peran organisasi pergerakan dalam pemisahan …
TRANSCRIPT
PERAN ORGANISASI PERGERAKAN DALAM PEMISAHAN BRUNEI-MALAYSIA TAHUN (1946-1962)
Skripsi
Studi ini Dilaksanakan Sebagai Salah Satu Tugas Akademik untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh:
Abdul Fajri NIM: 1112022000056
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1439 H/2018 M
LEMBAR PERSETUttAN PEMBIMBING SKRIPSI
PERAN ORGANISASIPERGERAKAN DALAM PEMISAⅡ AN BRUNEI―MALAYSIA TAHUN(1946-196幼
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
C)lch:
Abdul Fairi
NIM。 1112022000056
Pembimbing
NIP.195901151994031002
PROGRAIVISTUDISEJARAH PERADABAN ISLAPIFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITASISLAM NEGERISYARIF ⅡIDAYATULLAH
JAKARTA2018M/1438Ⅱ
LEMBAR PENGESAHAN PANETIA U」IAN
Skripsi yalg bttudul ``Peran OFgallisasi Pergerakan Dlalam pettlisahan
Br磁理ei― Malaysia Tahum(1946‐ 1962)''telah dれ導ikan dalam sidallg Munaqasah
Fakuitas Adab dan Hulllalllora, Universitas lslaFn Negeri(UIN) SyaFif
Hidayatullah Jakalta lpada tan3ga1 06 Apri1 2018. Skripsi irli tclall diterima
scbagai salall satu syarai me■ lerolcll gclar Sattana Strata Satu(Sl)pada pro3ram
Studi Sttarah PCradaball lsial■.
、l〔lkal^ttl,()6rヽ 1)ri1 2()18
Si(1趣 l13ヽイullaqasah
Kctua lllerallttkap al1380ta Sckrctaris lnerangkap allg3ota
NIP。 19690724199703 1001
l'crtguji I
11(ltil l ltitil11. 1ヽ.ヽ .
NH).195り ()2()3 lり ヽ1)()ヽ`11}1):ミ
ヽ
Doscll Pcinbimbing
卜1lP.195901151994031002
Slr'tlivuh. tr,I. l'ii.97504i72005012007
Pcrrguli ll
ど
】〔1
N‖).1971()32S
H.Ntll・ 11(1、 1ln.ヽ lrヽ
iv
Nama : Abdul Fajri
NIM : 1112022000056
Abstrak
Skripsi ini ingin menjelaskan tentang dua hal. Tentang Peran Pergerakan Organisasi
dalam pemisahan Brunei – Malaysia.Pertama mengenai wilayah Brunei Darussalam pada masa
penjajahan Inggris. Kedua menjelaskan tentang keberhasilan Brunei menjadi identitas politik
yang independent. Penelitian ini ingin menunjukan bahwa Nasionalisme Brunei yang dipelopori
Para pemuda yang menentang penjajahan Inggris dengan mendirikan ‘BarisanPemuda’ pada
tahun 1946, Organisasi perfilman Brunei pada tahun 1952 dan Partai Rakyat Brunei pada tahun
1956 merupakan faktor utama yang menyebabkan sultan Brunei menolak bergabung dengan
‘Federasi Malaysia pada tahun 1962. Skripsi ini membuktikan Barisan Pemuda (BARIP)
mengambil bentuk perjuangan non koperatif dan strategi perjuangannya, sedangkan Partai
Rakyat Brunei (PRB) walaupun secara ideologis sama dengan kedua kelompok pendahulunya
namun di awal pergerakannya menggunakan jalur politik praktis untuk mewujudkan aspirasinya
via Parlemen dan Pemerintahan.
Kata Kunci : Brunei Darussalam, Nasionalisme, Pergerakan Pemuda, Kolonialisme
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat Iman, Islam dan Ihsan beserta limpahan hidayah dan taufik
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad SAW yang telah membimbing
umatnya menuju jalan yang di ridhai Allah SWT.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai PERAN ORGANISASI
PERGERAKAN DALAM PEMISAHAN BRUNEI – MALAYSIA TAHUN
(1946-1962) dalam rangka mencapai gelar Sarjana Humaniora (S.Hum). Dalam
penyusunan Skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya tidak akan terwujud tanpa
ada bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih kepada semua pihak yang telah mendorong, membimbing dan
memberikan motivasi. Ucapan terimakasih khusus nya penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beserta jajarannya dan juga pernah sebagai Dekan FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam
dan Miss Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Kepada dosen pembimbing Bapak Dr.Parlindungan Siregar,M.A., yang
dengan sabar dan penuh dedikasi tinggi selalu membimbing penulis dalam
menyelesaikan materi skripsi ini.
4. Kepada semua Dosen Sejarah Peradaban Islam maupun Dosen yang ada di
Fakultas Adab dan Humaniora tanpa terkecuali yang tidak bias penulis
sebutkan satu persatu. Terimakasih atas ilmu yang telah diberikan.
5. Ayahanda H. Mulyadi Akmaludin dan Ibunda Hj. Ellyh yang telah berjuang
dalam membesarkan dan mendidik penulis, dan memberi segala curah kasih
sayangnya sehingga penulis dapat berpendidikan lebih tinggi. semoga Allah
SWT memberikan balasan yang berlipat ganda, amin ya rabbal ‘alamin.
vi
6. Kepada Pembimbing Akademik Ibu Amelia Fauzia S.Ag.,M.A., yang selalu
bersedia meluangkan waktu bagi penulis untuk bertanya dan meminta solusi
atas beberapa kendala yang penulis hadapi.
7. Adik-adikku Fenny Vadia, Annisa Suci Amalia dan si bontot Abdul Fahreza
Al Latif yang selalu menjadi motivasi penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
8. Kepada adinda terkasih Robiyyatul Adawiyah yang selalu memberikan
support dan do’a kepada penulis
9. Kepada para senior Himpunan Mahasiswa Islam cabang Ciputat dan
Komisariat Fakultas Adab dan Humanior yang selalu suport dan memberikan
motivasi atas skrpsi ini
10. Kawan kawan seperjuangan sepanjang masa kanda Ahmad Supandi S.Hum,
kanda Fikri Dikriansyah, Bang TB M.Farhan S.Ag, Syauqi Hadzami S.Hum,
Ahmad Syahri S.Hum, M.Hamdani Wahid, Sayfurrahman al madura’i, dan
teman teman SPI angkatan 2012 yang lain nya yang tak bisa penulis sebutkan
satu persatu yang telah menemani dan memotivasi penulis sehingga penulis
bisa menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman Red Ninja Indonesia yang selalu memberikan suport untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Harapan dan iringan do’a penulis ucapkan semoga Allah SWT meridhoi
dan membalas amal baik kita semua dengan berlipat kemuliaan, amiin. Akhirnya
besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi para pembaca sekalian
Jakarta, 6 April 2018
Penulis
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………….. iv
KATA PENGANTAR…………………………………………………… v
DAFTAR ISI……………………………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 5
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ............................ 6
E. Tinjauan Pustaka ................................................................. 7
F. Kerangka Teori .................................................................... 8
G. Sistematika Penulisan .......................................................... 9
BAB II SEJARAH SINGKAT BRUNEI DARUSSALAM ................ 11
A. Sejarah Awal Kesultanan Brunei ......................................... 11
B. Penjajahan Inggris atas Brunei ............................................ 17
C. Pendudukan Jepang Di Brunei ............................................ 22
BAB III KEBANGKITAN GERAKAN PEMUDA DI BRUNEI
DARUSSALAM ........................................................................ 28
A. Barisan Pemuda (BARIP).................................................... 28
B. Organisasi Perfilman Brunei (BRUFIPCO) ........................ 31
C. Partai Rakyat Brunei (PRB) ................................................ 34
BAB IV PERLAWANAN PARA PEMUDA DAN BERDIRINYA NEGARA
BRUNEI ..................................................................................... 36
A. Perjuangan Melalui Meja Perundingan ............................... 36
B. Pembentukan Federasi Malaysia ......................................... 37
C. Revolusi Brunei Tahun 1962 ............................................... 40
D. Perpisahan Brunei dengan Malaysia ................................... 43
viii
BAB V PENUTUP ................................................................................. 46
A. Kesimpulan ............................................................................ 46
B. Saran ...................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 49
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada awal abad ke 18, Benua Asia khususnya kawasan Asia Tenggara
mengalami penjajahan atau Kolonialisme oleh Bangsa-bangsa Eropa. Adapun
contoh dari penjajahan itu antara lain, Indonesia dikuasai oleh Belanda,
Filipina dicaplok oleh Spanyol, Prancis menduduki Indo-China dan Inggris
menyatakan bahwa Semenanjung Malaya dan Pulau Singapura adalah
Koloninya1.
Kekuasaan Inggris di Semenanjung Malaya menjadi ancaman bagi
eksistensi Kesultanan Brunei. Pengaruh Inggris di Brunei dimulai saat
kedatangan James Brooke ke Kuching, Serawak pada tahun 18392. James
Brooke adalah seorang petualang berkebangsaan Inggris yang lahir di India,
ia meminjam uang dari ayahnya untuk membeli sebuah kapal guna berdagang
ke Timur Jauh. James Brooke tiba di Sarawak, dimana ia kemudian menjalin
persahabatan dengan Sultan dan membantu memadamkam pemberontakan
yang dilakukan etnis Minoritas „Bidayuh‟. Atas jasa-jasanya, James Brooke
diangkat sebagai gubernur Serawak,3
Pada tahun 1843 terjadi konflik antara James Brooke dan Sultan
Saifudin II yang berakhir dengan kekalahan di pihak Brunei. Sultan Saifudin
II akhirnya terpaksa mengakui kemerdekaan Serawak, dimana James Brooke
mengangkat dirinya sebagai Raja disana. Terpisahnya Serawak membuat
gerakan Inggris menjadi semakin mudah karena memiliki kawasan yang lebih
strategis.
Wilayah kekuasaan Brunei pun semakin mengecil, Pada tahun 1877,
James Brooke juga memaksa Brunei untuk menandatangani perjanjian
1 Paul Kratoska. South East Asia, Colonial History: Imperialism before 1800. (London :
Taylor & Francis, 2001),hlm 23 2 Robert Payne. The White Rajahs of Sarawak. (London : Weidenfield &
Nicholson,1960),hlm 98 3Gertrude Le Grand Jacob. The Raja of Saráwak: An Account of Sir James Brooks. London:
MacMillan, 1876,hlm 13
2
penyewaan tanah kosong yang ada disebelah timur (kini bernama Sabah)
kepada Perusahaan Borneo Utara milik Inggris. Wilayah Brunei yang
awalnya begitu luas pun berubah menjadi kecil akibat dikikis oleh Inggris.4
Pada tahun 1888, demi mempertahankan kedaulatan Brunei, Sultan
Hashim Jalilu Alam telah menandatangami perjanjian kekuasaan dengan
Inggris. Perjanjian itu berisi tentang keinginan Sultan Hashim agar Brunei
berada di bawah pelindungan Inggris
Pada masa Brunei dibawah kekuasaan Inggris, memang banyak
kemajuan yang terjadi, terutama di bidang ekonomi dan pendidikan. Namun
Pemerintah Kolonial Inggris mengganti hukum dan peraturan yang
berlandaskan syariat Islam menjadi hukum dan perundang-undangan ala
Barat yang menganut paradigma sekularistik. Kebijakan Inggris ini
menimbulkan percikan api nasionalisme di kalangan Pemuda Brunei5.
Pasca Perang Dunia II, Seluruh wilayah Kalimantan Utara yang tadinya
dirampas oleh Jepang, dikendalikan oleh British Millitary Administration
(BMA) yang mewakili Kerajaan Inggris. Pemerintahan Administratif ini
bersikap diskriminatif pada etnis Melayu Brunei, karena para pegawainya
kebanyakan adalah orang Inggris atau orang India yang dibawa dari
Myanmar, selain itu pula dibuat aturan bahwa Bendera Brunei hanya boleh
dikibarkan di bawah bendera Inggris6.
Setelah terjadinya kekerasan Rasial antara Mayoritas Melayu dan
Minoritas Cina pada tanggal 24 Maret 1946 di Bandar Sri Begawan, pada
tanggal 12 April 1946, di rumah Awang Yusuf bin Awang Othman, berdirilah
gerakan Pemuda yang menentang Penjajahan Inggris, yang dinamai „Barisan
Pemuda‟ (BARIP) yang didirikan oleh Pangeran Mohammad Yusuf yang
baru kembali dari Jepang setelah kuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan,
Universitas Hiroshima. Gerakan tersebut dibentuk atas dasar nasib rakyat
4 Hussainmiya, B.A. (1995) Sultan Omar Ali Saifuddin II and Britain: The Making of
Brunei Darussalam. Kuala Lumpur: Oxford University Press,hlm.80 5 Alun Chafont. By Gods Will, a Portrait of the Sultan of Brunei. (London : Weidenfield &
Nicholson,1989),hlm.41 6 Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Tarsilah Brunei : Sejarah Awal Perkembangan
Islam. (Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998), hlm.6
3
Brunei yang dikesampingkan dan bertujuan untuk menyatukan semangat
pemuda guna memperjuangkan hak bangsa Melayu Brunei di negerinya
sendiri dan menjadi barisan terdepan dalam menegakkan dan
mempertahankan kekuasaan Sultan serta rakyat Brunei. Gerakan itu dibentuk
bersama para pemuda yang berasal dari guru-guru lulusan Maktab Perguruan
Sultan Idris (MPSI), lulusan Persekutuan Guru-Guru Melayu Brunei
(LLPGMB)7.
Setelah BARIP, pada tahun yang sama, berdiri pula Persatuan Melayu
Brunei (PMB) yang didirikan oleh Pangeran Muhammad Omar Ali Saifuddin
dan Pangeran Abu Bakar bin Pangeran Omar. PMB didirikan untuk
mempersatukan rakyat Melayu Brunei serta memperjuangkan hak-haknya.
BARIP dan PMB sebenarnya sama - sama tergolong organisasi Nasionalis.
Setelah kedua organisasi tersebut, tidak aktif lagi maka dibentuklah
Angkatan Pemuda Brunei (APB) yang dipimpin oleh Awang Abdul Hamid
bin Awang Othman dan Persatuan Murid Tua (Mutu) yang dipimpin oleh
Pangeran Anak Saifudin bin Pangeran Bendahara Anak Mohammad Yasin.
Tujuan kedua organisasi ini sebenarnya mirip dengan PMB dan BARIP,
hanya lebih berfokus pada masalah pendidikan8.
Pada pertengahan tahun 1948, British Millitary Administration
mengembalikan kekuasaan Brunei kepada Kesultanan, namun para Pejabat
Inggris tidak juga hengkang dari tanah Brunei, mereka tetap mencampuri
urusan dalam negeri Inggris dan hanya membiarkan Sultan mengurusi
masalah Agama serta Adat. Di tahun yang sama, Pangeran Hassanal Bolkiah
yang berusia 16 tahun naik tahta menjadi Sultan Brunei9.
Pada 22 Januari 1956, para Pemuda Brunei yang dipimpin oleh Awang
Muhammad Azahari mendirikan Partai Rakyat Brunei (PRB). Organisasi ini
bukan hanya bertujuan untuk menciptakan Kesultanan Brunei yang berdaulat
7 Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Brunei Darussalam : The Road to Independence.
(Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998), hlm.15 8 Peter Poole. Politic & Society in South East Asia. (Singapore :
McFarland,2009),hlm.115 9 Alun Chafont. By Gods Will, a Portrait of the Sultan of Brunei. (London : Weidenfield
& Nicholson,1989),hlm.51
4
secara utuh, menjamin kemakmuran rakyat dan menjaga kehormatan
Keluarga Kesultanan; namun memiliki visi yang lebih jauh untuk
mewujudkan konsep Greater Brunei yang mencakup pula wilayah Serawak
dan Sabah10
.
Pada bulan Mei 1957, para petinggi Partai Rakyat Brunei pergi ke
Inggris untuk meminta nasihat mengenai system pemerintahan pada seorang
Pakar Sosial bernama W.A.E Raeburn. Beliau memberikan nasihat seputar
bentuk parlemen,komposisi Kabinet dan pemilihan umum. Setelah itu, Partai
Rakyat Brunei mengirimkan Memorandum kepada Pemerintah Inggris11
.
Setelah kembali dari Inggris, para petinggi Partai Rakyat Brunei
mengajukan beberapa tuntutan pada Sultan, seperti Hak Sultan untuk
melantik dan memecat anggota Kabinet, mengadakan pemilihan umum dan
yang terpenting, Partai Rakyat Brunei menghendaki agar Sultan
memerdekakan diri menjadi Negara yang berdaulat dan lepas dari pengaruh
Inggris12
.
Dari uraian di atas, ada beberapa hal yang menurut penulis menarik
untuk diteliti, yaitu Eksistensi Brunei yang dahulu merupakan Negara besar,
menjadi kecil karena digerogoti Inggris. Posisi Strategis Brunei di Mata
Inggris yang Notabene sebagai tempat yang sangat penting baik dari aspek
strategi militer maupun ekonomi. Wilayah yang strategis dan sumber daya
alam berupa minyak, membuat Inggris memiliki kepentingan di wilayah
tersebut.
Dipilihnya Brunei Darussalam sebagai Objek Kajian dikarenakan
Brunei merupakan Negara yang sangat menarik untuk diteliti, karena Negara
Brunei mempunyai banyak hal sejarah yang menarik yang belum banyak
orang mengetahuinya, diantaranya tentang yang di tulis oleh penulis kali ini
10
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Liku-Liku Perjuangan Pencapaian
Kemerdekaan Brunei Darussalam. (Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.15 11
Haji Zaini bin Haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme di Brunei (1939-1962). (Brunei
: Asia Printer,2004),hlm.38 12
Naimah Talib. „A Resilient Monarchy : The Sultanate of Brunei & Regime Legitimacy
in Era Democratic Nation State‟. New Zealand Journal of Asian Studies. Vol.4 no.2 (December
2002),hlm.139-140l
5
Selain itu, dari Sumber Sumber Tertulis, Peneliti menelaah
bahwasanya usaha para pemuda untuk berjuang mencapai kemerdekaan
adalah faktor kunci keberhasilan perjuangan mendirikan Negara Brunei yang
merdeka.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada akhir masa penjajahan Inggris di Brunei
Darussalam dan bekas wilayahnya seperti Sabah dan Serawak pada tahun
1946-1962,dari awal Berdirinya Barisan Pemuda‟ pada tahun 1946 hingga
berakhirnya penjajahan Inggris dan batal bergabungnya Negara Brunei
Darussalam dengan Malaysia pada tahun 1962. Adapun dalam Objek
Penelitian tersebut mencakup juga kebijakan Inggris dan respon rakyat
Brunei serta fakor faktor yang mendorong keberhasilan.
Adapun masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah Brunei Darusalam?
2. Bagaimana kebangkitan pegerakan nasional di Brunei Darussalam?
3. Bagaimana peranan perlawanan organisasi pergerkan dan berpisahnya
Brunei dan Malaysia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan sejumlah permasalahan di atas, tujuan studi ini ingin
menjelaskan keberhasilan Brunei mencapai kemerdekaan berkat perjuangan
para pemuda lewat sumber-sumber tertulis.
Karena pada dasarnya, Sejarah dapat memberikan faedah atau akan
mendatangkan pencerahan bagi pembaca pada masa kini dan yang akan
datang, maka manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara Edukatif, dapat memberikan pelajaran bagi Rakyat Brunei dan
bangsa-bangsa yang mengalami hal serupa, bahwa kemerdekaan mereka
bukanlah hadiah dari pihak Penjajah, melainkan hasil dari Perjuangan
para pemuda di masa lampau yang telah mengorbankan harta, benda,
maupun nyawa
6
2. Sebagai Cermin bagi Bangsa-Bangsa Lain, bahwa untuk mencapai suatu
tujuan yang mulia seperti mendirikan sebuah Negara atau
mempertahankan Eksistensi suatu Negara, perlu rasa solidaritas yang
kuat dan perasaan senasib sepenanggungan.
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
Menurut Sartono Kartodirdjo penggambaran kita mengenai suatu
peristiwa sangat tergantung pada pendekatan, ialah dari segi mana kita
memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang
diungkapkan, dan lain sebagainya13
. Mengingat penjelasan Sartono
Kartodirdjo tersebut, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan
Pendekatan sejarah dalam Studi ini.
Adapun metode Penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan tata
cara untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya
secara kritis dan mengajukannya secara sistematis hasil yang dicapai dalam
bentuk tulisan.14
Sedangkan tujuan dari penelitian historis adalah untuk membuat
rekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi serta mensistensiskan metode pemecahan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang
kuat15
.
Sebagaimana metode dan tujuannya maka dalam hal ini peneliti
menggunakan (Library Research) yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan
dengan metode pengumpulan data pustaka.16
dalam mengumpulkan data data.
dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema
dalam skripsi ini. Dalam hal ini penulis mengunjungi beberapa perpustakaan
13
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm.4. 14
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah. (Yogyakarta; Ar Ruzz Media),
hlm.43-44 15
Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia,(Yogyakarta:Gadjah Mada University
Press, 1979),hlm.20 16
Mahmud,metode penelitian pendidikan, (Bandung: pustaka setia, 2011), hlm 31
7
seperti Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan
Adab dan Humaniora, Perpustakaan UI, dan juga Internet sebagai sumber
rujukan online Perpustakaan Universitas Indonesia dan mengunjungi
beberapa toko buku yang berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Selanjutnya yaitu Identifikasi atau penafsiran sejarah (analisis sejarah), yaitu
mencoba menguraikan sebab dan akibat kejadian tersebut.
Fase terakhir dalam metode ini adalah historiografi merupakan cara
penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah
dilakukan. Tahap ini adalah rangkaian dari keseluruhan dari teknik metode
pembahasan.
Adapun sumber pedoman yang digunakan dalam penulisan hasil
penelitian ini adalah buku Pedoman penulisan karya ilmiah Skripsi, Tesis,
dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Press, dengan harapan bahwa
penulisan ini tidak hanya baik dari segi isi, tetapi juga baik dari segi metode
penulisan.17
E. Tinjauan Pustaka
Buku Karya Awang Mohammad Jamil al-Sufri berjudul Liku-Liku
Perjuangan Pencapaian Kemerdekaan Negara Brunei Darussalam,18
yang
menjelaskan konsep perjuangan Brunei dalam menghadapi Inggris untuk
mencapai Kemerdekaan. Seperti yang dikutip oleh penulis bahwa :
“Perlakukan yang diskriminatif dari Pemerintah Inggris lalu menimbulkan
rasa Nasionalisme rakyat Brunei untuk melawan. Dan menimbulkan gerakan
gerakan persatuan yang dipelopori para Pemuda Brunei dalam menentang
Kolonialisme Inggris”.
Buku Karya Lord Chalfont yang berjudul By Gods Will a Portrait of
Sultan Brunei19
, yang menjelaskan tentang Pemerintahan Sultan Hassanal
17
Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta;
CeQDA, April 2007 18
Awang Mohd. Jamil Al-Sufri, penerbit ; Jabatan Pusat Sejarah, Bandar Seri
Begawan,1992 19
Weidenfeld & Nicolson, London,1989
8
Bolkiah dan juga mengenai Sejarah Brunei pada masa Penjajahan Inggris.
Penelitian saya berbeda dengan Karya Lord, Skripsi ini lebih menitik
beratkan pada kemunculan organisasi pergerakan yang ada di Brunei.
Buku Karya Pehin Orang Kaya Amar Diraja Dato Seri Utama Haji
Awang Mohammad Jamil al-Sufri berjudul Rampai Sejarah : Meniti Sejarah
Silam, yang lebih menggambarkan Sejarah Brunei secara garis besar. Buku
ini menggambarkan awal terbentuknya Kesultanan Brunei dan bentuk
pemerintahan Kesultanan Brunei. Buku ini juga menjelaskan tentang para
Sultan yang memimpin Brunei serta kebijakannya, dan tak lupa, hubungan
dagang ataupun Diplomatik antara Brunei dan Negara lainnya.
Selain Buku, Penulis juga memakai Jurnal Ilmiah sebagai Sumber Data,
Jurnal Terbitan Modern Asian Studies berjudul “British Administration in
Brunei”, yang membahas kebijakan pemerintah Inggris di Brunei.
F. Kerangka Teori
Dalam penulisan ini penulis menggunakan beberapa teori, yang pertama
penulis menggunakan teori gerakan sosial seperti halnya banyak di Indonesia
terjadi gerakan gerakan sosial semisal dalam bentuk LSM dan Ormas bahkan
Parpol yang mana di dalam negara Demokratis masyarakat bebas atau berhak
mengkritisi kinerja pemerintahan dalam bentuk sistem, atau struktural yang
tidak sesuai dengan apa yang di harapkan oleh masyarakat dan yang kedua
penulis menggunakan teori resolusi konflik yang mana suatu pergerakan
masa di picu oleh suatu permasalah atau suatu konflik, oleh karena itu penulis
menggunakan teori konflik dan teori gerakan sosial.
Menurut Michael Useem ia mendefinisikan sejarah gerakan sosial
sebagai tindakan kolektif terorganisir yang dimaksudkan untuk melakukan
gerakan sosial, kemudian menurut Jhon Mccarty dan Mayer Zlad ia
mendefinisikan gerakan sosial sebagai upaya terorganisir untuk melakukan
hal-hal apapun yang bernilai sosial atau ke[pentingan bersama. Sedangkan
jika mengutip dari Charles Tilly yang dimaksud dengan gerakan sosial adalah
9
upaya melakukan perubahan melalui interaksi yang berkelanjutan di antara
warga negara dan negara20
Robert Lawang menerjemahkan Bahwasanya Konflik sebagai sebuah
perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka seperti nilai, status,
kekuasaan dan sebagainya dengan tujuan mereka yang berkonflik itu tidak
hanya meraih keuntungan tetapi juga untuk menundukan persaingnya.
Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara
satu kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber –
sumber kemasyarakatan ( ekonomi, politik, sosial dan budaya ) yang relatif
terbatas.21
Untuk menyelesaikan konflik di Brunei Darusalam atas desakan dari
inggris untuk bergabung dengan federasi Malaysia kemudian kondisi pada
waktu itu Sultan menjadi faktor utama untuk menolak bergabung dengn
federasi malaysia sehingga pada waktu itu sultan (Pangeran Muhammad
Yusuf bin awang Othman) membuat Barisan Pemuda (BARIP) mengambil
bentuk perjuangan non koperatif dan strategi perjuangannya. maka penulis
mengambil teori resolusi konflik khususnya konflik yang sudah berada pada
tahap peperangan. Kemudian penulis juga memasukan teori Gerakan Sosial
yang mana pada waktu itu kondisi Brunei Darusalam memiliki organisasi
BARIP (barisan pemuda) dan PRB (partai rakyat brunei) yang bergerak untuk
melakukan perlawanan terhadap Inggris yang mana Inggris menggabungka
Brunei dengan Malaysia atau federasi malaysia pada tahun 1962 dan pada
waktu itu Masyarakat Brunei tidak sepakat dengan kebijakan Inggris tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Dalam kajian penulisan skripsi ini, penulis membagi pembahasan dalam
tiga bahasan yang meliputi: Pendahuluan, Isi, dan Kesimpulan. Kemudian
20
Astrid s Susanto-susanto, Masyarakat Indonesia memasuki abad ke 21, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998,hlm.21. 21
Robert Lawang, Buku materi Pokok Pengantar Sosiologi, (jakarta Universitas Terbuka,
1994),hlm 53.
10
dibagi menjadi lima bab. Pembagian dalam bab-bab ini dikelompokan
berdasarkan pada permasalahan.
BAB I
Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka teori serta sistematika penulisan.
BAB II
Pada bab ke dua penulis membahas tentang sejarah awal berdirinya
Kesultanan Brunei, kemudian lanjut kepada penjajahan Inggris atas Brunei,
dan terakhir dalam bab dua ini membahas tentang Jepang menjajah brunei.
BAB III
Bab tiga membahas tentang kebangkitan pemuda di brunei darusalam
yang meliputi seperti bergeraknya barisan pemuda (BARIP),kemudian
barisan perfilman brunei (BRUFIPCO), kemuian terakhir membahas partai
rakyat brunei (PRB).
BAB IV
Bab empat membahas tentang perjuangan melalui meja perundingan,
pembentukan federasi malaysia, revolusi brunei tahun 1962, dan terakhir
perpisahan antara brunei dan malaysia.
BAB V
Bab lima menerangkan kesimpulan dari skrisi, sedangkan saran
memberikan masukan kepada peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan
judul penulis
11
BAB II
SEJARAH SINGKAT BRUNEI DARUSSALAM
A. Sejarah Awal Kesultanan Brunei
Sejarah mencatat bahwa Brunei sudah ada sejak abad ke 6 Masehi,
sedangkan penyebutan „Brunei‟ dalam Sumber Sejarah Cina Klasik adalah
„Poli‟ atau „Bunlai‟1. Pada zaman Dinasti Liang, Poli adalah sebuah Kerajaan
yang terdiri atas 36 kampung dan dipimpin oleh Raja bernama Pinka. Poli
mengirimkan Upeti kepada Kaisar Cina berupa Burung Nuri, Kulit Penyu dan
Obat-obatan Tradisional2
Sedangkan dalam Naskah Negarakertagama, Brunei dikenal dengan
nama „Baruneng‟. Berdasarkan Naskah Negarakertagama pula, disebutkan
juga bahwa Brunei adalah Negara Bawahan (Vassal State) dari Kerajaan
Majapahit, yang setia mengirimkan Upeti dalam jumlah besar setiap
tahunnya3.
Islam Masuk ke wilayah Brunei pada tahun 1264 atau sekitar abad ke
13. Hal ini ditandai dengan penemuan Batu Nisan Ruqayyah Binti Sultan
Abdul Madjid dan Sayyid Ali Bafaqih yang menggambarkan kedatangan
Islam di Brunei yang dibawa oleh para Pedagang dan Musafir secara
berangsur-angsur. Melalui proses dakwah yang Penetration Pasifique, Islam
mendapat tempat di hati rakyat dan Penguasa Brunei4.
Dalam Hikayat Brunei, dikatakan bahwa Raja Pertama yang memeluk
Agama Islam adalah Awang Alak Betatar, Setelah menikah dengan Putri Raja
Sang Nila Utama dari Wangsa Sang Sapurba yang menguasai Pulau Tumasik
1 Johannes L. Kurz. "Boni in Chinese Sources: Translations of Relevant Texts from the
Song to the Qing Dynasties" (PDF).Universiti Brunei Darussalam. National University of
Singapore. p. 1 2 Chin JM. The Serawak Chinese. (Kuala Lumpur : Oxford University Press,1981),hlm.2
3 DGE Hall. Sejarah Asia tenggara. (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional),hlm.82-83
4 Haji Zain bin Haji Serudin. Pendekatan Mengenai Islam di Brunei Darussalam : Studi
Islam di Asia Tenggara. (Surakarta : Muhammadiyah University Press,1999),hlm.73
12
(Singapura), iapun memeluk Islam dan mengganti nama menjadi „Sultan
Muhammad Syah5.
Berdirinya Kesultanan Brunei, dipastikan pula oleh Kronik Dinasti
Ming. Pada tahun 1370, Kaisar Hongwu mengirimkan Utusan ke Poni
(Brunei) yang diketuai oleh Chang Ching Tze bersama seorang Pejabat
Prefektur Fujien bernama Sin Tze. Kedua utusan itu melaporkan pada Kaisar
Hongwu bahwa sekarang Poni telah berubah menjadi Kesultanan Islam yang
dipimpin Ma-Ho-Ma-Sha, Ejaan Mandarin dari „Muhammad Syah”6.
Adapun Mazhab Islam yang dianut oleh mayoritas masyarakat Brunei
adalah Mazhab Syafii, seperti halnya masyarakat di tanah Melayu dan seluruh
kepulauan Nusantara7. Bahkan dalam Silabus dan Kurikulum Pendidikan di
Brunei, kita dapat menemukan Kitab-kitab Fiqih Klasik seperti Sabiqul
Muhtadin, Al-Mukhtasar, Ghayatul Taghrib Fil-Irthi wa-Taasib; serta Kitab
Tasawuf macam Misyaful Arfah dan Hidayah Walid Lil Walad8.
Dari Pernikahan Sultan Muhammad Shah dengan putri Raja Sang Nila
Utama, ia dikaruniai anak perempuan bernama Putri Ratna Dewi. Putri Ratna
Dewi kemudian diperisteri oleh seorang Utusan dari Dinasti Ming bernama
Huang Senping. Karena menikahi Putri Sultan, Huang Senping dianugerahi
Gelar „Pangeran Maharaja Lela‟ dan juga hadiah berupa tanah di daerah
Sabah, yang kemudian dinamai „Kinabatangan‟ yang artinya „Sungai Cina‟,
karena itu Huang Senping juga dikenal sebagai „Adipati Kinabatangan‟9.
Sepeninggal Sultan Muhammad Syah, Tahta Kesultanan Brunei
diwarisi oleh Maharaja Karna atau yang lebih dikenal sebagai Sultan Abdul
Madjid Hasan. Pada tahun 1408, untuk mempererat hubungan dengan
Kekaisaran Ming Tiongkok, Sultan Abdul Madjid pergi ke Daratan Cina
5 Yura Salim. Ririsej Kesultanan Brunei.(Bandar Sri Begawan : Dewan Bahasa & Pustaka
Brunei,2002),hlm.1 6 Mahmud Seddon bin Awang Othman. Pemimpin Era Baru. (Bandar Sri Begawan :
Univeristas Brunei Darussalam,1996),hlm.4 7Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
& XVIII (Jakarta: Prenada Media, 2005),hlm.29-30 8 Haji Zain bin Haji Serudin. Pendekatan Mengenai Islam di Brunei Darussalam : Studi
Islam di Asia Tenggara. (Surakarta : Muhammadiyah University Press,1999),hlm.82-83 9Vadime Elisseeff. The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce. (Berghahn
Books,2000). hlm. 145–157
13
namun ia tidak sempat bertemu Kaisar karena sakit mendadak. Sultan Abdul
Madjid kemudian wafat pada usia 28 tahun, jenazahnya tidak dibawa pulang
ke Brunei melainkan dikebumikan di Nanjing, Cina10
.
Setelah Sultan Abdul Madjid meninggal, Adik Sultan Muhammad Shah
yang bernama Awang Pateh Barbai naik tahta dengan gelar „Sultan Ahmad‟.
Selama Pemerintahan Sultan Muhammad Syah dan Sultan Abdul Madjid,
Sultan Ahmad mengabdi sebagai Pengiran Bendahara (Perdana Menteri).
Sultan Ahmad juga menikahi adik perempuan Huang Senping dan dikaruniai
seorang Putra bernama Nahkoda Angging dan seorang Puteri bernama Ratna
Kesuma11
.
Karena Nahkoda Angging menjadi Raja di Sulu, maka yang mewarisi
tahta Kesultanan Brunei adalah menantu Sultan Ahmad, suami dari Ratna
Kesuma yang bernama Syarif Ali. Beliau adalah anggota Keluarga Keturunan
Rasulullah dari jalur Hassan bin Ali yang mengabdi sebagai Sharif Mekkah
dibawah Pemerintahan Dinasti Mamluk. Ayahnya adalah Syarif Ajlan bin
Rumaithah dan kakeknya adalah Syarif Muhammad Abu Numaie Al-
Awwal12
.
Pada masa Sultan Syarif Ali, usaha dakwah Islam yang serius mulai
digalakan. Para ulama dan mubaligh dikirim ke seluruh wilayah Pesisir dan
Pedalaman Kalimantan Utara untuk mengajak masyarakat agar mau memeluk
Islam. Walaupun ada hambatan dari masyarakat yang masih banyak memeluk
agama Hindu-Buddha maupun Animisme, namun Sultan Syarif Ali tidak
menyerah. Selain aktif dalam berdakwah, Sultan Syarif Ali juga banyak
menulis Kitab dan mendirikan Masjid, karena ketakwaannya inilah beliau
dijuluki oleh masyarakat Brunei sebagai „Sultan Berkat‟13
.
10
Gordon Melton. Faiths Across Time: 5,000 Years of Religious History. (California : ABC
Clio, 2014). hlm.958 11
Vadime Elisseeff. The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce. (Berghahn
Books,2000). hlm. 145–157 12
Al Habib Ali bin Thahir al Hadad. Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. (Jakarta :
Penerbit Lentera,2001),hlm.144-145 13
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Tarsilah Brunei : Sejarah Awal Perkembangan
Islam. (Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.33
14
Dari Pernikahan antara Ratna Kesuma dan Syarif Ali, lahirlah seorang
Putera Mahkota bernama Sulaiman. Karena pemerintahannya yang adil dan
selalu memprioritaskan kesejahteraan rakyat, Sultan Sulaiman dijuluki oleh
rakyat sebagai „Sang Aji Brunei‟ & „Adipati Agong‟, semua itu tak lepas dari
pendidikan agama yang diajarkan oleh ayahnya, Syarif Ali sedari kecil.
Sultan Sulaiman juga berjasa membangun Benteng Batu untuk
mempertahankan garis Pantai Brunei14
.
Pemimpin Brunei yang terbesar dan teragung adalah Putra Sultan
Sulaiman yang bernama Sultan Bolkiah. Nama beliau diabadikan menjadi
nama Wangsa/Dinasti keluarga Kesultanan Brunei yang masih berkuasa
hingga hari ini. Sultan Bolkiah terkenal karena melakukan perjalanan keliling
Nusantara, sehingga ia dijuluki „Nahkoda Ragam‟15
.
Ketika Sultan Bolkiah mendarat di Jawa, ia melihat ladang-ladang
berwarna hijau, ditumbuhi padi. Bahkan beras merupakan bahan pokok utama
di Asia Tenggara dan Nasi adalah makanan utama penduduk di Nusantara.
Pada abad ke 15, Padi menjadi Tanaman Favorit yang dapat tumbuh dimana
saja16
.
Melihat fakta tersebut, Sultan Bolkiah berkesimpulan bahwa Padi
sangat penting bagi kesejahteraan hidup masyarakat Jawa, ia yakin bahwa
jika Padi ditanam di Brunei maka penduduk Brunei akan semakin sejahtera.
Maka Sultan Bolkiah memboyong orang orang Jawa ke Brunei untuk
mengajari penduduk Brunei bercocok tanam Padi17
.
Pada masa Sultan Bolkiah, Kesultanan Brunei memperluas wilayahnya
dengan melakukan ekspansi ke seluruh Kalimantan Utara, menjadikan
14
Vadime Elisseeff. The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce. (Berghahn
Books,2000). hlm. 145–157 15
Yura Salim. Ririsej Kesultanan Brunei.(Bandar Sri Begawan : Dewan Bahasa & Pustaka
Brunei,2002),hlm.45-46 16
Anthony Reid. Asia Tenggara DalamKurun Niaga 1450-1680: Tanah di Bawah Angin.
(California : Yale University Press, 1957),hlm.23 17
Ahmad Ibrahim dkk. Islam di Asia Tenggara : Perkembangan Kontemporer. (Jakarta :
LP3ES,1990),hlm.388-389
15
wilayah Brunei membentang dari Sabah di Timur hingga Serawak di Barat.
Sultan Bolkiah juga menundukkan Wilayah Sulu dan Kepulauan Filipina18
.
Pada tahun 1500, Sultan Bolkiah menyerang Kerajaan Tondo di
Filipina. Namun ia kemudian mengampuni Kerajaan tersebut dan mendirikan
Kesultanan Maynila di wilayah Tondo dengan sebuah kota berarsitektur
Melayu sebagai ibukotanya, dinamai Selurong. Dengan demikian, Kerajaan
Tondo menjadi Negara bawahan Brunei yang dikendalikan lewat Kesultanan
Maynila19
.
Pada tahun 1524, Sultan Bolkiah wafat dan puteranya yang bernama
Abdul Kahar naik tahta. Ia mewarisi wilayah yang luas dari ayahnya meliputi
seluruh Kalimantan Utara, Kepulauan Sulu, dan Mindanao. Sayangnya, ia
turun tahta pada tahun 1830 untuk memberi kesempatan pada keponakannya,
Saiful Rijal untuk menjadi Sultan20
.
Pada masa ini, Brunei harus menghadapi ancaman Penjajah Barat.
Armada Spanyol yang dipimpin oleh Ruy Lopez de Villalobos dan Miguel
Lopez de Legaspi mendarat di Filipina. Penaklukan Kepulauan Filipina
dilakukan oleh pasukan ekspedisi Spanyol pada tahun 1525, dan berhasil
menaklukkan Kesultanan Maynila. Tentara Spanyol kemudian mendirikan
kota Manila sebagai Basis Pemerintahannya. Pada tahun 1529, Karl von
Habsburg selaku Raja Spanyol menandatangi Perjanjian Zaragossa, ia
melepaskan Klaimnya atas Maluku pada Portugis & mendapatkan Filipina21
.
Pada tahun 1578, hubungan Brunei-Spanyol memburuk karena Spanyol
mencaplok Kesultanan Sulu. Tak hanya itu, Spanyol bahkan juga melakukan
Invasi terhadap wilayah Kesultanan Brunei. Sultan Saiful Rijal kemudian
memberikan Ultimatum kepada Spanyol agar pergi dari Sulu atau Brunei
18
Muhammad Yusoff Hashim. Sejarah Malaysia (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa Dan
Pustaka,1990),hlm.250 19
William Henry Scott. Barangay: Sixteenth Century Philippine Culture and Society.
(Quezon City: Ateneo de Manila University Press,1994),hlm.37 20
Vadime Elisseeff. The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce. (Berghahn
Books,2000). hlm. 145–157 21
Agoncillo, Teodoro A. (1990), History of the Filipino People (Eighth ed.), University of
the Philippines,,hlm73
16
akan melakukan penyerangan dengan menggunakan armada besar guna
merebut Kesultanan Sulu.22
Gubernur Filipina, Fransisco de Sande menuntut Brunei untuk tidak
menyebarkan dakwah Islam di Filipina karena dianggap mengganggu
kegiatan missionaris. Selain itu Spanyol juga menuntut Brunei agar membuka
diri terhadap para missionaris di kawasan tersebut. Sayangnya upaya Spanyol
untuk menguasai kawasan Brunei tidak membuahkan hasil karena negeri itu
sedang dilanda oleh penyakit disentri dan kolera23
Wabah tersebut membuat Spanyol mengalami kerugian besar dan
akhirnya meninggalkan Brunei dan mundur kembali ke Manila pada tanggal
26 Juni 1578. Spanyol begitu kuat dalam menghadapi alat untuk berperang
tetapi lemah dalam menghadapi penyakit, pendudukan atas Brunei pun
akhirnya hanya bertahan selama 72 hari. Kerugian yang diderita oleh Brunei
akibat pertempuran tersebut tidak terlalu besar karena Putra Sultan Saiful
Rijal, yaitu Sultan Muhammad Hasan berhasil merebut kembali Kesultanan
Sulu dan mendudukkan Putranya, Pengiran Tengah sebagai Sultan Sulu,
walaupun Sultan Muhammad Hasan tetap tak berhasil merebut Luzon dan
Mindanao.24
Setelah Sultan Muhammad Hassan wafat, Penguasa Brunei berturut
turut adalah Abdul Jalilul Akbar, Abdul Jalilul Jabbar dan Muhammad Ali.
Pada era Sultan Muhammad Ali, terjadi perselisihan diantara Pengiran Muda
Bongsu dan Pengiran Muda Alam yang berawal dari Adu Ayam. Pengiran
Muda Bongsu membunuh Pengiran Muda Alam karena mengejek beliau, ia
juga mencekik Sultan Muhammad Ali hingga tewas. Pengiran Muda Bongsu
lantas menobatkan diri sebagai Sultan Abdul Mubin. Perang saudara ini
akhirnya di menangi oleh cucu Sultan Muhammad Ali yang bernama Sultan
Muhyiddin. Karena kemenangan beliau terjadi berkat bantuan Sultan Sulu,
beliau menghadiahkan sebagian wilayah Sabah kepada Sultan Sulu. Sejak
22
Frankham, Steve. 2008. Footprint Borneo. Footprint Guides. Hlm. 278 23
Robert Day McAmis, Malay History : The History and Challenge of Resurgent Islam in
Southeast Asia(Michigan : Wm. B. Eerdmans Publishing,2002),hlm.35 24
Graham E Saunders.A history of Brunei. (London : Routledge,2002),hlm. 54-60
17
saat itulah sebagian besar Sabah lepas dari wilayah Brunei dan menjadi
wilayah kesultanan Sulu25
B. Penjajahan Inggris atas Brunei
Pada abad 18, kawasan Asia Tenggara mangalami masa kolonialisme.
Apalagi menjelang awal abad 19 kekuasaan kolonialisme Barat telah masuk
ke kawasan Asia khususnya Asia Tenggara. Dalam hal ini kawasan Asia
Tenggara mengalai masa kolonialisme.26
Contoh-contoh dari kolonialisme itu
adalah. Indonesia yang dikuasai oleh Belanda, Indo-cina oleh Perancis,
Fhilipina oleh Spanyol dan Amerika, Malaya dan Singapura dikuasai oleh
Inggris.27
Kawasan Malaya sudah dikuasai oleh Inggris menyebabkan Brunei
mengalami kondisi yang berbahaya. Pengaruh Inggris di Brunei di mulai saat
kedatangan James Brooke ke Kuching, Serawak, pada tahun 1839. Bahkan
James Brooke melakukan perjanjian dengan Sultan Hashim Jailul Alam
Aqamadin. Kekuasaan Brunei yang sebenarnya meliputi Serawak hingga
Sabah. Akan tetapi, akibat dari perjanjian yang dilakukan oleh Sultan
Hashim dengan James Brooke menyebabkan sebagian wilayah Serawak
diambil alih kekuasaannya pada tahun 1841.
Kedatangan Inggris di Brunei disebabkan karena pengaruh
Kolonialisme yang yang terjadi di wilayah Asia Tenggara. Pada awalnya
Kerajaan Inggris tidak berniat menaklukan Brunei karena menurut mereka
wilayah jajahan mereka sudah sangat banyak. Mereka menganggap wilayah
Brunei tidaklah memiliki arti penting ataupun memberikan keuntungan
signifikan bagi Imperium Britannia. Jadi, Awal mula kedatangan Inggris di
Brunei dipelopori oleh pihak Swasta yaitu James Brooke, seorang Petualang
Berkebangsaan Inggris yang lahir di India, ia meminjam uang dari ayahnya
untuk membeli sebuah kapal guna berdagang ke Timur Jauh. James Brooke
tiba di Sarawak, dimana ia kemudian menjalin persahabatan dengan Sultan
25
Constancio B. Maglana. Sabah is Philipinnes. (Manila : Parliamentary Press,2002),hlm.34 26
Jamil Al Sufri 1990.Op.cit hlm. 37 27
Haji Awang Mohd. Jamil Al Sufri, Liku Liku perjuangan pencapaian Kemerdekaan
Brunei Darrusalam, Pusat Sejarah Brunei, 1992. hlm XLVI
18
dan membantu memadamkam Pemberontakan yang dilakukan Etnis
Minoritas „Bidayuh‟. Atas jasa-jasanya, James Brooke diangkat sebagai
Gubernur Serawak,28
Pada tahun 1843 terjadi konflik antara James Brooke dan Sultan
Saifudin II yang berakhir dengan kekalahan di pihak Brunei. Sultan Saifudin
II akhirnya terpaksa mengakui kemerdekaan Serawak, dimana James Brooke
mengangkat dirinya sebagai Raja disana. Lepasnya Serawak membuat
gerakan Inggris menjadi semakin mudah karena memiliki kawasan yang lebih
strategis.Wilayah kekuasaan Brunei pun semakin mengecil, Pada tahun 1877,
James Brooke juga memaksa Brunei untuk menandatangani perjanjian
penyewaan sisa wilayah Sabah kepada Perusahaan Borneo Utara milik
Inggris. Wilayah Brunei yang awalnya begitu luas pun berubah menjadi kecil
mungil akibat dikikis oleh Inggris.29
Pada tahun 1844, James Brooke berunding dengan Sultan Brunei
mengenai penyerahan Pulau Labuan untuk digunakan oleh Inggris sebagai
Pertambangan Batubara dan Pangkalan Militer untuk melindungi Kapal-kapal
dagang Inggris. Pada 18 Desember 1846, sebuah perjanjian telah yang
menyebabkan Pulau Labuan dan pulau-pulau kecil di sekitarnya diserahkan
pada Inggris. James Brooke diangkat menjadi Gubernur Labuan yang pertama
dan Konsul besar di Sabah. Willian Napier dilantik sebagai Wakil Gubernur,
Hugh Low sebagai Bendahara Kolonial dan Spencer St.John sebagai
penasihat urusan colonial. Akan tetapi Labuan tak berkembang layaknya
Singapura dan Pulau Pineng, sebagaimana yang diharapkan penggagasnya30
.
Pada tahun 1826, Singapura, wilayah Penang dan Malaka diletakkan di
bawah satu administrasi yang disebut Straits Settlements. Mulai tahun 1867
28
Gertrude Le Grand Jacob. The Raja of Saráwak: An Account of Sir James Brooks.
London: MacMillan, 1876,hlm 13 29
Hussainmiya, B.A. (1995) Sultan Omar Ali Saifuddin II and Britain: The Making of
Brunei Darussalam. Kuala Lumpur: Oxford University Press,hlm.80 30
Nicholas Tarling. „Britain,Brooks & Brunei‟. Passific Affairs. Vol.45 no.3 (Autumn
1962),hlm.460
19
Straits Settlements dijadikan bagian dari British Malaya. Pada tahun 1890,
Labuan juga dijadikan bagian dari Straits Settlements31
.
Pada tahun 1865, seorang Konsul Amerika di Brunei, Claude Lee
Moses telah menyewa Borneo Utara dari Sultan Brunei selama 10 tahun.
Kemudian ia menjual lagi ke American Trade Company, kemudian berpindah
tangan ke Konsul Austria-Hungaria di Hongkong, Baron Gustav von
Overbeck. Gutsav von Overbeck diangkat menjadi Maharaja Sabah, Rajah
Gaya & Sandakan dalam perjanjian dengan Sultan Abdul Momin pada 29
December 1877. Ia juga diangkat menjadi Dato Bendahara Sabah dalam
perjanjian dengan Sultan Jamaluzzamam dari Sulu pada 22 Januari 1878.
Namun karena Kaisar Austria sekaligus Raja Hungaria, Franz Joseph von
Habsburg Lothringen menolak mengucurkan dana untuk Investasi di Sabah,
Gustav von Overbeck memutuskan menjual wilayah Sabah pada Alfred Dent
yang mewakili Pemerintahan Inggris32
.
Untuk membereskan sengketa perbatasan dengan sesama negara
penjajah, pada tahun 1885, Spanyol dan Inggris menandatangani Protokol
Madrid dengan Kekaisaran Jerman sebagai mediatornya. Isi Protokol tersebut
adalah : Inggris mengakui kekuasaan Spanyol atas Kesultanan Sulu,
sebaliknya Spanyol membatalkan klaimnya atas wilayah Sabah yang dahulu
merupakan teritori Kesultanan Sulu33
.
Di bawah tirani penjajahan Inggris, rakyat Brunei melakukan
perlawanan untuk mengusir penjajah, namun seperti yang terjadi di
Indonesia, perlawanan tersebut bersifat kedaerahan dan dipimpin oleh para
tokoh lokal karismatis. Salah satu pejuang itu adalah Datuk Muhammad
Salleh atau yang dikenal dengan nama Mat Salleh, seorang pria berdarah
campuran Suluk dan Bajo, ia meneruskan pekerjaan ayahnya, Datuk Balu
sebagai Kepala Desa di daerah Lingkabo dan Sungai Sugut. Pekerjaan utama
31
Ensiklopedia Islam Jilid 5, Asia tenggara.(Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve). hlm.327 32
Leight R Wright. „Historical Notes on the North Borneo Dispute‟. The Journal of Asian
Studies,Vol. 25, No. 3 (May, 1966), hlm. 471-484 33
Leigh R. Wright. „The Anglo-Spanish-German Treaty of 1885: A Step in the
Development of British Hegemony in North Borneo‟. Australian Journal of Politics & History,
vol.18, no.1, hlm.62–75
20
Mat Salleh adalah memungut pajak kepada pedagang-pedagang yang berlayar
melalui Sungai Sugut pada tahun 189434
.
Inggris tidak senang dengan perbuatan Mat Salleh itu, lalu menyerang
Mat Salleh di Jambongan serta membakar perkampung Mat Salleh di Sungai
Sugut pada tahun 1896. Namun, Mat Salleh dapat melepaskan diri. Mulai saat
itu, Mat Salleh bertekad menentang keganasan Inggris. Pada bulan Juli 1897.
Mat Salleh dan pengikut-pengikutnya menyerang dan menjarah aset milik
Inggris di Pulau Gaya. Pada Saat itu di tahun yang sama juga, Mat Salleh
menyerang dan membakar markas Residen Inggris di Ambong35
.
Pada bulan Desember 1898, Inggris menyerang pertahanan Mat Salleh
di Ranau. Mereka kalah dan banyak pasukan Inggris terbunuh. Selanjutnya
pada bulan Januari 1898, Inggris sekali lagi menyerang pertahanan Mat
Salleh di Ranau dengan angkatan tentera yang lebih besar. Mat Salleh
terpaksa menyerah dan mengundurkan diri dan membangun basis pertahanan
yang baru, yang lebih kuat dan kukuh di kampung Tibabar,
Tambunan36
.Basis pertahanan Mat Salleh di Tambunan ini sangat sulit
ditembus. Benteng ini diperbuat dengan batu-bata, kayu serta jerami sehingga
tidak dapat ditembus peluru. Setiap kota dijaga ketat dan terdapat beberapa
terowongan atau jalan bawah tanah yang rahasia digunakan untuk meminta
bantuan-bantuan senjata, makanan dan lain-lain dari luar kota. Jalan rahasia
ini juga dijadikan rute untuk menyelamatkan diri apabila dikepung musuh37
.
Tidak lama kemudian, Inggris menawarkan perdamaian dan Mat Salleh
setuju, walaupun ditentang anak buahnya. Tetapi pada 1899, Inggris mencoba
menyerang Tambunan dan menyebabkan peperangan meletus kembali.
Akhirnya pada 31 Januari 1900, Benteng Tambunan ditembus akibat
34
Uqbah Iqbal, Nordin Hussin, Ahmad Ali Seman. Sejarah Perkembangan Nasionalisme
Melayu Sebelum Kemerdekaan. (Munich : BookRix,2014),hlm.39 35
R.M. Jasni. Semangat perjuangan Datu Paduka Mat Salleh dan Saham Kaum Dusun
Menentang Penjajah. (Kota Kinabalu: Iris Publishing & Distributors,2012), hlm.16 36
Emin Madi, Potiukan. (Bloomington : Xlibris, 2012),hlm.7 37
Low Kok On. „Reading Symbols & Mythical Landscape in the Tambunan Dusun Origin
Myth of North Borneo‟. IJAPS Vol. 2 (Nov) 2006,hlm.69-688
21
serangan hebat Inggris yang berhasil mematahkan pertahanan Mat Salleh.
Peristiwa itu menandakan gugurnya Mat Salleh sebagai pejuang bangsa38
.
Pejuang lainnya yang berperang menentang Penjajahan Inggris, adalah
Ontoros Antanom, seorang kepala suku Dayak Murut. Menurut sejarah lisan
lokal, ia diklaim memiliki kekuatan gaib. Karena itu ia mampu menyatukan
para kepala suku Dayak dan warga desa mereka dari seluruh wilayah
Keningau, Tenom, Pensiangan dan Rundum untuk memberontak melawan
despotisme Inggris39
.
Di bawah Penjajahan Inggris, selain mereka memaksakan banyak pajak
yang penduduk setempat tidak pernah mendengar sejak era Kesultanan
Brunei, Inggris juga memaksa setiap keluarga Suku Dayak Murut untuk
memiliki dua anak agar dapat menyerahkan salah satu dari mereka sebagai
tenaga kerja paksa40
.
Kehabisan toleransi, Ontoros Antonom mengumpulkan hampir seribu
prajurit suku Dayak dari Tenom, Keningau dan Pensiangan untuk melawan
kerajaan Inggris pada tahun 191541
. Para perwira Inggris yang benar-benar
terkejut ketika ratusan Prajurit Dayak membanjiri gedung pemerintahan dan
mengayau42
prajurit-prajurit Inggris.
Pada bulan April 1915, Inggris mengirim 400 tentara dilengkapi dengan
senjata api untuk melakukan serangan balik. Meskipun pasukan Dayak hanya
menggunakan senjata primitif mereka seperti sumpit, pedang dan mandau,
tentara Inggris gagal mengalahkan mereka. Oleh karena itu, Inggris membuat
jebakan dengan menawarkan perundingan damai di Rundum. Ketika Ontoros
Antonom dan pengikutnya sedang dalam perjalanan ke tempat perundingan,
38
Regina Lim. Federal-state Relations in Sabah, Malaysia: The Berjaya Administration,
1976-85. (Singapore : Institute of Southeast Asian Studies, 2008),hlm.27 39
Sue Russel. Conversion, Identity, and Power: The Impact of Christianity on Power
Relationships and Social Exchanges. (Maryland : University Press of America, 1999),hlm.26-27 40
Callistus Fernandez (1999) 'Contesting colonial discourse: rewriting Murut history of
resistance in British North Borneo from 1881 to 1915'. Akademika, vol.54 . hlm. 81-103. 41
DeWitt C. Ellinwood, Jr., Cynthia H. Enloe. Ethnicity and the Military in Asia. (New
York : Transaction Publishers,1978),hlm.202 42
Mengayau berasal dari kata kayau yang berarti memotong kepala
musuh. Mengayau adalah tradisi Suku Dayak guna mendapatkan daya hidup dari manusia yang
dipenggal sehingga bermanfaat bagi desa, pribadi maupun sebagai sebab-akibat hukum adat.
22
ratusan tentara Inggris mengepung dan menangkap mereka. Kemudian
Ontoros Antonom dieksekusi43
.
Kondisi Brunei yang sudah sedemikian lemahnya akibat digerogoti
wilayah teritorialnya membuat Sultan Hasyim Alilul Alam Aqamaddin
menandatangani perjanjian dengan Inggris pada tahun 1888 yang meletakkan
Brunei di bawah Protektorat Inggris, yang menandai akhir dari kedaulatan
Brunei sebagai negara merdeka. Akhirnya Sultan mengirimkan permintaan
kepada pemerintah Inggris agar mengirimkan warga Inggris ke Brunei untuk
membantu menjalankan pemerintahan. Inggris segera membangun sekolah,
Kantor Pertanahan & kepolisian. Kemakmuran Brunei mulai kembali terlihat
sejak Inggris menemukan ladang minyak di Seria pada tahun 192944
.
C. Pendudukan Jepang Di Brunei
Pada masa perang dunia ke dua, Jepang mengadakan perluasan
kekuasaan ke wilayah selatan. Wilayah yang mulai di datangi oleh Jepang
adalah wilayah Asia Tenggara. Hampir seluruh wilayah Asia Tenggara di
kuasai Jepang. Jepang melakukan ekspansi ke Asia Tenggara dalam rangka
perluasan kekuasaan wilayah serta menunjukan kekuatan Jepang kepada
bangsa Eropa. Wilayah Asia Tenggara yang di kuasai oleh Jepang meliputi,
Semenanjung Malaya, Indonesia, dan Borneo Utara. Wilayah Brunei
merupakan wilayah yang terdapat di Borneo Utara. Jepang pertama kali
datang ke Brunei pada tahun 1941. Jepang masuk ke Brunei melalui wilayah
Kuala Belait pada tanggal 16 Desember 1941.45
Jepang masuk Ke Brunei
dengan kekuatan sekitar 10.000 tentara.46
Jepang Mulai menguasai Brunei
secara menyeluruh setelah berhasil menduduki Bandar Sri Begawan yang
43
Anthony Kirk Greene. On Crown Service: A History of HM Colonial and Overseas
Civil Services, 1837-1997.(London : IB Tauris, 1999),hlm.182 44
Hussainmiya, B.A. (2006) Brunei: Revival of 1906: A Popular History. (Bandar Seri
Begawan: Brunei Press Sdn),hlm.65 45
C.Mary Thurnbull, A History Of Malaysia,Singapore,and Brunei. Sydney: Allen and
Unwin 1989.hlm.220.
46 Haji Zaini nin haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme Di Brunei (1939-1962). Brunei :
Asia Printes. 2004.hlm.2
23
merupakan pusat pemerintahan Brunei pada 22 Desember 194147
.
Kedatangan Jepang ke Brunei di sambut oleh rakyat karena beranggapan
bahwa Jepang membebaskan rakyat dari jajahan kolonial Inggris48
, hal ini
juga terjadi di wilayah Semenanjung Melayu dan Indonesia.
Jepang Menguasai Brunei selama tiga setengah tahun. Dalam masa
penjajahan Jepang di Brunei, rakyat Brunei merasakan penderitaan yang berat
akibat dari kurangan nya bahan makanan yang layak dimakanserta pakaian
yang menyebabkan banyak rakyat yang menderita berbagai penyakit mulai
dari kekurangan gizi hingga penyakitkulit yang parah. Hal ini berbanding
terbaik dengan yang dirasakan oleh pihak Jepang. Jepang setelah berhasil
menguasai Borneo Utara yang melingkupi Serawak, Brunei, Sabah mulai
mengadakan langkah-langkah uantuk menjaga kekuasaan mereka. Dimulai
dari pendirian indrustri minyak di Kilang minyak Seria yang berlokasi di
Brunei, memiliki tujuan untuk sumber dana perang, pertahanan serta
pembentukan konsep kerjasama Great East Asia Co-Prosperity Sphere yang
berada di bawah hegemoni kepemimpinan Jepang49
.
Meskipun rakyat menderita pada masa penjajahan Jepang, ada juga sisi
positifnya. Akibat dari penjajahan Jepang menimbulkan rasa nasionalisme
orang Melayu di Brunei. Pada saat dijajah swlama tiga setengah tahun telah
meningkatkan kesadaran dan perasaan anti kolonial yang akhirnya membawa
pada keinginan rakyat untuk merasakan kemerdekaan dari penjajah.50
Pada tahun 1942, Tentara Kekaisaran Jepang melakukan
Invasi terhadap Pulau Kalimantan. Kampanye Militer ini bertujuan untuk
menguasai pulau Kalimantan, dan penyerangan dipusatkan ke Kerajaan
Sarawak,Brunei, Borneo Utara serta bagian barat dari Kalimantan yang saat
itu masih bagian dari Hindia Belanda. Pasukan Jepang yang dikerahkan untuk
misi ini adalah Pasukan Infanteri ke-35, yang dipimpin oleh Mayor Jendral
47
Ibid.hlm 3 48
Ibid.hlm 4
49 Pembentukan konsep agar muncul kepercayaan pada pihak Jepang. Ibid.
50 Haji Awang mohd. Jamil Al Sufri. The Survival of Brunei: A Historical Perspective.
Bandar Sri Begawan: Pusat Sejarah Brunei, 2002,Hlm.3
24
Kiyotake Kawaguchi. Pasukan Jepang kemudian berhasil memenangkan
pertempuran ini dan menguasai seluruh wilayah Kalimantan51
.
Jepang menandatangani perjanjian dengan Sultan Ahmad Tajuddin
mengenai Transisi Pemerintahan Brunei. Pengiran Dato Awang Ibrahim yang
sebelumnya merupakan sekretaris Residen dibawah Pemerintahan Inggris,
dilantik sebagai Sekretaris Negara dibawah Gubernur Jendral Jepang52
.
Dibawah pendudukan militer Jepang, Sarawak & Brunei dipersatukan
namun dibagi menjadi 3 daerah administratif (shu): Kuching-shu, Miri-shu
(termasuk wilayah Brunei) & Sibu-shu. Sedangkan, Sabah & Labuan dibagi
lagi menjadi 2 Area: Sekai-shu (termasuk Labuan) & Tokai-shu. 5 wilayah
Shu dipimpin oleh seorang Gubernur Militer Jepang dengan penduduk
Melayu Pribumi sebagai Pegawainya53
.
Pemerintah Militer Jepang, dibawah Semboyan “Greater Asia Co-
Prosperity Sphere” mencoba membangkitkan Sentimen Anti Eropa dengan
mengajarkan bahasa Jepang, menggalakan pemakaian bahasa Melayu,
melarang pemakaian bahasa Inggris dan mengajarkan Pendidikan Militer
serta memberikan beasiswa pada Pemuda-pemuda Melayu. Salah satu yang
mendapat beasiswa adalah Pengiran Yusuf, yang menempuh pendidikan Ilmu
Pemerintahan di Hiroshima dan AM Azahari yang mendapat kesempatan
untuk kuliah di Institut Pertanian Bogor, Indonesia54
.Adapun dari segi
Infrastruktur, Pemerintah Militer Jepang tidak banyak melakukan
pembangunan di Brunei. Adapun bangunan peninggalan Pemerintah Jepang
hanyalah Bandar Udara pertama di Brunei yang sempat rusak selama
pemboman pasukan sekutu55
.
51
Arthur Ernest Percival The War in Malaya.(London, Eyre & Spottiswoode,
1949),hlm.115 52
AVM Horton.‟ British Adminsitration in Brunei 1906-1959‟. Modern Asian Studies.
Vol.20 no.2 (1986),hlm.365 53
Paul Kratoska. Southeast Asian Minorities in the Wartime Japanese Empire.(London :
Routledge,2013),hlm.50 54
Haji Zaini bin Haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme di Brunei (1939-1962). (Brunei
: Asia Printer,2004),hlm.3 55
Joginder Jessy Sing. History of Southeast Asia (1824-1965).(Kedah : Penerbit Darul
Alam,1985),hlm.315
25
Semua rencana Jepang untuk menarik hati penduduk Melayu Brunei
berhasil membangkitkan Nasionalisme dan semangat Anti-Kolonialisme pada
Elit dan sebagian Rakyat Brunei, bahwa mereka harus bisa berdiri sendiri
kelak56
.
Namun tidak semua rakyat Brunei merasa demikian, Minoritas Cina
seperti halnya di Cina Daratan maupun wilayah lain di Asia Timur yang di
duduki oleh Tentara Jepang, merasa diperlakukan secara Diskriminatif oleh
Pemerintah Militer Jepang57
. Hal tersebut mendorong Albert Kwok, seorang
Simpatisan Kuomintang (Partai Nasionalis Cina) untuk melancarkan
pemberontakan. Ia mendapat bantuan dari Imam Marjukim, seorang Ulama
asal Sulu yang menentang pemerintah Jepang, juga Tuah Panglima Ali
sebagai pemimpin Suku Bajo. Pada tanggal 10 October 1943, Pemberontakan
pecah di Kinabalu. 300 orang Gerilyawan Cina dibantu oleh Sukarelawan
Sulu dan Bajo menyerang Barak-barak Militer Jepang, Kantor Polisi dan
membakar desa desa. Pemberontakan baru bisa dipadamkan tanggal 21
Januari 1944, dimana Pemerintah Jepang bertindak kejam dengan
mengeksekusi Albert Kwok dan seluruh pasukannya58
.
Selain Pemberontakan dari Minoritas Cina, Jepang juga harus
menghadapi serbuan dari Pasukan Sekutu. Royal Australian Air Force
(RAAF) menggelar Operation Phyton untuk membebaskan Kalimantan Utara
dari cengkraman Jepang. Tentara Australia melatih anggota Suku Dayak
untuk berperang melawan tentara Jepang. Para prajurit Dayak ini terbukti
sangat berguna, mereka menangkap 150 orang tentara Jepang dan
memberitahu lokasi kilang kilang minyak tentara Jepang. Berdasarkan
informasi tersebut, satu Divisi tentara Australia yang disebut Z Force, terjun
dengan Parasut dari Pesawat di Batu Lawi untuk menyerang Kilang Minyak
56
Haji Zaini bin Haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme di Brunei (1939-1962). (Brunei
: Asia Printer,2004),hlm.5 57
Danny Tze-Ken Wong. Historical Sabah: The Chinese. (History Publications
,2004),hlm.116 58
Maxwell J Hall. Kinabalu Guerrillas: An Account of the Double Tenth 1943 (Borneo
Literature Bureau,1965),hlm.146
26
yang diduduki tentara Jepang, Operasi ini gagal krn Pesawat tersebut
ditembak jatuh oleh Artileri Anti Serangan Udara milik Tentara Jepang59
.
Pada tanggal 10 Juni 1945, Pasukan Australia yang dipimpin oleh
George Wooten dan Victor Windeyer mendarat di Muara Bawah dan
melaksanakan Operation Oboe Six untuk merebut kembali Brunei. Mereka
didukung oleh US Air Force dan US Marine. Brunei & Kalimantan Utara
berhasil direbut dalam 3 hari. Perang berakhir dengan menyerahnya Letnan
Jendral Baba Masao di Labuan pada tanggal 10 September 194560
.
Setelah Perang Dunia II, pemerintahan baru dibentuk di Brunei bawah
Pemerintah Militer Inggris (BMA) yang terutama terdiri atas perwira dan
prajurit Australia. Pemerintahan Brunei dialihkan ke Administrasi Sipil pada
tanggal 6 Juli 1946 di Brunei. Dewan Negara juga dihidupkan kembali tahun
itu. BMA ditugasi untuk menghidupkan kembali ekonomi Brunei, yang rusak
dan porak-poranda akibat pendudukan oleh tentara Jepang61
.
BMA dipimpin oleh seorang Komisaris Besar, yang bertanggung jawab
langsung pada Pemerintahan Kerajaan Inggris di London. Komisaris Besar
mengendalikan administrasi pemerintahan tidak dari Ibukota Bandar Sri
Begawan, melainkan dari Kuching, ibukota Serawak62
.
Seperti ketika dahulu Inggris menggerogoti wilayah Brunei, sekarang
BMA juga kembali memecah belah wilayah Brunei seperti sediakala.
Rupanya, Inggris tidak mau ada yang memanfaatkan kekosongan kekuasaan
dan memerdekakan wilayah Kalimantan Utara yang luas, seperti yang
dilakukan Soekarno dengan memerdekan Indonesia pada tahun 1945.
Sarawak, wilayah bekas Kesultanan Brunei di sebelah Barat, pada masa
59
Dick Crofton Horton. Ring of fire: Australian guerrilla operations against the
Japanese in World War II (Secker & Warburg,1983),hlm.70 60
Ooi Keat Gin. „Prelude to Invasion: Covert Operations Before the Re-Occupation of
Northwest Borneo, 1944-45‟. Journal of the Australian War Memorial. (October 2002), hlm.37 61
Marie-Sybille de Vienne. Brunei: From the Age of Commerce to the 21st Century.
(Singapura : NUS Press, 2015),hlm.105 62
Jatwan Sidhu. Historical Dictionary of Brunei Darussalam. (New Jersey : Scarecrow
Press,2009) ,hlm.37-38
27
lampau yang kini juga dikendalikan oleh BMA, diubah formatnya menjadi
Koloni Mahkota (Accretia Colony) Kerajaan Inggris63
.
Tentunya usaha Inggris tersebut juga memunculkan perlawanan dari
masyarakat Serawak yang dipimpin oleh Rosli Dhoby yang mendirikan
Organisasi „Rukun 13‟ bersama dengan Morshidi Sidek, Awang Rambli Amit
Mohd Deli dan Bujang Suntong. Organisasi tersebut adalah sebuah organisasi
sel rahasia, yang terdiri atas para nasionalis, yang menargetkan pembunuhan
terhadap para pejabat pemerintahan Kolonial Inggris di Sarawak.Rosli Dhoby
sendiri berhasil membunuh Komisaris Besar BMA, Sir Duncan George
Stewart. Meskipun demikian, Inggris berhasil menangkap para Pemberontak
dan tetap menjadikan Serawak bagian dari Koloni Mahkota (Accretia Colony)
Kerajaan Inggris64
.
Inggris juga melakukan hal yang sama pada wilayah bekas Kesultanan
Brunei di sebelah Timur yaitu Sabah. BMA segera mengubah wilayah Sabah
menjadi Koloni Mahkota (Accretia Colony) Kerajaan Inggris. Edward
Francis Twining, diangkat sebagai Gubernur Sabah. Usaha Inggris tersebut
tidak mendapat penolakan dari penduduk lokal65
.
Pada pertengahan tahun 1948, BMA mengembalikan kekuasaan Brunei
kepada Kesultanan, namun para Pejabat Inggris tidak juga hengkang dari
tanah Brunei, mereka tetap ikut campur urusan dalam negeri Brunei dan
hanya membiarkan Sultan mengurusi masalah Agama serta Adat66
.
63
Patricia Pui Huen Lim & Diana Wong. War and Memory in Malaysia and Singapore.
(Singapore : Institute of Southeast Asian Studies,2000),hlm.124 64
Abang Saifuddin bin Abang Bokhari. Rosli Dhobby : Rukun Berdarah. (Kuala Lumpur
: PT.S.One,2005),hlm.11 65
Anthony Kirk Greene. On Crown Service: A History of HM Colonial and Overseas
Civil Services, 1837-1997.(London : IB Tauris, 1999),hlm.183 66
Alun Chafont. By Gods Will, a Portrait of the Sultan of Brunei. (London : Weidenfield
& Nicholson,1989),hlm.51
28
28
BAB III
KEBANGKITAN GERAKAN PEMUDA DI BRUNEI DARUSSALAM
A. Barisan Pemuda (BARIP)
Berakhirnya Perang dunia kedua mengakibatkan terjadinya
dekolonisasi di seluruh kawasan Asia. Tuntutan akan kemerdekaan di hampir
semua negeri yang tunduk pada kekuasaan Penjajah Barat semakin kuat.
Dimulai dari Indonesia pada tahun 1945, efek berantai dari dekolonisasi
mulai menerpa kawasan Asia lain, termasuk Asia Tenggara1.
Rasa nasionalis mulai tumbuh pada rakyat Brunei pada tahun 1946,
terutama pada kaum intelektualnya. Muncul keinginan dari para nasionalis
dan kaum intelektual untuk mendirikan organisasi masa yang bertujuan
sebagai wadah untuk menyalurkan paham nasionalisme yang pada masa itu
sedang berkembang pesat. Orang-orang yang mendirikan organisasi pemuda
merupakan para pemuda yang belajar di Maktab Perguruan Sultan Idris
(MPSI).2 MPSI merupakan perguruan tinggi yang melahirkan para pemimpin
dan tokoh intelektual di wilayah melayu. MPSI juga berperan sebagai tempat
pelatihan guru guru yang saling bertukar corak kebudayaan dan politik di
wilayah Melayu.
Semangat Kemerdekaan tersebut juga menjamur di Tanah Melayu. Hal
tersebut mengakibatkan tumbuhnya Nasionalisme Melayu dan Semangat
untuk mendirikan Negara Melayu guna menegakkan Hegemoni Bangsa
Melayu melawan Kolonialis Barat dan etnis minoritas Cina. Adapun 3
Elemen Pembentukan Nasionalisme Melayu adalah Islam, Identitas Melayu,
dan kesetiaan pada Kesultanan3.
Salah satu Ideologi yang mempengaruhi Nasionalisme di kawasan Asia
Tenggara adalah Komunisme. Alasannya, karena Doktrin Sosialis-Komunis
1 Ensiklopedia Islam. Dinamika Masa Kini. (Jakarta : PT.Ikhtiar Baru van Hoeve,2002),
hlm.10 2 Perguruan tinggi yang lulusannya banyak berpengaruh dalam perkembangan
nasionalisme di negaranya 3 Radin Soenarno. ‘Malay Nationalism : 1896-1941’. Journal of Southeast Asian History.
Vol. No.1 (Maret 1960),hlm.1-28
29
seperti Perjuangan Buruh dan Revolusi Kelas sangat menarik perhatian
Golongan Marjinal yang senantiasa hidup dalam kekurangan dan
mendambakan kebebasan, termasuk di Brunei. Keinginan untuk bebas itulah
yang mendasari mereka untuk mendirikan organisasi pergerakkan guna
mewujudkan aspirasinya4.
Setelah terjadinya kekerasan Rasial antara Mayoritas Melayu dan
Minoritas Cina pada tanggal 24 Maret 1946 di Bandar Sri Begawan, Pada
tanggal 12 April 1946, di rumah Awang Yusuf bin Awang Othman, berdirilah
gerakan Pemuda yang menentang Penjajahan Inggris, yang dinamai ‘Barisan
Pemuda’ (BARIP) yang didirikan oleh Pengiran Mohammad Yusuf yang baru
kembali dari Jepang setelah kuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan, Universitas
Hiroshima. Gerakan tersebut dibentuk atas dasar nasib rakyat Brunei yang
dikesampingkan dan bertujuan untuk menyatukan semangat pemuda guna
memperjuangkan hak bangsa Melayu Brunei di negerinya sendiri dan
menjadi barisan terdepan dalam menegakkan dan mempertahankan kekuasaan
Sultan serta rakyat Brunei. Gerakan itu dibentuk bersama para pemuda yang
berasal dari guru-guru lulusan Maktab Perguruan Sultan Idris (MPSI),
lulusan Persekutuan Guru-Guru Melayu Brunei (LLPGMB)5.
Maktab Perguruan Sultan Idris (MPSI) & Persekutuan Guru-Guru
Melayu Brunei (LLPGMB) memiliki peran yang sangat krusial dalam
berdirinya Barisan Pemuda (BARIP). Hal itu dikarenakan kedua lembaga
pendidikan tersebut membantu mengembangkan kesadaran politik, melatih
kepemimpinan serta menumbuhkan kesadaran untuk memperjuangkan
eksistensi khazanah sastra dan kebudayaan Melayu. Bisa disimpulkan bahwa
kedua lembaga itu adalah STOVIA nya Brunei, karena dari situlah
‘Kebangkitan Nasional’ mulai muncul di negeri itu6.
4 Fujiro Hara. ‘The North Kalimantan Communist Party & The People Republic of China’.
The Developing Economies. Vol.13 no.4 (December 2005),hlm.460 5 Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Brunei Darussalam : The Road to Independence.
(Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.15 6 William Roff. ‘The Origin of Malay Nationalism’. Journals of Politics. Vol.30 no.2 (May
1968),hlm.564-566
30
Walau Barisan Pemuda (BARIP) pada dasarnya bukanlah Organisasi
Politik semacam Indische Partij di Indonesia namun Sultan Ahmad
Tajaluddin sendiri mengakui bahwa Barisan Pemuda (BARIP) melakukan
Agitasi pada para pemuda agar diberikan jabatan sebagai Pegawai Negeri di
Pemerintahan. Barisan Pemuda (BARIP) menjadi forum bagi kaum
Nasionalis untuk menyuarakan ide seputar kemerdekaan. Dalam waktu
singkat Barisan Pemuda (BARIP) sudah memiliki cabang di Kinabalu,
Labuan, Papar, dll. Pada tahun 1947, Barisan Pemuda (BARIP) berhasil
menjaring sekitar 1047 anggota. Dewan pimpinan Barisan Pemuda (BARIP)
terdiri atas 36 orang, adapun para petingginya yang terkenal adalah Haji
Muhammad Saleh, Pengiran Yusuf, Awang Mohammad bin Awang Usman,
Awang Abdullah bin Awang Jafar,dan Jassin Affandi7.
Barisan Pemuda (BARIP) juga terpengaruh oleh Perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Salah satu bukti nyatanya adalah penggunaan Warna
Sang Saka Merah Putih sebagai warna Benderanya dan mengajak para
anggotanya untuk mencontoh semangat orang orang Indonesia dalam
memperjuangkan kemerdekaan. Pengaruh itu muncul karena masyarakat
sering mendengarkan siaran Radio Republik Indonesia (RRI) yang mulai
sejak Agustus 1945. Saat itu Brunei belum memiliki siaran Radio sendiri,
maka bukan hal yang aneh apabila rakyat Brunei dapat mendengarkan siaran
Radio dari Negara tetangga. Selain itu, majalah majalah dari Indonesia juga
turut mempengaruhi pikiran para pemuda Brunei untuk memperjuangkan
kemerdekaan8.
Para anggota Barisan Pemuda (BARIP) juga sudah mulai memikirkan
untuk menggunakan media tertulis sebagai sarana untuk mempropagandakan
ide-ide perjuangan. Pengiran Yusuf pernah menulis buah pemikirannya di
7Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Liku-Liku Perjuangan Pencapaian Kemerdekaan
Brunei Darussalam. (Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.6 8 Peter Poole. A Politic & Society in Southeast Asia. (Singapore : McFarland,2009),hlm.21
31
Koran Melayu Raya. Pengiran Yusuf juga pernah menulis sajak berjudul
Merdeka9.
Sayangnya mulai awal tahun 1950an, Barisan Pemuda (BARIP) mulai
melemah. Hal itu disebabkan karena semangat pergerakan rakyat mulai
menurun. Selain itu para tokoh Barisan Pemuda (BARIP) seperti Haji
Muhammad Saleh, Pengiran Yusuf, Awang Mohammad bin Awang Usman,
Awang Abdullah bin Awang Jafar,dan Jassin Affandi mulai menjauhi
kehidupan politik karena harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya. Boleh dikatakan, kaum intelektual ketika itu tak mampu
berjuang karena kemiskinan sehingga tiada lagi yang memberi semangat pada
rakyat untuk berjuang10
.
Setelah Barisan Pemuda (BARIP), tidak aktif lagi maka dibentuklah
Angkatan Pemuda Brunei (APB) yang dipimpin oleh Awang Abdul Hamid
bin Awang Othman dan Persatuan Murid Tua (Mutu) yang dipimpin oleh
Pengiran Anak Saifudin bin Pengiran Bendahara Anak Mohammad Yasin.
Tujuan organisasi ini sebenarnya mirip dengan Barisan Pemuda (BARIP),
hanya lebih berfokus pada sektor pendidikan; mirip seperti PNI Pendidikan
yang didirikan oleh Bung Hatta11
.
B. Organisasi Perfilman Brunei (BRUFIPCO)
Organisasi Pergerakan Pemuda di Brunei muncul kembali pada tahun
1952. AM Azahari, Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terinspirasi
oleh tokoh tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti DN Aidit, Njoto
dan Sudisman selama ia menetap di Indonesia, memiliki ide untuk membuat
organisasi pergerakan sendiri, yang disebut Organisasi Perfilman Brunei atau
yang lebih dikenal dengan nama Bahasa Inggrisnya Brunei Film Corporation,
disingkat BRUFIPCO. Organisasi ini berbeda dengan Barisan Pemuda
9 Muhammad Abdul Latif. Sejarah Kesusastraan Melayu. (Brunei : Dewan Pustaka&
Bahasa,1980),hlm.28 10
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. 8 Disember : Dalangnya Siapa ?. Bandar sri
Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998,hlm.34 11
Peter Poole. Politic & Society in South East Asia. (Singapore : McFarland,2009),hlm.115
32
(BARIP) yang lebih banyak bergerak di bidang Sosial-Budaya, BRUFIPCO
lebih menekankan bidang perfilman dalam perpolitikan Brunei dengan tujuan
utamanya adalah memprovokasi para pemuda agar mau melawan Pemerintah
Inggris12
.
Azari sendiri merupakan pemuda yang naisonalis akan Negara nya
tersebut yaitu Brunei yang di kirim ke Indonesia untuk menuntut ilmu di
Perguruan Tinggi bentukan Jepang pada tahun 1942. Semasa di Indonesia
Azhari turut ikut serta dalam Partai Pemuda Nasional Indonesia (PPNI) yang
aktif berjuang dalam pertahanan kemerdekaan Indinesia pada tahun 1945-
194613
.
Pada tahun 1951 Azhari pulang ke Brunei setelah mengetahui kondisi
Brunei yang mengalami masa-masa kemiskinan. Setelah sepulangnya dari
Indonesia Azhari mangadakan acara pertemuan dengan para tamu yang
datang ke rumah ayahnya di kampung halamannya yaitu di Padang14
. Dalam
pertemuan itu Azhari berpidato tentang keikut sertaannya dalam perjuangan
nya melawan Belanda di Indonesia. Dia banyak menggambarkan kegigihan
bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaannya dan
dia menginginkan hal itu terjadi juga di Brunei.Banyak dari masyarakat yang
datang dalam pertemuan tersebut merupakan tokoh-tokoh intelektual Brunei
yang mendirikan organisasi masa seperti BARIP, PGGMB, APB, MUTU.
Tujuan Azhari mengadakan pertemuan tersebut adalah tiada lain untuk
menyadarkan kepada masyarakat dan tokoh-tokoh intelektual tentang
keburukan dan kekejaman sistem pemerintahan penjajah. Azhari juga
mengecamkan kepada masyarakat Brunei bahwa masyarakat Brunei harus
memiliki rasa anti penjajah. Hal ini juga didasari terjadinya kesenjangan
ekonomi antara orang Melayu dengan yang bukan Melayu serta ketidakadilan
12
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Brunei Darussalam : The Road to Independence.
(Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.10 13
Haji Awang Mohd. Jamil Al Sufri. Brunei Darussalam : The Road To Independence.
Bandar Sri Begawan: Pusat Sejarah Brunei. 1998. hlm.19 14
Ibid.hlm.23
33
penjajah yang telah merampok kekayaan alam Brunei berupa minyak dan
rakyat tidak mendapatkan apa-apa.
Setelah berhsil mendapat dukungan dari masyarakat pada tanggal 28
Oktober 1952, Azhari mengadakan suatu pertemuan atau rapat di Sekolh
Chung Hwa di Bandar Brunei. Tujuan dari rapat itu adalah untuk
menumbuhkan sebuah lembaga bisnis perfilman, Azhari sendiri yang menjadi
penggagasnya. Setelah di sepakati oleh semua peserta rapat akhirnya di
putuskan untuk mendirikan Brunei Film Production Company atau di singkat
menjadi (BRUFIPCO). Hal ini di dasari dari sedang maraknya perfilman
Brunei dan masyarakat sangat membutuhkan itu yang sedang mengalami
kondisi yang memperihatinkan15
Ketika BRUFIPCO berdiri, tidak ada yang menyangka bahwa
organisasi tersebut memiliki tujuan lain selain berbisnis. Waktu itu bisnis
Film sedang marak di Brunei, karena rakyat membutuhkan hiburan untuk
mengalihkan pikiran dari kemiskinan yang melanda mereka.Namun Azahari
memanfaatkan organisasi ini untuk mempropagandakan isu-isu kemerdekaan.
Adapun film-film yang diputar mulai dari film Perjuangan kemerdekaan
Amerika besutan Hollywood sampai film-film documenter yang memancing
rakyat agar melawan penjajah16
.
Sayangnya, hal tersebut tercium oleh Pemerintah Inggris dan
Kesultanan Brunei. Sir Anthony Campbell selaku Komisaris Besar Inggris
mengatakan bahwa BRUFIPCO hanyalah kedok bagi kampanye politik
Azahari dan semua uang yang ia dapatkan dari organisasi tersebut digunakan
demi perjuangan politiknya. Berdasarkan hal tersebut lah, Pemerintah Inggris
mendesak para Bankir agar tidak memberikan kredit usaha tambahan bagi
BRUFIPCO. Namun Azahari masih terus berkeras melanjutkan
propagandanya hingga Izin Usaha BRUFIPCO dicabut dan ia bersama tokoh
tokoh BRUFIPCO seperti Haji Mohammad Manggol dan Jas Karim
15
Ibid.hlm.25 16
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. 8 Disember : Dalangnya Siapa ?. Bandar sri
Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998,hlm.6
34
ditangkap Polisi Inggris. Mereka dituduh telah merencanakan kudeta dan
divonis hukuman penjara selama 1 tahun17
.
C. Partai Rakyat Brunei (PRB)
Kegagalan BRUFIPCO, membuat Azahari yang baru keluar dari
Penjara, memikirkan ide untuk menciptakan Organisasi Pergerakan yang
baru. Pada tanggal 12 Agustus 1956, Azahari mendirikan Partai Politik yang
bernama Partai Rakyat Brunei (PRB). PRB adalah Partai Politik Pertama
dalam Sejarah Brunei. Landasan Ideologinya adalah Nasionalisme yang
dipengaruhi oleh Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Tujuan utama partai ini
adalah penghapusan segala bentuk penjajahan, Pemerataan kesejahteraan
dengan pengalokasian pendapatan Negara bersumber migas dan membentuk
sebuah Negara Federasi Brunei Raya yang juga mencakup wilayah Serawak
dan Sabah18
.
Pengaruh PRB dalam pergerakannya sangat tidak disukai oleh Sultan
karena PRB menginginkan bentuk Pemerintahan diubah dari Monarki
Absolut menjadi Monarki Konstitusional,selain itu PRB merupakan sebuah
organisasi yang kurang dalam pendanaan karena tidak mempunyai sumber
keuangan. Meski demikian, popularitas PRB dalam masyarakat sangat pesat
berkat propaganda yang intens, hanya dalam waktu 5 bulan PRB sudah
memiliki 12 cabang dan 47 ranting di Brunei Darussalam19
.
Selain itu dalam area politik luar negeri PRB mengadakan hubungan
kerjasama dengan partai-partai nasionalis di Singapura, Malaysia, dan
Indonesia. Di Singapura PRB mengadakan kerjasama dengan Partai Rakyat
Singapura (PRS) yang merupakan partai yang menginginkan Singapura untuk
17
Haji Zaini bin Haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme di Brunei (1939-1962). (Brunei :
Asia Printer,2004),hlm.44-45 18
Ooi Keat Gin. Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East
Timor. (California : ABC Clio, 2014). hlm.1027-1028 19
Haji Awang Mohd. Jamil Al Sufri. 8 Disember: Dalangnya Siapa?. (Bandar Sri
Begawan: Pusat Sejarah Brunei, 2003). hlm. 12
35
menjadi Negara Kesatuan dan di Malaysia PRB mengadakan kerjasama
dengan Partai Islam Setanah Melayu (PAS) dan Partai Buruh20
Adapun para petinggi PRB, kebanyakan adalah eks-anggota Barisan
Pemuda (BARIP) antara lain AM Azahari yang menjabat sebagai Ketua
Umum sekaligus Ketua Bidang politik, HM Saleh sebagai Wakil ketua, Jassin
Affandi sebagai Setiausaha Agung (Sekretaris Utama), Awang Hapidz
Laksamana sebagai Bendahara, Awang Othman bin Awang Latif sebagai
Ketua Departemen Penerangan dan Awang Abdullah bin Awang Jafar
sebagai Ketua Departemen Sosial. Adapun Struktur organisasi PRB tersebut
mencontoh dari Partai Rakyat Malaya (PRM) yang berpusat di Malaysia.
Selain itu kekuasaan tertinggi ada pada Kongres Partai yang diadakan setahun
sekali21
.
Falsafah Egalitarianisme PRB membuat Partai ini sangat menyukai
paham Sosialisme, mirip seperti PRM yang dipimpin oleh Ahmad
Boestamam atau untuk contoh kontemporer. Meski pengaruh PRB sudah
meluas ke hampir seluruh wilayah Brunei, namun pendukung PRB adalah
mayoritas etnis Melayu. PRB kurang begitu disukai dikalangan etnis
minoritas Cina dan penduduk asli Brunei yang non-muslim (menganut
kepercayaan Tradisional). PRB memberikan ultimatum pada para pengusaha
Cina, yang telah mendapatkan priviliege selama masa pemerintahan Inggris
agar Monopoli dagang yang mereka lakukan segera dihentikan22
.
20
Haji Zaini bin Haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme di Brunei (1939-1962). (Brunei :
Asia Printer,2004),hlm.35 21
Haji Zaini bin Haji Ahmad. Partai Rakyat Brunei : Dokumen Terpilih. (Kuala Lumpur :
INSAN,1988),hlm.43 22
Ooi Keat Gin. Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East
Timor. (California : ABC Clio, 2014). hlm.1027-028
36
36
BAB IV
PERLAWANAN PARA PEMUDA DAN BERDIRINYA NEGARA BRUNEI
A. Perjuangan Melalui Meja Perundingan
Pada bulan Mei 1957, para petinggi Partai Rakyat Brunei pergi ke
Inggris untuk meminta nasihat mengenai system pemerintahan pada seorang
ahli hukum tata Negara bernama W.A.E Raeburn. Beliau memberikan nasihat
seputar bentuk parlemen,komposisi kabinet dan pemilihan umum. Setelah itu,
Partai Rakyat Brunei mengirimkan Memorandum kepada Pemerintah Inggris
yang isinya antara lain menghendaki system Residen diganti system
Kementrian yang dipimpin oleh seorang Menteri Besar dan posisi Raja
hanyalah sebagai Kepala Negara yang menerima nasihat dari Menteri Besar
selaku Kepala Pemerintahan. Dengan kata lain, PRB menghendaki Brunei
meniru Wesminster System ala Inggris1.
Para petinggi Partai Rakyat Brunei juga mengirimkan surat yang
berisikan beberapa tuntutan pada Sultan, seperti meniadakan Hak Sultan
untuk melantik dan memecat anggota Kabinet, mengadakan pemilihan umum
dan yang terpenting, Partai Rakyat Brunei menghendaki agar Sultan
memerdekakan Brunei menjadi Negara yang merdeka dan berdaulat
meskipun masih tetap menjalin aliansi dengan Inggris dengan menjadi
anggota British Commonwealth. Adapun mengenai wilayah, Partai Rakyat
Brunei menghendaki agar Sabah dan Serawak menjadi Negara bagian
Kesultanan Brunei yang berbentuk ‘Monarki Federal’2.
Misi Partai Rakyat Brunei itu diterima oleh Secretary of Colonial
Affairs, Alexander Lennox Boyd. Namun, beliau memberi nasihat kepada
Azahari dan rekan-rekannya agar mengikuti rencana politik dan postur
pemerintahan yang sesuai dengan kehendak Sultan, karena menurut beliau,
1 Haji Zaini bin Haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme di Brunei (1939-1962). (Brunei :
Asia Printer,2004),hlm.38 2 Naimah Talib. ‘A Resilient Monarchy : The Sultanate of Brunei & Regime Legitimacy in
Era Democratic Nation State’. New Zealand Journal of Asian Studies. Vol.4 no.2 (December
2002),hlm.139-140l
37
hal itu tersebut lebih tepat bagi kondisi Brunei saat ini. Adapun proposal yang
ditawarkan Azahari dan rekan-rekannya dapat diimplementasikan apabila
Brunei sudah memiliki pengalaman sekitar 10-15 tahun menjadi Negara
dibawah asuhan Inggris (terhitung sejak BMA mengembalikan mandat pada
Sultan di tahun 1948). Kegagalan misi PRB ini telah membuat transformasi
penting di tubuh PRB, Salleh bin Masri dan Awang Zaini bin Awang Ahmad
dari kubu Moderat mengundurkan diri. Dukungan masyarakat pun menurun.
Namun, rencana Inggris untuk membuat Federasi Malaysia di tahun 1961
merupakan isu bagi PRB untuk menjaring dukungan public.
Tapi keengganan dari pihak Inggris untuk berunding dengan PRB telah
memberi alasan bagi PRB untuk menempuh metode perjuangan yang lebih
radikal3.
B. Pembentukan Federasi Malaysia
Pasca Invasi Jepang ke Semenanjung Malaya dan pendudukan
beruntunnya selama Perang Dunia II, dukungan rakyat untuk kemerdekaan
tumbuh. Pasca perang, Inggris berencana ingin menyatukan pengelolaan
Malaya di bawah entitas tunggal yang disebut Uni Malaya didirikan dengan
penentangan yang hebat dari Suku Melayu, yang melawan upaya pelemahan
para Sultan Melayu dan mengizinkan kewarganegaraan ganda kepada etnis
Cina dan minoritas lainnya. Uni Malaya, didirikan pada 1946 dan terdiri atas
semua jajahan Inggris di Semenanjung Malaya, kecuali Singapura,
dibubarkan pada tahun 1948 dan diganti oleh Persekutuan Tanah Melayu,
yang memberikan otonomi para para Sultan-Sultan di Semenanjung Malaya
namun dibawah Protektorat Inggris4.
Selama masa itu, terjadi pemberontakan Partai Komunis Malaya di
bawah kepemimpinan Chin Peng yang melancarkan operasi gerilya guna
3 AJ Stockwell. ‘Britain & Brunei 1945-1963 : Imperial Retreat & Royal Ascendancy’.
Modern Asian Studies. Vol.38. no.4 (2004),hlm 789 4 Ken'ichi Goto. Tensions of Empire: Japan and Southeast Asia in the Colonial and
Postcolonial World (Athens: Ohio University Press, 2003), hlm. 222
38
mengusir Inggris dari Malaya5. Darurat Malaya, begitulah dikenalnya,
berlangsung sejak 1948 dan melibatkan sejumlah operasi Counter Insurgency
oleh Inggris di Semenanjung Malaya6. Meskipun pemberontakan dengan
cepat ditumpas namun tentara Inggris masih saja bercokol di Semenanjung
Malaya bersamaan dengan masuknya Era Perang Dingin. Akhirnya, Inggris
memberikan kemerdekaan pada Persekutuan Tanah Melayu pada 31 Agustus
1957 namun tetap terikat dalam British Commonwealth (Persemakmuran
Inggris)7.
Gagasan pembentukan federasi Malaysia pertama kali dilontarkan
Perdana menteri Malaysia, Tungku Abdul Rachman pada 27 Mei 1961 di
hadapan Foreign Correspondent Association di Singapura. Menurutnya,
federasi yang akan dibentuk terdiri atas Malaya, Singapura, Brunei, Serawak,
dan Sabah8.
Pada bulan Oktober 1961 diadakan perundingan antara Perdana Mentri
Malaysia, Tungku Abdul Rachman dan Perdana Mentri Inggris Sir Harold
McMillan di London, Inggris. Dari hasil pertemuan itu, Inggris
menyampaikan dukungannya terhadap cita-cita pembentukan Federasi
Malaysia. Hal ini disebabkan Malaya merupakan bekas wilayah jajahan
Inggris yang terikat dalam British Commonwealth (Persemakmuran Inggris).
Berdasarkan pertemuan pada tanggal 13 Oktober 1961 di London,
sebuah panitia penyelidikan Fact-Finding Comission yang diketuai Lord
Cobbald akan dibentuk untuk mengumpulkan jajak pendapat masyarakat
mengenai rencana pembentukan tersebut.9
Inggris sebagai negara besar yang memiliki negara persemakmuran-nya
di Asia Tenggara, berupaya memperkuat dirinya di kawasan Asia Tenggara,
5 C. C. Chin & Karl Hack. Dialogues with Chin Peng: New Light on the Malayan
Communist Party. (Singapore : NUS Press, 2004),hlm.295 6 Karl Hack. 'Iron Claws on Malaya : The Historiography of the Malayan Emergency'.
Journal of Southeast Asian Studies. Vol. 30, No. 1 (Mar., 1999), pp. 99-125 7 Clive J Christie. Southeast Asia in the Twentieth Century: A Reader. (London : I.B.Tauris,
1998),hlm.183 8 R. S. Milne. 'Malaysia: A New Federation in the Making'. Asian Survey, Vol. 3, No. 2,
(Feb., 1963), hlm. 76-82 9 Willard A. Hanna, The Formation of Malaysia: New Factor in World Politics. (New York
: American Universities Field Staff,1962). hlm. 16
39
dengan meragukan eksistensi Indonesia di bawah pemerintahan Soekarno
yang sudah mulai disusupi oleh kelompok elit Komunis. Di samping itu,
Indonesia juga memiliki hubungan baik dengan Uni Soviet sebagai negara
Komunis terbesar di dunia. Sejalan dengan keraguan tersebut, maka Inggris
mempengaruhi Malaya untuk membentuk negara federasi10
.
Soekarno menentang pembentukan negara federasi itu, dan
menganggapnya sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang
membahayakan revolusi Indonesia. Selain Indonesia, Filipina juga menentang
dan menolak pembentukan negara Federasi Malaysia itu, karena mereka
berpendapat bahwa daerah Sabah yang akan dimasukkan ke dalam Federasi
Malaysia secara historis dan yuridis adalah milik Sultan Sulu yang disewakan
kepada Inggris. Akibatnya, timbul sengketa antara Indonesia dan Filipina di
satu pihak dan Persekutuan Tanah Melayu di pihak lain. Akhirnya ketiga
negara sepakat meminta sekjen PBB, yaitu untuk menyelidiki keinginan
rakyat di daerah-daerah diatas, apakah mereka setuju dengan pembentukan
negara federasi atau tidak11
.
Sementara, di Brunei sendiri, Sultan Omar Ali Saifuddin III
mengimplementasikan konstitusi baru yang mulai diberlakukan pada tahun
1959 yang menjadi dasar pembentukan Dewan Legislatif yang anggotanya
sebagian dipilih berdasarkan pemilihan umum. Dalam pemilihan umum ini,
dukungan rakyat Brunei terhadap Partai Rakyat Brunei (PRB) sangat besar.
Pada pemilu Dewan Legislatif Brunei yang digelar pada Agustus 1962, PRB
menang besar: memenangkan 16 dari 33 kursi Dewan Legislatif, adapun
Azahari sebagai Ketua Partai Rakyat Brunei (PRB) dilantik menjadi Ketua
Parlemen 12
.
10
John Subritzky. Confronting Sukarno: British, American, Australian and New Zealand
Diplomacy in the Malaysian-Indonesian Confrontation 1961-5. (London : Palgrave
Macmillan,2000),hlm.67 11
Manai Sophiaan. Kehormatan bagi yang berhak: Bung Karno tidak terlibat G30S/PKI.
(Jakarta : VisiMedia, 2008),hlm.63 12
B A Hussainmiya, Sultan Omar Ali Saifuddin III and Britain: The Making of Brunei
Darussalam (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1995),hlm.125
40
Namun, terjadi pertikaian dalam sidang istimewa pertama, pertikaian
itu dipicu dua kepentingan yang berseberangan antara Eksekutif vs Legislatif.
Sultan ingin bergabung dengan koloni Inggris lain di Semenanjung Malaya
dan membentuk Federasi Malaysia. Sementara Partai Rakyat Brunei (PRB)
yang mendominasi Parlemen ingin bergabung dengan Serawak dan Sabah,
membentuk sebuah Negara Brunei Raya yang disebut ‘Federasi Kalimantan
Utara’. Sultan Omar Ali Saifuddin III tidak menyetujui keputusan parlemen
tersebut dan mengancam tidak akan membuka sidang parlemen berikutnya.
Langkah Sultan itu telah memaksa Azahari dan para Politikus Parlemen untuk
berjuang sendiri dengan cara sporadis untuk mewujudkan rencana mereka13
.
C. Revolusi Brunei Tahun 1962
Pada tanggal 8 Desember 1962, A.M. Azahari, pemimpin Partai Rakyat
Brunei, partai terbesar di Brunei, memproklamirkan berdirinya Negara
Nasional Kalimantan Utara (NNKU) dan membentuk Tentara Nasional
Kalimantan Utara (TNKU) yang berasal dari Sayap Militer Partai Rakyat
Brunei (PRB). Azahari mengklaim wilayah NNKU meliputi daerah Sarawak,
Brunei dan Sabah14
.
Untuk menyukseskan Revolusi ini, Azahari telah merekrut beberapa
sukarelawan yang telah dilatih dalam peperangan gerilya di Indonesia. total
anggora TNKU kira-kira berjumlah 4000 anggota, dilengkapi dengan
sejumlah senjata berat dan kira-kira 1000 pucuk senapan15
.
Para Prajurit TNKU dibawah pimpinan Jassin Affandi memulai
serangan terhadap kota minyak Seria, mengincar instalasi minyak milik
Dutch Royal Shell dan menyerang pos polisi dan fasilitas pemerintahan di
sekitar wilayah ini. Adapun alasan dipilihnya Kilang Minyak di Seria, adalah
karena lokasi itu merupakan symbol ‘Penjajah Asing’ dan titik vital yang
13
Hidayat Mukmin. TNI Dalam Politik Luar Negeri. (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,
1991),hlm.89 14
Soemadi. Peranan Kalimantan Barat Dalam Menghadapi Subversi Komunis Asia
Tenggara. (Pontianak : Yayasan Tanjungpura, 1974), hlm. 53. 15
Tom Pocock. Fighting General – The Public and Private Campaigns of General Sir
Walter Walker. (London: Collins,1973),hlm.129
41
diharapkan bisa memotong logistic bahan bakar untuk tentara Kesultanan
Brunei16
.
Dalam waktu singkat, Kilang Minyak di Seria dan seluruh kantor Polisi
di wilayah Brunei direbut oleh TNKU. Inggris tidak tinggal diam melihat
tindakan Azahari dan anak buahnya ini. Divisi Infanteri Inggris ke 99
diterbangkan dari Bandar Udara Changi, Singapura ke Pulau Labuan untuk
menghadapi TNKU. Pasukan Gurkha yang terkenal kuat juga didatangkan.
Pada pukul 10 Malam, Pasukan Gurkha yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal
Dighby Willoughby berhasil mengamankan Sultan Omar Ali Saifuddin III.
Pada tanggal 9 Desember, Kolonel John Fisher meminta bantuan suku dayak
dan Mayor Tom Harisson meminta bantuan suku Kelabit untuk melawan
TNKU. Sementara bantuan terus mengalir, Divisi Infanteri Inggris ke 99
dibawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Nigell Pott tiba dari Singapura17
.
Sementara di ibukota Bandar Sri Begawan, beberapa gedung
pemerintahan telah diduduki oleh TNKU dan para pejabatnya disandera,
termasuk para Menteri. Pada tanggal 8 Desember, tembakan bisa terdengar di
seluruh wilayah Brunei. Di kota Temburong, Pengiran Haji Besar dan
Pengiran Haji Kuala yang merupakan Pejabat Distrik Temburong, di eksekusi
oleh TNKU dengan cara ditembak mati di kepalanya karena menolak
mengakui eksistensi NNKU. Pada pukul 5 pagi, TNKU sudah menguasai
Ibukota. Sultan Omar Ali Saifuddin III, melalui stasiun radio militer Inggris,
membuat siaran pernyataan yang isinya menyatakan bahwa Negara dalam
keadaan darurat dan mengutuk tindakan TNKU yang merupakan Sayap
Militer dari Partai Rakyat Brunei (PRB) sebagai sebuah perbuatan makar18
.
Di wilayah Limbang, Pasukan TNKU membunuh lima orang polisi dan
menawan seorang pejabat Inggris bernama RH Morris bersama keluarganya.
Pasukan Marinir Inggris yang dipimpin oleh Kapten Jeremy Moore datang
16
Robert Jackson.The Malayan Emergency and Indonesian Confrontation: The
Commonwealth's Wars 1948–1966. (Barnsley: Pen & Sword Aviation,2008),hlm.297 17
Ranjit Singh. Brunei 1839-1983 : Problem of Political Survival. (Singapore : Oxford
University Press,1984),hlm.89 18
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. 8 Disember : Dalangnya Siapa ?. Bandar sri
Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998,hlm.75-78
42
menggunakan Kapal HMS Invicible. Namun kedatangan mereka telah
diantisipasi pasukan TNKU yang melancarkan serangan kejutan. Dampak
dari bakutembak itu sekitar lima tentara marinir tewas dan delapan terluka
dalam serangan itu. Dalam sumber Inggris memperkirakan kerugian dari
pihak TNKU yakni 40 prajurit tewas dan hanya enam marinir yang tewas
dalam peristiwa itu. Ada penghormatan khusus terhadap korban yang gugur di
Limbang. Komandan Lapangan TNKU di Limbang tertangkap dan dia lalu
menerima hukuman sebelas tahun kurungan penjara19
Pada 17 Desember 1962, pasukan Gurkha telah menguasai seluruh
wilayah Brunei, apalagi setelah pasukan tambahan didatangkan melalui kapal
HMS Tiger dan HMS Albion. Pasukan TNKU pun banyak yang mundur
karena saat itu Brunei diguyur hujan lebat. Adapun para sandera telah
dibebaskan berkat kerjasama tentara Inggris dan polisi local. Pada tanggal
18 Desember 1962, Markas TNKU diserbu oleh pasukan Gurkha, sepuluh
prajurit TNKU tewas dan sisanya tertangkap. Sementara para pemimpin
NNKU melarikan diri, Jassin Affandi sebagai komandan lapangan melarikan
diri ke pesisir Serawak namun tertembak di pinggul. Sedangkan AM Azahari
melarikan diri ke Filipina untuk mencari suaka20
. Sebelum ke Filipina,
Azahari sempat menghubungi Menlu Subandrio dan Partai Komunis
Kalimantan Utara. Kegagalan Revolusi Brunei, memicu Partai Komunis
Kalimantan Utara dan sayap militernya, Pasukan Rakyat Kalimantan Utara
(PARAKU) untuk memulai pemberontakan menentang berdirinya Federasi
Malaysia21
.
Azahari yang melarikan diri ke Filipina, ternyata mendapat penolakan
akibat permintaan Sultan Omar Ali Saifuddin III kepada Presiden Filipina,
Diosdado Macapagal untuk tidak membantu Azahari. Ia pun melarikan diri ke
Indonesia dimana ia menerima suaka dari Presiden Soekarno, sehingga ia bisa
19
Harun Abdul Madjid. Rebellion in Brunei : 1962 Revolt, Imperialism, Confrontation &
Oil. (Brunei : IB Tauris,2007),hlm.83 20
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Liku-Liku Perjuangan Pencapaian Kemerdekaan
Brunei Darussalam. (Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998),hlm.86 21
Fujiro Hara. ‘The North Kalimantan Communist Party & The People Republic of China’.
The Developing Economies. Vol.13 no.4 (December 2005),pp.600
43
menetap di Indonesia hingga ia wafat di negeri tempat ia pernah menimba
ilmu ini membawa mimpi-mimpinya tentang sebuah Negara Brunei Raya
yang kuat dan bersatu22
.
.
D. Perpisahan Brunei dengan Malaysia
Pada tahun 1959, Brunei Mengeluarkan sebuah konstitusi baru yang
menyatakan peembentukan pemerintah sendiri dan enggan ingin menjadi dari
bagian federasi Malaysia, sedangkan urusan luar negeri, pertahanan dan
keamanan tetap menjadi milik Britana Raya yang di wakili oleh komisaris
tinggi. Sebenernya Brunei sudah berusaha untuk menggunankan sistem badan
legislatif terpilih yang di wakili oleh partai politik, namun usaha tersebut
gagal akibat pemberontakan yang di lakukan partai oposisi, Partai Rakyat
Brunei (PRB) pada tahun 1962. Pemberontakan bersenjata tersebut berhasil
digagalkan oleh pasukan bersenjata Inggris.
Pada awal tahun 1960-an, Brunei mendapat tawaran untuk bergabung
dengan Malaysia, negara tetangga yang baru saja Merdeka. Namun tawaran
tersebut di tolak, Sultan tetap memutuskan untuk membentuk Brunei sebagai
negara yang terpisah dari Malaysia. Pada tahun 1967, Sultan Omar Ali
Saifuddin turut takhta dan di gantikan anak sulungnya, yaitu Sultan Hassanal
Bolkiah.23
Berakhirnya Revolusi Brunei 1962 membuat Sultan Omar Ali
Saifuddin III membuat sejumlah kebijakan penting, antara lain membekukan
Partai Rakyat Brunei (PRB) karena telah melanggar konstitusi dengan
melakukan revolusi, lalu membentuk pemerintahan darurat untuk
memperbaiki situasi yang kacau. Sultan Omar Ali Saifuddin III pun juga
merenungkan kembali keputusannya untuk bergabung dengan federasi
Malaysia, menimbang bahwa tindakan reaktif dari PRB itu juga pasti
merupakan aspirasi dari konstituen mereka sebagai Partai terbesar yang
22
Harun Abdul Madjid. Rebellion in Brunei : 1962 Revolt, Imperialism, Confrontation &
Oil. (Brunei : IB Tauris,2007),hlm.87 23
Hussainmiya, B.A. (1995) Sultan Omar Ali saifuddin III and Britan: The making of
Brunei Darussalam. Kuala Oxford University Press
44
menguasai Parlemen, maka Sultan Omar Ali Saifuddin III membatalkan
keputusannya untuk bergabung dengan Federasi Malaysia, sejak saat itu
Brunei berdiri menjadi Negara yang berdaulat di Kalimantan Utara24
.
Meski demikian, Brunei ini bukanlah Brunei seperti di masa lalu yang
mencakup Serawak dan Sabah. Inggris menjadikan Sarawak sebagai negara
bagian berstatus otonom di bawah federasi Malaysia pada tanggal 16
September 196325
. Meskipun demikian, pemberontakan Komunis Partai
Komunis Kalimantan Utara dan sayap militernya, Pasukan Rakyat
Kalimantan Utara (PARAKU) dibawah kepemimpinan Bong Kee Chok dan
Yang Chu Chung terus berlangsung di Sarawak hingga tahun 1990 dan
menjadi ujian besar bagi Pemerintah Malaysia26
. Sedangkan Sabah juga
digabungkan dengan Malaysia pada tanggal yang sama dengan Sarawak,
namun Filipina masih tetap menganggap wilayah tersebut sebagai bagian
integralnya, dan konflik sengketa perbatasan Malaysia-Filipina seringkali
terjadi di masa mendatang27
.
Seandainya Brunei bergabung kedalam Federasi Malaysia, maka yang
akan terjadi adalah Brunei bukan saja akan di kenakan Pajak hasil minyak
bumi, malah 95% hasil minyak akan dihisap oleh Kuala Lumpur dan Brunei
hanya akan mendapat 5% sisanya. Implikasinya, Rakyat Brunei akan
membeli minyak dengan harga yang lebih mahal yaitu 1.90 Ringgit Malaysia
per liter dibandingkan dengan harga Brunei saat ini yaitu 0.90 Ringgit
Malaysia per liter. Pendapatan perkapita rakyat juga Brunei mungkin akan
sama dengan Sarawak yaitu 30,000 Ringgit Malaysia dibandingkan dengan
pendapatan perkapita rakyat Brunei saat ini yaitu sekitar 62,000 Ringgit
Malaysia (20,000 US Dolar). Rakyat Brunei yang hendak melanjutkan
24
Alun Chafont. By Gods Will, a Portrait of the Sultan of Brunei. (London : Weidenfield &
Nicholson,1989),hlm.67-70 25
Frans Welman. Borneo Trilogy Sarawak: Volume 2. (Bangkok :
Booksmango,2011),hlm.134. 26
Cheah Boon Kheng . 'The Communist Insurgency in Malaysia, 1948–90: Contesting the
Nation-State and Social Change'. New Zealand Journal of Asian Studies. vol.11 no.1, hlm .132–
152 27
James Gould. The United States and Malaysia. (Massachusets : Harvard University
Press,1969) hlm. 106.
45
pendidikan ke perguruan tinggi akan terpaksa meminjam dari Bank dan
dikenakan bunga yang tinggi. Orang orang Asing akan banyak yang menjadi
Pemimpin BUMN di sektor migas dengan gaji mahal tanpa adanya larangan
dari para politikus, sedangkan rakyat Brunei hanya akan di beri jabatan
rendah dengan gaji yang rendah juga. Harga mobil import akan mahal dan
rakyat Brunei akan banyak yang terpaksa membeli mobil Proton yang
sebenarnya design awalnya meniru dari mobil Mitsubishi. Jalan antara kota di
Brunei akan menjadi jalan yang rusak dan berlubang, seperti halnya
kebanyakan jalan yang di tambal sulam setiap akhir tahun layaknya di banyak
tempat di Sarawak.
46
46
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Di akhir skripsi ini, berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian,
dan sejumlah uraian yang telah dijelaskan dalam skripsi ini, penulis
mengambil kesimpulan bahwa penyebab kenapa Brunei Darussalam bisa
menjadi Negara merdeka dan berdaulat, tidak bergabung dengan Federasi
Malaysia adalah karena adanya penentangan yang dilakukan oleh para
pemuda yang bergerak melalui organisasi perjuangan, dari mulai BARIP,
BRUFIPCO hingga yang paling menentukan adalah Partai Rakyat Brunei
(PRB). Revolusi yang dilakukan oleh PRB sebagai Partai terbesar di Brunei
membuat Sultan Omar Ali Saifuddin III membatalkan niatnya untuk
bergabung dengan Federasi Malaysia.
Sebelum kedatangan Inggris, Brunei adalah sebuah Kesultanan besar
yang membentang dari Serawak hingga Sabah. Serta memiliki Negara
bawahan di kepulauan Filipina. Namun, sejak kedatangan Inggris, mereka
merampas Sabah dan Sarawak sehingga wilayah Brunei menciut dan akhirnya
turun derajat menjadi negara Proktektorat Inggris.
Karena situasi yang demikian itulah maka pasca berakhirnya Perang
Dunia II, tepatnya mulai 1946, para pemuda membentuk sejumlah organisasi
pergerakan. Adapun organisasi itu antara lain Barisan Pemuda (BARIP)
sebagai organisasi pelopor perjuangan yang berfungsi sebagai forum aspirasi
kemerdekaan dan senantiasa menanamkan berjuang nilai nilai Kebangsaan
pada rakyat Brunei, Organisasi Perfilman Brunei (BRUFIPCO) yang
didirikan oleh Azahari yang modus operandinya memanfaatkan Bisnis Film
sebagai alat Propaganda Perjuangan Kemerdekaan dan Partai Rakyat Brunei
(PRB) yang juga didirikan oleh Azahari dan sukses menjadi Partai Penguasa
Parlemen yang walaupun akhirnya dibubarkan karena melakukan Revolusi
melawan Kesultanan tetapi dampak dari perjuangannya itu adalah membuat
Brunei tak jadi bergabung dengan Federasi Malaysia. Adapun ideology
47
Nasionalisme Brunei secara keseluruhan dilandasi oleh nilai nilai Islam dan
Solidaritas Etnis Melayu namun ideologi dari ketiga organisasi perjuangan
pemuda tersebut banyak dilandasi oleh Pemikiran Sosialisme.
Alasan kemunculan gerakan perlawanan dari para pemuda dapat dibagi
menjadi motivasi internal dan motivasi eksternal. Secara internal, untuk
membebaskan Brunei dari penjajahan Inggris dan menjadikan Brunei sebagai
Negara yang besar dan makmur. Adapun motivasi eksternal, karena para
pemuda terpengaruh oleh keberhasilan perjuangan kemerdekaan yang
dilakukan oleh para pemuda dan rakyat Indonesia.
Adapun bentuk pergerakan para pemuda dapat dibagi menjadi beberapa
metode berdasarkan organisasinya. Barisan Pemuda (BARIP) mengambil
bentuk perjuangan non-kooperatif dan strategi perjuangannya adalah agitasi-
propaganda melalui media cetak seperti Koran serta pertemuan-pertemuan
umum, BRUFIPCO juga menerapkan bentuk perjuangan yang sama dengan
Barisan Pemuda (BARIP) hanya modusnya berkedok bisnis dan cara
propaganda yang menggunakan media film dianggap lebih provokatif oleh
Penjajah Inggris, sedangkan Partai Rakyat Brunei (PRB) walaupun secara
ideologis sama dengan kedua kelompok pendahulunya namun diawal
pergerakannya menggunakan jalur politik praktis untuk mewujudkan
aspirasinya via Parlemen dan Pemerintahan namun karena mendapatkan
penolakan akhirnya PRB bertransformasi membentuk institusi Negara yang
disebut Negara Nasional Kalimantan Utara (NNKU) serta memiliki tentara
sendiri bernama Tentara Nasional Kalimantan Utara (TKNU). Perjuangan
PRB akhirnya gagal mewujudkan sebagian cita-citanya mendirikan negara
Brunei Raya karena ditindas oleh tentara Inggris namun berhasil membuat
Sultan Omar Ali Saifuddin III tidak jadi menggabungkan Brunei ke dalam
Federasi Malaysia. Walaupun harus dibayar mahal dengan pengasingan
Azahari ke Indonesia.
48
B. Saran
1. Diharapkan kepada para pembaca kiranya dapat mengambil suri tauladan
atau pelajaran dari para pejuang pergerakan organisasi di Brunei yang
mana negara kecil pun berhak merdeka dengan sendiri nya atas
perjuangan yang di lakukan organisasi-organisasi pemuda yang berada di
Brunei.
2. Kajian ini di tunjukan kepada para organisasi-organisasi kepemudaan
yang ada untuk selalu berjuang dengan keadlian yang menjadi hak dan
kewajiban yg kita dapatkan di dalam sebuah kepemerintahan ataupun
Negara.
3. Penelitian ini hanya sebuah karya sederhana dan jauh dari kesempurnaan,
bagi peneliti yang ingin menuruskan penelitian ini di sarankan melakukan
wawancara dengan pihak yang masih hidup.
49
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Primer
Buku :
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. Brunei Darussalam : The Road to
Independence. Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri.Tarsilah Brunei : Sejarah Awal
Perkembangan Islam. Bandar sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998
Haji Awang Mohammad Jamil al-Sufri. 8 Disember : Dalangnya Siapa ?. Bandar
sri Begawan : Pusat Sejarah Brunei,1998
Haji Zaini bin Haji Ahmad. Brunei kearah Kemerdekaan. Brunei : Asia
Printer,2004
Haji Zaini bin Haji Ahmad. Pertumbuhan Nasionalisme di Brunei (1939-1962).
Brunei : Asia Printer,2004
Jacob, Gertrude Le Grand. The Raja of Saráwak: An Account of Sir James Brooks.
London: MacMillan, 1876
Madjid, Harun Abdul. Rebellion in Brunei : 1962 Revolt, Imperialism,
Confrontation & Oil. Brunei : IB Tauris,2007
Sumber Sekunder :
Buku :
Abdul Latif, Muhammad. Sejarah Kesusastraan Melayu. (Brunei : Dewan
Pustaka& Bahasa,1980)
Al Habib Ali bin Thahir al Hadad. Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh.
(Jakarta : Penerbit Lentera,2001)
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII & XVIII (Jakarta: Prenada Media, 2005)
Chafont, Alun. By Gods Will, a Portrait of the Sultan of Brunei. London :
Weidenfield & Nicholson,1989
Crofton Horton, Dick. Ring of fire: Australian guerrilla operations against the
Japanese in World War II (Secker & Warburg,1983),hlm.70
50
Danny Tze-Ken Wong. Historical Sabah: The Chinese. (History Publications
,2004)
Elisseeff, Vadime. The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce.
(Berghahn Books,2000)
Hall, Maxwell J. Kinabalu Guerrillas: An Account of the Double Tenth 1943
(Borneo Literature Bureau,1965)
Hashim, Muhammad Yusoff. Sejarah Malaysia (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa
Dan Pustaka,1990)
Hussainmiya, B.A. Brunei: Revival of 1906: A Popular History. Bandar Seri
Begawan: Brunei Press,2006
Hussainmiya, B.A. Brunei Constitution of 1958 : an Inside History. Bandar Seri
Begawan: Brunei Press,2006
Hussainmiya, B.A. Sultan Omar Ali Saifuddin II and Britain: The Making of
Brunei Darussalam. Kuala Lumpur: Oxford University Press,1995
Ibrahim, Ahmad. Islam di Asia Tenggara : Perkembangan Kontemporer. (Jakarta
: LP3ES,1990)
Jackson, Robert. The Malayan Emergency and Indonesian Confrontation: The
Commonwealth's Wars 1948–1966. (Barnsley: Pen & Sword Aviation,2008)
Jessy, Joginder Singh. History of South East Asia (1824-1965). Kedah :
Penerbitan Darulaman,1965
Jones, Matthew. Conflict & Confrontation in South East Asia(1961-
1965).Singapore : Cambridge University Press,2002
Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992)
Keat Gin, Ooi. Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to
East Timor. (California : ABC Clio, 2014)
Kratoska, Paul. South East Asia, Colonial History: Imperialism before 1800.
London : Taylor & Francis, 2001
Melton, Gordon. Faiths Across Time: 5,000 Years of Religious History.
(California : ABC Clio, 2014).
Payne, Robert. The White Rajahs of Sarawak. London : Weidenfield &
Nicholson,1960
51
Poole, Peter. Politic & Society in South East Asia. Singapore : McFarland,2009
Singh, Ranjit. Brunei 1839-1983 : Problem of Political Survival. Singapore :
Oxford University Press,1984
Soemadi. Peranan Kalimantan Barat Dalam Menghadapi Subversi Komunis Asia
Tenggara. (Pontianak : Yayasan Tanjungpura, 1974)
Sophiaan, Manai. Kehormatan bagi yang berhak: Bung Karno tidak terlibat
G30S/PKI. (Jakarta : VisiMedia, 2008)
Subritzky, John. Confronting Sukarno: British, American, Australian and New
Zealand Diplomacy in the Malaysian-Indonesian Confrontation 1961-5.
(London : Palgrave Macmillan,2000)
C.Mary Thurnbull, A History Of Malaysia,Singapore,and Brunei. Sydney: Allen
and Unwin 1989.
Artikel :
Hara, Fujiro. ‘The North Kalimantan Communist Party & People Republic of
China’. The Developing Economic. Vol.15 no.4 (Desember 2005),pp.489-
513
Horton, AVM. ‘British Administration in Brunei 1906-1959’. Modern Asian
Studies. Vol.20 no.2 (1986),pp.353-374
Hugh, Hallet. Scetch of Historical Brunei. JMBRAS. Vol.18 no.2 (juli
1996),hlm.10-25
Moris, HS. North Borneo, Brunei, Serawak (British Borneo). Man, vol.58 (juli
1958),hlm.99
Tarling, Nicholas. ‘Britain,Brooks & Brunei’. Passific Affairs. Vol.45 no.3
(Autumn 1962),hlm.460
Pocock, Tom. Fighting General – The Public and Private Campaigns of General
Sir Walter Walker. (London: Collins,1973)
Roff, William. ‘The Origin of Malay Nationalism’. Journals of Politics. Vol.30
no.2 (May 1968),hlm.564-566
Singh, Ranjit. British Proposal for a Dominion of the South Eas Asia 1943-1957.
JMBRAS. vol,71 no,273
Soenarno, Radin. ‘Malay Nationalism : 1896-1941’. Journal of Southeast Asian
History. Vol. No.1 (Maret 1960),hlm.1-28
52
Talib, Naimah. ‘A Resilient Monarchy : The Sultanate of Brunei & Regime
Legitimacy in Era Democratic Nation State’. New Zealand Journal of Asian
Studies. Vol.4 no.2 (December 2002),hlm.139-140l
Lampiran :
Bendera Negara Nasional Kalimantan Utara (NNKU)1.
Kartu Anggota Tentara Nasional kalimantan Utara (TNKU)2.
1 https://en.wikipedia.org/wiki/North_Borneo_Federation
2 https://sejarahperang.wordpress.com/2011/10/23/benny-moerdani-nyaris-tewas/
AM Azahari, Pendiri Brufipco & Pemimpin Partai Rakyat Brunei di
Pengasingannya di Indonesia3.
3 http://tvsarawak.com/2015/09/page/3/?orderby=title&order=desc
Sultan Omar Ali Saifuddin III, Ayah Sultan Hassanal Bolkiah4.
4 http://dastarofbrunei.blogspot.com/2008/
Penggerogotan wilayah Brunei 5.
Tentara Inggris di Brunei untuk memadamkan Revolusi Brunei 19626.
5 https://armandecastro.com/page/28/?app-download=android
6 https://www.bbc.com/news/magazine-33860778
Albert Kwok7.
Tunku Abdul Razak mencoba menyuap Azahari agar menghentikan
perjuangannya sehingga Brunei bisa bergabung dalam Federasi Malaysia8.
7 http://www.mysabah.com/wordpress/petagas-war-memorial-garden-bloodiest-history-of-
sabah-2/ 8 http://uvsb.blogspot.com/2014/02/am-azahari-ini-sudah-dirty-game-in.html
Pembagian Kalimantan, Kalimantan Utara termasuk Brunei jadi wilayah Jajahan
Inggris dan sisa wilayah Kalimantan, dikuasai Belanda.
Spanyol bersiap untuk berperang melawan Penguasa Brunei, Sultan Saipul Rijal.9
Para Guru dari Maktab Perguruan Sultan Idris, bisa disebut sebagai ‘STOVIA nya
Brunei’ yang juga Cikal Bakal Barisan Pemuda10
.
9 https://alfasyadayusuf.blogspot.com/2016/04/pengertianperbedaan-kolonialisme-dan.html
10http://9nss1.blogspot.com/2010/10/formation-of-association.html
Berita di Surat Kabar tentang Revolusi Brunei 1962
Penangkapan Laskar TNKU11
.
11
http://www.gurkhabde.com/borneo-the-brunei-revolt-and-confrontation-with-indonesia/
Pamflet Kesultanan Brunei agar anggota TNKU menyerah dan meletakkan
senjata12
12
https://www.psywar.org/product_BRUNEIAP029.php
Poster Buronan Yassin Affandi, Petinggi Partai Rakyat Brunei yang diedarkan
oleh Pemerintah Kesultanan Brunei.13
13
https://www.psywar.org/product_BRUNEIAP027.php
Ontoros Antanom, Pemberontak Dayak Murut yang menetang Penjajah Inggris14
.
Mat Salleh, Tokoh Pemberontak Suluk-Bajau melawan Penjajahan Inggris15
.
14
http://wira2sabah.blogspot.com/2014/09/tokoh-tokoh-pejuang-sabah.html 15
https://kisahkisahdidunia.blogspot.com/
Bendera Brunei dibawah Penjajahan Inggris16
Bendera Sabah dibawah Penjajahan Inggris17
.
16
http://fotw.fivestarflags.com/my-sa_nb.html 17
http://www.atelierworks.co.uk/blog/new-new-zealand.php
Bendera Serawak di bawah Penjajahan Inggris18
.
Bendera Labuan dibawah penjajahan Inggris19
.
18
http://www.hubert-herald.nl/MalaysiaStatesII.htm 19
https://www.alamy.com/stock-photo/old-malaysian-flag.html
(Kiri ) Surat dari dengan Sultan Abdul Momin pada 29 December 1877 yang
menyatakan pengangkatan Gustav von Overbeck sebagai Maharaja Sabah, Rajah
Gaya & Sandakan. (Kanan) Surat Sultan Jamaluzzamam dari Sulu pada 22 Januari
1878 yang menyatakan pengangkatan Gustav von Overbeck dari sebagai Dato
Bendahara Sabah.20
20
https://pekhabar.com/h-i-d-s-herr-von-overbeck-menjadi-maharaja-sabah-borneo-utara-gaya-
dan-sandakan/