perbedaan kewajiban investor untuk melaksanakan
TRANSCRIPT
1
PERBEDAAN KEWAJIBAN INVESTOR UNTUK MELAKSANAKAN PARTICIPATING INTEREST DAN MEMBERIKAN BONUS PRODUKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI (STUDI PERJANJIAN JOINT OPERATION CONTRACT
ANTARA PT PERTAMINA DAN KONSORSIUM SARULLA)
Katharina Ester dan Yetty Komalasari Dewi
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
ABSTRAK
Saat ini terdapat perbedaan pendapat tentang kewajiban Kontraktor di bidang panas bumi untuk melakukan kewajiban participating interest dan kewajiban bonus produksi. Skripsi ini membahas apakah kewajiban participating interest menurut Permentamben No. 10 Th. 1981 dan kewajiban bonus produksi menurut UU No. 21 Tahun 2014 adalah kewajiban yang sama. Selain itu, apakah Kontraktor dalam JOC Sarulla juga wajib melaksanakan kewajiban bonus produksi menurut UU No. 21 Tahun 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewajiban participating interest menurut Permentamben No. 10 Th. 1981 dan kewajiban bonus produksi menurut UU No. 21 Tahun 2014 merupakan kewajiban yang berbeda. Kemudian, berdasarkan paham rebus sic stantibus yang menyatakan bahwa dalam hal salah satu pihak sulit melaksanakan kewajibannya, pihak tersebut dapat meminta dilakukannya negosiasi ulang dan memasukkan ketentuan baru. Dalam hal ini, dengan terbitnya UU Panas Bumi, kontrak perlu di negosiasi ulang. Kata kunci: Participating Interest; Bonus Produksi; Panas Bumi; Kontrak Operasi Bersama.
The Difference of The Obligation of Investor To Implement Participating Interest and to Provide Production Bonuses According to Law No. 21 Year 2014 Concerning Geothermal (Contract Study: Joint Operation Contract between PT Pertamina and
Sarulla Consorsium)
ABSTRACT
Currently, there is a different opinion regarding the Contractor's obligation in sector of geothermal to perform the obligations of participating interest and to provide a production bonuses. This paper analyzes whether the obligations of participating interest according to Permentamben No. 10 Th. 1981 and obligation of production bonuses according to Law No. 21 2014 is the same obligation. Furthermore, whether the Contractor in JOC Sarulla also required to perform the obligations of production bonus according to Law No. 21 Year 2014.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
2
The results showed that the obligations of participating interest by Permentamben No. 10 Th. 1981 and production bonus obligations according to Law No. 21 Year 2014 is a different obligation. Then, based on the rebus sic stantibus principle which states that in case one of the parties is difficult to perform its obligations, such parties can request a renegotiation and inserting new provisions. In this case, with the enactment of Law No. 21 Year 2014, contract needs to renegotiating. Keywords: Geothermal; Joint Operation Contract; Participating Interest; Production Bonuses. Pendahuluan
Indonesia memiliki beragam jenis sumber daya energi yaitu minyak dan gas bumi,
batubara, energi air atau hidro, mineral radio aktif, panas bumi serta sumber daya energi baru
dan terbarukan lainnya.1 Panas bumi atau geothermal berasal dari kata geo yang berarti bumi,
dan thermal yang berarti panas, jadi secara umum geothermal adalah sumber energi yang
berasal dari panas alamiah di dalam bumi.2 Energi panas bumi bersifat site specific, tidak
dapat disimpan dan juga tidak dapat ditransportasikan.3 Awalnya, dari sumur produksi
diambil uap panas bumi yang terdiri dari uap panas dan air (dua fase) yang kemudian
dipisahkan oleh separator.4 Dari separator ini, air panas akan langsung disuntikkan ke sumur
injeksi dan uap panas digunakan untuk menggerakan turbin yang kemudian turbin tersebut
akan menggerakkan generator yang pada akhirnya akan menghasilkan listrik. Selanjutnya, air
panas akan ditampung di Menara Pendingin dan disuntikkan kembali ke sumur produksi.
Dengan konsep ini maka energi panas bumi dikatakan sebagai sumber energi yang
terbarukan.5
Peraturan pengembangan panas bumi di Indonesia pertama kali diatur dalam
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1974 (“Keppres 16/1974”)6. Kemudian pada tahun
1981, Pemerintah Indonesia menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 19817
(“Keppres 22/1981”) dan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
10/P/M/PERTAMBEN/1981 Tahun 1981 tentang Pedoman dan Syarat-Syarat Kerjasama
1 R. Sukhyar dan Agus Danar, Energi Panas Bumi di Indonesia, (Jakarta: Badan Geologi Kementrian
Energi dan Sumber Daya Alam, 2010), hlm. 3. 2 Direktorat Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pengembangan Panas Bumi di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Panas Bumi, 2014), hlm. 11.
3 Sukhyar, Energi Panas Bumi, hlm. 3. 4 Sukhyar, Energi Panas Bumi, hlm. 4. 5 Peter D. Blair, Geothermal Energy: Investment Decisions and Commercial Development, (New York:
A Wiley-Interscience Publication, 1981), hlm.66. 6 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1974 7 Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1981, Keppres 22 Tahun 1981.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
3
Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) Antara Pertamina Dan Kontraktor
Dalam Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi8 (“Permentamben
Pedoman dan Syarat JOC”) dan mencabut Keppres 16/1974.9 Keppres 22/1981 mengatur
mengenai pemberian kuasa pengusahaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi
untuk pembangkitan energi di Indonesia kepada Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi Negara (“Pertamina”).10 Keppres 22/1981 juga menentukan bahwa apabila Pertamina
belum atau tidak dapat melaksanakan pengusahaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya
panas bumi itu sendiri, Menteri Pertambangan dan Energi dapat menunjuk pihak lain sebagai
kontraktor untuk mengadakan kerjasama dengan Pertamina dalam bentuk Kontrak Operasi
Bersama (Joint Operation Contract).11 Sebagai tindak lanjut dari Keppres 22/1981 tersebut,
Menteri Pertambangan Dan Energi menerbitkan Permentamben Pedoman dan Syarat JOC
sebagai pedoman dan syarat-syarat kerjasama Kontrak Operasi Bersama antara Pertamina dan
kontraktor.12 Permentamben Pedoman dan Syarat JOC mengatur mengenai hal-hal apa saja
yang menjadi hak dan kewajiban Pertamina dan kontraktor yang harus ada dalam Kontrak
Operasi Bersama pengusahaan panas bumi di Indonesia.
Pasal 20 Permentamben Pedoman dan Syarat JOC mengatur kewajiban-kewajiban
Kontraktor dalam rangka memerhatikan kepentingan nasional dalam pengusahaan panas
bumi. Terdapat lima kewajiban yaitu:13
“Dalam melaksanakan operasi pengusahaan sumber daya panasbumi, kontraktor berkewajiban:
a. memberikan kesempatan dan prioritas kepada perusahaan jasa nasional untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan operasinya;
8 Indonesia, Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi tentang Pedoman dan Syarat-Syarat
Kerjasama Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) Antara Pertamina Dan Kontraktor Dalam Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panasbumi, Permen Nomor 10/P/M/PERTAMBEN/1981 Tahun 1981.
9 R. Sukhyar dan Agus Danar, Energi Panas Bumi di Indonesia, (Jakarta: Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam, 2010), hlm. 13.
10 Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1981, Keppres 22 Tahun 1981, Diktum pertama.
11 Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1981, Keppres 22 Tahun 1981, Diktum keempat.
12 Indonesia, Peraturan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor tentang Pedoman dan Syarat-Syarat Kerjasama Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) Antara Pertamina Dan Kontraktor Dalam Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panasbumi, Permentamben No. 10/P/M/PERTAMBEN/1981, Ps. 20, Diktum Menimbang.
13 Indonesia, Peraturan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor tentang Pedoman dan Syarat-Syarat Kerjasama Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) Antara Pertamina Dan Kontraktor Dalam Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panasbumi, Permentamben No. 10/P/M/PERTAMBEN/1981, Ps. 20.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
4
b. mengutamakan penggunaan tenaga-tenaga ahli Indonesia yang memenuhi persyaratan yang diperlukan;
c. mengutamakan penggunaan barang-barang dan peralatan hasil produksi dalam negeri yang memenuhi persyaratan yang diperlukan;
d. melaksanakan pendidikan dan latihan tenaga Indonesia dalam rangka alih teknologi eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panasbumi termasuk perencanaan/design, pembangunan dan pengoperasian instalasi panasbumi, pembangkitan tenaga listrik dengan/tidak dengan transmisinya;
e. menawarkan sahamnya kepada perusahaan nasional sesuai ketentuan dalam Kontrak Operasi Bersama.14”
Adanya kewajiban memerhatikan kepentingan nasional bagi kontraktor pengusahaan
panas bumi bertujuan agar setiap ketentuan-ketentuan dalam kontrak tetap menguntungkan
bagi Negara dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara.15 Oleh karena itu,
berdasarkan peraturan tersebut, setidaknya terdapat lima kewajiban yang harus diatur dan
disepakati dalam Kontrak Operasi Bersama antara Pertamina dan Kontraktor.
Berdasarkan Pasal 20 Permentamben Pedoman dan Syarat JOC tersebut, kewajiban
kontraktor antara lain adalah menawarkan sahamnya kepada perusahaan nasional.16 Dalam
beberapa kontrak kerja sama dibidang pengusahaan sumber daya alam, kewajiban penawaran
saham ini disebut dengan kewajiban participating interest dengan bentuk Indonesian
participant atau partisipasi perusahaan nasional atas permintaan pemerintah.17 Kewajiban ini
14 Penebalan oleh Penulis 15 Ketentuan-ketentuan dalam kontraknya selalu diterapkan dengan pertimbangan harus tetap
menguntungkan bagi Negara dengan mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara. Lihat: Soetaryo Sigit dan S. Yudonarpodo, Legal Aspects of the Mineral Industry in Indonesia, dalam Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 65.
16 Indonesia, Peraturan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor tentang Pedoman dan Syarat-Syarat Kerjasama Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) Antara Pertamina Dan Kontraktor Dalam Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panasbumi, Permentamben No. 10/P/M/PERTAMBEN/1981, Ps. 20 huruf e.
17 “The participation clause provides that when a PSC reaches its first commercial project it has to offer a 10% participation, i.e., a 10% undivided working interest to an Indonesian Participant. This can be Pertamina itself or an Indonesia private party. This right lapses when Pertamina does not exercise that right after 3 months from the date commerciality was declared. When Pertamina exercises its right to nominate an Indonesian Participant (which may be Pertamina itself or an Indonesian Third Party), the Contractor and the prospective Participant have 6 months to agree on an operating agreement along the lines of the principles contained in Exhibit “D” of the model PSC. If the Contractor and the prospective Participant are unable to agree to the terms of the operating agreement within that period, the offer expires. There are several examples of participation that are currently active. Normally the stumbling block in successful participation is the large amounts of money that will be “cash-called” to the Participant. Very often the Participant is a bona fide Indonesian entrepreneur but one who is used to quick-yielding projects, and the oil industry is no longer a quick-yielding undertaking.” Lihat: Tengku Nathan Machmud, The Indonesian Poduction Sharing Contract: an Investor’s Perspective, (Belanda: Kluwer Law International, 2000), hlm. 87-88.
Salah satu bentuk participating interest adalah Governement Participation dimana pemerintah akan meminta participating interest untuk diberikan kepada perusahaan nasional yang ditunjuk olehnya. Lihat: Peter Roberts, Joint Operation Agreement: A Practical Guide, (London: Globe Business Publishing, 2010), hlm. 49.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
5
bertujuan agar perusahaan nasional memiliki hak untuk ikut serta dalam pengembangan
sumber daya alam di Indonesia.18
Dalam UU Panas Bumi, kewajiban kontraktor salah satunya adalah kewajiban
memberikan bonus produksi kepada Pemerintah Daerah di daerah penghasil. Kewajiban ini
diatur dalam Pasal 53 UU Panas Bumi yang menyatakan bahwa:
“(1) Pemegang Izin Panas Bumi wajib memberikan bonus produksi kepada Pemerintah Daerah yang wilayah administratifnya meliputi Wilayah Kerja yang bersangkutan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan kotor sejak unit pertama berproduksi secara komersial.
(2) Ketentuan mengenai besaran dan tata cara pemberian bonus produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Berdasarkan pasal di atas, Pemerintah menerbitkan peraturan pelaksananya yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian
Bonus Produksi Panas Bumi19 (“PP 28/2016”).20 Dalam PP 28/2016, kewajiban memberikan
bonus produksi ini adalah kewajiban keuangan atas pendapatan kotor dari penjualan uap
panas bumi dan/atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi,21 yang diberlakukan
kepada: 22
1. Pemegang Izin Panas Bumi (IPB);
2. Pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi;
3. Pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi; dan
4. Pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi.
Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menggunakan Joint Operation Contract23 antara
PT Pertamina dan Konsorsium Sarulla sebagai pihak Kontraktor (“JOC Sarulla”). JOC
Sarulla ditandatangani pada tanggal 27 Februari 1993 untuk pembangunan dan
18 Hakim A. Nasution, “Tinjauan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi,” (makalah disampaikan pada Seminar Oil and Gas Course, Jakarta, 15 November 2016), hlm. 5. 19 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi
Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900. 20 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi
Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 53 ayat (2). 21 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi
Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Ps. 1 (1). 22 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi
Panas Bumi, PP Nomor 28 Tahun 2016, TLN Nomor. Ps. 2 ayat (1) dan (2) jo. Ps. 11. 23 JOC Sarulla menggunakan bahasa Inggris dan tidak ada terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia
sehingga istilah Kontrak Operasi Bersama diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Joint Operation Contract.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
6
pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau PLTP di wilayah Sarulla. Dasar
hukum penyusunan JOC Sarulla antara lain adalah Permentamben Pedoman dan Syarat JOC.
Sebagai implementasi dari Pasal 20 huruf e Permentamben Pedoman dan Syarat JOC
yaitu menawarkan sahamnya kepada perusahaan nasional sesuai ketentuan dalam Kontrak
Operasi Bersama, JOC Sarulla menentukan sebagai berikut:
“Article 16 Indonesian Participant 16.1 PERTAMINA shall have the right to demand from Contractor that the
following undivided interest in the total rights and obligations of Contractor under this Contract be offered either to PERTAMINA or if PERTAMINA desires, to an Indonesian entity established in Indonesia to be designated by PERTAMINA (either hereinafter called the Indonesian Participant)24”
Pasal ini mengatur bahwa para pihak telah menyepakati agar Pertamina mempunyai hak
untuk meminta bagian hak dan kewajiban dari perusahaan Kontraktor dengan besaran
persentase dan waktu sesuai yang telah ditentukan dalam Kontrak. Hak dan kewajiban ini
dapat ditawarkan oleh Kontraktor kepada Pertamina atau kepada perusahaan Indonesia yang
ditunjuk oleh Pertamina.
UU Panas Bumi adalah undang-undang yang mengenal kewajiban bonus produksi dan
tidak mengenal kewajiban participating interest didalam pengusahaan sumber daya panas
bumi.25 Pada saat perancangan UU Panas Bumi, Pemerintah mempertimbangkan untuk
memakai mekanisme bonus produksi atau mekanisme participating interest dalam
memerhatikan kepentingan daerah.26 Hal ini menimbulkan pertanyaan terhadap kontrak-
kontrak atau perjanjian-perjanjian yang telah dibuat berdasarkan Permentamben Pedoman
dan Syarat JOC. Apakah kewajiban participating interest merupakan kewajiban yang sama
24 Terjemahan bebas: Pasal 16 Partisipasi Indonesia 16.1 PERTAMINA harus mempunyai hak untuk meminta dari Kontraktor bahwa hak dan kewajiban
yang tidak dapat dibagi-bagi dari jumlah hak dan kewajiban Kontraktor pada Kontrak ini ditawarkan baik kepada PERTAMINA atau apabila PERTAMINA menginginkan, untuk sebuah badan hukum Indonesia yang didirikan di Indonesia yang dibuat oleh PERTAMINA (selanjutnya disebut dengan Kepesertaan Indonesia)”
25 Direktorat Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pengembangan Panas Bumi di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Panas Bumi, 2014), hlm. 35.
26 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 28/DPD RI/II/2013-2014 Tentang Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Panas Bumi. (Jakarta, 2013), hlm. 9. Lihat juga: Dewan Perwakilan Rakyat RI, Risalah resmi Rapat Paripurna DPR RI Selasa, 26 Agustus 2016 acara Pengambilan Keputusan Terhadap RUU tentang Panas Bumi, http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/Paripurna_risalah_RISALAH_RAPUR_KE-4_26_AGUSTUS_2014_MS_I_TS_2014151100.pdf, hlm. 30.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
7
dengan kewajiban bonus produksi. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan
masalah yang menjadi inti dari pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kewajiban kontraktor untuk memberikan bonus produksi menurut UU
No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dengan kewajiban kontraktor untuk
melaksanakan kewajiban participating interest menurut Permentamben
Pedoman dan Syarat JOC adalah kewajiban yang sama?
2. Apakah pemegang kontrak operasi bersama (kontraktor) dalam JOC Sarulla
wajib juga memberikan bonus produksi menurut UU No. 21 Tahun 2014
tentang Panas Bumi?
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yang lazim digunakan
dalam kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan yakni penelitian yuridis normatif.27
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan karena
menganalisis perbedaan pengaturan tentang kewajiban participating interest dan kewajiban
bonus produksi yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan terkait panas bumi.28
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif
karena bertujuan untuk menjabarkan lebih lanjut mengenai kewajiban bonus produksi dan
kewajiban melaksanakan participation interest menurut peraturan perundang-undangan
dibidang panas bumi dan JOC X.29 Mengingat penelitian ini adalah penelitian normatif atau
penelitian kepustakaan, maka jenis data utama yang digunakan adalah data sekunder.30
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.31 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi khususnya Pasal 53 dan
Pasal 78;32 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2016 tentang Besaran dan Tata Cara
Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi,33 Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi
27
28 Sri Mamudji, et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 10.
29 Ibid., hlm. 4. 30 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ed. 3, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
2012), hlm. 32. 31 Ibid., hlm. 28. 32 Indonesia, Undang-Undang tentang Panas Bumi, UU Nomor 21 Tahun 2014, Lembaran Negara RI
Tahun 2014 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5585. 33 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Besaran dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas
Bumi, PP Nomor 28 Tahun 2016.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
8
Republik Indonesia Nomor 10/P/M/PERTAMBEN/1981 Tahun 1981 Tentang Pedoman dan
Syarat-Syarat Kerjasama Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) Antara
Pertamina Dan Kontraktor Dalam Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panas
Bumi34 khususnya Pasal 20 huruf e dan Joint Operation Contract X.35 Bahan hukum
sekunder yang digunakan antara lain adalah buku karangan R. Sukhyar dan Agus Danar yang
berjudul “Energi Panas Bumi di Indonesia: Kebijakan Pengembangan dan Keputusan
Investasi”36 yang pada intinya menjelaskan tentang cara-cara pengambilan keputusan
investasi dalam pengembangan sumber daya panas bumi di Indonesia. Buku lain yang
peneliti gunakan adalah buku karangan Salim H.S. dan Budi Sutrisno yang berjudul “Hukum
Investasi di Indonesia”37 yang pada intinya menjelaskan tentang dampak dari kendala
eksternal suatu investasi yaitu kendala yang datang dari peraturan perundang-undangan
beserta turunannya terhadap suatu investasi yang dilakukan oleh seorang investor dan buku
karangan Peter Robert yang berjudul “Joint Operation Agreement: A Practical Guide”38
yang pada intinya menjelaskan tentang tata cara pengambilan keputusan dalam investasi
panas bumi. Selain buku, berbagai makalah ilmiah baik yang diterbitkan dalam jurnal
nasional maupun internasional juga digunakan. Bahan hukum tersier yang digunakan antara
lain adalah Black’s Law Dictionary karangan Henry Compbell Black.39
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi
kepustakaan (library research).40 Data-data sekunder tersebut dikumpulkan dengan cara
mencari literatur-literatur di perpustakaan, namun tidak saja secara fisik, tetapi juga
penelusuran secara elektronik (melalui website) melalui jurnal-jurnal hukum internasional.
Setelah data-data tersebut diperoleh maka data-data tersebut akan dianalisis dengan metode
kualitatif yaitu menghubungkan data-data yang didapatkan dalam studi kepustakaan dalam
34 Indonesia, Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi tentang Pedoman dan Syarat-Syarat
Kerjasama Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) Antara Pertamina Dan Kontraktor Dalam Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panasbumi, Permen Nomor 10/P/M/PERTAMBEN/1981 Tahun 1981.
35 Kontrak dalam bentuk Kontrak Operasi Bersama adalah bagian dari hukum perjanjian yang menyebabkan ketentuan dalam kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Lihat: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1338.
36 R. Sukhyar dan Agus Danar, Energi Panas Bumi di Indonesia, (Jakarta: Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam, 2010).
37 H. Salim HS., S.H., M.S. dan Budi Sutrisno, S.H., M., Hukum Investasi Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Perkasa, 2007).
38 Peter Roberts, Joint Operation Agreement: A Practical Guide, (London: Globe Business Publishing, 2010).
39 Henry Compbell Black, Black’s Law Dictionary, (Minnesota: West Publishing, 1979). 40 Soekanto, Pengantar Penelitian, hlm. 21.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
9
literatur dan dalam peraturan perundang-undangan tentang kewajiban participating interest
dan kewajiban pemberian bonus produksi panas bumi.41
Pembahasan
Agar hasil pembahasan terhadap rumusan masalah pada skripsi ini dapat dibahas dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka pembahasan terhadap rumusan masalah
ini akan didasarkan pada ketentuan perundang-undangan dan pendapat ahli tentang perjanjian
serta bahan-bahan lain yang berkaitan.
Terhadap rumusan masalah yang pertama, kewajiban-kewajiban kontraktor sebelum
UU Panas Bumi dalam pengusahaan panas bumi banyak diatur dalam Permentamben
Pedoman dan Syarat JOC. Kewajiban kontraktor dalam hal kepentingan nasional terdiri dari
lima kewajiban, yaitu: 42
1) memberikan kesempatan dan prioritas kepada perusahaan jasa nasional untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan operasinya;
2) mengutamakan penggunaan tenaga-tenaga ahli Indonesia yang memenuhi persyaratan yang
diperlukan;
3) mengutamakan penggunaan barang-barang dan peralatan hasil produksi dalam negeri yang
memenuhi persyaratan yang diperlukan;
4) melaksanakan pendidikan dan latihan tenaga Indonesia dalam rangka alih teknologi
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panasbumi termasuk perencanaan/design,
pembangunan dan pengoperasian instalasi panasbumi, pembangkitan tenaga listrik
dengan/tidak dengan transmisinya;
5) menawarkan sahamnya kepada perusahaan nasional sesuai ketentuan dalam Kontrak Operasi
Bersama.
Salah satu dari kelima kewajiban diatas adalah menawarkan sahamnya kepada
perusahaan nasional. Tata cara pelaksanaan kewajiban ini diatur lebih lanjut dalam kontrak
masing-masing.43 Kewajiban participating interest dari kontraktor kepada perusahaan
41 Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 67. 42 Indonesia, Peraturan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor tentang Pedoman dan Syarat-
Syarat Kerjasama Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) Antara Pertamina Dan Kontraktor Dalam Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panasbumi, Peraturan Menteri Pertambangan Dan Energi No. 10/P/M/PERTAMBEN/1981, Ps. 20.
43 Pasal 20 huruf e menyatakan bahwa menawarkan sahamnya kepada perusahaan nasional sesuai ketentuan dalam Kontrak Operasi Bersama, sehingga kontrak akan mengatur lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penawaran saham tersebut. Dalam JOC Konsorsium X diatur dengan jelas ketentuan mengenai tatacara pelaksanaan participating interest. Lihat: Indonesia, Peraturan Menteri Pertambangan Dan Energi
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
10
nasional merupakan kewajiban yang bertujuan agar perusahaan nasional memiliki hak untuk
ikut serta dalam pengembangan sumber daya alam di Indonesia.44 Contohnya dalam kontrak
pengusahaan minyak dan gas di Indonesia, wewenang pemerintah untuk ikut serta dalam
manajemen operasi kegiatan pengembangan minyak dan gas sangat diutamakan.45
Participating interest bukanlah hak keikutsertaan tanpa syarat, semacam golden right or
share (hak istimewa atau kepemilikan) yang biasa diberikan oleh perusahaan kepada orang-
orang yang diprioritaskan, yang mendapatkan proporsi saham karena keahlian atau karena
pengaruh.46 Dalam prosesnya, setelah Pertamina memperoleh participating interest sebesar
sepuluh persen (10%), maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah
besaran biaya berupa tuntutan dana (cash call) atas keikutsertaannya pada suatu wilayah
kerja. Besaran biaya yang adalah termasuk biaya yang telah dikeluarkan kontraktor selama
operasi yaitu eksplorasi dan eksploitasi serta biaya atas resiko yang ditanggung oleh
kontraktor pada masa eksplorasi, serta biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan oleh kontraktor.
Dengan alasan bahwa suatu investasi panas bumi merupakan investasi yang padat modal,
biaya ini tidak sedikit jumlahnya.47
Adapun kewajiban-kewajiban kontraktor setelah UU Panas Bumi dalam
pengusahaan panas bumi salah satunya adalah kewajiban bonus produksi. Kewajiban bonus
produksi di dalam pengusahaan panas bumi merupakan kewajiban yang diintrodusir melalui
terbitnya UU Panas Bumi. Kewajiban bonus produksi adalah kewajiban keuangan yang
dikenakan kepada pemegang izin panas bumi, pemegang kuasa pengusahaan sumber daya
panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan
pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi atas pendapatan kotor dari penjualan
uap panas bumi dan/atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi.48 Tujuan
Nomor tentang Pedoman dan Syarat-Syarat Kerjasama Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) Antara Pertamina Dan Kontraktor Dalam Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panasbumi, Permentamben No. 10/P/M/PERTAMBEN/1981, Ps. 20.
44 Kontrak kerja sama minyak dan gas di Indonesia yang telah lebih dulu menerapkan ketentuan mengenai Participating Interest, ketentuan-ketentuan dalam kontraknya selalu diterapkan dengan pertimbangan harus tetap menguntungkan bagi negara dengan mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara. Lihat: Soetaryo Sigit dan S. Yudonarpodo, Legal Aspects of the Mineral Industry in Indonesia, dalam Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 65.
45 Hakim A. Nasution, “Tinjauan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,” (makalah disampaikan pada Seminar Oil and Gas Course, Jakarta, 15 November 2016), hlm. 5-6.
46 Hening Sasmitaning Tyas, “Tinjauan Hukum Pengalihan Hak Dan Kewajiban (Participating Interest) Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi,” Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 57.
47 Audrey Jenifer Vyatri Kartika, “Analisis Terhadap Kewajiban Pertamina EP Sebagai Kontrakor Untuk Melakukan Penawaran Participating Interest Kepada BUMD Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi” Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2012, hlm. 48.
48 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Ps. 1 (1).
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
11
ditetapkannya kewajiban ini adalah agar pemerintah dan masyarakat Daerah Penghasil
merasakan manfaat secara langsung dari adanya kegiatan pengusahaan Panas Bumi yang
berada di sekitar tempat tinggalnya.49
Dasar filosofis kewajiban ini adalah untuk memupuk rasa kepemilikan oleh masyarakat
terhadap kegiatan pengusahaan panas bumi sehingga antara masyarakat dan badan usaha
dapat saling mendukung dalam upaya pengusahaan sumber daya panas bumi.50 Menurut
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, kewajiban pemberian bonus produksi adalah kebijakan nasional
untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.51 Berdasarkan amanat dari UUD
1945, UU Nomor 21 Tahun 2014 menentukan bahwa kewajiban bonus produksi sebagai
salah satu kebijakan nasional, wajib dilaksanakan oleh pemegang Izin Panas Bumi, kuasa
pengusahaan sumber daya panas bumi, kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya
panas bumi, dan izin pengusahaan sumber daya panas bumi52 yang diberikan kepada
pemerintah Daerah Penghasil.53 Pemerintah daerah penghasil diamanatkan untuk
memprioritaskan pemanfaatan bonus produksi Bagi masyarakat di wilayah kerja kemudian
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan atas pemanfaatan bonus produksi dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan
daerah.54
Pembahasan kedua adalah analisis terhadap kewajiban kontrakor melaksanakan bonus
produksi menurut UU Panas Bumi. Hukum kontrak di Indonesia tunduk pada KUHPerdata
sebagai sumber utama hukum perjanjian. JOC Sarulla bukanlah merupakan suatu kontrak
publik, sehingga JOC Sarulla juga tunduk dengan KUHPerdata. Dalam hukum perjanjian
Indonesia, apabila para pihak telah menyepakati suatu kontrak, maka akibat hukumnya
adalah kewajiban dalam kontrak akan mengikat para pihak (pacta sunt servanda).55
Keberadaan asas pacta sunt servanda dalam suatu perjanjian menekankan bahwa keterikatan
49 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi
Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Penjelasan umum. 50 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas
Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Penjelasan umum. 51 “Cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Lihat: Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen Ke-IV, Bab XIV, Ps. 33.
52 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Ps. 11.
53 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Ps. 2 (3).
54 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Ps. 9.
55 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1338.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
12
para pihak dalam perjanjian adalah keterikatan kepada isi perjanjian yang ditentukan oleh
para pihak sendiri, maka setiap pihak terikat kepada janjinya sendiri yaitu janji yang
diberikan kepada pihak lain dalam perjanjian.56 Namun, dalam suatu kontrak investasi yang
berlaku secara internasional, mengikat juga prinsip fundamental lainnya yaitu asas dasar
supremasi atau kedaulatan hukum nasional. Asas ini mensyaratkan bahwa hukum nasional di
tempat kontrak tersebut dilaksanakan, tidak dapat diganggu gugat keberadaannya, dan
memiliki kekuatan mengikat yang mutlak.57 Hal ini memberi akibat bahwa pihak-pihak
dalam kontrak terutama pihak investor asing wajib tunduk kepada hukum yang berlaku
dimana kontrak tersebut dilaksanakan. Dengan demikian, apabila investor asing tidak mau
bekerja sama untuk melakukan ketentuan-ketentuan yang diamanatkan oleh undang-undang
dalam rangka kepentingan Negara, ada kedaulatan negara yang dilanggar. Pada intinya,
investor asing tunduk secara mutlak kepada ketentuan hukum nasional dimana investasi
dilaksanakan.58
Negara sejatinya memiliki kedaulatan untuk mengukur aktivitas perusahaan-
perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi sumber daya alam yang bersinggungan erat
dengan hak-hak masyarakat lokal, sehingga pengaturan tersebut akan membatasi aktivitas
perusahaan-perusahaan agar tidak menimbulkan kerugian atau dampak buruk bagi
masyarakat lokal dimana kegiatan eksplorasi tersebut dilakukan.59 Kedaulatan ini
memberikan hak bagi Negara untuk mengeluarkan regulasi yang bertujuan untuk mengubah
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh investor.60 Melalui PP 28/2016, Pemerintah Indonesia
telah menentukan adanya penambahan kewajiban kepada investor yang melakukan
pengusahaan panas bumi melalui kontrak operasi bersama.61 Pemerintah Indonesia
mengeluarkan peraturan ini dengan alasan bahwa selama ini pemerintah dan masyarakat
daerah tidak pernah menerima manfaat secara nyata dari adanya pengusahaan panas bumi
yang ada disekitarnya.62 Hal ini pun sesuai dengan tujuannya, agar pemerintah dan
masyarakat daerah merasakan manfaat secara langsung dari adanya kegiatan pengusahaan
56 J. Satrio, Hukum Perikatan, hlm. 359. 57 Huala Adolf, Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, cet. 2, (Bandung: Refika Aditama, 2008),
hlm. 19. 58 Ibid., hlm. 19. 59 Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, (Yogyakarta: Total Media, 2009), hlm.
251. 60 Daniel E. Vielleville dan Baiju Simal, Rights To Regulate By Issuing A Statute By Governmental Act,
Vol. 5 Issue 2, Essex court Chamber, London, (2008). 61 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi
Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Ps. 11. 62 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi
Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Penjelasan umum.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
13
Panas Bumi yang berada di sekitar tempat tinggalnya.63 Oleh karena itu, penggunaannya pun
akan diprioritaskan kepada masyarakat yang berada paling dekat dengan proyek atau
terdampak langsung dengan keberadaan proyek. Dalam menerapkan kewajiban ini,
kontraktor harus membayar 1% dari penerimaan uap panas atau air panas yang didapatkan
dari pengusahaan panas bumi kepada kas Negara. Sehingga, dengan melakukan kewajiban
ini, terdapat perubahan dalam struktur pendapatan yang akan diterima kontraktor. 64
Berdasarkan teori kedaulatan tersebut diatas, semua subjek hukum yang ada
berdasarkan hukum di Indonesia, wajib mematuhi segala ketentuan hukum perundang-
undangan di Indonesia.65 Pertamina sebagai subjek hukum berupa badan hukum yang
didirikan berdasarkan peraturan di Indonesia wajib tunduk kepada hukum yang berlaku di
Indonesia.66 Dalam melaksanakan kewajiban kontraktualnya melalui JOC Sarulla, maka
Pertamina wajib mengikuti ketentuan yang berlaku dalam UU Panas Bumi khususnya
mengenai kewajiban memberikan bonus produksi yang secara langsung diamanatkan oleh
undang-undang.67 Apabila Pertamina tidak melaksanakan ketentuan menurut UU Panas Bumi
khususnya kewajiban bonus produksi, maka Pertamina telah melakukan perbuatan melanggar
hukum. Namun hingga saat ini, penerapan ketentuan dalam UU Panas Bumi masih menemui
kendala karena pihak kontraktor dalam JOC Sarulla menolak untuk melakukan kewajiban
63 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi
Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Penjelasan umum. 64 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas
Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900, Penjelasan umum. 65 Huala Adolf, Dasar-Dasar Hukum, hlm. 21. 66 Subjek hukum ialah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas
hukum. Yang termasuk dalam pengertian subyek hukum ialah: manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (recht persoon), misalnya Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Negara (PN), Yayasan, badan-badan pemerintahan dan sebagainya. Lihat: A. Ridwan Halim, Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Cet. 2, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hlm. 29.
67 Selain itu, apabila mengacu pada Pasal 4 jo. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, perubahan keadaan yang disebabkan karena perubahan undang-undang juga disebabkan oleh berubahnya peraturan pelaksananya atau peraturan yang berada dibawahnya.
Pasal 4 jo. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan bahwa “Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.”
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan bahwa:
“(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).”
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
14
memberikan bonus produksi dengan menyatakan bahwa para pihak dalam kontrak harus
secara konsisten menunjukkan itikad baik dalam menghormati kontrak yang sudah disepakati
(pacta sunt servanda). Pemerintah Indonesia dan kontraktor sebagai investor memiliki tujuan
yang berbeda. Bila Pemerintah Indonesia menginginkan sebuah mekanisme yang
mementingkan kepentingan pemerintah dan masyarakat daerah tanpa memberatkan
Pemerintah Daerah. Di sisi lain kontraktor sebagai investor menginginkan adanya kepastian
hukum dari pemberlakuan ketentuan-ketentuan dalam kontrak.
Berdasarkan hukum perjanjian di Indonesia, apabila terjadi perubahan undang-undang
dalam suatu kontrak yang sudah sah, baik berupa pencabutan, perubahan maupun pelarangan,
akibatnya adalah perikatannya menjadi hapus.68 Hal ini karena pelaksanaan kewajiban dalam
kontrak, merupakan suatu tindakan melanggar hukum sehingga tidak terlaksananya
kewajiban dalam kontrak dikategorikan sebagai keadaan memaksa yang disebabkan oleh
adanya perubahan undang-undang.69 Selain itu, apabila para pihak tetap melaksanakan
kewajiban sesuai kontrak yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku saat kontrak
dilaksanakan, berdasarkan asas kedaulatan, Pemerintah Indonesia dapat membatalkan
perjanjian-perjanjian tersebut.70
Kemudian, berdasarkan asas kedaulatan tersebut diatas, dalam hukum perjanjian
Internasional dikenal juga prinsip rebus sic stantibus. Keberadaan asas pacta sunt servanda
yang telah diakui sebagai salah satu prinsip hukum umum (general principle of law), tidak
berlaku secara absolut atau memiliki batasan. Berdasarkan UPICC, pembatasan asas pacta
sunt servanda yakni melalui paham rebus sic stantibus yang artinya bahwa suatu perjanjian
akan disesuaikan atau berakhir apabila kondisi berubah.71 Kondisi tersebut merupakan suatu
kondisi yang tidak diperkirakan oleh para pihak sebelum menutup perjanjian, yang terjadi
dalam periode berjalannya kontrak.72 Kondisi ini disebut dengan kondisi yang sulit atau
hardship. Hardship adalah terjadinya ketidakseimbangan kontrak secara fundamental yang
menyebabkan salah satu pihak sulit menjalakan ketentuan dalam kontrak dengan ketentuan
bahwa kesulitan yang terjadi tidak dapat diprediksi saat penutupan kontrak oleh para pihak.73
68 Rahmat S. S Soemadipradja, Penjelasan Hukum tentang Keadaan Memaksa: Syarat-Syarat
Pembatalan Perjanjian Yang Disebabkan Keadaan Memaksa Atau Force Majeur, (Jakarta: Gramedia, 2010), hlm. 9-10
69 Ibid.., hlm. 9-10 70 Huala Adolf, Dasar-Dasar Hukum, hlm. 25. 71 Giorgio Gogiashvili, Clausula Rebus, hlm. 359. 72 Ibid, hlm. 360. 73 Ibid, hlm. 360.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
15
Terjadinya perubahan keadaan yang menyebabkan yang menyebabkan salah satu pihak tidak
dapat melaksanakan kewajibannya atau merasa rugi apabila kewajiban dilaksanakan.
Selain itu, apabila ketentuan dalam UU Panas Bumi tidak dilaksanakan, berdasarkan
asas kedaulatan, Pemerintah Indonesia dapat membatalkan JOC Sarulla. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan dalam perubahan keadaan ini merupakan perubahan keadaan yang
fundamental bagi Pertamina sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Dengan
adanya perubahan keadaan yang fundamental ini maka Pertamina berada dalam keadaan yang
sulit atau hardship.
Dengan demikian, berdasarkan prinsip rebus sic stantibus dan adanya perubahan
keadaan yang menyulitkan Pertamina untuk melakukan kewajiban kontraktualnya karena
terbitnya UU Panas Bumi dan PP 28/2016, maka pihak Pertamina mempunyai hak untuk
meminta diadakan negosiasi ulang atas JOC Sarulla dengan itikad baik. Apabila pihak
kontraktor menolaknya, berdasarkan alasan adanya perubahan keadaan yang fundamental
atau hardship, hal ini menjadi alasan yang cukup untuk memberikan kewenangan bagi
pengadilan untuk melakukan penyesuaian atas kontrak berdasarkan keadaan yang ada saat
ini.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab-bab yang sudah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. 1. Kewajiban participating interest menurut Permentamben Pedoman dan Syarat
JOC dan kewajiban bonus produksi menurut UU Panas Bumi adalah kewajiban
yang berbeda. Hal ini setidaknya karena tiga alasan yaitu pertama, ditinjau dari
tujuannya, kewajiban participating interest bertujuan agar perusahaan nasional
memiliki hak untuk ikut serta dalam pengembangan sumber daya alam di
Indonesia. Sedangkan kewajiban bonus produksi bertujuan agar pemerintah dan
masyarakat Daerah Penghasil merasakan manfaat secara langsung dari adanya
kegiatan pengusahaan Panas Bumi yang berada di sekitar tempat tinggalnya.
Kedua, ditinjau dari subjek yang menerima manfaatnya, kewajiban participating
interest ditujukan kepada pemerintah pusat melalui Pertamina, sedangkan
kewajiban bonus produksi ditujukan secara langsung kepada pemerintah daerah.
Terakhir, ditinjau dari syaratnya, kewajiban participating interest adalah hak
keikutsertaan Pemerintah dengan syarat yang mewajibkan Pemerintah mencairkan
dana untuk mendapatkan participating interest, sedangkan kewajiban bonus
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
16
produksi adalah kewajiban tanpa syarat karena kewajiban ini langsung dipotong
dari pendapatan kontraktor.
2. 2. Kontraktor dalam JOC Sarulla wajib pula memberikan bonus produksi
menurut UU Panas Bumi selain melaksanakan kewajiban participating interest.
Hal ini karena berdasarkan asas kedaulatan, kontraktor yang merupakan pihak
dalam JOC Sarulla tetap terikat dengan ketentuan dalam hukum nasional sesuai
dengan tempat pelaksanaan kontrak. Dalam hal hukum nasional berubah, dalam
hal ini memberikan kewajiban baru berupa kewajiban bonus produksi pihak
kontrakor tetap terikat dengan kewajiban tersebut. Adapun, Pertamina tidak dapat
pula mengubah secara sepihak ketentuan dalam JOC Sarulla untuk membebankan
kewajiban baru berupa pemberian bonus produksi sebagai pelaksanaan dari UU
Panas Bumi. Untuk dapat melaksanakan kewajiban dari masing-masing pihak,
baik Pertamina maupun kontrakor, Pertamina dapat menerapkan paham rebus sic
stantibus yang terdapat dalam UPICC. Berdasarkan paham rebus sic stantibus
yang menyatakan bahwa apabila salah satu pihak sulit melaksanakan kewajiban
kontraktualnya yang diakibatkan adanya suatu perubahan keadaan maka salah satu
pihak dapat meminta dilakukannya negosiasi ulang atas ketentuan dalam kontrak.
Dalam kasus ini, terbitnya UU Panas Bumi adalah suatu perubahan keadaan yang
menyebabkan Pertamina tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam kontrak.
Oleh karena itu, agar Pertamina dapat melaksanakan kewajibannya dalam kontrak
dan kontraktor dapat dibebankan kewajiban baru maka Pertamina dapat meminta
diadakannya negosiasi ulang atas JOC Sarulla.
Saran
Berdasarkan pengalaman Pertamina dan Konsorsium Sarulla dalam JOC Sarulla
terkait investasi panas bumi sebaiknya dimasa yang akan datang, Pemerintah Indonesia
mewajibkan setiap perjanjian yang melibatkan Pemerintah atau BUMN/BUMD dengan pihak
asing menyepakati klausula perubahan. Hal ini untuk mengantisipasi adanya perubahan
peraturan atau kebijakan setelah perjanjian ditutup yang membutuhkan penyesuaian dengan
peraturan yang berlaku, sehingga menjamin perlindungan terhadap kepentingan nasional dan
kepastian hukum kepada investor.
Daftar Referensi
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
17
Buku dan Jurnal:
Direktorat Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2014). Pengembangan Panas Bumi di
Indonesia, Jakarta: Direktorat Panas Bumi.
Daniel E. Vielleville dan Baiju Simal, Rights To Regulate By Issuing A Statute By
Governmental Act, Vol. 5 Issue 2, Essex court Chamber, London, (2008).
H. Salim HS., S.H., M.S. dan Budi Sutrisno, S.H., M. (2007). Hukum Investasi Indonesia,
Jakarta: RajaGrafindo Perkasa.
Huala Adolf. (2008). Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, cet. 2, Bandung: Refika
Aditama.
Peter D. Blair. (1981). Geothermal Energy: Investment Decisions and Commercial
Development, New York: A Wiley-Interscience Publication.
Peter Roberts. (2010). Joint Operation Agreement: A Practical Guide, London: Globe
Business Publishing.
Rahmat S. S Soemadipradja. (2010). Penjelasan Hukum tentang Keadaan Memaksa: Syarat-
Syarat Pembatalan Perjanjian Yang Disebabkan Keadaan Memaksa Atau Force Majeur,
Jakarta: Gramedia.
R. Sukhyar dan Agus Danar. (2010) Energi Panas Bumi di Indonesia, Jakarta: Badan Geologi
Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam.
Soerjono Soekanto. (2012). Pengantar Penelitian Hukum, ed. 3, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Soetaryo Sigit dan S. Yudonarpodo. (2004). Legal Aspects of the Mineral Industry in
Indonesia, dalam Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta: UII Press.
Sri Mamudji, et. al. (2005) Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Tengku Nathan Machmud. (2000). The Indonesian Poduction Sharing Contract: an
Investor’s Perspective, Belanda: Kluwer Law International.
Winahyu Erwiningsih. (2009). Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Yogyakarta: Total
Media.
A. Ridwan Halim. (1985). Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Cet. 2, Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen Ke-IV.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017
18
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti
dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009).
Indonesia, Undang-Undang tentang Panas Bumi, UU Nomor 21 Tahun 2014, Lembaran
Negara RI Tahun 2014 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5585.
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Dan Tata Cara Pemberian Bonus
Produksi Panas Bumi, PP No. 28 Tahun 2016, LN No. 136 Tahun 2016, TLN No. 5900.
Indonesia, Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi tentang Pedoman dan Syarat-
Syarat Kerjasama Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract) Antara Pertamina
Dan Kontraktor Dalam Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panasbumi, Permen
Nomor 10/P/M/PERTAMBEN/1981 Tahun 1981.
Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1981, Keppres 22
Tahun 1981.
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Keputusan Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia Nomor 28/DPD RI/II/2013-2014 Tentang Pandangan dan Pendapat
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Terhadap Rancangan Undang-Undang
Tentang Panas Bumi. (Jakarta, 2013), hlm. 9. Lihat juga: Dewan Perwakilan Rakyat RI,
Risalah resmi Rapat Paripurna DPR RI Selasa, 26 Agustus 2016 acara Pengambilan
Keputusan Terhadap RUU tentang Panas Bumi,
http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/Paripurna_risalah_RISALAH_RAPUR_KE-
4_26_AGUSTUS_2014_MS_I_TS_2014151100.pdf
Tesis:
Audrey Jenifer Vyatri Kartika, “Analisis Terhadap Kewajiban Pertamina EP Sebagai
Kontrakor Untuk Melakukan Penawaran Participating Interest Kepada BUMD Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi” Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2012.
Hening Sasmitaning Tyas, “Tinjauan Hukum Pengalihan Hak Dan Kewajiban (Participating
Interest) Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi,” Tesis Magister Universitas
Indonesia, Jakarta, 2006.
Perbedaan Kewajiban ..., Katharina Ester, FH UI, 2017