deradikalisasi Narapidana

Terorisme”, Jurnal Masalah-masalah Hukum, Jilid.47, No.4. 2018.

Mubarok, Jaih. “Kaidah Fiqh Sejarah Dan Kaidah Asasi”, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2002.

Mukri Aji, Ahmad. Urgensi Maslahat Mursalah Dalam Dialektika Pemikiran

Hukum Islam, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012.

Pettanase, Ismail. “Pembinaan Narapidana Dalam Sistem Pemasyarakatan”,

Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang,

Volume. 17, No.1.2019.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Balai Pustaka, Jakarta, Cet. 3, Edisi Ketiga, 2005.

Page 74: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

65

Rahmatilah,HL. Remisi dalam tindak pidana pembunuhan (studi perbandingan

hukum pidana islam dan hukum pidana nasional). Jurnal adabiyah Vol.17

Nomor 2/2017, 143, 2017.

Rasjidi, Lili dan Ira thania rasjidi. Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Penerbit

Mandar Maju, 2002.

Rozie, Fachrur. "Per 8 April 2020, Sudah 35.676 Narapidana Dibebaskan untuk

Cegah Corona Covid-19”.Liputan6.com, Jakarta, 08 April 2020. Diakses

pada jumat, 15 Mei 2020, pukul 14:04 WIB, Melalui:

http://m.liputan6.com/news/read/4222446/per-8-april-2020-sudah-35676-

narapidana-dibebaskanuntuk-cegah-corona-covid-19.

Ruslan, R. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindopersada, 2010.

Ruth Thertina, Martha. “Kebijakan Penjara-penjara Dunia di Tengah Pandemi

Corona”, Katadata.co.id, 9 April 2020. Diakses 05 Desember 2020, melaui:

https://katadata.co.id/berita/2020/04/09/kebijakan-penjara-penjara-dunia-

di- tengah-pandemi-corona.

Salahuddin Chaery, Sodiq. Kamus Istilah Agung, Jakarta: CV. Slentarama, 1983.

Sapdih, N. Metode penelitian pendidikan. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2012.

Satu, A. b. Cegah covid 19 kemenkumham telah bebaskan 35676 napi dan anak.

Retrieved from Berita Satu.com. Diakses pada 15 Mei 2020 melalui:

http://amp.beritasatu.com/nasional/nasional/618267-cegah-covid19-di-

lapas-kemenkumham-telah-bebaskan-35676-napi-dan-anak, 15 MEI 2020.

Sujatno, Adi. Sistem Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia Mandiri.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan

HAM RI, 2004.

Suryati, Lidya W.”Rehabilitasi Narapidana Dalam Overcrowded Lembaga

Permasyarakatan”, Jurnal Negara Hukum, Vol.3, No.2, 2012.

Steki. Metodologi Penelitian Hukum. Depok: PT. Rajagrafindo Persada. 2018.

Page 75: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

66

Sudarsono. Kamus Konseling, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1997

Taufik, Mohammad Makarao, Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia,

Yogyakarta: Kereasi Wacana, 2005.

Tafsirweb. " Quran Surat Al-Baqarah Ayat 173”, Artikel diakses pada 11 Oktober

2020 dari https://tafsirweb.com/660-quran-surat-al-baqarah-ayat-173.html

Tafsirweb. " Quran Surat Al-Baqarah Ayat 195”, Artikel diakses pada 11 Oktober

2020 dari https://tafsirweb.com/660-quran-surat-al-baqarah-ayat-195.html

Tafsirweb. " Quran Surat Al-An'am ayat 145”, Artikel diakses pada 11 Oktober

2020 dari https://tafsirweb.com/660-quran-surat-al-an'am-ayat-195.html

Tafsirweb. " Quran Surat Al-Qashhash Ayat 77”, Artikel diakses pada 11 Oktober

2020 dari https://tafsirweb.com/660-quran-surat-al-qashhash-ayat-77.html

Tim detikcom, “Gaya Yasonna Tak Masalah Hadapi Gugatan Napi Asimilasi

Berulah”, detikNews, 28 April 2020. Diakses pada 06 Desember 2020,

melalui: https://news.detik.com/berita/d-4993873/gaya-yasonna-tak-

masalah-hadapi-gugatan-napi- asimilasi-berulah.

Tubagus, Achmad, ed. Nurlayla Ratri, “Tidak Merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012,

Pemerintah Tak Beri Remisi Napi Koruptor, Teroris dan Narkoba”,

JatimTimes.com, 05 April 2020. Diakses 06 Desember 2020. Melaui:

https://www.jatimtimes.com/baca/212170/20200405/113800/tidak-

merevisi-pp-nomor-99-tahun-2012-pemerintah-tak-beri-remisi-napi-

koruptor-teroris-dan-narkoba.

Yurdiansyah, M. Pemeberian asimilasi bagi narapidana sebagai penerapan undang-

undang permasyarakatan pada lapas kelas ll A Padang. Unes Journal of

swara justisia volume 2, Issue 3,oktober 2018, 2, 2018.

Yunus, N. R. Kebijakan covid-19 bebaskan narapidana dan pidanakan pelanggar

PSBB. Nur Rohim Yunus, “Kebijakan covid-19 bebaskan ADALAH

bulletin hukum dan keadilan, Vol 4 Nomor 1 T.2020, pp. 2-3.2020

Umam, Khairu. Ushul Fiqih l, cet.1, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998.

Page 76: PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PERMENKUMHAM NO. 10 …

67

Warson Munawir,Ahmad, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia,Cet.1, Surabaya:

Pustaka Progressif, 1984.