peranan ekaristi dalam meningkatkan hidup ...repository.usd.ac.id/22621/2/041124028_full.pdfekaristi...
TRANSCRIPT
PERANAN EKARISTI DALAM MENINGKATKAN HIDUP ROHANI BAGI PARA SUSTER PRR
DI WILAYAH JAWA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Ermelinda Du’e NIM: 041124029
0leh: Kristina Koba Malo
NIM: 041124028
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2010
PERSEMBAHAN
Dengan penuh syukur dan pujian skripsi ini kupersembahkan kepada
Para Suster Kongregasi Puteri Reinha Rosari.
MOTTO
“Segalanya dapat kutanggung dalam Kristus yang menguatkanku”.
( Flp. 4:3 )
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,12 Desember 2009
Penulis,
Kristina Koba Malo
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Kristina Koba Malo Nomor Mahasiswa : 041124028 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul PERANAN EKARISTI DALAM MENINGKATKAN HIDUP ROHANI PARA SUSTER PUTERI REINHA ROSARI DI WILAYAH JAWA. beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dan membentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan , mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada Tanggal 22 Januari. 2010 Yang menyatakan (Kristina Koba Malo)
ABSTRAK
Judul skripsi PERANAN EKARISTI DALAM MENINGKATKAN HIDUP ROHANI BAGI PARA SUSTER PUTERI REINHA ROSARI DI WILAYAH JAWA. Pemilihan judul bertitik tolak dari pengalaman penulis dalam melihat kehidupan para Suster PRR dalam mengikuti perayaan Ekaristi. Penulis merasa tertarik untuk ingin melihat lebih dalam bagaimana penghayatan para Suster dalam ber-Ekaristi, apakah para Suster mengikuti perayaan Ekaristi karena kesadaran yang sungguh mendalam atau karena aturan komunitas sehingga mewajibkan diri untuk mengikuti perayaan Ekaristi.
Permasalahan pokok dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana para Suster PRR dapat meningkatkan hidup rohani melalui perayaan Ekaristi sebagai seorang religius dalam menghadapi tantangan zaman saat sekarang. Berdasarkan permasalahan di atas, penulis merumuskan sebagai berikut: Bagaimana pemahaman para Suster tentang arti dan makna perayaan Ekaristi selama ini? Langkah-langkah manakah yang perlu diusahakan dalam mencapai kematangan hidup rohani? Seberapa besar usaha yang dilakukan para Suster dalam meningkatkan hidup rohaninya?
Dalam mengkaji permasalahan di atas, penulis menggunakan metode pendekatan melalui wawancara dengan para Suster PRR di wilayah Jawa yang dipandu dengan pertanyaan penuntun serta penemuan hasil refleksi pribadi dan studi pustaka. Penulisan skripsi ini membahas arti dan makna perayaan Ekaristi sebagai liturgi yang pokok, bagian-bagian pokok dalam perayaan Ekaristi, peningkatan hidup rohani melalui perayaan Ekaristi, hidup doa, hidup berkomunitas, hidup karya serta penghayatan ketiga nasihat Injil. Penulis membahas pula tantangan-tantangan para Suster dalam mengikuti perayaan Ekaristi di tengah perkembangan dunia saat ini serta upaya-upaya meningkatkan hidup rohani.
Untuk membantu para Suster semakin memahami arti dan makna perayaan Ekaristi sebagai salah satu bentuk peningkatan hidup rohani, penulis menawarkan suatu program pembinaan model sarasehan, sebagai salah satu cara untuk membantu para Suster semakin menghayati peranan Ekaristi untuk meningkatkan hidup rohani sebagai seorang religius PRR. Penulisan ini membahas pula kesimpulan umum dan saran penulis dalam upaya meningkatkan hidup rohani sebagai seorang religius PRR selanjutnya.
ABSTRACT
The title of this thesis is THE ROLE OF EUCHARIST IN IMPROVING SPIRITUAL LIFE OF THE SISTERS OF OUR LADY’S ROSARY (PRR) in the Java Region. This title came up on because of the writer’s experience looking at the attitude of PRR’s sister during the celebration of Eucharist. So the writer was interested to investigate the participation of the sisters in following the celebration of Eucharist, whether the sisters attend the celebration Eucharist with real awareness or on because they follow the schedule of the community. The fundamental problem in this thesis is, how do PRR’s sisters can intensify their spiritual life through the celebration of Eucharist as religious in order to face nowadays challenges. Therefore the investigation was formulated as follows: What do sisters know until now about the meaning and the essence of the celebration of Eucharist? Which steps could be done to achieve maturity in spiritual life? Which can be efforts done by the sisters to improve their spiritual life? In order to clear up the problems above, the writer choosed the direct approach method through interviews with PRR’s sisters in the Java region, consisting of special questions, deepended by personal reflections and the study of special literature. The thesis contains and explains also the meaning and the essence of celebration of Eucharist as the main liturgy by investigating the different parts of it. Moreover the thesis treads how spiritual life can improved by the celebration of Eucharist, special prayer’s life, community life, work’s life as well as living according to the three vows. The writer also examines the sisters challenges in following the celebration of Eusharist inmidst the development of the world nowadays and offers some efforts how to improve spiritual life. To help the sisters in understanding more and more the meaning and the essence of the celebration of Eucharist as one of the spiritual life improvements, the writer proposes a guidance program in form of talkshows, as one kind of approach to help the sisters deepening the role of Eucharist in order to deepen spiritual life religious of PRR. This thesis also submits some general conclusions and the writer’s suggestions to an ongoing improvement of the spiritual life as a religious PRR.
KATA PENGANTAR
Syukur atas berkat dan rahmat-Nya yang berlimpah dalam hidup selama ini
teristimewa dalam penulisan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan
yang berjudul: PERANAN EKARISTI DALAM MENINGKATKAN HIDUP
ROHANI PARA SUSTER PUTERI REINHA ROSARI DI WILAYAH JAWA .
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan penulis, dalam
melihat pengalaman pribadi maupun pengalaman para suster Kongregasi Puteri
Reinha Rosari khususnya yang berkarya di Wilayah Jawa terhadap perkembangan
zaman yang membawa banyak perubahan dalam hidup sebagai seorang religius PRR.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk membantu para suster PRR agar semakin
mampu mendalami makna Ekaristi sebagai kekuatan hidup rohani dalam upaya
meningkatkan kematangan hidup sebagai seorang religius PRR sehingga mampu
menghadapi tantangan zaman melalui kesaksian dan teladan hidup bagi orang lain di
tengah zaman yang terus berubah.
Penulisan skripsi ini, banyak pihak yang membantu penulis teristimewa
memberikan dukungan, perhatian yang sangat besar kepada penulis. Untuk itu dari
hati yang tulus penulis mengucapkan limpah terima kasih dan penghargaan yang
mulia kepada:
1. Rm. Karl-Edmund Prier, SJ Lic. Phil selaku dosen pembimbing utama yang telah
meluangkan waktu, penuh kesabaran dan keterbukaan hati memberikan
perhatian, mendampingi dan membimbing penulis, memberikan sumbangan
pemikiran yang memperdalam penulisan serta kritikan yang membangun
sehingga membantu penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Dra. Y. Supriyati, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang dengan penuh
kesetiaan mendampingi penulis dari awal studi sampai penyelesaian penulisan
skripsi ini.
3. Banyu Dewa HS.,S.Ag.,M.Si, selaku dosen pembimbing ketiga yang telah
mendampingi dan memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
4. Segenap Staf Dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah mendampingi dan
membimbing serta membekali pengetahuan dan ketrampilan bagi penulis selama
studi hingga penulisan skripsi ini diselesaikan.
5. Suster Maria Benedictis, PRR, selaku pimpinan umum Kongregasi Puteri Reinha
Rosari dan dewan pimpinan umum yang telah memberikan kepercayaan kepada
penulis untuk menimba ilmu di prodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
6. Para suster yang berkarya di Wilayah Jawa yang telah mendukung, memberikan
usul saran kepada penulis hingga penulisan ini diselesaikan.
7. Para suster Komunitas Magnificat Yogyakarta yang telah memberi perhatian,
dukungan serta doa-doanya, kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
tulisan ini.
8. Orang tua dan anggota keluarga yang telah mendukung penulis lewat doa dan
cinta serta perhatian selama ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya yang selama ini memberikan
perhatian dan dukungan bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran dari para pembaca demi
perbaikan lebih lanjut. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca khususnya bagi para suster Kongregasi Puteri Reinha Rosari.
Yogyakarta, 12 Desember 2009
Penulis
Kristina Koba Malo
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................. ...... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................... ......ii
PENGESAHAN ..................................................................................................... .....iii
PERSEMBAHAN.................................................................................................. .....iv
MOTTO ................................................................................................................ ......v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ .....vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................. ....vii
ABSTRAK ............................................................................................................ ...viii
ABSTRACT........................................................................................................... .... ix
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ..... x
DAFTAR ISI.......................................................................................................... .. xiii
DAFTAR SINGKATAN .........................................................................................xviii
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... ......1
A. Latar Belakang Penulisan..................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................5
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................6
D. Manfaat Penulisan.............................................................................................6
E. Metode Penulisan .............................................................................................7
F. Sistematika Penulisan........................................................................................7
BAB II. GAMBARAN UMUM KEADAAN KONGREGASI PRR DALAM MENGIKUTI PERAYAAN EKARISTI ............................................. ......9
A. Sejarah Singkat Berdirinya Kongregasi PRR ................................................11
1. ) Tujuan berdirinya Kongregasi PRR….......................................................14
2. ) Visi Kongregasi Putri Reinha Rosari.................................................... ....15
3. ) Misi Kongregasi Putri Reinha Rosari. .................................................. ....15
4. ) Spiritualitas Kongregasi.............................................................................16
B. Tradisi-tradisi Kongregasi sehubungan dengan Perayaan Ekaristi bagi para suster yang berada di Wilayah Jawa... .............................................. ....17
1. Komunitas Yogyakarta ........................................................................... ....18
2. Komunitas Cimanggis............................................................................. ....20
3. Komunitas Cijantung .............................................................................. ....22
4. Komunitas Pademangan.......................................................................... ....23
5. Komunitas Surabaya ............................................................................... ....25
BAB III. MAKNA EKARISTI BAGI PERKEMBANGAN HIDUP ROHANI PARA SUSTER PUTRI REINHA ROSARIO............................................27
A. Perayaan Ekaristi Sebagai Liturgi Yang Pokok................................................28
1. Ekaristi dalam Kitab Suci ..................................................................... ....28
a. Perjamuan makan dengan Yesus sebagai tanda kehadiran Kerajaan Allah .................................................................................. ....28
b. Perjamuan malam terakhir ................................................................ ....29
c. Perjamuan dengan Yesus yang bangkit............................................. ....30
2. Ekaristi berdasarkan pandangan Bapa-bapa Gereja ............................. ....30
3. Ekaristi menurut ajaran Konsili Vatikan II ........................................... ....31
a. Dimensi Kristologis ...........................................................................31
1.) Ekaristi sebagai Kurban.....................................................................32
2.) Ekaristi sebagai Sakramen.................................................................34
3. Ekaristi sebagai Perjamuan.................................................................35
b. Dimensi Eklesiologi................................................................................36
1.) Ekaristi Sebagai Sarana kebersamaan...............................................36
2.) Ekaristi Sebagai Sumber dan Puncak kehidupan Gereja..................37
c. Dimensi Eskatologis ..........................................................................38
4. Makna Ekaristi ...........................................................................................40
5. Tata Perayaan Ekaristi.................................................................................41
6. Bagian-bagian pokok dalam Perayaan Ekaristi...........................................42
a. Ritus pembuka..........................................................................................42
1) Perarakan masuk-nyanyian pembuka.................................................43
2) Tanda salib..........................................................................................43
3) Tobat-Kryrie.......................................................................................44
4) Kemuliaan...........................................................................................44
5) Doa pembuka......................................................................................45
b. Liturgi Sabda............................................................................................46
1) Bacaan pertama...................................................................................46
2) Mazmur Tanggapan............................................................................47
3) Bacaan Kedua.....................................................................................48
4) Bait pengantar Injil.............................................................................49
5) Bacaan Injil.........................................................................................49
6) Homili.................................................................................................50
7) Syahadat / Credo.................................................................................51
8) Doa Umat............................................................................................51
c. Liturgi Ekaristi.........................................................................................52
1) Persiapan persembahan.......................................................................52
a) Kolekte..........................................................................................53
b) Doa persembahan.........................................................................53
2). Doa Syukur Agung..............................................................................53
a) Prefasi..........................................................................................55
b) Kudus............................................................................................55
c) Doa sebelum Konsekrasi/Epiklesis..............................................55
d) Konsekrasi....................................................................................56
e) Anamnesis.....................................................................................57
f) Doa sesudah konsekrasi................................................................57
g) Doksologi......................................................................................58
3). Komuni...............................................................................................58
a) Bapa kami.....................................................................................58
b) Doa damai-salam damai...............................................................59
c) Pemecahan roti-Anak domba Allah.............................................59
d) Penerimaan komuni......................................................................60
e) Saat hening-madah syukur sesudah komuni.................................61
f) Doa sesudah komuni.....................................................................62
d. Ritus penutup.........................................................................................62
1) Pengumuman................................................................................62
2). Berkat penutup........................................................................................63
3). Pengutusan..............................................................................................63
4). Lagu penutup..........................................................................................63
B. Penelitian tentang peranan Ekaristi dalam meningkatkan hidup rohani para suster putri Reinha Rosari.......................................................................64
1. Tujuan penelitian.........................................................................................65
2. Rumusan masalah........................................................................................65
3. Metode penelitian........................................................................................66
4. Instrumen Penelitian....................................................................................66
5. Tempat dan waktu penelitian......................................................................66
6. Responden Penelitian..................................................................................66
7. Variabel yang diteliti...................................................................................67
8. Laporan dan pembahasan hasil penelititan……………………………..…68
C. Peningkatan Hidup Rohani Melalui Perayaan Ekaristi.....................................75
1. Hidup doa..... .............................................................................................77
a. Pengalaman pribadi seseorang...........................................................80
b. Kitab Suci............................................................................................80
c. Bacaan Rohani.....................................................................................81
d. Doa rosario..........................................................................................82
e. Ibadat Harian/Brevir............................................................................84
f. Adorasi Ekaristi..................................................................................84
2. Hidup Berkomunitas.............................................................................. ....85
a. Makan bersama.....................................................................................88
b. Pertemuan Komunitas ..........................................................................89
c. Sharing bersama ...................................................................................89
d. Pengakuan dosa.....................................................................................90
e. Meditasi dan refleksi..............................................................................91
3. Hidup Karya................................................................................................91
4. Hidup Kaul ............................................................................................ ....93
D. Tantangan-tantangan dalam mengikuti perayaan Ekaristi.............................. .95
1 .Tantangan dari dalam diri...................................................................... ....95
2. Tantangan dari luar diri...............................................................................96
E. Upaya-upaya Meningkatkan Hidup Rohani......................................................98
BAB IV. PENUTUP .............................................................................................. ..103
A. Kesimpulan ................................................................................................ ..103
B. Saran........................................................................................................... ..104
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ ..106
LAMPIRAN........................................................................................................... ....
1. Usulan Program Sarasehan..............................................................................(1)
2. Hasil wawancara............................................................................................(11)
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada
Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik
Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985,
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
EE : Ecclesia De Eucharistia, Ensiklik Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II
kepada Para Uskup, Imam dan Diakon penyandang Hidup Bakti, Pria
dan perempuan dan segenap para beriman tentang Ekaristi dan
hubungannya dengan Gereja., 17 april 2003.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dokmatik Konsili Vatikan II tentang
Gereja di dunia dewasa ini, 21 Nopember 1964.
PC : Perfectae Caritatis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang pembaharuan
penyesuaian hidup religius, 28 Oktober 1965.
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex luris Canonici), diundangkan oleh Paus
Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.
VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang
hidup bakti bagi para religius, 25 Maret 1996.
PUMR : Pedoman Umum Misale Romanum
SC : Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Konstitusi Konsili Vatikan II
tentang Liturgi Suci, 4 Desember 1963
C. Singkatan Lain
FKIP : Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan
Hal : Halaman
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Konst : Konstitusi.
KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia
Prodi : Program Studi
PRR : Puteri Reinha Rosari
PU : Pimpinan Umum
SP : Satuan Persiapan
SSpS : Servae Spiritus Sancti (Suster Abdi Roh Kudus)
SVD : Societas Verbi Divini ( Serikat Sabda Allah)
Laudes : Ibadat pagi
Vesperae : Ibadat sore
SD : Sekolah Dasar
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SR : Suster
ST : Santo/Santa
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Perayaan Ekaristi sebagai sumber dan puncak seluruh hidup umat kristiani
(LG 11), memberi makna terdalam bagi kehidupan rohani seluruh umat beriman.
Sejak Gereja perdana merayakan Ekaristi menjadi pusat seluruh kehidupan umat
beriman Kristiani. Umat perdana tekun merayakan peristiwa keselamatan ini
dalam perjamuan makan bersama dan peristiwa pemecahan roti. Perayaan Ekaristi
yang bersumber pada perjamuan terakhir Yesus bersama para murid-Nya
dirayakan oleh umat katolik di seluruh dunia. Gereja diajak untuk terus-menerus
merefleksikan hidup imannya, dan berusaha mendalami makna Ekaristi ini bagi
hidup panggilan dan perutusannya di tengah dunia terlebih saat sekarang dimana
semakin banyak tawaran hidup yang membuat orang lemah dalam
penghayatannya sebagai orang katolik yang hidup di zaman ini. Ekaristi sebagai
perayaan iman mengajak seluruh umat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam
perayaan Ekaristi
Dalam seluruh sejarah kehidupan umat kristiani, tidak terlepas dari apa yang
disebut dengan perayaan Ekaristi atau misa kudus. Dalam perkembangan Gereja
selanjutnya, perayaan Ekaristi merupakan sumber dan puncak seluruh kehidupan
umat kristiani dan sekaligus puncak seluruh tindakan liturgi dan peribadatan
Gereja (Martasudjita 2003: 27).
Kata Ekaristi ini mau mengungkapkan pujian syukur atas karya
2
penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus sebagaimana
berpuncak pada peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus. Dengan pujian
syukur itu, Gereja mengenangkan atau menghadirkan kembali misteri penebusan
Kristus di atas kayu salib(Martasudjita, 2003: 28)
Sebagaimana perayaan Ekaristi merupakan perayaan yang sangat Agung
dan luhur, yang sungguh dihayati oleh umat perdana menjadi sebuah keprihatinan
bagi Gereja saat sekarang, dunia mengalami banyak perkembangan, Gereja juga
turut mengalami itu sehingga apa yang sungguh dihormati, dijunjung tinggi oleh
umat kristiani selama ini sejak Gereja perdana akan kesakralan perayaan Ekaristi
menjadi semakin berkurang atau boleh dikatakan penghayatannya semakin
melemah. Ketekunan umat dalam mengikuti perayaan Ekaristi mulai berkurang,
kesibukan pribadi yang banyak menyita waktu membuat orang tidak mampu lagi
membuat pembedaan bahkan tidak berkonsentrasi lagi dalam mengikuti perayaan
Ekaristi.
Perkembangan dunia yang semakin modern, dengan segala tuntutannya
membawa orang pada sebuah pilihan hidup. Terkadang karena kelemahan pribadi
lalu orang tidak mampu membuat suatu keputusan. Dengan Kesibukan kerja yang
mempunyai tuntutannya tersendiri, orang menjadi sulit untuk membagi waktu,
mana waktu untuk kerja dan waktu untuk Tuhan. Persoalan semacam ini sangat
nampak ketika orang ke Gereja menjadi sangat sulit menciptakan keheningan
batin untuk berkomunikasi dengan Tuhan yang hadir dalam perayaan Ekaristi.
Umat sibuk dengan dirinya sendiri, dengan segala rencana pribadinya sehingga
tidak mengherankan ketika ada dalam gereja masih sempat menerima telpon
3
tanpa mempedulikan bahwa saat itu sedang mengikuti perayaan Ekaristi. Apalagi
kalau kotbah tidak menarik atau tidak sesuai dengan apa yang saat itu diinginkan,
maka semakin banyak kesibukan yang terjadi, penghayatan akan kesakralan
perayaan Ekaristi menjadi tidak berarti lagi.
Bapa Uskup Agung Semarang Mgr. Ignasius Suharyo, PR dalam kunjungan
pastoralnya ke Paroki Santo Yusuf Bintaran khususnya di Stasi Santo Paulus
Pringgolayan tanggal 12 April 2008, mengungkapkan keprihatinannya yang sama
akan keadaan umat Katolik di Indonesia, dimana umat Katolik sangat lemah
dalam penghayatannya akan makna perayaan Ekaristi sebagai sumber kekuatan
rohani dalam hidupnya. Umat Katolik ke Gereja hanya sebagai suatu kewajiban
atau rutinitas. Mengikuti perayaan Ekaristi hanya sekedar karena kebiasaan
sebagai orang Katolik dan bukan suatu kesadaran atau kebutuhan yang
menggerakkan hidupnya untuk mau bertemu dengan Tuhan sebagai sumber
kekuatan dalam hidupnya.
Keprihatinan yang sama juga dialami atau dirasakan dalam tubuh
Kongregasi PRR. Para suster sebagai pribadi yang terpanggil secara khusus
merupakan pribadi yang mampu memberi teladan dan kesaksian iman di tengah
umat dalam penghayatan akan kesakralan perayaan Ekaristi menjadi berkurang,
kehidupan para suster tidak berbeda lagi dengan kehidupan umat biasa. Mengikuti
perayaan Ekaristi hanya sebagai rutinitas, tuntutan hidup bersama dalam sebuah
komunitas, tuntutan karya yang terlalu berat dan menyita banyak waktu, menjadi
alasan untuk membela diri. Kesibukan study dan kecendrungan mengikuti acara
televisi membuat para suster menjadi tidak konsentrasi dalam mengikuti perayaan
4
Ekaristi, tidak ada waktu untuk berdoa, bermeditasi, kontemplasi, bacaan rohani
dan membuat refleksi pribadi sehingga tidak mengherankan ketika ada dalam
kapela menjadi tidak bersemangat bahkan mengantuk. Hati dan pikiran lebih
tertuju pada tugas yang mau dijalankan pada hari itu.
Perkembangan dunia yang semakin modern, telah merasuki kehidupan para
kaum religius. Gaya hidup instan inginnya semua serba cepat karena masih ada
hal lain yang lebih penting bagi dirinya, juga menjadi gaya hidup kaum religius
di zaman ini. Rangkaian kegiatan rohani yang membantu untuk semakin
bertumbuh dalam panggilan sebagai seorang religius sudah menjadi sesuatu yang
sulit untuk dijalankan, kalau dilihat bahwa dengan banyaknya kegiatan rohani,
para suster semakin dewasa dan matang dalam setiap peristiwa hidup namun
justru banyak masalah yang ditemukan.
Kongregasi PRR sebagai Tarekat religius sungguh memberi perhatian
khusus akan kebutuhan rohani para anggotanya, apalagi dengan perkembangan
dunia yang semakin modern, gaya hidup sebagai seorang religius semakin
menurun, sehingga perayaan Ekaristi dalam Kongregasi sungguh mendapat
perhatian yang besar. Pendiri Kongregasi Mgr. Gabriel Manek, SVD, sejak
mendirikan Kongregasi sudah menanamkan dalam diri para anggota bahwa
Perayaan Ekaristi merupakan makanan rohani, kekuatan rohani bagi setiap
anggota dalam menjalani hidup sebagai seorang religius. Persatuan dengan
Kristus dalam perayaan Ekaristi semakin menjadikan setiap anggota mengalami
kehidupan rohani yang kuat dan mendalam. Namun dalam mewujudkan hal ini
masih menjadi perjuangan bagi para suster, ada anggota yang sungguh
5
menjadikan Perayaan Ekaristi sebagai kekuatan dalam hidupnya namun di lain
pihak ada anggota yang merasa biasa-biasa saja bahkan karena kepentingan
pribadi dengan mudah mengabaikan sebuah kegiatan rohani. (Konstitusi PRR,
172).
Dengan melihat kenyataan di atas maka penulis mencoba untuk mendalami
penulisan ini dengan judul: Peranan Ekaristi dalam meningkatkan Hidup
Rohani Para Suster Puteri Reinha Rosari di Wilayah Jawa. Penulisan ini
dimaksud untuk membantu para suster Putri Reinha Rosari agar semakin dewasa
dan mampu menghayati makna perayaan Ekaristi dalam kehidupannya setiap hari
demi meningkatkan perkembangan hidup rohaninya sebagai religius khususnya
sebagai seorang religius PRR.
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang “Peranan Ekaristi dalam meningkatkan
hidup rohani para suster Puteri Reinha Rosari di Wilayah Jawa” maka
permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman para suster tentang arti dan makna perayaan
Ekaristi?
2. Langkah-langkah manakah yang perlu diusahakan dalam mencapai
kematangan hidup rohani?
3. Seberapa besar usaha yang dilakukan para suster dalam meningkatkan
hidup rohani?
6
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam proses penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Membantu para suster agar dapat memahami arti dan makna dari
perayaan Ekaristi
2. Membantu para suster agar mampu meningkatkan kehidupan rohaninya
melalui perayaan Ekaristi.
3. Memberikan sumbangan bagi para anggota dalam meningkatkan mutu
kehidupan rohani sebagai seorang religius.
4. Sebagai satu persyaratan kelulusan Sarjana Strata Satu ( SI ) Program
Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan
Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
D. Manfaat penulisan
Adapun manfaat penulisan “Peranan Ekaristi dalam meningkatkan
perkembangan hidup rohani para suster Puteri Reinha Rosari di Wilayah Jawa”
sebagai berikut:
1. Memberikan sumbangan kepada Kongregasi dalam membantu anggotanya
untuk lebih memahami arti dan makna perayaan Ekaristi.
2. Membantu Kongregasi PRR dalam usaha meningkatkan kehidupan rohani
para anggotanya.
7
3. Penulis dapat memperoleh pengetahuan atau pemahaman tentang liturgi
Ekaristi.
E. Metode penulisan
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yakni
penulis mengadakan penelitian melalui wawancara bersama para suster dengan
panduan pertanyaan penuntun yang bertujuan untuk memperoleh gambaran nyata
tentang “Bagaimana Peranan Ekaristi dalam meningkatkan Hidup Rohani para
suster Puteri Reinha Rosari di Wilayah Jawa“. Pendekatan deskriptif ini juga
dilakukan dengan studi pustaka.
F. Sistematika penulisan
Secara keseluruhan penulisan ini terbagi dalam empat bab. Adapun
perincian sebagai berikut:
BAB I: Diawali dengan pendahuluan yang meliputi latar belakang
penulisan, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan
BAB II: Bab ini menguraikan tentang Sejarah singkat berdirinya Kongregasi
PRR, Tradisi-tradisi Kongregasi PRR sehubungan dengan perayaan Ekaristi bagi
para suster Putri Reinha Rosari yang berada di Wilayah Jawa.
BAB III: Bab ini menguraikan tentang Perayaan Ekaristi sebagai Liturgi
yang pokok, hasil penelitian, peningkatan Hidup rohani melalui perayaan Ekaristi,
Tantangan-tantangan dalam mengikuti perayaan Ekaristi, upaya-upaya
8
mengembangkan makna Ekaristi bagi perkembangan hidup rohani para suster
Puteri Reinha Rosari,
BAB IV: penutup yang mengemukakan kesimpulan dan saran sebagai
masukan dalam usaha meningkatkan kehidupan rohani melalui perayaan Ekaristi.
9
BAB II
GAMBARAN UMUM KEADAAN KONGREGASI PRR
DALAM MENGIKUTI PERAYAAN EKARISTI
Pusat hidup bersama sebagai satu Kongregasi bagi para suster PRR ialah
Ekaristi. Dimana terjalin persatuan yang akrab dalam Kristus semakin bertumbuh
secara istimewa. Suasana perayaan Ekaristi, para suster mengalami kekuatan
baru dengan mendengarkan sabda Allah dan Roti yang satu itu dipecah-
pecahkan, dibagi-bagikan merupakan satu kesatuan dengan Tubuh Kristus (1 Kor
10:16-18). Sambil bersama mengeliling meja Tuhan para suster disatukan dalam
satu Roh dengan semua anggota dan dengan semua yang dilayani. Dalam
kehidupan bersama ini, Roh Kudus menyiapkan komunitas untuk menerima
sabda, berbakti kepada Allah dalam ibadat, khususnya Ekaristi, serta
menghayatinya dalam doa dan karya yang sama (Konstitusi PRR, 154: 69). Maka
melalui perayaan Ekaristi, para suster semakin disatukan dengan Allah sendiri
melalui kehidupan bersama dengan orang lain khususnya bagi sesama dalam
komunitas serta mereka yang dilayani. Dengan itu kehidupan rohani para suster
di setiap komunitas semakin mendalam.
Barang siapa bersatu dengan Tuhan, berada dalam satu Roh dengan-Nya (1
Kor 6:17). Di sinilah terletak kekuatan persekutuan Ekaristi, di dalammya para
suster menjadi satu Roh dengan Kristus dan Roh yang satu adalah “Roh Kudus”.
Dengan persatuan itu para suster dimampukan untuk semakin mencintai Kristus
dalam kehidupan sebagai seorang religius PRR yang terwujud dalam
10
kebersamaan dengan sesama dalam Komunitas dimana para suster diutus dan juga
dalam tugas dan karya pelayanan di tengah umat yang dilayani (Raniero, 1994:
49).
Santo Thomas(Raniero,1994:51) ketika menyebut Ekaristi sebagai
“Sakramen Cinta“ (Sacramentum Caritatis), menjelaskan bahwa hanya cinta yang
dapat menciptakan persatuan dengan Kristus yang hidup. Sesungguhnya, cinta
merupakan satu kesatuan. Melalui dua makhluk hidup yang berbeda dan mandiri
dapat menjadi satu.
Para suster dapat bersatu secara penuh dan sempurna dengan Kristus hanya
bila para suster dengan penuh kesederhanaan serta kerendahan hati seperti Petrus
yang memberi diri sepenuhnya kepada Tuhan, “Tuhan Engkau tahu bahwa aku
mencintai Dikau” (Yoh.21: 16).
Pada bab ini penulis membahas tentang gambaran umum keadaan
Kongregasi PRR dalam mengikuti perayaan Ekaristi yang didukung melalui data-
data yang diperoleh bersama para suster PRR yang berkarya di wilayah Jawa.
Pembahasan tentang keadaan Kongregasi ini dibagi dalam dua bagian. Bagian
pertama menguraikan sejarah berdirinya Kongregasi Puteri Reinha Rosari yang
meliputi faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Kongregasi PRR, tujuan
visi dan misi Kongregasi Puteri Reinha Rosari, spiritualitas Kongregasi. Bagian
kedua tentang tradisi-tradisi Kongregasi Putri Reinha Rosari di setiap komunitas
yang berada di Wilayah Jawa sehubungan dengan perayaan Ekaristi yang terjadi
dalam komunitas maupun bersama umat di Gereja.
11
A. Sejarah Berdirinya Kongregasi Puteri Reinha Rosari
Kongregasi Putri Reinha Rosario (PRR) didirikan pada tanggal 15 Agustus
1958, oleh seorang Uskup Pribumi Yaitu Mgr. Gabriel Manek, SVD dibantu oleh
Sr Anfrida, SSpS dan Pater Van de Burg, SVD yang pada waktu itu sebagai
Vikjen Keuskupan Larantuka. Beliau mempunyai peranan cukup besar dimana
sebagai pribadi yang mampu memberi semangat kepada pendiri Kongregasi Mgr
Gabriel Manek, SVD untuk tetap mewujudkan niatnya dalam mendirikan
Kongregasi, walaupun mengalami banyak tantangan dan kesulitan. Mgr Gabriel
Manek, SVD, dalam kesederhanaan sebagai pribadi yang kuat serta selalu
berpasrah pada rencana dan kehendak Tuhan melalui perantaraan Bunda Maria
dalam seluruh peristiwa hidupnya mampu mendirikan Kongregasi Putri Reinha
Rosari (Gabriella, 2008: 87).
Situasi awal ketika mendirikan Kongregasi para calon berjumlah dua belas
orang dengan usia rata-rata tujuh belas tahun, kebanyakan para calon
berpendidikan tamatan SD dan SLTP. Dengan keadaan yang demikian pendiri
dan para pembantu pendiri cukup berjuang untuk memikirkan cara yang terbaik
untuk mendidik para calon yang masih sangat muda. Pada tanggal 15 Agustus
1958 Kongregasi resmi didirikan, saat itu 12 calon resmi diterima sebagai calon
suster dalam Kongregasi PRR. Penerimaan ke 12 calon suster dianggap sebagai
awal lahirnya Kongregasi PRR. Sejak peresmian saat itu pula para Calon mulai
dibina untuk menjadi seorang suster PRR oleh Co pendiri Sr Anfrida, SSpS
(Gabriella, 2008: 88). Faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Kongregasi
Putri Reinha Rosari antara lain:
12
Pertama, agama dengan kedatangan bangsa Portugis pada abad ke
enambelas dan para misionaris Dominikan memulai misinya di kepulauan Solor,
Adonara, Flores Timur dan Timor. Situasi iman umat pada waktu itu mulai
berkembang. Agama Katolik diperkenalkan, diimani dan dipertahankan terutama
pada masa kritis kehidupan iman umat Katolik diserang di kepulauan ini serta
dipaksa untuk meninggalkan imannya. Situasi yang terjadi saat itu menyebabkan
para imam meninggalkan Larantuka sebagai pusat kegiatan misi. Kurang lebih
dua abad, umat hidup tanpa bimbingan hirarkhi, hingga kedatangan misionaris
Belanda pada abad sembilan belas. Kehadiran misionaris Belanda pada masa itu,
umat menemukan harapan iman yang kuat akan Yesus Kristus dengan
menghayati sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Keyakinan inilah yang terus-
menerus direnungkan dan dikembangkan dalam seluruh perjalanan hidup melalui
peristiwa rosario dan doa devosi, khususnya peristiwa jalan Salib selama masa
puasa dan perayaan pekan suci. Bagi umat, Bunda Maria menjadi tokoh utama
dan pelindung yang senantiasa menyertai dalam seluruh pergulatan iman.
(Konstitusi PRR, 1987: 13).
Kedua, sosial ekonomi yang memprihatinkan, dengan keadaan alam yang
kering dan tandus, menyebabkan banyak kaum miskin dan yatim piatu yang
mengalami menderita, khususnya penderita kusta kurang mendapat perhatian dan
pengobatan bahkan disingkirkan dari lingkungan keluarga dan masyarakat
sekitanya (Konstitusi PRR, 1987: 14).
Ketiga, dukungan para imam dan pembantu pendiri Kongregasi. Gagasan
untuk mendirikan Kongregasi Puteri Reinha Rosari ini selalu menjadi topik
13
pembicaraan dalam pertemuan para imam secara khusus bersama dengan Pater
Van de Burg, SVD yang pada waktu itu menjabat sebagai Vikaris Jendral
Keuskupan Larantuka. Pimpinan Kongregasi SSpS dengan mengutus salah satu
anggota kongregasi yaitu Sr. Anfrida, SSpS untuk membantu mendirikan
kongregasi pribumi ini (Konstitusi PRR, 1987: 15).
Kelima, Pendidikan, Pada masa itu kaum perempuan, kurang mendapat
tempat untuk menimba ilmu pengetahuan dan mengenyam pendidikan di Sekolah.
Kaum perempuan dianggap hanya sebagai pengurus rumah tangga sehingga
banyak kali mereka dinomorduakan oleh kaum pria (Manek, 2003: 2).
Keenam, Tenaga hirarki yakni para misionaris yang mulai berkurang di
wilayah ini, sebab para misionaris yang berkarya di wilayah ini pada umumnya
berasal dari Eropa dan jumlahnya sangat terbatas (Manek, 2003: 3).
Latar belakang di atas, menggerakkan hati Mgr. Gabriel Manek, SVD yang
pada masa itu menjabat Uskup Larantuka dan Sr. Anfrida, SSpS dalam
mendirikan Kongregasi religius pribumi untuk menghimpun puteri-puteri yang
ingin membaktikan diri bagi kemuliaan Tuhan. Kongregasi Putri Reinha Rosari
mengalami perkembangan dari tahun ke tahun sampai dengan akhir 2008 anggota
bertambah banyak dengan jumlah 347 Suster berkaul dan 25 calon Suster novis
dan postulan yang berada di tiga wilayah yaitu wilayah Flores, Timor Leste, dan
Kenya Afrika (Katalog PRR, 2008: 9-69).
14
1. Tujuan berdirinya Kongregasi Puteri Reinha Rosari
Perkembangan umat yang semakin pesat tanpa adanya bimbingan hirarki
mengakibatkan adanya kekaburan nilai-nilai iman yang dialami oleh umat pada
masa itu. Umat berjuang untuk mempertahankan imannya melalui doa dan devosi
namun mereka membutuhkan seorang tokoh, seorang gembala, yang bisa
menghantar mereka semakin kuat dan teguh dalam penghayatan iman yang murni
akan Yesus Kristus. Situasi inilah yang mendorong Mgr. Gabriel Manek, SVD,
sebagai pendiri Kongregasi PRR untuk menanggapi kebutuhan umat pada masa
itu sehingga tujuan pendirian Kongregasi PRR antara lain:.
Pertama, Kongregasi Puteri Reinha Rosari didirikan untuk kemuliaaan
Tuhan dengan cara hidup sebagai religius PRR dalam mengejar kekudusan seturut
teladan Bunda Maria hamba Allah. Suatu persekutuan yang dipanggil Tuhan
kepada hidup religius yang khusus membaktikan diri semata-mata demi
kemuliaan Allah dan kepentingan pelayanan iman umat (Konstitusi PRR, 1987:
102).
Kedua, Kongregasi Puteri Reinha Rosari merupakan buah yang
dihasilkan dari pertumbuhan iman umat sekaligus merupakan bentuk hidup yang
secara penuh berpartisipasi dalam pembentukan umat yang dewasa dan
bertanggung jawab. Suatu kemampuan mengaktualkan kharisma dan bakat-bakat
bagi pembangunan seluruh tubuh Mistik Kristus (Konstitusi PRR, 1987: 102).
Ketiga, Kongregasi Putri Reinha Rosari didirikan sebagai tanda syukur
atas iman dan kepercayaan yang telah menyelamatkan umat serta menjamin
keutuhan hidup beriman. Berkembangnya iman umat dan semangat misioner
15
dalam tugas pembangunan masyarakat dan dunia serta pelayanan kepada kaum
miskin turut menjamin keutuhan hidup beriman sehingga iman umat semakin
berkembang dan berjiwa misioner dalam tugas pembangunan masyarakat dan
dunia (Konstitusi PRR, 1987: 102).
2. Visi Kongregasi Puteri Reinha Rosari
Visi merupakan landasan bagi seseorang atau kelompok tertentu atau
lembaga-lembaga lain dalam mengejar atau meraih suatu cita-cita atau tujuan
yang hendak dicapai. Harapan-harapan ini pun menjadi cita-cita Kongregasi
Puteri Reinha Rosari melalui visi tertentu. Cita-cita dan harapan itu mengandung
arti dan makna untuk dihayati oleh setiap anggota Kongregasi Puteri Reinha
Rosari (Tafaib, 2007: 22). Oleh karena itu visi Kongregasi Puteri Reinha Rosari
adalah pembentukan iman umat yang kembali ke akarnya yang murni yakni
misteri Salib yang mewarnai seluruh perjuangan hidup mereka sehari-hari. Umat
yang dicita-citakan adalah umat yang partisipatif mendayagunakan kharisma
dalam membangun Gereja sebagai tubuh Mistik Kristus. Suatu umat yang mampu
berfungsi sosial, memasyarakat dan meragi. Umat yang berakar pada kebudayaan
setempat, berfungsi kritis dan mampu membuat pembedaan Roh dalam
menghadapi tantangan dunia (Konstitusi PRR, 1987: 103).
3. Misi Kongregasi Puteri Reinha Rosari
Dalam konstitusi Kongregasi Putri Reinha Rosari dikatakan bahwa:
Kerasulan yang menjadi kegiatan Kongregasi sebagai perwujudan perutusan adalah keterlibatan dalam karya pastoral umum Gereja setempat, dan
16
dengan melibatkan diri dalam pelayanan di berbagai bidang karya sesuai kebutuhan Gereja setempat dan secara khusus sesuai tanda zaman, memperhatikan dan memperjuangkan keadilan dan keselamatan bagi mereka yang miskin dan terbelenggu serta penindasan rohani jasmani, serta yang terlantara. ( Konstitusi PRR, 1987: 104).
Kongregasi Puteri Reinha Rosari memiliki misi tertentu yang harus
diwujudkan demi perkembangan iman umat dalam hidupnya sekaligus keutuhan
Kongregasi yang dicita-citakan. Oleh karena itu misi Kongregasi Puteri Reinha
Rosari adalah agar setiap anggota Kongregasi mengambil bagian secara aktif
dalam tugas pewartaaan melalui pelayanan kepada sesama dengan menanggapi
kebutuhan Gereja setempat terutama yang lemah, miskin dan tersingkirkan dari
lingkungan masyarakat serta membangun hidup umat beriman yang aktif
melibatkan diri demi perkembangan Kerajaan Allah di dunia yang semakin
modern.
4. Spiritualitas Kongregasi PRR
Kata spiritualitas berasal dari bahasa Perancis “spirituelle“yang berarti
rohani dengan asal kata “Spiritus“ yang berarti roh . Spiritualitas sendiri berarti
pola hidup yang digerakan oleh Roh kudus (Tom Jacobs, 1989: 1-2).
Spiritualitas merupakan suatu anugrah dan menjadi daya kekuatan yang
menghidupkan atau menggerakan suatu kelompok untuk mempertahankan,
mengembangkan serta mewujudkan kehidupan. Spiritualitas merupakan
kesadaran dan sikap hidup manusia untuk tetap bertahan dalam mewujudkan
tujuan dan pengharapan (Banawiratma, 1990: 57-59).
17
Untuk mewujudkan tugas perutusan Allah, Yesus memilih cara hidup
sebagai manusia yang miskin, sebagai hamba Yahwe, dalam kemiskinan tetap ia
mampu mencintai Bapa dan kehendak Bapa serta rela taat sampai mati di salib
(Fil 2:8-11). Kesatuan Yesus dengan Bapa adalah sumber perutusan-Nya. Dalam
doa dan karyanya, Yesus menyerahkan diri sepenuhnya kepada rencana Bapa
yakni menyelamatkan umat manusia yang oleh karena dosa, sudah tidak mampu
menjadi anak Allah atas dayanya sendiri (Konstitusi PRR, 1987: 24).
Para suster sebagai seorang utusan, Yesus Kristus menjadi pusat hidup dan
sumber kekuatan dalam menjalankan tugas perutusan. Roh Kudus menjadi
kepenuhan Yesus dalam melaksanakan kehendak Bapa. Maka Roh Kristuslah
yang memampukan para Suster PRR untuk mencintai Allah dan melaksanakan
kehendak-Nya. Karena itu hendaklah hidup para Suster PRR semakin meresap
dalam Allah, agar dapat merasakan gerakan Roh-Nya dalam kesibukan karya dan
pelayanan di tengah umat (Konstitusi PRR, 1987: 25).
B. Tradisi-tradisi Kongregasi PRR Sehubungan dengan Perayaan Ekaristi
Bagi Para Suster yang Berada di Wilayah Jawa
Perayaan Ekaristi menjadi puncak hidup doa dan hidup bakti bagi umat
beriman. Para suster dimampukan untuk berpartisipasi dalam kurban Kristus.
Segala doa komunitas yang lain: refleksi misteri penyelamatan Kristus dalam doa
jalan salib dan doa rosario; doa-doa harian dalam kebersamaan komunitas, pun
doa pribadi dalam segala bentuknya serta latihan-latihan rohani lainnya, mengarah
kepada dan dipersatukan dalam kurban Yesus.
18
Seluruh hidup doa para Suster berpola kepada seluruh sikap hidup doa
Yesus. Kurban Ekaristi yang dilanjutkan dalam doa-doa komunitas dan
pelayanannya, menolong para Suster untuk hidup dalam hubungan lebih dekat
dengan Kristus. Doa-doa komunitas, disusun sesuai dengan spiritualitas
Kongregasi dan kebiasaan-kebiasaan di daerah dimana para Suster berkarya.
Kesempatan diberi untuk lebih kreatif menyusun bentuk-bentuk doa yang lebih
baik (Konstitusi PRR,1987: 173). Adapun suasana tradisi hidup doa para Suster
yang berkarya di setiap komunitas.
1. Komunitas Yogyakarta
a. Komunitas Magnificat Yogyakarta didirikan oleh Kongregasi pada tanggal 1
Juli 1981, sebagai salah satu komunitas studi, yang berada di keuskupan
Agung Semarang Yogyakarta. Jumlah anggota pada tahun 2009 ada 17 orang.
Para Suster yang tinggal dan hidup dalam komunitas ini adalah Suster student
dari berbagai jurusan seperti: katekis, konseling, sekretaris, kesehatan,
ekonomi, yang dipersiapkan oleh Kongregasi demi perkembangan hidup dan
masa depan Kongregasi selanjutnya.
b. Tradisi hidup doa dalam komunitas
Komunitas Yogyakarta sebagai komunitas studi, mempunyai kegiatan dan
jadwal doa seperti:
1) Senin; Pagi: Ofisi bersama, renungan konstitusi Kongregasi, meditasi,
Siang: Jam tiga berdoa rosario.
19
Sore: Sharing konstitusi.
2) Selasa; Pagi: Ofisi bersama, renungan Kitab Suci dengan bacaan Injil pada
hari yang bersangkutan, meditasi dan perayaan Ekaristi.
Siang : jam tiga berdoa rosario.
Sore : Ofisi dan refleksi bersama.
3) Rabu: Seluruh hari dijadikan sebagai hari doa privat oleh komunitas dimana
para suster mencari waktu untuk berdoa, tetapi pada sore hari
dirayakan Ekaristi komunitas.
4) Kamis; Pagi : Ofisi bersama, renungan Kitab Suci, meditasi dan perayaan
Ekaristi di gereja bersama umat.
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Adorasi bersama umat di gereja.
5) Jumat; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi.
Siang : Berdoa rosario.
Sore : Jalan salib, perayaan Ekaristi.
6) Sabtu; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi.
Sore : Doa rosario, ofisi.
7) Minggu; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi.
Siang : Ibadat siang.
Sore : Adorasi.
c. Situasi Perayaan Ekaristi dalam Komunitas
Tradisi hidup doa dalam komunitas Yogyakarta untuk pengembangan hidup
20
rohani para anggotanya yang telah disepakati bersama oleh seluruh anggota
komunitas termasuk perayaan Ekaristi sebagai salah satu bentuk kegiatan rohani
untuk mendukung perkembangan hidup rohani para suster, dirayakan empat kali
seminggu yaitu pada hari Senin, Selasa, Rabu dan Jumat sedangkan pada hari
Kamis pagi perayaan Ekaristi bersama umat di gereja. Dengan suasana perayaan
Ekaristi para suster diharapkan mampu mengalami kekuatan rohani untuk bisa
menjalankan tugas dan karya pelayanan yang dipercayakan oleh Kongregasi
sebagai suster student.
2. Komunitas Cimanggis
a. Komunitas St. Fransiskus Asisi Cimanggis didirikan oleh Kongregasi, pada
tanggal 1 Nopember 2001, sebagai salah satu komunitas karya, yang berada di
Keuskupan Bogor. Jumlah anggota pada tahun 2009 ada 14 orang. Para suster
yang tinggal dan hidup dalam komunitas ini menangani berbagai macam
karya antara lain: Misi Prokur, karya sosial, pastoral, pendidikan, study, usaha
pembuatan lilin, rosario, batu hitam dan kebun.
b. Tradisi hidup doa dalam komunitas
Komunitas Cimanggis sebagai komunitas karya, mempunyai kegiatan dan
jadwal doa yang tetap, seperti;
1) Senin; Pagi : Ofisi bersama, renungan konstitusi , meditasi,berdoa rosario.
Siang: Ibadat siang, jam tiga berdoa rosario.
Sore: Sharing konstitusi. Ibadat penutup.
21
2) Selasa; Pagi: Ofisi bersama, renungan Kitab Suci , meditasi, berdoa
rosario.
Siang: Ibadat siang, jam tiga berdoa rosario.
Sore: Berdoa rosario, ofisi dan refleksi bersama.
3) Rabu: Seluruh hari dijadikan sebagai hari doa privat oleh komunitas
dimana para suster mencari waktu untuk berdoa, tetapi pada sore
hari dirayakan Ekaristi komunitas.
4) Kamis; Pagi: Ofisi bersama, renungan Kitab Suci, meditasi dan perayaan
Ekaristi di gereja bersama umat.
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Adorasi
5) Jumat; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi.
Siang : Ibadat siang, jam tiga berdoa rosario.
Sore : Jalan salib, ibadat penutup.
6) Sabtu; Pagi : Ofisi Maria, renungan Kitab Suci, meditasi.
Sore : Doa rosario, ibadat meriah.
7) Minggu; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi, Ekaristi.
Siang : Ibadat siang.
Sore : Adorasi.
c. Situasi Perayaan Ekaristi dalam Komunitas.
Komunitas Cimanggis sebagai salah satu komunitas karya yang berada di
Keuskupan Bogor juga mempunyai tradisi atau kebiasaan doa yang telah
22
disepakati bersama oleh seluruh anggota komunitas. Dari seluruh kegiatan rohani
komunitas, perayaan Ekaristi menjadi salah satu kegiatan rohani yang cukup
diperhatikan oleh seluruh anggota komunitas karena melalui perayaan Ekaristi
para Suster dikuatkan melalui makanan rohani tubuh dan darah Kristus sebagai
kekuatan dalam menjalankan tugas pelayanan. Perayaan Ekaristi komunitas
terjadi pada hari Sabtu pagi bersama umat, sedangkan hari Senin sampai Jumat,
Ekaristi dirayakan di gereja bersama umat.
3. Komunitas Cijantung
a. Komunitas Nasaret Cijantung didirikan pada tanggal 2 Januari 1985, sebagai
salah satu komunitas karya yang berada di Keuskupan Agung Jakarta. Dengan
jumlah anggota pada tahun 2009 ada 6 orang. Para suster berkarya di bidang
pendidikan, panti asuhan, pastoral paroki dan usaha pembuatan hosti.
b. Tradisi hidup doa dalam Komunitas
Komunitas Cijantung sebagai komunitas karya, mempunyai jadwal doa
yang seperti;
1) Senin; Pagi : Ofisi bersama, renungan konstitusi Kongregasi, meditasi,
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Sharing konstitusi.
2) Selasa; Pagi : Ofisi bersama, renungan Kitab Suci , meditasi .
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Ofisi dan refleksi bersama.
23
3) Rabu: Seluruh hari dijadikan sebagai hari doa privat oleh komunitas dimana
para suster mencari waktu untuk berdoa.
4) Kamis; Pagi : Ofisi bersama, renungan Kitab Suci, meditasi.
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Adorasi umat di gereja.
5) Jumat; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi, perayaan Ekaristi.
Siang : Berdoa rosario.
Sore : Jalan salib, refleksi, ibadat penutup.
6) Sabtu; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi.
Sore : Doa rosario, ibadat meriah.
7) Minggu; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi.
Siang : Ibadat siang.
Sore : Adorasi.
c. Situasi Perayaan Ekaristi dalam Komunitas.
Ekaristi dirayakan dalam komunitas satu kali seminggu pada hari Jumat
pagi bersama umat sedangkan hari –hari lain perayaan Ekaristi bersama umat
di gereja.
4. Komunitas Pademangan
a. Komunitas Hati Kudus Yesus dan Maria Pademangan didirikan oleh
Kongregasi pada tanggal 14 agustus 1992, sebagai komunitas karya, yang
24
berada di Keuskupan Jakarta. Jumlah anggotanya 3 orang. Para suster
berkarya di bidang pendidikan, pastoral paroki, karya sosial, dan juga studi.
b. Tradisi hidup doa dalam Komunitas
Komunitas Hati Kudus Yesus dan Maria Pademangan sebagai komunitas
karya, mempunyai kegiatan dan jadwal doa seperti;
1) Senin; Pagi : Ofisi bersama, renungan onstitusi Kongregasi, meditasi.
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Sharing konstitusi.
1) Selasa; Pagi : Ofisi bersama, renungan Kitab Suci dengan bacaan Injil
pada hari yang bersangkutan, meditasi dan perayaan Ekaristi.
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Ofisi dan refleksi bersama.
2) Rabu: Seluruh hari dijadikan sebagai hari doa privat oleh komunitas dimana
para suster mencari waktu untuk berdoa, tetapi pada sore hari
dirayakan Ekaristi komunitas.
3) Kamis; Pagi: Ofisi bersama, renungan Kitab Suci, meditasi dan perayaan
Ekaristi di Gereja bersama umat.
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Adorasi .
4) Jumat; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi, perayaan Ekaristi.
Siang : Berdoa rosario.
Sore : Jalan salib.
5) Sabtu; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi, perayaan Ekaristi
25
Sore : Doa rosario, ibadat meriah.
6) Minggu; Pagi : Ofisi , renungan Kitab Suci, meditasi perayaan Ekaristi.
Siang : Ibadat siang.
Sore : Adorasi.
c. Suasana Perayaan Ekaristi dalam Komunitas.
Ekaristi dalam komunitas dirayakan pada hari Selasa pagi sedangkan pada
hari lain dirayakan Ekaristi di gereja bersama umat.
5. Komunitas Surabaya
a. Komunitas St. Maria Bintang laut Surabaya didirikan oleh Kongregasi, pada
tanggal 27 juli 1984, sebagai komunitas karya, yang berada di keuskupan
Surabaya dengan jumlah anggota pada tahun 2009 4 orang. Para Suster
berkarya di bidang pendidikan, pastoral paroki, karya sosial, dan studi.
b. Tradisi hidup doa dalam Komunitas
Komunitas St. Maria Bintang Laut Surabaya sebagai komunitas karya,
mempunyai kegiatan dan jadwal doa seperti:
1) Senin; Pagi : Ofisi bersama, renungan konstitusi Kongregasi, meditasi,
perayaan Ekaristi.
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Sharing konstitusi.
2) Selasa; Pagi: Ofisi bersama, renungan Kitab Suci dengan bacaan Injil pada
hari yang bersangkutan, meditasi dan perayaan Ekaristi.
26
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Ofisi dan refleksi bersama.
3) Rabu: Seluruh hari dijadikan sebagai hari doa privat oleh komunitas dimana
para suster mencari waktu untuk berdoa, tetapi pada sore hari
dirayakan Ekaristi komunitas.
4) Kamis; Pagi: Ofisi bersama, renungan Kitab Suci, meditasi dan perayaan
Ekaristi di gereja bersama umat.
Siang : Jam tiga berdoa rosario.
Sore : Adorasi.
5) Jumat; Pagi : Ofisi, renungan Kitab Suci, meditasi, perayaan Ekaristi.
Siang : Berdoa rosario.
Sore : Jalan salib.
6) Sabtu; Pagi : Ofisi, renungan Kitab Suci, meditasi, perayaan Ekaristi
Sore : Doa rosario, ibadat meriah.
7) Minggu; Pagi : Ofisi, renungan Kitab Suci, meditasi perayaan Ekaristi.
Siang : Ibadat siang.
Sore : Adorasi.
c. Suasana Perayaan Ekaristi dalam komunitas
Ekaristi komunitas dirayakan pada hari Senin pagi sedangkan pada hari
lain Ekaristi dirayakan bersama umat di gereja.
27
BAB III
MAKNA EKARISTI BAGI PERKEMBANGAN HIDUP ROHANI
PARA SUSTER PUTERI REINHA ROSARI
Dengan melihat kenyataan yang terjadi disetiap komunitas tentang
bagaimana penghayatan para suster dalam mengikuti perayaan Ekaristi dirasa
bahwa perayaan Ekaristi sebagai kekuatan iman, perayaan keselamatan yang
sungguh memampukan setiap anggota mengalami kekuatan rohani karena
persatuan dengan Yesus sendiri melalui perayaan Ekaristi. Sebagai seorang
religius, para suster menghayati Ekaristi sebagai kekuatan untuk menjalankan
seluruh hidup dan kegiatan sepanjang hari dalam tugas perutusan. Perayaan
Ekaristi menjadi makanan rohani yang memberi kekuatan, kedamaian serta
kesanggupan dalam menjalani hidup sebagai seorang religius dan bahkan
Perayaan Ekaristi mampu memberi inspirasi baru dalam pelayanan (Nouwen,
2008:157). Namun disatu pihak para suster juga terkadang mengalami kejenuhan
dalam mengikuti perayaan Ekaristi, terkadang dirasa sebagai sebuah rutinitas juga
diakibatkan dengan banyaknya tugas atau beban yang harus diselesaikan pada hari
itu. Dengan situasi nyata yang dialami yang dialami oleh para suster disetiap
komunitas, maka sungguh diharap untuk semakin mampu memahami makna
Ekaristi dalam pergulatan hidup harian, dimana Ekaristi sebagai perayaan
keselamatan mampu memberi kekuatan baru serta kegembiraan dalam menjalani
panggilan sebagai seorang religius.
Injil Yohanes, Yesus bersabda, ”Akulah pokok anggur dan kamu adalah
28
ranting-rantingnya. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia
berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:
5). Hanya jika menyatu dengan pokok, ranting akan hidup dan akhirnya dapat
menghasilkan buah. Tanpa bersatu dengan pokok itu, ranting akan kering dan
mati tanpa menghasilkan sesuatu. Gambaran hidup membiara menunjukkan
bahwa kesatuan dengan Tuhan secara pribadi menjadi sangat penting karena
kesatuan itulah yang menghidupkan panggilan seseorang. Tanpa relasi dengan
Yesus sebagai pokok anggur akan mengalami kekeringan dalam hidup panggilan.
Relasi pribadi dengan Yesus itu dapat dipupuk dengan bermacam-macam cara
seperti melakukan karya kerasulan, menerima Sakramen, melakukan ibadat,
sharing pengalaman iman, membaca dan mendengarkan sabda Tuhan, hidup
dalam kasih, berdoa bersama maupun doa pribadi, tapa dan matiraga (Suparno,
2007: 177).
Dalam pembahasan ini penulis akan mengemukakan lima bagian yang
terdiri dari: perayaan Ekaristi sebagai liturgi yang pokok, hasil penelitan,
peningkatan hidup rohani melalui perayaan Ekaristi, tantangan-tantangan dalam
mengikuti perayaan Ekaristi, serta upaya-upaya meningkatkan hidup rohani .
C. Perayaan Ekaristi Sebagai Liturgi Yang Pokok
1. Ekaristi dalam Kitab Suci
a. Perjamuan makan dengan Yesus sebagai tanda kehadiran Kerajaan Allah
Tindakan pewartaan dan penghadiran kerajaan Allah oleh Yesus tidak
hanya tampak dalam karya penyembuhan berbagai orang sakit, pengusiran setan,
29
dan membangkitkan orang mati, tetapi juga dalam makan bersama Yesus dengan
orang-orang berdosa (Mrk 2: 16-19). Dengan perjamuan makan bersama orang-
orang berdosa, Yesus mau menampilkan makna kedatangan dan kehadiran Allah
yang berbelas kasih. Kedatangan kerajaan Allah menunjuk pada datangnya
keselamatan yang merangkul semua orang, teristimewa mereka yang hilang dan
berdosa. Kebersamaan Yesus dengan orang-orang berdosa mengungkapkan
kehendak Allah yang mau menyelamatkan (Mat 9: 13; Mrk 2: 17; Luk 5: 32)
sebab Yesus datang pertama-pertama untuk mencari dan memanggil orang
berdosa (Martasudjita, 2005: 25).
b. Perjamuan malam terakhir
Perjamuan Paskah Yahudi merupakan suatu upacara mengenangkan dan
merayakan perbuatan besar Allah terhadap bangsa-Nya yaitu bangsa Israel maka
perjamuan Paskah Yahudi merupakan suatu upacara syukur agung atas karya
penyelamatan Allah sehingga orang Yahudi sungguh menghargai perayaan itu
untuk memperingati pembebasan mereka dari Negeri Mesir (Bakker, 1988: 60).
Perjamuan malam terakhir. (Mrk 14; 22-25; Mat 26: 26-29; Luk 22: 15- 20
dan 1Kor 11:23-26). Perjamuan malam terakhir merupakan perjamuan perpisahan
Yesus dengan para murid sebelum Ia menderita sengsara dan wafat di kayu salib.
Dalam perjamuan itu Yesus hendak mengungkapkan kepada para murid-Nya
bahwa Yesus sangat mencintai seluruh umat manusia dan akan memberikan
keselamatan dengan mengurbankan nyawa-Nya di atas kayu salib. Yesus rela
menderita, wafat dan bangkit agar umat manusia mampu mengalahkan yang jahat.
30
c. Perjamuan dengan Yesus yang Bangkit (Luk 24:13-35).
Setelah bangkit Yesus kembali mengadakan makan bersama dengan para
murid-Nya. Dalam perjamuan itulah Yesus mengungkapkan bahwa Ekaristi
merupakan kebersamaan dengan Tuhan yang bangkit. “Perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Daku” (Luk 22: 19) disini nanpak bahwa Yesus menjadi pusat
dalam Ekaristi, Yesus hadir dengan seluruh misteri hidup dan kematian-Nya serta
kemuliaan-Nya. “Peringatan akan Daku” mengarah kepada peringatan akan wafat
dan kebangkitan-Nya. Suatu peringatan penuh syukur kepada Allah melalui Putra-
Nya yang bangkit.
2. Ekaristi berdasarkan pandangan Bapa-bapa Gereja
Istilah “Ekaristi“ berasal dari bahasa Yunani “eucharistia” yang berarti
ucapan syukur. Kata eucharistia adalah sebuah kata benda yang berasal dari kata
kerja bahasa Yunani eucharistein yang berarti memuji, mengucap bersyukur.
Istilah Ekaristi menunjuk pada isi dari apa yang dirayakan dalam seluruh
perayaan Ekaristi, mau mengungkapkan pujian syukur atas karya penyelamatan
Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus, sebagaimana berpuncak dalam
peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus (Martasudjita, 2003: 28).
Santo Ignatius dari Antiokhia, ketika menulis surat kepada umat
Philadelphia mengatakan: “Berusahalah kalian untuk merayakan satu Ekaristi,
karena ini hanyalah satu tubuh Tuhan kita Yesus Kristus dan hanya satu piala
untuk persatuan dengan darah-Nya, dan hanya satu altar”. Santo Ignatius
mengajarkan roti Ekaristi sebagai tubuh Tuhan sendiri, yakni Yesus Kristus yang
31
telah mempersembahkan diri dalam roti dan anggur Ekaristi (Martasudjita, 2005:
249).
Dalam ajaran Santo Yustinus Martir (sekitar tahun 165) memandang
Ekaristi sebagai suatu ibadah atau Liturgi Kristiani. Bagi Yustinus Ekaristi adalah
kurban rohani sebab Ekaristi merupakan doa yang benar dan pujian syukur yang
tepat. Ekaristi sebagai pujian syukur merupakan kurban kepada Allah, kenangan
akan penderitaan Yesus, akan penciptaan dan penebusan. Yustinus yakin bahwa
santapan Ekaristi adalah tubuh dan darah Yesus Kristus sendiri (Martasudjita,
2005: 249).
Menurut Santo Ireneus Lyon (sekitar tahun 202), Ekaristi pertama-tama
adalah kurban pujian syukur. Dalam Ekaristi diungkapkan pujian syukur atas
penciptaan, dan atas penebusan Yesus Kristus. Tujuan makanan Ekaristi adalah
penyampaian Sang Logos. Artinya dengan menerima santapan Ekaristi orang
disatukan dalam kebersamaan abadi dengan Yesus Kristus (Martasudjita, 2005:
250-251).
3. Ekaristi menurut ajaran Konsili Vatikan II
a. Dimensi Kristologis
Pada peristiwa perjamuan malam terakhir Yesus menawarkan tubuh dan
darah-Nya untuk menjadi makanan dan minuman rohani kepada para rasul-Nya
(EE, 21) dan sekaligus berpesan kepada mereka: “Lakukanlah ini sebagai
peringatan akan Daku”perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, kamu
mengenangkan Aku” (1 Kor 11:24-25, Luk 22:19). Para rasul dengan menyambut
32
undangan Yesus di ruang perjamuan “terimalah dan makanlah, minumlah” (Mat,
26:26-27) masuk dalam persekutuan sakramental bersama Putra Allah yang
dikurbankan demi keselamatan umat manusia, maka perayaan Ekaristi menjadi
kenangan kurban salib Kristus secara sakramental dalam tindakan liturgis Gereja
(EE, 21).
Konsili Vatikan ke II memberi gambaran tentang perayaan Ekaristi yang
berhubungan erat dengan pribadi Yesus Kristus. Dimana “Ekaristi ditetapkan oleh
Yesus sebagai kenangan akan diri-Nya yang berpuncak pada wafat dan
kebangkitan-Nya” di atas kayu salib. Apa yang dirayakan oleh Gereja saat ini
sebagai kenangan akan karya penyelamatan Allah melalui Putra-Nya Yesus
Kristus kepada umat manusia dihadirkan kembali yakni wafat dan kebangkitan-
Nya melalui perayaan Ekaristi (SC, 6).
Ada beberapa hal yang berhubungan dengan dimensi kristologis berkaitan
dengan perayaan Ekaristi, yakni:
1) Ekaristi sebagai Kurban
Konsili Vatikat II menjelaskan ajaranya mengenai Ekaristi sebagai kurban
dalam SC 47:
Pada perjamuan terakhir, pada malam ia diserahkan, penyelamat kita mengadakan kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian, Ia mengabadikan kurban salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja mempelai-Nya yang terkasih kenangan Wafat dan kebangkitan-Nya: Sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikurniai jaminan kemuliaan yang akan datang.
“Tuhan Yesus, pada malam Ia diserahkan” (1 Kor 11:23) telah menetapkan
33
kurban Ekaristi tubuh dan darah-Nya. Yesus tidak hanya menegaskan pemberian
tubuh dan darah-Nya untuk dimakan dan diminum tetapi lebih dari itu Yesus mau
mengungkapkan makna pengurbanan diri-Nya di atas kayu salib. “Kurban”
bukanlah penyembelian tetapi penyerahan diri Yesus pada Bapa-Nya demi
keselamatan umat manusia. (EE,12-13).
Dalam perayaan Ekaristi umat mengadakan kurban persembahan yang
melambangkan penyerahan diri Yesus. Yesus telah mengurbankan diri-Nya
dengan wafat di atas kayu salib, dan sebelum wafat-Nya, Yesus mengadakan
makan bersama dengan para murid-Nya pada peristiwa perjamuan malam
terakhir. Hidup Yesus sendiri adalah kurban yang dipersembahkan dengan darah
di kayu salib. Melalui peristiwa pada perjamuan terakhir, Yesus melakukan suatu
tindakan kenabian, sebab dalam perayaan Ekaristi Yesus mempersembahkan diri-
Nya sebagai kurban. Kurban Yesus saat sekarang dihadirkan atau dipersembahkan
sebagai kurban syukur oleh Gereja melalui perayaan Ekaristi (Bakker,1988: 66).
Umat beriman yang telah diselamatkan ikut berpartisipasi dalam perayaan
Ekaristi, sehingga dengan berpartisipasi dan membuka diri semakin bersatu
dengan Kristus yang hadir dalam perayaan Ekaristi. Kurban bukanlah
penyembelihan tetapi penyerahan diri Yesus pada Bapa. Umat beriman memohon
diikutsertakan dalam inti hidup Yesus, itulah arti dari Ekaristi sebagai kurban.
Dengan demikian Ekaristi sebagai kurban merupakan perayaan pengungkapan
iman untuk mengenangkan kurban Kristus di atas kayu salib demi cinta-Nya
kepada umat manusia.
34
2) Ekaristi sebagai Sakramen
Kata “Sakramen “dari bahasa Latin dengan asal kata “sacrare” artinya
“menguduskan” atau “menyucikan”. Melalui sakramen Yesus menguduskan
manusia, umat-Nya dimana oleh Gereja dinamakan sebagai perbuatan
sakramental, maka melalui sakramen terjadi pengudusan atau penyucian secara
rohani bagi hidup umat beriman. Sakramen dilihat sebagai sesuatu yang
mendatangkan rahmat bagi umat beriman melalui wujud yang nyata. Maka untuk
melaksanakan pemberian rahmat pengudusan, Yesus menggunakan air, minyak,
roti dan anggur sebagai sarana pengudusan atau penyucian hidup umat manusia
dalam tanda sakramen. Maka sakramen disebut tanda atau perbuatan simbolis
yang menyatakan apa yang tidak kelihatan namun dibuat oleh Yesus dalam karya
penyelamatan-Nya. Tanda merupakan suatu bagian dari seluruh perbuatan karya
keselamatan Allah dalam diri Yesus kepada umat-Nya (Bakker,1988: 24).
Konsili Vatikan ke II dalam SC 59 menyatakan bahwa:
Sakramen-saktramen dimaksudkan untuk menguduskan manusia, membangun Tubuh Kristus, dan akhirnya mempersembahkan ibadat kepada Allah. Sebagai tanda Sakramen juga dimaksudkan untuk mendidik. Sakramen tidak hanya mengandaikan iman, melainkan juga memupuk, meneguhkan dan mengungkapkan dengan kata-kata dan benda. Maka juga disebut Sakramen iman. Memang Sakramen memperoleh rahmat, tetapi perayaan Sakramen itu sendiri juga dengan amat baik menyiapkan kaum beriman untuk menerima rahmat itu yang membuahkan hasil nyata, untuk menyembah Allah secara benar, dan untuk mengamalkan cintakasih.
Perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja dimana umat berkumpul
untuk merayakan Sakramen keselamatan selalu mengenangkan misteri iman,
misteri keselamatan yang telah dilakukan oleh Yesus dengan menyerahkan diri-
Nya menjadi tebusan bagi umat manusia. Dalam SC 47 juga dikatakan bahwa
35
“Kristus mempercayakan kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, kenangan,
wafat dan kebangkitan-Nya: Sakramen cinta kasih, lambang kesatuan ikatan cinta
kasih “.
3) Ekaristi sebagai Perjamuan
Perayaan Ekaristi disebut sebagai perjamuan, karena dalam perjamuan
terakhir yang dibuat Yesus bersama para murid-Nya, dimana Yesus menyerahkan
diri-Nya untuk dimakan dan diminum oleh para murid-Nya dalam wujud roti dan
anggur. Dalam kehidupan sebagai manusia, makan dan minum adalah suatu
kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh setiap orang untuk bisa bertahan
dalam hidup. Maka perjamuan makan dan minum menjadi suatu unsur pokok
yang diperjuangkan oleh setiap orang.
Perjamuan malam terakhir yang telah dilakukan oleh Yesus bersama para
murid-Nya merupakan makan dan minum secara jasmani dan rohani. Perjamuan
ini diadakan sebagai pesta perjamuan perpisahan sebelum wafat-Nya di kayu
salib, Yesus memberikan diri-Nya sebagai makanan dan minuman (Luk, 22: 15-
20). Bertolak dari peristiwa perjamuan makan Yesus bersama para murid-Nya
maka Perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja saat ini disebut sebagai
“Perjamuan”. Melalui penyerahan roti dan anggur “inilah tubuh-Ku “, inilah
darah-Ku”, Yesus menyerahkan diri-Nya untuk menjadi santapan rohani bagi
umat beriman yang percaya kepada-Nya melalui wujud roti dan anggur yang
diterima dalam perayaan Ekaristi. Dengan perjamuan bersama dalam perayaan
Ekaristi, umat semakin bersatu dengan Kristus, pemberi hidup, dan juga bersatu
36
dengan sesama umat beriman yang hadir dalam perjamuan Ekaristi. Perayaan
Ekaristi merupakan kenangan akan karya keselamatan Allah yang memuncak
pada misteri Paskah (Martasudjita, 2003: 295).
b. Dimensi Eklesiologi
Dimensi eklesiologi yang berasal dari kata Yunani “ekkleo” artinya
memanggil adalah suatu ajaran teologi yang berkaitan dengan Gereja. Umat
katolik mengimani Gereja sebagai karya Roh Kudus yang menjadi perantara umat
untuk dapat semakin dekat dengan Yesus Kristus. Gereja melaksanakan perintah
Yesus sehingga dapat mengungkapkan imannya melalui perayaan Ekaristi.
Beberapa dimensi eklesiologi tentang Ekaristi:
1) Ekaristi sebagai sarana kebersamaan.
Ekaristi adalah bagian dari perayaan Gereja yang sangat dihormati dan
diagungkan oleh umat katolik karena perayaan Ekaristi dalam Gereja merupakan
perayaan yang suci. Dalam SC 26 menyatakan bahwa:
Upacara- upacara liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan Gereja sebagai sakramen kesatuan, yakni umat kudus berhimpun dan diatur di bawah uskup. Maka, upacara-upacara itu menyangkut seluruh tubuh Gereja dan menampakkan serta mempengaruhinya; sedangkan masing-masing anggota disentuhnya secara berlain-lainan, menurut keanekaan tingkatan, tugas serta keikutsertaan aktual mereka.
Ekaristi merupakan perayaan seluruh Gereja, dimana umat dipersatukan
dalam perayaan Ekaristi untuk mengenangkan karya penebusan Allah dalam diri
Putra-Nya. Seluruh umat dipersatukan dalam cinta kasih Kristus untuk mampu
menghayati makna dari perayaan Ekaristi. Maka melalui perantaraan Gereja,
37
umat berkumpul untuk merayakan perayaan Ekaristi, serta mampu
mengungkapkan imannya dan bersyukur atas penebusan Tuhan yang telah dialami
dalam kehidupan setiap hari.
Gereja sebagai umat Allah yang berkumpul untuk merayakan perayaan
Ekaristi juga diharapkan untuk ikut ambil bagian secara penuh dalam perayaan
Ekaristi. Konsili Vatikan ke II dalam SC 48 menegaskan bahwa :
Gereja dengan susah payah berusaha, jangan sampai umat beriman menghadiri misteri iman itu sebagai orang luar atau penonton yang bisu, melainkan supaya melalui upacara dan doa memahami misteri itu dengan baik, dan ikut-serta penuh hikmat dan secara aktif. Hendaknya mereka rela diajar oleh sabda Allah, disegarkan oleh santapan Tubuh Tuhan, bersyukur kepada Allah. Hendaknya sambil mempersembahkan hosti yang tak bernoda bukan saja melalui tangan imam melainkan juga bersama dengannya, mereka belajar mempersembahkan diri, dan dari hari ke hari berkat perantaraan Kristus makin penuh dipersatukan dengan Allah dan antar mereka sendiri, sehingga akhirnya Allah menjadi segalanya. Umat diharapkan berpartisipasi dalam seluruh perayaan Ekaristi sejak awal
persiapan hingga akhir perayaan, maka melalui kehadiran dan keikutsertaan
dalam seluruh bagian perayaan Ekaristi umat terlibat aktif dalam seluruh bagian
perayaan Ekaristi karena perayaan Ekaristi merupakan satu kesatuan yang harus
diikuti oleh seluruh umat. Seperti apa dikatakan dalam PUMR 35 bahwa: “
Aklamasi dan jawaban-jawaban umat beriman terhadap salam dan doa-doa imam
menciptakan tingkat partisipasi aktif yang harus ditunjukkan umat dalam setiap
perayaan Ekaristi”.
2) Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak kehidupan Gereja
Melalui perantaraan Gereja umat berkumpul untuk merayakan peristiwa
keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus melalui perayaan Ekaristi sehingga
38
Ekaristi tidak hanya sebagai puncak seluruh liturgi Gereja, tetapi juga menjadi
sumber dan puncak kehidupan Gereja, dimana umat beriman mengalami
persatuan dengan Allah melalui Ekaristi.
Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan Gereja, dalam SC 10
dikatakan bahwa:
Liturgi merupakan puncak yang dituju oleh Gereja, dan serta merta sumber segala daya-kekuatannya. Sebab usaha-usaha kerasulan mempunyai tujuan ini: supaya semua orang melalui iman dan Baptis menjadi putera-putera Allah, berhimpun menjadi satu, meluhurkan Allah di tengah Gereja, ikut serta dalam kurban, dan menyantap perjamuan Tuhan. Mendorong umat beriman, supaya sesudah dipuaskan dengan ‘ Sakramen-sakramen paska” menjadi sehati sejiwa dalam kasih, berdoa supaya mereka mengamalkan dalam hidup sehari-hari apa yang mereka peroleh dalam iman. Adapun pembaharuan perjanjian Tuhan dengan manusia dalam Ekaristi menarik dan mengobarkan umat beriman dalam cintakasih Kristus yang membara. Jadi dari liturgi, terutama dari Ekaristi, bagaikan dari sumber, mengalirlah rahmat kepada kita, dan dengan hasil guna yang amat besar diperoleh pengudusan manusia dan pemuliaan Allah dalam Kristus, tujuan semua karya Gereja lainya. Ekaristi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat sehari-hari, karena
melalui perayaan Ekaristi umat memperoleh kekuatan rohani dan memohon
rahmat dari Allah untuk dimampukan dalam menjalani kehidupan. Dari perayaan
Ekaristi itulah mengalir kekuatan yang menjiwai dan menggerakkan seluruh
hidup orang kristiani untuk mengarungi suka duka kehidupannya.
c. Dimensi Eskatologis.
Dalam dimensi eskatologis mau menggambarkan bahwa perayaan Ekaristi
bukan hanya merupakan perayaan akan peringatan sejarah karya keselamatan
Allah melalui Putra-Nya Yesus Kristus tetapi juga mau mengatakan kepada umat
manusia bahwa perayaan Ekaristi berhubungan dengan kehidupan yang akan
39
datang, atau peristiwa akhir zaman, seperti apa yang telah dijanjikan oleh Yesus
sendiri tentang keselamatan yang akan datang.
Perayaan Ekaristi merupakan perayaan perjamuan surgawi, perjamuan
eskatologis seperti apa yang dikatakan Yesus dalam injil Yohanes “Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak manusia dan
minum darah-Nya kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa
makan daging-Ku dan minum darah-Ku ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku
akan membangkitkan dia pada akhir zaman“ (Yoh 6: 53-54). Allah telah
memberikan diri-Nya dengan perantaraan Putra-Nya Yesus Kristus demi
keselamatan umat manusia sampai akhir zaman. Sehingga melalui perayaan
Ekaristi menghantar umat manusia untuk semakin menghayati imannya akan
Yesus Kristus.
Konsili Vatikan ke II dalam SC 8 menyatakan bahwa: “Dalam Ekaristi yang
dirayakan Gereja di dunia ini, umat Allah ikut mencicipi liturgi surgawi yang
dirayakan di kota Suci Yerusalem “Ekaristi sebagai sumber kehidupan Gereja
memang merupakan “Jaminan kemuliaan yang akan datang“ (SC 47). Dalam
Ekaristi, Allah memberikan diri-Nya melalui Yesus Kristus Putra-Nya rela wafat
di atas kayu salib. Maka melalui santapan Ekaristi umat mempersiapkan diri
untuk mengalami kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan akhir zaman yang
telah dijanjikan oleh Allah sendiri sekaligus umat dituntut untuk merayakan
Ekaristi di dunia secara hikmat, suci dan pantas.
40
4. Makna Ekaristi
Perayaan Ekaristi merupakan perayaan iman. Dalam perayaan umat
mengungkapkan imannya atas kebaikan Allah yang telah menyelamat manusia
melalui PuteraNya Yesus Kristus. Inti pokok perayaan Ekaristi adalah ungkapan
syukur yang diungkapkan dalam bentuk sebuah perayaan. Sesuai dengan arti
Ekaristi itu sendiri yang berasal dari bahasa Yunani “ eucharista” yang ungkapan
puji syukur. Kata ini mau menekankan makna Ekaristi sebagai ungkapan syukur
atas karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus. (Martasudjita, 2003 : 269).
Konsili Vatikan II dalam SC 7 menyatakan bahwa:
Liturgi dipandang bagaikan pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus; di situ pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara yang khas bagi masing-masing; di situ pula dilaksanakan ibadat umum yang seutuhnya oleh Tubuh mistik Yesus Kristus, yakni kepala beserta para anggota-Nya. Oleh karena itu setiap perayaan liturgis, sebagai karya Kristus sang Imam serta tubuh-Nya yakni Gereja, merupakan kegiatan suci yang sangat istimewa.
Perayaan Ekaristi merupakan perayaan syukur Gereja. Dalam perayaan
Ekaristi, umat mensyukuri karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui
Yesus Kristus, yakni terutama dalam peristiwa wafat dan kebangkitan-Nya. Maka
seluruh doa dalam perayaan Ekaristi itu dialamatkan kepada Allah Bapa.
Ungkapan Syukur nampak dalam doa Syukur Agung, ungkapan syukur itu terus
mewarnai seluruh doa syukur Agung, yakni atas karya kasih dan kebaikan Allah
yang tampak dalam diri Putra-Nya Yesus Kristus yang menebus dan
menyelamatkan umat manusia melalui salib; wafat dan kebangkitan-Nya
( Martasudjita, 2005: 344 ).
41
5. Tata Perayaan Ekaristi.
a. Ritus Pembuka • Perarakan (nyanyian pembuka) • Tanda salib • Salam • Pengantar • Tobat • Kyrie • Kemuliaan • Doa Pembukaan
b. Liturgi Sabda • Bacaan Pertama • Mazmur Tanggapan • Bacaan Kedua • Bait Pengantar Injil / Alleluia • Bacaan Injil • Homili • Syahadat /Aku percaya. • Doa Umat.
c. Liturgi Ekaristi 1. Persiapan persembahan. • Kolekte. • Perarakan persembahan diiringi lagu
persembahan • Doa persembahan
2. Doa Syukur Agung . • Prefasi • Kudus. • Doa sebelum konsekrasi • Konsekrasi • Anamnesis • Doa sesudah konsekrasi • Doksologi
3. Komuni • Bapa Kami • Embolisme • Doa Damai • Salam damai. • Pemecahan Roti diiringi lagu Anak Domba
Allah • Persiapan Komuni • Komuni • Saat Hening atau madah syukur • Doa Sesudah Komuni.
42
d. Ritus Penutup • Pengumuman • Berkat Penutup • Pengutusan • Lagu penutup.
6. Bagian-bagian Pokok dalam Perayaan Ekaristi
Perayaan Ekaristi terdiri atas dua bagian pokok, liturgi sabda dan liturgi
Ekaristi. Dua bagian pokok itu diapit oleh ritus pembuka sebagai bagian yang
mempersiapkan dan ritus penutup sebagai bagian yang menutup seluruh
rangkaian perayaan Ekaristi (Martasudjita, 2005; 116).
a. Ritus pembuka
PUMR 46: menjelaskan bahwa Ritus pembuka meliputi bagian-bagian yang
mendahului Liturgi sabda, yaitu perarakan masuk, salam, kata pengantar,
pernyataan tobat, Tuhan kasihanilah kami, kemuliaan dan doa pembuka; semua
bagian ini memiliki ciri khas sebagai pembuka, pengantar dan persiapan.
Tujuan semua bagian itu untuk mempersatukan umat yang berhimpun dan
mempersiapkan mereka, supaya dapat mendengarkan sabda Allah dengan penuh
perhatian dan merayakan Ekaristi dengan layak. Maka sebelum perayaan Ekaristi
dimulai para suster dianjurkan supaya hadir di dalam gereja atau kapel untuk
mempersiapkan diri, berdoa secara pribadi, menciptakan suasana hening dalam
diri agar sungguh menyadari kehadiran Tuhan dalam seluruh perayaan Ekaristi
bersama dengan sesama saudari-suadari yang lain untuk semakin mengenal
Tuhan, bersatu dengan-Nya dan bersatu dengan sesama yang lain dalam perayaan
keselamatan.
43
1) Perarakan masuk (nyanyian pembukaan)
Perayaan Ekaristi diawali dengan perarakan masuk, imam dan para pelayan
lainya berarak masuk menuju ruang altar, menggabungkan diri dengan umat yang
sudah berhimpun untuk bersama merayakan perayaan Ekaristi dengan diiringi
lagu pembuka. Adapun fungsi dari lagu pembuka antara lain: mengiringi
perarakan para petugas liturgi memasuki ruang ibadat, membina persekutuan
umat yang sudah berhimpun sehingga seluruh umat diharapkan ikut ambil bagian
dalam memuji Tuhan, dan menghantar umat untuk memasuki misteri
keselamatan yang akan dirayakan (Ernest, 2008: 15).
2) Tanda salib
Imam memulai perayaan Ekaristi dengan membuat tanda salib bersama
seluruh umat. Tanda salib menyatakan dua pengakuan iman. Pertama, tanda salib
mengungkapkan keselamatan umat manusia yakni melalui salib Kristus (Gal, 6:
14). Peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus, salib merupakan lambang dan
sarana keselamatan. Kedua tanda salib dengan penyebutan nama Tritunggal
menunjuk inti misteri iman sebagaimana diakui dan dinyatakan pada saat
pembaptisan. Melalui pembaptisan umat dipersatukan dalam persekutuan Allah
Tritunggal, sesuai dengan sabda Tuhan sendiri ketika memberi perintah kepada
para murid-Nya: “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka
dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus“ ( Mat 28:19 ). Dengan membuat
tanda salib para Suster menyatakan kerelaan untuk mau memanggul salib
kehidupan, rela diutus Allah untuk mewartakan karya keselamatan di tengah
dunia.
44
3) Tobat - Kyrie
Ritus tobat berupa saat dimana umat beriman menyampaikan penyesalan
dan pertobatan atas dosa dan pelanggaran yang telah dilakukannya kepada Tuhan
dan sesama. Penyesalan dan tobat yang dilakukan umat sungguh merupakan tobat
yang sejati mengalir dari kedalaman hati atas sebuah kesadaran yang penuh,
menyadari, menyesali dan mengakui dosa-dosa di hadapan Allah dan sesama
sebagai tanggapan atas kasih dan kebaikan Allah yang telah di alami (Marsudjita,
2005: 128).
Dalam doa tobat umat beriman bersama-sama menyerahkan diri kepada
Allah, membuka hati untuk menerima rahmat pengampunan dari Allah maka
Allah mempersatukan kembali mereka yang masih tercerai berai,
memperdamaikan yang masih bermusuhan sehingga melalui rahmat
pengampunan dari Allah terjalin kembali relasi yang putus antara Allah dan
manusia dan antar sesama manusia (Prier, 1988: 18).
Maka pada bagian ini, dalam suasana hening para suster perlu
menggunakan kesempatan untuk melihat diri, memeriksa batin dan menemukan
diri sebagai orang berdosa sambil melihat hubungan dengan orang lain, kesetiaan
akan panggilan dan tugas perutusan sehingga dengan itu suasana tobat mampu
membawa pembaharuan dalam diri, untuk semakin berkembang dalam cinta
kepada Allah dan kepada sesama.
4) Kemuliaan
Madah kemuliaan berisi kemuliaan untuk memuji dan memuliakan Allah
Bapa dan Yesus Kristus Putra-Nya bersama Roh Kudus, “Kemuliaan bagi Allah
45
di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang
berkenan kepada-Nya“ (Luk, 2: 14). Madah kemuliaan dilagukan oleh seluruh
umat yang berhimpun dalam perayaan Ekaristi atas dorongan Roh Kudus. Dalam
PUMR 53, menyatakan; “Kemuliaan dibuka oleh imam atau lebih cocok oleh
solis atau koor, kemudian dilanjutkan oleh seluruh umat bersama-sama atau oleh
paduan suara bersahut-sahutan, atau hanya oleh koor. Kalau tidak dilagukan, bisa
juga dilafalkan oleh seluruh umat bersama-sama atau oleh dua kelompok umat
secara bersahut-sahutan“ ( PUMR, 2002; 44 ).
Madah Kemulian khusus pada hari minggu sebagai peringatan akan hari
Paskah karena Kristus bangkit pada hari pertama sesudah Sabat, namun
kemuliaan ditiadakan selama masa Adven dan Prapaskah sebagai tanda tobat/atau
persiapan hari raya. (Prier, 1988:8).
5) Doa pembuka
Doa pembuka merupakan doa yang menutup seluruh ritus pembuka. Dalam
PUMR 54 menyatakan: imam mengajak umat untuk berdoa. Lalu semua yang
hadir bersama dengan imam hening sejenak untuk menyadari kehadiran Tuhan,
dan dalam hati mengungkapkan doanya masing-masing. Kemudian imam
membawakan doa pembuka yang lasim disebut “collecta“ , yakni sebagai doa
yang mempersatukan ujud dari masing-masing orang dan juga mengungkapkan
inti perayaan liturgi hari yang bersangkutan ( PUMR, 2002: 44).
Ketika Imam mau mendoakan doa pembuka, imam mengajak umat untuk
hening, umat boleh mengungkapkan doanya masing-masing di dalam hati dan
ketika imam mengungkapkan doa pembuka, hendaknya seluruh umat
46
mengikutinya dalam dan menjadikan sebagai doa mereka sehingga pada akhir dari
doa pembuka umat menjawab “Amin“.
b. Liturgi Sabda
Liturgi sabda diawali dengan pewartaan bacaan-bacaan dari Alkitab dan
diakhiri dengan doa umat. Bacaan dan mazmur tanggapan merupakan bagian
pokok dari liturgi sabda, karena dalam bacaan-bacaan itu Allah sendiri bersabda
kepada umatnya, mengungkapkan misteri penebusan dan keselamatan serta
memberikan makanan rohani kepada seluruh umat yang hadir dalam perayaan
Ekaristi sehingga umat diharapkan mendengarkan pada saat pewartaan sabda
Allah (Martasudjita, 2005: 133).
Saat hening sesudah bacaan merupakan saat yang sangat diperlukan, dimana
saat hening dengan bantuan roh kudus para suster dapat merenungkan,
meresapkan sabda Allah dan membiarkan benih-benih sabda berkembang dan
bertumbuh subur dalam hati sehingga dapat menghasilkan buah kehidupan. Para
suster perlu menggunakan waktu hening itu dengan membuka diri dihadapan
Allah supaya sabda yang didengarkan itu sungguh meresapi seluruh kehidupan.
1) Bacaan pertama
Pada hari minggu dan hari raya, liturgi Gereja menyiapkan tiga buah
bacaan, yaitu bacaan pertama, bacaan kedua dan bacaan injil. Dan misa harian
hanya disediakan dua buah bacaan, yakni bacaan pertama dan bacaan injil.
Bacaan pertama pada hari minggu dan hari raya diambil dari perjanjian lama.
47
Bacaan pertama dipilih menurut tema injil, sehingga terungkap kesinambungan
sejarah keselamatan Allah dari perjanjian lama berpuncak pada diri Yesus Kristus
yang diwartakan dalam Injil (Martasudjita, 2005: 134).
Sesudah bacaan pertama dengan diakhiri “demikianlah sabda Tuhan”
diadakan saat hening sejenak, supaya umat dapat merenungkan sebentar apa yang
telah mereka dengarkan (PUMR:128). Dengan demikian dalam suasana hening
umat dapat memberi kesempatan kepada “Roh Allah sendiri yang hadir melalui
sabda-Nya untuk berkarya dalam diri kita” (Prier, 1982: 34). Saat hening sesudah
bacaan pertama digunakan sebagai saat dimana memberi tempat atau ruang kerja
bagi Roh Allah yang diimani kehadiran-Nya melalui sabda yang dibacakan
sehingga umat dapat bertemu dengan Allah sendiri secara pribadi.
2) Mazmur Tanggapan
Mazmur tanggapan merupakan lanjutan dari renungan dan sebagai
tanggapan umat terhadap sabda Allah yang baru di wartakan serta merupakan
unsur pokok dalam liturgi sabda, yang mempunyai makna liturgis serta pastoral
yang penting dengan maksud membantu umat untuk memperdalam renungan atas
sabda Allah yang baru dibacakan sehingga mazmur tanggapan hendaknya sesuai
dengan bacaan yang ditanggapi atau sesuai dengan masa liturgi. Dan juga untuk
mendorong umat dalam merenungkan dan meresapkan sabda Allah maka mazmur
tanggapan perlu di bawakan dalam suasana hikmad dan meditatif agar umat dapat
merenungkan sabda yang telah dibacakan. Dari ayat-ayat mazmur atau refrein
yang di ulang perlu diungkapkan dengan penuh penghayatan, peresapan dalam
48
diri bukan asal diucapkan sehingga mampu menangkap maknanya (Martasudji,
2005: 135).
Dengan melihat peranan dari mazmur tanggapan yang cukup penting dalam
perayaan Ekaristi maka para suster diharapkan mengambil kesempatan dengan
baik untuk meresapkan sabda Tuhan melalui ayat-ayat mazmur yang dinyanyikan
atau dibacakan, saat-saat hening merupakan saat paling baik untuk merenungkan
sabda Tuhan, sehingga sabda itu dapat berbicara dalam kehidupan.
3) Bacaan kedua
Pada hari minggu dan hari raya disediakan bacaan kedua yang diambil dari
perjanjian baru. Bacaan kedua tidak mempunyai hubungan dengan bacaan
pertama dan bacaan injil dimana bacaan kedua dipilih bukan berdasarkan suatu
tema, melainkan suatu Kitab dibacakan secara bersambung, bagian demi bagian.
Dengan demikian umat dapat mendengar hampir seluruh isi Kitab Suci Perjanjian
Baru. Hari-hari raya mempunyai bacaan tematis, berarti bacaan-bacaan dipilih
sesuai tema Hari Raya yang bersangkutan termasuk masa Adven dan masa
Prapaskah yang mempunyai bacaan khusus.
Bacaan kedua bertujuan untuk mewartakan iman akan Yesus Kristus dan
berfungsi untuk mempersiapkan umat masuk pada puncak perayaan sabda yaitu
bacaan injil, maka diharapkan dapat mendengarkan dengan baik dan mengikuti
seluruh proses perayaan agar mampu menemukan Tuhan yang sedang berbicara
lewat sabda-Nya (Lukasik, 1991: 39).
Bacaan kedua tidak langsung diikuti dengan bait pengantar injil tetapi umat
49
diberi kesempatan untuk hening sejenak dimana dalam dalam Misale Romawi
cukup ditegaskan bahwa:
Liturgi Sabda haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung. Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu permenungan harus sungguh dihindari. Selama Liturgi Sabda, sangat cocok disisipkan saat hening. Saat hening ini merupakan kesempatan bagi umat untuk meresapkan sabda Allah, dengan dukungan Roh Kudus, dan untuk menyiapkan jawaban dalam bentuk doa (PUMR: 56).
4) Bait pengantar Injil
Bait pengantar injil sebagai persiapan untuk mendengarkan bacaan injil
yang akan diwartakan. Bait pengantar injil dipakai untuk mengiringi perarakan
injil ke mimbar dan bermakna untuk mengungkapkan pujian atas kemuliaan
Kristus yang akan hadir dan berbicara melalui injil yang dibacakan oleh imam.
Maka hendaknya seluruh umat yang hadir ikut berperan aktif dalam menyanyikan
bait pengantar injil dengan sikap berdir sebagai tanda kesiapsediaan untuk
menyambut Tuhan Yesus yang akan bersabda dalam bacaan Injil.
5) Bacaan Injil
Bacaan injil merupakan puncak Liturgi Sabda, maka dihormati dengan
berbagai sikap liturgis seperti: umat berdiri, ada pengantar salam, tanda salib kecil
pada dahi-mulut-dada dan dibacakan oleh Imam. Dalam Misale Romanum
dikatakan bahwa: bacaan injil lebih mulia daripada bacaan-bacaan lain
(PUMR,:47). Pembacaan injil menunjuk pada realitas sebagai orang beriman,
dimana saat pembacaan injil Tuhan Yesus hadir dan bersabda kepada seluruh
umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi.
50
Pada semua hari minggu dan hari raya selalu ada tiga bacaan misa: bacaan
pertama dari Perjanjian Lama, yang kedua dari Perjanjian Baru dan yang ketiga
Injil. Tujuannya agar semua umat beriman dapat mendengarkan bacaan Kitab
Suci secara keseluruhanya. Maka untuk hari minggu dan hari raya bacaan misa
dibagikan menurut tahun A, B, dan C. Tahun A bacaan diambil dari Injil Matius,
Tahun B diambil dari Injil Markus, dan Tahun C diambil dari Injil Lukas. Injil
Yohanes digunakan untuk minggu-minggu terakhir Masa Prapaskah dan Paskah
( Martasudjita, 1998:70).
6) Homili
Homili berasal dari bahasa Yunani “homilia” yang mengandung arti;
“percakapan” atau “komentar”. Homili merupakan pewartaan sabda Allah yang
bertolak dari Kitab Suci, seorang Imam mengungkapkan atau mengsharingkan
apa yang menjadi pengalaman pribadinya dan melihatnya dalam terang Kitab
Suci. Dalam liturgi sabda homili, merupakan bagian penting. Konsili Vatikan ke
II dalam SC 52 menegaskan bahwa:
Homili sebagai Liturgi sendiri sangat dianjurkan. Disitu hendaknya sepanjang tahun liturgi diuraikan misteri-misteri iman dan kaidah-kaidah hidup Kristiani berdasarkan teks Kitab Suci. Oleh karena itu dalam perayaan Ekaristi hari minggu dan hari raya wajib yang dihadiri umat homili jangan ditiadakan, kecuali bila ada alasan yang berat. Homili dimaksudkan untuk mewartakan dan mendalami misteri iman yang
sedang dirayakan dengan bertolak dari Kitab Suci. sehingga umat semakin
diteguhkan dalam iman dan mengantar untuk masuk kepada misteri sabda dan
Sakramen yang dirayakan. Serta mampu mendorong umat untuk berani diutus
mewartakan kabar baik kepada dunia. Maka untuk membantu umat bisa
51
menemukan hubungan Sabda Allah dengan hidup konkretnya sehari-hari perlu
diberi kesempatan untuk hening sehingga misteri iman itu sungguh diresapkan
oleh setiap pribadi, seperti apa yang ditegaskan dalam Misale Romawi “Sangat
tepat kalau sesudah homili diadakan saat hening sejenak“ (PUMR: 66). Maka
homili akan menjadi sungguh Sabda Allah, Sabda yang hidup, yang bertujuan
mengubah umat Allah menjadi umat yang suci, yang mencintai Allah dan
bersedia mempersembahkan baik kurban Ekaristi maupun dirinya sendiri kepada
Allah (Lukasik, 1991: 44).
7) Syahadat atau Credo
Setelah Imam selesai homili, imam mengajak seluruh umat untuk
mendoakan doa “Aku percaya“ maksudnya adalah bahwa umat menanggapi dan
menjawab sabda Allah dengan sikap iman. Kristus hadir dalam sabda-Nya, dan
melalui sabda itulah umat dapat berjumpah dengan Allah maka dengan
menyatakan pengakuan iman secara bersama-sama dapat saling memperkuat
keyakinan yang sama akan Allah sebagai sumber kehidupan (Prier, 1988: 43).
8) Doa Umat
Doa umat merupakan bentuk pelaksanaan imamat umum seluruh umat
beriman. Umat beriman berdoa bersama secara resmi bukan hanya untuk diri
sendri dan kepentingan kelompok, melainkan untuk seluruh kepentingan gereja
sejagat. Dalam SC 53 menyatakan; sesudah injil dan homili, terutama hari minggu
dan hari raya wajib diadakan “doa umat” atau doa “kaum beriman”, supaya
52
bersama dengan umat dipanjatkan doa-doa permohonan bagi Gereja kudus, bagi
para pejabat pemerintah, bagi mereka yang sedang tertekan oleh pelbagai
kebutuhan, dan bagi semua orang serta keselamatan seluruh dunia.
c. Liturgi Ekaristi
Liturgi Ekaristi merupakan pusat seluruh perayaan Ekaristi karena dalam
Liturgi Ekaristi terdapat doa syukur agung yang yang menjadi pusat dan puncak
seluruh perayaan Ekaristi. Dalam PUMR 30 dan 78 mengatakan: tanpa adanya
Liturgi Ekaristi, dalam suatu perayaan tidak bisa disebut perayaan Ekaristi, justru
dalam liturgi Ekaristi inilah terletak kekhasan dan keagungan perayaan Ekaristi.
Liturgi Ekaristi bertolak dari perayaan perjamuan malam terakhir yang diadakan
Yesus bersama para murid-Nya dimana Yesus berpesan “Perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Aku“ ( Luk 22: 19). Sehingga perayaan Ekaristi yang dirayakan
pada setiap hari minggu merupakan perayaan peringatan akan kebersamaan Yesus
dengan para Murid-Nya pada peristiwa kamis putih.
1) Persiapan persembahan
Perjamuan Tuhan perlu disiapkan. Dalam persiapan persembahan yang
mengawali Liturgi Ekaristi bahan-bahan; roti, anggur dan air yang dibawa ke
altar. Bahan-bahan ini pula yang digunakan oleh Yesus saat Ia menetapkan
Ekaristi pada perjamuan malam terakhir (Martasudjita, 2005: 151).
Dalam mempersiapkan bahan persembahan roti dan anggur yang diantar
ke hadapan altar Tuhan, hendaknya seluruh umat mengikuti upacara dengan sikap
53
hati siap ikut mempersembahkan seluruh hidup ke hadapan Tuhan dan “ bersedia
untuk diubah bersama dengan roti dan anggur” (Lukasik, 1991: 58). Sebagai
syarat untuk ikut dalam perjamuan Tuhan.
Namun perlu diingat bahwa persembahan yang sesungguhnya adalah “
kurban Kristus sendiri di atas kayu salib, yang hanya terjadi satu kali namun
dibaharui secara terus menerus dalam setiap perayaan Ekaristi. Umat manusia
yang ikut dalam kurban Kristus turut mengalami pembaharuan secara terus
menerus di dalam hidup beriman (Prier, 1978: 50).
a) Kolekte.
Pada hari minggu diadakan pula kolekte namun tujuannya tidak sama
dengan persembahan roti dan anggur, uang kolekte dimaksudkan sebagai
sumbangan untuk orang miskin atau untuk keperluan gereja. Maka kolekte tidak
diletakkan di atas altar melainkan pada suatu tempat yang pantas (PUMR, 730.
Kolekte bukanlah hal yang utama atau terpenting dalam persembahan, hanya
dimaksudkan agar umat menyadari tanggungjawabnya sebagai warga Gereja
yang ikut terlibat dalam pembangun Gereja secara fisik.
b) Doa persembahan
Doa persembahan mengungkapkan permohonan kepada Allah Bapa
untuk menyatukan bahan-bahan persembahan dengan kurban Syukur Yesus
Kristus dan pernyataan keinginan umat untuk mengambil bagian dalam
kurban Ekaristi.
2) Doa Syukur Agung (I - X )
Doa syukur agung adalah pusat dan puncak seluruh perayaan Ekaristi,
54
seluruh misteri karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui peristiwa
Yesus Kristus yang berpuncak dalam kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya
yang dirayakan oleh Gereja. Dalam PUMR 78 dijelaskan bahwa:
Pusat dan puncak seluruh perayaan sekarang dimulai yakni doa syukur agung, suatu doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak jemaat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Dengan demikian, seluruh umat yang hadir diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan oleh imam atas nama umat kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan pengantaraan Yesus Kristus. Adapun maksud doa ini ialah agar seluruh umat beriman menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan kurban (PUMR, 78: 54).
Doa syukur Agung pertama-tama adalah doa pujian dan syukur kepada
Allah Bapa yang telah melaksanakan karya penyelamatan-Nya melalui Yesus
Kristus Putra-Nya dalam Roh Kudus, seluruh umat dibawah bimbingan Roh
Kudus dan dengan perantaraan Kristus menyampaikan pujian, syukur, dan
permohonan. Bersyukur atas kebaikan Allah yang telah menyelamatkan umat-
Nya melalui penderitaan dan wafat-Nya di kayu salib. Meski demikian dalam doa
syukur agung ini, Bapa menjadi pusat segala doa yang dilambungkan oleh seluruh
umat beriman yang sedang merayakan Ekaristi. Umat beriman berkumpul dalam
perayaan Ekaristi untuk memuji dan bersyukur atas segala berkat dan karunia
yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari terlebih atas keselamatan yang
diterima dari Allah sendiri. Bentuk syukur itu tampak dalam seluruh warna dan
suasana syukur yang dimulai sejak dari awal doa syukur agung hingga akhir. Pada
awal Imam mengundang seluruh umat untuk bersyukur kepada Allah.
Dalam dialog sebelum prefasi sebagai awal doa syukur Agung, imam
mengajak seluruh umat yang hadir untuk mempersiapkan diri “Tuhan sertamu“
55
atau “Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan“ . di dalam doa prefasi ini
mengungkapkan atau mewartakan keagungan kasih Allah yang menyelamatkan
manusia melalui Kristus (Martasudjita, 2005: 170).
a) Prefasi
“Prefatio” dalam bahasa Latin berarti “pendahuluan”, persiapan untuk
sesuatu yang akan menyusul. Terutama kesadaran yang harus dipersiapkan untuk
menyadari apa yang akan terjadi di atas meja altar. Prefasi adalah doa atau bagian
yang mengawali Doa Syukur Agung. Doa prefasi mengungkapkan sesuatu
motivasi yang dikonkritkan menurut hari Raya, pesta orang kudus, masa khusus
dsb. Prefasi selalu berakhir dengan ajakan untuk menggabungkan syukur dengan
nyanyian malaikat dan orang kudus di Surga.
b) Kudus
Kudus merupakan suatu aklamasi atau seruan umat. Dalam PUMR 79b
mengatakan: “Seluruh jemaat, berpadu dengan para penghuni surga, melagukan
kudus dalam memuliakan Allah” (PUMR, 2002: 55). Imam bersama seluruh
umat mengungkapkan kudus dengan menggunakan kata-kata para serafim dalam
pengelihatan nabi Yesaya: “Kudus-kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh
bumi penuh kemuliaan-Nya”( Yes,6:3) “terberkatilah yang datang dalam nama
Tuhan” (Mzm, 118:26) Kudus atau suci mengungkapkan sifat Allah. Allah itu
kudus berarti lain dari segala sesuatu yang ada di dunia ini, memiliki kepenuhan
hidup.
c) Doa sebelum Konsekrasi / Epiklesis
Doa Epiklesi adalah doa memohon turunnya Roh Kudus. “Gereja memohon
56
kuasa Roh Kudus, dan berdoa supaya bahan persembahan yang disampaikan oleh
umat dikuduskan menjadi Tubuh dan Darah Kristus; juga kurban murni itu
menjadi sumber keselamatan bagi mereka yang akan menyambutnya dalam
komuni“ (PUMR: 79c).
Dengan memohon Roh Kudus supaya persembahan roti dan anggur dapat
diubah menjadi tubuh dan darah Kristus sebagai persembahan diri Kristus , dan
juga ke atas umat beriman yang mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi,
dapat diubah, disucikan dan dipersatukan dengan persembahan diri Kristus dan
mempersatukan mereka juga sebagai umat beriman (Lukasik, 1991: 69).
d) Konsekrasi
Konsekrasi adalah saat penting dalam perayaan Ekaristi, karena pada saat
itulah karya keselamatan Kristus dihadirkan secara sakramental. Konsekrasi
merupakan pokok doa syukur agung, dalam perayaan Ekaristi terjadilah peristiwa
perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus yaitu pada saat
“konsekrasi”, dengan peristiwa perubahan itu, tidak hanya roti dan anggur yang
berubah menjadi tubuh dan darah Kristus tetapi juga semua orang yang ikut
makan dalam perjamuan Ekaristi. Diselamatkan karena Kristus menyerahkan diri-
Nya menjadi makanan dan minuman rohani (Lukasik, 1991: 82).
Doa syukur agung sebagai puncak dari seluruh perayaan Ekaristi nampak
jelas dikatakan dalam PUMR:
Dalam bagian ini kata-kata dan tindakan Kristus sendiri diulang, dan dengan demikian dilangsungkan kurban yang diadakan oleh Kristus sendiri dalam perjamuan malam terkahir. Di situ Kristus mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur, dan memberikannya kepada para rasul untuk dimakan dan diminum, lalu mengamanatkan kepada mereka supaya merayakan misteri itu terus – menerus (PUMR 79d).
57
e) Anamnesis
Anamnesis adalah bagian pokok dari Doa Syukur Agung. Kata anamnesis
artinya: ”kenangan atau peringatan” mengenangkan dan menyertakan karya
keselamatan yang dilaksanakan Tuhan, sehingga seluruh peristiwa penyelamatan
yang dulu dikerjakan Tuhan sungguh hadir dan dialami oleh seluruh Gereja
( Ernest, 2008: 134).
Gereja memenuhi amanat Kristus Tuhan yang disampaikan melalui para
rasul, pada peristiwa perjamuan malam terakhir “Lakukanlah ini untuk
mengenangkan Daku!” Maka Gereja mengenangkan Kristus, terutama sengsara-
Nya yang menyelamatkan, kebangkitan-Nya yang mulia dan kenaikan-Nya ke
Surga (PUMR: 79e).
f) Doa sesudah Konsekrasi
Doa sesudah konsekrasi dalam doa syukur agung dimaksudkan untuk
mendoakan kepentingan seluruh Gereja yang kudus, baik para pemimpin Gereja,
seluruh umat yang berkumpul, maupun seluruh anggota Gereja baik mereka yang
masih hidup maupun yang sudah meninggal. Makna doa pada bagian ini sangat
jelas seperti apa yang telah dikatakan dalam PUMR:
Dalam permohonan-permohonan ini, tampak nyata bahwa Ekaristi dirayakan dalam persekutuan dengan seluruh Gereja, baik yang ada di surga maupun yang ada di bumi; dan juga jelas bahwa kurban Ekaristi diadakan bagi kesejahteraan seluruh Gereja dan semua anggotanya, baik yang hidup maupun yang telah mati, karena semuanya dipanggil untuk mengenyam hasil penebusan dan keselamatan yang diperoleh lewat Tubuh dan darah Kristus (PUMR, 79g).
Tujuannya untuk mengungkapkan kesatuan umat beriman yang sedang
58
merayakan peristiwa keselamatan dalam perayaan Ekaristi. Berdoa bagi Gereja,
bagi para Gembala, bagi umat yang hadir dan bagi arwah juga para kudus, dengan
harapan agar seluruh umat, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal
tetap bersatu. (Ernest, 2008: 150).
g) Doksologi
Kata Yunani doxa berarti Kemuliaan, dan logos berarti ungkapan jadi dalam
doksologi, imam atas nama umat menyampaikan pujian dan hormat dari seluruh
umat kepada Bapa, melalui Yesus Kristus, Putra-Nya dalam Roh Kudus. Doa
pujian ini merangkum puji-pujian dan syukur yang sudah disampaikan dalam
seluruh doa syukur agung. Imam mengangkat Tubuh dan darah Kristus dalam
rupa roti dan anggur dengan mengucapkan kata-kata: “Dengan perantaraan
Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, bagi-Mu, Allah Bapa yang mahakuasa,
dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan, sepanjang
segala masa“ dan umat menjawab “Amin” ( Ernest, 2008: 152).
3) Komuni
a) Bapa Kami
Doa “Bapa kami” termasuk dalam ritus persiapan perjamuan Tuhan atau
komuni. Dalam PUMR menyatakan: “Dalam doa Tuhan, Bapa Kami, umat
beriman memohon rezeki sehari-hari. Bagi umat kristen rezeki sehari-hari ini
terutama adalah roti Ekaristi. Imam mengajak jemaat untuk berdoa, dan seluruh
umat beriman membawakan doa Bapa Kami bersama-sama dengan imam“
(PUMR, 81).
59
Dalam doa Bapa Kami bagian pertama adalah kepentingan Allah yang
menjadi fokus perhatian, dalam bagian kedua kepentingan manusia, termasuk doa
untuk rejeki pada hari ini” pengampunan dosa’ sebagai syarat untuk mendekati
Allah, perlindungan terhadap godaan dan pembaharuan terhadap yang jahat
sebagai persiapan untuk menyambut Kristus dalam komuni.
b) Doa Damai (Salam damai)
Lewat doa damai, Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja itu
sendiri serta seluruh umat manusia, “Damai-Ku Kutinggalkan bagimu. Damai-Ku
Kuberikan kepadamu” (Yoh,14: 27). Damai diungkapkan dengan melihat keadaan
hidup umat manusia yang hidup rukun dengan alam, dengan sesama dan dengan
Allah sendiri sehingga dengan suasana hati yang damai, tenang umat beriman
dapat menyatukan diri dengan Tuhan dan sesama dengan saling mengungkapkan
atau memberi salam damai kepada sesama sebelum menyambut tubuh dan darah
Kristus (Ernest, 2008: 163).
c) Pemecahan Roti - lagu Anak Domba Allah
Ritus pemecahan roti banyak menggunakan simbol. Sebagaimana dibuat
Yesus dalam perjamuan malam terakhir, sebelum dibagikan-bagikan roti suci itu
dipecah-pecahkan agar bisa diterima dan disantap oleh umat beriman karena roti
yang digunakan berukuran besar.
Dalam PUMR menyatakan: “Di zaman para rasul perayaan Ekaristi disebut
pemecahan roti, sebab kegiatan pemecahan roti itu melambangkan dengan jelas
dan nyata, bahwa semua bersatu dalam roti yang sama. Selain itu, dilambangkan
juga cinta persaudaraan, sebab roti yang satu dan sama itu dipecah-pecahkan dan
60
dibagikan di antara saudara-saudara seiman” (PUMR, 2002: 321).
Dengan pemecahan roti dan makan dari roti yang satu dan sama itu
melambangkan kesatuan umat dengan Kristus sendiri seperti apa kata St. Paulus
“Bukankah roti yang dipecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh
Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita sekalipun banyak, adalah satu tubuh,
karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu“ (1 Kor 10: 16-17).
Dengan pemecahan roti yang dilakukan oleh Yesus bersama para murid-Nya
pada peristiwa malam terakhir melambangkan kesatuan umat beriman dengan
Kristus sendiri yang dirayakan dalam perayaan Ekaristi. Maka pemecahan roti
diiringi dengan nyanyian atau doa “ Anak domba Allah yang menghapus dosa
dunia”.
Sebelum memasuki komuni, imam dan umat mengadakan doa persiapan
komuni dalam hati untuk mengenangkan penebusan Yesus Kristus serta mohon
berkat Tuhan agar berkat Tubuh dan Darah Kristus dianugerahkan pembebasan
dari kejahatan dan kesetiaan pada perintah Tuhan, sehingga dengan penerimaan
komuni umat ikut disatukan dalam perjamuan surgawi (Martasudjita, 2005: 206).
d) Penerimaan Komuni
Komuni merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari doa syukur
agung dimana dalam komuni umat dipersatukan dengan Kristus sendiri melalui
perjamuan Ekaristi “Siapa yang makan daging-Ku dan minum darah-Ku, tinggal
di dalam Aku dan Aku di dalam dia“ ( Yoh 6: 56 ). Kesatuan dan persatuan umat
beriman dengan Kristus terjadi dalam perayaan Ekaristi dengan menyantap Tubuh
dan darah Kristus dalam rupa roti dan anggur. Penerimaan komuni merupakan
61
saat umat mengalami kesatuan dan persatuan dengan Tuhan sendiri, sehingga
makna dari persatuan dan kesatuan umat dengan Kristus tidak hanya menyambut
tubuh dan darah Kristus tetapi juga dengan berpartisipasi dalam seluruh karya
penebusan Kristus yang dikenangkan dalam doa syukur Agung (Martasudjita,
2005: 198).
Komuni umat merupakan saat yang suci, penting dan agung. Melalui
komuni, umat berpartisipasi dalam peristiwa penebusan Kristus yang dikenangkan
dalam doa syukur Agung. Ikut berpartisipasi itu diungkapkan dengan menjawab
“Amin“ pada waktu menyambut komuni. Seluruh hati dan pikiran tertuju kepada
Allah yang telah merelakan diri-Nya untuk menjadi makanan dan minuman
rohani.
e) Saat Hening-Madah Syukur sesudah Komuni
Setelah penerimaan komuni selesai, sebaiknya umat diberi kesempatan
untuk hening yang cukup sehingga mempunyai waktu dan suasana yang tenang
untuk berdoa secara pribadi. Suasana yang serba terisi dengan musik dan
nyanyian, terkadang tidak mendukung umat untuk masuk dalam keheningan
meskipun keheningan sendiri tidak pertama-pertama ditentukan oleh suasana yang
sunyi. Dalam PUMR juga ditegaskan bahwa “sesudah pembagian Tubuh dan
Darah Kristus selesai, sebaiknya imam dan umat berdoa sejenak dalam
keheningan” namun PUMR juga menegaskan lebih lanjut bahwa “bisa dilagukan
madah syukur atau nyanyian, pujian, atau didoakan mazmur, oleh seluruh jemaat”
(PUMR, 88).
Sesudah komuni umat diberikan kesempatan beberapa menit untuk hening.
62
Inilah saat permenungan, suatu saat doa tanpa kata. Dimana umat membiarkan
Allah berbicara dalam diri sesuai dengan kehendak-Nya. Maka saat-saat semacam
ini, umat belajar untuk mendengarkan Allah di dalam keheningan sehingga
mampu untuk melakukan apa yang dihendaki oleh Allah (Ernest, 2008: 189).
f) Doa Sesudah Komuni
Doa sesudah komuni merupakan doa yang menutup atau mengakhiri seluruh
rangkaian Perayaan Ekaristi yang didoakan oleh imam. Isi doa sesudah komuni
mengungkapkan rasa syukur atas rahmat Allah yang telah rayakan, diterima dan
dialami dalam perayaan Ekaristi dan sekaligus memohon berkat untuk semakin
bertekun dalam tugas perutusan serta diperkenankan menikmati perjamuan
surgawi (Martasudjita, 2005: 211).
d. Ritus Penutup
Ritus penutup berfungsi untuk mengakhiri seluruh rangkaian perayaan
Ekaristi dan sekaligus mengantar umat beriman untuk kembali kepada perjuangan
hidup sehari-hari dan menjalankan tugas perutusan di tengah dunia. Inti ritus
penutup antara lain: berkat penutup dan perutusan namun sebelum menerima
berkat penutup disampaikan pengumuman.
1) Pengumuman
Sebelum berkat dan pengutusan, dibacakan pengumuman. Mengenai apa
yang disampaikan dalam pengumuman merupakan perantara antara perayaan
Ekaristi dan kehidupan umat sehari-hari sesudah mereka merayakan Ekaristi. Dan
63
hendaknya apa yang disampaikan dalam pengumuman itu singkat dan jelas
sehingga tidak terlalu banyak menghabiskan waktu.
2) Berkat Penutup
Pada bagian berkat penutup imam memberkati seluruh umat beriman yang
hadir dalam perayaan Ekaristi sehingga dengan menerima berkat, umat dianugrahi
kesatuan hidup melalui persekutuan dengan Allah Tritunggal sebagai sumber dan
tujuan seluruh hidup manusia dan alam semesta sehingga dengan berkat Tuhan
memungkinkan umat mampu melaksanakan tugas perutusan seperti apa yang
diterima dalam Ekaristi kudus.
3) Pengutusan
Pada bagian pengutusan imam mengutus seluruh umat dengan ungkapan
“Pergilah kalian diutus“ atau “Marilah pergi kita diutus“ umat menjawab “Amin“
atau “syukur kepada Allah“ dengan jawaban itu, umat siap untuk melakukan tugas
perutusan yang diterima dari Allah sendiri.
4) Lagu penutup
Setelah pengutusan, imam mencium altar sebagai tanda penghormatan
kepada Kristus yang hadir dalam perayaan Ekaristi, dengan diringi lagu penutup
untuk menghantar imam dan para petugas lainnya keluar dari panti imam.
64
B. Penelitian tentang Peranan Ekaristi dalam meningkatkan hidup rohani
para suster Putri Reinha Rosari.
Pokok permasalahan yang mau diangkat dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pemahaman para suster akan peranan Ekaristi dalam
kehidupan sebagai perayaan keselamatan. Dari pengalaman pribadi maupun
kebersamaan sebagai anggota kongregasi penulis melihat dan mengalami bahwa
kesadaran akan pentingnya perayaan Ekaristi sebagai perayaan keselamatan
maupun sebagai kekuatan rohani dalam hidup masih mengalami berbagai macam
kesulitan, terkadang perayaan Ekaristi dianggap sebagai rutinitas atau kewajiban.
Merayakan Ekaristi berarti merayakan syukur atas karya keselamatan
Allah, yang terjadi dalam wafat dan kebangkitan Kristus selain itu Ekaristi juga
dipahami sebagai kenangan akan perjamuan Terakhir yang diadakan Yesus
bersama para murid-Nya(Prasetiya, 2006:160). Maka sebagai orang beriman
maupun sebagai pribadi yang terpanggil diharapkan mampu memahami perayaan
Ekaristi sebagai perayaan keselamatan. Yesus telah menyerahkan hidup-Nya
menjadi makanan melalui tubuh dan darah-Nya demi keselamatan umat manusia
Pada bagian ini penulis mengadakan suatu penelitian tentang peranan
Ekaristi bagi perkembangan hidup para suster PRR khususnya di wilayah Jawa.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pemahaman para suster
akan peranan Ekaristi demi meningkatkan hidup rohani. Dengan penelitian ini,
penulis mengetahui pemahaman para suster tentang peranan Ekaristi dalam
kehidupan setiap hari, maka penulis bersama para suster dapat bekerjasama
menemukan permasalahan atau hambatan yang dialami sehingga dapat
65
menemukan suatu upaya pembinaan yang dapat membantu para suster dalam
peningkatan hidup rohani sebagai religius melalui persatuan dengan Kristus
sendiri yang hadir dalam perayaan Ekaristi.
1. Tujuan Penelitian.
a. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman para suster tentang arti dan makna
perayaan Ekaristi?
b. Untuk mengetahui langkah-langkah yang perlu diusahakan dalam mencapai
kematangan hidup rohani?
c. Untuk mengetahui seberapa besar usaha yang dilakukan para suster dalam
meningkatkan hidup rohaninya?
2. Rumusan Permasalahan
Adapun rumusan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana pemahaman para suster tentang arti dan makna perayaan
Ekaristi?
b. Langkah-langkah manakah yang perlu diusahakan dalam mencapai
kematangan hidup rohani?
c. Seberapa besar usaha yang dilakukan para suster dalam meningkatkan hidup
rohaninya?
66
3. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yakni
dengan penelitian melalui wawancara dengan panduan beberapa pertanyaan
penuntun
4. Instrumen Penelitian.
Instrumen sebagai alat pengumpulan data yang harus dirancang dan dibuat
sedemikian rupa sehingga menghasilkan data empiris apa adanya (Sudjana &
Ibrahim, 2004:97). Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen
wawancara dengan maksud untuk mendapatkan informasi secara langsung kepada
responden yang diwawancarai yaitu para suster PRR
5. Tempat dan Waktu Penelitian.
a. Tempat.
Penelitian ini dilaksanakan di Komunitas Yogyakarta dan Komunitas
Cimanggis Jakarta. Khususnya para suster yang berkarya di Wilayah
Jawa.
b. Waktu.
Penelitian dilaksanakan pada tangggal 13 Mei 2009 di Komunitas
Yogyakarta dan tanggal 22 Mei 2009 di Komunitas Cimanggis.
6. Responden Penelitian
Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah para suster PRR
67
yang berkarya di Wilayah Jawa. Untuk menentukan responden penelitian perlu
diketahui terlebih dahulu perbedaan populasi atau sampel. Populasi adalah seluruh
penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki sedangkan sampel adalah sejumlah
penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi (Sutrisno,2000:182).
Jumlah suster yang berkarya di Wilayah Jawa ada 109 suster (Katalog PRR,
2010) Untuk jumlah responden yang diwawancarai ditentukan 30 suster dengan
pertimbangan bahwa data yang didapat dari responden dianggap telah memadai
maka jumlah responden dibatasi pada jumlah tersebut. Pengambilan sample
menggunakan teknik purposive sampling ( sample bertujuan) karena berorentasi
pada prinsip kualitas atau kecukupan informasi dan data
7. Variabel yang diteliti.
Ada dua variabel yang diteliti dalam penelitian ini yakni: Peranan Ekaristi
dan hidup rohani. Menurut Sudjana, Variabel adalah ciri atau karakteristik dari
individu, obyek, peristiwa yang nilainya berubah-ubah (Sudjana:11). Variabel
merupakan suatu dimensi konsep yang dapat diukur yang mempunyai nilai atau
lebih (Dapiyanta, 2004:29) Variabel yang dikaji dalam penelitian ini mengenai
peranan Ekaristi demi meningkatkan hidup rohani bagi para suster PRR.
Tabel 1
Variabel penelitian peranan Ekaristi dalam meningkatkan hidup rohani
para suster PRR di Wilayah Jawa (N=30)
No Variabel No. Soal Jumlah
68
1 Peranan Ekaristi 1,2,3,5,6,7,8 7
2 Hidup Rohani 4,9,10,11,12. 5
Jumlah 12
8. Laporan dan pembahasan hasil penelitian
Pada bagian ini dibahas laporan hasil penelitian dan pembahasan yang
akan disajikan secara berurutan dengan bertitik tolak pada tabel 1
a). Responden
Jumlah responden yang diwawancarai ada 15 suster yang sudah berkaul dan
15 suster yang berkaul sementara sehingga jumlah secara keseluruhan ada 30
suster.
Tabel 2: Identitas Responden (N=30)
Keterangan Jumlah Prosentasi
Suster yang berkaul kekal 15 100%
Suster yang berkaul sementara 15 100%
Jumlah 30 100%
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah total responden yang
diwawancarai ada 30 suster. Suster yang sudah berkaul kekal berjumlah 15 suster
(100%), sedangkan suster yang berkaul sementara ada 15 suster (100%).
Dalam proses pelaksanaan, ada 18 responden yang diwawancarai di
komunitas Yogyakarta dan ada 12 responden yang diwawancarai di Komunitas
Cimanggis Jakarta.
69
b). Pemahaman para suster akan Peranan Ekaristi.
Untuk mengetahui bagaimana pemahaman para suster akan peranan
Ekaristi maka pada bagian tabel 3, penulis melaporkan jawaban responden dari
hasil penelitian yang sudah dirangkum.
Tabel 3: Peranan Ekaristi ( N=30)
No Pernyataan Alternatif jawaban Jumlah %
(1) (2) (3) (4) 1. Yang mendorong Suster
untuk selalu mengikuti
perayaan Ekaristi.
• Sebagai kebutuhan
pokok.
• Sebagai kekuatan
rohani.
• Terkadang
dianggap sebagai
suatu rutinitas atau
kewajiban.
12
10
24
39,99%
33,33%
79,99%
2. Makna perayaan Ekaristi
bagi hidup Suster
• Mampu dan tabah
menghadapi berbagai
kesulitan dalam
hidup
• Menyadari kehadiran
Allah yang nyata
dalam hidup
bersama dengan
orang lain
• Sebagai kekuatan
dalam menjalani
25
15
21
83,33%
49,99%
69,99%
70
tugas pelayanan.
3. Suasana perayaan Ekaristi
dalam Komunitas Suster.
• Cukup hikmat yang
didahului dengan
persiapan diri, tata
ruang, lagu-lagu.
• Cukup hening dan
sacral.
15
9
49,99%
29,99%
4. Suasana perayaan Ekaristi
dalam Komunitas membantu
Suster untuk berkembang
dalam hidup rohani
• Cukup membantu
namun perlu
diusahakan secara
terus-menerus.
Mengapa
• Karena suasana yang
tenang, dapat
membantu untuk
berkonsentrasi
dengan baik
25
83,33%
5. Keterlibatan dalam perayaan
Ekaristi komunitas, baik itu
dalam mengungkapkan doa-
doa secara spontan maupun
keterlibatan dalam nyanyian
• Aktif dalam doa
dan nyanyian
• Terlibat dalam doa
spontan
• Sebagai lektor
6
11
3
19,99%
36,66%
9,99%
6. Cara mewujudkan sikap
persatuan dalam
kebersamaan di komunitas.
• Makan bersama.
• Rekreasi, merasul
• Menyelesaikan
12
12
39,99%
39,99%
71
persoalan secara
bersama
• Menghargai,
mendengarkan,
saling melayani,
mengasihi,
memaafkan
• Hadir dalam acara-
acara kebersamaan
• Membahagiakan
sesama pada hari
ulang tahunnya.
• Saling mendoakan.
2
12
7
10
6
6,66%
39,99%
23,33%
33,33%
19,99%
7. Pernah merasa jenuh dalam
mengikuti perayaan Ekaristi
• Terkadang merasa
jenuh, mengantuk,
tidak ada persiapan
• Beban tugas yang
terlalu berat
membuat tidak
konsentrasi
• Dirasa sebagai suatu
rutinitas/ kewajiban.
23
24
26
76,66%
79,99%
86,66%
8. Hambatan-hambatan yang
dialami dalam mengikuti
perayaan Ekaristi
a. Dari dalam diri
• Beban tugas
terlalu berat
• Dirasa sebagai
suatu rutinitas
• Kurang
menghadirkan diri
26
30
86,66%
100%
72
sepenuhnya dalam
perayaan Ekaristi
• Mudah reaksi
kalau ada
kekeliruan dalam
perayaan.
• Kurang bertahan
pada sikap liturgy
yang baik.
• Terkadang
dikejar-kejar
waktu
b.Dari luar diri.
• Rasa bosan bila
suster tidak punya
persiapan liturgy
yang baik.
• Pemahaman
tentang
pengetahuan
liturgi sangat
kurang.
• Budaya instan
mulai merasuki
kehidupan
sehingga
ketahanan dalam
ber-Ekaristi
semakin melemah.
20
8
5
10
15
26
24
26
66,66%
26,66%
16,66%
33,33%
49,99%
86,66%
79,99%
86,66%
73
Hasil penelitian tentang peranan Ekaristi berdasarkan tabel 3 di atas bahwa
dari 30 responden item 1, ada 12 responden yang menyatakan bahwa mengikuti
perayaan Ekaristi sebagai kebutuhan pokok (39,99%). Ada 10 responden yang
menyatakan Ekaristi sebagai kekuatan rohani. Dan ada 24 responden yang
menyatakan bahwa mengikuti perayaan Ekaristi terkadang hanya sebagai rutinitas
atau kewajiban.
Pada item 2, cukup banyak responden yakni 25 suster (83,33%) yang
menyatakan bahwa makna perayaan Ekaristi memampukan dalam menghadapi
berbagai kesulitan hidup, 15 responden (49,99%) menyatakan bahwa Ekaristi
dapat membantu menyadari kehadiran Allah yang nyata dalam hidup bersama
dengan orang lain, dan 21 responden (69,99%) menyatakan bahwa makna Ekaristi
sebagai kekuatan dalam menjalani tugas pelayanan.
Tabel 4: Hidup Rohani ( N=30)
No Pertanyaan Alternatif jawaban Jumlah %
(1) (2) (3) (4) 4. Suasana perayaan
Ekaristi dalam
Komunitas membantu
Suster untuk
berkembang dalam
hidup rohani sebagai
seorang religius PRR
• Cukup membantu
namun perlu
diusahakan secara
terus-menerus.
Mengapa
• Karena suasana yang
tenang, dapat
membantu untuk
berkonsentrasi dengan
baik
25
83,33%
74
9. Usaha Suster dalam
mengatasi hambatan-
hambatan
a. Diri sendiri.
• Menyiapkan diri
dengan berdoa, dan
hening
• Berusaha mengikuti
perayaan Ekaristi
walaupun ada
perasaan jenuh.
• Membangun
kesadaran dalam
diri.
• Membuat intensi
pribadi.
b. Dari luar.
• Mengajak petugas
liturgy untuk selalu
menyiapkan diri
dengan baik.
6
5
4
4
11
19,99%
16,66%
13,33%
13,33%
36,66%
10. Usaha-usaha yang
dilakukan agar suasana
perayaan Ekaristi
dalam komunitas bisa
membantu
mengembangkan hidup
rohani
• Selalu mengarahkan
anggota untuk
menyiapkan liturgy
dengan baik.
• Melatih lagu-lagu
misa.
• Pengolahan hidup
secara terus menerus.
3
7
5
9,99%
23,33%
16,66%
11. Selain perayaan
Ekaristi, cara-cara lain
• Brevir, rosario
• Meditasi/Kontemplasi
30 100%
75
yang membantu dalam
mengembangkan hidup
rohani
• Sharing bersama
• Bacaan rohani, jalan
salib.
• Setia menerima
sakramen tobat.
12
11
7
15
39,99%
36,66%
23,33%
49,99%
12. Usul saran bagi
anggota Kongregasi
agar suasana perayaan
Ekaristi dalam
Komunitas semakin
bermakna bagi
perkembangan hidup
rohani
• Perlu pendalaman
tentang pengetahuan
liturgi Ekaristi
• Bacaan, lagu-lagu
misa dan doa
permohonan, serta
kapela supaya
disiapkan.
23
20
76,66%
66,66%
Berdasarkan tabel 4 di atas, pada item no 4 dari 30 responden, ada 25 suster
(83,33%) yang menyatakan bahwa suasana perayaan Ekaristi cukup membantu
namun perlu diusahakan secara terus menerus sehingga pada item 12 ada 23
responden (76,66%) yang mengusulkan perlunya pendalaman tentang
pengetahuan liturgi Ekaristi bagi setiap anggota dan 20 responden (66,66%)
menyatakan perlu persiapan, baik itu bacaan, lagu-lagu, doa permohonan, maupun
kapela untuk membantu suasana sakralnya perayaan Ekaristi.
C. Peningkatan Hidup Rohani Melalui Perayaan Ekaristi
Hidup rohani merupakan salah satu aspek kehidupan manusia karena hidup
rohani mampu membentuk seorang pribadi yang kuat dan dewasa dalam iman.
76
Sebagai orang kristen perlulah menyadari bahwa dari waktu ke waktu kehidupan
rohani harus bertumbuh, semakin lama semakin mencapai kesempurnaan karena
hidup rohani merupakan suatu proses yang diperjuangkan secara terus menerus.
Sehubungan dengan kebutuhan hidup rohani maka para suster PRR diajak untuk
semakin memiliki kedewasaan hidup rohani sebagai seorang religius PRR yang
dewasa dan matang dalam iman. Maka melalui perayaan Ekaristi yang dirayakan
setiap hari baik itu dalam komunitas maupun bersama umat di gereja sungguh
membawa pembaharuan dalam diri setiap anggota yang mengarah kepada
kedewasaan hidup maka persatuan dengan Kristus dalam perayaan Ekaristi
mampu membentuk pribadi matang dalam hidup rohani ( Nouwen, 2008:158).
Sebagai seorang religius PRR yang terpanggil secara khusus demi
pelayanan karya misi Gereja di tengah dunia, perlu memiliki kerohanian yang
kuat dan berakar pada kesatuan dengan Allah sendiri melalui perayaan Ekaristi.
Maka untuk mencapai itu para suster diharapkan berani membuka diri untuk
menerima rahmat Allah melalui perayaan Ekaristi untuk dimampukan dalam
hidup sebagai seorang religius. Perayaan Ekaristi sebagai puncak dari seluruh
kehidupan umat beriman juga menjadi puncak kehidupan rohani para Suster,
dengan kekuatan rohani itu, para suster semakin mampu memahami bahwa
bersatu dengan Kristus dalam komuni kudus memberi kekuatan baru untuk bisa
menjalani kehidupan harian (Konstitusi PRR: 173)
Hidup rohani adalah hidup yang pada dasarnya merupakan dialog terus
menerus antara Allah dengan manusia secara pribadi. Suatu dialog akan terjadi
bila kedua belah pihak saling menanggapi terutama dari pihak manusia, karena
77
bagi Allah walaupun manusia tidak mengindahkan kehadiran-Nya, Dia tetap setia
menanti tanggapan dari manusia. Maka dalam hal ini sangat membutuhkan
tanggapan, kemauan dan niat dari manusia itu sendiri untuk selalu berdialog
dengan Tuhan (Darminta, 2007: 9). Menanggapi kehadiran Allah melalui dialog
merupakan awal kedekatan manusia dengan Allah, dimana di dalamnya terjalin
relasi yang mendalam sehingga iman akan Yesus Kristus semakin berkembang.
Hidup rohani dapat dikatakan sebagai hidup yang dikomunikasikan dengan Allah,
tetapi lebih dilihat dari segi kegiatan-kegiatan rohani yang dilakukan setiap hari
dalam perjalanan hidup umat beriman.
1. Hidup Doa
Doa pada dasarnya berarti mengangkat hati, mengarahkan hati kepada
Tuhan, menyatakan diri sebagai anak Allah dan mengakui Allah sebagai Bapa.
Doa pertama-tama adalah suatu pernyataan iman di hadapan Allah maka doa tidak
pernah dilepaskan dari kehidupan sehari-hari dan dari hidup bersama dengan
orang lain (Iman Katolik, 1996: 194). Para suster Putri Reinha Rosari sebagai
orang religius mempunyai tradisi doa dan jadwal doa, maka diharapkan untuk
setia dalam kehidupan doanya sebagai seorang religius.
Doa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan orang Kristen.
Yesus telah menunjukkan suatu teladan doa yang baik, dimana dalam kesibukkan
apapun Yesus berusaha meluangkan waktu untuk berdoa memohon kekuatan dari
Bapa-Nya entah itu pada malam hari setelah bekerja keras seharian (Mat 14: 23)
maupun pagi-pagi sekali sebelum fajar menyingsing, Yesus bangun dan mencari
78
tempat yang sunyi untuk berdoa (Mrk 1: 35). Doa selain untuk menjalin relasi
pribadi yang mesra dengan Bapa, juga mengawali setiap saat penting di dalam
kehidupan Yesus seperti: ketika permulaan karya-Nya di depan umum setelah
pembaptisan di sungai Yordan, sebelum memilih kedua belas murid-Nya, waktu
perubahan rupa di atas gunung (Luk 3:21, 6:21, 9:29, 11:1). Yesus berdoa untuk
para murid, khususnya untuk Petrus sebelum menghadapi pencobaan besar; ketika
di taman Getsemani dalam kegelisahan-Nya, Yesus mengajak para murid-Nya
berdoa dan berjaga-jaga. Nampak dalam doa Bapa kami yang diajarkan Yesus
kepada para murid-Nya, “Bapa kami yang ada di Surga” Para murid diajak
mengarahkan diri dan berseru kepada Bapa mereka satu-satunya (Mat 23: 9)
dengan menyebut Allah sebagai Bapa Abba, Yesus mau menunjukkan adanya
hubungan yang amat dekat, akrab dan khas antara diri-Nya dengan Allah (Iman
Katolik, 1996: 202).
Dalam perayaan Ekaristi didahului dengan ungkapan awal “atas petunjuk
penyelamat kita maka beranilah kita berdoa” dengan mengajarkan doa ini kepada
para murid, Yesus mengundang mereka masuk ke dalam hubungan dengan Allah
yang sama, dengan menyapa Allah sebagai Bapa, para murid menyatakan
keyakinan dan harapan mereka bahwa Bapa selalu memberikan perhatian penuh
kepada anak-anak-Nya (Iman Katolik, 1996: 203).
Bagi Yesus doa merupakan prioritas, walaupun sesungguhnya dalam
seluruh kehidupan Yesus sudah bersatu secara terus menerus dengan Bapa-Nya
tetapi Yesus tetap memberikan waktu-Nya untuk berdoa. Maka para suster PRR
pun diajak untuk meneladani semangat doa Yesus sendiri untuk semakin bersatu
79
dengan Yesus dalam seluruh kehidupan sebagai seorang religius. Para suster
berusaha memberi waktu, tetap setia dan tekun di dalam doa, apabila mengalami
kekeringan, itu merupakan tanda baik, karena Tuhan ingin membawa orang untuk
masuk ke dalam doa yang lebih dalam. Maka kesetiaan serta ketekunan dalam
hidup doa sangat dibutuhkan, sebagai seorang yang terpanggil, para suster
diharapkan untuk tekun dan setia dalam hidup doa, bersatu dengan Kristus sendiri
dalam perayaan Ekaristi karena Kristuslah yang menjadi kekuatan dan
memampukan para suster untuk tetap bertahan dalam hidup sebagai seorang
religius.
Sikap doa keheningan batin, terbuka, jujur di hadapan Tuhan, kejernihan
budi dan pikiran mendalami sabda-Nya, kesetiaan dalam doa-doa harian
walaupun kadang tidak mengalami sesuatu yang “istimewa“ dalam berdoa.
Namun doa sebagai tempat mempersembahkan diri kepada Allah dan
berkomunikasi dengan-Nya, bercakap-cakap dengan-Nya, walaupun penuh
dengan kelemahan dan dosa, merasa tidak sempurna, beban tugas yang
dipercayakan oleh Kongregasi, namun tetap percaya bahwa Tuhan selalu
mendampingi. Itu sebabnya doa adalah soal iman dan kesetiaan untuk selalu
percaya bahwa Tuhan dekat dan selalu mendamping dalam setiap peristiwa hidup.
Dalam hidup nyata perjumpaan dengan Tuhan dalam diri sesama dan dalam
setiap peristiwa hidup serta kesibukan karya pelayanan sebagaimana para suster
bertemu dengan Tuhan dalam perayaan Ekaristi, sabda, doa serta meditasi.
Pertemuan ini merupakan tantangan yang terus menerus membawa kepada
pertobatan dan pembaharuan sikap hidup. Kedekatan dengan Allah membawa
80
kegembiraan dalam hidup dan memungkinkan mengikuti Dia melalui salib-salib
dan derita hidup setiap hari. Menjadi serupa dengan Dia dalam pengosongan diri
bahkan dalam kematian-Nya, dan melalui kekuatan kebangkitan-Nya masuk
dalam kemuliaan-Nya (Konstitusi PRR, 1987: 171).
Setiap pribadi mempunyai usaha dan perjuangannya masing-masing dalam
membina relasi dengan Tuhan dan sesama namun akan semakin lebih baik kalau
pribadi itu sendiri semakin memperkaya diri dengan beberapa sumber pokok yang
dapat membantu mengolah dan memperkembangkan hidup rohaninya (Darminta,
2007: 8), beberapa sumber pokok antara lain seperti:
a. Pengalaman pribadi seseorang
Pengalaman pribadi seseorang dianggap penting karena merupakan
pengalaman hidup rohani yang konkrit yang secara langsung bisa diolah dan
dipahami oleh manusia itu sendiri. Dari pengalaman itulah seseorang bisa melihat
dan mengolah hidupnya sehingga hidup rohani baru bisa berarti dan dapat
dirasakan bila itu sungguh merupakan pengalaman rohani. Orang baru dapat
merasakan apa makna kontemplasi, bila dipraktekan cara kontemplasi itu, dari
usaha itulah orang baru dapat mengerti dan merasakan makna kesukaran-
kesukaran hidup rohani yang harus diperjuangkan untuk dapat menuju pada
kesempurnaan hidup (Darminta, 2007: 14).
b. Kitab suci
Ketekunan seseorang membaca dan merenungkan bacaan kitab Suci akan
81
sangat membantu untuk bisa menemukan kekayaan imannya. Para suster dapat
menemukan pengalaman-pengalaman rohani yang patut dipercaya dan diteladani,
seperti pengalaman para nabi dan terlebih dalam Kitab Suci perjanjian baru dapat
diikuti dan direnungkan teladan dan semangat hidup Yesus, Bunda Maria dan
orang-orang kudus lainnya. Kitab suci merupakan sabda Allah yang mengundang
siapa saja khusunya para suster untuk dapat berdialog dengan Tuhan, dengan
demikian dialog itu mampu membangkitkan semangat rohani untuk selalu
berelasi dengan Tuhan yang adalah tujuan hidup sebagai umat beriman (Kis 1: 1;
Yoh, 3:21) hidup rohani lahir dari perjumpaan antara Allah, yang
mengkomunikasikan hidup-Nya kepada manusia dan manusia secara aktif
menerima tawaran Allah itu sendiri (Darminta, 2007: 17).
Konstitusi Kongregasi menegaskan bahwa “Hendaknya para suster
menggunakan cukup waktu setiap hari untuk membaca dan merenungkan Kitab
Suci karena dengan merenungkan Kitab Suci para suster mempersilahkan sabda
Tuhan membentuk hati dan hidup untuk semakin bersatu dengan Allah sendiri
(Konstitusi PRR, 1987: 176.1). Dengan membaca dan merenungkan Kitab Suci
para suster mampu membuka hati untuk karya Roh Kudus yang membantu untuk
meresapkan sabda Allah, merenungkan dan menjadikan itu sebagai milik
sehingga mampu mewartakan sabda Allah itu kepada sesama.
c. Bacaan Rohani
Bacaan rohani juga merupakan salah satu sumber hidup rohani. Tulisan-
tulisan dalam bacaan rohani sangat inspiratif dan menarik baik itu pengalaman
82
yang dialami oleh pengarang sendiri maupun pengalaman orang lain yang
membantu untuk memperkembangkan hidup rohaninya (Darminta, 2007: 19).
Banyak orang yang mempunyai pengalaman rohani mendalam menuliskan
pengalamannya itu di dalam sebuah karangan atau sebuah buku. Oleh sebab itu
banyak buku sungguh bermutu menyimpan pengalaman-pengalaman rohani yang
sangat berharga. Orang dapat belajar banyak karena bacaan-bacaan banyak
mengandung nilai pendidikan, bacaan dapat dipakai oleh roh kudus untuk
menyalurkan bimbingannya, sehingga dengan banyak membaca para suster
semakin terbantu untuk menata kehidupan rohani agar semakin lebih baik.
(Harjawiyata, 1978: 82).
d. Doa rosario
Sebagai Kongregasi religius yang berasal dari iman umat para suster
menyatu dengan Bunda Maria dalam devosi doa rosario sebagai Kharisma dan
spiritualitas Kongregasi. Menyatu dengan Bunda Maria secara terus menerus
merenungkan hidup dan perutusan Yesus bersama Bunda Maria, para suster
semakin berani mewartakan Yesus dengan mendoakan doa rosario setiap hari
seturut tradisi Gereja. Seperti apa yang dikatakan dalam kitab hukum kanonik
bahwa “Memelihara devosi khusus kepada Santa perawan Bunda Allah, teladan
dan pelindung segenap hidup Bakti dengan berdoa rosario (KHK, 662.4).
Kongregasi PRR menghayati dan menempatkan rosario sebagai doa dan
pengembangan hidup rohani. Dengan berdoa rosario para suster dihantar kepada
ke kedalaman iman seperti Bunda Maria. Bersama Maria para suster terus
83
menerus merenungkan misteri hidup Yesus dan memuliakan Allah dalam nama
Yesus Kristus Putra-Nya. Dengan terus menerus berdoa rosario sambil
merenungkan hidup Yesus maka para suster memiliki sikap kontemplasi seperti
Maria yang senantiasa menyatu dengan Putra-Nya dalam tugas perutusannya
sebagai Bunda Gereja..
Paus Yohanes Paulus II dalam Ecclesia De Eusharistia menegaskan bahwa
“ Maria adalah “Wanita Ekaristi” dalam seluruh hidupnya (EE:52). Dalam
Ekaristi, Gereja bersama dengan Kristus dan kurban-Nya mengenangkan
semangat Maria “Jiwaku memuliakan Tuhan“ sebagaimana madah Maria ini
pertama dan utama adalah madah pujian dan Syukur. Inilah sikap Ekaristi sejati
yang ditampilkan Maria melalui Madah Magnificatnya “jiwaku memuliakan
Tuhan dan Rohku bersukacita dalam Tuhan juruselamatku”. Maria telah
mengandung Yesus dalam rahim, Maria memuliakan Tuhan lewat Yesus dan juga
memuji Tuhan dalam dan bersama Yesus (EE, 57).
Konstitusi Kongregasi menegaskan bahwa devosi kepada Santa Perawan
Maria sebagai tokoh yang terlibat dalam sejarah keselamatan dunia, menolong
para suster untuk memahami misteri penyelamatan dunia. Maka sangat dianjurkan
para suster disetiap komunitas menghidupkan kebaktian kepada Bunda Maria
dengan berdoa rosario baik secara bersama dalam komunitas maupun pribadi dan
juga bersama umat (Konstitusi PRR, 1987: 175. 1). Dengan ketekunan serta
kesetiaan memelihara devosi kepada Bunda Maria semakin memampukan setiap
anggota untuk tekun dan setia memelihara hidup rohani bersama Bunda Maria.
84
e. Ibadat Harian/Brevir
Doa Offisi atau ibadat harian merupakan doa wajib sebagai seorang religius
sesuai dengan ketentuan yang ada dalam KHK 1174, Maka para suster seharusnya
mendoakan pada pagi dan sore hari. Karena doa-doa mazmur adalah doa Kristus
dan Gereja, maka dengan berkumpul bersama sebagai komunitas diharapkan
untuk mendoakan doa ofisi, Laudes dan vesperae setiap hari.
Tujuan dari ibadat harian adalah pengudusan seluruh hari. Maka pembagian
waktu ibadat hendaknya ditata kembali sedemikian rupa sehingga ibadat-ibadat
sedapat mungkin dilaksanakan pada saat yang tepat, sekaligus juga
diperhitungkan situasi hidup zaman sekarang, terutama bagi mereka yang
bertekun menjalankan karya-karya kerasulan (SC, 88).
f. Adorasi Ekaristi
Adorasi atau pujian kepada Sakramen Mahakudus merupakan praktek
devosi sembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus. Pentakhtaan Sakramen
Mahakudus muncul dalam hubungannya dengan kerinduan umat beriman untuk
memandang Kristus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus (Martasudjita,
2005: 424).
Tujuan dari adorasi kepada Sakramen Mahakudus ialah sembah sujud
kepada Tuhan Yesus Kristus yang hadir dalam Ekaristi dan sekaligus untuk
menyatukan hati dengan Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus (ES, 82).
Akan tetapi harus disadari bahwa puncak kesatuan dengan Tuhan yang hadir
dalam Ekaristi itu pertama-tama terjadi dalam komuni kudus saat perayaan
85
Ekaristi. “ Bilamana kaum beriman menghormati Kristus yang hadir dalam
Sakramen Mahakudus, hendaknya mereka ingat bahwa kehadiran itu bersumber
pada kurban Ekaristi, dan terarah kepada persekutuan baik Sakramental maupun
spirit” (ES, 80).
Dalam Ecclesia De Eucharistia mengungkapkan bahwa “Sembah sujud
Sakramen Mahakudus telah menjadi praktek harian yang penting dan menjadi
sumber kesucian” (EE, 10). Dan “penghormatan terhadap Ekaristi di luar Misa
adalah harta yang tak ternilai untuk hidup Gereja, kehadiran Kristus dalam
Kurban Ekaristi dalam rupa roti suci di simpan sesudah Misa adalah kehadiran
yang bertahan selama terdapat rupa roti dan anggur” (EE,25).
Adorasi Ekaristi disetiap Komunitas mendapat perhatian cukup baik oleh
setiap anggota komunitas. Dimana komunitas menyiapkan waktu khusus untuk
berdoa adorasi, sehingga para suster diajak untuk menggunakan kesempatan ini
dalam suasana hening berada di depan Sakramen Maha Kudus berdoa secara
pribadi maupun bersama. Dalam doa adorasi ini memungkinkan para suster
mengalami pertumbuhan rohani dan semakin beriman secara lebih mendalam
maka dalam suasana hening bersama Yesus yang hadir dalam Sakramen Maha
Kudus, para suster dapat semakin bertumbuh dalam kehidupan rohani sebagai
seorang religius PRR.
2. Hidup Berkomunitas
Komunitas PRR adalah komunitas religius yang bersifat apostolis dimana
anggota bertumbuh dan berkembang dalam iman, harap dan kasih. Dalam hidup
86
berkomunitas perlu membangun relasi yang benar dalam arti bukan sekedar saling
menyenangkan melainkan relasi saling menumbuhkan dan saling memberi
peluang bagi setiap anggota untuk dapat berkembang. Para suster hidup dalam
saling ketergantungan, saling melayani, dan saling membantu. Manusia
diciptakan dengan saling membantu dan puncak dari bantuan itu adalah Ekaristi:
Yesus membagi dirinya demi keselamatan umat manusia, dan dalam perayaan
Ekaristi seluruh umat dipersatukan dalam perayaan Ekaristi dan melalui perayaan
Ekaristi itulah Yesus membagi diri-Nya untuk menjadi makanan dan minuman
rohani bagi umat manusia, model itulah yang diharapkan untuk dikembangkan
dalam hidup bersama. Para suster yang disatukan Tuhan, diharapkan saling
membantu dalam hidup bersama dan menguatkan satu sama lain. Maka
dibutuhkan kerelaan berbagi, berbagi dalam kehidupan yang biasa, dan dalam
hidup rohani yang mendalam. Maka para suster yang disatukan dalam sebuah
komunitas, juga diharapkan mampu membagi diri, memberi diri,
mempersembahkan diri demi kebahagiaan sesama yang hidup bersama dalam
komunitas (Suparno, 2007: 15).
Anjuran apostolis tentang hidup bakti bagi para religius, Paus Yohanes
Paulus II menegaskan bahwa: “Hidup bersaudara dalam arti hidup bersama dalam
cinta kasih merupakan lambang yang jelas bagi persekutuan gerejani” (VC, 42).
Bapa suci menegaskan pula bahwa “Hidup bersaudara memainkan peranan yang
mendasar dalam perjalanan rohani para anggota hidup bakti, baik demi
pembaharuan mereka terus menerus maupun untuk sepenuhnya menjalankan misi
mereka dalam masyarakat” (VC, 45).
87
Konstitusi Kongregasi menegaskan pula bahwa komunitas pertama-tama
harus sungguh merupakan komunitas iman dengan ikatan hidup komunitas yang
paling utama ialah cinta kasih Kristus (Konstitusi PRR, 1987: 155). Hidup dalam
cinta persaudaraan, saling menghargai, melayani satu sama lain akan
memampukan setiap pribadi atau anggota untuk berkembang dalam hidup dan
panggilannya sebagai seorang religius terutama dipupuk cinta persaudaraan dan
persatuan dalam komunitas. Persatuan dalam komunitas berpangkal pada
kehendak Bapa yang mengumpulkan para suster untuk menjalani hidup bersama
dalam komunitas dan memampukan setiap anggota untuk melaksanakan kehendak
Bapa dalam kesaksian hidup setiap hari.
Konsili Vatikan ke II dalam perfectae Caritatis menegaskan pula bahwa
jemaat perdana, ketika golongan kaum beriman hidup sehati dan sejiwa (Kis,4: 2)
hendaknya kehidupan bersama bertekun dalam ajaran Injil, dalam liturgi suci dan
terutama dalam perayaan Ekaristi, dalam doa serta persekutuan semangat hidup
yang sama ( PC: 15). Maka ikatan persaudaraan itu menjadi kuat dan bertahan,
dibutuhkan ketekunan para suster untuk setia dalam kehidupan doa dan bersatu
dengan Kristus sendiri melalui perayaan Ekaristi komunitas
Setiap anggota sebagai seorang religius dipanggil untuk hidup bersama
dalam sebuah komunitas yang anggota-anggotanya berasal dari berbagai daerah
dan kebudayaan disatukan dalam sebuah komunitas kecil untuk menciptakan
suasana persaudaraan sebagai religius PRR. Maka untuk menciptakan suasana
persaudaraan, diharapkan adanya kesatuan hati dalam komunitas. Beberapa hal
yang mendukung suasana kebersamaan itu, antara lain:
88
a. Makan bersama
Perayaan Ekaristi dalam komunitas maupun bersama seluruh umat di
Gereja menjadi sarana pertemuan rohani yang sangat istimewa dalam kehidupan
para suster. Perayaan Ekaristi dalam komunitas merupakan saat-saat penting
dimana para suster selalu bersatu dengan Tuhan sendiri sebagai sumber kekuatan
dalam menciptakan kebersamaan sebagai saudara dan saudari dalam komunitas.
Maka perayaan Ekaristi yang sungguh dipersiapkan dengan baik akan
memberikan kesan mendalam bagi setiap anggota.
Komunitas para rasul ditandai dengan makan bersama nampak pada
peristiwa Kamis Putih, Yesus bersama para murid-Nya menciptakan suasana
persaudaraan, kesatuan sebagai pribadi yang terpanggil dengan makan bersama.
Dengan suasana persaudaraan dalam makan bersama para murid disanggupkan
untuk melaksanakan perintah Baru yaitu saling mengasihi. “makan bersama
adalah tanda persahabatan dan cinta yang menghidupkan rasa komunitas”
(Konstitusi PRR, 9187:164.1). Kebersamaan dalam makan bersama di komunitas
akan sangat terkesan dan menggembirakan, ketika anggotanya saling berbagi
pengalaman dan mengungkapkan apa yang menjadi perjuangan serta pergulatan
dalam hidupnya, saling mendengarkan dan saling memberi perhatian dengan
melayani satu sama lain. Peristiwa semacam inilah yang memungkinkan para
suster mampu menciptakan sebuah komunitas religius yang sungguh membantu
setiap anggota merasa memiliki komunitas dan orang-orang yang hidup bersama
dalam komunitas. “Lihatlah betapa baik dan senangnya tinggal bersama sebagai
saudara“ (Mzm, 133).
89
b. Pertemuan Komunitas
Pertemuan komunitas merupakan saat yang tepat untuk membicarakan hal-
hal penting dalam kehidupan bersama. Saat di mana setiap anggota merasa
dilibatkan untuk berbagi tanggungjawab dan peranan dalam mengambil
keputusan. Pertemuan komunitas sebagai sesuatu yang menyangkut
perkembangan komunitas dan anggotanya dalam bentuk evaluasi bersama atau
koreksi persaudaraan.
Dalam pertemuan komunitas ini para suster dapat saling memberikan
nasihat atau usulan untuk perbaikan bersama, mengadakan dialog bersama antar
anggota. Maka sebagai komunitas religius, para suster berusaha menciptakan
kebersamaan melalui pertemuan komunitas agar anggota-anggota merasa
memiliki komunitasnya dan semakin akrab satu terhadap yang lain sebagai
sesama saudara yang terpanggil.
c. Sharing bersama.
Hidup bersama dalam komunitas akan sangat membantu setiap pribadi
untuk berkembang jika adanya sharing bersama saling membagikan pengalaman
satu dengan yang lain. Berbagai pengalaman suka, duka, kegagalan, kekecewaan
dan keberhasilan dalam karya pelayanan, bakat dan kemampuan yang dimiliki
oleh setiap pribadi, sehingga dengan itu semua anggota merasa diperkaya oleh
karena belajar dari pengalaman hidup sesama yang lain.
Sharing bersama akan pengalaman hidup rohani merupakan kekayaan iman,
Kekayaan rohani sangat memperkaya hidup orang lain juga akan semakin
90
menyuburkan diri sendiri. Sharing pengalaman rohani dapat diberikan lewat
sharing Kitab Suci, Sharing Konstitusi Kongregasi, sharing waktu doa,
mendoakan sesama lewat doa-doa permohonan, melalui acara-acara kebersamaan
semacam ini dapat memberikan peneguhan dan hiburan rohani sesama yang lain
(Riyanto, 2008: 101).
Konstitusi Kongregasi juga menegaskan bahwa setiap komunitas perlu
mengadakan sharing pengalaman tentang hidup dan karya serta pergulatan hidup
kebersamaan dari masing-masing anggota sehingga dengan itu bisa saling
memberikan peneguhan serta pembaharuan hidup secara bersama sebagai suatu
komunitas beriman (Konstitusi PRR, 1987: 179.1).
d. Pengakuan dosa.
Ketika Yesus memulai karya-Nya dengan mewartakan kabar gembira tentang
kedatangan kerajaan Allah, membuat banyak orang bertobat dan percaya
(Mrk,1:15). Demikian pun para suster memerlukan rahmat tobat secara terus-
menerus, agar hidupnya semakin dimurnikan dalam cinta Allah sendiri. Melalui
Sakramen tobat, orang mengalami belas kasihan Allah dan cinta Allah Bapa
melalui Yesus Kristus yang memberikan pengampunan dan damai serta
memulihkan kembali hubungan dengan Allah yang sempat terputus oleh karena
dosa dan kelemahan manusiawi.
Konstitusi Kongregasi menegaskan bahwa meskipun setiap anggota
bertanggungjawab atas perkembangan hidup rohaninya, “pemimpin komunitas
mempunyai tanggungjawab khusus terhadap kehidupan rohani komunitas bila
91
perlu ia dibantu seorang pembimbing rohani yaitu Bapa pengakuan yang tetap
untuk membantu kerohanian para suster” (Kongregasi PRR, 173:1).
e. Meditasi dan refleksi.
Hendaknya para suster mengadakan meditasi pada pagi hari dan refleksi
pada sore hari. Dalam pemeriksaan bathin dan refleksi setiap hari, para suster
diharapkan untuk berefleksi tentang kehdupan dan panggilan, menyadari
kelemahan dan menghidupkan dalam diri semangat tobat serta kemauan untuk
memperbaiki diri (Konstitusi,179).
3. Hidup Karya
Karya adalah tempat dimana para suster bertemu dengan Tuhan dan sesama.
Maka sangat penting dalam karya kerasulan bukan kerja itu sendiri melainkan
bagaimana memberikan kesaksian akan kebaikan Allah, dan bagaimana
membawa Kristus kepada sesama yang dilayani lewat jenis karya tertentu yang
ditangani setiap anggota Kongregasi (Konstitusi PRR, 1987: 113.4).
Hidup para suster bukan pertama-tama pekerjaan yang dilakukan setiap hari
akan tetapi hubungan batin dengan Allah Tritunggal Maha kudus yang terpancar
dalam pelayanan sehingga mereka yang dilayani mengalami kehadiran Allah dan
bertemu dengan Allah yang menyelamatkan.
Karya merupakan sarana kesatuan dengan Kristus sendiri maka untuk
mencapai hal ini para suster harus memiliki sikap kontemplasi dalam aksi
sehingga dengan pelayanan itu para suster mampu menemukan Allah dalam diri
92
orang-orang yang dilayani. Seluruh kegiatan karya kerasulan dan perjumpaan
dengan siapa saja perlu adanya sikap penyerahan diri dalam cinta akan Allah dan
sesama maka melalui sabda dan Sakramen Ekaristi yang diterima para suster
dikuatkan dan mampu bekerja ke arah kesatuan yang sempurna dengan Allah di
mana Allah menjadi segala-galanya dalam tugas pelayanan (Konstitusi, 1989:
107).
Semangat kerasulan Yesus hendaknya menjadi milik para anggota
Kongregasi dalam pelayanan karya kerasulan, Yesus walaupun sibuk dengan
segala tugas pelayanan-Nya Yesus tetap mencari kesempatan untuk berdoa
membina kesatuan dengan Bapa-Nya, maka dibutuhkan suatu kesadaran yang
tinggi bahwa pengabdian yang dijalankan merupakan sarana untuk berkontak dan
bersatu dengan Tuhan. Dengan pengabdian itu para suster semakin bertumbuh
sebagai manusia pendoa, manusia bagi sesama dan sebagai manusia utusan Allah
sendiri (Mrk 1: 21-39). Para suster perlu melihat bahwa karya yang dijalankan
sebagai sumbangan bagi kesuburan kerajaan Allah sehingga dengan pengabdian
yang total kepada Allah mampu merasul melalui pekerjaan apa saja yang
dipercayakan oleh Kongregasi.
Kesatuan dengan Kristus melalui perayaan Ekaristi merupakan inti hidup
Kristiani dan menjadi pokok dan dasar hidup religius. “Aku telah turun dari surga
bukan untuk melakukan kehendak-Ku tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang
telah mengutus Aku“(Yoh, 6: 38). Ekaristi tidak berakhir pada saat komunitas
yang berkumpul menyanyikan ayat terakhir dari lagu penutup misa tetapi
komunitas Ekaristi diutus untuk membawa Ekaristi altar ke dalam Ekaristi dunia
93
dengan kesaksian dan pelayanan (Osborne, 2008: 194).
Maka dengan berakhirnya perayaan Ekaristi yang ditandai dengan sebuah
perutusan “Pergilah kita diutus” seperti para rasul, masing-masing mereka pergi
sesudah perjumpaan dengan Kristus yang bangkit, begitu juga para suster setelah
mengalami perayaan keselamatan dalam Ekaristi, dengan penuh kesadaran bahwa
saat-saat yang dialami bersama dengan Kristus mengingatkan kepada mereka
akan kewajiban dan tanggungjawab yang sama. Tanggungjawab itu harus nampak
dalam hidup, karya dan terutama dalam tugas mempersatukan (2 Kor 5:19) dan
bersatu erat dengan Kristus sendiri (Lukasik, 1991: 124).
4. Hidup Kaul
Kaul adalah suatu persembahan diri atau suatu komitmen seumur hidup
untuk hidup bagi kepentingan kerajaan Allah. Sesuatu yang membedakan awam
dengan religius ialah bahwa religius mempersembahkan diri kepada Tuhan,
dengan cara mengikrarkan kaul kebiaraan untuk hidup menurut nasihat-nasihat
Injil secara radikal. Hidup kaul itu dihayati sebagai karisma demi pelayanan
kerajaan Allah. Dengan kaul sebagai seorang religius para suster mau
memfokuskan diri pada jalan hidup Yesus dalam mewujudkan misi-Nya karena
bagi Yesus itu adalah satu-satunya jalan kebenaran dan hidup (Yoh 1: 1-14).
Paus Yohanes Paulus ke II dalam Vita Consecrata menegaskan bahwa
anggota hidup bakti akan menjadi misionaris terutama dengan tiada hentinya
memperdalam kesadarannya dipanggil dan dipilih oleh Allah. Oleh karena itu
hendaknya ia mengarahkan dan mempersembahkan seluruh hidup dan apa yang
94
ada padanya kepada Allah, dan membebaskan diri dari hambatan-hambatan yang
menghalangi keutuhan jawabannya. Begitulah ia akan menjadi tanda Kristus yang
sejati di dunia (VC, 25).
Para suster PRR adalah orang-orang yang dipanggil secara khusus untuk
membaktikan diri demi pelayanan kerajaan Allah serta kemuliaan Tuhan, maka
para suster hidup dalam ikatan kaul-kaul kebiaraan melalui penghayatan ketiga
nasihat Injil. Kaul-kaul religius sebagai bentuk penyerahan yang total kepada
Allah berdasar dan berakar pada kesetiaan, cinta, kerahiman dan kemurahan Allah
yang menumbuhkan dalam iman, harap dan kasih.
Dengan ketiga nasihat Injil yaitu kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan
para suster melepaskan diri dari ikatan cinta yang terbatas pada manusia tertentu,
ikatan harta, ikatan kehendak pribadi. Para suster PRR dipanggil kepada suatu
hidup yang penuh pengabdian dalam cinta yang tak terbatas, mengarahkan
seluruh hidup kepada Allah, kepada pelaksanaan tugas Gereja, dan memberi
kesaksian tentang kemuliaan Allah (Konstitusi PRR, 1987: 118).
Kitab Hukum Kanonik menyatakan bahwa “hidup yang dibaktikan dengan
pengikraran nasihat-nasihat injili adalah bentuk kehidupan tetap dimana orang
beriman dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat atas dorongan Roh kudus,
dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai, agar demi
kehormatan bagi-Nya dan demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia
mereka dilengkapi dengan alasan baru dan khusus, mengejar kesempurnaan cinta
kasih dalam pelayanan kerajaan Allah dan sebagai tanda unggul dalam Gereja
mewartakan kemuliaan surgawi“ (KHK, 573.1).
95
Maka melalui ikatan kaul-kaul kebiaraan, para suster mewajibkan diri untuk
hidup menurut ke tiga nasihat injil, mengabdikan diri seutuhnya kepada Allah
yang dicintainya. Nasihat-nasihat injil mendorong para suster untuk bertumbuh
dalam hidup rohani maka dengan pengikraran ketiga nasihat injili para suster
hendaknya dengan sungguh-sungguh berusaha supaya hidup dan bertahan serta
berusaha maju dalam panggilan yang diterima dari Allah sendiri.
D. Tantangan-tantangan Dalam Mengikuti Perayaan Ekaristi
1. Tantangan dari dalam diri
Perayaan Ekaristi sebagai puncak dari seluruh kehidupan doa para suster
terkadang mengalami banyak tantangan, seperti yang sudah diungkapkan pada
bagian pendahuluan bahwa perkembangan dunia saat sekarang sangat
berpengaruh pada kehidupan seseorang sampai kepada penghayatan akan makna
perayaan Ekaristi sebagai perayaan keselamatan, dimana Yesus telah memberikan
diri-Nya untuk menjadi makanan dan minuman rohani lewat tubuh dan darah-Nya
yang disambut dalam perayaan Ekaristi.
Pengalaman para suster dari hasil wawancara menyatakan bahwa
terkadang mengalami kejenuhan, rasa bosan dengan tuntutan karya yang terlalu
berat, kesibukan study yang cukup menyita banyak waktu, banyaknya tugas yang
harus diselesaikan sehingga terkadang perayaan Ekaristi dianggap sebagai
rutinitas, tidak mengherankan saat merayakan Ekaristi terjadi kejenuhan,
kemalasan. Para suster dengan terbuka mengungkapkan apa yang menjadi
kesulitan dan tantangan mereka dalam mengikuti perayaan Ekaristi, walaupun
96
tidak merasakan sesuatu tetapi bahwa ada kerinduan untuk terus-menerus
mengikuti perayaan Ekaristi.
Dengan kesibukan karya yang cukup menyita banyak waktu, para suster
kurang mempunyai kesempatan untuk mendalami secara pribadi pengetahuan
tentang liturgi Ekaristi. Dengan pemahaman yang baik dan benar akan sangat
membantu seseorang untuk semakin menghayati hidupnya namun dalam
kenyataannya apa yang dialami oleh para suster, hal itu cukup mempengaruhi
kehidupan harian mereka. Disini kesadaran pribadi sangat dibutuhkan untuk
belajar memahami liturgi yang baik dan benar.
2. Tantangan dari luar diri
Tantangan dan pergulatan hidup yang dialami oleh setiap anggota ketika
mengikuti perayaan Ekaristi dari hasil wawancara adalah merasa terganggu
karena petugas liturgi tidak mempunyai persiapan yang baik sehingga banyak
menimbulkan kekeliruan, seorang imam yang memimpin perayaan Ekaristi
kurang adanya persiapan sehingga tidak mampu membawakan kotbah dengan
baik, terkadang liturgi tidak disiapkan dengan baik, para suster yang bertugas
kurang kreatif dalam memilih lagu-lagu perayaan Ekaristi sehingga mempunyai
kesan bahwa lagu yang sama saja. Bahkan Para suster sedang mengikuti
perayaan Ekaristi, namun pikiran dan hati sibuk dengan berbagai macam hal yang
kurang mendukung seperti tidak berkosentrasi dalam mengikuti perayaan
sehingga hati dan pikiran tertutup akan sapaan Tuhan melalui sabda-Nya. Dan
juga tantangan yang cukup berpengaruh dimana para suster kurang mempunyai
97
kesempatan untuk mendalami pengetahuan mereka tentang liturgi Ekaristi, seperti
kegiatan rohani dalam komunitas: rekoleksi atau sharing komunitas kurang
mendapat perhatian sehingga pemahaman atau pengetahuan mengenai liturgi
Ekaristi menjadi sangat lemah. Tantangan-tantangan ini cukup berpengaruh dalam
kehidupan para suster
Dengan melihat hal-hal semacam ini banyak anggota menganjurkan agar
para suster sungguh mempersiapkan diri, baik persiapan bathin maupun segala
sesuatu yang berhubungan dengan perayaan Ekaristi agar suasana perayaan
mampu menghantar umat untuk semakin dekat dengan Tuhan sendiri.
Konsili Vatikan II menegaskan bahwa umat beriman perlu menghadiri
Liturgi suci dengan sikap-sikap batin yang serasi. Hendaklah mereka
menyesuaikan hati dengan apa yang diucapkan, serta bekerja sama dengan rahmat
surgawi, supaya mereka jangan sia-sia saja menerimanya maka para gembala
rohani memperhatikan dengan saksama supaya dalam kegiatan Liturgi jangan
hanya dipatuhi hukum-hukumnya untuk merayakannya secara sah dan halal,
melainkan supaya umat beriman ikut merayakannya dengan sadar, aktif dan
penuh makna (SC, 11). Maka Persiapan hati antara pemimpin perayaan Ekaristi
dan seluruh umat yang hadir sungguh diharapkan sehingga perayaan Ekaristi itu
sungguh bermakna dalam kehidupan teristimewa agar melalui perayaan Ekaristi
para suster dan seluruh umat semakin bersatu mesra dengan Tuhan sendiri.
Munculnya budaya instan yang mengakibatkan para suster tidak bertahan
dalam mengikuti perayaan Ekaristi, bertekun dalam doa, dalam mati raga, dan
dalam mengatasi kejenuhan hidup serta lemahnya daya juang dalam menghadapi
98
rutinitas hidup berkomunitas. Dalam pergulatan hidup semacam ini para suster
diajak untuk berani memikul salib hidup seperti Yesus sendiri. Relasi dengan
Tuhan tidak dapat dilakukan secara instan tetapi perlu diusahakan secara terus-
menerus dengan sikap ketabahan, keberanian mengatasi kejenuhan atau
kebosanan dalam hidup (Suparno, 2007: 141). Dalam peristiwa percobaan di
padang gurun, Yesus sendiri digoda iblis untuk mengubah batu menjadi roti.
Yesus digoda untuk melakukan tindakan instan dalam membuat makanan. Tetapi
Yesus tidak mau melakukan itu. Bagi Yesus, untuk dapat makan, orang harus
bekerja, bukan membuat mujizat bagi dirinya sendiri. Yesus menunjukkan suatu
sikap keterbukaan untuk berani menghadapi situasi hidup yang menantang,
kiranya para suster dalam pergulatan hidup, juga berani mengambil suatu sikap
sehingga mampu bertahan dalam menghadapi pergulatan hidup.
E. Upaya-upaya Meningkatkan Hidup Rohani
Pada dasarnya hidup rohani adalah mengambil bagian dalam hidup Allah
Tritunggal sendiri, sehingga membentuk pribadi yang secitra dengan Yesus
sendiri. Oleh ketekunan, ketabahan dan kesetiaan dalam menghidupi doa secara
terus menerus, kesetiaan dalam merayakan peristiwa keselamatan melalui
perayaan Ekaristi, para suster semakin masuk dalam hubungan mesra dengan
Yesus dan Bapa. Dan dalam kemesrahan itu mampu mengasihi sesama seperti
Bapa mengasihi umat manusia (Konstitusi PRR, 168).
Jati diri hidup religius adalah hidup yang meneladani hidup Yesus yang
bersatu erat dengan Bapa dan Roh Kudus dan sebagai utusan Bapa, Ia
99
mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk melaksanakan kehendak Bapa dan
rencana penyelamatan-Nya. Bunda Maria meneladani hidup Yesus secara
sempurna maka para suster PRR sebagai Kongregasi yang berpelindungkan
Maria mengenakan pola hidup Maria dalam perjuangan hidup setiap hari.
Kekhasan kerohanian Maria ialah bahwa Maria menghayati keheningan sebagai
spiritualitasnya dimana Bunda Maria terus menerus menghubungkan dirinya
dengan Allah seperti Yesus Putra-Nya dan sebagai hamba Allah yang menyatukan
diri dengan Allah dalam karya perutusan Yesus. Hubungan bathin yang terus
menerus dengan Allah dan Roh Kudus memampukan Bunda Maria untuk
membuka dirinya bagi karya keselamatan Allah dan membiarkan kuasa Allah
terjadi dan tumbuh dalam dirinya sehingga penyelamatan manusia terwujud
dalam diri Yesus.
Perayaan Ekaristi menjadi puncak dari hidup doa para suster. Sedapat
mungkin setiap anggota merayakan Ekaristi yang dipersembahkan oleh imam,
karena Ekaristi itu mempunyai nilai mempersatukan maka para suster berani
memiliki semangat korban dalam membagi hidup dengan orang lain. Perayaan
Ekaristi sangat penting untuk membantu setiap anggota Kongregasi dalam
meresapi kehadiran Allah dan berkembang dalam kesediaan membagi hidup
dengan sesama dalam pelayanan setiap hari (Konstitusi PRR, 1987: 173). Maka
seluruh hidup doa para suster berpola kepada sikap hidup doa Yesus. Kurban
Ekaristi yang dilanjutkan dalam doa-doa komunitas dan pelayanannya menolong
para suster untuk hidup dalam hubungan lebih dekat dengan Allah sendiri. Maka
hendaknya para suster semakin terampil dan kreatif dalam mempersiapkan doa-
100
doa komunitas, agar anggota dapat dibantu dalam perkembangan rohani
selanjutnya.
Ekaristi hendaknya dirayakan dengan penuh hormat dan bakti sebagai tanda
syukur atas pemberian diri Yesus untuk menyelamatkan hidup para suster. Atas
dasar ajaran Injil hendaknya para suster camkan dalam diri bahwa para suster
perlu berdamai dengan Allah dan sesama untuk pantas merayakan Ekaristi.
Hendaknya para suster juga mengambil bagian secara aktif dalam perayaan
Ekaristi. Untuk itu hendaknya para suster merayakan dan menerima Ekaristi
dengan hati yang suci, damai, dan tulus karena Yesus tinggal dan bersemayam
dalam hati setiap anggota. Persiapan pribadi dan komunitas sangat diperlukan
untuk merayakan Ekaristi secara baik karena merupakan moment yang penting
untuk menghayati hidup Yesus yang berpuncak pada perayaan Ekaristi.
Dalam konstitusi Kongregasi menegaskan bahwa: “Hendaknya para suster
memperhatikan dan menekankan pentingnya persiapan hati yang baik untuk
perayaan Ekaristi. Hendaknya trampil menyiapkan altar, segala peralatan ibadat
harus istimewa, bersih dan indah serta sesuai dengan seni budaya dimana para
suster berada” (Konstitusi,172.1). Dengan persiapan secara lahiria memungkinkan
orang lain menemukan keindahan Tuhan yang hadir dalam perayaan Ekaristi
maka dibutuh kesiapan baik dekorasinya maupun perlengkapan alat misa dan
suasana hati yang tenang untuk menyambut kehadiran Kristus dalam Ekaristi
kudus.
Kongregasi menegaskan bahwa setiap anggota perlu adanya persiapan baik
itu secara lahiria maupun yang kelihatan. Maka melalui perayaan Ekaristi yang
101
dirayakan setiap hari para suster semakin mampu memperdalam hidupnya dalam
Tuhan dan sesama serta menjadi sumber kekuatan dalam pelayanan kerasulan.
Ketika mengadakan wawancara bersama para suster PRR yang juga menjadi
keluhan hampir semua komunitas di Regio Jawa mengungkapkan hal yang sama
bahwa perlu adanya persiapan setiap anggota dalam bertugas liturgi baik itu
persiapan hati maupun mempersiapkan lagu-lagu, doa dan altar agar mampu
menghantar seluruh umat yang mengikuti perayaan Ekaristi dengan baik. Para
suster melihat bahwa dengan persiapan itu baik secara lahiria maupun yang
kelihatan cukup berpengaruh dalam penghayati akan makna perayaan Ekaristi itu
sendiri sehingga diharapkan masing-masing anggota perlu adanya persiapan yang
baik.
Kitab Hukum Kanonik Menegaskan hal yang sama bahwa “ Perayaan
Ekaristi hendaknya diatur sedemikian rupa, agar semua yang ikut serta memetik
hasil yang berlimpah; untuk memperoleh itulah Kristus Tuhan mengadakan
kurban Ekaristi (KHK, 899.3).
Pedoman Umum Misale Romanum juga menegaskan hal yang sama bahwa
“tata ruang Gereja harus tetap mewujudkan kesatuan, supaya dengan demikian
tampaklah kesatuan seluruh umat kudus. Penataan dan keindahan ruang serta
semua perlengkapan Gereja hendaknya menunjang suasana doa dan menghantar
umat kepada misteri-misteri kudus yang dirayakan (PUMR, 294).
Untuk membantu para suster semakin mampu memahami dan
memperdalam pengetahuannya tentang makna Ekaristi, maka komunitas-
komunitas sangat diharapkan agar dalam sharing komunitas, rekoleksi bulanan
102
atau retret tahunan bersama seluruh anggota Kongregasi membuat kesepakatan
bersama tentang tema rekoleksi atau tema retret mengenai Ekaristi, dengan itu
para suster mempunyai kesempatan untuk berrefleksi bersama, merenungkan dan
mengolah pemahaman mereka tentang peranan Ekaristi sebagai kekuatan hidup
rohani seorang religius, serta membuat evaluasi secara kritis mengenai misa
harian sehingga seluruh anggota semakin memiliki kesadaran yang tinggi untuk
ber-Ekaristi.
103
BAB IV
PENUTUP
Perayaan Ekaristi merupakan misteri kehadiran karya keselamatan Allah
dalam diri Yesus Kristus. Misteri karya keselamatan Allah itu berpuncak pada
wafat dan kebangkitan Kristus yang dirayakan dan dihadirkan dalam perayaan
Ekaristi. Peranan Ekaristi dalam perjalanan hidup seorang beriman, khususnya
bagi para suster PRR sebagai pribadi yang terpanggil secara khusus sungguh
merupakan kekuatan rohani yang memampukan setiap suster dalam menjalani
tugas panggilan hidupnya sebagai seorang religius. Persatuan dengan Kristus
sendiri melalui kurban Yesus di salib, berkat wafat dan kebangkitan-Nya
memberi kekuatan rohani bagi para suster melalui ketekunannya dalam mengikuti
dan menghayati peranan Ekaristi sebagai pusat hidupnya, sehingga perayaan
Ekaristi cukup mendapat tempat istimewa dalam seluruh perjalanan hidup dan
panggilan bagi setiap anggota. Namun dalam kenyataannya kesadaran para suster
untuk sungguh menghayati peranan Ekaristi belum menjadi milik mereka. Pada
bagian akhir skripsi ini, penulis membagi dalam dua bagian, yakni kesimpulan
dari seluruh penulisan yang telah diuraikan serta saran-saran yang menjadi
anjuran dalam rangka meningkatkan hidup rohani melalui perayaan Ekaristi bagi
para suster Putri Reinha Rosari.
A. Kesimpulan
Dari seluruh permenungan yang telah dipaparkan dalam tulisan ini,
104
penulis menyimpulkan bahwa penghayatan para suster mengenai perayaan
Ekaristi masih perlu ditingkatkan terutama pengetahuan tentang liturgi Ekaristi
agar semakin mampu memahami makna dan peranan dari perayaan Ekaristi itu
sendiri, sebagaimana Yesus sendiri telah memberi diri menjadi tebusan bagi
keselamatan umat manusia. Hasil wawancara, penulis menemukan bahwa para
suster masih menganggap perayaan Ekaristi sebagai sebuah rutinitas atau
kewajiban yang biasa dilakukan oleh seluruh umat katolik, sehingga terkadang
dalam mengikuti perayaan Ekaristi tidak menemukan buah dari perayaan
Ekaristi itu sendiri. Dan juga masih lemahnya pemahaman akan makna dan
peranan dari liturgi Ekaristi. Salah satu cara untuk membantu para suster
mendalami dan memahami makna serta peranan perayaan Ekaristi adalah
melalui sarasehan liturgi. Menurut penulis, sarasehan mengenai liturgi Ekaristi
menjadi salah satu cara untuk membantu setiap anggota kongregasi PRR, dalam
meningkatkan pemahaman mereka akan penghayatan tentang Ekaristi sebagai
kekuatan rohani melalui persatuan dengan Yesus sendiri dalam setiap perjuangan
hidup.
B. Saran
Demi meningkatkan kematangan hidup rohani sebagai religius PRR yang
hidup di zaman ini, penulis memberikan beberapa saran sebagai bentuk perhatian
yang mungkin dapat membantu para suster dalam meningkatkan mutu hidup
rohani sebagai seorang religius.
Pertama, Ekaristi sebagai puncak seluruh hidup umat Kristen juga
105
merupakan puncak dari seluruh perjalanan hidup rohani dan hidup beriman bagi
para suster PRR. Maka para suster diajak untuk sungguh menghayati peranan
Ekaristi, membina keakraban dan kesatuan dengan Tuhan sendiri melalui
Perayaan Ekaristi, sebagai sumber dan kekuatan dalam menjalani hidup sebagai
pribadi yang terpanggil secara khusus.
Kedua, para suster perlu mendapatkan pembinaan secara terus menerus
mengenai liturgi Ekaristi sehingga pemahaman akan pentingnya perayaan Ekaristi
harian tidak terbatas pada sebuah kewajiban sebagai orang Katolik atau sebagai
seorang suster tetapi sungguh merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi.
Ketiga, para suster perlu membuat kesepakatan bersama dalam komunitas
untuk menentukan tema tentang liturgi Ekaristi sebagai bahan permenungan baik
itu dalam sharing komunitas, rekoleksi bulanan dan retret tahunan, agar
mendapat kesempatan khusus untuk merenungkan dan berefleksi bersama tentang
makna dan peranan Ekaristi dalam seluruh perjalanan hidup.
Keempat, Para suster diajak untuk berusaha menciptakan suasana perayaan
Ekaristi yang kreatif tidak terkesan monoton sehingga suasana perayaan Ekaristi
menjadi hidup.
Kelima, para suster perlu mempersiapkan liturgi yang baik, hati juga
pikiran yang terpusat pada perayaan Ekaristi agar mampu membawa sesama
untuk dapat menikmati suasana perayaan sebagai perayaan keselamatan serta
mampu membina kesatuan hati dengan Tuhan yang hadir dalam perayaan.
106
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Al. Irawan. (2009), Seks, Selibat, dan Persahabatan sebagai Karisma,
OBOR: Jakarta. Bakker, A. (1988). Ajaran Iman Katolik 2 untuk Mahasiswa, Kanisius:
Yogyakarta. Darminta, J. (2007). Spiritualitas Dasar Kristiani. Diktat Mata Kuliah
Spiritualitas Kristiani untuk Mahasiswa Semester VII. Yogyakarta: IPPAK-USD.
Dokumen Konsili Vatikan II. (1990). Sacrosanctum Concilium, Jakarta, Obor Gabriella. (2008). Kisah Pesiarahan YM MGR, Gabriel J. W. Manek, SVD Dalam
Jenasah. Grϋn, Anselmus, (1998). Ekaristi dan perwujudan Diri, Nusa Indah: Ende Sutrisno, Hadi. (2000). Statistik jilid II, Yogyakarta: Andi Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II.(R. Hardawiryana,
Penerjemah). Jakarta: Obor. Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). Harjawiyata, Frans. (1978). Bentuk-bentuk Hidup Religius: Yogyakarta, Kanisius Heuken, A. (2004). Ensiklopedi Gereja ,Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka Jacobs, Tom. (1986). Hidup membiara: Makna dan Tantangannya. Yogyakarta:
Kanisius Manek, Gabriel (2003). Memperkenalkan Tarekat Putri Reinha Rosari.
Manuskrip yang dikeluarkan Oleh Yayasan Mgr. Gabriel Manek dalam rangka pembenahan kembali arsip Yayasan di Sarotari Larantuka
Mariyanto, Ernest. (2008). Paham dan Terampil Ber-Ekaristi, (Katekese sebelum Misa, KA-SE-MI). Nusatama: Yogyakarta.
Nouwen Henri J.M, (2008). Diambil diberkati dipecah dan dibagikan. Kanisius: Yogyakarta.
Osborne, Kenan B.(2008). Komunitas, Ekaristi, dan Spiritualitas. Kanisius: Jogyakarta.
Paus Yohanes Paulus II. (1983).Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: Obor. Paulus VI (1969). Pendoman Umum Misale Romawi. Nusa Indah Ende. Kongregasi PRR. (1987). Konstitusi & Direktorium Tarekat PRR. Manuskrip
yang dikeluarkan oleh sebagai hasil musyawarah umum I, 27 November s/d 16 Desember 1985 di Riangkemie, Larantuka.
Katalog Kongregasi PRR, 2008 Konferensi Waligereja Indonesia, (1996). Iman Katolik, Buku informasi dan
referensi, Yogyakarta, Kanisius Lukasik, A. (1991). Memahami perayaan Ekaristi. Kanisius Yogyakarta. Martasudjita, E. (2005). Ekaristi Tinjauan Teologis, Liturgi, dan Pastoral,
Kanisius: Yogyakarta. ____. (2003) Sakramen-sakramen Gereja, tinjauan teologis, Liturgis, dan
pastoral. Kanisius: Yogyakarta. ____. (2000). Mencintai Ekaristi. Kanisius: Yogyakarta. Prasetya, L (2006). Panduan untuk calon Baptis Dewasa, Yogyakarta, Kanisius.
107
Prier, Karl Edmund. (1982) Liturgi Perayaan keselamatan. Pusat Musik Liturgi: Yogyakarta.
Ranierro, Cantalamesa. (1994). Ekaristi gaya pengudusan kita. Nusa Indah Ende. Riyanto,T. & Handoko, M. (2008). Membangun Hidup Religius, Yang Damai
dan Sejahtera. Yogyakarta, Kanisius. Soetomo, Greg. (2002). Ekaristi dan pembebasan dalam Konteks masyarakat
Indonesia. Kanisius Jogyakarta. Sudjana, Nana & Ibrahim, M. A, (2001). Penelitian dan penelaian pendidikan.
Bandung, Sinar Baru Algensindo Suparno, (2007a). Saat Jubah Bikin Gerah. Jilid 1. Yogyakarta: Kanisius. _______. (2007b). Saat Jubah Bikin Gerah. Jilid 2. Yogyakarta: Kanisius. Tafaib, Gratiana. (2007). Biji Gandum Itu Harus Mati Menghasilkan Buah.
Malang: Dioma. Yohanes Paulus II (2006). Vita Consecrata (Hidup Bakti) (R. Hardawiryana,
Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 2006).
____. (2005). Ecclesia De Eucharistia (Ekaristi dan Hubungan dengan Gereja) (Mgr. Anicetus B. Sinaga, Alih Bahasa). Jakarta: Dokpen KWI.
USULAN PROGRAM SARASEHAN TENTANG PENGETAHUAN LITURGI EKARISTI DEMI
PERKEMBANGAN HIDUP ROHANI PARA SUSTER PRR
1. Latar Belakang Pemilihan Program Sarasehan
Pemahaman tentang Ekaristi sering disalah artikan dan dianggap sebagai kewajiban atau rutinitas yang harus dibuat dalam hidup kebersamaan di Komunitas sehingga sering terjadi dalam kehidupan harian mengalami kejenuhan kebosanan dalam ber-Ekaristi, mengikuti perayaan Ekaristi terkadang hanya sebagai rutinitas dan bukan merupakan suatu kesadaran karena merasa bahwa Ekaristi adalah suatu kebutuhan yang rohani. Para suster belum menyadari dengan sungguh-sungguh arti dan peranan Ekaristi, kurang menghayati Ekaristi itu sebagai puncak dan pusat hidup sebagai orang beriman. Pemahaman semacam ini membuat makna Ekaristi menjadi kabur. Para suster menjadi sangat sibuk dengan kegiatan lain yang cukup menghabiskan waktu, sehingga tidak mengherankan ketika berada di Kapel, menjadi tidak bersemangat, nampaknya malas, jenuh, mengantuk dan tidak berkonsentrasi dalam perayaan Ekaristi. Kalau dilihat bahwa saat-saat penting itulah saat dimana para suster menerima kekuatan baru melalui perayaan Ekaristi untuk menjalani seluruh kehidupan dan tugas pelayanan. Namun hal ini menjadi sesuatu yang masih perlu diperjuangkan oleh para suster.
Dalam kenyataannya masih banyak suster yang kurang menyadari betapa pentingnya penghayatan Ekaristi dalam hidup sebagai pribadi yang terpanggil maupun sebagai umat Kristiani. Banyak alasan yang menyebabkan hal itu terjadi antara lain kurang pemahaman yang baik tentang pengetahuan liturgi Ekaristi, kurang adanya waktu khusus untuk pembinaan bagi para suster tentang liturgi Ekaristi, dan juga kurang adanya kesadaran bagi setiap anggota untuk membina diri dalam sikap berliturgi yang baik.
Melalui pertemuan ini diharapkan para suster semakin memiliki pengetahuan yang baik tentang Ekaristi dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian para suster semakin menghayatan makna dan peranan Ekaristi dalam hidup sehari-hari sebagai puncak dan sumber seluruh hidupnya.
2. Tujuan Program
Adapun tujuan sarasehan ini adalah untuk membantu para suster PRR dalam meningkatkan penghayatan hidup rohani melalui Ekaristi sehingga pada akhirnya diarahkan pada pendewasaan (dewasa dan matang) hidup rohani sebagai seorang religius PRR.
3. Metode Program
Metode yang digunakan dalam program ini menggunakan model sarasehan
4. Sasaran Program Sedangkan yang menjadi sasaran dalam sarasehan adalah para suster PRR
yang berkarya di wilayah Jawa.
(2)
5. Penjabaran Program
Tema : Ekaristi sebagai sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani
Tujuan : Bersama pendamping peserta diajak untuk semakin memahami arti dan makna Ekaristi sebagai sumber dan puncak
hidup rohani sehingga para Suster PRR semakin dewasa dan matang dalam kehidupan rohaninya sebagai seorang
religius.
No Judul Pertemuan Tujuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan Waktu
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Pengertian
Ekaristi
Agar para suster dapat
memahami arti Ekaristi
sehingga mereka dapat
memaknainya dalam
kehidupan sehari-hari.
Pembukaan • Pengantar • Lagu • Doa
Pembukaan Sessi I: Pengertian Ekaristi
• Informasi
• Tanya
jawab
• Hand out
• Laptop
• LCD
proyektor
• Sound
sistem
• Martasudjita, E. (2005).
Ekaristi Tinjauan
Teologis, Liturgi, dan
Pastoral, Kanisius:
Yogyakarta.
• ____. (2003) Sakramen-
sakramen Gereja,
tinjauan teologis, Liturgis,
dan pastoral. Kanisius:
Yogyakarta.
• ____. (2000). Mencintai
120
menit
(2)
Ekaristi. Kanisius:
Yogyakarta.
2 Makna Ekaristi Agar para suster dapat
memaknai perayaan
Ekaristi dalam hidupnya
sehingga Ekaristi
menjadi perayaan yang
sungguh bermakna bagi
perkembangan hidup
sebagai seorang religius.
Sessi II: Makna Ekaristi
• Informasi
• Tanya
jawab
• Hand out
• Laptop
• LCD
proyektor
Sound
sistem
120
menit
3 Penghayatan Para
Suster tentang
Ekaristi
Agar para suster dapat
menceritakan
pengalamanya dalam
penghayatan hidup
melalui Ekaristi sehingga
semakin dewasa dan
matang dalam kehidupan
rohani sebagai seorang
religius
Sessi III: Penghayatan Para Suster tentang Ekaristi Penutup: • Evaluasi
menyeluruh Kegiatan
• Kata penutup • Doa/Lagu
penutup
• Sharing
Pengalam
an
• Tanya
jawab
• Diskusi
• CD Ekaristi
• Laptop
• LCD
proyektor
• Sound
sistem
120
menit
(4)
5.Jadual acara Sarasehan
Hari/Tanggal/Waktu Acara Keterangan (1) (2) (3)
Minggu, 7-03-2010 Pembukaan • Pengantar umum • Lagu • Doa Pembukaan
Sessi I: Pengertian Ekaristi
Doa dan lagu Penutup
Pendamping menjelaskan maksud dari sarasehan tentang penghayatan Ekaristi dalam hidup rohani para suster PRR Pelaksana: Kristina K. M.Tanya Jawab
Minggu, 14-03-2010 Doa Pembukaan SessiII:Makna Ekaristi Doa dan lagu Penutup
Pelaksana:Kristina K. M. Tanya Jawab
Minggu, 21-03-2010 Doa Pembukaan Sessi III: Penghayatan
Para Suster tentang Ekaristi
Penutup: • Evaluasi menyeluruh Kegiatan • Kata penutup • Doa/Lagu penutup
Sharing dan dialog pengalaman para suster PRR dalam penghayatan hidup setiap hari Pendamping dan peserta mengadakan evaluasi bersama
(5)
6.Contoh Satuan Persiapan Sarasehan a. Identitas 1. Judul Pertemuan : Pengertian Ekaristi 2. Tujuan Pertemuan : Agar para suster dapat memahami arti Ekaristi
sehingga mereka dapat memaknainya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Peserta : Para suster PRR wilayah Jawa 4. Tempat : Komunitas PRR Pringgolayan 5. Pelaksana : Kristina Koba Malo 6. Hari/tanggal : Minggu, 7 Maret 2010 7. Waktu : 08.00 WIB 8. Materi : Pengertian Ekaristi 9. Metode : Informasi, tanya jawab 10. Sarana : Hand out, laptop, LCD proyektor, sound system 11. Sumber Bahan :
• Martasudjita, E. (2005). Ekaristi Tinjauan Teologis, Liturgi, dan Pastoral, Kanisius: Yogyakarta.
• ____. (2003) Sakramen-sakramen Gereja, tinjauan teologis, Liturgis, dan pastoral. Kanisius: Yogyakarta.
• ____. (2000). Mencintai Ekaristi. Kanisius: Yogyakarta.
b. Pemikiran Dasar Pada dasarnya pengetahuan tentang Ekaristi itu sangat penting bagi seluruh
umat, secara khusus pengetahuan atau pemahaman para suster PRR. Karena dengan pengetahuan itu, para suster dapat terbantu untuk lebih memahami arti dan peranan Ekaristi itu sendiri dalam kehidupan setiap hari.
Berdasarkan realitas yang terjadi, masih banyak suster yang kurang menghayati peranan Ekaristi. Hal ini nampak dalam kenyataan hidup para suster ketika mengikuti perayaan Ekaristi. Saat ber-Ekaristi, terjadi kejenuhan, tidak bersemangat, menganggap sebagai rutinitas bahkan ketika waktu untuk merayakan Ekaristi dianggap sebagai pengganggu kesibukan karena masih ada banyak tugas yang harus diselesaikan pada hari itu, tidak adanya kesiapan pribadi saat bertugas liturgi. Kenyataan ini cukup memprihatinkan maka para suster perlu dibantu dengan memberi pembinaan agar penghayatan terhadap Ekaristi sebagai puncak dan sumber seluruh kehidupan menjadi semakin baik.
Dengan itu pembekalan tentang Ekaristi sangat dibutuhkan oleh seluruh anggota Kongregasi sehingga mereka mempunyai pengetahuan atau pemahaman tentang Ekaristi yang baik dan benar. Pendampingan ini bisa dilanjutkan dalam acara-acara kebersamaan komunitas atau Kongregasi seperti: rekoleksi, retret, dan sharing komunitas tentang Ekaristi sehingga para suster benar-benar memahami peranan Ekaristi serta mempunyai suatu kesadaran yang tinggi dalam berliturgi dengan baik.
(6)
c. Proses Kegiatan 1. Pembukaan
a. Pengantar b. Lagu c. Doa Pembukaan
2. Sessi I: Pengertian Ekaristi a. Ekaristi dalam Kitab Suci 1). Perjamuan makan dengan Yesus sebagai tanda kehadiran Kerajaan Allah
Tindakan pewartaan dan penghadiran kerajaan Allah oleh Yesus tidak hanya tampak dalam karya penyembuhan berbagai orang sakit, pengusiran setan, dan membangkitkan orang mati, tetapi juga dalam makan bersama Yesus dengan orang-orang berdosa (Mrk 2: 16-19). Dengan perjamuan makan bersama orang-orang berdosa, Yesus mau menampilkan makna kedatangan dan kehadiran Allah yang berbelas kasih. Kedatangan kerajaan Allah menunjuk pada datangnya keselamatan yang merangkul semua orang, teristimewa mereka yang hilang dan berdosa. Kebersamaan Yesus dengan orang-orang berdosa mengungkapkan kehendak Allah yang mau menyelamatkan (Mat 9: 13; Mrk 2: 17; Luk 5: 32) sebab Yesus datang pertama-pertama untuk mencari dan memanggil orang berdosa (Martasudjita, 2005: 25). 2). Perjamuan malam terakhir
Perjamuan Paskah Yahudi merupakan suatu upacara mengenangkan dan merayakan perbuatan besar Allah terhadap bangsa-Nya yaitu bangsa Israel maka perjamuan Paskah Yahudi merupakan suatu upacara syukur agung atas karya penyelamatan Allah sehingga orang Yahudi sungguh menghargai perayaan itu untuk memperingati pembebasan mereka dari Negeri Mesir (Bakker, 1988: 60).
Perjamuan malam terakhir. (Mrk 14; 22-25; Mat 26: 26-29; Luk 22: 15- 20 dan 1Kor 11:23-26). Perjamuan malam terakhir merupakan perjamuan perpisahan Yesus dengan para murid sebelum Ia menderita sengsara dan wafat di kayu salib. Dalam perjamuan itu Yesus hendak mengungkapkan kepada para murid-Nya bahwa Yesus sangat mencintai seluruh umat manusia dan akan memberikan keselamatan dengan mengurbankan nyawa-Nya di atas kayu salib. Yesus rela menderita, wafat dan bangkit agar umat manusia mampu mengalahkan yang jahat. 3). Perjamuan dengan Yesus yang Bangkit (Luk 24:13-35).
Setelah bangkit Yesus kembali mengadakan makan bersama dengan para murid-Nya. Dalam perjamuan itulah Yesus mengungkapkan bahwa Ekaristi merupakan kebersamaan dengan Tuhan yang bangkit. “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Daku” (Luk 22: 19) disini nanpak bahwa Yesus menjadi pusat dalam Ekaristi, Yesus hadir dengan seluruh misteri hidup dan kematian-Nya serta kemuliaan-Nya. “Peringatan akan Daku” mengarah kepada peringatan akan wafat dan kebangkitan-Nya. Suatu peringatan penuh syukur kepada Allah melalui Putra-Nya yang bangkit.
(7)
b. Ekaristi berdasarkan pandangan Bapa-bapa Gereja Istilah “Ekaristi“ berasal dari bahasa Yunani “eucharistia” yang berarti
ucapan syukur. Kata eucharistia adalah sebuah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa Yunani eucharistein yang berarti memuji, mengucap bersyukur. Istilah Ekaristi menunjuk pada isi dari apa yang dirayakan dalam seluruh perayaan Ekaristi, mau mengungkapkan pujian syukur atas karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus, sebagaimana berpuncak dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus (Martasudjita, 2003: 28).
Santo Ignatius dari Antiokhia, ketika menulis surat kepada umat Philadelphia mengatakan: “Berusahalah kalian untuk merayakan satu Ekaristi, karena ini hanyalah satu tubuh Tuhan kita Yesus Kristus dan hanya satu piala untuk persatuan dengan darah-Nya, dan hanya satu altar”. Santo Ignatius mengajarkan roti Ekaristi sebagai tubuh Tuhan sendiri, yakni Yesus Kristus yang telah mempersembahkan diri dalam roti dan anggur Ekaristi (Martasudjita, 2005: 249).
Dalam ajaran Santo Yustinus Martir (sekitar tahun 165) memandang Ekaristi sebagai suatu ibadah atau Liturgi Kristiani. Bagi Yustinus Ekaristi adalah kurban rohani sebab Ekaristi merupakan doa yang benar dan pujian syukur yang tepat. Ekaristi sebagai pujian syukur merupakan kurban kepada Allah, kenangan akan penderitaan Yesus, akan penciptaan dan penebusan. Yustinus yakin bahwa santapan Ekaristi adalah tubuh dan darah Yesus Kristus sendiri (Martasudjita, 2005: 249).
Menurut Santo Ireneus Lyon (sekitar tahun 202), Ekaristi pertama-tama adalah kurban pujian syukur. Dalam Ekaristi diungkapkan pujian syukur atas penciptaan, dan atas penebusan Yesus Kristus. Tujuan makanan Ekaristi adalah penyampaian Sang Logos. Artinya dengan menerima santapan Ekaristi orang disatukan dalam kebersamaan abadi dengan Yesus Kristus (Martasudjita, 2005: 250-251).
c. Ekaristi menurut ajaran Konsili Vatikan II
1). Dimensi Kristologis Pada peristiwa perjamuan malam terakhir Yesus menawarkan tubuh dan
darah-Nya untuk menjadi makanan dan minuman rohani kepada para rasul-Nya (EE, 21) dan sekaligus berpesan kepada mereka: “Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Daku”...perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, kamu mengenangkan Aku” (1 Kor 11:24-25, Luk 22:19). Para rasul dengan menyambut undangan Yesus di ruang perjamuan “terimalah dan makanlah, munimlah” (Mat, 26:26-27) masuk dalam persekutuan sakramental bersama Putra Allah yang dikurbankan demi keselamatan umat manusia, maka perayaan Ekaristi menjadi kenangan kurban salib Kristus secara sakramental dalam tindakan liturgis Gereja (EE, 21).
Konsili Vatikan ke II memberi gambaran tentang perayaan Ekaristi yang berhubungan erat dengan pribadi Yesus Kristus. Dimana “Ekaristi ditetapkan oleh Yesus sebagai kenangan akan diri-Nya yang berpuncak pada wafat dan kebangkitan-Nya” di atas kayu salib. Apa yang dirayakan oleh Gereja saat ini sebagai kenangan akan karya penyelamatan Allah melalui Putra-Nya Yesus
(8)
Kristus kepada umat manusia dihadirkan kembali yakni wafat dan kebangkitan-Nya melalui perayaan Ekaristi (SC, 6).
Ada beberapa hal yang berhubungan dengan dimensi kristologis berkaitan dengan perayaan Ekaristi, yakni: • Ekaristi sebagai Kurban
Konsili Vatikat II menjelaskan ajaranya mengenai Ekaristi sebagai kurban dalam SC 47:
Pada perjamuan terakhir, pada malam ia diserahkan, penyelamat kita mengadakan kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian, Ia mengabadikan kurban salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja mempelai-Nya yang terkasih kenangan Wafat dan kebangkitan-Nya: Sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikurniai jaminan kemuliaan yang akan datang.
“Tuhan Yesus, pada malam Ia diserahkan” (1 Kor 11:23) telah menetapkan
kurban Ekaristi tubuh dan darah-Nya. Yesus tidak hanya menegaskan pemberian tubuh dan darah-Nya untuk dimakan dan diminum tetapi lebih dari itu Yesus mau mengungkapkan makna pengurbanan diri-Nya di atas kayu salib. “Kurban” bukanlah penyembelian tetapi penyerahan diri Yesus pada Bapa-Nya demi keselamatan umat manusia. (EE,12-13). • Ekaristi sebagai Sakramen
Kata “Sakramen “dari bahasa Latin dengan asal kata “sacrare” artinya “menguduskan” atau “menyucikan”. Melalui sakramen Yesus menguduskan manusia, umat-Nya dimana oleh Gereja dinamakan sebagai perbuatan sakramental, maka melalui sakramen terjadi pengudusan atau penyucian secara rohani bagi hidup umat beriman. Sakramen dilihat sebagai sesuatu yang mendatangkan rahmat bagi umat beriman melalui wujud yang nyata. Maka untuk melaksanakan pemberian rahmat pengudusan, Yesus menggunakan air, minyak, roti dan anggur sebagai sarana pengudusan atau penyucian hidup umat manusia dalam tanda sakramen. Maka sakramen disebut tanda atau perbuatan simbolis yang menyatakan apa yang tidak kelihatan namun dibuat oleh Yesus dalam karya penyelamatan-Nya.
Perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja dimana umat berkumpul untuk merayakan Sakramen keselamatan selalu mengenangkan misteri iman, misteri keselamatan yang telah dilakukan oleh Yesus dengan menyerahkan diri-Nya menjadi tebusan bagi umat manusia. Dalam SC 47 juga dikatakan bahwa “Kristus mempercayakan kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, kenangan, wafat dan kebangkitan-Nya: Sakramen cinta kasih, lambang kesatuan ikatan cinta kasih “. • Ekaristi sebagai Perjamuan
Perayaan Ekaristi disebut sebagai perjamuan, karena dalam perjamuan terakhir yang dibuat Yesus bersama para murid-Nya, dimana Yesus menyerahkan diri-Nya untuk dimakan dan diminum oleh para murid-Nya dalam wujud roti dan anggur. Dalam kehidupan sebagai manusia, makan dan minum adalah suatu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh setiap orang untuk bisa bertahan
(9)
dalam hidup. Maka perjamuan makan dan minum menjadi suatu unsur pokok yang diperjuangkan oleh setiap orang.
Perjamuan malam terakhir yang telah dilakukan oleh Yesus bersama para murid-Nya merupakan makan dan minum secara jasmani dan rohani. Perjamuan ini diadakan sebagai pesta perjamuan perpisahan sebelum wafat-Nya di kayu salib, Yesus memberikan diri-Nya sebagai makanan dan minuman (Luk, 22: 15-20). Bertolak dari peristiwa perjamuan makan Yesus bersama para murid-Nya maka Perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja saat ini disebut sebagai “Perjamuan”. Melalui penyerahan roti dan anggur “inilah tubuh-Ku “, inilah darah-Ku”, Yesus menyerahkan diri-Nya untuk menjadi santapan rohani bagi umat beriman yang percaya kepada-Nya melalui wujud roti dan anggur yang diterima dalam perayaan Ekaristi. Dengan perjamuan bersama dalam perayaan Ekaristi, umat semakin bersatu dengan Kristus, pemberi hidup, dan juga bersatu dengan sesama umat beriman yang hadir dalam perjamuan Ekaristi. Perayaan Ekaristi merupakan kenangan akan karya keselamatan Allah yang memuncak pada misteri Paskah (Martasudjita, 2003: 295).
2). Dimensi Eklesiologi
Dimensi eklesiologi yang berasal dari kata Yunani “ekkleo” artinya memanggil adalah suatu ajaran teologi yang berkaitan dengan Gereja. Umat katolik mengimani Gereja sebagai karya Roh Kudus yang menjadi perantara umat untuk dapat semakin dekat dengan Yesus Kristus. Gereja melaksanakan perintah Yesus sehingga dapat mengungkapkan imannya melalui perayaan Ekaristi. Beberapa dimensi eklesiologi tentang Ekaristi: • Ekaristi sebagai sarana kebersamaan.
Ekaristi adalah bagian dari perayaan Gereja yang sangat dihormati dan diagungkan oleh umat katolik karena perayaan Ekaristi dalam Gereja merupakan perayaan yang suci.(lihat SC 26 ) .
Ekaristi merupakan perayaan seluruh Gereja, dimana umat dipersatukan dalam perayaan Ekaristi untuk mengenangkan karya penebusan Allah dalam diri Putra-Nya. Seluruh umat dipersatukan dalam cinta kasih Kristus untuk mampu menghayati makna dari perayaan Ekaristi. Maka melalui perantaraan Gereja, umat berkumpul untuk merayakan perayaan Ekaristi, serta mampu mengungkapkan imannya dan bersyukur atas penebusan Tuhan yang telah dialami dalam kehidupan setiap hari.
Gereja sebagai umat Allah yang berkumpul untuk merayakan perayaan Ekaristi juga diharapkan untuk ikut ambil bagian secara penuh dalam perayaan Ekaristi.( lihat SC 48).
Umat diharapkan berpartisipasi dalam seluruh perayaan Ekaristi sejak awal persiapan hingga akhir perayaan, maka melalui kehadiran dan keikutsertaan dalam seluruh bagian perayaan Ekaristi umat terlibat aktif dalam seluruh bagian perayaan Ekaristi karena perayaan Ekaristi merupakan satu kesatuan yang harus diikuti oleh seluruh umat. (lihat PUMR 35 ).
Melalui perantaraan Gereja umat berkumpul untuk merayakan peristiwa keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus melalui perayaan Ekaristi sehingga Ekaristi tidak hanya sebagai puncak seluruh liturgi Gereja, tetapi juga menjadi
(10)
sumber dan puncak kehidupan Gereja, dimana umat beriman mengalami persatuan dengan Allah melalui Ekaristi. (CS 10)
Ekaristi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat sehari-hari, karena melalui perayaan Ekaristi umat memperoleh kekuatan rohani dan memohon rahmat dari Allah untuk dimampukan dalam menjalani kehidupan. Dari perayaan Ekaristi itulah mengalir kekuatan yang menjiwai dan menggerakkan seluruh hidup orang kristiani untuk mengarungi suka duka kehidupannya.
3). Dimensi Eskatologis.
Dalam dimensi eskatologis mau menggambarkan bahwa perayaan Ekaristi bukan hanya merupakan perayaan akan peringatan sejarah karya keselamatan Allah melalui Putra-Nya Yesus Kristus tetapi juga mau mengatakan kepada umat manusia bahwa perayaan Ekaristi berhubungan dengan kehidupan yang akan datang, atau peristiwa akhir zaman, seperti apa yang telah dijanjikan oleh Yesus sendiri tentang keselamatan yang akan datang.
Perayaan Ekaristi merupakan perayaan perjamuan surgawi, perjamuan eskatologis seperti apa yang dikatakan Yesus dalam injil Yohanes “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak manusia dan minum darah-Nya kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman“ (Yoh 6: 53-54). Allah telah memberikan diri-Nya dengan perantaraan Putra-Nya Yesus Kristus demi keselamatan umat manusia sampai akhir zaman. Sehingga melalui perayaan Ekaristi menghantar umat manusia untuk semakin menghayati imannya akan Yesus Kristus.
Konsili Vatikan ke II dalam SC 8 menyatakan bahwa: “Dalam Ekaristi yang dirayakan Gereja di dunia ini, umat Allah ikut mencicipi liturgi surgawi yang dirayakan di kota Suci Yerusalem “Ekaristi sebagai sumber kehidupan Gereja memang merupakan “Jaminan kemuliaan yang akan datang“ (SC 47). Dalam Ekaristi, Allah memberikan diri-Nya melalui Yesus Kristus Putra-Nya rela wafat di atas kayu salib. Maka melalui santapan Ekaristi umat mempersiapkan diri untuk mengalami kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan akhir zaman yang telah dijanjikan oleh Allah sendiri sekaligus umat dituntut untuk merayakan Ekaristi di dunia secara hikmat, suci dan pantas.
(11)
Lampiran 2: Hasil wawancara bersama para suster PRR di Wilayah Jawa
Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan : Awal s/d akhir mei 2009 Tempat : Komunitas Yogyakarta dan Jakarta Yang diwawancarai ; Para suster PRR Jumlah : 30 suster Pokok-pokok pertanyaan dan jawaban
1. Yang mendorong suster untuk selalu mengikuti perayaan Ekaristi.? • Disadari sebagai kebutuhan pokok. • Sebagai kekuatan rohani.
2. Apa makna perayaan Ekaristi bagi kehidupan suster sehari-hari • Menguatkan iman dan panggilan hidup sebagai seorang religius. • Lebih tabah dalam menghadapi kesulitan hidup dan karya kerasulan • Berani berkorban dalam tugas kerasulan. • Membantu saya untuk bisa menyadari kehadiran Yesus yang nyata dalam
hidup bersama dengan orang lain • Membantu saya untuk bisa bekerja dengan baik. • Kehadiran Yesus yang memberi kekuatan, penyejuk jiwa dan raga,
pemberi kedamaian, • Saya belajar menjadi Ekaristi hidup bagi orang lain. Misalnya dengan
bersikap ramah terhadap sesama. • Ekaristi memperdalam hidup saya dalam Tuhan
3. Bagaimana suasana perayaan Ekaristi dalam Komunitas suster • Cukup hikmat yang didahului dengan persiapan diri, tata ruang, lagu-lagu. • Cukup hening dan sacral.
4. Apakah suasana perayaan Ekaristi dalam Komunitas membantu suster untuk berkembang dalam hidup rohani sebagai seorang religius PRR? • Suasana cukup membantu namun perlu diusahakan secara terus-menerus.
Mengapa • Karena suasana yang tenang, dapat membantu untuk berkonsentrasi
dengan baik dalam perayaan Ekaristi 5. Bagaimana keterlibatan suster dalam perayaan Ekaristi komunitas, baik itu
dalam mengungkapkan doa-doa secara spontan maupun keterlibatan dalam nyanyian • Aktif dalam doa dan nyanyian • Terlibat dalam mengungkapkan doa secara spontan dengan segala
kepentingan baik umum maupun pribadi. • Sebagai lektor membantu umat.
(12)
6. Bagaimana suster mewujudkan sikap persatuan itu dalam kebersamaan di komunitas. • Dengan makan bersama. • Rekreasi bersama. • Merasul bersama • Memecahkan persoalan secara bersama dalam komunitas • Saling menghargai • Saling mendengarkan • Saling melayani, mengasihi, memaafkan • Saling menggembirakan dalam kebersamaan. • Mewajibkan diri dalam acara-acara kebersamaan • Membahagiakan sesama pada hari ulang tahunnya. • Saling mendoakan.
7. Apakah suster pernah merasa jenuh dalam mengikuti perayaan Ekaristi? mengapa? • Terkadang merasa jenuh, tidak ada persiapan hati • Terkadang mengantuk • Jenuh dengan pastor yang tidak punya persiapan dalam kotbah • Sering merasa malas kalau situasi komunitas tidak mendukung • Kurang konsentrasi. • Beban tugas yang terlalu berat membuat tidak konsentrasi dalam perayaan
Ekaristi 8. Hambatan-hambatan apa saja yang suster alami dalam mengikuti perayaan
Ekaristi? a. Dari dalam diri
• Tugas kerasulan terlalu banyak sehingga merasa jenuh dan cape • Kurang konsentrasi. • Saat Ekaristi memikirkan tugas yang akan dijalankan pada hari itu • Mengantuk • Bosan • Terkadang dirasa sebagai rutinitas • Kurang menghadirkan diri sepenuhnya dalam perayaan Ekaristi • Mudah reaksi kalau ada kekeliruan dalam perayaan. • Kurang bertahan pada sikap liturgy yang baik. • Terkadang dikejar-kejar waktu dalam perayaan Ekaristi karena ada
kegiatan lain yang harus dijalankan b. Dari luar diri.
• Rasa bosan bila suster yang bertugas tidak punya persiapan liturgi yang baik.
• Larut dalam masalah orang lain. • Suasana kota yang bising dengan segala bunyi-bunyian • Adanya reaksi-reaksi yang muncul ketika ada kekeliruan dalam
perayaan. • Situasi komunitas yang kurang mendukung.
(13)
• Pemahaman tentang pengetahuan liturgi sangat kurang. • Masuknya budaya instan yang mempengaruhi sehingga ketahanan
dalam ber-Ekaristi semakin melemah. 9. Bagaimana usaha suster dalam mengatasi hambatan-hambatan?
a. Diri sendiri. • Menyiapkan diri dengan berdoa dan mengambil waktu hening • Berusaha untuk selalu sadar dan sungguh-sungguh mendengarkan dan
mengikuti perayaan Ekaristi. • Berusaha untuk mengikuti perayaan Ekaristi walaupun ada perasaan
jenuh. • Berusaha untuk membangun kesadaran dalam diri. • Membuat intensi pribadi.
b. Dari luar. • Mengajak petugas liturgi pada hari itu untuk selalu menyiapkan diri
dengan baik. 10. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan agar suasana perayaan Ekaristi dalam
komunitas bisa membantu suster mengembangkan hidup rohani sebagai seorang religius PRR.
• Sebagai pemimpin komunitas berusaha memberi pemahaman kepada para suster tentang Ekaristi, serta mengarahkan untuk selalu menyiapkan liturgi dengan baik.
• Melatih lagu-lagu misa. • Pengolahan hidup yang terus menerus. • Persiapan batin
11. Selain perayaan Ekaristi apakah ada cara-cara lain yang membantu suster dalam mengembangkan hidup rohani sebagai seorang religius PRR?
• Brevir • Rosario • Meditasi • Kontemplasi • Sharing bersama • Bacaan rohani. • Doa jalan salib. • Setia pada penerimaan sakramen tobat.
12. Usul saran apa yang suster mau sampaikan kepada setiap anggota Kongregasi agar suasana perayaan Ekaristi dalam Komunitas semakin bermakna bagi perkembangan hidup rohani setiap anggota Kongregasi
• Bacaan, lagu-lagu misa dan doa permohonan disiapkan dengan baik. • Memperhatikan sikap-sikap liturgi. • Menyiapkan tempat doa dengan baik dan rapih. • Persiapan hati untuk merayakan Ekaristi. • Sharing bersama tentang Ekaristi.