perdagangan intra asean
DESCRIPTION
ASEAN FREE TRADE AREA sebagai salah satu bentuk Perdagangan Intra ASEANTRANSCRIPT
A. PENDAHULUAN
ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) telah menjadi bagian dari sistem
internasional. Banyak hal seperti tantangan, hambatan, dan harapan yang ditempuh selama
terbentuknya organisasi kawasan ini menjadi sebuah masalah yang telah mengerucut sehingga
kemudian muncul keinginan untuk berintegrasi. Integrasi digunakan untuk menggambarkan
kombinasi atau penyatuan beberapa perusahaan dalam suatu industri, baik secara vertikal
maupun horizontal. Kemudian istilah integrasi ekonomi dalam konteks negara, yang
menggambarkan penyatuan beberapa negara dalam satu kesatuan, diawali dengan munculnya
teori Custom Union (CU) oleh Viner (1950). Tetapi definisi yang baku tentang integrasi ekonomi
di antara para ekonom belum juga ditemukan hingga saat ini. Para ekonom mengembangkan
berbagai definisi mengenai integrasi ekonomi dari berbagai sudut pandang yang berbeda satu
sama lain. Jovanovic (2006) dengan ringkas telah mendokumentasikan berbagai definisi integrasi
yang berkembang, antara lain definisi yang dikemukakan oleh Tinbergen, Balassa, Holzman,
Kahneert, serta Menis dan Sauvant.1
Tinbergen (1962) membedakan definisi integrasi sebagai bentuk penghapusan
diskriminasi serta kebebasan bertransaksi (negative integration) dan sebagai bentuk penyerahan
kebijakan pada lembaga bersama (positive integration). Balassa (1961) membedakan integrasi
sebagai konsep dinamis melalui penghapusan diskriminasi di antara negara yang berbeda,
maupun dalam konsep statis dengan melihat ada tidaknya perbedaan dalam diskriminasi.
Holzman menyatakan integrasi ekonomi sebagai situasi ketika dua kawasan menjadi satu atau
mempunyai satu pasar yang ditandai harga barang dan faktor produksi yang sama di antara dua
kawasan tersebut. Definisi tersebut mengasumsikan bahwa tidak ada hambatan pergerakan
barang, jasa, dan faktor produksi, serta adanya lembaga yang memfasilitasi pergerakan tersebut.
Dari beberapa definisi integrasi tersebut, Jovanovic (2006) menyimpulkan bahwa konsep
integrasi ekonomi merupakan konsep yang cukup kompleks dan harus didefinisikan secara hati-
hati. Secara umum, integrasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan
oleh sekelompok negara dalam rangka meningkatkan kemakmurannya. Dalam upaya
meningkatkan kemakmuran tersebut, integrasi merupakan pilihan kebijakan yang lebih efisien
dibanding apabila setiap negara melakukan upaya secara unilateral. Integrasi ekonomi juga
1http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55235/BAB%20III%20Kajian%20Teoritis%20....pdf? sequence=6. Diakses pada tgl. 19 April 2013.
1
mensyaratkan paling tidak adanya beberapa pembagian tenaga kerja dan kebebasan mobilitas
barang dan jasa dalam suatu kelompok negara. Integrasi pada tingkatan yang lebih tinggi juga
mensyaratkan mobilitas yang bebas atas faktor produksi dalam intra-kawasan, termasuk
hambatan pergerakan faktor produksi antar-area yang terintegrasi.
Definisi integrasi ekonomi yang ditandai oleh adanya mobilitas barang dan jasa serta
faktor produksi tersebut sesuai dengan definisi integrasi menurut United Nation Conference on
Trade and Development (UNCTAD) maupun Pelkman (2001). UNCTAD (2006) mendefinisikan
integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan
internasional dan pergerakan faktor produksi lintas negara. Sementara Pelkman (2001)
mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai integrasi yang ditandai oleh penghapusan hambatan-
hambatan ekonomi (economic frontier) antara dua atau lebih ekonomi atau negara. Hambatan-
hambatan ekonomi tersebut meliputi semua pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang,
jasa, faktor produksi, dan juga aliran komunikasi, secara aktual maupun potensial relatif rendah.
Dalam definisi ini, pengertian economic frontier berbeda dengan teritorial frontier.2
Sedangkan dalam konteks ASEAN, pendefinisian integrasi ekonomi telah dipaparkan
dalam ASEAN Charter. Pada umumnya, integrasi ekonomi tersebut dimaksudkan untuk
mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya.
Negara-negara kemudian tergabung dalam suatu ikatan kerjasama. Mengintegrasikan ekonomi
dalam rangka menciptakan sebuah area ekonomi yang kuat dibutuhkan komitmen yang lebih
besar dari negara anggota. Dan seperti beberapa teori yang telah dipaparkan di atas dan juga
mengenai integrasi ekonomi yang dipaparkan dalam ASEAN Charter, alasan integrasi ekonomi
didasarkan pada teori perdagangan bebas tanpa hambatan, baik berupa tarif maupun non-tarif
yang bertujuan untuk meningkatkan volume perdagangan, peningkatan efisiensi produksi,
peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Integrasi ekonomi memiliki
prinsip dan mekanisme yang sama dengan perdagangan bebas, atas dasar suatu kesepakatan di
antara anggota yang melakukan perjanjian di antara negara-negara yang berada dalam satu
kawasan maupun atas kepentingan tertentu. Integrasi ekonomi mengacu pada suatu kebijakan
komersial atau kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau
menghapuskan hambatan perdagangan hanya di antara negara anggota yang sepakat untuk
membentuk suatu integrasi ekonomi. Semua bentuk hambatan perdagangan baik tarif maupun
2 Ibid.
2
non-tarif sengaja diturunkan atau bahkan dihapuskan. Sedangkan negara yang bukan anggota
masih berhak untuk menerapkan kebijakan secara sendiri apakah mereka menerapkan tarif dan
non-tarif.
B. ANALISIS
Sejarah Munculnya Perdagangan Intra ASEAN
Kerjasama ASEAN di bidang ekonomi, salah satunya dilakukan melalui perdagangan
intra ASEAN. Pada dasarnya, ASEAN telah menerapkan kerjasama ekonomi intra-regional sejak
tahun 1976, yakni dengan diselenggarakannya KTT I ASEAN di Bali yang kemudian dikenal
juga dengan Bali Concord I.3 Melalui Bali Concord I tersebut, terbentuklah TAC (Treaty of
Amity and Cooperation), yakni perjanjian yang dibuat oleh negara-negara ASEAN terhadap
negara lain. Inti dari TAC tersebut ialah jika negara-negara di luar ASEAN ingin melakukan
kerjasama dengan negara-negara ASEAN, harus terlebih dahulu menandatangi TAC, yakni
perjanjian penyelesaian konflik (apabila terjadi konflik ketika bekerjasama) secara damai, tanpa
menggunakan kekerasan atau kekuatan militer. Hal tersebut secara lebih lanjut menandai
dilakukannya Perdagangan intra-Asean sebagai perwujudan dari tujuan baru ASEAN, yakni
pembentukan ASEAN Economic Community (AEC). ASEAN juga telah menjadi sumbu penting
dari kerja sama ekonomi regional dan perjanjian perdagangan bebas (FTA) di Asia Timur.4
Pada 15 Desember 1997 bertempat di Kuala Lumpur para petinggi negara anggota
ASEAN berkumpul dan sepakat untuk menegaskan ulang maksud dan tujuan ASEAN,
khususnya yang terkait dengan upaya mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang damai dan
sejahtera. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa peningkatan kerjasama regional dalam
semangat kesetaraan dan kemitraan perlu semakin digalakkan. Kerjasama regional ASEAN pun
diperluas, tidak hanya melibatkan negara Anggota ASEAN, tapi juga melibatkan dengan negara
sahabat lainnya melalui pengembangan hubungan dialogis dalam rangka membahas kerjasama
ekonomi yang lebih mendalam. Mitra dialog ASEAN terus bertambah antara lain meliputi China,
Jepang Korsel, India, Uni Eropa, AmerikaSerikat (AS), Kanada, Rusia, Australia dan Selandia
Baru. Selain itu ditetapkan pula visi masa depan ASEAN 2020 yang intinya menyatakan: negara
anggota akan selalu bersikap terbuka, hidup berdampingan satu sama lain dalam kedamaian,
keutuhan dan kesejahteraan, serta menjalin ikatan kemitraaan demi mewujudkan sebuah
3 Shimizu, Kazushi, ASEAN Economic Integration in the World Economy : Toward the ASEAN Economic Community (APEC), Oktober 2010, dalam http://133.87.26.249/dspace/handle/2115/44174.4 ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 tahun 2010 hal. 24.
3
Komunitas Asia Tenggara yang saling menghargai dan penuh saling pengertian. Asia Tenggara
di masa depan merupakan kawasan terpadu, wadah bagi kepentingan setiap negara anggota, zona
damai dan berdaulat yang netral. Pada 2020, Asia Tenggara juga harus sudah menjadi sebuah
kawasan damai, aman dan utuh, serta terbebas dari konflik kepentingan antarnegara, dan
terbebas dari berbagai bentuk kemungkinan kekuatan senjata.5
Selanjutnya pada Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Ministers/AEM) ke-39 tahun 2007 disepakati juga mengenai naskah Cetak Biru Komunitas
Ekonomi ASEAN beserta jadwal stategis yang mencakup inisiatif-inisiatif baru serta peta jalan
yang jelas untuk mencapai pembentukan AEC tahun 2015. Berkaitan dengan disepakatinya
konsep Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, pertemuan ke-39 AEM juga menyepakati Peta
Jalan untuk Integrasi Sektor Jasa Logistik ASEAN (Roadmap for ASEAN Integration of the
Logistics Services Sector) sebagai sektor prioritas ke-12 untuk integrasi ASEAN dan
menandatangani protokol untuk mengamandemen Pasal 3 Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN
untuk Sektor Integrasi Prioritas (Protocol to Amend Article 3 of the ASEAN Framework
Agreement for the Integration of the Priority Sectors). Dua belas sektor prioritas yang dimaksud
adalah produk-produk berbasis pertanian, perjalanan udara, otomotif, e-ASEAN, elektronik,
perikanan, kesehatan, produk karet dan turunannya, tekstil, pariwisata, produk kayu, dan jasa
logistik. Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN kemudian disahkan pada Rangkaian
Pertemuan KTT ke-13 ASEAN. Cetak Biru ini bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN
lebih stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan bebasnya lalu lintas barang, jasa,
investasi dan aliran modal. Selain itu, juga akan diupayakan kesetaraan pembangunan ekonomi
dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi pada tahun 2015.
Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN merupakan rancang utama (master plan) untuk
membentuk Komunitas ASEAN tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-langkah integrasi
ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci dengan
sasaran dan jangka waktu yang jelas. Dalam kaitan ini, ASEAN telah mengembangkan
mekanisme Scorecard sebagai alat untuk mengukur tingkat implementasi komitmen ekonomi
ASEAN dan alat komunikasi dengan para pemilik kepentingan. Scorecard memberikan
gambaran komprehensif mengenai kemajuan ASEAN dalam mengimplementasikan Cetak Biru
5 Bermand Hutagalung, “Memahami Kerjasama Ekonomi Perdagangan ASEAN-AFTA Dengan Mitra Dagang Lainnya”, http://www.slideshare.net/bermand/memahami-kerjasama-asean-afta, hal. 4-5. Diakses pada 19 April 2013.
4
Komunitas Ekonomi ASEAN. Negara-negara ASEAN telah menyepakati 4 bentuk AEC
Scorecard, yaitu untuk Kepala Negara/Pemerintah, Menteri, Pejabat Senior, dan Masyarakat
Umum.
AFTA (Asean Free Trade Area)
Kerjasama regional dalam bidang ekonomi di kalangan negara-negara anggota ASEAN
kemudian lebih dikongkritkan dalam wujud pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN
atau ASEAN Free Trade Area (AFTA). Embrio pembentukan AFTA ini sebenarnya sudah
muncul sejak lama, yakni sejak Oktober 1991, pada Pertemuan Pejabat Ekonomi Senior (SEOM)
ASEAN di Kuala Lumpur. Pertemuan tersebut dihadiri oleh para menteri ekonomi ASEAN yang
kemudian sepakat untuk mengamandemen usulan Thailand guna membentuk AFTA. Selanjutnya
pada pertemuan AEM ke 23 di Kuala Lumpur, disepakati pembentukan sebuah kawasan
perdagangan bebas ASEAN dalam kurun waktu 15 tahun. Embrio pembentukan AFTA ini
kemudian dicetuskan kembali pada konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV di bulan
Januari 1992 di Singapura. Setahun kemudian, pada Januari 1993 AFTA mulai diluncurkan. Para
pemimpin ASEAN sepakat menandatangani deklarasi pembentukan Kawasan Perdagangan
Bebas ASEAN (AFTA) dan mensahkan perjanjian dalam Kerangka Meningkatkan Kerjasama
Ekonomi ASEAN (Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation). Free
Trade Area (FTA) merupakan suatu kawasan yang menghapuskan tarif dan kuota antarnegara
anggota, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka masing-masing terhadap
negara bukan anggota.
Semua negara ASEAN sepakat untuk mengemban pelaksanaan AFTA yang
pembentukannya berlangsung selama 15 tahun. Selama kurun waktu tersebut, negara anggota
ASEAN harus mengikuti program penurunan tarif bea masuk semua jenis barang (dengan
beberapa perkecualian), hingga mencapai 0–5 % pada 1 Januari 2008.6 Dalam rangka
mewujudkan pembentukan zona perdagangan bebas ini, negara-negara ASEAN sepakat
menghapus hambatan-hambatan perdagangan secara bertahap, guna membentuk pasar yang lebih
bebas di antara sesama negara anggota. Termasuk di dalamnya penurunan tarif bea masuk atas
barang-barang yang diperdagangkan oleh anggota ASEAN, dan penghapusan kuota serta
hambatan non-tariff lainnya yang dapat membatasi arus barang impor dari sesama negara
6 Ibid, hal. 5.
5
anggota ASEAN. Namun negara anggota ASEAN masih diperkenankan untuk mengatur sendiri
mengenai tarif bea masuk barang impor dari negara-negara non ASEAN.
Secara ringkas pembentukan AFTA dapat digambarkan sebagai berikut, pada bulan
Desember 1992, para kepala pemerintahan dari enam negara di Asia Tenggara menandatangani
ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang bertujuan untuk menjadikan wilayah Asia Tenggara
sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area). Kesepakatan ini diwujudkan dalam
implementasi skema CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai berlaku sejak 1
Januari1994. Melalui skema CEPT ini, tarif bea masuk, untuk sebagian besar produk diturunkan
secara bertahap sehingga menjadi 0-5% pada awal Januari tahun 2008. Sesuai dengan
perkembangan trend globalisasi dunia, target waktu penurunan tarif dipercepat menjadi awal
Januari 2003 sesuai dengan kesepakatan para kepala pemerintahan ASEAN pada 1996.
Sedangkan untuk negara-negara Indochina diberikan waktu yang lebih lama, yaitu tahun 2004
untuk Vietnam, 2006 untuk Laos dan Myanmar, serta 2008 untuk Kamboja, mengingat mereka
masuk menjadi anggota ASEAN belakangan. Tahap selanjutnya, untuk menciptakan
perdagangan bebas tersebut, disepakati untuk menghapuskan seluruh tarif bea masuk pada tahun
2010 (untuk 6 anggota senior ASEAN), 2012 untuk Vietnam, 2014 untuk Myanmar dan Laos,
dan 2016 untuk Kamboja.7
Dalam pelaksanaannya, ASEAN sudah menghapus tarif bea masuk lebih dari setengah
pos tarif yang berlaku pada akhir 2002. Dari paparan di atas jelas bahwa Kawasan Perdagangan
Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA) sebenarnya sudah terbentuk dan diberlakukan
sejak 2002. Namun berbagai kekhawatiran masih saja muncul kepermukaan, sehubungan dengan
implementasi AFTA ini. Eksistensi AFTA dinilai sebagai ancaman yang bisa mendesak posisi
usaha perdagangan dan industri domestik. Implementasi AFTA berarti membuka kran impor
sebesar-besarnya dan hanya akan membuat barang impor membanjiri pasar dalam negeri.
Membuka pintu pasar domestik menjadi pasar bebas hanya akan menguntungkan para pelaku
bisnis Singapura, Thailand, dan Malaysia. Semua ini sebenarnya terjadi hanya karena
kekurangpahaman atau kesalahan penafsiran dari pengertian, maksud, tujuan, dan target dari
AFTA. Kata “bebas” dalam frasa “pasar bebas” diartikan sebagai segalanya (barang,jasa, modal,
tenaga ahli asing, dlsb), dibiarkan serba bebas menyerbu pasar domestik. Padahal, singkatnya,
AFTA hanya membuat arus perdagangan barang di kawasan ASEAN menjadi semakin bebas
7 Op.Cit., hal. 9.
6
dan lancar melalui pelaksanaan program eliminasi tarif dan hambatan non tarif, agar arus barang
di antara negara anggota ASEAN semakin lancar dan volumenya meningkat. Implementasi
penurunan tarif pun diberlakukan secara bertahap. Tidak drastis. AFTA berlaku menyeluruh di
semua wilayah 10 negara anggota ASEAN.
AFTA merupakan upaya nyata pertama untuk menciptakan integrasi ekonomi regional
yang resmi. AFTA tersebut pada dasarnya hanya berurusan dengan perdagangan barang dan juga
untuk memungkinkan preferensial tarif bagi perdagangan antarnegara anggota ASEAN melalui
Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Berdasarkan skema itu, tarif untuk sebagian besar
barang yang diperdagangkan di ASEAN akan diturunkan menjadi 0 sampai 5 persen pada
Januari 2002. Meskipun skema CEPT telah muncul, pangsa perdagangan intra-ASEAN belum
tumbuh secara signifikan dengan pelaksanaan AFTA padahal tingkat pemanfaatan preferensi
tarif AFTA telah rendah. Salah satu alasan mengapa hal tersebut terjadi, menurut Baldwin
(2006), adalah karena margin preferensi AFTA tinggi pada perdagangan barang, namun
volumenya terlalu kecil untuk mengimbangi biaya administrasi dan menunda penerapan untuk
CEPT.8
Selama periode tahun 1993-2002, perdagangan intra ASEAN meningkat rata-rata 7,3%
pertahun, yaitu dari US$ 84,2 milyar tahun 1993 menjadi US$ 159,4 milyar pada tahun 2002.
Laju perkembangan perdagangan intra ASEAN lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan
perdagangan global ASEAN yang selama periode yang sama hanya mencapai pertumbuhan 5,6%
per tahun. Produk utama yang diperdagangkan sesama negara ASEAN adalah produk elektronik,
minyak mentah dan bahan bakar, gas alam, tembakau dan rokok, karet alam, tembaga, dan
kertas. Eksportir utama dalam perdagangan intra ASEAN adalah Singapura (38,8%), Malaysia
(24,9%), dan Thailand (16,9%). Sedangkan importir utamanya adalah adalah Singapura (42,7%),
Malaysia (22,5%), dan Thailand (14,8%).
Walaupun skema penurunan tarif dalam AFTA sudah mulai berlaku sejak tahun 1994,
tetapi pangsa perdagangan intra ASEAN di dalam total perdagangan ASEAN dengan dunia,
tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Pada tahun 2002, pangsa perdagangan intra
ASEAN hanya mengalami peningkatan menjadi 22,6% dari 19,3% tahun 1993. Bila
dibandingkan dengan perkembangan perdagangan intra Kawasan Perdagangan Bebas di belahan
bumi lainnya, seperti Uni Eropa dan NAFTA, perkembangan perdagangan intra ASEAN terasa
8 Raymond Atje, Chapter 10 “ASEAN Economic Community: In Search of a Coherent External Policy”, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Maret 2008, hal. 158-159, diakses pada 19 April 2013.
7
sangat lambat. Sebagai perbandingan, pada tahun 2000, perdagangan intra Uni Eropa sudah
mencapai 80% dari total perdagangan internasionalnya, perdagangan intra Kawasan Perdagangan
Bebas Amerika Utara (NAFTA) sudah mencapai 55%, dan perdagangan intra Kawasan Amerika
Selatan (MERCOSUR) telah mencapai 30% dari total perdagangan global wilayah tersebut.
Walaupun demikian, intra trade di ASEAN masih lebih besar dibandingkan dengan perdagangan
intra regional di berbagai Kawasan Perdagangan Bebas yang dibentuk oleh negara-negara
berkembang lainnya seperti Andean Pact (Amerika Tengah), CARICOM (Caribian Community
and Common Market), UDEAC (Union douaniere et Economique de I_frique Centrale), GCC
(Gulf Cooperation), dan sebagainya.9
Menurut Schiff dan Winters, rendahnya perkembangan perdagangan intra kawasan dalam
proses integrasi ekonomi regional yang dilakukan oleh sesama negara berkembang, disebabkan
oleh pasarnya yang kecil dan terpecah-pecah, infrastruktur yang masih minim, kerangka hukum
yang sangat miskin, stabilitas ekonomi dan politik yang tidak stabil, dan besarnya intervensi
pemerintah di bidang ekonomi, sehingga integrasi industri secara regional gagal dicapai.
Kemudian, banyak juga yang mempertanyakan mengapa perdagangan intra ASEAN tidak
mengalami peningkatan yang signifikan, walaupun skema CEPT sudah berjalan selama 10 tahun.
Diperkirakan setidaknya terdapat empat alasan yaitu :10
Semua negara ASEAN memiliki sumber daya alam yang relatif seragam sehingga intra-
trade tidak meningkat secara signifikan. Sebagai contoh, tiga negara ASEAN, Indonesia,
Malaysia, dan Thailand, adalah penghasil dan eksportir utama karet alam dunia.
Demikian juga Malaysia dan Indonesia adalah produsen dan eksportir utama minyak
kelapa sawit. Pada saat ini juga, Malaysia, Singapura, dan Filipina adalah produsen dan
eksportir produk-produk elektronik terkemuka di dunia.
Walaupun tarif bea masuk sebagian besar produk telah diturunkan, tetapi masih banyak
hambatan non-tarif yang diterapkan oleh negara-negara ASEAN. Berbagai perbedaan
9 Maurice Schiff dan L. Alan Winters, Regional Integration and Development, dalam
http://www.amazon.com/Regional-Integration-Development-World-Publication/dp/0821350781. Diakses pada 28 April 2013.
10 Bermand Hutagalung, “Memahami Kerjasama Ekonomi Perdagangan ASEAN-AFTA Dengan Mitra Dagang Lainnya”, http://www.slideshare.net/bermand/memahami-kerjasama-asean-afta, hal. 12-13. Diakses pada 19 April 2013.
8
standar dan prosedur kepabeanan masih eksis dan menjadi penghambat kelancaran
perdagangan intra ASEAN.
Sarana Transportasi intra ASEAN belum memadai. Pada saat ini, armada transportasi
sebagian besar masih melalui Singapura sehingga arus perdagangan langsung antar
sesama negara di ASEAN masih sedikit. Akan tetapi dominasi Singapura sebagai
pelabuhan penghubung tampaknya mulai berkurang dengan dibukanya Pelabuhan
Tanjung Pelepas di Malaysia dan Laem Chabang di Thailand sejak awal 2001.
Pemanfaatan kedua pelabuhan baru ini akan semakin meningkat apabila rencana untuk
menghubungkan rel kereta api dari Saigon (Vietnam) ke Pnom Penh (Kambodya) sudah
direalisir. Segmen Saigon-Pnom Penh merupakan jalur yang masih terputus untuk
menghubungkan Trans Kereta Api Asia-China dari Singapura sampai ke Beijing.
Kurangnya investasi intra ASEAN. Investasi intra ASEAN masih sangat rendah
mengjngat tingkat pendapatan dan tabungan masyarakat ASEAN yang juga masih relatif
rendah. Data yang dikumpulkan Sekretariat ASEAN mencatat bahwa investasi intra
ASEAN selarna periode 1995-2001 hanya berjumlah US$ 15,2 milyar atau kurang dari
sepersepuluh total investasi asing di ASEAN yang mencapai US$ 142,3 milyar dalam
periode yang sama. Sumber utama investasi intra ASEAN adalah Singapura (44,7%)
disusul Malaysia (13,8%) dan Thailand (9,2%). Sedangkan negara ASEAN penerima
investasi intra ASEAN adalah Thailand (25,6%), Singapura (18,5%) dan Malaysia
(15,9%). Di samping itu, sejak krisis moneter yang terjadi di Asia (1997-1998), investasi
asing yang masuk ke ASEAN mengalami kemunduran. Banyak pemilik modal asing
yang hengkang dari ASEAN dan diperkirakan pindah menuju China. Data dari UNCTAD
menunjukkan investasi asing langsung (foreign direct investment/ FDI) khusus untuk
sektor elektronik selama periode 1998-2001, ke ASEAN hanya bertambah US$ 19,8
milyar atau kurang dari U5$ 5 milyar per tahun. Sedangkan dalam periode yang sama,
investasi ke China rneningkat sebesar US$ 33,5 milyar atau rata-rata US$ 8,7 milyar per
tahun.
Selain itu, sesuai dengan studi yang dilakukan oleh McKenzey (2003), ternyata daya
saing ASEAN, baik dalam menarik investasi maupun dalam peningkatan ekspor mengalami
kemunduran dibandingkan dengan China. Sebagai contoh, ekspor produk elektronik ASEAN
meningkat rata-rata 3% per tahun selama periode tahun 1996-2001, sedangkan ekspor elektronik
9
China meningkat rata-rata 30% per tahun selama periode yang sama. Oleh karena itu, Dalam
rangka meningkatkan integrasi ASEAN untuk meningkatkan perdagangan intra ASEAN dan
untuk meningkatkan daya saing ASEAN guna menarik investasi asing, McKenzey (2003)
menyarankan dua hal :
1) ASEAN perlu memprioritaskan liberalisasi dan integrasi dua sektor utama yaitu
electronik dan consumer goods. ASEAN memiliki potensi yang besar untuk menarik investasi
global dan investasi intra ASEAN yang dapat menjadikan ASEAN sebagai production base
untuk kedua sektor tersebut. Di samping itu, konsumsi domestik ASEAN sangat besar untuk
kedua sektor di atas sehingga skala ekonominya dapat dengan mudah terlampaui.
2) ASEAN perlu memperkuat lembaga penyelesaian sengketa dagang/ekonomi yang
terjadi di antara negara anggota ASEAN. Pada saat ini, sengketa dagang yang terjadi dibawakan
dalam Sidang Menteri-Menteri Ekonomi (AEM), dan sering diselesaikan dengan cara
kekeluargaan tanpa kepastian hukum yang tetap. Berbagai informasi, penilaian para pakar
maupun petinggi ASEAN sendiri, serta tajuk rencana/editorial yang dimuat di berbagai media
massa mengindikasikan implementasi kerjasama ASEAN memang masih jauh dari efektif.
Mantan PM Singapura Goh Chok Tong, misalnya, menilai berdasarkan masukan dari kalangan
bisnis, arus perdagangan antar negara ASEAN dalam rangka AFTA masih tetap rendah karena
masih banyak masalah hambatan perdagangan yang bersifat non-tarif.
Di sisi lain, menurut Evelyn Goh, sementara kita telah melakukan kemajuan dalam
penurunan tarif, ternyata kita masih jauh untuk layak disebut sebagai pasar terintegrasi. 11
Sedangkan menurut Ralf Emmers, seorang pengamat ASEAN dari Institute Defense and
Strategic Studies yang berkantor di Singapura menyatakan bahwa ASEAN bagus dalam retorika,
namun lemah dalam implementasi.12 Selanjutnya dalam Tajuk rencana Kompas pada 07 Agustus
2003 silam, juga dinyatakan bahwa “Salah satu kritik yang mencuat sekarang adalah
kesungguhan para pemimpin ASEAN untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan bisnis.
Sayangnya, bukan hanya greget pelaksanaannya yang tak tampak, bahkan keberpihakannya pun
tak tampak. Pemerintah negara ASEAN dikritik tidak memiliki visi bisnis dan oleh karenanya
dituntut untuk memiliki visi bisnis. Ada sejumlah masalah yang diperkirakan membuat dunia
usaha Indonesia enggan berpartisipasi memanfaatkan peluang bisnis dalam kerjasama ASEAN,
misalnya masih terdapatnya banyak hambatan di dalam negeri yang menimbulkan ekonomi 11 Kompas 07 Oktober 2003.12 Kompas, 05 Oktober 2003.
10
biaya tinggi, yang pada gilirannya menghambat kelancaran bisnis dan perdagangan di kawasan
ASEAN dan menurunkan gairah untuk memanfaatkan peluang AFTA.
C. KESIMPULAN DAN SARAN
Integrasi ekonomi ASEAN yang coba dilakukan melalui perdagangan Intra ASEAN
ternyata memang masih menghadapi banyak kendala yang menjadikan perdagangan intra Asean
tersebut menjadi kurang membawa keuntungan serta peningkatan perumbuhan ekonomi bagi
negara-negara anggota ASEAN. Tantangan-tantangan seperti sumber daya alam yang relatif
seragam, masih banyaknya hambatan non-tarif yang diterapkan oleh negara-negara ASEAN,
sarana transportasi intra ASEAN yang belum memadai, serta kurangnya investasi intra ASEAN
seperti yang telah dipaparkan dalam bagian analisis di atas harusnya kini menjadi fokus utama
bagi ASEAN guna mewujudkan cita-cita integrasi ekonominya tersebut. Selain itu, terkait
dengan perwujudan perdagangan intra ASEAN melalui AFTA, pelaksanaan AFTA dinilai
cenderung mendorong fleksibilitas pemerintah pada negara-negara anggota ASEAN yang masih
tergolong negara berkembang untuk menentukan kebijakan tarifnya sehingga tingkat tarif
cenderung tidak terlalu berbeda pada periode sebelum dan sesudah AFTA. Dengan begitu, dapat
dikatakan bahwa kebijakan perdagangan yang diambil ASEAN melalui AFTA ternyata tidak
terlalu efektif. Di sisi lain, pelaksanaan integrasi ekonomi ASEAN khususnya melalui AFTA
hendaknya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan tetap menjaga prinsip-prinsip fairness dalam
prakteknya. Diharapkan pula masing-masing negara dapat meningkatkan perdagangan
internasionalnya khususnya dalam lingkup intra ASEAN. Karena memang tidak dapat
dipungkiri, seperti yang tertuang dalam Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, guna
mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN 2015, perdagangan intra ASEAN menjadi salah satu
faktor utama dan penting untuk dilaksanakan. Walaupun sebenarnya dengan melihat beberapa
fakta terlihat bahwa perdagangan intra ASEAN ternyata tidak terlalu membawa peningkatan
ekonomi yang signifikan bagi negara-negara ASEAN. Hal tersebut mungkin juga dikarenakan
jangka waktu yang terlalu sempit guna mewujudkan cita-cita ASEAN tersebut.
Guna mewujudkan integrasi ekonomi tersebut, diharapkan juga fokus kebijakan ASEAN
tidak lagi pada tarif. Seperti yang dikutip dari buku International Economics karya Paul R.
Krugman dan Maurice Obstfeld13 berikut,
13 Paul R. Krugman dan Maurice Obsfeld, International Economics theory and Policy. 6 th edition, USA, Addision Wesley, 2003, hal. 186-187.
11
“The importance of tariff has declined in modern times, because modern governments
usually prefer to protect domestic industries through a variety of nontariff barriers such
as quotas (limitations on the quantity of imports) and export retraints (limitations on the
quantity of exports-usually imposed by the exporting country at the importing country’s
request).”
Oleh karena peran tarif yang telah berkurang, maka salah satu solusi yang dapat
ditawarkan di sini ialah dengan melakukan kerjasama di bidang lain. Solusi mengenai kerjasama
di bidang lain ini pun sebenarnya telah tertuang dalam Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN,
yang pada akhirnya mengarah pada terciptanya Pasar Tunggal dan Basis Produksi. Kerjasama di
bidang lain tersebut dapat berupa “chain-product”, yaitu suatu negara tidak memproduksi
sendiri suatu barang hingga menjadi barang jadi, namun hanya komponen-komponen tertentu
saja. Misalkan dalam produk otomotif, Indonesia memang belum mampu memproduksinya
sendiri sehingga Indonesia dapat bekerjasama dengan Singapura, Malaysia, dan negara ASEAN
lainnya yang memang mempunyai sumber daya untuk memproduksi produk otomatif tersebut.
Bentuk kerjasama yang dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut : Indonesia yang membuat
komponen tertentu (misalkan karet), Singapura memproduksi mesin, Malaysia memproduksi
kaca, dan sebagainya. Dengan begitu perdagangan intra ASEAN pun dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 tahun 2010.
12
Bermand Hutagalung, “Memahami Kerjasama Ekonomi Perdagangan ASEAN-AFTA Dengan
Mitra Dagang Lainnya”, http://www.slideshare.net/bermand/memahami-kerjasama-asean-afta.
Kompas, Oktober 2003.
Maurice Schiff dan L. Alan Winters, Regional Integration and Development, dalam
http://www.amazon.com/Regional-Integration-Development-World-Publication/dp/0821350781.
Paul R. Krugman dan Maurice Obsfeld, International Economics theory and Policy. 6th edition,
USA, Addision Wesley, 2003.
Raymond Atje, Chapter 10 “ASEAN Economic Community: In Search of a Coherent External
Policy”, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Maret 2008.
Shimizu, Kazushi, ASEAN Economic Integration in the World Economy : Toward the ASEAN
Economic Community (APEC), Oktober 2010, dalam
http://133.87.26.249/dspace/handle/2115/44174.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55235/BAB%20III%20Kajian
%20Teoritis%20....pdf?sequence=6.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55235/BAB%20III%20Kajian
%20Teoritis%20....pdf?sequence=6.
13