peran meunasah sebagai tempat membangun …dosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/... ·...

6
1 PERAN MEUNASAH SEBAGAI TEMPAT MEMBANGUN KETERIKATAN MASYARAKAT ACEH DALAM SEBUAH GAMPOENG Saiful Anwar, Agus S. Ekomadyo Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB Kelompok Keahlian Perancangan Arsitektur, Jl. Ganesha No.10, Jawa Barat 40132, Bandung *Email: [email protected] ABSTRACT Every society within the archipelagos has particular name and identity in its smallest unit area. For Acehnese people, the smallest unit area is called Gampong in which its existence is marked by the building named Meunasah. The research was performed by using the guidance of empirical perspective proof conducted by the previous researcher Yi-Fu Tuan (1977).The article was written based on the facts found in three Gampong representatively; Gampong Pasai in mukim Paloh, Padang Tiji, Pidie district. In fact, the factors of how important meunasah for the people in those Gampong are: 1) for pray and Islamic teaching forum 2) for dwellers conference to plan activities or discuss things that are considered urgent to be solved in society 3) for festival a celebration of Islam 4) the place for children to play, 5) its ordinary in the area meunasah found support buildings such as the PKK buildings, the place for storing public tools belong to gampong. Thus, by these findings, meunasah is expected to be revitalised as the societal medium to connect Acehnese people culturally Keywords: Meunasah, Gampong, empirical perspective proof, revitalised as the societal medium ABSTRAK Setiap masyarakat adat nusantara selalu mempunyai sebutan dan identitas khusus dalam suatu unit permukiman terkecilnya, dalam masyarakat Aceh, desa disebut sebagai gampoeng yang keberadaannya ditandai oleh sebuah meunasah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan panduan persepktif pengalaman terhadap ruang dan tempat dari Yi-Fu Tuan (1977), artikel ini disusun berdasarkan riset pada gampoeng Pasai pada mukim Paloh di kecamatan Padang Tiji kabupaten Pidie. Maka dari penelitian yang dilakukan di temukan beberapa faktor bagaimana meunasah menjadi tempat pengikat bagi masyarakat aceh dalam sebuah gampoeng yaitu 1) sebagai peribadatan dan pengajian berkala 2) tempat musyawarah baik merencanakan kegiatan atau membahas hal hal yang dianggap urgent untuk diselesaikan dalam bermasyarakat 3)tempat perayaan hari besar islam 4) tempat edukasi bagi anak anak 5) biasa nya di areal meunasah ditemui bangunan pendukung seperti gedung PKK, gudang tempat menyimpan perkakas yang digunakan secara bersama-sama oleh masyarakat gampoeng dan bangunan pendukung lainnya. Temuan ini diharapkan agar meunasah dapat di reaktualisasikan keberadaannya sebagai pengikat lingkungan binaan berbasis budaya pada masyarakat Aceh. Kata Kunci: Meunasah, Gampoeng, Persepktif pengalaman, Reaktualisasikan lingkungan binaan PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat Aceh mempunyai banyak kekhasan dalam bidang sosial budaya. Aceh merupakan tempat perpaduan budaya yang berasal dari bangsa Arab, Cina, India dan Eropa. Setelah agama Islam masuk dan berkembang di Aceh, terutama setelah berdirinya kerajaan Islam Peureulak dan Samudra Pasai, maka corak kehidupan Islamlah yang mewarnai kebudayaan suku Aceh untuk selanjutnya. Kebudayaan Islam yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Aceh dapat kita lihat dari perjalanan hidup masyarakat Aceh dalam kehidupan sehari-hari., yaitu sejak masa kelahiran, masa proses pertumbuhan, dan bahkan meninggal dunia. (Hasjmy. 1984). Kekhasan ini tercermin dalam berbagai kehidupan budaya masyarakat Aceh. Salah satu identitas yang masih terpelihara dalam masyarakat Aceh adalah keberadaan gampoeng sebagai unit permukiman terkecil dalam masyarakat Aceh. Gampoeng dalam bahasa indonesia adalah kata untuk sebutan

Upload: others

Post on 08-Nov-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN MEUNASAH SEBAGAI TEMPAT MEMBANGUN …dosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/... · persepktif pengalaman terhadap ruang dan tempat dari Yi-Fu Tuan (1977), Berdasarakan

1

PERAN MEUNASAH SEBAGAI TEMPAT MEMBANGUN KETERIKATAN MASYARAKAT ACEH DALAM SEBUAH

GAMPOENG

Saiful Anwar, Agus S. Ekomadyo Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB

Kelompok Keahlian Perancangan Arsitektur, Jl. Ganesha No.10, Jawa Barat 40132, Bandung *Email: [email protected]

ABSTRACT

Every society within the archipelagos has particular name and identity in its smallest unit area. For Acehnese people, the smallest unit area is called Gampong in which its existence is marked by the building named Meunasah. The research was performed by using the guidance of empirical perspective proof conducted by the previous researcher Yi-Fu Tuan (1977).The article was written based on the facts found in three Gampong representatively; Gampong Pasai in mukim Paloh, Padang Tiji, Pidie district. In fact, the factors of how important meunasah for the people in those Gampong are: 1) for pray and Islamic teaching forum 2) for dwellers conference to plan activities or discuss things that are considered urgent to be solved in society 3) for festival a celebration of Islam 4) the place for children to play, 5) its ordinary in the area meunasah found support buildings such as the PKK buildings, the place for storing public tools belong to gampong. Thus, by these findings, meunasah is expected to be revitalised as the societal medium to connect Acehnese people culturally

Keywords: Meunasah, Gampong, empirical perspective proof, revitalised as the societal medium

ABSTRAK

Setiap masyarakat adat nusantara selalu mempunyai sebutan dan identitas khusus dalam suatu unit permukiman terkecilnya, dalam masyarakat Aceh, desa disebut sebagai gampoeng yang keberadaannya ditandai oleh sebuah meunasah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan panduan persepktif pengalaman terhadap ruang dan tempat dari Yi-Fu Tuan (1977), artikel ini disusun berdasarkan riset pada gampoeng Pasai pada mukim Paloh di kecamatan Padang Tiji kabupaten Pidie. Maka dari penelitian yang dilakukan di temukan beberapa faktor bagaimana meunasah menjadi tempat pengikat bagi masyarakat aceh dalam sebuah gampoeng yaitu 1) sebagai peribadatan dan pengajian berkala 2) tempat musyawarah baik merencanakan kegiatan atau membahas hal hal yang dianggap urgent untuk diselesaikan dalam bermasyarakat 3)tempat perayaan hari besar islam 4) tempat edukasi bagi anak anak 5) biasa nya di areal meunasah ditemui bangunan pendukung seperti gedung PKK, gudang tempat menyimpan perkakas yang digunakan secara bersama-sama oleh masyarakat gampoeng dan bangunan pendukung lainnya. Temuan ini diharapkan agar meunasah dapat di reaktualisasikan keberadaannya sebagai pengikat lingkungan binaan berbasis budaya pada masyarakat Aceh.

Kata Kunci: Meunasah, Gampoeng, Persepktif pengalaman, Reaktualisasikan lingkungan binaan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat Aceh mempunyai banyak kekhasan dalam bidang sosial budaya. Aceh merupakan tempat perpaduan budaya yang berasal dari bangsa Arab, Cina, India dan Eropa. Setelah agama Islam masuk dan berkembang di Aceh, terutama setelah berdirinya kerajaan Islam Peureulak dan Samudra Pasai, maka corak kehidupan Islamlah yang mewarnai kebudayaan suku Aceh untuk selanjutnya. Kebudayaan Islam

yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Aceh dapat kita lihat dari perjalanan hidup masyarakat Aceh dalam kehidupan sehari-hari., yaitu sejak masa kelahiran, masa proses pertumbuhan, dan bahkan meninggal dunia. (Hasjmy. 1984).

Kekhasan ini tercermin dalam berbagai kehidupan budaya masyarakat Aceh. Salah satu identitas yang masih terpelihara dalam masyarakat Aceh adalah keberadaan gampoeng sebagai unit permukiman terkecil dalam masyarakat Aceh. Gampoeng dalam bahasa indonesia adalah kata untuk sebutan

Page 2: PERAN MEUNASAH SEBAGAI TEMPAT MEMBANGUN …dosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/... · persepktif pengalaman terhadap ruang dan tempat dari Yi-Fu Tuan (1977), Berdasarakan

2

bagi Desa. Keberadaan sebuah gampoeng ditandai dengan keberadaan Meunasah. Meunasah menjadi pengikat bagi warga gampoeng sebagai tempat peribadatan, berkumpul, bermusyawarah dan pengikat bagi seluruh warga dalam gampoeng yang ada di Aceh.

Maksud dari tulisan ini adalah melihat kesadaran ruang terhadap meunasah dalam sebuah gampoeng dalam masyarakat Aceh. Kesadaran ruang adalah istilah yang digunakan untuk pengalaman ruang dan tempat. Dimana sensasi, persepsi, dan konseptualitas dari semua indra menjadi bagian dalam dari pengalaman seseorang terhadap ruang (Tuan, 1977 hal.8) Dalam kaitan konsep pengalaman yang dipaparkan ini diturunkan Hingga ide dan tanggapan emosi dari masyarakatnya di coba tangkap untuk melihat pengalaman ruang terhadap Meunasah.

Metode pengumpulan data Penelitian dilakukan dengan menggunakan panduan persepktif pengalaman terhadap ruang dan tempat dari Yi-Fu Tuan (1977),

Berdasarakan hasil wawancara dengan tiga narasumber dan pengalaman pribadi penulis pada riset di gampoeng Pasai, pada mukim Paloh di kecamatan Padang Tiji kabupaten Pidie.

Kesadaran Ruang dalam Perspektif Pengalaman

Kesadaran ruang pada manusia dapat dipahami sebagai pengalaman manusia terhadap ruang ketika terjadi interaksi melalui pancaindera. Tulisan ini merujuk pada perspektif pengalaman terhadap kesadaran ruang yang diungkapkan oleh Yi fu-tuan yaitu pengalaman seseorang terhadap ruang ataupun tempat dia pernah berada, yang dirasakan melalui panca indra itu membuat manusia memiliki rasa yang kuat terhadap ruang dan kualitas spasial, indera bisa merupakan kinetik, penghilatan, sentuhan, dasar untuk kesadaran ruang. Ruang yang dirasakan dari menggeser dalam satu tempat ke tempat lain, dari maju, mundur, kesamping kanan ataupun kiri. Maka akan merasakan pengalaman yang berbeda.

Sehingga juga memberi pengertian informasi dari bau dan sentuhan dari mentality Dalam penulisannya Yi Fu Tuan memaparkan tiga hal yang mempengaruhi kesadaran ruang ruang. Tiga aspek tersebut yaitu aspek sensasi, persepsi, dan konseptualitas. Sensasi adalah pengalaman seseorang terhadap tempat tersebut apa yang dirasakan, suasana ketika seseorang berada diruang tersebut, baik lembab, kesan ruang yang ditimbulkan. Persepsi manusia terhadap ruang dapat dialami dari visual, material terhadap tempat tersebut dan rasa yang dialami dari keberadaan pada saat menempati ruang, Konseptualitas adalah ruang seperti apa yang diinginkan oleh si pengamat terhadap apa yang selama ini di rasakan, sehingga menimbulkan bentukan lain terhadap ruang tersebut di dasarkan dari pengalaman nya terhadap tempat tersebut. (Tuan,1977. Hal 12) Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa kesadaran ruang terbentuk dari sensasi, persepsi, dan konseptualitas manusia yang terbentuk dari pengalaman manusia itu sendiri dengan melibatkan emosi dan panca inderanya.

Peran Meunasah dalam Sebuah Gampong

Keberadaan Meunasah dalam sebuah gampoeng bagi masyarakat Aceh sangat berpengaruh. Artikel ini disusun berdasarkan riset pada gampoeng Pasai pada mukim Paloh di kecamatan Padang Tiji kabupaten Pidie.

Maka dari penelitian awal yang dilakukan di gampoeng Pasai maka di temukan beberapa faktor bagaimana meunasah menjadi tempat pengikat bagi masyarakat aceh dalam sebuah gampoeng yaitu 1) tempat musyawarah baik merencanakan kegiatan atau membahas hal-hal yang dianggap urgent untuk diselesaikan dalam bermasyarakat 2)tempat perayaan hari besar islam 3) sebagai peribadatan dan pengajian berkala 4) tempat edukasi bagi anak anak 5) biasa nya di areal meunasah ditemui bangunan pendukung seperti gedung PKK, gudang tempat menyimpan perkakas yang digunakan secara bersama-sama oleh

Page 3: PERAN MEUNASAH SEBAGAI TEMPAT MEMBANGUN …dosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/... · persepktif pengalaman terhadap ruang dan tempat dari Yi-Fu Tuan (1977), Berdasarakan

3

masyarakat gampoeng dan bangunan pendukung lainnya.

1.Tempat Musyawarah.

Gambar. 1.1 suasana warga berkumpul Sumber . Dokumentasi pribadi Beragam masalah yang terjadi di masyarakat dipecahkan disini, baik terkait masalah tentang perayaan maulid, keunduri blang, dan kalau masalah walimah biasanya warga melakukannya di serah terimakan di meunasah kepada peutua meunasah,

Selain berkumpul masyarakatnya juga ada berkunjung ke tempat warga yang sakit, tertimpa musibah, peusijuek naik haji, nikahan, preh lintoe/acara antar mempelai Pria ketempat mempelai wanita, tueng dara baroe/acara antar mempelai wanita ketempat mempelai pria.

2. Tempat untuk Perayaan

Gambar. 1.2 suasana meunasah ketika maulid Sumber.http://gampongcotbaroh.desa.id/meunasah-pusat-peradaban-masyarakat-aceh-2/

Biasanya maulid dilakukan di meunasah, masyarakat membawa makanan untuk di makan bersama-sama dengan warga masyarakat dan warga meunasah yang di undang. Baik dalam satu kecamatan atau di luar kecamatan

Gambar. 1.3 suasana maulid Sumber . Dokumentasi pribadi

Gambar. 1.4 suasana maulid Sumber . Dokumentasi pribadi

Gambar. 1.5 suasana maulid Sumber . Dokumentasi pribadi

Page 4: PERAN MEUNASAH SEBAGAI TEMPAT MEMBANGUN …dosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/... · persepktif pengalaman terhadap ruang dan tempat dari Yi-Fu Tuan (1977), Berdasarakan

4

Pada perayaan maulid biasanya masyarakat berkumpul saling bantu membantu, untuk mengerjakan perayaan ini, begitu juga ketika malam takbiran, malam-malam ramadhan dari meunasah-meunasah terdengar tadarus, takbiran, meunasah jadi pusat kegiatan warga.

3. sebagai pengajian berkala

Warga masyarakat di gampong sering melakukan pengajian mingguan dua kali dalam seminggu. Biasanya pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak berbeda jadwal.

Gambar. 1.6 suasana pengajian Sumber . Dokumentasi pribadi

4. Tempat Edukasi anak-anak

Meunasah menjadi Tempat anak-anak belajar mengaji dan bermain, anak-anak sering memamfaatkan ruang terbuka di halaman meunasah, sehingga interkasi antar anak-anak juga terjadi disini

Gambar. 1.7 suasana pengajian Sumber . Dokumentasi pribadi

5. Tempat menyimpan perkakas.

Meunasah dalam satu bagiannya terdapat ruangan yang bisa digunakan untk menyimpan perkakas yang akan dipakai bersama-sama oleh masyarakat gampong. Baik acara lahiran, walimahan, dan kematian. Ruangan itu juga menyimpan piring-piring, gelas, drum-drum, beulanga, dan perkakas keunduri lainnya. Hingga teratak dan kursi-kursi untuk tamu undangan.

Gambar. 1.8 perkakas meunasah yang digunakan bersama-sam oleh warga Sumber . Dokumentasi pribadi

Page 5: PERAN MEUNASAH SEBAGAI TEMPAT MEMBANGUN …dosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/... · persepktif pengalaman terhadap ruang dan tempat dari Yi-Fu Tuan (1977), Berdasarakan

5

Sensasi, Persepsi, dan Konseptualitas berdasarkan Pengalaman Warga Gampong.

Wawancara dilakukan terhadap warga gampoeng Pasai sebanyak tiga orang warga dan juga didasarkan berdasarkan pengalaman penulis sendiri selama dibesarkan dan tinggal di gampoeng Pasai.

1. Sensasi, Persepsi, dan Konseptualitas menurut pengalaman narasumber 1 (satu).

Narasumber yang pertama adalah ibu Erviati, beliau adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal lama di gampoeng Pasai, beliau tinggal sejak tahun 1970 an,umur sekarang 56 tahun. pengalaman yang dirasakan ibu tersebut terhadap meunasah sangat berbeda dengan pengalaman selama ibu ini tinggal di gampoeng yang tempat beliau lahir dan dibesarkan.

Sensasi – Meunasah adalah bangunan yang orang bisa saling berbagi akan pengalaman, memutuskan masalah, adalah bagian yang tidak terpisahkan apalagi pada masa-masa kecil dulu, meunasah menjadi pusat publik, masyarakat desa berkumpul. Tahun 50-an. Waktu masa dulu dari tempat beliau lahir bentukan meunasah berbentuk panggung dengan bentuk rumah tradisional Aceh yang setengah terbuka, dan terbuat dari material kayu.

Persepsi – pada masa sekarang bangunan ini telah banyak berubah kegiatan dan rasa memiliki warga tidak sama lagi seperti dulu .

Konseptualitas– semoga kedepan masyarakat dapat kembali menjadi pusat kegiatan yang menjadi pusat berkumpul, kegiatan, segala permasalahan warga dapat diselesaikan dengan musyawarah di meunasah, kembali lagi seperti masa tahun 50-an

2. Sensasi, Persepsi, dan Konseptualitas menurut pengalaman narasumber 2 (dua).

Narasumber yang kedua adalah bapak Hasbi, beliau adalah mantan seorang Geusyik/kepala desa di gampoeng yang berbeda dan memimpin selama dua periode sebelum beliau tinggal di Gampoeng pasai. Usia bapak Hasbi sekarang 76 tahun.

Sensasi – Banyak hal yang dirasakan dari keberadaan dan arti dari meunasah ini sendiri, meunasah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan bermasyarakat dalam sebuah gampoeng

Persepsi – pada masa sekarang bangunan ini telah banyak berubah , tidak banyak lagi kegiatan seperti masa dulu.

Konseptualitas – keberadaan meunasah pada masa sekarang tidak lagi berfungsi sebagaimana masa beliau menjabat Geusyik, sekarang selain untuk ibadah, masyarakat, berharap dimeunasah dapat di kembangkan untuk pengembangan taraf ekonomi, selain ada tempat pelatihan ibu-ibu warga desa, seperti menjahit, dan lainnya. Meunasah juga mempunyai koperasi yang dapat dimamfaatkan sebagai sarana desa.

3. Sensasi, Persepsi, dan Konseptualitas menurut pengalaman narasumber 3 (tiga).

Narasumber yang ketiga adalah Irfan. Irfan adalah pemuda yang aktif dalam kegiatan gampoeng. Usianya sekarang 24 tahun, karena dilahirkan dan dibesarkan di Gampoeng Pasai tentunya pengalaman ruang yang dialami irfan berbeda dari dua narasumber sebelumnya. Begitu juga yang terkait dengan sensasi, persepsi dan konseptualitas yang dipahami oleh irfan sendiri.

Sensasi – Bangunan Meunasah sekarang sudah lebih modern terbuat dari beton dan

Page 6: PERAN MEUNASAH SEBAGAI TEMPAT MEMBANGUN …dosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/... · persepktif pengalaman terhadap ruang dan tempat dari Yi-Fu Tuan (1977), Berdasarakan

6

kaca, lantai marmer. Masa kecil dulu banyak kegiatan yang lahir di meunasah, membuat warga gampoeng saling bahu membahu , kompak dalam segala hal

Persepsi – pada masa sekarang meunasah kurang menjadi pusat kegiatan seperti masa dulu.

Konseptualitas – keberadaan meunasah pada masa sekarang makin membuat warga gampoeng merasa memiliki, dengan makin banyaknya kegiatan, dan warga gampoeng makin kompak,

KESIMPULAN

Dari riset tersebut terlihat bahwa masyarakat aceh sangat memiliki ketergantungan dengan meunasah dan itu menjadi bagian dari hidupnya yang tidak terpisahkan dalam sebuah gampong ini terlihat dari hampir terdapatnya kesamaan dari tiga narasumber antara sensasi, persepsi dan konseptualitas yang dialami warga gampoeng Pasai.

Dari Temuan ini diharapkan agar meunasah dapat di reaktualisasikan keberadaannya sebagai pengikat lingkungan binaan berbasis budaya pada masyarakat Aceh.

Pandangan penulis diharapkan mungkin kedepan dalam perancangan sebuah meunasah selain bentukan yang menggunakan material modern ada baiknya meunasah mengadopsi bentuk rumah Tradisional Aceh yang berbentuk panggung dengan menggunakan material modern, selain untuk mengulang memori warga gampong yang berusia paruh baya, bentukan ini juga multifungsi karena bagian kolong bangunan tetap bisa dimamfaatkan untuk perayaan, berkumpul dan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hasjmy, Ali. 1984. Arsitektur Tradisional Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta : Pusat Penelitian Sejarah Dan Budaya, Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Tuan, Yi-fu. 1977. Space and place. University of Minnesota press