perencanaan normalisasi kali deluwang pada...
TRANSCRIPT
1
PERENCANAAN NORMALISASI KALI DELUWANG BAGIAN HILIR – SITUBONDO
Nama : DEXY WAHYUDI NRP : 3106 100 609 Jurusan : Teknik Sipil Program Lintas Jalur FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Ir. Sofyan Rasyid, MT
ABSTRAK Kali Deluwang merupakan salah satu sungai yang mengalir
dari Kota Bondowoso sampai Kota Situbondo, dimana pada saat musim hujan dan musim kemarau perbedaan debit sangat besar. Bila terjadi hujan cukup besar, biasanya debit yang berasal dari Kali Deluwang dan Kali Bales menuju ke Kali Juma’in melalui pelimpah samping dan sebagian lagi masuk ke Kali Deluwang bagian hilir. Dengan adanya debit yang masuk Kekali Juma’in kota Besuki tergenang, maka debit dialihkan semua kekali Deluwang Bagian hilir. Dengan bertambahnya debit yang masuk dibagian hilir kapasitas penampang sungai tidak mampu menampung debit akibat penambahan debit dari Kali Juma’in sehingga terjadi luapan. Akibat dari luapan tersebut yang terkena dampaknya adalah desa Ketah. Sehubungan dengan hal ini perlu adanya penanganan guna mengatasi luapan tersebut yaitu dengan cara menormalisasi Kali Deluwang.
Dalam studi ini debit yang digunakan dalam perencanaan adalah periode ulang 25 tahun (Q25). Program yang digunakan untuk menganalisa profil muka air terhadap kapasitas sungai adalah program bantu HEC-RAS. Penjang sungai yang dianalisa pada studi ini mulai dari STA 0+000 s/d 3+200 dengan analisa tetap (∆x) 100 meter.
Adapun tahap-tahap analisa dari Tugas Akhir ini adalah mengetahui besar debit yang masuk Kekali Deluwang bagian hilir, mengetahui profil muka air sungai yang mampu dan yang tidak mampu menampung debit rencana (Q25) serta menentukan tinggi tanggul yang optimal dari Kali Deluwang bagian hilir yang tidak mampu menampung debit rencana (Q25). Sehingga dari tahapan diatas diharapkan pada profil-profil Kali Deluwang tidak terjadi luapan.
Kata kunci : Luapan, Normalisasi, HEC-RAS .
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kali Deluwang mempunyai panjang ± 30,5 km dan mempunyai luas DAS ± 163.833 km2, juga termasuk klasifikasi sungai yang membawa material sangat besar yaitu berupa pasir, kerikil dan batu dengan daya hancur besar.
Untuk menggambarkan Kali Deluwang searah alur sungai, maka Kali Deluwang di bagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu, bagian tengah, bagian hilir. Pada bagian hulu panjangnya 22.8 km ke dam Nangger, pada bagian tengah panjangnya 4,5 km dari dam Nangger ke dam dawuhan, sedangkan pada bagian hilir panjangnya 3,2 km dari dam Dawuhan kemuara.
Kondisi topografi Kali Deluwang pada bagian hulunya cukup curam sedang pada bagian hilirnya cukup landai. Akibat adanya banjir, tebing – tebing sungai menjadi terkikis (erosi) terutama
pada belokan, sedang pada musim kemarau debit menjadi kecil. Pada saat itulah aliran air berubah dari aliran semula.
Perbedaan antara debit sungai pada musim hujan dan musim kemarau cukup besar. Bila terjadi hujan cukup besar, biasanya debit yang berasal dari Kali Deluwang dan Kali Bales menuju ke Kali Juma’in melalui pelimpah samping dan sebagian lagi masuk ke Kali Deluwang bagian hilir.
Dengan adanya debit yang masuk ke Kali Juma’in, maka tidak menutup kemungkinan kota Besuki akan tergenang. untuk mengantisipasi terjadinya genangan pada kota Besuki, maka debit yang masuk ke Kali Juma’in dialihkan semua ke Kali Deluwang bagian hilir.
Dengan bertambahnya debit yang berasal dari Kali Juma’in, Kali Deluwang dan Kali Bales, maka kapasitas penampang sungai pada bagian hilir Kali Deluwang yang semula mampu menampung debit yang berasal dari hulu sungai tidak mampu lagi menampung debit yang berasal dari hulu sungai. Berdasarkan hasil survey menunjukan bahwa desa Ketah yang terletak di bagian hilir Kali Deluwang yang terkena dampak adanya luapan banjir dari hulu. Namun sebaliknya, pada musim kemarau, desa Ketah yang mengalami kekurangan air.
Karena dengan bertambahnya debit yang masuk ke hilir Kali Deluwang, maka aliran sungai tidak stabil lagi. Dikarenakan, adanya erosi dan pengendapan. Akibat erosi dan pengendapan aliran sungai bagian hilir Kali Deluwang menjadi berubah-ubah, sehingga perlu adanya Normalisasi Kali Deluwang bagian hilir.
LOKASI ST UD I
Gambar 1.1 Lay Out Lokasi Studi
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka akan dirumuskan beberapa masalah, antara lain : 1. Berapa debit banjir rencana Kali Deluwang bagian hilir? 2. Berapa kemampuan Kali Deluwang bagian hilir dalam
mengalirkan debit banjir eksisting? 3. Bagaimana bentuk normalisasi sungai untuk dapat
mengalirkan debit banjir rencana Kali Deluwang?
1.3 Batasan Masalah Dalam perencanaan Normalisasi pada Tugas Akhir ini tidak di analisa dan direncanakan: 1. Wilayah studi adalah Kali Deluwang bagian hilir dari
dam Dawuhan sampai muara. 2. Analisa hidrolika hanya menggunakan jenis aliran
Unsteady. 3. Tidak menghitung analisa Back Water pada bagian hilir. 4. Tidak menghitung biaya atau ekonomi. 5. Tidak menghitung analisa dampak lingkungan. 6. Tidak menganalisa Kestabilan tanggul
2
1.4 Tujuan Tujuan dari Perencanaan Normalisasi bendungan Blega adalah :
1. Mendapatkan debit banjir rencana Kali Deluwang bagian hilir.
2. Menganalisa kemampuan Kali Deluwang bagian hilir dalam mengalirkan debit banjir eksisting.
3. Merencanakan bentuk normalisasi sungai untuk dapat mengalirkan debit banjir rencana Kali Deluwang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisa Hidrologi 2.1.1 Hujan rata – rata Daerah Aliran
Data hujan yang tercatat disetiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan disekitar stasiun tersebut. Karena stasiun penakar hujan tersebar di daerah aliran. Maka, akan banyak data tinggi hujan yang diperoleh yang besarnya tidak sama. Didalam analisa hidrologi diperlukan data hujan rata-rata di daerah aliran (Catchment Area) yang kadang-kadang dihubungkan dengan besarnya aliran yang terjadi.
Ada tiga cara untuk menghitung hujan rata-rata daerah aliran atau disebut Area rainfall dari data Point Rainfall yaitu : a. Cara Thiessen Polygon
Cara ini memasukkan factor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut sebagai faktor pembobot (weighing factor) atau disebut juga sebagai Koefisien Thiessen. Besarnya faktor pembobot, tergantung dari luas daerah pengaruh yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi oleh polygon-polygon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun. Dengan demikian setiap stasiun akan terletak didalam suatu poligon yang tertutup. Jelasnya poligon-poligon tersebut dapat diperoleh sebagai berikut :
Hubungkan masing-masing stasiun dengan garis lurus sehingga membentuk polygon segitiga.
1. Buat sumbu-sumbu pada polygon segitiga tersebut sehingga titik potong sumbu akan membentuk polygon baru.
2. Polygon baru inilah merupakan batas daerah pengaruh masing-masing stasiun penakar hujan.
Gambar 2.2 Thiessen Polygon
Dengan menggunakan planimeter, luas daerah pengaruh
masing-masing stasiun (An) dan luas daerah aliran (A) dapat dihitung. Hujan rata-rata daerah aliran dapat dihitung sebagai berikut :
nn
33
22
11 R
AA
........RA
AR
AA
RAA
R ⋅++⋅+⋅+⋅= …… (2.2)
atau :
∑=
=n
1iiiRA
A1R
(Soewarno,op.jilid I ,Tahun1995)
Dimana : A = luas daerah aliran Ai = luas daerah pengaruh stasiun i Ri = tinggi hujan pada stasiun i
2.1.2 Perhitungan Parameter Dasar Statistik Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Tujuan analisa frekuensi dan hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadianya melalui penerapan distribusi kemungkinan. a. Nilai Rata – rata
∑=
=n
iXi
nX
1
1 ...............................(2.4)
(Soewarno,op.jilid I ,Tahun1995)
Dimana :
X = nilai rata – rata Xi = nilai pengukuran dari suatu variatif n = jumlah data
b. Standart Deviasi dan Varian
1)(
12
−
−= ∑ =
nXXi
Sdn
i ...................(2.5)
(Soewarno,op.jilid I ,Tahun1995)
Dimana : Sd = Standart Deviasi N = jumlah data
X = nilai rata – rata Xi = nilai varian ke – i
c. Kemencengan
Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidak simetrisan (asymmetry) dari suatu bentuk distribusi. Pengukuran kemencengan adalah mengukur seberapa besar suatu kurva frekuensi dari suatu distribusi tidak simetri atau menceng. Umumnya ukuran kemencengan dinyatakan dengan besarnya koefisien kemencengan (coefficient of skewness) dan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Untuk sample :
( )( )( ) 3
3
.x21x- xin
Csσ−−
= ∑nn
.......................(2.6)
(Soewarno,op.jilid I ,Tahun1995) Dimana: Cs = Koefisien Skewness
3
σ = Standart deviasi x = Nilai rata – rata xi = Nilai varian ke i n = Banyaknya data
d. Koefisien Kurtosis Koefisien Kurtosis digunakan untuk mengukur distribusi
variable, yang merupakan puncak distribusi. Biasanya hal ini dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai koefisien kurtosis.
……………..(2.7)
(Soewarno,op.jilid I ,Tahun1995)
Dimana :
Ck = Koefisien Kurtosis σ = Standart Deviasi x = Nilai rata – rata n = Banyaknya data
Tabel 2.2 Karakteristik Distribusi Frekwensi
Harga Cs 0 - 0,9
Cs = 0 dan Ck = 3
Distribusi Log-Normal Harga Cs > 0 dan Ck > 0
Distribusi Log-Pearson Tipe III
Distribusi Normal
Jenis Distribusi Syarat Distribusi
Distribusi Gumbel Tipe I
Distribusi Pearson Tipe III
Cs = 1,139 dan Ck = 5,402
Harga Cs dan Ck fleksibel
(Sumber : Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa
Data, Tahun1995) 2.1.3 Analisa Frekwensi dan Probabilitas a. Metode Distribusi Pearson Type III Untuk menghitung curah hujan dengan masa ulang tertentu. Dengan menggunakan persamaan di bawah ini maka dapat dihitung besarnya curah hujan rencana sesuai dengan periode ulangnya.
SKXX ⋅+=_
..........................(2.8) ( Soewarno,jilid I hal 139, Tahun 1995)
Dimana :
X = Hujan dengan masa ulang T
_X = Curah hujan rata-rata
S = Standart Deviasi K = Faktor distribusi Pearson tipe III
Tabel 2.3 Nilai K Distribusi Pearson Type III dan Log Pearson Type III
2 5 10 25 50 100 200 1000
50% 20% 10% 4% 2% 1% 1% 0%2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.2002.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.9101.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.6601.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.3901.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.1101.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.8201.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 4.5400.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.3950.8 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.2500.7 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.2500.6 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 3.9600.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 3.8150.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 3.6700.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.5250.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 3.3800.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 3.2350.0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090-0.1 0.017 0.836 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950-0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810-0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675
Koefesien Cs
Waktu Balik (Tahun)
Peluang
(Sumber: Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, Tahun 1995) b. Distribusi Gumbel
Hujan rencana dengan periode ulang tertentu ditentukan dengan menggunakan Metode GUMBEL. Persamaan yang dipakai adalah :
xrT SKRR ×+= ....................................(2.9) ( Soewarno,jilid I hal 139, Tahun 1995)
n
nT
SYYK −
=
}]/)1ln{(ln[ rrT TTY −−−=
1)( 2
−
−= ∑
nRR
S riX
Dimana :
RT = curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun (mm)
Rr = curah hujan rata – rata hasil pengamatan n tahun dilapangan (mm)
K = frekuensi faktor Sx = standart deviasi dari hasil pengamatan
selama n tahun YT = reduced variate Yn = reduced mean Sn = reduced standart deviation Ri = besarnya curah hujan pada pengamatan
ke i n = jumlah pengamatan
( )( )( )( ) 4
42
321 σ−−−
−= ∑
nnnxXin
Ck
4
510
Periode UlangTr ( Tahun )
Reduced Tr ( Tahun ) variate, YTR
2 0.3668
Reduced variate, YTR
Periode Ulang
1.50042.251
100 4.6012200 5.2969250 5.5206
3.9028
20 2.97093.199325
50
6.21491000 6.90875000 8.5188
500
10000 9.212175 4.3117
Tabel 2.4 Reduced Variate sebagai fungsi waktu balik :
(Sumber: Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, Tahun 1995) Tabel 2.5 Hubungan Reduced Mean (Yn), Reduced Standart Deviation (Sn), dengan besarnya sampel .
n Yn Sn n Yn Sn n Yn Sn 10 0.4952 0.9496 33 0.5388 1.1226 56 0.5508 1.1696 11 0.4996 0.9676 34 0.5396 1.1255 57 0.5511 1.1708 12 0.5035 0.9833 35 0.5402 1.1129 58 0.5515 1.1721 13 0.5070 0.9971 36 0.5410 1.1313 59 0.5518 1.1734 14 0.5100 1.0095 37 0.5418 1.1339 60 0.5521 1.1747 15 0.5128 1.0206 38 0.5424 1.1363 61 0.5524 1.1759 16 0.5157 1.0316 39 0.5430 1.1388 62 0.5527 1.1770 17 0.5181 1.0411 40 0.5436 1.1413 63 0.5530 1.1782 18 0.5202 1.0493 41 0.5442 1.1436 64 0.5533 1.1793 19 0.5220 1.0565 42 0.5448 1.1458 65 0.5535 1.1803 20 0.5236 1.0628 43 0.5453 1.1480 66 0.5538 1.1814 21 0.5252 1.0696 44 0.5458 1.1499 67 0.5540 1.1824 22 0.5268 1.0754 45 0.5463 1.1519 68 0.5543 1.1834 23 0.5283 1.0811 46 0.5468 1.1538 69 0.5545 1.1844 24 0.5296 1.0864 47 0.5473 1.1557 70 0.5548 1.1854 25 0.5309 1.0915 48 0.5477 1.1574 71 0.5550 1.1854 26 0.5320 1.0861 49 0.5481 1.1590 72 0.5552 1.1873 27 0.5332 1.1004 50 0.5485 1.1607 73 0.5555 1.1881 28 0.5343 1.1047 51 0.5489 1.1623 74 0.5557 1.1890 29 0.5353 1.1086 52 0.5493 1.1638 75 0.5559 1.1898 30 0.5362 1.1124 53 0.5497 1.1658 76 0.5561 1.1906 31 0.5371 1.1159 54 0.5501 1.1667 77 0.5563 1.1915 32 0.5380 1.1193 55 0.5504 1.1681 78 0.5565 1.1923
(Sumber: Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, Tahun 1995) 2.1.4 Uji Distribusi Analisa Frekuensi a. Uji Chi – Square
Uji Chi – Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah di pilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang di analisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2, oleh karena itu di sebut dengan uji Chi – Square. Parameter X2 dapat di hitung dengan rumus :
( )∑=
−=
G
i i
iih E
EOX1
22
....................................(2.10)
(Soewarno,op.jilid I ,Tahun1995)
Dimana : 2
hX = parameter Chi – Kuadrat terhitung G = jumlah sub – kelompok Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke – i Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok
ke – i
Prosedur uji Chi – Square adalah : 1. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau
sebaliknya) 2. Kelompokkan data menjadi G sub – grup, tiap – tiap sub grup
minimal 4 data pengamatan. Tidak ada aturan yang pasti tentang penentuan jumlah kelas (grup), H.A. Sturges pada tahun 1926 mengemukakan suatu perumusan untuk menentukan banyaknya kelas, yaitu :
)log(322.31 nG += Dimana : G = banyaknya kelas n = banyaknya nilai observasi (data)
3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap – tiap sub – grup 4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan
sebesar Ei
5. Tiap – tiap sub – grup hitung nilai ( )2ii EO − dan
( )i
ii
EEO 2−
6. Tentukan derajat kebebasan dk = G – R – 1 (nilai R = 2, untuk distribusi normal dan binomial, dan nilai R = 1, untuk distribusi Poisson).
Interpretasi hasilnya adalah : 1. Apabila peluang lebih besar dari 5 %, maka persamaan
distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima. 2. Apabila peluang lebih kecil dari 1 %, maka persamaan
distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima. 3. Apabila peluang berada diantara 1 sampai 5 %, adalah tidak
mungkin mengambil keputusan, maka perlu penambahan data.
b. Uji Smirnov Kolmogorof
Uji kecocokan Smirnov – Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non parametrik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Rumus dasar yang digunakan dalam uji ini adalah :
D = maksimum [P(X)-P´(X)] ....................(2.11)
Dengan :
•
•
• P´(X) = f(t) = 1-t (Soewarno,op.jilid I ,Tahun1995)
Dimana :
X = Curah hujan pengamatan ( mm )
X = Curah hujan rata – rata
t = Variabel reduksi Gauss
P’ ( X ) = Peluang dari G
α = Derajat kepercayaan
Prosedurnya adalah sebagai berikut (Soewarno,1984): 1) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan
tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut; X1 P(X1) X2 P(X2) Xm P(Xm) Xn P(Xn)
( ))1( +
=n
mXp
( )Sd
xxtf −
5
2) Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya) :
X1 P’(X1) X2 P’(X2)
Xm P’(Xm) Xn P’(Xn)
3) Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antara peluang pengamatan/empiris (PXm) dengan peluang teoritis (P’Xm).
[ ])(')( XmPXmPmaksimumD −= 4) Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test)
tentukan harga Do (lihat tabel 2.8 ).
Apabila D lebih kecil dari Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat di terima. Apabila D lebih besar dari Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi tidak dapat di terima. Nilai Do kritis dapat diperoleh dari tabel 2.8 dibawah ini. Tabel 2.8 Nilai kritis D0 untuk Uji Smirnov – Kolmogorov
α n
5 0.45 0.51 0.56 0.6710 0.32 0.37 0.41 0.4911 0.30 0.35 0.38 0.4815 0.27 0.30 0.34 0.4020 0.23 0.26 0.29 0.3625 0.21 0.24 0.27 0.3230 0.19 0.22 0.24 0.2735 0.18 0.2 0.23 0.2740 0.17 0.19 0.21 0.2545 0.16 0.18 0.2 0.2450 0.15 0.17 0.19 0.23
1.07 1.22 1.36 1.63√n √n √n √n
0.010.2
n>50
0.1 0.05
(Sumber:Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, Th.1995)
Tabel 2.8 di atas merupakan tabel hubungan antara n banyaknya data hujan dan α merupkan derajat kepercayaan. Diketahuinya n dan α ini diperoleh harga Do kritis dengan mengacu pada tabel 2.8 di atas. Nilai Do dapat di ketahui dari waktu yang diperlukan untuk mendapatkan nilai D maksimum dari rumus uji kesesuaian smirnov-kolmogorov. Apabila nilai D lebih kecil dari nilai Do, maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima. Apabila D lebih besar dari Do maka secara teoritis pula distribusi yang digunakan tidak dapat di terima. 2.1.5 Perhitungan Distribusi Hujan Jam-Jaman
Untuk perhitungan debit dengan menggunakan metode hidrograf satuan sintesis diperlukan data hujan jam-jaman. Distribusi curah hujan jam-jaman dapat dihitung dengan rumus:
3/2
=
tTRoRt ..............................................(2.11)
(Hidrologi, M.Sholeh, Hal 47)
Dimana: Rt = Rata-rata hujan pada jam ke – 1 Ro = R24/T
T = Lama waktu hujan terpusat (jam) t = Waktu hujan (jam)
Untuk menghitung rata-rata curah hujan pada jam t menggunakan rumus:
Rt’ = t x Rt – (t – 1) x Rt(t-1) .............................. (2.12) (Hidrologi, M.Sholeh, Hal 47)
Dimana:
Rt’ = Tinggi hujan pada jam ke t (mm) Rt = Rata-rata tinggi hujan sampai jam ke t (mm) t = Waktu hujan (jam) R(t – 1) = Rata-rata tinggi hujan dari permulaan sampai
jam ke t (mm) Dalam perhitungan distribusi hujan efektif, perumusan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Re = C . RT ............................................. (2.13) (Hidrologi, M.Sholeh, Hal 47)
Dimana :
Re = tinggi hujan efektif ( mm ) C = koefesien pengaliran RT = tinggi hujan rencana ( mm )
2.1.6 Koefisien Pengaliran (C ) Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara air yang
mengalir di permukaan tanah dengan air hujan yang jatuh, maka koefisien pengaliran (Run Off) bergantung pada jenis permukaan tanah dan tata guna lahan (Land Use) daerah aliran. Untuk daerah aliran dimana penggunaan lahannya bervariasi, maka koefisiennya merupakan gabungan sesuai dengan bobot luasannya dengan rumus:
n
nn
AAAACACAC
Cgab+++
+++=
............
21
2211 ................ (2.14)
2.1.7 Perhitungan Debit Rencana
Perhitungan debit rencana sangat diperlukan untuk memperkirakan besarnya debit hujan maksimum yang sangat mungkin pada periode tertentu. Karena DAS Deluwang memiliki luas catchment area = 163, 833 km² dan memiliki panjang sungai 30,5 km, maka untuk menghitung debit rencana mengunakan Metode Perhitungan Debit Hidrograf Metode Nakayasu. Pemilihan hidrograf ini disesuaikan dengan karakteristik daerah pengalirannya, di samping itu hidrograf satuan ini banyak digunakan dalam perhitungan banjir rencana di Indonesia. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
( )3,0.3,06,3.
TTpRoAQp
+= .......................................(2.15)
(Hidrologi Teknik ,Soemarto,Tahun 1999) Dimana :
pQ : Debit puncak banjir (m3/dtk) R : Hujan satuan (mm)
A : Luas DAS (km2) pT : Tenggang waktu dari permulaan hujan
sampai puncak banjir (jam) 3.0T : Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak menjadi 30 % dari debit puncak (jam)
6
Untuk mendapatkan TP dan T0,3 digunakan rumus empiris : Ltg 058,04,0 += bila L>15 Km
70.021,0 Ltg ×= bila L< 15 Km
rgP ttT 8,0+=
gtT .3,0 α= (Hidrologi Teknik ,Soemarto,Tahun 1999)
Dimana :
L : panjang alur sungai (km) tg : waktu konsentrasi (jam) tr : satuan waktu hujan (diambil 1 jam) α : koefisien pembanding
Untuk mencari besarnya koefisien pembanding (α) digunakan:
α = 1,5 → untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat
α = 2,0 → untuk daerah pengaliran biasa α = 3,0 → untuk bagian naik hidrograf yang cepat
dan bagian menurun yang lambat
1. Pada kurva naik (0 < t < TP)
PP
QTtQ ×
=
4,2
............................................ (2.16)
Pada kurva turun (TP < t << TP + T0,3)
PT
Tt
QQP
×=
−
3,03,0 ............................................ (2.17)
2. Pada kurva turun (TP + T0,3 < t << TP + T0,3 + 1,5 T0,3)
PT
TTt
QQP
×=
+−
3,0
3,0
5,15,0
3,0 .................................. (2.18) 3. Pada kurva turun (t > TP + T0,3 + 1,5 T0,3)
+−
= 3,0
3,0
5,15,0
3,0 TTTt P
Q ............................................ (2.19) (Hidrologi Teknik ,Soemarto,Tahun 1999)
Gambar 2.4 Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu 2.2 Analisa Hidrolika 2.1.1 Analisa Kapasitas Sungai Kapasitas saluran didefinisikan sebagai debit maksimum yang mampu dilewatkan oleh setiap penampang sepanjang saluran. Kapasitas saluran ini, digunakan sebagai acuan untuk menyatakan
apakah debit yang direncanakan tersebut mampu untuk ditampung oleh saluran pada kondisi existing tanpa terjadi peluapan air. Kapasitas saluran dihitung berdasarkan rumus :
AIRn
Q ×××= 21
321
......................................(2.21)
Dimana : Q = debit saluran (m3/dtk) N = koefisien kekasaran manning R = jari-jari hidrolis R = A/P, P = keliling basah I = kemiringan energi A = luas penampang basah (m2)
Jenis dan bentuk saluran disesuaikan dengan keadaan lingkungan setempat. Adapun bentuk dan jenis saluran yang sering dipakai : ü Saluran terbuka
Saluran ini terdiri dari dua bentuk dengan karakteristik dan rumus-rumus hidrolika yang berbeda : a. Saluran berbentuk segiempat dan modifikasinya
Saluran ini biasa dipakai pada daerah dengan luas terbatas, misalnya pada lingkungan pemukiman. Ambang saluran ini dapat difungsikan sebagai inlet air hujan yang turun didaerah tersebut.
b. Saluran berbentuk trapesium dan modifikasinya Saluran ini dapat diterapkan pada daerah dengan kepadatan rendah. Besarnya talud saluran dapat disesuaikan dengan keadaan tanah setempat.
a. Bentuk Segiempat b. Bentuk Trapesium Gambar 2.11 Bentuk Saluran
2.1.2 Analisa Angkutan Sedimen 2.1.2.1 Gerakan Sedimen
Terdapat dua macam gerakan sedimen, yaitu gerakan fluvial (fluvial movement) dan gerakan massa (mass movement). 1). Gerakan fluvial
Gaya-gaya yang menyebabkan bergeraknya butiran-butiran kerikil yang terdapat di atas permukaan dasar sungai terdiri dari komponen gaya-gaya gravitasi yang sejajar dengan dasar sungai dan gaya geser serta gaya angkat yang dihasilkan oleh kekuatan aliran air sungai. Pada aliran sungai yang uniform, gaya geser (τ0 ) dapat dinyatakan sebagai berikut :
φργτ sin0 gRRIw == .......................(2.22)
Dimana : γw = berat isi air ρ = masssa jenis air g = gravitasi R = radius hidrolika I = sin θ = kemiringan dasar sungai
Kecepatan geser :
gRIU ==στ 0
* ......................(2.23)
Persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung tingkat transportasi sedimen atau untuk memeriksa stabilitas kerikil pada
tr
i t
Qp
0,3 Qp 0,32 Qp
Tp T 0,3 1,5 T 0,3
0,8 ts
Naik Turun
Q
t
b
y
b
y z
1
7
permukaan dasar sungai. Demikian pula banyaknya sedimen (konsentrasi sedimen) yang hanyut dalam kondisi gerakan fluvial (biasanya maksimum 5% dari jumlah air yang mengalirkannya) dan volumenya dapat dihitung jika ukuran butiran dan angka U* dapat diketahui. 2). Gerakan massa
Gerakan massa sedimen adalah gerakan air bercampur massa sedimen dengan konsentrasi yang sangat tinggi, di hulu sungai–sungai arus deras di daerah lereng-lereng pegunungan atau gunung berapi. Gerakan massa sedimen ini disebut sedimen luruh yang biasanya dapat terjadi di dalam alur sungai arus deras (torrent) yang kemiringannya lebih dari 15o. Bahan utama sedimen luruh biasanya terdiri dari pasir atau lumpur bercampur kerikil dan batu-batu dari berbagai proporsi dan ukuran. Ukuran batu-batu yang terdapat pada sedimen luruh sangat bervariasi mulai dari beberapa cm sampai beberapa m. Sedimen luruh yang bahannya berasal dari hasil pelapukan batuan yang sebagian besar berupa pasir luruh (sand flow) dan yang sebagian besar berupa lumpur disebut luimpur luruh (mud flow). Selain itu sedimen luruh yang bahannya berasal dari endapan hasil letusan gunung berapi disebut banjir lahar dingin atau hanya dengan sebutan banjir lahar. Gerakan massa sedimen ini dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
++−
−≥
ms
s
dh
C
Ctg
0*
*
1)(
tan)(
γγγ
φγγφ .................(2.24)
Dimana :
ø = Kemiringan sungai arus deras C* = Konsentrasi (dalam volume)
sedimen pada sungai arus deras γs = Beras jenis pasir kerikil γ = Beras jenis air yang mengalir h0 = Kedalaman air sungai dm = Diameter butiran θ = Sudut geser dalam lapisan sedimen
Konsentrasi sedimen luruh dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
))((.
θφγγθγ
tgtgtgC
sd −−
= ........................(2.25)
2.1.2.2 Kemampuan Angkutan Sedimen Untuk D50 < 1 mm digunakan rumus Engelund-Hansen :
3
502
5
)1()(05,0,
CDgsucqt
×××−×
= ...........(2.26)
Dimana : qt,c = Daya angkut oleh sungai (m3/dt) u = Kecepatan rata-rata (m/dt)
s = ρρs
q = Percepatan gravitasi (m/dt2) c = Angka chezy
Untuk D50 > 1 mm digunakan rumus MPM :
DgDqi .23
50 ××= φ ..................(2.27) Dimana : qi = Daya angkut oleh sungai (m3/dt) φ = Sudut geser dalam (4.ø – 0,188)3/2
Ψ = Faktors hield = 50D
lh×∆
××µ ,μ = 2
3
'
CC
D = Kerapatan relatif ; ρω
ρωρ −s
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
DIAGRAM ALIR
Mulai
Pengumpulan data : 1. Peta topografi 2. Data hidrologi 3. Data potongan memanjang
dan melintang sungai
Analisa hidrologi untuk menentukan debit banjir rencana
Analisa hidrolika
Tinjauan Penggerusan
Analisa profil muka air eksisting sungai dengan Hec-Ras
Elev air < Elev tanggul
Desain penampang sungai dengan Hec-Ras
Selesai
Ya
Tidak
Penentuan sisi atas dan bawah perkuatan penampang
8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Hidrologi 4.1.1 Perhitungan Curah Hujan Rencana Pada kondisi existing, debit yang masuk ke dam Dawuhan berasal dari Kali Deluwang dan Kali Bales. karena dengan adanya Kali juma’in yang letaknya berada diatas dam Dawuhan, maka debit yang berasal dari Kali Deluwang dan Kali Bales mengalir ke dam Dawuhan dan Kali Juma’in. Dengan adanya debit yang masuk ke Kali Juma’in, kota Besuki mengalami banjir. Maka dari itu debit diarahkan semua ke dam Dawuhan. Pada Tugas Akhir ini data hujan yang digunakan berasal dari stasiun Dawuhan, stasiun Namgger, stasiun Baderan, stasiun Tunjang, stasiun Blimbing. Stasiun-stasiun ini dipilih karena dianggap dapat mewakili daerah yang memberi inflow ke Kali Deluwang. Pada Gambar 4.1 di bawah ini ditunjukkan ke lima stasiun yang berpengaruh pada DAS Kali Deluwang.
Gambar 4.1 Hasil analisa stasiun hujan dengan Thiessen Poligon (Sumber:Hasil Analisa) Tabel 4.1 Perhitungan Weighting Factor
Stasiun Hujan Thiessen Method
A (Km2) W
Dawuhan 9.120 0.056
Nangger 14.770 0.090
Blimbing 16.800 0.103
Baderan 110.560 0.675
Tunjang 12.570 0.077 Jumlah 163.82 1
Dimana koefisien untuk stasiun-stasiun tersebut :
AAW A
A = ;A
AW B
B = ;A
AW CC = ; dst
AAW 1
1 = 056.082.163
12.91 ==W
Tabel 4.2 Perhitungan Curah Hujan Rata - rata
STA. STA. STA. STA. STA. A1 A2 A3 A4 A5Dawuhan Nangger Tunjang Blimbing Baderan 0.056 0.090 0.103 0.675 0.077 mm
1 31-Dec-96 82 191 110 117 115 4.57 17.22 11.28 78.96 8.86 120.8832 03-Jan-97 98 156 124 40 0 5.46 14.06 12.72 27.00 0.00 59.2333 15-Feb-98 40 0 58 90 6 2.23 0.00 5.95 60.74 0.46 69.3774 07-Feb-99 99 120 160 22 93 5.51 10.82 16.41 14.85 7.16 54.7475 27-Nov-00 185 5 67 94 64 10.30 0.45 6.87 63.44 4.93 85.9886 19-Feb-01 86 12 17 93 47 4.79 1.08 1.74 62.76 3.62 73.9967 05-Feb-02 142 75 0 138 243 7.91 6.76 0.00 93.13 18.71 126.5138 15-Feb-03 112 21 30 107 99 6.24 1.89 3.08 72.21 7.62 91.0419 05-Feb-04 130 0 0 0 243 7.24 0.00 0.00 0.00 18.71 25.948
10 31-Dec-05 48 0 0 114 12 2.67 0.00 0.00 76.94 0.92 80.53311 22-Jan-06 92 50 31 160 225 5.12 4.51 3.18 107.98 17.33 138.116
R No. Tahun
Curah Hujan (mm) Luas DAS
Untuk hujan rata-rata (Hidrologi, M.Sholeh, Hal 41) :
∑=
⋅=n
iii RWR
1
)44332211(1
RWRWRWRWRn
i⋅+⋅+⋅+⋅= ∑
=
)225.077.0
160675.031103.050090.092056.0(1
+
⋅+⋅+⋅+⋅= ∑=
n
iR
= 138,116 mm 4.1.2 Perhitungan Parameter Dasar Statistik
Perhitungan parameter dasar statistik dapat dilakukan dengan menentukan nilai koefisien kemencengan / kemiringan (Cs) dan koefisien Kurtosis (Ck). Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidak simetrisan dari suatu bentuk distribusi. Pengukuran kemencengan/ kemiringan adalah mengukur seberapa besar distribusi tidak simetri atau miring. Kriteria–kriteria perhitungan dasar statistik dalam menghitung salah satu perhitungan distribusi dapat di lihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Karakteristik Distribusi Frekwensi
Jenis Distribusi Syarat Distribusi
Distribusi Gumbel Tipe I Cs = 1,139 dan Ck = 5,402
Distribusi Pearson Tipe III Harga Cs dan Ck fleksibel
Distribusi Log-Pearson Tipe III Harga Cs 0 - 0,9
Distribusi Normal Cs = 0 dan Ck = 3
Distribusi Log-Normal Harga Cs > 0 dan Ck > 0
(Sumber : Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, Tahun 1995)
9
Tabel 4.4 Parameter Dasar Statistik Hujan Harian Maksimum Ri Ri – Rrata (Ri - R)2 (Ri - R)3 (Ri – R)4
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm)1 138.116 84.216 53.9 2905.190 156589.174 8440126.9362 126.513 84.216 42.3 1789.014 75669.458 3200571.2263 120.883 84.216 36.7 1344.475 49297.979 1807613.1374 91.041 84.216 6.8 46.581 317.916 2169.7855 85.988 84.216 1.8 3.141 5.567 9.8666 80.533 84.216 -3.7 13.562 -49.942 183.9177 73.996 84.216 -10.2 104.437 -1067.289 10907.1088 69.377 84.216 -14.8 220.204 -3267.667 48489.8029 59.233 84.216 -25.0 624.168 -15593.825 389586.183
10 54.747 84.216 -29.5 868.396 -25590.379 754111.59811 25.948 84.216 -58.3 3395.128 -197826.352 11526891.107
Jumlah 926.375 11314.295 38484.640 26180660.66684.2233.640.120.403.44
Cs =Cv =Ck =
No. Rrata
Rrata-rata =Sd =
Dengan perumusan :
1. Nilai rata – rata ( Mean )
22.8411
375.9261 ===∑
=
n
RiR
n
i
2. Nilai Deviasi Standar ( Standart Deviasi )
( )
64.33111295.11314
11
2
=−
=−
−=
∑=
n
RRiSd
n
i
3. Koefisien Variasi ( Coeffisient of Variation )
04.022.8464.33
===R
SdCV
4. Koeffisien Kemencengan (Coeffisient of skewness)
( )( ) ( )
( )( ) ( )
12.064.33.211.111
640.38484.112.1 33
1
3
=−−
=−−
−=
∑=
Sdnn
RRinCS
n
i
5. Koefisien Ketajaman ( Coeffisient of kurtosis )
( )( )( ) ( )
( )( ) ( )( ) 44.3
64.33.311.211.111666.2618066011
.3.2.1
4
2
41
42
=−−−
=
−−−
−=
∑=
Sdnnn
RRinCK
n
i
a. Analisa Curah Hujan Maksimum Rencana Metode
Gumbel
Analisa curah hujan maksimum rencana dengan Metode Gumbel menggunakan tabel berikut : Standart deviasi dari data hujan dapat dihitung :
( )637.33
111295.11314
1=
−=
−
−= ∑
nxx
Sdmm
Harga rata-rata dari reduced variate :
Yn = y = 0.500 Harga standar deviasi dari reduced variate :
( ) 743.311
21.281==
−=
nyySn
Untuk T = 25 tahun, maka dari persamaan didapat :
199.3)125
25ln(.ln)1
ln(.ln =−
−=−
−=T
TYT
maka 789.2968.0
500.0199.3S
YYKn
nT =−
=−
=
Curah hujan rencana dengan periode ulang T = 25 tahun (mm)
KxR T ⋅+= dS maka : R25 = 84.216 + (33.637)*(2.789) = 178.039 mm
Jadi hujan dengan masa ulang 25 tahun (R25) = 178.039 mm Untuk hasil perhitungan lainnya lihat tabel 4.4 dibawah : Tabel 4.5 Perhitungan Curah Hujan Rencana Untuk Periode Ulang T Tahun Dengan Metode GUMBEL
Periode YT K Xt 2 0.367 -0.138 79.589 5 1.500 1.034 118.991
10 2.250 1.809 145.078 25 3.199 2.789 178.039 50 3.902 3.516 202.492 100 4.600 4.238 226.764
Tabel 4.6 Perhitungan Hujan Rencana Metode GUMBEL
No X n1 n-n1 (n-n1)^2 p y y-y1 (y-y1)^21 138.116 84.216 53.900 2905.190 0.083 -0.910 -0.411 0.1692 126.513 84.216 42.297 1789.014 0.167 -0.583 -0.084 0.0073 120.883 84.216 36.667 1344.475 0.250 -0.327 0.173 0.0304 91.041 84.216 6.825 46.581 0.333 -0.094 0.406 0.1645 85.988 84.216 1.772 3.141 0.417 0.133 0.633 0.4006 80.533 84.216 -3.683 13.562 0.500 0.367 0.866 0.7507 73.996 84.216 -10.219 104.437 0.583 0.618 1.118 1.2498 69.377 84.216 -14.839 220.204 0.667 0.903 1.402 1.9679 59.233 84.216 -24.983 624.168 0.750 1.246 1.746 3.04710 54.747 84.216 -29.469 868.396 0.833 1.702 2.202 4.84711 25.948 84.216 -58.268 3395.128 0.917 2.442 2.941 8.651
jumlah 926.375 11314.295 5.496 21.281rata-rata 84.216 1028.572 0.500 1.935
b. Analisa Curah Hujan Maksimum Rencana Metode Pearson Tipe III Dari persamaan (2.8) pada Bab II maka dapat di hitung
besarnya curah hujan rencana sesuai dengan periode ulangnya, seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.7 Perhitungan Hujan Rencana Metode Pearson Tipe III
No Tahun X X-Xr (X-Xr)2 (X-Xr)3
1 22-Jan-06 138.116 53.90 2905.19 156589.172 05-Feb-02 126.513 42.30 1789.01 75669.463 31-Dec-96 120.883 36.67 1344.48 49297.984 15-Feb-03 91.041 6.83 46.58 317.925 27-Nov-00 85.988 1.77 3.14 5.576 31-Dec-05 80.533 -3.68 13.56 -49.947 19-Feb-01 73.996 -10.22 104.44 -1067.298 15-Feb-98 69.377 -14.84 220.20 -3267.679 03-Jan-97 59.233 -24.98 624.17 -15593.8310 07-Feb-99 54.747 -29.47 868.40 -25590.3811 05-Feb-04 25.948 -58.27 3395.13 -197826.35
926.38 11314.30 38484.64= 84.22= 33.64= 0.12
SxCs
TotalXr
X merupakan curah hujan maksimum yang tercatat dari ke lima stasiun. Xr di dapat dari jumlah total curah hujan di bagi dengan banyaknya data. Sx merupakan total dari (x-xr)2 di bagi dengan banyak data di kurangi satu lalu dipangkatkan dengan 0,5. Untuk
10
nilai K (Distribusi Pearson Type III) di dapat berdasarkan nilai Cs dan periode ulang (tahun) pada Tabel 4.7. Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Curah Hujan Rencana Untuk Periode Ulang T Tahun Dengan Metode Pearson Type III T(tahun) Xr K Sx Xt(mm)
2 84.22 -0.017 33.64 83.644 5 84.22 0.936 33.64 115.700 10 84.22 1.292 33.64 127.675
25 84.22 1.785 33.64 144.257 50 84.22 2.107 33.64 155.089
100 84.22 2.400 33.64 164.944 Tabel 4.9 Nilai K Distribusi Pearson Type III dan Log Pearson Type III
2 5 10 25 50 100 200 1000
50% 20% 10% 4% 2% 1% 1% 0%2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.2002.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.9101.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.6601.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.3901.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.1101.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.8201.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 4.5400.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.3950.8 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.2500.7 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.2500.6 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 3.9600.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 3.8150.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 3.6700.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.5250.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 3.380
0.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 3.2350.0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090-0.1 0.017 0.836 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950-0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810-0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675
Koefesien Cs
Waktu Balik (Tahun)
Peluang
(Sumber: Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data,Tahun 1995) Dari tabel 4.5 di atas Xt merupakan hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T tahun dengan mengunakan persamaan Pearson Type III. Sehingga dapat di tarik kesimpulan, misalkan untuk periode ulang 25 tahun besar curah hujan yang mungkin terjadi sebesar R = 144.257 mm. 4.1.3 Uji Distribusi Analisa Frekwensi a. Uji Kesesuaian Chi Square
Dari Persamaan (2.4) dan (2.5) pada Bab II sebelumnya maka dapat di hitung uji kesesuaian distribusi yaitu dengan uji secara vertikal dengan metode Chi Square . Bersumber dari buku Soewarno, Hidrologi, Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Jilid I, tahun 1995 diperoleh harga nilai kritis untuk distibusi Chi Square seperti terlihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.10 Nilai Kritis Chi Square
0.2 0.1 0.05 0.01 0.0011 1.642 2.706 3.841 6.635 10.8272 3.219 4.605 5.991 9.21 13.8153 4.642 6.251 7.815 11.345 16.2684 5.989 7.779 9.488 13.277 18.4655 7.289 9.236 11.07 15.086 20.5176 8.558 10.645 12.592 16.812 22.4577 9.803 12.017 14.067 18.475 24.3228 11.03 13.362 15.507 20.09 26.1259 12.242 14.987 16.919 21.666 27.87710 13.442 15.987 18.307 23.209 29.58811 14.631 17.275 19.675 24.725 31.26412 15.812 18.549 21.026 26.217 32.90913 16.985 19.812 22.362 27.688 34.52814 18.151 21.064 23.685 29.141 36.12315 19.311 22.307 24.996 30.578 37.69716 20.465 23.542 26.296 32 39.25217 21.615 24.769 27.587 33.409 40.79
Derajat Kebebasan (γ )
α derajat kepercayaan
(Sumber: Soewarno, Jilid I, halaman 222, Tahun 1995) • Uji Kesesuaian Chi Square Metode GUMBEL
Data – data yang ada dikelompokkan ke dalam sub grup sesuai dengan interval peluang kejadian. Contoh perhitungan Uji Chi Square untuk data hujan tahun 2006 dengan tinggi hujan (R24) adalah 138.116 mm, sedangkan data curah hujan terkecil terjadi pada tahun 2004 dengan nilai 25.948 mm : a. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan besarnya
peluang dari masing – masing data tersebut. Dari tabel 4.1 untuk data hujan tahun 2006 dengan tinggi hujan = 138.116 mm , sedangkan data curah hujan terkecil terjadi pada tahun 1990 dengan nilai 25.948 mm didapat : m (peringkat / nomer rangking) = 1 n (jumlah data hujan) = 11 Dengan rumus peluang :
( ) ( ) ( )1111
1nmXP
+=
+= = 0,0833
b. Besarnya P(X<) dapat dicari dengan rumus : P(X<) = 1 – P(X)
= 1 – 0,0833 = 0,9916
c. Nilai f(t) dapat dicari dengan rumus :
( )S
XXtf −=)( =
( )637.33
22.84883.120 − = 1.09
d. Besarnya peluang teoritis P’(X) dicari dengan menggunakan tabel 3.7a luas di bawah kurva normal wilayah luas dibawah kurva normal, dari nilai f(t).Dari tabel dengan nilai f(t) = 1.09 → P’(X<) = 0,862 Sehingga besarnya P’(X) : P’(X) = 1 – P’(X<)
= 1 – 0,862 = 0,138
e. Nilai D dapat dicari dengan rumus : D = P’(X<) – P(X<)
= 0,862 – 0,750 = 0,112
Untuk perhitungan uji Chi Square distribusi Gumbel dapat dilihat tabel 4.9 dan digunakan untuk menentukan peluang untuk sub bagian seperti pada tabel di bawah ini :
11
Tabel 4.11 Peluang untuk Setiap Sub Bagian
Ef Of1 X < 0.200 2.2 2 0.2 0.022 0.200 - 0.400 2.2 3 -0.8 0.293 0.400 - 0.600 2.2 2 0.2 0.024 0.600 - 0.800 2.2 1 1.2 0.655 X > 0.800 2.2 3 -0.8 0.29
11 11 1.27
No Nilai Batas Sub Kelompok Jumlah Data Ef-Of (Ef-Of)2/Ef
Jumlah Dari tabel 4.9 didapat harga χh2 = 1.27 dan Derajat kebebasan yang diambil adalah, Dk = 5 – 2 – 1 = 2 Derajat kepercayaan yang diambil untuk distribusi data – data yang ada sebesar 5 %. Berdasarkan tabel nilai kritis ( tabel 3.6) untuk distribusi Chi – Kuadrat, maka nilai kritis untuk uji chi – kuadrat pada derajat kepercayaan (α) = 5 % diperoleh nilai χ2 = 5,991. Dari perhitungan didapat kesimpulan bahwa χh2 < χ2 yaitu : 1.27 < 5,991 sehingga persamaan Distribusi Gumbel dapat diterima. • Uji Kesesuaian Chi Square Metode Person Tipe III
Data – data yang ada dikelompokkan ke dalam sub grup sesuai dengan interval peluang kejadian. Contoh perhitungan Uji Chi Square untuk data hujan tahun 2006 dengan tinggi hujan (R24) adalah 138.116 mm, sedangkan data curah hujan terkecil terjadi pada tahun 2004 dengan nilai 25.948 mm : a. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan
besarnya peluang dari masing – masing data tersebut. Dari tabel 4.1 untuk data hujan tahun 2006 dengan tinggi hujan = 138.116 mm , sedangkan data curah hujan terkecil terjadi pada tahun 2004 dengan nilai 25.948 mm didapat : m (peringkat / nomer rangking) = 1
n (jumlah data hujan) = 11 Dengan rumus peluang :
( ) ( ) ( )1111
1nmXP
+=
+= = 0,0833
b. Besarnya P(X<) dapat dicari dengan rumus : P(X<) = 1 – P(X)
= 1 – 0,0833 = 0,9916
c. Nilai f(t) dapat dicari dengan rumus :
( )S
XXtf −=)( =
( )204.0
887.1082.2 − = 0.950
d. Besarnya peluang teoritis P’(X) dicari dengan menggunakan tabel 3.7a luas di bawah kurva normal wilayah luas dibawah kurva normal ∗8, dari nilai f(t).Dari tabel dengan nilai f(t) = 0.950 → P’(X<) = 0.829 Sehingga besarnya P’(X) : P’(X) = 1 – P’(X<)
= 1 – 0.829 = 0,171
e. Nilai D dapat dicari dengan rumus : D = P’(X<) – P(X<)
= 0,829 – 0,750 = 0,079
Untuk perhitungan uji Chi Square distribusi Gumbel dapat dilihat tabel 4.9 dan digunakan untuk menentukan peluang untuk sub bagian seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.12 Peluang untuk Setiap Sub Bagian
Ef Of1 X < 0.200 2.2 2 0.2 0.022 0.200 - 0.400 2.2 3 -0.8 0.293 0.400 - 0.600 2.2 2 0.2 0.024 0.600 - 0.800 2.2 1 1.2 0.655 X > 0.800 2.2 3 -0.8 0.29
11 11 1.27
Jumlah Data Ef-Of (Ef-Of)2/Ef
Jumlah
No Nilai Batas Sub Kelompok
Dari tabel 4.10 didapat harga χh2 = 1.27 dan Derajat kebebasan yang diambil adalah, Dk = 5 – 2 – 1 = 2 Derajat kepercayaan yang diambil untuk distribusi data – data yang ada sebesar 5 %. Berdasarkan tabel nilai kritis ( tabel 3.6) untuk distribusi Chi – Kuadrat, maka nilai kritis untuk uji chi – kuadrat pada derajat kepercayaan (α) = 5 % diperoleh nilai χ2 = 5,991. Dari perhitungan didapat kesimpulan bahwa χh2 < χ2 yaitu : 1.27 < 5,991 sehingga persamaan Distribusi Person Tipe III dapat diterima. b. Uji Smirnov Kolmogorov
Uji Smirnov-Kolmogorov yang disebut juga uji kecocokan non parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. • Uji Smirnov Kolmogorof Metode GUMBEL
Data – data yang ada dikelompokkan ke dalam sub grup sesuai dengan interval peluang kejadian. Contoh perhitungan Uji Chi Square untuk data hujan tahun 2006 dengan tinggi hujan (R24) adalah 138.116 mm, sedangkan data curah hujan terkecil terjadi pada tahun 2004 dengan nilai 25.948 mm : a. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan besarnya
peluang dari masing – masing data tersebut. Dari tabel 4.1 untuk data hujan tahun 2006 dengan tinggi hujan = 138.116 mm , sedangkan data curah hujan terkecil terjadi pada tahun 1990 dengan nilai 25.948 mm didapat : m (peringkat / nomer rangking) = 1 n (jumlah data hujan) = 11 Dengan rumus peluang :
( ) ( ) ( )1111
1nmXP
+=
+= = 0,0833
b. Besarnya P(X<) dapat dicari dengan rumus : P(X<) = 1 – P(X)
= 1 – 0,0833 = 0,9916
c. Nilai f(t) dapat dicari dengan rumus :
( )S
XXtf −=)( =
( )637.33
22.84883.120 − = 1.09
d. Besarnya peluang teoritis P’(X) dicari dengan menggunakan tabel 3.7a luas di bawah kurva normal wilayah luas dibawah kurva normal, dari nilai f(t).Dari tabel dengan nilai f(t) = 1.09 → P’(X<) = 0,862 Sehingga besarnya P’(X) : P’(X) = 1 – P’(X<)
= 1 – 0,862 = 0,138
e. Nilai D dapat dicari dengan rumus : D = P’(X<) – P(X<)
= 0,862 – 0,750 = 0,112
Untuk perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov distribusi GUMBEL dapat dilihat tabel 4.12 dan didapat harga Dmax= 0,112
12
pada data dengan peringkat 3. Dengan menggunakan Tabel 4.11 Nilai kritis Do untuk Uji Smirnov - Kolmogorov di bawah ini :
Tabel 4.13 Nilai kritis Do untuk Uji Smirnov - Kolmogorov
α 0.2 0.1 0.05 0.01 n
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
11 0.30 0.35 0.38 0.48
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.27
35 0.18 0.2 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.2 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
n>50 1.07 1.22 1.36 1.63
√n √n √n √n (Sumber: Soewarno, Jilid I, halaman 222, Tahun 1995) Catatan : α = derajat kepercayaan Tabel 4.14 Perhitungan Uji Smirnov Kolmogorov
a. Metode Pearson Type III Dari persamaan (2.8) pada Bab II maka dapat di hitung besarnya curah hujan rencana sesuai dengan periode ulangnya, seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.3 Perhitungan Hujan Rencana Metode Pearson Tipe III
No Tahun X X-Xr (X-Xr)2 (X-Xr)3
1 2002 216,12 119,66 14319,46 1713522,592 1994 181,63 85,17 7254,29 617863,503 2006 126,26 29,80 888,24 26472,334 1992 120,46 24,00 576,00 13824,005 1990 104,27 7,81 61,02 476,656 1998 93,95 -2,51 6,29 -15,787 1993 89,02 -7,43 55,27 -410,918 1991 81,09 -15,37 236,20 -3630,159 2004 79,51 -16,95 287,33 -4870,4810 2005 77,05 -19,41 376,74 -7312,5011 1997 74,88 -21,58 465,78 -10052,4812 2000 71,13 -25,33 641,50 -16247,8513 1999 70,37 -26,09 680,70 -17759,4914 2001 69,67 -26,79 717,54 -19220,5915 2003 64,80 -31,66 1002,60 -31746,4116 1995 60,85 -35,61 1267,83 -45142,9517 1996 58,74 -37,72 1422,90 -53673,55
1639,80 30259,68 2162075,94= 96,46= 43,49= 1,86
TotalXrSxCs
(Sumber : Hasil Perhitungan) X merupakan curah hujan maksimum yang tercatat dari ke empat stasiun. Xr di dapat dari jumlah total curah hujan di bagi dengan banyaknya data. Sx merupakan total dari (x-xr)2 di bagi dengan
banyak data di kurangi satu lalu dipangkatkan dengan 0,5. Untuk nilai K (Distribusi Pearson Type III) di dapat berdasarkan nilai Cs dan periode ulang (tahun) pada Tabel 4.5. Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Curah Hujan Rencana Untuk Periode Ulang T Tahun Dengan Metode Pearson Type III
T(tahun) Xr K Sx Xt(mm)
2 96,46 -0,282 43,49 84,1955 96,46 0,643 43,49 124,42210 96,46 1,318 43,49 153,77725 96,46 2,193 43,49 191,82950 96,46 2,848 43,49 220,314
100 96,46 3,499 43,49 248,624200 96,46 4,147 43,49 276,805500 96,46 4,714 43,49 301,463
1000 96,46 5,660 43,49 342,603 (Sumber: Hasil Perhitungan) Tabel 4.5 Nilai K Distribusi Pearson Type III dan Log Pearson
Type III
2 5 10 25 50 100 200 1000
50% 20% 10% 4% 2% 1% 1% 0%2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,2002,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,9101,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,6601,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,3901,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,1101,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,8201,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,5400,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,3950,8 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891 3,312 4,2500,7 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891 3,312 4,2500,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,9600,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,8150,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,6700,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,5250,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,3800,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,2350,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090
0,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090-0,1 0,017 0,836 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482 2,950-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675
Koefesien Cs Peluang
Waktu Balik (Tahun)
(Sumber: Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa
Data,Tahun 1995) Dari tabel 4.4 di atas Xt merupakan hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T tahun dengan mengunakan persamaan Pearson Type III. Sehingga dapat di tarik kesimpulan, misalkan untuk periode ulang 100 tahun besar curah hujan yang mungkin terjadi sebesar R = 248.624 mm. b. Metode Log Normal Dari Persamaan (2.2), (2.3), (2.4) dan (2.5) pada Bab II sebelumnya maka dapat di hitung curah hujan maksimum dengan metode log Normal yang dapat di lihat pada tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6 Perhitungan Rata- rata, Standar Deviasi dan Koefisien Skewness.
13
No Tahun X Log X (Log X-Log Xr) (Log X-Log Xr)2 (Log X-Log Xr)3
1 2 3 4 5 6 71 2002 216,12 2,33 0,38 0,1460 0,05582 1994 181,63 2,26 0,31 0,0940 0,02883 2006 126,26 2,10 0,15 0,0221 0,00334 1992 120,46 2,08 0,13 0,0164 0,00215 1990 104,27 2,02 0,07 0,0043 0,00036 1998 93,95 1,97 0,02 0,0004 0,00007 1993 89,02 1,95 0,00 0,0000 0,00008 1991 81,09 1,91 -0,04 0,0019 -0,00019 2004 79,51 1,90 -0,05 0,0027 -0,000110 2005 77,05 1,89 -0,07 0,0043 -0,000311 1997 74,88 1,87 -0,08 0,0061 -0,000512 2000 71,13 1,85 -0,10 0,0101 -0,001013 1999 70,37 1,85 -0,11 0,0111 -0,001214 2001 69,67 1,84 -0,11 0,0120 -0,001315 2003 64,80 1,81 -0,14 0,0199 -0,002816 1995 60,85 1,78 -0,17 0,0283 -0,004817 1996 58,74 1,77 -0,18 0,0337 -0,0062
1639,80 33,19 0,00 0,41 0,07= 1,95= 0,16= 1,23Cs
Log XrTotal
Si
( Sumber:Hasil Perhitungan) Dari tabel 4.6 di atas dapat di peroleh Standar deviasi (Si) yaitu dengan membagi jumlah total dari kolom 6 dengan jumlah data hujan. Sedangkan untuk mendapatkan koefisien kemencengan (Cs) yaitu dari hasil perkalian antara jumlah data di kali dengan kolom 7 lalu di bagi dengan banyak data di kurangi 1 kali banyak data di kurangi 2 dan kali standar deviasi pangkat 3. Standar deviasi dan rata-rata nilai X (Log Xr) ini yang akan digunakan untuk perhitungan curah hujan rencana dengan metode Log Normal sesuai dengan Tabel 4.7 seperti di bawah ini. Tabel 4.7 Curah Hujan Rencana Dengan Metode Log Normal
T(tahun) K Log Xt Xt (mm)
(1) (2) (3) (4)2 0,000 1,953 89,665 0,840 2,088 122,36
10 1,280 2,158 144,0150 2,050 2,282 191,50
100 2,330 2,327 212,41200 2,580 2,367 233,01500 2,880 2,416 260,371000 3,090 2,449 281,42
(Sumber: Hasil Perhitungan) Dari tabel 4.7 di atas, kolom satu merupakan periode ulang hujan rencana. Kolom tiga di dapat dari persamaan (2.3) pada Bab II yaitu di peroleh dari hasil rata-rata dari Log x (hasil hitungan pada tabel 4.6) di tambah dengan nilai variabel reduksi Gauss (K) kali standar deviasi. Hasil dari kolom tiga selanjutnya di cari harga Xt dengan cara 10 pangkat Log Xt (kolom tiga). Perhitungan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa menurut analisa Log Normal pada periode ulang 1000 th di dapat hujan sebesar R= 281,42 mm. 4.1.2 Uji Kesesuaian Distribusi Untuk mengetahui apakah data hujan yang tersedia betul – betul sesuai dengan jenis sebaran teoritis yang di pilih, maka perlu dilakukan pengujian kecocokan baik pengujian parameter dasar statistik maupun non parameter. 4.1.2.1 Perhitungan Parameter Dasar Statistik Perhitungan parameter dasar statistik dapat dilakukan dengan menentukan nilai koefisien kemencengan / kemiringan (Cs) dan koefisien Kurtosis (Ck). Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidak simetrisan dari suatu
bentuk distribusi. Pengukuran kemencengan/ kemiringan adalah mengukur seberapa besar distribusi tidak simetri atau miring. Kriteria–kriteria perhitungan dasar statistik dalam menghitung salah satu perhitungan distribusi dapat di lihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Karakteristik Distribusi Frekwensi
Jenis Distribusi Syarat Distribusi
Distribusi Gumbel Tipe I
Distribusi Pearson Tipe III
Cs = 1,139 dan Ck = 5,402
Harga Cs dan Ck fleksibel
Harga Cs 0 - 0,9
Cs = 0 dan Ck = 3
Distribusi Log-Normal Harga Cs > 0 dan Ck > 0
Distribusi Log-Pearson Tipe III
Distribusi NormalBerdasarkan hasil perhitungan parameter statistik tersebut, didapatkan harga koefisien kemencengan . Maka persamaan distribusi yang dipilih untuk
(Sumber : Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa
Data,Tahun 1995)
Tabel 4.9 Parameter Dasar Statistik Hujan Harian Maksimum No. Ri Rrata Ri – R (Ri - R)2 (Ri - R)3 (Ri – R)4
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm)1 216,123 96,459 119,7 14319,457 1713522,588 205046854,5702 181,631 96,459 85,2 7254,292 617863,503 52624751,3223 126,262 96,459 29,8 888,235 26472,328 788962,1624 120,459 96,459 24,0 576,000 13824,000 331776,0005 104,270 96,459 7,8 61,019 476,650 3723,3366 93,951 96,459 -2,5 6,291 -15,779 39,5777 89,025 96,459 -7,4 55,271 -410,906 3054,8508 81,090 96,459 -15,4 236,202 -3630,148 55791,2089 79,508 96,459 -17,0 287,330 -4870,484 82558,69410 77,049 96,459 -19,4 376,742 -7312,495 141934,33611 74,877 96,459 -21,6 465,781 -10052,477 216952,22812 71,131 96,459 -25,3 641,501 -16247,852 411523,45713 70,369 96,459 -26,1 680,697 -17759,487 463347,93514 69,672 96,459 -26,8 717,537 -19220,587 514859,66415 64,795 96,459 -31,7 1002,605 -31746,411 1005216,27116 60,852 96,459 -35,6 1267,827 -45142,952 1607385,12017 58,738 96,459 -37,7 1422,897 -53673,554 2024636,839
Jumlah 1639,803 30259,684 2162075,936 265323367,569Rrata-rata = 96,46
Sd = 43,49Cs = 1,86Cv = 0,45Ck = 6,38
Adapun parameter statistik dari masing – masing distribusi adalah :
(Sumber :Hasil Perhitungan) Dengan perumusan :
6. Nilai rata – rata ( Mean )
46.9617
803.16391 ===∑
=
n
RiR
n
i
7. Nilai Deviasi Standar ( Standart Deviasi )
( )49.43
117684.30259
11
2
=−
=−
−=
∑=
n
RRiSd
n
i
8. Koefisien Variasi ( Coeffisient of Variation )
45.046.9449.43
===RSdCV
14
9. Koeffisien Kemencengan (Coeffisient of skewness)
( )
( ) ( )( )
( ) ( )86.1
49.43.217.117936.2162075.17
2.1 331
3
=−−
=−−
−=
∑=
Sdnn
RRinCS
n
i
10. Koefisien Ketajaman ( Coeffisient of kurtosis )
( )( ) ( ) ( )
( )( ) ( ) ( )
38.649.43.317.217.117
569.26532336717.3.2.1
4
2
41
42
=−−−
=
−−−
−=
∑=
Sdnnn
RRinCK
n
i
4.1.2.2 Uji Distribusi Analisa Frekwensi a. Uji Kesesuaian Chi Square Dari Persamaan (2.8) dan (2.9) pada Bab II sebelumnya maka dapat di hitung uji kesesuaian distribusi yaitu dengan uji secara vertikal dengan metode Chi Square . Bersumber dari buku Soewarno, Hidrologi, Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Jilid I, tahun 1995 diperoleh harga nilai kritis untuk distibusi Chi Square seperti terlihat pada Tabel 4.10 di bawah ini. Tabel 4.10 Nilai Kritis Chi Square
0,2 0,1 0,05 0,01 0,0011 1,642 2,706 3,841 6,635 10,8272 3,219 4,605 5,991 9,210 13,8153 4,642 6,251 7,815 11,345 16,2684 5,989 7,779 9,488 13,277 18,4655 7,289 9,236 11,070 15,086 20,5176 8,558 10,645 12,592 16,812 22,4577 9,803 12,017 14,067 18,475 24,3228 11,030 13,362 15,507 20,090 26,1259 12,242 14,987 16,919 21,666 27,87710 13,442 15,987 18,307 23,209 29,58811 14,631 17,275 19,675 24,725 31,26412 15,812 18,549 21,026 26,217 32,90913 16,985 19,812 22,362 27,688 34,52814 18,151 21,064 23,685 29,141 36,12315 19,311 22,307 24,996 30,578 37,69716 20,465 23,542 26,296 32,000 39,25217 21,615 24,769 27,587 33,409 40,790
Derajat
Kebebasan (γ )
α derajat kepercayaan
(Sumber: Soewarno, Jilid I, halaman 222, Tahun 1995) 1. Uji Kesesuaian Chi Square Metode Pearson Type III Jumlah kelas: K = 1+3.22 log n = 1 + 3.22 log 17 = 4,96 = 5 Derajat bebas )(γ = K-R-1 è R=2 (untuk distribusi normal) = 5-2-1 = 2 Dengan derajat kepercayaan α = 5 % dan derajat bebas )(γ maka dari tabel 4.10 di peroleh Xkr = 5.991. Dari hasil perhitungan K jumlah kelas distribusi = 5 sub kelompok dengan interval peluang (P)=0.2 besarnya peluang untuk setiap group adalah : § Sub group 1 : P < 0.20 § Sub group 2 : 0.2 < P < 0.40 § Sub group 3 : 0.4 < P < 0.60 § Sub group 4 : 0.6 < P < 0.80 § Sub group 5 : P > 0.80
Persamaan dasar yang digunakan untuk distribusi Pearson Type III adalah:
xr SKXX ⋅+= (Lihat Pers. 2.1, bab 2) Dari hasil perhitungan disrtibusi Pearson Type III pada tabel 4.3 diperoleh harga
Xrata-rata = 94,46 Sx = 43,49 K = Nilai Koefisien dari varian reduksi Gauss
berdasarkan peluang (Tabel 4.11). maka:
)49,43(46,94 ⋅+= KX Tabel 4.11 Varian Reduksi Gauss Periode Ulang
T (tahun)Peluang k
1,001 0,999 -3,051,005 0,995 -2,581,010 0,990 -2,331,050 0,950 -1,641,110 0,900 -1,281,250 0,800 -0,841,330 0,750 -0,671,430 0,700 -0,521,670 0,600 -0,252,000 0,500 02,500 0,400 0,253,330 0,300 0,524,000 0,250 0,675,000 0,200 0,84
10,000 0,100 0,8420,000 0,050 0,8450,000 0,200 0,84
100,000 0,010 0,84200,000 0,005 0,84500,000 0,002 0,841000,000 0,001 0,84
(Sumber: Soewarno, Jilid I, halaman124, Tahun 1995) Harga K diperoleh dari tabel 4.11. Dengan di ketahui peluang maka dapat di peroleh harga K. Untuk P = 0.20 X = 94,46 + (0,84 . 43,49) è X = 132,99 Untuk P = 0.40 X = 94,46 + (0,25 . 43,49) è X = 107,33 Untuk P = 0.60 X = 94,46+ (-0,25 . 43,49) è X = 85,59 Untuk P = 0.80 X = 94,46+ (-0,84 . 43,49) è X = 59,93 Sehingga : Sub Group 1 : X ≤ 59,93 Sub Group 2 : 59,93 < X ≤ 85,59 Sub Group 3 : 85,59 < X ≤ 107,33
15
Sub Group 4 : 107,33 < X ≤ 132,99 Sub Group 5 : X > 132,99 Selanjutnya dapat disusun perhitungan seperti ditunjukkan pada table 4.12 di bawah ini: Tabel 4.12 Perhitungan Uji –Chi Kuadrat untuk distribusi Pearson Type III
Nilai Batas
Sub Kelompok Ef Of1 X<59.93 3,4 1 2,4 1,692 59.93<X≤85.59 3,4 9 -5,6 9,223 85.59<X≤107.33 3,4 3 0,4 0,054 107.33<X≤132.99 3,4 2 1,4 0,585 X>132.99 3,4 2 1,4 0,58
17 17 12,12
Ef-OfNoJumlah Data
Jumlah
(Ef-Of)2/Ef
(Sumber: Hasil Perhitungan) Dari tabel di atas dapat disimpulkan : § Xkr = 5,991 ( tabel 4.10 ). § X² = 12,12 ( tabel 4.12 ). § Xkr < X² tidak diterima (peluang lebih kecil dari 1 %). Maka model distribusi Pearson Type III tersebut tidak dapat diterima. 2. Uji Kesesuaian Chi Square Log Normal Persamaan dasar yang digunakan dalam metode Distribusi Log Normal adalah:
SikLogXLogX .+= (Lihat Pers. 2.2, bab 2) Dari hasil perhitungan sebelumnya pada tabel 4.6 di dapat
LogX =1.95 Si = 0.16. Untuk harga k dapat dilihat pada tabel 4.11 di atas: Berdasarkan persamaan garis lurus: Log X = 1.95+k.(0.16), maka: Untuk P = 0.80 Log X = 1.95 + (-0.84 x 0.16) è X = 65,70 Untuk P = 0.60 Log X = 1.95 + (-0.25 x 0.16) è X = 81,74 Untuk P = 0.40 Log X = 1.95 + (0.25 x 0.16) è X = 98,35 Untuk P = 0.20 Log X = 1.95 + (0.84 x 0.16) è X = 122,36 Sehingga : Sub Group 1 : X ≤ 65,70 Sub Group 2 : 65,70 <X ≤ 81,74 Sub Group 3 : 81,74 <X ≤ 98,35 Sub Group 4 : 98,35 <X ≤ 122,36 Sub Group 5 : X > 122,36 Selanjutnya dapat di susun perhitungan seperti ditunjukkan pada tabel 4.13 di bawah ini: Tabel 4.13 Perhitungan Chi Square untuk Log Normal
Ef Of1 X<65.70 3,4 3 0,4 0,052 65.70<X≤81.74 3,4 7 -3,6 3,813 81.74<X≤98.35 3,4 2 1,4 0,584 98.35<X≤122.36 3,4 2 1,4 0,585 X>122.36 3,4 3 0,4 0,05
17 17 5,06Jumlah
NoNilai Batas Sub
KelompokJumlah Data
(Ef-Of)2/EfEf-Of
( Sumber: Hasil Perhitungan) Dari tabel di atas dapat disimpulkan : § Xkr = 5,991 ( tabel 4.10 ).
§ X² = 5,06 ( tabel 4.13 ). § Xkr > X² diterima (peluang lebih besar dari 5%). Maka model distribusi Log Normal tersebut dapat di terima. b. Uji Kesesuaian Smirnov Kolmogorov Uji kecocokan ini sering disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test ), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Diketahui data sebagai berikut :
N : 17 α : 5 % Do : 0.320
Selanjutnya di susun perhitungan seperti tabel 4.14 di bawah ini: Tabel 4.14 Perhitungan Uji Smirnov Kolmogorov
1 2002 216,1 0,056 0,9444 2,75 0,0002 0,9998 0,05542 1994 181,6 0,111 0,8889 1,96 0,3446 0,6554 -0,23353 2006 126,3 0,167 0,8333 0,69 0,5199 0,4801 -0,35324 1992 120,5 0,222 0,7778 0,55 0,5319 0,4681 -0,30975 1990 104,3 0,278 0,7222 0,18 0,5871 0,4129 -0,30936 1998 93,95 0,333 0,6667 -0,06 0,5871 0,4129 -0,25387 1993 89,02 0,389 0,6111 -0,17 0,5948 0,4052 -0,20598 1991 81,09 0,444 0,5556 -0,35 0,6141 0,3859 -0,16979 2004 79,51 0,500 0,5000 -0,39 0,6179 0,3821 -0,117910 2005 77,05 0,556 0,4444 -0,45 0,6217 0,3783 -0,066111 1997 74,88 0,611 0,3889 -0,50 0,6293 0,3707 -0,018212 2000 71,13 0,667 0,3333 -0,58 0,6293 0,3707 0,037413 1999 70,37 0,722 0,2778 -0,60 0,6331 0,3669 0,089114 2001 69,67 0,778 0,2222 -0,62 0,6331 0,3669 0,144715 2003 64,8 0,833 0,1667 -0,73 0,6406 0,3594 0,192716 1995 60,85 0,889 0,1111 -0,82 0,6480 0,3520 0,240917 1996 58,74 0,944 0,0556 -0,87 0,6517 0,3483 0,2927
No P'(X) P'(X<) Df(t)P(X<)P(X)XTahun
(Sumber: Hasil Perhitungan) Dari perhitungan nilai D (pada tabel 4.14 diatas) menunjukan nilai D maksimum = 0,2927 data pada peringkat ke 17. Karena nilai D maksimum lebih kecil daripada nilai Do yang diambil pada tabel 2.4 bab II dengan nilai kritis Do = 0.32 (D maksimum = 0,2927 < Do = 0,320) maka distribusi yang diperoleh dapat di terima untuk menghitung distribusi peluang curah hujan perencanaan konstruksi spillway bendungan Blega. 4.1.3 Kesimpulan Analisa Frekuensi Kesimpulan yang diperoleh dari hasil Uji Kecocokan untuk menentukan persamaan distribusi yang di pakai ditampilkan dalam tabel 4.15. berikut : Tabel 4.15 Kesimpulan Uji Kecocokan
METODE Pearsson Type III Log Normal
Chi Square
Smirnov-Kolmogorof
12,12 5,06
0,29
( Sumber: Hasil Perhitungan) Distribusi frekuensi yang di pakai dalam perhitungan selanjutnya (debit banjir rencana) di tentukan berdasarkan hasil perhitungan uji
16
kesesuaian distribusi (Uji Chi Square dan Uji Smirnov Kolmogorov), di mana metode terpilih adalah distribusi Log Normal. Karena hanya metode ini yang memenuhi uji kecocokan, sehingga akan di pakai pada perhitungan selanjutnya. 4.1.4 Perhitungan Curah Hujan Effektif Periode Ulang Sebelumnya perlu di ketahui distribusi hujan yang sering terjadi di Indonesia dengan hujan terpusat 5 jam dan koefisien pengaliran sebesar 0,75 karena termasuk kategori pegunungan tersier. Perhitungan rata – rata hujan (Rt) sampai jam ke t adalah : (Lihat Pers. 2.11; 2.12; 2.13 bab 2)
1Rt = 3/2
24
15
5
R
= 24585,0 R×
2Rt = 3/2
24
25
5
R
= 24368,0 R×
3Rt = 3/2
24
35
5
R
= 24281,0 R×
4Rt = 3/2
24
45
5
R
= 24232,0 R×
5Rt = 3/2
24
55
5
R
= 242,0 R×
Perhitungan distribusi tinggi hujan (RT) pada jam ke t :
1RT = 11 R× = 24585,0 R×
2RT = 12 12 RR ×−× = 24151,0 R×
3RT = 23 23 RR ×−× = 24107,0 R×
4RT = 34 34 RR ×−× = 24085,0 R×
5RT = 45 45 RR ×−× = 24072,0 R× Perhitungan distribusi hujan efektif (Re) pada jam ke t :
dengan nilai C = 0,75 (Lihat Tabel. 2.5 bab 2).
1Re = 1RT x C
2Re = 2RT x C
3Re = 3RT x C
4Re = 4RT x C
5Re = 5RT x C
Perhitungan distribusi tinggi hujan dan curah hujan efektif periode ulang 1000 tahun ditabelkan dalam tabel 4.16 dan tabel 4.17 sebagai berikut :
Tabel 4.16 Perhitungan Distribusi Hujan Periode Ulang 1000 Tahun
Periode Ulang: 1000R 24 maks (mm) 281,420
(mm) (mm) Rt=Rt*R24 (mm) RT=RT'*R24 (mm)1 0,585 0,585 164,575 164,5752 0,368 0,152 103,676 42,7773 0,281 0,107 79,120 30,0074 0,232 0,085 65,312 23,8885 0,200 0,072 56,284 20,173
Jam ke -Rt RT'
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Tabel 4.17 Perhitungan Distribusi Hujan Efektif Periode Ulang 1000 Tahun
Periode Ulang: 1000R 24 maks (mm) 281,420
(mm) C RT (mm) Re=RT*C (mm)1 0,585 0,750 164,575 123,4312 0,152 0,750 42,777 32,0823 0,107 0,750 30,007 22,5054 0,085 0,750 23,888 17,9165 0,072 0,750 20,173 15,130
Jam ke - Koeff.PengaliranRT
(Sumber : Hasil Perhitungan) Perhitungan Distribusi Hujan dari hasil perhitungan tabel 4.17 nantinya akan di pakai untuk perhitungan debit hidrograf satuan Nakayasu. 4.1.5 Perhitungan Hidrograf Satuan Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai – sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu di cari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu, misalnya waktu untuk mencapai puncak hidrograf, lebar dasar saluran, luas, kemiringan saluran, panjang alur terpanjang, koefisien limpasan, dan sebagainya. Dalam perhitungan hidrograf satuan spillway pada bendungan Blega ini digunakan metode hidrograf satuan sintetik, yaitu : hidrograf satuan Nakayasu.
Hidrograf Satuan Nakayasu Parameter hidrograf : (Lihat Pers. 2.14 s/d 2.22 bab 2)
A = 122 km2 L = 23 km R0 = 1 mm tr = 1 jam tg = 0,4 + 0,058 . L = 0,4 + (0,058 . 23) = 1,734 jam Tp = ( )rg tt ×+ 8,0
= ( )18,0734,1 ×+ = 2,534 jam
α = 3 (untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat).
T0,3 = gt×α
= 734,13 × = 5,202 jam
Qp = ( )3,0
0
3,06,3 TTRA
p +×××
= ( )202,5734,13,06,3
1122+××
× = 5,684 m3/dtk
Ordinat hidrograf di hitung pada tabel 4.18 s/d tabel 4.21: Tabel 4.18 Ordinat hidrograf untuk waktu naik (0 < t < 2,534)
t Q = Qp x AJam m3/dt0,00 0,0001,00 0,6102,00 3,221
A = (t/Tp)^2.4
0,0000,1070,567
Tabel 4.19
17
Ordinat hidrograf untuk waktu turun (2,534 < t < 7,736) t Q = Qp x 0.3A
Jam m3/dt3,00 5,1034,00 4,0495,00 3,2126,00 2,5487,00 2,022
A = (t-Tp)/T0.3 0.3A
0,3560,859
0,090 0,898
0,474 0,5650,666 0,448
0,7120,282
Tabel 4.20 Ordinat hidrograf untuk waktu Turun (7,736 < t < 15,539)
tJam8,009,0010,0011,0012,0013,0014,0015,00
A = (t-Tp+0.5xT0.3)/1.5T0.3
1,0341,1621,2901,4181,5461,6751,8031,931
0,155
0.3A
0,2880,2470,2120,181
0,1330,1140,098
m3/dtQ = Qp x 0.3A
1,6371,4031,2021,0310,8830,7570,6490,556
(Sumber : Hasil Perhitungan)
4.1.6 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 1000 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4.22 : Tabel 4.22 Perhitungan Debit Banjir Periode Ulang 1000th
123,431 32,082 22,505 17,916 15,1301 2 3 4 5 6 7 8
0,00 0,000 0,000 0,0001,00 0,610 75,325 0,000 75,3252,00 3,221 397,569 19,579 0,000 417,1483,00 5,103 629,849 103,337 13,734 0,000 746,9204,00 4,049 499,714 163,711 72,488 10,934 0,000 746,8475,00 3,212 396,467 129,886 114,840 57,708 9,233 708,1336,00 2,548 314,552 103,050 91,112 91,424 48,732 648,8697,00 2,022 249,561 81,759 72,287 72,534 77,204 553,3458,00 1,637 202,073 64,866 57,352 57,548 61,252 443,0919,00 1,403 173,180 52,523 45,502 45,658 48,597 365,459
10,00 1,202 148,418 45,013 36,844 36,224 38,556 305,05511,00 1,031 127,197 38,577 31,576 29,331 30,590 257,27112,00 0,883 109,010 33,061 27,061 25,137 24,769 219,03913,00 0,757 93,424 28,334 23,192 21,543 21,227 187,72014,00 0,649 80,066 24,283 19,876 18,463 18,192 160,88015,00 0,556 68,618 20,811 17,034 15,823 15,591 137,87716,00 0,485 59,862 17,835 14,598 13,561 13,362 119,21817,00 0,432 53,320 15,559 12,511 11,622 11,451 104,46418,00 0,385 47,494 13,859 10,915 9,960 9,814 92,04119,00 0,343 42,304 12,345 9,722 8,689 8,411 81,47020,00 0,305 37,681 10,996 8,659 7,740 7,338 72,41321,00 0,272 33,563 9,794 7,713 6,894 6,536 64,50022,00 0,242 29,895 8,724 6,870 6,140 5,822 57,45223,00 0,216 26,629 7,770 6,120 5,469 5,185 51,17324,00 0,192 23,719 6,921 5,451 4,872 4,619 45,58125,00 0,171 21,127 6,165 4,855 4,339 4,114 40,60026,00 0,152 18,818 5,491 4,325 3,865 3,664 36,16427,00 0,136 16,762 4,891 3,852 3,443 3,264 32,21228,00 0,121 14,930 4,357 3,431 3,067 2,907 28,69229,00 0,108 13,299 3,881 3,056 2,731 2,590 25,55630,00 0,096 11,845 3,457 2,722 2,433 2,307 22,76431,00 0,085 10,551 3,079 2,425 2,167 2,055 20,27632,00 0,076 9,398 2,742 2,160 1,930 1,830 18,06033,00 0,068 8,371 2,443 1,924 1,719 1,630 16,08734,00 0,060 7,456 2,176 1,714 1,531 1,452 14,32935,00 0,054 6,641 1,938 1,526 1,364 1,293 12,76336,00 0,048 5,916 1,726 1,359 1,215 1,152 11,36837,00 0,043 5,269 1,538 1,211 1,082 1,026 10,12638,00 0,038 4,693 1,370 1,079 0,964 0,914 9,01939,00 0,034 4,181 1,220 0,961 0,859 0,814 8,03440,00 0,030 3,724 1,087 0,856 0,765 0,725 7,156
Q banjirt U(t) Q akibat hujan netto m3/dt)
(Sumber : Hasil Perhitungan) Tabel 4.22 di peroleh dari perhitungan hidrograf satuan Nakaysu pada tabel 4.18 sampai dengan tabel 4.21.Untuk kolom 1 di peroleh dari waktu ordinat hidrograf Nakayasu dengan waktu kelipatan 1 jam. Kolom 2 diperoleh dari hasil hitungan Q ordinat hidrograf Nakayasu di urut sesuai dengan kelipatan waktu. Kolom 3 di hitung dari Qrencana akibat hujan netto dikalikan dengan kolom 2, begitu juga untuk kolom 4, 5, 6 & 7 sama dengan kolom 3. Untuk kolom 8, Qbanjir di peroleh dari penjumlahan kolom 3, 4, 5, 6 & 7 secara horisontal. Dari hasil perhitungan tabel 4.22 dapat di buat grafik hidrograf Nakayasu hubungan antara debit dan waktu yang grafik tersebut disajikan pada grafik 4.2 di bawah ini. Dari tabel 4.22 dan grafik hidrograf 4.2 dapat di lihat bahwa debit maksimum terbesar pada periode ulang 1000 tahun dengan Metode Nakayasu adalah 746,920 m3/dtk. 4.1.7 Lengkung Kapasitas Waduk Lengkung kapasitas waduk adalah grafik hubungan antara elavasi dengan luas dan volume suatu waduk. Untuk menghitung luas waduk di hitung berdasarkan luasan tiap elevasi atau kontur, kumulatif dari lengkung luas dan elevasi tersebut merupakan lengkung kapasitas waduk. Pertambahan tampungan antara dua elevasi di hitung dengan mengalikan luas rata – rata pada elevasi tersebut dengan perbedaan antara dua elevasi tersebut. Akumulasi seluruh pertambahan di bawah suatu elevasi tertentu merupakan volume tampungan waduk tersebut. Namun dalam perencanaan Tugas Akhir ini, grafik hubungan antara elevasi, luas, dan volume
18
digunakan sebagai data sekunder yang di dapat dari PT. Indra Karya Th. 2003. Untuk mengetahui luas dan volume tampungan tiap elevasi akan ditabelkan pada tabel 4.23 di bawah ini:
Tabel 4.23 Hubungan Elevasi, Luas Genangan & Volume Tampungan
Tinggi SpillWay Luas Genangan Volume Tampungandari Dasar Sungai (m) ( m2) ( m3)
+ 20 0 0 0+ 30 10 25.730 128.650+ 35 15 135.000 530.475+ 40 20 370.090 1.793.200+ 45 25 765.750 4.632.800+ 50 30 1.320.000 9.847.175+ 56 36 2.140.200 20.501.175
Elevasi(m)
(Sumber : F/S Bend. Blega Th. 2003).
Untuk selanjutnya dari tabel 4.23 Hubungan Elevasi, Luas, dan Volume tanpungan akan di peroleh grafik hubungan antara elevasi, luas genangan dan volume tampungan waduk yang dapat di lihat pada grafik 4.3 di bawah ini:
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
55.00
0 5 10 15 20
Volume (106 m3)
Elev
asi (
m)
0255075100125150175200Luas Genangan (Ha)
Volume Tampungan ( 106 m3)Luas Genangan ( Ha)
(Sumber : F/S Bend. Blega Th. 2003)
Grafik 4.3 Hubungan Antara Elevasi, Luas Genangan Dan Volume
Tampungan Waduk Selanjutnya dari tabel 4.23 dan grafik 4.3 di atas dapat dilakukan perhitungan volume tampungan di atas pelimpah, yaitu dengan perhitungan volume air tiap kenaikan 0,5 m dari luas dan volume dari elevasi mercu EL. 50.50 sampai dengan elevasi puncak crest bendungan yang diasumsikan sampai pada ketinggian EL. 56.00. Dari perhitungan antara elevasi dan beda tinggi tiap 0,5 m tersebut didapatkan luasan tampungan di atas spillway. Luas dari tampungan tersebut di ambil nilai luas rata-rata dari luas elevasi awal di tambah luas elevasi selanjutnya kemudian di bagi 2. Hasil perhitungan luas rata- rata tersebut dikalikan dengan beda tinggi tiap elevasi sehingga didapatkan nilai volume pada tampungan di atas spillway dan dari perhitungan volume tersebut kemudian dikumulatifkan. Perhitungan untuk volume tampungan di atas tersebut dapat di lihat pada tabel 4.24 di bawah ini : Tabel 4.24 Volume Tampungan Di atas Pelimpah
Elevasi Beda Tinggi Elevasi Luas Luas rata Volume Volume Kom(m) (m) (m2) (m2) (m3) (m3)
1 2 4 5 6=kolom 2xkolom5 750,50 0,0 1388350 051,00 0,5 1456700 1422525,00 711262,50 71126351,50 1,0 1525050 1490875,00 745437,50 145670052,00 1,5 1593400 1559225,00 779612,50 223631352,50 2,0 1661750 1627575,00 813787,50 305010053,00 2,5 1730100 1695925,00 847962,50 389806353,50 3,0 1798450 1764275,00 882137,50 478020054,00 3,5 1866800 1832625,00 916312,50 569651354,50 4,0 1935150 1900975,00 950487,50 664700055,00 4,5 2003500 1969325,00 984662,50 763166355,50 5,0 2071850 2037675,00 1018837,50 865050056,00 5,5 2140200 2106025,00 1053012,50 9703513
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Untuk perhitungan debit yang keluar melalui pelimpah di hitung dengan rumus:
Q = 2/3HLC ×× (Lihat Pers. 2.28 bab 2) Dimana :
Q = debit yang melalui ambang pelimpah (m3/dt) C = koefisien debit L = lebar ambang pelimpah (m) H = tinggi muka air diatas ambang pelimpah (m)
Sebelum menentukan nilai C, ditentukan terlebih dahulu bentuk mercu bendung. Disini menggunakan bentuk bendung mercu Ogee dengan kemiringan lereng depan 3:2. Contoh perhitungan penentuan nilai C dan debit di atas ambang pelimpah : • L = 19,00 m. P = 4,00 m. Di coba H = 0,50 m (di atas pelimpah). P/ H = 4,00/0,50 = 8 Di plotkan pada grafik 4.4, dapat C = 2,182
Q = 2/3HLC ×× = 2,182 x 19,00 x 0,50(3/2) = 14,658 m3/dt. Di coba H = 1,00 m (di atas pelimpah). P/ H = 4,00/1,00 = 4,00 Di plotkan pada grafik 4.4, dapat C = 2,181
Q = 2/3HLC ×× = 2,181 x 19,00 x 1,00(3/2) = 41,439 m3/dt.
(Sumber :Suyono Sosrodarsono, Dr, Bendungan Type Urugan)
Grafik 4.4 Koeffisien Limpahan Dari Berbagai Tipe Bendung Untuk perhitungan debit banjir melalui pelimpah dengan beda tinggi tiap 0,50 m selengkapnya disajikan pada tabel 4.25 di bawah ini dan dari hasil perhitungan tabel 4.25 dapat digambarkan grafik hubungan elevasi muka air dengan debit yang keluar di atas pelimpah pada grafik 4.5.
19
( ) ( )12
2121
22SSQQII
−=+
−+
Tabel 4.25 Data Hubungan Antar Elevasi Muka Air, Dan Debit Keluar Pada Elevasi Pelimpah EL. 50.50
ElevasiH (Tinggi M.A di atas
Pelimpah)Koeffisien Limpahan
Debit Keluar
(m) C m3/dt
50,50 0,0 0,000 0,00051,00 0,5 2,182 14,65851,50 1,0 2,181 41,43952,00 1,5 2,178 76,02452,50 2,0 2,175 116,88553,00 2,5 2,164 162,52553,50 3,0 2,162 213,44854,00 3,5 2,161 268,85054,50 4,0 2,160 328,32055,00 4,5 2,158 391,40355,50 5,0 2,150 456,71756,00 5,5 2,142 524,949
L 19 m=
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Hubungan Elevasi Muka Air Di atas Pelimpah & Debit
50.0051.0052.0053.0054.0055.0056.00
0 25 50 75 100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
350
375
400
425
450
475
500
525
Debit Q (m3/dt)
Elev
asi (
m)
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Grafik 4.5 Hubungan Elevasi Muka Air Melalui Pelimpah 4.2 Penelusuran Banjir ( Flood Routing ) Penelusuran banjir lewat ambang pelimpah adalah untuk menghitung besarnya perubahan banjir yang melewati suatu ambang pelimpah, menyangkut penentuan ukuran bangunan pelimpah dan tubuh bendungan utama.
Metode penelusuran banjir di waduk yang lazim digunakan yaitu, “Modified Pul’s Method”, dengan persamaan sebagai berikut : (Lihat Pers. 2.25 bab 2) dimana : I1, I2 = inflow pada waktu t1, t2 Q1, Q2 = outflow pada waktu t1, t2 S1, S2 = volume tampungan pada waktu t1, t2
Persamaan (2.25) dengan periode penelusuran ∆t setelah disederhanakan akan menjadi : (Lihat Pers. 2.26 bab 2) ( )
∆
+=
∆
−+∆+
2222
21
121 tQ
StQ
StII
Bila debit masuk, hubungan volume tampungan dengan elevasi muka air, hubungan outflow dengan elevasi muka air, volume tampungan awal, debit keluar awal semuanya di ketahui, maka persamaan (Lihat Pers. 2.26 bab 2) dapat digunakan setahap demi setahap untuk menghitung perubahan tampungan waduk dan outflow yang disebabkan oleh setiap banjir. Setelah bagian kiri dari persamaan di ketahui semuanya, maka bagian kanan
persamaan yaitu 2
tQS 22
∆+ dapat di hitung. Dengan
menggambar kurva hubungan antara 2
22
tQS ∆+ dengan elevasi
serta kurva hubungan antara outflow Q dengan elevasi, maka dapat di ketahui hubungan antara Q dengan
(S2 + Q/2).
Pada awal penelusuran, volume tampungan awal (S) debit keluar (Q) dan debit masuk (I) di ketahui.
Setelah langkah waktu ∆t telah ditetapkan, maka seluruh komponen persamaan bagian kiri telah di ketahui semuanya, sehingga bagian kanan persamaan yang merupakan fungsi
2tQS 2
2∆
+ dapat di hitung.
Untuk langkah perhitungan yang praktis, dapat digunakan metoda semi grafis sebagai berikut:
1) Dari data hubungan antara volume tampungan S dengan elevasi dan debit keluar Q dengan elevasi, di buat grafik/kurva hubungan
2tQS ∆
+ dengan elevasi,
∆t adalah merupakan langkah dari waktu naik hidrograf debit masuk (inflow).
2) Di gambar pula kurva hubungan antara debit keluar Q dengan elevasi.
3) Pada awal penelusuran, volume tampungan, elevasi dan debit keluar telah di ketahui. Untuk langkah waktu
awal t2
II 21 ∆
+ dan 2
tQS 1
1∆
− di ketahui
sehingga dengan menggunakan persamaan penelusuran
di atas 2
tQS 2
2∆
+ dapat di hitung.
4) Elevasi muka air pada 2
tQS 22
∆+ dapat di peroleh
dari kurva pertama, sedang debit keluar Q2 pada langkah waktu akhir dapat di peroleh dari kurva kedua.
5) Dari 2
tQS 22
∆+ dapat di ketahui Q2 ∆t yang
selanjutnya dapat di rubah menjadi 2
tQS 1
1∆
− awal,
untuk langkah waktu berikutnya. 6) Prosedur ini dilakukan berulang - ulang tahap demi
tahap untuk seluruh hidrograf debit masuk Perhitungan elevasi, debit dan storage ditabelkan pada tabel 4.26 . Tabel 4.26 Hubungan Antara Elevasi, Debit, dan Storage
Elevasi Debit Keluar
(m) (m3/dt) (103 m3)50,5 0,000 0,00051,0 14,658 737,64651,5 41,439 1.531,29052,0 76,024 2.373,15552,5 116,885 3.260,49353,0 162,525 4.190,60853,5 213,448 5.164,40654,0 268,850 6.180,44354,5 328,320 7.237,97655,0 391,403 8.336,18755,5 456,717 9.472,59056,0 524,949 10.648,421Δt = 3600 3,6
2Q.tS ∆
+
( Sumber : Hasil Perhitungan)
20
Dari tabel 4.26 hubungan antara elevasi, debit, dan storage di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik 4.6 di bawah ini:
Kurva Hubungan antara Elevasi, Q outflow dan S+ Q.Dt/2Elevasi Pelimpah +50,50
50.5
51.5
52.5
53.5
54.5
55.5
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
1000
0S + Q.Dt/2 (103 m3/dt)
Elev
asi (
m)
0 75 150 225 300 375 450 525
Q outflow (m3/dt)
S dan E
Q dan E
Grafik 4.6. Hubungan antara Elevasi, Debit Keluar, dan Storage.
Dari tabel 4.26 maupun grafik 4.6 di atas dapat digunakan untuk melakukan perhitungan penelusuran banjir, contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : QInflow 1 = 0,000 m3/dt. Tabel 4.22. QInflow 2 = 75,325 m3/dt. Tabel 4.22.
Inflowrata = dtm /663,372
325,7500,0 3=+
I . Δt = 37,663 x 3,6 . 103 = 135,586 103 m3
2tQ
S 11
∆− =
210.6,3.369,1410.724,748
33 − = 722,860 .
103 m3.
2tQS 2
2∆
+ = (135,586 + 722,860).103 = 858,445 103 m3.
Kolom 8 dan 9 tabel 4.27 adalah hasil interpolasi pada tabel 4.26
berdasar nilai 2
tQS 22
∆+ , selengkapnya pada tabel 4.27:
Tabel 4.27 Penelusuran Banjir Lewat Waduk Melalui Bangunan Pelimpah (Q1000-Bendungan Blega)
Waktu QInflow Irata-rata I . ∆t S - ((Δt . Q)/2) S + ((Δt . Q)/2) H Qoutflow
jam m3/dt m3/dt 103 m3 103 m3 103 m3m m3/dt
1 2 4 5 6 7 8 9
0,00 0,0037,66 135,59 684,88 820,46 0,55 17,45
1,00 75,33246,24 886,45 757,64 1644,09 1,07 46,07
2,00 417,15582,03 2095,32 1478,23 3573,55 2,17 132,25
3,00 746,92746,88 2688,78 3097,46 5786,24 3,31 247,36
4,00 746,85
727,49 2618,96 4895,76 7514,73 4,13 344,225,00 708,13
678,50 2442,60 6275,55 8718,15 4,67 413,366,00 648,87
601,11 2163,99 7230,07 9394,06 4,97 452,207,00 553,34
498,22 1793,58 7766,12 9559,71 5,01 457,868,00 443,09
404,27 1455,39 7911,41 9366,80 4,95 450,649,00 365,46
335,26 1206,93 7744,51 8951,44 4,77 426,7610,00 305,06
281,16 1012,19 7415,09 8427,27 4,54 396,6411,00 257,27
238,15 857,36 6999,38 7856,73 4,28 363,8612,00 219,04
203,38 732,17 6546,83 7279,00 4,02 330,6813,00 187,72
174,30 627,48 6088,56 6716,04 3,75 298,97
14,00 160,88149,38 537,76 5639,75 6177,51 3,50 268,69
15,00 137,88128,55 462,77 5210,25 5673,02 3,25 241,18
16,00 119,22
111,84 402,63 4804,76 5207,39 3,02 215,7917,00 104,46
98,25 353,71 4430,54 4784,25 2,80 193,5718,00 92,04
86,76 312,32 4087,40 4399,73 2,61 173,4619,00 81,47
76,94 276,99 3775,27 4052,26 2,43 155,7420,00 72,41
68,46 246,44 3491,61 3738,05 2,26 140,3221,00 64,50
60,98 219,51 3232,90 3452,42 2,10 126,3022,00 57,45
54,31 195,52 2997,73 3193,25 1,96 113,5923,00 51,17
48,38 174,16 2784,34 2958,50 1,83 102,9824,00 45,58
43,09 155,13 2587,78 2742,91 1,71 93,0525,00 40,60
38,38 138,18 2407,93 2546,10 1,60 83,99
(Sumber : Hasil Perhitungan)
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Grafik 4.7 Penelusuran Banjir Q1000 Waduk Blega
Dari perhitungan tabel 4.27 di peroleh grafik Qinflow dan Q outflow yang disajikan pada grafik 4.7. Hasil perhitungan tabel 4.27 di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Qoutflow terbesar yang melimpah di atas Spillway = 457,86 m3/dt, dengan nilai Hd (tinggi muka air di atas Spillway) = 5,01 m. 4.3 Perencanaan Spillway Pada Tubuh Bendungan 4.3.1 Penentuan Lebar Spillway Penentuan lebar mercu spillway pada bendungan didasarkan pada data sekunder yang di dapat dari PT.Indra Karya (F/S Bend. Blega Th. 2003) yaitu sebesar 19 m. 4.3.2 Perencanaan Dimensi Spillway Bendungan Bangunan pelimpah merupakan suatu bangunan yang harus mampu melimpahkan kelebihan air dari debit banjir yang akan di buang sehingga kapasitas bendungan dapat dipertahankan sampai batas maksimum. Tipe bangunan pelimpah (spillway) pada bendungan direncanakan memakai tipe mercu spillway yang biasa digunakan pada bendungan tipe urugan yaitu pelimpah mercu ogee dengan kemiringan lereng depan 3 : 2. Persamaan yang digunakan untuk menentukan bentuk penampang hilir dari titik tertinggi mercu pelimpah adalah persamaan 2.32 sebagai berikut:
HdY
= n
HdX
K
1
Dari hasil penelusuran banjir pada tabel 4.27, di peroleh Hd muka air tertinggi 5,01 m dengan elevasi ambang pelimpah + 50.50 m, maka tinggi tinggi muka air di atas ambang pelimpah (Hd) adalah: Hd = 5,01 m Profil bagian hulu dapat diperoleh dengan persamaan :
X1 = 0,214 Hd X2 = 0,115 Hd R1 = 0,48 Hd R2 = 0,22 Hd
Dengan Hd = 5,01 m sehingga bentuk mercu pelimpah adalah sebagai berikut :
X1 = 0,214 Hd = 0,214 . 5,01 = 1,074 m X2 = 0,115 Hd = 0,115 . 5,01 = 0,577 m R1 = 0,48 Hd = 0,48 . 5,01 = 2,409 m R2 = 0,22 Hd = 0,22 . 5,01 = 1,104 m
Dari tabel 2.6 didapatkan harga K dan n, untuk kemiringan permukaan hilir vertikal didapatkan:
K = 1,939 n = 1.810
21
Persamaan lengkung bagian downsteam spillway bendungan tipe ogee adalah :
HdY
= n
HdX
K
1
01,5Y
= 81,1
01,5939,11
X
Y = 0,516 X1,810
Dari persamaan di atas maka dapat di hitung dengan cara coba-coba dengan memasukkan angka Y sampai di dapat angka yang mendekati beda tinggi antara elevasi mercu pelimpah dengan elevasi hilir (kaki) pelimpah. 4.3.3 Perhitungan Tinggi Muka Air Di Kaki Pelimpah
(Spillway) Untuk menghitung tinggi muka air pada kaki pelimpah dapat di hitung dengan perumusan sebagai berikut;
V1 = )+(zg 1YHd.2. − (Lihat Pers. 2.33 bab 2) dimana : V1 : Kecepatan pada titik 1 (kaki pelimpah) (m3/dtk) Z : Beda tinggi dari muka air sampai kaki pelimpah (m) Hd : tinggi air yang sesungguhnya di atas mercu (m) Y1 : Tinggi muka air pada titik 1 (m) Data-data yang ada sebelumnya : − Elevasi mercu pelimpah = + 50.50 m. − Elevasi kaki (hilir) pelimpah = + 45.00 m. − Lebar ambang pelimpah = 19 m. − Debit banjir Q kala ulang 1000th = 457,86 m3/dt. − Tinggi air di hulu (Hd) = 5,01 m. − Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/dt2
Dengan persamaan 2.33 dapat di hitung tinggi muka air di kaki pelimpah. • Harga z = 55.51 – 45.00 = 10.51 m, dimana z adalah beda
tinggi antara muka air di hulu pelimpah dengan suatu titik tertentu di bagian lengkung hilir pelimpah (kaki pelimpah).
V1 = )+(zg 1YHd.2. −
= )+( 1Y 5,01 51,109,81. . 2 −
= )( 119,62Y 50,304 −
L. YV
11
Q=
= 19 . Y
457,86
1
= 1Y
24,098
• Sehingga, dari kedua rumus Vz di atas di peroleh perhitungan sebagai berikut:
V1 = V1
)( 119,62Y 50,304 − = 1Y
24,098
)( 119,62Y 50,304 − =
2
1Y24,098
304,50Y12 – 19,62 Y1
3 = 580,709 304,50Y1
2 – 19,62 Y13 – 580,709 = 0
• Maka di peroleh Y1 = 1,44 m, kemudian di hitung V1
sebagai berikut :
L. YV
11
Q=
= 19 . 1,44
457,86
= 16,735 m/dt • Bilangan Froud di hitung dengan persamaan 2.42
sebagai berikut :
F = .Y
Vg
= 1,44 . 9,81
16,735 = 4,453
• Dari hasil perhitungan di atas, didapatkan :
- Tinggi muka air di kaki pelimpah = 1,44 m.
- Kecepatan air di kaki pelimpah = 16,735 m/dt.
- Elevasi muka air di kaki pelimpah = + 46.44 m
- Bilangan Froud di kaki pelimpah = 4,453.
4.3.4 Peredam Energi Bangunan peredam energi berfungsi untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi energi air, agar tidak terjadi erosi atau kerusakan pada hilir bangunan pelimpah.
Pada Bendungan Blega ini direncanakan loncatan hidrolis yang terjadi dipergunakan sebagai peredam energi. Bangunan peredam energi yang direncanakan berupa kolam olakan.
Tipe kolam olakan yang akan di pilih atau direncanakan ditentukan berdasarkan angka Froude. Dengan data-data dari perhitungan sebelumnya (pada hilir saluran peluncur, karena bagian hilir saluran peluncur merupakan bagian hulu dari peredam energi), adalah sebagai berikut :
− Kecepatan aliran di hilir saluran peluncur (V1) = 25,60 m/det
Kedalaman air peredam energi sebelum terjadi loncatan hidrolis (Y1) = 1,63 m
− Angka Froude pada saluran peluncur (F1) didapat dari :
9,81.1,63
60,25. 1
11 =
YgV=F = 6,41
Dilihat dari nilai F1 yang di dapat sebesar 6,41 maka dipilih kolam olakan tipe USBR II. Dipergunakan kolam olakan tipe USBR II bila didapatkan angka Froude F1 > 4,5. Selain itu, kolam olakan tipe ini disarankan untuk dipergunakan pada struktur yang besar, dalam hal ini bangunan pelimpah yang besar. Adapun perhitungan dimensi peredam energi yang direncanakan adalah sebagai berikut:
22
1. Kedalaman air pada peredam energi Kedalaman air setelah terjadi loncatan di kolam olakan (Y2) adalah sebagai berikut:
−+= 18.F1
21
Y Y
21
1
2
Y2 =
−+ 18.F1 Y
21 2
11
Y2 = ( )( )18.6,411 1,63 21 2 −+ = 13,95 m
2. Panjang loncatan hidrolis (L) :
Panjang loncatan hidrolis dapat didefinisikan sebagai jarak antara permukaan depan loncatan hidrolis sampai suatu titik pada permukaan gulungan ombak yang segera menuju ke hilir.
Dari grafik 2.9 dengan F = 6,41di peroleh L/Y2 = 4,10 ; maka:
10,42
=YL
L = 4,10 x Y2 = 4,10 x 13,95 = 57,20 m Jadi untuk kolam olakan tipe USBR II, panjang lantai peredam energi direncanakan adalah sebesar 57,50 m.
3. Penentuan Elevasi Dasar Kolam Olak Elevasi dasar kolam olak harus terletak di bawah elevasi
dasar sungai pada bagian hilir bangunan pelimpah, hal ini agar kolam olak sebagai peredam energi berfungsi dengan baik. Untuk itu tinggi muka air banjir sungai diusahakan sama dengan tinggi muka air pada kolam olak. Berikut ini adalah bentuk penampang melintang sungai pada hilir kolam olak, ditunjukkkan pada gambar 4.3 di bawah ini :
Gambar. 4.3. Penampang Melintang Sungai Pada Hilir Kolam Olak
Untuk h = 1.5 m Elv.dasar sungai = +20.00 m B1 = 9 m (lihat gambar 4.3 di atas) B2 = 20 m (lihat gambar 4.3 di atas) I = 0,0002 n = 0,04 (lihat tabel 4.33)
A1 = ( ) 275,215,1)0,200,9(21 mx =+×
P1 = ( ) ( ) m95,215,1214,10 2222 =+++
mPAR 99,0
95,2175,21
===
V = 21
32
)/1( IRn ××
= 21
32
0002,099,0)04,0/1( ×× = 0,351 m/dt
Q = V x A = 0,351 x 21,750 = 7,638 m3/dt. Perhitungan selanjutnya ditabelkan pada tabel 4.34.
Tabel 4.34 Perhitungan Tinggi Muka Air Banjir Pada Sungai Daerah Elevasi dari dasar sungai A (m2) P (m) R (m) V (m/dt) Q (m3/dt)
1 + 21.50 21,750 21,950 0,990 0,351 7,6382 + 30.50 318,750 52,806 6,036 1,172 373,5983 + 32.00 405,750 77,778 5,217 1,063 431,5134 + 36.50 788,250 108,730 7,250 1,324 1043,9455 + 41.50 1365,750 141,700 9,640 1,601 2187,145
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Berdasarkan perhitungan yang di dapat, maka disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara tinggi muka air dengan debit (Rating Curve), seperti pada grafik 4.11 di bawah ini :
Grafik 4.11 Rating Curve
Diketahui : Qbanjir = 457,86 m3/dt. Diplotkan pada grafik rating curve, didapatkan Elv. Muka air banjir = +32.50 m. Ketinggian air pada saluran peredam energi Y2 = 13,95 m. Jadi, elevasi dasar kolam olak = + 32.50 – 13,95 = + 18.55 m.
4. Perencanaan dimensi chute block ( blok saluran tajam )
dan End Sill ( ambang gerigi ). Kolam olakan yang direncanakan adalah kolam olakan yang terdapat gigi-gigi untuk membelokkan arus agar tidak terjadi olakan yang lebih besar di dalam kolam. Ada dua macam pemakaian gigi-gigi pada perencanaan kolam olakan ini, yaitu :
• Chute block ( blok saluran curam ) yang di pasang pada hilir saluran peluncur atau pertemuan antara saluran peluncur dengan kolam olakan.
• End Sill (ambang gerigi) yang di pasang pada ujung kolam olakan.
a) Dimensi Chute Block
• Tinggi gigi ( h1 ) = Y1 = 1,63 m • Lebar gigi maksimum ( w1) = Y1 = 1,63 m • Jarak antar gigi ( s1 ) = Y1 = 1,63 m • Jarak gigi pinggir ke dinding kolam olakan
( Y1/2 ) = 0,5 . Y1 = 0,5 . 1,63 = 0,82 m
23
• Jumlah gigi pada Chute Block
=+
=s+w
B=n1,61,6
11
11
3,44 digunakan 3 gigi.
• Jarak antara gigi tepi dengan dinding kolam olakan
( ) ( ) m==s)(nwnB=stepi 2,92.1,631,63 . 311.1. 11 −−−−−
b) Dimensi End Sill ( ambang gerigi )
• Tinggi gigi ( h2 ) = 0,2.Y2 = 0,2.13,95 = 2,79 m dipakai 3 m.
• Lebar gigi maksimum ( w2) = 0,15.Y2 = 0,15.13,95 = 2,09 m di pakai 2 m
• Jarak antar gigi ( s2 ) = 0,15.Y2 = 0,15.13,95 = 2,09 m dipakai 2 m
• Direncanakan pemakaian blok pada ambang bergerigi adalah berdekatan atau menyatu dengan dinding kolam olakan.
• Jumlah gigi pada End Sill
2,7522
11
22
=+
=s+w
B=n digunakan 3 gigi.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Dari uraian secara umum dan perhitungan secara teknis pada bab – bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Dalam perhitungan analisa hujan maka metode yang
paling efektif digunakan dengan mendapatkan angka kemencengan paling kecil adalah Log Normal dengan hasil R1000th = 281,42 mm. Dari perhitungan debit nakayasu didapat Q1000th =746,92 m3/dt.
2. Dimensi bangunan pelimpah (spillway) adalah : a). Type pelimpah : ogee, kemiringan
lereng depan 3 : 2. b). Lebar pelimpah : 19 meter c). Tinggi pelimpah : 4 meter d). Elevasi puncak spillway : + 50.50 Dimensi kolam olakan : a). Type kolam olakan : kolam olakan datar type II b). Panjang kolam olakan : 57.50 meter
3. Dalam analisa stabilitas, pelimpah (spillway) stabil terhadap gaya-gaya yang bekerja.