perkembangan pola komunikasi dalam penyuluhan …

14
Jurnal Komunikasi Pembangunan ISSN 1693-3699 Juli 2009, Vol. 07, No. 2 Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia Dwi Sadono Mayor Komunikasi Pembangunan, Gedung Departemen KPM IPB Wing 1 Level 5, Jalan Kamper Kampus IPB Darmaga, Telp. 0251-8420252, Fax. 0251-8627797 Abstrak Communication model in agricultural extention practices in Indonesia have develoved parallel by the development concept of communication and community. This paper describe several models which dominant used in Indonsia, that is: 1) One way model, 2) two way hierarkhis model, 3) media forum model, 4) networking model, and 5) eksperimental learning cycle model. 1. Pendahuluan Sektor pertanian peranannya dalam perekonomian nasional meskipun sudah semakin menurun, namun masih tetap penting dan strategis. Hal ini terutama karena sektor pertanian masih mem- berikan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk yang ada di pedesaan dan menyediakan bahan pangan bagi penduduk. Peranan lain dari sektor pertanian adalah menye- diakan bahan mentah bagi industri dan menghasilkan devisa negara melalui ekspor non migas. Bahkan sektor pertanian mampu menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir ini. Kontribusi penting penyuluhan pertanian untuk meningkatkan pem- bangunan pertanian dan peningkatan produksi pangan telah menyebabkan cepatnya perkembangan minat orang dalam penyuluhan selama beberapa dekade terakhir (Van den Ban dan Hawkins 1988). Beberapa negara telah berhasil memajukan pertaniannya yang memungkinkan kebutuhan pangan pen- duduknya terpenuhi dan pendapatan petani meningkat. Perhatian terhadap masalah per- tanian, khususnya pangan, telah lama mendapat perhatian para ahli. Perhatian tersebut tampak sangat menonjol ketika muncul karya R.T. Malthus pada akhir abad ke 18 (Rusli dan Andriany 2008). Malthus melihat pangan sebagai pengekang hakiki dari perkembangan penduduk disamping pengekang- pengekang lainnya yang berbentuk pengekang segera. Menurutnya, apabila tidak ada pengekang maka perkem- bangan penduduk akan berlangsung jauh lebih cepat daripada perkembangan produksi pangan (subsisten). Hal ini karena perkembangan penduduk mengi- kuti deret ukur, sedangkan perkem- bangan pangan mengikuti deret hitung. Desakan untuk memenuhi kebutu- han pangan bagi penduduknya yang terus berkembang telah menyadarkan berbagai negara berusaha untuk meningkatkan produksi pangannya. Oleh karena itu, teknologi pertanian yang lebih baik terus dikembangkan dan diintroduksikan kepada petani agar petani mau menerapkan teknologi tersebut dan produksi pangan mening- kat. Kegiatan menyebarkan informasi/ teknologi pertanian tersebut, dikenal dengan penyuluhan pertanian (agricultural extension). Penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai suatu sistem pendidikan di luar sekolah (non- formal) untuk para petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka tahu, mau, mampu, dan berswadaya mengatasi masalahnya secara baik dan

Upload: others

Post on 21-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Jurnal Komunikasi Pembangunan

ISSN 1693-3699 Juli 2009, Vol. 07, No. 2

Perkembangan Pola Komunikasidalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

Dwi SadonoMayor Komunikasi Pembangunan, Gedung Departemen KPM IPB Wing 1 Level 5, Jalan Kamper Kampus IPB

Darmaga, Telp. 0251-8420252, Fax. 0251-8627797

Abstrak

Communication model in agricultural extention practices in Indonesia have develoved parallel by the developmentconcept of communication and community. This paper describe several models which dominant used in Indonsia, thatis: 1) One way model, 2) two way hierarkhis model, 3) media forum model, 4) networking model, and 5)eksperimental learning cycle model.

1. Pendahuluan

Sektor pertanian peranannya dalamperekonomian nasional meskipun sudahsemakin menurun, namun masih tetappenting dan strategis. Hal ini terutamakarena sektor pertanian masih mem-berikan lapangan pekerjaan bagisebagian besar penduduk yang ada dipedesaan dan menyediakan bahanpangan bagi penduduk. Peranan laindari sektor pertanian adalah menye-diakan bahan mentah bagi industri danmenghasilkan devisa negara melaluiekspor non migas. Bahkan sektorpertanian mampu menjadi katuppengaman perekonomian nasionaldalam menghadapi krisis ekonomi yangmelanda Indonesia dalam satudasawarsa terakhir ini.

Kontribusi penting penyuluhanpertanian untuk meningkatkan pem-bangunan pertanian dan peningkatanproduksi pangan telah menyebabkancepatnya perkembangan minat orangdalam penyuluhan selama beberapadekade terakhir (Van den Ban danHawkins 1988). Beberapa negara telahberhasil memajukan pertaniannya yangmemungkinkan kebutuhan pangan pen-duduknya terpenuhi dan pendapatanpetani meningkat.

Perhatian terhadap masalah per-tanian, khususnya pangan, telah lamamendapat perhatian para ahli. Perhatian

tersebut tampak sangat menonjol ketikamuncul karya R.T. Malthus pada akhirabad ke 18 (Rusli dan Andriany 2008).Malthus melihat pangan sebagaipengekang hakiki dari perkembanganpenduduk disamping pengekang-pengekang lainnya yang berbentukpengekang segera. Menurutnya, apabilatidak ada pengekang maka perkem-bangan penduduk akan berlangsungjauh lebih cepat daripada perkembanganproduksi pangan (subsisten). Hal inikarena perkembangan penduduk mengi-kuti deret ukur, sedangkan perkem-bangan pangan mengikuti deret hitung.

Desakan untuk memenuhi kebutu-han pangan bagi penduduknya yangterus berkembang telah menyadarkanberbagai negara berusaha untukmeningkatkan produksi pangannya.Oleh karena itu, teknologi pertanianyang lebih baik terus dikembangkan dandiintroduksikan kepada petani agarpetani mau menerapkan teknologitersebut dan produksi pangan mening-kat. Kegiatan menyebarkan informasi/teknologi pertanian tersebut, dikenaldengan penyuluhan pertanian(agricultural extension). Penyuluhanpertanian didefinisikan sebagai suatusistem pendidikan di luar sekolah (non-formal) untuk para petani dankeluarganya dengan tujuan agar merekatahu, mau, mampu, dan berswadayamengatasi masalahnya secara baik dan

Page 2: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Perkembangan Pola Komunikasidalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

44

memuaskan dan meningkat kesejah-teraannya (Wiriatmadja 1990).

Penyuluhan pertanian di Indonesiatelah mempunyai sejarah yang cukuppanjang, yang dimulai sejak awal abad20. Penyuluhan pertanian bermula dariadanya kebutuhan untuk meningkatkanhasil pertanian, baik untuk kepentinganpenjajah maupun untuk memenuhikebutuhan pribumi. Kebutuhan pening-katan produksi pertanian diperhitungkanakan dapat dipenuhi seandainyateknologi-teknologi maju yang ditemu-kan para ahli dapat dipraktekkan olehpara petani sebagai produsen primer.Dengan hasil yang cukup menggem-birakan, usaha-usaha ini terus dikem-bangkan dan kemudian dibentuk suatusistem penyuluhan pertanian yangmelembaga di Indonesia dengan di-bentuknya Dinas Penyuluhan(Landbouw Voorlichting Dients atauLVD) pada tahun 1908 di bawahDepartemen Pertanian (BPLPP 1978).

Setelah mencapai kemerdekaan,usaha penyuluhan pertanian terusdikembangkan oleh pemerintah. Ber-bagai sarana dan prasarana pertaniandisediakan, jumlah penyuluh ditambahdan ditingkatkan kemampuannya.Demikian juga segala kemudahan bagipetani, termasuk berbagai subsidi, dansebagainya.

Dalam proses diseminasi inovasipertanian kepada petani, maka komu-nikasi memegang peranan penting.Proses komunikasi dalam penyuluhanpertanian tersebut sedikitnya melibatkanlima unsur stakeholders, yaitu: (1)lembaga penelitian – di dalamnya adapara peneliti, yang melakukanpenelitian untuk menghasilkan tekno-logi yang diharapkan berguna bagimasyarakat petani, (2) lembagapenyuluhan – yang di dalamnya ter-dapat para penyuluh, yang berperandalam menyebarluaskan teknologi yang

berguna bagi para petani, dan (3)masyarakat petani itu sendiri yangmenjadi subyek penyuluhan, (4)lembaga pengaturan, dan (5) lembagapelayanan. Pelaku-pelaku dalam penyu-luhan pertanian juga melibatkan pihaklain baik dari pihak swasta maupunpihak lainnya (Pasandaran dan Adnyana1995; Mugniesyah 2006). Agar prosesdiseminasi inovasi per-tanian ituberjalan efektif maka diperlukanketerkaitan yang erat antara berbagaiunsur tersebut. Masing-masing unsurmemiliki peran tersendiri tetapi antarunsur saling terkait satu sama lain.

Sejalan dengan perjalanan politikpemerintahan Indonesia, perkembanganpemahaman para ahli dan pemerintahmengenai petani dan pembangunanpertanian, perkembangan yang terjadipada petani atau masyarakat petani, danfaktor-faktor lainnya seperti tuntutandemokratisasi dalam berbagai aspekkehidupan, proses komunikasi dalampenyuluhan pertanian tidak terlepas dariperkembangan tersebut. Untuk itudalam tulisan ini dibahas perkembanganproses komunikasi dalam penyuluhanpertanian di Indonesia terutama sejakmasa “revolusi hijau” dan masasesudahnya.

2. Model SMCR Searah

Pada tahun 1960, David Berlomengemukakan suatu model komuni-kasi interpersonal yang dikenal denganmodel SMCR (Source, Message,Channel, Receiver). Pada model SMCR,Sumber (Source) diasumsikan sebagaiorang yang mempunyai informasi yangsenantiasa mengirimkan informasi yangdisebutnya sebagai Pesan (Message)kepada Penerima (Receiver) melaluiSaluran komunikasi (Channel),sehingga menimbulkan perubahan peri-laku pada Penerima sesuai dengan yangdikehendaki oleh Sumber. Model Berlo

Page 3: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Dwi Sadono

45

(1960) sangat mengutamakan padapengaruh pesan terhadap perilakuPenerima, oleh karenanya orientasinyalebih kepada bagaimana pesan harusditerima oleh Penerima sesuai kehendakSumber. Itu sebabnya bersifat linear dansearah dalam arus pesan.

Model SMCR Searah dikembangkanberdasarkan pengalaman AmerikaSerikat dalam penelitian pertanian,pengembangan dan penyuluhanpertanian dalam memberikan suatupelayanan bagi transfer teknologi.Pendekatan penyuluhan pertanian inidicirikan oleh paradigma komunikasiModel Berlo yaitu Model SMCR.

Berdasarkan model Berlo tersebut,praktek penyuluhan pertanian yangdilakukan lebih mengutamakan padaproses transfer teknologi dari pihakyang mempunyai atau menciptakanteknologi (peneliti) – yang menganggapteknologi pertanian tersebut perluditerapkan oleh masyarakat petani –kepada para petani yang dianjurkanuntuk menerapkan teknologi tersebutpada usahatani mereka. Oleh karenanya,model yang dikembangkan adalahmodel yang sangat disederhanakan,bersifat linear, satu arah (dalam halaliran pesan), hierarkhis dan bias proteknologi. Hal ini seperti dapat dilihatpada Gambar 1.

.

Gambar 1. Model Komunikasi SMCR Searah

Berdasarkan pengalaman praktekpenyuluhan pertanian di Indonesia,sejak diintroduksikannya Panca UsahaPertanian (PUP) pada tahun 1963/1964melalui program yang dikenal denganDemonstrasi Massal Swa SembadaBahan Makanan (Demas SSBM) dankemudian dikembangkan menjadiBimbingan Massal (Bimas) yangkemudian diikuti dengan programIntensifikasi Khusus (Insus) hinggaSupra Insus pada tahun 1986/1987menunjukkan pola model SMCR(Mugniesyah 2006). Dalam hal ini yangmenjadi Sumber adalah pemerintahyang diwakili oleh para penelitimenyampaikan pesan-pesan inovasiteknologi pertanian kepada para petani,khususnya komunitas padi sawahmelalui para petugas penyuluh

lapangan, dan petani dianjurkan(kemudian diharuskan) menerapkannyapada usahatani mereka.

Model komunikasi penyuluhanpertanian tersebut diadopsi dariAmerika Serikat. Pada dekade 1950-an,Indonesia banyak mendatangkan ahli-ahli pertanian dari Amerika Serikat danmengirimkan ahli-ahli pertanian untukbelajar di Amerika Serikat.

Model ini dipandang gagal untukmenampung unsur-unsur penting yangharus dibangun untuk keberhasilanpenciptaan teknologi dan transferinovasi pertanian, diantaranya adalahtidak menyentuh lapisan akar rumputdalam masyarakat petani. Hasilpenelitian Soewardi (1972),Sastramihardja dan Veronica (1976) danRolling et al., (1976) melaporkan

Sender (S) Channel (S) Receiver (S)

Research(Message)

Extension(Media and methods)

Farmers(target of change)

Page 4: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Perkembangan Pola Komunikasidalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

46

bahwa mereka yang mendapat manfaatinovasi adalah mereka yang terdiri darisepertiga lapisan atas masyarakatpetani.

Model SMCR Searah ini jugamengabaikan fakta bahwa kebanyakanpara peneliti dan penyuluh pertanianberasal dari keluarga petani danseringkali telah mengelola usahataninyasendiri serta mengetahui secara persispermasalahan yang mereka hadapi sertabagaimana mengatasinya (Mugniesyah2006). Mereka telah turut sertamenyumbangkan pemahamannya ten-tang pengetahuan mengenai bagai-manasesuatu dilakukan secara ilmiahterhadap proses perkembangan tekno-logi. Model ini juga mengabaikankepercayaan atau keyakinan bahwa baikpara petani, profesional dan pebisnismempunyai kemampuan sendiri untukmengarahkan atau membantu mencip-takan organisasi dan kelembagaan untukkemajuan mereka sendiri.

Bordenave (1976) memberikankritiknya terhadap penelitian komu-nikasi di Amerika Latin mengenai difusiinovasi. Dikemukakannya bahwa karya-karya penelitian itu menjadi lemahkarena terlalu menuruti model para-digma difusi yang sebelumnya berasaldari Amerika Serikat. Oleh karena itudisarankan perlunya penggabunganmodel difusi klasik dengan konsep-tualisasi Freire mengenai penyadaran(conscientization) dalam usaha mene-mukan suatu jenis penelitian yang lebihsesuai untuk Amerika Latin.

Dalam melihat efektivitas danefisiensi sistem penyampaian hasilpenelitian dan umpan baliknya,Pasandaran dan Adnyana (1995)menyatakan ada lima faktor yangmenentukannya. Faktor-faktor tersebutadalah: (1) mekanisme yang ditempuh,(2) fungsi dan peran masing-masingkelembagaan terkait, (3) kemauan,

kemampuan, dan sikap aparat terlibat(peneliti, penyuluh, dan penggunalainnya), (4) sarana dan prasarana yangtersedia, (5) komitmen dan dukunganpemerintah.

Menurut Pasandaran dan Adnyana(1995), mekanisme penyampaian hasilpenelitian diatur dalam SK MenteriPertanian No. 439/kpts/ot216/6/1989yang pada dasarnya mengikutipendekatan top down. Hasil penelitiandisampaikan kepada Direktorat Teknisyang kemudian melakukan pengujian-pengujian lebih lanjut. Hasil pengujiantersebut kemudian dirakit menjadiPetunjuk Teknis (juknis) yang lebihsederhana. Petunjuk Teknis disampai-kan kepada Kantor Wilayah Pertaniandi daerah yang kemudian disampaikankepada Dinas Teknis dan disebar-luaskan kepada penyuluh. Melaluipertemuan-pertemuan teknis, juknistersebut disampaikan kepada penyuluhpertanian lapangan (PPL) sebagaimateri penyuluh kepada petani.

Mekanisme dengan jalur yang cukuppanjang tersebut, menurut Pasandarandan Adnyana (1995) sering menye-babkan informasi tentang teknologi baruterlambat sampai kepada petani, ataumodifikasi yang dilakukan meng-akibatkan teknologi itu berbeda denganyang dianjurkan oleh lembagapenelitian. Pendekatan top down yangditerapkan pada waktu itu padadasarnya adalah statis dan mekanis.Masing-masing pihak berperan secaraspesifik sehingga kurang luwes dankehadiran para pelaku menjadi kurangpenting, bahkan pendekatan inicenderung bersifat instruksional(command and control) dengan sistemtarget yang kaku.

Berdasarkan kelemahan yangdijumpai dalam model tersebut sertamakin besarnya tantangan dalampembangunan pertanian, maka dalam

Page 5: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Dwi Sadono

47

model tersebut mulai dimasukkankonsep-konsep komunikasi yangpenting, yaitu umpan balik daninteraksi, dan melahirkan ModelKomunikasi Hierarkhis Dua Arah.

3. Model Hierarkhis Dua Arah

Model ini dikembangkan denganmengadopsi model yang membuatsecara eksplisit kebutuhan akankomunikasi langsung (yang bersifat duaarah) diantara ketiga pihak utamaterhadap proses transfer teknologi.Model ini dikembangkan dari modelkomunikasi konvergen yang diper-kenalkan oleh Rogers dan Kincaid danRogers (2003) yang dikenal denganModel Hierarkhis Dua Arah(Mugniesyah, 2006) atau PendekatanUmpan Balik yang Disempurnakan ataudalam bahasa Inggris disebut sebagai(Modified Feedback Approach)(Pasandaran dan Adnyana, 1995).

Dalam model komunikasikonvergen, komunikasi merupakansuatu proses dimana masing-masingpartisipan menciptakan dan berbagiinformasi satu sama lain dalam upayauntuk mencapai pengertian bersama(mutual understanding). Denganperkataan lain, diperlukan suatu

pendekatan yang menekankan padapertukaran informasi dan hubungan-hubungan di antara partisipankomunikasi ketimbang hanya denganunit analisis individu saja. Prosesberbagi informasi diantara partisipankomunikasi tersebut dilakukan dalamupaya mereka mencapai pemahamanterhadap makna informasi secara timbalbalik dalam konteks menggunakaninformasi tersebut. Hal ini berartiumpan balik di antara partisipankomunikasi juga saling dipertukarkan.Menurut perspektif ini komunikasididasarkan pada hubungan kolaborasiantara orang yang memiliki informasidan orang-orang yang membutuh-kannya.

Dengan demikian, model ini telahmempertimbangkan dua aspek, yakniumpan balik dan interaksi sertapengakuan bahwa proses komunikasidiekspresikan secara dua arah (Gambar2). Berdasarkan model tersebut, dalamkonteks penyuluhan pertanian, proseskomunikasi yang melibatkan peneliti,penyuluh, dan petani, digambarkanbahwa awalnya terjadi komunikasi duaarah antara peneliti dan penyuluh, yangkemudian diikuti komunikasi dua arahantara penyuluh dan petani.

Gambar 2. Model Komunikasi SMCR Dua Arah

Hal ini dimungkinkan karenainformasi dalam penyuluhan pertanian,baik berupa teknologi maupun gagasanyang berkenaan dengan kelembagaanbaru, bersumber dari peneliti yangmelakukan serangkaian penelitiansebagai proses penemuan (invention)inovasi bagi peningkatan efisiensi danproduktivitas usahatani. Sebeluminovasi itu diintroduksikan kepadapetani, umumnya inovasi itu diujicoba

dengan melibatkan penyuluh lapangan.Pada tahap ini terjadi komunikasi duaarah antara peneliti dan penyuluhlapangan. Namun demikian, penelitimasih ”ditempatkan” sebagai sumberyang statusnya lebih tinggi dibandingpenyuluh.

Pada tahap kedua, hasil-hasil ujicoba tersebut disebarluaskan olehpenyuluh kepada petani. Pada tahapkedua ini, penyuluh menjadi sumber

Penelitian Penyuluhan Petani

Page 6: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Perkembangan Pola Komunikasidalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

48

informasi bagi petani. Proseskomunikasi dua arah berlangsung diantara keduanya yang dapat diukur darijumlah orang yang mengadopsi ataumenerapkan inovasi yang dianjurkanpenyuluh.

Penerapan model ini dilakukan olehIndonesia mulai tahun 1976 dan negara-negara sedang berkembang lainnya,ditunjukkan oleh pelaksanaan SistemLatihan dan Kunjungan atau SistemLAKU (Training and Visit System)yang disponsori oleh Bank Dunia.Sistem kerja LAKU merupakan suatupendekatan yang memadukan antarapelatihan sebagai upaya peningkatankemampuan penyuluh dalam melak-sanakan tugasnya dengan kunjunganpenyuluh secara terjadwal kepadakelompok tani sebagai sistem interaksipenyuluh dengan petaninya dalampelaksanaan kegiatan penyuluhan per-tanian (Axinn 1988; BPLPP 1978;Ekstensia 2005).

Asumsi dasar penerapan sistemkerja LAKU menyebutkan antara lainbahwa penyuluh kurang sekalimemperoleh pelatihan yang up to datesehingga berkecenderungan untukjarang berkunjung dan berinteraksidengan petaninya. Melalui pendekatanini diharapkan dapat mendisiplinkanpenyuluh, meningkatkan kualitasnyamelalui proses pelatihan, keteraturanmereka dalam mengunjungi petanisecara rutin dan terjadwal. Asumsilainnya adalah bahwa melaluipendekatan ini mampu menjembataniketerkaitan antara penyuluhan denganpenelitian dan antara penyuluhandengan petani sebagai sasaran akhir.

Dalam sistem kerja LAKU parapenyuluh memperoleh pelatihan diBalai Penyuluhan Pertanian (BPP) danmelakukan kunjungan ke petani dalamperiode dua mingguan. Pelatihanberkenaan dengan beragam aspek

produksi tanaman dan ternak sesuaidengan kondisi lokal dua hari dalam duaminggu di (BPP). Mereka dibimbingoleh Penyuluh Pertanian Madya (PPM)yang kemudian juga diganti namanyadengan Penyuluh Pertanian UrusanProgramma (PPUP) serta bimbingandari Penyuluh Pertanian Spesialis(PPS). Empat hari dalam seminggudigunakan untuk melakukan kunjunganke delapan kelompok tani untukmenyebarluaskan ilmunya kepadapetani melalui beragam metode,diantaranya kunjungan serta demon-strasi cara dan hasil. Satu hari lagidalam seminggu digunakan untukmelakukan kegiatan administrasi.

Dalam sistem kerja LAKU tersebut,keputusan-keputusan yang berkenaandengan penelitian yang relevan dansumber teknologi masih berasal daripara ahli atau ilmuwan, belummelibatkan petani sebagai pengambilkeputusan dalam memilih permasalahandan kebutuhan mereka sendiri. Penelititidak berkomunikasi secara langsungdengan petani. Informasi atau alirankomunikasi tetap searah, dari penyuluhke petani. Petani masih diasumsikansebagai penerima pasif pesan-pesanpenyuluhan (pembangunan pertanian).Itu sebabnya sekalipun model inimenggambarkan komunikasi dua arah,namun aliran komunikasinya masihlinear dan hierarkhis.

Pendekatan penyuluhan melaluisistem kerja LAKU dianggap cocokpada waktu itu. Hal ini sebagaimanadiungkapkan oleh Axinn (1988) bahwapendekatan LAKU lebih cocok apabilaPPL masih kurang terlatih, kurangnyasupervisi dan dukungan logistik.Pendekatan ini terutama ditujukan untukmendorong petani meningkatkan pro-duksi tanaman tertentu, yang dalamkasus Indonesia adalah beras. Demikianpula dalam hal perencanaan programnya

Page 7: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Dwi Sadono

49

dilakukan secara terkontrol oleh pusat.Hasil penelitian di lapangan menun-jukkan beberapa kelemahan sistemLAKU. Kelemahan-kelemahan tersebutdiantaranya adalah: sangat banyakmenyita waktu dan membelenggu PPLdengan jadwal kunjungan dan pola yangkaku, sulitnya mengumpulkan petaniyang sekelompok, dan sebagainya(Girsang 1989; Ekstensia 2005).

4. Model Komunikasi Forum Media

Forum media adalah kelompokkecil-kelompok kecil terorganisir yangbertemu secara teratur dalam waktu-waktu tertentu untuk menerima programsiaran dari media massa dan mendis-kusikan isinya. Forum media ini padaawalnya berkembang di Canada ditengah-tengah keluarga petani,kemudian menyebar ke negara-negarakurang berkembang seperti India,Nigeria, Ghana, Malawi, Costa Rica,dan Brasil. Media massa dihubungkandengan media forum bisa melalui radio(India), sekolah radiophonics (AmerikaLatin, India), media cetak (Cina) ataumedia televisi atau telescuola (Italia)(Mugniesyah 2006).

Pengaruh saluran media massa,khususnya di kalangan petani di negara-negara sedang berkembang akan lebihbesar jika media massa tersebutdigabungkan dengan saluran komuni-kasi interpersonal. Forum media ini

dianggap sebagai cara yang palingefektif pada waktu itu untukmenjangkau masyarakat dengan inovasidan kemudian membujuk mereka untukmenggunakan inovasi tersebut.

Forum Media didasarkan padamodel komunikasi dua tahap (two stepflow model) yang memberikan perhatianpada peranan mass media yangdihubungkan dengan komunikasi antarpribadi. Dalam model ini masyarakatdipandang sebagai individu-individuyang saling berinteraksi dan mediamassa dipandang tidak terlalu kuatmempengaruhi khalayak secara lang-sung. Seseorang bisa saja terdedah padainformasi gagasan baru baik melaluisaluran komunikasi media massamaupun interpersonal, kemudianmereka melangsungkan komunikasiuntuk melakukan pertukaran pesan-pesan dengan orang lain. Dalam modelini, pada tahap pertama informasi darimedia massa disampaikan kepadaopinion leader (pemuka pendapat) ataumerupakan tahap transfer informasi.Pada tahap kedua, informasi daripemuka pendapat disampaikan kepadakhalayak atau pengikutnya (Gambar 3).Pengikut mengalami proses internalisasiatau pemahaman yang lebih baik karenapemuka pendapat menyampaikan infor-masi tersebut dengan bahasa yangdipahami khalayak.

Gambar 3. Model Komunikasi Media Forum

Media MassaOpinionLeader Khalayak

Page 8: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Perkembangan Pola Komunikasidalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

50

Negara India merupakan negaradengan pengalaman mereka denganforum radio tidak tertandingi olehnegara manapun di dunia. Terdapat12.000 forum radio yang melibatkan250 ribu petani dengan pertemuan rutindua minggu sekali. Forum radiomembantu menumbuhkan kesadaranpara petani agar memanfaatkan inovasidi bidang pertanian dan kesehatan(Rogers dan Shoemaker 1995).

Kelompok pendengar diIndonesia mulai dibentuk pada tahun1969 dan lima tahun sesudah itu jumlahkelompok pendengar mencapai 12.000.Namun demikian, hasil studi Jahi(1988) menunjukkan hanya sekitar 60%saja yang hidup. Dari kelompok yangmasih bertahan ini, ditemukan bahwayang masih aktif kebanyakan adalahsekretarisnya, karena ia menerimahonorarium untuk laporan dan suratyang dikirimkannya ke stasiun radiopembina. Menurut Hilbrink danLohman (Jahi 1988), kekurangaktifankelompok pendengar tersebut disebab-kan antara lain disebabkan adanyapeningkatan dalam hal kepemilikan,terbatasnya jumlah penyuluh yang dapatmembimbing kelompok pendengar, danterbatasnya informasi tercetak maupununit mobil film yang dapat membantupetani memahami lebih lanjut materisiaran pedesaan itu. Menurut Gunardi(1988), melemahnya aktivitas kelompokpendengar disebabkan karena:materinya kurang up to date, materinyakurang merangsang untuk didiskusi-kannya, tersainginya siaran pedesaanoleh acara radio swasta dengan acarayang lebih menarik (sandiwara), dansiaran kurang terdengar dengan jelas.

Berdasarkan laporan tersebut,menurut Jahi (1998), Radio Indonesiasecara intensif memperbaiki kualitasdan intensitas siaran pedesaannya. De-partemen Penerangan membentuk

Dewan Pembina Siaran Pedesaan padatingkat nasional, provinsi, dankabupaten. Di tingkat kecamatan,dibentuk Tim Pembina KelompokPendengar, yang anggotanya terdiri atasjuru penerang, penyuluh, dan petugaslapang dari instansi-instansi lain.

Forum media yang lain adalahkelompok pembaca dengan diga-lakkannya program pers pedesaan yangdikenal dengan Koran Masuk Desa(KMD). Program ini dimulai pada awalperiode 1980-an dan pada tahun keduaprogram sudah tercatat 47 surat kabarpedesaan terbit di 26 provinsi(Departemen Penerangan 1983). KoranMasuk Desa terbit seminggu sekalidengan format lembar lebar, tabloidatau berukuran kecil berupa sisipandalam majalah seperti Djaka Lodang(Jahi 1988).

Dengan berkembangnya teknologitelevisi, pada dekade 1980-an kemudianberkembang pula forum televisi.Televisi dipandang mempunyai kelebi-han dibandingkan dengan media lainnyakarena mampu menyampaikan pesan-pesannya secara audio visual secaraserentak sehingga berhasil memikatlebih banyak khalayak daripada mediamassa lainnya. Selama era Orde Baru,kehadiran televisi di Indonesia memilikikontribusi bagi pengembangan kelom-pok pemirsa. Pada akhir dekade 1980-an, ketiga kelompok forum mediakemudian digabungkan namanya men-jadi kelompok pendengar, pembaca danpirsawan (kelompencapir). Kelom-pencapir ini juga menurun peranannyasejalan dengan meningkatnya pemilikanmedia televisi serta dominannyapersepsi pemirsa dalam memandang TVsebagai sumber hiburan.

5. Model Komunikasi Jejaring (TheNetwork Model)

Page 9: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Dwi Sadono

51

Setelah swasembada beras dicapaipada tahun 1984, keadaan mulaiberubah. Kebutuhan masyarakat tidakterbatas pada sekedar beras dalam artikuantitas, tetapi sudah mengarah padakualitas. Di samping itu masyarakatjuga memerlukan berbagai jenissayuran, buah-buahan dan lauk pauk(telur, daging, ikan) serta susu.Permintaan teknologi tidak terbataspada padi, tetapi melebar kepadakomoditi lainnya dan hal ini kemudiantidak selalu dapat dipenuhi olehpenyuluh karena ketidak-tersediaanteknologi yang dimaksud. Petanikemudian mulai mencari teknologi tidaksaja ke penyuluh, tetapi ke sumberteknologinya seperti ke peneliti,pedagang sarana prduksi, dansebagainya (Tjitropranoto 2003).

Keadaan tersebut menunjukkanbahwa walaupun fungsi alih teknologimasih diperlukan, tetapi karenapenyuluhan pertanian tidak mampumenyediakan semua teknologi yangdiperlukan, maka perhatian petaniberalih ke sumber-sumber teknologi daninformasi lain yang dapat memberikanjawaban terhadap kebutuhannya.Dengan demikian proses transferteknologi disamping didasarkan kepadakeunggulan dan perkembangan ilmupengetahuan (menurut peneliti), tetapijuga perlu didasarkan pula kepadakebutuhan teknologi dan informasi olehpetani dalam berusahatani yang lebihmenguntungkan (Tjitropranoto 2003).

Pendekatan pemenuhan kebutuhanteknologi oleh petani ini kemudiandicoba dipenuhi melalui programketerkaitan Penelitian-Penyuluhan-Petani atau Research-Extension-Farmers Linkage (REFL) pada awaltahun 1990-an (Tjitropranoto, 2003)atau program Farming System Researchand Development (FSR/D)(Mugniesyah 2006). Model keterkaitan(Gambar 4) merepresentasikan banyakkemajuan dibandingkan dengan modelSMCR Searah dan SMCR HierarkhisDua Arah karena model ini memandangperlunya para ilmuwan/ peneliti danpenyuluh untuk mendengar masalah-masalah yang dihadapi petani dankebutuhan-kebutuhan mereka menurutperspektif mereka sendiri. Olehkarenanya model ini dipengaruhi olehmodel komunikasi konvergensi.

Model ini juga dikembangkan ber-dasarkan kelemahan dalam penyuluhanpertanian yang menekankan pendekatanproses adopsi inovasi pertanian ataumodel Olie-Vlek System, dimanaditemukan bahwa hanya sebagian kecillapisan atas masyarakat saja yang aksespada penyuluhan pertanian tersebut.Oleh karenanya pada model ini, terdapatbeberapa kegiatan yang difokuskanpada keluarga petani berlahan sempityang selama ini selalu memperolehsebagian kecil manfaat secara tidakproporsional dari penyuluhan danpenelitian yang terorganisir(Mugniesyah 2006).

Gambar 4. Model Komunikasi Jejaring

Penelitian

Penyuluhan Petani

Page 10: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Perkembangan Pola Komunikasidalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

52

Pada program ini, penyuluhbersama peneliti dan petani meng-indentifikasi kebutuhan dan ataumasalah yang dihadapi petani dalamusahataninya. Peneliti mencari hasil-hasil penelitian yang ada danmerakitnya bersama penyuluh menjaditeknologi untuk menjawab kebutuhandan atau masalah petani tersebut.Selanjutnya petani mencoba menerap-kan teknologi rakitan tersebut denganbimbingan penyuluh dan peneliti.Menurut Tjitropranoto (2003), disemi-nasi teknologi yang didasarkan padakebutuhan dan atau masalah petani initernyata berkembang sangat cepat,bukan hanya oleh penyuluh, tetapi jugaoleh petani yang telah menerapkannya.

Kebijakan penelitian dan pengem-bangan sumberdaya dan pengalamandalam REFL selama 5 tahun tersebutdimanfaatkan untuk merumuskandesentralisasi penelitian olehDepertemen Pertanian dengan dibentuk-nya Balai Pengkajian TeknologiPertanian (BPTP) pada tahun 1996 disetiap provinsi dengan menempatkanpeneliti dan penyuluh dalam satukelembagaan, jauh sebelum otonomidaerah dilaksanakan. BPTP inimemadukan kemampuan penyuluhpertanian dalam pendekatan kepadapetani dan kegiatan penyuluhanpertanian dengan kemampuan penelitidalam merakit teknologi sehingga dapatdihasilkan teknologi spesifik lokasiyang sesuai dengan kebutuhan petani,mendesiminasikannya serta mengum-pulkan umpan balik untuk perbaikanselanjutnya (Pasandaran dan Adnyana1995; Tjitropranoto 2003). Dalamperkembangannya, model jejaring inijuga masih mengalami kendala karenakemampuan penguasaan dan penerapanilmu-ilmu sosial sebagai dasar penyu-luhan dan pemanfaatan sumberdayamanusia khususnya petani belum dapat

dilakukan dengan cepat karena tenagapeneliti dan penyuluh umumnya sedangmenjalani pendidikan lanjut. Penelitiyang masih ada di BPTP sudah terbiasamemanfaatkan perkembangan ilmuuntuk penelitiannya sehingga peng-kajian yang dilaksanakan di BPTPterkesan masih untuk menghasilkanscience based technology, bukanfarmers need based technology(Tjitropranoto 2003).

Model jejaring ini meskipun sudahmemungkinkan hubungan langsungantara peneliti, penyuluh dan petani,sehingga kebutuhan dan atau masalahpetani menurut persepsi petani dapatditemukan, namun masih mengabaikanaspek kritis, yakni jejaring komunikasiantar petani yang berharga bagi transferteknologi. Selain itu, model ini tidakmemberi kesempatan kepada pemainlain dalam sistem teknologi pertanian,seperti pihak swasta sebagai pemasokpelayanan jasa dan input produksipertanian (Mugniesyah 2006).

6. Model Siklus Pengalaman Belajar(Experiental Learning Cycle)

Keberhasilan pembangunan pereko-nomian Indonesia secara keseluruhantelah mendorong meningkatnya per-mintaan dan konsumsi komoditas-komoditas pertanian tertentu, sepertiholtikultura, produk peternakan, produkperikanan, perkebunan, dan sebagainya.Hal yang tidak boleh dilupakan adalahbahwa para petani Indonesia juga telahberubah secara nyata (Slamet 1995).Berkat penyuluhan pembangunan,termasuk penyuluhan pertanian, parapetani telah memiliki pola komunikasiyang terbuka. Mereka telah lebihmampu berkomunikasi dengan orang-orang dari luar sistem sosialnya, dantelah lebih mampu berkomunikasisecara non personal melalui berbagaimedia massa. Petani dalam melakukan

Page 11: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Dwi Sadono

53

usahatani bahkan telah mampuberorientasi pada pasar.

Kesadaran tersebut telah mewarnaiparadigma baru pembangunan pertaniandi Indonesia. Dalam paradigma lamapembangunan pertanian, petani masihdianggap sebagai pihak yang tidakmempunyai pengetahuan dan belummampu merumuskan kebutuhannyasehingga inovasi harus didatangkan dariluar sistem sosial petani. Dalamparadigma baru, petani tidak dipandanglagi sebagai pihak yang tidak memilikipengetahuan dan sudah mampumerumuskan kebutuhannya(Mugniesyah 2006). Di samping itu,berbagai perkembangan juga telahterjadi, seperti demokratisasi dalamberbagai aspek kehidupan,perkembangan media komunikasi, dansebagainya.

Hal-hal tersebut di atas telahmenumbuhkan kesadaran di kalanganilmuwan dan pengambil kebijakandalam pembangunan pertanian. Dalamhal ini Slamet (1995) menegaskankembali bahwa penyuluhan pertaniansebagai usaha pendidikan non formalyang bertujuan mengembangkansumberdaya manusia pertanian agardengan usahanya mereka mampumeningkatkan kualitas kehidupannya.Definisi ini ingin ”memisahkan”penyelenggaraan penyuluhan pertaniandari program-program pertanian danmenyarankan penyuluhan pertaniandengan sistem kafetaria. Pendapat yangsenada telah disampaikan oleh Mosher(1978) bahwa pada masyarakat petaniyang telah responsif terhadap inovasidan berorientasi pasar/agribisnis, makaperanan penyuluh yang harus dijalankanpenyuluh adalah peranan penyebaranhasil-hasil penelitian.

Dalam hal tersebut, Soedijanto(2003) menyatakan bahwa penyuluhanbukanlah transfer teknologi yangdilakukan dengan cara mengajar petani

atau menjembatani gap antara petaniyang mengalami lack of technologydengan penelitian yang notabenedianggap sebagai sumber teknologi, danmenempatkan petani sebagai ”murid”dan penyuluh sebagai ”guru” dimanakedudukan petani sangat dependentterhadap penyuluh. Penyuluhan adalahsistem pendidikan orang dewasa(andragogy) yang dilakukan dengancara melibatkan diri petani secara penuhuntuk melakukan discovery learningagar mendapatkan ilmu dan teknologiyang mereka butuhkan untuk dapatkeluar dari masalahnya secaramanusiawi dan mandiri. Petani bukansebagai ”murid” tetapi ”mitra belajar”dan penyuluh bukan sebagai ”guru”tetapi sebagai ”pemandu” (Dilts 1992;BPLP 1993; Soedijanto 2003).

Model komunikasi yang menggam-barkan model ini adalah modelkomunikasi yang disebut denganEksperiental Learning Cycle (ELC)menunjukkan proses komunikasi aktifdi antara para petani untuk memahamilingkungannya, atau dalam proses”menemukan” (discovery) inovasi/teknologi yang mereka kembangkan.Model ini mengacu pada modelkomunikasi Farmers back to Farmersyang diadaptasi oleh Mc Clure dariRoadhes (1984) yang menggambarkansuatu model yang lebih kompleks yangmenekankan pada arus atau aliraninformasi dari petani ke petani danmengarahkan perhatian padakesempatan-kesempatan yang ditawar-kan untuk memperbaiki interaksipeneliti dan petani (Mugniesjah 2006).Model ELC ini diterapkan dalamprogram penyuluhan yang dikenaldengan Sekolah Lapangan (SL) sepertiSL Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) dan SL Usahatani BerbasisAgribisnis (SL-UBA).

Dalam model ELC terdapat empattahapan, yaitu: (1) mendapat atau

Page 12: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Perkembangan Pola Komunikasidalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

54

menggali pengalaman, (2) memper-tukarkan pengalaman, (3) menarikkesimpulan, dan (4) menerapkannya(Gambar 5). Petani mendapatpengalaman baru atau menggalipengalaman yang sudah pernah dilaku-kannya. Pengalaman tersebut kemudiandipertukarkan atau dipelajari bersamadengan petani lain yang belummengalaminya. Dari proses diskusitersebut kemudian diambil kesimpulandan dari kesimpulan tersebut kemudian

petani menerapkannya, dan seterusnyapengalaman baru tersebut dipertukarkankembali mengikuti tahapan tersebut.

Dari kasus SL-PHT misalnya,dalam program Bimas sampai SupraInsus yang telah berlangsung selamatiga dekade telah menghasilkan petaniyang pesticide minded. Pemberantasanhama dilakukan secara intensif, bahkandilakukan secara terjadwal meskipuntidak terdapat hama di sawahnya.Kebanyakan petani menganggap bahwasemua hewan yang ada di sawahsebagai hama tanaman padi. Setelahmengikuti SL-PHT melalui pengamatandan diskusi selama 12 minggu, petanikemudian mengetahui bahwa tidaksemua hewan yang ada di sawah adalahhama. Hewan yang ada di sawahkemudian diketahui bahwa sebagiandiantaranya adalah musuh alami (”baturpatani”) yang membantu petanimengendalikan hama di sawahnya.Dalam proses penemuan teknologi

pengendalian hama tikus yang dikenaldengan ”lumpurisasi”, setelah penga-laman tersebut dipertukarkan kepadapetani lain, dipraktekkan dan kemudiandiperbaiki oleh petani lain dipertukar-kan lagi pengalaman tersebut sehinggamenjadi metode yang lebih efektifdalam mengendalikan hama tikus(Sadono 1999).

Menurut Soedijanto (2003), hasilnyaadalah petani yang berkualifikasisebagai manusia pembelajar, manusiapeneliti, manusia penyelenggaraagribisnis, manusia pemimpin, danmanusia pemandu petani lainnya.

7. Penutup

Pola komunikasi yang dikem-bangkan dalam penyuluhan pertanian diIndonesia mengalami perkembangandari waktu ke waktu. Pada awalnya pola

Processing

Experiencing Generalizing

Applying

2

1

4

3

1. Mendapat/menggalipengalaman

2. Mempertukarkan pengalaman3. Menarik kesimpulan4. Menerapkannya

Gambar 5. Daur Belajar Lewat Pengalaman

Page 13: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Dwi Sadono

55

komunikasi yang dikembangkan adalahpola komunikasi yang bersifat lineardari pemerintah/peneliti melaluipenyuluh kepada petani. Sejalan denganperkembangan pemahaman pemerintahatau peneliti, kemajuan yang dialamioleh petani, tuntutan demokratisasi diberbagai bidang, maka pola komunikasiyang dikembangkan dalam penyuluhanpertanian juga mengalami perubahan kearah pola komunikasi yang partisipatifdan dialogis sehingga diharapkan akanlebih mampu memenuhi kebutuhanpetani.

Daftar PustakaAxinn, G.H., 1988. Guide on alternative

extention Approaches. FAO of theUnited Nations. Rome.

Bordenave, J. D. 1976. KomunikasiInovasi Pertanian di Amerika Latin:Perlunya Model-model Barudalam E. M.Rogers (Editor). 1976.Komunikasi dan Pembangunan,Perspektif Kritis. LP3ES. Jakarta.

BPLP. 1993. Agribisnis, Seri 1. BPLP,Departemen Pertanian. Jakarta.

BPLPP. 1978. Tujuh Puluh TahunPenyuluhan Pertanian di Indonesia,1908-1978. BPLPPDepartemen Pertanian. Jakarta.

Dilts, R. 1992. Sekolah Lapangan:Suatu Upaya PembaharuanPenyuluhan Pertanian.Program Nasional PengendalianHama Terpadu, DepartemenPertanian. Jakarta.

Ekstensia. 2005. RevitalisasiPenyuluhan Pertanian: MerajutKembali Daya Hidup PenyuluhanPertanian. Ektensia, Volume 01-2005. Badan PengembanganSumberdaya Manusia Pertanian,Departemen Pertanian. Jakarta.

Girsang, W. 1989. Peranan OrganisasiKelembagaan Balai PenyuluhanPertanian dalam Supra Insus.Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian, FakultasPertanian IPB. Bogor.

Gunardi. 1988. Menyelaraskan ProgramSiaran Pedesaan dengan KebutuhanPendengar dalam Gunardi(Penyunting). 1988. KumpulanBahan Bacaan PenyuluhanPertanian. Jurusan Ilmu-ilmu SosialEkonomi Pertanian, FakultasPertanian IPB. Bogor.

Jahi, A. 1988. Peranan KomunikasiMassa dalam Pembangunan.LP3ES. Jakarta.

Mosher, A.T. 1978. An Introdusction toAgriculture Extension. AgriculturalDevelopment Council. SingaporeUniversity Press. Singapore.

Mugniesyah, S. S. 2006. PenyuluhanPertanian. Departemen Komunikasidan Pengembangan Masyarakat,Fakultas Ekologi Manusia IPB.Bogor.

Pasandaran, E. dan M. O. Adnyana.1995. Peranan Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP)dalam Meningkatkan Keterkaitanantara Peneliti dan Penyuluh.Makalah pada Lokakarya Dinamikadan Perspektif PenyuluhanPertanian pada PJP II. Bogor, 5-6Juli 1995.

Rogers, E.M. dan F.F. Shoemaker.1995. Communication ofInnovations : A Cross CulturalApproach. The Free Press. NewYork.

Rolling, N. G., J. Ascroft, F. W. Chege.1976. Difusi Inovasi dan Masalah

Kemerataan dalamPembangunan di Pedesaan dalamE. M. Rogers (Editor). 1976.Komunikasi dan Pembangunan:Perspektif Kritis. LP3ES. Jakarta.

Rusli, S. dan I.D. Andriany. 2008.Penduduk dan pangan: IndonesiaMampukah MempertahankanSwasembada Pangan? WartaDemografi, Tahun ke 38, No. 3.

Page 14: Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan …

Perkembangan Pola Komunikasidalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

56

2008. Universitas Indonesia,Jakarta.

Sadono, D. 1999. Tingkat AdopsiInovasi Pengendalian HamaTerpadu oleh Petani, Kasus diKabupaten Karawang, Jawa Barat.Thesis. Prpgram Pascasarjana IPB.Bogor.

Sastramihardja, M. H. dan A. Veronica.1976. Adopsi Panca UsahaPertanian Khususnya PenanamanPadi di Desa Babakan KecamatanSerpong dalam Gunardi(Penyunting). 1988. KumpulanBahan Bacaan PenyuluhanPertanian. Jurusan Ilmu-ilmu SosialEkonomi Pertanian, FakultasPertanian IPB. Bogor.

Slamet, M. 1995. Pola, Strategi, danPendekatan PenyelenggaraanPenyuluhan Pertanian padaPJP II dalam I. Yustina dan A.Sudradjat (Penyunting). 2003.Membentuk Pola Perilaku ManusiaPembangunan, Didedikasikankepada Prof. Dr. H.R. MargonoSlamet. IPB Press. Bogor.

Soedijanto. 2003. Penyuluhan sebagaiPilar Akselerasi Pembangunan

Pertanian di Indonesia pada MasaMendatang dalam I. Yustina dan A.Sudradjat (Penyunting). 2003.Membentuk Pola Perilaku ManusiaPembangunan, Didedikasikankepada Prof. Dr. H.R. MargonoSlamet. IPB Press. Bogor.

Soewardi, H. 1972. Penyebaran Inovasidari Lapisan Atas ke LapisanBawah dalam Sajogyo dan P.Sajogyo (Penyunting). 1990.Sosiologi Pedesaan Jilid 1. UGMPress.Jogjakarta.

Tjitropranoto, P. 2003. PenyuluhanPertanian: Masa Kini dan MasaDepan dalam I. Yustina dan A.Sudradjat (Penyunting). 2003.Membentuk Pola Perilaku ManusiaPembangunan, Didedikasikankepada Prof. Dr. H.R. Margono

Slamet. IPB Press. Bogor.Van den Ban, A. W. dan H. S. Hawkins.

1988. Agricultural Ekstension.Longman Scietific & Technical.New York.

Wiriatmadja, S. 1990. Pokok-pokokPenyuluhan Pertanian. CVYasaguna. Jakarta.