peran perempuan dalam meningkatkan kualitas baca …
TRANSCRIPT
PERAN PEREMPUAN DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS BACA TULIS AL-QUR’AN
(Studi Kasus di Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo
Larangan Tangerang)
Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
Annisa Fauziah
NIM. 08310856
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QURAN (IIQ)
JAKARTA
2015 M
PERAN PEREMPUAN DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS BACA TULIS AL-QUR’AN
(Studi Kasus di Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo
Larangan Tangerang)
Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
Annisa Fauziah
NIM. 08310856
Pembimbing
Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah, M.Ag
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QURAN (IIQ)
JAKARTA
2015 M
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Peran Perempuan Dalam Meningkatkan
Kualitas Baca Tulis Al-Qur’an (Studi Kasus di Majelis Taklim
Nurul Fitri Kreo Larangan Tangerang)” yang disusun oleh
Annisa Fauziah dengan Nomor Induk Mahasiswa 08310856
telah melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh
pembimbing telah memenuhi syarat ilmiah untuk diujikan di
sidang Munaqasyah.
Pembimbing
Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah, M.Ag
Tanggal: 2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Peran Perempuan Dalam Meningkatkan
Kualitas Baca Tulis Al-Qur’an (Studi Kasus di Majelis Taklim
Nurul Fitri Kreo Larangan Tangerang)” yang disusun oleh
Annisa Fauziah dengan Nomor Induk Mahasiswa 08310856
telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Tarbiyah
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta pada tanggal 31 Agustus
2015. Skripsi telah di terima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I).
Jakarta, 31 Agustus 2015
Dekan Fakultas Tarbiyah
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah, M.Ag
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Wasmini Yuyun Siti Zaenab, S.Pd.I
Penguji I Penguji II
Dr.KH.Ahmad Fathoni, Lc.M.Ag Dr.KH.Ahmad Fudhaili, M.Ag
Pembimbing
Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah, M.Ag
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Annisa Fauziah
NIM : 08310856
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 07 Maret 1988
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Peran Perempuan
Dalam Meningkatkan Kualitas Baca Tulis Al-Qur’an (Studi
Kasus di Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo Larangan
Tangerang)” adalah benar-benar asli karya saya kecuali
kutipan-kutipan yang telah disebutkan. Kesalahan dan
kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung
jawab saya
Jakarta, 28 Juli 2015
Annisa Fauziah
iv
MOTTO
“Sebaik-baiknya orang diantara kamu adalah orang yang
mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR.
Bukhari).
v
PERSEMBAHAN
Untuk Kedua Orangtua dan Suamiku tercinta, serta untuk
saudara-saudaraku tersayang.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah SWT, Dzat
yang telah memberikan rahmat, melimpahkan berbagai nikmat
dan karunia-Nya, khususnya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Peran
Perempuan Dalam Meningkatkan Kualitas Baca Tulis Al-
Qur’an (Studi Kasus di Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo
Larangan Tangerang)”.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada Rasul kita, Nabi Muhammad SAW, juga kepada
segenap keluarga, para sahabat, serta umat beliau diakhir
zaman ini. Amin. Penulis sangat menyadari adanya bantuan
dari berbagai pihak, baik berupa do’a, dukungan, motivasi,
kritik, dan saran selama penyelesaian skripsi ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar.
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis
ucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu, baik berupa moril maupun materil, terutama
kepada:
vii
1. Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Ibu
Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo MA.
2. Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an
(IIQ) Jakarta sekaligus Dosen Pembimbing, Ibu Dr.
Hj. Umi Khusnul Khotimah, M.Ag, yang dengan
kesabaran dan ketelatenan beliau bersedia
memberikan pengarahan, bimbingan, wawasan
keilmuan yang sangat berharga bagi penulis,
meskipun dalam kesibukan beliau yang sangat
padat, tetapi masih bersedia meluangkan waktunya
untuk penulis. Sehingga sangat memberikan
kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak dan ibu Dosen Fakultas Tarbiyah IIQ
Jakarta, yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan kepada penulis, selama penulis berada
di bangku perkuliahan.
4. Seluruh Staf Fakultas Tarbiyah IIQ Jakarta, ibu
Wasmini dan ibu Yuyun Siti Zaenab, S.Pd.I, yang
telah membantu proses penulisan skripsi ini dari
awal sampai akhir.
5. Ayahanda Majuk dan Ibunda tercinta Hj. Rokoyah,
yang senantiasa mendidik, memberikan dukungan
viii
serta do’a untuk penulis, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
6. Suami tercinta, Abang Heriyanto yang senantiasa
mencurahkan perhatian, kasih sayang, memotivasi,
mendo’akan, membantu mengurus segalanya tanpa
mengenal lelah, terimakasih atas segala
pengorbanan dan kesetiaan yang telah diberikan,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. Kakak tersayang Fitria dan Maryati yang telah
banyak membantu dan memberikan dukungan serta
doa sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
8. Bapak Ajat Sudrajat, ibu Elsi, dan Sdr. Ahmad
Madih, yang telah membantu penulis, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Sahabat-sahabatku angkatan 2008, yang sama-sama
menempuh pendidikan program S1 di IIQ Jakarta,
terutama kepada Dewi Maharani, Ibu Rahmi Pujiati,
Rosiana, Nur Husna, yang telah memberikan
informasi, motivasi dan do’a dalam penulisan
skripsi ini.
10. Para sahabat, saudara, dan berbagai pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
ix
selalu mendukung dan mendoakan sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan.
Kepada semua yang telah disebutkan di atas, penulis
tidak dapat memberikan sesuatu yang berarti. Hanya doa yang
dapat penulis panjatkan, semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan, yang telah diberikan baik berupa bantuan,
penjelasan, dukungan dan do`a. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan keberkahan, kesehatan, keselamatan, dan
lindunganNya baik di dunia maupun di akhirat
Terakhir, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini
jauh dari sempurna. Kritik dan saran membangun sangat
diharapkan, semoga penelitian ini menjadi salah satu bagian
kecil yang dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan
pendidikan anak bangsa.
Amin Ya Robbal `alamin.
Jakarta, 28 Juli 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBINGi
LEMBAR PENGESAHANii
PERNYATAAN PENULISiii
MOTTO DAN PERSEMBAHANiv
KATA PENGANTARv
DAFTAR ISIviii
DAFTAR TABELx
ABSTRAKSIxiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 4
C. Pembatasan Masalah 5
D. Perumusan Masalah 5
E. Tujuan Penelitian 5
F. Manfaat Penelitian 5
G. Tinjauan Pustaka 6
H. Hipotesis Penelitian 8
I. Sistematika Penulisan 8
J.
xi
BAB II KERANGKA TEORI
A. Peran Perempuan
1. Pengertian Perempuan10
2. Karakteristik Perempuan12
3. Penciptaan Perempuan20
4. Kedudukan Perempuan dalam Islam26
5. Peran Perempuan dalam Islam39
B. Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-Qur’an
1. Pengertian Al-Qur’an41
2. Keutamaan Al-Qur’an44
3. Adab Pengajar dan Pelajar Al-Qur’an48
4. Adab Membaca dan Berinteraksi dengan
Al-Qur’an52
5. Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-
Qur’an60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian62
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian62
C. Variabel Penelitian63
D. Populasi dan Sampel64
E. Teknik Pengumpulan Data65
F. Prosedur Penelitian66
xii
G. Teknik Analisa Data67
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi70
B. Deskripsi Data73
C. Analisis Data88
D. Interpretasi Data90
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan92
B. Saran92
DAFTAR PUSTAKA94
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar Variabel Penelitian63
Tabel 2 Interpretasi Korelasi68
Tabel 3 Sarana dan Prasarana72
Tabel 4 Struktur Organisasi Majelis Taklim Nurul Fitri
Kreo
Larangan73
Tabel 5 Tentang Kemampuan Guru Al-Qur’an Dalam
Mengajarkan
Kaum Ibu Baca Tulis Al-Qur’an74
Tabel 6 Tentang Kemampuan Guru Al-Qur’an dalam
Memberikan
Motivasi Belajar Kepada Kaum Ibu74
Tabel 7 Tentang Kemampuan Guru Al-Qur’an Untuk
Bersikap Tenang
Dan Sabar Dalam Menghadapi Kaum Ibu Yang
Kurang Pandai.. 75
Tabel 8 Tentang Kemampuan Guru Al-Qur’an Dalam
Menyampaikan Pesan/Informasi/Materi
Pelajaran75
xiv
Tabel 9 Tentang Kepekaan Guru Al-Qur’an Terhadap
Kebutuhan Dan
Kondisi Kaum Ibu Dalam Belajar Al-Qur’an 76
Tabel 10 Tentang Sikap Guru Al-Qur’an Dalam Menerima
Masukan
Dan Saran 76
Tabel 11 Tentang Sikap Guru Al-Qur’an Terhadap kaum Ibu
Yang Belum Mengerti Pelajaran77
Tabel 12 Tentang Guru Al-Qur’an Dapat Menjadi Figur
Teladan
Yang Baik Bagi Kaum Ibu77
Tabel 13 Tentang Peran Guru Al-Qur’an Telah Banyak
Membantu
Kaum Ibu Dalam Belajar Baca Tulis Al-Qur’an78
Tabel 14 Tentang Latar Belakang Pendidikan Guru Al-
Qur’an78
Tabel 15 Nilai (Skor) Peran Perempuan Majelis Taklim
Nurul Fitri Kreo Larangan79
xv
Tabel 16 Tentang Tujuan Kaum Ibu Mempelajari Baca Tulis
Al-Qur’an80
Tabel 17 Tentang Perasaan Kaum Ibu Setelah Mengikuti
Pelajaran
Baca Tulis Al-Qur’an81
Tabel 18 Tentang Mempraktekkan Kaidah Ilmu Tajwid
Dalam
Membaca Al-Qur’an81
Tabel 19 Tentang Sikap Kaum Ibu Ketika Guru Al-Qur’an
Memberikan Tugas82
Tabel 20 Tentang Kesulitan Kaum Ibu Dalam Memahami
Kaidah Ilmu Tajwid82
Tabel 21 Tentang Kesulitan Kaum Ibu Ketika Evaluasi Baca
Tulis
Al-Qur’an Dilakukan83
Tabel 22 Tentang Kemampuan Kaum Ibu Membaca Al-
Qur’an Sesuai
xvi
Dengan Kaidah Ilmu Tajwid83
Tabel 23 Tentang Kemampuan Kaum Ibu Menulis Al-
Qur’an84
Tabel 24 Tentang Kemampuan Kaum Ibu Menyebutkan
Hukum Tajwid
Dalam Bacaan Al-Qur’an84
Tabel 25 Tentang Kemampuan Kaum Ibu Menyebutkan
Hukum Tajwid
Yang Terdapat Pada surat Al-Baqarah Ayat 5
(Lima85
Tabel 26 Nilai (Skor) Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-
Qur’an
Kaum Ibu Majelis Taklim Nurul Fitri85
Tabel 27 Nilai Angket Peran Perempuan (Variabel X) dan
Peningkatan
Kualitas Baca Tulis Al-Qur’an (Variabel Y86
xvii
Tabel 28 Korelasi Antara Variabel X (Peran Perempuan)
Dan
Variabel Y (Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-
Qur’an88
xviii
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul “Peran Perempuan Dalam
Meningkatkan Kualitas Baca Tulis Al-Qur’an (Studi Kasus di
Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo Larangan Tangerang)”,
dilakukan dengan latar belakang permasalahan yaitu masih
banyak orang Islam khususnya perempuan yang belum bisa
membaca dan menulis Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an
merupakan pedoman hidup bagi umat manusia. Majelis Taklim
Nurul Fitri Kreo, Larangan, Tangerang, merupakan salah satu
tempat khususnya bagi kaum ibu untuk belajar membaca dan
menulis Al-Qur’an, dengan tujuan agar kaum ibu di daerah
tersebut dapat membaca dan menulis Al-Qur’an dengan baik
dan benar. Objek dalam penelitian ini adalah kaum ibu Majelis
Taklim Nurul Fitri Kreo Larangan Tangerang yang seluruhnya
berjumlah 30 orang. Melalui penelitian ini penulis ingin
mengetahui hubungan antara peran perempuan dengan
peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur’an di Majelis Taklim
Nurul Fitri. Seberapa besar pengaruh hubungan antara peran
perempuan dengan peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur’an
di Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo Larangan Tangerang.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
metode penelitian deskriptif korelasional. Teknik pengumpulan
datanya dengan wawancara, angket, dan dokumentasi. Adapun
teknik analisis datanya menggunakan korelasional Product
moment.
Dari hasil penelitian penulis memperoleh hasil analisis
data penelitian yang menunjukkan nilai koefisien korelasi
sebesar (0,232). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak
terdapat korelasi yang signifikan antara peran perempuan
dengan peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur’an. Hal tersebut
xix
menunjukkan hubungan antara peran perempuan dengan
peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur’an di Majelis Taklim
Nurul Fitri Kreo Larangan Tangerang berada pada tingkat yang
rendah atau lemah.
Kata Kunci: Peran Perempuan, Peningkatan Kualitas Baca
Tulis Al-Qur’an
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an adalah firman Allah yang diturunkan
untuk seluruh umat manusia, yang berbeda latar belakang
baik ras, adat, budaya, bahasa, dan lain-lain. Al-Qur‟an
menjadi petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia.
Menerangkan segala sesuatu secara rinci untuk dapat
dijadikan pegangan hidup bagi kaum beriman, dalam
menyelesaikan berbagai problem kehidupan.
Menurut M. Quraish Shihab bahwa “Al-Qur‟an
adalah kalam (firman) Allah yang sekaligus merupakan
mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
dalam bahasa Arab, yang sampai kepada umat manusia
dengan cara al-tawattur (langsung dari Nabi Muhammad
SAW kepada orang banyak), yang kemudian termaktub
dalam bentuk mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan
ditutup dengan An-Nas”.1
1 M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008), Cet. Ke-VIII, h. 39.
2
Begitu pentingnya Al-Qur‟an dalam kehidupan umat
manusia khususnya umat muslim, sudah seharusnya kita
mempelajari serta memahami isi kandungan Al-Qur‟an.
Agar Al-Qur‟an benar-benar dapat berfungsi sebagai
petunjuk dan pedoman hidup bagi kehidupan.
Dalam buku yang berbeda M. Quraish Shihab
menjelaskan bahwa “Al-Qur‟an merupakan petunjuk-Nya
yang bila dipelajari akan membantu kita menemukan nilai-
nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian
berbagai problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan
akan menjadi pikiran, rasa, dan karsa kita mengarah kepada
realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan
ketentraman hidup pribadi dan masyarakat”2
Allah berfirman:
2 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas
Berbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2007), h.19.
3
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca
Kitab Allah (meneliti isinya, sehingga pekerjaannya
itu menjadi ciri dan tanda bagi mereka), dan
mendirikan shalat serta menafkahkan sebagian
rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka,
dengan diam-diam maupun terang-terangan, mereka
itu mengharapkan perniagaan yang tidak merugi,
agar Allah menyampaikan kepada mereka karunia-
Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”. (QS. Fathir[35]: 29-30).
Nabi Muhammad SAW. bersabda:
4
Hajjaj bin Minhal menyampaikan kepada kami dari
syu‟bah, dari Alqamah bin Marstad yang
mengatakan, aku mendengar dari sa‟d bin Ubaidah,
dari Abu Abdurrahman as-Sulaimi, dari Utsman
bahwa Nabi saw. bersabda, “Orang terbaik di
antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-
Qur‟an dan mengajarkannya.” Sa‟d bin Ubaidah
berkata,”Abu Abdurrahman as-Sulaimi mengajarkan
Al-Qur‟an kepada orang-orang semenjak masa
kekhalifahan Utsman hingga masa Hajjaj. Abu
Abdurrahman berkata, „hadits itu yang telah
membuat betah duduk di tempat dudukku ini (untuk
mengajarkan Al-Qur‟an).” (HR. al-Bukhari).3
Memperhatikan makna ayat dan hadits di atas,
terlihat jelas bahwa begitu pentingnya setiap umat muslim
untuk dapat membaca dan memahami kandungan Al-
Qur‟an, serta akan lebih baik lagi untuk dapat
menghafalnya. Karena Al-Qur‟an merupakan sumber dari
segala sumber ajaran Islam, rujukan utama dari segala
rujukan, basis bagi segala sains dan ilmu pengetahuan,
maka sudah seharusnya jika kita mengaku sebagai seorang
muslim, untuk dapat menguasai dan mendalami Al-Qur‟an.
Fenomena yang belakangan ini terjadi di masyarakat
muslim, terasa semakin sepi dari bacaan ayat-ayat suci Al-
3 Imam al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhâr, juz 6, Kitab Fadhâil Al-
Qur‟an, Bab Khoirukum Man Ta‟allam Al-Qur‟an wa „Allamahu, h. 192,
Hadis nomor 5027.
5
Qur‟an. Hal ini disebabkan karena munculnya berbagai
produk sains dan teknologi serta derasnya arus budaya
asing yang banyak menggeser minat untuk belajar
membaca Al-Qur‟an. Faktanya masih banyak orang Islam
khususnya kaum perempuan yang belum bisa membaca dan
menulis ayat-ayat Al-Qur‟an.
Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan, karena
perempuan mempunyai peran sangat strategis dalam
pendidikan anak. Terkait dengan peran tersebut, kehadiran
perempuan sangat dibutuhkan, khususnya dalam
pengajaran Al-Qur‟an terutama di majelis-majelis taklim
dekat tempat tinggal mereka. Masyarakat kita, khususnya
kaum ibu akan sangat terbantu dalam belajar Al-Qur‟an
dengan hadirnya peran perempuan yang notabene lebih
banyak kita temukan dalam menghadiri dan belajar Al-
Qur‟an di majelis-majelis taklim.
Dalam Islam perempuan di samping perannya dalam
keluarga dan pendidikan anak, juga mempunyai peran di
dalam masyarakat dan lingkungan. Jika perempuan adalah
seorang yang ahli dalam ilmu Agama, maka wajib baginya
untuk mendakwahkan apa yang ia ketahui kepada kaum
perempuan lainnya. Sebelum perempuan mengajar, maka
terlebih dahulu harus difasilitasi belajar. Oleh karena itu,
6
Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo, Larangan, Tangerang,
dibentuk untuk dapat memfasilitasi perempuan khususnya
kaum ibu di daerah tersebut, agar dapat belajar membaca
dan menulis Al-Qur‟an.
Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo, Larangan,
Tangerang, merupakan salah satu tempat khususnya bagi
kaum ibu untuk belajar membaca dan menulis Al-Qur‟an.
Dengan tujuan agar kaum ibu di daerah tersebut dapat
membaca dan menulis Al-Qur‟an dengan baik dan benar.
Majelis Taklim Nurul Fitri dibentuk pada tanggal 25 Juli
2010, oleh Ibu Hj. Rokoyah selaku Ketua sekaligus
pengajar Al-Qur‟an di majelis taklim tersebut. Majelis
Taklim Nurul Fitri bertempat di kediaman ibu Hj. Rokoyah,
tepatnya di jalan Chairil Anwar, Gang Swakarsa, No. 83
Rt. 004 Rw. 03, Kreo, Larangan, Tangerang. Pada awalnya
jumlah kaum ibu yang belajar Al-Qur‟an di majlis taklim
tersebut hanya sekitar 7 orang, namun seiring berjalannya
waktu serta semangat yang kuat dari kaum ibu untuk dapat
membaca dan menulis Al-Qur‟an, maka jumlah kaum ibu
yang belajar Al-Qur‟an di Majelis Taklim Nurul Fitri
jumlahnya semakin meningkat, yaitu berjumlah 30 orang.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis akan
meneliti sejauh mana Majelis Taklim Nurul Fitri berhasil
7
memberikan pembelajaran Al-Qur‟an kepada masyarakat
khususnya perempuan. Penelitian ini penulis beri judul
“Peran Perempuan Dalam Meningkatkan Kualitas Baca
Tulis Al-Qur‟an (Studi Kasus di Majelis Taklim Nurul Fitri
Kreo Larangan Tangerang)”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat
diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor pendukung dan penghambat proses
pembelajaran baca tulis Al-Qur‟an.
2. Peran perempuan dapat mempengaruhi kualitas
baca tulis Al-Qur‟an kaum ibu di Majelis
Taklim Nurul Fitri.
3. Peran perempuan dapat meningkatkan kualitas
dan kuantitas baca tulis Al-Qur‟an kaum ibu di
Majelis Taklim Nurul Fitri.
4. Hubungan antara peran perempuan dengan
peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur‟an kaum
ibu di Majelis Taklim Nurul Fitri.
5. Antusiasme perempuan dalam belajar baca tulis
Al-Qur‟an.
6.
8
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak keluar dari
pokok bahasan, maka penulis membatasi masalah dalam
penelitian ini, yaitu: Hubungan antara peran perempuan
dengan peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur‟an.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah
terdapat hubungan antara peran perempuan dengan
peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur‟an kaum ibu di
Majelis Taklim Nurul Fitri?
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan pembatasan dan perumusan masalah
di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
peran perempuan dengan peningkatan kualitas baca tulis
Al-Qur‟an.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
9
1. Hasil dari penelitian ini dalam rangka memberikan
kontribusi teoritik Lembaga Pendidikan Institut Ilmu
Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
2. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan Agama
dalam hal meningkatkan kualitas baca tulis Al-Qur‟an
bagi Dosen, Mahasiswa, dan khususnya bagi penulis
sendiri sebagai calon guru.
3. Dapat dijadikan landasan, acuan, dan pedoman
khususnya seorang pendidik perempuan dalam
meningkatkan kualitas baca tulis Al-Qur‟an.
4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan penelitian
selanjutnya.
G. Tinjauan Pustaka
Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian ini, ada beberapa penelitian yang relevan dan
dapat dijadikan bahan telaah oleh penulis, diantaranya:
1. Maryani (IIQ Jakarta, 2008) dalam skripsinya yang
berjudul “Peran Perempuan Menurut Konsep
Pendidikan Keluarga Dalam Islam (Studi Kasus di
Lingkungan Rt: 001/03 Tegal Parang Mampang
Prapatan Jakarta Selatan)” yang menyimpulkan
bahwa peran perempuan di lingkungan Rt: 001/03
10
Tegal Parang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan,
sangat berperan aktif dan sangat memperhatikan
keluarga, baik bagi suaminya maupun bagi anak-
anaknya. Sehingga tidak dapat diragukan lagi bahwa
berhasil atau gagalnya membentuk rumah tangga
yang sakinah tergantung pada peranan seorang
perempuan. Metodologi dalam penulisan skripsi ini
adalah lapangan dengan pendekatan kualitatif,
sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan
adalah penelitian lapangan dengan pendekatan
kuantitatif.
2. Zulfa Rosyidah (UIN Malang, 2008) dalam
skripsinya yang berjudul “Upaya Guru Pendidikan
Agama Islam Dalam Meningkatkan Kemampuan
Baca Tulis Al-Qur‟an Pada Anak Didik (Studi Kasus
di SDN Sidorejo 01 Doko Blitar)” yang
menyimpulkan bahwa upaya guru dalam dunia
pendidikan sangat berperan sekali dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Kemampuan guru dalam baca tulis Al-Qur‟an juga
sangat penting, maka sudah seharusnya seorang yang
mengajar Al-Qur‟an harus profesional dalam
bidangnya. Metodologi dalam penulisan skripsi ini
11
adalah lapangan dengan pendekatan kualitatif,
sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan
adalah penelitian lapangan dengan pendekatan
kuantitatif.
3. Fathur Rochim (Guru PAI SMPN 1 Ngemplak,
Boyolali, 2012) dalam penelitiannya yang berjudul
“Peningkatan Kemampuan Baca Tulis Al-Qur‟an
Dengan Metode Karimah Siswa Kelas 7D Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Ngemplak Kabupaten
Boyolali Tahun 2008/2009” yang menyimpulkan
bahwa prosentase siswa yang dapat membaca Al-
Qur‟an mengalami peningkatan pada setiap siklus.
Dengan demikian jika guru melakukan upaya-upaya
(menanamkan pentingnya membaca Al-Qur‟an,
pengembangan belajar kreatif dengan pengoptimalan
metode karimah, drill, dan demonstrasi serta
pemberian motivasi) untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur‟an, maka
siswa akan dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik
dan benar. Metodologi dalam penulisan skripsi ini
sama dengan metodologi penelitian yang akan
dilakukan saat ini, yaitu penelitian lapangan dengan
pendekatan kuantitatif.
12
Dari penelitian di atas, jelas bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara penelitian
sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan
saat ini. Pada penelitian yang akan dilakukan saat ini
terdapat sedikit persamaan dari penelitian
sebelumnya, yaitu pada penelitian sebelumnya (poin
satu), sama-sama meneliti tentang peran perempuan,
namun perbedaannya penelitian yang akan dilakukan
saat ini membahas tentang Peran Perempuan Dalam
Meningkatkan Kualitas Baca Tulis Al-Qur‟an di
Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo Larangan
Tangerang, sedangkan penelitian sebelumnya
membahas tentang Peran Perempuan Menurut
Konsep Pendidikan Keluarga Dalam Islam di
Lingkungan Rt: 001/03 Tegal Parang Mampang
Prapatan Jakarta Selatan.
Pada penelitian sebelumnya (poin dua dan
tiga) terdapat persamaan dengan penelitian yang
akan dilakukan saat ini, yaitu sama-sama meneliti
tentang Meningkatkan Baca Tulis Al-Qur‟an, namun
perbedaannya penelitian yang akan dilakukan saat ini
membahas tentang Peran Perempuan dalam
Meningkatkan Kualitas Baca Tulis Al-Qur‟an. Oleh
13
karena itu sejauh ini penulis belum menemukan
judul yang membahas tentang Peran Perempuan
Dalam Meningkatkan Kualitas Baca Tulis Al-Qur‟an
(Studi Kasus di Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo
Larangan Tangerang).
H. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka
penulis mengajukan hipotesa sebagai berikut:
Hipotesis alternatif (Ha) : Terdapat hubungan yang
signifikan antara peran perempuan dengan peningkatan
kualitas baca tulis Al-Qur‟an.
Hipotesis nol (Ho) : Tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara peran perempuan dengan peningkatan
kualitas baca tulis Al-Qur‟an.
I. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman
pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan
Disertasi” yang diterbitkan oleh IIQ Press, cetakan ke II
tahun 2011. Penulisan skripsi ini terbagi dalam 5 (lima)
bab. Masing-masing bab tersebut memiliki hubungan yang
erat antara yang satu dengan yang lainnya.
14
Untuk memudahkan pembaca dalam mempelajari
dan memahami skripsi ini, maka penulis akan membagi
sistematika penulisan ini menjadi lima bab yaitu:
Bab I : Pendahuluan: Bab ini meliputi sejumlah
pembahasan, yaitu: Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Hipotesis, dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Kerangka Teori: Bab ini meliputi sejumlah
pembahasan, yaitu: Pengertian Perempuan, Karakteristik
Perempuan, Penciptaan Perempuan, Kedudukan Perempuan
dalam Islam, Peran Perempuan dalam Islam, Pengertian Al-
Qur‟an, Keutamaan Al-Qur‟an, Adab Pengajar dan Pelajar
Al-Qur‟an, Adab Membaca dan Berinteraksi dengan Al-
Qur‟an, Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-Qur‟an.
Bab III : Metodologi Penelitian: Bab ini meliputi
sejumlah pembahasan, yaitu: Tempat dan Waktu Penelitian,
Jenis dan Pendekatan Penelitian, Variabel Penelitian,
Populasi dan Sampel, Teknik Pengumpulan Data, dan
Teknik Analisis Data.
Bab IV : Hasil Penelitian : Bab ini meliputi Sejarah
berdirinya Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo Larangan, Visi
Misi, Deskripsi Data, Analisis Data, Interpretasi Data.
15
Bab V : Penutup : Bab ini merupakan pembahasan
terakhir yang mencakup dua (2) hal utama, yaitu:
Kesimpulan, dan Saran.
16
17
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Peran Perempuan
1. Pengertian Perempuan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
“perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai
puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak,
menyusui, sama dengan wanita, istri, serta bini.”4
“Adapun pengertian perempuan secara etimologis
berasal dari kata empu yang berarti tuan, orang yang
mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar.”5
Sementara itu arti kata perempuan dari bahasa
asalnya Sansekerta, sangat berbeda dengan apa yang
ada di KBBI. Perempuan berasal dari kata per-empu-an.
Per itu berarti makhluk, empu berasal dari bahasa
Sansekerta yang berarti mulia, berilmu tinggi, pembuat
suatu karya Agung. Leluhur bangsa ini pun sudah
memberikan makna dalam kata perempuan sebagai
4 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,
http://kbbi.web.id/perempuan, diakses tanggal 28 Mei 2015. 5 Herman Saksono, Pusat Sudi Wanita, http://www.yoho.com,
diakses tanggal 28 Mei 2015.
18
bentuk penghormatan yang tinggi kepada kaum
wanita.6
Kata perempuan berhubungan dengan ampu
sokong, yakni memerintah, penyangga, penjaga
keselamatan, bahkan wali. Perempuan seakar juga
dengan kata puan, yang merupakan sapaan hormat
kepada kaum hawa, merupakan pasangan kata tuan bagi
laki-laki. Oleh karena itu perempuan sejajar dengan
laki-laki. Bahkan lebih tinggi karena empunya. Atau
dalam kesusastraan Melayu klasik kita mengenal kata
empuan yang juga berarti "perempuan" yakni sebutan
bagi istri raja. Mungkin dari situlah muncul kata
perempuan yang lebih kurang berarti "orang yang
dimuliakan atau yang dihormati". Kata perempuan
dapat digunakan untuk segala usia (perempuan kecil,
perempuan dewasa atau perempuan tua).7
Dalam bukunya Zaitunah Subhan, perempuan
berasal dari kata empu yang artinya dihargai. Zaitunah
menjelaskan pergeseran istilah dari wanita ke
6“Perempuan dan Wanita,”
http://shofisme.wordpress.com/2013/04/21/perempuan-dan-wanita/htm,
diakses tanggal 28 Mei 2015.
7 “Wanita dan Perempuan”,
http://serbasejarah.blogspot.com/2011/03/wanita-dan-perempuan-
Bagaimana.htm, diakses tanggal 28 Mei 2015.
19
perempuan. Kata wanita dianggap berasal dari bahasa
Sansekerta, dengan dasar kata Wan yang berarti nafsu,
sehingga kata wanita mempunyai arti yang dinafsui
atau merupakan objek seks. Jadi secara simbolik
mengubah penggunaan kata wanita ke perempuan
adalah mengubah objek menjadi subjek.8
Tetapi dalam bahasa Inggris wan ditulis dengan
kata want atau men dalam bahasa Belanda, wun dan
schen dalam bahasa Jerman. Kata tersebut mempunyai
arti like, wish, desire, aim. kata want dalam bahasa
Inggris bentuk lampaunya wanted. Jadi, wanita adalah
who is being wanted (seseorang yang dibutuhkan) yaitu
seseorang yang diingini.9
Sementara itu feminisme perempuan mengatakan
bahwa ”perempuan merupakan istilah untuk konstruksi
sosial yang identitasnya ditetapkan dan dikonstruksi
melalui penggambaran.”10
Dari sini dapat dipahami
bahwa kata perempuan pada dasarnya merupakan
8 Zaitunah Subhan, Kodrat Perempuan Taqdir dan Mitos,
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), h.19. 9 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990). h.
448. 10
Maggie Human, Ensiklopedia Feminisme, (Yogyakarta: Fajar
Pesantren, 2001).
20
istilah untuk menyatakan kelompok atau jenis yang
membedakan dengan jenis lainnya.
Sedangkan dalam pendapat yang lain perempuan
adalah sebutan yang digunakan untuk homo sapiens
berjenis kelamin dan mempunyai alat reproduksi berupa
vagina. Lawan jenis dari perempuan adalah laki-laki.
Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin
manusia, satunya lagi adalah lelaki. Berbeda dari
wanita, istilah perempuan dapat merujuk kepada orang
yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak.
Sedangkan istilah wanita umumnya digunakan untuk
menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang
sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan
ibu. Untuk perempuan yang belum menikah atau berada
antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga dengan
anak gadis. Perempuan yang memiliki organ reproduksi
yang baik akan memiliki kemampuan untuk
mengandung, melahirkan dan menyusui, yang tidak
bisa dilakukan oleh lelaki, ini yang disebut dengan
tugas perempuan/wanita/ibu. Perempuan memiliki
wewenang untuk bekerja dan menghidupi keluarga
bersama dengan sang suami. Tidak ada pembagian
peran perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga.
21
Pria dan wanita sama-sama berkewajiban mengasuh
anak hingga usia dewasa.11
Dari pengertian perempuan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa perempuan adalah salah satu dari
dua jenis kelamin manusia yang mengalami menstruasi,
dapat hamil, melahirkan anak, dan menyusui.
Perempuan berperan sebagai istri bagi suaminya, dan
berperan sebagai ibu bagi anak-anaknya. Perempuan
merupakan makhluk ciptaan Allah yang diciptakan
sebagai pendamping laki-laki. Begitu pula sebaliknya,
keduanya tidak dapat berdiri sendiri, mereka saling
membutuhkan, dan saling bekerjasama satu sama lain.
Lelaki yang hidup tidak didampingi oleh
perempuan bagaikan perahu tanpa sungai, malam tanpa
bulan, atau biola tanpa senar. Tanpa perempuan, bayi
tak kan lahir, dan yang lahir pun tidak akan merasakan
kasih sayang. Tanpa perempuan, masa muda lelaki
menjadi gersang, masa matangnya menjadi hampa, dan
masa tuanya menjadi penyesalan. Allah menciptakan
perempuan dan lelaki untuk hidup berdampingan, agar
dapat saling melengkapi, dan saling mengisi, sehingga
11
“Perempuan” Wikipedia Bahasa Indonesia: Ensiklopedia Bebas”,
diakses tanggal 28 Mei 2015, dari http://id.wikipedia.org/wiki/perempuan.
22
dapat mewujudkan cita-cita bersama di dalam
kehidupan.
2. Karakteristik Perempuan
Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-
pasangan. Diantaranya adalah pasangan perempuan
dengan lelaki. Keberpasangan tersebut mengandung
persamaan sekaligus perbedaan. Dalam hal ini
persamaan dan perbedaan yang dimaksud adalah
berkenaan dengan karakteristik masing-masing
individu. Lelaki dan perempuan harus dapat
mengetahui karakteristiknya masing-masing, agar dapat
bekerjasama menciptakan hubungan yang harmonis di
dalam menjalani kehidupannya. Sehingga dapat tercipta
tujuan dan cita-cita hidup yang mereka inginkan.
Perbedaan-perbedaan tersebut dirancang Allah agar
tercipta kesempurnaan di antara kedua belah pihak.
Karena antara lelaki dan perempuan memiliki kelebihan
dan kekurangan. Sehingga dengan keberpasangan
mereka, mereka dapat saling melengkapi satu sama
lain.
Menurut Almarhum syaikh Mahmud Syaltut,
mantan pemimpin tertinggi al-Azhar, Mesir,
23
berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh M. Quraish
Shihab bahwa “tabi‟at kemanusiaan lelaki dan
perempuan hampir (dapat dikatakan) dalam batas yang
sama. Allah telah menganugerahkan kepada
perempuan, sebagaimana menganugerahkan kepada
lelaki, potensi yang cukup untuk memikul aneka
tanggung jawab yang menjadikan kedua jenis mampu
melaksanakan aneka kegiatan kemanusiaan yang umum
dan khusus.”12
Allah memandang perempuan dan lelaki di dunia
ini adalah sama, yang membedakan hanyalah tingkat
ketakwaannya kepada Allah SWT. Dalam Islam
perempuan dan lelaki sama-sama memiliki kewajiban
dan sama-sama memperoleh hak. Hal yang perlu
diperhatikan adalah tidak semua tugas lelaki dapat
dikerjakan oleh perempuan. Namun bukan berarti
bahwa perempuan itu lemah, hal ini berkenaan dengan
kodrat perempuan yang memiliki berbagai sifat dan
karakteristik yang berbeda dengan lelaki. Begitupula
sebaliknya, tidak semua tugas perempuan dapat
dilakukan lelaki, misalnya lelaki tidak dapat hamil,
12
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 7.
24
melahirkan, dan menyusui anak. Karena tugas yang
demikian adalah bagian dari kodrat perempuan. Hal ini
dapat dikatakan adil karena menugaskan masing-
masing (lelaki dan perempuan) sesuai dengan kodrat
dan kemampuannya.
Perbedaan antara lelaki dan perempuan dari segi
fisik telihat sejak kelahirannya, bahkan perbedaan itu
semakin nampak saat mereka beranjak dewasa.
Misalnya, perempuan seiring dengan pertumbuhannya
memiliki rambut kepala yang tumbuh lebih subur
sehingga lebih panjang, dan lebih halus dibandingkan
dengan rambut lelaki. Otot-otot perempuan tidak
sekekar lelaki. Pertumbuhan perempuan lebih cepat
daripada lelaki. Perempuan ketika menjelang dewasa
suaranya halus dan kulitnya mulus, hal ini berbeda
dengan lelaki.13
“Secara biologis dari segi fisik, perempuan
dibedakan atas perempuan lebih kecil dari laki-laki,
suaranya lebih halus, perkembangan tubuh perempuan
terjadi lebih dini, kekuatan perempuan tidak sekuat
laki-laki, dan sebagainya. Perempuan mempunyai sikap
pembawaan yang kalem, perasaan perempuan lebih
13
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 9-10.
25
cepat menangis dan bahkan pingsan apabila
menghadapi persoalan berat.”14
Menurut para ilmuan seperti Plato, berpendapat
sebagaimana yang dikutip oleh Murtadha Muthahari
bahwa “perempuan ditinjau dari segi kekuatan fisik
maupun spiritual, mental perempuan lebih lemah dari
laki-laki, tetapi perbedaan tersebut tidak menyebabkan
adanya perbedaan dalam bakatnya.”15
Penulis buku Dia Di Mana-mana dalam bukunya
berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh M. Quraish
Shihab bahwa dengan merujuk kepada sekian banyak
pakar kedokteran dan psikologi, penulis
mengemukakan beberapa perbedaan lain yang tidak
mudah diketahui oleh orang kebanyakan, antara lain
bahwa lelaki dan perempuan masing-masing memiliki
hormon khusus dan ciri biologis tertentu yang kadarnya
berbeda antara satu dengan yang lain. Darahnya pun
memiliki perbedaan-perbedaan. Jumlah butir-butir
darah merah pada perempuan lebih sedikit ketimbang
lelaki, kemampuannya dalam bernapas pun lebih
14
Murtadha Muthahari, Hak-hak Wanita dalam Islam, (Jakarta:
Lentera, 1995). Cet. Ke-3, h. 110-111. 15
Murtadha Muthahari, Hak-hak Wanita dalam Islam, (Jakarta:
Lentera, 1995). h. 108.
26
rendah daripada lelaki. Namun perempuan tidak selalu
dapat dikatakan sebagai jenis yang lemah. Kemampuan
perempuan melawan kuman dan virus lebih besar
daripada lelaki. Karena itu pula usia rata-rata
perempuan melebihi usia rata-rata lelaki. Masa pubertas
pada gadis berlangsung antara 9-13 tahun, sedangkan
pada anak lelaki antara 10-14 tahun. Namun, lelaki
menghasilkan sperma yang tetap subur sejak masa
pubertas hingga akhir hayatnya, berbeda dengan
perempuan. Sel telur perempuan habis setelah mencapai
usia sekitar 51 tahun. Siklus menstruasinya ketika itu
berhenti dan ia tidak dapat lagi melahirkan.16
Murtadha Muthahari mengutip pendapat Will
Durant sebagaimana yang dikutip kembali oleh M.
Quraish Shihab, bahwa lagu cinta bermula dengan
mendekatnya masa baligh/ dewasa. Pada masa itu, jari-
jari perempuan memperoleh kelembutan dan gerak-
geriknya mulai memancing perhatian. Pinggulnya pun
mulai membesar, ini untuk mempermudah fungsi
keibuannya. Demikian juga penonjolan yang jelas pada
dadanya sebagai persiapan melaksanakan fungsi
16
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 11.
27
penyusuan anak. “Apa yang menyebabkan semua itu?”
Tanya Will Durant, “Tidak ada yang mengetahui pasti,”
tapi jawab Durant lebih jauh, “ada teori dari Starlink,
yang mendapat dukungan dari banyak pakar,
menyatakan bahwa itu semua adalah kerja hormon-
hormon yang melahirkan perubahan-perubahan pada
jasmani fisik dan psikis yang menghasilkan ribuan
pengaruh yang beraneka ragam pada jiwa.”17
Menurut pakar psikologi Mesir, Zakaria Ibrahim
berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh M. Quraish
Shihab bahwa “perempuan memiliki kecenderungan
masokhisme/mencintai diri sendiri yang berkaitan
dengan kecenderungan untuk menyakiti diri
(berkorban) demi kelanjutan keturunan. Kecintaan
kepada dirinya yang disertai dengan kecenderungan itu
menjadikan perempuan kuasa mengatasi kesulitan dan
sakit yang memang telah menjadi kodrat yang harus
dipikulnya khususnya ketika haid, mengandung,
melahirkan, menyusukan serta membesarkan anak.”18
17
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 16-17. 18
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 13.
28
Selanjutnya para pakar psikologi berpendapat
sebagaimana yang dikutip oleh M. Quraish Shihab
bahwa “perasaan perempuan lebih cepat bangkit
daripada lelaki sehingga sentimen dan rasa takutnya
segera muncul. Perempuan biasanya lebih cenderung
kepada upaya menghias diri, kecantikan, dan mode
yang beraneka ragam serta berbagai bentuk. Di sisi lain,
perasaan perempuan secara umum kurang konsisten
dibandingkan dengan lelaki. Perempuan lebih hati-hati,
lebih tekun beragama, cerewet, takut, dan lebih banyak
berbasa-basi. Perasaan perempuan lebih keibuan.
Cintanya kepada keluarga serta kesadarannya tentang
kepentingan lembaga keluarga lebih besar daripada
lelaki.”19
Menurut M. Quraish Shihab dua hal pokok yang
menjadi daya tarik perempuan adalah:
a. Sesuatu yang sudah melekat pada dirinya, bukan
tambahan. Seperti: bentuk badan, warna kulit,
mata, hidung, telinga, dan sebagainya.
b. Sesuatu yang ditambahkan pada tempat-tempat
tertentu pada badan perempuan. Seperti gelang,
cincin, kalung dan semacamnya yang digunakan
19
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 13-14.
29
sebagai hiasan dalam rangka menampakkan
keindahan dan kecantikan.20
Seorang tokoh feminis, Mansour Fakih
mengatakan bahwa manusia baik laki-laki dan
perempuan diciptakan mempunyai ciri biologis
(kodrati) tertentu. Manusia jenis laki-laki adalah
manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (Jawa:
kala menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan
perempuan memiliki alat reproduksi seperti, rahim dan
saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki
vagina, dan mempunyai alat menyusui (payudara).
Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia
jenis laki-laki dan perempuan selamanya dan tidak bisa
ditukar.21
Kartini Kartono mengatakan bahwa “perbedaan
fisiologis yang alami sejak lahir pada umumnya
kemudian diperkuat oleh struktur kebudayaan yang ada,
khususnya oleh adat istiadat, sistem sosial-ekonomi dan
pengaruh pendidikan.”22
Menurut John Gray dalam bukunya yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh T.
Hermaya, berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh
20
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 64. 21
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005). Cet. Ke-IX. h. 8. 22
Kartini Kartono, Psikologi wanita: Mengenal Gadis Remaja dan
Wanita Dewasa, (Bandung: Mandar Maju, 1989), Cet. Ke-2, h. 4.
30
M. Quraish Shihab, bahwa jika dilihat dari segi bahasa,
bahasa perempuan berbeda dengan bahasa lelaki.
Bahasa Mars (lelaki) dan Venus (Perempuan), menurut
John Gray kedua bahasa tersebut kata-katanya memang
sama tetapi penggunaannya memberi makna yang
berbeda. Di samping itu untuk dapat mengungkapkan
perasaan secara utuh, perempuan menggunakan
berbagai macam superlatif, metafora, dan generalisasi.
Perempuan diibaratkan John Gray seperti gelombang.
Bila merasa dicintai, harga dirinya naik turun dalam
gerakan gelombang. Saat merasa senang, ia akan
mencapai suatu puncak, tetapi suasana hatinya bisa
berubah dengan tiba-tiba dan gelombangnya akan
terhempas turun, akan tetapi penurunan ini sifatnya
sementara. Setelah mencapai dasar, tiba-tiba suasana
hatinya berubah lagi dan ia kembali merasa senang
akan dirinya, sehingga gelombangnya mulai naik lagi.23
Prof. Reek, pakar psikologi Amerika yang telah
bertahun-tahun melakukan penelitian tentang lelaki dan
perempuan, berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh
M. Quraish Shihab bahwa keistimewaan masing-
23
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 18.
31
masing lelaki dan perempuan dari segi jiwanya, antara
lain sebagai berikut:
a. Lelaki biasanya merasa jemu untuk tinggal di
samping kekasihnya. Hal ini berbeda dengan
perempuan yang merasa nikmat berada sepanjang
waktu bersama kekasihnya.
b. Lelaki senang tampil dalam wajah yang sama
setiap hari, berbeda dengan perempuan yang
setiap hari ingin bangkit dari pembaringannya
dengan wajah yang baru. Itu sebabnya mode
rambut dan pakaian perempuan sering berubah,
berbeda dengan mode lelaki.
c. Sukses di mata lelaki adalah kedudukan sosial
terhormat serta penghormatan dari lapisan
masyarakat, sedangkan bagi perempuan adalah
menguasai jiwa raga kekasihnya dan memilikinya
sepanjang hayat. Karena itu, lelaki pada saat
tuanya merasa sedih karena sumber kekuatan
mereka telah habis, yakni kemampuan untuk
bekerja, sedangkan perempuan merasa tenang dan
rela karena kesenangannya adalah di rumah
bersama suami dan anak cucu.
d. Kalimat yang paling indah didengar oleh
perempuan dari lelaki, adalah: “kekasihku,
sungguh aku cinta padamu,” sedangkan kalimat
yang paling indah diucapkan oleh perempuan
kepada lelaki yang dicintainya adalah: “Aku
bangga padamu.”24
24
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 14-15.
32
Di Taman Kanak-kanak (TK), semua anak laki-
laki dan perempuan umumnya dididik oleh perempuan.
Karena hampir semua guru Taman Kanak-kanak adalah
perempuan. Misalnya Di daerah tempat tinggal penulis
sendiri pun bertebaran Taman Kanak-kanak,
diantaranya TKI As-Salam, Al-Bayan, Al-Irsyaad,
Jami‟at Khair, Ad-Dahiriyah, Al-Mubarok, dan masih
banyak lagi, dan memang benar adanya bahwa guru-
guru di TK tersebut hampir semuanya perempuan.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa perempuan
memilih pekerjaan yang berkaitan dengan pendidikan,
dan pemeliharaan anak. Sifat keibuan yang dimiliki
oleh perempuan juga yang menjadi faktor perempuan
lebih banyak menjadi guru, khususnya guru Taman
Kanak-Kanak.
Kalangan feminis dalam konsep gendernya
berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Mansour
Fakih bahwa “perbedaan suatu sifat yang melekat baik
pada kaum laki-laki maupun perempuan merupakan
hasil konstruksi sosial dan kultural.”25
Misalnya, bahwa
25
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) , Cet. Ke-IX, h. 9.
33
perempuan itu dikenal lemah lembut, kasih sayang,
anggun, cantik, sopan, emosional atau keibuan, dan
perlu perlindungan. Sementara laki-laki dianggap kuat,
keras, rasional, jantan, perkasa, galak, dan melindungi.
Padahal sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang dapat
dipertukarkan. Berangkat dari asumsi inilah kemudian
muncul berbagai ketimpangan di antara laki-laki dan
perempuan.
Konstruksi sosial yang membentuk pembedaan
antara laki-laki dan perempuan itu pada kenyataannya
mengakibatkan ketidakadilan terhadap perempuan.
Pembedaan peran, status, wilayah dan sifat
mengakibatkan. perempuan tidak otonom. Perempuan
tidak memiliki kebebasan untuk memilih dan membuat
keputusan baik untuk pribadinya maupun lingkungan,
karena adanya pembedaan-pembedaan tersebut.
Berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan
tersebut adalah subordinasi, marginalisasi, stereotipe,
beban ganda dan kekerasan terhadap perempuan.26
26
Dwi Ambarsari, Kebijakan Publik dan Partisipasi Perempuan,
(Surakarta: pattiro, 2002), Cet. Ke-1. h. 3.
34
Secara eksistensial, setiap manusia mempunyai
harkat dan martabat yang sama, sehingga secara asasi
berhak untuk dihormati dan diperlakukan sesuai dengan
harkat dan martabatnya. Secara mendasar, Hak Asasi
Manusia meliputi, hak untuk hidup, hak untuk merdeka,
hak untuk memiliki sesuatu, serta hak untuk
mengenyam pendidikan. Ketiga hak tersebut
merupakan kodrat manusia. Siapapun tidak boleh
mengganggu dan harus dilindungi. 27
Dalam ajaran Islam, seluruh umat manusia
adalah makhluk Tuhan Yang Satu, memiliki derajat
yang sama, apapun latar belakang kulturnya, dan karena
itu memiliki penghargaan yang sama dari Tuhan yang
harus dihormati dan dimuliakan. Maka diskriminasi
yang berlandaskan pada perbedaan jenis kelamin,
warna kulit, kelas, ras, teritorial, suku, agama dan
sebagainya tidak memiliki dasar pijakan sama sekali
dalam ajaran Tauhid. Hanya tingkat ketaqwaan kepada
27
Trisakti Handayanirakat, Memperjuangkan Hak Asasi Perempuan
dalam Suara Wanita, (Pusat Studi Wanita dan Kemasyarakatan Universitas
Muhammadiyah Malang, 1996), h. 9.
35
Allah yang menjadi ukuran perbedaan kelak di hari
pembalasan.28
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa
perempuan dan lelaki memiliki persamaan dan
perbedaan, persamaannya adalah sama-sama makhluk
ciptaan Allah SWT. Perbedaan perempuan dan lelaki
terdapat pada sifat dan karakteristiknya. Karakteristik
perempuan dan lelaki Allah ciptakan masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan, Sebagaimana yang
telah penulis paparkan di atas. Kelebihan dan
kekurangan tersebut Allah ciptakan agar tercipta
kesempurnaan di antara kedua belah pihak.
Oleh karena itu perempuan dan lelaki Allah
ciptakan berpasang-pasangan, untuk saling melengkapi
satu sama lain, terkait dengan kelebihan dan
kekurangan dari sifat dan karakteristik yang mereka
miliki. Mereka tidak dapat berdiri sendiri. Perempuan
membutuhkan lelaki begitu pula sebaliknya. Perempuan
adalah pendamping terbaik lelaki, begitu pula
sebaliknya. Perempuan dan lelaki diciptakan Allah
28
Hussein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan,
(Yogyakarta: LKIS, 2004), h. 1.
36
untuk menyatu dalam satu keluarga untuk melanjutkan
keturunan dan membangun masyarakat yang utuh.
Sehingga dengan keberpasangan mereka diharapkan
dapat menuju pada kesempurnaan hidup.
3. Penciptaan Perempuan
Sebelum berbicara tentang kedudukan
perempuan dalam Islam, perlu terlebih dahulu
mengetahui asal kejadian perempuan dan hikmah
dibalik itu menurut pandangan Al-Qur‟an. Hal ini
penting karena penafsiran yang salah terhadapnya, bisa
menjadi pemicu awal anggapan rendah terhadap
perempuan.
Ayat yang menerangkan tentang awal
kejadian/penciptaan perempuan adalah firman Allah
dalam surat An-Nisa[4] ayat 1 yang berbunyi:
37
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya
Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,
dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa[4]:1)
Di dalam ayat ini diterangkan bahwa asal usul
kejadian manusia adalah satu. Tafsir dari satu tersebut
ada dua macam. Pertama tafsir yang biasa, yaitu pada
mulanya Allah hanya menjadikan satu diri saja, Adam.
Kemudian, dari diri yang satu itulah Allah ciptakan
untuknya seorang istri, yaitu Hawa. Di dalam sebuah
hadits (Mauquf Shahabi) dari Ibnu Abbas diterangkan
bahwa bagian diri Adam yang dijadikan untuk tubuh
istrinya ialah satu dari tulang rusuknya. Hal ini pun
tersebut di dalam Kitab Perjanjian Lama (Kejadian 2:
21-22). Namun, di dalam tafsir yang lain dikatakan
38
bahwa nafsin wahidatin bukanlah semata-mata tubuh
yang kasar, melainkan pengertian biasa, yaitu diri. Diri
manusia pada hakikatnya ialah satu, kemudian dibagi
dua, satu menjadi bagian laki-laki dan yang satu lagi
menjadi bagian perempuan, jantan dan betina. Dengan
demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa meskipun
dua coraknya, jantan dan betina, hakikat jenisnya tetap
satu, yaitu manusia. Laki-laki dan perempuan sama-
sama manusia.29
Dengan demikian karena asalnya dari satu,
kemudian dibelah menjadi dua, maka yang satu tetap
membutuhkan yang lain. Hidup belum lengkap jika
keduanya (lelaki dan perempuan) belum dipersatukan,
dan apabila keduanya telah dipersatukan kembali
(menikah), maka dari sinilah asal usul berkembang
biaknya manusia.
Al-Thabaththaba‟i dalam tafsirnya menulis
sebagaimana yang dikutip oleh M. Rasyid Ridha bahwa
“perempuan (Hawa) diciptakan dari jenis yang sama
dengan Adam, dan ayat tersebut sedikitpun tidak
29
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014). Cet. Ke-2, h. 1-2.
39
mendukung faham sementara mufassir yang
beranggapan bahwa perempuan diciptakan dari tulang
rusuk Adam.” Begitu juga pendapat Rasyid Ridho
dalam tafsir al-Manarnya dan rekannya al-Qasimi.
Mereka mengartikan kata nafs tidak sebagai Adam, tapi
mengartikannya dengan jenis. Artinya, Adam dan Hawa
diciptakan dari jenis yang sama, bukannya Hawa
diciptakan dari Adam.30
Tidak ada satu petunjuk pasti dari Al-Qur‟an
dan Sunnah yang mengantar kita untuk menyatakan
bahwa unsur perempuan diciptakan dari tulang rusuk,
atau bahwa unsur penciptaannya berbeda dengan lelaki.
Ide penafsiran tersebut menurut Rasyid Ridha adalah
akibat adanya pengaruh dari apa yang termaktub dalam
Perjanjian Lama (Kejadian II: 21-22) yang mengatakan
bahwa “ketika Adam tertidur lelap, maka diambil oleh
Allah sebilah tulang rusuknya, lalu ditutupkannya pula
tempat itu dengan daging, maka dari tulang yang telah
dikeluarkan dari Adam tersebut, dibuat Tuhan menjadi
seorang perempuan.” Selanjutnya Muhammad Rasyid
Ridha, dalam Tafsir Al-Manar, menulis: "Seandainya
tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam
Kitab Perjanjian Lama (Kejadian II:21-22) seperti
redaksi yang mengarah kepada pemahaman di atas,
niscaya pendapat yang menyatakan bahwa perempuan
30
M. Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Kairo: Dar Al-Manar, 1367
H.
40
diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak pernah akan
terlintas dalam benak seorang Muslim."31
Benar ada hadits yang berbunyi demikian, dan
yang dipahami secara keliru bahwa perempuan
diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang kemudian
mengesankan kerendahan derajat kemanusiaannya
dibandingkan dengan lelaki. Namun, cukup banyak
ulama yang telah menjelaskan makna sesungguhnya
dari hadits tersebut. Tulang rusuk yang bengkok harus
dipahami dalam pengertian majazi (kiasan), dalam arti
bahwa hadits tersebut memperingatkan para lelaki agar
menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada
sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak
sama dengan lelaki, hal mana bila tidak disadari akan
dapat mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak
wajar. Mereka tidak akan mampu mengubah karakter
dan sifat bawaan perempuan. Kalau pun mereka
berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya
meluruskan tulang rusuk yang bengkok.32
31
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati,2014),
Cet. Ke-IX, h. 45. 32
M. Quraish Shihab, “Membumikan Al-Qur‟an,” diakses tanggal
28 Mei 2015, dari
http://media.isnet.org/islam/quraish/membumi/perempuan.html.
41
Ulama-ulama klasik memahami hadits tersebut
secara harfiah sehingga timbul pemahaman seperti itu.
Sedangkan para ulama kontemporer banyak yang
memahami secara metafora, bahkan ada yang menolak
keshahihan hadits tersebut, para ulama yang memahami
secara metafora berpendapat bahwa hadits tersebut
berisi peringatan untuk kaum laki-laki agar senantiasa
bersikap hati-hati, bijaksana dan tidak kasar dalam
menghadapi perempuan. Karena mereka mempunyai
sifat, karakter dan kecenderungan yang tidak sama
dengan laki-laki. Siapapun tidak akan mampu
mengubah kodrat, termasuk kodrat perempuan. Kaum
laki-laki tidak akan mampu merubah karakter dan sifat
bawaan perempuan yang kadang membuat mereka
kesal, atau bahkan emosional. Kalaupun mereka
berusaha memaksa perubahan tersebut, maka akibatnya
akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang
rusuk yang bengkok.33
33
Aang Kunaepi, “Kedudukan Perempuan dalam Islam,” diakses
tanggal 28 Mei 2015, dari
http://alislamiyah.ui.ac.id/2013/08/23/mempertegas-kedudukan-perenpuan-
dalam-islam.html.
42
Adapun hikmah dari disebutkannya hal tersebut
dalam surat An-Nisa ayat 1 adalah agar manusia (lelaki
dan perempuan) merasa mempunyai persamaan satu
sama lain. Manusia berasal dari nasab yang satu, bapak
yang satu, yaitu Adam, sehingga sudah seharusnya
hidup bersaudara, saling tolong-menolong dan saling
mengasihi. Dengan demikian, anggapan rendah
terhadap perempuan yang didasarkan pada surat An-
Nisa ayat 1 adalah tidak tepat sama sekali.
Diciptakannya perempuan dan laki-laki sama sekali
tidak bisa dijadikan legitimasi lebih tingginya derajat
kemanusiaan laki-laki atas perempuan.
“Terdapat banyaknya teks keagamaan yang
mendukung persamaan unsur kejadian lelaki dan
perempuan. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat
Ali-Imran[3] ayat 195:”34
34
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 45.
43
“Maka Tuhan mereka memperkenankan
permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik
laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian
kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.
Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir
dari kampung halamannya, yang disakiti pada
jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh,
pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-
kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan
mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-
sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi
Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang
baik." (QS. Ali-Imran[3]:195).
Maksud ayat tersebut menurut M. Quraish
Shihab adalah, bahwa sebagian kamu (hai umat
manusia, yakni lelaki) berasal dari pertemuan ovum
perempuan dan sperma lelaki, dan sebagian yang lain
(yakni perempuan demikian juga halnya). Kedua jenis
kelamin ini sama-sama manusia, tak ada perbedaan
antara mereka dari segi asal kejadian kemanusiannya.
44
Dengan konsiderasi ini, Al-Qur‟an
menegaskan,”Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan
amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik
laki-laki atau perempuan...” (QS. Ali-Imran[3]: 195)35
Maksud dari ayat-ayat semacam ini tidak lain
adalah untuk mengikis habis anggapan bahwa kaum
pria adalah superior dan kaum perempuan inferior.
Islam memandang kedua jenis kelamin ini dalam posisi
yang seimbang, karena pada hakikatnya semua manusia
adalah sama derajat kemanusiaannya. Tidak ada
kelebihan satu dibanding yang lainnya disebabkan oleh
suku, ras, golongan, agama, dan jenis kelamin
mereka.36
Menurut Islam, nilai kemuliaan manusia
semata-mata hanya terletak pada ketaqwaannya.
Sebagaimana Allah berfirman:
35
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX. h. 46 36
Aang Kunaepi, “Kedudukan Perempuan dalam Islam,” diakses
tanggal 28 Mei 2015, dari
http://alislamiyah.ui.ac.id/2013/08/23/mempertegas:kedudukan-perempuan-
dalam-islam-html.
45
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling taqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat[49]:13)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Al-
Quran menolak pandangan-pandangan yang
membedakan unsur penciptaan (lelaki dan perempuan)
dengan menegaskan bahwa keduanya berasal dari satu
jenis yang sama. Dan bahwa dari keduanya secara
bersama-sama Allah mengembangbiakkan
keturunannya baik lelaki maupun perempuan. Lelaki
lahir dari pasangan pria dan wanita, begitu juga
perempuan. Karena itu, tidak ada perbedaan dari segi
kemanusiaan antara keduanya. Kekuatan lelaki
dibutuhkan oleh perempuan, dan kelembutan
46
perempuan didambakan oleh lelaki. Jarum harus lebih
kuat dari kain, dan kain harus lebih lembut dari jarum.
Kalau tidak, jarum tidak akan berfungsi, dan kainpun
tidak akan terjahit. Dengan berpasangan, akan tercipta
pakaian yang indah, serasi dan nyaman.
4. Kedudukan Perempuan dalam Islam
“Perempuan pada masa jahiliyah (sebelum
diutusnya Rasulullah SAW.) berada pada tingkat
kehinaan dan kerendahan. Mereka menjadi simbol
keterbelakangan dan kehinaan. Mereka hidup sebagai
sampah dan kotoran masyarakat, dapat dijadikan
sebagai harta warisan, dan tidak berhak memiliki dan
menerima warisan kerabatnya.”37
Mereka tertindas,
bentuk penindasan ini dimulai sejak kelahiran bayi
perempuan. Merupakan aib besar bagi seorang ayah
pada masa itu apabila memiliki anak perempuan.
Sebagian mereka bahkan tega mengubur anak
perempuannya hidup-hidup, ada yang membiarkan
hidup tetapi dalam keadaan rendah dan hina.
Sebagaimana Allah berfirman:
37
Imarah Muhammad Imarah, Ketika Wanita Lebih Utama Dari
Pria, (Jakarta: Magfirah Pustaka, 2005), Cet. Ke-2, h. 7.
47
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi
kabar dengan (kelahiran) anak perempuan
hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia
sangat marah. Ia Menyembunyikan dirinya dari
orang banyak, disebabkan buruknya berita yang
disampaikan kepadanya. Apakah dia akan
memeliharanya dengan menanggung kehinaan
ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah
(hidup-hidup)?. Ketahuilah, Alangkah buruknya
apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-
Nahl[16]: 58-59)
Begitulah Al-Qur‟an menggambarkan sikap
seorang laki-laki Arab pada zaman jahiliyah terhadap
anak perempuan. Dia merasa malu dan murka jika
disaat sedang duduk bercengkrama dengan temannya,
tiba-tiba datang orang membawa berita bahwa istrinya
melahirkan anak, dan anak tersebut ialah perempuan.
Kesal benar hatinya, dia menjadi marah. Mukanya
menjadi hitam lantaran marah. Dia malu, kemudian
pergi menyisihkan diri. Dia pun berpikir, sikap apakah
yang akan diambilnya setelah menerima berita
tersebut?. Akan diapakan anak perempuan yang
48
membawa kesialan tersebut?. Apa untung yang akan
didapat dari anak perempuan?. Anak perempuan tidak
dapat membantu. Dia hanya akan menjadi beban berat
dalam rumah tangga. Menjelang dewasa anak
perempuan tidak akan dapat menolong, dan setelah
dewasa dia mesti dinikahkan dengan anak laki-laki dari
kabilah lain atau keluarga lain. Sampai di sana dia telah
menjadi anak orang lain.38
Sayyidina Umar bin Khaththab mengatakan
sebagaimana yang dikutip oleh Buya Hamka bahwa,”di
zaman jahiliyah kami tidak memandang perempuan
ada, dan mereka tidak pernah kami masukan dalam
perhitungan kami.” Abdullah bin Abbas mengatakan,
“perempuan pada zaman jahiliyah jika mengandung,
setelah merasa sakit akan beranak, digalikanlah lubang,
lalu mereka disuruh mengejankan anaknya di muka
lubang tersebut. Setelah anak lahir, dilihat oleh
ayahnya. Jika yang lahir anak perempuan dibiarkanlah
bayi tersebut masuk langsung ke dalam lubang, dan
lubang tersebut langsung pula ditimbuni dengan tanah
jika yang lahir anak laki-laki, barulah disambut dengan
gembira.”39
38
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014). Cet. Ke-2, h. 27. 39
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014). Cet. Ke-2, h. 28.
49
Sungguh kondisi yang sangat memprihatinkan
bagi kaum perempuan pada masa itu. Perempuan
diperlakukan secara tidak wajar, mereka terpaksa
menerima berbagai pelecehan dan siksaan dari kaum
lelaki. Bahkan kelahiran bayi perempuan masyarakat
Arab jahiliyah ditunggu untuk dapat dikubur hidup-
hidup. Pelecehan dan siksaan terhadap kaum
perempuan tidak hanya terjadi pada masyarakat Arab
jahiliyah, tetapi juga terjadi diberbagai belahan dunia.
Penulis akan mencoba memaparkan kondisi perempuan
pada masa lalu.
Pada zaman Yunani kuno, ketika hidup filosof-
filosof kenamaan semacam plato (427-347 SM),
Aristoteles (384-322 SM), dan Demosthenes (384-322
SM), martabat perempuan dalam pandangan mereka
sungguh rendah. Perempuan hanya dipandang sebagai
alat penerus generasi dan semacam pembantu rumah
tangga serta pelepas nafsu seksual lelaki sehingga
perzinaan sangat merajalela. Socrates (470-399 SM)
berpendapat bahwa dua sahabat setia harus mampu
meminjamkan istrinya kepada sahabatnya, sedangkan
Demosthenes (384-322 SM) berpendapat bahwa istri
hanya berfungsi melahirkan anak, filosof Aristoteles
menganggap perempuan sederajat dengan hamba
sahaya, sedangkan Plato menilai kehormatan lelaki
pada kemampuannya memerintah dan “kehormatan”
perempuan menurutnya adalah pada kemampuannya
50
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sederhana/hina
sambil terdiam tanpa bicara.40
Perempuan pada masa lampau juga dinilai tidak
wajar mendapat pendidikan. Elizabeth black Will,
dokter perempuan pertama yang menyelesaikan
studinya di Geneve Universiti pada 1849, diboikot oleh
teman-temannya sendiri dengan dalih bahwa
perempuan tidak wajar memperoleh pelajaran. Bahkan,
ketika sementara dokter bermaksud mendirikan Institut
kedokteran khusus perempuan di Philadelphia, Amerika
Serikat, ikatan dokter setempat mengancam akan
memboikot semua dokter yang mengajar di Institut
itu.41
Sejarah mencatat betapa suatu ketika perempuan
dinilai sebagai makhluk kelas dua. Dalam masyarakat
Hindu, keadaan perempuan tidak lebih baik. Dalam
ajaran Manu dinyatakan bahwa, “Wabah penyakit,
kematian, racun, ular, dan api kesemuanya lebih baik
daripada perempuan.” Istri harus mengabdi kepada
suaminya bagaikan mengabdi pada Tuhan. Ia harus
berjalan dibelakangnya, tidak boleh berbicara dan tidak
juga makan bersamanya, tetapi memakan sisanya.
Bahkan, sampai abad ke-17, seorang istri harus dibakar
hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar, kalau
ingin tetap hidup sang istri harus mencukur rambutnya
40
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 113. 41
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 115.
51
dan memperburuk wajahnya agar terjamin bahwa ia
tidak lagi diminati lelaki.42
Selanjutnya, kendati Eropa telah mengalami
revolusi industri (1750 M) dan perbudakan telah
dikumandangkan penghapusannya, harakah dan
martabat perempuan belum juga mendapat tempat yang
wajar. Mereka bekerja di pabrik-pabrik, tetapi gajinya
lebih rendah daripada lelaki. Bahkan, di Inggris, sampai
dengan tahun 1805, perundang-undangan mereka
mengakui hak suami untuk menjual istrinya. Bahkan
menurut Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935) dalam
bukunya, Nida‟al-Jinsal-Lathif, mengutip koran Inggris
di pedalaman Inggris (hingga masa itu) masih
ditemukan suami yang menjual istrinya dengan harga
yang sangat murah. Sampai tahun 1882, perempuan di
sana belum memiliki hak kepemilikan harta benda
secara penuh, tidak juga berhak menuntut ke
pengadilan. Sisa-sisa dari pandangan ini menjadikan
seorang perempuan hingga masa kita ini “harus”
menghapus nama ayahnya yang menyertai namanya
sebelum ia menikah dan menggantinya dengan nama
suaminya, begitu ia menjadi istri dari seorang lelaki.43
Sementara para pakar berpendapat sebagaimana
yang dikutip oleh M. Quraish Shihab bahwa kenyataan
biologis yang membedakan lelaki dan perempuan
mengantar kepada lahirnya pandangan tentang harakah,
42
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 113-114. 43
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 115.
52
martabat, serta peran utama kedua jenis makhluk Tuhan
ini. Ada yang memberi lelaki kedudukan yang lebih
tinggi dan peranan yang lebih besar, karena lelaki
dianggap lebih kuat, lebih potensial, dan lebih
produktif. Perempuan, kata Thomas Aquino (1225-
1274 M), adalah makhluk yang penciptaannya belum
sempurna, mereka terbatasi oleh kodratnya yang lemah,
karena organ reproduksinya menghalangi mereka
melakukan sekian aktivitas akibat, menstruasi, hamil,
melahirkan, dan menyusukan.44
Sejak muncul peradaban dan kebudayaan
Kristen sejati, menyatakan sebagaimana yang dikutip
oleh Buya Hamka bahwa setubuhan seks adalah aib,
cela, dan dosa. Persetubuhan adalah kelemahan.
Persetubuhan adalah sifat yang menonjol dari
kebinatangan. Menurut analisis Sigmund Freud, filosof
dan ahli jiwa Yahudi, kebebasan seks yang ada dalam
kebudayaan Barat modern sekarang ini adalah letusan
44
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 116.
53
(overkompensasi) dari anggapan jijik kepada
persetubuhan yang diajarkan oleh Kristen.45
Pandangan hina terhadap perempuan telah
menjadi kepercayaan. Perempuan dipandang sebagai
najis ketika mereka sedang menstruasi sehingga wajib
dijauhi. Perempuan dipandang sebagai pangkal bala dan
pangkal dosa dalam dunia ini. “Seperti dilukiskan
dalam Kitab Kejadian yang telah disusun manusia
setelah naskah aslinya hilang karena Nebukadnezar dari
Babilon ke Yerusalem.46
Pandangan negatif terhadap perempuan, serta
anggapan kerendahan kualitasnya, semakin diperparah
oleh masyarakat dan pendidikan di keluarga yang
memprioritaskan anak lelaki dibandingkan anak
perempuan. Sebagaimana yang telah penulis paparkan
sebelumnya bahwa perempuan tidak wajar dan tidak
pantas memperoleh pengajaran dan pendidikan. Bahkan
lembaga pendidikan kedokteran yang ingin didirikan
khusus untuk perempuan pun diboikot oleh ikatan
dokter tersebut. Demikian kejamnya penindasan yang
terjadi terhadap kaum perempuan pada masa itu.
45
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014). Cet. Ke-2, h. 67-68. 46
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014). Cet. Ke-2, h. 68.
54
Hal ini sangat bertolak belakang dengan ajaran
Islam yang memandang dan menempatkan perempuan
di tempat yang mulia dan terpuji. Dalam Islam
Perempuan sama mulianya dengan laki-laki. Di dalam
bukunya Buya Hamka menulis “Tidaklah memuliakan
atas perempuan melainkan orang yang mulia, dan
tidaklah yang menghinakannya melainkan orang yang
hina jua.”47
Setelah Rasulullah SAW. diutus Allah menjadi
Rasul-Nya yang terakhir, beliau mengajak manusia
untuk menyembah Allah Yang Maha Esa. Beliau
menentang keras kebiasaan-kebiasaan buruk
masyarakat jahiliyah yang salah satu diantara kebiasaan
buruk itu adalah membenci anak perempuan. Sejak di
Mekah turunlah wahyu Ilahi yang menentang keras
mengubur anak perempuan hidup-hidup. Sebagaimana
Allah berfirman dalam surat At-Takwir ayat 8-9:48
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang
dikubur hidup-hidup ditanya, Karena dosa
Apakah dia dibunuh?.” (QS. At-Takwir[81]: 8-
9).
47
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014), Cet. Ke-2, h. 68. 48
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014), Cet. Ke-2, h. 28.
55
“Ayat tersebut sangat berpengaruh bagi
masyarakat Arab, terutama masyarakat yang telah
menyatakan percaya kepada Nabi Muhammad SAW,
dan telah beriman kepada Allah SWT.”49
“Sejak ayat-
ayat ini turun, kaum perempuan Arab mendapat
kembali harga diri dan kepribadiannya.”50
Mereka tidak
lagi ditunggu kelahirannya untuk dikuburkan hidup-
hidup, sebagaimana kebiasaan masyarakat Arab
jahiliyah.
Tersebutlah bahwa Qais bin Ashim At-Tatimi
datang kepada Rasulullah SAW. Mengakui terus terang
bahwa pada zaman jahiliyah dia telah menguburkan
anak perempuan hidup-hidup delapan orang jumlahnya.
Rupanya tiap-tiap lahir adalah perempuan dan satu
persatu dikuburnya hidup-hidup. Lalu Rasulullah SAW.
Menyuruh Ashim memerdekakan delapan orang budak,
agar mudah-mudahan terhapus rasa berdosa yang
meliputi hatinya, setelah hati itu dimasuki Nur Islam.
Kata Nabi pula, sebab engkau kaya dengan peternakan
unta, kurbankanlah delapan ekor unta sebagai tambahan
dari memerdekakan delapan orang budak tersebut.51
49
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014), Cet. Ke-2, h. 29. 50
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014), Cet. Ke-2, h. 30. 51
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014). Cet. Ke-2, h. 31.
56
“Pada masa Nabi Muhammad SAW. perempuan
diberi oleh Al-Qur‟an hak-hak dan kewajiban-
kewajibannya secara seimbang. Karena hak dan
kewajiban adalah bagaikan satu mata uang dengan dua
sisi. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-
Baqarah ayat 228:”52
“…Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajiban mereka menurut
cara yang ma‟ruf…” (QS. Al-Baqarah[2]: 228)
Ayat tersebut menerangkan bahwa perempuan
juga mempunyai hak. Penyebutan hak didahulukan
daripada kewajiban, hal ini merupakan penegasan
terhadap hak-hak tersebut, dan menunjukkan betapa
pentingnya hak perempuan untuk diperhatikan pada
masa itu (masa jahiliyah). Dengan hadirnya ayat ini
tidak sedikit perempuan pada masa Nabi Muhammad
SAW. yang cukup kritis dan berani berdiskusi, bahkan
menolak pendapat suaminya.
52
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
Cet. Ke-IX, h. 122.
57
Imam Bukhari meriwayatkan sebagaimana yang
dikutip oleh M. Quraish Shihab bahwa Umar Ibnu al-
Khaththab ra. Menceritakan: “Kami suku Quraish
(Penduduk Mekah) tadinya mengalahkan istri-istri
kami, tetapi ketika kami bertemu dengan al-Anshar
(kaum Muslim penduduk kota Madinah), kami
menemukan kaum perempuan (istri-istri) kami meniru
adab (kelakuan) perempuan-perempuan al-Anshar. Aku
bersuara keras terhadap istriku, lalu dia membantahku.
Maka aku tidak menerima hal tersebut. Dia lalu berkata
kepadaku: “Mengapa engkau keberatan, padahal demi
Allah, istri-istri Nabi SAW. pun berdiskusi dan biasa
menolak pendapat beliau, bahkan ada di antara mereka
yang tidak mengajaknya berbicara sampai malam,” hal
ini mengagetkanku, dan aku berpikir bahwa rugi dan
celakalah istri yang melakukan hal itu. Aku kemudian
menuju kepada Hafsah (anak Sayyidina Umar dan Istri
Nabi Muhammad SAW.) dan bertanya kepadanya:
“Apakah salah seorang di antara kalian ada yang kesal
dan marah terhadap Nabi SAW. (sebagai suami) sampai
sehari semalam?”, Hafsah menjawab: “Ya”.53
53
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
58
“Kedudukan perempuan dalam Al-Qur‟an,
mendapat jaminan yang tinggi dan mulia. Telah terbukti
dalam sejarah hidup Rasulullah SAW. bahwa laki-laki
yang beriman sama haknya dengan perempuan
beriman, dan sama-sama mempunyai kewajiban dalam
Islam. Bahkan sebagian mereka menjadi penolong bagi
sebagian yang lain.”54
Sebagaimana Allah Berfirman:
Cet. Ke-IX, h. 122-123.
54 Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014). Cet. Ke-2, h. 17.
59
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.
mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat
oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada
orang-orang mukmin lelaki dan perempuan,
(akan mendapat) surga yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai, kekal mereka di
dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang
bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah
adalah lebih besar, itu adalah keberuntungan
yang besar.” (QS. At-Taubah[9]:71-72)
Diterangkan dengan jelas apa saja tugas
bersama yang mereka hadapi. Jelas terlihat betapa
beratnya tugas tersebut. Pertama ialah dalam
menegakkan agama: amar ma‟ruf. Menegakkan
kebenaran dan keadilan, mengokohkan akhlak yang
tinggi dalam pembangunan masyarakat. Demikian juga
nahi munkar, mencegah kemunkaran yang bisa
menjatuhkan mutu masyarakat dan merusak akhlak,
mengacaukan ketentraman yang telah dapat ditegakkan
selama ini. Kaum laki-laki beriman dan kaum
perempuan beriman sama saja tugasnya dalam amar
60
ma‟ruf nahi munkar ini. Rasulullah telah berkali-kali
memperingatkan bahwasannya apabila amar ma‟ruf
dan nahi munkar tidak tegak lagi dalam satu
masyarakat, akan berakibat masyarakat tersebut akan
runtuh. 55
Kemudian kewajiban yang sama-sama harus
dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan adalah
kewajiban membayar zakat, jika dia (lelaki dan
perempuan) ada harta lebih dari satu nisab dan cukup
tahunnya, maka wajib dibayarkan zakatnya. Begitu pula
kewajiban shalat, berpuasa, dan kewajiban berhaji.
Meskipun laki-laki dan perempuan sama-sama
wajib mengerjakan shalat lima waktu dan dianjurkan
mengerjakan shalat-shalat yang sunnah (nawafil),
namun ketika perempuan menemui masa haid
(menstruasi), maka dia tidak diwajibkan shalat, dan dia
tidak wajib mengqadha shalat karena haidnya.
Selanjutnya Meskipun laki-laki dan perempuan
sama-sama diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadhan,
ketika haid datang, perempuan tidak boleh berpuasa,
tetapi wajib mengqadha puasa di hari lain yang
55
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014), Cet. Ke-2, h. 9-10.
61
waktunya terbuka selama sebelas bulan dari pangkal
Syawal hingga ke ujung Sya‟ban.
“Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan
perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat
kepada perempuan.”56
Perbedaan yang digarisbawahi
dan yang kemudian meninggikan atau merendahkan
seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana Allah
berfirman:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling taqwa di antara kamu.
56
M. Quraish Shihab, “Membumikan Al Qur‟an,” diakses tanggal
28 Mei 2015, dari
http://media.isnet.org/islam/quraish/membumi/perempuan.html.
62
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat[49]: 13)
Islam datang dengan cahayanya yang menerangi
dunia. Kedzaliman terhadap perempuan pun terangkat.
Islam menetapkan insaniyah (kemanusiaan) seorang
perempuan layaknya seorang lelaki. Sebagaimana Allah
berfirman:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan
perempuan...” (QS Al-Hujurat[49]: 13).
“Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada
Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari
jiwa yang satu, kemudian Dia ciptakan dari
jiwa yang satu itu pasangannya. Lalu dari
keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki
63
dan perempuan yang banyak…” (QS An-
Nisa[4]: 1)
Sebagaimana perempuan berserikat dengan
lelaki dalam memperoleh pahala dan hukuman atas
amalan yang dilakukan. Sebagaimana Allah berfirman:
“Siapa yang beramal shalih dari kalangan
laki-laki ataupun perempuan sedangkan ia
dalam keadaan beriman, maka Kami akan
menganugerahkan kepadanya kehidupan yang
baik, dan Kami akan memberikan balasan
pahala kepada mereka dengan yang lebih baik
daripada apa yang mereka amalkan.” (QS An-
Nahl[16]: 97).
Dan Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 73:57
57
Aang kunaepi, “Kedudukan Perempuan dalam Islam,” diakses
tanggal 28 Mei 2015,
http://alislamiyah.ui.ac.id/2013/08/23/mempertegas:kedudukan-perempuan-
dalam-islam.html.
64
“Agar Allah mengazab orang-orang munafik,
baik dari kalangan laki-laki maupun
perempuan, dan orang-orang musyrik, baik dari
kalangan laki-laki maupun perempuan. Dan
agar Allah mengampuni orang-orang yang
beriman, baik dari kalangan laki-laki maupun
perempuan...” (QS al-Ahzab[33]: 73).
Allah mengharamkan perempuan dijadikan
barang warisan sepeninggal suaminya. sebagaimana
Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 19:
65
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal
bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa, dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah
dengan mereka secara patut. kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan
padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-
Nisa[4]:19).
Sebagaimana kebiasaan adat masyarakat
jahiliyah, apabila seorang lelaki meninggal,
keluarganya yang terdekat, anak-anak atau saudara-
saudaranya yang laki-laki lebih berhak membawa
perempuan tersebut (istri si mayyit). Jika cantik dan
suka, maka perempuan tersebut dinikahi, jika tidak
cantik, ditahan saja di rumahnya, dikurung, tidak boleh
keluar ke mana-mana sampai perempuan tersebut
meninggal. Sementara keluarga perempuan tidak dapat
bertindak apapun, karena keluarga suaminya yang
meninggal dianggap lebih berhak atas perempuan
tersebut. Hal ini yang disebut mengambil perempuan
sebagai warisan dengan cara paksa. Jika keluarga si
perempuan ingin melindungi, maka perempuan tersebut
harus ditebus terlebih dahulu.58
58
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014), Cet. Ke-2, h. 86.
66
Dalam Islam perempuan dijadikan sebagai salah
satu ahli waris dari harta kerabatnya yang meninggal.
Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 7:
“Bagi para lelaki ada hak bagian dari harta
peninggalan kedua orangtua dan kerabat-
kerabatnya. Dan bagi para perempuan ada hak
bagian dari harta peninggalan kedua orangtua
dan kerabat-kerabatnya, baik sedikit ataupun
banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”
(QS. An-Nisa[4]: 7)
Dari Penggalan ayat tersebut, dapat dipahami
bahwa perempuan dalam Islam juga mendapat bagian
dari harta warisan, bukan laki-laki saja. Jelasnya, jika
seorang ayah atau seorang ibu meninggal dunia, anak-
anak (ahli waris) yang mereka tinggalkan sama-sama
mendapat pembagian harta pusaka. Pada zaman
jahiliyah, yang menerima harta warisan hanya anak
laki-laki yang besar-besar saja, sedangkan perempuan
67
dan anak laki-laki yang masih kecil tidak mendapat
apa-apa.59
Datangnya ayat ini memberikan penjelasan
bahwa bukan laki-laki saja yang mendapat warisan,
serta tidak berdasarkan perhitungan umur, perempuan
dan anak laki-laki yang masih kecil pun mendapat
pembagian warisan. “Memang ada ketentuan bahwa
laki-laki mendapatkan dua bagian atau dua kali yang
didapat oleh perempuan. Hal ini adil karena laki-laki
tanggungjawabnya dua kali lipat dari perempuan.60
Dalam masalah pernikahan, Allah membatasi
laki-laki hanya boleh mengumpulkan empat istri,
dengan syarat harus berlaku adil dengan sekuat
kemampuannya diantara para istrinya. Dan Allah
wajibkan bagi suami untuk bergaul dengan ma‟ruf
terhadap istrinya. Sebagaimana Allah berfirman:
“…Dan bergaullah kalian dengan para istri
dengan cara yang ma‟ruf…” (QS. An-Nisa[4]:
19).
59
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014), Cet. Ke-2, h. 82. 60
Buya Hamka, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
(Jakarta: Gema Insani, 2014), Cet. Ke-2, h. 83.
68
Allah menetapkan adanya mahar dalam
pernikahan sebagai hak perempuan yang harus
diberikan secara sempurna, kecuali bila si perempuan
merelakan dengan kelapangan hatinya. Sebagaimana
Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 4:61
“Dan berikanlah mahar kepada para
perempuan yang kalian nikahi sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian
jika mereka menyerahkan kepada kalian
sebagian dari mahar tersebut dengan senang
hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
sebagai sesuatu yang baik.” (QS. An-Nisa[4]:
4).
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan
bahwa kedudukan perempuan dalam Islam mendapat
tempat yang mulia dan terpuji. Ajaran Islam pada
hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar
61
Aang Kunaepi, “Kedudukan Perempuan dalam Islam,” diakses 28
Mei 2015, http://alislamiyah.ui.ac.id/2013/08/23/mempertegas:kedudukan-
perempuan-dalam–islam.html.
69
serta kedudukan yang terhormat kepada perempuan.
Hal itu telah terbukti dalam sejarah hidup Rasulullah
SAW. Bahwa laki-laki yang beriman sama haknya
dengan perempuan beriman, dan mereka sama-sama
mempunyai kewajiban dalam Islam, bahkan sebagian
mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, yang
kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang
hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada
Allah SWT.
5. Peran Perempuan
Arti kata peran dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah “pemain sandiwara (film) atau
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang
yang berkedudukan di masyarakat, watak peran yang
terutama ditentukan oleh ciri-ciri individual yang
sifatnya khas dan istimewa.”62
Adapun arti kata perempuan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “orang
(manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi,
hamil, melahirkan anak, dan menyusui, sama dengan
62
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,
http://kbbi.web.id/peran, diakses tanggal 28 Mei 2015.
70
wanita, istri, serta bini.”63
Dari kedua arti di atas dapat disimpulkan bahwa
peran perempuan adalah serangkaian perilaku yang
diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan
kepada perempuan. Peran menerangkan pada apa yang
harus dilakukan perempuan dalam suatu situasi tertentu,
agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri dan
harapan orang lain.
Al-Qur‟an telah menjelaskan betapa pentingnya
peran perempuan, baik sebagai ibu, istri, saudara
perempuan, maupun sebagai anak. Demikian pula yang
berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-
kewajibannya. Peran perempuan dikatakan penting
karena banyak kewajiban berat yang harus
ditanggungnya, baik di dalam keluarga, masyarakat,
agama dan bangsa.
Berikut ini akan dikemukakan peran perempuan dalam
Islam:
a. Peran perempuan sebagai hamba Allah SWT
Sebagai hamba Allah, kaum perempuan
mempunyai tanggung jawab yang sama dengan
kaum lelaki, yaitu sama-sama berkewajiban untuk
63
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,
http://kbbi.web.id/peran, diakses tanggal 28 Mei 2015.
71
mengabdikan diri kepada Allah SWT. Allah
berfirman yang artinya: “Dan tidaklah Aku
ciptakan jin dan manusia melainkan untuk
beribadah Kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariat[51]:
56).
b. Peran perempuan sebagai istri
Sebagai istri, perempuan adalah sahabat bagi
suaminya. Kepadanya melekat sejumlah kewajiban
yang harus dilaksanakan kepada suaminya. Antara
lain, seorang istri harus bisa menjaga rahasia suami
dan semua yang ada di rumah suaminya. Karena
semuanya itu adalah amanah, dan kelak akan
dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Sebagai rabbat al-bayt (pengurus rumah
tangga), seorang istri juga dituntut memiliki
keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan. Bukan
hanya keahlian dan keterampilan memasak, menata
rumah, menata penampilan, tetapi juga
pengetahuan dan keterampilan dalam masalah
kesehatan dan keuangan.
c. Peran perempuan sebagai ibu
Ibu adalah Madrasah pertama bagi anak-
anaknya. Darinya, anak pertama kali belajar.
Karena itu, seorang ibu dituntut agar ekstra hati-
hati, sebab dia mempunyai pengaruh yang besar
terhadap anak-anaknya. Ibu yang baik tentu akan
melahirkan generasi yang baik pula. Maka pantas
jika perempuan dinobatkan sebagai tiang Negara.
Demikian ungkapan bijak itu sering kita dengar.
Sejumlah penemuan baru tentang perkembangan
intelektual dan perilaku anak meniscayakan adanya
tanggung jawab yang besar kepada kedua
orangtuanya, khususnya ibu. Karena ibulah yang
paling sering berinteraksi dengan anak-anaknya.
72
d. Peran perempuan sebagai anggota masyarakat
Seorang perempuan juga menjadi bagian dari
sebuah masyarakat. Dengan begitu, dia juga
memiliki tanggungjawab terhadap lingkungan dan
kondisi sosialnya. Posisi ini menuntut peranan
seorang perempuan, tidak hanya dalam kehidupan
pribadi, tetapi juga kehidupan politik. Ini
merupakan bagian yang accommodate dalam
tanggung jawab amar ma‟ruf nahi munkar.
Peranan ini menuntut seorang perempuan untuk
mampu dan cakap dalam mengambil langkah-
langkah praktis yang dibutuhkan dalam melakukan
perubahan di tengah-tengah masyarakatnya.64
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
perempuan memiliki peran yang sangat penting di
dalam kehidupan. Tanpa peran perempuan kehidupan
tidak akan berjalan dengan semestinya. Sebab
perempuan adalah pencetak generasi baru, sekiranya di
muka bumi ini hanya dihuni oleh lelaki, kehidupan
mungkin sudah terhenti berabad-abad yang lalu. Oleh
karena itu perempuan tidak bisa diremehkan dan
diabaikan, karena dibalik semua keberhasilan dan
kontinuitas kehidupan pasti ada peran perempuan.
64
Panenblog, “Peran Wanita dan Kedudukannya dalam Islam,”
diakses tanggal 28 Mei 2015, dari
http://freeblogpanen.blogspot.com/2010/04/peranan-wanita-dan-
kedudukannya-dalam.html.
73
B. Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-Qur’an
1. Pengertian Al-Qur’an
Para ahli ilmu-ilmu Al-Quran pada umumnya
berasumsi bahwa kata Qur‟an terambil dari kata
qara‟a-yaqra‟u-qira‟atan-wa-qur‟anan
yang secara harfiah berarti bacaan.
Dalam Al-Qur‟an sendiri memang terdapat beberapa
kata Qur‟an yang digunakan untuk pengertian bacaan,
diantaranya:
”Apabila Kami telah selesai membacakannya,
maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. Al-
Qiyamah[75]: 18)
“Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan
yang sangat mulia.” (QS. Al-Waqi‟ah[56]: 77)
“Dan Kami tidak mengajarkan sya‟ir
kepadanya (Muhammad) dan bersya‟ir itu
74
tidaklah layak baginya. Al-Quran itu tidak lain
hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi
penerangan.” (QS. Yasin[36]: 69).65
Qur„an menurut pendapat yang paling kuat
seperti yang dikemukakan oleh Dr. Subhi Al Salih
berarti “bacaan”, asal kata qara‟a. kata Al-Qur‟an itu
berbentuk masdar dengan arti isim maf‟ul yaitu maqru
(dibaca), di dalam Al-Qur‟an sendiri ada pemakaian
kata Qur‟an dalam arti demikian sebagai tersebut dalam
surat Al-Qiyamah[75] ayat 17-18. Adapun Subhi Al-
Salih mendefinisikan Al-Qur‟an menurut istilah ialah
Kalam Allah SWT. yang merupakan mukjizat yang
diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad
SAW. yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan
mutawatir serta membacanya adalah ibadah.66
Senada dengan pendapat di atas, menurut Ulama
Ushul, Fiqh, dan Bahasa Arab sebagaimana yang
dikutip oleh M. Abdul Adzim Al-Zarqani bahwa Al-
Qur‟an adalah “Kalam yang mengandung kemukjizatan
yang diturunkan kepada Nabi SAW. yang tertulis dalam
mushaf-mushaf yang diriwayatkan secara mutawatir,
dan yang dinilai ibadah bila membacanya.”67
65
M. Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000), Cet. Ke-1, h.20. 66
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta:
Mahkota, 1990), h. 13. 67
M. Abdul Adzim Al-Zarqani, Manahil Al-‟Urfan Fi‟Ulum Al-
Qur‟an, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), Cet. Ke-1, h. 9.
75
Menurut M. Ali Ash Shabuuniy, Al-Qur'an
adalah firman Allah yang tiada tandingannya,
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. penutup
para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan malaikat
Jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat An-Nas. dan ditulis dalam mushaf-mushaf
yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh
orang banyak), serta mempelajarinya merupakan
ibadah. Definisi tersebut telah disepakati oleh para
ulama dan Ahli Ushul.68
Adapun pengertian Al-Qur‟an menurut M.
Quraish Shihab adalah “Kalam (firman) Allah yang
sekaligus merupakan mukjizat yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW. dalam bahasa Arab, yang
sampai kepada umat manusia dengan cara al tawattur
(langsung dari Nabi Muhammad SAW. kepada orang
banyak), yang kemudian termaktub dalam bentuk
mushaf, yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup
dengan surat An-Nas.”69
Selanjutnya menurut Afif „Abd al-Fattah
sebagaimana yang dikutip oleh M. Amin Suma bahwa
Al-Qur‟an ialah “Wahyu Allah yang diturunkan dari
68
M.Ali Ash-Shabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur‟an, (Bandung: Pustaka
Setia, 1999), Cet.ke-1. h. 15. 69
M.Quraish Shihab, Sejarah dan Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008), Cet. ke-VIII, h. 39.
76
sisi Allah, kepada Rasul-Nya Muhammad Ibn „Abd
Allah, penutup para nabi, yang dinukilkan daripadanya
dengan penukilan yang mutawatir nazham/lafal
maupun maknanya, dan merupakan kitab samawi yang
paling akhir penurunannya.”70
Sedangkan pengertian Al-Qur‟an menurut
Manna‟ Al-Qhattan adalah:
“Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. dan orang yang membacanya
memperoleh pahala.”
Adapun pengertian Al-Qur‟an menurut Al-
Jurjani adalah :
70
M. Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000), Cet. ke-1, h. 25.
77
“Yang diturunkan kepada Rasulullah SAW.
ditulis dalam mushaf, dan diriwayatkan secara
mutawatir tanpa keraguan.”71
Dari definisi-definisi tersebut terdapat beberapa
unsur Al-Qur‟an yang disepakati oleh para pakar ilmu-
ilmu Al-Qur‟an. Unsur-unsur Al-Qur‟an yang
dimaksudkan ialah:
a. Al-Qur‟an adalah wahyu atau kalam Allah
SWT.
Semua definisi yang diberikan para ahli, selalu
diawali dengan penyebutan Al-Qur‟an sebagai
Kalam atau wahyu Allah SWT.
b. Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Ini menunjukkan bahwa kalam atau wahyu
Allah yang diturunkan kepada para nabi dan
rasul Allah yang lain, tidak dapat dinamakan Al-
Qur‟an.
c. Al-Qur‟an disampaikan melalui malaikat Jibril.
Semua ayat Al-Qur‟an diwahyukan dengan
perantaraan malaikat Jibril.
d. Al-Qur‟an diturunkan dalam bentuk lafal Arab.
Dari keempat unsur Al-Qur‟an di atas, dapatlah
dikatakan bahwa Al-Qur‟an ialah kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dalam
bentuk lafal Arab, dengan perantaraan Malaikat Jibril.
Sedangkan hal-hal lain seperti dinukilkan kepada kita
dengan cara mutawatir, diawali dengan surat Al-
Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, serta ditulis
dalam Mushaf, itu menyangkut hal-hal yang bersifat
71
“Pengertian Al-Qur‟an,”
http://coretanbinderhijau.blogspot.com/2013/06/makalah-pengertian-al-
qur‟an.html, diakses tanggal 28 Mei 2015.
78
teknis bagi penyampaian dan pemeliharaan Al-
Qur‟an.72
Dengan pengertian tersebut, firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW.
tidak dinamakan Al-Qur‟an. Seperti kitab Taurat yang
diturunkan kepada umat Nabi Musa, atau kitab Injil
yang diturunkan kepada umat Nabi Isa. Demikian pula
firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. yang membacanya tidak dianggap sebagai
ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-
Qur‟an.73
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan
bahwa pengertian Al-Qur‟an adalah kitab suci umat
Islam yang berisi firman-firman Allah SWT. yang
diwahyukan dalam bahasa Arab, kepada Nabi
Muhammad SAW. melalui perantara malaikat Jibril,
dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat An-Nas, ditulis dalam mushaf-mushaf yang
disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang
banyak), serta membacanya bernilai ibadah. Allah
menurunkan Al-Qur‟an agar dijadikan undang-undang
bagi umat manusia dan petunjuk atas kebenaran Rasul
72
M. Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al Qur‟an, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000), Cet. Ke-1, h. 24-27. 73
Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan terjemahnya, (Jakarta:
Mahkota, 1990), h. 13.
79
dan penjelasan atas kenabian dan kerasulannya, juga
sebagai alasan yang kuat di hari kemudian bahwa Al-
Qur‟an benar-benar diturunkan dari Zat Yang
Mahabijaksana lagi Terpuji.
2. Keutamaan Al-Qur’an
a. Keutamaan Membaca dan Mengkaji Al-Qur’an
Al-Qur‟an adalah sebuah kitab suci yang
harus dibaca, bahkan dianjurkan untuk dijadikan
bacaan harian umat Islam. Membacanya dinilai oleh
Allah sebagai ibadah. Pahala yang diberikan oleh
Allah bukan dihitung perkata atau perayat, namun
perhuruf.
Berikut ini akan dikemukakan ayat-ayat dan
hadits yang berkaitan dengan keutamaan membaca
dan mengkaji Al-Qur‟an menurut M. Ali Ash-
Shaabuuniy:
Ayat-ayat Al-Qur’an:
1) Allah berfirman :
80
“Sesungguhnya orang-orang yang
selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebahagian dari rezeki yang Kami
anugerahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan,
mereka itu mengharapkan perniagaan
yang tidak akan merugi. Agar Allah
menyempurnakan kepada mereka
pahala mereka, dan menambah kepada
mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fatir[35]:
29-30).
2) Allah berfirman :
“Dan apabila dibacakan Al-Qur‟an,
Maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang, agar
kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-
A‟raf[7]: 204)
81
3) Allah berfirman :
“Maka Apakah mereka tidak
memperhatikan Al-Qur‟an ataukah hati
mereka terkunci?.” (QS.
Muhammad[47]: 24).
Hadits Nabi SAW:
Rasulullah SAW. bersabda:
82
Hajjaj bin Minhal menyampaikan kepada
kami dari syu‟bah, dari Alqamah bin Marstad
yang mengatakan, aku mendengar dari sa‟d
bin Ubaidah, dari Abu Abdurrahman as-
Sulaimi, dari Utsman bahwa Nabi saw.
bersabda, “Orang terbaik di antara kalian
adalah orang yang mempelajari al-Qur‟an
dan mengajarkannya.” Sa‟d bin Ubaidah
berkata,”Abu Abdurrahman as-Sulaimi
mengajarkan Al-Qur‟an kepada orang-orang
semenjak masa kekhalifahan Utsman hingga
masa Hajjaj. Abu Abdurrahman berkata,
„hadits itu yang telah membuat betah duduk di
tempat dudukku ini (untuk mengajarkan Al-
Qur‟an).” (HR. al-Bukhari).74
Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf,
keistimewaan tadabbur Al-Qur‟an adalah “Al-
Qur‟an akan benar-benar menjadi ruh (penggerak)
bagi kemajuan kehidupan manusia, jika selalu
dibaca dan ditadabburkan makna yang terkandung
dalam setiap ayat-ayatnya. Sebagaimana Allah
berfirman dalam surat Shaad ayat 29:”75
74
Imam al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhâr, juz 6, Kitab Fadhâil Al-
Qur‟an, Bab Khoirukum Man Ta‟allam Al-Qur‟an wa „Allamahu, h. 192,
Hadis nomor 5027. 75
Abdul Aziz Abdur Rauf, Pedoman Dauroh Al Qur‟an, (Jakarta:
Alfin Press, 2006), Cet. Ke- XI, h. iv.
83
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran.” (QS. Shaad[38]: 29)
Lebih lanjut Abdul Aziz Abdur Rauf
menjelaskan bahwa “Al-Qur‟an selain dibaca atau
direnungkan juga perlu dihafal, dipindahkan dari
tulisan ke dalam dada, karena hal ini merupakan ciri
khas orang-orang yang diberi ilmu, juga sebagai
tolok ukur keimanan dalam hati seseorang. Allah
SWT berfirman dalam surat Al-Ankabut ayat 49:”76
“Sebenarnya Al-Quran itu adalah ayat-ayat
yang nyata di dalam dada orang-orang yang
diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari
76
Abdul Aziz Abdur Rauf, Pedoman Dauroh Al Qur‟an, (Jakarta:
Alfin Press, 2006), Cet. Ke-XI, h.v.
84
ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang
zalim.” (QS. Al-Ankabut[29]: 49)
Dari pemaparan ayat dan hadits di atas dapat
disimpulkan bahwa terdapat banyak ayat Al-Qur‟an
dan hadits Nabi SAW. yang menunjukkan
kelebihan dan keagungan kitab suci Al-Qur‟an.
Diantaranya ada yang berhubungan dengan
keutamaan-keutamaan membaca dan
memperhatikannya, dan adapula yang berhubungan
dengan keutamaan tentang penghafalannya. Selain
itu, tidak sedikit pula tertera dalam kitab Allah
tentang ayat-ayat yang menyerukan kepada orang-
orang mukmin untuk menghayati dan menerapkan
hukum-hukumnya, di samping seruan untuk
mendengarkan bacaannya dengan penuh perhatian
ketika dibacakan ayat-ayat Al Qur‟an.
Al-Qur‟an merupakan petunjuk serta pedoman
hidup bagi umat manusia. Manusia yang selamat
dan berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, adalah
yang senantiasa berpegangteguh kepada kitab suci
Al-Qur‟an, yaitu orang-orang yang istiqomah dalam
85
membaca, mengkaji, serta mengamalkan Al-Qur‟an
di dalam kehidupannya.
Al-Qur‟an dapat menjadi obat dari segala
macam penyakit hati yang paling mujarab, karena
dengan membaca dan menghayati ayat-ayat Al-
Qur‟an, dapat menentramkan hati orang yang
membacanya. Sehingga orang yang membaca Al-
Qur‟an sekaligus menghayati maknanya akan
terhindar dari segala macam penyakit hati. Al-
Qur‟an juga dapat memberikan rahmat dan
syafa‟at/pertolongan kepada para pembacanya di
hari kiamat, dimana pada saat itu, tidak akan ada
lagi pertolongan selain pertolongan dari syafa‟at Al-
Qur‟an dan syafa‟at Rasulullah SAW. Dan Orang-
orang yang senantiasa membaca dan mengkaji Al-
Qur‟an serta mengamalkannya secara konsisten,
maka Allah akan memuliakan mereka, dan Allah
menjanjikan surga bagi mereka.
86
3. Adab Pengajar dan Pelajar Al-Qur’an
a. Adab Pengajar Al-Qur’an
Menurut buku yang ditulis oleh Supian,
panduan atau adab pengajar Al-Qur‟an diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) Pertama-tama yang mesti dilakukan oleh guru
dan pembaca adalah ikhlas hanya
mengharapkan keridhaan Allah SWT. (QS.
Al-Bayyinah[98]:5).
2) Hendaknya seseorang tidak memiliki tujuan
dengan ilmu yang dimilikinya untuk mencapai
kesenangan dunia berupa harta atau ketenaran,
kedudukan, keunggulan atas orang-orang lain,
pujian dari orang banyak, atau ingin
mendapatkan perhatian orang banyak dan hal-
hal seperti itu.
3) Hendaklah dia waspada agar tidak
memaksakan banyak orang yang belajar dan
orang yang datang kepadanya, hendaklah dia
tidak membenci murid-muridnya yang belajar
kepada orang lain selain dirinya.
4) Pengajar mesti memiliki akhlak yang baik,
berkelakuan terpuji dan sifat-sifat baik yang
diutamakan Allah SWT.
5) Seorang pengajar sudah sepatutnya bersikap
lemah lembut kepada muridnya dan
menyambutnya serta berbuat baik kepadanya
sesuai dengan keadaannya.
6) Seorang guru mesti memberikan nasihat yang
baik bagi muridnya.
87
7) Sudah sepatutnya guru tidak menyombongkan
diri kepada para pelajar, tetapi bersikap lemah
lembut dan rendah hati terhadap mereka.
8) Sudah sepatutnya pelajar dididik secara
berangsur-angsur dengan adab-adab yang
luhur dan perilaku yang baik serta dilatih
dirinya atas perkara-perkara kecil yang terpuji.
9) Mengajar adalah fardhu kifayah jika tidak ada
orang yang mampu kecuali seorang saja, maka
wajib baginya mengajar. Jika ada beberapa
orang yang setengah dari mereka bisa
mengajar tetapi mereka menolak, maka
mereka berdosa. Jika setengah dari mereka
mengerjakannya, gugurlah tanggung jawab
dari yang selainnya. Jika salah seorang dari
mereka diminta sedang dia menolak, maka
pendapat yang lebih tepat ialah dia tidak
berdosa, tetapi dihukumkan makruh keatasnya
jika tiada halangan.
10) Diutamakan para guru untuk mementingkan
pengajaran dibandingkan dengan keperluan
dirinya yang bersifat duniawi yang bukan
keperluan utama yang amat mendesak.
11) Jika jumlah mereka banyak, maka dahulukan
yang pertama, kemudian yang berikutnya. Jika
yang pertama rela gurunya mendahulukan
selain dirinya, maka ia bisa mendahulukannya.
Hendaklah guru menunjukkan kegembiraan
dan muka yang berseri-seri, memeriksa
keadaan mereka dan menanyakan siapa yang
tidak hadir dari mereka.
12) Para ulama berkata: “Janganlah guru menolak
mengajari seseorang karena niatnya tidak
benar.”
88
13) Termasuk adab seorang guru yang amat
ditekankan dan perlu diperhatikan ialah
menjaga kedua tangannya ketika mengajar
dari bermain-main dan menjaga kedua
matanya dari memandang kemana-mana tanpa
keperluan.
14) Guru tidak boleh melakukan perbuatan yang
dapat merendahkan derajat ilmunya, merusak
kehormatan dirinya baik di depan muridnya
maupun masyarakatnya.77
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan
bahwa seorang guru Al-Qur‟an harus dapat
memperhatikan, dan mengaplikasikan adab bagi
seorang guru Al-Qur‟an di dalam kegiatan belajar
mengajar Al-Qur‟an. Agar dapat tercipta suasana
belajar mengajar Al-Qur‟an yang harmonis dan
penuh keberkahan. Sebagai contoh, dengan adanya
salah satu adab, yaitu keikhlasan guru dalam
mengajar Al-Qur‟an, maka ilmu yang guru
sampaikan akan mudah diserap oleh murid-
muridnya. Keikhlasan guru dalam mengajar
merupakan faktor yang sangat penting, karena
dengan keikhlasan dapat mendatangkan keberkahan
ilmu yang bermanfaat. Selain itu, guru juga harus
77
Supian, Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an Praktis, (Jakarta: Gaung Press,
2012), Cet. Ke-1, h. 163-167.
89
memiliki sifat lemah lembut, penuh kasih sayang,
sabar dan telaten dalam menghadapi murid-
muridnya.
Dengan adanya adab dan etika bagi guru Al-
Qur‟an, diharapkan dapat menjadi acuan bagi guru
dalam bersikap, dan berakhlak terhadap murid-
muridnya, sehingga kekerasan guru terhadap murid-
muridnya dapat dihindari. Sebagaimana fenomena
yang seringkali terjadi saat ini yaitu kekerasan guru
terhadap murid-muridnya. Hal ini sungguh sangat
memprihatinkan, karena sangat tidak sesuai dengan
ajaran Islam, dan yang demikian adalah
penyimpangan terhadap adab dan etika bagi seorang
guru Al-Qur‟an. Islam telah mengatur adab bagi
seorang guru Al-Qur‟an. Guru adalah teladan, dan
panutan yang wajib memberikan contoh yang baik
bagi anak didiknya. Oleh karena itu bagi setiap guru
khususnya guru Al-Qur‟an, harus dapat
memperhatikan dan mematuhi adab bagi pengajar
Al-Qur‟an. Sehingga kegiatan belajar mengajar
menjadi lebih kondusif dan nyaman.
90
b. Adab Pelajar Al-Qur’an
Mempelajari Al-Qur‟an adalah mempelajari
kalam-kalam Allah, dan kalam Allah lebih mulia
dari apapun di muka bumi ini. Sehingga bersikap
ketika belajar Al-Qur‟an harus dapat dibedakan
dengan bersikap ketika belajar ilmu-ilmu lain,
karena sesungguhnya tidak akan mendapat berkah
dari ilmu Al-Qur‟an yang dipelajari jika adab-
adabnya tidak diperhatikan.
Menurut buku yang ditulis oleh Supian,
panduan atau adab Pelajar Al-Qur‟an diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) Semua yang termasuk dalam adab pengajar
(guru) juga merupakan adab bagi pelajar.
2) Menjalani proses belajar dengan tekun, dan
menghindari diri dari perbuatan dan prilaku di
luar keperluan belajar, kecuali hal yang mesti
dilakukan karena keperluan. Hendaklah dia
membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran
dosa supaya bisa menerima Al-Qur‟an,
menghafal, dan mengamalkannya.
3) Janganlah belajar kepada guru, kecuali dari
orang yang lengkap keahliannya, menonjol
keagamaannya, nyata pengetahuannya, dan
terkenal kebersihan dirinya.
4) Hendaklah memulai belajar di ruang/majelis
gurunya dalam keadaan memiliki sifat-sifat
91
sempurna, keikhlasan dan budi pekerti yang
baik.
5) Hendaklah menunjukkan adab yang baik
terhadap teman sekelasnya dan orang-orang
yang menghadiri majelis gurunya.
6) Tidak belajar kepada guru ketika guru sedang
sibuk, atau dalam keadaan takut, sedih,
gelisah, dan hal-hal lain yang dapat
menghalangi guru untuk dapat mengajar
dengan baik dan serius. Hendaklah dia
manfaatkan waktu-waktu dimana gurunya
dalam keadaan sempurna.
7) Gemar, sungguh-sungguh dan tekun menuntut
ilmu pada setiap waktu yang dapat
dimanfaatkannya dan tidak puas dengan ilmu
yang sedikit, apabila bisa belajar banyak.
8) Hendaklah pergi kepada guru paling awal,
memelihara bacaan hafalannya dan tidak
mengutamakan orang lain pada waktu
gilirannya karena mengutamakan orang lain
dalam hal ibadah adalah makruh. Kecuali jika
guru melihat adanya kemaslahatan
mengutamakan orang lain.78
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
semua yang termasuk dalam adab bagi pengajar
Al-Qur‟an juga merupakan adab bagi pelajar Al-
Qur‟an. Adab bagi pelajar Al-Qur‟an wajib
diperhatikan dan ditaati oleh seluruh pelajar. Agar
78
Supian, Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an Praktis, (Jakarta: Gaung Press,
2012), Cet. Ke-1, h. 167-169.
92
tercipta suasana belajar Al-Qur‟an yang harmonis,
kondusif, nyaman, dan penuh dengan keberkahan.
Seorang pelajar harus menghormati pengajar,
khususnya pengajar Al-Qur‟an, sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya mengenai ayat dan hadits
terkait dengan perintah agar menghormati
golongan Al-Qur‟an. Pengajar Al-Qur‟an adalah
orang yang mahir Al-Qur‟an, maka pengajar Al-
Qur‟an termasuk golongan Al-Qur‟an yang wajib
dihormati.
Para pelajar harus dapat mematuhi semua
perintah pengajar Al-Qur‟an, agar ilmu yang
diberikan oleh pengajar Al-Qur‟an menjadi berkah
dan menjadi ilmu yang bermanfaat. Serta
diharapkan nantinya para pelajar tersebut dapat
meneruskan perjuangan pengajar Al-Qur‟annya,
dengan berbagai inovasi dan metode-metode
mengajar Al-Qur‟an yang lebih baik lagi dari yang
sebelumnya.
Dengan adanya adab belajar Al-Qur‟an,
diharapkan dapat menjadi rambu-rambu bagi
pelajar untuk bersikap dan berakhlak kepada
93
pengajar Al-Qur‟an. Sehingga diharapkan para
pelajar tidak hanya pandai dalam membaca,
menghafal, dan mengkaji Al-Qur‟an, tetapi juga
pandai dalam berakhlak, sesuai dengan akhlak Al-
Qur‟an.
4. Adab Membaca dan Berinteraksi dengan Al-Qur’an
a. Adab dan Etika Membaca Al-Qur’an
Bagi seorang muslim yang membaca Al-
Qur‟an hendaknya melazimi adab-adab membaca
Al-Qur‟an yang diajarkan Islam di dalam Al-
Qur‟an maupun Hadits. Dengan melazimi adab
membaca Al-Qur‟an, maka bacaan Al-Qur‟an
menjadi ibadah yang diterima Allah SWT.
Berikut ini akan dikemukakan adab dan
etika membaca Al-Qur‟an menurut buku yang
ditulis oleh Supian, diantaranya yaitu:
1) Hendaklah menghadirkan hatinya dalam
keadaan sedang bermunajat kepada Allah
dan membaca Al-Qur‟an seperti keadaan
orang yang melihat Allah, jika dia tidak bisa
melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah
melihatnya.
2) Sebelum membaca Al-Qur‟an, hendaklah
membersihkan mulut dengan siwak atau
lainnya. Apalagi apabila mulut dalam
keadaan bau dari bangun tidur atau berbau.
94
Karena membaca Al-Qur‟an harus dalam
keadaan suci.
3) Membaca Al-Qur‟an disunnahkan di tempat
yang bersih dan terpilih. Terutama di masjid,
karena merupakan tempat yang bersih dan
mulia serta menghasilkan keutamaan lain,
yaitu i‟tikaf.
4) Diutamakan bagi pembaca Al-Qur‟an di luar
shalat supaya menghadap kiblat.
5) Jika akan memulai membaca Al-Qur‟an,
hendaklah membaca ta‟awudz, memohon
perlindungan Allah SWT.
6) Hendaklah membaca Al-Qur‟an selalu
membaca Basmalah pada awal setiap surah
selain surah At-Taubah.
7) Jika telah mulai membaca Al-Qur‟an,
hendaklah bersikap khusyu‟ dan
merenungkan maknanya ketika membaca.
8) Anjuran mengulang-ulang ayat untuk
direnungkan.
9) Menangis ketika membaca Al-Qur‟an.
10) Hendaklah membaca Al-Qur‟an dengan
tartil.
11) Diutamakan jika membaca ayat yang
mengandung rahmat agar memohon kepada
Allah, dan apabila membaca ayat yang
mengandung siksaan agar memohon
perlindungan kepada Allah dari siksaan itu.
12) Memuliakan Al-Qur‟an dari hal-hal yang
kadang-kadang diabaikan oleh sebagian
orang yang lalai ketika membaca Al-Qur‟an
bersama-sama. Diantaranya menghindari
tertawa, berbisik-bisik dan bercakap-cakap
di tengah pembacaan, kecuali perkataan
95
yang perlu diucapkan. (QS. Al
A‟raf[7]:204).
13) Tidak boleh membaca Al-Qur‟an dengan
selain bahasa Arab, terutama dalam shalat,
karena shalatnya tidak sah. Kecuali di luar
shalat karena dengan maksud mempelajari
isi kandungannya, itupun sebaiknya dibaca
ayatnya terlebih dahulu.
14) Diharuskan membaca Al-Qur‟an dengan
tujuh qira‟at seperti bacaan yang disetujui.
Dan tidak boleh dengan selain yang tujuh
bacaan itu dan tidak pula dengan riwayat-
riwayat asing yang dinukil (diambil) dari
ketujuh ahli qira‟ah itu.
15) Jika memulai dengan bacaan salah satu
qiraat, maka hendaknya tetap dalam qiraah
tersebut selama masih dalam keadaan
membaca pada saat itu.
16) Sangat afdhal membaca menurut tertib
urutan Mushaf, mulai dari Al-Fatihah,
kemudian Al-Baqarah, Ali-Imran dan
seterusnya baik membacanya dalam shalat
atau di luar shalat.
17) Membaca Al-Qur‟an dari Mushaf lebih
utama dari pada membacanya dengan
hafalan karena memandang dalam Mushaf
adalah ibadah yang diperintahkan, maka
berkumpullah bacaan dan pandangan itu.
18) Anjuran membaca Al-Qur‟an oleh jama‟ah
secara bersama-sama dan keutamaan bagi
orang-orang yang membaca bersama-sama
dan yang mendengarkannya serta keutamaan
orang yang mengumpulkan, mendorong dan
menganjurkan mereka melakukan hal itu.
96
19) Anjuran membaca Al-Qur‟an sambung
menyambung secara bergantian. Maksudnya
adalah sejumlah orang berkumpul, setengah
dari mereka membaca sepuluh ayat atau
sebagian kemudian diam dan lainnya
meneruskan bacaan, kemudian lainnya lagi.
Ini boleh dilakukan dan baik. Di Indonesia
sering dikenal dengan tadarus.
20) Dianjurkan membaca Al-Qur‟an dengan
suara yang nyaring, merdu dan kuat.
21) Sunnah mengindahkan suara pada waktu
membaca Al-Qur‟an.
22) Sunnah mencari guru Al-Qur‟an yang baik
dan bagus suaranya. Anjuran melakukan ini
disetujui oleh para ulama dan itu adalah
kebiasaan orang-orang baik dan ahli ibadah
serta hamba-hamba Allah SWT yang shaleh.
Perbuatan itu adalah sunnah dari Rasulullah
SAW.
23) Jika memulai membaca dari tengah surah
atau berhenti di tempat yang bukan
akhirnya, agar memulai permulaan kalam
yang saling berkaitan antara satu sama lain
dan berhenti pada kalimat yang sempurna.
24) Makruh membaca Al-Qur‟an dalam
beberapa keadaan, ruku‟, sujud dan tasyahud
serta keadaan-keadaan shalat lainnya,
kecuali jika berdiri. Makruh membaca lebih
dari Al-Fatihah bagi makmum dalam
keadaan sembahyang yang dikeraskan
bacaannya jika dia mendengar bacaan imam.
Makruh pula membacanya dalam keadaan
duduk di tempat buang hajat dan dalam
97
keadaan mengantuk atau ketika khatib
sedang berkhutbah.
25) Apabila membaca Al-Qur‟an kemudian
menguap, maka hendaklah dia
menghentikan bacaannya hingga sempurna
keluarnya dengan menutup mulut, kemudian
setelah itu baru kembali membaca.
26) Tidak boleh membaca Al-Qur‟an yang
dimaksudkan sebagai ucapan. Karena itu
membaca Al-Qur‟an dengan tujuan urusan
dunia, terutama di dalam shalat.
27) Jika membaca sambil berjalan, kemudian
melewati orang lain, diutamakan
memutuskan bacaan dan memberi salam
kepada mereka, kemudian melanjutkan
bacaannya. Jika dia mengulangi ta‟awudz,
maka perbuatan itu lebih baik.
28) Apabila melewati orang yang sedang duduk
membaca Al-Qur‟an, pendapat yang lebih
utama adalah tidak memberi salam kepada
pembaca Al-Qur‟an, karena dia sedang
sibuk membaca.
29) Jika datang kepada pembaca Al-Qur‟an
orang yang berilmu atau terhormat atau
orang tua yang terpandang atau mereka
memiliki kehormatan sebagai pemimpin
atau lainnya, maka boleh berdiri untuk
menghormati dan memuliakannya, bukan
karena riya‟ dan membanggakan diri.
Perbuatan itu mustahab (sunnah), termasuk
dari perbuatan Nabi SAW. dan perbuatan
para sahabatnya dihadapan beliau, serta
perbuatan para tabi‟in dan ulama yang
shaleh setelah mereka.
98
30) Melakukan sujud tilawah apabila bertemu
dengan ayat-ayat sajadah.
31) Waktu-waktu yang terbaik untuk membaca
Al-Qur‟an, yaitu:
a) Di dalam Shalat
b) Pada waktu malam, dan separuh malam
yang akhir lebih baik dari pada separuh
pertama.
c) Antara Magrib dan Isya‟.
d) Setelah shalat Subuh.
e) Hari-hari yang terpilih ialah Jum‟at,
Senin, Kamis, dan hari Arafah.
f) Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
g) Sepuluh hari pertama dari bulan
Dzulhijah
h) Sedang bulan yang paling utama ialah
bulan Ramadhan.
i) Di setiap waktu selalu dianjurkan
membaca Al-Qur‟an.
32) Jika menggunakan ingin berhujjah atau
menggunakan dalil dari suatu ayat, maka
harus berkata, Qalallahu Ta‟Ala Kadza
(Allah SWT telah berfirman demikian) atau
Allahu Ta‟ala Yaqulu Kadza (Allah SWT
berrfirman demikian) dan diawali dengan
Ta‟awudz.
33) Pada akhir surah atau ayat tertentu,
disunnahkan atau dianjurkan membaca do‟a,
takbir atau tasbih. 79
79
Supian, Ilmu-Ilmu Al Qur‟an Praktis, (Jakarta: Gaung Press,
2012), Cet. Ke-1, h. 170-181.
99
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
adab atau etika membaca Al-Qur‟an penting untuk
diketahui dan dipahami, agar yang membacanya
mendapatkan rahmat dan keberkahan dari bacaan
Al-Qur‟an tersebut. Dengan mengetahui dan
memperhatikan adab membaca Al-Qur‟an
seseorang dapat menghormati dan memuliakan Al-
Qur‟an sebagai kitab suci. Misalnya, ketika
seseorang hendak membaca Al-Qur‟an, maka
sebelumnya harus terlebih dahulu membersihkan
mulut, bersuci, dan harus dalam keadaan suci dari
hadats serta najis, begitu pula tempat yang
diperbolehkan untuk membaca Al-Qur‟an adalah
tempat yang bersih dan suci, karena Al-Qur‟an
adalah kitab suci.
Dengan adanya adab tersebut diatur pula
untuk memulai bacaan Al-Qur‟an dengan
membaca ta‟awudz dan basmalah terlebih dahulu,
kecuali pada surat At-Taubah, tidak dianjurkan
mengawalinya dengan membaca basmalah.
Dengan mengetahui adab tersebut, seseorang dapat
mengetahui waktu-waktu terbaik untuk membaca
100
Al-Qur‟an. Sehingga dengan membacanya di
waktu-waktu yang terbaik maka akan bertambah
pahala dan keberkahan bagi pembacanya.
Keutamaan adab membaca Al-Qur‟an
adalah agar dapat mengetahui tata cara yang benar
ketika akan membaca Al-Qur‟an, sehingga akan
timbul ke hati-hatian bagi pembacanya, karena
dalam adab membaca Al-Qur‟an terdapat rambu-
rambu yang harus kita taati. Dengan demikian
seorang yang membaca Al-Qur‟an dengan
memperhatikan adab-adab membaca Al-Qur‟an
dengan baik, maka membaca Al-Qur‟an selain
mendapat ganjaran pahala juga akan mendapatkan
keberkahan dari Allah SWT.
b. Adab Khatam Al-Qur’an
Khatam Al-Qur‟an berarti menyelesaikan
membaca Al-Qur‟an dari awal hingga akhir, dan
sering juga difahami sebagai titik akhir setelah
selesainya membaca Al-Qur‟an. Untuk yang
pertama, pembacaan Al-Qur‟an dimulai dari awal
hingga akhir dalam satu tempat dan waktu tertentu,
sedangkan yang kedua bisa saja dalam waktu yang
lama dan bertahun-tahun, kemudian sampai selesai
dan khatam pada saat dan waktu tertentu. Biasanya
hal ini bagi pembaca Al-Qur‟an yang dalam masa
101
belajar, atau orang yang tadarus Al-Qur‟an secara
bertahap dalam jumlah tertentu setiap hari atau
malamnya. Khatam Al-Qur‟an juga dapat dimaknai
sebagai selesainya hafalan Al-Qur‟an seseorang
sebanyak 30 juz.80
Umat Muslim dianjurkan untuk senantiasa
berusaha mengkhatamkan Al-Qur‟an berulang kali
dalam rutinitas kehidupan harian mereka. Jika
mengingat kembali kisah para sahabat Nabi SAW.
mereka senantiasa berlomba-lomba dalam
mengkhatamkan Al-Qur‟an. Diriwayatkan ada
diantara mereka yang dapat mengkhatamkan Al-
Qur‟an sekali dalam sebulan. Ada juga yang dapat
mengkhatamkan Al-Qur‟an sekali dalam seminggu,
bahkan ada yang dapat mengkhatamkan Al-Qur‟an
setiap hari di dalam shalat mereka.
Dalam upaya mengkhatamkan Al-Qur‟an,
terdapat adab-adab yang perlu diperhatikan, agar
tata cara pembacaan Al-Qur‟an sesuai dengan
Sunnah Nabi SAW. Berikut ini akan dikemukakan
Adab khatam Al-Qur‟an menurut buku yang ditulis
oleh Supian diantaranya adalah sebagai berikut:
80
Supian, Ilmu-Ilmu Al Qur‟an Praktis, (Jakarta: Gaung Press,
2012), Cet. Ke-1, h. 182.
102
1) Khataman oleh pembaca sendirian
disunnahkan untuk dilakukan dalam shalat,
terutama dalam dua raka‟at sunnah Fajar
atau dua raka‟at sunnah Magrib.
2) Disunnahkan pertama khatam Al-Qur‟an di
siang hari dalam suatu rumah dan khatam
lainnya di akhir siang di rumah lain.
3) Apabila khataman di luar shalat dan
berjama‟ah, maka disunnahkan khataman itu
berlangsung di awal siang atau di awal
malam.
4) Diutamakan berpuasa pada hari khataman,
kecuali bertepatan dengan hari yang dilarang
berpuasa.
5) Diutamakan sekali menghadiri majelis
khataman Al-Qur‟an.
6) Berdo‟a sesudah khataman Al-Qur‟an sangat
disunnahkan.
7) Apabila selesai dari khataman Al-Qur‟an,
disunnahkan memulai lagi membaca Al-
Qur‟an, begitu juga khatam hafalan Al-
Qur‟an, maka harus memulai untuk
mengulang hafalannya. Tidak boleh lalai
dan menganggap bahwa membaca Al-
Qur‟an atau mengulang hafalan itu telah
selesai dengan selesainya khataman Al-
Qur‟an.81
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
dengan mengetahui dan memperhatikan adab
81
Supian, Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an Praktis, (Jakarta: Gaung Press,
2012), Cet. Ke-1, h. 182-183.
103
khatam Al-Qur‟an, dianjurkan untuk mendahulukan
sunnah-sunnah di dalam khataman Al-Qur‟an, agar
mendapatkan keberkahan yang menjadi nilai lebih
dari khataman Al-Qur‟an tersebut. Bagi siapa saja
yang berhasil mengkhatamkan Al-Qur‟an, maka
Allah akan membalas mereka dengan ganjaran yang
luarbiasa, baik di dunia dan di akhirat. Di antara
ganjaran yang akan diterima oleh orang yang
mengkhatamkan Al-Qur‟an adalah mendapatkan
ketenangan hati dan jiwa, mendapatkan rahmat dari
Allah SWT. Do‟a-doanya diaminkan oleh malaikat,
waktu khataman Al-Qur‟an merupakan waktu yang
mustajab untuk berdo‟a, dan orang yang khatam Al-
Qur‟an dijanjikan pohon di dalam surga oleh Allah
SWT.
c. Adab Berinteraksi dengan Al-Qur’an
Berinteraksi dengan Al-Qur‟an harus disertai
dengan melaksanakan segala tuntutan atau
kewajiban terhadapnya. Adapun kewajiban atau
adab berinteraksi dengan Al-Qur‟an menurut buku
yang ditulis Supian diantaranya yaitu:
1) Kaum muslimin wajib mengagungkan Al-
Qur‟an yang mulia secara mutlak, mensucikan
104
dan menjaganya. Siapa yang mengingkari satu
huruf saja dari Al-Qur‟an atau menambah satu
huruf saja, maka hukumnya kafir.
2) Diharamkan menafsirkan Al-Qur‟an tanpa
ilmu dan berbicara tentang makna-maknanya
bagi siapa yang bukan ahlinya. Sedangkan
penafsirannya oleh ulama, itu sesuatu yang
diharuskan dan baik.
3) Diharamkan mira‟ (berbantah-bantahan dalam
keraguan) dalam Al-Qur‟an dan berbantah-
bantahan tentang Al-Qur‟an tanpa alasan yang
benar.
4) Makruh hukumnya seseorang yang
mengatakan, “Aku lupa ayat ini”. Harusnya
“Aku dilupakan” atau “Aku dibuat lupa
terhadapnya.”
5) Boleh menyebut surah Al-Baqarah, surah Ali-
Imran, surah An-Nisa dan surah lainnya. Ada
sebagian ulama mengharuskan menyebut
surah yang disebut Al-Baqarah di dalamnya
atau yang disebut Ali-Imran di dalamnya, dan
seterusnya.
6) Tidak makruh jika menyebutkan ini bacaan Si
Anu atau Si Anu.
7) Orang kafir dilarang mendengar Al-Qur‟an
(QS. At-Taubah: 6).
8) Para ulama berbeda pendapat tentang
penulisan Al-Qur‟an dalam bejana, kemudian
dicuci dan diberi minum kepada orang sakit.
Ada yang membolehkan dan ada yang tidak
menyukainya, begitu pun bila ditulis di atas
makanan kemudian memakannya.
9) Tidak boleh menulis Al-Qur‟an dan nama-
nama Allah SWT dibaju dan tempat-tempat
105
yang dapat merendahkan atau merusak
kesucian Al Qur‟an.
10) Tentang meniup dengan membaca Al-Qur‟an
sebagai ruqyah. Sebagian ulama tidak
menyukai itu. Pendapat jumhur ulama adalah
tidak makruh, bahkan ada yang berpendapat
sunnah muakkad.
11) Setiap muslim wajib memuliakan dan
mengagungkan mushaf dan kitab-kitab yang
bertuliskan rasm Al-Qur‟an, tidak boleh
meletakkan kitab suci Al-Qur‟an
sembarangan, di tempat-tempat yang lebih
rendah dari tempat duduknya.
12) Termasuk etika dan adab terhadap kitab suci
Al-Qur‟an diletakkan pada tempat yang lebih
tinggi dari lantai tempat duduknya, seperti
menggunakan rehal (semacam meja kecil),
bantal atau diangkat dengan tangannya
sehingga Al-Qur‟an berada di atas lututnya.
13) Sekalipun tulisan ayat-ayat Al-Qur‟an Al-
Karim bercampur dengan tulisan-tulisan lain,
seperti dalam kitab-kitab Yasin, maka tetap
diperlakukan seperti adab terhadap Mushaf
Al-Qur‟an. Maka ketika membaca Yasin,
tidak boleh diletakkan begitu saja di atas
lantai, baik sebelum, sedang membaca
maupun setelah membacanya.
14) Apabila meletakkan Al-Qur‟an harus di
tempat yang lebih tinggi, dan apabila ada buku
atau kitab lain, maka Al-Qur‟an harus
diletakkan pada posisi yang paling tinggi.
15) Apabila membawa kitab suci Al-Qur‟an harus
dijaga selalu, jangan sampai Al-Qur‟an berada
pada posisi lebih rendah, seperti jika di dalam
106
mobil maka Al-Qur‟an jangan diletakkan di
jok tempat duduk, apalagi lebih rendah dari
itu, atau ketika membawanya di dalam tas,
maka tas harus dijaga dan diperlakukan
sebagaimana kitab suci Al-Qur‟an yang ada di
dalamnya.
16) Al-Qur‟an Al Karim merupakan kitab suci,
maka apa saja yang terdapat padanya ayat-
ayat Al-Qur‟an yang suci, maka harus
diperlakukan sebagaimana layaknya kitab
suci. Kertas biasa, apabila belum dituliskan
ayat Al-Qur‟an, maka dapat saja diperlakukan
sesuka hati, tapi ketika telah ditulis ayat-ayat
Al-Qur‟an padanya, maka kertas itu menjadi
suci dan harus disucikan atau diperlakukan
sebagaimana layaknya kitab suci, tidak boleh
dibuang sembarangan atau dikoyak-koyak dan
dibuang ke tong sampah.
17) Apabila direnungkan logika poin sebelum ini
(poin 16), maka harus juga diperlakukan sama
terhadap Handphone (Hp) atau laptop atau
jenis-jenis peralatan teknologi yang
menyimpan ayat-ayat Al-Qur‟an di dalamnya,
apalagi sampai 30 juz, tidak boleh diletakkan
sembarangan atau isi/file-nya dicampur
dengan hal-hal yang tidak seronok seperti
video dan lain-lain.82
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
adab berinteraksi dengan Al-Qur‟an perlu diketahui
dan diperhatikan, sama halnya dengan adab-adab
82
Supian, Ilmu-Ilmu Al Qur‟an Praktis, (Jakarta: Gaung Press,
2012), Cet. Ke-1, h. 183-185.
107
sebelumnya yang telah dibahas oleh penulis, yaitu
adab membaca Al-Qur‟an dan adab khatam Al-
Qur‟an. Adab berinteraksi dengan Al-Qur‟an
mengatur bagaimana cara bersikap dan berakhlak
terhadap Al-Qur‟an yang merupakan kitab suci
umat Islam. Dengan mengetahui adab berinteraksi
terhadap Al-Qur‟an, maka seseorang wajib
menghormati dan memuliakan Al-Qur‟an. Dan
harus dapat memperlakukan Al-Qur‟an dengan
hati-hati sesuai dengan adab yang telah disebutkan
di atas. Bagi para pengajar Al-Qur‟an sebaiknya
menyampaikan adab-adab dalam berinteraksi
dengan Al-Qur‟an, agar semakin banyak orang yang
belajar Al-Qur‟an dapat mengetahui dan memahami
cara berinteraksi dengan Al-Qur‟an yang baik dan
benar.
Orang yang senantiasa berinteraksi dengan Al-
Qur‟an disebut dengan Ahlul Qur‟an. Diantara
keutamaan orang yang senantiasa berinteraksi
dengan Al-Qur‟an/Ahlul Qur‟an yaitu Allah
mengangkat derajat Ahlul Qur‟an menjadi keluarga-
Nya, Ahlul Qur‟an disejajarkan derajatnya oleh
108
Allah dengan para malaikat dan Nabi yang telah
diberi wahyu. Sementara orang yang bacaannya
masih terbata-bata dianugerahi dua pahala. Ahlul
Qur‟an adalah yang paling berhak menjadi imam
dalam Sholat. Ahlul Qur‟an selalu mendapatkan
ketenangan, rahmat, naungan malaikat, namanya
pun disebut-sebut oleh Allah. Dan Ahlul Qur‟an
selalu mendapat kebaikan dari Allah SWT, karena
mempelajari Al-Qur‟an adalah sebaik-baik
kesibukan.
5. Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-Qur’an
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
peningkatan adalah “proses, cara, perbuatan
meningkatkan (usaha, kegiatan, dan sebagainya).”
Sedangkan kualitas adalah “tingkat baik buruknya
sesuatu (kadar), derajat atau taraf (kepandaian,
kecakapan dan sebagainya), mutu, pribadi yang baik
bentuk tingkah laku yang baik seseorang sebagai warga
masyarakat atau warga negara yang dapat dijadikan
teladan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.”83
83
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, diakses tanggal
28 Mei 2015,
http://kamusbahasaindonesia.org/kualitasKamusBahasaIndonesia.Org.
109
Baca adalah “melihat serta memahami isi dari
apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya di
hati), mengeja atau melafalkan apa yang tertulis,
mengucapkan (do‟a, mantra), mengetahui, meramalkan,
memperhitungkan, memahami.” Sedangkan tulis adalah
“ada huruf (angka dan sebagainya), yang dibuat
(digurat dan sebagainya) dengan pena (pensil, cat, dan
sebagainya), bersurat (yang sudah disetujui), yang ada
tulisannya: piagam yang berupa tembaga. Tulis-menulis
ialah perihal menulis (mengarang dan sebagainya).”84
Para pakar Al-Qur‟an mendefinisikan Al-Qur‟an
ialah “kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. dalam bentuk lafal Arab, dengan
perantaraan Malaikat Jibril.”85
Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan
bahwa Al-Qur‟an adalah “Kitab suci umat Islam yang
berisi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. dengan perantaraan malaikat Jibril,
84
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, diakses tanggal
28 Mei 2015,
http://kamusbahasaindonesia.org/tulisKamusBahasaIndonesia.Org. 85
M. Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al Qur‟an, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000), Cet. Ke-1, h. 27.
110
untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai
petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia.”86
Dari uraian arti kata-kata di atas dapat
disimpulkan bahwa peningkatan kualitas baca tulis Al-
Qur‟an adalah suatu upaya untuk meningkatkan
kepandaian/kemahiran dalam melafalkan dan
memahami isi kandungan Al-Qur‟an, serta kemahiran
dalam menulis Kitab suci Al-Qur‟an, yang merupakan
petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia.
Karena Al-Qur‟an berfungsi sebagai pedoman hidup,
maka wajib bagi umat Islam untuk dapat membaca,
menulis, mengkaji, serta mengamalkan Al-Qur‟an
dalam kehidupan sehari-hari. Agar senantiasa selamat
dan berbahagia hidup di dunia dan akhirat.
86
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, diakses tanggal
28 Mei 2015,
http://kamusbahasaindonesia.org/alquranKamusBahasaIndonesia.org.
111
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di
Majelis Taklim Nurul Fitri yang beralamat di jalan
Chairil Anwar, Gang Swakarsa No.83 Kreo, Larangan.
Majelis Taklim Nurul Fitri merupakan salah satu majelis
taklim yang terkait dengan Peran Perempuan Dalam
Meningkatkan Kualitas Baca Tulis Al-Qur‟an Kaum Ibu,
karena anggotanya semuanya perempuan.
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 28 Mei – 20
juni 2015, dan dibagi menjadi 2 tahap:
a. Tahap I dilaksanakan pada tanggal 28 Mei – 6 Juni
2015.
b. Tahap II dilaksanakan pada tanggal 10 Juni – 20 Juni
2015.
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan korelasional
yang dimaksudkan untuk mencari hubungan antara
112
variabel yang diteliti, yaitu hubungan antara peran
perempuan dengan peningkatan kualitas baca tulis Al-
Qur‟an di Majelis Taklim Nurul Fitri.
Karena penelitian yang dilakukan adalah penelitian
kuantitatif, maka analisa yang dilakukan terhadap data
yang berwujud angka adalah dengan cara
mengklasifikasikan, lalu dilakukan perhitungan dengan
menggunakan analisis statistik uji korelasi product
moment.
C. Variabel Penelitian
Menurut Kerlinger yang dikutip dari Consuelo G.
Sevilla bahwa “variabel adalah konstruk atau sifat yang
diteliti”.87
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel,
yaitu:
1. Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi
yaitu peran perempuan.
2. Variabel Terikat adalah variabel yang dipengaruhi
yaitu peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur‟an
kaum ibu Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo
Larangan.
87
Consuelo G. Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta:
Universitas Indonesia (UI), 1993), h. 22.
113
Tabel 1
Daftar Variabel Penelitian
N
o
Variabel Indikator Jumla
h Item
No
Ite
m
1 Peran
Perempuan
- Efektifitas
peran
perempuan
dalam
pengajaran
baca tulis
Al-Qur‟an
- Kendala
perempuan
dalam
kegiatan
pengajaran
baca tulis
Al-Qur‟an
- Kemampua
n
perempuan
10
Item
114
dalam
pengajaran
baca tulis
Al-Qur‟an
2 Peningkata
n Kualitas
Baca Tulis
Al-Qur’an
- Kemampua
n
melafalkan
dan menulis
huruf-huruf
Hijaiyah
- Kemampua
n membaca
dan menulis
Al-Qur‟an
- Pengetahua
n kaidah
ilmu tajwid
- Kemampua
n membaca
Al-Qur‟an
sesuai
dengan
10
Item
115
kaidah ilmu
tajwid.
D. Populasi dan Sampel
Populasi menurut Sugiyono adalah “wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.”88
Penelitian populasi hanya
dapat dilakukan bagi populasi terhingga dan subyeknya
tidak terlalu banyak.
Sedangkan yang dimaksud sampel adalah
“sebagian atau wakil populasi yang diteliti.”89
Penelitian
sampel bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil
penelitian, sampel yang dimaksud menggeneralisasikan
adalah mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu
yang berlaku bagi populasi.
Menurut Suharsimi Arikunto “apabila subyeknya
kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga
88
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta,
2010), h. 117. 89
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), Cet. Ke-VIII, h. 117.
116
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika
jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15%,
atau 20-25% atau lebih.”90
Oleh karena kaum ibu di Majelis Taklim Nurul
Fitri hanya berjumlah 30 orang, maka penulis
mengambil seluruhnya untuk menjadi subyek penelitian.
Dengan demikian dalam penelitian ini penulis akan
mengadakan penelitian populasi.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan
sumber penelitian kepustakaan (library research).
Melalui penelitian kepustakaan, penulis mencoba
menelaah buku-buku untuk mendapatkan informasi yang
berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, terutama
untuk mendeskripsikan kajian teori yang telah
ditetapkan. Selain itu, penulis juga melakukan studi
lapangan (field research) yaitu dengan mengadakan
penelitian secara langsung ke objek (lokasi) penelitian,
yaitu di Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo Larangan
Tangerang.
90
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), Cet. Ke-VIII, h. 134.
117
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis
gunakan adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan
pengamatan terhadap kegiatan yang sedang
berlangsung. Teknik ini digunakan untuk
memperoleh data yang valid dengan mengamati
secara langsung objek dan subjek yang ada.
2. Kuesioner/Angket
Kuesioner/Angket adalah “daftar pernyataan
yang dikirimkan kepada responden baik secara
langsung atau tidak langsung”.91
Sedangkan dalam
hal metode angket ini, penulis menggunakan angket
secara langsung dengan tipe tertutup. Responden
tinggal memilih jawaban yang tersedia dengan
membubuhkan tanda silang (x) sesuai dengan
keadaan yang diketahui. Metode ini bertujuan untuk
mengidentifikasi respon atau komentar kaum ibu
terhadap variabel peran perempuan, dan kualitas
baca tulis Al-Qur‟an.
91
Amirul Hadi dan H. Haryono, Metodologi Penelitian, (Bandung:
Pustaka Setia, 2005), Cet, ke-III, h. 197.
118
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah “pengambilan data yang
diperoleh melalui dokumen-dokumen”.92
Peneliti
memperoleh data yang telah didokumentasikan oleh
pihak majelis taklim berupa data-data yang terkait
dengan majelis taklim, berupa sejarah berdirinya
Majelis Taklim Nurul Fitri, keadaan pengajar dan
kaum ibu yang belajar baca tulis Al-Qur‟an di
Majlis Taklim Nurul Fitri, struktur organisasi,
sarana prasarana, dan lain-lain.
4. Wawancara
Wawancara adalah “tanya jawab lisan antara
dua orang atau lebih secara langsung”.93
Teknik ini
digunakan untuk memperoleh gambaran serta data
yang berhubungan dengan peran perempuan.
Adapun metode wawancara yang digunakan adalah
wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara
yang disusun secara terperinci yaitu dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan kepada responden
atau yang terkait dalam penelitian ini, yaitu salah
92
Amirul Hadi dan H. Haryono, Metodologi Penelitian, (Bandung:
Pustaka Setia, 2005), Cet, ke-III, h. 110. 93
Amirul Hadi dan H. Haryono, Metodologi Penelitian, (Bandung:
Pustaka Setia, 2005), Cet, ke-III, h. 97.
119
satu pengajar baca tulis Al-Qur‟an untuk
memperkuat data angket yang sudah ada, dengan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
peran perempuan dalam meningkatkan kualitas baca
tulis Al-Qur‟an kaum ibu Majelis Taklim Nurul
Fitri Kreo Larangan.
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Penentuan judul penelitian
b. Merumuskan masalah penelitian
c. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan
landasan teori yang tepat mengenai variabel
penelitian
d. Menentukan dan menyusun instrumen.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Menyebarkan instrumen yang berupa
wawancara kepada responden, yaitu kepada
Ketua Majelis Taklim Nurul Fitri yang sekaligus
pengajar kaum ibu Majelis Taklim Nurul Fitri,
dan menyebarkan angket kepada kaum ibu di
Majelis Taklim Nurul Fitri
b. Melakukan penyuntingan data yang masuk
120
c. Melakukan analisis data
d. Melakukan interpretasi data sesuai dengan hasil
analisa data yang diperoleh
e. Menyimpulkan hasil penelitian
f. Menulis laporan hasil penelitian
G. Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, penulis melakukan
analisis data berdasarkan korelasi product moment dari
karl pearson. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah terdapat korelasi antara variabel “peran
perempuan” (variabel X) dengan variabel “peningkatan
kualitas baca tulis Al-Qur‟an” (variabel Y). Di samping
itu, dimaksudkan untuk mengetahui apakah korelasi
kedua variabel di atas termasuk korelasi yang kuat,
cukup, atau lemah.
1. Scoring
Untuk menentukan scoring semua pertanyaan
angket akan ditabulasikan dengan skor setiap nilai
itemnya, dengan cara jawaban yang berupa huruf
akan berubah menjadi nilai angka, yaitu sebagai
berikut:
a. Untuk jawaban yang benar, diberi nilai 3
121
b. Untuk jawaban yang mendekati benar, diberi
nilai 2
c. Untuk jawaban yang salah, diberi nilai 1
2. Rumus
Teknik analisis data yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel X dengan variabel Y
dalam penelitian uji korelasi product moment, cara
operasional analisis data yang dilakukan melalui
tahap berikut:
a. Mencari angka korelasi dengan rumus product
moment.
rxy=
2222 ][N
YYNXX
YXXYN
1) rxy : Angka indeks korelasi antara
variabel X dan Y
2) XY : Jumlah hasil perkalian antara
skor X dan Y
3) X : Jumlah seluruh skor X
4) Y : Jumlah seluruh skor Y
122
5) X2 : Jumlah skor X yang
dikuadratkan
6) Y2 : Jumlah skor Y yang
dikuadratkan
b. Memberikan interpretasi terhadap rxy yaitu:
1) Interpretasi sederhana dengan cara
mencocokkan hasil perhitungan dengan
angka indeks korelasi “r” Product moment
seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 2
Interpretasi Korelasi
Besarnya
“r”
Product
Moment
Interpretasi
0,00-0,20 Antar variabel X dan Y
memang terdapat korelasi,
akan tetapi korelasi itu
sangat lemah atau sangat
rendah
0,20-0,40 Antar variabel X dan Y
memang terdapat korelasi
123
yang lemah atau rendah
0,40-0,70 Antar variabel X dan Y
memang terdapat korelasi
yang sedang atau cukup
0,70-0,90 Antar variabel X dan Y
memang terdapat korelasi
yang kuat atau tinggi
0,90-1,00 Antar variabel X dan Y
memang terdapat korelasi
yang sangat kuat
2) Interpretasi terhadap angka indeks korelasi
“r” product moment dengan jalan
berkonsultasi pada tabel nilai “r” product
moment. Apabila cara ini akan ditempuh,
menurut sudjiono prosedur yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Merumuskan Hipotesis alternatif (Ha)
dan Hipotesis nihil (Ho).
b) Menguji kebenaran dari Hipotesa yang
telah dirumuskan dengan cara
membandingkan besarnya “r” product
124
moment dengan “r” yang tercantum
dalam tabel nilai (rtabel), terlebih dahulu
mencari derajat bebasnya (db) atau
degress of freedomnya (df) yang
rumusnya adalah df= N-nr.
125
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi
1. Sejarah Singkat Berdirinya Majelis Taklim Nurul
Fitri
Sejarah berdirinya Majelis Taklim Nurul Fitri
berawal dari kondisi masyarakat di sekitar wilayah
Kreo, tepatnya di jalan Chairil Anwar Gg. Swakarsa,
Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, masih banyak
kaum ibu yang belum bisa membaca dan menulis Al-
Qur‟an, serta belum adanya sarana dan prasarana
untuk belajar membaca dan menulis Al-Qur‟an,
khususnya untuk kaum ibu. Dengan tekad dan
semangat yang kuat, pendiri majelis taklim
membentuk kegiatan khusus kaum ibu dalam hal
membaca dan menulis Al-Qur‟an.
Tepatnya pada tanggal 25 Juli 2010 dibentuklah
perkumpulan pengajian untuk kaum ibu yang
dinamakan Majelis Taklim Nurul Fitri. Majelis taklim
tersebut bertempat di kediaman Ibu Hj. Rokoyah
selaku Ketua pengajian Majelis Taklim Nurul Fitri.
126
Pada awalnya jumlah kaum ibu di majelis taklim
tersebut hanya sekitar 7 orang. Namun seiring
berjalannya waktu, jumlah kaum ibu yang mengaji di
majelis taklim tersebut semakin meningkat, dan saat
ini jumlah kaum ibu yang mengaji di Majelis Taklim
Nurul Fitri menjadi 30 0rang.
Adapun program kegiatan Majelis Taklim Nurul
Fitri ada yang dilaksanakan mingguan, bulanan, dan
tahunan. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya
yaitu:
a. Kegiatan pekanan, terdiri atas:
i. Yasin dan Tahlil
ii. Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur‟an
iii. Latihan Pembacaan Rawi dan Qasidah
b. Kegiatan Bulanan, yaitu: pengajian yang diisi oleh
guru-guru dari luar.
c. Kegiatan Tahunan, terdiri atas:
i. Pengajian Memperingati Maulid Nabi SAW
ii. Pengajian Memperingati Isra‟ Mi‟raj
iii. Pengajian Memperingati Tahun Baru Hijriyah
iv. Wisata Religi (Ziarah)
d. Kegiatan Sosial, yaitu: Santunan Yatim dan
Dhuafa
127
2. Visi, Misi, dan Tujuan
a. Visi Majelis Taklim Nurul Fitri, yaitu:
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
Allah SWT, serta menjadi insan yang berakhlakul
karimah.
b. Misi MT Nurul Fitri adalah:
i. Menumbuhkan rasa cinta, syukur, ikhlas serta
tawakal kepada Allah SWT, dan
mengharapkan keridhoan-Nya.
ii. Menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah
SAW, dengan menjalankan sunnahnya agar
memperoleh syafa‟at di yaumil akhir.
iii. Meningkatkan pemahaman keagamaan
melalui pengenalan dzikrullah dengan penuh
rasa keimanan.
iv. Mengedepankan rasa persaudaraan antara
sesama umat Islam.
v. Menumbuhkan rasa cinta kepada Al-Qur‟an,
agar memperoleh rahmat, hidayah, petunjuk,
serta syafa‟at Al-Qur‟an.
vi. Meningkatkan kualitas baca tulis Al-Qur‟an
kaum ibu.
128
c. Tujuan MT Nurul Fitri adalah:
i. Sebagai penggerak kehidupan bermasyarakat
yang agamis, berakhlakul karimah, cinta
kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, dan
cinta kepada Al-Qur‟an.
ii. Sebagai wadah untuk memperbanyak ilmu
ajaran Agama Islam.
iii. Menjalin ukhuwah Islamiyah.
iv. Mengamalkan ajaran Islam sebagai rahmatan
lil‟alamin dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
3. Sarana dan Prasarana
Fasilitas merupakan hal yang sangat penting
sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan pendidikan
yang diharapkan. Secara umum fasilitas yang dimiliki
Majelis Taklim Nurul Fitri dapat dikatakan cukup
memadai. Sebagai gambaran lebih lengkap mengenai
sarana dan prasarana yang dimiliki Majelis Taklim
Nurul Fitri, maka penulis akan kemukakan melalui
tabel berikut ini:
129
Tabel 3
Sarana dan Prasarana
No Sarana/Prasarana Jumlah Keterangan
1 Ruang Belajar 1
2 Meja Belajar 31
3 Lemari 2
4 Papan Tulis 1
5 Karpet 10
6 Wireless 1
7 Kipas Angin 2
8 Al-Qur‟an 30
9 Buku Yasin &
Rawi
30
10 Rebana 1 Set
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi sangat penting dan sangat
berperan demi suksesnya kegiatan-kegiatan di suatu
lembaga, baik lembaga informal maupun lembaga
formal. Hal ini bertujuan agar satu kegiatan dengan
kegiatan lainnya lebih terarah dan tidak saling
berbenturan. Selain itu struktur organisasi juga
130
diperlukan agar terjadi pembagian tugas yang seimbang
dan objektif, yaitu memberikan tugas sesuai dengan
kedudukan dan kemampuan masing-masing
anggotanya.
Tabel 4
Struktur Organisasi Majelis Taklim Nurul Fitri
Kreo Larangan
No Nama Keterangan
1 Hj. Marfu‟ah Pembina
2 Hj. Rokoyah Ketua
3 Fitria Sekretaris
4 Maryati Bendahara
B. Deskripsi Data
Salah satu teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
angket. Hal tersebut untuk dapat memperoleh data tentang
korelasi antara peran perempuan (variabel X) dan
peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur‟an kaum ibu
Majelis Taklim Nurul Fitri (variabel Y). Angket variabel
X peran perempuan berjumlah 10 item dan variabel Y
131
peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur‟an kaum ibu
Majelis Taklim Nurul Fitri berjumlah 10 item.
Setelah diperoleh data dari hasil angket yang
diberikan kepada responden, kemudian data tersebut
diolah dalam bentuk tabel skripsi prosentase dengan
menggunakan rumus:
Keterangan:
P = Angka Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Responden
1. Tabel Angka (prosentase) Peran Perempuan
Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo Larangan
Tangerang
Tabel 5
Tentang Kemampuan Guru Al-Qur’an Dalam
Mengajarkan Kaum Ibu Baca Tulis Al-Qur’an
132
Skor F P
3 21 70%
2 9 30%
1 - -
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 70%
jawaban responden adalah benar, 30% mendekati
benar, dan 0% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
guru Al-Qur‟an mampu mengajarkan kaum ibu
membaca dan menulis Al-Qur‟an dengan baik.
Tabel 6
Tentang Kemampuan Guru Al-Qur’an Dalam
Memberikan Motivasi Belajar Kepada Kaum
Ibu
Skor F P
3 28 93%
2 2 7%
1 - -
Jumlah 30 100%
133
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 93%
jawaban responden adalah benar, 7% mendekati
benar, dan 0% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
guru Al-Qur‟an mampu memberikan motivasi
belajar kepada kaum ibu.
Tabel 7
Tentang Kemampuan Guru Al-Qur’an Untuk
Bersikap Tenang Dan Sabar Dalam
Menghadapi Kaum Ibu Yang Kurang Pandai
Skor F P
3 29 97%
2 1 3%
1 - -
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 97%
jawaban responden adalah benar, 3% mendekati
benar, dan 0% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
guru Al-Qur‟an mampu bersikap tenang dan sabar
dalam menghadapi kaum ibu yang kurang pandai.
134
Tabel 8
Tentang Kemampuan Guru Al-Qur’an Dalam
Menyampaikan Pesan/Informasi/Materi
Pelajaran Kepada Kaum Ibu
Skor F P
3 26 87%
2 4 13%
1 - -
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 87%
jawaban responden adalah benar, 13% mendekati
benar, dan 0% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
guru Al-Qur‟an mampu menyampaikan
pesan/informasi/materi pelajaran dengan baik.
Tabel 9
Tentang Kepekaan Guru Al-Qur’an Terhadap
Kebutuhan dan Kondisi Kaum Ibu Dalam
Belajar Al-Qur’an
135
Skor F P
3 17 57%
2 1 3%
1 12 40%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 57%
jawaban responden adalah benar, 3% mendekati
benar, dan 40% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
kepekaan guru Al-Qur‟an terhadap kebutuhan dan
kondisi kaum ibu dalam hal belajar Al-Qur‟an
masih tergolong rendah.
Tabel 10
Tentang Sikap Guru Al-Qur’an Dalam
Menerima Masukan Dan Saran
Skor F P
3 26 86%
2 2 7%
1 2 7%
Jumlah 30 100%
136
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 86%
jawaban responden adalah benar, 7% mendekati
benar, dan 7% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
guru Al-Qur‟an mau menerima masukan dan saran.
Tabel 11
Tentang Sikap Guru Al-Qur’an Terhadap Kaum
Ibu Yang Belum Mengerti Pelajaran
Skor F P
3 10 33%
2 1 3%
1 19 64%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 33%
jawaban responden adalah benar, 3% mendekati
benar, dan 64% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
kemampuan guru Al-Qur‟an dalam hal
mempersilakan kaum ibu untuk mengajukan
pertanyaan tentang pelajaran yang belum
dimengerti masih tergolong rendah.
137
Tabel 12
Tentang Guru Al-Qur’an Dapat Menjadi Figur
Teladan Yang Baik Bagi Kaum Ibu
Skor F P
3 22 74%
2 7 23%
1 1 3%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 74%
jawaban responden adalah benar, 23% mendekati
benar, dan 3% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
guru Al-Qur‟an dapat menjadi teladan yang baik
bagi kaum ibu.
Tabel 13
Tentang Peran Guru Al-Qur’an Telah Banyak
Membantu Kaum Ibu Dalam Belajar Baca Tulis
Al-Qur’an
138
Skor F P
3 23 77%
2 3 10%
1 4 13%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 77%
jawaban responden adalah benar, 10% mendekati
benar, dan 13% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
guru Al-Qur‟an telah banyak membantu kaum ibu
dalam belajar baca tulis Al-Qur‟an.
Tabel 14
Tentang Latarbelakang Pendidikan Guru Al-
Qur’an
Skor F P
3 26 86,7%
2 4 13,3%
1 - -
Jumlah 30 100,0%
139
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa
86,7% jawaban responden adalah benar, 13,3%
mendekati benar, dan 0% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
guru Al-Qur‟an mempunyai latarbelakang
pendidikan Al-Qur‟an.
Tabel 15
Nilai (Skor) Peran Perempuan
Majelis Taklim Nurul Fitri Kreo Larangan
Tangerang
No
Nomor Item
Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 27
2 3 3 3 1 3 3 3 3 1 3 26
3 2 1 3 1 3 3 3 1 3 3 23
4 3 3 3 1 3 3 3 3 2 3 27
5 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 28
6 2 1 3 3 3 3 3 2 3 3 26
7 3 1 2 1 3 1 3 3 3 3 23
8 3 3 3 1 3 3 3 3 2 3 27
9 2 1 3 3 3 3 3 3 1 3 25
140
10 3 1 3 1 3 3 3 3 1 3 24
11 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 28
12 3 3 3 1 3 3 3 3 3 2 27
13 3 1 3 3 3 3 3 2 3 3 27
14 2 3 3 1 3 3 3 3 3 3 27
15 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 28
16 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 28
17 3 3 3 1 3 1 2 2 3 3 24
18 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 29
19 2 1 3 3 2 2 3 3 3 3 25
20 3 3 3 1 3 3 2 3 1 2 24
21 3 1 3 3 2 3 3 2 3 2 25
22 2 1 3 1 3 2 3 3 3 3 24
23 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 28
24 3 3 3 1 3 3 3 2 3 3 27
25 3 1 3 1 3 3 3 2 3 3 25
26 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 29
27 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30
28 2 3 3 1 3 3 3 3 3 3 27
29 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 28
30 3 3 3 1 3 3 2 2 2 2 24
Jumlah 81 88 89 86 65 84 51 81 79 86 790
141
2. Tabel Angka (prosentase) Peningkatan Kualitas
Baca Tulis Al-Qur’an Kaum Ibu Majelis Taklim
Nurul Fitri Kreo Larangan Tangerang
Tabel 16
Tentang Tujuan Kaum Ibu Mempelajari Baca
Tulis Al-Qur’an
Skor F P
3 19 63%
2 6 20%
1 5 17%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 63%
jawaban responden adalah benar, 20% mendekati
benar, dan 17% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden sudah faham bahwa
tujuan mempelajari baca tulis Al-Qur‟an adalah
untuk mengetahui tatacara membaca dan menulis
Al-Qur‟an dengan baik dan benar.
142
Tabel 17
Tentang Perasaan Kaum Ibu Setelah Mengikuti
Pelajaran Baca Tulis Al-Qur’an
Skor F P
3 19 63%
2 8 27%
1 3 10%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 63%
jawaban responden adalah benar, 27% mendekati
benar, dan 10% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa setelah mengikuti pelajaran
membaca dan menulis Al-Qur‟an, pengetahuan
responden tentang membaca dan menulis Al-Qur‟an
semakin bertambah.
Tabel 18
Tentang Mempraktekkan Kaidah Ilmu Tajwid
Dalam Membaca Al-Qur’an
Skor F P
3 29 97%
143
2 1 3%
1 - -
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 97%
jawaban responden adalah benar, 3% mendekati
benar, dan 0% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mengakui bahwa
mempraktekkan dan menerapkan kaidah ilmu
tajwid dalam membaca Al-Qur‟an adalah sangat
diperlukan bahkan wajib hukumnya.
Tabel 19
Tentang Sikap Kaum Ibu Ketika Guru Al-
Qur’an Memberikan Tugas
Skor F P
3 26 87%
2 1 3%
1 3 10%
Jumlah 30 100%
144
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 87%
jawaban responden adalah benar, 3% mendekati
benar, dan 10% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden telah mengerjakan
tugas yang diberikan guru dengan baik.
Tabel 20
Tentang Kesulitan Kaum Ibu Dalam Memahami
Kaidah Ilmu Tajwid
Skor F P
3 16 53%
2 10 33%
1 4 14%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 53%
jawaban responden adalah benar, 33% mendekati
benar, dan 14% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden merasa kesulitan
dalam memahami kaidah ilmu tajwid.
145
Tabel 21
Kesulitan Kaum Ibu Ketika Evaluasi Baca Tulis
Al-Qur’an Dilakukan
Skor F P
3 16 53%
2 11 37%
1 3 10%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 53%
jawaban responden adalah benar, 37% mendekati
benar, dan 10% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden merasa kesulitan
ketika evaluasi baca tulis Al-Qur‟an dilakukan.
Tabel 22
Tentang Kemampuan Kaum Ibu Membaca Al-
Qur’an Sesuai Dengan Kaidah Ilmu Tajwid
Skor F P
3 7 23%
2 6 20%
146
1 17 57%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 23%
jawaban responden adalah benar, 20% mendekati
benar, dan 57% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan responden dalam
membaca Al-Qur‟an sesuai dengan kaidah ilmu
tajwid masih tergolong rendah.
Tabel 23
Tentang Kemampuan Kaum Ibu Dalam Menulis
Al-Qur’an
Skor F P
3 19 63%
2 9 30%
1 2 7%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 63%
jawaban responden adalah benar, 30% mendekati
benar, dan 7% yang nyata salah. Hal ini
147
menunjukkan bahwa kemampuan responden dalam
menulis Al-Qur‟an tergolong baik.
Tabel 24
Tentang Kemampuan Kaum Ibu Menyebutkan
Hukum Tajwid Dalam Bacaan Al-Qur’an
Skor F P
3 4 14%
2 19 63%
1 7 23%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 14%
jawaban responden adalah benar, 63% mendekati
benar, dan 23% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan responden
menyebutkan hukum tajwid dalam bacaan Al-
Qur‟an masih tergolong rendah.
148
Tabel 25
Tentang Kemampuan Kaum Ibu Dalam
Menyebutkan Hukum Tajwid Yang Terdapat
Pada Surat Al-Baqarah Ayat 5 (Lima)
Skor F P
3 4 13%
2 4 13%
1 22 74%
Jumlah 30 100%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa 13%
jawaban responden adalah benar, 13% mendekati
benar, dan 74% yang nyata salah. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan responden dalam
menyebutkan hukum tajwid yang terdapat pada
surat Al-Baqarah ayat lima masih tergolong rendah.
Tabel 26
Nilai (Skor) Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-
Qur’an Kaum Ibu Majelis Taklim Nurul Fitri
Kreo Larangan Tangerang
149
No
Nomor Item
Juml
ah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1 1 2 3 3 2 3 1 3 1 1 20
2 2 3 3 1 2 3 1 1 2 1 19
3 2 1 3 3 3 1 2 2 2 2 21
4 2 2 3 3 3 3 1 2 2 1 22
5 1 3 3 3 3 2 1 1 1 1 19
6 2 2 3 3 3 3 1 3 1 1 22
7 2 3 3 2 2 3 1 3 2 1 22
8 2 2 3 3 3 3 1 2 2 1 22
9 3 3 3 3 1 2 3 2 2 1 23
10 2 3 3 3 2 2 1 3 2 1 22
11 2 2 3 3 3 3 1 3 2 1 23
12 3 3 3 1 2 2 2 3 3 1 23
13 2 3 3 3 3 3 2 3 2 1 25
14 1 1 3 3 1 3 1 3 1 1 18
15 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 29
16 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 29
17 2 3 3 3 2 2 1 3 2 1 22
18 2 2 3 3 3 3 1 3 2 1 23
19 1 3 3 3 2 2 3 3 1 1 22
150
20 3 3 3 3 2 2 3 3 3 1 26
21 2 3 3 3 3 3 1 3 1 1 23
22 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 24
23 2 3 2 3 1 1 1 2 1 1 17
24 2 3 3 3 3 2 1 2 2 1 22
25 1 2 3 3 3 3 2 3 2 3 25
26 2 1 3 3 3 3 2 3 2 2 24
27 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29
28 2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 26
29 2 3 3 3 1 2 1 3 2 1 21
30 2 2 3 1 2 1 1 2 2 1 17
Juml
ah
6
1
7
6
8
9
8
3
7
2
7
3
5
0
7
7
5
7
4
2
680
Tabel 27
Nilai Angket Peran Perempuan (Variabel X)
Dan Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-Qur’an
(Variabel Y) Kaum Ibu Majelis Taklim Nurul
Fitri Kreo Larangan Tangerang
No Nama
Responden
Variabel X Variabel
Y
1 Amsani 27 20
151
2 Amsiyah 26 19
3 Ani Bambang 23 21
4 Atih 27 22
5 Ela 28 19
6 Eva 26 22
7 Fitri 23 22
8 Ida 27 22
9 Ida Masil 25 23
10 Ijah 24 22
11 Ira 28 23
12 Jati 27 23
13 Kunung 27 25
14 Lina 27 18
15 Muhaya 28 29
16 Nana 28 29
17 Natiah 24 22
18 Rani 29 23
19 Rina 25 22
20 Rini 24 26
21 Rohilah 25 23
22 Saniyah 24 24
23 Slamet 28 17
152
24 Sri 27 22
25 Sri Damar 25 25
26 Tari 29 24
27 Titin 30 29
28 Yanti 27 26
29 Yusla 28 21
30 Yuyun 24 17
Jumlah 790 680
C. Analisa Data
Kemudian untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh antara peran perempuan (variabel X) dan
peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur‟an (variabel Y),
maka penulis menggunakan rumus product moment
dengan memasukkan data yang diperoleh ke dalam tabel
sebagaimana tabel berikut.
153
Tabel 28
Korelasi Antara Variabel X (Peran Perempuan)
Dan Variabel Y (Peningkatan Kualitas Baca Tulis
Al-Qur’an)
No S X Y X2
Y2
XY
1 A 27 20 729 400 540
2 B 26 19 676 361 494
3 C 23 21 529 441 483
4 D 27 22 729 484 594
5 E 28 19 784 361 532
6 F 26 22 676 484 572
7 G 23 22 529 484 506
8 H 27 22 729 484 594
9 I 25 23 625 529 575
10 J 24 22 576 484 528
11 K 28 23 784 529 644
12 L 27 23 729 529 621
13 M 27 25 729 625 675
14 N 27 18 729 324 486
15 O 28 29 784 841 812
16 P 28 29 784 841 812
17 Q 24 22 576 484 528
154
18 R 29 23 841 529 667
19 S 25 22 625 484 550
20 T 24 26 576 676 624
21 U 25 23 625 529 575
22 V 24 24 576 576 576
23 W 28 17 784 289 476
24 X 27 22 729 484 594
25 Y 25 25 625 625 625
26 Z 29 24 841 576 696
27 AA 30 29 900 841 870
28 AB 27 26 729 676 702
29 AC 28 21 784 441 588
30 AD 24 17 576 289 408
Jumlah ∑X:
790
∑Y:
680
∑X2:
20908
∑Y2:
15700
∑XY:
17947
Dari tabel korelasi diperoleh angka-angka yang
diperlukan untuk perhitungan indek antara variabel X
dan variabel Y, yaitu N=30, ∑X= 790, ∑Y= 680, ∑X2 =
20908, ∑Y2 = 15700, ∑XY= 17947, maka dapat dicari
dengan rumus rxy
155
rxy=
]][N[N2222
YYXX
YXXYN
rxy=
](680)-15700) x ][30(790)-20908 x [30
)680)(790(1794730
22
x
rxy=
462400]-1000624100][47-[627240
537200538410
rxy=
0)(3140)(860
1210
rxy=
27004000
1210
rxy=
53,5196
1210
rxy= 0, 232
156
D. Interpretasi Data
Adapun dalam memberikan interpretasi terhadap
rxy atau ro dapat ditempuh dengan dua macam cara yaitu:
1. Interpretasi Sederhana
Dari perhitungan di atas ternyata angka korelasi
antara variabel X dengan variabel Y tidak bertanda
negatif yaitu 0,232 yang berarti diantara dua variabel
tersebut terdapat korelasi positif (korelasi yang
berjalan searah).
2. Interpretasi dengan menggunakan Tabel Nilai “r”
Product moment
Untuk menginterpretasikan data dengan
menggunakan tabel nilai “r” product moment maka
terlebih dahulu peneliti merumuskan Hipotesis
alternatif (Ha) dan Hipotesis nihilnya (Ho) sebagai
berikut:
a. Hipotesis alternatif (Ha) : Bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara variabel X
(Peran Perempuan) dengan variabel Y
(Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-Qur‟an)
b. Hipotesis nol (Ho) : Bahwa tidak terdapat
korelasi yang signifikan antara variabel X
(Peran Perempuan) dengan variabel Y
157
(Peningkatan Kualitas Baca Tulis Al-Qur‟an).
Selanjutnya untuk menguji hipotesis yang
diajukan, maka penulis membandingkan antara
besarnya nilai rxy atau ro dengan rtabel dengan
cara terlebih dahulu mencari df (degree of
freedom) atau db (derajat bebas) dengan rumus
sebagai berikut:
Df=N-nr
Df = Degree of freedom
N = Number of cases
Nr = banyaknya variabel yang
dikorelasikan
Diperoleh df = 30 - 2 = 28, ternyata dengan df
sebesar 28 diperoleh rtabel pada taraf signifikan 5%
sebesar (0,361) sedangkan pada taraf signifikan 1%
diperoleh rtabel sebesar (0,463), dan rxy atau ro (yang
besarnya 0, 232).
Kemudian membandingkan nilai rhitung dengan
rtabel pada taraf signifikan:
158
5% diperoleh ( 0,361 > 0,232)
1% diperoleh (0,463 > 0,232)
Dengan demikian dari hasil perhitungan di atas
rhitung lebih kecil dari rtabel pada taraf signifikan 5%
maupun pada taraf signifikan 1%, maka Hipotesis
alternatif (Ha) yang menyatakan adanya hubungan
yang signifikan antara peran perempuan dengan
peningkatan kualitas baca tulis Al-Qur‟an ditolak,
sedangkan Hipotesis nihil (Ho) diterima.
Dengan demikian dapat penulis simpulkan
bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara
peran perempuan dengan peningkatan kualitas baca
tulis Al-Qur‟an.
159
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang penulis lakukan dengan judul
“Peran Perempuan Dalam Meningkatkan Kualitas Baca
Tulis Al-Qur‟an (Studi Kasus di Majelis Taklim Nurul
Fitri Kreo Larangan Tangerang)” maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi yang
signifikan antara peran perempuan dengan peningkatan
kualitas baca tulis Al-Qur‟an di Majelis Taklim Nurul
Fitri Kreo Larangan Tangerang.
Hal tersebut diperoleh dari hasil analisis data
penelitian menunjukan nilai koefisien korelasi sebesar
0,232 dengan rtabel masing-masing sebesar 0,361 dan
0,463 dari perolehan df sebesar 28. Maka dengan
demikian, ro lebih kecil dari rtabel baik pada taraf 5% atau
1%. Hasil tersebut menunjukkan hubungan antara peran
perempuan dengan peningkatan kualitas baca tulis Al-
Qur‟an di Majelis Taklim Nurul Fitri berada pada tingkat
yang rendah atau lemah.
160
Dengan demikian Hipotesis alternatif (Ha) yang
menyatakan “terdapat hubungan yang signifikan antara
peran perempuan dengan peningkatan kualitas baca tulis
Al-Qur‟an” ditolak, sedangkan Hipotesis nihil (Ho) yang
menyatakan “tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara peran perempuan dengan peningkatan kualitas
baca tulis Al-Qur‟an” diterima.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di
atas, maka diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Saran bagi Majelis Taklim
a. Hendaknya pengelola Majelis Taklim Nurul
Fitri menambahkan jumlah guru Al-
Qur‟annya, agar proses pengajaran Al-Qur‟an.
b. Hendaknya Majelis Taklim Nurul Fitri menata
kembali manajemennya, agar dapat
meningkatkan intensitas dan kualitas Majelis
Taklim tersebut.
2. Saran bagi Guru Al-Qur‟an
a. Hendaknya guru Al-Qur‟an lebih menekankan
kembali kepada kaum ibu untuk belajar baca
tulis Al-Qur‟an, sehingga kaum ibu merasa
bahwa sangat penting mempelajari baca tulis
161
Al-Qur‟an, karena Al-Qur‟an merupakan
petunjuk dan pedoman hidup umat Islam.
b. Hendaknya ada koordinasi antara guru Al-
Qur‟an dengan kaum ibu dalam hal
menentukan waktu yang sesuai untuk belajar
baca tulis Al-Qur‟an, agar pembelajaran Al-
Qur‟an di Majelis Taklim Nurul Fitri lebih
efektif dan efisien.
c. Hendaknya guru Al-Qur‟an mempersiapkan
materi yang akan disampaikan secara matang,
serta dapat memanfaatkan metode pengajaran
baca tulis Al-Qur‟an yang tepat. Karena hal
ini sangat berperan penting dalam
keberhasilan kaum ibu dalam mempelajari
baca tulis Al-Qur‟an.
3. Saran bagi Kaum Ibu
a. Hendaknya kaum ibu memiliki kesadaran
yang tinggi akan pentingnya belajar Al-
Qur‟an dalam rangka meningkatkan kualitas
baca tulis Al-Qur‟an.
b. Hendaknya kaum ibu menyadari bahwa Al-
Qur‟an sebagai pedoman hidup bagi umat
162
Islam wajib dipelajari dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
163
DAFTAR PUSTAKA
Agama RI, Departemen, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta:
Mahkota, 1990.
Ali Ash-Shabuuniy, Muhammad, Studi Ilmu Al-Qur‟an,
Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Ambarsari, Dwi, Kebijakan Publik dan Partisispasi
Perempuan, Surakarta: Pattiro, 2002.
Amin Suma, Muhammad, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur‟an, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2000.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992.
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Hadi, Amirul dan H. Haryono, Metodologi Penelitian,
Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Hamka, Buya, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
Jakarta: Gema Insani, 2014.
Handayanirakat, Trisakti, Memperjuangkan Hak Asasi
Perempuan dalam Suara Wanita, Malang: Pusat Studi
Wanita dan Kemasyarakatan Universitas
Muhammadiyah, 1996.
164
Human, Maggie, Ensiklopedia Feminisme, Yogyakarta: Fajar
Pesantren, 2001.
Ibnu Jarir, Al-Thabariy, Jami‟ al-Bayan fi Tafsir al-Qur‟an,
Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1992.
Imarah, Muhammad Imarah, Ketika Wanita Lebih Utama Dari
Pria, Jakarta: Magfirah Pustaka, 2005.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,
http://kamusbahasaindonesia.
org/alquranKamusBahasaIndonesia.org, diakses tanggal
28 Mei 2015
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,
http://kamusbahasaindonesia.
org/kualitasKamusBahasaIndonesia.Org, diakses tanggal
28 Mei 2015.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,
http://kbbi.web.id/peran, diakses tanggal 28 Mei 2015
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,
http://kbbi.web.id/perempuan, diakses tanggal 28 Mei
2015.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,
http://kamusbahasaindonesia.
org/tulisKamusBahasaIndonesia.Org, diakses tanggal 28
Mei 2015.
Kartono, Kartini, Psikologi wanita: Mengenal Gadis Remaja
dan Wanita Dewasa, Bandung: Mandar Maju, 1989.
165
Kedudukan Perempuan dalam Islam,
http://alislamiyah.ui.ac.id/2013/08/23/ mempertegas-
kedudukan-perempuan-dalam-islam.html. diakses tanggal
28 Mei 2015.
Membumikan Al-Qur‟an,
http://media.isnet.org/islam/quraish/membumi/
perempuan.html. diakses tanggal 28 Mei 2015.
Muhammad, Hussein, Islam Agama Ramah Perempuan,
Yogyakarta: LKIS, 2004
Muthahari, Murtadha, Hak-hak Wanita dalam Islam, Jakarta:
Lentera, 1995.
Pengertian Al-Qur‟an,
http://coretanbinderhijau.blogspot.com/2013/06/makalah-
pengertian-alqur‟an.html, diakses tanggal 28 Mei 2015.
Penyusun Kamus, Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat
dan Pembinaan Bahasa, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1990.
Peran Wanita dan Kedudukannya dalam Islam, http:
//freeblogpanen. blogspot. com/ 2010/ 04/ peranan-
wanita-dan-kedudukannya-dalam. html, diakses tanggal
28 Mei 2015.
Perempuan dan Wanita,
http://shofisme.wordpress.com/2013/04/21/perempuan-
dan-wanita/htm. diakses tanggal 28 Mei 2015.
Pusat Sudi Wanita, http://www.yoho.com, diakses tanggal 28
Mei 2015.
166
Quraish Shihab, Muhammad, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir
Tematik atas Berbagai Persoalan Umat, Bandung:
Mizan, 2007.
, Perempuan, Jakarta: Lentera Hati, 2014.
, Sejarah dan Ulumul Qur‟an, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008.
Rasyid Ridha, M, Tafsir Al-Manar, Kairo: Dar Al-Manar, 1367
H.
Sevilla, Consuelo G, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta:
Universitas Indonesia (UI), 1993.
Subhan, Zaitunah, Kodrat Perempuan Taqdir dan Mitos,
Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004.
Supian, Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an Praktis, Jakarta: Gaung Press,
2012.
Wanita dan Perempuan: Bagaimana pemahamannya kini?,
http: //serbasejarah. blogspot. com/ 2011/ 03/ wanita -
dan -perempuan-Bagaimana.htm. diakses tanggal 28 Mei
2015.
Al-Zarqani, M. Abdul Adzim, Manahil Al-‟Urfan Fi‟Ulum Al-
Qur‟an, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.
167