pelaksanaan dua sistem kewarisan p ada masyarakat …

32
PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU t Yelia Nathassa Winstar Abstrak This article elaborates regarding reflection oj Islamic impact through th eir inheritance systems. The ultimate impacts do embark on diverse dual system that based on the kind oj theirs heritage levels. They are matrilineal collective that applied to harta pusaka tinggi and bilateral individual to harIa pusaka rendah. On the writer sights this condition does any harmony and no controversy between Islamic and adat. Islamic law system had been complementary Junctions and more refining the adat law systems. Kata kunci: Sitem Kewarisan, Adat, masyarakat adat Minangkabau I. Pendahuluan Indonesia memiliki berbagai macam suku bangs a dengan ke khasan adat istiadatnya. Salah satunya adalah adat istiadat suku bangsa Minangkabau yang kini secara praktis administratif mendiami daerah Sumatera Barat. Etnis Minangkabau adalah suatu etnis yang unik, yang sangat menarik untuk diteliti, mulai dari budaya merantau hingga sistem kekeluargaannya yaitu menganut sistem kekeluargaan Matrilinial yang murni yang menjadi ciri khas kebudayaan Minangkabau ini dan merupakan satu- satunya masyarakat adat yang menganut sistem kekeluargaan terse but di Indonesia. Idrus Hakimy, seorang tokoh adat Minangkabau menyatakan bahwa adat Minangkabau itu adalah suatu ajaran yang dituangkan dalam bentuk petatah petitih atau dengan kata lain norma-normanya dinyatakan dalam arti kiasan yang sangat dalam, dengan suatu ajaran dasar Alam takambang menjadi guru (belajar kepada alam).2 Petatah petitih merupakan dasar hukum adat Minangkabau dalam mengambil segala tindakan yang akan dilakukan, I Tulisan ini sudah diajukan untuk ujian thesis guna memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2 H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu, (a) "Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau", (Bandung: Remaja Rosda Karya, ) 997).

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU t

Yelia Nathassa Winstar

Abstrak

This article elaborates regarding reflection oj Islamic impact through their inheritance systems. The ultimate impacts do embark on diverse dual system that based on the kind oj theirs heritage levels. They are matrilineal collective that applied to harta pusaka tinggi and bilateral individual to harIa pusaka rendah. On the writer sights this condition does any harmony and no controversy between Islamic and adat. Islamic law system had been complementary Junctions and more refining the adat law systems.

Kata kunci: Sitem Kewarisan, Adat, masyarakat adat Minangkabau

I. Pendahuluan

Indonesia memiliki berbagai macam suku bangs a dengan ke khasan adat istiadatnya. Salah satunya adalah adat istiadat suku bangsa Minangkabau yang kini secara praktis administratif mendiami daerah Sumatera Barat. Etnis Minangkabau adalah suatu etnis yang unik, yang sangat menarik untuk diteliti , mulai dari budaya merantau hingga sistem kekeluargaannya yaitu menganut sistem kekeluargaan Matrilinial yang murni yang menjadi ciri khas kebudayaan Minangkabau ini dan merupakan satu­satunya masyarakat adat yang menganut sistem kekeluargaan terse but di Indonesia.

Idrus Hakimy, seorang tokoh adat Minangkabau menyatakan bahwa adat Minangkabau itu adalah suatu ajaran yang dituangkan dalam bentuk petatah petitih atau dengan kata lain norma-normanya dinyatakan dalam arti kiasan yang sangat dalam, dengan suatu ajaran dasar Alam takambang menjadi guru (belajar kepada alam).2 Petatah petitih merupakan dasar hukum adat Minangkabau dalam mengambil segala tindakan yang akan dilakukan,

I Tulisan ini sudah diajukan untuk ujian thesis guna memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

2 H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu, (a) "Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau", (Bandung: Remaja Rosda Karya, ) 997).

Page 2: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

J 55 JurnaJ Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-3 7 No.2 April-Juni 2007

mencakup segala aspek kehidupan bermasyarakat di Minangkabau seperti politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamananJ

• Seperti hal-nya sifat dasar hukum adat yaitu sebagai hukum yang tidak tertulis, clemikian pula falsafah "alam takambang menjadi guru" ini yang juga tidak lerlulis namun terurai dalam suatu pepatah adat yang berbunyi :

Panakiak pisau sirawik, ambiak galah batang lintabuang, sitodang ambiak ka niru, Nan satitiakjadikan lawik, nan sakapa jadikan gunuang, alam takambangjadi guru. Yang artinya:

(Penakik pisau siraut, Ambit galah batang lintabuang, Sitodang ambit ke niru. Yang setitik jadikan laut, Yang sekepal jadikan gunung Alam terkembangjadikan guruj.4

Dari kiasan terse but kita bisa pahami bahwa orang Minangkabau mengambil pelajaran dari ketentuan-ketentuan alam untuk mengatur kehidupannya.

Masuknya agama Islam pada masyarakat adat Minangkabau, tahap demi tahap memberi pengaruh yang besar pada adat istiadat Minangkabau . Puncak dari pengaruh masuknya Islam adalah dirubahnya falsafah adat sebanyak 4 kali yang pada awalnya berfalsafah Alam takambang menjadi guru hingga berubah terakhir kali menjadi Adat besandi syara ', syara ' besandi Kitabullah. Perubahan-perubahan yang terjadi sebanyak 4 kali terse but adalah dalam rangka penyesuaian antara adat dengan agama Islam yang masuk hingga menjadi satu satunya agama yang diakui oleh masyarakat Minangkabau hingga saat ini. Perbenturan yang berarti antara adat dengan Is lam pada awal penyiarannya adalah dalam bidang sosial, khususnya yang menyangkut sistem kekerabatan yang menentukan bentuk perkawinan dan pergaulan.5 Dalam perkawinan masyarakat Minangkabau dikenal prinsip/asas

j H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu, (b) "Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau ", (Bandung: CV. Remaja Karya, 1988), hal. xv.

4 Ibid. , (b). hal. 22.

Page 3: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Adat Masyarakat Adat Minangkabau 156

eksogami, yaitll prinsip perkawinan melarang perkawinan antara laki laki dan perempllan yang se-klan,6 dan bentuk perkawinannya adalah perkawinan sumando yang artinya bahwa pihak istri tidak memiliki kewajiban untuk mengikllti suami.

Dengan adanya perubahan falsafah adat Minangkabau, menyebabkan terjadinya perubahan pada pola-pola pergauJan dalam perkawinannya yang berbentuk sumando ini disesuaikan kepada ajaran islam dimana kemudian perubahan pola pergaulan dalam perkawinan mengakibatkan terjadinya evolusi dalam hukum waris adat Minangakabau.

Kenyataan ini lah yang memunculkan teori bahwa sebenarnya masyarakat Adat Minangkabau seteJah masuknya agama islam hingga saat ini tidak hanya menerapkan satu sistem kewarisan saja seperti selama ini di kenaI, tetapi terdapat dualisme Sistem Kewarisan dalam pelaksanaan warisnya yaitu;

1. Sistem Kewarisan Kolektif-Matrilinial yang diberlakukan pada Harta Pusaka Tinggi; dan,

2. Sistem Kewarisan Individual-Bilateral yang diberlakukan pada Harta Pusaka Rendah.

A. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

I. Bagaimana pengaruh masuknya Islam terhadap sistem kewarisan Minangkabau?

2. Bagaimana pelaksanaan dua sistem kewarisan pada masyarakat adat Minangkabau?

3. Bagaimana perkembangan sistem kewarisan ad at Minangkabau di masa yang akan datang?

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan diterapkan adalah penelitian kepustakaan yang normatif. Metode penelitian kepustakaan adalah

5 Sidi Gazalba, Konflik Penyesuaian Antara Adat. Agarna Dan Pengaruh Barat, Makalah disampaikan pada Seminar Islam di Mingkabau, Minang Permai, Padang,1969).

6 Hazairin, (a) "Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur'an dan Hadith", (Jakarta: Tintamas, 1982), hal. 16.

Page 4: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

157 Jurnal Hukum dan Pembangunan Ta/nm Ke-37 No.2 April-Juni 2007

penelitian yang mengacu pada nonna-norma hukum dan putusan pengadilan. Metode penelitian ini dikenal sebagai penelitian doktrinal yang dalam hal ini merujuk baik pad a hukum positif di dalam Putusan Makamah Agung, serta pendapat-pendapat para ahli (doktrin).

Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif, ini didasarkan pada berbagai alasan sebagai berikut: Pertama, anal isis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan yang dinamis antara teori, konsep dan data yang merupakan umpan batik atau modifikasi yang tepat dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan. Kedua, data yang dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, serta tidak mudah untuk di kuantifisir. Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral. Hal ini menunjukkan adanya keanekaragaman data serta memerlukan informasi yang mendalam.

Penelitian deskriptif ini merupakan suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan mengenai dua sistem kewarisan pada masyarakat ad at Minangkabau dan pelaksanaanya pada kenyataannya dan sistem kewarisan pada masyarakat ad at Minangkabau terse but di masa yang akan datang.

Dalam penelitian ini disajikan data sekunder dimana data tersebut diperoleh dari kepustakaan dengan menganalisis data sekunder hingga mendapat suatu kesimpulan yang utuh dengan hasilnya akan bersifat deskriptif prespektif analitis.

II. Sistem Kekerabatan Minangkabau

Dt. Perpatih nan Sebatang dan Dt. Ketemanggungan sebagai pendiri adat Minangkabau menyusun masyarakatnya menurut garis keturunan Ibu atau lebih dikenal dengan sistem kekeluarkaan Matrilinial. Matrilinial berasal dari kata-kata Matriarkat artinya adalah ibu yang berkuasa. Tetapi pengertian ini sudah tidak dipakai lagi karena sistem ibu yang berkuasa sudah tidak ada.7 Yang ada hanyalah kelompok masyarakat yang menganut prinsip Matirilinial, Yaitu dalam menarik garis keturunannya seseorang menghubungkan diri pada ibu. Pengertian keluarga menurut sistem

7 Amir M.S., "Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang". (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001), hal. 22.

Page 5: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan DUG Sistem Kewarisan Adat Masyarakat Adat Minangkabau 158

Matrilinial, terbatas pada ibu, anak-anaknya dan anak dari anak perempuannya8 yang keseluruhannya berada dalam suatu lingkungan tempat tinggal dalam satu rumah gadang. Oleh karenanya masyarakat Minangkabau tersebut berbentuk suatu organisasi yang berada dalam satu istilah bernama pa/'uik. Penyusunan menurut sistem garis keturunan ibu (Matrilinial) ini di mu)ai dari lingkungan yang kecil dari keluarga yaitu separuik sampai kepada lingkungan yang lebih besar seperti nagarP

Kaum ibu pada Masyarakat Minangkabau sangat dihormati. Ibu yang disebut dengan bundo kanduang adalah sebagai am ban paruik (bendaharawan) yang tugasnya adalah memegang peran sentral dalam pendidikan, pengamanan, kekayaan dan kesejahteraan keluarga. Namun peran laki-Iaki tidak dikesampingkan. Laki laki yang sering disebut mamak berkuasa keluar mewakili kaumnya dan mewarisi harta immateril yaitu berupa gelar atau sak. Segala keputusan mengenai apapun terhadap harta pus aka harus pula melalui persetujuan Mamak sebagai kepala waris.

III. Tinjauan Mengenai Perkawinan Di Minangkabau

Ada tiga bentuk perkawinan pada masyarakat adat diantaranya yaitu:

1. Kawin jujur; 2. Kawin sumando; 3. Kawin bebas.

Masyarakat Minangkabau menjalankan bent uk perkawinan sumando. Bentuk perkawinan sumando adalah bentuk perkawinan tanpa pembayaran jujur dari pihak pria kepada pihak wanita. Bagi keluarga istri, suami merupakan orang datang kerumah istrinya. Oleh karena itulah perkawinan masyarakat adat Minangkabau itu bersifat matrilokal yaitu lstri tidak ikut ke rumah suami dan tidak pula masuk sebagai anggota keluarga dalam keluarga suaminya namun si suamilah yang akan berdiam di rumah si istri. Pegertian "berdiam di rumah istri" di dalam perkawinan sumando, sebenarnya suami tidak menetap di rumah istrinya tapi ia tetap menetap di rumah keluarga asalnya (keluarga paruiknya sendiri). Hanya saja setiap malam ia akan datang kerumah istrinya dan akan pulang di pagi hari.

g Hazairin, (b) "Hendak Kemana Hukum Islam", (Jakarta: Tintamas, 1976), hal. 6.

9 Hakimy, Op. Cit., hal. xiv.

Page 6: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

159 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

Pada perkawinan adat Minangkabau ada syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang paling utama adalah perkawinan tersebut harus dilakukan berdasarkan prinsip eksogami. Perkawinan eksogami yaitu pnnslp perkawinan melarang perkawinan antara laki laki dan perempllan yang se­klan. 'o

Ini berarti bahwa seseorang Minangkabau dilarang kawin dengan seseorang yang berasal dari suku yang serumpun. Suku serum pun disini di maksudkan adalah serumpun menurut garis ibu, hingga eksogami pada masyarakat Minangkabau di sebut eksogami matrilokal atau eksogami Matrilinial. " Akan tetapi pengertian serumpun, berbeda pada tiap-tiap daerah di Minangkabau. Apakah serumpun itu sarna dengan semande, saparuik, sejurai, sesuku atau sesudut, semua tergantung pada suku tersebut. 12

Setiap perkawinan yang terjadi dalam adat Minangkabau tidak memisahkan istri maupun suami dari lingkungan paruiknya (asalnya). Disini berarti bahwa antara suami, istri dan anak tidak ada kehidupan bersama seperti keluarga pada umumnya. Anak yang dilahirkan dari perkawinan eksogami matrilinial akan langsung masuk kedalam suku ibu dan akan dipelihara oleh ibu serta keluarga ibunya. Keberadaan suami dalam keluarga istri hanyalah sebagai orang yang memberikan keturunan untuk mengembangkan jiwa dalam keluarga istrinya. Hal tersebutlah yang sangat mempegarllhi kewarisan masyarakat Minangkabau, namun setelah masllknya Islam, pola pergaulan antara suami istri dan anak di atas berubah sam a sekali.

IV. Kewarisan Adat Minangkabau

Hazairin berpendapat bahwa hukum warisan itu mencerminkan suatu sistem kekeluargaan, dimana berlaku sistem keturunan yang Patrilineal at au Matrilinial atau Bilateral. Kekeluargaan ditumbulkan pad a prinsipnya karen a perkawinan. Untuk mempertahankan bentuk masyarakat yang Patrilineal atau Matrilinial ialah maka bentuk perkawinan antara laki-Iaki dengan perempuan haruslah perkawinan se- klan.13 Dengan kata lain bentuk perkawinan dan

10 Hazairin, (a), Op. Cit., hal. 12.

"Amir M.S., Op. Cit., hal. 24.

12 Ibid.

13 Hazairin,(a) Op. Cit., hal. 15.

Page 7: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sis/em Kewarisan Adat Masyarakat Adat Minangkabau 160

sistem masyarakat, akan menentukan sistem kewarisan masyarakat adat tersebut.

Masyarakat adat Minangkabau memiliki asas-asas hukum waris yang bersandar pad a sistem kemasyarakatatmya dan bentuk perkawinannya.

Asas-asas hukum waris Minangkabau tersebut adalah:

1. Asas Unilateral

Artinya, hak mewarisnya di dasarkan hanya pada satu garis kekeluargaan yaitu garis ibu (Matrilinial)14 dan harta warisnya adalah harta pusaka yang diturunkan dari nenek moyang melalui garis ibu, diteruskan kepada anak cucu melalui anak perempuan.

2. Asas Kolektif

Asas kolektif berarti bahwa harta pus aka tersebut diwarisi bersama-sama oleh para ahli waris dan tidak dapat di bagi-bagi kepemilikannya kepada masing-masing ahli waris. Yang dapat dibagikan hanyalah hak penggunaannya.

3. Asas Keutamaan

Asas keutamaan atau garis pokok keutamaan ialah suatu garis yang menentukan lapisan keutamaan antara golongan-golongan dalam keluarga si pewaris, artinya bahwa akan ada golongan yang satu lebih di utamakan dari golongan yang lainnya. Akibatnya adalah sesuatu golongan belum boleh dimasukkan dalam perhitungan jika masih ada golongan yang lebih utama. 15 Dalam hukum waris Minangkabau terdapat asas keutamaan atau garis pokok keutamaan yang mempunyai bentuk tersendiri. Mengenai asas keutamaan ini selanjutnya akan di bahas pada penggolongan ahli waris.

Dari asas-asas diatas maka terlihat bahwa sistem kewarisan yang di pakai oleh adat Minangkabau adalah sistem kewarisan KolektifMatrilinial, yang artinya harta pusaka peninggalan para pewaris tidak dapat dibagi­bagikan, yang dapat dibagikan hanyalah hak penggunaannya kepada para ahli waris yang berhak yaitu ahli waris yang ditentukan berdasarkan sistem Matrilinial adalah pihak perempuan. Kepemilikan secara kolektif ini akan menyebabkan kematian seorang anggota keluarga dalam rumah tidak berpengaruh terhadap sifat kekolektifan harta pusaka itu. Begitu pula

14 Syarifuddin, Op. Cit., hal. 231.

15 Hazairin, Op. Cit., hal. 20.

Page 8: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

161 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

sebaliknya, terjadinya kelahiran dalam rumah juga tidak berpengaruh terhadap hak bersama harta itu, sebagaimana disebut dalam pepatah masuk tidak menggenapkan keluar tidak mengganjilkan artinya pribadi- pribadi di dalam rumah tidak menjadi pertimbangan.16

V. Pengaruh Masuknya Islam Terhadap Sistem Kewarisan Minangkabau

Pada tahun 1285-1522, agama Islam Mahzab Syafei sudah mulai dan berkembang di Minangkabau Timur setelah daerah itu tahluk dibawah kekeuasaan kerajaan Samudra Pasai. Akan tetapi pengislaman besar-besaran dan terencana terjadi setelah kota-kota di pesisir Minangkabau berada dibawah pengaruh Aceh.17

Sejak masuknya Islam, tahap demi tahap Islam sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Minangkabau. Penerimaan agama Islam di masyarakat adat Minangkabau tidak terlalu sulit karena terdapat kesamaan antara ajaran adat dan agama Islam mengenai ajaran alam takambang menjadi guru. Adat menyuruh masyarakatnya untuk menjadikan alam sebagai guru dan demikian juga hal-nya dengan Islam yang memerintahkan umatnya untuk mempelajari alam raya ini, sebagaimanaa di perintahkan dalam AI-qur'an yang dapat dilihat dari makna surah Ali Imran ayat 190, surah Ar Ra 'd ayat 3.

Penerimaan hukum Islam menjadi sumber dasar bagi ad at, berdasarkan pula atas kesadaran masyarakat Islam Minangkabau bahwa sifat dari hukum Islam itu adalah suatu keharusan (compulsory), yang berarti bahwa hukum Islam itu wajib dilaksanakan oleh seluruh umat muslim. Bagi umat muslim tidak diberikan pilihan untuk menggunakan hukum Islam atau tidak mempergunakan hukum Islam, hanya ada satu pilihan yaitu wajib melaksanakan hukum Islam.

Selarna proses penyesuaian adat dengan agama, Falsafah adat yang menjadi dasar hukum ad at Minangkabau mengalami perubahan beberapa kali . Falsafah awal yaitu alam takambang menjadi guru berubah menjadi adat basandi alue jo patuik, alue jo patuik basandi kabenaran, kabanaran tagak sandirinyo. Artinya adat itu harus berdasarkan pad a alur dan kepatutan,

16 Amir Syarifuddin, "Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Di Lingkungan Adat Minangkabau", (Jakarta: Gunung Agung. 1984). hal. 234 .

17 Amir.M.S, Op. Cil. , hal. 120.

Page 9: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Adat Masyarakat Adat Minangkabau 162

kepatutan berdasarkan pada kebenaran, dan kebenaran akan tegak sendirinya. Namun berangkat dari kesadaran bahwa kebenaran hakiki hanya terJetak pada ajaran Allah yaitu ajaran agama Islam, maka falsafah itu kemudian berubah menjadi adat besandi syara', syara' besandi adat (adat berdasarkan agama, agama berdasarkan adat).

Pada tahun 1803 agama Islam semakin kuat dianut oleh masyarakat adat melahirkan ulama ulama yang memiliki pemahaman yang tinggi terhadap agama. Penyesuaian adat terhadap agama yang dilakukan oleh ulama-ulama muda dari gologan sunnah yang terkenal keras semakin gencar dilakukan. Mereka menentang ulama dari golongan syi'ah yang mereka anggap tidak mampu membersihkan masyarakat dari kebiasaan-kebiasaan yang melanggar agama. Hal ini meyebabkan terjadinya terjadinya perang Paderi di tahun 1821 - 1838. Puncak dari perang Paderi itu adalah tercapainya suatu kesepahaman antara kedua kubu yang bertikai yaitu mengganti falsafah adat dari adat basandi syara', syara' basandi adat menjadi Adat basandi syara', syara ' basandi Kitabullah. Falsafalf ini lah yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau sebagai dasar , hukumnya sampai saat ini.

Karena hukum warisan ditentukan oleh struktur masyarakat dan hukum perorangan ditentukan oleh hukum perkawinan, maka hukum warisan di Minangkabau turut dari corak perkawinan di Minangkabau 1B

, oleh sebab itu ketika perubahan bentuk pergaulan dalam perkawinan sumando terjadi yang diakibatkan oleh penyesuaian adat pada agama Islam tersebut, maka perubahan itu juga turut pula mempengaruhi sistem kewarisan masyarakat

, adat itu. Pada sistem kewarisan kolektif Matirilineal, apabila seorang laki-laki

meninggal dunia, maka yang menjadi ahli warisnya adalah kemenakannya. Istri dan anak bukanlah sebagai ahli warisnya. Hal ini berbeda dengan ajaran Islam dimana anak dan janda merupakan ahli waris dari seorang suami (ayah), Sebagaimana dinyatakan dalam surah An-Nisa' ayat 11 dan An- Nisa' ayat 12, yang berbunyi:

1. Surah An Nisa' ayat 11 "Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pus aka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sam a dengan bahagian dua orang anak perempuan; ...... "(QS. 4: 11).

18 Iskandar Kemal, "Beberapa Studi Tentang Minangkabau (Kumpulan Karangan)", (Padang: Fakultas Hukum dan Pengetahuan Universitas Andalas, 1971), hal. 9.

Page 10: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Adat Masyaralcat Adat Minangkabau 164

muda yang datang sebagai utusan dari seluruh alam Minangkabau, pada tanggal 2-4 Mei 1952 di Bukittinggi. Pertemuan itu menghasilkan keputusan sebagai berikut bahwa:

1. Harta Pusaka Tinggi, yaitu harta yang diperoleh secara turun temurun, diwariskan berdasarkan adat (hukum Adat).

2. Harta pencaharian yang menurut adat bernama Harta Pusaka Rendah diturunkan menurut Syara'20 (hukum Islam).

Menurut Amir Syarifuddin dalam bukunya; Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Di Lingkungan Adat Minangkabau, menyatakan bahwa karena kesepakatan itu diambil oleh utusan yang mewakili seluruh lapisan masyarakat adat Minangkabau maka keputusan itu dapat di tempatkan sebagai adat yang diadatkan yang menduduki kedudukan tinggi dalam tingkatan adat Minangkabau21

, akan tetapi karena sifat dari adat yang diadatkan tersebut adalah berlaku untuk satu nagari dan tidak dapat dipaksakan terhadap nagari lain22

, maka penulis merasa lebih tepat untuk mengatakan bahwa keputusan dari orang empat jinih tersebut sebagai peraturan adat sebana adat (adat sebenarnya adat) yang menduduki tempat tertinggi dalam tingkatan adat, karena keputusan tersebut berlaku untuk seluruh masyarakat Minangkabau dan merupakan realisasi dari diterimanya falsafah ada! besandi syara', syara' besandi kitabullah yang berada dalam tingkatan adat sabana adat.

Keputusan Orang empat Jinih ini diperkuat dengan Keputusan Mahkamah Agung tanggal 12 Februari 1969 No. 39/K/sipIl968. Dalam Keputusan ini, Mahkamah Agung telah memberikan kekuatan hukum atas kedudukan anak dan istri pewaris terhadap harta pencaharian pewaris. Ini berarti bahwa Mahkamah Agung telah menguatkan keputusan orang empat jinih dengan menggunkannya sebagai landasan hukum.

Ditandai dengan keputusan orang empat jinih dan keputusan Mahkamah Agung maka terjadilah evolusi pada lingkungan hukum waris di Minangkabau serta dapat di pastikan bahwa agama Islam pada dasarnya tidak bertentangan dengan adat, tetapi Islam memperkaya adat Minangkabau.

hal. 7. 20 Hamka, "Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi", (Jakarta: Firma Tekad, 1963),

21 Syarifuddin, Op. Cit., hal. 289.

22 Amir M.S., Op. Cit., hal. 76-77.

Page 11: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

165 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

VI. Sistem Kewarisan Islam adalah Sistem Kewarisan Individual Bilateral

Hukum kewarisan Islam telah mengatur sedemikian rupa tentang orang-orang yang berhak mewaris, perbandingan perolehan, besarnya perolehan masing-masing (faraid) dan adanya jaminan bagi Dzul-Jaraid dalam keadaan bagaimanapunjuga untuk mewaris.23

Aturan mengenai pewarisan itu tersebar dalam ayat al-Qur'an terdapat dalam surah AI-Baqarah ayat 180,233,240 (II: 180,233,240); An-Nisa' ayat 7,8,11,12,32,33 dan 176 (IV:7,8,11,12,32,33,176); AI-Ahzab ayat 4,5 (XXXIII:4,5) dan selebihnya diatur dalam Hadist dan Ijtihad.24

Sebelum diturunkannya wahyu Allah ini, pewarisan pada masyarakat Arab mengikuti hukum adatnya yang menganut sistem kewarisan Patrilineal sesuai dengan sistem kekeluargaannya. Akan tetapi meskipun AI-qur' an turun di tanah Arab, al-Qur'an bukanlah menganut sistem kewarisan Patilineal melainkan Sistem Kewarisan Individual Bilateral.

Sistem kewarisan Individual Bilateral yang dianut oleh Islam, dapat dilihat dari asas-asas kewarisan Islam yaitu:

192.

I. Asas Bilateral

Ini berarti hukum kewarisan Islam menjalankan asas kewarisan bilateral yang artinya bahwa jalur pewarisan baik keatas ataupun ke bawah berlaku menurut garis keturunan laki-Iaki dan perempuan. Dengan kata lain laki-Iaki maupun perempuan sarna-sarna memiliki hak mewaris. Faktor perbedaan kelamin dalam hal ini tidak menentukan.25 Asas ini dapat di buktikan dari dari surah IV: 11 yang menjadikan semua anak baik anak Iaki laki maupun anak perempuan menjadi ahli waris bagi orang tuanya (ayah dan ibunya).26

2. Asas Individual

Asas Individual yang dianut oleh kewarisan Islam artinya bahwa harta peninggalan pewaris dapat dibagi-bagikan dan dapat dimiliki oleh para ahli waris secara perorangan. Hal ini berarti bahwa setiap

23 Tahir Azhary, " Bunga Rampai Hukum Islam", (Jakarta: IND-HILL-CO, 2003), hal.

24 Hazairin, Op. Cit., hal. 6-10.

25 Syarifuddin. Op. Cit .. hal. 307.

26 Hazairin, Op. Cit., hal. 14.

Page 12: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Adat Masyarakat Ada! Minangkabau /66

bagian dari harta peninggalan yang diperoleh oleh seorang ahli waris berstatus hak milik. Berbeda dengan kewarisan Minangkabau yang bersifat hak pakai. Penggunaan sistem kewarisan Individual oleh Islam ini dapat dibuktikan dari surat IV: 7 dan IV: 33 yang mengadung prinsip-prinsip sistem kewarisan yang individuil yaitu masing-masing ahli waris berhak atas suatu bagian yang pasti dan bagian-bagian itu wajib diberikan kepada mereka .

3. Asas Ijbari

Hukum kewarisan Islam menganut asas ijbari yang berarti bahwa segala sesuatu mengenai ahli waris dan kadar bagian masing-masing sudah ditentukan oleh Allah. Besarnya bagian masing masing ahli waris terdapat dalam surah IV: 11, 12, 176 yang menentukan bag ian­bagian untuk ahli waris.27

Asas-asas diatas menunjukkan bahwa sistem kewarisan Qur' an itu adalah sistem Kewarisan Individual bilateral. 28

VII. Pelaksanaan Sistern Kewarisan Kolektif Matrilinieal Dan Sis tern Kewarisan Individual Bilateral Pada Masyarakat Adat Minangkabau

Berdasarkan penjabaran diatas maka sudah dapat dipastikan bahwa setelah adanya keputusan orang empat jinih yang di perkuat oleh Keputusan

. Mahkamah Agung No. 39/K/sip/ I969, terjadi evolusi dalam hukum waris Minangkabau ini dimana terjadi dualisme dalam sistem kewarisannya yaitu menggunakan sistem kewarisan kolektif Matrilinial untuk Harta pusaka tinggi dan menggunakan sistem kewarisan individual bilateral untuk harta pus aka rendah.

Adapun seperti apa penggunaan dua sistem kekewarisan ini pada kewarisan adat Minangkabau dapat di jabarkan melalui penggolongan harta dan siapa saja yang berhak dari masing masingjenis harta tersebut.

27 Ibid., hal. 17-18.

28 Ibid.

Page 13: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

167 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahul1 Ke-37 No.2 April-Juni 2007

VIII. Penggolongan Harta Waris di Minangkabau.

Masyarakat Minangkabau adalah seperti suatu organisasi yang dikelola dengan suatu harta pusaka. Harta pusaka adalah unsur pokok dalam organisasi kekerabatan Matrilinial Minangkabau29

Harta dalam masyarakat Minangkabau terbagi atas dua yaitu:

aJ. Harta Pusaka Tinggi Terdiri dari 2 jenis harta yaitu pertama yaitu bend a berwujud yang di sebut pusako dan yang kedua adalah harta yang tidak berwujud (Immateril) disebut sako. Yang berasal dari nenek moyang (ninik). b). Harta pusaka rendah Adalah harta yang masih dapat diterangkan dengan mudah asal usulnya oleh ahli waris, dan pemakaiannya lebih be bas dari pada harta pusaka tinggi.

Ad. 1 Harta Pusaka Tinggi Harta yang di golongkan ke dalam harta pusaka tinggi apabila telah di wariskan turun temurun yang biasanya sudah melalui tiga generasi atau lebih.Harta pusaka tinggi adalah tanah garapan nenek moyang yang di wariskan secara turun temurun dari niniek (nenek moyang) ke mamak dan dari mamak turun kekemenakan dalam kaum tersebut. Sesungguhnya pengaturan lebih jelasnya adalah harta pusaka tinggi itu tidak diwariskan dari mamak ke kemenakan tapi dari Uo (nenek) kepada mande (ibu) dan dari mande (ibu) ke anak perempuannya. Sedangkan yang diwariskan dari mamak ke kemenakan itu adalah berupa hak untuk melakukan pengaturan atas pemakaian harta pus aka tinggi tersebut yang merupakan wewenang mamak sebagai kepala waris. Proses pemindahan kekuasaan hak untuk mengatur penggunaan harta pusaka ini dari mamak ke kemenakan ini dalam istilah adat disebut dengan Pusako Basalin. Bagi harta pusaka tinggi ini berlaku ketentuan adat yang berbunyi:

Tajua indak dimakan bali Tsando indak dimakan gadai.

Artinya Terjual tidak bisa dibeli

29 Kemal, Gp. Cit., hal. 155.

Page 14: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Adat Masyarakat Adat Minangkabau 168

Agunan tidak dapat digadai

Maksud dari pepatah ini adalah bahwa harta sllatll harta yang merupakan harta pusaka tinggi tidak dapat di perjual-belikan. Hak yang terdapat dalam harta pusaka tinggi bllkanlah hak milik, melainkan hak pakai. Syarat sllatu harta pus aka digolongkan sebagai harta pusaka tinggi adalah: a). Milik Kaum a). Diwarisi turun temurun b). Hasil garapan nenek moyang c). di kerjakan bersama-sama anggota kaum 30

Harta pusaka tinggi ini terdiri atas 2 yaitu : 1. Pusako kebesaran Atau yang disebut Sako, menurut pengertian adat Minangkabau adalah segala kekayaan asal yang tidak berwujud atau harta tua berupa hak atau kekayaan tanpa wujud (kekayaan Immateril)31 yang di sebut Sako yaitu berupa suatu Gelar. 2. Pusako harato Adalah segala kekayaan materil atau harta benda yang bagi masyarakat Minangkabau sangat berkaitan dengan hutan tanah yang merupakan jaminan hidup. Meskipun mamak kepala waris sebagai kepala satu kaum adalah yang berkewajiban mengurus dan mengawasi pembagian dan pemakaian harta pusaka tinggi, namun mamak bukanlah pemegang kekuasaan tertinggi. Kekuasaan tertinggi berada di dalam rapat kaum yang beranggotakan seluruh ahli waris baik laki-Iaki maupun perempuan yang sudah akhil balig dan menetap di kampung.

Ad 2. Harta pus aka rendah. Harta pusaka rendah merupakan harta yang masih jelas asal usulnya. Pemakainannya bersifat individual berbeda dengan harta

30 Mahkamah Agung, Penelitian Hukum Adat Tentang Warisan di Wilayah Pengadilan Tinggi Padang, hal. 36.

31 Amir M.S, Op. Cit., hal. 9.

Page 15: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

'69 Jurna/ Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 Apri/-Juni 2007

pusaka tinggi yang Komunal, hingga pemakaiannya lebih bebas tidak terlalu rumit. Yang termasuk dalam harta pus aka rendah adalah: a). Harta pencaharian b). Harta suarang c). Harta serikat

Ad.l. HarIa pencaharian Adalah segala harta benda yang diperoleh dengan usaha sendiri, atau di dapat melalui hibah atau dengan cara lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan harta pusaka tinggi. Harta pencaharian terbagi dua yaitu: a). Tembilang besi yaitu harta tanah yang di peroleh melalui hasil teruko artinya hasil dari menggarap tanah mati, misalnya membuat atau membuka sawah baru dari tanah ulayat kaum. Tanah dari perbuatan menaruko itu adalah hak orang yang menaruko yang dapat di manfaatkan oleh kelurganya. b). Tembilang emas (pencaharian) yaitu tanah yang diperoleh dengan cara membeli atau memegang gadai (pegang gadai) yang uang untuk memegang gadai atau membeli tersebut adalah hasi l dari usaha sendiri. Bila seseorang menebus harta kaum yang tergadai dengan uang hasil usahanya sendiri maka harta terse but tetap miliknya sampai kaum menebus kembali kepadanya.

Ad.2 Haria Suarang Adalah harta yang benar-benar diperoleh dari usaha bersama­sama suami dan istri. Timbulnya harta suarang ini setelah adanya bentuk perkawinan semendo bebas yaitu setelah terjadi kehidupan bersama antara suami dan istri. Krateria bersama-sama adalah benar-benar istri dan suami melakukan suatu usaha bersama. Apabila istri hanya tinggal dirumah dan melakukan pekerjaan rumah, maka tidak termasuk dalam krateria usaha bersama. Hingga harta yang diperoleh bukalah harIa suarang.

Ad 3. HarIa serikat Adalah harta yang diperoleh dengan cara berserikat dengan orang lain. Bentuk perserikatannya dapat berupa modal bersama atau yang satu pihak mengeluarkan modal dan yang pihak lain mengeluarkan jasa. Untuk harta berserikat dan bersuarang adat mengatur pembagiannya sebagai berikut:

Page 16: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Adat Masyarakat Adat Minangkabau J 70

"Bersuarang beragih Bersekutu berbelah "

Artinya bahwa bilamana harta itu berasal dari harta suarang, maka antara suami istri terse but dilakukan pembagian yang tidak ditentukan jumlahnya atau disebut berbagi. Tapi untuk harta dari berserikat harus dibagi dua an tara mereka yang berserikat.

IX. Abli Waris Dalam Harta Pusaka Tinggi dan Harta Pusaka Rendab

Ahli waris adalah orang yang berhak atas harta waris. Penentuan siapa yang berhak mewarisi harta warisan pada masyarakat adat Minangkabau ditentukan berdasarkan pengolongan harta waris itu apakah harta pusaka tinggi atau harta pusaka rendah.

A. Abli Waris pada Harta Pusaka Tinggi

Berdasarkan keputusan orang empatjinih dan di tegaskan kembal i oleh keputusan MA No.39/Klsip/ J969, maka harta pusaka tinggi, baik itu harta pusaka yang berbentuk sako ataupun pusako diwariskan berdasarkan ketentuan adat yaitu berdasarkan sistem kewarisan kolektif - Matirilinial.

Menurut adat dengan sistem kewarisan kolektif matirilinial, yang menjadi ahli waris terhadap harta pusaka tinggi adalah kemenakan. Ada bermacam macam kemenakan dalam adat Minangkabau yaitu :

1. kemenakana bertali darah, yaitu kemenakan kandung lazimnya disebut kemenakan dibawah dagu.

2. kemenakan bertali adat, adalah kemenakan sepesukuan tapi tidak se kaum dan tidak bertali darah, yang bernaung di bawah penghulu suku. Seringjuga di sebut kemenakan dibawah dada.

3. Kemenakan bertali budi, adalah seseorang yang datang dari tempat atau daerah lain yang diterima menjadi kemenakan dari penghulu suku. Seringjuga di sebut kemenakan dibawah perut

4. Kemenakan bertali emas, adalah kemenakan yang diperoleh dengan jalan memberikan sejumalah uang (emas) kepada keluarga yang melepaskan "kemenakan" tersebut. Seringnya disebut kemenakan di bawah perut.

Page 17: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

171 JlIrnal Hukum dan Pembangllnan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

Yang menjadi ahli waris terhadap harta pusaka tinggi adalah kemenakan bertali darah (kemenakan kandung). Namun bila kemenakan bertali darah tidak ada atau punah, maka yang mejadi ahli waris adalah kemanakan bertali adat. Demikian seterusnya sesuai dengan asas keutamaan

DaJam kelompok kemenakan bertali darah terdapat tingkatan­tingkatan sebagai berikut:32

1. waris yang setampok (seJebar telapak tangan) yaitu kemenakan kandung yaitu anak-anak dari perempuan yang seibu dengan mamak kepala waris.

2. waris yang sejengkal yaitu dunsanak ibu (saudara ibu) adalah anak anak dari perempuan yang ibu dari perempuan itu dengan ibu dari mamak kepala waris adalah se ibu.

3. waris yang sehasta yaitu dunsanak nenek adalah anak-anak dari perempuan yang dari perempuan itu dengan nenek dari mamak kepala waris adalah senenek.

4. waris yang sedepa adalah kemenakan dunsanak moyang yaitu anak dari perempuan dimana nenek dari perempuan itu dengan nenek adalah senenek.

Asas keutamaan juga berlaku pada kelompok kemenakan diatas. Apabila yang lebih berhak masih hidup maka yang di utamakan adalah yang paling berhak. Waris yang setampok adalah ahli waris yang menduduki kelompok keutamaan pertama, selama masih ada kemenakan ini yang lain (waris sejengkal, sehasta, sedepa) tidak dapat mewarisi. Begitu seterusnya.

Bila seluruhnya tidak ada maka yang si pewaris disebut mati punah. Dalam adat Minangkabau mati punah bila mana tidak ada lagi ahli waris perempuan. Bila terdapat kepunahan maka akan terjadi harta pllsaka gantung yang akan di tempatkan dibawah pengawasan suku dan nagari.

32 Syarifuddin, Gp. Cit .. hal. 235.

Page 18: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sis/em Kewarisan Ada/ Masyarakat Adat Minangkabau 172

Baik sako maupun pusako yang tergolong dalam harta pusaka tinggi akan di turunkan berdasarkan sis/em kewarisan kollektif Matrilinial yaitu harta pusaka tersebut tidak dapat dibagi kepemilikannya karena memiliki status hak pakai dan diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu.

B. Ahli Waris Terhadap Harta Pusaka Rendah.

Berdasarkan keputusan Orang empat jinih yang di kuatkan oJeh Keputusan MA No.39/K/sip/J 969 dikatakan bahwa harta pusaka rendah di turunkan berdasarkan syara'. Ini berarti harta pusaka rendah di turunkan berdasarkan hukum faraid yang menganut sistem

. kewarisan individual-bilateral.

1. Ahli waris terhadap harta pencaharian Seminar Hukum adat Minangkabau pada tang gal 21- 25 Juli 1968 di Padang yang dihadiri oleh cendikiawan yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Minangkabau mengeluarkan beberapa keputusan. diantaranya mengenai ahli waris terhadap harta pencaharian. Perihal pewarisan harta pencaharian ini termuat dalam Keputusan F po in ke 2 dari seminar itu yang menetapkan sebagai berikut:

• Poin Kedua I. harta pencaharian diwarisi oleh ahJi war is menurut

hukum taraid. II. yang dimaksud dengan harta pencaharian adalah

seperdua dari harta yang didapat seseorang selama perkawinannya ditambah dengan harta bawaan sendiri yang tidak ada sangkut pautnya dengan harta pusaka rendah orang tua dan pusaka tinggi

III. seseorang dibenarkan berwasiat baik kepada kemenakannya maupun kepada yang lainnya hanya sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta pencaharian.33

Harta pusaka rendah yang lain yaitu bagian orang tuanya atas harta serikat dan harta suarang yang akan mewarisi adalah anak-anak yang dapat mereka bagi diantara sesama.

Jl Ibid., hal. 239-290.

Page 19: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

173 Jurnai Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

AI-qur'an, Hadist dan Ijma' (ijthad) menjabarkan ada 23 orang­orang yang berhak menerima harta peninggalan yang di goIongkan menjadi ahli waris laki-Iaki dan ahli waris perempuan:

a). Ahli waris laki-Iaki: 1. Anak laki laki; 2. Cueu laki-Iaki; 3. Bapak; 4. Kakek laki-Iaki sekandung; 5. saudara Iaki-Iaki sekandung; 6. saudara Iaki-Iaki sebapak; 7. saudara laki-Iaki seibu; 8. anak laki-Iaki dari saudara laki-Iaki sekandung; 9. anak laki-Iaki dari saudara sebapak; 10. paman (saudara laki-Iaki bapak sekandung); 11. paman (saudara laki-Iaki bapak yang sebapak); 12. anak laki-Iaki dari paman sekandung dengan

ayah; 13. anak laki Iaki dari paman yang sebapak dengan

ayah; 14. suami;

b). Ahli waris perempuan: 1. Anak perempuan; 2. Cueu perempuan(anak perempuan dari anak

laki-Iaki); 3. Ibu; 4. Nenek (ibu dari ibu/bapak); 5. nenek (ibu dari ibu dan seterusnya keatas); 6. Saudara perempuan sekandung; 7. Saudara perempuan seibu; 8. Saudara perempuan sebapak; 9. Istri. 34

Apabila ahli waris tersebut selurunya ada, maka yang berhak memperoleh bagian dari harta peningalan hanya lima saja yaitu : 1. Suami atau Istri; 2. Ibu;

34 Hasniah Hasan, "Hukum Warisan Dalam Islam", (Jakarta: Gitamedia Press, 2004), hal. 20.

Page 20: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Ada! Masyarakat Adat Minangkabau 174

3. Bapak; 4. Anak Laki-Iaki; 5. Anak perempuan.35

Keseluruhan ahli waris diatas mendapatkan bagian yang besarnya telah di tentukan oleh AI-Qur'an. Dalam hukum faraid , ahli waris yang berhak mewaris juga berlandaskan pada asas keutamaan dan asas penggantian. Kelompok keutamaan lebih rendall akan tertutup atau terhijab oleh kelompok keutamaan lebih tinggi. Bagi mereka yang telah meninggal tersebih dabulu maka berlaku asas penggantian (mawali). Bagian-bagian ahli waris telah ditentukan oleh AI-qur'an dalam surat dalam surah IV: 11,12,176, hadist dan ijma.

c). Ahli waris harta serikat Harta serikat atau sekutu akan di warisi secara faraid dengan ketentuan bahwa harta terse but terlebih dahulu harus dilakukan pemurinian dari hak orang lain. Ada bermacam-macam kondisi harta peninggalan pada saat pewaris meninggal yang berkaitan dengan harta serikat yaitu, kondisi dimana harta peninggalan pewaris tersebut dahulu setengah modalnya berasal dari harta pusaka dan ada pula yang sepenuhnya berasal dari harta pusaka . Bila terjadi keadaan demikian maka bila seseorang meninggal dalam keadaan sedang mengusahakan tanah yang seluruhnya harta pusaka kaum, maka yang menjadi harta peninggalan dari si yang meninggal adalah hasil tanahnya. Hasil tanah itulah yang kemudian dapat di wariskan berdasarkan hukum faraid, sedangkan atas bendanya yaitu tanah kaum, harus di kembalikan kepada kaum sebagai pemilik modal. Apabila modal usaha berasal dari menggadaikan harta pusaka sepenuhnya maka, harta peninggalan tersebut harus dimurnikan dengan cara menggembalikan modal dalam bentuk mengganti harta pusaka yang terjual atau menebus harta yang digadaikan itu. Atau bila kesuksesan seseorang tersebut dari ilmu yang didapatnya, dimana dalam rangka memperoleh ilmu itu diusahakan dari harta pusaka, maka orang tersebut harus menyisihkan harta pencariannya dan memberikan secara hibah atau wasiat kepada kemenakan.

35 Ibid., hal. 22.

Page 21: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

175 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

Setelah hak orang lain di keluarkan dari harta peninggalan yang berasal dari serikat dengan cara pemurnian diatas maka sisa harta tersebut baru dapat di wariskan secara hukum faraidlHukum Islam.36

d). Ahli waris harta suarang Sarna halnya dengah harta serikat, harta suarang yang merupakan hasil dari usaha bersama-sama antara suami dan istri dalam mengusahakan tanah ulayat kaum, apabiJa terjadi perceraian baik karena cerai mati maupun cerai hidup, maka harus ada pemurnian harta peninggalan terse but dengan mengembalikan tanah yang diusahakan. Hasil dari tanah itulah yang dapat dijadikan harta peninggalan pewaris yang sarna derajatnya dengan harta pencaharian yang di wariskan kepada anak-anak sesuai hukum faraid. Hak-hak orang lain yang ada dalam harta harus di selesaikan dan dikembalikan pada waktu terjadinya peristiwa kematian. Hak hak orang lain tersebut harus di keluarkan dari kumpulan harta peninggalan seseorang. Bila hak orang lain dalam segala bentuknya telah dikelurkan, maka yang tertinggal itulah yang merupakan hak milik murni dari yang meninggal dan telah memenuhi syarat untuk diserahkan kepada ahli waris yang berhak menurut hukum faraid. 37

Meskipun pewarisan secara faraid di dalam prakteknya tidak dilakukan secara murni, tetapi unsur-unsur sistem kewarisan individual bilateral tetap ada pada pewarisan harta pusaka rendah dimana yang menjadi ahli waris adalah anak perempuan maupun laki-Iaki yang mencerminkan usur bilateral serta harta pus aka rendah itu berstatus hak milik mencerminkan asas individual yang terdapat dalam hukum faraid .

Pedoman yang dipegang oleh orang Minangkabau dalam pewarisan harta pusaka rendah ialah diwariskan berdasarkan Syara' menurut alue jo patuik (alur dan patut) artinya bahwa pewarisan

36 Baca: Syarifuddin., Op. Cit., hal. 283-286.

37 Ibid.

Page 22: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Adat Masyarakat Ada! Minangkabau 176

tersebut harus sesuai dengan alur (ketentuan) yaitu hukum faraid dengan mempertimbangkan kepatutan berdasarkan pada keadaan para ahli waris.

Prinsip terpenting dari pewarisan harta pusaka di Minangkabau adalah adanya kala mufakal dari seluruh ahli waris. Pewarisan harta melalui pemufakatan ini tidak menyalahi hukum Islam, karena dalam Islam sejauh yang menyangkut hak Allah, kerelaan hamba tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap hukum yang di tentukan Allah.38

Berdasarkan apa yang dijelaskan di atas tampak jelas bahwa harta pusaka tinggi yang di dalamnya terdapat pusako kebesaran maupun pusako haralo diwariskan secara adat dengan sistem kewarisan kolektif Matrilinial, sedangkan harta pus aka rendah yang di dalamnya terdapat harta pencaharian, harta serikat dan suarang wariskan berdasarkan syara' dengan sistem kewarisan individual bilateral.

Hal ini membuktikan bahwa masuknya Islam ke Minangkabau tidak menghancurkan nilai-nilai masyarakat Minangkabau yang Matrilinial, namun kenyataannya dapat memperkaya nilai-nilai masyarakat Minangkabau tersebut. Sehingga pertentangan pertentangan antara agama dengan adat tidak perlu terjadi karena pewarisan berdasarkan 2 sistem kewarisan ini telah jelas pembagian hartanya dan siapa ahli warisnya.

X. Perkembangan Kewarisan Adat Minangkabau Di MasaDepan

Hukum adat yang dipakai bukanlah adat atau lembaga tua dari nenek moyang yang selalu dalam keadaan murni dan tidak berubah ubah. Tetapi hukum adat itu berkembang dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Seorang ahli hukum Belanda bernama Snouck Horgronje mengatakan bahwa hukum adat ialah een vlottend, kneedbar, lokaal in allerlei details loopend recht yang berarti bahwa hukum adat tidak kaku bisa di ubah menurut keadaan.39

Dalam perjalanan hukum kewarisan adat Minangkabau, perubahan juga terjadi, hukum waris adat Minangkabau menyesuaikan diri terhadap

38 Ibid., hal. 317.

39 Rusli Amran, "Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang", (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1981). hal 67.

Page 23: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

177 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

perkembangan zaman. Bentuk dari perubahan itu ialah berkembangnya hukum kewarisan Matrilinial ke arah Bilateral bisa semakin tampak jelas terjadi.

Karena hukum warisan ditentukan oleh struktur masyarakat dan hukum perorangan ditentukan oleh hukum perkawinan, maka hukllm warisan di Minangkabau turut corak perkawinan di Minangkabau40

• Oleh sebab itu perkembangan ke arah bilateral yang dimulai dari pola pergaulan dalam perkawinan di Minangkabau, mempengaruhi juga hukum kewarisannya. Unsur-unsur bilateral yang dibawa agama Islam menyatu dengan sifat-sifat Matrilinial dalam nilai-nilai adat Minangkabau itu sendiri.

Di baginya harta pusaka menjadi harta pusaka rendah dan harta pus aka tinggi serta diturunkannya harta pusaka itu dalam dua sistem kewarisan yaitu sitem kewarisan kolektif Matrilinial untuk harta harta pusaka tinggi dan sistem kewarisan individual Bilateral untuk harta pusaka rendah, lebih memperlancar jalannya konsep bilateral pada kewarisan adat Minangkabau.

Bagaimana penulis dapat menyimpulkan bahwa kewarisan Minangkabau yang matrilinial sedang mengarah ke bilateral. Yaitu dari fakta fakta semakin berkurangnya tanah ulayat yang dimiliki secara bersama atau komunal merupakan inti dari kewarisan di Minangkabau meskipun ada harta waris lain yang berbentuk immateril yaitu Sako atau Gelar. Namun karena tanah merupakan suatu pengikat berdirinya satu organisasi clan, jika pemakaian tanah tetap dipakai secara komunal ini berarti kelangsungan hidup organisasi clan dapat berjalan terus. Andai kata pemakian tanah berubah menjadi hak individu ini berarti terhapus fungsi klan.41 Berangkat dari pemikiran terse but, jika kondisi tanah ulayat yang semakin berkurang dan terus berkurang hingga suatu masa tidak dapat dipertahankan lagi eksistensinya, maka tidak dapat disanggah bahwa dampak sosial yang terjadi bila terhapusnya fungsi clan seperti yang disebutkkan diatas, maka akan hilang pula organisasi clan itu beserta ciri komllnalnya khususnya dalam hal kewarisannya. Akibatnya adalah sifat individualistik akan lebih menonjol dari pada sifat komunal. Hal ini berarti bahwa kewarisan kollektif Matrilinial telah menuju ke arah kewarisan individual Bilateral. meski dapat pula di pastikan kewarisan kollektif matrilinial tidak mungkin hapus sarna sekali karena harta warisan yang di sebut harta pusaka tidak hanya berupa materil saja yang di sebut pusako tapi ada harta immateri yang di sebut sako yang sampai kapanpun tidak dapat di perjual belikan. Namun di kemudian

40 Kemal, Loc. Cit.

41 Ibid., hal. 12.

Page 24: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Ada! Masyarakat Adal Minangkabau J 78

hari dapat saja kewarisan bilateral lebih mendominasi dari pada matrilinial dan menenggelamkan ciri ciri matrilinial pada kewarisan Minangkabau.

Sampai saat ini memang belum dapat di pastikan berapa jumlah tanah ulayat dan berapa persentase tanah tersebut berkurang. lni di karenakan tidak adanya data pada BPN setempat mengenai jumlah tanah ulayat tersebut. Dan tidak ada pula wadah atau produk pemerintah untuk melegalisasi hak ulayat secara administratif. Namun menurut Drs. R. Sumardjoko, Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) kota Payakumbuh bahwa berkurangnya tanah ulayat ini dapat di perkirakan melalu perbandingan jumlah tanah yang telah di sertifikasi dengan hak milik di bandingkan dengan jumlah tanah yang belum di sertifikasi.42 Ada 2 Faktor yang menyebabkan berkurangnya tanah ulayat ini yaitu:

a. Faktor internal b. Faktor eksternal

1. Ad a. Faktor internal

Yaitu faktor yang berkaitan dengan sikap para ahli waris dan penyalah gunaan wewenang mamak kepala waris hingga tanah ulayat tersebut gampang di alihkan dengan cara menjual sehingga sifat kolektifitasnya hilang dan menimbulkan sifat individu. Padahal menurut ketentuan adat. Tanah ulayat hanya dapat di alihkan atau di jual dengan di sebabkan oleh 4 sebab saja.

a. Mayat Tabujue di Tangah Rumah (mayat terbujur di tengah rumah).

Artinya ada anggota kaum yang meninggal dan harus di mahkamkan. Maka biaya pemahkaman boleh di peroleh dari penjualan tanah ulayat.

b. Rumah Gadang Katirisan (Rumah gadang bocor) Untuk biaya perbaikan rumah gadang yang merupakan tempat berteduhnya kaum, maka biaya perbaikan dapat di peroleh dari penjualan tanah ulayat.

c. Gadih Gadang Balun Balaki (Gadis yang belum menikah)

BiJa ada seorang gadis daJam kaumnya belum menikah maka biaya pernikahan dapat di peroleh dari penjualan tanah ulayat.

42 Wawancara dengan Ketua BPN Kota Payakumubuh. Drs .R.Sumarcljoko, tanggal 21 Juni 2005 eli Payakumbuh.

Page 25: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

/79 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 Apri!-Juni 2007

d. Mambangkik batang tarandam (Membangkit batang terendam)

Artinya bila gelar sako belum di wariskan dan bilamana hendak di anugrahkan gelar tersebut kepada pewarisnya maka upacara pengangkatan kepala suku ini yang di dalam adat di kenaI sebagai pengulu, biayanya dapat di peroleh dari penjualan tanah ulayat.

Di masa sekarang 4 syarat yang ketat ini sudah semakin longgar. Banyak hal hal yang sebenarnya tidak penting dianggap sebagai alasan yang kuat untuk mengalihkan tanah ulayat agar dapat memperoleh dana dengan cepat.

2. Ad. B. F aktor Eksternal

Adalah faktor faktor penyebab yang berasal dari luar pemilik hak ulayat yaitu dalam hal ini adalah pemerintah melalui prod uk-prod uk hukumnya yang tidak memihak pada eksistensi tanah ulayat.

Dari sekian banyak produk pemerintah yang tidak berpihak terhadap eksistensi tanah ulayat Salah satu contoh yang sangat kongkrit yaitu tidak adanya wadah untuk melegalisasikan hak ulayat dalam bentuk pemberian hak atas tanah kepada hak ulayat terse but dalam suatu sertifikat yang secara nyata dapat di pakai bagi kaum untuk memperthankan tanah ulayatnya dari siapapun yang hendak mengambil alih kepemilikan tanah terse but termasuk dari pihak pemerintah sendiri. Padahal Undang Undang Pokok Agraria mengakui keberadaan tanah ulayat bahkan menjadikan tanah ulayat sebagai dasar dari Hukum Agraria Indonesia.

Dua faktor diatas mengikis cepat atau lambat keberadaan pewarisan Matrilinial di Minangkabau. Namuh bila memang kebudayaan adalah harta yang tidak ternilai dari suatu bangsa, maka hendaklah kita sebagai pewaris kebudayaan itu melestarikan ciri khas dari adat yang diwarisinya. Masyarakat adat Minangkabau dapat saja selalu menjaga eksistensi kewarisan matrilinialnya dengan cara mempertahankan keberadaan tanah ulayat atau dengan menambah keberadaan tanah ulayat dengan jalan menjadikan harta pusaka rendah yaitu harta pribadi diluar milik komunal adat menjadi harta pllsaka tinggi dengan memperuntukkan harta pusaka rendah tersebut sebagai harta yang akan di warisi turun temurun melampui 3 generasi sehingga harta itu menjadi harta pus aka tinggi setelah pewarisan 3 generasi kebawah itu.

Page 26: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sis/em Kewarisan Ada! Masyarakat Adat Minangkabau J 80

Serta peran pemerintah yang tidak kalah penting untuk selalu menfasilitasi eksistensi tanah ulayat melalui produk-produk hukumnya yang pro terhadap hukum adat.

XI. Penutup

A. Kesimpulan

Dalam bab ini penulis akan mencoba menarik beberapa kesimpulan dari bab sebelumnya. Disamping itu penulis juga akan mencoba untuk memberikan saran dan masukan yang berhubungan dengan pokok masalah. Adapun kesimpulan penulis adalah :

1. Bahwa pengaruh masuknya Agama Islam pada kewarisan adat Minangkabau adalah terjadinya perkembangan dalam hukum kewarisan adatnya. Perubahan pada falsafah adat menjadi falsafah yang mendasarkan adat pada agama Islam yaitu; adat basandi syara', syara' basandi kitabullah mendorong berbagai perubahan dalam hukum adat Minangkabau term as uk pada pola pergaulan dalam perkawinan di masyarakat adat yang meninggalkan pola ekstended family menjadi nuclear family. Oleh karena corak perkawinan mempengaruhi bentuk pewarisan adat, maka perubahan yang terjadi pada pola pergaulan dalam perkawinan mempengaruhi waris adat Minangkabau terse but. Diterimanya keputusan atas pertemuan pada tanggal 2-4 Mei 1952 di Bukittinggi, yang dihadiri orang Empat Jinih, keputusan mana membagi harta menjadi dua yaitu harta pusaka tinggi di turunkan secara adat dan harta pusaka rendah diturunkan secara syara', menguatkan status kewarisan Islam dalam hukum waris adat Minangkabau. Dengan demikian maka masyarakat Minangkabau pasca masuknya Islam, melaksanakan dua sistem kewarisan yaitu untuk harta pusaka tinggi diwariskan dengan sistem kewarisan kolektifMatrilinial, untuk harta pusaka rendah di wariskan dengan sistem kewarisan individual Bilateral. Dengan ini, dapat dipastikan bahwa hukum adat dan agama Islam di Minangkabau tidaklah bertentangan. Tetapi sebaliknya, agama Islam menyempurnakan adat Minangkabau

2. Pelaksanaan kedua sistem ini di Minangkabau adalah sebagai berikut: 1) Sistem Kewarisan Kolektif Matrilinial

Page 27: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

181 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahul1 Ke-37 No. 2 April-Juni 2007

Di laksanakan untuk pewarisan harta pusaka tinggi. Harta yang di golongkan ke dalam harta pus aka tinggi apabila telah di wariskan turun temurun yang biasanya sudah melalui tiga generasi. Harta pusaka tinggi bersifat kolektif. Harta pusaka tinggi terdiri atas: sako dan pusako. Sako adalah harta yang immateril atau tidak berwujud seperti gelar. Sedangkan pusako adalah segala kekayaan materil atau harta benda yang bagi masyarakat Minangkabau sangat berkaitan dengan hutan tanah yang disebut sebagai tanah ulayat yang merupakan jaminan hidup keluarga. Ahli waris yang berhak mewarisi harta pusaka tinggi adalah Kemenakan. Terdapat bermacam-macam kemenakan. Akan tetapi kemenakan yang menjadi ahli waris adalah berdasarkan as as keutamaan dan penggantian. 2) Sistem Kewarisan Individual Bilateral. Dilaksanakan pada harta pus aka rendah. Harta pusaka rendah adalah harta yang masih jelas asal usulnya. Pemakaiannya bersifat Individual berbeda dengan harta pusaka tinggi yang Komunal, hingga pemakaiannya lebih bebas tidak terlalu rum it. Yang term as uk dalam harta pusaka rendah adalah: harta pencaharian, harta suarang, harta serikat.

3. Perkembangan kewarisan adat Minangkabau di masa yang akan datang mengalami perubahan sesuai dengan sifat adat itu sendiri yang berkembang mengikuti perkembangan masyarakatnya. Perkembangan tersebut adalah bergeraknya sistem kewarisan kolektif Matrilinial kepada kepudaran eksistensinya dan lebih menonjolnya sistem kewarisan Individual bilateral yang juga dipergunakan oleh masyarakat adat itu, hal ini di sebabkan karena penurunan jumlah harta pusaka tinggi yang berbentuk tanah ulayat yang diturunkan berdasarkan sistem Kewarisan Kolektif Matrilinial. Hingga tahun 2003 jumlah tanah ulayat hanya sekitar kurang dari seperempat dari luas daerah Minangkabau saat ini yaitu sekitar 250.000 hektar dari luas wilayah Sumatera Barat adalah 4.229.730 hektar yang pada awalnya seluruhnya adalah merupakan tanah ulayat.Pengurangan tanah ulayat ini di sebabkan oleh dua faktor yaitu:

I) Faktor Internal

Disebabkan tingkah laku dan moral dari para ahli waris tanah maupun mamak sebagai pen gurus waris yang dengan gam pang mengalihkan hak atas tanahnya tanpa ada sebab-sebab yang mendesak. Dan pada saat ini syarat mendesak yang ditetapkan

Page 28: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Ada! Masyarakat Adat Minangkabau 182

adat sudah mulai longgar. Syarat yang paling sering di langgar oleh ahli waris maupun mamak kepala waris dalam pengalihan tanah ulayat ini adalah pengalihan dalam bentuk penjualan atau penggadaian tidak melalui kata mufakat dari seluruh ahli waris yang merupakan syarat pokok dari pengalihan tanah ulayat selain selain 4 sebab yang telah di terangkan terlebih dahulu .

2) Faktor Eksternal

Adalah faktor dari pemerintah yang tidak mendukung keberadaan tanah ulayat, melalui produk produk hukum berupa peraturan undang-undang serta tertib administrasi negaranya yang yang berdampak pad a eksistensinya meskipun hukum tanah indonesia disusun berlandaskan pad a hukum adat. Salah satu contohnya adalah tidak adanya pemberian sertifikat tanah untuk tanah ulayat, padahal dalam fakta keseharian sertifikat adalah alat bukti yang sangat penting untuk menguatkan posisi pemilik dalam mempertahankan tanahnya kepada siapapun termasuk kepada pemerintah.

Tanah merupakan suatu pengikat untuk berdirinya satu organisasi clan. Jika pemakaian tanah tetap dipakai secara komunal ini berarti kelangsungan hidup dari organisasi clan dapat berjalan terus. Andai kata pemakaian tanah berobah dan menjadi hak individu ini berarti terhapus fungsi clan. Bila terhapusnya fungsi clan maka tidak akan ada lagi bentuk kekeluargaan Matrilinial. Bila tidak ada bentuk keluarga Matrilinial dengan sendirinya kewarisan Matrilinial juga tidak ada. Pada masa yang akan datang meskipun tidak dapat di pastikan jangka waktunya, bila tanah ulayat tidak dapat dipettahankan eksistensinya, hingga tanah komunal menjadi tanah Individu maka dapat dipastikan bahwa sistem kewarisan kolektif Matrilinial hanyalah sebagai penghias dalam sistem kewarisan Minagkabau yang lebih di dominasi oleh sistem kewarisan Individual Bilateral.

B. Saran

Adapun saran saran yang dapat penulis kemukakan dalam kesempatan ini antara lain sebagai berikut:

1. Karena Hukum adat adalah hukum yang tidak kaku dan mengikuti perkembangan zaman maka sebaiknya memberikan wac ana baru kepada masyarakat khususnya kepada penulis hukum adat dan para pengajar bahwa kewarisan Matrilinial tersebut sesungguhnya

Page 29: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

183 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No. 2 April-Juni 2007

telah bergerak dalam lingkup dualisme sistem hukum kewarisan yaitu menggunakan sistem kewarisan kolektif Matrilinial dan sistem kewarisan Individual Bilateral. Sehingga sebaiknya dalam penyebutan sistem kewarisan Minangkabau adalah dualisme sistem hukum Matrilinial Bilateral.

2. Agar masyarakat adat khususnya masyarakat adat Minangkabau selalu melestarikan kebudayaan adat dan tidak dengan gampang memperjual belikan hak komunal dengan alasan apapun karena akibat sosial yuridis akan berdampak pada kelangsungan hidup organisasi clan dan eksistensi hak komunal. Yang lambat laun ciri Matrilinial yang menuju ke arah Bilateral. Sehingga kewarisan Matrilinial hanya akan menjadi lapisan Iuar saja, sedangkan dalam kenyataan sudah sangat tidak eksist.

3. Bahwa penulis menganjurkan bagi seIuruh masyarakat Minangkabau untuk memperkaya harta pus aka tinggi, dengan cara mewariskan harta pribadi yang bukan harta pusaka tinggi sampai tiga generasi hingga dapat menjadi harta pusaka tinggi. Agar kewarisan Matrilinial nantinya tidak hanya sebagai Iapisan luar saja.

4. Sudah saatnya Pemerintah memberikan bentuk nyata atas pengakuan terhadap tanah ulayat dalam bentuk pensertifikatan agar ahli waris dapat mempertahankan hak dengan kuat. Dan khususnya untuk hukum adat Minangkabau, mengenai hukum kewarisannya hendaknya di lakukan kodifikasi hukum. Agar kedudukan hukum kewarisan adat tersebut memiliki alas hukum yang benar-benar kuat dalam hukum formal kita pada saat hams berhadapan dengan hukum nasional di pengadilan.

Page 30: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sistem Kewarisan Adat Masyarakat Adat Minangkabau 184

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amran, Rusli ., Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang, Jakarta:Penerbit Sinar Harapan,1981.

Azhary, Tahir., Bunga Rampai Hukum Islam, Ed. Pertama, Jakarta: INO HILL CO,2003.

Batuah, 01. Maruhun dan O.H. Bagindo Tanameh, Hukum Adat dan Adat Minangkabau, Jakarta: Pustaka Asli, 1950.

ChairuI Anwar. , Hukum Adat Minangkabau, Jakarta: Rineka Cipta,1997

Dt.Sanggono Oirajo, Ibrahim., Curaian Adat Minangkabau, Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2003.

Hadikusuma, Hilman., Hukum Perkawinan Adat, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1995.

Hakimy, Idrus 01. Rajo Penghulu., Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau, Bandung: Remaja karya CV, 1988

____ , Pokok Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1997.

Hamka. Adat Mianangkabau Menghadapi Revolusi. Jakarta: Firma Tekad, 1963.

Hasan, Hasniah., Hukum Warisan Oalam Islam, Surabaya: Gitamedia Press,2004.

Hazairin., Hendak Kemana Hukum Islam, Jakarta: Tintamas, 1976.

___ " Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur ' an dan Hadith, Jakarta: tintamas, 1982.

Kemal, Iskandar., Beberapa Studi Tentang Minangkabau, kumpulan karangan, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Universitas Andalas.Padang,1971.

____ , Beberapa Aspek Oari Kewarisan Matrilinial ke Bilateral Oi Minangkabau, Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris di Minangkabau, Universitas Andalas. Padang, 1971

Latief, H.Ch.N. Ot Bandaro., Etnis dan Adat Minangkabau permasalahan dan Masa Oepannya, Bandung: Penerbit Angkasa, 2002.

Page 31: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

185 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No. 2 April-Juni 2007

Mansoer , M.D., Sejarah Minangkabau, Jakarta: Bhrata, 1970

M.S, Amir., Adat Minangkabau (Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang), Jakarta: PT.Mutiara Sumber Widya, 2001.

Rudolf Van Dijk., Penghantar Hukum Adat, Bandung : Sumur Bandung. 1960

Soepomo, R. , Bab-bab Tentang Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996.

Sudiyat, Iman, Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar, Yogyakarta:Liberty, 1985.

Syarifuddin, Amir, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Di Lingkungan Adat Minangkabau, Jakarta: Gunung Agung, 1984.

Wiramata, I.Gede. A.B., Hukum Adat Indonesia Perkembangan Dari Masa Ke Masa, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2005

Makalah

Gazalba, Sidi, Konjlik Penyesuaian atara adat,agama dan pengaruh bara!., Makalah disampaikan pada Seminar Islam di Mingkabau. Minang Permai, Padang, 1969

Mirwati, Yulia, Pemanfaatan tanah ulayat dalam rangka pembagunan di Sumatra Barat., Makalah disampaikan pada Seminar Strata Title dan Pemanfaatan tanah Ulayat Dalam Rangka Pembangunan di Sumatera barat, Padang,24 Juli 2004.

Majalab/Surat Kabar

Vino, "Konjlik Perkebunan Sawit di Pasaman Bara!, Kembali Berlanjut, " Harian Singgalang. 12 Januari 2005.

Internet

Bramantyo dan Nanang lndra Kurniawan, "Modul Pemberdayaan Masyarakat Adat ", <http://www.ireyogya.orgladatlmodul_hukum_ adat_ham.htm>, diakses tanggal 20 Juni 2005.

Page 32: PELAKSANAAN DUA SISTEM KEWARISAN P ADA MASYARAKAT …

Pelaksanaan Dua Sis/em Kewarisan Adat Masyarakat Adat Minangkabau 186

Lare, Nofendri T., "[R@ntau-Net] Kaba Minang di Suara Pembaruan OnLine", <http://www.mail-archive.com/[email protected]. orgimsg06528.html>, diakses tanggal28 Maret 2005.

Yurnaldi, "Perempuan Minang Menolak Raperda Pemanfaatan Tanah Ulayat", <http://www.kompas.com/kompas-cetakl03 06/02/swaral252 7 41.htm>, diakses tanggal2 Juni 2003.