percobaan biuret
DESCRIPTION
Uji tentang adanya protein dalam suatu sampel dilihat daro konsentrasinyaTRANSCRIPT
JUDUL PERCOBAAN : PENENTUAN KADAR PROTEIN
DENGAN METODE BIURET
HARI/TANGGAL PERCOBAAN : Selasa, 19 November 2013
SELESAI PERCOBAAN : Selasa, 19 November 2013
TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan kadar protein yang ada pada
sampel dengan menggunakan metode biuret
DASAR TEORI :
Protein berasal dari kata Yunani kuno proteos yang artinya “yang utama”.
Dari asal kata ini dapat diambil kesimpulan bagaimana pentingnya protein dalam
kehidupan. Protein terdapat pada semua sel hidup, kira-kira 50% dari berat
keringnya dan berfungsi sebagai pembangun struktur, biokatalis, hormon, sumber
energi, penyangga racun, pengatur pH, dan bakan sebagai pembawa sifat turunan
dari generasi ke generasi (Girindra, 1993).
Protein merupakan polipeptida berbobot molekul tinggi. Protein sederhana
hanya mengandung asam-asam amino. Protein kompleks mengandung bahan
tambahan bukan asam amino, seperti derivat vitamin, lipid atau karbohidrat.
Protein berperan pokok dalam fungsi sel. Analisis terhadap protein dan enzim
darah tertentu digunakan secara luas untuk tujuan diagnostik (Harper, 1995).
Protein dapat ditetapkan kadarnya dengan metode biuret. Prinsip dari
metode biuret ini adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa (Carprette,
2005). Reaksi biuret terdiri dari campuran protein dengan sodium hidroksida
(berupa larutan) dan tembaga sulfat. Warna violet adalah hasil dari reaksi ini.
Reaksi ini positif untuk 2 atau lebih ikatan peptida (Harrow, 1954).
Reaksi :
Biuret adalah reagen yang digunakan untuk menguji kandungan protein suatu
bahan makanan. Pengujian biuret dengan cara meneteskan larutan biuret pada
bahan makanan yang akan diuji. Jika terkandung protein pada bahan makanan
tersebut maka warna biuret yang tadinya warnanya merah kehitaman akan
berubah menjadi ungu atau violet. Kandungan senyawa/zat pada reagen biuret : CuSO4 → memberikan kompleks berwarna
KOH → memberikan suasana basa (mengubah Cu2+ → Cu+)
KNaC4H4O6 (Kalium Natrium Tartrat) → untuk menstabilkan kompleks ion
Cu2+
Larutan ion Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein
sehingga menghsilkan warna ungu dengan absorbansi dari panjang gelombang
(λ) maksimal 540 nm
Metode Spektrofotometri
Sifat protein jika dilarutkan dengan asam klorida dan enzim protease
akan menghasilakan asam amino karboksilat. Disisi lain protein dapat mengalami
denaturasi yaitu perubahan struktur protein yang menimbulakn perubahan sifat
fisika, kimia dan biologi bila Protein apabila dipanaskan dapat mengakibatkan
gelombang elektromagnetik tertentu contohnya bisa, kokain kuman-kuman dan
lain-lain.
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan
pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna
pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma
atau kisi difraksi dengan detektor fototube (Yoky 2009). Spektrofotometer adalah
alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi
panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini,
metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri. Spektrofotometer
dapat mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR (> 750
nm) dan menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah
(sinar tampak, UV, IR). Monokromator pada spektrofotometer menggunakan
kisi atau prisma yang daya resolusinya lebih baik sedangkan detektornya
menggunakan tabung penggandaan foton atau fototube.
Komponen utama dari spektrofotometer, yaitu sumber cahaya,
pengatur Intensitas, monokromator, kuvet, detektor, penguat (amplifier),
dan indikator. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu
pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi.
Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombangdan
dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas
untuk komponen yang berbeda.
Metode Spektrofotokopi dengan untraviolet yang yang diserap bukan
cahaya tampak cahaya ultra ungu (Ultraviolet). Dalam Spektrofotokopi ultra ungu
energi cahaya tampak terserap digunakan untuk transfuse electron. Karena energi
Cahaya Ultraviolet dapat menyebabkan transfuse electron.
Putih Telur
Putih telur terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan encer luar, lapisan
kental luar, lapisan encer dalam dan khalazaferous. Empat bagian utama putih
telur yaitu lapisan putih telur yang encer bagian luar, lapisan putih telur yang
kental, lapisan putih telur encer bagian dalam dan lapisan kalaza. Bagian putih
telur diikat dengan bagian kuning telur oleh kalaza, yaitu serabut-serabut protein
berbentuk spiral yang disebut mucin. Bahan utama penyusun putih telur adalah
protein dan air. Perbedaan kekentalan putih telur disebabkan oleh perbedaan
kandungan air (Suryono 2006).
Protein sederhana pada putih telur terdiri atas ovalbumin,
ovoconalbumin dan ovoglobulin, sedangkan yang kedua termasuk glycoprotein,
yaitu ovomucoid dan ovomucin. Ovomucin pada putih telur pada putih telur yang
kental lebih besar daripada putih telur yang encer. Ovomucin merupakan fraksi
protein putih telur yang membentuk selaput dan berfungsi menstabilkan struktur
buih. Pemberian asam asetat yang berlebihan akan mengakibatkan penggumpalan
sebagian ovomucin dan memperkecil elastisitas gelembung buih. Kerusakan
gejala-gejala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar dan
putih telur menjadi encer. Semakin encer putih telur, maka semakin tinggi tirisan
buih yang dihasilkan (Suryono 2006).
Albumin
Albumin merupakan protein utama dalam plasma manusia (kurang
lebih 3,4-4,7 g/dl) dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Albumin
merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60
persen. Protein yang larut dalam air dan mengendap pada pemanasan itu
merupakan salah satu konstituen utama tubuh (Sarikkuntuk 2006).
1 ml larutan standar protein dengan kadar 1mg, 2mg,3mg,
4mg, 5mg per ml protein
Absorbansi
Ditambah 4 ml reagen biuretDikocokDiinkubasi pada suhu 41oC selama 10 menitDibiarkan pada suhu ruang selama 10 menit sampai terbentuk warna ungu yang stabil dan sempurnaDiukur absorbansi pada panjang gelombang 520 nm dengan alat spektrofotometer UV-Vis
ALAT DAN BAHAN :
1. Alat :
a. Tabung reaksi 9 buah
b. Pipet gondok 1 buah
c. Gelas kimia 7 buah
d. Gelas ukur 1 buah
e. Spatula 1 buah
2. Bahan :
a. Larutan standar protein
b. Larutan sampel protein
c. Reagen biuret
d. Aquades
ALUR KERJA :
1. Pembuatan standar
2. Penetapan absorbansi larutan blanko
1ml aquades
Absorbansi
Ditambah 4 ml reagen biuretDikocokDiinkubasi pada suhu 41oC selama 10 menitDibiarkan pada suhu ruang selama 10 menit Diukur absorbansi pada panjang gelombang 520 nm dengan alat spektrofotometer UV-Vis
1ml lar. Sampel
Absorbansi
Ditambah 4 ml reagen biuretDikocokDiinkubasi pada suhu 41oC selama 10 menitDibiarkan pada suhu ruang selama 10 menit Diukur absorbansi pada panjang gelombang 520 nm dengan alat spektrofotometer UV-Vis
3. Penetapan absorbansi larutan sampel
HASIL PENGAMATAN :
No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
1. Pembuatan larutan standar Dengan pengenceran
bertahap, volume yang
digunakan adalah :
a. V1 = 10 ml
b. V2 = 13,3 ml
c. V3 = 15 ml
d. V4 = 16 ml
e. V5 = 10 ml
Sebelum :
Standar protein (10
mg/ml) : tidak berwarna
Aquades : tidak berwarna
Larutan standar berbagai
konsentrasi : tidak berwarna
Reagen biuret : larutan biru
jernih
Kandungan senyawa/zat pada
reagen biuret :
CuSO4 → memberikan
kompleks berwarna
KOH → memberikan suasana
basa (mengubah Cu2+ → Cu+)
KNaC4H4O6 (Kalium Natrium
Tartrat) → untuk menstabilkan
kompleks ion Cu2+
Larutan ion Cu2+ membentuk
kompleks dengan ikatan
peptida suatu protein sehingga
menghsilkan warna ungu
dengan absorbansi dari
panjang gelombang (λ)
maksimal 540 nm
Dari sepktrosfotometri
UV-Vis didapatkan
persamaan :
y = 0,0395x + 0,02942
R2 = 0,99618
Dari microsoft excel
didapatkan persamaan
:
y = 0,040x + 0,014
R2 = 0,983
Sesudah :
Larutan standar + r. Biuret :
larutan biru jernih (+)
Larutan standar + r. Biuret
+ diinkubasi : larutan biru
jernih (++)
Kepekatan larutan dari
pekat samapi tidak pekat
5mg> 4mg> 3mg> 2mg>
1mg
C (mg/ml) A
1 0,062
2 0,103
3 0,141
4 0,176
5 0,205
Reaksi :
2. Penetapan absorbansi larutan blanko Sebelum :
Aquades : tidak berwarna
Reagen biuret : biru jernih
Sesudah :
Aquades + reagen biuret :
biru jernih (+)
3. Penetapan absorbansi larutan sampel
Sebelum :
Sampel : tidak berwarna
Reagen biuret : biru jernih
Sesudah :
Sampel + reagen biuret :
biru jernih (+)
Sampel + reagen biuret +
diinkubasi : biru jernih (+
+)
Sampel Absorbansi
Sampel 1 0,053
Sampel 2 0,059
Sampel 3 0,054
ANALISIS DATA :
Pada percobaan “ Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret “ ini bertujuan
untuk menentukan kadar proteinn yang ada pada sampel dengan menggunakan
metode biuret. Pada percobaan ini dilakukan dalam tiga tahap.
Tahap pertama yaitu pembuatan larutan standar yang bertujuan untuk
standarisasi larutan yang dianalisis yang digunakan untuk pembuatan kurva
standar. Hal ini dilakukan dengan memasukkan 1 ml larutan standar protein
dengan kadar 1mg, 2mg, 3mg, 4mg dan 5mg per ml protein melalui pengenceran
bertahap dengan larutan induk standar yang digunakan yaitu 10mg/ml. Volume
yang digunakan dalam pengenceran bertahap ini adalah ebagai berikut :
Mula-mula larutan induk protein 10 mg/ ml di buat menjadi larutan standar
protein 5 mg/ml dengan perhitungan :
M1 x V1 = M2 x V2
10 mg/ml x V1 = 5 mg/ml x 20 ml
V1 = 10 ml
Setelah itu dilakukan pengenceran dari 5 mg/ml menjadi 4 mg/ml dengan
perhitungan :
M1 x V1 = M2 x V2
5 mg/ml x V1 = 4 mg/ml x 20 ml
V1 = 16 ml
Setelah itu dilakukan pengenceran dari 4 mg/ml menjadi 3 mg/ml dengan
perhitungan :
M1 x V1 = M2 x V2
4 mg/ml x V1 = 3 mg/ml x 20 ml
V1 = 15 ml
Setelah itu dilakukan pengenceran dari 3 mg/ml menjadi 2 mg/ml dengan
perhitungan :
M1 x V1 = M2 x V2
3 mg/ml x V1 = 2 mg/ml x 20 ml
V1 = 13,3 ml
Setelah itu dilakukan pengenceran dari 2 mg/ml menjadi 1 mg/ml dengan
perhitungan :
M1 x V1 = M2 x V2
2 mg/ml x V1 = 1 mg/ml x 20 ml
V1 = 10 ml
Setelah itu larutan standar protein tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi.
Lalu ditambahkan 4 ml reagen biuret dan dikocok. Fungsi penambahan biuret
pada larutan untuk menghasilkan warna ungu karena Cu2+ membentuk kompleks
dengan ikatan peptida suatu protein. Setelah itu diinkubasi pada suhu 41oC selama
10 menit dan diinkubasi lagi pada suhu ruang selama 10 menit sampai warna ungu
yang terbentuk stabil dan sempurna. Fungsi dilakukan inkubasi pada percobaan
ini adalah terjadi penyesuaian larutan dan reaksi yang terjadi pada suhu tersebut.
Lalu diukur absorbansi pada panjan gelombang 520 nm dengan alat
spektrofotometer UV – Vis. Dari pengukuran didapatkan :
C (mg/ml) A
1 0,062
2 0,103
3 0,141
4 0,176
5 0,205
Berdasarkan absorbansi dari UV – Vis diperoleh persamaan y = 0,0395 x +
0,02942 dengan nilai regresi R2 = 0,99618. Sedangkan dari excel diperoleh
persamaan y = 0,040 x + 0,014 dengan nilai regresi R² = 0,983.
0 1 2 3 4 5 60
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
f(x) = 0.0401428571428571 x + 0.0141428571428571R² = 0.983498950001121
Kurva Larutan Standar Protein
absorbansiLinear (absorbansi)
Konsentrasi
Abso
rban
si
Tahap kedua adalah penetapan absorbansi larutan blanko. Pada
percobaan ini dilakukan seperti halnya pada pembuatan larutan standar. Tapi
disini digunakan aquades sebagai pengganti larutan standar protein. Setelah itu
ditambah 4 ml reagen biuret dan dikocok. Larutan menjadi biru jernih. Lalu
diinkubasi Setelah itu diinkubasi pada suhu 41oC selama 10 menit dan diinkubasi
lagi pada suhu ruang selama 10 menit. Fungsi dilakukan inkubasi pada percobaan
ini adalah terjadi penyesuaian larutan dan reaksi yang terjadi pada suhu tersebut.
Lalu diukur absorbansi pada panjan gelombang 520 nm dengan alat
spektrofotometer UV – Vis. Diperoleh absorbansi 0,003.
Tahap ketiga adalah penetapan absorbansi larutan sampel. Percobaan ini
bertujuan untuk mengetahui absorbansi larutan sampel dan membandingkannya
dengan absorbansi yang diperoleh dari larutan standar untuk mengetahui
konsentrasi sampel. Percobaan ini dilakukan seperti halnya pada pembuatan
larutan standar dan penetapan absorbansi larutan blanko. sampel dimasukkan
dalam tabung reaksi. Setelah itu diinkubasi pada suhu 41oC selama 10 menit dan
diinkubasi lagi pada suhu ruang selama 10 menit sampai warna ungu yang
terbentuk stabil dan sempurna. Fungsi dilakukan inkubasi pada percobaan ini
adalah terjadi penyesuaian larutan dan reaksi yang terjadi pada suhu tersebut. Lalu
diukur absorbansi pada panjan gelombang 520 nm dengan alat spektrofotometer
UV – Vis. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Dan diperoleh :
Sampel Absorbansi
Sampel 1 0,053
Sampel 2 0,059
Sampel 3 0,054
Dari absorbansi yang diperoleh. Dapat diketahui konsentrasi sampel
Diperoleh persamaan regresi linier :
Sampel 1
y = 0,040x – 0,014 ( misal y adalah absorbansi sampel)
0,053 = 0,040x – 0,014
0,053 + 0,014 = 0,040x
0,067 = 0,040x
x = 1,675 mg/ml ( x adalah konsentrasi sampel)
Sampel 2
y = 0,040x – 0,014 ( misal y adalah absorbansi sampel)
0,059 = 0,040x – 0,014
0,059 + 0,014 = 0,040x
0,073 = 0,040x
x = 1,825 mg/ml ( x adalah konsentrasi sampel)
Sampel 3
y = 0,040x – 0,014 ( misal y adalah absorbansi sampel)
0,054 = 0,040x – 0,014
0,054 + 0,014 = 0,040x
0,068 = 0,040x
x = 1,700 mg/ml ( x adalah konsentrasi sampel)
Kemudian dirata-rata hasil konsentrasi (x) yaitu :
(1,675 mg/ml + 1,825 mg/ml + 1,700 mg/ml)/3 = (5,2mg/ml)/3 = 1,733 mg/ml
Jadi rata-rata konsentrasi protein yang diperoleh adalah 1,733 mg/ml.
PEMBAHASAN :
Tahap pertama yaitu pembuatan larutan standar yang bertujuan untuk
standarisasi larutan yang dianalisis yang digunakan untuk pembuatan kurva
standar. Hal ini dilakukan dengan memasukkan 1 ml larutan standar protein
dengan kadar 1mg, 2mg, 3mg, 4mg dan 5mg per ml protein melalui pengenceran
bertahap dengan larutan induk standar yang digunakan yaitu 10mg/ml. Kami
menduga bahwa larutan yang digunakan sebagai standar tersebut merupakan
Bovine Serum Albumin (BSA) atau dalam dunia industri biasa disebut Probumin.
Dalam bentuk padatan berwarna hijau muda dan jika dalam larutan berwarna
kuning-jingga (diperoleh dari data MSDS)(Terlampir).
BSA biasa digunakan dalam berbagai penelitian sebagai larutan protein standar
yang telah kami buktikan dengan pembacaan berbagai Jurnal penelitian tentang
uji kadar Protein dengan metode Biuret. Salah satunya adalah jurnal berjudul
Protein Biji Kelor Sebagai Bahan Aktif Penjernihan Air. Tujuan pdilakukannya
penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa biji kelor bias digunakan sebagai
bio-koagulan karena mengandung protein bermuatan positif yang dapat berperan
sebagai kation polielektrolit dan penting dalam agen bio-koagulan. Dalam bagian
metode penelitian bagian 2 yaitu untuk menentukan Konsentrasi Protein Biji
Kelor, telah disampaikan bahwa disiapkan larutan stok BSA dengan melarutkan
10 mg BSA + 3 tetes NaOH 1 N, kemudian ditambah akuades sampai 10 mL.
dalam penjelasan tersebut dapat dinyatakan bahwa larutan BSA bekerja dalam
keadaan basa. Hal tersebut parallel dengan Reagen Biuret yang bekerja pada
keadaan basa juga. Kemudian dilakukan pembacaan absorbansi pada larutan
standar BSA, didapatkan hasil persmaan garis :
Dari hasil gaaris yang diperoleh tersebut kami sepakat untuk memberikan
komentar yang bernada membangun yaitu :
1. R2=0,9205 yang dihasilkan tidak mematuhi standar Nasioanal yaitu
kira-kira 0,997…
2. Seharusnya pembuatan kurva standar BSA dilakukan mulai dari
Konsentrasi=0, sedangkan data penelitian dibuat tidak melalui
konsentrasi=0 melainkan langung dari konsentrasi 125 ppm
Warna yang dihasilkan dari larutan standar berbagai konsentrasi tersebut
mempunyai warna biru namun dengan kepekatan warna yang berbeda-beda.
Warna biru tersebut terjadi dikarenakan terbentuknya suatu kompleks Cu dengan
ikatan Peptida dari asam amino protein saat ditambahkan Reagen Biuret. Reagen
Biuret sendiri dibuar dari :
CuSO4 → memberikan kompleks berwarna
KOH → memberikan suasana basa (mengubah Cu2+ → Cu+)
KNaC4H4O6 (Kalium Natrium Tartrat) → untuk menstabilkan kompleks ion
Cu2+
Agar kompleks tersebut stabil, maka ditambahkanlah KNaC4H4O6 (Kalium
Natrium Tartrat). Dan juga ditambahkan KOH sebagai pemberi suasana basa.
Suasana basa ini diharapkan dapat mengubah bilangan oksidasi (biloks) Cu
(mengubah Cu2+ → Cu+). Perubahan Cu2+ menjadi Cu+ adalah terjadinya transisi
elektronik dimana 1e lepas dari Cu2+, untuk melepaskan electron dibutuhkan
energy radiasi sebesar (hv) yang artinya terjadi proses absorbsi energy (hv) ke
tingkat yang lebih tinggi. Energy yang diperoleh ini dapat diperoleh dari
pemansan dengan tingkat dimana asam amino dalam protein tidak mengalami
denaturasi. Setelah itu Cu+ yang dibentuk dari Cu2+ dapat mengalami proses emisi
yang artinya melepaskan e dan energy radiasi sebesar (hv). Terjadinya emisi ini
yang memunculkan panjang gelombang sesuai menuju keadaan dasarnya (steady
state) asal mula terbentuknya warna pada larutan (contohnya : warna biru pada
larutan yang ditambahakn reagen Biuret). Panjang gelombang (λ) maksimal 540
nm adalah Panjang gelombang Larutan ion Cu2+ membentuk kompleks dengan
ikatan peptida suatu protein sehingga menghsilkan warna ungu dengan
absorbansi.
Namun Untuk reagen biuret, dalam data MSDS dari CAROLINA yang kami
dapatkan ada beberapa tambahan zat yang jumalahnya sangat kecil (dalam
keadaan trace) namun juga mempengaruhi yaitu Kalium Iodida (KI) dan juga
EDTA. Kami telah mencari fungsi keduanya dari berbagqi sumber dan ternyata
keduanya berfungsi unutk memperkuat kompleks antara logam Cu dan Ikatan
Peptida. Lebih spesifiknya KI untuk meghambat terjadinya proses oksidasi pada
Cu dikarenakan tingakt oksidasi pada KI lebih besar dari Cu, sehingga yang
teroksidasi dahulu adalah KI bukan Cu. Sementara itu EDTA digunakan untuk
menyetabilkan ikatan dikarenakan memiliki pasangan electron yang banyak biasa
disebut ligan polidentat. Sehingga keduanya saling menguatkan atau dengan kata
lain menyetabilkan ikatan antara Cu dan peptide.
Kemudian fungsi dilakukan inkubasi pada percobaan ini adalah terjadi
penyesuaian larutan dan reaksi yang terjadi pada suhu tersebut. Yang lebih
utamanya adalah untuk benar-benar memastikan bahwa terjadi ikatan Cu dan
ikatan Peptida yang Mantap (stabil). Dengan reaksi sebagai berikut :
Dengan produl reaksi yang dihasilkan dapat diperkirakan bahwa Cu yang
diharapkan adalah dalam bentuk Cu+. Dengan bentuk orbital box dengan system
d9 maka didapatkan gambar sebagai berikut :
Jika Menjadi ion Cu+ maka akan kehilangan 1e, sehingga didapatkan 2
orbital box yang tidak berpasangan, nantinya orbital box tersebut akan berikatan
dengan O yang masing-masing O akan menyumbangkan 1e. sehingga nantinya
akan terbentuk senywa kompleks dengan ligannya adalah asam amino (ikatan Cu-
O).
Lalu diukur absorbansi pada panjan gelombang 520 nm dengan alat
spektrofotometer UV – Vis. Dari pengukuran didapatkan :
C (mg/ml) A
1 0,062
2 0,103
3 0,141
4 0,176
5 0,205
Berdasarkan absorbansi dari UV – Vis diperoleh persamaan y = 0,0395 x +
0,02942 dengan nilai regresi R2 = 0,99618. Sedangkan dari excel diperoleh
persamaan y = 0,040 x + 0,014 dengan nilai regresi R² = 0,983.
0 1 2 3 4 5 60
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
f(x) = 0.0401428571428571 x + 0.0141428571428571R² = 0.983498950001121
Kurva Larutan Standar Protein
absorbansiLinear (absorbansi)
Konsentrasi
Abso
rban
si
Digunakan hasil dari perhitungan Excel diakrenakan pada hasil pembacaan
Absorbansi pada Spektrofotometer UV-Vis tidak dimulai dari sumbu 0 (nol).
Tahap kedua adalah penetapan absorbansi larutan blanko. Pada
percobaan ini dilakukan seperti halnya pada pembuatan larutan standar. Tapi
disini digunakan aquades sebagai pengganti larutan standar protein. Setelah itu
ditambah 4 ml reagen biuret dan dikocok. Larutan menjadi biru jernih. Lalu
diinkubasi Setelah itu diinkubasi pada suhu 41oC selama 10 menit dan diinkubasi
lagi pada suhu ruang selama 10 menit. Fungsi dilakukan inkubasi pada percobaan
ini seperti halnya pada Percobaan Tahap Pertama adalah agar terjadi
penyesuaian larutan dan reaksi yang terjadi pada suhu tersebut. Lalu diukur
absorbansi pada panjan gelombang 520 nm dengan alat spektrofotometer UV –
Vis. Diperoleh absorbansi 0,003.
Tahap ketiga adalah penetapan absorbansi larutan sampel. Percobaan ini
bertujuan untuk mengetahui absorbansi larutan sampel dan membandingkannya
dengan absorbansi yang diperoleh dari larutan standar untuk mengetahui
konsentrasi sampel. Percobaan ini dilakukan seperti halnya pada pembuatan
larutan standar dan penetapan absorbansi larutan blanko. sampel dimasukkan
dalam tabung reaksi. Setelah itu diinkubasi pada suhu 41oC selama 10 menit dan
diinkubasi lagi pada suhu ruang selama 10 menit sampai warna ungu yang
terbentuk stabil dan sempurna. Fungsi dilakukan inkubasi pada percobaan ini
adalah terjadi penyesuaian larutan dan reaksi yang terjadi pada suhu tersebut. Lalu
diukur absorbansi pada panjan gelombang 520 nm dengan alat spektrofotometer
UV – Vis. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Dan diperoleh :
Sampel Absorbansi
Sampel 1 0,053
Sampel 2 0,059
Sampel 3 0,054
Dari absorbansi yang diperoleh. Dapat diketahui konsentrasi sampel
Diperoleh persamaan regresi linier :
Sampel 1
x = 1,675 mg/ml ( x adalah konsentrasi sampel)
Sampel 2
x = 1,825 mg/ml ( x adalah konsentrasi sampel)
Sampel 3
x = 1,700 mg/ml ( x adalah konsentrasi sampel)
Kemudian dirata-rata hasil konsentrasi (x) yaitu :
(1,675 mg/ml + 1,825 mg/ml + 1,700 mg/ml)/3 = (5,2mg/ml)/3 = 1,733 mg/ml
Jadi rata-rata konsentrasi protein yang diperoleh adalah 1,733 mg/ml. kami
menduga bahwa sampel protein yang kami digunakan dalam prsktikum kami
adalah sampel dari telur. Telur merupakan bahan pangan hasil ternak ungags yang
memiliki sumber protein hewani yang memilki rasa lezat, mudah dicerna dan
bergizi tinggi. King’ori (2012) menjelaskan bahwa putih telur merupakan salah
satu bagian sebuah telur utuh yang mempunyai persentase sekitar 58-60% dari
berat telur itu dan mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan kental dan lapisan encer.
Pemansan pada telur dapat dilakukan dengan cara pasteurisasi. Pasteurisasi ini
adalah suatu cara pemanasn dengan suhu dibawah 60o selama kurang lebih 5
menit untuk menghambat pertumbuhan bakeri patogen pada telur. Jadi proses
inkubasi pada percobaan ini selain pemantapan ikatan peptide dan Cu juga
diharapkan sama dengan proses pasteutisasi untuk membunuh bakteri yang ada
agar tidak mengganggu pembacaan absorbansi.
KESIMPULAN :
1. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan penambahan biuret pada larutan
untuk menghasilkan warna ungu karena Cu2+ membentuk kompleks dengan
ikatan peptida suatu protein. Dengan reaksi :
2. Berdasarkan absorbansi dari UV – Vis diperoleh persamaan y = 0,0395 x +
0,02942 dengan nilai regresi R2 = 0,99618. Sedangkan dari excel diperoleh
persamaan y = 0,040 x + 0,014 dengan nilai regresi R² = 0,983. Dengan
menggunakan Data Persamaan garis dari Excel dan Metode Biuret didapatkan
konsentrasi protein rata-rata = 1,733 mg/ml
JAWABAN PERTANYAAN :
1. Buatlah kurva standar konsentrasi vs absorbansi. Dengan bantuan kurva
standar tersebut tentukan kadar protein sampel !
0 1 2 3 4 5 60
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
f(x) = 0.0401428571428571 x + 0.0141428571428571R² = 0.983498950001121
Kurva Larutan Standar Protein
absorbansiLinear (absorbansi)
Konsentrasi
Abso
rban
si
Perhitungan :
Diperoleh persamaan regresi linier :
Sampel 1
y = 0,040x – 0,014 ( misal y adalah absorbansi sampel)
0,053 = 0,040x – 0,014
0,053 + 0,014 = 0,040x
0,067 = 0,040x
x = 1,675 mg/ml ( x adalah konsentrasi sampel)
Sampel 2
y = 0,040x – 0,014 ( misal y adalah absorbansi sampel)
0,059 = 0,040x – 0,014
0,059 + 0,014 = 0,040x
0,073 = 0,040x
x = 1,825 mg/ml ( x adalah konsentrasi sampel)
Sampel 3
y = 0,040x – 0,014 ( misal y adalah absorbansi sampel)
0,054 = 0,040x – 0,014
0,054 + 0,014 = 0,040x
0,068 = 0,040x
x = 1,700 mg/ml ( x adalah konsentrasi sampel)
Kemudian dirata-rata hasil konsentrasi (x) yaitu :
(1,675 mg/ml + 1,825 mg/ml + 1,700 mg/ml)/3 = (5,2mg/ml)/3 = 1,733 mg/ml
2. Apakah peptida akan memberikan reaksi positif terhadap reaksi biuret ? jika
benar demikian, bagaimana menentukan kadar protein yang tercampur dengan
peptida ?
Ya, karena Biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan
kadar protein suatu larutan. Dalam larutan basa, Cu2+ akan membentuk
kompleks dengan ikatan peptida suatu protein, sehingga menghasilkan warna
ungu yang dapat diidentifikasi dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 520 nm. Absorbansi ini berbanding langsung dengan kosentrasi
protein dan tidak tergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya
mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat.
DAFTAR PUSTAKA :
Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.
Lehninger AL. 1982. Dasar – Dasar BiokimiaJilid I. Maggy Thenawijaya,
penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
TIM Dosen. 2013. Perangkat Pembelajaran Biokimia Petunjuk Praktikum
(Karbohidrat, Lipid, Protein). Surabaya: Unesa Press.
LAMPIRAN
Bahan
Larutan standar
Larutan sampel dan blanko
Jurnal Yang Digunakan