perbedaan psychological well-being lansia yang...

41
PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH Oleh VeronikaPatrisiaPesik 802007093 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: habao

Post on 07-Sep-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG

TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Oleh

VeronikaPatrisiaPesik

802007093

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian

dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH
Page 3: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH
Page 4: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH
Page 5: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG

TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Page 6: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Veronika PatrisiaPesik

Christiana Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Abstrak

Page 7: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan psychologicalwell-beingantara lansia yang

tinggal di rumah dan di panti werda di kota Salatiga. Subyek penelitian 60 lansia meliputi 30

orang lansia yang tinggal di rumah dan 30 lansia yang tinggal di panti werda. Variabel

psychologicalwell beingdiukur dengan menggunakan skala psychological well beingmenurut

Ryff (dalam Van Dierendonck, 2008) mencakup: Penerimaan diri, hubungan positif dengan

orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan perkembangan pribadiyang

terdiri dari 42 aitem pernyataan. Data dianalisis dengan menggunakan teknik uji beda t-tes

sebesar -4,430 (p < 0,05), menunjukan ada perbedaan psychological well being antara lansia

yang tinggal di rumah dan lansia yang tinggal di panti werda.

Kata Kunci : Psychological well-being (PWB)

Abstract

Page 8: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

The research study the differences of psychologicalwell-being between elderly which stay in

home and elderly stay in folks house in Salatiga. Subject of the research 60 elderly which consist

of 30 elderly who stay in home and 30 elerly who stay in folks home.Psychologicalwell being

variable is measured by psychological well being scale according to Ryff (in Van Dierendonck,

2008) such as: Self acceptance, positive relationship with others, autonomy, environment

mastery, life purpose, and self growth which represented in 42 items.The data is analyzed by

using differences t test, which its value -4,430 (p < 0,05). It means that there is a significant

differences of psychological well being among elerly who sty in home and in folks house.

Key Words: Psychological well-being (PWB)

PENDAHULUAN

Page 9: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Secara umum seorang individu akan mengalami setidaknya tiga masa dalam perjalanan

hidupnya yaitu masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Masa dewasa sendiri dapat

dibagi menjadi tiga macam yaitu masa dewasa awal, masa dewasa madya serta masa dewasa

akhir atau lebih dikenal dengan usia lanjut atau lansia (seterusnya disebut Lansia). Lansia adalah

periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang yaitu periode dimana seseorang telah

beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu penuh

manfaat. Orang-orang yang dikatakan Lansia adalah orang-orang yang berusia lebih dari 60

tahun (Hurlock, 2008).

Selanjutnya, dalam setiap masa kehidupan tersebut kebahagiaan merupakan hal yang

dikehendaki setiap individu. Kebahagiaan hidup adalah suatu hal yang menjadi harapan di dalam

kehidupan banyak orang. Adapun kebahagian tersebut merupakan hal yang penting karena

melalui kebahagiaan yang dimiliki merupakan bukti konkrit bahwa seorang individu telah dapat

menyelesaikan tugas dalam masa perkembangannya tersebut (Hurlock, 2008). Hal tersebut

berbanding terbalik dengan keadaan saat individu tidak dapat mengatasi masalah yang sedang

dihadapinya maka akan timbul emosi yang tidak menyenangkan dalam dirinya. Keadaan ini

dapat menyebabkan individu yang bersangkutan merasa tidak puas dan tidak bahagia di dalam

kehidupannya.

Sejumlah pakar menyatakan bahwa kebahagiaan seharusnya bukan menjadi tujuan dalam

hidup tetapi seyogianya dijadikan produk kehidupan manusia. Menurut Allport (dikutip dalam

Compton, 2005), kebahagiaan bukanlah tujuan, tetapi merupakan konsekuensi yang mungkin

terjadi dari keterlibatan sepenuhnya dalam kehidupan. Kondisi kebahagiaan itu sendiri bukanlah

merupakan kekuatan yang memotivasi tetapi merupakan dampak dari termotivasinya aktivitas

Page 10: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

seseorang. Hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai sumber dan penyebab

kebahagiaan.

Kebahagiaan hidup bagi seorang lansia terlihat pada besarnya harapan hidup yang

dimiliki oleh lansia yang bersangkutan. Menurut data Departemen sosial, usia harapan hidup

masyarakat ditahun 2000 adalah mencapai usia 64,5 tahun (Kompas, 7 agustus 2006), sedangkan

menurut UU RI no.13/1998 tentang kesejahteraan lansia menetapkan bahwa yang termasuk

golongan lansia adalah yang sudah mencapai usia 60 tahun ( Hardywinoto dan Setia Budhi,

1999). Disamping peningkatan usia harapan hidup, jumlah kelompok lansia di Indonesia

menunjukkan peningktan yaitu 5,3 juta / 4,48% pada tahun 1971, 12,7 juta jiwa /6,56% pada

tahun 1990 dan akan meningkat menjadi 28,8 juta /11.34% pada tahun 2010 (Munandar, 2001).

Proses menjadi tua merupakan tahapan yang harus dilalui oleh setiap individu karena

menjadi tua adalah proses normal dalam sebuah kehidupan (Scharc dan Willis dikutip Martani,

1993). Pada umumnya ketika seorang berada pada masa lanjut, maka timbul masalah yang

bersifat penurunan meliputi fisik, mental, maupun sosial (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999).

Apabila tidak dipersiapkan dalam menghadapi masa menjadi tua maka akan terjadi guncangan-

guncangan psikologis dan gangguan keseimbangan serta penyesuaian diri yang sulit diatasi

(Havighurst, 1957). Karena kehidupan masa lalulah yang membuat para lansia mengalami rasa

takut dan khawatir saat mereka beranjak tua, sehingga kebanyakan lansia tidak memiliki

kebahagian saat mereka muda dulu. Dengan menerima diri, menerima kenyataan, bahwa dirinya

menjadi tua dengan senang memasuki hidup yang baru maka lansia akan lebih dapat menerima

perubahan-perubahan yang terjadi. Setiap orang harus menemukan caranya sendiri untuk

mendapatkan kebahagiaan dimasa tuanya, sehingga lansia pun harus memiliki kebahagiannya

sendiri misalnya saja bermain dengan cucu, mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan, olahraga

Page 11: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

ringan, bersosialisasi dan bertukar pengalaman dengan para lansia yang lain. Dengan demikian

para lansia dapat menemukan kebahagiaan secara rohani maupun fisik.(Alfons Deeken, 1986).

Serangkaian perubahan fisik, sosial, maupun psikologis yang dialami selama proses

menua membutuhkan kesiapan individu untuk menghadapinya. Perubahan-perubahan yang

terjadi pada lansia antara lain perubahan fisiologis, perubahan kemampuan motorik, dan

perubahan sosial serta psikologis. Efek-efek dari perubahan tersebut menentukan apakah pria

atau wanita (Lansia) tersebut akan melakukuan penyesuaian diri secara baik atau buruk

(Hurlock, 1991). Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan Papalia (2001) yang menyebutkan

bahwa perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan perubahan pada

kondisi jiwanya.

Masalah-masalah lain yang terkait pada lansia antara lain kesepian, perasaan tidak

berguna, keinginan untuk cepat mati atau bunuh diri, dan membutuhkan perhatian lebih. Salah

satu cara yang dapat dilakukan oleh para lansia untuk menghadapi masalah-masalah adalah

dengan berusaha mencapai kesejahteraan psikologis (www.psikomedia.com/art/paf.php?id=2).

Bradburn (dalam Ryff, 1989) mendefinikan psychological well-being sebagai kebahagiaan dan

dapat diketahui melalui beberapa dimensi. Dimensi-dimensi tersebut antara lain otonomi lain,

penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup,

serta penerimaan diri (Ryff, 1989). Ryff juga menyebutkan bahwa psychological well-being

menggambarkan sejauh mana individu merasa nyaman, damai, dan bahagia berdasarkan

penilaian subjektif serta bagaimana mereka memandang pencapaian potensi-potensi mereka

sendiri. Apabila lansia tidak mengalami psychological well-being maka mereka belum menerima

perubahan-perubahan yang terjadi sehingga menjadikan mereka menjadi depresi, stres dan

Page 12: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

kesepian. Sebaliknya apabila lansia mencapai psychological well-being akan dapat menerima

dirinya dan memiliki sikap positif.

Selanjutnya, ketidakmampuan keluarga lansia dalam mengatasi masalah-masalah yang

dihadapai para lansia, dapat menyebabkan munculnya alternatif agar para lansia dititipkan di

panti werda. Adapun Menurut Santrock (2002) panti werda merupakan lembaga perawatan atau

rumah perawatan yang dikhususkan untuk orang-orang dewasa lanjut. Disana tersedia berbagai

macam layanan yang dibutuhkan oleh para orang-orang lanjut usia dan tersedia juga fasilitas

kesehatan.

Secara umum lanjut usia cenderung tinggal bersama dengan anaknya yang telah menikah

(Rudkin, 1993). Tingginya penduduk lanjut usia yang tinggal dengan anaknya menunjukkan

masih kuatnya norma bahwa kehidupan orang tua merupakan tanggungjawab anak-anaknya.

Survei yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD

FEUI, 1993) terhadap 400 penduduk usia 60-69 tahun, yang terdiri dari 329 pria dan 71 wanita,

menunjukkan bahwa hanya sedikit penduduk lanjut usia yang tinggal sendiri (1,5%), diikuti oleh

yang tinggal dengan anak (3,3%), tinggal dengan menantu (5,0%), tinggal dengan suami/istri dan

anak (29,8%), tinggal dengan suami,istri dan menantu (19,5%), dan penduduk lanjut usia yang

tinggal dengan pasangannya ada 18,8%.

Sebagian masyarakat menganggap bahwa lansia lebih baik dirawat di dalam panti werda,

sebab mereka akan lebih terurus dan dapat bergaul dengan lansia yang lain daripada tinggal di

rumah sendirian merasa kesepian dan terlantar karena anak-anaknya sibuk dengan pekerjaannya.

Sebagian masyarakat yang lain masih menganggap bahwa keluarga adalah tempat yang terbaik

untuk lansia, anak memiliki kewajiban untuk merawatnya. Berkembangnya persepsi sosial yang

Page 13: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

membentuk citra sosial bahwa panti merupakan tempat pemisahan bagi lansia terhadap

keluarganya merupakan salah satu fakta yang ada dimasyarakat (Syamsuddin, 2008).

Secara umum panti werda juga merupakan tempat yang relatif asing bagi orang lanjut

usia jika dibandingkan dengan tinggal dirumahnya sendiri bersama keluarganya. Bahkan

seringkali keberadaan para lansia panti werda cenderung mengurangi atau sebaliknya berpotensi

menambah beban psikologis dan kemuduran fisiknya dan beresiko pada kelupaan atas aktifitas

keseharian mereka karena ketergantungan kepada para perawat dan penjaga di tempat panti

werda tersebut. Sementara bagi para lansia yang tinggal dirumah akan dapat bersosialisasi

sehingga beban psikologis dapat diminimalkan dan kemunduran fisiknya dan beresiko pada

kelupaan akan teratasi melalui aktivitas keseharian mereka. Para lansia tersebut juga tidak

mutlak bergantung kepada para perawat dan penjaga karena mereka dapat melakukan

aktifitasnya secara mandiri.

Hasil temuan Yulmardi (1995) juga menunjukkan bahwa masyarakat lanjut usia di Sumatera,

khususnya di pinggiran kota Jambi sebagian besar tinggal dalam keluarga luas. Menurut Rudkin

(1993) penduduk lanjut usia yang hidup sendiri secara umum memiliki tingkat kesejahteraan

yang lebih rendah dibanding dengan lanjut usia yang tinggal dengan keluarganya.

Sistem pendukung lanjut usia ada tiga komponen menurut Joseph. J Gallo (1998), yaitu jaringan-

jaringan informal, sistem pendukung formal dan dukungan-dukungan semiformal. Jaringan

pendukung informal meliputi keluarga dan kawan-kawan. Sistem pendukung formal meliputi tim

keamanan sosial setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan sosial. Dukungan-

dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi yang disediakan oleh organisasi

lingkungan sekitar seperti perkumpulan pengajian, gereja, atau perkumpulan warga lansia

setempat.

Page 14: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Suatu penelitian yang dilakukan Universitas UNIKA ATMAJAYA mengenai “quality of life

pada lanjut usia” studi perbandingan pada janda atau duda lansia antara yang tinggal dirumah

bersama keluarga dengan yang tinggal di panti werda. Secara umum, hasil menunjukkan suatu

perbedaan antara lansia yang tinggal dirumah bersama keluarga secara fisik, psikologis, dan

kepuasan terhadap lingkungan lebih tinggi daripada lansia yang tinggal di panti werda. Dapat

disimpulkan bahwa lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga memilki quality of life yang

lebih tinggi, dari pada lansia yang tinggal di panti werda. (http://lib.atmajaya.ac.id). Namun

pernyataan diatas berbeda yang dilakukan Universitas UNIKA ATMAJAYA mengenai

“perbedaan kecemasan antara lansia yang tinggal di panti werda dan yang tinggal dirumah”,

diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecemasan berdasarkan jenis kelamin dan

status pernikahan antara lansia yang tinggal di rumah dan di panti.

(http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=124629).

Berdasarkan hasil temuan tersebut, maka diketahui bahwa tempat tinggal yang mendukung para

lansia untuk dapat memiliki dan membangun jaringan sosial yang lebih maksimal dan melakukan

aktivitas sosialnya, memiliki kualitas dan kuantitas aktifitas yang bermanfaat, dan mendukung

dilakukannya kontak sosial serta berperan aktif membangun dan memiliki interaksi sosial yang

bagus, maka individu yang bersangkutan akan dapat memiliki psychological well-being. Hal

tersebut juga memungkinkan para lansia yang bersangkutan untuk lebih mengembangkan

kompetensi pribadi dalam kehidupan kesehariannya. Sebagai akibatnya keberadaan atau status

tinggal lansia sangat membantu para lansia tersebut untuk lebih dapat mencapai psychological

well-being.

Berangkat dari fenomena tersebut, dan asumsi yang ada, maka peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian mengenai perbedaan psychological well-being lansia berdasarkan tempat

Page 15: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

tinggal, dengan judul penelitian “Perbedaan psychological well-being antara lansia yang tinggal

di rumah dan panti werda”.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan psychological well-being antara

lansia yang tinggal di rumah dan panti werda. Tujuan penelitian ini peneliti ingin mengetahui

apakah ada perbedaan psychological well being pada lansia yang tinggal di rumah dan panti

werda.

TINJAUAN PUSTAKA

Psychological Well-Being

Konsep kesejahteraan psikologis pada awalnya diperkenalkan oleh Neugarten, (1961)

yang merupakan kondisi psikologis yang dicapai oleh seseorang pada saat berada pada usia

lanjut (Haditono, 1992), dengan teori kepuasan hidup (Life satisfaction). Orang yang mencapai

kesejahteraan psikologis pada masa usia lanjut dapat diukur dengan kepuasan hidup. Ryff,

(1995) juga meneliti masalah kesejahteraan psikologis. Konsep Ryff berawal dari adanya

keyakinan bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik saja.

Kesejahteraan psikologis terdiri dari adanya kebutuhan untuk merasa baik secara psikologis

(psychologically-well). Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang

memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers (1995) tentang orang yang

berfungsi penuh (fully-functioning person), pandangan Maslow (1986) tentang aktualisasi diri

(self actualization), pandangan Jung (1979) tentang individuasi, konsep Allport (1963) tentang

kematangan. Juga sesuai dengan konsep Erikson (1977) dalam menggambarkan individu yang

Page 16: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

mencapai integrasi dibanding putus asa, konsep Neugarten tentang kepusaan hidup, serta kriteria

positif tentang orang yang bermental sehat yang dikemukakan Johada. Menurut Ryff (1995),

pondasi untuk diperolehnya kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis

dapat berfungsi secara positif (positive psycholigical functioning). Menurut Bradburn, dkk

(dalam Ryff, 1989) kebahagiaan (happiness) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan

merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia.

Faktor Yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

Selanjutnya faktor – faktor yang mempengaruhi psychological well-being seseorang

yaitu :

a. Status sosial ekonomi, meliputi besarnya pendapatan keluarga, tingkat pendidikan,

keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi, status sosial dimasyarakat. (Pinquart &

Sorenson, 2000).

b. Jaringan sosial, berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif

dalam pertemuan – pertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas yang

dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan (Pinquart & Sorenson, 2000).

c. Kompetensi pribadi, yaitu kemampuan atau skill pribadi yang dapat digunakan sehari-

hari, didalamnya mengandung kompetensi kognitif.

d. Religiusitas, hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan.

Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian

hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna (Bastaman, 2000),

terhindar dari stres dan depresi (Hadjam, 1999).

Page 17: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

e. Kepribadian, individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti

penerimaan diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping

skill yang efektif cenderung terhindar dari konflik dan stres (Santrock, 1999; Ryff, 1995).

f. Jenis kelamin, wanita cenderung lebih memiliki kesejahteraan psikologis dibandingkan

laki- laki. Hal ini dikaitkan dengan pola pikir yang berpengaruh terhadap strategi coping

yang dilakukan, serta aktivitas sosial yang dilakukan. Wanita lebih mampu

mengekspresikan emosi dengan curhat kepada orang lain. Wanita juga lebih senang

menjalin relasi sosial dibanding laki- laki.

Aspek Psychological Well-Being

Menurut Ryff (dalam Van Dierendonck, 2008) well being pada lansia adalah suatu kondisi

yang mencakup beberapa aspek:

a. Penerimaan diri (self- acceptance)

Lansia yang dapat menerima dirinya dengan baik ditandai dengan sikap yang positif

terhadap diri, mengakui dan menerima semua aspek dalam dirinya yang baik maupun yang

buruk dan memiliki pandangan yang posif terhadap masalalunya.

b. Hubungan positif dengan orang lain

Lansia yang memiliki kehangatan, kesenangan, kepercayaan pada individu lain dengan

memperhatikan kesejahteraan individu lain, mampu melakukan empati, memiliki afeksi

dan keintiman, memahami cara berhubungan dengan orang lain adalah lansia yang

memiliki hubungan yang baik dengan individu lain.

c. Kemandirian

Page 18: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Kemandirian yaitu kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan mandiri, mampu

untuk bertahan terhadap tekanan sosial dengan bepikir dan bertindak melalui cara tertentu,

serta mampu untuk mengatur tingkah laku, dan mengevaluasi diri dengan standar pribadi.

d. Penguasaan Lingkungan (environmental mastery)

Lansia yang memiliki penagusaan lingkungan yang baik adalah lansia yang memiliki

kemampuan mengatur lingkungan, mengontrol, dan menyusun sejumlah aktivitas

eksternal, mampu untuk membuat efektif setiap kesempatan di sekitarnya, serta mampu

untuk memilih atau mengubah kondisi agar sesuai dengan kebutuhan nilai pribadi. Selain

itu individu yang bersangkutan memiliki peran dalam masyarakat. Hal tersebut terkait

dengan adanya pengakuan dalam masyarakat terhadap lansia di dalam hidup sehari- hari.

e. Tujuan Hidup (purpose in life)

Memiliki tujuan hidup dan semangat untuk mencapainya, perasaan bahwa masa sekarang

dan masa lalu memiliki arti , memiliki keyakinan yang memberi tujuan hidup, serta

memiliki tujuan dan sasaran untuk hidup.

f. Perkembangan Pribadi

Memiliki semangat untuk berkembang, melihat dirinya sebagai individu yang tumbuh dan

berkembang, terbuka terhadap pengalaman–pengalaman baru, memilik dorongan untuk

merealisasikan potensinya, serta senantiasa melihat perubahan dalam diri dan tingkah laku.

Lanjut Usia (Lansia)

Menurut Papalia (2001) usia tua atau sering disebut senescence merupakan suatu periode

dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh, biasanya

mulai pada usia yang berbeda untuk individu yang berbeda. Ketika seorang individu memasuki

Page 19: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

masa usia lanjut pada umumnya didahului atau diiringi oleh penyakit kronis, kemungkinan

untuk ditinggalkan pasangan, pemberhentian aktivitas atau kerja, dan tantangan untuk

mengalihkan energi dan kemampuan ke peran baru dalam keluarga, pekerjaan dan hubungan

intim (Wolman; dalam Agustine,2009). Menurut Papalia (2002), ada beberapa hal yang dapat

digunakan untuk memahami usia tua antara lain:

a. Primary aging.

Suatu proses penurunan atau kerusakan fisik yang terjadi secara bertahap dan bersifat

inevitable (tidak dapat dihindarkan).

b. Secondary Aging

Merupakan hasil dari penyakit pada tubuh yang dapat dihindari dan dikontrol oleh individu

dibandingkan dengan primary aging, misalnya dengan pola makan yang baik, menjaga

kebugaran fisik dan lain – lain.

Selanjutnya Hurlock (2008) mengatakan masa tua adalah periode penutup dalam rentang hidup

individu yaitu suatu periode individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih

menyenangkan. Pada tahap akhir dalam rentang kehidupan individu dibagi menjadi usia lanjut

dini, yaitu usia 60 sampai 70 dan usia lanjut akhir yaitu 70 sampai akhir hidup individu.

Menurut Monks dkk, (2004) usia 65 tahun merupakan usia yang menunjukkan mulainya

proses menua, sehingga individu yang telah mencapai isia 65 telah berusia lanjut. Secara lebih

terperinci, maka Burnsidi (dalam Agustine, 2009) mengungkapkan batasan Lansia berdasarkan

usia kronologis adalah:

Page 20: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

a. Young old (60 sampai 69) : masa ini dianggap sebagai masa transisi utama dari masa

dewasa akhir kemasa tua. Biasanya ditandai dengan penurunan pendapatan dan keadaan

fisik yang menurun. Sehubungan dengan berkurangnya peran, individu sering merasa

kurang memperoleh penghargaan dari lingkungan.

b. Middle – Age Old (70 sampai 79) : periode ini identik dengan periode kehilangan karena

banyak pasangan hidup dan teman yang meninggal. Selain itu ditandai dengan kesehatan

yang semakin menurun, partisipasi dalam organisasi formal menurun, muncul rasa gelisah

dan mudah marah serta aktivitas seks menurun.

c. Old - Old ( 80 sampai 89 ) : pada masa ini lansia telah mengalami kesulitan dalam

beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan, selain itu ketergantungannya terhadap

individu lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari sudah semakin besar.

d. Very Old – Old ( lebih dari 90 tahun ) : lebih parah dari masa sebelumnya pada masa ini

lansia benar-benar tergantung pada individu lain dengan kesehatan yang semakin menurun.

Status Tinggal Lansia

Tempat tinggal memiliki pengaruh dan peranan penting terhadap kualitas kehidupan

lansia. Status tinggal dirumah adalah keberadaan manusia dalam sebuah lingkungan rumah

tangga yang merupakan Keluarga inti yang memiliki keterikatan hubungan darah dan

kekeluargaan, serta yang terdiri dari satu atau kedua orang tua beserta anak-anaknya (Papalia,

2007).

Sementara, Santrock (2002) mendefinsikan bahwa panti werda merupakan lembaga perawatan

atau rumah perawatan yang dikhususkan untuk orang-orang dewasa lanjut. Disana tersedia

berbagai macam layanan yang dibutuhkan oleh para orang-orang lanjut usia dan tersedia juga

Page 21: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

fasilitas kesehatan. Cowie (1994), mengartikan panti werda adalah rumah tinggal yang didiami

oleh sekelompok orang yang berusia lanjut (dengan berbagai macam latar belakang keluarga,

ekonomi, sosial dan budaya) yang berkumpul dan berinteraksi secara bersama-sama. Panti werda

merupakan unit pelaksanaan teknis yang memberikan pelayanan sosial bagi lanjut usia, yaitu

berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan dan pakaian, pemeliharaan

kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama,

sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir batin (DEPSOS

RI, 2003).

PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ANTARA LANSIA YANG TINGGAL

DIRUMAH DENGAN LANSIA DI PANTI WERDA

Secara umum lanjut usia cenderung tinggal bersama dengan anaknya yang telah

menikah (Rudkin, 1993). Tingginya penduduk lanjut usia yang tinggal dengan anaknya

menunjukkan masih kuatnya norma bahwa kehidupan orang tua merupakan tanggungjawab

anak-anaknya. Survey yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia (LD FEUI, 1993) terhadap 400 penduduk usia 60-69 tahun, yang terdiri dari 329 pria

dan 71 wanita, menunjukkan bahwa hanya sedikit penduduk lanjut usia yang tinggal sendiri

(1,5%), diikuti oleh yang tinggal dengan anak (3,3%), tinggal dengan menantu (5,0%), tinggal

dengan suami/istri dan anak (29,8%), tinggal dengan suami,istri dan menantu (19,5%), dan

penduduk lanjut usia yang tinggal dengan pasangannya ada 18,8%.

Secara umum keluarga merupakan sumber kepuasaan bagi para lansia. Para lansia yang

tinggal di panti werda seringkali merasa tersisihkan, karena ada bagian dari kehidupan mereka

Page 22: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

yang belum lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek, dan nenek. Bahkan sistem

pendukung lanjut usia ada tiga komponen menurut Joseph. J Gallo (1998), yaitu jaringan-

jaringan informal, system pendukung formal dan dukungan-dukungan semiformal. Melalui

jaringan pendukung informal meliputi keluarga dan kawan-kawan maka para lansia akan lebih

merasa diterima dan dihargai.

Sebagai bagian dari sumber dukungan informal, keluarga yang memiliki hubungan yang

telah terjalin sekian lama memiliki peran yang penting bagi para lansia dalam menjalankan

perannya. Lanjut usia harus mengambil langkah awal untuk mengikuti sumber-sumber dukungan

di atas. Dorongan, semangat atau bantuan dari anggota-anggota keluarga, masyarakat, sangat

dibutuhkan oleh lanjut usia. Melalui dukungan yang diterima tersebut, maka para lansia yang

berada di lingkungan keluarga akan memiliki tingkat kesejahteraan (Psychological well being)

yang baik pula.

Suatu penelitian yang dilakukan Universitas UNIKA ATMAJAYA mengenai “quality

of life pada lanjut usia” studi perbandingan pada janda atau duda lansia antara yang tinggal

dirumah bersama keluarga dengan yang tinggal di panti werda. Secara umum, hasil menunjukkan

suatu perbedaan yang tinggal dirumah bersama keluarga secara fisik, psikologis, dan kepuasan

terhadap lingkungan lebih tinggi daripada lansia yang tinggal di panti werda. Dapat disimpulkan

bahwa lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga memilki quality of life yang lebih tinggi,

dari pada lansia yang tinggal di panti werda

(http://lib.atmajaya.ac.id?default.aspx?tabID=61&src=k&id=124555). Sementara temuan serupa

dikemukakan oleh Rudkin (1993) yang menyatakan bahwa penduduk lanjut usia yang hidup

sendiri secara umum memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah dibanding dengan lanjut

usia yang tinggal dengan keluarganya.

Page 23: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Berdasarkan hasil temuan tersebut, maka diketahui bahwa rumah merupakan tempat

tinggal yang mendukung para lansia untuk dapat memiliki dan membangun jaringan sosial yang

lebih maksimal dan melakukan aktivitas sosialnya, memiliki kualitas dan kuantitas aktifitas yang

bermanfaat, dan medukung dilakukannya kontak sosial serta berperan aktif membangun dan

memiliki interaksi sosial yang bagus, maka individu yang bersangkutan akan dapat memiliki

kesejahteraan psikologis (Psychological well being). Hal ini sangat dimungkinkan karena para

lansia yang tinggal dirumah akan dapat bersosialisasi sehingga beban psikologis dapat

diminimalkan dan kemunduran fisiknya dan beresiko pada kelupaan akan teratasi melalui

aktivitas keseharian mereka, dan juga tidak mutlak bergantung kepada para perawat dan penjaga

karena mereka dapat melakukan aktifitasnya secara mandiri. Berdasarkan uraian yang telah

dipaparkan dapat disimpulkan ada perbedaan Psychological well-being lansia di rumah dan di

panti werda di kota Salatiga. Lansia yang tinggal di rumah memiliki psychological well-being

yang lebih tinggi dibandingkan lansia yang tinggal di panti werda.

HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis dalam penelitian ini ada perbedaan psychological well-being antara lansia yang tinggal

di rumah dan di panti werda.

Hipotesis Statistik:

H0 Tidak ada perbedaan Psychological well-being antara lansia yang tinggal di dalam

dengan di luar panti werda di Salatiga.

H1 Ada perbedaan psychological well-being antara lansia yang tinggal di dalam dengan di

luar panti werda di Salatiga.

Page 24: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

METODE

Desain Penelitian

Penelitian “Perbedaan psychological well-being antara lansia yang tinggal di rumah dan dipanti

werda” adalah penelitian kuantitatif dan termasuk jenis penelitian komparatif.

Partisipan

Penelitian ini dilakukan di kota Salatiga dengan partisipan 60 orang lansia (mencakup 30 lansia

yang tinggal di panti werda dan 30 lansia yang tinggal di rumah) yang berusia 65 tahun keatas.

Dalam penelitian ini partisipan yang digunakan adalah lansia yang masih memiliki kognitif yang

baik. Partisipan lansia yang tinggal di rumah tidak tinggal sendiri dan mengikuti komunitas

lansia gereja (GKJ, Bethany). Teknik pengumpulan data menggunakan teknik insidental

sampling yaitu pengambilan sampel hanya pada subyek penelitian yang kebetulan ditemui dan

sesuai dengan ciri atau karakteristik subyek penelitian yang telah ditentukan (Hadi, 1991).

Page 25: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Alat Ukur

Skala psychological well-being terdiri dari 42 aitem meliputi 2 kelompok aitem yaitu aitem

favorable (searah dengan teori) dan aitem yang unfavorable (tidak searah dengan teori). Bentuk

jawabannya adalah pilihan jawaban berupa skala Likert (SS: sangat sesuai, S: sesuai, TS: tidak

sesuai, STS: sanagat tidak sesuai). Skala pshychological well-being menggunakan skala

pshychological well-being dari Ryff mencakup aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan

orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan perkembangan pribadi.

Selanjutnya, penulis melakukan uji beda item dan uji reliabilitas. Uji beda item dan uji

reliabilitas alat ukur psychological well-being dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0. Uji

beda item dengan correct item-total correlation (Azwar, 2012). Uji beda reliabilitas

menggunakan Alpha Cronbach. Makin mendekati koefisien korelasi, makin reliabel (Azwar,

2012).

Selanjutnya data yng diperoleh dianalisis dengan mengguakan teknik statistik (Uji t).

Penggunaan teknik statistik ini bertujuan untuk mencari perbedaan satu variabel . Uji t dilakukan

dengan menggunakan SPSS for windows versi 17.0. dasar yang dipakai untuk pengambilan

keputusan adalah

1. Jika P > 0,05 maka Ho diterima Hi ditolak

2. Jika P < 0,05 maka Ho ditolak Hi diterima

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

Page 26: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 10 dan 11 Juni 2015 di panti werda Sosial

Salib Putih dan panti werda Maria Martha di Salatiga. Sementara untuk para lansia yang tinggal

di rumah, pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 7 dan 8 Juni 2015 yaitu para lansia yang

mengikuti komunitas lansia di gereja (GKJ dan Bethany). Kemudian penulis mendistribusikan

angket bagi lansia yang bersedia memberikan waktunya.

Dalam menyebarkan angket di panti werda maupun di rumah, penulis menemukan

beberapa subyek yang memiliki keterbatasan fisik (penglihatan kurang jelas, tidak bisa menulis

dan membaca) karena bertambahnya usia, akan tetapi lansia masih memiliki kognitif yang baik.

Maka dari itu penulis membantu para lansia untuk mengisi angket dengan cara membacakan

pernyataan yang ada dalam angket penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis menyebarkan angket sejumlah 66 angket, dengan perincian

sebagai berikut: 33 angket bagi lansia yang tinggal di panti werda dan 33 angket bagi lansia yang

tinggal di rumah. Namun dari seluruh angket yang disebarkan oleh penulis, yang kembali

berjumlah 60 angket dengan perincian 30 angket dari lansia yang tinggal di panti werda dan 30

angket berasal dari para lansia yang tinggal di rumah. Sedangkan sisa 6 angket yang penulis

bagikan kembali dengan tidak diisi oleh responden. Jadi dalam penelitian ini total angket yang

digunakan adalah 60 angket.

Analisis Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur

Page 27: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

1. Analisis Aitem

Dari hasil skala psychological well being pada lansia menurut Ryff (dalam Van

Dierendonck, 2008) yang mencakup aspek: Penerimaan diri (self- acceptance), hubungan

positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan (environmental mastery),

tujuan hidup (purpose in life), dan perkembangan pribadi yang terdiri dari 42 aitem terdapat

7 aitem gugur, yaitu nomor 4, 5, 9, 14, 32, 41 dan 42. Uji daya beda aitem menggunakan

Corrected Aitem- Total Correlation. Batasan aitem gugur yaitu minimal ≥ 0,25 (Azwar,

2012).

2. Uji Reliabilitas

Setelah masing-masing aitem skala psychological well being pada lansia menurut

Ryff diuji validitasnya, selanjutnya dari aitem-aitem yang valid dilakukan pengujian

reliabilitas dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 dengan menggunakan teknik

Alpha Cronbach. Hasil pengujian diperoleh reliabilitas angket sebesar 0,908 Hal ini dapat

dikatakan bahwa angket psychological well being pada lansia menurut Ryff tersebut reliabel.

Uji Asumsi

Sebelum melakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik Independet- Sampel t-

tes, penulis terlebih dahulu melakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji

homogenitas. Tujuan dilakukannya uji normalitas dan uji homogenitas adalah sebagai salah satu

syarat dilakukannya uji t-tes. Melalui uji normalitas, akan diketahui apakah distribusi variabel

tersebut normal atau tidak. Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0.

Page 28: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji one sample-Kolmogrov Smirnov.

Berdasarkan uji normalitas terhadap sampel, didapat nilai Kolmogrov Smirnov pada sampel

lansia yang tinggal di panti werda adalah 0,781 dan signifikansi pada p = 0,576 (p > 0,05)

dan nilai Kolmogrov Smirnov pada sampel lansia yang tinggal di rumah adalah 0,934 dan

signifikansi pada p = 0,347 (p > 0,05). Hal ini berarti data variabel tersebut berdistribusi

normal. Hasil uji normalitas dan grafik uji normalitas dapat dilihat pada lampiran.

2. Uji Homogenitas

Berdasarkan hasil uji homogenitas diperoleh nilai f pada Levene’s Test for Equality of

Variances adalah sebesar 0,056 dengan probabilitas 0,813. Dapat disimpulkan bahwa data

memiliki varians yang homogen sebab probabilitas > 0,05, sehingga uji t dilakukan dengan

menggunakan asumsi equal variance assumed (Ghozali, 2006).

C. Hasil Penelitian

1. Analisa Deskriptif

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan uji t, maka didapat rata-rata dari

masing-masing variabel, yaitu lansia yang tinggal di panti werda dan lansia tinggal di rumah.

Pengkategorian tinggi rendahnya atau interval psychological well being pada lansia yang

tinggal di panti werda dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:

Page 29: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Tabel 4.3: Interval Psychological Well Being lansia yang tinggal di panti werda

Skor Kriteria F Prosentase min max Mean

35 ≤ x ≤ 56 Sangat rendah

73

123

98,6

56 < x ≤ 77 Rendah 1 3,33%

77 < x ≤ 98 Sedang 12 40,00%

98 < x ≤ 119 Tinggi 16 53,33%

119 < x ≤ 140 Sangat tinggi 1 3,34%

Jumlah 30 100% SD = 9,91898

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa psychological well being para lansia yang

tinggal di panti werda memiliki mean sebesar 98,6 dengan standar deviasi sebesar

9,91898 Mean termasuk dalam kategori tingkat psychological well being tinggi.

Selanjutnya, pengkategorian tinggi rendahnya atau interval psychological well

being lansia yang tinggal di rumah dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4: Interval Psychological Well Being lansia yang tinggal di rumah

Skor Kriteria F Prosentase min max Mean

35 ≤ x ≤ 56 Sangat rendah

92

110,1

56 < x ≤ 77 Rendah

77 < x ≤ 98 Sedang 3 10%

98 < x ≤ 119 Tinggi 22 73,33%

Page 30: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

119 < x ≤ 140 Sangat tinggi 5 16,67% 136

Jumlah 30 100% SD = 10,18907

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat psychological well being para lansia

yang tinggal di rumah memiliki mean sebesar 110,1 dengan standar deviasi sebesar

10,18907. Mean lansia yang tinggal di rumah termasuk dalam kategori tingkat

psychological well being tinggi.

Selanjutnya, pengkategorian tinggi rendahnya atau interval psychological well

being lansia yang tinggal di rumah dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5: Interval Psychological Well Being lansia yang tinggal di Panti Werda dan di

rumah

Skor Kriteria F Prosentas

e

min max Mean

35 ≤ x ≤ 56 Sangat rendah

73

136

104,35

56 < x ≤ 77 Rendah 1 1,7%

77 < x ≤ 98 Sedang 15 25,0%

98 < x ≤ 119 Tinggi 38 63,3%

119 < x ≤ 140 Sangat tinggi 6 10,0%

Jumlah 60 100% SD = 11,53304

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat psychological well being para lansia,

yaitu mean sebesar 104,35 dengan standar deviasi sebesar 11,53304. Mean lansia,

termasuk dalam kategori tingkat psychological well being tinggi.

Page 31: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

2. Uji Analisa

Melihat hasil dari uji homogenitas dapat disimpulkan bahwa data memiliki varians

yang homogen, maka analisis uji beda t-tes menggunakan equal variance assumed (Ghozali,

2006). Dari output SPSS terlihat bahwa nilai t pada equal variance assumed adalah -4,430

dengan probabilitas signifikansi = 0,000 (p < 0,05). Melihat hasil perhitungan tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa tolak Hi dan terima Ho. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat

psychological well being para lansia yang tinggal di panti werda dan lansia yang tinggal di

rumah adalah berbeda secara signifikan. Dari hasil uji t, didapat hasil bahwa rata-rata tingkat

psychological well being para lansia yang tinggal di panti werda lebih rendah daripada rata-

rata tingkat psychological well being para lansia yang tinggal di rumah. Berikut pada tabel

4.6 adalah tabel hasil perhitungan uji t:

Tabel 4.6: Tabel Hasil perhitungan Uji t

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of the

Difference

Page 32: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

F Sig. T df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Psychology

Well-being

Equal variances assumed .056 .813 -4.430 58 .000 -11.50000 2.59617 -16.69681 -6.30319

Equal variances not assumed -4.430 57.958 .000 -11.50000 2.59617 -16.69688 -6.30312

D. Pembahasan

Dengan menggunakan teknik uji beda teknik Independet Sampel t-test yang dianalisa

melalui SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0 windows yang merupakan

program (software) khusus pengolahan data statistik untuk ilmu sosial, diperoleh uji beda t-tes

sebesar -4,430 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara tingkat

psychological well-being lansia yang tinggal di panti werda dan lansia yang tinggal di rumah

sendiri.

Adapun, dari kedua kelompok lansia diperoleh data bahwa lansia yang yang tinggal di

panti werda Sosial Salib Putih dan Maria Martha tingkat psychological well being memiliki nilai

rata-rata 98,6, sedangkan lansia yang tinggal di rumah tingkat psychological well being memiliki

nilai rata-rata 110,1.

Adanya perbedaan tingkat psychological well being antara lansia yang tinggal di panti

werda dan lansia yang tinggal di rumah karena psychological well being pada lansia adalah suatu

kondisi yang mencakup beberapa aspek, yaitu: Penerimaan diri (self- acceptance), hubungan

positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan

hidup (purpose in life), dan perkembangan pribadi (Ryff dalam Van Dierendonck, 2008). Dilihat

Page 33: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

dari 6 aspek tersebut, psychological well being lansia yang tinggal di panti werda dan di rumah

memiliki perbedaan yang signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan bahwa lansia yang tinggal di panti

werda sebagian besar ke panti werda bukan atas keinginan mereka sendiri, melainkan lansia

diantar oleh keluarga, pihak gereja dan dinas sosial. Adapun, lansia yang memilih tinggal di

panti werda karena bermasalah dengan anak, isteri atau keluarga. Lansia yang diantar oleh pihak

gereja karena lansia tersebut tidak menikah dan tinggal sendiri di rumah. Para lansia yang

dibawa oleh pihak gereja merupakan bagian dari komunitas gereja. Sedangkan lansia yang

diantar oleh dinas sosial, dikarenakan pihak dinas sosial bekerjsama langsung dengan lembaga

lingkungan untuk mengantarkan lansia ke panti werda, karena lembaga lingkungan dan dinas

sosial menemukan ada beberapa lansia yang tinggal sendiri, dan merasa lansia akan jauh lebih

baik, terurus, dan terjaga bila lansia tersebut tinggal di panti werda. Peneliti juga melakukan

wawancara ke sebagian besar lansia yang memiliki keterbatasan fisik (penglihatan kurang jelas,

tidak bisa menulis, dan membaca) karena sudah lanjut usia. Ungkapan-ungkapan perasaan dari

para lansia yaitu, ada lansia yang mengatakan lebih merasa nyaman tinggal di rumah sendiri

sekalipun rumah tak layak untuk ditinggali, ada juga yang mengatakan lebih merasa bebas

tinggal di rumah sendiri karena masih bisa melakukan banyak aktivitas (pergi ke pasar, mencuci

baju, dan mencuci piring). Lansia yang tinggal di panti werda merasa tidak sebebas di rumah

karena tinggal di panti werda tidak bisa bebas keluar panti, contohnya saat lansia membeli

jajanan di pagi hari hanya bisa melalui pagar. Lansia juga merasa terbatas tidak bisa mencuci

pakaian sendiri karena mencuci pakaian sudah termasuk dalam fasilitas yang ada didalam panti

werda. Ada juga lansia yang berprinsip tidak ingin menjadi beban bagi anak-anaknya, tetapi

peneliti menemukan ungkapan beberapa lansia yang ingin tetap dikunjungi oleh keluarganya

Page 34: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

dalam waktu yang cukup sering (sebulan 2 sampai 3 kali dikunjungi). Secara tidak langsung

lansia merasa bahwa tinggal bersama keluarga merupakan sumber kepuasan. Sedangkan

sebagian lansia yang tidak menikah merasa nyaman tinggal di panti werda karena hidupnya jauh

lebih baik, terawat, bisa makan, dan mendapat tempat tinggal. Ada juga beberapa permasalahan

psikologis yang muncul yaitu, lansia merasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan

menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, dan merasa kesepian,

Sementara penelitian yang didapat dari lansia yang tinggal di rumah, para lansia merasa

nyaman tinggal di rumah karena lansia merasa bisa bebas beraktivitas, seperti pergi ke pasar,

pergi ke gereja, dan mencuci piring. Ada juga lansia yang mengungkapkan bahwa lansia merasa

senang pada sore hari bertemu dengan tetangga dan bercengkrama. Disisi lain, peneliti

menemukan ungkapan lansia yang merasa bahagia bisa tetap tinggal bersama keluarganya,

menggendong cucu, dan bertemu sanak sodara pada perayaan hari-hari besar (hari Natal, Idul

Fitri, Imlek, dan tahun baru). Adapun lansia yang merasa pendapat mereka tetap diterima ketika

lansia berkumpul bersama keluarga, hal ini membuat para lansia merasa masih dihargai oleh

keluarga. Bagi para lansia yang tinggal dirumah, beban psikologis dapat diminimalkan dan

kemunduran fisiknya yang beresiko pada kelupaan bisa sedikit teratasi melalui aktivitas

keseharian mereka, seperti melakukan aktifitasnya secara mandiri dan perasaan bahagia bisa

tetap tinggal bersama keluarga.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Page 35: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan tingkat psychological well being para lansia yang tinggal di panti werda

Sosial Salib Putih dan Maria Martha dengan lansia yang tinggal di rumah.

2. Tingkat psychological well being para lansia yang tinggal di panti werda Sosial Salib

Putih dan Maria Martha lebih rendah dibandingkan tingkat psychological well being para

lansia yang tinggal di rumah.

B. Saran

1) Lansia

Agar lansia yang tinggal di panti werda dapat lebih aktif dalam membangun interaksi dan

bersosialisasi. Karena melalui lingkungan sosial yang kondusif maka seorang lansia dapat

tetap merasa nyaman dengan eksistensinya yang memiliki banyak keterbatasan dan mendapat

pengakuan dari lingkungan di sekitarnya. Jika dilihat dari hasil penelitian lansia yang tinggal

di rumah memiliki psychological well being yang tinggi karena pada umumnya para lansia

masih terlibat aktif dalam berbagai kegiatan.

2) Bagi Perawat dan Pengelola Panti Werda

Agar perawat lebih waspada dan dapat melakukan pendekatan yang lebih pada lansia. Karena

dengan adanya penelitian ini perawat juga diharapkan mampu untuk membimbing dan

merawat para lansia, dengan cara memberikan waktu dan kesempatan kepada para lansia

untuk berkonsultasi dengan perawat pada saat mereka menghadapi kesulitan. Tidak hanya

saat para lansia mengalami kesulitan, akan tetapi para perawat dan pengelola diharapkan

cukup mampu untuk menjadi pendengar yang baik dan sabar untuk para lansia. Bagi

pengelola panti werda diharapkan memberikan kegiatan yang dapat membantu para lansia

Page 36: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

untuk tetap mampu berosialisasi, memilki penerimaan diri yang baik, harapan untuk tetap

hidup dan merasa bahagia.

3) Bagi keluarga

Agar keluarga lebih memperhatikan kegiatan para lansia dan diharapkan mampu memberikan

waktu dan perhatian pada lansia. Selain itu, keluarga juga dapat terus membantu lansia untuk

tetap aktif bersosialisasi dengan lingkungannya.

4) Bagi masyarakat

Lebih memperhatikan individu yang telah masuk usia lanjut di sekitar mereka sehingga

bersama-sama tetap dapat membangun psychological well being melalui kegiatan-kegiatan

yang dilakuan oleh para lansia yang ada disekitar mereka.

5) Bagi peneliti lain

Adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai untuk dapat

dilakukan penelitian selanjutnya mengenai psychological well being para lansia. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitian selanjutnya, seperti

penggunaan sampel. Pada penelitian selanjutnya penggunaan sampel bisa diperbanyak

jumlahnya, selain itu bisa juga ditambah dari komunitas lansia lainnya (komunitas senam

jantung sehat), dan bisa juga ditambah dengan variabel-variabel lainnya, seperti variabel

habituasi (kebiasaan) yang berkaitan dan perlu diteliti lebih dalam.

Page 37: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

DAFTAR PUSTAKA

Agustine, R.W. (2009). Kesejahteraan psikologis (Psychological Well-Being) ditinjau dari

keikutsertaan klub olahraga (Tai-Chi) pada lanjut usia. Skripsi . Salatiga: Universitas

Kristen Satya Wacana.

Allport, G. (1963). The ego contemporary psychology. In G. Allport (ed) personality and social

encorner: Selceted Eassy Bosto. MA: Bacon.

Azwar. (2012). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta : Sigma Alpha.

Bastaman, H.P. (2000). Logoterapi dan Islam sejalankah dalam metodelogi psikologi Islam.

Rendra K, Yogyakarta : Kanisius.

Compton, W.C. (2005). "1". An introduction to positive psychology. Wadsworth publishing.

pp. 1–22. ISBN 0-534-64453-8.

Cowie. (1994). Oxpord advanced learners dictionary. New York ; Oxford University.

Deeken, A. (1986). Usia lanjut. Yogyakarta: Kanisius.

Departemen Sosial RI. (2003). Kelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa. Jakarta:

Departemen Sosial RI.

Departemen Sosial RI. (2006). Kebahagiaan hidup lansia. Kompas Cyber Media.

www.kompas.com Diakses 6 Juni 2014.

Erikson, E.H. (1977). Identity and life cycle: Reissue. New York: Norton.

Gallo, J.J. (1998). Buku saku gerontologi edisi 2. Jakarta : EGC.

Page 38: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Ghozali, I. (2006). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan

Penerbit Universitas Diponegoro.

Haditono, S.R. (1992). Psikologi perkembangan. Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.

Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.

Hadjam, M.N.R. (1999). Stress dan pengelolaannya. Seminar Nasional Manajemen Stresss dan

Relaksasi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Guna Darma.

Hardywinoto dan Setiabudhi, T. (1999). Panduan gerontologi : menjaga keseimbangan kualitas

hidup para lanjut usia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Havighurst, RY. (1957). Human development and education, New York : Logmas, Green and

Co.

Hurlock, E.B. (1991). Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang

kehidupan. Jakarta : Erlangga.

___________. (2008). Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang

kehidupan. Jakarta : Eralangga.

Jung, H.G. and D.A. Deetz. (1979). Cell wall lignification and degradability. in: Jung HG,

Buxton DR, Hatfield RD, Ralph J, (Eds). Forage Cell Wall Structure and Digestibility.

Madison, WI: ASA-CSSA-SSSA. Hlm. 315.

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (1993). Pengembangan kebijakan

tingkah laku tentang konsekuensi dari penduduk lansia: Kasus Indonesia. Jakarta:

lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Indonesia.

Martani, W., Ardiyanti, M. G., dan Indati, A. (1993). Ciri kepribadian lanjut usia. Jurnal

Psikologi. 1, 1-6.

Maslow. (1986). Farther reaches of human nature. New York: Orbis Book.

Page 39: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

MonksF.J., Knoers, Siti Rahayu Haditono. (1992). Psikologi perkembangan pengantar dalam

berbagai bagiannya. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

______________. (2004). Psikologi Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai

bagiannya. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.

Munandar, S. C. U., dkk. 2001. Bunga rampai perkembangan masa hidup. Jakarta :UI-Press.

Papalia, D. E, Stern, H. L, Felman, R.D, & Camp, C. J. (2001). Adult development and aging.

Boston :Mc Graw Hill.

______________. (2007). Adult development and aging (3rded.). New York: Mc. Graw Hill

Companies, Inc.

Pinquart, M & Sorenson, S.(2000). Influences of socioeconomic status, social network and

competence on subjective well-being in later life : A meta-analisysis. psychology and

aging, Vol. 15, 2, 187 – 224.

Rogers, E.M. (1995). Diffusion of innovation. New York: The Free Express.

Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? exploration on the meaning of

psychological well-being. Journal of personality and social psychology. 57, 1069-1081.

Sugiyono. 2000. Statistic untuk penelitian. Bandung : CV. ALFABETA.

Ryff, Carol D., & Keyes, Corey Lee M. (1995). The structure of psychological well

being revisited. Journal of personality and social psychology, 69, 719727.

Setiadi, Riany. (2006). Perbedaan kecemasan antara lansia yang tinggal di panti werda

dan yang tinggal di rumah.

(http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=124629).

Page 40: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH

Syamsudin. (2008). Mencapai optimum aging pada lansia. Diperoleh Maret

Santrock, J. W. (1999). Life-span development. New York: McGraw-Hill College

Santrock, W. J. (2002). Life span development, (5th ed). Jilid 1, terj. Damanik. Jakarta:

Erlangga.

Suhartini R, (2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang lanjut usia. Thesis.

Surabaya: Universitas Airlangga.

Undang- undang RI Nomor 13 (1998) Tentang kesejahteraan lansia.

Van Dierendonck, dkk. (2008). Ryff’s six-factor model of psychological well-being,

A Spanish exploration. Soc Indic Res (2008) 87, 473–479.

Yulmardi. 1995. Kehidupan usia lanjut di pinggiran kota Jambi : Studi Kasus.

Page 41: Perbedaan Psychological Well-Being Lansia yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8546/2/T1...PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDA DAN DI RUMAH