perdagangan intra asean

19
A.PENDAHULUAN ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) telah menjadi bagian dari sistem internasional. Banyak hal seperti tantangan, hambatan, dan harapan yang ditempuh selama terbentuknya organisasi kawasan ini menjadi sebuah masalah yang telah mengerucut sehingga kemudian muncul keinginan untuk berintegrasi. Integrasi digunakan untuk menggambarkan kombinasi atau penyatuan beberapa perusahaan dalam suatu industri, baik secara vertikal maupun horizontal. Kemudian istilah integrasi ekonomi dalam konteks negara, yang menggambarkan penyatuan beberapa negara dalam satu kesatuan, diawali dengan munculnya teori Custom Union (CU) oleh Viner (1950). Tetapi definisi yang baku tentang integrasi ekonomi di antara para ekonom belum juga ditemukan hingga saat ini. Para ekonom mengembangkan berbagai definisi mengenai integrasi ekonomi dari berbagai sudut pandang yang berbeda satu sama lain. Jovanovic (2006) dengan ringkas telah mendokumentasikan berbagai definisi integrasi yang berkembang, antara lain definisi yang dikemukakan oleh Tinbergen, Balassa, Holzman, Kahneert, serta Menis dan Sauvant. 1 Tinbergen (1962) membedakan definisi integrasi sebagai bentuk penghapusan diskriminasi serta kebebasan bertransaksi (negative integration) dan sebagai bentuk penyerahan kebijakan pada lembaga bersama (positive integration). Balassa (1961) membedakan integrasi sebagai konsep dinamis melalui penghapusan diskriminasi di antara negara yang berbeda, maupun dalam konsep statis dengan melihat ada tidaknya perbedaan dalam diskriminasi. Holzman menyatakan integrasi ekonomi 1 http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55235/BAB%20III %20Kajian%20Teoritis%20....pdf?sequence=6 . Diakses pada tgl. 19 April 2013. 1

Upload: theresia-aginta-rajagukguk

Post on 03-Jan-2016

194 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ASEAN FREE TRADE AREA sebagai salah satu bentuk Perdagangan Intra ASEAN

TRANSCRIPT

Page 1: Perdagangan Intra ASEAN

A. PENDAHULUAN

ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) telah menjadi bagian dari sistem

internasional. Banyak hal seperti tantangan, hambatan, dan harapan yang ditempuh selama

terbentuknya organisasi kawasan ini menjadi sebuah masalah yang telah mengerucut sehingga

kemudian muncul keinginan untuk berintegrasi. Integrasi digunakan untuk menggambarkan

kombinasi atau penyatuan beberapa perusahaan dalam suatu industri, baik secara vertikal

maupun horizontal. Kemudian istilah integrasi ekonomi dalam konteks negara, yang

menggambarkan penyatuan beberapa negara dalam satu kesatuan, diawali dengan munculnya

teori Custom Union (CU) oleh Viner (1950). Tetapi definisi yang baku tentang integrasi ekonomi

di antara para ekonom belum juga ditemukan hingga saat ini. Para ekonom mengembangkan

berbagai definisi mengenai integrasi ekonomi dari berbagai sudut pandang yang berbeda satu

sama lain. Jovanovic (2006) dengan ringkas telah mendokumentasikan berbagai definisi integrasi

yang berkembang, antara lain definisi yang dikemukakan oleh Tinbergen, Balassa, Holzman,

Kahneert, serta Menis dan Sauvant.1

Tinbergen (1962) membedakan definisi integrasi sebagai bentuk penghapusan

diskriminasi serta kebebasan bertransaksi (negative integration) dan sebagai bentuk penyerahan

kebijakan pada lembaga bersama (positive integration). Balassa (1961) membedakan integrasi

sebagai konsep dinamis melalui penghapusan diskriminasi di antara negara yang berbeda,

maupun dalam konsep statis dengan melihat ada tidaknya perbedaan dalam diskriminasi.

Holzman menyatakan integrasi ekonomi sebagai situasi ketika dua kawasan menjadi satu atau

mempunyai satu pasar yang ditandai harga barang dan faktor produksi yang sama di antara dua

kawasan tersebut. Definisi tersebut mengasumsikan bahwa tidak ada hambatan pergerakan

barang, jasa, dan faktor produksi, serta adanya lembaga yang memfasilitasi pergerakan tersebut.

Dari beberapa definisi integrasi tersebut, Jovanovic (2006) menyimpulkan bahwa konsep

integrasi ekonomi merupakan konsep yang cukup kompleks dan harus didefinisikan secara hati-

hati. Secara umum, integrasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan

oleh sekelompok negara dalam rangka meningkatkan kemakmurannya. Dalam upaya

meningkatkan kemakmuran tersebut, integrasi merupakan pilihan kebijakan yang lebih efisien

dibanding apabila setiap negara melakukan upaya secara unilateral. Integrasi ekonomi juga

1http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55235/BAB%20III%20Kajian%20Teoritis%20....pdf? sequence=6. Diakses pada tgl. 19 April 2013.

1

Page 2: Perdagangan Intra ASEAN

mensyaratkan paling tidak adanya beberapa pembagian tenaga kerja dan kebebasan mobilitas

barang dan jasa dalam suatu kelompok negara. Integrasi pada tingkatan yang lebih tinggi juga

mensyaratkan mobilitas yang bebas atas faktor produksi dalam intra-kawasan, termasuk

hambatan pergerakan faktor produksi antar-area yang terintegrasi.

Definisi integrasi ekonomi yang ditandai oleh adanya mobilitas barang dan jasa serta

faktor produksi tersebut sesuai dengan definisi integrasi menurut United Nation Conference on

Trade and Development (UNCTAD) maupun Pelkman (2001). UNCTAD (2006) mendefinisikan

integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan

internasional dan pergerakan faktor produksi lintas negara. Sementara Pelkman (2001)

mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai integrasi yang ditandai oleh penghapusan hambatan-

hambatan ekonomi (economic frontier) antara dua atau lebih ekonomi atau negara. Hambatan-

hambatan ekonomi tersebut meliputi semua pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang,

jasa, faktor produksi, dan juga aliran komunikasi, secara aktual maupun potensial relatif rendah.

Dalam definisi ini, pengertian economic frontier berbeda dengan teritorial frontier.2

Sedangkan dalam konteks ASEAN, pendefinisian integrasi ekonomi telah dipaparkan

dalam ASEAN Charter. Pada umumnya, integrasi ekonomi tersebut dimaksudkan untuk

mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya.

Negara-negara kemudian tergabung dalam suatu ikatan kerjasama. Mengintegrasikan ekonomi

dalam rangka menciptakan sebuah area ekonomi yang kuat dibutuhkan komitmen yang lebih

besar dari negara anggota. Dan seperti beberapa teori yang telah dipaparkan di atas dan juga

mengenai integrasi ekonomi yang dipaparkan dalam ASEAN Charter, alasan integrasi ekonomi

didasarkan pada teori perdagangan bebas tanpa hambatan, baik berupa tarif maupun non-tarif

yang bertujuan untuk meningkatkan volume perdagangan, peningkatan efisiensi produksi,

peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Integrasi ekonomi memiliki

prinsip dan mekanisme yang sama dengan perdagangan bebas, atas dasar suatu kesepakatan di

antara anggota yang melakukan perjanjian di antara negara-negara yang berada dalam satu

kawasan maupun atas kepentingan tertentu. Integrasi ekonomi mengacu pada suatu kebijakan

komersial atau kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau

menghapuskan hambatan perdagangan hanya di antara negara anggota yang sepakat untuk

membentuk suatu integrasi ekonomi. Semua bentuk hambatan perdagangan baik tarif maupun

2 Ibid.

2

Page 3: Perdagangan Intra ASEAN

non-tarif sengaja diturunkan atau bahkan dihapuskan. Sedangkan negara yang bukan anggota

masih berhak untuk menerapkan kebijakan secara sendiri apakah mereka menerapkan tarif dan

non-tarif.

B. ANALISIS

Sejarah Munculnya Perdagangan Intra ASEAN

Kerjasama ASEAN di bidang ekonomi, salah satunya dilakukan melalui perdagangan

intra ASEAN. Pada dasarnya, ASEAN telah menerapkan kerjasama ekonomi intra-regional sejak

tahun 1976, yakni dengan diselenggarakannya KTT I ASEAN di Bali yang kemudian dikenal

juga dengan Bali Concord I.3 Melalui Bali Concord I tersebut, terbentuklah TAC (Treaty of

Amity and Cooperation), yakni perjanjian yang dibuat oleh negara-negara ASEAN terhadap

negara lain. Inti dari TAC tersebut ialah jika negara-negara di luar ASEAN ingin melakukan

kerjasama dengan negara-negara ASEAN, harus terlebih dahulu menandatangi TAC, yakni

perjanjian penyelesaian konflik (apabila terjadi konflik ketika bekerjasama) secara damai, tanpa

menggunakan kekerasan atau kekuatan militer. Hal tersebut secara lebih lanjut menandai

dilakukannya Perdagangan intra-Asean sebagai perwujudan dari tujuan baru ASEAN, yakni

pembentukan ASEAN Economic Community (AEC). ASEAN juga telah menjadi sumbu penting

dari kerja sama ekonomi regional dan perjanjian perdagangan bebas (FTA) di Asia Timur.4

Pada 15 Desember 1997 bertempat di Kuala Lumpur para petinggi negara anggota

ASEAN berkumpul dan sepakat untuk menegaskan ulang maksud dan tujuan ASEAN,

khususnya yang terkait dengan upaya mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang damai dan

sejahtera. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa peningkatan kerjasama regional dalam

semangat kesetaraan dan kemitraan perlu semakin digalakkan. Kerjasama regional ASEAN pun

diperluas, tidak hanya melibatkan negara Anggota ASEAN, tapi juga melibatkan dengan negara

sahabat lainnya melalui pengembangan hubungan dialogis dalam rangka membahas kerjasama

ekonomi yang lebih mendalam. Mitra dialog ASEAN terus bertambah antara lain meliputi China,

Jepang Korsel, India, Uni Eropa, AmerikaSerikat (AS), Kanada, Rusia, Australia dan Selandia

Baru. Selain itu ditetapkan pula visi masa depan ASEAN 2020 yang intinya menyatakan: negara

anggota akan selalu bersikap terbuka, hidup berdampingan satu sama lain dalam kedamaian,

keutuhan dan kesejahteraan, serta menjalin ikatan kemitraaan demi mewujudkan sebuah

3 Shimizu, Kazushi, ASEAN Economic Integration in the World Economy : Toward the ASEAN Economic Community (APEC), Oktober 2010, dalam http://133.87.26.249/dspace/handle/2115/44174.4 ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 tahun 2010 hal. 24.

3

Page 4: Perdagangan Intra ASEAN

Komunitas Asia Tenggara yang saling menghargai dan penuh saling pengertian. Asia Tenggara

di masa depan merupakan kawasan terpadu, wadah bagi kepentingan setiap negara anggota, zona

damai dan berdaulat yang netral. Pada 2020, Asia Tenggara juga harus sudah menjadi sebuah

kawasan damai, aman dan utuh, serta terbebas dari konflik kepentingan antarnegara, dan

terbebas dari berbagai bentuk kemungkinan kekuatan senjata.5

Selanjutnya pada Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic

Ministers/AEM) ke-39 tahun 2007 disepakati juga mengenai naskah Cetak Biru Komunitas

Ekonomi ASEAN beserta jadwal stategis yang mencakup inisiatif-inisiatif baru serta peta jalan

yang jelas untuk mencapai pembentukan AEC tahun 2015. Berkaitan dengan disepakatinya

konsep Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, pertemuan ke-39 AEM juga menyepakati Peta

Jalan untuk Integrasi Sektor Jasa Logistik ASEAN (Roadmap for ASEAN Integration of the

Logistics Services Sector) sebagai sektor prioritas ke-12 untuk integrasi ASEAN dan

menandatangani protokol untuk mengamandemen Pasal 3 Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN

untuk Sektor Integrasi Prioritas (Protocol to Amend Article 3 of the ASEAN Framework

Agreement for the Integration of the Priority Sectors). Dua belas sektor prioritas yang dimaksud

adalah produk-produk berbasis pertanian, perjalanan udara, otomotif, e-ASEAN, elektronik,

perikanan, kesehatan, produk karet dan turunannya, tekstil, pariwisata, produk kayu, dan jasa

logistik. Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN kemudian disahkan pada Rangkaian

Pertemuan KTT ke-13 ASEAN. Cetak Biru ini bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN

lebih stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan bebasnya lalu lintas barang, jasa,

investasi dan aliran modal. Selain itu, juga akan diupayakan kesetaraan pembangunan ekonomi

dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi pada tahun 2015.

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN merupakan rancang utama (master plan) untuk

membentuk Komunitas ASEAN tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-langkah integrasi

ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci dengan

sasaran dan jangka waktu yang jelas. Dalam kaitan ini, ASEAN telah mengembangkan

mekanisme Scorecard sebagai alat untuk mengukur tingkat implementasi komitmen ekonomi

ASEAN dan alat komunikasi dengan para pemilik kepentingan. Scorecard memberikan

gambaran komprehensif mengenai kemajuan ASEAN dalam mengimplementasikan Cetak Biru

5 Bermand Hutagalung, “Memahami Kerjasama Ekonomi Perdagangan ASEAN-AFTA Dengan Mitra Dagang Lainnya”, http://www.slideshare.net/bermand/memahami-kerjasama-asean-afta, hal. 4-5. Diakses pada 19 April 2013.

4

Page 5: Perdagangan Intra ASEAN

Komunitas Ekonomi ASEAN. Negara-negara ASEAN telah menyepakati 4 bentuk AEC

Scorecard, yaitu untuk Kepala Negara/Pemerintah, Menteri, Pejabat Senior, dan Masyarakat

Umum.

AFTA (Asean Free Trade Area)

Kerjasama regional dalam bidang ekonomi di kalangan negara-negara anggota ASEAN

kemudian lebih dikongkritkan dalam wujud pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN

atau ASEAN Free Trade Area (AFTA). Embrio pembentukan AFTA ini sebenarnya sudah

muncul sejak lama, yakni sejak Oktober 1991, pada Pertemuan Pejabat Ekonomi Senior (SEOM)

ASEAN di Kuala Lumpur. Pertemuan tersebut dihadiri oleh para menteri ekonomi ASEAN yang

kemudian sepakat untuk mengamandemen usulan Thailand guna membentuk AFTA. Selanjutnya

pada pertemuan AEM ke 23 di Kuala Lumpur, disepakati pembentukan sebuah kawasan

perdagangan bebas ASEAN dalam kurun waktu 15 tahun. Embrio pembentukan AFTA ini

kemudian dicetuskan kembali pada konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV di bulan

Januari 1992 di Singapura. Setahun kemudian, pada Januari 1993 AFTA mulai diluncurkan. Para

pemimpin ASEAN sepakat menandatangani deklarasi pembentukan Kawasan Perdagangan

Bebas ASEAN (AFTA) dan mensahkan perjanjian dalam Kerangka Meningkatkan Kerjasama

Ekonomi ASEAN (Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation). Free

Trade Area (FTA) merupakan suatu kawasan yang menghapuskan tarif dan kuota antarnegara

anggota, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka masing-masing terhadap

negara bukan anggota.

Semua negara ASEAN sepakat untuk mengemban pelaksanaan AFTA yang

pembentukannya berlangsung selama 15 tahun. Selama kurun waktu tersebut, negara anggota

ASEAN harus mengikuti program penurunan tarif bea masuk semua jenis barang (dengan

beberapa perkecualian), hingga mencapai 0–5 % pada 1 Januari 2008.6 Dalam rangka

mewujudkan pembentukan zona perdagangan bebas ini, negara-negara ASEAN sepakat

menghapus hambatan-hambatan perdagangan secara bertahap, guna membentuk pasar yang lebih

bebas di antara sesama negara anggota. Termasuk di dalamnya penurunan tarif bea masuk atas

barang-barang yang diperdagangkan oleh anggota ASEAN, dan penghapusan kuota serta

hambatan non-tariff lainnya yang dapat membatasi arus barang impor dari sesama negara

6 Ibid, hal. 5.

5

Page 6: Perdagangan Intra ASEAN

anggota ASEAN. Namun negara anggota ASEAN masih diperkenankan untuk mengatur sendiri

mengenai tarif bea masuk barang impor dari negara-negara non ASEAN.

Secara ringkas pembentukan AFTA dapat digambarkan sebagai berikut, pada bulan

Desember 1992, para kepala pemerintahan dari enam negara di Asia Tenggara menandatangani

ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang bertujuan untuk menjadikan wilayah Asia Tenggara

sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area). Kesepakatan ini diwujudkan dalam

implementasi skema CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai berlaku sejak 1

Januari1994. Melalui skema CEPT ini, tarif bea masuk, untuk sebagian besar produk diturunkan

secara bertahap sehingga menjadi 0-5% pada awal Januari tahun 2008. Sesuai dengan

perkembangan trend globalisasi dunia, target waktu penurunan tarif dipercepat menjadi awal

Januari 2003 sesuai dengan kesepakatan para kepala pemerintahan ASEAN pada 1996.

Sedangkan untuk negara-negara Indochina diberikan waktu yang lebih lama, yaitu tahun 2004

untuk Vietnam, 2006 untuk Laos dan Myanmar, serta 2008 untuk Kamboja, mengingat mereka

masuk menjadi anggota ASEAN belakangan. Tahap selanjutnya, untuk menciptakan

perdagangan bebas tersebut, disepakati untuk menghapuskan seluruh tarif bea masuk pada tahun

2010 (untuk 6 anggota senior ASEAN), 2012 untuk Vietnam, 2014 untuk Myanmar dan Laos,

dan 2016 untuk Kamboja.7

Dalam pelaksanaannya, ASEAN sudah menghapus tarif bea masuk lebih dari setengah

pos tarif yang berlaku pada akhir 2002. Dari paparan di atas jelas bahwa Kawasan Perdagangan

Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA) sebenarnya sudah terbentuk dan diberlakukan

sejak 2002. Namun berbagai kekhawatiran masih saja muncul kepermukaan, sehubungan dengan

implementasi AFTA ini. Eksistensi AFTA dinilai sebagai ancaman yang bisa mendesak posisi

usaha perdagangan dan industri domestik. Implementasi AFTA berarti membuka kran impor

sebesar-besarnya dan hanya akan membuat barang impor membanjiri pasar dalam negeri.

Membuka pintu pasar domestik menjadi pasar bebas hanya akan menguntungkan para pelaku

bisnis Singapura, Thailand, dan Malaysia. Semua ini sebenarnya terjadi hanya karena

kekurangpahaman atau kesalahan penafsiran dari pengertian, maksud, tujuan, dan target dari

AFTA. Kata “bebas” dalam frasa “pasar bebas” diartikan sebagai segalanya (barang,jasa, modal,

tenaga ahli asing, dlsb), dibiarkan serba bebas menyerbu pasar domestik. Padahal, singkatnya,

AFTA hanya membuat arus perdagangan barang di kawasan ASEAN menjadi semakin bebas

7 Op.Cit., hal. 9.

6

Page 7: Perdagangan Intra ASEAN

dan lancar melalui pelaksanaan program eliminasi tarif dan hambatan non tarif, agar arus barang

di antara negara anggota ASEAN semakin lancar dan volumenya meningkat. Implementasi

penurunan tarif pun diberlakukan secara bertahap. Tidak drastis. AFTA berlaku menyeluruh di

semua wilayah 10 negara anggota ASEAN.

AFTA merupakan upaya nyata pertama untuk menciptakan integrasi ekonomi regional

yang resmi. AFTA tersebut pada dasarnya hanya berurusan dengan perdagangan barang dan juga

untuk memungkinkan preferensial tarif bagi perdagangan antarnegara anggota ASEAN melalui

Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Berdasarkan skema itu, tarif untuk sebagian besar

barang yang diperdagangkan di ASEAN akan diturunkan menjadi 0 sampai 5 persen pada

Januari 2002. Meskipun skema CEPT telah muncul, pangsa perdagangan intra-ASEAN belum

tumbuh secara signifikan dengan pelaksanaan AFTA padahal tingkat pemanfaatan preferensi

tarif AFTA telah rendah. Salah satu alasan mengapa hal tersebut terjadi, menurut Baldwin

(2006), adalah karena margin preferensi AFTA tinggi pada perdagangan barang, namun

volumenya terlalu kecil untuk mengimbangi biaya administrasi dan menunda penerapan untuk

CEPT.8

Selama periode tahun 1993-2002, perdagangan intra ASEAN meningkat rata-rata 7,3%

pertahun, yaitu dari US$ 84,2 milyar tahun 1993 menjadi US$ 159,4 milyar pada tahun 2002.

Laju perkembangan perdagangan intra ASEAN lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan

perdagangan global ASEAN yang selama periode yang sama hanya mencapai pertumbuhan 5,6%

per tahun. Produk utama yang diperdagangkan sesama negara ASEAN adalah produk elektronik,

minyak mentah dan bahan bakar, gas alam, tembakau dan rokok, karet alam, tembaga, dan

kertas. Eksportir utama dalam perdagangan intra ASEAN adalah Singapura (38,8%), Malaysia

(24,9%), dan Thailand (16,9%). Sedangkan importir utamanya adalah adalah Singapura (42,7%),

Malaysia (22,5%), dan Thailand (14,8%).

Walaupun skema penurunan tarif dalam AFTA sudah mulai berlaku sejak tahun 1994,

tetapi pangsa perdagangan intra ASEAN di dalam total perdagangan ASEAN dengan dunia,

tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Pada tahun 2002, pangsa perdagangan intra

ASEAN hanya mengalami peningkatan menjadi 22,6% dari 19,3% tahun 1993. Bila

dibandingkan dengan perkembangan perdagangan intra Kawasan Perdagangan Bebas di belahan

bumi lainnya, seperti Uni Eropa dan NAFTA, perkembangan perdagangan intra ASEAN terasa

8 Raymond Atje, Chapter 10 “ASEAN Economic Community: In Search of a Coherent External Policy”, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Maret 2008, hal. 158-159, diakses pada 19 April 2013.

7

Page 8: Perdagangan Intra ASEAN

sangat lambat. Sebagai perbandingan, pada tahun 2000, perdagangan intra Uni Eropa sudah

mencapai 80% dari total perdagangan internasionalnya, perdagangan intra Kawasan Perdagangan

Bebas Amerika Utara (NAFTA) sudah mencapai 55%, dan perdagangan intra Kawasan Amerika

Selatan (MERCOSUR) telah mencapai 30% dari total perdagangan global wilayah tersebut.

Walaupun demikian, intra trade di ASEAN masih lebih besar dibandingkan dengan perdagangan

intra regional di berbagai Kawasan Perdagangan Bebas yang dibentuk oleh negara-negara

berkembang lainnya seperti Andean Pact (Amerika Tengah), CARICOM (Caribian Community

and Common Market), UDEAC (Union douaniere et Economique de I_frique Centrale), GCC

(Gulf Cooperation), dan sebagainya.9

Menurut Schiff dan Winters, rendahnya perkembangan perdagangan intra kawasan dalam

proses integrasi ekonomi regional yang dilakukan oleh sesama negara berkembang, disebabkan

oleh pasarnya yang kecil dan terpecah-pecah, infrastruktur yang masih minim, kerangka hukum

yang sangat miskin, stabilitas ekonomi dan politik yang tidak stabil, dan besarnya intervensi

pemerintah di bidang ekonomi, sehingga integrasi industri secara regional gagal dicapai.

Kemudian, banyak juga yang mempertanyakan mengapa perdagangan intra ASEAN tidak

mengalami peningkatan yang signifikan, walaupun skema CEPT sudah berjalan selama 10 tahun.

Diperkirakan setidaknya terdapat empat alasan yaitu :10

Semua negara ASEAN memiliki sumber daya alam yang relatif seragam sehingga intra-

trade tidak meningkat secara signifikan. Sebagai contoh, tiga negara ASEAN, Indonesia,

Malaysia, dan Thailand, adalah penghasil dan eksportir utama karet alam dunia.

Demikian juga Malaysia dan Indonesia adalah produsen dan eksportir utama minyak

kelapa sawit. Pada saat ini juga, Malaysia, Singapura, dan Filipina adalah produsen dan

eksportir produk-produk elektronik terkemuka di dunia.

Walaupun tarif bea masuk sebagian besar produk telah diturunkan, tetapi masih banyak

hambatan non-tarif yang diterapkan oleh negara-negara ASEAN. Berbagai perbedaan

9 Maurice Schiff dan L. Alan Winters, Regional Integration and Development, dalam

http://www.amazon.com/Regional-Integration-Development-World-Publication/dp/0821350781. Diakses pada 28 April 2013.

10 Bermand Hutagalung, “Memahami Kerjasama Ekonomi Perdagangan ASEAN-AFTA Dengan Mitra Dagang Lainnya”, http://www.slideshare.net/bermand/memahami-kerjasama-asean-afta, hal. 12-13. Diakses pada 19 April 2013.

8

Page 9: Perdagangan Intra ASEAN

standar dan prosedur kepabeanan masih eksis dan menjadi penghambat kelancaran

perdagangan intra ASEAN.

Sarana Transportasi intra ASEAN belum memadai. Pada saat ini, armada transportasi

sebagian besar masih melalui Singapura sehingga arus perdagangan langsung antar

sesama negara di ASEAN masih sedikit. Akan tetapi dominasi Singapura sebagai

pelabuhan penghubung tampaknya mulai berkurang dengan dibukanya Pelabuhan

Tanjung Pelepas di Malaysia dan Laem Chabang di Thailand sejak awal 2001.

Pemanfaatan kedua pelabuhan baru ini akan semakin meningkat apabila rencana untuk

menghubungkan rel kereta api dari Saigon (Vietnam) ke Pnom Penh (Kambodya) sudah

direalisir. Segmen Saigon-Pnom Penh merupakan jalur yang masih terputus untuk

menghubungkan Trans Kereta Api Asia-China dari Singapura sampai ke Beijing.

Kurangnya investasi intra ASEAN. Investasi intra ASEAN masih sangat rendah

mengjngat tingkat pendapatan dan tabungan masyarakat ASEAN yang juga masih relatif

rendah. Data yang dikumpulkan Sekretariat ASEAN mencatat bahwa investasi intra

ASEAN selarna periode 1995-2001 hanya berjumlah US$ 15,2 milyar atau kurang dari

sepersepuluh total investasi asing di ASEAN yang mencapai US$ 142,3 milyar dalam

periode yang sama. Sumber utama investasi intra ASEAN adalah Singapura (44,7%)

disusul Malaysia (13,8%) dan Thailand (9,2%). Sedangkan negara ASEAN penerima

investasi intra ASEAN adalah Thailand (25,6%), Singapura (18,5%) dan Malaysia

(15,9%). Di samping itu, sejak krisis moneter yang terjadi di Asia (1997-1998), investasi

asing yang masuk ke ASEAN mengalami kemunduran. Banyak pemilik modal asing

yang hengkang dari ASEAN dan diperkirakan pindah menuju China. Data dari UNCTAD

menunjukkan investasi asing langsung (foreign direct investment/ FDI) khusus untuk

sektor elektronik selama periode 1998-2001, ke ASEAN hanya bertambah US$ 19,8

milyar atau kurang dari U5$ 5 milyar per tahun. Sedangkan dalam periode yang sama,

investasi ke China rneningkat sebesar US$ 33,5 milyar atau rata-rata US$ 8,7 milyar per

tahun.

Selain itu, sesuai dengan studi yang dilakukan oleh McKenzey (2003), ternyata daya

saing ASEAN, baik dalam menarik investasi maupun dalam peningkatan ekspor mengalami

kemunduran dibandingkan dengan China. Sebagai contoh, ekspor produk elektronik ASEAN

meningkat rata-rata 3% per tahun selama periode tahun 1996-2001, sedangkan ekspor elektronik

9

Page 10: Perdagangan Intra ASEAN

China meningkat rata-rata 30% per tahun selama periode yang sama. Oleh karena itu, Dalam

rangka meningkatkan integrasi ASEAN untuk meningkatkan perdagangan intra ASEAN dan

untuk meningkatkan daya saing ASEAN guna menarik investasi asing, McKenzey (2003)

menyarankan dua hal :

1) ASEAN perlu memprioritaskan liberalisasi dan integrasi dua sektor utama yaitu

electronik dan consumer goods. ASEAN memiliki potensi yang besar untuk menarik investasi

global dan investasi intra ASEAN yang dapat menjadikan ASEAN sebagai production base

untuk kedua sektor tersebut. Di samping itu, konsumsi domestik ASEAN sangat besar untuk

kedua sektor di atas sehingga skala ekonominya dapat dengan mudah terlampaui.

2) ASEAN perlu memperkuat lembaga penyelesaian sengketa dagang/ekonomi yang

terjadi di antara negara anggota ASEAN. Pada saat ini, sengketa dagang yang terjadi dibawakan

dalam Sidang Menteri-Menteri Ekonomi (AEM), dan sering diselesaikan dengan cara

kekeluargaan tanpa kepastian hukum yang tetap. Berbagai informasi, penilaian para pakar

maupun petinggi ASEAN sendiri, serta tajuk rencana/editorial yang dimuat di berbagai media

massa mengindikasikan implementasi kerjasama ASEAN memang masih jauh dari efektif.

Mantan PM Singapura Goh Chok Tong, misalnya, menilai berdasarkan masukan dari kalangan

bisnis, arus perdagangan antar negara ASEAN dalam rangka AFTA masih tetap rendah karena

masih banyak masalah hambatan perdagangan yang bersifat non-tarif.

Di sisi lain, menurut Evelyn Goh, sementara kita telah melakukan kemajuan dalam

penurunan tarif, ternyata kita masih jauh untuk layak disebut sebagai pasar terintegrasi. 11

Sedangkan menurut Ralf Emmers, seorang pengamat ASEAN dari Institute Defense and

Strategic Studies yang berkantor di Singapura menyatakan bahwa ASEAN bagus dalam retorika,

namun lemah dalam implementasi.12 Selanjutnya dalam Tajuk rencana Kompas pada 07 Agustus

2003 silam, juga dinyatakan bahwa “Salah satu kritik yang mencuat sekarang adalah

kesungguhan para pemimpin ASEAN untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan bisnis.

Sayangnya, bukan hanya greget pelaksanaannya yang tak tampak, bahkan keberpihakannya pun

tak tampak. Pemerintah negara ASEAN dikritik tidak memiliki visi bisnis dan oleh karenanya

dituntut untuk memiliki visi bisnis. Ada sejumlah masalah yang diperkirakan membuat dunia

usaha Indonesia enggan berpartisipasi memanfaatkan peluang bisnis dalam kerjasama ASEAN,

misalnya masih terdapatnya banyak hambatan di dalam negeri yang menimbulkan ekonomi 11 Kompas 07 Oktober 2003.12 Kompas, 05 Oktober 2003.

10

Page 11: Perdagangan Intra ASEAN

biaya tinggi, yang pada gilirannya menghambat kelancaran bisnis dan perdagangan di kawasan

ASEAN dan menurunkan gairah untuk memanfaatkan peluang AFTA.

C. KESIMPULAN DAN SARAN

Integrasi ekonomi ASEAN yang coba dilakukan melalui perdagangan Intra ASEAN

ternyata memang masih menghadapi banyak kendala yang menjadikan perdagangan intra Asean

tersebut menjadi kurang membawa keuntungan serta peningkatan perumbuhan ekonomi bagi

negara-negara anggota ASEAN. Tantangan-tantangan seperti sumber daya alam yang relatif

seragam, masih banyaknya hambatan non-tarif yang diterapkan oleh negara-negara ASEAN,

sarana transportasi intra ASEAN yang belum memadai, serta kurangnya investasi intra ASEAN

seperti yang telah dipaparkan dalam bagian analisis di atas harusnya kini menjadi fokus utama

bagi ASEAN guna mewujudkan cita-cita integrasi ekonominya tersebut. Selain itu, terkait

dengan perwujudan perdagangan intra ASEAN melalui AFTA, pelaksanaan AFTA dinilai

cenderung mendorong fleksibilitas pemerintah pada negara-negara anggota ASEAN yang masih

tergolong negara berkembang untuk menentukan kebijakan tarifnya sehingga tingkat tarif

cenderung tidak terlalu berbeda pada periode sebelum dan sesudah AFTA. Dengan begitu, dapat

dikatakan bahwa kebijakan perdagangan yang diambil ASEAN melalui AFTA ternyata tidak

terlalu efektif. Di sisi lain, pelaksanaan integrasi ekonomi ASEAN khususnya melalui AFTA

hendaknya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan tetap menjaga prinsip-prinsip fairness dalam

prakteknya. Diharapkan pula masing-masing negara dapat meningkatkan perdagangan

internasionalnya khususnya dalam lingkup intra ASEAN. Karena memang tidak dapat

dipungkiri, seperti yang tertuang dalam Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, guna

mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN 2015, perdagangan intra ASEAN menjadi salah satu

faktor utama dan penting untuk dilaksanakan. Walaupun sebenarnya dengan melihat beberapa

fakta terlihat bahwa perdagangan intra ASEAN ternyata tidak terlalu membawa peningkatan

ekonomi yang signifikan bagi negara-negara ASEAN. Hal tersebut mungkin juga dikarenakan

jangka waktu yang terlalu sempit guna mewujudkan cita-cita ASEAN tersebut.

Guna mewujudkan integrasi ekonomi tersebut, diharapkan juga fokus kebijakan ASEAN

tidak lagi pada tarif. Seperti yang dikutip dari buku International Economics karya Paul R.

Krugman dan Maurice Obstfeld13 berikut,

13 Paul R. Krugman dan Maurice Obsfeld, International Economics theory and Policy. 6 th edition, USA, Addision Wesley, 2003, hal. 186-187.

11

Page 12: Perdagangan Intra ASEAN

“The importance of tariff has declined in modern times, because modern governments

usually prefer to protect domestic industries through a variety of nontariff barriers such

as quotas (limitations on the quantity of imports) and export retraints (limitations on the

quantity of exports-usually imposed by the exporting country at the importing country’s

request).”

Oleh karena peran tarif yang telah berkurang, maka salah satu solusi yang dapat

ditawarkan di sini ialah dengan melakukan kerjasama di bidang lain. Solusi mengenai kerjasama

di bidang lain ini pun sebenarnya telah tertuang dalam Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN,

yang pada akhirnya mengarah pada terciptanya Pasar Tunggal dan Basis Produksi. Kerjasama di

bidang lain tersebut dapat berupa “chain-product”, yaitu suatu negara tidak memproduksi

sendiri suatu barang hingga menjadi barang jadi, namun hanya komponen-komponen tertentu

saja. Misalkan dalam produk otomotif, Indonesia memang belum mampu memproduksinya

sendiri sehingga Indonesia dapat bekerjasama dengan Singapura, Malaysia, dan negara ASEAN

lainnya yang memang mempunyai sumber daya untuk memproduksi produk otomatif tersebut.

Bentuk kerjasama yang dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut : Indonesia yang membuat

komponen tertentu (misalkan karet), Singapura memproduksi mesin, Malaysia memproduksi

kaca, dan sebagainya. Dengan begitu perdagangan intra ASEAN pun dapat meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 tahun 2010.

12

Page 13: Perdagangan Intra ASEAN

Bermand Hutagalung, “Memahami Kerjasama Ekonomi Perdagangan ASEAN-AFTA Dengan

Mitra Dagang Lainnya”, http://www.slideshare.net/bermand/memahami-kerjasama-asean-afta.

Kompas, Oktober 2003.

Maurice Schiff dan L. Alan Winters, Regional Integration and Development, dalam

http://www.amazon.com/Regional-Integration-Development-World-Publication/dp/0821350781.

Paul R. Krugman dan Maurice Obsfeld, International Economics theory and Policy. 6th edition,

USA, Addision Wesley, 2003.

Raymond Atje, Chapter 10 “ASEAN Economic Community: In Search of a Coherent External

Policy”, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Maret 2008.

Shimizu, Kazushi, ASEAN Economic Integration in the World Economy : Toward the ASEAN

Economic Community (APEC), Oktober 2010, dalam

http://133.87.26.249/dspace/handle/2115/44174.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55235/BAB%20III%20Kajian

%20Teoritis%20....pdf?sequence=6.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55235/BAB%20III%20Kajian

%20Teoritis%20....pdf?sequence=6.

13