peran perempuan dalam novel lasmi

27
PROPOSAL SKRIPSI PERANAN TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL LASMI KARYA NUSYA KUSWANTIN (Kajian Sosiologi feminisme) Oleh: Hardhani Chandra Mahardika NIM: 062144022

Upload: mas-dhane

Post on 24-Jun-2015

1.734 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

PROPOSAL SKRIPSI

PERANAN TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL LASMI

KARYA NUSYA KUSWANTIN

(Kajian Sosiologi feminisme)

Oleh:

Hardhani Chandra Mahardika

NIM: 062144022

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

PRODI SASTRA INDONESIA

2010

Page 2: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai anggapan terhadap perempuan telah mengakar di masyarakat

umum, misalnya: perempuan itu lemah, mudah emosi, dan bisanya hanya di

dapur. Namun tampaknya para perempuan sudah mulai berusaha

memperjuangkan haknya agar disamakan dengan laki-laki. Perjuangan perempuan

untuk mendapatkan haknya ini dilakukan melalui berbagai cara, mulai gerakan

besar maupun perorangan dengan berbagai media.

Di dalam dunia sastra, banyak sekali karya sastra yang mengangkat tema

feminisme, sehingga munculah aliran kritik sastra baru yang disebut kritik sastra

feminis. Dalam perkembangan karya sastra, perempuan sering dimunculkan

sebagai focus pembicaraan. Akhirnya sebuah karya sastra, khususnya yang berupa

novel dapat mengenalkan kehidupan perempuan dengan segala tantanngan dan

permasalahan yang ada di lingkungan. Dalam kenyataannya realita kehidupan

telah membuka tabir bahwa unsur feminisme telah terkotak sebagai dasar

pembagian fungsi antara jenis kelamin dalam berbagai segi. Dengan anggapan

tersebut akhirnya kaum perempuan bangkit dan timbulah suatu gerakan yang

disebut feminisme yang menghendaki kesamaan hak dan kewajiban (Endrasanti,

2006:1).

Dalam novel Lasmi karya Nusya Kuswantin dapat dilihat bahwa

pengarang berusaha menyampaikan gagasan-gagasan feminisme. Kisah Lasmi

diceritakan melalui tuturan Tikno, suami Lasmi yang berprofesi sebagai guru,

sedangkan Lasmi sendiri di mata suaminya adalah wanita yang cerdas dan

berpikiran progresif. Kegemarannya membaca buku membuat dirinya memiliki

wawasan berpikir yang luas, berani melawan arus, berjuang dalam hal kesetaraan

perempuan dan pria, dan memiliki cita-cita luhur untuk memajukan pendidikan

dan pengatahuan warga kampungnya.

Pada mulanya Lasmi berjuang sendiri dengan mendirikan TK dan sekolah

menjahit, namun ketika akhirnya ia mencari seorang guru jahit, ia bertemu dengan

Sumaryani seorang kader Gerwani. Melalui Sumaryani lah akhirnya Lasmi ikut

Page 3: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

menjadi kader Gerwani karena di mata Lasmi Gerwani adalah organisasi

perempuan yang mempunyai cita-cita luhur seperti dirinya yaitu berjuang demi

kesetaraan perempuan. Tokoh Lasmi dalam novel karya Nusya Kuswantin

tersebut digambarkan memiliki peranan yang cukup penting di berbagai bidang,

terutama di bidang pendidikan dan politik.

Penulis memilih novel Lasmi karya Nusya Kuswantin ini dengan alasan

bahwa isi yang terkandung di dalam novel tersebut mengangkat tema

ketidakadilan gender dan anggapan-anggapan negatif yang telah mengakar di

masyarakat tentang perempuan. Penulis juga berusaha menjelaskan bahwa

sesungguhnya peran perempuan di berbagai bidang sudah tidak dapat diragukan

lagi.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang

peranan perempuan dalam novel Lasmi karya Nusya Kuswantin. Sedangkan teori

yang digunakan yaitu teori sosiologi feminisme.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana tokoh dan penokohan tokoh perempuan dalam novel Lasmi

karya Nusya Kuswantin?

b. Bagaimana peran perempuan di bidang pekerjaan dalam novel Lasmi

karya Nusya Kuswantin?

c. Bagaimana peran perempuan di bidang pendidikan dalam novel Lasmi

karya Nusya Kuswantin?

d. Bagaimana peran perempuan di bidang keluarga dalam novel Lasmi

karya Nusya Kuswantin?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Mendeskripsikan tokoh dan penokohan tokoh perempuan dalam novel

Lasmi karya Nusya Kuswantin.

b. Mendeskripsikan peran perempuan di bidang pekerjaan dalam novel

Lasmi karya Nusya Kuswantin.

c. Mendeskripsikan peran perempuan di bidang pendidikan dalam novel

Lasmi karya Nusya Kuswantin.

Page 4: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

d. Mendeskripsikan peran perempuan di bidang keluarga dalam novel

Lasmi karya Nusya Kuswantin.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Memberikan wawasan dan pengetahuan baru bagi mahasiswa jurusan

Bahasa dan Sastra Indonesia.

b. Memberikan pandangan-pandangan tentang teori pengkajian sastra

terhadap karya sastra di Indonesia.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Penelitian ini bermanfaat untuk memperluas khasanah keilmuan

bidang kritik sastra di masyarakat dan dapat memberikan inspirasi

bagaimana seharusnya kaum laki-laki bersikap terhadap kaum

perempuan.

b. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan penulis tentang

konsep, peranan dan kedudukan perempuan.

Page 5: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya yang Relevan

Telah banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas tentang

feminisme, diantaranya: Suwarti (2009) penelitiannya berjudul “Ketidakadilan

Gender dalam Novel Perempuan Kembang Jepun Karya Lan Fang: Kajian

Feminis”. Hasil penelitiannya adalah marginalisasi perempuan, subordinasi

perempuan, stereotipe perempuan, kekerasan terhadap perempuan serta jender dan

beban kerja. Marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan,

tetapi juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat, atau kultur dan bahkan negara.

Subordinasi perempuan terjadi karena Anggapan bahwa perempuan itu irasional atau

emosional sehingga perempuan tidak dapat tampil memimpin, berakibat munculnya

sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Stereotipe

terhadap perempuan karena adanya anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan

adalah melayani suami. Kekerasan terhadap perempuan terjadi adalah bentuk

pemerkosaan terhadap perempuan termasuk pemerkosaan dalam perkawinan,

tindakan pemukulan atau serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga, pelecehan

terhadap perempuan, dan kekerasan terselubung. Adapun jender dan beban kerja

adalah adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa pekerjaan yang

dianggap masyarakat sebagai jenis pekerjaan perempuan, seperti semua pekerjaan

domestik, dianggap dan dinilai lebih rendah dibandingkan pekerjaan yang dianggap

sebagai pekerjaan laki-laki, serta dikategorikan sebagai bukan produktif sehingga

tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi negara.

Marfika Santiasih Isma (2005) dengan judul penelitiannya Pandangan Tiga

Tokoh Utama Wanita tentang Emansipasi dalam Novel Tiga Orang Perempuan

Karya Maria A. Sardjono. Hasil penelitian ini membahas tiga tokoh utama wanita

memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang emansipasi. Ada yang mendukung

ada pula yang kurang mendukung. Tokoh Nenek kurang mendukung karena latar

belakang budaya/adat. Tokoh Ibu mendukung emansipasi karena latar belakang

pangalaman masa lalu semasa beliau masih kecil.Tokoh Gading mendukung

emansipasi wanita karena latar belakang lingkungan keluarganya yang demokratis

dan berwawasan modern. Kedua tokoh, Ibu dan Gading, sama-sama mendukung

Page 6: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

emansipasi wanita karena alasan bahwa wanita berhak untuk maju dan memperoleh

hak yang sama seperti kaum laki-laki.

Tri Handayani (2006) dengan judul penelitiannya Peranan Tokoh “Candi”

dalam novel Biru Karya Fira Basuki. Hasil penelitiannya yaitu a). Tokoh Candy

digambarkan sebagai wanita mandiri yang mampu mencukupi keluarganya tanpa

bergantung pada orang lain. b). Tokoh Candy menampilkan stereotipe yang

memenuhi atau tidak memenuhi sistem patriarkal. Stereotipe yang ditampilkan oleh

pengarang dalam masyarakat yaitu mempunyai peranan sebagai wanita kariryang

berfprofesi sebagai model dan sebagai penghibur laki-laki yang keduanya digambaran

memiliki sikap, tindakan, dan pemikiran berbeda dengan nilai baku masyarakat.

Heri Aprilianto (2005) dengan judul penelitiannya Tokoh Utama Wanita,

dalam Pandangan Gender pada Novel Wajah Sebuah Vagina Karya Naning

Pranoto. Hasil penelitiannya yaitu: a). Tokoh utama wanita dalam novel Wajah

Sebuah Vagina karya Naning Pranoto adalah Sumirah. Sumirah memiliki sifat mudah

tergoda atau dirayu, tidak mudah melupakan kebaikan orang lain, menghargai orang

lain, dan tidak ingin orang lain khawatir atau sedih, takut menyinggung perasaan

orang lain, dan pekerja keras. b).Jenis gender tokoh utama wanita dalam novel Wajah

Sebuah Vagina karya Naning Pranoto meliputi sebagai berikut. (1) Gender difference,

seperti terlihat pada saat Sumirah menjadi penjual bir di hotel karena disuruh oleh

suaminya. (2) Gender gap yaitu adanya perbedaan dalam hubungan berpolitik dan

bersikap antara laki-laki dan perempuan, seperti terlihat pada saat Sumirah

diperlakukan semena-mena oleh lurah di desanya. (3) Genderization, seperti terlihat

pada saat Sumirah menjadi penjual bir di hotel, karena sebagai seorang wanita

mempunyai sifat yang ulet, terampil dan teliti, maka oleh suaminya ia di suruh

menjual bir di hotel. (4) Gender identity, seperti terlihat pada saat Sumirah merasa

bersalah karena belum bisa membantu Totti memasak dan membersihkan rumah.

Sebagai seorang perempuan ia mempunyai peran domestik yaitu memasak dan

membersihkan rumah. c) Ketidakadilan gender yang dialami tokoh utama wanita

dalam novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto adalah: ketidakadilan yang

berupa stereotip, marginalisasi perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan

subordinasi pekerjaan perempuan.

Page 7: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Feminisme dan Sastra

Perjuangan emansipasi wanita saat ini masih aktif diperjuangkan oleh

sebagian wanita. Mereka memperjuangkan emansipasi wanita karena masih

merasakan ketidakadilan gender dengan kaum laki-laki. Gerakan perjuangan

ketidakadilan gender ini sering disebut dengan gerakan feminisme.

Ratna (2007, 184) berpendapat bahwa feminisme adalah gerakan kaum

wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan,

dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan

ekonomi maupun dalam kehidupan sosial pada umumnya.

Feminisme dalam dunia sastra menghasilkan representasi mengenai

perbedaan gender yang memberi sumbangan pada pandangan sosial bahwa laki-

laki dan perempuan memiliki nilai yang berbeda. Perempuan sering menjadi

feminis dengan menjadi sadar akan, dan mengkritik, kekuasaan misrepresentasi

simbolis atas perempuan. Jackson & Jones (2009: 332).

Karya sastra berupa novel, puisi, maupun cerpen dapat dikaji

menggunakan pendekatan feminisme, asalkan ada tokoh wanitanya. Kita akan

mudah menggunakan pendekatan ini jika tokoh wanita itu dikaitkan dengan tokoh

laki-laki. Tidaklah menjadi soal apakah mereka berperan sebagai tokoh utama

atau tokoh protagonis, atau tokoh bawahan (Djajanegara, 2000: 51).

Dalam proses pengkajian sastra feminis, ada beberapa pendekatan

feminisme yang dapat digunakan untuk menunjang penelitiannya. Gross

menguraikan lima hal yang membuat teori-teori tentang persamaan sebelumnya.

Pertama, Wanita menjadi subyek dan objek ilmu pengetahuan. Dengan

menciptakan ilmu pengetahuan menjadi absah. Kedua, semua metode, prosedur,

anggapan, dan teknik teori-teori sebelumnya dipertanyakan. Ketiga, dengan

mempergunakan teori otonomi, kaum feminis tidak Cuma mengembangkan

perspektif-perspektif mengenai wanita dan isu-isunya, tetapi juga tentang sederet

topik yang luas, dengan memasukkan teori-teori lain. Keempat, teori-teori feminis

tidak hanya menegaskan alternatif-alternatif, tetapi berkarya melalui teks-teks

patriarkis. Teori-teori itu tidak lagi menyalahkan atau menerima tulisan-tulisan

yang disampaikan. Tulisan-tulisan yang ada tersebut kini dianalisis, diuji, dan

Page 8: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

dipertanyakan. Pada akhirnya, teori feminis menekankan institusi-instistusi sosial

dan tindakan sosial, dengan memberikan kerangka-kerangka alternatif (Gross

dalam Jane & Helen, 2002: 20-21).

2.2.2 Beberapa Pendekatan Feminisme

Beberapa pendekatan dalam kerangka feminisme meliputi pendekatan

feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme radikal, dan feminisme sosialis.

Namun ada juga konsep-konsep lebih baru yang memisahkan diri dari

pendekatan-pendekatan sebelumnya namun tetap terfokus pada ketidakadilan

gender, yaitu konsep feminisme kultural dan feminisme pasca struktural.

2.2.2.1 Feminisme Liberal

Dalam tradisi feminisme-liberal, penyebab penindasan wanita dikenal

sebagai kurangnya kesempatan dan pendidikan mereka secara individual atau

kelompok. Cara pemecahan untuk mengubahnya, yaitu menambah kesempatan-

kesempatan bagi wanita, terutama melalui institusi-institusi pendidikan dan

ekonomi. Landasan sosial bagi teori ini muncul selama masa revolusi Prancis dan

masa pencerahan di Eropa barat. Perubahan-perubahan sosial besar-besaran

tersebut menyediakan baik argumen-argumen politik maupun moral, untuk

gagasan-gagasan mengenai “kemajuan, kontrak, sifat dasar, dan alasan” yang

memutuskan ikatan-ikatan dan norma-norma tradisional (Kandal, 1985:5).

Asumsinya, apabila wanita diberi akses yang sama untuk bersaing, mereka akan

berhasil. Kaum feminis liberal secara khusus mengabaikan suatu analisis yang

sistematis mengenai faktor-faktor struktural, dan menganggap bahwa rintangan-

rintangan sosial dapat diatasi oleh usaha-usaha individual dan campur tangan

pemerintah. Mereka juga mengabaikan cara-cara bagaimana diskriminasi sosial

dan institusional bisa mempengaruhi pilihan-pilihan individual, sehingga

menciptakan pola ketidakadilan.

2.2.2.2 Feminisme Marxis

Kaum feminisme Marxis tradisional mencari asal penindasan terhadap

wanita dari permulaan pemilikan kekayaan pribadi. Penyebab penindasan wanita

Page 9: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

dihubungkan dengan tipe organisasi sosial, khususnya tatanan perekonomian.

Sistem kelas yang berdasarkan pemilikan pribadi, secara inheren bersifat

menindas, dan kaum lelaki kulit putih mempunyai kedudukan-kedudukan

istimewadi dalamnya. Unsur kunci yang membedakan feminisme Marxis

dariteori-teori feminis lain terletak pada anggapannya, bahwa kapitalisme atau

penindasan kelas merupakan penindasan utama. Penindasan kelas khususnya

dikaitkan dengan cara kapitalisme menguasai wanita dalam kedudukan-

kedudukan yang direndahkan. Di dalam sistem-sistem kapitalisme, wanita telah

dipergunakan sebagai suatu cadangan tenaga kerja yang tidak dibayar di rumah-

rumah, wanita menyediakan suatu pelayanan gratis untuk para kapitalis yang

menjadi pajak tersembunyi bagi upah yang diterima kaum pekerja. Lagipula,

wanita melakukan reproduksi angkatan kerja di dalam rumah sebagai ruang

pribadi tersebut. Wanita juga merupakan konsumenyang membeli produk-produk

kapitali; dengan cara demikian, memperkuat terhadap mereka sendiri

Wanita ditekan karena adanya struktur ekonomi. Kaum feminis Marxis

beranggapan, bahwa hanya setelah penindasan ekonomi dipecah-pecahkan,

penindasan patriarkis bisa dihapuskan. Karena itu, agar masyarakat berubah,

dituntut perubahan radikal dalam struktur ekonomi dan penghancuran

ketidaksamaan yang berdasarkan kelas. Fokusnya di sini ialah pada faktor-faktor

struktural mengenai penindasan sebagai lawan dari kesempatan-kesempatan

individual.

2.2.2.3 Feminisme Radikal

Di dalam perspektif feminisme radikal, digambarkan bahwa wanita

ditindas oleh sistem-sistem sosial patriarkis, yaknipenindasan-penindasan yang

paling mendasar. Penindasan berganda seperti rasisme, eksploitasi jasmaniah,

heteroseksisme, dan kelas-isme terjadi secara signifikan dalam hubungannya

dengan penindasan patriarkis. Agar wanita terbebas dari penindasan, perlu

mengubah masyarakat yang berstruktur patriarkis.

Unsur pokok patriarki dalam analisis feminis radikal, adalah kontrol

terhadap wanita melalui kekerasan. Carole Shefield (dalam Jane & Helen, 2002:

28) menegaskan bahwa kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap wanita oleh

Page 10: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

laki-laki, menggambarkan kebutuhan sistem patriarki untuk meniadakan kontrol

wanita atas tubuh dan kehidupan mereka sendiri. Kekerasan ini terjadi dalam

bentuk-bentuk serangan seksual, incest, pemukulan dan pelecehan seksual

terhadap wanita oleh laki-laki.

2.2.2.4 Feminisme Sosialis

Di kalangan feminisme sosialis, baik patriarki maupun kelas dianggap

merupakan penindasan utama. Suatu bentuk penindasan tidaklah mencontoh

penindasan lain sebelumnya. Feminisme sosialis meliputi:

Pemusatan dan pengarahan kembali, oleh feminisme terhadap pendekatan historis Marxian...untuk memahami struktur penindasan wanita, terutama dalam kaitannya dengan struktur jenis kelamin, keluarga, dan hierarki pembagian kerja seksual. (Eisenstein dalam Jane & Helen, 2002: 29)

Di dalam kerangka feminis sosialis cara-carapemecahan masalah untuk

perubahan, meliputi perubahan-perubahan sosial radikal intuisi-instuisi

masyarakat. Buku Juliet Mitchel, women’s Estate (1971), telah meletakkan dar-

dasar untuk feminisme sosialis. Di dalamnya, iamenggambarkan politik-politik

penindaan sebagai suatu konsekuensi, baik dari penindasan patriarkat maupun

penindasan kelas. Ia memperkenalkan konsepsi-konsepsi inti feminis sosialis,

untuk menganalisis dimensi-dimensi penindasan, seperti produksi, reproduksi,

sosialisasi, dan seksualitas.

Heidi Hartman (1981), feminis terkemuka lainnya di dala kerngka sosialis,

menyataka bahwa basis patriarki adalah pembagian kerja seksual, yang benar-

benar ada pada semua masyarakat. Basis material patriarki –kontrol atas buruh

wanita—membuat laki-laki bisa mengontrol akses wanita kepada sumber-sumber

produktif. Sebagai memelihara anak, wanita memproduksi hubungan-hubungan

sosial matriarkat, termasuk hubungan antar generasi laki-laki/perempuan. Melalui

proses sosialisasi keluarga ini, kemitraan patriarki dan kapitalisme diabsahkan.

Kapitalisme menjalin kekuatan dengan patriarki untuk mendominasi buruh wanita

dan seksualitas, melalui penguatan dan pengembangan ideologi yang

merasionalisasikan penindasan wanita.

Page 11: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

Ada kemungkinan bahwa feminisme sosialis itu “tak kurang dari

pertemuan aliran-aliran feminisme Marxis, feminisme radikal, dan pemikiran

psikoanalisis yang lebih kuat” (Tong, 1989:73). Mitchell dan Hartmann

mengajukan suatu pendekaan sistem-dwi rangkap (a dual systems approach),

untuk menganalisis kesejajaran penindasan patriarki dan kapitalisme. Jagger

(1983) menjebatani wawasan pengertian Marxis dan persepektif-persepektif

radikal, melalui konsep alienasi. Kaum Marxis berpendapat bahwa pekerjaan

merupakan aktifitas sentral manusia yang menjadi teralienasi di bawah

kapitalisme, saat buruh dipisahkan dari kontrol atas pekerjaan mereka. Alienasi

tersebut meluas pada pekerjaan spesifik berdasarkan jenis kelamin yang

dipengaruhi baik patriarki maupun kapitalisme. Wanita teralienasi dari tubuh-

tubuh mereka, pekerjaan reproduksi mereka dan peran-peran keibuan mereka.

(Jane & Helen, 2002: 21-31).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologi dan

feminisme. Teori-teori feminisme baik feminisme liberal, feminisme Marxis,

feminisme radikal, dan feminisme sosialis yang dianggap mendukung, digunakan

untuk menunjang penelitian ini. Suatu teori integratif mengenai penindasan wanita

sebaiknya diambil dari menyambung-nyambungkan potongan-potongan kecil

dengan mengingat keterampilan tradisional wanita. Potongan-potongan kecil

seperti itu merupakan konsep-konsep yang bermanfaat bagi model-model feminis

yang mempersatukannyasehingga menjadi suatu susunan teoritis yang kuat (Jane

& Helen, 2002: 53)

2.2.3 Sosiofeminis

Dalam Sofia (2009: 22), kritik sastra sosiofeminis menekankan peran-

peran yang diberikan untuk perempuan di masyarakat. Hal ini dapat dipahami

bahwa perempuan memiliki peran-peran tertentu dalam kehidupan bermasyarakat

di berbagai bidang. Soekamto (2002:243) menjelaskan bahwa hubungan-

hubungan sosial pada masyarakat, merupakan hubungan antara peranan-peranan

individu dalam masyarakat. Sementara Mosse (2002:5) menyatakan bahwa dalam

setiap masyarakat, kaum pria dan wanita memiliki peran gender yang berbeda.

Terdapat perbedaan pekerjaan yang dilakukan mereka di dalam masyarakat

Page 12: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

disebabkan oleh berbagai macam faktor, mulai dari lingkungan alam, hingga

cerita dan mitos-mitos yang digunakan untuk memecahkan teka-teki perbedaan

jenis kelamin. Mengapa perbedaan itu tercipta dan bagaimana dua orang berlainan

jenis dapat berhubungan baik satu dengan yang lainnya dan dengan sumber daya

alam sekitarnya.

Penelitian peranan perempuan ini merupakan penerapan dari wacana

images of women (citra perempuan). Images of women merupakan suatu jenis

sosiologi yang menganggap teks-teks sastra dapat digunakan sebagai bukti adanya

berbagai jenis peranan perempuan. Penelitian images of women dilakukan untuk

dua kegunaan yang berbeda. Di satu pihak penelitian images of women digunakan

untuk mengungkap hakikat representasi stereotipe yang menindas yang diubah ke

dalam model-model peran serta menawarkan pandangan yang sangat terbatas dari

hal-hal yang diharapkan oleh seorang perempuan. Di pihak lain, penelitian images

of women digunakan untuk memberikan peluang berpikir tentang perempuan

untuk membandingkan bagaimana perempuan telah direpresentasikan dan

bagaimana seharusnya perempuan dipresentasikan (Ruthven dalam Sofia,

2009:22-23).

Peranan perempuan dapat dilihat melalui pencitraan. Citra merupakan

sebuah gambaran pengalaman indra yang diungkapkan lewat kata-kata, gambaran

berbagai pengalaman sensoris yang dibangkitkan oleh kata-kata. Sementara itu,

pencitraan merupakan kumpulan citra (the colection of images) yang

dipergunakan untuk melukiskan objek dan kualitas tanggapan indra yang

dipergunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi harfiah maupun secara

kias ( Abrams dalam Sofia, 2009:24).

2.2.4 Peranan Perempuan

Perempuan harus punya peran ganda yaitu dalam lingkungan keluarga dan

lingkungan masyarakat, kedua peran wanita tersebut harus dijalankan secara

seimbang. Hal tersebut tidak bisa lepas dari kodrat dan kultur yang ada.

Saat ini pekerjaan tidak lagi didominasi oleh laki-laki, namun kaum

perempuan sudah banyak yang merambah pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh

Page 13: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

kaum laki-laki. Misalnya saja sopir busway di Jakarta, ada beberapa kaum

perempuan yang bekerja di sini.

Tiga hal yang mencangup peranan, yaitu:

a). Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi

atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini

merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang

dalam kehidupan kemasyarakatan.

b). Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c). Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang

penting bagi struktur sosial masyarakat.

Perlu disinggung perihal fasilitas-fasilitas bagi peranan individu

(role-facilities). Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas kepada

individu untuk dapat menjalankan peranan (Soekamto dalam Handayani, 2006:

17-18).

2.2.4.1 Teori tentang Peran Wanita dalam Pekerjaan

Peran-peran pengasuhan bagi wanita merupakan dimensi-dimensi yang

tumpang tindih, baik pekerjaan yang dibayar maupun tak dibayar. Sebagai juru

rawat, juru rawat pembantupekerja sosial, guru pertama masa kanak-kanak dan

pekerjaan pengasuh anak, sebagai ibu dan sebagai anak perempuan, wanita

memikul tanggung jawab atas pemeliharaan emosi dan fisik orang-orang lain.

Para periset kualitatif telah menguraikan, “lipatan kehidupan wanita bergerak dari

pengasuh di dalam rumah mereka ke pengasuh ke dalam angkatan kerja atau

sukarela. “kehidupan wanita tidaklah terdiri atas susunan yang mudah dilihat,

bagian-bagian ruangan tersendiri”, tetapi lebih merupakan jalinan aktivitas yang

saling tergantung ( Jane & Helen, 2002: 112-113)

Corley dan Mauksch memeriksa status dan peranan juru rawat berijasah,

serta menyimpulkan, “ kehadiran juru rawat secara sosial akan disangkutpautkan

dengan pada jenis kelamin perempuan” (1988:135). Mereka mengaitkan

perawatan dengan stereotipe wanita yang memiliki komitmen tinggi terhadap

pelayanan dan perawatan pasien, disertai komitmen yang rendah terhadap karir.

Page 14: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

Mereka menguji gagasan mengenai komitmen di kalangan juru rawat meningkat,

tanggung jawab pihak-pihak lain, termasuk dokter, administrasi, dan sebagainya

berkurang. Bagi juru rawat, komitmen merupakan suatu gagasan yang

diromantisasi, yang membebaskan hal-hal lainnya dari kesalahan-kesalahan atas

upah yang rendah (wanita melakukan hal ini karena mereka ingin melakukannya,

atau kesalahan atas perlakuan klien (merupakan tanggung jawab juru rawat untuk

memelihara emosi dan aspek-aspek sosial perawatan kesehatan, atau juru rawat

dapat memenuhi perbandingan-perbandinganperawat/pasien atau dokter/pasien).

(Jane & Helen, 2002:113).

Selain pekerjaan-pekerjaan yang dibayar, para wanita juga ikut

berpartisipasi dalam dunia pekerjaan sukarela (volunter). Doris Gold (dalam Jane

&Helen, 2002: 122) mengenai pekerjaan volunter. Ia menilai sebab-sebab yang

sadar dan tak sadar bagi wanita, untuk berpartisipasi dalam aktivitas-

aktivitassemacam itu, yang berasal dari pengkondisian sosial, diskriminasi

struktural, serta kisah panjang pelayanan wanita di dalam gerejadan keluarga

tanpa imbalan ekonomi atau otoritas.

2.2.4.2 Teori tentang Peran Wanita dalam Pendidikan

Pendidikan sekolah merupakan suatu proses pembelajaran dimana ada

pendidik dan peserta didik yang bertujuan untuk memanusiakan manusia dan

mendewasakan manusia tanpa adanya diskriminasi gender. Dalam setiap situasi

pendidikan sekolah tersebut, murid-murid wanita dan pria terbuka pada buku-

buku teks, bahan-bahan dan sikap guru secara halus dapat mempengaruhi

pemikiran mereka tentang diri mereka sendiri serta masyarakat mereka. Sebagai

pendidik, wanita juga melakukan beragam peran sebagai administrator dan guru

yang mencerminkan pola-pola feminisasi. (Jane & Helen, 2002: 144).

Wanita memiliki sikap yang lebih lemah lembut daripada laki-laki, hal ini

membuat wanita bisa diterima karena dianggap mampu memberikan pengajaran di

sekolah. Ketika wanita memasuki profesi pengajaran, kesesuaian peran-peran

tersebut menyebabkan diterimanya wanita sebagai pekerja pendidikan (Jane &

Helen, 2002:159).

Page 15: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

2.2.4.3 Teori tentang Peran Wanita dalam Keluarga

Fakih (2001:11) memaparkan bahwa kaum perempuan memiliki peran

gender dalam mendidik anak, merawat dan mengelola kebersihan dan keindahan

rumah tangga adalah konsruksi cultural dalam suatu masyarakat tertentu. Oleh

karena itu, boleh jadi urusan mendidik anak dan merawat kebersihan rumah

tangga bisa bisa dilakukan oleh kaum laki-laki. Oleh karena jenis pekerjaan itu

bisa dipertukarkan dan tidak bersifat universal, apa yang sering disebut sebagai

“kodrat wanita” dalam kasus mendidik anak dan mengatur kebersihan rumah

tangga, sesungguhnya adalah gender.

Menurut kondisi normatif, pria dan wanita mempunyai status atau

kedudukan dan peranan (hak dan kewajiban) yang sama, akan tetapi menurut

kondisi objektif, wanita mengalami ketertinggalan yang lebih besar dari pada pria

dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Kondisi objektif ini tidak

lain disebabkan oleh norma sosial dan nilai sosial budaya yang masih berlaku di

masyarakat. Norma social dan nilai sosial budaya tersebut, di antaranya di satu

pihak, menciptakan status dan peranan wanita di sektor domestik yakni berstatus

sebagai ibu rumah tangga dan melaksanakan pekerjaan urusan rumah tangga,

sedangkan di lain pihak, menciptakan status dan peranan pria di sektor publik

yakni sebagai kepala keluarga atau rumah tangga dan pencari nafkah.

Laki-laki dan perempuan dalam berumah tangga dapat saling tukar-

menukar pekerjaan rumah sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.

Perempuan dapat menggantikan pekerjaan laki-laki dalam hal tertentu. Misalnya

membantu mengetikkan tugas kantor suami. Sebaliknya, suami dapat

menggantikan peran istri dengan memasak di dapur.

Page 16: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Sosiologi Feminisme dengan

metode analisis, interpretatif, dan deskriptif. Metode analisis digunakan untuk

menganalisis novel dan mencari data. Kemudian data tersebut diinterpretasikan.

Metode interpretatif digunakan untuk menafsirkan makna yang terkandung dalam

karya sastra tersebut (Aminudin, 1991:123). Penelitian deskriptif mencoba untuk

memaparkan konsep-konsep pemikiran tentang perempuan dalam novel Lasmi

karya Nusya Kuswantin.

3.2 Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data tertulis berupa

novel Lasmi karya Nusya Kuswantin yang diterbitkan oleh Kaki Langit Kencana

tahun 2009. Novel ini berjumlah 232 halaman dengan ukuran 11,5 x 19 cm,

dengan sampul depan berwarna merah dengan gambar abstrak seorang wanita

yang sedang duduk.

Data yang dipakai dalam penelitian ini berupa paparan bahasa, kata, atau

kalimat yang terdapat di dalam novel Lasmi karya Nusya Kuswantin. Data

merupakan data penting yang diambil dari isi novel sesuai dengan masalah yang

telah dirumuskan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini yaitu dengan mengumpulkan data

yang diperoleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

Adapun proses pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Membaca teks sastra (dalam hal ini adalah novel Lasmi karya Nusya

Kuswantin).

Page 17: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

2. Menganalisis dan mengklarifikasikan peran perempuan dalam novel Lasmi

karya Nusya Kuswantin

3. Membuat kesimpulan hasil analisis novel Lasmi karya Nusya Kuswantin.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis data pada novel

Lasmi karya Nusya Kuswantin adalah teknik analisis deskriptif. Teknik analisis

deskriptif digunakan untuk mengolah data yang telah dikelompokkan berdasarkan

tujuan penelitian dan mendeskripsikan teks-teks yang bermuatan peran

perempuan dalam novel Lasmi karya Nusya Kuswantin, kemudian disusul dengan

analisis.

Page 18: Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi

DAFTAR PUSTAKA

Kuswantin, Nusya. 2009. Lasmi. Jakarta: Kaki Langit Kencana

Sofia, Adib. 2009. Aplikasi Kritik Sastra Feminis, Perempuan dalam Karya-karya

Kuntowijoyo. Yogyakarta: Citra Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme, diakses pada tanggal 1 Mei 2010

Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia

Pustaka.

Wiyatmi. 2009. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher

Handayani, Tri. 2006. Peranan Tokoh “Candi” dalam Novel Biru Karya Fira

Basuki (Kajian Feminisme). Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya:

JBSI UNESA.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ollenburger, C. Jane dkk. 2002. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta

Jackson, Stevi dkk. 1998. Pengantar Teori-teori Feminis Kontemporer.

Yogyakarta: Jalasutra.