permasalahan tinja, karaakteristik, komposisi dan kuantitas

Upload: nadilla-vielhoviedefiance-griendmhanesyhirs

Post on 09-Oct-2015

334 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Permasalahan Tinja, Karaakteristik, Komposisi Dan Kuantitas

TRANSCRIPT

1.

1.

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan.Saat ini akses masyarakat terhadap sarana sanitasi khususnya jamban, masih jauh dari harapan. Berbagai kampanye dan program telah banyak dilakukan, terakhir dengan pemberlakuan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Berbagai upaya tersebut sebetulnya bermuara pada terpenuhinya akses sanitasi masyarakat, khususnya jamban. Namun akses tersebut selain berbicara kuantitas yang terpenting adalah kualitas. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari 970 gram dan menghasilkan air seni 970 gram. Jadi bila penduduk Indonesia dewasa saat ini 200 juta maka setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar 194.000 juta gram (194.000 ton).

Maka bila pengelolaan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah tersebar. Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan melalui tinja. Karena kotoran manusia (faeces) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagaimacam jalan atau cara.

1.2 Rumusan Masalah1. Pengertian Feses

2. Bau Feses

3. Dekomposisi feses

4. Macam macam warna feses

5. Akibat dari buruknya pembuangan tinja

6. Pemeriksaan feses

1.3 Tujuan1. Agar dapat mengetahui pengertian dari feses

2. Untuk mengetahui Bau dari feses

3. Untuk mengetahui bagaimana dekomposisi feses

4. Untuk mengetahui penyebab perbedaan warna feses

5. Agar dapat mengetahui akibat dari buruknya penanganan buangan feses

6. Untuk mengetahui pemeriksaan feses

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian FesesTinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja (faeces) merupakansalah satu sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Orang yang terkena diare, kolera dan infeksi cacing biasanya mendapatkan infeksi ini melalui tinja (faeces). Seperti halnya sampah, tinja juga mengundang kedatangan lalat dan hewan-hewan lainnya. Lalat yang hinggap di atas tinja (faeces) yang mengandung kuman-kuman dapat menularkan kuman-kumanitu lewat makanan yang dihinggapinya, dan manusia lalu memakan makanantersebut sehingga berakibat sakit. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan akibat tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis, dan sebagainya.

Pengerasan tinja atau feses dapat menyebabkan meningkatnya waktu dan menurunnya frekuensi buang air besar antara pengeluarannya atau pembuangannya disebut dengan konstipasi atau sembelit. Dan sebaliknya, bila pengerasan tinja atau feses terganggu, menyebabkan menurunnya waktu dan meningkatnya frekuensi buang air besar disebut dengan diare atau mencret.

Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, debris, celulosa gas indol, skatol, sterkobilinogen dan bahan patologis. Normal : 100 200 gram / hari. Frekuensi defekasi : 3x / hari 3x / minggu.

2.2 Bau FesesBau khas dari tinja atau feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa seperti indole, skatole, dan thiol (senyawa yang mengandung belerang), dan juga gas hidrogen sulfida. Asupan makanan berupa rempah-rempah dapat menambah bau khas feses atau tinja. Di pasaran juga terdapat beberapa produk komersial yang dapat mengurangi bau feses atau tinja.

2.3 Dekomposisi TinjaTinja dimana saja berada atau ditampung akan segera mulai mengalami penguraian (decompotition), yang pada akhirnya akan berubah menjadi bahan yang stabil, tidak berbau, dan tidak mengganggu. Aktifitas utama dalam proses dekomposisi adalah :

Pemecahan senyawa organic kompleks, seperti protein dan urea, menjadi bahan yang lebih sederhana dan lebih stabil;

Pengurangan volume dan massa (kadang - kadang sampai 80%) dari bahan yang mengalami dekomposisi, dengan hasil gas metan, karbondioksida, amoniak, dan nitrogen yang dilepaskan ke atmosfer; Bahan - bahan yang terlarut yang dalam keadaan tertentu meresap kedalam tanah di bawahnya.

Penghancuran organisme pathogen yang dalam beberapa hal tidak mampu hidup dalam proses dekomposisi, atau diserang oleh banyak jasad renik didalam massa yang tengah mengalami dekomposisi. Bakteri memegang peranan penting dalam dekomposisi. Aktifitas bakteri dapat berlangsung dalam suasana aerobik, yakni dalam keadaan terdapat udara, atau anaerobic dalam keadaan tidak terdapat oksigen.

Proses dekomposisi berlangsung pada semua bahan organic mati yang berasal dari tumbuhan atau hewan, terutama pada komponen nitrat, sulfat,atau karbonat yang dikandungnya. Pada kotoran manusia yang merupakan campuran tinja dan air seni yang relative kaya akan senyawa nitrat, proses dekomposisi terjadi melalui siklus nitrogen. Pada siklus ini, pertama - tama, senyawa dipecahkan menjadi amonia dan bahan sederhana lainnya. Kemudian, diubah oleh bakteri nitrit (nitrifying bacteria) menjadi nitrit dan nitrat. Bau merangsang yang timbul selama dekomposisi air seni disebabkan oleh amonia yang terlepas sebelum berubah menjadi bentuk yang lebih stabil. Dekomposisi dapat berlangsung sangat cepat, dari beberapa hari pada dekomposisi mekanis yang sangat terkendali sampai dengan beberapa bulan, bahkan hamper satu tahun pada kondisi rata - rata lubang jamban. Pada umunya, kondisi yang terjadi pada dekomposisi tinja tidak menguntungkan bagi kehidupan organisme pathogen. Bukan hanya karena temperatur dan kandungan airnya yang menghambat pertumbuhan organisme pathogen itu, melainkan kompetisi antara flora bakteri dan protozoa, yang bersifat predator dan merusak.

Hasil akhir proses dekomposisi mengandung nutrient tanah yang bermanfaat dan dapat memberikan keuntungan bila digunakan sebagia pupuk penyubur tanaman (fertilizer). Kadang - kadang petani mengeluh karena sedikitnya kandungan nitrogen pada tinja yang telah memngalami dekomposisi. Tinja segar memang mengandung lebih banyak bahan nitrogen, namun bahan itu tidak dapat digunakan oleh tanaman pada susunannya yang asli. Tanaman hanya dapat menggunaan nitrogen sebagian amonia, nitrit, atau nitrat yang mana dihasilkan selama dekomposisi tahap lanjutan. Bila tinja segar dihamparkan diatas tanah, kebanyakan nitrogen akan berubah menjadi bahan padat yang menguap ke udara sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

2.3 Macam Macam Warna FesesFeses umumnya berwarna Kuning di karenakan Bilirubin (sel darah merah yang mati, yang juga merupakan zat pemberi warna pada feses dan urin). Bilirubin adalah pigmen kuning yang dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin (Hb) di dalam hati (liver). Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses. Fungsinya untuk memberikan warna kuning kecoklatan pada feses. Selain itu warna dari feses ini juga dapat dipengaruhi oleh kondisi medis, makanan serta minuman yang dikonsumsi, karena itu sangat mungkin warna feses berubah sesuai dengan makanan yang dikonsumsi.

Feses berwarna Kuning adalah normal. Karena Feses manusia pada umumnya adalah warna ini. Warna keCoklatan ato keKuningan ini disebabkan karena feses mengandung suatu zat berwarna orange-kuning yg disebut Bilirubin. Nah, ketika Bilirubin ini bergabung dgn zat besi dari usus maka akan dihasilkan perpaduan warna cokelat kekuning - kuningan.

Warna Hitam Feses

berwarna Hitam bisa jadi mengandung darah dari sistem pencernaan sebelah atas, kerongkongan, lambung ato jg bagian hulu usus halus. Zat Lain yg memberi warna Hitam ke feses kita bisa juga dari zat-zat makanan berwarna Hitam(Licorice), timbal, pil yg mengandung besi, pepto-bismol atau blueberry. Bisa juga karena mengkonsumsi herb (sejenis tumbuhan yang dikenal dengan akar manis).

Warna Hijau

Feses warna Hijau didapat dari Klorofil sayuran, seperti bayam yang dikonsumsi. Selain itu pewarna makanan biru atau hijau yang biasa terkandung dalam minuman atau es bisa menyebabkan feses berwarna hijau. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh makanan yang terlalu cepat melewati usus besar sehingga tidak melalui proses pencernaan dengan sempurna. Feses Hijau jg bisa terjadi pada diare, yakni ketika bahan pembantu pencernaan yg diproduksi hati dan disimpan dalam empedu usus tanpa pengolahan atau perubahan. Ada kejadian khusus pada bayi dimana jika feses berwarna hijau dianggap feses normal, khususnya ketika bayi itu baru aja dilahirkan.

Warna Merah

Seperti layaknya feses hitam, tetapi bedanya feses merah ini dominan diberi oleh kandungan darah. Darah ini di dapat dari sistem pencernaan bagian bawah. Wasir dan radang usus besar adalah yang menjadi penyebab utama Feses menjadi berwarna merah. Feses merah akibat makanan umumnya disebabkan oleh buah bit, makanan dengan pewarna merah termasuk minuman bubuk dan juga makanan yang mengandung gelatin. Mengkonsumsi tomat juga bisa membuat feses jadi merah.

Warna Abu-abu / Pucat

Sama dalam dunia manusia, wajah pucat menandakan orang yang sakit bukan ? Kali ini feses pucat pun menandakan si empunya Feses sedang dilanda sakit. Biasanya sang empunya sedang mengalami penyakit Liver, pankreas, atau empedu, maka pantat dari sang empu akan berwarna abu-abu atau pucat.

2.4 Akibat Buruknya Pembuangan FesesBerikut ini adalah permasalahan yang mungkin ditimbulkan akibat buruknya penanganan buangan tinja :

Mikroba

Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba, termasuk bakteri koli-tinja. Sebagian diantaranya tergolong sebagai mikroba patogen, seperti bakteri Salmonela typhi penyebab demam tifus, bakteriVibrio cholerae penyebab kolera, virus penyebab hepatitis A, dan virus penyebab polio. Tingkat penyakit akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia sangat tinggi. BAPPENAS menyebutkan, tifus mencapai 800 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan polio masih dijumpai, walaupun dinegara lain sudah sangat jarang.

Materi Organik

Kotoran manusia (tinja) merupakan sisi dan ampas makanan yang tidak tercerna. Ia dapat berbentuk karbohidrat, dapat pula protein, enzim, lemak, mikroba dan sel-sel mati. Satu liter tinja mengandung materi organik yang setara dengan 200-300 mg BODS (kandungan bahan organik).

Sekitar 75 persen sungai di Jawa, Sumatra, Bali dan Sulawesi tercemar berat oleh materi organik dari buangan rumah penduduk. Air sungai ciliwung memiliki BODS hampir 40 mg/L (empat kali lipat dari batas maksimum 10 mg/L). Kandungan BOD yang tinggi itu mengakibatkan air mengeluarkan bau tak sedap dan berwarna kehitaman.

Telur Cacing

Seseorang yang cacingan akan mengeluarkan tinja yang mengandung telu-telur cacing. Beragam cacing dapat dijumpai di perut kita. Sebut saja, cacing cambuk, cacing gelang, cacing tambang, dan keremi. Satu gram tinja berisi ribuan telur cacing yang siap berkembang biak diperut orang lain. Anak cacingan adalah kejadian yang biasa di Indonesia. Penyakit ini kebanyakan diakibatkan cacing cambuk dan cacing gelang. Prevalensinya bisa mencapai 70 persen dari balita.

Nutrien

Umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan senyawa fosfor (P) yang dibawa sisa-sisa protein dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk senyawa amonium, sedangkan fosfor dalam bentuk fosfat. Satu liter tinja manusia mengandung amonium sekitar 25 gram dan fosfat seberat 30 mg. Senyawa nutrien memacu pertumbuhan ganggang (algae). Akibatnya, warna air menjadi hijau. Ganggang menghabiskan oksigen dalam air sehingga ikan dan hewan lainnya mati.

2.5 Pemeriksaan FesesPemeriksaan Feses merupakan cara yang dilakukan untuk mengambil feces sebagai bahan pemeriksaan , yaitu pemeriksan lengkap dan pemeriksaan kultur.

Jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya.

1. Indikasi Pemeriksaan :

Adanya diare dan konstipasi

Adanya ikterus

Adanya gangguan pencernaan

Adanya lendir dalam tinja

Kecurigaan penyakit gastrointestinal

Adanya darah dalam tinja

2. Syarat Pengumpulan Feces :

Tempat harus bersih, kedap, bebas dari urine, diperiksa 30 40 menit sejak dikeluarkan. Bila pemeriksaan ditunda simpan pada almari es.

Pasien dilarang menelan Barium, Bismuth, dan Minyak dalam 5 hari sebelum pemeriksaan.

Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan.

Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher pemeriksaan tinja sewaktu

Pasien konstipasi Saline Cathartic

Kasus Oxyuris Schoth Tape & object glass

Alur pemeriksaan :

Pengumpulan bahan Pemeriksaan, Pengiriman dan Pengawetan bahan tinja, Pemeriksaan tinja, serta Pelaporan hasil pemeriksaan.

Jika akan memeriksa tinja, pilihlah selalu sebagian dari tinja itu yang memberi kemungkinan sebesar-besarnya untuk menemui kelainan umpamanya bagian yang tercampur darah atau lendir dan sebagainya. Oleh Karen unsure-unsur patologik biasanya tidak terdapat merata, maka hasil pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dinilai derajat kepositifannya dengan tepat, cukup diberi tanda (negative), +, ++ atau +++ saja.

Pemeriksaan feces lengkap merupakan pemeriksaan feces yang terdiri atas :

o Pemeriksaan makroskopik (dapat dilihat dengan mata telanjang: konsistensi, warna, darah, lendir). Adanya darah dan lendir menandakan infeksi yang harus segera diobati, yaitu infeksi karena amuba atau bakteri shigella.

o Pemeriksaan mikroskopik (hanya dapat dilihat melalui mikroskop: leukosit, eritrosit, epitel, amilum, telur cacing dan amuba). Adanya amuba menandakan adanya infeksi saluran cerna terhadap amuba tersebut, dan adanya telur cacing menandakan harus diobatinya pasien dari infeksi parasit tersebut.

o Pemeriksaan kimia : untuk mengetahui adanya Darah Samar, Urobilin, Urobilinogen, Bilirubin dalam feses / tinja.

BAB IIIPENUTUP3.1 Kesimpulan Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja (faeces) merupakansalah satu sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Orang yang terkena diare, kolera dan infeksi cacing biasanya mendapatkan infeksi ini melalui tinja (faeces).

Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, debris, celulosa gas indol, skatol, sterkobilinogen dan bahan patologis. Normal : 100 200 gram / hari. Frekuensi defekasi : 3x / hari 3x / minggu.

Bau khas dari tinja atau feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa seperti indole, skatole, dan thiol (senyawa yang mengandung belerang), dan juga gas hidrogen sulfida. Feses umumnya berwarna Kuning di karenakan Bilirubin (sel darah merah yang mati, yang juga merupakan zat pemberi warna pada feses dan urin).

3.2 SaranPenulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bias lebih baik lagi, atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKADaryanto. 2004. Masalah Pencemaran. Bandung. PT. Tarsito.Hindarko,S. 2003. Mengolah Air Limbah Sungai Tidak Mencemari Orang Lain. Jakarta.

ESHA.Yandang. 2010. Pembuangan Kotoran Manusia.

www.yandang.blogspot.com.Tanggal Akses 14 Maret 2010.

2.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan prilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.

Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti diare, typhus, muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun Rumusan Masalah Pada Makalah Ini Adalah Sebagai Berikut :

1. Apa Yang Dimaksud Dengan Kotoran Manusia?

2. Mengetahui Karasteristik Kotoran Manusia

3. Metode Pembuangan Kotoran Manusia

4. Mengetahui Pengelolaan Kotoran Manusia

5. Mengetahui Pemanfaatan kotoran manusia

C. Tujuan

Adapun tujuan pada makalah ini adalah untuk memberi pengertian atau pengetahuan kepada pembaca mengenai ruang lingkup kotoran manusia (tinja ).

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KOTORAN MANUSIA

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan. Pembuangan kotoran manusia didalam tulisan ini dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urin, yang pada umumnya disebut latrine (jamban atau kakus). proses pembuangan kotoran dapat terjadi (bergantung pada individu dan kondisi) antara sekali setiap dua hari hingga beberapa kali dalam sehari.Pengerasan tinja dapat menyebabkan meningkatnya waktu antara pengeluarannya dan disebut dengan konstipasi.

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernafasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya (Soeparman, 2002:11). Ekskreta manusia (human excreta) yang berupa feses dan air seni (urine) merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh (Chandra, 2007:124).

Jamban Tidak Sehat Dalam ilmu kesehatan lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Azwar, 1995).

B. KARASTERISTIK PEMBUANGAN KOTORAN MANUSIA

Menurut Azwar (1995:74) seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya. Perkiraan komposisi tinja dapat dilihat pada tabel berikut (Soeparman, 2002):

Perkiraan komposisi tinja tanpa air seni

Komponen Kandungan %

Air 66-80

Bahan organik (dari berat kering) 88-97

Nitrogen (dari berat kering) 5,7-7,0

Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering) 3,5-5,4

Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering) 1,0-2,5

Karbon (dari berat kering) 40-55

Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering) 4-5

C/N rasio (dari berat kering) 5-10

Kuantitas tinja dan air seni

Tinja/air seni Gram/orang/hari

Berat basah Berat kering

Tinja

Air seni 135-270

1.000-1.300 35-70

50-70

Jumlah 1.135-1.570 85-140

Selain kandungan komponen-komponen di atas, pada setiap gram tinja juga mengandung berjuta-juta mikroorganisme yang pada umumnya tidak berbahaya bagi kesehatan/ tidak

menyebabkan penyakit.

Namun tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen, terutama apabila manusia yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan (enteric orintestinal disesases).Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa, ataupun cacing-cacing parasit.Coliform bacteria yang dikenal sebagai Echerichia coli dan Fecal stretococci (enterococci) yang sering terdapat di saluran pencernaan manusia, dikeluarkan dari tubuh manusia dan hewan-hewan berdarah panas lainnya dalam jumlah besar rata-rata sekitar 50 juta per gram (Soeparman, 2002)).

C. METODE PEMBUANGAN KOTORAN MANUSIA

Metode pembuangan kotoran manusia secara umum dapat dibagi menjadi dua, unsewered area dan sewered area.

1. Unsewered Areas

Metode unsewered area merupakan suatu cara pembuangan tinja yang tidak menggunakan saluran air dan tempat pengolahan air kotor. Di dalam metode ini, terdapat beberapa pilihan cara, antara lain :

a. Jenis Layanan (sistem conservacy) (Service type (conservacy system) )

b. Jenis non-layanan (kakus) (Non-service type (sanitary latrines) ).

1) Bore lubang jamban (Bore hole latrine)

2) Jenis segel air kakus (Dug well or pit latrine)

3) Sumur gali atau lubang jamban (Water seal type of latrines)

PRAI type

RCA type

4) Septic tank

5) Aqua privy

6) Chemical closet

c. kakus cocok untuk kamp dan penggunaan sementara (latrines suitable for camps and temporary use).

1) Jamban Dangkal (Shallow trench latrine)

2) Jamban Dalam (Deep trench latrine)

3) Pit jamban (Pit latrine)

4) lubang jamban (Bore hole latrine)

a. Service Type (Conservancy System)

Metode pengumpulan tinja dari ember-ember khusus oleh manusia disebut service type dan kakusnya disebut service latrines. Kotoran diangkut ke pembuangan akhir dan dimusnahkan dengan metode composting dan ditanam dalam lubang yang dangkal. service latrines selain selain tidak sehat juga dapat menyebabkan pencemaran yang tentunya memfasilitasi siklus penyakit yang ditularkan melalui feses (faecalborne). Kotoran di dalam lubang dangkal itu mudah diakses oleh lalat dan kemungkinan menyebabkan pencemaran pada tanah dan air. Ember dan wadahnya mudah mengalami korosi dan perlu sering diganti. Operasi pengosomgan ember tidak selalu memuaskan, disamping adanya kesulitan untuk mengumpulkan pekerja yang cocok yang diperlukan dalam pengumplan tinja. Karena kesulitan tersebut, sebaiknya di pergunakan sistem sanitary latrines di dalam pembuangan kotoran manusia.

b. Non-Service Type of Latrines (Sanitary Latrines)

Di dalam sistem sanitary latrines ini, ada beberapa teknik yang dapat kita gunakan, Antara lain :

1) Lubang Jamban (bore hole latrine)

Bore hole latrine terdiri dari lubang dengan diameter 30-40 cm yang digali secara vertikal ke dalam tanah dengan kedalaman 4-8 m, paling sering 6 m. Alat khusus yang disebut auger dibutuhkan untuk menggali lubangnya. Pada tanah yang lunak dan berpasir, lubang dilapisi dengan bambu untuk mencegah agar tanahnya tidak runtuh. Plat dengan lubang di tengah dan lubang untuk berpijak diletakkan di atas lubang hasil pengeboran tersebut. Sistem ini ditujukan bagi keluarga yang beranggotakan 5-6 jiwa dan dapat dipakai selama 1 tahun. Cara ini juga sesuai untuk keluarga tetapi tidak sesuai untuk umum karena kapasitasnya kecil. Jika isinya sudah mencapai 50 cm dari permukaan tanah, plat dapat diangkat dan lubang ditutup dengan tanah. Lubang baru dapat dibuat kembali dengan cara yang sama. Kotoran dalam lubang akan dipurifikasi oleh bakteri anaerobik yang akan mengubahnya menjadi massa yang tidak berbahaya.

Keuntungan dari kakus bore hole ini antara lain :

Tidak memerlukan pembersihan setiap hari untuk memindahkan tinja.

Lubangnya gelap dan tidak cocok bagi lalat untuk berkembang biak.

Bila lokasinya 15 m dari sumber air, tidak akan menimbulkan pencemaran pada air.

Sistem ini sekarang tidak cocok lagi karena beberapa alasan berikut :

Lubang tersebut cepat penuh karena kapasitasnya kecil.

Alat khusus (auger) yang dibutuhkan untuk membuatnya tidak selalu tersedia.

Banyak tempat yang lapisan tanahnya lunak sehingga sulit menggali lubang lebih dalam dari 3 meter. Selain itu, banyak juga daerah yang berair dan memiliki lapisan permukaan yang lebih tinggi sehingga pembangunan sistem semacam ini justru dapat mencemari permukaan tanah.

2) Sumur gali jamban (Dug well latrine)

Dug well latrine merupakan pengembangan dari bore hole latrine. Metode ini dilakukan dengan cara membuat lubang berdiameter sekitar 75 cm dengan kedalaman 3-3,5 m. Di daerah dengan tanah berpasir, kedalamannya 1,5-2 m. Lubang dapat dilapisi dengan bambu untuk mencegah runtuhnya tanah. Setelah plat dipasang di atas lubang, lubang ditutup dengan super structure (rumah-rumahan), manfaat tipe ini, antara lain :

Mudah dibuat dan tidak membutuhkan alat khusus seperti auger.

Bisa digunakan lebih lama karena kapasitasnya lebih besar yaitu selama 5 tahun untuk 4-5 orang.

Bila lubang telah penuh, lubang baru dapat dibuat. Kerja dug well latrine ini sama dengan bore hole latrine, yaitu secara anaerob digestion.

3) Sumur gali atau lubang jamban (Water Seal Type of Latrine)

Water seal ini dibuat untuk dua fungsi penting, yaitu mencegah kontak dengan lalat dan mencegah bau busuk. Sistem ini lebih bisa diterima oleh masyarakat desa daripada sistem bore hole latrine.

Keuntungan kakus jenis ini, antara lain :

Memenuhi syarat estetika.

Dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga pemakaiannya lebih praktis.

Aman untuk anak-anak.

Adapun persyaratan di dalam penerapan sistem water seal latrine, antara lain :

Lokasinya sekitar 15 m dari sumber air dan sebaiknya berada pada daerah yang lebih rendah dari sumber air untuk mencegah kontaminasi bakteri pada sumber air.

Memiliki plat untuk jongkok dibuat dari bahan yang mudah dicuci, cepat bersih, dan kering. Plat ini terbuat dari beton/semendengan ukuran 90 x 90 x 5 cm. Ada kemiringan 0,5 inci pada wadahnya untuk memudahkan aliran ke dalam kakus.

Memiliki wadah (pan) yang ditujukan untuk menampung tinja, urine dan air. Panjangnya 42,5 cm, lebar bagian depan 12,5 cm dan bagian yang terlebar adalah 20 cm.

Memilik perangkap (trap) yang terbuat dari pipa dengan diameter 7,5 cm yang dihubungkan dengan pas di atas dan menyimpan air yang penting untuk water seal. Water seal adalah jarak antara titik tertinggi air didalam perangkap dan titik terbawah air ada pada permukaan atas perangkap. Kedalaman water seal pada RCA latrine adalah 2 cm. Water seal dapat mencegah bau dan masuknya lalat.

Jika lubang yang digali terletak jauh dari plat tempat jongkok, dapat disiapkan sebuah pipa penghubung antara keduanya dengan diameter sekitar 7,5 cm dan panjangnya sekurang-kurangnya1 m serta berujung bengkok. Tipe ini disebut tipe indirect (tidak langsung). Pada tipe direct (langsung), pipa penghubung tidak digunakan. Tipe langsung paling baik pada daerah yang tanahnya keras dan tidak mudah runtuh. Tipe langsung lebih murah dan mudah dibuat serta memerlukan ruangan yang kecil. Kelebihan dari tipe indirect adalah bahwa jika lubang telah penuh, lubang kedua dapat dibuat hanya dengan mengubah arah pipa penghubung. Oleh karena itu, tipe indirect lebih disukai.

Memiliki dug well latrine yang biasanya berdiameter sekitar 75 cm dengan kedalaman 3-3,5 cm. Pada tanah yang lembut dan memiliki kandunga air yang tinggi, bamabu dapat digunakan untuk mencegah runtuhnya tanah.

Memiliki super structure (rumah-rumahan) yang sengaja dibangun untuk menyediakan kebebasan pribadi dan tempat berlindung.

Di dalam pemeliharaannya, kakus ini hanya digunakan untuk kepentingan yang dimaksudkan dan tidak untuk pembuangan bahan-bahan lain. Platnya harus sering dibersihkan dan dijaga agar selalu kering dan bersih.

4) Septic Tank

Septic tank merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan ekskreta untuk sekelompok kecil rumah tangga dan lembaga yang memiliki persediaan air yang mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem penyaluran limbah masyarakat.

Desain utama dari septic tank antara lain :

Kapasitas septic tank bergantung pada jumlah pemakai. Kapasitas 20-30 galon/orang dinjurkan untuk penggunaan rumah tangga. Kapasitas untuk rumah tangga itu tidak berlaku untuk septic tank yang ditujukan untuk kepentingan umum (kapasitas minimal 50 galon/orang).

Ukuran panjang biasanya 2 kali lebar.

Kedalaman lubang antara 1,5-2 m.

Kedalaman cairan dianjurkan hanya 1,2 m.

Ruangan udara minimal 30 cm di antara titik tertinggi cairan di dalam tank dengan permukaan bawah penutup.

Dasar dibuat miring ke arah lubang pengeluaran.

Memliki lubang air masuk dan keluar, terdapat pipa masuk dan keluar.

Pelapis septic tank terbuat dari papan yang kuat dengan tebal yang sama.

Periode retensi septic tank dirancang selama 24 jam.

Mekanisme Kerja Septic Tank. Pertama, benda padat yang ada diuraikan oleh bakteri anaerob dan jamur menjadi senyawa kimia yang sederhana. Tahap pertama dalam proses purifikasi tersebut dinamakan anaerobic digestion. Cairan yang keluar melalui pipa pengeluaran disebut affluent. Cairan tersebut mengandung bakteri, kista, telur cacing dan bahan-bahan organik dalam bentuk cair maupun suspensi. Bahan-bahan organik kemudian dioksidasi menjadi hasil akhir yang stabil seperti nitrat dan air. Tahap tersebut dinamakan tahap oksidasi anaerobik. Kedua tahapan tersebut berlansung dalam septic tank. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan :

Penggunaan air sabun dan desinfektan seperti fenol sebaiknya dihindari karena dapat membunuh flora bakteri di dalam septic tank.

Penumpukan endapan lumpur mengurangi kapasitas septic tank sehingga isi septic tank harus dibersihkan minimal sekali setahun.

Septic tank baru sebaiknya diisi dahulu dengan air sampai saluran pengeluaran, kemudian dilapisi dengan lumpur dari septic tank lain untuk memudahkan proses dekomposisi oleh bakteri.

5) Aqua Privy (Cubluk Berair)

Fungsi aqua privy sama dengan septic tank dan telah banyak digunakan di berbagai negara. Kakus ini memiliki bak yang kedap air. Bentuk tangkinya sirkuler atau rektanguler. Pembuatan kakus ini dilakukan dengan cara membuat lubang pada tanah dengan diameter 80-120 cm dan dalam 2,5-8 m. Dindingnya diperkuat dengan batu atau bata dan dapat ditembok agar tidak mudah runtuh. Lama pemakaian dapat mencapai 5-15 tahun. Jika tinja sudah mencapai 50 cm dari permukaan tanah, cubluk dipandang sudah penuh. Cubluk yang sudah pernuh ditimbun dengan tanah dan dibiarkan selama 9-12 bulan. Setelah itu, isi cubluk dapat diambil untuk digunakan sebagai pupuk, sedangkan lubangnya dapat dipergunakan kembali. Jika cubluk yang satu sudah penuh dan ditimbun, cubluk yang baru dapat dibuat.

Tinja mengalami proses perifikasi berupa anaerobik digestion yang akan menghasillkan gas kotor. Dengan demikian perlu dibuat ventilasi untuk mengeluarkannya. Air yang keluar dari saluran pengeluaran berbahaya karena mengandung bahan-bahan tinja berbentuk suspensi yang dapat berisi agens parasit atau infeksi. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kakus semacam ini :

Jangan pernah memasukkan desinfektan ke dalam kakus karena dapat mengganggu proses pembusukan yang emngakibatkan cubluk cepat penuh.

Setiap minggu, kakus sebaiknya diberi minyak tanah untuk mencegah nyamuk bertelur di dalamnya.

Agar tidak terlalu bau, kakus dapat diberi kapur barus.

Kakus ini hanya baik dibangun di tempat yang banyak mengandung air.

6) Closet kimia (Chemical Closet)

Kloset ini terdiri dari tanki metal yang berisi cairan desinfektan (kaustik soda) yang juga ditambah dengan bahan penghilang bau. Tempat duduk diletakkan langsung diatas tanki. Tidak ada yang boleh dimasukkan ke dalam kloset kecuali kertas toilet. Jika air dimasukkan ke dalam kloset, cairan kimia yang ada di dalamnya akan mengalami pengenceran sehingga kloset tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Tinja dapat dicairkan dan disterilisasi dengan bahan kimia. Setelah beberapa bulan penggunaan kloset kimia, isi kloset harus dibuang. Chemical closet ini banyak digunakan dalam sarana transportasi, misalnya kereta api dan pesawat terbang.

c. Jamban Cocok untuk Camps dan Penggunaan Sementara (Latrines Suitable for Camps and Temporary Use)

Kakus ini dipakai untuk kebutuhan sementara (perkemahan dan tempat pengungsian). Ada beberapa jenis kakus semacam ini, di antaranya :

1) Jamban Dangkal (Shallow trench latrine)

Kakus ini memiliki lebar 30 cm dan dalam 90-150 cm. Panjangnya bergantung pada jumlah penggunanya (sekitar 3-3,5 m untuk 100 orang). Saluran yang terpisah harus dibuat untuk laki-laki dan perempuan. Timbunan tanah harus tersedia di sisi setiap kakus karena setiap kali menggunakan kakus ini, penggunanya harus menutup sendiri kotorannya dengan tanah. Kakus ini ditujukan untuk penggunaan dalam waktu singkat. Jika isi saluran sudah mencapai 30 cm di bawah permukaan tanah, kakus ini harus ditutup. Jika perlu, dibuat saluran baru lagi.

2) Jamban Dalam (Deep trench latrine)

Kakus ini digunakan dalam jangka waktu lebih lama yaitu beberapa minggu sampai beberapa bulan. Ukuran kedalamannya mencapai 1,8-2,5 m, sedangkan lebarnya 75-90 cm. Penyediaan tempat berjongkok akan bergantung pada kebiasaan setempat. Kakus ini dilengkapi dengan rumah kakus untuk privasi dan perlindungan.

2. Sewered Areas

Pada sistem pembuangan limbah cair yang menerapkan water carriage system atau sewerage system, pengumpulan dan pengangkutan ekskreta dan air limbah dari rumah, kawasan industri dan perdagangan dilakukan melalui jaringan pipa dibawah tanah yang disebut sewers ke tempat pembuangan akhir yang biasanya dibangun di ujung kota. Sistem tersebut merupakan metode di dalam pengumpulan dan pengangkutan kotoran manusia dari kota-kota yang berpenduduk padat.

Terdapat 2 tipe sistem sewered areas antara lain :

a. Sistem kombinasi (combined sewer)

Pada sistem kombinasi, sewer membawa air permukaan dan air limbah dari rumah tangga dan lainnya dalam satu saluran.

b. Sistem terpisah (separated sewer)

Pada sistem sewer terpisah, air permukaan tidak masuk ke dalam sewer. Sistem terpisah dianjurkan dan dewasa ini menjadi pilihan. Hambatan di dalam penerapannya adalah mahalnya biaya pembuatan sistem ini.

Cara pembuangan tinja mempergunakan sistem saluran air (water carriage system) dan pengolahan limbah (sewage treatment) merupakan perwujudan persyaratan sanitasi yang harus dipenuhi dalam pembuangan tinja.

Sistem Pengangkutan Air (Water Carriage System)

Water carriage system memiliki elemen-elemen sebagai berikut :

a. Sistem pipa bangunan (household sanitary fittings)

water closet

urinal

wash basin

b. Saluran pipa pembuangan dari rumah (house sewers)

Pembilasan toilet, saluran pembuangan dan air kotor memasuki saluran rumah melalui intermediate connection yang dikenal sebagai pipa tanah (soil pipe). Pipa tanah ini menghubungkan saluran pembuangan dari house fitting ke house drain (saluran rumah). Pipa itu juga berfungsi sebagai ventilasi luar (outlet ventilator) untuk gas-gas kotor. House drain biasanya berdiameter 10 cm dan terletak kira-kira 15 cm di bawah tanah. House drain akan menyebabkan kotoran mengendap sebelum masuk ke dalam pipa utama.

c. Pipa pembuangan di jalan (street sewer)

Pipa utama ini berdiameter tidak kurang dari 22,5 cm sementara pipa yang lebih besar berdiameter 2-3 meter. Pipa ini diletakkan di atas semen kira-kira 3 m di bawah tanah. Pipa utama ini menerima kotoran dari beberapa rumah dan mengangkutnya ke pembuangan akhir.

d. Peralatan saluran (sewers appurtenance)

Peralatan saluran ini terdiri atas manholes (lubang selokan) dan trap (perangkap) yang dipasang pada sistem pembuangan air kotor. Manholes merupakan bangunan yang bermuara ke dalam sewer system yang diletakkan pada titik pertemuan 2 sewer atau lebih dan pada jarak 100 m lurus. Lubang ini memungkinkan manusia masuk ke dalam saluran untuk memriksa, memperbaiki dan membersihkannya. Pekerja yang memasuki manholes dapat mengalami keracunan dan sesak nafas.

Trap merupakan alat yang dirancang untuk mencegah masuknya gas-gas kotor ke dalam rumah dan untuk memisahkan pasir dan bahan-bahan lain dari saluran. Trap diletakkan dalam 3 situasi berikut :

1) Di bawah basin (baskom) WC.

2) Di titik masuknya permukaan air limbah ke dalam saluran.

3) Di titik persambungan antara saluran rumah dan saluran umum.

Instalasi pembuangan air kotor ini sangat kompleks dan membutuhkan pernecanaan, rancangan, konstruksi, operasi dan administrasi yang membutuhkan keahlian khusus. Namun, sistem ini dapat melayani satu generasi (30 tahun).

D. PENGELOLAAN KOTORAN MANUSIA

Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan prilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.

Tempat jamban dapat dipilih yang baik, sehingga bau dari jamban tidak tercium. Secara tersendiri dan ditempatkan di luar atau di dalam rumah dan berfungsi untuk melayani 1 sampai dengan 5 keluarga, atau untuk melayani orang-orang di tempat-tempat umum (terminal, bioskop, dan sebagainya).

Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti diare, typhus, muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika.

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus atau WC. Syarat jamban yang sehat sesuai kaidah-kaidah kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Tidak memncemari sumber air minum

2. Tidak berbau tinja dan tidak bebas dijamah oleh serangga maupun tikus.

3. Air seni, air bersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah sekitar olehnya itu lantai sedikitnya berukuran 1 X 1 meter dan dibuat cukup landai, miring kearah lobang jongkok.

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannnya.

5. Dilengkapi dengan dinding dan penutup

6. Cukup penerangan dan sirkulasi udara.

7. Luas ruangan yang cukup

8. Tersedia air dan alat pembersih.

Pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan kebiasaan masyarakat. Tujuan program JAGA (jamban keluarga) yaitu tidak membuang tinja ditempat terbuka melaingkan membangun jamban untuk diri sendiri dan keluarga.Penggunaan jamban yang baik adalah kotoran yang masuk hendaknya disiram dengan air yang cukup, hal ini selalu dikerjakan sehabis buang tinja sehingga kotoran tidak tampak lagi. Secara periodic Bowl, leher angsa dan lantai jamban digunakan dan dipelihara dengan baik, sedangkan pada jamban cemplung lubang harus selalu ditutup jika jamban tidak digunakan lagi, agar tidak kemasukan benda-benda lain.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jarak jamban dan sumber air bersih adalah sebagai berikut :

Kondisi daerah, datar atau miring

Tinggi rendahnya permukaan air

Arah aliran air tanah

Sifat, macam dan struktur tanah

Untuk mencegah, sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.

Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.

Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang

Tidak menimbulkan bau.

Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).

Sederhana desainnya.

Murah

Dapat diterima oleh pemakainya.

E. PEMANFAATAN KOTORAN MANUSIA

1. Pemanfaatan kotoran manusia sebagai pupuk tanaman

Kotoran manusia bukanlah limbah tak berguna. Sebuah lembaga organik Inggris menyatakan kotoran manusia dapat memainkan peran penting dalam mengamankan ketahanan pangan masa depan, misalnya membantu mencegah menurunnya hasil panen tanaman pangan, seperti gandum, yang sangat membutuhkan pupuk fosfor. "Diperkirakan hanya 10 persen dari 3 juta ton fosfor yang dikeluarkan oleh populasi manusia di dunia setiap tahun yang kembali ke tanah pertanian,* kata Asosiasi Pertanahan,badan sertifikasi organik terbesar di Inggris.

Suplai fosfor yang cukup sangat penting bagi pembentukan biji, perkembangan akar, dan pematangan tanaman. Dulu, penduduk Eropa mengembalikan fosfor ke lahan pertanian melalui pemupukan menggunakan kotoran ternak dan manusia. Laporan Asosiasi Pertanahan meminta dilakukannya perubahan regulasi Uni Eropa agar mengizinkan penggunaan endapan pengolahan limbah, atau blosolid, pada lahan pertanian organik bersertiflkasi. Regulasi ini melarang penggunaan biosolid pada lahan pertanian organik karena dikhawatirkan ada efek racun dari logam berat yang disebabkan oleh kombinasi limbah kotoran manusia dengan produk limbah lain, semisal sampah pabrik.

2. Pemanfaatan kotoran manusia menjadi biogas

Biogas adalah suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen atau anaerobik (Sahidu, 1983). Biogas adalah gas yang dapat terbakar dari hasil fermentasi bahan organik yang berasal dari daun-daunan, kotoran hewan/manusia, dan lain-lain limbah organik yang berasal dari buangan industri oleh bakteri anaerob (Wijayanti, 1993).Biogas adalah bahan bakar berguna yang dapat diperoleh dengan memproses limbah (sisa) pertanian yang basah, kotoran hewan dan manusia atau campurannya, di dalam alat yang dinamakan penghasil biogas (Harahap dkk, 1980). Menurut Polprasert (1985), kandungan biogas tergantung dari beberapa faktor seperti komposisi limbah yang dipakai sebagai bahan baku, beban organik dari digester, dan waktu serta temperatur dari penguraian secara anaerobik. Walaupun terdapat variasi dalam kandungan biogas,Kandungan bahan organik di dalam limbah pertanian cukup besar, apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan estetika. Bahan organik terdiri dari senyawa-senyawa karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen, kadang senyawa sulfur, fosfor dan lain-lain.Kadar dan jenis bahan yang dapat menurunkan kualitas atau mencemarkan lingkungan sangat bervariasi tergantung dari jenis hasil pertanian itu sendiri namun secara garis besar, dapat dinyatakan bahwa limbah hasil pertanian mudah terurai secara biologis di alam (biodegradable) (Tugaswati dan Nugroho 1985).Tinja dan urin manusia tergolong bahan organik merupakan hasil sisa perombakkan dan penyerapan dari sistem pencernaan. Berdasarkan kapasitas manusia dewasa rataan hasil tinja 0,20 kg/hari/jiwa (Sugiharto 1987). Sama halnya dengan limbah organik lain, limbah manusia dapat digunakan sebagai sumberdaya yang masih jarang diungkapkan. Nutrisi kotoran manusia tidak jauh berbeda dibanding kotoran ternak.Kalaupun berbeda tentu akibat pola makan dan sistem pencernaan yang berbeda.Pola makan manusia lebih banyak memilih bahan makanan kurang berserat, protein lebih tinggi dan umumnya dimasak sebelum dikonsumsi, sedangkan ternak sebaliknya. Kotoran manusia memiliki keunggulan dari segi nutrisi, dimana nisbah karbon (C) dan nitrogen (N) jauh lebih rendah dari kotoran ternak (C/N rasio 6-10:18-30) (Sihombing 1988)

Tinja berasal dari sisa metabolisme tubuh manusia yang harus dikeluarkan agar tidak meracuni tubuh. Keluaran berupa feses bersama urin biasanya dibuang ke dalam tangki septik. Lumpur tinja/night soil yang telah memenuhi tangki septik dapat dibawa ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja.Komposisi dan volume lumpur tangki septik tergantung dari faktor diet, iklim dan kesehatan manusia.

3. Pemanfaatan Pengolahan Jamban Pupuk (the Compost Privy)

Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal galiannya. Disamping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang dan sampah, daun-daunan. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

Mula-mula membuat jamban cemplung biasa.

Dilapisan bawah sendiri, ditaruh sampah daun-daunan.

Diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran biinatang (kalau ada) tiap-tiap hari.

Setelah kira-kira 20 inchi, ditutup lagii dengan daun-daun sampah, selanjutnya ditaruh kotoran lagi.

Demikian seterusnya sampai penuh.

Setelah penuh ditimbun tanah dan membuatt jamban baru.

Lebih kurang 6 bulan kemudian dipergunakkan pupuk tanaman

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menjaga kesehatan lingkungan sangat penting salah satunya tinja yang ada di sekeliling kita. Untuk mencegahnya, sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, dengan memenuhi syarat-syarat jamban yang sehat.

Manfaat pengelolaan tinja manusia yaitu dapat memotong jalur transmisi pada sumbernya serta dari segi estetika pemandangan, dan penciuman yang kurang sedap.

B. SARAN

Adapun saran dari penulis agar selalu menumbuhkan kesadaran dari dalam diri untuk untuk selalu menggunakan jamban yang sehat tidak merusak lingkungan dan pencemarannya. Selain itu diperlukan juga kontrol sosial budaya masyarakat untuk lebih menghargai sanitasi lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.Cet. ke-2, Mei.Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

Panduan dan Modul Pelatihan SANIMAS untuk Promosi Kesehatan Lingkungan, Juni 21, 2002

Dr. Budiman, Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan I. EGC : Jakarta.

3. Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernafasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya (Soeparman, 2002:11). Ekskreta manusia (human excreta) yang berupa feses dan air seni (urine) merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh (Chandra, 2007:124).

Dalam ilmu kesehatan lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Azwar, 1995).

Karakteristik TinjaMenurut Azwar (1995:74) seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya. Perkiraan komposisi tinja dapat dilihat pada tabel berikut (Soeparman, 2002):

Perkiraan Komposisi Tinja tanpa Air Seni

KomponenKandungan (%)

Air

Bahan organik (dari berat kering)

Nitrogen (dari berat kering)

Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering)

Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering)

Karbon (dari berat kering)

Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering)

C/N rasio (dari berat kering)66-80

88-97

5,7-7,0

3,5-5,4

1,0-2,5

40-55

4-5

5-10

Kuantitas Tinja dan Air Seni

Tinja/Air SeniGram/orang/hari

Berat BasahBerat Kering

TinjaAir seni135-2701.000-1.30035-7050-70

Jumlah 1.135-1.57085-140

Selain kandungan komponen-komponen di atas, pada setiap gram tinja juga mengandung berjuta-juta mikroorganisme yang pada umumnya tidak berbahaya bagi kesehatan/ tidak menyebabkan penyakit.

Namun tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen, terutama apabila manusia yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan (enteric or intestinal disesases). Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa, ataupun cacing-cacing parasit. Coliform bacteria yang dikenal sebagai Echerichia coli dan Fecal stretococci (enterococci) yang sering terdapat di saluran pencernaan manusia, dikeluarkan dari tubuh manusia dan hewan-hewan berdarah panas lainnya dalam jumlah besar rata-rata sekitar 50 juta per gram (Soeparman, 2002)).

Dekomposisi TinjaProses penguraian (decomposition) pada tinja secara alamiah akan berlangsung, sehingga akan berubah menjadi bahan yang stabil, tidak berbau, dan tidak mengganggu. Aktivitas utama dalam proses dekomposisi tersebut adalah (Soeparman, 2002) :

Pemecahan senyawa organik kompleks, seperti protein dan urea, menjadi bahan yang lebih sederhana dan lebih stabil.

Pengurangan volume dan massa (kadang-kadang sampai 80%) dari bahan yang mengalami dekomposisi, dengan hasil gas metan, karbon dioksida, amonia, dan nitrogen yang dilepaskan ke atmosfer, bahan-bahan yang terlarut dalam keadaan tertentu meresap ke dalam tanah di bawahnya.

Penghancuran organisme patogen yang dalam beberapa hal tidak mampu hidup dalam proses dekomposisi, atau diserang oleh banyak jasad renik di dalam massa yang tengah mengalami dekomposisi.

Bakteri memegang peranan penting dalam dekomposisi. Aktivitas bakteri dapat berlangsung dalam suasana aerobik atau anaerobik. Proses anaerobik tersebut misalnya terjadi pada kakus air (aqua privy), tangki pembusukan (septic tank), atau pada dasar lubang yang dalam. Atau dapat pula terjadi secara aerobik, seperti pada dekomposisi tertentu. Di samping itu, dekomposisi dapat terdiri lebih dari satu tahap, sebagian aerobik dan sebagian lagi anaerobik, tergantung pada kondisi fisik yang ada. Sebagai contoh, proses anaerobik berlangsung dalam septic tank, effuent cair meresap ke dalam tanah melalui saluran peresapan dan meninggalkan banyak bahan organik pada lapisan atas tanah. Bahan organik itu diuraikan secara aerobik oleh bakteri saprofit yang mampu menembus tanah sampai kedalaman 60 cm

- See more at: http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/09/karakteristik-dan-dekomposisi-tinja.html#sthash.98wHdxUW.dpuf

4. I. Pendahuluan

Masalah feses merupakan pengetahuan penting yang belum banyak diketahui. Kondisi feses merupakan indikator yang baik bagi sehat tidaknya seseorang. Observasi karakteristik feces dapat menghasilkan data yang sangat akurat mengenai kondisi apa yang sedang terjadi di dalam usus, dan status kesehatan seseorang.Oleh karena itu, pada laporan tugas mandiri ini akan dibahas tentang karakteristik fese normal dan abnormal. Laporan tugas mandiri ini dibuat dengan melakukan studi pustaka dan mengunduh di internet.

II. Pembahasan

Observasi feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan tabel berikut :KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL

KarakteristikNormalAbnormalKemungkinan penyebab

WarnaDewasa : kecoklatanBayi : kekuninganPekat / putihAdanya pigmen empedu, pemeriksaan diagnostik menggunakan barium

Hitam Perdarahan bagian atas GI

MerahTerjadi Hemoroid, perdarahan Bagian bawah GI (spt. Rektum),Makan bit.

Pucat dengan lemakMalabsorbsi lemak; diet tinggi susu dan produk susu dan rendah daging.

Orange atau hijauInfeksi usus

Lendir darahDarah pada feses dan infeksi

KonsistensiBerbentuk, lunak, agak cair / lembek, basah.Keras, keringDehidrasi, penurunan motilitas usus akibat kurangnya serat, kurang latihan, gangguan emosi dan laksantif abuse>>konstipasi

Cair Peningkatan motilitas usus (mis. akibat iritasi kolon oleh bakteri)>>diare, kekurangan absorpsi

BentukSilinder (bentuk rektum) Mengecil, bentuk pensil atau seperti benangKondisi obstruksi rectum

JumlahTergantung diet (100 400 gr/hari)

BauAromatik : dipenga-ruhi oleh makanan yang dimakan dan flora bakteri.Tajam, pedasSumber bau tak enak yang keras, berasal dari senyawa indole, skatol, hydrogen sulfide dan amine, diproduksi oleh pembusukan protein oleh bakteri perusak atau pembusuk. Bau menusuk hidung tanda terjadinya peningkatan kegiatan bacteria yang tidak kita kehendaki.

Unsur pokokSejumlah kecil bagian kasar makanan yg tdk dicerna, potongan bak-teri yang mati, sel epitel, lemak, protein, unsur-unsur kering cairan pencernaan (pigmen empedu dll)PusMukusParasitDarahLemak dalam jumlah besarBenda asingInfeksi bakteriKondisi peradanganPerdarahan gastrointestinalMalabsorbsiSalah makan

Frekuensi Lebih dari 6X dalam sehari Kurang dari sekali semnigguHipomotilityHipermotility

Warna, konsistensi, bentuk, jumlah, bau, dan unsur pokok dari feses seseorang dapat memberikan banyak informasi mengenai kondisi usus. Adanya penyimpangan dari flora usus dapat dideteksi secara sederhana bila penampakan feces memperlihatkan terjadinya deviasi dari kondisi feces normal dari seseorang yang kondisinya sehat.III. Penutupan

Dari pembahasan di atas dapat dilihat perbedaan karakteristik feses yang normal dan abnormal. Karakeristik feses yang normal dan abnormal dapat dilihat dari warna, konsistensi, bentuk, jumlah, bau, dan unsur pokok. Karakteristik tersebut dapat dijadikan data dalam mengetahui kondisi yang terjadi dengan seseorang. Oleh karena itu, Karakteristik feses harus diketahui dengan baik agar dapat mengetahui kondisi seseorang.

IV. Daftar PustakaMedfriendly. Feces. http://www.medfriendly.com/feces.html diunduh pada 05 Februari 2010.

Perry&Potter, (2003). Basic nursing essentsial for practice.Sixth edition. Mosby: USA.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing : concepts, process, and practice.Sixth Edition. St. Louis : Mosby.

Trisa, Cholina. kebutuhan dasar manusia eliminasi b.a.b . http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-cholina.pdf diunduh pada 05 Februari 2010.

Winarno. Kondisi feses merefleksi status kesehatan anda.http://mbrio-food.com/article10.htm diunduh pada 05 Februari 2010.

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat yang berbasis pada upaya promotif dan preventif, dimana pembangunan kesehatan ini berguna untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia.Upaya pemerintah dalam meningkatkan taraf hhidup bersih sehat terus-menerus dioptimalkan dengan program-program kesehatan untuk masyarakat.Salah satunya ialah program Prilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) yang ditekankan pada rumah tangga.

Rumah Tangga Ber-PHBS didapatkan dari rumah tangga yang seluruh anggotanya berperilaku hidup bersih dan sehat. Indikator ini merupakan indikator komposit dari 10 indikator, yaitu 1) pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, 2) bayi diberi ASI eksklusif, 3) balita ditimbang setiap bulan, 4) menggunakan air bersih, 5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, 6) menggunakan jamban sehat, 7) memberantas jentik di rumah sekali seminggu, 8) makan sayur dan buah setiap hari, 9) melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan 10) tidak merokok di dalam rumah. Apabila dalam Rumah Tangga tersebut tidak ada ibu yang melahirkan, tidak ada bayi dan tidak ada balita, maka pengertian Rumah Tangga ber-PHBS adalah rumah tangga yang memenuhi 7 indikator Presentase Rumah tangga Ber-PHBS tahun 2012 sebesar 56,5%. Persentase capaian sebesar 94,2% dari target yang ditetapkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa target 60% rumah tangga yang Ber-PHBS pada tahun 2012 belum tercapai. (Kemenkes RI, 2012).

Salah satu indikator yang menjadi permasalahan pada masyarakat saat ini ialah masalah tinja beserta pengelolaannya. Dari laporan Riskesdas 2001, penduduk yang memiliki akses terhadap jamban sehat sebesar 54,3 persen dan masih ada 34 persen penduduk yang masih menjadikan lahan terbuka sebagai tempat pembuangan tinja. Sementara rumah tangga yang menggunakan air PDAM tercata baru 13,3 persen.

Di negara berkembang, masih banyak terjadi pembuangan tinja secara sembarangan akibat tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan dibidang kesehatan lingkungan yang kurang, dan kebiasaan buruk dalam pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi.Kondisi tersebut terutama ditemukan pada masyarakat di pedesaan dan didaerah kumuh perkotaan. Seseorang umumnya menghasilkan 1,8 liter ekskreta sehari, yang terdiri dari 350 gram bahan padat kering, termasuk 90 gram bahan organik 20 gram nitrogen. hal ini memutuhkan pengelolaan ekskreta dengan baik dan ramah lingkungan.(Mara, 1994).

Ditinjau dari segi kesehatan lingkungan, kotoran manusia dapat menjadi masalah yang sangat penting.Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne disease akan mudah berjangkit.

Oleh karena itu kami perlu mendeskripsikan tinja dan cara pengolahannya agar dapat mencegah penularan penyakit pada manusia.

B. Rumusan MasalahDari permasalahan yang terdapat dalam latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah

Bagaimana cara menanggulangi tinja agar tidak menimbulkan penyakit bagi manusia?

C. Tujuan Penulisan1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait pentingnya kesehatan khususnya pengelolaan tinja.

2. Mencegah penularan peyakit yang diakibatkan oleh tinja.

3. Memberikan informasi terkait penyakit yang disebabkan oleh tinja.

D. Manfaat PenulisanPenulisan ini diharapkan bermanfaat bagi penulis dan pembaca sebagai tambahan informasi agar masyarakat mampu berprilaku hidup sehat yang berguna untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mengelola tinja secara aman.

BAB II.TINJAUAN PUSTAKAA. Pengertian Tinja Eskreta manusia merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan tersebut berbentuk tinja dan air seni.(Chandra, 2012).

Kotoran manusia (faeces) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan dan cara. (Notoatmodjo,2006).

Kotoran dari manusia yang sakit atau sebagai carrier dari suatu penyakit dapat menjadi sumber infeksi.Kotoran tersebut mengandung agent penyakit yang dapat ditularkan pada pejamu baru dengan dengan perantara lalat.(Chandra, 2012).

1. Komposisi TinjaKomposisi tinja manusia terdiri atas :

a. Zat padat

b. Zat organik

c. Zat anorganik

2. Kuantitas TinjaKuantitas tinja dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :

a. Keadaan setempat

b. Faktor fisiologi

c. Kebudayaan

d. Kepercayaan

B. Bahaya Tinja Terhadap KesehatanBahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan dan perkembangbiakan lalat. Sementara itu, penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat keadaan diatas, antara lain , tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal, serta infestasi parasit lain. Penyakit tersebut bukan saja menjadi beban komunitas (dilihat dari angka kesakitan, kematian dan harapan hidup), tetapi juga penghalang bagi tercapainya kemajuan dibidang social dan ekonomi.Pembuangan kotoran manusia yang baik merupakan hal yang mendasar bagi keserasian lingkungan.(Chandra, 2012).

Ekskreta yang dimanfaatkan manusia dalam hal pertanian dan budidaya air ternyata memiliki dampak juga terhadap kesehatan manusia. Ekskreta mengandung kadar pathogen yang tinggi karena ekskreta mengandung virus, bakteri, protozoa dan cacing yang keluar dari dalam tubuh manusia kemudian masuk melalui makanan yan dikonsumsi manusia sehingga dapat menimbulkan infeksi. (Mara dan Cairncross (1994).

Berikut ini kelompok infeksi yang diakibatkan oleh ekskreta :

Tabel 1.2

Penggolongan infeksi asal ekskreta menurut lingkungan

NoKasus InfeksiKelompok Dan Corak EpidemiologiInfeksiPusat PenularanTindakan Pengendalian Utama

1ITidak laten, Dosis infeksi rendahAmoebiasis, balantidiasis, enterobiasis, infeksi virus usus, giardiasis, himenolepiasis,hepatitis A, infeksi rotavirusPerorangan dan rumah tanggaPenyediaan air rumah dan jamban tangga, pendidikan kesehatan.

2IITidak laten, dosis infeksi sedang atau tinggi kekanjangan sedang mampu berkembang biak.Infeksi campylobacter, kolera, infeksi Escherichia coli, salmonellosis, shigellosis, tifus yersiniosisPerorangan dan rumah tangga

Air

TanamanPenyediaan air rumah dan jamban tangga, pendidikan kesehatan. Pengolahan ekskreta perumahan yang diperbaiki.

3IIILaten dan Kejang, tidak ada inangAscariasis

Infeksi cacing tambang, strongylodiasis, trichuriasisHalaman

Ladang

TanamanPenyediaan jamban

4IVLaten dan Kanjang, Sapi atau babi sebagai inangTaeniasisHalaman

Ladang

Pakan TernakPenyediaan Jamban

Pengolahan Ekskreta

Pemasaakn, pemeriksaan daging

5VLaten dan kanjang Cloonorchiasis

Diphyllobothriasis

Fasciolliais

Gastrodiscoidiasis

Heterophyasis. Dsb.AirPenyediaan Jamban

Pengolahan Ekskreta

Pemeriksaan Cadangan Air hewan

Pemeriksaan inang

Memasak air dan ikan

Mengurangi sentuhan (Kontak) dengan air.

C. Tinja dan PenyakitMenurut Chandra (2012), Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja, antara lain :

1. Agent penyebab penyakit

2. Reservoir3. Cara menghindar dari reservoir

4. Cara transmisi dari reservoir ke pejamu potensial

5. Cara penularan ke pejamu baru

6. Pejamu yang rentan (sensitif).

Kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Berikut bagan tinja dan penyakit, yaitu

D. Pemanfaatan ekskretaEkskreta yang memiliki dampak bahaya bagi kesehatan manusia namun disisi lain ekskreta juga memiliki manfaat yang besar dan telah diaplikasikan sudah lama di berbagai negara salah satuna Indonesia. (Mara 1994).

1. Dalam bidang pertanian

Ekskreta biasanya dianggap sebagai hal yang menyebabkan penyakit namun seiring dengan perkembangan Iptek ekskreta dapat dimanfaatkan dalam bidang pertaniaan yaitu sebagai pupuk tanaman yang dapat membantu mempertahankan kesuburan tanah. Pemanfaatan ekskreta sebagai pupuk tanaman telah banyak dgunakan di negara-negara didunia termasuk indonesia.

2. Dalam budidaya air

Budidaya air berarti usaha tani air sama halnya dengan pertanian, ekskreta digunakan sebagai pupuk. Hal ini sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu.Cara ini sanagt efektif dalam meningkatkan hasil dengan menekan sedikit biaya pengeluar dalam hal pembelian pupuk.

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASANDalam sehari, orang Asia rata-rata mengeluarkan 200-400 gram tinja, sedangkan orang Eropa 100-150 gram tinja.Menurut McDonald, didaerah tropis pengeluaran tinja berkisar antara 280-530 gr/org/hr dan urine berkisar antara 600-1,130 gr/org/hr. Perkiraan pengeluaran tinja gr/org/hr menurut M. B. Gotan, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.1Perkiraan pengeluaran tinja penduduk menurut M. B. Gotan

Gram/orang/hari

Tinja135-27035-70

Urine1.000-1.20050-70

Total1.135-1.47085-140

Melihat data diatas,maka perlu adanya sebuah penanganan dalam pengelolaan tinja agar tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.Karena dengan produksi tinja yang sangat banyak dalam setiap harinya dapat dipastikan berbagai masalah kesehatan tinja agar tidak menyebabkan berkembang baknya vector penyakit dan mengganggu keseimbangan lingkungan maka perlu dilakukan sebuah pengolahan tinja. Terutama pada daerah permukiman di bantaran rawa atau sungai, bisa kita amati bahwa masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dalam melakukan kegiatan sehari-hari bergantung pada air rawa atau air sungai. Namun jika air rawa atau sungai itu terkontaminasi dengan tinja yang dibuang setiap harinya oleh masyarakat yang tinggal disekitar rawa dan sungai mengakibatkan kulitas air dan lingkungan tercemar.

A. Pengelolaan Pembuangan TinjaMenurut Notoatmodjo (2011), untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus disuatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.

2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.

4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya.

5. Tidak menimbulkan bau.

6. Mudah digunakan dan dipelihara (maintanance).

7. Sederhana desainnya.

8. Murah.

9. Dapat diterima oleh pemakainya.

B. Tempat Pembuangan TinjaUntuk menciptakan keadaan lingkungan yang seimbang maka dalam menentukan pembuangan tinja, yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Harus memperhatikan jarak dari tempat pembuangan kotoran ke sumber air terdekat.

2. Memperhatikan bagaimana keadaan tanah.

3. Kemiringannya.

4. Permukaan air tanah.

5. Pengaruh banjir pada musim hujan.

C. Macam-macam tempat pembuangan tinja dan cara pembuatannyaBerikut ini beberapa macam tempat pembuangan tinja (kakus) dan cara pembuatannya.

1. Kakus cemplungKakus ini paling sederhana karena cara membuatnya dengan menggali tanah sebagai tempat penampungan tinja dan tempat jongkok diatasnya sehingga tinja secara langsung jatuh ke lubang galian.

2. Kakus plengsenganKakus ini dibuat tidak jauh berbeda dengan kakus cemplung namun yang membedakan tempat jongkok dan tempat pembuangnnya dihubungkan oleh saluraan yang miring.

3. Kakus borKakus ini dibuat dengan menggunakan bor tangan (bor auger) dengan diameter 30-40 cm.

4. AngsatrineKakus ini pada tempat jongkoknya dibuat seperti leher angsa (bowl). Bowl berfungsi untuk mecegah timbulnya bau dan mempertahankan air. Kakus ini dapat digunakan dirumah karena memberikan kemungkinan terjaga kebersihannya.

5. Kakus di atas balong (empang)Jenis kakus banyak digunakan didaerah yang banyak terdapat balong (empang). Kakus ini tidak dianjurkan untuk dipakai, namun dapat dibuat dengan persyaratan:

Air dari balong tidak bisa digunakan untuk mandi.

Balong tidak boleh kering.

Balong hendaknya cukup luas.

Ikan dari balong tidak boleh dimakan.

Tidak terdapat sumber air minum yang terletak dibawah balong.

Tidak terdapat tanaman yang tumbuh di permukaan air.

6. Kakus septictank

Septic tank berasal dari kaat septic yang berarti pembusukan secara anaerobic. Septictank terdapat bak yang dapat berguna untuk proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dan didalam bak tersebut terdapat tiga macam lapisan yaitu ; lapisan terapung,lapisan cair dan lapisan endap.

D. Syarat-syarat dari jambanAgar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara lain :

1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari pandangan orang (privacy) dan sebagainya.

2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat, dan sebagainya.

3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya.

4. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.

E. Proses Penghancuran tinjaDalam tangki ini tinja akan berada selama beberapa hari dan mengalami 2 proses:

1. Proses kimiawi

Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60%-70%) zat2 padat akan mengendap di dalam tangki sebagai sludge. Zat2 yang tidak dapat hancur bersama2 lemak dab busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tangki ,lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri2 anaerob dan fakultatif anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.

2. Proses biologis

Terjadi dekomposisi melalui aktifitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memekan zat2 organik alam slidge dan scum.Hasilnya selain terbentuknya gas dan zat cair lainnya, adalah juga pengurangan volume sludge, sehingga memungkinkan septi tank tidak cepat penuh.

BAB IVPENUTUP4.1. Kesimpulan1. Tinja atau ekskreta merupakan hasil dari manusia yang tidak dapat dimanfaatkan lagi dan harus dapat dikelola dengan bena agar tidak menjadi tempat berkembangbiaknyavector penyakit.

2. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan.

3. Salah satu pengelolaan tinja yang aman bagi kesehatan manusia ialah dengan dibuatkannya jamban.

4.2. Saran1. sebaiknya masyarakat dapat mengelola pembuangan tinja dengan baik dan aman agar tinja tidak menjadi tempat berkembang biak vektor penyakit.

2. Masyarakat diharapkan membuang tinja pada tempatnya (jamban) agar tidak mencemari lingkungan dan tidak menyebabkan penyakit bagi manusia.

3. Untuk pemerintah sebaiknya menyediakan fasilitas air bersih dan fasilitas jamban sehat kepada masyarakat di permukiman agar tidak membuang tinja di air sungai.

DAFTAR PUSTAKAChandra, Budiman. 2012. PengantarKesehatanLingkungan. Jakarta :BukuKedokteran EGC.

Kemenkes R.I, 2012. LaporanAkuntabilitaskinerjapromosikesehatan.

Mara, Duncan dan Sandy Cairncross. 1994. Pemanfaatan Air LimbahdanEkskreta. Bandung : ITB

Mckenzie, James F, Robert R. Pingerdan Jerome E. Kotecki. KesehatanMasyarakatedisi 4.Jakarta :BukuKedokteran EGC

Notoatmodjo, Soekidjo. 2006. IlmuKesehatanMasyarakat (Prinsip PrinsipDasar). Jakarta :RinekaCipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. IlmuKesehatanMasyarakat (Ilmu Dan Seni). Jakarta :RinekaCipta.

Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan. Pembuangan kotoran manusia didalam tulisan ini dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urin, yang pada umumnya disebut latrine (jamban atau kakus).

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.

Karena kotoran manusia (faeces) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan di bawah (lihat gambar).

Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air, tanah, serangga, lalat, kecoa dan sebagainya, dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut.

Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu, sudah barang tentu akan merupakan penyebab penyakit bagi orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan melalui tinja.

Berdasarkan hasil penelitian yang ada, seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari 970 gram dan menghasilkan air seni 970 gram. Jadi bila penduduk Indonesia dewasa saat ini 200 juta maka setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar 194.000 juta gram (194.000 ton). Maka bila pengelolaan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah tersebar.

Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis, dan sebagainya.

1. Pengelolaan Pembuangan Kotoran Manusia

Untuk mencegah, sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.

b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

c. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.

d. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-

binatang lainnya.

e. Tidak menimbulkan bau.

f. Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).

g. Sederhana desainnya.

h. Murah

i. Dapat diterima oleh pemakainya.

Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :

a. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari

panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari

pandangan orang (privacy) dan sebagainya.

b. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang

kuat, dan sebagainya.

c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak

mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan sebagainya.

d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.

2. Teknologi Pembuangan Kotoran manusia Secara Sederhana

Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah barang tentu berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu, teknologi jamban di daerah pedesaan disamping harus memenuhi persyaratan-persyaratan jamban sehat seperti telah diuraikan di atas, juga harus didasarkan pada sosiobudaya dan ekonomi masyarakat pedesaan. Tipe-tipe jamban yang sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain sebagai berikut :

2.1 Jamban Cemplung, Kakus (Pit Latrine)

Jamban cemplung ini sering kita jumpai didaerah pedesaan di jawa. Tetapi sering dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa tutup. Sehingga serangga mudah masuk dan bau tidak bisa dihindari. Disamping itu karena tidak ada rumah jamban, bila musim hujan tiba maka jamban itu akan penuh oleh air.

Hal lain yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kakus cemplung itu tidak boleh terlalu dalam. Sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya. Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5-3 meter saja. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumah kakus tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa ataupun daun padi. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.

2.2 Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilasi Improved Pit Latrine = VIP Latrine)

Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan, pipa ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu.

2.3 Jamban Empang (Fishpond Latrine)

Jamban ini dibangun diatas empang ikan. Didalam sistem jamban empang ini terjadi daur ulang (recycling), yakni tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja yang dimakan, demikian seterusnya.

Jamban empang ini mempunyai fungsi yaitu disamping mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja, juga dapat menambah protein bagi masyarakat (menghasilkan ikan).

2.4 Jamban Pupuk (the Compost Privy)

Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal galiannya. Disamping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang dan sampah, daun-daunan. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

- Mula-mula membuat jamban cemplung biasa..

- Dilapisan bawah sendiri, ditaruh sampah daun-daunan.

- Diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran biinatang (kalau ada) tiap-tiap hari.

- Setelah kira-kira 20 inchi, ditutup lagii dengan daun-daun sampah, selanjutnya

ditaruh kotoran lagi.

- Demikian seterusnya sampai penuh.

- Setelah penuh ditimbun tanah dan membuatt jamban baru.

- Lebih kurang 6 bulan kemudian dipergunakkan pupuk tanaman.

2.5 Septic Tank

Latrin jenis septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini dianjurkan. Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Didalam tangki ini, tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses, yakni :

2.5.1 Proses Kimiawi

Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70 %) zat-zat padat akan mengendap didalam tangki sebagai sludge. Zat-zat yang tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tanki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dan fakultatif anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.

2.5.2 Proses Biologis

Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik alam, sludge dan scum. Hasilnya, selain terbentuk gas dan zat cair lainnya, adalah juga mengurangi volume sludge sehingga memungkinkan septic tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja dan mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan.

By Rifki Syaifa :)