perempuan dalam kewarisan pusako adat ......dalam kewarisan di minangkabau, baik berupa gelar maupun...
TRANSCRIPT
PEREMPUAN DALAM KEWARISAN PUSAKO ADAT MINANGKABAU
(Studi Kasus di Kabupaten Padang Pariaman)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Novita Hayani
NIM :11140440000016
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1439H/2018 M
ABSTRAK
Novita Hayani.NIM 11140440000016.PEREMPUAN DALAM KEWARISAN PUSAKO
ADAT MINANGKABAU (Studi Kasus di Kabupaten Padang Pariaman). Program Studi
Hukum Keluarga (Akhwal Syaksiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta,1439H/2018M.
Studi ini bertujuan untuk: (a) Menjelaskan praktik kewarisan di Kabupaten Padang
Pariaman. (b) Mengetahui filosofi apa yang menyebabkan bagian perempuan dalam menerima
harta pusako lebih banyak dibanding laki-laki di Kabupaten Padang pariaman. (c) Mengetahui
bagaimana sistem pembagian harta waris di Kabupaten Padang Pariaman ditinjau dari Hukum
Islam.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian kualitatif.
Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif yaitu pendekatan atau penelitian yang menggunakan sumber-sumber data primer dan
sekunder. Adapun itu sumber yang menjadi data primer adalah hasil wawancara dengan Ketua
LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) Kabupaten Padang Pariaman, Ketua
KAN (Kerapatan Adat Nagari) Tokoh Masyarakat, Kepala Desa, Ahli Waris, dan Tokoh Budaya
Minangkabau. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari studi kepustakaan yang terkait
dengan persoalan waris. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan sosiologis empiris.
Selanjutnya dianalisis dengan metode yuridis kualitatif dalam arti bahwa data yang diperoleh
dianalisis secara kualitatif dengan tidak menggunakan rumus atau data statistik melainkan hanya
berupa uraian-uraian yang berisi mengenai adanya kepastian hukum.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (a)Dalam praktiknya perempuan di Kabupaten
Padang Pariaman mendapat harta waris lebih banyak dibandingkan kaum laki-laki, adapun
bagian pusako yang diterima anak laki-laki adalah gelar sako adat yang diturunkn dari mamak
kepada kemenakan laki-laki.(b) Selain bertugas sebagai penerus keterunan perempuan di
Minangkabau sangat dimuliakan keberadaannya dan juga dilibatkan dalam bermusyawarah
dalam keluarga dan nagari. Namun dalam pemakaian harta perempuan dipercayakan untuk
mengelola harta pusako karena perempuan di Minangkabau dikenal sebagai pemegang kunci “
amban puruak” yang mana harta tersebut digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup anak
cucu mereka. (c) Sistem pembagian harta waris yang digunakan adalah menggunakan sistem
matrilineal yakni dibagi berdasarkan garis keturunan ibu dan seterusnya dan hal ini tidak
bertentangan denga Hukum Islam. Karena harta waris yang dimaksud dalam ilmu kewarisan
adalah harta milik penuh dari pemiliknya, sedangkan harta pusako tinggi adalah harta milik
bersama yang tidak bisa dibagi-bagi.
Kata Kunci: Penerapan,Waris,Pusako, Adat
Dosen Pembimbing : Sri Hidayati, M.Ag
KATA PENGANTAR
بسم هلل الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, taufiq,
dan hidayah-Nya serta memberikan berkah, kasih sayang, dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perempuan Dalam Kewarisan
Pusako Adat Minangkabau (Studi Kasus Di Kabupaten Padang Pariaman). Sholawat
dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan umatnya dari
kegelapan dunia ke zaman peradaban ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Penulis sangat bersyukur dan bahagia karena dapat menyelesaikan tugas akhir
dalam jenjang pendidikan Strata Satu (SI) yang penulis tempuh telah selesai. Serta
penulis tak lupa maaf apabila dalam penulisan ini ada yang kurang berkenan dihati
para pembaca, karena penulis masih jauh dari kesempurnaan.
Selanjutnya menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat tercapai
tanpa dukungan dan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan
rasa hormat yang sangat mendalam , penulis mengucapkan terimakasih kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Asep Saepudin Jahar, M.A, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para Wakil
Dekan I,II dan III Fakultas Syariah dan Hukum.
3. Dr. Abdul Halim, M. Ag, dan Indra Rahmatullah, SH.I MH , selaku Ketua
Program Studi Hukum Keluarga dan Sekretaris Program Studi Hukum
Keluarga, yang terus mendukung dan memotivasi penulis untuk segera
menyelesaikan proses penyusunan mulai dari Seminar Proposal, Ujian
Komprehesif, sampai ke Ujian Sidang Munaqasyah Skripsi ini.
4. Dr. Kamarusdiana M.A selaku dosen penasehat akademik yang selalu
memberi pengarahan, pembelajaran dengan penuh keikhlasan, kesabaran serta
selalu menanyakan keadaan skripsi saya sampai selesai saat ini.
5. Sri Hidayati, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu pemberi
pengarahan tentang kepenulisan, membimbing dengan sabar, ikhlas serta
peduli dan membantu dalam penyelesaian penyusunan ini.
6. Seluruh staff Akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Yang terkhusus untuk orang yang di cinta dan selalu dirindukan Ayahanda
Ns.Baharuddin, S.Pd,S.Kep dan Ibunda Dra. Irma Suryani yang dari kecil
mendidik, dan selalu mendoakan disetiap sujudnya serta memberikan
dukungan bahkan ikut membantu ananda dalam penelitian ini.Terimakasih
yang tak terhingga kepada dua orang yang selalu ada untuk keberhasilan anak-
anaknya. Dengan usaha, doa dan dukungannya penulis bisa menyelesaikan
semua ini.
8. Fadil Aulia Rahman, M.Kom yang selalu memberi dukungan, kakak tercinta
yang selalu menanyakan kabar Skripsi, dan juga ikut membatu mengantarkan
penulis ke tempat penelitian dan juga kepada si bungsu adinda Wahyudi
Abrar yang sekarang juga sedang berjuang untuk menuntut ilmu di
Universiatas Andalas terimakasih yang selalu ada menemani,membantu
peminjaman buku selama dirumah.
9. LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) Kabupaten Padang
Pariaman.
10. Abdul Gani Rauf yang sudah meluangkan waktu untuk memberikan
informasi, ilmu serta sumber-sumber referensi buku yang sangat membantu
penulis dalam penyelesaian penulisan ini.
11. KAN (Kerapatan Adat Nagari) Sikucur Yang diketuai oleh Buya Syamsir
yang sudah meberikan ilmunya dengan semangatnya memotivasi penulis
untuk segera menyelesaikan Skripsi ini.
12. Prof.Mochtar Naim, selaku pakar budaya Minangkabau yang telah
meluangkan waktunya untuk bertemu dengan beliau dirumahnya meski
dengan umur yang tidak muda lagi beliau tetap semangat memberikan banyak
informasi terkait adat istiadat Minangkabau kepada penulis.
13. Bapak Mafri yang juga memberikan ilmu-ilmu yang luar biasa kepada penulis
begitu banyak informasi yang beliau sampaikan saat wawancara dengan
beliau. Meski sibuk baliau tetap meluangkan waktunya untuk bertemu.
14. Bapak kepala Desa Sikucur beserta Staff dan jajaranya dan Mamak-mamak
beserta Etek-etek yang telah memberi ilmunya dan semangat untuk penulis.
15. Teman-teman alumni MAN Koto Baru Padang Panjang yang sebagai
penyemangat, khususnya Abjas14 Putri, Laili, Izuq, Vivi, Disa,Witri, Yuli
,Putry, Doni, Winda, Cantika, Halim, Herman, Irsyad terimaksih sudah jadi
penyemangat hidup selama di Ciputat. Yang sudah membantu meminjamkan
buku, menemani wawancara, penyemangat ke Perpustakaan dan saling
mendoakan
16. Teman seperjuangan selama empat tahun di kelas Hukum Keluarga angkatan
2014 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
17. Kepada sahabat belajar kelompok, belajar kitab, belajar Kompre,Sahabat ke
Cangkir : Pepe, fia, Istiqomah, Sary, Yonah, Sayyidah, Midah, Lutfah, Vera,
Mawar, Suci,Yunita. Terimakasih atas semangatnya dan kerjasamanya selama
empat tahun.
18. Teman-teman KMM (Keluarga Mahasiswa Minang)Ciputat, Tuneh Baneh,
Adik-adik, Uni-uni, Uda-Uda yang telah berpatisipasi ikut mendoakan dan
menyemangati penulis selama ini.
19. Teman KKN SINTESA, teman-teman UKM LDK (Lembaga Dakwah
Kampus) Syahid, Forkat An-Naml yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu namanya. Terimakasih sudah menjadi bagian hidup selama di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
20. Teman sekamar Syahrina Rahmaniyah yang sudah menemani penulis selama
tiga tahun dan menjadi saksi-saksi perjalanan hidup selama diciputat.
Semoga amal baik mereka semua dibalas berlipat ganda oleh Allah
SWT. Sungguh hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka
dengan kebaikan berlipat ganda .
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat saat ini , dan masa yang akan
datang. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi selanjutnya
Jakarta, Mei 2018
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Segi kehidupan manusia tidak terlepas dari kodrat kejadiannya
sebagai manusia. Pada diri manusia sebagai makhluk hidup terdapat dua
naluri yang juga terdapat dalam makhluk hidup lainnya yaitu naluri untuk
mempertahankan hidup dan naluri untuk melajutkan hidup. Untuk terpenuhi
naluri tersebut Allah SWT menciptakan dalam diri setiap manusia dua
nafsu,yaitu nafsu makan dan nafsu syahwat. Nafsu makan berpotensi untuk
memenuhi mempertahankan hidup dan karena itu setiap manusia memerlukan
sesuatu untuk dapat di makannya. Disinilah timbul kecendrungan manusia
untuk memeliki harta 1
Dengan demikian juga kematian seseorang membawa pengaruh dan
akibat hukum, selain itu kematian menimbulkan kewajiban orang lain bagi si
mayit yang berhubungan dengan pengurusan jenazah. Kematian sesorang
juga menyang mengakibatkan timbul cabang ilmu hukum yang menyangkut
bagaimana cara penyelesaian dan pemindahan harta peninggalan kepada
keluarga (ahli waris), yang dikenal dengan nama hukum waris.2
Ada tiga sistem kewarisan dalam praktik yang berlaku di Indonesia,
dahulu dan sekarang. Ini disesuaikan dengan penggolongan warga negara
warisan pasal 163 Indische Staatsregeling (IS).Ketiga sistem hukum tersebut
1Amir Syarifudun , Hukum Kewarisan Islam (Jakarta : Prenada Media Group 2012), h., .2
2Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam (Jakarta
: Gaya Media Pratama, November 2002), h., 13
2
adalah Hukum Kewarisan barat, Hukum Kewarisan Adat, dan Hukum
kewarisan Islam.3
Dalam kewarisan perdata barat berlakunya atau tidak hukum perdata
barat di indonesia, dilihat terlebih dahulu dari golongan penduduk pada masa
pemerintahan Hindia Belanda dan hukum yang berlaku pada masing-masing
golongan penduduk tersebut. Pada masa lalu penduduk di Indonesia
digolongkan menurut ketentuan pasal 131 jo. Pasal 163 Indishe Staatsregeling
orang belanda, orang eropa, orang jepang yang termasuk kedalam golongan
kelompok satu dan dua tunduk kepada hukum yang mempunyai asas-asas
hukum keluarga yang sama,kemudian orang-orang yang lahir di Indonesia
yang diakui secara sah dan keturunan lebih lanjut dari orang yang termasuk
kelompok 2 dan 3.4
Sedangkan Kewarisan Islam, Hukum waris yang dirumuskan sebagai
perangkat ketentuan hukum yang mengatur pembagian harta kekayaan yang
dimiliki seseorang pada waktu ia meninggal dunia.sumber pokok hukum
waris Islam adalah Al-Quran dan hadist Nabi, kemudian Qias dan Ijma5 .
Hukum ini diterapkan bagi orang yang beragama Islam.
Hukum kewarisan adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis
ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum kewarisan, tentang harta
warisan, pewaris dan ahli waris serta bagaimana cara dan bagaimana harta
warisan itu dialihkan penugasan dan pemiliknya dari pewaris kepada ahli
waris. Hukum kewarisan adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta
3Mukhtar Zamzami Perempuan dan Keadilan Dalam Hukum Kewarisan Indonesia (Jakarta :
Prenada Media Group, Maret 2013), h. 3
4 Surini Ahlan Sjarif ,Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat Kewarisan Menurut
Undang-Undang(Jakarta :Prenada Media,2005) , h., 3
5 Surini Ahlan Sjarif,Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, h., 2
3
kekayaan dari sesuatu generasi kepada keturunannya atau kepada hukum
kekeluargaanya.6
Dalam hal kewarisan menurut adat di Sumatera barat, Persoalan harta
pusako. Adapun yang dimaksud dengan harta pusako adalah milik kaum
secara turun-temurun menurut sistem matrilineal, seperti sawah, ladang,
menjadi bekal hidup perempuan dengan anak-anaknya.7
Ada macam-macam dari harta di Minangkabau ini diantaranya ada
yang disebut dengan Harta Pusako Tinggi, Harta Pusako Randah, dan Sako.
Adapun yang dimaksud dengan harta pusako Tinggi yaitu harta yang tidak
bisa dibagi-bagi hanya bisa dipakai kemanfaatannya. Dan harta pusako randah
adalah harta bersama dari pasangan suami istri yang sudah menikah. Lalu
yang dimaksud sako adalah gelar Adat.
Dalam kewarisan di Minangkabau, baik berupa gelar maupun harta
kekayaan harus diwariskan kepada kemenakan secara turun temurun.
Kemenakan laki-laki dan perempuan sama-sama berhak menerima warisan
dengan kewajiban yang berbeda. Gelar diwarisi oleh laki-laki dan harta
pusaka diwarisi oleh perempuan. Kemenakan laki-laki berhak menggarap dan
menerima hasilnya, dan kemenakan perempuan mempunyai hak memiliki
serta menikmati hasilnya. Hak utama atas hasilnya adalah untuk kepentingan
kaum secara matrilineal. Selama harta yang diperoleh oleh laki-laki secara
tembilang besi atau tembilang emas belum diserahkan kepada saudara
perempuannya, selama itu pula berhak memperlakukannya menurut yang ia
kehendaki. Jika saudara perempuannya kawin, ia berkewajiban membiyai
6Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia ,(Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h., 72
7 Syamsulbahri Salihima, Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan Dalam Hukum
Islam Dan Implementasinya Pada Pengadilan Agama(Jakarta :Kencana,2015), h., 126
4
perkawinan itu, termasuk perbaikan rumah yang akan ditempati oleh urang
sumando (semenda)nya.8
. Hal pokok dalam pembahasan ini adalah kedudukan perempuan
dalam menerima harta pusako di Minangkabau. Sesuai dengan sistem
kekerabatan masyarakat di Minangkabau bahwa sistem yang digunakan
adalah matrilineal (garis ke ibuan). Adapun sistem Matrelineal adalah
keturunan yang berasal dari keturunan dari garis ibu sehingga yang menjadi
ukuran hanyalah pada pertalian darah dari garis dan merupakan suatu
persekutuan hukum. Perempuan yang kawin tetap tinggal dan termasuk
dalam gabungan keluarga sendiri, sedangkan anak-anak mereka masuk
kedalam keturunan ibunya. Sesuai dengan persekutuannya , matrilineal lebih
menghargai ahli waris dari pihak perempuan dari pada hali waris laki-laki.
Sealama masih ada anak perempuan, anak laki-laki tidak mendapat warisan.9
Secara garis besar di dalam adat Minangkabau harta pusaka itu terbagi
kepada dua bagian, yaitu “harta pusaka tinggi “ dan “harta pusaka rendah”.
Harta pusaka tinggi itu ada juga yang menyebutkan dengan “ harta tua “.
Perbedaan penamaan tinggi dan rendah itu terletak pada waktu terjadinya
harta itu. Menurut Hamka pusaka tinggi ialah pusaka yang” didapat dengan
timbilang besi10
, pusaka rendah didapat dengan tembilang emas”. Tembilang
adalah harta yang didapat secara turun temurun dari orang-orang terdahulu.
Tembilang emas maksudnya hasil jerih payah sendiri. Selain itu ada juga
yang menyebutnya dengan” harta bersama”, artinya harta yang diperoleh
selama hidup berumah tangga. Bukan harta hasil warisan dari orang tua
8 Yaswirman Hukum keluarga :Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam Dan Adat Dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2011), h., 152-153
9Mukhtar Zamzami Perempuan dan Keadilan dalam Hukum Kewarisan Indonesia (Jakarta :
Prenada Media Group, Maret 2013),h.58.
10
Harta yang didapatkan secara turun-temurun , dari nenek moyang terdahulu dan warisi
secara turun-temurun
5
ataupun pemberian orang lain. Pusaka rendah dapat menjadi pusaka tinggi ,
sedang pusaka tinggi tidak dapat jadi pusaka rendah, kecuali bila adat itu
sudah tidak berdiri lagi.
Mengenai harta pusako tinggi, apabila peninggalan itu menyangkut
harta pusako tinggi, cara pembagiannya berlaku sistem kewarisan kolektif,
yaitu seluruh harta pusako tinggi diwarisi oleh sekumpulan ahli waris dan
tidak diperkenan dibagi-bagi pemilikannya dan dimungkinkan dilakukan “
ganggam bauntuk”. Walaupun tidak boleh dibagi-bagi, pemilikannya diantara
ahli waris , harta pusako tinggi dapat diberikan salah satu anggota kaum oleh
mamak kepala waris untuk selanjutnya dijual atau digadaikan guna keperluan
modal berdagang atau merantau, asal saja dengan sepengetahuan dan seiizin
seluruh ahli waris.11
Namun yang menjadi perdebatan dalam masalah kewarisan ini adalah
kedudukan perempuan sebagai penerima ahli waris sangat berpengaruh dalam
penjagaan harta pusako. Di Kabupaten Padang Pariaman yang mendapatkan
harta warisan pusako tinggi serta yang mempunyai kepemilikan terhadap harta
tersebut adalah kaum perempuan dan garis keturunan perempuan
kebawahnya. Perempuan di Minangkabau juga memiliki peran sebagai
penerus generasi dalam Rumah Gadang. Selain memelihara rumah gadang
perempuan di Minangkabau juga berperan dalam penjagaaan harta pusako
tinggi yang dibawah penjagaaan tangan seorang kepala ahli waris, hal ini
seperti yang terdapat di daerah Pariaman bahwasanya anak perempuan lebih
banyak memegang harta pusako dari pada saudara laki-lakinya karena anak
perempuan yang menempati rumah tua dan lebih berhak dalam mengurusinya.
Sedangkan dalam hukum kewarisan Islam membicarakan bahwa
pembagian harta sudah ada ketentuannya dalam kitab Suci Al-Quran dan
hadits Rasulullah SAW. Dan juga terdapat dalam KHI dalam pasal 176
11
Eman Suparman ,Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat Dan BW
(Bandung : PT Redika Aditama 2013) , h.,55
6
tentang besarnya bagian-bagian ahli waris.12
Untuk itu, disini penulis
termotivasi menulis skripsi ini dengan judul “Perempuan dalam Kewarisan
Pusako Adat Minangkabau (Studi Kasus di Kabupaten Padang
Pariaman)” mengingat karena dalam kewarisan Adat Minagkabau
perempuan haknya lebih banyak mendapatkan harta waris dan dipercayai
untuk menjaga harta pusako tinggi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah penulis buat diatas, maka
dapat mengidentifikasikan pembahasan tema skripsi ini ke dalam beberapa
pertanyaan guna mengidentifikasi permasalahan yang akan saya bahas:
1. Bagaimana sistem pembagian harta waris kepada anak perempuan di
Minangkabau?
2. Bagaimana respon Ulama dan tokoh masyarakat terkait pembagian
harta waris berdasarkan Adat Minangkabau?
3. Apakah pembagian waris di Minangkabau bertentangan dengan sistem
kewarisan yang ada ada dalam hukum islam
4. Dasar apa yang menjadikan kenapa perempuan di Pariaman
mendapatkan harta pusako lebih banyak daripada laki-laki?
C. Batasan Masalah Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Agar dalam pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara
sistematis pada tema bahasan yang menjadi titik sentral.Maka perlu
penulis uraikan tentang pokok-pokok bahasan dengan memberikan
perumusan dan pembatasan masalah.
Untuk mendapat pembahasan yang objektif, maka dalam skripsi ini
penulis membatasinya dengan pembahasan berkisar pada Perempuan dan
12
Kompilasi Hukum Islam Pasal 176
7
kedudukan perempuan dalam menerima harta pusako di Kabupaten Padang
Pariaman .
2. Rumusan Masalah
Dalam hukum waris Islam sudah jelas bahwa dalam membagikan
harta waris baginya sudah ditentukan dalam Al-Quran seperti anak laki-laki
mendapat dua bagian sedangkan anak perempuan mendapat satu bagian.
Tetapi pada kenyataannya yang terjadi di daerah Kabupaten Padang Pariaman
sebagaian besar justru berbeda dengan sistem kewarisan Islam.
1. Bagaimana praktik kewarisan di Kabupaten Padang Pariaman.
2. Apa filosofi yang menyebabkan bagian perempuan dalam menerima
harta pusako lebih banyak dibanding laki-laki di Kabupaten Padang
pariaman.
3. Bagaimana pembagian harta waris di Kabupaten Padang Pariaman di
tinjau dari Hukum Islam.
D. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui praktik kewarisan di Kabupaten Padang
Pariaman.
b. Mengetahui filosofi yang menyebabkan bagian perempuan dalam
menerima harta pusako lebih banyak dibanding laki-laki di
Kabupaten Padang pariaman.
c. Mengetahui bagaimana pembagian harta waris di Kabupaten
Padang Pariaman di tinjau dari Hukum Islam
8
2. Manfaat Penelitian
a. Dapat memberikan sumber reverensi pembelajaran bagi mahasiswa
Fakultas Syariah dan Hukum pada umumnya dan bagi mahasiswa
bidang Hukum Keluarga pada khususnya.
b. Memberikan pengetahuan tentang aturan-aturan pembagian waris baik
dari sudut pandang hukum islam maupun secara adat yang ada di
Minangkabau khususnya di wilayah Kabupaten Padang Pariaman.
c. Secara ilmiah penelitian ini diharapkan pembaca mampu menambah
pengembangan pemikiran setiap pribadi terkait hukum waris.
E. Metode Penelitian
Untuk menghasilkan data yang valid, maka metode yang digunakan
adalah:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian
kualitatif. Penelitian disebut penelitian kualitatif apabila jenis data dan
analisa data yang digunakan bersifat naratif, dalam bentuk pernyataan-
pernyataan yang menggunakan penalaran. Penelitian yang bersifat
kualitatif pada umumnya memaparkan masalah sikap, perilaku, dan
pengalaman yang pengumpulan datanya dilakukan melalui interview
bebas dan mendalam.Tujuannya adalah untuk menggambarkan secara
mendalam terhadap kasus-kasus yang diteliti.13
Penelitian ini juga
menggunakan pendekatan sosiologis empiris.
Sosiologi empiris merupakan penelitian non doctrinal yang bertitik
tolak pada data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek
penelitian, seperti masyarakat sebagai sumber pertama dalam suatu
penelitian. Dengan kata lain penelitian ini menekankan kepada pencarian
13
Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian ( UIN Jakarta,2010), h., .26
9
jawaban terhadap fenomena sosial yang terjadi terhadap pemberlakuan
hukum, sehingga akan menjawab pertanyaan signifikan social hukum atau
efektifitas hukum.14
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat.
3. Sumber Data
Sumber data dimaksudkan semua informasi baik yang merupakan
benda nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa atau gejala baik secara
kuantitatif atau kualitatif.15
a. Data Primer
Data Primer merupakan sumber data utama yang diperoleh
secara langsung sebagai sumber data pada penelitian ini, yaitu berupa
wawancara terhadap tokoh masyarakat, tokoh ulama, dan ahli waris.
Pokok-pokok tersebut guna untuk menghindari terjadinya
penyimpangan dari pokok masalah penelitian selama wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data tambahan yang
diperoleh secara tidak langsung yang bersumber dari studi
kepustakaan yang berupabuku-buku, jurnal, skripsi, artikel, pendapat
para ahli atau sumber data yang lain yang relevan dan berhubungan
dengan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan penulisan adalah
sebagai berikut:
14
Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, ( UIN Jakarta, 2010), h.,.32
15
Sukandarrumidi, Metode Penelitian, (Yogyakarta, Gadjah University Press, 2004)
10
a. Observasi (Penelitian Lapangan)
Yaitu dilakukan untuk menghimpun data primer dengan
wawancara, dilakukan secara langsung kepada informan, dengan
mempergunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara, agar
lebih mendapatkan informasi yang lebih focus dengan masalah yang
diteliti.
b. Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah wawancara mendalam. Wawancara memdalam (in-depth
interview) adalah suatu alat pengumpulan data yang digunakan
untuk memperoleh informasi yang jelas dan akurat yang berkaiatan
dengan hal yang diteliti. Dan wawancara dilakukakan di Wilayah
Kabupaten Padang Pariaman dengan beberapa tokoh-tokoh adat dan
Informan lainnya.
c. Studi Kepustakaan
Yaitu suatu usaha untuk memperoleh data atau informasi yang
diperlukan serta menganalis issu ataupun permasalahan melalui
sumber-sumber kepustakaan. Penyusunan yang menggunakan
kepustakaan dilakukan dengan membaca, mempelajari serta
menganalis literature/buku-buku, dan sumber buku lainnya yang
berkaitan dengan penelitian ini.
5. Analisis Data
Analisa data proses penguraian data, penelitian dan pengaturan
secara sistematis transkip-transkip wawancara,catatan lapangan dan
bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis
data yang digunakan adalah dengan analisis data deskriptif kualitatif,
dan content analisa.
11
6. Teknik penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengacu kepada buku pedoman
Penulisan Skripsi,Tesis Dan Disertasi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.
F. Review Studi Terdahulu
Untuk menemukan pembahasan dari penulisan skripsi ini penulis
menelaah literatur yang sudah membahas tentang judul yang akan penulis
kemukakan dalam penulisan skripsi.
1. Judul Skripsi Pelaksanaan Pembagian Waris Perspektif Hukum
Waris Adat Dan Hukum Waris Islam Tahun 2016 yang disusun
oleh Mila Fuziyah NIM : 1110044100049 Program studi Hukum
keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Hanya saja skripsi ini lebih umum pembahasannya
mengenai sistem kewarisan adat dibandingkan penulis lebih fokus
adat ke wilayah tertentu.
2. Judul Skripsi Pelaksanaan Waris Bagi Rata Menurut Penuturan
Pemuka Masyarakat Desa Hutanopan Dalam Perspektif Hukum
Islam tahun 2013 yang disusun oleh Ikhwan Lubis NIM :
108044100070 Program studi Hukum keluarga Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam Skripsi ini
penulis juga meneliti tentang hukum waris adat yang
menggunakan sistem bagi rata. Sedangkan tulisan penulis
berkaitan dengan pembagian waris terhadap perempuan
3. Judul Skripsi Pergeseran Hukum Waris Adat Minangkabau (Jual
Beli Harta Puasko Tinggi Di Kecamatan Banuhampu Kabupaten
Agam Sumatera Barat) Tahun 2013 yang disusun oleh Muhammad
Hafizz NIM :109044100047 Program Studi Ahwal Al-Syaksiyyah
12
UIN Jakarta Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini menjelaskan
tentang bagaimana pergeseran status harta pusako tinggi menjadi
harta pusako rendah. Serta pelanggaran terhadap dalam penjagaan
harta pusako itu sendiri.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” dengan
sistematika yang terbagi dalam lima bab.Masing-masing bab terdiri atas
beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun
perinciannya adalah sebagai berikut :
BAB I :Merupakan Pendahuuan yang berisikan Latar Belakang
masalah, Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan
Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Lokasi penelitian, Sumber Data,
Teknik Pengumpulan Data, Analisis Data dan Studi review terdahulu.
BAB II :Menguraikan tentang dasar-dasar hukum kewarisan Islam dan
Asas-asas hukum kewarisan Islam
BAB III: Menguraikan tentang dasar-dasar kewarisan Adat
Minangkabau serta asas-asas yang digunakan dalam kewarisan Adat
Minangkabau
BAB IV: Menggambarkan bagaimana kedudukan perempuan,praktik
kewarisan, filosofi yang menyebabkan perempuan mendapat harta waris lebih
banyak dibandingkan laki-laki,pembagian harta waris di Kabupaten Padang
Pariaman ditinjau dari Hukum Islam
BAB V: Kesimpulan dan saran- saran.
13
BAB II
HUKUM KEWARISAN ISLAM
A. Pengertian Kewarisan Islam
1. Menurut bahasa
Beberapa istilah kewarisan dalam literatur hukum islam seperti
faraidh,fiqih mawarist, dan hukm al warist. Kata yang sering digunakan
adalah faraidh, kata ini terdapat dalam kitab Fiqih Manhaj Al Thalbin oleh
Imam An Nawawi. Lafad “Faraid” فرائض adalah bentuk jamak dari lafad
“Faridhah” فريضة yang berarti “Mafrudhah” غ مفروضة akni bagian yang telah
dipastikan kadarnya (ketentuannya),karena saham-saham yang telah
dipastikan kadarnya.16
Penggunaan kata mawarist ditujukan kepada objek hukum, yaitu
harta yang beralih kepada ahli waris. Mawarist ditujukan kepada bentuk
plural dari kata maurust (harta yang diwarisi).
2. Menurut Istilah
Hukum waris adalah aturan yang mengatur perelihan harta dari
seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hal ini berarti
menetukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, porsi bagian masing-
masing ahli waris, menentukan harta peninggalan dan harta warisan bagi
orang yang meninggal dimaksud.17
16
Asyhari Abta, Junaidi Abd. Syakur,Ilmu Waris Al-Faraidl(Surabaya :Pustaka Hikmah
Perdana),2005,h., 1
17
Zainudin Ali,Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia (Jakarta :Sinar Grafika.2008), h.,
l.33
14
Kata waris yang dipergunakan dalam beberapa kitab merujuk
kepada orang yang menerima harta warisan. Terdapat dalam beberapa
istilah bahasa Arab yang digunakan dalam literatur hukum di Indonesia,
seperti waris yang ditekankan pada penerima harta warisan , „warisan „
yang lebih memandang dari segi objek hukum, yaitu harta warisan, hukum
kewarisan, yaitu sperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah
SWT dan hadist tentang hal ihwal peralihan harta atau berwujud harta dari
yang telah mati kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini
berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama islam. Defenisi hukum
kewarisan islam pun berkembang sesuai perubahan zaman, yaitu
menyangkut ketentuan ahli waris. Awalnya ahli waris dalam pengertian
hukum kewarisan islam adalah seseorang yang masih hidup, namun,
selajutnya pemaknaan terkait ahli waris berkembang bahwa ahli waris
yang telah meninggal dapat menjadi ahli waris dan bagiannya akan
diterima oleh keturunannnya atau ahli waris penggantinya.18
Hukum kewarisan Islam atau yang dalam kitab fiqih disebut
faraidh adalah hukum kewarisan yang menjadi pedoman umat islam dalam
menyelesaikan pembagian harta peninggalan keluarga yang meninggal.
Dan ilmu yang berpautan dengan pembagian harta pusaka,pengetahuan
tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian
harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta
peninggalan untuk setiap pemilik harta pusaka.19
Hukum kewarisan islam mengatur peralihan harta dari seseorang
yang telah meninggal kepada yang masih hidup. Aturan tentang
peralihatan harta ini disebut dengan berbagai nama. Dalam literatur
18
Destri Budi Nuugraheni, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia.
Yogyakarta:Gadjah Mada University Press) 2014,Cet 1, h., 1
19
Moh.Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Posistif di
Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika.2009, h., 8
15
hukum islam ditemui beberapa istilah untuk menamakan Hukum
Kewarisan Islam seperti : Faraid, Fikih Mawaris Dan Hukum Al-Waris.
Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan dalam arah yang
dijadikan titik utama dalam pembahasan.
Dalam literatur hukum di Indonesia, digunakan pula beberapa
nama yang keseluruhannya mengambil dari bahasa Arab, yaitu :waris,
warisan, pusaka, dan hukum kewarisan. Yang menggunakan nama hukum
waris, memandang kepada orang yang berhak menerima harta.20
B. Dasar-Dasar Kewarisan Islam
Dasar dan sumber utama dari hukum islam, sebagai hukum agama (islam)
adalah nash atau teks yang terdapat dalam Al-Quran dan sunnah Nabi yang
secara langsuang mengatur kewarisan itu adalah sebagai berikut :
1. Ayat-Ayat Al-Quran
a) Q.S An –Nisa (4): 7
القس اىدان ا تسك اى جاه وصية مم ا تسك ىيس ىيىساء وصية مم تن
مخس ا قو مى أ القستن مم اىدان ﴾٧﴿اىىساء: وصيثا مفسضا اى
Artinya:
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak
dan karib kerabat; dan bagi perempuan ada hak bagian (pula)
dari bagian harta peninggalan ibu-bapak dan kerabat, baik sedikit
atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”
b) Q.S An-Nisa (4): 8
اىمساميه فازشقم مى اىيتامى إذا حضس اىقسمح أى اىقستى
ل معسفا قىا ىم ق ﴾٨﴿اىىساء:
20
Amir Syarifudun , Hukum Kewarisan Islam.(Jakarta : Prenada Media Group,2012), h., 5
16
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat,anak yatim
dan orang miskin , maka berilah mereka dari harta itu
(sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik.”
c) QS.An-Nisaa‟ ayat 11-12
ق احىتيه فيه ح مس مخو حظ الوخييه فإن مه وساء ف لدمم ىير في أ يخا ما يصينم للا
ا تسك إن م دس مم احد مىما اىس ىنو ي لت احدج فيا اىىصف إن ماوت ان تسك
اىس ج فألم اىخيج فإن مان ى إخ اي فألم زح أت ىد ىد فإن ىم ينه ى دس مه ى
م أقسب ىنم وفعا أتىاؤمم ل تدزن أي ديه آتاؤمم صيح يصي تا أ فسيضح تعد
مان عييما حنيما ) إن للا اجنم إن ىم ينه ىه ١١مه للا ىنم وصف ما تسك أش )
ى ديه صيح يصيه تا أ ا تسمه مه تعد تع مم ىد فينم اىس ىد فإن مان ىه ه
ا تسمتم م ىد فيه اىخمه مم ىد فإن مان ىنم ا تسمتم إن ىم ينه ىنم تع مم ه تعد اىس
أخت ف ى أخ أ امسأج إن مان زجو يزث مالىح أ ديه صيح تصن تا أ ينو
صيح دس فإن ماوا أمخس مه ذىل فم شسماء في اىخيج مه تعد احد مىما اىس
عييم حييم للا صيح مه للا ديه غيس مضاز يصى تا أ
Artinya :
”Allah mensyari'atkan kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-
anakmu. yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya
lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh
setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian
masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka
ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
17
tersebut di atas) setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu
Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana.”12. Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari
harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai
anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau (dan) setelah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.
Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan
dari harta yang kamu tinggalkan setelah dipenuhi wasiat yang kamu buat
atau (dan) setelah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal,
baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu)
atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari
kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu
itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang
sepertiga itu, setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnyaatau (dan) setelah
dibayar hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris).
Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun.
2. Al-Hadist a. Hadist dari Abu Hurairah menurut riwayat al-Bukahri dan Muslim
النيب صلى اهلل عليو وسلم قال: أنا أوىل باملؤمنني من أنفسهم فمن عن أيب ىريرة رضي اهلل عنو عن مات وعليو دين ومل يرتك ماال فعلينا قضاؤه ومن ترك ماال فلورثتو.
Artinya :
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad SAW yang berkata:”Saya
adalah lebih utama bagi seseorang muslim dari diri mereka sendiri
siapa-siapa yang meninggal dan yang mempunyai utang dan tidak
meninggalkan harta untuk membayarnya, maka sayalah yang akan
melunasinya.barang siapa yang meninggalkan harta, maka harta itu
untuk ahli warisnya.”
18
b. Hadis dari Jabir bin Abdullah menurut riwayat Ibnu Majah
عن جابر بن عبد اهلل واملسور بن خمرمة قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ال يرث الصيب حىت يستهل صارحا قال واستهال لو أن يبكي ويصيح أو يعطس
Artinya :
“Dari Jabir bin Abdullah dan Miswar Bin Makhramah berkata keduanya
berkata Rasul SAW.: Seseorang bayi tidak berhak menerima warisan
kecuali ia lahir dalam keadaan bergerak dengan jeritan.Gerakannya
diketahui dari tangis, teriakan dan bersin.”21
3. Ijtihad Para Ulama
Meskipun Al-Quran dan Hadist sudah memberikan ketentuan
terperinci mengenai pembagian harta warisan, dalam beberapa hal masih
diperlukan adanya ijtihad yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan
dalam Al-Quran maupun Al-Hadist. Misalnya, mengenai bagian waris
banci (waria), diberikan kepada siapa harta warisan yang tidak habis
terbagi,bagian ibu apabila hanya bersama-sama dengan ayah dan suami
atau istri dan sebagainya.
Dengan contoh: status saudara-saudara yang mewarisi bersama-
sama dengan kakek. Di dalam Al-Quran hal ini tidak dijelaskan. Yang
dijelaskan hanyalah status saudara-saudara bersama-sama dengan ayah
atau bersama-sama dengan anak laki-laki yang dalam kedua keadaan ini
mereka tidak mendapatkan apa-apa lantaran terhijab, kecuali dalam
masalah kalalah22
maka mendapatkan bagian.
21
Amir Syarifuddin,Hukum Kewarisan Islam Edisi Kedua,(Jakarta:Kencana,2004), h., 16
22
Kalalah, adalah otang yang meninggal dan tidak mempunyai anak tetapi mempunyai
saudara perempuan. Maka hartanya untuk saudaranya
19
Menurut pendapat kebanyakan sahabat dan imam-imam mazhab yang
mengutip pemdapat Zaid bin Tsabit, saudara-saudara tersebut
mendapatkan pusaka muqasamah dengan kakek.
Status cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal dari pada kakek
yang bakal diwarisi yang mewarisi bersama-sama dengan saudara-saudara
ayahnya. Menurut ketentuan mereka tidak mendapat apa-apa lantaran
dihijab oleh saudara ayahnya, tetapi menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Wasiat Mesir mereka diberi bagian berdasarkan atas wasiat
wahibah.23
C. Asas–asas Hukum Kewarisan Islam
Hukum kewarisan islam mengandung berbagai asas yang
memperlihatkan bentuk karakteristik dari Hukum Kewarisan Islam itu
sendiri.Asas-asas kewarisan Islam tersebut antara lain:
1. Asas Ijbari
2. Asas Bilateral,
3. Asas Induvidual,
4. Asas Keadilan Berimbang, dan
5. Asas Semata Akibat Kematian.
1. Asas Ijbari
Kata Ijbari secara leksikal mengandung arti paksaan (compulsory),
dijalankannya asas ini dalam hukum kewarisan islam mengandung
arti bahwa peralihan harta tersebut terjadi dengan sendirinya
menurut ketentuan Allah SWT tanpa tergantung kepada kehendak dari
pewaris ataupun permintaaan dari ahli warisnya sehigga tidak ada satu
23
Moh. Muhibbin,Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif Di Indonesia,
Jakarta:Sinar Grafika.2009,h., .22
20
kekuasaan manusia pun dapat mengubahnya dengan cara memasukan
orang lain atau mengeluarkan orang yang berhak.
Adanya unsur ijbari ini dapat dipahami oleh kelompok ahli waris
sebagaimana yang disebutkan Allah dalam surat An-Nisa‟ ayat
11,12,dan 176.Asas ijbari dalam kewarisan Islam, tidak dalam arti
memberatkan ahli waris.
Andai kata pewaris mempunyai utang yang lebih besar dari pada
warisan yang ditinggalkannya, ahli waris tidak dibebani membayar semua
utang pewaris itu. Berapa pun besarnya utang pewaris, utang itu hanya
akan dibayar sebagian warisan yang ditinggalkan oleh pewaris tersebut.
Kalau seluruh harta warisan sudah dibayarkan utang, kemudian masih ada
sisa utang, maka ahli waris tidak diwajibkan membayar sisa utang,
pembayaran itu bukan merupakan sesuatu kewajiban yang diletakkan oleh
hukum, melainkan karena dorongan moralitas/akhlak ahli waris yang baik.
Apabila dilihat dari segi Hukum Kewarisan KUH Perdata, tampak
perbedaanya, bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal
dunia kepada ahli warisnya bergantung pada kehendak dan kerelaan ahli
waris yang bersangkutan. Dalam KUH Perdata ahli waris dimungkinkan
untuk menolah warisan. Dimungkinkannya penolakan warisan ini karena
jika ahli waris menerima warisan, ia harus menerima konsekuensinya.
Salah satunya adalah melunasi seluruh utang ahli waris.
2. Asas Bilateral
Asa bilateral dalam Hukum Kewarisan Islam mengandung arti bahwa
harta warisan beralih kepada ahli warisnya melalui dua arah (dua belah
pihak). Hal ini berarti bahwa setiap orang menerima kewarisan dari kedua
belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat dari garis keturunan laki-
laki dan pihak kerabat dari keturunan garis perempuan. Pada prinsipnya
asas in menegaskan bahwa jenis kelamin bukan merupakan penghalang
21
untuk mewarisi atau diwarisi.Asas bilteral ini secara nyata dapat dilihat
dari firman Allah dalam surah An-Nisa‟ ayat 7 dan 11
Q.S An-Nisaa‟ ayat 7:
ا تسك ىيىساء وصية مم القستن اىدان ا تسك اى جاه وصية مم ىيس
مخس ا قو مى أ القستن مم اىدان ﴾٧﴿اىىساء: وصيثا مفسضا اى
Artinya:
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak
dan karib kerabat; dan bagi perempuan ada hak bagian (pula)
dari bagian harta peninggalan ibu-bapak dan kerabat, baik sedikit
atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa seseorang laki-laki berhak
mendapatkan warisan dari pihak ayahnya dan ibunya. Begitu juga
dengan perempuan berhak menerima warisan dari pihak ayahnya.
Q.S An-Nisaa‟ ayat 11:
لدمم ىيرمس م في أ ق احىتيه فيه حيخا ما يصينم للا خو حظ الوخييه فإن مه وساء ف
ا تسك إن مان دس مم احد مىما اىس ىنو ي لت احدج فيا اىىصف إن ماوت تسك
ىد ىد فإن ىم ينه ى دس مه ى اىس ج فألم اىخيج فإن مان ى إخ اي فألم زح أت
م أقسب ىنم وفعا فسيضح أتىاؤمم ل تدزن أي ديه آتاؤمم صيح يصي تا أ تعد
مان عيي إن للا (١١ما حنيما )مه للا
Ayat diatas menegaskan:
Anak perempuan berhak menerima warisan dari kedua orang tuanya
sebagaimana yang didapat oleh anak laki-laki dengan perbandingan
seorang anak laki-laki menerima sebanyak yang didapat dua orang
perempuan. Dan Ibu berhak menerima warisan dari anaknya baik laki-laki
ataupun perempuan, begitu juga ayah sebagai ahli waris laki-laki berhak
22
menerima warisan dari anak-anaknya baik laki maupun perempuan
sebesar seperenam bila pewaris meninggalkan anak.
3. Asas Individual
Hukum islam mengajarkan asas kewarisan secara individual, dalam
arti harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing-masing ahli waris
untuk dimiliki secara perseorangan. Bila setiap ahli waris berhak atas
bagian yang didapatnya tanpa terikat kepada ahli waris yang lain berarti
mempunyai kemampuan untuk menerima hak dan menjalankan
kewajiban (ahliyat al-ada).24
Dalam pelaksanaanya masing-masing ahli
waris menerima bagiannya tersendiri tanpa terikat dengan ahli waris yang
lain. Keseluruhannya harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang
kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak
menerimanya menurut kadar bagian masing-masing.
Sifat individual dala kewarisan itu dapat dilihat dari aturan-aturan
Al-Quran yang berkaitan dengan pembagian harta warisan itu sendiri
dalam surat An-Nisaa‟ ayat 7.
Pengertian berhak atas warisan bukan berarti warisan itu harus
dibagi-bagikan. Bisa saja warisan itu dibagi-bagikan asal dikehendaki
oleh ahli waris yanga bersangkutan, atau keadaan menghendakinya.
4. Asas Keadilan Berimbang
Sebagaimana laki-laki, perempuan pun mendapatkan hak yang
sama kuat untuk mendapatkan warisan. Hal ini secara jelas disebutkan
dalam Al-Quran surah An-Nisaa‟ ayat 7 yang menyamakan kedudukan
perempuan laki-laki dan perempuan dalam hal mendapatkan warisan. Pada
ayat 11,12,176 surah An-Nisaa‟ secara rinci diterangkan kesamaan
kekuatan hak menerima antara anak laki-laki dan anak perempuan, ayah
24
Zainudin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia (Jakarta :Sinar Grafika.2008), h., 56
23
dan ibu (ayat 11), suami dan istri (ayat 12), saudara laki-laki dan saudara
perempuan (ayat 12 dan 176).
Asas ini mengandung arti harus senantiasa terdapat keseimbangan
antara hak dan kewajiban, antara yang diperoleh seseorang dengan
kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya,
mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya
masing-masing nanti dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
5. Asas Semata Akibat Kematian
Bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan istilah kewarisan hanya berlaku setelah yang
mempunyai harta meninggal dunia. Asas ini berarti bahwa harta
seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain (keluarga) dengan
nama waris selama yang mempeunyai harta yang masih hidup. Juga
berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih
hidup baik secara langsung maupaun terlaksana setelah mati, tidak
termasuk kedalam istilah kewarisan menurut hukum islam. Prinsip ini
erat kaitannya dengan asas Ijbari. Apabila seseorang telah memenuhi
syarat sebagai subjek hukum, pada hakikatnya ia dapat bertindak
sesuka hatinya terhadap seluruh kekayaannya. Akan tetapi, kebebasan
itu hanya pada waktu ia masih hidup saja. Ia tidak mempunyai
kebebasan untuk menentukan nasib kekayaaannya setelah ia
meninggal dunia. Meskipun seseorang mempunyai kebebasan untuk
berwasiat, tetapi terbatas hanya sertiga dari keseluruhan
kekayaannya.25
25
Moh. Muhibbin,Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif Di Indonesia,
(Jakarta:Sinar Grafika.2009),h., 23-29
24
D. Rukun,Sebab Dan Hal Yang Menghalangi Kewarisan Islam
Disamping telah adanya hubungan kewarisan dan telah bebas dari
halangan kewarisan, seseorang berhak menerima warisan bila telah terpenuhi
rukun-rukun kewarisan.
1. Rukun–Rukun Mewarisi
a. Orang yang telah mati dan meninggalkan harta yang akan
beralih kepada orang yang masih hidup disebut pewaris atau
al-muawarist
b. Harta yang beralih dari orang yang mati kepada yang masih
hidup yang disebur harta warisan atau al-mauruts.Atau disebut
juga dengan Tirkah (Harta Peninggalan)
c. Orang yang berhak menerima harta yang ditinggalkan oleh
orang yang mati tersebut yang disebut ahli waris atau al-
warits26
2. Sebab-Sebab Mewarisi
a. Pernikahan
Perkawinan yang sah menurut syara‟ merupakan suatu
ikatan yang sentosa untuk mempertemukan seorang laki dengan
seorang wanita , selama ikatan perkawinan itu masih abadi.
Apabila diantara keduanya meninggal dunia pada waktu
perkawinannya masih utuh atau dianggap utuh (talak raj’i yang
masih dalam masa iddah) maka perkawinan ini menyebabkan
adanya saling mewarisi antara suami dan istri.
b. Sebab Keturunan Dan Nasab
26
Amir Syarifuddin,Garis-Garis Besar Fiqh,(Jakarta Timur: Prenada Media, 2003),h.,152
25
Adanya kata nasab ini ditimbulkan karena adanya
perkawinan atau merupakan kelanjutan dari adanya hubungan
perkawinan. Perlu ditegaskan disini bahwa yang dimaksud dengan
nasab adalah nasab haqiqi, yakni kerabat nasab secara hukmi.
Hubungan nasab atau kekearabatan yang lebih berhak menerima
warisan adalah kerabat dekat pewaris tanpa ada yang menhijab.27
c. Wala‟
Wala adalah kekerabatan yang timbul karena
membebaskan budak. Apabila seorang pemilik budak telah
membebaskan budaknya, berarti ia telah merubah status hukum
orang yang semula tidak cakap bertindak menjadi cakap
bertindak, termasuk memiliki dan mengelola harta bendanya
sendiri28
3. Hal-Hal yang Dapat Menghalangi Seseorang untuk Mendapatkan
Warisan
a. Perbudakan
Budak tidak bisa mewarisi dan tidak pula bisa menjadi
ahli waris, sekalipun dipandang dari jalur nasab. Sebab status
budak adalah milik tuannya seacara mutlak, dan telah putus
hubungan kekluargaan dengan kerabatnya, begitu pula dengan
budak tam (sempurna) dan budak naqish (tidak sempurna)
maksudnya adalah setengah budak dan setengah merdeka.29
ء ي ى ش ي ز ع د ق ا ل ي م ي م ا م د ث ال ع خ م ب للا ضس
Artinya :
27
Ali Parman ,Kewarisan Dalam Al-Qur’an, (Jakarta:Grafindo Persada,1995).h.,68 28
Asyhari Abta, Junaidi Abd. Syakur,Ilmu Waris Al-Faraidl(Surabaya :Pustaka Hikmah
Perdana),2005,h., 32-34
29
Ibid,hlm36
26
“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya
yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun “(
Q.S An-Nahl:75)30
b. Pembunuhan
Pembunuhan yang menghalangi menerima harta
warisan adalah pembunuhan dengan alasan yang tidak benar,
yang mana pelakunya berdosa jika dilakukan dengan sengaja.
c. Perbedaan agama
Yang dimaksud berlainan agama adalah berlainan
agama yang menjadi kepercayaan antara orang yang mewarisi
dengan orang yang mewariskan. Contoh peristiwa : Ayah Ali
bin Abi Thalib meninggal dunia, Ali tidak menerima warisan
dari ayahnya, karena pada waktu itu ayahnya tidak dalam
keadaan Islam. ( beda agama). Dalam hadist Nabi dari Usamah
bin Zaid juga dikatakan “ Orang muslim tidak mewarisi orang
kafir dan orang tidak mewarisi orang muslim.31
E. Ahli Waris dan Bagiannya
Syariat Islam juga sudah menetapkan jumlah furudhul muqaddarah
(bagian-bagian yang sudah ditentukan) yang terdapat dalam buku Amir
syarifuddin tentang kewarisan islam ada 6 (enam) macam, yaitu sebagai
berikut.
a. Dua pertiga (2/3)
31 Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin,Panduan Praktis Hukum Waris Menurut Al-Quran
Dan As-Shunnah Yang Shohih. Pustaka Ibnu Katsir.Jakarta :2003.Hlm.39-40.
27
b. Sepertiga (1/3)
c. Seperenam (1/6)
d. Seperdua (1/2)
e. Seperempat (1/4)
f. Seperdelapan (1/8)
Disamping itu furudhul muqaddarah hasil ijtihad para jumhur ulama
juga berpendapat sepertiga sisa harta peninggalan.
Ahli waris yang memperoleh furudhul muqqadarah 2/3 (dua pertiga)
adalah:
1. Dua anak perempuan atau lebih, dengan ketentuan apabila si amyit
tidak meninggalkan anak-anak laki. Atau dengan kata lain mereka
tidak bersama-sama dengan mu’ashshib-nya (orang yang
menjadikan ashabah).
2. Dua cucu perempuan pancar laki-laki atau lebih, dengan ketentuan
apabila si amyit tidak meninggalkan: Anak dan cucu laki-laki
3. Dua orang saudari sekandung atau lebih dengan ketentuan apabila
si mayit tidak meninggalkan:
a. Anak,
b. Cucu,
c. Bapak,
d. Kakek, dan
e. Saudara laki-laki sekandung.
4. Dua orang saudari seayah atau lebih, dengan ketentua apabila si
mayit tidak meninggalkan
a. Anak perempuan kandung
b. Cucu perempuan pancar laki-laki
c. Saudari kandung ,
d. Bapak,
28
e. Kakek, dan
f. Saudara se ayah.
Adapun saudara –saudara tunggal ibu tidak termasuk ahli waris yang
memiliki bagian dua pertiga , andaikata ia seorang diri ia tidak menerima 1/2
(seperdua) fardh (bagian)
Para ahli waris yang memperoleh fardh 1/3 ( sepertiga ) adalah:
1. Ibu ( apabila si mayit tidak ada anak, cucu, sauadara lebih dari
seorang)
2. Anak-anak ibu ( saudara seibu/ saudara tiri bagi simayit , laki-laki
maupun perempuan, satu atau lebih) dengan ketentuan si mayit
tidak meninggal : Anak, Cucu,Bapak dan Kakek.
Para ahli waris yang mendapat fardh 1/6 (seperenam) adalah:
1. Ayah (dengan ketentuan apabila si mayit meninggalkan : anak dan
cucu)
2. Ibu (dengan ketentuan apabila si mayit meninggalkan: anak,
cucu,saudara lebih dari seorang)
3. Kakek shahih (apabila si mayit meninggalkan: anak dan cucu
4. Nenek shahihah, apabila si mayit tidak menigggalkan (tidak
bersama-sama) dengan ibu.
5. Seorang saudara seibu, laki-laki maupun perempuan apabila si
mayit tidak meninggalkan : Anak , Cucu, Bapak dan Kakek.
6. Cucu perempuan pancar laki-laki seorang atau lebih, apabila si
mayit meninggalkan (bersama-sama) dengan seorang anak
perempuan kandung.
7. Seorang saudari seayah atau lebih, apabila simayit meninggalkan
seorang saudara perempuan sekanduang , tidak lebih, dan tidak
meninggalkan:
a. Anak laki-laki,
b. Cucu laki-laki,
29
c. Bapak,
d. Saudara laki-laki sekandung , dan
e. Saudara laki-laki seayah.
Para ahli waris yang menerima 1/2 (seperdua) adalah:
1. Seorang anak perempuan, dengan ketentuan apabila ia tidak
bersama anak laki-laki yang menjadi mu ashib-nya( tidak ada
anak laki-laki).
2. Seorang cucu perempuan pancar laki-laki, dengan ketentua
apabila ia tidak bersama-sama dengan anak perempuan atau
cucu laki-laki yang menjadi mu‟ashib-nya
3. Suami dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan :
a. Anak dan
b. Cucu,
4. Seorang saudari sekandung dengan ketentuan apabila si mayit
tidak meninggalkan :
a. Anak laki-laki,
b. Cucu laki-laki,
c. Anak perempuan, labih dari seorang,
d. Cucu perempuan lebih dari seorang,
e. Saudara laki-laki sekandung,
f. Bapak, dan
g. Kakek,
5. Seorang saudari seayah, dengan ketentuan apabila simayit
tidak meninggalkan :
a. Anak laki-laki,
b. Cucu laki-laki,
c. Anak perempuan, labih dari seorang,
d. Cucu perempuan lebih dari seorang,
e. Saudara laki-laki sekandung,
30
f. Bapak,
g. Kakek,
h. Saudara perempuan sekandung, dan
i. Saudara laki-lak sebapak
Para ahli waris yang mendapatkan 1/4 ( seperempat) adalah :
1. Suami, dengan ketentuan apabila si mayit meninggalkan: anak
dan cucu
2. Istri, dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
a. Anak, dan
b. Cucu
Ahli waris yang mendapat fardh 1/8 (seperdelapan) adalah:
1. Istri seorang atau lebih dengan ketentuan apabila si mayit
meninggalkan: Anak dan cucu.
Adapun fardh 1/3 (sepertiga) adalah:
1. Ibu, dengan ketentuan apabila simayit tidak meninggalkan:
a. Anak,
b. Cucu, dan
c. Saudara lebih dari seorang,
2. Saudara seibu (saudara tiri) lebih dari seorang, dengan
ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan :
a. Anak,
b. Cucu,
c. Bapak, dan
d. Kakek.
31
BAB III
KEWARISAN ADAT MINANGKABAU
F. Harta Pusaka dalam Adat Minangkabau
Harta pusaka adalah segala harta benda peninggalan orang yang sudah
meninggal. Harta itu menjadi hak orang yang sudah meninggal. Harta itu
menajadi hak perserikatan didalam kaum oleh segala ahli warisnya. Menurut
tali warisnya masing-masing maka dikatakan juga harta pusaka ini adalah
harta kongsi persrikatan bersama oleh orang yang setali waris dengan orang
yang meninggalkan harta itu.32
Dalam mendapatkan harta di Minangkabau, jika dikaji asal usulnya,
bersumber dari empat macam, yaitu:
1. Cancang letih galung taruko sendiri
2. Diterima sebagai warisan, dari ninik ke mamak, dari mamak ke
kamenakan
3. Di dapat karena di beli
4. Dari pemberian orang lain (hibah)
Dikatakan cancang letih galung taruko sendiri adalah seperti sawah
dibuat sendiri, ladang digarap dan dicangkul sendiri lalu diberi batas pagar
untuk menentukan batas-batasnya , yang dibuat diatas tanah yang bukan milik
kaum atau suku, seperti membuat sawah ladang dalam hutan rimba yang
belum ada pemiliknya. Harta ini menjadi hak kaum nantinya, sebab yang
membuat telah membesarkan dari harta-harta hasil panen tanah kaumnya33
32
Ibarahim Dt. Sanggoeno Dirajo, Curaian Adat Minangkabau . Kristal Multi Media.h., 157
33 Edison MS,Nasrun Dt. Marajo Sungut,Tambo Di Minangkabau Budaya Hukum Adat
Diminangkabau. (Bukittinggi: Kristal Multimedia 2010).Cet-1.h., 263
32
Menurut adat Minangkabau, harta terdiri atas dua bagian, yaitu harta
yang berupa material dan berupa moril. Harta yang berupa material ini, seperti
sawah ladang, rumah gadang, emas perak, dan lain-lain. Sedangkan harta
berupa moril seperti gelar pusaka yang diwarisi secara turun –menurun. Orang
yang banyak harta material dikatakan orang berada atau orang kaya. Tetapi
menurut pandangan adat, orang berada atau orang banyak harta ditinjau dari
banyaknya harta pusaka yang turun temurun dimilikinya. Dan status adat,
lebih terpandang orang atau kaum yang banyak memiliki harta pusaka ini, dan
tidak karena dibeli.
Adapun warisan yang ditinggalkan seseorang pada tingkat pertama
disebut sebagai pusako randah (pusaka rendah). Yaitu harta yang ahli
warisnya masih berjumlah kecil, ahli waris tersebut dapat membuat
kesepakatan untuk mengolah harta warisan itu, seperti; untuk dijual atau
untuk dibagi-bagi diantara mereka. Disamping itu orang yang mewarisinya
masih sedikit, maka statusnya masih dipandang rendah. Akan tetapi, apabila
para ahli waris tetap menjaga keutuhan warisan itu, dan kemudian pada
gilirannya mewariskan kepada ahli warisnya, maka statusnya telah dapat
dipandang sebagai pusako tinggi (pusaka tinggi) yang tidak bisa dibagi-bagi.
Dalam memegang harta pusako tinggi perlu adanya kesepakatan
bersama antara kepala waris dengan ahli waris waris lainnya dan beserta
mamak adat (Penghulu) untuk menjual atau menggadaikan harta pusako
tersebut. Persetujuan penghulu itu tentu saja tidak akan mudah didapat karena
penghulu itu hanya akan menyetujui tindakan itu apabila seluruh ahli waris
telah sepakat.34
Dalam petitihnya dikatakan bahwa harta warisan itu adalah :
Warih dijawek pusako ditolong yang artinya sebagai warisan ia diturunkan
kepada yang berhak dan yang berhak menerimanya. Tetapi sebagai pusaka
34
A.A.Navis, Alam Terkembang Jadi Guru,Adat Dan Kebudayaan Minangkabau, h., .163
33
(warisan yang diterima) maka ia harus ditolong dan diperlihara, karena ia
merupakan suatu lembaga milik bersama untuk turun termurun.35
Harta pusaka itu tidak boleh dibagi menjadi harta perseorangan oleh
orang yang menerima pusaka, melainkan wajib selamanya menjadi hak serikat
dalam kaum yang menerima pusaka itu turun temurun. Ada beberapa macam
harta pusaka yang ada di Minangkabau diantaranya:
1. Harta Pusaka Tinggi
Harta pusaka tinggi adalah yang diwarisi secara turun-temurun
dari beberapa genarasi menurut garis keturunan ibu. Adanya harta
pusaka tinggi, berkaitan dengan sejarah lahirnya kampuang dan koto
yang diikuti dengan membuka sawah ladang sebagai sumber
kehidupan mereka.
Pembukaan tanah untuk sawah ladang oleh nenek moyang inilah,
yang diwarisi oleh genarasi sekarang yang disebut sebagai harta
pusako tinggi.
Harta pusako yang berupa material, seperti sawah, ladang , kebun
dan lain-lain disebut juga dengan pusako. Disamping itu, ada pula
harta pusako berupa moril yaitu gelar pusaka kaum yang diwarisi.
Yang disebut dalam adat adalah sako (gelar adat).
Harta pusako tinggi juga dikatakan harta basalin (harta bersalin)
karena persalinan terjadi dari generasi ke generasi selanjutnya.
Penguasaan harta pusako tinggi berada pada anggota komunitas yang
perempuan. Hak kepemilikan, berada ditangan perempuan tertua pada
setiap tingkatan pengelompokan mereka. Hasil-hasil usaha pertanian
atau komersialisasi dari pusako tinggi disimpan dan dikeluarkan oleh
35
Ibid.h.,163
34
perempuan tertua tersebut, di berbagai daerah di Minangkabau disebut
dengan Mamak Induk (ibu yang tertua).
2. Harta Pusaka Rendah
Mengenai harta pusaka rendah ada perbedaan pendapat. Dalam
buku Ibrahim Dt. Sanggono Diradjo yang berjudul:Curaian Adat
Minangkabau. H.K.Datuk Gunung Hijau berpendapat dalam kertas
kerjanya waktu Seminar Hukum Adat Minangkabau mengatakan,
harta pusaka rendah adalah segala harta yang terdapat dari hasil usaha
pekerjaan dan pencaharian sendiri. Harta ini boleh dijual dan
digadaikan menurut keperluan dengan sepakat ahli waris.
Pendapat ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak di
antaranya dari Damsiwar S.H, yang mengatakan bahwa yang
dimaksud harta pusaka rendah oleh H.K.Datuk Gunung Hijau
sebenarnya adalah harta pencaharian.
Dikatakan harta pusaka rendah itu merupakan harta tambahan bagi
sebuah kaum dan ini diperoleh dengan membuka sawah, ladang atau
perladangan baru, tetapi masih tanah milik kaum. Jadi, tanah yang
dibuka itu sudah merupakan pusaka tinggi hanya saja pembukaan
sawah ladang yang baru.
3. Harta Pencaharian
Harta pencaharian adalah harta yang diperoleh dengan tembilang
emas. Harta pencaharian adalah harta pencaharian suami istri,
diperoleh mereka selama dalam status perkawinan, dan disebut juga
dengan harta gonogini.
Harta pencaharian yang diperoleh dengan membeli atau dalam
istilah adatnya disebut tembilang emas berupa sawah, ladang,
kebun,dan lain-lain. Bila terjadi perceraian, maka harta pencaharian
ini dapat mereka bagi diantara suami istri.
35
Adapun harta pencaharian itu adalah harta yang diperoleh dengan
cara sendiri, atau karena diberi oleh orang lain. Harta pembelian orang
kepadanya itu (seperti hibah, dll) masuk kepada harta pencaharian
sendiri. Sekalian harta pencaharian orang itu tidak termasuk kepada
bilangan harta pustaka, kecuali kalau asal atau modal pencahariannya
itu diambil dari harta pusataka, maka sperduanya dari hasil harta
pencaharian tersebut wajib masuk bilangan penambah besarnya harta
pustaka tadi.36
Hasil dari usaha sendiri dapat dipisahkan kepada dua bentuk :
Pertama: tembilang basi, yaitu tanah yang didapatkan melalui teruko
dari tanah ulayat kaum. Hasil dari perbuatan menaruko itu adalah hak
bagi yang menaruko dalam bentuk genggam beruntuk dan dapat
dimanfaatkannya bersama dalam keluarganya. Pengertian tambilang
besi dipergunakan, sesuai dengan alat yang dipergunakan waktu
mendapatkan tanah itu.
Kedua: tembilang emas yaitu harta atau tanah yang didapatnya dengan
cara membeli atau memagang yang uangnya adalah dari hasil
usahanya sendiri. Termasuk kedalam kelompok ini harta kaum yang
tergadai untuk kepentingan kaum, yang ditebusnya dengan hasil
usahanya sendiri, selama uang tebusan itu belum dikembalikan oleh
kaum.37
4. Harta Suarang
Suarang, asal katanya surang atau seorang, jadi, harta suarang
adalah harta yang dimiliki oleh seseorang baik oleh suami maupun
istri sebelum terjadinya perkawinan. Dikatakan harta persuarangan
36
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Curaian Adat Minangkabau( Padang:Kristal
Multimedia),h., 160 37
Amir Syarifuddin, Pelakasanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat
Minangkabau (, Jakarta: PT Gunung Agung , 1982), h., 218
36
adalah harta kepunyaan orang yang berserikat mencarinya. Misalnya
dua orang atau lebih pergi bersama-sama mencari penghidupan ke
suatu tempat, atau sama-sama berladang atau sama-sama berniaga,
meskipun masing-masing orang itu berlainan mata pencahariannya
maka penghasil dari orang-orang itu dinamakan harta persuarangan38
Setelah terjadinya perkawinan maka status harta ini masih
milik masing-masing. Jadi, harta suarang ini merupakan harta
pembawaan dari suami atau istri, dan merupakan harta tepatan. Karena
harta milik surang atau milik pribadi, maka harta itu dapat
diberikannya kepada orang lain tanpa terikat kepada suami atau
istrinya.
Oleh sebab itu dalam adat dikatakan, “suarang baragiah,
pancaharian dibagi”(suarang dapat diberikan, pencaharian dapat dibagi).
Maksudnya, milik seseorang dapat diberikan kepada siapa saja, tetapi
harta pencaharian bila terjadi perceraian.39
5. Sako
Adapun sako adalah milik kaum secara turun temurun menurut
sistem Matrilineal yang tidak berbentuk material, seperti gelar penghulu,
kebesaran kaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat
kepadanya. Gelar demikian tidak dapat diturunkan kapada perempuan
walaupun dalam keadaan apapun juga. Pengaturan warisan itu terletak
kepada sistem kelarasan yang di anut kaum itu
38
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Curaian Adat Minangkabau( Padang:Kristal
Multimedia),h., .161
39
Amir Sjarifoedin Tj.A , Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku
Imam Bonjol. Jakarta:PT Metro Pos.2011.h., 97-109
37
6. Tanah ulayat
Ulayat itu berada dibawah kekuasaan penghulu. Ulayat nagari
dibawah kekuasaan penghulu andiko, yang juga disebut dengan
penghulu keempat suku. Sedangkan ulayat kaum dibawah kekuasaan
penghulu suku yang jadi pucuk atau tuanya.pengertian kekuasaan disini
dalam hal mengambil hasilnya atau mengambil pajak hasil hutan yang
diperdagangkan. Hasil hutan ulayat nagari yang beraliran Koto Piliang
boleh diambil siapa saja setelah mendapat izin dan membayar pajaknya
kepada penghulu yang mempunyai wewanang. Hasil hutan nagari yang
beraliran Bodi Caniago hanya boleh diambil oleh kaumnya dengan
persyaratan yang sama. Demikian pula izin penggarapan ulayat untuk
dijadikan sawah atau ladang.40
G. Dasar-dasar Kewarisan Di Minangkabau
1. Kekerabatam Matrilineal
Kata “matrilineal”, sering kali disamakan dengan matriarkhat atau
dengan matriarkhi,meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Matrilineal
berasal dari dua kata, yaitu mater (bahasa latin) yang berarti “ibu”, dan
linea (bahasa latin) berarti “garis”. Jadi “matrilineal” berarti mengikuti“
garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu.”
Sementara itu, matriarkhat bearsal dari dua kata yang lain yaitu “
mater” yang berarti “ibu”dan “archein”(bahasa Yunani) berarti
“memerintah”. Jadi,“ matriarkhi” berarti “kekuasaan” berada ditangan
ibu atau pihak perempuan.41
Penganut sistem matrilineal didunia tidak banyak , terdiri beberapa
bangsa san suku saja, yakni: bangsa Yahudi; Suku Indian di Apache
40
A.A.Navis,Alam Terkembang Jadi Guru Adat Dan Kebudayaan Minangkabau.(Jakarta:1984. PT
Grafiti Pers).h., 151 41
Amir Sjarifoedin Tj.A , Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku
Imam Bonjol.( Jakarta:PT Metro Pos.2011), h., 89
38
Barat; suku Novajo; sebagaian besar suku Pueblo; suku Crow, dan lain-
lain (kesemuanya adalah penduduk asli Amerika Serikat); suku Khasi
di Maghalaya, India timur laut; suku Nakhi di Propvinsi Sichuan dan
Yunnan, Tiongkok; beberapa suku kecil di Kepulauan Asia Pasifik; dan
terbesar adalah suku Minangkabau di Sumatra Barat, Indonesia.
Dimana sistem ini, merupakan salah satu aspek utama dalam
mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka
menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka
dan kekerabatan. Garis ke turunan dirujuk kepada ibu yang dikenal
dengan Samande (se-ibu). Sedangkan ayah mereka disebut oleh
masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan di perlakukan sebagai
tamudalam keluarga.
Lawan dari Matrilineal adalah Patrelineal yaitu suatu adat
masyarakat yang menyatakan alur keturunan berasal dari pihak ayah.
Adat Patrilineal lebih umum digunakan oleh kelompok masyarakat
dunia, dibandingkan Matrilineal yang lebih jarang penggunanya.Jadi,
dalam sistem kekerabatan “matrilineal” terdapat 3(tiga) unsur yang
paling dominan: Pertama, Garis Keturunan “menurut garis ibu”; Kedua,
Perkawinan harus dengan istilah eksogami matrilineal; dan Ketiga, Ibu
memegang peran sentral dalam pendidikan, pengamanan, kekayaan dan
kesejahteraan keluarga.42
Sistem kekerabatan matrilineal di masyarakat Minangkabau
memiliki tujuh ciri, yaitu
1. Keturunan dihitung menurut garis ibu
2. Suku terbentuk menurut garis ibu
42
Ibid. Hal.81
39
3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang di luar sukunya
(exogami)
4. Kekuasaan di dalam suku, menurut teori, terletak di tangan ibu
tetapi jarang sekali dipergunakannya,
5. Yang berkuasa adalah saudara laki-lakinya
6. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi
isterinya; dan
7. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada
kemenakannya, dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari
saudara perempuan43
H. Asas-asas Hukum Waris Adat
a. Asas Ketuhanan Dan Pengendalian Diri
Adanya kesadaran bagi para ahli waris bahwa rezeki berupa
harta kekayaan manusia yang dapat dikuasai dan dimiliki
merupakan karuni dan keridhaan Tuhan atas keberadaan harta
kekayaan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ridha Tuhan
seseorang meninggal dan meninggalkan harta warisan , maka ahli
waris itu menyadari dan menunggunakan hukum-Nya untuk
membagi harta warisan mereka, sehingga tidak berselisih dan
saling berebut harta warisan karena perselisihan diantara ahli
waris memberatkan perjalanan arwah pewaris untuk menhadap
kepada Tuhan. Oleh karena itu, terbagi atau tidak terbaginya harta
warisan bukan tujuan tetapi yang terpenting adalah menjaga
kerukunan hidup diantara semua ahli waris dan semua keterunan.44
43
Syamsulbahri Salihima,Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan Dalam Hukum Islam
Dan Implemetasinya Pada Pengadilan Agama (Jakarta : Kencana ,2015), h., 123
44
Zainuddin Ali,Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika,2008),h., 8
40
b. Asas Kesamaan Dan Kebersamaan Hak
Adalah setiap ahli waris mempunyai kedudukan yang sama
sebagai hak mewarisi harta peninggalan pewarisnya, seimbang
antara hak dan kewajiban tanggung jawab bagi setiap ahli waris
untuk memperoleh harta warisannya. Oleh karena itu,
memperitungkan hak dan kewajiban tanggung jawab setiap ahli
waris bukanlah berarti pembagian harta warisan itu mesti sama
banyak, melainkan pembagian itu seimbang berdasarkan hak dan
tanggung jawabnya.
c. Asas Kerukunan dan Kekeluargaan
Yaitu para ahli waris mempertahankan untuk memelihara
hubungan kekerabatan yang tentram dan damai, baik dalam
menikmati dan memanfaatkan harta warisan tidak terbagi maupun
dalam menyelesaikan pembagian harta warisan terbagi.
d. Asas Musyawarah dan Mufakat
Dalam asas ini para ahli waris membagi harta warisannya
melalui musyawarah yang dipimpin oleh ahli waris yang dituakan
dan bila terjadi ksepakatan dalam pembagian harta warisan,
kesepakatan itu bersifat tulus ikhlas yang dikemukakan dengan
perkataan yang baik yang keluar dari hati nurani pada setiap ahli
waris.
e. Asas Keadilan
Asas keadilan berdasarkan status, kedudukan, dan jasa,
sehingga setiap keluarga pewaris mendapatkan harta warisan , baik
bagian sebagai ahli waris maupun bagian bukan ahli waris,
melainkan bagian jaminan harta sebagai anggota keluarga
pewaris.45
45
Zainuddin Ali,Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika,2008)Hal.9
41
Adapun pokok-pokok hukum kewarisan menurut Amir Syarifuddin
diantaranya:
1. Asas Unilateral, yaitu hak kewarisan hanya berlaku dalam garis
kekerabatan, dan satu garis kekerabatan di sini ialah garis
kekerabatan melalui ibu
2. Asas Kolektif, yaitu yang berhak atas pusaka bukannlah
perorang, tetapi suatu kelompok secara bersama-sama.
Berdasarkan asas ini maka harta tidak dibagi-bagi dan
disampaikan kepada kelompok penerimaannya dalam bentuk
kesatuan yang tidak berbagi.
3. Asas Keutamaan, yaitu dalam penerimaan harta pusaka atau
penerimaan dalam peranan untuk mengurus harta pusaka,
terdapat tingkatan-tingakatan hak yang menyebabkan satu pihak
lebih berhak dibandingkan dengan yang lain, dan selama yang
berhak itu masih ada maka yang lain belum menerimanya.
Keketabatan dalam adat disebabkan karena bertali darah (dilihat
dari garis ibu), bertali adat(satu suku), dan bertali emas
(orang yang tidak bertali darah dan tidak bertali suku tapi atas
kehendaknya ingin masuk ke dalam suatu suku tertentu).46
I. Pembagaian Harta Pusaka
Dalam pewarisan harta pusaka ini diwariskan secara kolektif
terhadap ahli warisnya, karena harta pusaka ini adalah dikuasai oleh kaum
secara kolektif juga, maka kematian dalam kaum tidak banyak
46
Syamsulbahri Salihima,Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan Dalam Hukum Islam
Dan Implemetasinya Pada Pengadilan Agama (Jakarta : Kencana ,2015),h., 123
42
menimbulkan masalah. Harta itu tetap tinggal pada rumah yang ditempati
kaum untuk dimanfaatkan bersama oleh seluruh kaum.
Penerusan pengawasan dari mamak ke generasi kemenekan laki-
laki begitu pula peranan pengurusan dan penguasaan dari ibu pada anak
perempuannya berlangsung terus kebawah selama masih ada waris bertali
darah di rumah itu. baru rumah itu dinyatakan punah atau putus tali
warisnya bila ibu atau kedua ibu yang berhak atas itu telah habis
keturunannya yang perempuan, hingga tidak ada lagi generasi penerusnya.
Dalam kedaan demikian, harta itu beralih kepada waris yang lebih jauh..
Penerusan harta atau peranan pengurusan atas harta seperti
disebutkan di atas hanya menyangkut harta pusaka tinggi yang murni,
dengan arti belum dimasuki unsur harta pencaharian yang kemudian
menjadi harta pusaka rendah.47
.
Hubungan orang yang mewariskan dengan yang menerima
warisan, dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu:
1. Warih Nasab Atau Warih Pangkek
Waris nasab atau waris pangkat, maksudnya adalah antara sipembeli
dengan yang menerima warisan terdapat pertalian darah berdasarkan
keterunan ibu. Harta pusaka tinggi yang disebut pusako, secara turun temurun
yang berhak mewarisi adalah anggota kaum itu sendiri yaitu pihak
perempuan. Hal ini, sesuai dengan garis keturunan matrilineal.
Mengenai pewarisan gelar pusaka yang disebut sako, sepanjang adat
tetap berlaku dari mamak kepada kemenakan laki-laki. Dalam pewarisan sako
dikatakan:
47
Amir Syarifuddin, Pelakasanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat
Minangkabau,(Jakarta : PT Gunung Agung, 1982),h., 244
43
Ramo- ramo sikumbang jati (kupu-kupu si kumbang jati)
katik endah pulang bakudo (Khatib endah pulang berkuda)
Patah tumbuah hilang baganti (Patah tumbuh hilang berganti)
Pusako lamo baitu pulo.(Begitu juga dengan pusaka lama)
Waris nasab yang berkaitan dengan sako dapat pula dibagi atau
dau bahagian yaitu:.
Pertama, Warih Yang Saluruih(warisan yang sejajar). Dalam adat
dikatakan “saluruih ka ateh, saluruih ka bawah nan salingkuang
cupak adat, nan sapayuang sapatagak” (selurus ke atas selurus ke
bawah , yang sepayung sama-sama berdiri).” Artinya keturunan setali
darah sehingga delapan kali keturunan atau disebut juga empat kali ke
atas, empat kali ke bawah menurut ranji yang benar. Kedua, Warih
Nan Kabuliah (warih yang dibolehkan). Dalam adat dikatakan “jauh
dapek ditunjuak an, dakek dapek dikakokkan, satitiak bapantang
hilang, sabaris bapantang lupo, (jauh dapat ditunjukan, dekat dapat
dipegang, setitik berpantang hilang, sebaris berpantang lupa).
Maksudnya bagian asli dari sebuah kaum yang sampai sekarang masih
dapat dicari asal usul yang jelas48
2. Warih Sabab atau Warih Badan .
Warih Sabab atau waris badan, maksudnya hubungan antara
pewaris dengan yang menerima warisan tidaklah karena hubungan darah,
tetapi karena sebab. Di dalam adat dikatakan, “basiang dinan tumbuah,
48
Amir Sjarifoedin Tj.A , Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku
Imam Bonjol. (Jakarta:PT Metro Pos).2011.Hlm.109
44
manimbang di nan ado49
.(bersiang bila sudah ada yang tumbuh,
menimbang bila sudah ada.)”
Waris sebab ini timbul, karena bertali adat bertali buek, bertali budi.
Waris sebab hanya yang menyangkut harta pustaka. Waris sebab ini
dibedakan atas tiga bahagian, yaitu:
a. Warih Batali Adat,(waris hubungan secara adat)
Seperti hubungan sesuku mungkin terjadi pada sebuah
kaum itu tidak ada lagi menurut garis keibuaan. Akhirnya, harta
pusaka dari kaum yang sudah punah tersebut, dapat jatuh pada
kaum yang berada di kampung tersebut
b. Warih Bertali Buek (waris bertali buat)
Buek artinya peraturan atau undang-undang. Warih bataki
buek maksudnya, waris berdasarkan peraturan, yaitu sepanjang
yang dibenarkan oleh adat. Dalam warih batali buek ini berlaku :
“manitiak mato ditampuang, maleleh mako dipalik, sasuai mako
takanak, saukua mako manjadi (menetes maka ditampung ,
meleleh maka dihapus, sesuai maka dipakaikan, seukuran maka
menjadi).”
c. Warih Batali Budi( waris bertali budi)
Adalah Menjadi waris karena kebaikan budi dari kaum
yang didatanginya. Karena rasa kasihan dan tingkah lakunya yang
baik, sehingga sudah dianggap sebagai anak kemenakan. Dia
diberi hak atas harta pusaka, namun dengan demikian tergantung
pada kata mufakat dalam kaum tersebut.50
49
Basiang di nan tumbuah adalah masyarakat yang tinggal dirantau maka mereka hidup dari
hasil laut dan dagang. Mereka mencari nafkah dimana ada lahan yang bisa dijadikan mata pencaharian 50
Amir Sjarifoedin Tj.A , Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku
Imam Bonjol. Jakarta:PT Metro Pos.2011.Hlm.101-109.
45
J. Fungsi Harta Pusaka
Sebagaiamana yang disebutkan dalam pembahasan terlebih
dahulu harta pusaka ditinggalkan oleh nenek moyang penemu harta itu
untuk kepentingan bersama anak cucunya kemudian hari. Kepentingan itu
ada dua tingkat yaitu kepentinga yang biasa dalam kehidupan sehari-sehari
yang cukup dipenuhi dari hasil yang diperoleh dari harta pusaka. Kedua,
kepentingan yang mendesak, yang senandainya tidak adapat ditutupi
dengan harta pusaka itu sendiri. Dalam pepatah Minangkabau :
Tajua indak dimakan bali ( dijual tidak boleh di makan dibeli)
Tasando indak dimakan gadai (tersender tidak dimakan gadai)51
Artinya harta pusaka tinggi tidak boleh dijual, kecuali hal-hal
tertentu.Penggunaan harta pusaka dalam hubunganya dengan kepentingan
yang mendesak, dikatakan dalam adat:
a. Untuk Memperbaiki Rumah Gadang
Dalam hal ini seperti rumah gadang yang ketirisan dan secara
fisik juga berarti mendirikan rumah gadang baru bila terjadi
perkembangan anggota keluarga, sedangkan rumah gadang yang lama
tidak dapat menampung perkembangan itu.
b. Gadis Besar Belum Bersuami
Gadis besar yang belum bersuaami dapat disebabkan oleh
bebearapa hal diantaranya belum cukup persediaan materil yang
dibutuhkan untuk suatu perkawinan. Karena gadis besar yang belum
bersuami aib keluarga, maka segala usaha untuk mengatasinya harus
ditempuh walaupun untuk itu embutuhkan dana yang besar, untuk
51 Amir M.S ,Pewarisan Harato Pusako Tinggi & Pencaharian,Citra Harta Prima Jakarta
2011, Cet Ke-4, h., 22
46
mencuckupi keperluan itu, hasil dari harta pusaka, bahkan harta
pusaka sendiri dapat dipergunakan.
c. Mayat Terbujur Ditengah Rumah
Mayat terbujur di tengah rumah berarti biaya pengurusan
jenazah dan seagala seauatu yang harus dibiyai denga harta pusaka ,
menunjukan bahwa peristiwa kematian itu membutuhkan baiaya.
d. Pembangkit Batang Tarandam
Dalam Minangkabau arti dari pembangkit batang tarandam
berarti mendirikan penghulu yang jabatan tersebut sudah lama
ditegakkan.Bila terjadi kekosingan jabatan penghulu karena penghulu
lama dapat tidak dapat menjalankan fungsinya lagi atau sudah
meninggal, maka harus diadakan pengangkatan penghulu baru salah
satu cara pengangkatan penghulu, swbagai mana dulu telah dijelaskan,
ialah pembangkit batang tarandam. Cara ini ditempuh bila jurai atau
paruik yang dapat giliran untuk memangku jabatan itu secara material
tidak mampu melaksanakannya pada waktu itu.52
52
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat
Miangkabau,Jakarta:1984, PT Midas Surya Grafindo.Hal 225-227
47
BAB IV
KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PEMBAGIAN WARIS ADAT DI
KABUPATEN PADANG PARIAMAN
A. Praktik Kewarisan di Kabupaten Padang Pariaman
Padang Pariaman adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Sumatera
Barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.328,79 km² dan populasi
391.056 jiwa (Sensus Penduduk 2010). Kabupaten ini bermotto "Saiyo
Sakato". 53
Masyarakat Padang Pariaman, masih menurut narasi tambo, turun
dari darek Minangkabau, dari pedalaman tengah Sumatera. penduduk
daerah ini menurut laporan tahunan pemerintah daerah, berdasarkan
pengakuan dari masyarakat padang pariaman sendiri, barasal dari
paguruyung Batusangkar, yang terletak di darek minangkabau. Rantau
Pariaman, selanjutnya menurut Dobbin, didirikan oleh imigran yang
berasal dari Batipuh yang dianggap memiliki landasan kerajaan. Hamka
Mengatakan, nama pariaman sendiri berasal dari kata dalam bahasa
arab,"barri aman". sebagaimana yang dikutip suryadi, kata dalam bahasa
arab tersebut kurang lebih memiliki arti: "tanah daratan yang aman
sentosa". Dalam literatur pribumi lain, kata Pariaman kadang juga
dianggap berasal dari "parik nan aman", yang artinya kira-kira pelabuhan
yang aman. Kapal-kapal yang singgah untuk berdagang di bandar-bandar
di Rantau Pariaman dapat dengan aman bertransaksi dagang. Kabupaten
Padang Pariaman sampai tahun 2016 memiliki 17 Kecamatan, dan 103
nagari yang setelah dilakukan pemekaran nagari sesuai dengan Surat
53 Padang Pariaman Kab.Go.Id/Index.Php/2014/10/24/Profil-Statis-Tentang-Padang-
Pariaman.
48
Gubernur Sumatera Barat Nomor 120/453/PEM-2016 tanggal 26 Mei
2016, sehingga di Kabupaten Padang Pariaman terdapat 103 Nagari.
Kecamatan yang paling banyak memiliki nagari adalah Kecamatan
VII Koto Sungai Sarik yaitu 12 Nagari, Kecamatan Lubuk Alung, Nan
Sabaris sebanyak 9 Nagari, Kecamatan Batang Anai, 2x11 Enam
Lingkung, V Koto Kampung Dalam, Ulakan Tapakis sebanyak 8 Nagari,
Kecamatan Padang Sago, Patamuan, sebanyak 6 Nagari, Kecamatan IV
Koto Aur Malintang, Sintuk Toboh Gadang, Enam Lingkung, sebanyak 5
Nagari, dan Kecamatan Sungai Geringging, Sungai Limau,V Koto Timur,
2x11 Kayutanam sebanyak 4 Nagari, kemudian Kecamatan Batang Gasan
hanya mempunyai 3 nagari.
Semenjak dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) DPRD No
05/KEP.D/DPRD.2008 dan SK Bupati Padang Pariaman Nomor
02/KEP/BPP/2008 tertanggal 2 Juli 2008, Ibukota Kabupaten Padang
Pariaman dipindahkan dari Kota Pariaman ke Paritmalintang, yakni
Nagari Paritmalintang Kecamatan Enam Lingkung.54
Padang Pariaman adalah kabupaten dengan luas wilayah terkecil di
Sumatera Barat, yakni 1.328,79 km². Padahal dahulunya kabupaten ini
pernah memiliki luas wilayah terbesar di Sumatera Barat (dikenal dengan
istilah Piaman Laweh atau Pariaman Luas), sebelum diperluasnya Kota
Padang pada tahun 1980 dengan memasukan sebagian wilayah dari
kabupaten ini, serta dimekarkannya Kabupaten Kepulauan Mentawai pada
tahun 1999 dan Kota Pariaman pada tahun 2002.55
Adat istiadat yang
54 Padang Pariaman Kab.Go.Id/Index.Php/2014/10/24/Profil-Statis-Tentang-Padang-
Pariaman.
55 https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten-Padang-Pariaman
49
terkenal di Pariaman ini adalah Tradisi dengan Uang Japuik56
(Uang
jemputan) bagi kaum laki-laki yang akan menjadi calon suami. Perempuan
beserta keluarganya datang kerumah keluarga laki-laki dengan
menentukan uang jemputan terhadap laki-laki yang akan menikah
dengannya. Selain uang jemputan ada yang disebut dengan Uang hilang,
uang selo, uang tungkatan.
Uang hilang, adalah uang yang diberikan oleh pihak perempuan
kepada laki-laki sebaagai persyaratan dalam perkawinan dan dapat
digunakan sepenuhnya oleh pihak laki-laki. uang ini biasa berupa emas,
uang atau barang berharga lainnya. Uang Selo adalah macam uang yang
harus dikeluarkan oleh pihak keluarga perempuan dalam perkawinan
bajapuik. Uang ini diberikan kepada ninik mamak yang hadir pada pihak
laki-laki saat pertunangan.sedangkan Uang Tungkatan adalah uang
tebusan dari benda-benda tungkatan yang dibawa pihak perempuan
sebaagi persyaratan untuk menjeput marapulai57
untuk di nikahkan.
Asas yang dipakai dalam praktik pembagian waris di Kabupaten
Padang Pariaman, sama halnya dengan sistem kewarisan Adat
Minangkabau pada umumnya.Yakni menggunakan Asas matrilenial yang
pembagian sistem kewarisannya menurut garis keturunan ibu. Artinya
seorang yang meninggalkan dunia meninggalkan harta pusaka baik berupa
sawah, kebun, rumah dan dalam bentuk lainnya. Maka, harta yang
ditinggalkan ini jatuh kepada kaum kerabat yang berdasarkan garis
keturunan ibu , seperti anak pewaris, saudara , kemenakan, serta cucu dari
sipewaris. Adapun bentuk dari harta yang diwariskan ada beberapa jenis
56
Uang yang diberikan oleh pihak perempuan kepada laki-laki sebagai persyaratan adat
dalam perkawinan, dan nanti dikembalikan kepada pihak perempuan pada saat mengunjungi
(manjalang) mertua untuk pertama kalinya.
57
Marapulai adalah sebutan penganten laki-laki di Miangkabau.
50
harta yang akan diwarisi oleh si pewaris dalam sistem kewarisan
Minangkabau ada jenis-jenis harta yang bisa diwarisi dengan cara di bagi-
bagikan dan ada harta yang bisa diwarisi hanya kemanfaatannya saja dan
tidak bisa untuk di bagi-bagikan.
Seacara garis besar di dalam Adat Minangakabau harta pusaka itu
terbagi kepada dua bagian, yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka
rendah. Harta pusaka itu ada juga yang menyebutnya dengan “harta tua”.
Perbedaan penamaan tinggi dan rendah itu terletak pada waktu terjadinya
harta itu.58
Adapun pengertian harta pusaka tinggi menurut bapak Ketua
LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) Kabupaten
Padang Pariaman menyebutkan :
Cancang latiah dek niniak mamak
Tambiang basi dek nan tuo-tuo
Diperuntukan kepado sanak kamanakan59
Maksudnya adalah harta pusako tinggi ini merupakan harta yang
keberadaan tetap ada, dia utuh dari tangan nenek moyang lalu diturunkan
kepada keturuann selanjutnya dengan tujuan untuk anak dan
kemenakannya.Sedangkan harta pusako rendah sendiri adalah harta yang
didapat selama perkawinan antara suami istri. Harta ini juga disebut
dengan harta bawaan, artinya modal dasarnya berasal dari masing-masing
kaum.60
Harta yang dibagi menurut islam adalah harta pusako rendah itu
kalo mau dibagi, kalaupun tidak dibagi tidak menjadi masalah, Namun,
58
Muchith A Karim,Pelaksanaan Hukum Waris Dikalangan Umat Islam Indonesia ,(Jakarta:
Maloho Jaya Abadi Press,2010)h.,.147
59
Wawncara dengan Ketua LKAAM Abdul Gani Arif, Sungai Limau, 2 Maret 2018
60 Syamsulbahri Salihima, Perkembangan Pemikiran Warisan Dalam Hukum Islam Dan
Implementasinya Pada Pengadilan Agama, (Jakarta :Prenadamedia Group,2015)h,127
51
untuk harta pusako tinggi tidak dibagi-bagi seperti harta pusako rendah.
Karena syarat harta untuk dibagi adalah salah satunya merupakan
kepemilikan yang sempurna, karena harta pusako tinggi merupakan harta
bersama maka tidak memenuhi syarat untuk dibagikan, Kalaupun tidak
mau dibagi namun dikelola seacara bersama-sama itu juga dibolehkan.
Jika ingin dibagi maka bagilah secara hukum islam karena hukum islam
itu adalah hukum yang paling adil.61
Sebelum pembagian harta pusako tinggi tersebut ada beberapa
tahap yang dilalui oleh para ahli waris. Setelah meninggalnya para si
pewaris (orang yang mewarisi harta) ada beberapa kewajiban ahli waris
terhadap harta yang ditinggalkan. Biasanya setelah penyelenggaran
Jenazah dari mulai memandikan sampai mengantarkannya ke pemakaman
jenazah. Setelah itu, ada hari-hari yang ditentukan yang menjadi adat
kebiasaan di Kabupaten Padang pariaman ini diantaranya ada yang
dikenal dengan manigo hari (memperingati tiga hari) di hari ini para
sanak keluarga berkumpul diawali dengan mandoa keselamatan dirumah
si mayit dengan mendatangkan para ustadz. Kemudian dilanjutkan
dengan menentukan menujuh hari (memperingati tujuh hari kematian) di
hari ini semua sanak keluarga yang bersangkutan dengan si mayit datang
kerumah si mayit dengan membawa sesajian bagi kaum yang perempuan
dan masyarakat sekitarnya untuk mendoa keselamatan serta makan
bersama setelah itu. Begitupun berikutnya dengan memperingati dua kali
menujuh hari (dua minggu kematian) hingga sampai hari ke empat puluh
hari dan sampai ke seratus hari. Mandoa keselamatan ini terus dilakukan
meski dalam bentuk syukuran kecil-kecilan tanpa mengundang
masyarakat sekitar, karena pada hakikatnya adalah keluarga si mayit
selaku ahli waris mendoa kan selama si mayit agar diampuni dosa –
61
Wawancara dengan Pak Mafri Amir, Pamulang, 20 Aprul 2018
52
dosanya dan di jauhkan dari siksa ajab kubur selama hari-hari yang sudah
ditentukan tadi.62
Dari setelah memperingati hari-hari yang telah ditentukan diatas
maka saatnya berkumpul para niniak mamak63
beserta kepala waris
dirumah si mayit. Ahli waris menyampaikan amanat si pewaris jika
sipewaris berwasiat. Setelah ini untuk melunasi hutang-hutang si pewaris
tentu di sepakati oleh semua ahli waris jika ahli waris tidak mempunyai
harta maka siapa yang melunasi hutang tersebut. Dan jika ahli waris
meninggalkan harta, yang mana disebut dengan bawaan atau harta pusaka
rendah maka ini boleh di bagi dengan hukum islam atau kesepakatan para
ahli waris dengan niniak mamak yang jelas harta itu dibagi atas dasar
mufakat.
Kemudian untuk pembagian harta pusako tinggi sendiri, sebelum
si mayit meninggal dunia, biasanya pewaris sudah menentukan bagian-
bagian yang mana yang boleh di garab oleh si ahli waris terhadap harta
yang ditinggalkan itu. Contoh: seorang ibu meninggalkan tiga orang
anak-anak perempuan dan satu orang anak laki-laki. sebelum ia
meninggal si Ibu mempunyai tanah pusaka nenek moyang yang berupa
satu buah rumah tua, dan sawah. Maka yang boleh menempati rumah
tersebut adalah ketiga anak perempuannya beserta anak-anaknya. Bagi
anak laki-laki boleh menempati rumah itu hanya sebagai untuk
persinggahannya, karena anak-laki jika sudah mempunyai istri ia menetap
dirumah istrinya. Begitupun dengan sawah yang ditinggalkan, ketiga anak
perempuan berhak mendapat giliran untuk menikmati hasil dari sawah
tersebut beserta anak-anak dan seterusnya. Adapun anak laki-laki
62
Wawancara dengan Ibu Masni, Pariaman, 26 Februari 2018 63
Niniak mamak adalah sebutan untuk paman yang diangkat sebagai orang yang
berpengrtahuan tentang adat istiadat di Minangkabau, mereka adalah kumpulan dari beberapa paman
dari seluruh kaum-kaum yang ada disekitaran wilayahnya.
53
tugasnya adalah menjaga harta tersebut,dan anak laki-laki tersebut
menjadi pelindung bagi anak saudari perempuannya (mamak). Selain
menjaga waris anak laki-laki bertugas menjadi kepala keluarga bagi anak
istrinya dan menjaga sanak kemenakannya. Seperti yang dikatakan dalam
pepatah sebagai berikut:
Anak di pangku, kemanakan dibimbiang64
(anak dipeluk kemenakan di bimbing)
Harta warisan yang turun temurun sampai genarasi yang ada
sampai saat sekarang ini adalah harta warisan dalam bentuk apapun dia
sepeti sawah, kebun, rumah semua ini dibawah naungan mamak. Artinya
semuanya digunakan untuk sebesar kebutuhan perempuan namun yang
memelihara, mengendalikan adalah laki-laki yang sudah tua yang disebut
dengan mamak.65
Adapun untuk penjagaan harta pusako tinggi, maka mamak secara
otoritas mempunyai kekuasaan terhadapa harta tersebut. Karena harta
pusako tinggi tidak boleh digadai atau diperjual belikan. Kecuali ada
beberapa hal :
1. Perempuan tua yang belum kawin
2. Rumah gadang ketirisan (Rumah bocor)
3. Mayat terbujur diatas rumah (tidak ada biaya penyelenggara
jenazah)
4. Membangkik batang tarandam (pengangkatan penghulu)
Hal ini wajib atas kesepakatan keluarga dan mamak. Namun,
semua ini sudah jarang terjadi lagi di masa sekarang karena mustahil
64
Edison MS, Nasrun Dt. Marajo Sungut, Tambo di Minangkabau Budaya Hukum Adat di
Minangkabau (Bukittinggi: Kristal Multimedia,2010)hal., 320 65
Laporan wawancara dengan Prof. Mochtar Naim di kediamannya
54
terjadi dan sudah banyak cara lain yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan yang diatas. Pada masa dahulunya, masyarakat di Pariaman
banyak yang menggadaikan harta pusako untuk keperluan acara
perkawinan anaknya perempuannnya seperti: dalam acara perkawinnan
di Kabupaten Padang Pariaman ada yang namanya membayar(uang
japuik) uang jemputan kepada laki-laki. uang ini diberikan kepada
keluarga laki-laki.uang ini diberikan kepada laki-laki dengan jumlah
yang sesuai dengan tinggkat pendidikan dan kualitas kerja laki-laki
tersebut.Namun,untuk penggunaan harta pusako tinggi untuk hal ini
pada masa sekarang sudah terlalu jarang.66
Pada umumnya di Kabupaten Padang Pariaman sendiri jarang
terjadi perselisihan dalam pembagian harta waris karena untuk
permasalah waris yang berperan sebagai mediator adalah seorang mamak
dan datuak-datuak yang telah ditunjuk oleh kaumnya. Adapun lembaga
kecil yang berwenang dalam penyelesaiannya adalah KAN (Kerapatan
Adat Nagari) baisanya lembaga ini berkedudukan disetiap desa,
Kecamatan hingga Provinsi yang disebut dengan LKAAM (Lembaga
kerapatan Adat alam Minangkabau). Khususnya di Kecamatan Lima Koto
Kampung Dalam saat wawancara dengan bapak Ketua KAN mengatakan
bahwa hampir tidak ada pertentangan dalam pembagian waris yang
diterapkan selama ini. Masyarakat menerima hukum adat yang berlaku.
Namun, untuk mendudukan posisi seorang mamak dalam menjaga harta
pusako tinggi ada beberapa peran penting seorang mamak terhadap
kaumnnya diantaranya:
66
Laporan wawancara dengan tokoh adat Minangkabau, Pak Mafri dirumah kediamannya.
55
1. Mamak Penguasa Harta Pusaka
Mamak sebagai figur sentral dalam rumah gadang berfungsi
sebagai pemelihara kekompakan anggota rumah gadang ke dalam:
dan memelihara mertabat rumah gadang keluar lingkungan. Dalam
hubungannya dengan harta pusaka, maamak berfungsi sebagai
penjaga, pengembang dan penambah jumlah harta pusaka yang
diterima dari nenek moyang. Dalam hubunganya dengan
kemenakan, mamak berfungsi sebagai pembimbing dan
pemelihara kemenakannya. Dalam pepatah adat mengatakan:
Kemenakan baraja kepada mamak
Mamak baraja kepada penghulu
Penghulu baraja kepada mufakat
Mufakat baraja kepada alut dan patut.
2. Hubungan Mamak Dengan Kemenakan
Hubungan kerabat mamak kemenakan yaitu hubungan antara
seseorang laki-laki denga anak dari saudara perempuanya disatu pihak
dan hubungan anak laki-laki atau perempuan dengan saudara laki-laki
dari ibunya di lain pihak. Dalam bentuk pertama anak laki-laki itu
adalah mamak dan anak saudara perempuanya adalah kemenakan.
Arus hubungan ini bersifat melereng kebawah. Dalam bentuk kedua,
seseorang itu baik laki-laki ataupun perempuan adalah kemenakan.
Sedangkan saudara laki-laki dari ibunya adalah mamak. Arus
hubungan ini adalah melereng ke atas. Kendati mamak tidak tinggal
bersama di dalam rumah kaumnya, namun kehadirannya dalam waktu
tertentu selalu dianut oleh adat. Karena sering hadir inilah para
kemenakan menjadi dekat kepada mamak selain dari ibunya. Siang
hari ia menghabiskan waktu dirumah kemenakannya, malam hari
dirumah anaknya. Dari sini terlihat peran suami istri sangat lemah
56
karena tidak dibebani tangguang jawab keluarga67
. Dan begitupun
bahwa satiap permasalahan yang terjadi diantara kemenakannya
bahwa yang berhak untuk menyelesaikan terlebih dahulu adalah para
mamak kepala warisnya.
Begitupun dengan kemenakan sebagai laki-laki dalam kaum
dalam hubungan kekerabatan yang disebut dengan : “ketek anak urang
lah gadang jadi kamanakan awak”( kecil menjadi anak orang sudah
besar menjadi kemenakan bagi mamaknya) sebagai kemenakan ia
harus mengetahui segala aturan yang ada di dalam kaum belajar untuk
mengetahui segala aset kaumnya semua anggota kuamnya.oleh karena
itu, orang yang bersatus sebagai kemenakan dalam kaumya dia disuruh
kesana kemari untuk mengetahui hal tentang adat dan perkaumannya.
Ada beberapa pengelompokan kemenakan :
a. Kemenakan di bawah daguak
b. Kemenakan di bawah pusek
c. Kemenakan di bawah lutuik
Kemenakan dibawah daguak adalah penerima langsung waris
sako dan pusako dari mamaknya. Kemenakan di bawah pusek adalah
penerima waris apabila kemenakan dibawah daguak tidak ada
(puanah). Kemenakan di bawah lutuik, umunnya tidak diikutkan dalam
pewarisan sako dan pusako dalam kaum.68
Seorang laki-laki di Minangkabau juga memikul tangguang
jawab ganda, di satu sisi bertanggung jawab terhadap anak-anaknya,
di sisi lain harus memperhatikan kelangsuangan hidup para
kemenakannya, sebagaimana pantun adat:
67
Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik Dan Prospek Dokrin Islam Dan Adat Dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau. Jakarta:2011.PT Raja Grafindo Persada.h., 126 68
Syamsulbahri Salihima,Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan Dalam Hukum
Islam Dan Implemetasinya Pada Pengadilan Agama (Jakarta : Kencana ,2015)h.,.128
57
Kaluak paku kacang balimbiang
Daun pandan lenggang tenggangkan
Baok manurun ka saruaso
Tanamlah siriah jo ureknyo
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
Rang kampuang dipatenggangkan
Tenggang nagari jan binaso
Tenggang sarato jo adatnyo
Bulat pakis kacang belimbing
Daun pandan dilambaikan
Dibawa menurun ke suatu tempat
Tanamkanlah sirih dengan akarnya
Anak di peluk kemenakan di bimbing
Orang kampung di perhatikan
Perhatian ke desa jangan sampai rusak
Perhatian serta dengan adatnya juga
Artinya seorang ayah bertanggung jawab terhadap anak-anaknya,
dan sebagai mamak ia ikut bertangguang jawab (memperhatikannya)
terhadap para kemenakannya, membimbing agar menjadi orang yang
berguna dan sebagai anggota kaum ia mempunyai beban moral untuk
menyumbangkan daya dan upayanya (baik materil maupun pemikiran)
bagi kesejahteraan dan kemakmuran kampung dan nagarinya.69
Bagi seorang laki-laki yang berhasil mengumpulkan kekayaan,
tugasnya yang utama adalah memegang sawah dan ladang yang
69
Edison MS,Nasrun Dt. Marajo Sungut,Tambo di Minangkabau Budaya Hukum adat
diMinangkabau. Bukittinggi. 2010 . Kristal Multimedia..h., .320
58
diperuntukan bagi saudara kandung disini adalah saudaranya yang
perempuan.70
B. Filosofi yang Menyebabkan Bagian Perempuan dalam Menerima Warisan
Lebih Banyak di Bandingkan Laki-Laki di Kabupaten Padang Pariaman
Perempuan di Minangkabau sering disebut dengan “Bundo
Kanduang”. Ia adalah Mahkota di Rumah Gadang. Bundo Kanduang
mempunyai cirikhas tertentu diantaranya dengan memakai baju kurung
(baju muslimah) dan di tambah di atas kepala dengan menggunakan
“tikuluak” (penutup kepala dengan bentuk seperti tanduk kerbau).
Tikuluak ini mempunyai dua gonjong di kiri dan kanan. Kedua gonjong
tersebut merupakan lambang keharmonisan dan keseimbangan antara adat
dan syarak. Filosofi dari tikuluak ini menganalogikan dua hal:
1. Bahwa tidak ada batasan untuk kekuatan pikiran/isi kepala
2. Tanggung jawab keibuan/kewanitaan yang tidak ada
batasannya.
Artinya bahwa tidak ada perbedaan seorang perempuan dalam
berfikir di bandingkan dengan laki-laki. keduanya berhak memberikan
pendapat dalam bermusyawarah. Namun, ditinjau dari segi kedudukan
dan perempuan maka ada tujuh kesukaan yang harus di aktualkan dalam
diri perempuan yaitu:
1. Memelihara diri
2. Memelihara anak dan keluarga
3. Menjaga martabat kaum dan sukunya
4. Memelihara harta benda dan pusakanya
5. Melajutkan dan memajukan kehidupan ekonominya
70
A.A Navis, Alam Terkembang Jadi Guru Adat dan Kabudyaan Minangkabau,(Padang
;Grafiti pers)hal 159
59
6. Meyumarakan Nagari dan Alam Minangkabau
7. Menjalankan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Dari tujuh hal diatas tercermin dalam sebuah lambang “ Alam
Takambang Jadi Guru” Bundo Kanduang pembangkit batang Tarandam
dalam Nagari. Untuk itulah kenapa perempuan lebih banyak memegang
harta pusaka dibandingkan kaum laki-laki, karena dari tulisan diatas
bahwasanya selain memberikan keterunan perempuan juga yang
memeliharanya keluarganya dan menjamin kehidupan bagi anak-anak
mereka. Untuk itu maka perempuan dipercayakan untuk memanfaatkan
harta pusako yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka, karena dari
situlah bisa menambah pemasukan untuk kebutuhan ekonomi mereka.
Wanita di Minangkabau menempati kedudukan yang utama dan
penting. Dalam adat Minangkabau mamak tungganai71
memang
distatuskan kepala waris, akan tetapi pada hakikatnya kekuasan berada
pada wanita, dalam hal ini adalah nenek, wanita tertua dalam suatu
keluarga adalah amban puruak72
yang menyimpan semua harta pusaka.73
Wanita yang ada dirumah dan tanah keluarga yang dinamakan “harato
padusi” (harta wanita). Hak penggunaan (ganggam ba untuak) tanah-
tanah itu, juga terletak ditangan wanita dan untuk anak-anak mereka.
71
Mamak Tungganai adalah seorang paman yang dituakan yang ada dalam keluarga besar
ibu.lalu ditunjuk sebagai mamak ahli waris.
72
Amban puruak adalah sebuah sebutan bagi perempuan di Minangkabau yang dikenal
sebagai tempat penyimpanan harta pusaka.
73
Hasanuddin, Adat Dan Syarat Sumber Inspirasi Dan Rujukan Saran Dialektika
Minangkabau.Pusat Studi Informasi Dan Kebudayaan Minangkabau.Padang UNAND:2013.Hlm.8
60
Walaupun satu rumah tangga (wanita) tidak berada dinagari, namun ia
tetap diperhitungkan dan padanya berlaku hak melekat.74
Menurut pepatah Minangkabau, seorang gadis atau wanita ideal
ialah sebagai berikut:
Bundo Kanduang limpapeh rumah nan gadang
Amban puruak pagangan kunci
Amban puruak aluang bunian
Pusek jalo kumpulan tali
Sumarak didalam kampuang
Hiasan dalam nagari
Nan gadang basa batuah
Kok iduik tampek banasa
Kok mati tampek baniniak
Ka undang-undang ka Madinah
Ka payuang panji ka sarugo75
Perempuan sebagai penyemarak rumah tangga
Tempat penyimpanan pegangan kunci
Tempat penyimpanan musik bunyikan
Pusat jala kumpulan tali
Semarak di dalam kampung
Hiasan di dalam negeri
Yang besar tempat mengadu
Hidup tempat bernasa
Mati tempat berniat
74
Boestami Dkk, Kedudukan Dan Peran Wanita Dalam Kebudayaan Suku Bangsa
Minangkabau (Padang: Cv Esa Padang,1992)H,124 75
A.B.Dt, Madjo Indo, Kato Pusako Patatah,Patitih, Mamang, Pantun, Ajaran Dan Filsafat
Minangkabau,Jakarta;1999 PT Rora Karya.h.,.147
61
Sebagai undang-undang ke Madinah
Sebagai payung ke surga
Dari pepatah ini dapat kita lihat bahwa aspek kefemininan
merupakan kiteria yang sangat penting dalam menilai setiap wanita
Minangkabau tradisional. Peranan utama dari wanita ialah penghias
rumah gadangnya, dan ini berarti bahwa kehidupannya semestinya
berputar sekitar rumah gadang tersebut. Dari hal itu maka ada beberapa
peran yang di mainkan oleh seorang wanita di Minangkabau diantara:
1. Perempuan Sebagai Bundo Kanduang
Peranan perempuan sebagai bundo kanduang lebih mempunyai
hubungan kekerabatan yang sangat luas yakni mencangkup kampung
dan nagari dan negaranya. Bundo kanduang lebih mengutamakan
kebijaksanaan, pertimbangan dan keserasian masyarakat. Peranan itu
terletak ditangan ibu yang bijaksana. Tepatan undang, sangkutan
pusaka, tempat meniru meneladan, memakai rasa dan periksa itulah
fungsi yang harus dilaksanakan. Pada konsep aslinya wanita itu lebih
dituntut lebih mempunyai keaktifan, tetapi kepemimpinan semuanya
dipegang oleh laki-laki.76
2. Fungsi Perempuan di Minangkabau
Fungsi perempuan di Minangkabau pada dasarnya adalah
untuk meneruskan keturunan keluarga (paruik/sukunya) demi
kejayaan suku tersebut. Jika kita mengadakan suatu analogi,
kedudukan wanita Minangkabau dalam masyarakatnya barangkali
dapat dikatakan hampir dikatakan seperti ‟ratu lebah‟ (queen bee)
yang tugas utamanya menghasilakan madu dan anak-anak sedangkan
pekerja dan prajuritnya laki-laki.
76
Boestami Dkk, Kedudukan Dan Peran Wanita Dalam Kebudayaan Suku Bangsa
Minangkabau (Padang: Esa Padang,1992)h, l.187
62
3. Perempuan Sebagai Institusi dalam Budaya Minangkabau
Perempuan di Minangkabau yang sering dikenal dengan
sebutan Bundo Kanduang. Bundo kanduang merupakan tokoh yang
diposisikan berasal dari dunia mitos dalam sastra kita . selain Bundo
kanduang, di Minangkabau juga menyimpan nama-nama yang
sesungguhnya berasal dari mitos, yakni mande rubiah yang tentu saja
sulit di mengerti. Bundo kanduang digambarkan sebagai perempuan
yang bijaksana. Tetapi tidak jelas dari mana asalnya.
Menurut tambo, bundo kanduang ditampilkan sebagai
pemimpin yang sangat menetukan jalannya roda pemerintahan.
Sebagai perempuan , pikirannya menentukan kebijakan yang diambil
kerjaaan meskipun tidak memiliki kekuasaan secara formal. Itulah
awalnya sosok Indo Jolito sebagai bundo kanduang di tanah Minang
mengalami korosi dan sarat dengan beban kepentingan, dimana
akhirnya menjelma menjadi sosok Bundo Kanduang yang simbolik
dalam lembaga dan misteri yang tidak di ungkapkan.77
4. Peranan Perempuan Dalam Kekerabatan Matrilineal
Dalam hubungan ini kelahiran seorang anak perempuan sangat
diharapkan oleh keluarga Minangkabau karena dengan kelahiran itu
berarti garis keturunan belum akan putus. Kelahiran anak laki tidak
berarti apa-apa dalam pellanjutan garis keturunan, karena kalau ia
kemudian kawin dan memperoleh anak, maka anak tersebut hanya
manambah anggota keluarga istrinya.
Oleh karena itu, peranan yang penting dalam adat
Minangkabau adalah Bundo Kanduang. Maka adat memberikan
77
Iskandar Zulkarnain, Latar sejarah Indo jolito Bundo kanduang di Minangkabau. CV.
Sarana Wisata Enterprise,Pagaruyuang:2007.h. 79
63
kepada perempuan hak keistimewaan sebagai pemegang harta pusaka
pada waktu dulu merupakan sumber ekonomi. Pepetah adat menyebut
perempuan dalam hal ini sebagai “umbun puruak ,pemegang kunci”.
Dua ungkapan tersebut mengandung arti sebagai pemegang kekayaan
di dalam keluarga. Puro berarti khas tempat penyimpangan uang
sedangkan kunci yang dipegangnya berarti kunci kekayaan dari
kerabat matrilineal.
Karena kekayaan keluarga terdapat pada perempuan, maka ia
menempati kedudukan sentral dalam rumah tangga baik yang
menyangkut kedalam maupun keluar. Hal ini tergambar dalam
pepatah adat yang melambangkan perempuan sebagai :” limpapeh
rumah yang besar , semarak anjung yang tinggi”.
Perempuan sebagai ibu adalah lambang dari kebijaksanaan dan
pengayoman, kejujuran dan kestabilan. Keseluruhan sifat tersebut
secara methaporis tergambar dalam tokoh-tokoh perempuan yang
legendaris yaitu “Bundo Kanduang” Bundo Kanduang adalah ibu raja
Minangkabau dan tuanku, walaupun keluar anaknya yang berkuasa
tetapi kekuasaan anak yang raja itu menyandar kepada kebijakan
Bundo kanduang. Nama yang tersebut dalam setiap literatur
tradisional adat Minangkabau itu adalah lambang bagi perempuan dan
ibu- ibu di Minangkabau.78
Bundo Kanduang sebagai cahayo rumah salendang dunie,
unduang-unduang ka sarugo (perempuan sebagai cahaya kerudung
dunia, undang-undang ke surga ) ialah penyelamat utama mulai dari
duniawi (rumah, masyarakat, bangsa dan Negara) sampai ke akhirat.
78
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat
Miangkabau,Jakarta:1984, PT Midas Surya Grafindo.h., 225
64
Karenanya dibawah payung mamak, kaum ibu yang efektif
mengayomi anak kamanakan (pemuda pemudi) dan membuat mereka
budi dan berbudaya santun sebagai modal menyelamatkan masyarakat
dan bangsa. Dalam pepatah adat juga di katakan bahwa Perempuan di
Minangkabau adalah penentu baik atau buruknya suatu keluarga
tersebut:
Elok tapian dek nan mudo (indahnya tepian karena yang muda)
Elok nagari dek pangulu (indahnya desa karena penghulu)
Elok musajik den tuanku (Indahnya mesjid karena Imamnya)
Elok rumah dek bundo79
(Indahnya suatu rumah karena perempuan)
5. Perempuan dalam Menerima Harta Warisan
Mencermati ketentuan-ketentuan yang ada dalam hukum
kewarisan adat dan hukum kewarisan islam sepanjang mengenai
kedudukan perempuan sebagai ahli waris dan perbedaan porsi bagian
harta waris yang diterima antara perempuan dan laki-laki,
dihubungkan dengan kondisi saat ini, ada banyak persoalan-persoalan
yang harus dipecahkan diantaranya persoalan kedudukan dan hak
perempuan sebagai ahli waris.80
Namun, kemanakan laki-laki dan
perempuan di Minangkabau berhak menerima warisan memiliki
kewanangan yang berbeda. Kemenakan laki-laki mempunyai hak
mengusahakan, sedangkan kemenakan perempuan berhak memiliki.
Dalam mamangan disebut warih dijawek, pusako di tolong (waris
diterima, pusaka ditolong). Maksudnya ialah bahwa sebagai warisan
79
A.B.Dt, Madjo Indo, Kato Pusako Patatah,Patitih, Mamang, Pantun, Ajaran Dan Filsafat
Minangkabau,Jakarta;1999 PT Rora Karya.h., .148
80
Muhktar Zamzami, Perempuan Dan Keadilan Dalam Hukum Kewarisan
Indonesia,Kencana Prenada Group,Jakarta,2013h.,l.4-5
65
harta itu diterima dari mamak sebagai pusaka itu harus dipelihara
dengan baik.
C. Pembagian Waris di Kabupaten Padang Pariaman di Tinjau Dari Hukum
Islam
Hukum waris di Kabupaten Padang Pariaman mempunyai
kekhasan dan keunikan bila dibandigkan dengan sistem hukum waris adat
di daerah-daerah lain di Indonesia. Dengan sistem kekeluargaannya
sistem menarik garis keturuanan ibu, maka semua anak-anak dapat
menjadi ahli waris dari ibunya sendiri, baik untuk harta pusako tinggi
maupun untuk harta pusako rendah.
Dapat dilihat dari beberapa hasil wawancara dan berbagai sumber
dari informan banyak mengatakan bahwa budaya adat Minangkabau
mempunyai kultural yang sangat bagus yang mnyamakan kedudukan
antara laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang berbeda-
beda. Jika perempuan di Minang memegang tugas diantaranya:
1. Sebagai Limpapeh rumah gadang
2. Sebagai pendidik yang baik bagi anak-anaknya
3. Pemegang harta pusako
Begitupun laki-laki dia memiliki dan berkewajiban sebagai
kepala keluarga dan pemberi nafkah kepada anak isterinya serta
sebagai pelindung bagi sanak kemenakanya di rumah kaumnya. Tidak
bisa dikatakan bahwa hanya perempuan saja yang berhak terhadap
harta pusako namun juga laki-laki mempunyai hal yang terkuat dalam
pengawasan terhadap harta yang ditinggalkan. Setiap laki-laki akan
menjadi mamak dalam sanak kaumnya berarti setiap laki-laki
mempunyai tugas yang sama dengan mamak lainnya.
66
Ditijau dari hukum islam sendiri bahwa tidak ada larangan
terhadap pembagian harta warisan yang diterapkan di wilayah
Kabupaten Padang Pariaman. Karena kembali kepada asas-asas yang
digunakan masing-masing. Jika waris tidak dibagi secara hukum Islam
pun juga tidak menjadi masalah, dan jika kesepakatan sudah
memutuskan atas saling merelakan itu semuanya juga lebih baik.
Asalkan jangan sampai terjadi perselisihan antara si ahli waris dengan
ahli waris lainnya di sebabkan harta yang ditinggalkan oleh si pewaris
karena itu bukan hal yang perlu diperdebatkan sehingga harta bukan
jadi penolong namun mendatangkan celaka bagi diantaranya. Jika para
ahli waris sudah bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian
warisan, setelah masing-masing sudah menyadari bagiaannya. Jadi
para ahli waris tidak dapat mengikuti aturan pembagian warisan bagi
masing-masing ahli waris berdasarkan ketentuan bagiaanya yang
sudah diatur dalam KHI, jika mereka telah sepakat untuk berdamai
dalam pembagiaan itu, karena mungkin ada ahli waris yang
mengganggap dia tidak perlu lagi untuk mendapatkan harta warisan
lagi, sedangkan ahli waris yang lain lebih pantas untuk
mendapatkannnya. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 183
Dan bukanlah hukum adat Minangkabau merupakan hukum
yang menentang hukum islam karena falsafah adat Minangkabau
meruapakan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, bahwa
hukum adat akan berpedoman kepada syara‟ yang berlandaskan kitab
Allah (Al-Quran).
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal yang
berkaitan dengan kedudukan perempuan dalam menerima harta waris di
Minangkabau sebagai berikut:
1. Praktik kewarisan di Kabupaten Padang Pariaman, bahwa harta
warisan yang turun temurun sampai genarasi yang ada sampai saat
sekarang ini dalam bentuk apapun dia seperti sawah, kebun, rumah
yang dikenal dengan harta pusako tinggi itu semua dibawah naungan
mamak dan hak pemakaian ada ditangan kaum perempuan. Artinya
semuanya digunakan untuk sebesar kebutuhan perempuan namun yang
memelihara, mengendalikan adalah laki-laki yang sudah tua yang
disebut dengan mamak. Sedangkan harta pusako rendah sendiri
adalah harta yang didapat selama perkawinan antara suami istri. Harta
ini juga disebut dengan harta bawaan, artinya modal dasarnya berasal
dari masing-masing kaum, maka harta inilah yang dibagi berdasarkan
hukum islam karena harta pusako rendah kepemilikan penuh dari
pasangan suami istri yang didapatkan selama perkawinan.
2. Bahwa filosofi kenapa perempuan di Minangkabau khususnya di
Kabupaten Padang Pariaman lebih banyak mendapatkan harta waris
adalah dilihat cara orang Minang berpakai pada zaman dahulunya
yang menjadikan perempuan sebagai mahkota di Rumah Gadang
yang dikenal dengan sebutan Bundo Kanduang, maka ada beberapa
prinsip yang dipegang sebagai seorang perempuan diantaranya:
a. Memelihara diri
b. Memelihara anak dan keluarga
c. Menjaga martabat kaum dan sukunya
d. Memelihara harta benda dan pusakanya
68
e. Melajutkan dan memajukan kehidupan ekonominya
f. Meyumarakan Nagari dan Alam Minangkabau
g. Menjalankan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah
Maka dengan alasan diatas perempuan dipercayakan sebagai
pemegang harta pusako, untuk menjaga kehidupan keluarganya agar
terpenuhi segal kebutuhan hidup mereka dan harta ini tidak boleh
diperjual belikan agar keutuhan harta tersebut tidak hanya sampai
kepada satu keturunan melainkan beberapa keturunan sampai
kebawahnya.
3. Bahwa kewarisan di Pariaman tidaklah menentang hukum islam
karena harta yang di turun temurunkan itu adalah harta pusako tinggi
yang hanya boleh di pakai kemanfaatan saja, jika ingin dibagi
berdasarkan hukum islam maka yang di bagi itu itu adalah harta
pusako rendah namun, jika tidak mau di bagi berdasarkan hukum
islam juga tidak terjadi masalah asalkan sesuai kesepakatan dan
kerelaan antara pewaris dengan pewaris lainnya. Dalam KHI juga
dijelaskan jika harta waris dibagikan dengan cara perdamaian dan
sudah mendapat kesepakatan maka masing-masing harus mengetahui
bagian masing-masing bagiannya.
B. Saran
Berdasarkan uraian dari permasalahan yang diangkat oleh penulis,
yaitu tentang perempuan dalam kewarisan pusako adat Minagkabau
penulis ingin memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat Kabupaten Padang Pariaman hendaknya menjaga
kultural adat yang berkaiatan dengan penuruanan harta pusako adat,
karena ini merupakan salah satu jalan untuk menyelamatkan harta dan
untuk memberikan jaminan kehidupan untuk keturunan yang akan
datang.
69
2. Bahwa seharusnya harta yang dipegang oleh penguasa harta waris
(Mamak) dan Pemilik harta (Bundo Kanduang) tidak
menyalakangunakan harta tersebut selain guna untuk kepentingan
bersama dan berdasarkan kepakatan bersama. Karena harta pusako
tinggi tidak untuk diperjualbelikan, melainkan untuk diturunkan
kepada anak cucu kemudian.
3. Diharapkan kepada Perempuan-perempuan di Minangkabau
khususnya di Kabupaten Padang Pariaman tetap menjaga kehormatan
sebagai penerus Bundo Kanduang dalam berprilaku, berpakaian,
bersikap, dan bertindak terhadap tanggung jawab yang dipegangnya.
4. Untuk memperjelaskan sistem kewarisan di Minangkabau tidaklah
bertentangan dengan hukum islam karena hukum Adat Minangkabau
menganut Hukum Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Artinya hukum yang dianut oleh orang Minangkabau bersandar
kepada syarak yang berpedomankan Al-Quran.
5. Kepada pemuka adat yang berada di Kabupaten Padang Pariaman
hendaknya menjelaskan kembali silsilah adat istiadat yang dianut oleh
orang Minang terutama dalam pembagian waris agar tidak terjadi
kesalah pahaman
70
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran.
A.A.Navis, Alam Terkembang Jadi Guru Adat Dan Kebudayaan
Minangkabau.Jakarta: PT Grafiti Pers,1984
A.B.Dt, Madjo Indo, Kato Pusako Patatah,Patitih, Mamang, Pantun, Ajaran Dan
Filsafat Minangkabau,Jakarta:PT Rora Karya,1999
Amir Syarifudun , Hukum kewarisan islam.Jakarta : Prenada Media Group,2012
-------------------Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat
Minangkabau.Jakarta: PT Gunung Agung,1982
Amir M.S, Pewarisan Harato Pusako Tinggi dan Pencaharian di Minangkabu,
Jakarta: Citra Harta Prima,2011
Amir Sjarifoedin Tj.A, Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai
Tuanku Imam Bonjol. Jakarta:PT Metro Pos,2011
Asyhari Abta, Junaidi Abd. Syakur,Ilmu Waris Al-Faraidl(Surabaya :Pustaka
Hikmah Perdana),2005.
Boestami Dkk, Kedudukan Dan Peran Wanita Dalam Kebudayaan Suku Bangsa
Minangkabau.Padang: Cv Esa Padang,1992
Destri Budi Nuugraheni, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia.
Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, cet.1 2014
Edison MS,Nasrun Dt. Marajo Sungut,Tambo Di Minangkabau Budaya Hukum Adat
Diminangkabau. Bukittinggi:Kristal Multimedia.Cet-1.2010
Eman Suparman ,Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat Dan BW
(Bandung : PT Redika Aditama 2013)
Hasanuddin, Adat Dan Syarat Sumber Inspirasi Dan Rujukan Saran Dialektika
Minangkabau.Pusat Studi Informasi Dan Kebudayaan
Minangkabau.Padang UNAND
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Padang_Pariaman
71
http://padangpariamankab.go.id/index.php/2014-10-24-15-58-07/profil/63-
statis/tentang-padang-pariaman.html
Ibrahim Dt. Sanggoeno Dirajo, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan
Nenek Moyang Orang Minang,Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2012
Moh.Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Posistif di
Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika.2009
Muhammad Muhyidin Abdul Hamid, Panduan Waris Empat Mazhab, Jakarta Timur:
Pustaka Al-Kautsar,2006
Muchit A. Karim, Pelaksanaan Hukum Waris Dikalangan Umat Islam Indonesia,
(Jakarta:Maloho Jaya Abadi Press,2010)
NM. Wahyu kuncoro.Waris permasalahan dan solusinya.Cara halal dan legal
membagi warisan. Jakarta: Raih Asa Sukses,2015
Suparman Usman Dan Yusuf Somawinata, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam
(Jakarta : Gaya Media Pratama, November 2002),
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia ,(Jakarta : Sinar Grafika
2008),Cet.8,
Syamsulbahri Salihima,Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan Dalam
Hukum Islam Dan Implemetasinya Pada Pengadilan Agama (Jakarta :
Kencana ,2015)
Yayan Sopyan, PengantarMetodePenelitian, ( UIN Jakarta,2010)
Sukandarrumidi, Metode Penelitian, Yogyakarta:Gadjah University Press, 2004
Yaswirman Hukum keluarga :Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam Dan Adat
Dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada 2011)
Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo, Ketua Dewan Adat dan Syara‟ Nagari Taluk
Batangkapas Pesisir Selatan, Dosen Sastra Fakultas Ilmu Budaya – Adab
IAIN Imam Bonjol.Peran Niniak mamak dan generasi muda di
Minangkabau.2013
Zainudin Ali,Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia (Jakarta :Sinar Grafika.2008)
Hasil Wawancara
Penelitian yang dilakukan oleh penulis dilakukan kepada beberapa lembaga adat
dan tokoh masyarakat di Kabupaten padang pariaman. Penelitian ini bersifat wawancara
mencari informasi terkait pembagian waris, dasar-dasar kewarisan yang ada di
Minangkabau. Selain wawancara penulis juga turun kelapangan melakukan observasi ke
suatu lembaga yang berwenang dalam menangani masalah adat. Diantara hasil
wawancara nya adalah sebagai berikut:
Wawancara
Kepada :Ketua KAN Kenagarian Sikucurr Induk : Buya Bgd. Syamsir
Pada tanggal : 26 Februari 2018
Tempat : di kantor KAN
Pada Pukul ; 09.00 WIB
Pertanyaan :
1) Apa yang dimaksud harta pusaka di Minangkabau dan dari mana asal-usul dari
harta pusako menurut buya?
Jawaban:
Harto pusako didapatkan dari berbagai cara, yang pertama, tambilang basi, tambilang
budi, tambilang ameh,Tambilang basi: temurun
Tambilang budi: didapatkan oleh dek elok pergaulan budi, misalkan;seorang menikah
dengan perempuan lalu pergi marantau tingga disebuah tampek, dek elok budinyo dan
elok tingkahnyo maka diagiah lah sebagaian harta pusako oleh yang punyo. Seperti
memberikan tanah, sawah, rumah dan lainya.
Kalau tambilang ameh: harato taruko
Dan ini disebut dengan pusako randah
2) Harta yang dimaksud dengan harta pusako tinggi menurut buya?
Jawaban:
Sedangakan pusako tinggi adalah yang kito tarimo dari nenek moyang kito, sampai
beberapa keturunan sesudahnyo, bahkan sampai ke enam keturunan. Kok bara jumlah
nyo sasudah itu mako itu nan yang mengelola. Berapapun jumlah yang tingga maka
itulah dibagi tapi yang pusako tinggi ko yang memiliki adalah perempuan, yang
dunsanak laki-laki adolah hanya sebagai mencaliak-caliak mendanga-dangaan nan
ampia, kok tumbuah namonyo nan basalisiah, nan laki-laki lah yang manyalasaian
sebagai mamak. Nan pusako tinggi jiko masih ado kemenakan-kemakan yang
berketurunan dan laki-laki tetap ndk bisa ma macik kecuali ndak ado yang padusi
baru bisa mamacik, maka sado nan tingga yang memiliki.
3) Siapa yang mempunyai kekuasaan terhadap harta pusako tinggi di
Minangkabau?
Jawaban:
Yang manjago harato pusako tinggi ko adalah mamak (berarti nan laki-laki) kalau nan
mamakai padusi, nan maolah padusi, nan manarimo hasil padusi, nan mamak
manjago koq harato ko ka diambiak urang, sapadan ka dialiah urang.
4) Apakah harta pusako buliah digadaikan atau diperjual belikan buya?
Jawaban:
Harato pusako tinggi ko indak buliah diperjual belikan kecuali :
a. Mayik talantang di tangah rumah, paralu untuk biaya pemakaman
b. Rumah gadang katirisan (rumah tua yang bocor) mako dibuliahan manjua harato
pusako
c. Kok ado diantaro sanak kemanakan yang babuek salah (di dalam tahanan) itupun
harus sepakat mamak dan kamanakan terlebih dahulu.
5) Apakah ada asal usul pembagian harta pusako di Minang kenapa menggunakan
sistem Matrilineal ini
Jawaban :
Tidak ada asal usul kenapa pembagian harta pusako tu banyak bagian perempuan dai
pada laki-laki, karena sudah merupakan ketuntuan adat.
6) Apa fungsi KAN sendiri terhadap penyelesaian masalah harta pusako ?
Jawaban :
Fungsi KAN (Kerapatan Adat Nagari)sendiri adalah menyelesaikan sako dan pusako.
Adapun perbedaan sako dan pusako. Sako adalah pengangkatan penghulu, misalkan
dikaum sukuntanjuang, penghulu alah maningga. Bak kato pepatah ;Hiduik
mengalipah, mati batungkek budi, kalo hiduik mangalipah ateh ateh namo nyo ka
maningga mako si A kolah yang akan manggantian nyo nanti atas sepakat kaum, jika
tidak ada manggalipah maka sepakat kaum untuk mencarikan pengganti penghulu
tadi. Dan pengangkatan sesuai dengan suku tersebut. Kemudian setelah sepakat maka
diajukan ke KAN untuk diajukan sidang kemudian baru di sahkan.
7) Lalu bagimana penyelesain sangketa waris jika terjadi perselisihan dan apa
tindakan KAN sendiri?
Jawaban :
Kalo mengenai pusako jika terjadi perselisihan dalam kaum tentang batas sepadan
setelah diselesaikan oleh mamak kepala waris dan belum terselesaikan baru diajukan
ke KAN. Maka KAN turun ke lapangan. Maka dipanggil penghulu perkaum,(suku
tanjuang,suku koto,suku caniago dll)
8) Selain menyelesaikan sangketa waris apakah kewenanngan KAN di dalam
nagari?
Jawaban:
Menertibkan yang bajanjang naik batanggo turun, misalkan si A kawin dengan Si B
kemudian setelah punyo anak laki-laki beko ka ditanyo urang maka barumbuak lah.
Untuk mancaliak junjuangannyo, kemuadian mamak pusakom mangaba lah ka kapalo
warih, andai kato dapek beko nan ka jodoh anak baru lah turun fungsi mamak. Itu
manjanjang naik namonyo.kemudian batanggo turun :untuk pembayian pajak dari
penghulu menyampaian ke maka kapalo warih , mamak kapalo warih menyampaian
ke mamak pusako.
9) Ada berapa banyak perihal perkara warisa yang sampai ke KAN sendiri?
Jawaban:
Selamo ko alun ado yang sampai ka KAN karano tugas kepalo mamak adolah
menyalasian harta pusako yang terjadi di dalam kaum nyo, jadi ditekankan bahwa
untuk penyelsaian kepada mamak terlebih dahulu.
Wawancara
Kepada: Ketua LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau)
bapak : Bapak Abdul Gani Arif
pada tanggal : 2 Maret 2018
Tempat : di Kantor LKAAM
Pada Pukul :11.00 WIB
Pertanyaan:
1) Apakah asal usul dari harta pusako di Minangkabau menurut bapak?
Jawaban:
Asal dari harta pusako:
Cancang latiah dek niniak mamak
Tambiang basi dek nan tuo-tuo
Diperuntukan kepado sanak kamanakan
Ramo-ramo sikumbang jati
Katik endah pulang bakudo
Patah tumbuah hikang baganti
Pusako jatuah ka nan punyo
Biriak-biriak tabang ka samak
dari samak taruih ka halaman
dari niniak turun ka mamak
Dihalaman tanah bato
Patah sayok tabang baranti
Dari niniak turun ka mamak
Dari mamak turun ka kamakanan
Itu yang dipaturun paniak an
Dari dahulu sampai kini
Jadi,harto pusako tu niniak moyang dulu mancari tanah untuk mamak kamanakan
setelah itu banamo taratak,dari taratak menjadi dusun, dari dusun menjadi koto, dari
koto menjadi nagari, jadi tanah pusako ko hak ba milik harato ka nan punyo, hak
kepemilkian harto adalah mamak, sedangkan kepemliikan adalah yang memelihara.
Harta yang banampunyo adolah ganggam ba umpuak, adalah untuk perempuan. Hak
milik adalah hak dalam memilhara namun, tidak memiliki. Harta pusako ini tidak
boleh untuk dibagi dalam kaum hanya saja jadi hak perserikatan
2) Lalu apa saja macam-macam harta pusako di Minangkabau menurut bapak?
Jawaban:
Macam-macam harato pusako:
a. Harta pusako tinggi,
b. Harta pencarian, ada yang dibeli atau ada yang didapat dengan upah, ini disebut
dengan harta pusako randah. Pusaka ini dirandah ini dikuasai oleh laki, kalau
dibagi boleh dibagi maka disana berlaku hukum faraidh. Kecuali ini tidak boleh
dibagi karena asalnya terdapat harta pusako tinggi
c. Harta perseorangan
usaha sendiri didalam berumah tangga.
3) Bagaimana pengawasan harta pusako di Minangkabau menurut bapak?
Jawaban :
harta pusako tidak boleh diperjual belikan,kecuali
1. Ada perempuan yang belum kawin
2. Rumah gadang ketirisan (Rumah bocor)
3. Mayat terbujur diatas rumah
4. Membangkik batang tarandam (pengangkatan penghulu) Dan semua wajib atas
kesepakatan keluarga dan mamak. Namun , semua ini sudah jarang terjadi lagi di
Minangkabau.
4) Apakah Asal usul perempuan mendapatkan hak milik lebih banyak dari pada
laki-laki di Minangkabau?
Jawaban:
Sebagaimana yang telah dikatakan bahwa berdasarkan keterangan karena sudah
menjadi kesepakatan dari orang-orang sebelumnya, yang mana wanita dikatakan
sebagai umpan puruak.
5) Kemudian bagaimana fungsi LKAAM yang berkedudukan di Kabupaten
Padang Pariaman ?
Jawaban :
LKAM : bapucuak bulek di provinsi, badahan di Kabupaten,babatang di Kecamatan,
baurek tunggsng di Nagari. LKAAM itu adalah organisasi fungsional niniak mamak,
jadi yang berkaitan dengan sako pusako adalah KAN kecuali, terjadi perselisihan
diantaranya baru boleh diminta LKAAM untuk meminta saksi ahli.
6) Apa saja program rutinan LKAAM yang sudah diberlakukan selama ini pak dan
kerja samanya dengan KAN di Kenagarian?
Jawaban :
Program LKAAM tahunan adalah Menilai Kegiatan-kegiatan yang ada di KAN.
Begitupun Kerja sama KAN dengan LKAM .Berdiri sendiri tidak berkaiatan dengan
lembaga pemerintahan, LKAAM mitra kerja dari bupati.
Wawancara
Kepada : Tokoh Dan Pakar Budayawan Minangkabau
Bapak : Prof.DR. Mochtar Naim
Pada tanggal : 18 April 2018
Tempat : Kediaman Pak Mochtar
Pertanyaan :
1) Minangkabau menganut yang namanya Matrilineal , apa asal usul dari
sistem ini pak?
Jawaban:
Sistem yang digunakan di minang itu matrilineal bukan matriakal. Banyak asal
usul yang mengatakan tentang sejarah-sejarah tentang matrileneal namun juga
ditemukan juga berbagai macam jawaban.
2) Dalam pembagian harta pusako di Minangkabau mamak sangat berperan
penting , bagaimana penjelasan bapak?
Jawaban:
Harta warisan yang turun temurun smpai genarasi yang ada sampai saat sekarang
ini adalah harta warisan dalam bentuk apapun dia sepeti sawah, kebun, rumah
semua ini dibawah naungan mamak. Artinya semuanya digunakan untuk sebesar
kebutuhan perempuanm namun yang memelihara, mengendalikan adalah laki-laki
yang sudah tua yang disebut dengan mamak.
3) Apakah harta pusako diMinangkabau, sekarang masih kokoh dalam
penjagaannya menurut bapak?
Jawaban :
Sekrang sudah banyak terjadi penyimpangan terhadap harta peninggalan
ini.Banyaknya tanah-tanah adat berpindah tangan pada pihak-pihak luar terutama
kepada konglomerat Cina seperti sawit, sudah ratusan ribu hektar tanah-tanah adat
ini berpindanh tangan kepada tangan orang lain. Makin lama makin banyak tanah
adat itu diberikan. Contohnya di daerah perbatasan seperti pasaman barat,
pasaman timur,solok selatan,dan Damasraya. Tapi tidak ketahuan, namun bukan
berarti tidak terbongkar, coba lihat dari padang panjang sampai kota padang
sepanjang jalan itu terdapat toko-toko besar. Kenapa bisa? Kan itu adalah tanah
adat siapa yang ngasih? Bisa dikatakan orang-orang cina itu tidak terlihat kemana
mereka? Jadi adalah kerjasama antara penguasa dan pengusaha, penguasa yaitu
pribumi dan pengusahanya adalah orang luar (non pribumi).Maka keberadaan
mereka hanya 2 persen sedangkan mereka hanya menguasai hampir 60 persen.
Tapi kita mengira bahwa dengan keterlambatan ini bukan berarti kita
membiarkan. Apalagi kita sebagai orang Minangkabau tentu turut andal, karena
Minangkabau adalah bagian Indonesia juga.
4) Bagaimana sekarang keberadaan tanah-tanah pusaka di Nagari kita?
Jawaban:
Dulu nagari dirubah menjadi desa, kemudian sudah dirubah lagi menjadi nagari
namun yang tidak kembali itu adalah kekuasaan nagari, kekuasaannya masih
sama dengan desa. Itulah yang sangat dikhawatirkan.
5) Bagaiaman kedudukan Perempuan sebagai Bundo Kanduang
keberadaannya sebagai Gadih Minang yang dahulunya sangat dibanggakan
?
Jawaban:
Seperti yang dikatakan : dia ada tapi dia tidak ada. Walaupun sisa-sisanya masih
ada, nah sisa inilah yang perlu dijaga,karena dia belum seluruhnya habis. Maka
dari peran bundo kanduang pada saat ini sudah mulai berkurang. Karena bibit
perempuan sebagai bundo kanduang itu sudah menipis, boleh dilihat tokoh bundo
kanduang sekrang yang masih usia muda sangat jarang sekali. Mereka yang sudah
tua tidak mungkin lagi untuk turun tangan kembali. Seperti tokoh bundo
kanduang yang terkenal dahulunya anggota DPR RI yakni ibu Aisyah Amini. S.H
yang sudah berumur delapan puluh tujuh tahunan, dan ibu Azizah Hamka juga
anak dari Buya Hamka.
6) Menurut pandangan bapak apakah tugas-tugas wanita di Minang sebagai
orang yang dituakan yang memegang umban paruik?
Jawaban:
Perempuan yang dikenal sebagai bundo atau limpapeh rumah gadang,dia adalah
tonggak adat. Perempuan di Minang adalah cerminan adat sebagai mana juga
dikatakan wanita adalah tiang negara. Begitupun perempuan di Minangkabau.
Mereka punya kursi duduk sendiri yaitu berkaitan dengan memegang kekuasan
dalam rumah gadang beserta se isinya. Termasuk dalam hal harta pusako.
Wawancara
Tokoh adat : Pak Mafri
Pada tanggal : 20 April 2018
Tempat : Kediaman pak mafri
Pertanyaan :
1) Bagaimana menurut bapak pengertian harta pusako tinggi dan pusako
randah di Minangkabau?
Jawaban:
Jadi nan harta pusako itu yang diterima dari nenek, yang kita nikmati sampai saat
ini dan masih ada keberadaannya dilingkungan kaum. kalo pusaka rendah hasil
pencarian dari ayah dan ibu .
2) Apakah harta pusako di Minangkabau bisa di bagi berdasrkan hukum
islam ?
Harta yang dibagi menurut islam adalah harta pusako rendah itu kalo mau dibagi,
kalaupun tidak dibagi tidak menjadi masalah, Namun, untuk harta pusako tinggi
tidak dibagi-bagi seperti harta pusako rendah. Kalaupun tidak mau dibagi namun
dikola seacara bersama-sama itu juga dibolehkan. Jika ingin dibagi maka bagilah
secara hukum islam karena hukum islam itu adalah hukum yang paling adil.
3) Kepada siapa saja yang berhak menerima harta pusako tinggi di
Minangkabau khususnya di Wilayah Pariaman?
Harta pusako ini diberikan kepada anak perempuan, lalu diturunkan lagi ke anak-
anaknya. Pusaka tinggi itu oleh orang minang itu tidak boleh dijual, kecuali boleh
digadaikan asalkan ada 3 hal : (a) rumah gadang ketirisan, (b) perempuan yang
belum menikah bisa dikategorikan perempuan janda yang belum menikah karena
takut terjadinya fitnah, begitu gadis yang sudah tua tapi belum menikah. Mayat
terbujut diatas rumah. Namun, dalam hal ini bisa dilakukan jika dalam keadaan
darurat dan mendesak.
4) Untuk apa saja harta pusako tinggi digunakan selain untuk memenuhi
kebutuhan hidup?
Penggunaan harta pusako ini jika digadaikan dahulunya banyak para mamak-
mamak yang ingin menggadaikan harta pusako tinggi untuk keperluan biaya
baralek, kalo dipariaman dipakai untuk mambayia uang jemputan. Jika para
mamak-mamak ini menggadaikan maka ia akan mendapatkan bagian masing-
masing dari beberapa harta yang digadaikan.
5) Kepada siapa saja Penguasaan dan kepemilikannya harta pusako ini di
berikan pak?
Kalau kepemilikan adalah milik bersama, mamak mempunyai otoritas dalam
penguasaan namun tetap diberikan kepada perempuan dan siapa saja boleh
menggarapnya. Orang yang dituakan ini adalah mamak dalam kaum yang disebut
dengan Tungganai yang ditunjuk melalui musyawarah.
Wawancara
mamak adat : Pak Zul
pada Tanggal : 2 Maret 2018
Tempat : di Basung
1) Bagaimana sistem pembagian waris penerapannya di Wilayah Pariaman
pak?
Jawaban:
Sistem yang digunakan dalam pembagian waris yang dipakai adalah sistem adat
Minang yang berlaku sejak dahulunya, yakni menggunakan dari garis keturunan
ibu (matrilineal).
2) Apakah semua harta pusako bisa dibagi-bagi ?
Harta yang dibagi-bagi untuk di dikuasai kepemilikannya dalah harta pusako
rendah yakni harta yang hanya didapat dari satu keturunan saja, yakni pemberian
harta dari ayah dan ibu kepada anaknya. Jika harta yang dirurunkan hanya dipakai
kemanfaatannya saja maka itulah yang disebut dengan harta pusako tinggi.
3) Apa saja peran mamak adat di Minang terhadap sangketa-sangketa
waris?
Mamak di Minangkabau adalah sebagai pengadilan bagi keluarga kaumnya,
mamak sangat berperan penting dalam pembuat keputusan apapun itu. Karena
sistem yang digunakan datuk Perpatih nan Sabatang adalah Musyawarah. Bulek
aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat, jika ada perselisihan maka
berkkumpulah mamak-mamak tungganai, jika tidak diselesaikan maka dipanggil
mamak adat. Jika mamak adat tidak menyelesaikan maka di bawa ke
Datuk/Penghulu.
4) Bolehkan laki-laki ikut campur dalam penggarapan harta pusako tinggi?
Laki-laki adalah orang yang bertaggung jawab terhadap harta pusaka, laki-laki
tidak boleh sepenuhnya menngarap tanah pusaka apalagi dibawa kerumah anak
istri. Kecuali perempuan dia berhak mananami, memanen dan memakanya untuk
biaya keperluan sehari-hari. Karena perempuan haknya sangat dilindungi.
5) Bagaimana perempuan sebagai ahli waris di Minaangkabau
perempuan yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dia menghasilkan uang dari
usaha-usaha yang dia lakukan dari harta pusako tinggi tersebut. Beda dengan laki-
laki dia berusaha sendiri untuk mendapatkan pangan, sandang, papan. Maka dari
itu banyak laki-laki yang merantau bekerja keras untuk menghidupi anak istrinya
dirumah, dari situlah lahir tradisi Marantau.
Wawancara
Kepada : Walinagari
Bapak : pak oyon
Tempat : di kantor walinagari
Pertanyaan :
1) Bagaimana menurut bapak pewarisan harta pusako di Minang?
Jawaban:
Pewarisan harta pusako di Minangkabau diwarisi berdasarkan pada garis ke
ibuan. Dengan ini perempuan mempunyai banyak kedudukan selain bertugas
sebagai ibu yang mengurus anaknya mereka juga mengurus dan menjaga umban
ba untuak.
2) Bagaimana cara praktek pewarisan harta pusako di Minangkabau
terkhusus di Pariaman ini?
Jawaban :
Dalam pembagian harta yang namanya harta pusako di Minangkabau, adalah
dengan bermusyawarah dan dipimpin oleh seorang mamak tungganai dan
mamak adat. Setelah meninggalnya se pewaris beberapa hari selesai acara
yang terkait penyelenggaraan jenaza sampai dilaksaakannya menujuh hari dan
meratus hari disitulah berkumpul semua anggota kelaurga,mamak kamanakan,
untuk menentukan bagian-bagian masing.termasuk penyampaian amanat (
wasiat) sipewaris.
3) Apakah sistem pewarisan adat Minangkabau ini selaras dengan hukum
islam dengan cara pembagiannya?
Jawaban :
Hukum adat kita adalah hukum musyawarah bukan demokrasi. jika dibagipun
dengan hukum islam maka adatpun tidak melaraag begitupun sebaliknya jika
dilakukan dengan muafakat maka islam pun tidak melarang. Karena di minag
yang namanya harta pusako tinggi tidak bisa dibagi maka hanya ada hak
pakai, dan itu juga diatur pemakaiannya oleh mamak.
4) Kemanfaatan harta pusako apakah hanya boleh bagi pihak perempuan
saja?
Jawaban:
Semua kerabat waris yang termasuk hubungan setali darah dengannya dari
anak ke cucu berhak memakainya. Namun hanya saja perempuan boleh
memakai, menghuni untuk kebutuhan keluarga mereka termasuk biaya untuk
anak-anaknya. Kalau laki-laki tidak boleh membawa hasil dari harta pusako
tinggi ke rumah anak istrinya, terkecuali itu suruhan terhadap sanak keluarga
dikarenakan laki-laki tersebut termasuk orang yang tidak mampu dari segi
materi sehingga untuk makan keluarganya susah didapatkan.
Wawancra
Kepada : Ahli waris
Bapak : Bu Masni
Tempat : di kediaman
Pada Tanggal : 26 Februari 2018
Pada Pukul :14.00 WIB
Pertanyaaan:
1. Bagaimana Mana Praktek Pembagian Waris Di Wilayah Pariaman Itu Sendiri?
Jawaban:
Bahwa praktik pwmbagian waris waris selama ini adalah menggunakan asas matrilineal , yakni
waris ini diturunkan kepada garis keturuann ibu lalu ibu menurunkan kepada anak prempuannnya
dan seterusnya
2. Adakah Perselisihan Yang Terjadi Dalam Pembagian Harta Pusako Tinggi ?
Jawaban:
Hampir tidak ada, ada pun itu hanya terjadi tidak terlalu besar dan cukup diselesaikan oleh
mamak-mamak
3. Apakah Pendapat Ibu Tentang Pembagian Warisan Berdasrkan Kan Garis Keturunan
Ibu?
Jawaban :
Iya karena itu sudah merupakan adat istiadat yang sudah turun menurun jadi boleh-boleh saja
4. Bolehkan Laki-Laki Mendapatkan Bagian Waris?
Jawaban :
Kalo tidak ada anak perempuan dirumah itu dan kemenakan perempuannya, maka boleh
5. Siapa Yang Berkuasa Terhadap Waris Di Minangkabau Menurut Ibu?
Jawaban:kedua nya mempuanyai kekuasaan, kekuasaan dalam menjaga adalah mamak.
Kekuasaan memiliki adalah padusi nan tuo(bundo kanduang)