pernikahan dalam islam
DESCRIPTION
Pernikahan dalam IslamTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................... ii
Daftar Isi ……………………………………...…………………………..……… iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………. 3
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………...………… 3
1.3 Tujuan Masalah …………...………………...……………………...... 4
1.4 Manfaat Masalah …………...……..………...……………………...... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pernikahan ……………………………………...……….. 5
2.2 Anjuran Untuk Menikah ……………………………………...……... 6
2.3 Tujuan Pernikahan …...……………………………………………… 7
2.3.1 Membentengi Martabat Manusia dari Perbuatan Kotor dan
Keji ……………………………………...………………… 8
2.3.2 Rumah Tangga yang Islami …………………………...…… 8
2.3.3 Karena Menikah itu Ibadah …………………...…………… 8
2.3.4 Mencari Keturunan yang Shalih …………...………………. 9
2.4 Calon Pasangan yang Ideal ……...…………………………………… 9
2.4.1 Kafa’ah Menurut Konsep Islam ……………………………. 9
2.4.2 Kriteria Memilih Calon Suami dan Istri yang Shalihah ..… 10
2.5 Proses Sebuah Pernikahan yang Berlandaskan Al-Qur’an dan As’Sunnah
Yang Shahih…………………………...……………………………. 11
2.5.1 Mengenal Calon Pasangan Hidup ………………………. 11
2.5.2 Nazhar (Melihat Calon Pasangan Hidup) ………………... 13
2.5.3 Khithbah (Peminangan) …………………………………. 13
2.5.4 Akad Nikah ………………………………..…………… 16
2.5.5 Walimatul ‘urs ………………………………………….. 17
2.5.6 Setelah Akad …………………………………………..…. 18
1
2.6 Pernikahan yang Dilarang dalam Islam ……………………….…... 19
2.6.1 Nikah Mut’ah ………………………………….………… 19
2.6.2 Nikah Muhallil …………….…………………………….. 20
2.6.3 Pernikahan Silang (Beda Agama) ………………….……. 20
2.6.4 Pernikahan Khadan ……………………….……………… 20
2.7 Hikmah Pernikahan ……………………………………………….. 21
2.7.1 Meninggikan Harkat dan Martabat Manusia ……….……. 21
2.7.2 Memuliakan Kaum Wanita ……….……………………… 22
2.7.3 Cara untuk Melanjutkan Keturunan ……………..……….. 22
2.7.4 Wujud Kecintaan Allah SWT ………….………………… 22
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………….…………………………... 23
3.2 Saran ………………………………….……………………………. 23
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 24
2
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Konsep pernikahan pada umumnya hanya berkisar pada pernikahan Internasional dan
tradisional. Konsep nikah itu sendiri juga pastinya memilih tempat dan wedding concept
resepsi pernikahan yang tepat bukanlah hal yang mudah dilakukan.
Pernikahan menurut Islam adalah sebuah kontrak yang serius dan juga moment yang
sangat membahagiakan dalam kehidupan seseorang maka dianjurkan untuk mengadakan
sebuah pesta perayaan pernikahan dan membagi kebahagiaan itu dengan orang lain. Seperti
dengan para kerabat, teman-teman atau pun bagi mereka yang kurang mampu. Dan pesta
perayaan pernikahan juga sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang
telah Dia berikan kepada kita. Di samping itu pernikahan-pernikahan juga memiliki fungsi
lainnya yaitu mengumumkan kepada khalayak ramai tentang pernikahan itu sendiri. Tidak
ada cara lain yang lebih baik untuk menghindari zina melainkan melalui pernikahan.
Rasulullah SAW mengajarkan kita bahwa sudah menjadi kewajiban seorang muslim
untuk menjawab undangan pernikahan dan bahkan Rasulullah SAW menekankan untuk
menghadiri undangan walimah. Maka para ulama berpendapat bahwa seseorang boleh untuk
tidak menghadiri pernikahan hanya dengan alasan-alasan yang diperbolehkan menurut
Islam. Salah satu alasan yang diperbolehkan itu adanya musik. Adanya musik yang tidak
Islam ketika berkumpul di saat pernikahan atau seseorang masih harus menyesuaikan
pekerjaan lainnya yang berhubungan dengan agama yang jauh lebih penting.
1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana bentuk-bentuk pernikahan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam?
2. Bagaimana konsep pernikahan yang sesuai dengan ajaran agama Islam?
3
1.3 TujuanDalam penyusunan makalah ini penyusun memiliki beberapa tujuan, antara lain:
a. Memahami bentuk-bentuk pernikahan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam
b. Memahami konsep pernikahan yang sesuai dengan ajaran agama Islam
1.4 ManfaatDalam penyusunan makalah ini penyusun memiliki beberapa manfaat, antara lain:
a. Untuk mengetahui pengertian pernikahan/nikah.
b. Untuk mengetahui kenapa Islam menganjurkan menikah.
c. Untuk mengetahui tujuan melaksanakan pernikahan.
d. Untuk mengetahui calon pasangan yang ideal menurut Islam.
e. Untuk mengetahui proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan
As-Sunnah yang shahih.
f. Untuk mengetahui pernikahan yang dilarang dalam Islam.
g. Kita dapat mengetahui tentang hikmah pernikahan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian PernikahanPernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan,
baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain hal.
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan
yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.
Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat "ijab dan
qabul". Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari
bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi
kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya
perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan
Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk
mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, "Yadullahi fawqa aydihim".
Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya "Mitsaqon gholizho" atau
perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian
Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga
menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai "Mitsaqon gholizho". Karena
janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.
Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan
merampas hak istrinya dengan firmannya : "Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali
padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah
melakukan dengan kalian perjanjian yang berat "Mitsaqon gholizho"." (Q.S An-Nisaa : 21).Aqad
nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram, hal ini disebabkan karena :
1. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :
a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.
5
2. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat, untuk
menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang bersangkutan
telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga. Hal ini sesuai
dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33.
3. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan menyalurkan biologi,
walo seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung jawab nafkah, dll. Atau sebaliknya
dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam memenuhi
kewajiban dalam berumah tangga.
4. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada
pasangannya juga keturunannya.
Sebaiknya sebelum menikah memeriksakan kesehatan untuk memastikan dengan benar,
bahwa kita dalam keadaan benar-benar sehat. Apabila yang mengidap penyakit berbahaya
meneruskan pernikahannya, dia akan mendapat dosa karena dengan sengaja menularkan
penyakit kepada pasangannya.
Bagi mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah, berarti dia
telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila perjanjian itu dilanggar, Allah akan
mengutuknya.
Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan dimuliakan oleh Allah SWT,
dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.
2.2 Anjuran Untuk Menikah “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS. An Nuur : 32)
Ayat di atas menganjurkan kepada umat Islam untuk menikah, dan Allah SWT
menegaskan bahwa menikah bukanlah sebagai penyebab sebuah kemiskinan. Menikah
adalah pembuka dari pintu-pintu rizki dan membaawa berkah dan rahmah dari Allah.
Dengan menikah, Allah akan menambah rizki dan karuniaNya terhadap hambanya yang
yakin terhadap Ayat-ayat Allah.
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-
Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat
6
asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan
perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh
agama. Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata : "Telah bersabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam (yang artinya): "Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh
dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang
separuhnya lagi". [Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim].
Sesungguhnya menikah itu bukanlah sesuatu yang menakutkan, hanya memerlukan
perhitungan cermat dan persiapan matang saja, agar tidak menimbulkan penyesalan. Sebagai
risalah yang syâmil (menyeluruh) dan kâmil (sempurna), Islam telah memberikan tuntunan
tentang tujuan pernikahan yang harus dipahami oleh kaum Muslim. Tujuannya adalah agar
pernikahan itu berkah dan bernilai ibadah serta benar-benar memberikan ketenangan bagi
suami-istri. Dengan itu akan terwujud keluarga yang bahagia dan langgeng. Hal ini bisa
diraih jika pernikahan itu dibangun atas dasar pemahaman Islam yang benar.
Menikah hendaknya diniatkan untuk mengikuti sunnah Rasullullah saw., melanjutkan
keturunan, dan menjaga kehormatan. Menikah juga hendaknya ditujukan sebagai sarana
dakwah, meneguhkan iman, dan menjaga kehormatan. Pernikahan merupakan sarana
dakwah suami terhadap istri atau sebaliknya, juga dakwah terhadap keluarga keduanya,
karena pernikahan berarti pula mempertautkan hubungan dua keluarga. Dengan begitu,
jaringan persaudaraan dan kekerabatan pun semakin luas. Ini berarti, sarana dakwah juga
bertambah. Pada skala yang lebih luas, pernikahan islami yang sukses tentu akan menjadi
pilar penopang dan pengokoh perjuangan dakwah Islam, sekaligus tempat bersemainya
kader-kader perjuangan dakwah masa depan.
2.3 Tujuan Pernikahan
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan
keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar
7
yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai
pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
2.3.1 Membentengi Martabat Manusia dari Perbuatan Kotor dan KejiSasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah
untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah
menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang
perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara
pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Wahai para
pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka
nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi
farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa
(shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya". [Hadits Shahih Riwayat
Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi].
2.3.2 Rumah Tangga Yang Islami Tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan
syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga
berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan
muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami. Rumah tangga yang
islami adalah rumah tangga yang berdasarkan kepada ajaran-ajaran agama Islam
secara total (kaffah)
2.3.3 Karena Menikah itu IbadahSebagai seorang manusia yang sadar betul kehambaanya, manusia harus
mengabdi dan memberikan hidupnya hanya kepada Allah dan selalu
menghabiskan hari-harinya dengan ibadah kepada Allah semata. Dari sudut
pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan
amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain.
8
2.3.4 Mencari Keturunan Yang ShalihTujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan
mengembangkan bani Adam, Allah berfirman : "Allah telah menjadikan dari diri-
diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu
itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah ?" [An-Nahl : 72].
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar
memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang
berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan
pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak "Lembaga
Pendidikan Islam", tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat
anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena
pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik,
mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
2.4 Calon Pasangan Yang Ideala). Harus Kafa’ah
b). Shalihah
2.4.1 Kafa’ah Menurut Konsep IslamPengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit
zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari
calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan,
status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang
mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat
materi saja.
Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam
perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara
kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga
9
yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut Islam hanya
diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial,
keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu
orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari
keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13). “Artinya : Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-
Hujuraat : 13).
Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi mereka untuk
menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang
masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka
meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Artinya : Wanita dikawini
karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena
agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan
celaka”. (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).
2.4.2 Kriteria Memilih Calon Suami dan Istri Yang Salihah1). Kriteria Calon Istri yang Shalihah
* Beragama islam (muslimah). Ini adalah syarat yang utama dan pertama.
* Memiliki akhlak yang baik. Wanita yang berakhlak baik insya Allah akan
mampu menjadi ibu dan istri yang baik.
* Memiliki dasar pendidikan Islam yang baik. Wanita yang memiliki dasar
pendidikan Islam yang baik akan selalu berusaha untuk menjadi wanita sholihah
yang akan selalu dijaga oleh Allah SWT. Wanita sholihah adalah sebaik-baik
perhiasan dunia.
10
* Memiliki sifat penyayang. Wanita yang penuh rasa cinta akan memiliki banyak
sifat kebaikan.
* Sehat secara fisik. Wanita yang sehat akan mampu memikul beban rumah
tangga dan menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu yang baik.
* Dianjurkan memiliki kemampuan melahirkan anak. Anak adalah generasi
penerus yang penting bagi masa depan umat. Oleh karena itulah, Rasulullah
SAW menganjurkan agar memilih wanita yang mampu melahirkan banyak anak.
* Sebaiknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang
belum pernah menikah. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara keluarga yang
baru terbentuk dari permasalahan lain.
2). Kriteria Calon Suami yang Shalihah
a. Beragama Islam (muslim). Suami adalah pembimbing istri dan keluarga untuk
dapat selamat di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak diharuskan.
b. Memiliki akhlak yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik akan mampu
membimbing keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
c. Sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga,
sehingga tindak tanduknya akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.
d. Memiliki ilmu agama Islam yang baik. Seorang suami yang memiliki ilmu
Islam yang baik akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga, mengetahui
cara memperlakukan istri, mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan
menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara halal dan baik.
2.5 Proses Sebuah Pernikahan yang Berlandasakan Al-Qur’an dan As-
Sunnah yang Shahih.
2.5.1 Mengenal calon pasangan hidupSebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita,
tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak
dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat
menikahinya.
11
Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah
mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya,
agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan
mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita
ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.
Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan
kepada fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-
mudahan melakukan hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin
ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang
sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah. Karenanya, ketika
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang
pembicaraan melalui telepon antara seorang pria dengan seorang wanita yang
telah dipinangnya, beliau menjawab, “Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara
lewat telepon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya
telah diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari
pemahaman sebatas kebutuhan yang ada, tanpa adanya fitnah. Namun bila hal itu
dilakukan lewat perantara wali si wanita maka lebih baik lagi dan lebih jauh dari
keraguan/fitnah. Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan
wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di
antara mereka, namun tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang
mereka istilahkan, maka ini mungkar, haram, bisa mengarah kepada fitnah serta
menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
معروفا قوال وقلن مرض قلبه في ذي ال فيطمع بالقول تخضعن فالArtinya:“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara
sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan
ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)
12
2.5.2 Nazhar (Melihat Calon Pasangan Hidup) Seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk menghibahkan dirinya. Si wanita berkata:
. رسول إليها فنظر نفسي لك أهب جئت الله، رسول ياثم وصوبه، فيها ظر الن فصعد وسلم عليه الله صلى الله
رأسه وسلم عليه الله صلى الله رسول طأطأArtinya: “Wahai Rasulullah! Aku datang untuk menghibahkan diriku kepadamu.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melihat ke arah wanita tersebut.
Beliau mengangkat dan menurunkan pandangannya kepada si wanita. Kemudian
beliau menundukkan kepalanya. (HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)
Hadits ini menunjukkan bila seorang lelaki ingin menikahi seorang wanita maka
dituntunkan baginya untuk terlebih dahulu melihat calonnya tersebut dan
mengamatinya. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/215-216)
Oleh karena itu, ketika seorang sahabat ingin menikahi wanita Anshar,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatinya:
الصغر يعني شيئا، األنصار أعين في فإن إليها، انظرArtinya:“Lihatlah wanita tersebut, karena pada mata orang-orang Anshar ada
sesuatu.” Yang beliau maksudkan adalah mata mereka kecil. (HR. Muslim no. 3470
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Demikian pula ketika Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu meminang
seorang wanita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya,
“Apakah engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut?” “Belum,” jawab
Al-Mughirah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بينكما يؤدم أن أحرى ه فإن إليها، انظرArtinya:“Lihatlah wanita tersebut, karena dengan seperti itu akan lebih pantas
untuk melanggengkan hubungan di antara kalian berdua (kelak).” (HR. An-Nasa`i
no. 3235, At-Tirmidzi no.1087. Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu
dalam Ash-Shahihah no. 96)
13
Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu berkata, “Dalam sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu: “Apakah engkau telah
melihat wanita yang kau pinang tersebut?” ada dalil bahwa sunnah hukumnya ia
melihat si wanita sebelum khitbah (pelamaran), sehingga tidak memberatkan si
wanita bila ternyata ia membatalkan khitbahnya karena setelah nazhar ternyata ia
tidak menyenangi si wanita.” (Syarhus Sunnah 9/18)
Bila nazhar dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita
merasa si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki melihatnya
ternyata tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga akhirnya si
wanita kecewa dan sakit hati. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214)
Sahabat Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku meminang
seorang wanita, maka aku bersembunyi untuk mengintainya hingga aku dapat
melihatnya di sebuah pohon kurmanya.” Maka ada yang bertanya kepada
Muhammad, “Apakah engkau melakukan hal seperti ini padahal engkau adalah
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Kata Muhammad, “Aku pernah
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إليها ينظر أن بأس فال امرأة، خطبة امرئ قلب في الله ألقى إذاArtinya:“Apabila Allah melemparkan di hati seorang lelaki (niat) untuk meminang
seorang wanita maka tidak apa-apa baginya melihat wanita tersebut.” (HR. Ibnu
Majah no. 1864, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Ibni
Majah dan Ash-Shahihah no. 98)
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata, “Boleh melihat wanita yang ingin dinikahi
walaupun si wanita tidak mengetahuinya ataupun tidak menyadarinya.” Dalil dari hal ini
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كان إذا إليها ينظر أن عليه جناح فال امرأة، أحدكم خطب إذاتعلم ال كانت وإن لخطبته، إليها ينظر ما إن
Artinya: “Apabila seorang dari kalian ingin meminang seorang wanita, maka tidak ada
dosa baginya melihat si wanita apabila memang tujuan melihatnya untuk
meminangnya, walaupun si wanita tidak mengetahui (bahwa dirinya sedang dilihat).”
14
(HR. Ath-Thahawi, Ahmad 5/424 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Ausath
1/52/1/898, dengan sanad yang shahih, lihat Ash-Shahihah 1/200)
Pembolehan melihat wanita yang hendak dilamar walaupun tanpa sepengetahuan
dan tanpa seizinnya ini merupakan pendapat yang dipegangi jumhur ulama.
Adapun Al-Imam Malik rahimahullahu dalam satu riwayat darinya menyatakan,
“Aku tidak menyukai bila si wanita dilihat dalam keadaan ia tidak tahu karena
khawatir pandangan kepada si wanita terarah kepada aurat.” Dan dinukilkan dari
sekelompok ahlul ilmi bahwasanya tidak boleh melihat wanita yang dipinang sebelum
dilangsungkannya akad karena si wanita masih belum jadi istrinya. (Al-Hawil Kabir
9/35, Syarhul Ma’anil Atsar 2/372, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim 9/214, Fathul
Bari 9/158)
2.5.3 Khithbah (peminangan)Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita,
hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya.
Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih
dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya
meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda:
يترك أو ينكح ى حت أخيه خطبة على جل الر يخطب الArtinya:“Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh
saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya
(membatalkan pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)
Dalam riwayat Muslim (no. 3449) disebutkan:
أخيه بيع على يبتاع أن للمؤمن يحل فال المؤمن، أخو المؤمنيذر ى حت أخيه خطبة على يخطب وال
Artinya:“Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Maka tidaklah halal
baginya menawar barang yang telah dibeli oleh saudaranya dan tidak halal pula
baginya meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya
meninggalkan pinangannya (membatalkan).”
15
Perkara ini merugikan peminang yang pertama, di mana bisa jadi pihak wanita
meminta pembatalan pinangannya disebabkan si wanita lebih menyukai peminang
kedua. Akibatnya, terjadi permusuhan di antara sesama muslim dan pelanggaran hak.
Bila peminang pertama ternyata ditolak atau peminang pertama mengizinkan peminang
kedua untuk melamar si wanita, atau peminang pertama membatalkan pinangannya
maka boleh bagi peminang kedua untuk maju. (Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/282)
Setelah pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikad
akan dilangsungkan. Namun tidak berarti setelah peminangan tersebut, si lelaki bebas
berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum akad keduanya tetap
ajnabi, sehingga janganlah seorang muslim bermudah-mudahan dalam hal ini. (Fiqhun
Nisa fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)
2.5.4 Akad nikah Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.
Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari
pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya
nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus
Shalihin.”
Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya
terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus
Shalihin.”
Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah
yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah. Lafadznya sebagai berikut:
ونعوذ إليه، ونتوب ونستغفره ونستعينه نحمده لله الحمد إنمضل فال الله يهده من أعمالنا، ئات وسي أنفسنا شرور من بالله
ال وحده الله إال إله أال وأشهد له، هادي فال يضلل ومن له،ورسوله عبده محمدا أن وأشهد له، .شريك
16
وأنتم إال تموتن وال تقاته حق الله قوا ات آمنوا ذين ال ها ياأي : عمران. ( آل )102مسلمون
وخلق واحدة نفس من خلقكم ذي ال كم رب قوا ات اس الن ها ياأيذي ال الله قوا وات ونساء كثيرا رجاال منهما وبث زوجها منها
: ) . النساء رقيبا عليكم كان الله إن واألرحام به )1تساءلون
. لكم يصلح سديدا قوال وقولوا الله قوا ات آمنوا ذين ال ها ياأيفاز فقد ورسوله الله يطع ومن ذنوبكم لكم ويغفر أعمالكم
: ) . األحزاب عظيما )71-70 فوزا
2.5.5 Walimatul ‘urs
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul
ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya
perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf
radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah menikah:
بشاة ولو أولمArtinya:“Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing.”
(HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no. 3475)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyelenggarakan walimah ketika
menikahi istri-istrinya seperti dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu disebutkan:
أولم ما نسائه من شيء على وسلم عليه الله صلى بي الن أولم ما
بشاة أولم زينب، علىArtinya:“Tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelenggarakan walimah ketika
menikahi istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau lakukan ketika walimah dengan
17
Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk acara walimahnya dengan Zainab.” (HR. Al-
Bukhari no. 5168 dan Muslim no. 3489)
2.5.6 Setelah Akad Ketika mempelai lelaki telah resmi menjadi suami mempelai wanita, lalu ia ingin
masuk menemui istrinya maka disenangi baginya untuk melakukan beberapa perkara
berikut ini:
Pertama: Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena
dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si istri,
hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada kelanggengan
hubungan dan kedekatan di antara keduanya. Didapatkan dari perbuatan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersiwak bila hendak masuk rumah menemui istrinya,
sebagaimana berita dari Aisyah radhiyallahu ‘anha (HR. Muslim no. 590).
Kedua: Disenangi baginya untuk menyerahkan mahar bagi istrinya sebagaimana akan
disebutkan dalam masalah mahar dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Ketiga: Berlaku lemah lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya segelas
minuman ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid bin As-Sakan
radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku mendandani Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk
dipertemukan dengan suaminya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah selesai
aku memanggil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melihat Aisyah. Beliau pun
datang dan duduk di samping Aisyah. Lalu didatangkan kepada beliau segelas susu. Beliau
minum darinya kemudian memberikannya kepada Aisyah yang menunduk malu.” Asma`
pun menegur Aisyah, “Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Aisyah pun mengambilnya dan meminum sedikit dari susu tersebut.” (HR. Ahmad,
6/438, 452, 458 secara panjang dan secara ringkas dengan dua sanad yang saling
menguatkan, lihat Adabuz Zafaf, hal. 20)
18
Keempat: Meletakkan tangannya di atas bagian depan kepala istrinya (ubun-ubunnya)
sembari mendoakannya, dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وليسم بناصيتها فليأخذ خادما اشترى أو امرأة أحدكم تزوج إذا : خيرها من أسألك ي إن اللهم وليقل بالبركة وليدع وجل عز الله
عليه جبلتها ما وشر ها شر من بك وأعوذ عليه جبلتها ما وخير Artinya:“Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli
seorang budak maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah
Subhanahu wa Ta’ala, mendoakan keberkahan dan mengatakan: ‘Ya Allah, aku meminta
kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di
atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau
ciptakan/tabiatkan dia di atasnya’.” (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-
Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Kelima: Ahlul ‘ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan mendoakan istrinya
disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal ini dinukilkan dari atsar Abu
Sa’id maula Abu Usaid Malik bin Rabi’ah Al-Anshari. Ia berkata: “Aku menikah dalam
keadaan aku berstatus budak. Aku mengundang sejumlah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, di antara mereka ada Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan Hudzaifah radhiyallahu
‘anhum. Lalu ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk mengimami. Namun orang-orang
menyuruhku agar aku yang maju. Ketika aku menanyakan mengapa demikian, mereka
menjawab memang seharusnya demikian. Aku pun maju mengimami mereka dalam
keadaan aku berstatus budak. Mereka mengajariku dan mengatakan, “Bila engkau masuk
menemui istrimu, shalatlah dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dari kebaikannya dan berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu
dengan istrimu.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula
Abdurrazzaq. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 23,
“Sanadnya shahih sampai ke Abu Sa’id”).
2.6 Pernikahan yang Dilarang dalam Islam
19
Islam melarang beberapa bentuk pernikahan, Insya Allah penulis akan menyampaikan
beberapa pernikahan yang dilarang dalam ajaran agama Islam :
2.6.1 Nikah Mut’ah Yang dimaksud dengan nikah mut’ah adalah nikah yang diniatkan hanya untuk
bersenag-bersenang dan hanya untuk jangka waktu tertentu saja, mungkin dapat
diistilahkan dengan ungkapan nikah kontrak.
Pada awalnya nikah ini diperbolehkan oleh Rasulullah SAW, karena pada saat itu
kaum muslimin sedang mengalami peperangan yang berkepanjangan dan jauh dari
isteri mereka, pertimbangannya agar kaum muslimin yang berada di medan
peperangan terhindar dari bahaya dan kehinaan zina.
Setelah itu Rasulullah SAW melarang pernikahan jenis ini, karena dikhawatirkan
terdapat unsure pelecehan terhadap wanita, dan tidak sesuai dengan tujuan
pernikahan itu sendiri.
2.6.2 Nikah Muhallil Nikah Muhallil adalah pernikahan yang dilakukan seseorang laki-laki terhadap
perempuan yang telah di talak tiga, dengan maksud agar mantan suaminya yang
mentalak isterinya tadi dapat menikahinya lagi.
Nikah seperti ini dilarang oleh agama, bahkan dilaknat oleh Rasulullah SAW.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda : “Dari Ibnu Mas’ud ia berkata :
Rasulullah SAW mengutuk laki-laki yang Muhallil dan Muhallal Lahu
(HR.Tarmidzi dan Nasai).
2.6.3 Pernikahan Silang ( Beda Agama ) Pernikahan silang adalah pernikahan lintas agama atau pernikahan antara laki-
laki dan perempuan yang berbeda keyakinan dan berbeda agama. Dan Islam
melarang pernikahan silang ini seperti yang disebutkan dalam firman Allah :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
20
dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-
perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.(QS. Al
Baqarah : 221)
2.6.4 Pernikahan Khadan Khadan mempunyai arti gundik atau piaraan, baik laki-laki yang
menjadikan perempuan sebagai gundiknya atau sebaliknya. Pernikahan Khadan
merupakan tradisi jahiliyah dan di dunia modern istilah khadan berganti dengan
istilah “kumpul kebo”. Pernikahan atau cara yang seperti ini dilarang oleh agama
dan melecehkan nilai-nilai dari rumah tangga yang sacral dan suci.
2.7 Hikmah Pernikahan Keluarga dalam Islam adalah perintah agama yang berusaha untuk diwujudkan
oleh setiap manusia beriman. Ia juga kesempurnaan akhlak manusia yang dicoba-raih
oleh setiap pribadi. Pernikahan mengandung beberapa hikmah yang memesona dan
sejumlah tujuan luhur.
Seorang manusia laki-laki maupun perempuan pasti bisa merasakan cinta dan
kasih sayang dan ingin mengenyam ketenangan jiwa dan kestabilan emosi. Allah S.W.T.
berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Pun seseorang laki-laki maupun perempuan dalam naungan keluarga akan menikmati
perasaan memiliki kehormatan diri dan kesucian dan mengenyam keluhuran budi pekerti.
Rasulullah S.A.W. bersabda,
“Wahai para pemuda, kalau ada di antara kalian yang sudah mampu menikah,
segeralah menikah. Sebab, pernikahan bisa menahan penglihatan dan menjaga
kemaluan. Tapi, kalau ada yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa. Sebab,
puasa adalah peredam gejolak syahwat.”
21
2.7.1 Meninggikan Harkat dan Martabat Manusia. Lihatlah bagaimana kehidupan manusia yang secara bebas mengumbar
nafsu biologisnya tanpa melalui bingkai halal sebuah pernikahan, maka martabat
dan harga diri mereka sama liarnya dengan nafsu yang tidak bisa mereka jinakkan.
Menikah menjadikan harkat dan martabat manusia-manusia yang menjalaninya
menjadi lebih mulia dan terhormat. Manusia secara jelas akan berbeda dengan
binatang apabila ia mampu menjaga hawa nafsunya melalui pernikahan.
2.7.2 Memuliakan Kaum Wanita. Banyak wanita-wanita yang pada akhirnya terjerumus pada kehidupan hitam
hanya karena diawali oleh kegagalan menikah dengan orang-orang yang menyakiti
kehidupan mereka. Menikah dapat memuliakan kaum wanita. Mereka akan
ditempatkan sebagai ratu dan permaisuri dalam keluarganya.
2.7.3 Cara untuk Melanjutkan Keturunan. Salah satu tujuan menikah adalah meneruskan keturunan. Pasangan yang
shaleh diharapkan mampu melanjutkan keturunan yang shaleh pula. Dari anak-anak
yang shaleh ini akan tercipta sebuah keluarga shaleh, selanjutnya menjadi awal bagi
terbentuknya kelompok-kelompok masyarkat yang shaleh sebagai cikal bakal
kebangkitan Islam di masa mendatang.
2.7.4 Wujud Kecintaan Allah SWT. Inilah bukti kecintaan Allah terhadap mahkluk-Nya. Dia memberikan cara
kepada mahkluk-Nya untuk dapat memenuhi kebutuhan manusiawi seorang
mahkluk. Di dalam wujud kecintaan itu, dilimpahkan banyak keberkahan dan
kebahagiaan hidup yang dirasakan melalui adanya tali pernikahan. Allah
menjadikan mahkluk-Nya berpasang-pasangan dan ditumbuhkan padanya satu
sama lain rasa cinta dan kasih sayang.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan Allah berfirman: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia
(juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". [QS. Ar
Ruum : 21].
Pernikahan atau perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dan wanita
dalam suatu rumah tangga berdasarkan tuntunan agama dalam usaha mencar rumah tangga yang
ideal. Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah
(ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang).
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami
kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami
tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla'an
Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari
kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia,
maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda
"kemelut" perselisihan dan percekcokan.
3.2 Saran23
a. Dengan adanya perkawinan di harapkan dapat mebentuk keluarga yang sakinah, mawaddah
wa rahmah, dunia dan akhirat.
b. Perkawinan menjadi wadah bagi pendidikan dan pembentukan manusia baru, yang
kedepannya diharapkan mempunyai kehidupan dan masadepan yang lebih baik.
c. Dengan adanya kepala keluarga yang memimpin bahtera keluarga, kehidupan diharapkan
menjadi lebih bermakna, dan suami-suami dan istri-istri akhir zaman ini memiliki semangat
yang tinggi di jalan Allah. Amin!
DAFTAR PUSTAKA
Dandelion, Momoy. 2010. Konsep Pernikahan Dalam Pandangan Islam.
(Online), (http://momoydandelion.blogspot.com/, diakses 19 September 2014).
Gunawan, Gugum Gumilar. 2012. Cara Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam.
(Online), (http://blogi-one.blogspot.com/, diakses 19 September 2014).
Hadzan, Ibnul. 2007. Konsep Pernikahan dalam Islam.
(Online), (http://koswara.wordpress.com/, diakses 19 September 2014).
Kumpulan Makalah. 2009. Konsep Islam Tentang Pernikahan. (Online), (http://kumpulan-
makalah-dlords.blogspot.com/, diakses 19 September 2014).
Qur'an dan Sunnah. 2009. Pernikahan Menurut Islam dari Mengenal Calon Sampai Proses
Akad Nikah. (Online), (http://qurandansunnah.wordpress.com/, diakses 19 September 2014).
24