perkembangan hubungan sosial dan proses pembelajaran

36
PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL DAN PROSES PEMBELAJARAN A. Pengertian Hubungan Sosial Secara teoritis, hubungan sosial ini mula-mula dimulai dari lingkungan rumah sendiri kemudian berkembang ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada lingkungan yang lebih luas lagi yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya. Namun kenyataannya, yang sering terjadi adalah bahwa hubungan sosial anak dimulai dari rumah, kemudian dilanjutkan dengan teman sebaya, baru kemudian dengan teman-temannya di sekolah. Kesulitan hubungan sosial dengan teman sebaya atau teman di sekolah sangat mungkin terjadi manakala individu dibesarkan dalam suasana pola asuh orang tua yang otoriter dalam keluarga. Penyebab kesulitan hubungan sosial sebagai akibat dari pola asuh orang tua yang penuh dengan unjuk kuasa ini adalah timbul dan berkembangnya perasaan takut yang berlebihan pada anak sehingga tidak berani mengambil inisiatif dalam berhubungan dengan orang lain, tidak berani mengambil keputusan, dan tidak berani memutuskan pilihan teman yang dipandang cocok. Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 1

Upload: dedi-yulianto

Post on 22-Jun-2015

5.769 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL

DAN PROSES PEMBELAJARAN

A. Pengertian Hubungan Sosial

Secara teoritis, hubungan sosial ini mula-mula dimulai dari lingkungan

rumah sendiri kemudian berkembang ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan

kepada lingkungan yang lebih luas lagi yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya.

Namun kenyataannya, yang sering terjadi adalah bahwa hubungan sosial anak

dimulai dari rumah, kemudian dilanjutkan dengan teman sebaya, baru kemudian

dengan teman-temannya di sekolah. Kesulitan hubungan sosial dengan teman

sebaya atau teman di sekolah sangat mungkin terjadi manakala individu

dibesarkan dalam suasana pola asuh orang tua yang otoriter dalam keluarga.

Penyebab kesulitan hubungan sosial sebagai akibat dari pola asuh orang tua yang

penuh dengan unjuk kuasa ini adalah timbul dan berkembangnya perasaan takut

yang berlebihan pada anak sehingga tidak berani mengambil inisiatif dalam

berhubungan dengan orang lain, tidak berani mengambil keputusan, dan tidak

berani memutuskan pilihan teman yang dipandang cocok.

Situasi kehidupan dalam keluarga yang berupa pola asuh orang tua pada

umumnya masih dapat diperbaiki oleh orang tua itu sendiri, tetapi situasi

pergaulan dengan teman-teman sebayanya cenderung sulit diperbaiki.

Anak yang dibesarkan dalam lingkungan dengan pola anak yang otoriter

kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam mengadaptasi diri ke dalam setiap

situasi yang dianggap akan menimbulkan konflik pada dirinya. Ada dua

kemungkinan kompensasi negatif yang dapat muncul pada diri anak dalam

mengolah konfliknya itu, yaitu rasa rendah diri yang akan tetap melekat pada

dirinya atau anak berbuat berlebih-lebihan. Dengan demikian, tampak bahwa

keluarga merupakan peletak dasar hubungan sosial anak, dan yang terpenting

adalah pola asuh orang tua terhadap anak.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 1

Page 2: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

B. Pengaruh Hubungan Sosial terhadap Tingkah Laku

Hubungan sosial individu dimulai sejak individu itu berada di lingkungan

rumah bersama keluarganya. Segera setelah lahir, hubungan bayi dengan orang di

sekitarnya, terutama ibu, memiliki arti yang sangat penting. Hubungan ini paling

dirasakan kehangatannya dan kemudian menjadi pengalaman hubungan sosial

yang amat mendalam adalah melalui sentuhan ibu terhadap anak bayinya,

terutama saat menetek. Bahkan seorang ahli Psikoanalisis yang bernama Sigmund

Freud menegaskan bahwa sentuhan lembut seorang ibu, kehangatan dekapan

gendongan seorang ibu, dan bahan degupan jantung seorang ibu ketika menyusui

anak bayinya dirasakan oleh seorang bayi dalam alam psikologisnya sebagai

pernyataan kasih sayang, pengakuan, perasaan diterima, dan perlindungan yang

luar biasa yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa anak di

kelak kemudian hari, termasuk kemampuan hubungan sosialnya.

Gangguan tingkah laku yang terjadi pada anak yang selama hidupnya

berada di rumah titipan atau yatim piatu, merupakan contoh akibat kurangnya

kebutuhan akan kasih sayang dan sentuhan lembut seorang ibu. Pada mereka tidak

ada kesempatan untuk menikmati kasih sayang ayah atau ibunya sehingga dapat

berpengaruh terhadap perkembangan hubungan sosialnya.

Perkembangan hubungan sosial anak dimulai dari sejak bayi dan semakin

berkembang ketika anak mulai memasuki masa prasekolah, kira-kira umur 18

bulan. Pada umur ini dimulai dengan tumbuhnya kesadaran diri atau yang dikenal

dengan kesadaran akan dirinya dan kepemilikannya. Pada umur ini keinginan

untuk mengeksplorasi lingkungan semakin besar sehingga tidak jarang

menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kedisiplinan. Anak mulai

berhadapan dengan orang-orang sekitarnya yang mungkin menyetujui tetapi ada

pula yang menghalangi keinginannya. Pada masa ini sampai akhir masa sekolah

ditandai dengan meluasnya lingkungan sosial. Selain dengan anggota

keluarganya, anak juga mulai mendekatkan diri kepada orang-orang lain di

lingkungannya. Meluasnya lingkungan sosial anak itu menyebabkan anak

memperoleh pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengawasan orang tuannya.

Anak sudah semakin luas bergaul dengan teman-temannya serta berhubungan

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 2

Page 3: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

dengan guru-guru yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses

hubungan sosial anak. Dalam hubungan sosial pada masa ini anak melakukan

proses emansipasi dan sekaligus individualisasi. Dalam proses ini, teman-teman

sebayanya juga mempunyai peranan yang sangat penting bagi mereka.

Dalam konteks ini, Jean Piaget mengatakan bahwa permulaan kerjasama

dan konformisme sosial semakin bertambah pada saat anak mencapai usia 7

sampai 10 tahun dan mencapai puncak kurva pada saat anak berada di antara umur

9 sampai 15 tahun. Ini dapat diartikan bahwa konformisme semakin bertambah

dengan bertambahnya usia sampai permulaan remaja dan setelah itu mengalami

penurunan kembali. Penurunan ini disebabkan pada masa remaja sudah semakin

berkembang keinginan mencari dan menemukan jati dirinya sehingga

konformisme semakin berbenturan dengan upaya mencapai kemandirian atau

individuasi.

C. Makna Interaksi

Thibaut dan Kelley (1979), yang merupakan pakar dalam teori interaksi,

mendefinisikan interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain

ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu

sama lain, atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi, dalam setiap kasus interaksi,

tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain. Sebagai

contoh, A bertemu dengan B di jalan, kemudian ia menghentikan B dan

mengajaknya ngobrol tentang cuaca, mendengarkan kesulitan-kesulitan yang

dialaminya, dan kemudian mereka bertukar pendapat dengan caranya masing-

masing. Chaplin (1979) mendefiniskan bahwa interaksi merupakan hubungan

sosial antara beberapa individu yang bersifat alami di mana individu-individu itu

saling mempengaruhi satu sama lain secara serempak.

Adapun Homans mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian di mana

suatu aktivitas atau sentimen yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu

lain diberi ganjaran (reward) atau hukuman (punishment) dengan menggunakan

suatu aktivitas atau sentimen oleh individu lain yang menjadi pasangannya (Shaw,

1985: 71). Jadi, dalam konsep yang dikemukakan oleh Homans ini, mengandung

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 3

Page 4: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

pengertian bahwa suatu tindakan oleh seseorang dalam suatu interaksi merupakan

suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya. Sedangkan

Shaw (1976:447) mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu pertukaran

antarpribadi di mana masing-masing orang menunjukkan perilakunya sama lain

dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku itu mempengaruhi satu

sama lain.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi mengandung

pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing

orang yang terlibat di dalamnya, memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi

juga lebih dari sekadar terjadi hubungan antara pihak-pihak yang terlibat

melainkan terjadi saling mempengaruhi.

D. Jenis-jenis Interaksi

Ada tiga jenis interaksi, yaitu:

1. Interaksi verbal

2. Interaksi fisik

3. Interaksi emosional

Interaksi verbal adalah interaksi yang terjadi bila dua orang atau lebih

melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi atau

pembicaraan. Prosesnya terjadi dalam bentuk saling bertukar percakapan satu

sama lain.

Interaksi fisik adalah interaksi yang terjadi manakala dua orang atau lebih

melakukan kontak dengan menggunakan bahasa-bahasa tubuh. Misalnya, ekspresi

wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, dan kontak mata.

Sedangkan yang dimaksud interaksi emosional adalah interaksi yang

terjadi manakala individu melakukan kontak sama lain dengan melakukan curahan

perasaan. Misalnya, mengeluarkan air mata sebagai tanda sedih, haru, atau bahkan

terlalu bahagia.

Selain tiga jenis interaksi di atas, jenis interaksi dapat dibedakan

berdasarkan banyaknya individu yang terlibat dalam proses interaksi tersebut serta

pola interaksi yang terjadi. Atas dasar itu, maka ada dua jenis interaksi, yaitu:

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 4

Page 5: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

1. Interaksi dyadic

2. Interaksi tryadic

Interaksi dyadic terjadi manakala hanya ada dua orang yang terlibat di

dalamnya atau lebih dari dua orang tetapi arah interaksinya hanya terjadi dalam

dua arah. Contoh: interaksi antara percakapan dua orang lewat telepon, interaksi

antara guru-murid dalam kelas jika guru menggunakan metode ceramah atau

tanya jawab satu arah tanpa menciptakan dialog antar murid.

Interaksi tryadic terjadi manakala individu yang terlibat di dalamnya lebih

dari dua orang dan pola interaksi menyebar ke semua individu yang terlibat.

Misalnya, interaksi antara ayah, ibu, dan anak jika interaksinya terjadi pada

mereka semuanya.

E. Pola Interaksi Remaja-Orang Tua

Sesuai dengan tahapan perkembangannya, interaksi remaja dengan orang

tua memiliki kekhasan tersendiri. Jersild, Brook, dan Brook (1998) mengatakan

bahwa interaksi antara remaja dengan orang tua dapat digambarkan sebagai

“three-act-drama” (drama-tiga-tindakan).

Drama tindakan pertama (the first act drama), interaksi remaja dengan

orang tua berlangsung sebagaimana yang terjadi pada interaksi antara masa anak-

anak dengan orang tua; mereka memiliki ketergantungan kepada orang tua dan

masih sangat dipengaruhi oleh orang tua. Namun, remaja sudah mulai semakin

menyadari keberadaan dirinya sebagai pribadi daripada masa-masa sebelumnya.

Drama tindakan kedua (the second act drama), dapat disebut juga dengan

istilah “perjuangan untuk emansipasi”. Pada masa ini, remaja juga memiliki

perjuangan yang kuat untuk membebaskan dirinya dari ketergantungan dengan

orang tuanya sebagaimana pada masa anak-anak dalam rangka berusaha mencapai

status dewasa. Dengan demikian, remaja dalam interaksinya dengan orang tua

sudah mulai berusaha untuk meninggalkan kemanjaan dirinya dengan orang tua

dan sudah semakin bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Akibatnya,

mereka seringkali mengalami pergolakan dan konflik dalam interaksinya dengan

orang tua.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 5

Page 6: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

Drama tindakan ketiga (the third act drama), remaja sudah berusaha untuk

dapat menempatkan dirinya untuk berteman dengan orang dewasa dan

berinteraksi secara lancar dengan mereka. namun, usaha remaja ini seringkali

masih memperoleh hambatan yang disebabkan oleh pengaruh dari orang tua yang

sebenarnya masih belum bisa melepas anak remajanya secara penuh. Sehingga,

remaja seringkali menentang gagasan-gagasan dan sikap orang tuanya.

Dalam konteks interaksi remaja-orang tua ini, Fontana (1981)

menambahkan adanya aspek obyektif dan subyektif dalam interaksi antara remaja

dengan orang tua. Aspek obyektif adalah keadaan nyata dari peristiwa yang terjadi

pada saat interaksi antara remaja dan orang tua berlangsung. Sedangkan aspek

subyektif adalah keadaan nyata yang dipersepsi oleh remaja pada saat interaksi

berlangsung. Tidak jarang terjadi remaja cenderung menggunakan aspek subyektif

dalam berinteraksi dengan orang tuanya. Misalnya, orang tua yang bertindak agak

keras terhadap remaja karena merasa khawatir dan cemas terhadap anak

remajanya justru dipersepsi oleh remaja itu sebagai memarahinya. Padahal

sesungguhnya orang tua itu bermaksud untuk melindunginya. Atas dasar aspek

subyektif yang seringkali digunakan oleh remaja dalam berinteraksi dengan orang

tuanya, maka pemahaman terhadap interaksi remaja perlu memperhatikan

bagaimana persepsi remaja tentang interaksinya dengan orang lain, dan bukan

semata-mata interaksi nyata (real interaction).

Jadi, yang dimaksud dengan interaksi remaja-orang tua adalah hubungan

timbal balik secara aktif antara remaja dengan orang tuanya yang terwujud dalam

kualitas hubungan yang memungkinkan remaja untuk mengembangkan potensi

dirinya.

F. Persepsi tentang Interaksi Remaja-Orang Tua

Berkaitan dengan kualitas interaksi remaja-orang tua, dapat dikemukakan

konsep yang di dalamnya meliputi sejumlah aspek dan masing-masing aspek

mengandung sejumlah indikator, yaitu:

1. Persepsi remaja mengenai partisipasi dan keterlibatan dirinya dalam

keluarga. Aspek ini mengandung indikator-indikator sebagai berikut:

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 6

Page 7: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

a. Persepsi remaja mengenai sikap saling menghargai di antara para

anggota keluarga.

b. Persepsi remaja mengenai keterlibatan dirinya dalam membicarakan

dan memecahkan masalah yang dihadapi keluarga.

2. Persepsi remaja mengenai keterbukaan sikap orang tua. Aspek ini

mengandung indikator-indikator sebagai berikut:

a. Persepsi remaja mengenai toleransi orang tua terhadap perbedaan

pendapat.

b. Persepsi remaja mengenai kemampuan orang tua untuk memberikan

alasan yang masuk akal terhadap suatu perbuatan atau keputusan yang

diambil.

c. Persepsi remaja mengenai keterbukaan orang tua terhadap minat yang

luas.

d. Persepsi remaja mengenai upaya orang tua untuk mengembangkan

komitmen terhadap tugas.

e. Persepsi remaja mengenai kehadiran orang tua di rumah dan keakraban

hubungan antara orang tua dengan remaja.

3. Persepsi remaja mengenai kebebasan dirinya untuk melakukan eksplorasi

lingkungan. Aspek ini mengandung indikator-indikator sebagai berikut:

a. Persepsi mengenai dorongan orang tua untuk mengembangkan rasa

ingin tahu yang lebih besar.

b. Persepsi remaja mengenai perasaan aman dan bebas yang diberikan

oleh orang tua untuk mengadakan eksplorasi dalam rangka

mengungkapkan pikiran dan perasaannya.

c. Persepsi remaja bahwa dalam keluarga terdapat aturan yang harus

ditaati, tetapi tidak cenderung mengancam.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 7

Page 8: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

G. Karakteristik Perkembangan Hubungan Sosial Subjek Didik

Ada sejumlah karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja

sebagai subjek didik, yaitu:

1. Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan.

Masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa

remaja, hubungan sosialnya semakin tampak jelas dan sangat dominan.

Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari

hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan.

2. Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial. Ada dua kemungkinan yang

ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu,

yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap pada

pendiriannya dengan segala akibatnya. Ini berarti bahwa reaksinya

terhadap keadaan tertentu akan berlangsung menurut norma-norma

tertentu pula. Bagi remaja yang idealis dan mimiliki kepercayaan penuh

akan cita-citanya, menuntut norma-norma sosial yang ideal meskipun

segala sesuatu yang telah dicobanya gagal. Sebaliknya, bagi remaja yang

bersikap pasif terhadap keadaan yang dihadapi akan cenderung menyerah

atau bahkan apatis. Namun, kemungkinan ada juga seseorang remaja tidak

akan menuntut norma-norma sosial yang sedemikian ideal, tetapi tidak

pula menolak seluruhnya.

3. Meningkatnya kesadaran akan lawan jenis. Remaja sangat sadar akan

dirinya sendiri dan tentang bagaimana pandangan lawan jenis mengenai

dirinya. Dalam konteks ini, Bischof (1983) bahkan menegaskan bahwa:

“The social interest of adolescent are essentially sex social interest”. Oleh

sebab itu, masa remaja seringkali disebut juga sebagai masa biseksual.

Meskipun kesadaran akan lawan jenis ini berhubungan dengan

perkembangan jasmani, tetapi sesungguhnya yang berkembang secara

dominan bukanlah kesadaran akan jasmaniah yang berlainan melainkan

tumbuhnya ketertarikan terhadap jenis kelamin yang lain. Hubungan sosial

yang tidak terlalu menghiraukan perbedaan jenis kelamin pada masa-masa

sebelumnya, kini beralih ke arah hubungan sosial yang dihiasi dengan

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 8

Page 9: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

perhatian terhadap lawan jenisnya. Sampai-sampai ada yang

mengistilahkan bahwa dunia remaja telah menjadi dunia erotis. Keinginan

untuk membangun hubungan sosial dengan jenis kelamin lain dapat pula

dipandang sebagai sesuatu yang berpangkal pada kesadaran akan

kensunyian.

4. Mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karir tertentu.

Karakteristik berikutnya adalah bahwa ketika sudah memasuki masa

remaja akhir, mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karir

tertentu, meskipun dalam pemilihan karir tersebut masih mengalami

kesulitan. Ini wajar karena pada orang dewasa pun kerap kali masih terjadi

perubahan orientasi karir dan kembali berusaha menyesuaikan diri dengan

karir barunya itu.

H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hubungan Sosial

Subjek Didik

Proses sosialisasi individu terjadi di tiga lingkungan utama, yaitu:

lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Berikut ini didiskusikan pengaruh

lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat terhadap perkembangan sosial.

1. Lingkungan Keluarga

Ada sejumlah faktor dari dalam keluarga yang sangat dibutuhkan oleh

anak dalam proses perkembangan sosialnya, yaitu kebutuhan akan rasa aman,

dihargai, disayangi, diterima, dan kebebasan untuk menyatakan diri. Rasa

aman meliputi perasaan aman secara material dan secara mental. Perasaan

aman secara material berarti pemenuhan oleh orang tua tentang pakaian,

makanan, mainan, dan sarana lain yang diperlukan sejauh tidak berlebihan

dan tidak berada di luar kemampuan orang tua. Sedangkan perasaan aman

secara mental berarti pemenuhan oleh orang tua berupa perlindungan

emosional, menjauhkan ketegangan, membantu dalam menyelesaikan

masalah yang sedang dihadapi, dan memberikan bantuan untuk kestabilan

emosionalnya.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 9

Page 10: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

Manusia normal, baik anak maupun orang dewasa, senantiasa

membutuhkan penghargaan atau merasa dihargai oleh orang lain. Oleh karena

itu, mempermalukan anak di depan orang banyak merupakan pukulan jiwa

yang sangat berat dan dapat berakibat buruk bagi perkembangan hubungan

sosial anak. Beberapa aspek psikologis anak dapat terhambat atau bahkan

tertekan, misalnya saja kemampuan dan kreativitasnya, sehingga

mengakibatkan anak menjadi banyak berdiam diri. Sikap seperti ini muncul

karena merasa bahwa sesuatu yang akan dikemukakannya tidak akan

mungkin mendapat sambutan atau bahkan akan dipermalukan. Sebaliknya,

memberikan pujian kepada anak secara tepat adalah sangat baik. Cara ini

akan dapat membesarkan hati dan menimbulkan perasaan disayang pada diri

anak yang dinyatakan secara menyenangkan oleh orang tua.

Dengan kata lain, yang sangat dibutuhkan oleh remaja dalam

perkembangan hubungan sosialnya adalah iklim kehidupan keluarga yang

kondusif. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan iklim kehidupan

keluarga itu? Jay Kesler (1978:47) mendefinisikan iklim kehidupan keluarga

sebagai: “The set internal characteristics that distinguishes one family from

another and influences the behavior of people in it is called family climate ...

climate is determined importantly by conduct, attitudes, and expectations of

other persons.”

Jadi, iklim kehidupan keluarga itu mengandung tiga unsur:

a. Karakteristik khas internal keluarga yang berbeda dari keluarga lainnya.

b. Karakteristik khas itu dapat mempengaruhi perilaku individu dalam

keluarga itu (termasuk remajanya).

c. Unsur kepemimpinan dan keteladanan kepala keluarga, sikap, dan harapan

individu dalam keluarga tersebut.

Karena remaja hidup dalam suatu kelompok individu yang disebut

keluarga, maka salah satu aspek penting yang dapat mempengaruhi

kemampuan hubungan sosial remaja adalah interaksi antaranggota keluarga.

Harmonis-tidaknya dan intensif-tidaknya interaksi antaranggota keluarga akan

mempengaruhi perkembangan hubungan sosial remaja yang ada di dalam

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 10

Page 11: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

keluarga itu. Gardner (1983) dalam penelitiannya menemukan bahwa interaksi

antaranggota keluarga yang tidak harmonis merupakan korelasi faktor yang

potensial menjadi penghambat perkembangan hubungan sosial remaja.

Pemimpin redaksi News and World Report dalam laporannya menyatakan

secara tegas bahwa TV dalam keluarga merupakan variabel yang amat kuat

pengaruhnya terhadap perkembangan hubungan sosial remaja; termasuk

timbulnya perilaku nakal. Sebab, di Amerika para remaja pada usia 18 tahun

telah menyaksikan 200.000 adegan kekerasan di layar TV. Dalam The Moral

Life of Children ditegaskan bahwa selain acara-acara kekerasan di TV, situasi

keluarga merupakan faktor utama yang menyebabkan perilaku nakal remaja.

Mengapa demikian? Albert Bandura dalam The Social Theory menjelaskan

bahwa suatu rangsangan itu dipersepsi oleh individu kemudian diberi makna

berdasarkan struktur kognitif yang telah dimiliki. Jika cocok, maka

rangsangan itu dihayati dan terbentuklah sikap. Sikap inilah yang secara kuat

memberikan bobot kepada perilaku individu. Oleh sebab itu, sikap diartikan

sebagai kecenderungan untuk berperilaku. Teori Bandura ini berlaku juga bagi

persepsi remaja terhadap kehidupan dalam keluarganya yang kemudian

mempengaruhi perkembangan hubungan sosialnya.

Karena remaja juga tengah berada pada fase krisis identitas atau ketidak-

tentuan, maka mereka amat memerlukan teladan tentang norma-norma yang

mapan untuk diidentifikasikannya. Perwujudan norma-norma yang mantap itu

tentunya menuntut orang tua sebagai pelopor norma. Dengan demikian, faktor

keteladanan dari sosok pribadi orang tua menjadi amat penting bagi

perwujudan variasi perkembangan sosial remaja pada keluarga yang

bersangkutan. Remaja seringkali menjadi runyam hubungan sosialnya

manakala orang tua dan orang dewasa sendiri mulai mendua dan mulai

menyuguhkan ukuran ganda; yakni di satu sisi kesalihan dianjur-anjurkan,

tetapi di belakang layar orang tua dan orang dewasa melanggarnya. Masalah

remaja lantas memperoleh dramatisasi justru karena orang tua sendiri cemas

melihat dunianya sendiri digerogoti kemerosotan. Oleh sebab itu, remaja

sangat memerlukan keteladanan dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 11

Page 12: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

Pentingnya faktor keteladanan ini dikuatkan oleh Fawzia aswin Hadis (1991)

dan Soetjipto Wirosardjono (1991) bahwa orang tua harus dapat menjadi

panutan dan jangan menerapkan orientasi “parent-oriented”, yakni orang tua

serba benar, memiliki privellege, dan menekankan otoritas.

2. Lingkungan Sekolah

Ada empat tahap proses pengembangan hubungan sosial yang harus dilalui

oleh anak, yaitu:

a. Anak dituntut agar tidak merugikan orang lain, menghargai, dan

menghormati hak orang lain.

b. Anak dituntut untuk mentaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri

dengan norma-norma kelompok.

c. Anak dituntut untuk lebih dewasa di dalam melakukan interaksi sosial

berdasarkan azas saling memberi dan menerima.

d. Anak dituntut untuk bisa saling memberi dan menerima dengan orang lain.

Keempat tahap proses pengembangan hubungan sosial ini berlangsung dari

proses yang sederhana ke proses yang semakin kompleks dan semakin

menuntut penguasaan sistem respons yang kompleks pula. Selama proses ini

sangat mungkin terjadi anak menghadapi konflik yang dapat berakibat pada

terhambatnya perkembangan hubungan sosial mereka.

Sebagaimana dalam lingkungan keluarga, maka lingkungan sekolah juga

dituntut mampu menciptakan iklim kehidupan sekolah yang kondusif bagi

perkembangan sosial remaja. Sekolah merupakan salah satu lingkungan di

mana remaja hidup dalam kesehariannya. Sebagaimana dalam keluarga,

sekolah juga memiliki potensi untuk memudahkan atau menghambat

perkembangan hubungan sosial remaja. Lingkungan sekolah yang kurang

positif iklim kehidupannya dapat menciptakan hambatan-hambatan bagi

perkembangan hubungan sosial remaja. Sebaliknya, sekolah yang iklim

kehidupannya bagus dapat memperlancar atau bahkan memacu perkembangan

hubungan sosial remaja.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 12

Page 13: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

Kondusif tidaknya iklim kehidupan sekolah bagi perkembangan hubungan

sosial remaja itu tersimpul dalam interaksi antara guru dengan siswa, siswa

dengan siswa, keteladanan perilaku guru, dan etos kepakaran atau kualitas

guru yang ditampilkan dalam melaksanakan tugas profesionalnya sehingga

dapat menjadi model bagi siswanya yang sedang berada masa remaja. Hadir

atau tidaknya faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi perkembangan

hubungan sosial remaja, meskipun disadari pula bahwa sekolah bukanlah satu-

satunya faktor penentu perkembangan hubungan sosial remaja.

3. Lingkungan Masyarakat

Salah satu masalah yang dialami oleh remaja dalam proses perkembangan

hubungan sosialnya adalah bahwa tidak jarang masyarakat bersikap tidak

konsisten terhadap remaja. Di satu sisi remaja dianggap sudah besar, tetapi

kenyataannya di sisi lain mereka tidak diberikan kesempatan atau peran

sebagaimana orang yang sudah dewasa.

Sebagaimana dalam lingkungan keluarga dan sekolah, maka iklim

kehidupan dalam masyarakat yang kondusif juga sangat diharapkan

kemunculannya bagi perkembangan hubungan sosial remaja. Remaja tengah

mengarungi perjalanan masa mencari jati diri sehingga faktor keteladanan dan

kekonsistenan sistem nilai dan norma dalam masyarakat juga menjadi sesuatu

yang amat penting. Masa remaja adalah masa untuk menentukan identitas dan

arah kehidupan yang jelas dan kokoh sehingga seringkali penuh kesulitan.

Namun demikian, masa yang sulit ini akan menjadi bertambah sulit oleh

adanya kontradiksi-kontradiksi dalam masyarakat. Justru dalam periode

remaja yang sedang mencari identitas dan penuh kesulitan ini diperlukan

norma dan pegangan yang jelas dan sederhana. Kurangnya keteladanan

sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan hubungan sosial remaja itu

diperkuat oleh pendapat Soetjipto Wirosardjono (1991) yang mengatakan

bahwa: “Bentuk-bentuk perilaku sosial itu merupakan hasil tiruan dan

adaptasi dari pengaruh kenyataan sosial yang ada. Kebudayaan kita

menyimpan potensi melegitimasi anggota masyarakat untuk menampilkan

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 13

Page 14: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

perilaku sosial yang kurang baik dengan berbagai dalih, yang syah maupun

yang tak terelakkan”. Dengan demikian, iklim kehidupan masyarakat

memberikan sumbangan penting bagi variasi perkembangan hubungan sosial

remaja. Apalagi, remaja senantiasa ingin selalu seiring sejalan dengan trend

yang sedang berkembang dalam masyarakat agar tetap selalu merasa

dipandang trendy.

I. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Hubungan Sosial

Masa kanak-kanak merupakan masa mempelajari berbagai sikap dasar

hubungan sosial. Sikap ini bisa berubah dan bahkan berkembang di kemudian hari

sebagai hasil dari bertambahnya pengalaman. Pada masa kanak-kanak, sikap-

sikap dasar hubungan sosial tersebut masih sangat minim. Tetapi setelah anak

mencapai umur sekitar 13 tahun dan mulai meluaskan daerah sosialisasinya ke

dalam masyarakat, maka sikap dasar hubungan sosialnya menjadi semakin lenyap

yang diperolehnya dari lingkungan pergaulannya, antara lain: pergaulan dengan

sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Dengan semakin lengkapnya sikap dasar

hubungan sosial ini anak menjadi semakin tahu tentang apa yang sebaliknya

dilakukan dan apa yang sebaliknya dihindari.

Perbedaan lingkungan dapat mempengaruhi perbedaan sikap dasar

hubungan sosial remaja. Secara psikologi, sikap ini dapat dipelajari melalui tiga

cara, yaitu:

1. Meniru orang yang lebih berprestasi dalam bidang tertentu.

2. Mengkombinasikan pengalaman.

3. Menghayati pengalaman emosional khusus secara mendalam.

J. Proses Pembelajaran untuk Membantu Perkembangan Hubungan Sosial

Subjek Didik.

Masa remaja merupakan fase yang sangat potensial bagi tumbuh dan

berkembangnya aspek fisik maupun psikis, baik secara kuantitatif maupun

kualitatif. Remaja menganggap dirinya sudah bukan anak-anak lagi, tetapi orang-

orang di sekelilingnya masih menganggap mereka belum dewasa. Seringkali

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 14

Page 15: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

remaja ingin bertindak sebagaimana orang dewasa, tetapi perilaku mereka

seringkali masih bersifat impulsif dan belum menunjukkan kedewasaan. Karena

dorongan yang kuat ingin menemukan dan menunjukkan jati-dirinya, remaja

seringkali berusaha ingin melepaskan diri dari orang tuanya dan mengarahkan

perhatiannya kepada lingkungan di luar keluargannya sehingga cenderung lebih

senang bergabung dengan teman sebaya.

Dalam kegiatan mencari jati diri melalui upaya bergabung dengan

lingkungannya itu, remaja cenderung berupaya menemukan tokoh identifikasi dari

lingkungan jenis kelamin yang sama tetapi yang memiliki usia sedikit lebih tua.

Jika telah menemukan tokoh identifikasinya, maka tokoh ini cenderung lebih

diikutinya dan bahkan lebih sering dituruti nasihatnya daripada orang tuanya.

Kelompok teman sebaya memegang peranan penting dalam kehidupan remaja.

Remaja sangat ingin diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman

sebaya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karenanya, mereka

cenderung bertingkah laku seperti tingkah laku kelompok teman sebayanya.

Remaja akan merasa sangat menderita manakala suatu saat tidak diterima atau

bahkan diasingkan oleh kelompok teman sebayanya. Penderitaannya akan lebih

mendalam daripada tidak diterima oleh keluarganya sendiri. Kohesivitas

kelompok sangat kuat dan toleransi antar anggota kelompok sangat tinggi. Oleh

sebab itu, tidak mengherankan manakala suatu saat salah seorang anggota

kelompoknya terluka oleh kelompok lain, maka demi solidaritas dan kohesivitas

kelompoknya itu mereka dengan tegar membelanya. Di sinilah tawuran antar

pelajar seringkali terjadi, yang seringkali hanya disebabkan oleh upaya

mewujudkan kohesivitas dan toleransi terhadap anggota kelompoknya yang

terluka tersebut.

Melihat masa remaja sangat potensial dan potensi itu dapat saja

berkembang ke arah positif maupun negatif, maka sudah barang tentu intervensi

edukatif dalam bentuk pendidikan, bimbingan, maupun pendampingan sangat

diperlukan untuk mengarahkan perkembangan potensi remaja tersebut agar

berkembang ke arah yang positif dan produktif. Intervensi edukatif ini harus

sejalan dan seimbang, baik dari pihak keluarga/orang tua, sekolah, maupun

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 15

Page 16: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

masyarakat. Kerjasama yang baik antara ketiga komponen ini harus dijalin sebaik-

baiknya agar secara simultan dapat mencegah remaja berkembang ke arah negatif

dan mendorong remaja berkembang ke arah yang positif dan produktif.

Melakukan intervensi pendidikan terhadap remaja di zaman modern

sekarang ini jauh lebih sulit dibandingkan zaman dahulu. Ini disebabkan situasi

kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan itu,

yang pada saat sekarang seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari

kehidupan masyarakat, sebagaimana demi sebagian akan bergeser atau bahkan

mungkin hilang sama sekali karena digantikan oleh pola kehidupan baru pada

masa mendatang yang diprakirakan akan semakin lebih kompleks.

Kecenderungan yang muncul di permukaan dewasa ini, ditunjang oleh laju

perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang sulit atau

tidak mungkin untuk dibendung, mengisyaratkan bahwa kehidupan masa

mendatang akan menjadi sarat pilihan yang rumit. Ini mengisyaratkan pula bahwa

manusia akan semakin didesak ke arah kehidupan yang amat kompetitif. Andersen

(1993:718) memprediksikan situasi kehidupan semacam itu dapat menyebabkan

manusia menjadi serba bingung atau bahkan larut ke dalam situasi baru itu tanpa

dapat menyeleksi lagi jika tidak memiliki ketahanan hidup yang memadai karena

tata-nilai lama yang telah mapan ditantang oleh nilai-nilai baru yang belum

banyak dipahami.

Situasi kehidupan semacam itu memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika

kehidupan remaja, apalagi remaja, secara psikologis, tengah berada pada masa

topan dan badai dan tengah mencari jati diri. Pengaruh kompleksitas kehidupan

dewasa ini sudah tampak pada berbagai fenomena remaja yang perlu memperoleh

perhatian pendidikan. Fenomena yang tampak akhir-akhir ini antara lain

perkelahian antarpelajar, penyalagunaan obat dan alkohol, reaksi emosional yang

berlebihan, dan berbagai perilaku yang mengarah pada tindak kriminal.

Dalam konteks proses belajar, gejala negatif yang tampak adalah kurang

mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki

perguruan tinggi, kebiasaaan belajar yang kurang baik yakni tidak tahan lama dan

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 16

Page 17: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

baru belajar setelah menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari

kebocoran soal ujian.

Problem remaja di atas, yang merupakan perilaku-perilaku reaktif,

semakin meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang

diprakirakan akan semakin kompleks dan penuh tantangan itu. Menurut Tilaar

(1987:2), tantangan kompelksitas masa depan itu memberikan dua alternatif;

pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik mungkin. Misi pendidikan

yang juga berdimensi masa depan tentunya menjatuhkan pilihannya pada

alternatif kedua. Artinya, pendidikan mengemban tugas untuk mempersiapkan

remaja bagi peranannya di masa depan agar kelak menjadi manusia berkualitas

dan memiliki kemampuan hubungan sosial yang baik sehingga tidak menjadi

manusia yang meresahkan kondisi sosial masyarakat atau senantiasa menjadi

sasaran nasihat.

Pentingnya ikhtiar mempersiapkan remaja bagi masa depannya itu, di

samping mereka tengah mencari jati diri, karena mereka juga tengah berada pada

tahap perkembangan yang amat potensial. Perkembangan kognitifnya, menurut

teori perkembangan kognitif dari Piaget, telah mencapai tahap puncak

perkembangan kognitif, yakni masa munculnya kemampuan berpikir sistematis

dalam menghadapi persoalan-persoalan abstrak dan hipotesis karena telah

mencapai tahap operasional formal. Perkembangan moralnya tengah berada pada

tingkatan konvensional: suatu tingkatan yang ditandai dengan adanya

kecenderungan tumbuhnya kesadaran bahwa norma-norma yang ada dalam

masyarakat perlu dijadikan acuan dalam hidupnya, menyadari kewajibannya

melaksanakan norma-norma itu, dan mempertahankan perlunya ada norma.

Perkembangan fisiknya juga tengah berada pada masa perkembangan fisik yang

amat pesat.

Melihat potensi remaja itu, menjadi sangat penting dan amat

menguntungkan manakala ikhtiar pengembangannya difokuskan pada aspek-

aspek positif remaja itu daripada lebih menyoroti sisi negatifnya. Sebab, meskipun

ada remaja yang menunjukkan perilaku negatif, sebenarnya hanya sebagian kecil

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 17

Page 18: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

saja dari sekian banyaknya remaja yang ada: hanya kurang dari 1% dari jumlah

remaja Indonesia.

Kegamangan terhadap nilai-nilai yang ditawarkan oleh kebudayaan

modern akan menimbulkan kelompok remaja haus akan perlindungan mental

emosional. Ini memberikan implikasi imperatif akan perlunya pendampingan

dalam memilah dan memilih nilai yang akan dijadikan pegangan hidupnya. Jika

tidak, sangat boleh jadi pada suatu saat remaja jatuh ke dalam kegiatan yang

negatif seperti narkoba, minuman keras, penyalahgunaan obat, dan sejenisnya

yang dianggapnya yang membebaskan dirinya dari kebingungan, kegamangan,

serta ketegangan jiwanya.

Dorongan yang kuat pada remaja untuk melepaskan diri dari orang tua dan

ditunjang oleh hohesivitas dan solidaritas yang kuat terhadap kelompok teman

sebayanya, seringkali remaja membentuk apa yang dikenal dengan istilah “gang”.

Mereka beranggapan bahwa dengan membentuk dan masuk sebagai anggota

“gang” akan merasa kuat dan merasa aman karena anggota “gang”-nya pasti

akan melindungi dan membela dirinya manakala menghadapi sesuatu yang

membahayakan dirinya. Akibatnya, dengan terbentuknya “gang” dan telah

diakuinya sebagai anggota “gang” mereka menjadi lebih berani mengambil risiko

karena didorong adanya kebutuhan untuk diakui dan dikagumi. Dorongan seperti

ini jika tidak dibarengi dengan pembimbingan dikhawatirkan dapat mengarahkan

remaja kepada pengembangan hubungan sosial yang negatif.

Sebagaimana telah ditekankan terdahulu bahwa yang lebih penting bagi

orang tua maupun pendidik lainnya adalah harus lebih sanggup melihat potensi

dan segi-segi positif lain pada remaja. Sebab, segi-segi negatif itu sebenarnya

hanya merupakan suatu “outgrowth” atau suatu akibat wajar dari masa

pertumbuhan dan perkembangan yang sedemikian pesatnya sehingga mereka

sendiri kurang mampu mengendalikannya, padahal sesungguhnya dalam hati kecil

mereka sendiri tidak menghendakinya.

Orang tua hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan

memberikan kebebasan terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 18

Page 19: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

jawab sendiri. Dalam masalah seks, misalnya, orang tua harus mengemukakan

secara hati-hati dan menjaga kerahasiaan remaja (confidential).

Iklim kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal

terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak

memiliki kebebasan psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan cara

demikian, remaja akan senantiasa merasa bahwa dirinya dihargai oleh orang tua

dan anggota keluarga lainnya. Dalam lingkungan keluarga harga diri remaja akan

berkembang dengan baik karena merasa dihargai, diterima, dicintai dan dihormati

sebagai manusia. Kondisi seperti ini akan sangat bagus bagi berkembangnya

kemampuan hubungan sosial remaja.

Dalam konteks pembimbingan orang tua terhadap remaja, ada tiga jenis

pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, yaitu:

1. Pola asuh “bina kasih” (induction)

2. Pola asuh “unjuk kuasa” (power assertion)

3. Pola asuh “lepas kasih” (love withdrawal)

Pola asuh bina kasih adalah perlakukan yang diterapkan orang tua dalam

mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal

terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi anaknya. Pola asuh

otoriter adalah perlakuan yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya

dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun

sebenarnya anak tidak dapat menerimanya. Adapun pola asuh permisif adalah

perlakuan yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan

membiarkan anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya.

Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk di dalamnya

pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan untuk diterapkan

adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil

oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang

tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau

alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan

pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak

terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya. Pola asuh ini disarankan karena

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 19

Page 20: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

perkembangan kognitif remaja sudah mencapai tahap operasional formal sehingga

sudah mampu untuk mencerna secara logis dan rasional tentang perlakuan yang

diterapkan oleh orang tuanya. Namun demikian, bukan berarti bahwa bina kasih

ini merupakan satu-satunya pola asuh yang harus diterapkan oleh orang tua.

Variasi pola asuh yang diterapkan secara tepat tentunya juga penting untuk

diperhatikan dalam penerapannya.

Lingkungan pendidikan berikutnya, setelah keluarga, adalah sekolah.

Sekolah sebagai lembaga formal yang diserahi tugas untuk menyelenggarakan

pendidikan tentunya tidak kecil peranannya dalam rangka membantu

perkembangan hubungan sosial remaja. Dalam konteks ini guru harus mampu

mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis. Jika guru tetap

berpendirian bahwa dirinya sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang

memegang kekuasaan penuh, maka perkembangan hubungan sosial remaja akan

terganggu. Sebab, remaja sudah bukan anak-anak lagi yang senantiasa memiliki

sikap mengagumi gurunya sebagai tokoh yang harus dipatuhi melebihi siapapun.

Untuk itu, guru harus mampu mengembangkan perannya selain sebagai guru juga

sebagai pemimpin yang demokratis atau bahkan suatu saat berperan semacam

“teman sebaya” remaja yang dapat dijadikan tempat pertukaran pikiran, meminta

pertimbangan, dan mencurahkan segala permasalahan yang dialami. Dengan cara

demikian, akan sangat membantu perkembangan hubungan sosial remaja secara

maksimal.

Untuk dapat membantu perkembangan subjek didik secara maksimal,

termasuk di dalamnya perkembangan hubungan sosial, Standar Nasional

Pendidikan (2005) menuntut empat kompetensi yang seharusnya dipenuhi oleh

seorang guru, yaitu:

1. Kompetensi kepribadian (termasuk di dalamnya moral dan religius)

2. Kompetensi pedagogis

3. Kompetensi sosial

4. Kompetensi profesional

Kompetensi pribadi, sosial moral, dan religius merupakan kompetensi

yang sangat penting untuk membantu perkembangan hubungan sosial remaja di

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 20

Page 21: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

sekolah. Dengan kompetensi pribadi mengandung makna bahwa seorang guru

harus memiliki integritas pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagi suatu

kepribadian yang utuh sehingga dapat diteladani oleh siswa yang sedang berada

pada fase remaja. Dengan kompetensi sosial, seorang mampu melakukan interaksi

atau hubungan sosial secara menyenangkan, hangat, terbuka, tulus, empati, dan

penuh penghargaan terhadap siswanya yang tengah berada pada fase remaja.

Dengan kompetensi moral mengandung makna bahwa seorang guru bukan hanya

dapat mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk, melainkan sanggup berbuat

menurut norma-norma kesusilaan sehingga guru dapat menjadi “model norma”

bagi siswanya yang sedang remaja. Adapun dengan kompetensi religius

mengandung makna bahwa seorang guru harus menganut agama yang diyakini

dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menjadi teladan bagi

murid-muridnya yang sedang berada pada masa remaja.

Seorang guru harus dapat melihat dengan jelas dan manusiawi bahwa

setiap muridnya adalah manusia yang bermartabat yang harus dihargai

sepenuhnya. Dengan cara saling menghargai dapat dibangun suatu landasan yang

mengandung rasa pengertian, saling percaya, saling menghormati, dan mampu

menjauhkan dari berburuk sangka dalam mengembangkan kemampuan hubungan

sosial murid yang sedang berada pada masa remaja.

Strategi pembelajaran yang demokratis merupakan alternatif yang sangat

bermanfaat bagi guru dalam membantu perkembangan hubungan sosial remaja.

Atas dasar prinsip demokrasi disusun strategi pembelajaran dan model bimbingan

bagi siswa, baik secara individual maupun kelompok. Kebebasan dalam kerangka

demokratisasi pendidikan bukan berarti kebebasan seluas-luasnya melainkan

kebebasan yang disertai rasa tanggung jawab secara penuh. Pemahaman tentang

kebebasan seseorang harus didudukkan dalam kerangka pemahaman bahwa orang

lain juga memiliki kebebasan sehingga kalau kebebasan itu dikembangkan tanpa

dibatasi dengan tanggungjawab akan berbenturan dengan kebebasan orang lain

dan bahkan dapat melanggar atau menghalangi kebebasan orang lain. Pemahaman

seperti ini harus senantiasa dikembangkan oleh guru kepada siswa yang sedang

berada pada fase remaja itu selama proses pembelajaran berlangsung.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 21

Page 22: Perkembangan hubungan sosial                                        dan proses pembelajaran

Lingkungan ketiga yang amat besar pengaruhnya terhadap perkembangan

hubungan sosial remaja adalah lingkungan masyarakat. Berkenaan dengan upaya

pengembangan hubungan sosial remaja, peran masyarakat justru amat besar

seiring dengan perkembangan psikologis masa remaja. Variasi perkembangan

individu terjadi dalam segala macam hubungan dan pengalaman, termasuk variasi

kebudayaan dan sosial yang ada dalam suatu masyarakat. Sistem kebudyaan,

lapisan sosial, kelompok agama, dan sebagainya memiliki nilai-nilai tersendiri

yang sudah tentu sangat berpengaruh terhadap para anggotanya. Sebagai contoh,

suatu sistem kebudayaan yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan hormat

kepada orang tua, maka akan besar kemungkinannya mampu mengembangkan

hubungan sosial remaja sebagai anggota masyarakat yang sangat menentang

perilaku-perilaku membohongi orang lain, mencuri, mencopet, berani kepada

orang tua, dan sejenisnya. Dengan demikian, dalam konteks ini, tugas utama

masyarakat adalah menekan seminimal mungkin tingkah laku atau sikap negatif

para remaja dan mengembangkan tingkah laku positif; termasuk di dalamnya

pengembangan hubungan sosial remaja. Para pemimpin dalam masyarakat, seperti

pemimpin organisasi politik, agama, dan organisasi lainnya memikul tugas dan

tanggung jawab dalam upaya pengembangan hubungan sosial remaja agar tidak

mengarah kepada hubungan sosial yang bersifat negatif dan destruktif.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 22