jurkubank.wordpress.com peran intermediasi … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam...

15
| 238 | Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.16, No.2 Mei 2012, hlm. 238–252 Terakreditasi SK. No. 64a/DIKTI/Kep/2010 http://jurkubank.wordpress.com Muhammad Syafii Antonio: Telp. +62 21 8796 2291 E-mail: [email protected] - www.steitazkia.ac.id Hilman Fauzi Nugraha E-mail: [email protected] PERAN INTERMEDIASI SOSIAL PERBANKAN SYARIAH: INISIASI PELAYANAN KEUANGAN BAGI MASYARAKAT MISKIN Muhammad Syafii Antonio Department of Islamic Economics TAZKIA University College of Islamic Economics Jl. Ir. Djuanda, Sentul City, Bogor-INDONESIA Hilman Fauzi Nugraha Islamic Economics Science Faculty TAZKIA University College of Islamic Economics Jl. Ir. Djuanda, Sentul City, Bogor-INDONESIA Abstract Syariah banking was getting criticisms because it was not able to do its reality as the Islamic value manifesta- tion which could be felt by people. These criticisms at least could be related to some indicators like contract domination of non-profit sharing (murabahah) on syariah banking practice which could only be enjoyed by up middle class people, or like syariah banking still did not have innovative product which could touch poor society. This paper discussed and explored the possibility of social intermediation role which could be done by syariah banking more than what financial intermediation role could do to answer inconvenient news and stigma which stated that syariah banking was not pro poor people. Based on literature study and discussion, the role of social intermediation using social fund suitable with Islamic perspective namely zakat, infaq, shadaqah, wakaf, and hibah (ZISWAH) could be applied to become the product or syariah banking added policy in serving poor society through some strategies. They were (1) through special enterprise unit (UUK) of social intermediation and (2) cooperation through LKMS special for poor society. Key words: social intermediation, poor society, syariah banking Diakui atau tidak, perbankan syariah telah menjadi obor terdepan dalam proyek pengembangan Eko- nomi Islam di dunia, pun di Indonesia. Sehingga seiring dengan itu, kehadiran perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan nasional seti- daknya dituntut secara tegas dapat memberikan nuansa berbeda dalam menyelesaikan permasalah- an fundamental bangsa secara bersama-sama. Sejak diberlakukannya ketentuan dual banking system dari ‘UU No. 7 tahun 1992, kemudian diperkuat dengan UU No. 10 tahun 1998, dan ditegaskan dengan turunnya UU Perbankan Syarah secara spesifik UU No. 21 Tahun 2008’ menunjukkan bahwa perge- rakan perbankan syariah mengalami tren kenaikan

Upload: trinhlien

Post on 15-May-2018

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

| 238 |

Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.16, No.2 Mei 2012, hlm. 238–252Terakreditasi SK. No. 64a/DIKTI/Kep/2010http://jurkubank.wordpress.com

M u ham m ad Sy af i i An t o n io : Telp. +62 21 8796 2291

E-mail: [email protected] - www.stei tazkia.ac.id

Hi lm an Fauzi Nu graha

E-mai l: hi lmanf auzinugraha@gmai l.com

PERAN INTERMEDIASI SOSIAL PERBANKAN SYARIAH: INISIASIPELAYANAN KEUANGAN BAGI

MASYARAKAT MISKIN

Muhammad Syafii Antonio

Department of Islamic Economics TAZKIA University College of Islamic EconomicsJl. Ir. Djuanda, Sentul City, Bogor-INDONESIA

Hilman Fauzi Nugraha

Islamic Economics Science Faculty TAZKIA University College of Islamic EconomicsJl. Ir. Djuanda, Sentul City, Bogor-INDONESIA

Abstract

Syariah banking was getting criticisms because it was not able to do its reality as the Islamic value manifesta-tion which could be felt by people. These criticisms at least could be related to some indicators like contractdomination of non-profit sharing (murabahah) on syariah banking practice which could only be enjoyed by upmiddle class people, or like syariah banking still did not have innovative product which could touch poorsociety. This paper discussed and explored the possibility of social intermediation role which could be done bysyariah banking more than what financial intermediation role could do to answer inconvenient news andstigma which stated that syariah banking was not pro poor people. Based on literature study and discussion,the role of social intermediation using social fund suitable with Islamic perspective namely zakat, infaq,shadaqah, wakaf, and hibah (ZISWAH) could be applied to become the product or syariah banking addedpolicy in serving poor society through some strategies. They were (1) through special enterprise unit (UUK) ofsocial intermediation and (2) cooperation through LKMS special for poor society.

Key words: social intermediation, poor society, syariah banking

Diakui atau tidak, perbankan syariah telah menjadiobor terdepan dalam proyek pengembangan Eko-nomi Islam di dunia, pun di Indonesia. Sehinggaseiring dengan itu, kehadiran perbankan syariahsebagai bagian dari sistem perbankan nasional seti-daknya dituntut secara tegas dapat memberikannuansa berbeda dalam menyelesaikan permasalah-

an fundamental bangsa secara bersama-sama. Sejakdiberlakukannya ketentuan dual banking system dari‘UU No. 7 tahun 1992, kemudian diperkuat denganUU No. 10 tahun 1998, dan ditegaskan denganturunnya UU Perbankan Syarah secara spesifik UUNo. 21 Tahun 2008’ menunjukkan bahwa perge-rakan perbankan syariah mengalami tren kenaikan

Page 2: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah: Inisiasi Pelayanan Keuangan Bagi Masyarakat MiskinMuhammad Syafii Antonio & Hilman Fauzi Nugraha

| 239 |

positif. Walaupun akumulasi secara agregat dilihatdari pangsa pasar (market share) - perbankan syariahmasih relatif kecil - jika dibandingkan dengan shareperbankan nasional lainnya (data diolah dariwww.bi.go.id).

Akan tetapi, dilihat dari pertumbuhan ke-giatan utama perbankan (menghimpun dana, me-nyalurkan dana, dan menyediakan jasa), yang di-cerminkan melalui dana pihak ketiga yang dihim-pun serta pembiayaan yang diberikan, memperli-hatkan bahwa rasio pertumbuhan perbankan sya-riah rata-rata 40%-60% per tahun jauh lebih besardaripada pergerakan perbankan konvensional da-lam dua dekade terakhir ini (SPS-BI). Begitu pula,dengan jumlah aset perbankan syariah sebagai re-presentasi dari kekuatan perbankan yang memilikitren kenaikan positif dengan rata-rata pertumbuh-an 30%-40% setiap tahunnya, data ini selanjutnyadicerminkan melalui penambahan jumlah BUSmenjadi 11 buah dengan jumlah kantor meningkatdari 852 menjadi 934 buah. Hal ini menunjukkanbahwa beberapa ketentuan yang tertuang dalambeberapa revisi regulasi, sedikitnya telah mem-berikan trigger pada pergerakan perbankan syariahdi Indonesia.

Di sisi lain, perjalanan perbankan syariahyang tengah berlangsung banyak dikritik dikarena-kan belum mampu bergerak pada hakikat perbank-an syariah sebenarnya. Perbankan syariah sebagaiturunan dari sistem Ekonomi Islam semestinya di-arahkan pada tujuan ekonomi Islam seutuhnyayaitu fallah (menjadikan kemaslahatan dunia-akhirat). Artinya kehadiran perbankan syariahseharusnya dapat dirasakan oleh semua golonganmasyarakat, baik dari masyarakat golongan me-nengah ke atas ataupun sebaliknya (masyarakatmiskin).

Kritik-kritik ini setidaknya dapat dikaitkandengan beberapa indikator, antara lain: (1) domi-nasi akad non-bagi hasil (murabahah) pada praktekperbankan syariah yang hanya dapat dinikmatioleh segelintir masyarakat menengah ke atas de-

ngan rasio pendapatan di atas rata-rata, dan (2)belum optimalnya produk inovatif perbankan sya-riah yang dapat menyentuh mayoritas masyarakatmiskin, dimana secara agregat kebanyakan darimereka adalah muslim. Sehingga pada akhirnyakehadiran perbankan syariah dinisbatkan tidakjauh berbeda dengan perbankan konvensionalyang telah lama ada karena kehadirannya belummampu menjawab permasalahan bangsa secarafundamental (kemiskinan).

Adapun langkah dan strategi untuk menghi-langkan stigma negatif eksistensi perbankan syariahyang tengah berlangsung, adalah tidak lain dantidak bukan melalui ketegasan posisi perbankansyariah yang seharusnya bisa memberikan manfaatlebih luas dari sekedar mengejar kehalalan tran-saksi ataupun keuntungan sempit semata, melaluikeharusan industri perbankan syariah berperanlebih dalam masyarakat sebagai manifestasi ajaranIslam yang concern terhadap isu-isu ketimpanganpendapatan, pengentasan kemiskinan, maupunkeadilan sosial.

Paper ini ingin membahas dan mengeksplo-rasi kemungkinan peran intermediasi sosial yangbisa dilakukan oleh perbankan syariah dari seke-dar peran intermediasi keuangan. Diharapkan de-ngan peran lebih tersebut, perbankan syariah bisamemberikan manfaat yang lebih kepada masya-rakat luas dan bisa menjawab suara-suara sumbangatau sigma yang menyatakan bahwa perbankansyariah tidak pro masyarakat miskin.

Masyarakat Miskin Tidak Bankable

Pada dasarnya terdapat dua tujuan yang sa-ling berkaitan dari pembiayaan perbankan, yaitusebagai berikut: (1) profitability, yaitu tujuan untukmemperoleh hasil kredit berupa keuntungan yangdiraih dari bunga (bank konvensional) atau mar-gin (bank syariah) yang harus diabayar oleh de-bitur. Oleh karena itu, bank hanya akan menyalur-kan kredit kepada usaha yang diyakini mampu dan

Page 3: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKANVol. 16, No.2, Mei 2012: 238–252

| 240 |

mau mengembalikan kredit yang telah diterima-nya. (2) Safety, keamanan dari prestasi atau fasilitasyang diberikan harus benar-benar terjamin se-hingga tujuan profitability dapat benar-benar terca-pai tanpa hambatan yang berarti (Rivai, 2000).Dalam bahasa lain, bagi perbankan kegiatan pem-berian pembiayaan ini tidak semata mengandungunsur yang bertujuan memberikan dorongan bagiberkembangnya kegiatan perekonomian masyara-kat dengan memberikan pembiayaan berupa kreditsemata, tetapi juga menjadi unsur yang menghasil-kan pendapatan (Ali, 2004).

Selain itu, tujuan kredit dapat dilihat menu-rut pelaku utama yang terlibat dalam pemberiankredit, termasuk didalamnya lebih jelas tujuan ataumotif untuk perbankan (kreditur) itu sendiri.Untuk itu, bank harus mampu menjalankan fungsiseleksi dalam menetapkan target pemberian kre-ditnya. Sehingga, hanya memberikan kredit ke-pada bidang-bidang usaha yang feasible dan bank-able (memiliki pemahaman terhadap kegiatan per-bankan), sehingga masyarakat miskin tidak pernahdilibatkan sebagai target pasar (market segmenta-tion) dalam aktifitasnya.

Berkaitan dengan hal itu, dalam teori ke-uangan disebutkan bahwa risiko pembiayaan ter-hadap masyarakat miskin antara lain disebabkanoleh beberapa faktor, yaitu: (1) tingginya asymmet-ric information (informasi yang tidak sejalan), (2)adanya moral hazard masyarakat miskin, (3) adanyamasalah adverse selection dari masyarakat miskin,dan (4) kurangnya unsur kepercayaan (trust) per-bankan bagi masyarakat miskin; sehingga mem-buat institusi keuangan manapun tidak akan meli-batkan masyarakat miskin kedalam kegiatan pem-berian pembiayaan (Akerlof, 1970, Daripa, 2000).

Tingginya Asymmetric Information

Keberadaan masyarakat miskin disaat men-jadi bagian dari target pasar (market segmentation)perbankan mengalami masalah asymmetric informa-

tion (Informasi yang tidak sejalan), misalnya dalamproses mencari, mengawasi, ataupun menerapkanbiaya (dana) yang dibutuhkan. Hal ini terkait keti-dakmampuan peminjam (masyarakat miskin) un-tuk mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman &Guasch, 1986).

Adanya Moral Hazard Masyarakat Miskin

Moral Hazard melihat pada sisi keadaaninternal masyarakat miskin yang bersangkutan,dimana masyarakat miskin dipandang sebagai go-longan yang tidak memilki kapabilitas personalmengenai perbankan (not bankable), seperti: tidakmemiliki pencatatan yang sistematis terkait denganusahanya, tidak memiliki perencanaan bisnis (busi-ness plan) yang jelas, dan hanya dibebani olehkebutuhan sumber dana usaha yang relatif kecil(Jacklen, 1989). Lebih dari itu, masyarakat miskintidak memiliki jaminan dan tidak pula didukungoleh penjamin yang dapat memberikan jaminanpula. Hal ini didasarkan pada usaha yang dila-kukan oleh masyarakt miskin lebih kepada jenisusaha yang menghasilkan pendapatan (keuntungan)relatif kecil, sementara risiko kerugian dari usahayang dilakukan belum pasti pula (Hulme & Mosley,1996).

Adanya Masalah Adverse Selection dariMasyarakat Miskin

Masalah Adverse selection difahami sebagaisuatu kondisi dimana masyarakat miskin memilikihambatan fisik dan non fisik (sosial ekonomi) yangmemicu kegagalan pasar. Meliputi faktor-faktorseperti lemahnya infrastruktur, letak geografiswilayah yang terpencil (sulit dijangkau), ketidak-mampuan dalam membaca dan menulis, tingkatkesehatan yang rendah (misal: kekurangan gizi),dan dogma-dogma yang memarginalkan nilai kesu-kuan, budaya, dan gender (Bennet & Cuevas, 1996).

Page 4: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah: Inisiasi Pelayanan Keuangan Bagi Masyarakat MiskinMuhammad Syafii Antonio & Hilman Fauzi Nugraha

| 241 |

Faktor-faktor di atas menjadi bagian risikoperbankan ketika melakukan pembiayaan terhdapmasyarakat miskin. Sehingga risiko pembiayaantersebut menjadi bagian dari kegagalam pasar ter-kait dengan sulitnya institusi perbankan dalammelakukan proses pemberian pembiayaan (kredit)kepada masyarakat miskin, baik dlihat dari sisipenawaran (supply side), sisi permintaan (demandside), ataupun sisi internal fisik dalam masyarakatmiskin. (Gambar 1).

Kurangnya Unsur Kepercayaan (Lack of Trust)

Dari beberapa faktor yang menentukan ke-giatan pembiayaan terhadap nasabah adalah di-

Gambar 1. Kegagalan Pasar dalam Melayani Keuangan bagi Masyarakat Miskin

landasi secara fundamental oleh unsur keper-cayaan (Dusuki, 2008). Artinya ketika kepercayaantelah terbangun dari pihak perbankan (kreditor)terhadap nasabah (debitur), hal-hal apa yang di-perlukan dalam merealisasikan kegiatan pembiaya-an (kredit) akan segera dipenuhi dan dianggaptelah ada. Unsur kepercayaan dalam kegiatan pem-biayaan (kredit) perbankan terhadap nasabah ini-pun pada hakikatnya ditentukan oleh dua elemen(Diamond, 1991), yaitu: pertama, reputasi (citra/pan-dangan) nasabah calon debitur dan kedua, kekuatanatau besaran collateral (jaminan) yang dimilki olehnasabah calon debitur (Homstrom dan Tirole,1993). Sedangkan masyarakat miskin tidak beradadalam dua kondisi diatas, sehingga unsur keper-

Kegagalan Pasar

Sisi Penawaran (supply side)

Tingginya biaya transaksi dan risiko bisnis, disebabkan oleh: Masalah pengesahan Masalah pengawasan Masalah pelaksanaan Stigma negatif institusi

terhadap nasabah Nasabah yang tidak memiliki

jaminan Nasabah hanya

membutuhkan pinjaman yang sedkit

Tidak adanya jaminan terhadap gangguan

Masalah diversifikasi

Faktor Fisik

Lemahnya Infrastruktur, meliputi: Letak geografis wilayah

(jalan raya, rel kereta, dll) Sedikitnya pasar Tidak ada alat

telekomunikasi (telepon, fax, internet, dll)

Sedikitnya unit bank

Sisi Permintaan (demand side)

Risiko yang ada dalam diri nasabah (karakteristik, skill, dsb), antara lain: Literacy (kebodohan) Perasaan tidak aman Ketiadaan jaminan (tanah

ataupun kekayaan lain) Risiko sakit Risiko ketidakstabilan

poiltik Risiko ketidakbenaran

dalam menajemen ekonomi

Kesulitan untuk meminjam Kesulitan untuk

menggunakan tekhnologi yang baik (have traditional tools)

Page 5: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKANVol. 16, No.2, Mei 2012: 238–252

| 242 |

cayaan pihak perbankan terhadap masyarakat mis-kin rendah yang mengakibatkan tidak dilibatkan-nya masyarakat miskin ke dalam kegaitan pembiaya-an perbankan.

Intermediasi Sosial

Penyediaan jasa keuangan bagi masyarakatkecil seringkali membutuhkan lebih banyak strategiyang mudah dipahami oleh masyarakat dalammelakukan intermediasi keuangannya. Terkait de-ngan itu, pembiayaan bagi masyarakat miskin me-merlukan proses pembentukan kapasitas kemam-puan masyarakat (misalnya: pengetahuan, bakat,rasa percaya diri, dan teknologi informasi) terlebihdahulu dari pada proses penanaman modal. Setelahitu melangkah pada pembangunan lembaga ke-uangan lokal sebagai jembatan untuk mengurangiketidakadilan sosial yang disebabkan oleh kemis-kinan, kebodohan, ketimpangan gender, dan ke-terpencilan (Ledgeword, 1996). Dalam literatur ke-

uangan mikro (microfinance), proses pembentukankapasitas kemampuan masyarakat miskin dikenaldengan istilah Intermediasi Sosial (Dusuki, 2008).

Maka, intermediasi sosial didefinisikan se-bagai “suatu proses dimana investasi dibentuk olehpengembangan sumber daya manusia dan lembagapemberi modal (keuangan), dengan tujuan untukmeningkatkan kepercayaan diri kelompok masya-rakat miskin, sebagai persiapan bagi mereka dalammenggunakan intermediasi keuangan formal(Bennet, et al., 1996). Intermediasi sosial berbedadari penyediaan jasa kesejahteraan sosial padaumumnya, karena menawarkan mekanisme yangmemungkinkan donatur/investor (pemilik dana)untuk menjadi nasabah yang siap untuk melakukankontrak dengan pengembalian yang sesuai (Gambar2). Aspek dalam intermediasi sosial ini padaakhirnya akan mempersiapkan setiap orang ke da-lam suatu hubungan bisnis yang kuat dengan lem-baga keuangan formal (Bennet & Cuevas, 1996).

Gambar 2. Ilustrasi Proses Intermediasi Sosial

Intermediasi Sosial Intermediasi Keuangan

I Pendayagunaan kelompok untuk memperluas akses.

- Jasa Sosial (kesehatan, kedewasaan berfikir, perencanaan keuangan)

- Jasa penyedia faktor produksi (Teknologi pertanian)

II Pembentukan kepercayaan diri

kelompok melalui: - Pelatihan kelompok yang

dinamis dan participatory management

- Pelatihan akuntansi dan manajemen keuangan dasar dalam kelompok

- Pengembangan anggota (MIS)

III Sustainable delivery of:

- Credit - Savings - Insurance

Page 6: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah: Inisiasi Pelayanan Keuangan Bagi Masyarakat Miskin

Muhammad Syafii Antonio & Hilman Fauzi Nugraha

| 243 |

Pendekatan Perbankan Syariah dan

Intermediasi Sosial

Perhatian terhadap penetapan pembiayaan

perbankan dan akses keuangan bagi masyarakat

miskin melalui proses intermediasi sosial berkaitan

juga dengan perbankan syariah yang seharusnya

memegang tanggung jawab lebih besar terhadap

kesejahteraan sosial dan komitmen religius demi

tercapainya tujuan ekonomi Islam, termasuk juga

keadilan sosial, distribusi pendapatan / kekayaan

yang merata, dan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi. Penulis-penulis seperti Al-Harran (1990),

Akhtar (1996, 1998), Dhumale & Sapcanin (1998),

Ahmed (2001), El-Gamal (2006), dan Dusuki (2008)

percaya terhadap potensi perbankan Syariah yang

luar biasa untuk ikut serta dalam peranannya seba-

gai intermediasi sosial dan melayani kebutuhan

masyarakat miskin yang seringkali diabaikan oleh

sektor perbankan konvensional

Pada masa awal, lembaga keuangan yang

menggunakan instrumen syariah banyak bergerak

pada pelayanan bagi masyarakat miskin pedesaan.

Seperti halnya Mit Ghamr di Mesir memfokuskan

diri pada pembangunan ekonomi, pengentasan ke-

miskinan, pembelajaran budaya hidup hemat di ka-

langan masyarakat muslim yang miskin. Akan te-

tapi, seiring dengan perkembangan zaman, orien-

tasi dari lembaga keungan syariah (termasuk per-

bankan syariah) lebih didominasi pada doktrin

mengejar keuntungan yang tinggi (High Profit Maxi-

mization Doctrine). Pada akhirnya pergerakan lem-

baga keuangan syariah hanya dapat memberikan

pelayanan bagi masyarakat kaya, sementara itu

masyarakat miskin yang tidak memiliki pemaham-

an tentang lembaga keuangan bank tidak pernah

diikutsertakan, padahal mayoritas muslim. Feno-

mena tersebut seutuhnya tidak merefleksikan alas-

an utama perbankan syariah sebagai lembaga yang

berbasis pada syariah yang seharusnya mencer-

minkan identitas dan nilai-nilai Islam.

Terdapat perbedaan yang fundamental antara

perbankan syariah dengan perbankan konven-

sional yang tidak hanya pada praktek bisnis yang

dilakukannya saja, tetapi juga pada nilai-nilai yang

menjadi landasan utama (worldview) bagi kese-

luruhan strategi dan tujuannya (Chapra, 2000,

Siddiqui, 2001). Nilai-nilai yang sejalan dengan

syariah tersebut tidak hanya diekspresikan dalam

setiap kegiatan transaksi untuk mencapai kehalalan

transaksi tersebut (sharia compliance), akan tetapi

jauh lebih luas dari pada itu yakni peran serta per-

bankan syariah dalam masyarakat sebagai manifes-

tasi dari keyakinan nilai-nilai Islam dan komitmen

terhadap isu-isu ketimpangan distribusi penda-

patan, pengentasan kemiskinan, dan keadilan

sosial.

Secara keseluruhan, perbankan syariah tidak

hanya memperhatikan pada perolehan keuntungan

semata. Perbankan syariah merupakan suatu

sistem yang bertujuan memberikan kontribusi po-

sitif terhadap tercapainya tujuan sosial-ekonomi

dari masyarakat Muslim, sebagaimana telah te-

rangkum dalam Maqasid al-Syariah. Sebagai suatu

entitas bisnis yang bernafaskan syariah, perbankan

syariah diharapkan dapat memenuhi tujuan eko-

nomi Islam, yakni memastikan bahwa kekayaan

dapat berputar secara adil dan merata tanpa men-

dhalimi pihak-pihak yang benar-benar berhak men-

dapatkannya (Ibn, 2006).

Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah:

An Islamic Perspective

Dalam tradisi Islam, dua model dasar yang

dapat diaplikasikan oleh perbankan syariah untuk

memberdayakan masyarakat miskin ialah pende-

katan sosial (tabarru’i approach) dan pendekatan ko-

mersial (tijari approach) yang mengandung pember-

dayaan edukatif. Dalam model ini penanaman

elemen-elemen edukatif sangat ditekankan, ter-

masuk juga pembentukan karakter sebagai modal

sosial untuk menjadi enterpreneur yang baik, yang

selanjutnya menjadi muzakki, ini disebut dengan

pendekatan sosial (tabarru’i approach). Sedangkan,

memberikan kesempatan secara langsung kepada

Page 7: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKANVol. 16, No.2, Mei 2012: 238–252

| 244 |

masyarakat miskin untuk dapat memperoleh jasakeuangan disebut aqd tijari (tijari approach). Dalampengertian yang lebih sederhana, dua model pen-dekatan di atas merupakan nilai-nilai yang ada da-lam program intermediasi sosial. Ada proses edu-kasi ketika masyarakat mendapatkan dana tabarru’untuk kemudian diproyeksikan untuk mendapat-kan dana tijari (akad komersil).

Akan tetapi, kedua model pendekatan terse-but hanya dapat relevan dan berjalan dengan op-timal jika data terkait keberadaan masyarakat mis-kin diolah dengan baik dan dapat dipertanggung-jawabkan. Menurut Robinson, klasifikasi terkait datamasyarakat miskin dapat dibagi atas 3 golongan,antara lain: (1) Chronic Poor, yakni mereka yangtidak memilki pekerjaan sehingga tidak memilkipendapatan, (2) Economically active working poor,yakni mereka yang memilki pendapatan akan te-tapi masih dalam kriteria masyarakat miskin, (3)

Lower income people, yakni mereka memiliki penda-patan akan tetapi masih belum dapat mencukupikebutuhannya (Robinson, 1993).

Dengan melihat pemetaan terhadap klasi-fikasi masyarakat miskin tersebut, sasaran yangdapat dijadikan segmentasi terkait program pem-berian pembiayaan perbankan yang sesuai ialahgolongan masyarakat miskin jenis kedua dan jenisketiga. Golongan masyarakat miskin jenis keduadan ketiga (economically active working poor & lowerincome people) dipahami sebagai golongan yang me-miliki kemampuan wirausaha (enterpreneurship skill)dan mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.Dalam perspektif fiqh muamalah, model yang re-levan bagi golongan tersebut yakni pendekatantijari (tijari approach), dengan asumsi bahwa merekamampu mencukupi kebutuhan dasarnya dan me-miliki pemahaman untuk menjalani hidup yanglebih baik.

Gambar 3. Jasa Keuangan Berdasarkan Klasifikasi Golongan Masyarakat Miskin

Income Level Commercial Fin Services Subsidized Program

Lower Middle

Economically Active Poor

Standard Commercial

Loans & Full

Range of Saving

Services

Commercial Micro Loans

Interest Bearing Saving

Account for small

Saver

Poverty Program for such purposes as Food, Water, Medicine, Nutrition, Employment

Official Poverty Line

Chronic Poor

Page 8: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah: Inisiasi Pelayanan Keuangan Bagi Masyarakat MiskinMuhammad Syafii Antonio & Hilman Fauzi Nugraha

| 245 |

Adapun bagi golongan masyarakat miskinjenis pertama (chronic poor), model pendekatanyang relevan adalah harus lebih dari pendekatankonvensional lembaga perbankan sebagai lembagaintermediasi keuangan. Artinya harus ada pende-katan non-konvensional yang bisa menyentuh se-luruh lapisan masyarakat, harta masyarakat mis-kin jenis pertama sekalipun. Pada celah inilah makaperan intermediasi sosial harus bisa menjadi salahsatu kebijakan pelayanan perbankan syariah. Bagimasyarakat miskin tersebut tidak langsung men-dapatkan pembiayaan yang bersifat komersil, tetapiharus diberikan pelayanan edukatif dengan meng-gunakan akad tabarru’ dengan menggunakan dana-dana sosial; zakat, infaq, shodaqah, wakaf danhibah (ZISWAH). Dalam konteks ini, perbankansyariah sebagai menifestasi nilai Islam dengan ins-trumen ZISWAH dapat menjadi solusi alternatifuntuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat mis-kin, bahkan dapat digunakan pula sebagai tam-bahan modal dalam melakukan kegiatan usaha yangproduktif (Gambar 3).

Tawaran Model Peran Intermediasi SosialPerbankan Syariah

Upaya untuk melibatkan masyarakat miskindalam kegiatan pembiayaan perbankan, setidak-nya sudah pernah dan sedang dilakukan oleh per-bankan syariah maupun pemerintah melalui pro-gram PNPM (Program Nasional PemberdayaanMasyarakat). Langkah ini menjadi awal pemben-tukan asumsi bahwa perbankan syariah pro sektorriil, atau lebih tegasnya pro terhadap masyarakatmiskin.

Akan tetapi seiring perjalanannya, pem-biayan bank syariah terhadap UMKM yang disinya-lir sebagai gerakan yang pro terhadap masyarakatmiskin ternyata tidak terbukti. Hal ini dikuatkandengan beberapa temuan, diantaranya pemilihanklasifikasi UMKM yang cenderung dipilih ialahUMKM yang bergerak pada usaha dengan plafondpembiayaan diatas Rp. 50 juta. Begitu pula dengan

program PNPM pemerintah yang tidak bisa me-nyentuh pembiayaan masyarakat miskin dibawahRp. 1 Juta. Padahal secara agregat, gambaran kon-disi UMKM didominasi hampir 92% oleh usahamikro dengan omzet sampai dengan Rp.200 jutadan asetnya s/d Rp.50 juta (Ascarya & Sanrego, 2007).

Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah ketegas-an peran lain yang bisa dilakukan oleh perbankansyariah dalam menjawab permasalahan tersebut.Disinilah peran strategis intermediasi sosial dibu-tuhkan sebagai salah satu kebijakan khusus yangharus diimplementasikan oleh perbankan syariah.Artinya, peran intermediasi sosial harus menjadibagian penting dari kebijakan atau produk pela-yanan perbankan syariah.

Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya,terkait dengan implementasi kebijakan atau pro-duk pelayanan intermediasi sosial perbankan sya-riah, hal ini bisa menggunakan instrumen keuanganIslam yang bersifat sosial (ZISWAH). Adapun ta-hapan implementasi yang bisa dilakukan adalahterdiri dari beberapa pilar berikut ini:

Sedekah/Sumbangan (Charity)

Pilar pertama adalah memberikan sedekahatau sumbangan bagi masyarakat miskin tanpamengharapkan adanya timbal balik. Dana ini dialo-kasikan untuk keperluan masyarakat miskin yangbersifat kebutuhan dasar (basic needs). Adapun akadyang digunakan dalam hal ini adalah akad hibah.Pada tahap ini sudah dimulai internalisasi nilai-nilai edukatif yang bisa merubah karakter masya-rakat miskin.

Pinjaman Lunak (Soft Loan)

Pilar kedua ialah pemberian pinjaman. Pin-jaman itu lebih baik daripada pemberian dari sede-kah dikarenakan ketika seseorang melakukan pin-jaman berarti mereka sedang membutuhkan dana.Selain itu jika pemberian pinjaman dikelola denganbaik akan terjadi suatu pembangunan komitmen

Page 9: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN

Vol. 16, No.2, Mei 2012: 238–252

| 246 |

untuk mengembalikan pinjaman pada waktu yang

telah disepakati. Pada tahap kedua dan pertama,

peran intermediasi sosial yang terkait dengan pro-

gram-program edukatif dilakukan. Masyarakat

sudah mendapatkan pemahaman tentang potensi

diri (self reliance), kewirausahaan, disiplin dalam

membayar cicilan utang dan lain-lain yang meng-

arah pada pengembangan diri maupun ekonomi

keluarga. Akad yang dilakukan dalam tahapan ke-

dua ini adalah akad qard al-hasan, dimana masyara-

kat wajib mengembalikan pinjaman sesuai dengan

jumlah pinjaman awal.

Pemberian Pembiayaan (Financing)

Pilar ketiga ialah memberikan pembiayaan

yang akan mendidik masyarakat miskin untuk me-

manfaatkan dana tersebut dalam kegiatan usaha

produktif. Pada tahapan ini, masyarakat yang

sudah mendapatkan “pendidikan” dalam proses

pertama dan kedua dan berhasil melunasi pin-

jaman, maka layak “naik kelas” untuk mendapat-

kan akad tijari (akad komersil); murabahah, musha-

rakah, mudharabah, dan lain-lain.

Menyimpan Dana (Saving)

Pilar keempat ini dimaksudkan untuk mem-

berikan pelajaran lebih kepada masyarakat miskin

agar mereka memiliki perencanaan ke depan yang

lebih matang dengan menyisihkan sebagian penda-

patan untuk mengantisipasi kebutuhan yang akan

datang.

Perlu diketahui bahwa tahapan-tahapan di-

atas merupakan suatu kesatuan program yang sa-

ling beriringan. Sehingga untuk mengoptimalkan

tujuan pelaksanaan peran intermediasi sosial per-

bankan syariah bagi masyarakat miskin menuju

kesejahteraan yang menyeluruh dibutuhkan kese-

riusan dalam perancanaan, pelaksanaan, ataupun

evaluasi dari kinerja peran intermediasi sosial yang

dijadikan sebagai salah satu kebijakan dalam ke-

giatan perbankan syariah (Gambar 4).

�������

�����

�� � �� �

Gambar 4. Tahapan Pilar Pembiayaan dalam

Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah bagi Masyarakat Miskin

Strategi Implementasi Intermediasi Sosial Perbankan Syariah

Sampai pada pemahaman ini, peran lain yang dapat diadopsi oleh

syariah untuk dapat melibatkan masyarakat miskin sebagai segmentasi pasar (

segmentation) ialah peran intermediasi sosialnya. Oleh karena itu, dalam

implementasi pelaksanaan peran intermediasi sosial perbankan syariah yang lebih

optimal, setidaknya dibutuhkan beberapa strategi yang dapat dilakukan sehingga

peran ini dapat menjadi

berkelanjutan, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

strategi yang dapat ditempuh oleh perbankan syariah untuk mengoptimalkan peran

intermediasi sosial tersebut, antara lain:

Mendirikan Unit Usaha Khusus (UUK)

Pendirian unit usaha khusus (UUK) merupakan tawaran strategi pertama

dalam mengoptimalkan peran intermediasi sosial perbankan syariah. hal ini

didasarkan pada asumsi bahwa pelaksanaan peran intermediasi sosial merup

kegiatan yang berbeda dari kegiatan utama bank lainnya. Dimana proses ini

������������� ��

�� �������������

��������

�� � �� �

���� �

Tahapan Pilar Pembiayaan dalam

Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah bagi Masyarakat Miskin

Strategi Implementasi Intermediasi Sosial Perbankan Syariah

Sampai pada pemahaman ini, peran lain yang dapat diadopsi oleh

syariah untuk dapat melibatkan masyarakat miskin sebagai segmentasi pasar (

segmentation) ialah peran intermediasi sosialnya. Oleh karena itu, dalam

implementasi pelaksanaan peran intermediasi sosial perbankan syariah yang lebih

optimal, setidaknya dibutuhkan beberapa strategi yang dapat dilakukan sehingga

salah satu kebijakan perbankan syariah yang berkualitas dan

berkelanjutan, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

strategi yang dapat ditempuh oleh perbankan syariah untuk mengoptimalkan peran

intermediasi sosial tersebut, antara lain:

Mendirikan Unit Usaha Khusus (UUK)

Pendirian unit usaha khusus (UUK) merupakan tawaran strategi pertama

dalam mengoptimalkan peran intermediasi sosial perbankan syariah. hal ini

didasarkan pada asumsi bahwa pelaksanaan peran intermediasi sosial merup

kegiatan yang berbeda dari kegiatan utama bank lainnya. Dimana proses ini

�� ��������� ����

Sampai pada pemahaman ini, peran lain yang dapat diadopsi oleh perbankan

syariah untuk dapat melibatkan masyarakat miskin sebagai segmentasi pasar (market

segmentation) ialah peran intermediasi sosialnya. Oleh karena itu, dalam

implementasi pelaksanaan peran intermediasi sosial perbankan syariah yang lebih

optimal, setidaknya dibutuhkan beberapa strategi yang dapat dilakukan sehingga

salah satu kebijakan perbankan syariah yang berkualitas dan

berkelanjutan, dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun beberapa

strategi yang dapat ditempuh oleh perbankan syariah untuk mengoptimalkan peran

Pendirian unit usaha khusus (UUK) merupakan tawaran strategi pertama

dalam mengoptimalkan peran intermediasi sosial perbankan syariah. hal ini

didasarkan pada asumsi bahwa pelaksanaan peran intermediasi sosial merupakan

kegiatan yang berbeda dari kegiatan utama bank lainnya. Dimana proses ini

Gambar 4. Tahapan Pilar Pembiayaan

dalam Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah

bagi Masyarakat Miskin

Strategi Implementasi Intermediasi Sosial

Perbankan Syariah

Sampai pada pemahaman ini, peran lain yang

dapat diadopsi oleh perbankan syariah untuk da-

pat melibatkan masyarakat miskin sebagai segmen-

tasi pasar (market segmentation) ialah peran inter-

mediasi sosialnya. Oleh karena itu, dalam imple-

mentasi pelaksanaan peran intermediasi sosial per-

bankan syariah yang lebih optimal, setidaknya

dibutuhkan beberapa strategi yang dapat dila-

kukan sehingga peran ini dapat menjadi salah satu

kebijakan perbankan syariah yang berkualitas dan

berkelanjutan, dalam jangka pendek maupun jang-

ka panjang. Adapun beberapa strategi yang dapat

ditempuh oleh perbankan syariah untuk meng-

optimalkan peran intermediasi sosial tersebut,

antara lain:

Mendirikan Unit Usaha Khusus (UUK)

Pendirian unit usaha khusus (UUK) meru-

pakan tawaran strategi pertama dalam mengopti-

malkan peran intermediasi sosial perbankan sya-

riah. hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pelak-

sanaan peran intermediasi sosial merupakan ke-

Page 10: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah: Inisiasi Pelayanan Keuangan Bagi Masyarakat MiskinMuhammad Syafii Antonio & Hilman Fauzi Nugraha

| 247 |

Perbankan Syariah

Menghimpun Dana (Funding)

Menyediakan Jasa (Services)

Menyalurkan Dana (Lending)

Dana Pihak Pertama,

Dana Pihak Kedua, Dana Pihak Ketiga

Unit Usaha Khusus (UUK) Intermediasi Sosial

(1) Pemberdayaan

masyarakat (pembentukan kapasitas

masyarakat)

(2) Pembangunan institusi

keuangan lokal (pemberian jasa

keuangan untuk modal)

“Masyarakat Miskin Siap

untuk berinteraksi

dengan lembaga keuangan

formal

(Perbankan)”

Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan

Hibah (ZISWAH)

Sumber Modal

Cat: Analisis Klasifikasi masyarakat Miskin

giatan yang berbeda dari kegiatan utama bank lain-nya. Dimana proses ini diartikan sebagai pengantarbagi masyarakat miskin untuk dapat beralih me-nuju segmentasi pasar yang dapat dilibatkan dalamkegiatan utama perbankan tersebut. Sehingga dibu-tuhkan keseriusan dan konsentrasi yang tinggidalam mengelola dalam pelaksanaan programnya.

Sesuai dengan hakikat dari peran interme-diasi sosial yang telah disebutkan, maka tugas per-tama dari Unit Usaha Khusus (UUK) intermediasisosial perbankan syariah ini ialah bergerak padaproses pembentukan kapasitas SDM masyarakatmiskin sebagai calon nasabah terlebih dahulu se-bagai permulaan untuk membina masyarakat mis-

Gambar 5. Tawaran (1) Model Intermediasi Sosial Perbankan Syariah Melalui PendirianUnit Usaha Khusus bagi Masyarakat Miskin

Page 11: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKANVol. 16, No.2, Mei 2012: 238–252

| 248 |

kin menuju calon nasabah yang memilki kapabilitas(Enterpreneurship Skill, No Moral Hazard, No AdverseSelection, Good Confident, and Trust), yang selan-jutnya dapat menikmati pembiayaan perbankansyariah seperti layaknya masyarakat lain.

Adapun untuk sumber permodalan dalammelakukan peran intermediasi sosial ini, perbankansyariah dapat menggunakan dana-dana sosialsebagai bagian dari intrumen yang dianjurkan olehIslam yaitu zakat, infaq, shadaqah, wakaf, danhibah (ZISWAH). Dalam arti lain, pelaksanaanperan intermediasi sosial ini tidak akan meng-ganggu terhadap sirkulasi keuangan (cash flow)jalannya kegiatan utama perbankan syariah (fund-ing, lending, ataupun services). Justru sebaliknya, pe-ran ini jika dijalankan dengan baik akan mening-katkan peranan perbankan syariah sebagai lem-baga intermediasi keuangan dikarenakan adanyapenambahan jumlah nasabah dari masyarakat mis-kin yang telah dibina, yang pada akhirnya akanmeningkatkan pula terhadap pangsa pasar (marketshare) perbankan syariah secara agregat (Gambar 5).

Bekerjasama dengan Lembaga KeuanganMikro Syariah (LKMS)

Perbankan syariah sebagai lembaga interme-diasi keuangan berskala besar bisa bekerjasamadengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)yang relatif sebagai lembaga intermediasi ke-uangan dengan skala kecil. Sampai pada saat ini,Pola hubungan antara perbankan syariah danLKMS ini dinamakan dengan program linkage.

Program linkage antara perbankan syariahdengan LKMS merupakan hubungan bisnis yangsaling menguntungkan, dimana pihak perbankandapat menyalurkan dananya, sementara di pihaklain LKMS memperluas jangkauan layanannya bagiusaha mikro, pun termasuk bagi masyarakatmiskin. Selain fokus pada permodalan, linkageantara bank syariah dengan LKMS ini juga terkaitdengan bimbingan teknis (technical assistance), se-perti training pengelola dan pengadaan konsultanpendamping yang intinya adalah penguatan ka-

pasitas kelembagaan (capacity building). Akantetapi pada pelaksanaannya, pola linkage antarabank syariah dengan LKMS tidak dapat menyen-tuh secara menyeluruh terkait dengan sasaranmasyarakat miskin yang sebenarnya. Sehingga halini membuat masyarakat miskin dengan kriteriayang tidak sesuai dalam aturan pemberian KURoleh LKMS, tidak akan mendapatkan pembiayaantersebut.

Oleh karena itu, peran intermediasi sosialperbankan syariah yang bekerjasama denganLKMS melalui program linkage lebih tepat untukdiaplikasikan khusus untuk masyarakat miskinyang tidak tercover dalam kebijakan program link-age bank syariah yang telah ada.

Dalam pelaksanaanya, perbankan syariah de-ngan dana sosial yang bersifat revolving sepertizakat, infaq, shadaqah, wakaf, dan hibah(ZISWAH) dapat memberikan permodalan kepadaLKMS-LKMS untuk melakukan kegiatan inter-mediasi sosial (Capacity Building & Transfer of Fi-nancial Services) melalui akad tabarru’ (qard al-Hasan).Pada gilirannnya, akan menciptakan masyarakatmiskin yang siap untuk mendapatkan pelayananfinancial yang bersifat komersil melalui akad tijari.Jadi dalam hal ini, LKMS hanya menjadi agen per-bankan syariah untuk melakukan pola dan peranintermediasi sosial. Peranan LKMS yang lebihbanyak bergerak pada pemberian pelayanan bagiusaha mikro, dengan pengetahuan yang mumpunidalam memetakan keadaan (situasi dan kondisi)masyarakat miskin, dinilai akan lebih efektif danefisien untuk dapat menjalankan peran intermediasisosial perbankan syariah (Gambar 6).

Adapun sebagai tambahan, strategi pentinglain untuk mengiplementasikan peran intermediasisosial perbankan syariah bagi masyarakat miskinini ialah mencatat program atau perananan pelak-sanaan yang telah dijalankan ke dalam laporan ke-uangan perbankan syariah sebagai bentuk so-sialisasi kepada masyarakat luas. Hal ini dilakukanberdasarkan beberapa tujuan, antara lain: (1) untuk

Page 12: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah: Inisiasi Pelayanan Keuangan Bagi Masyarakat MiskinMuhammad Syafii Antonio & Hilman Fauzi Nugraha

| 249 |

Gambar 6. Tawaran (2) Model Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah melalui Kerjasamaantara Bank Syariah dan LKMS bagi Masyarakat Miskin

menepis stigma negatif masyarakat terhadap per-bankan syariah yang tidak pro terhadap masyara-kat miskin, (2) untuk memberikan kemudahan da-lam proses evaluasi pelaksanaan program, (3) un-tuk mengantisipasi adanya kekeliruan dalam pen-catatan laporan keuangan dari kegiatan perbankanlainnya, dan (4) untuk menjamin pelaksanaan pro-

gram dari prilaku ataupun tindakan yang tidak di-benarkan oleh syariah.

Melalui tawaran dua strategi diatas, yaknimelalui pendirian unit usaha khusus (UUK) inter-mediasi sosial dan kerjasama melalui LKMS khususbagi masyarakat miskin, serta strategi tambahandengan mencatat dalam laporan keuangan sebagai

Perbankan Syariah

LKMS I

LKMS II

LKMS II

Pola Linkage

(1) Pemberdayaan

masyarakat (pembentukan kapasitas

masyarakat)

(2) Pembangunan institusi

keuangan lokal (pemberian jasa

keuangan untuk modal )

“Masyarakat Miskin Siap untuk

berinteraksi dengan lembaga keuangan formal

(Perbankan)”

Dana-Dana Sosial: Zakat,

Infaq, Shadaqh, wakaf, dan

Hibah (ZISWAH)

Intermediasi Sosial

Page 13: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKANVol. 16, No.2, Mei 2012: 238–252

| 250 |

Gambar 7. Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah Bagi Masyarakat Miskin

Perbankan Syariah

Masyarakat

Kaya

- No Moral Hazard

- Hak yang

sama

Pembiayaan

Masyarakat

Miskin

- Moral Hazard

- Adverse Selection

- Low of Trust

- Hak yang sama

Intermediasi Sosial

Mendirikan Unit Usaha Khusus

Bekerjasama dengan LKMS

(1) Pemberdayaan

masyarakat (pembentukan kapasitas)

masyarakat)

(2) Pembangunan

institusi keuangan lokal

(pemberian jasa keuangan untuk modal )

Dana Operasional Perbankan

Dana Sosial, seperti: Zakat,

Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan Hibah

(ZISWAH)

“Masyarakat Miskin Siap untuk

berinteraksi dengan lembaga keuangan formal

(Perbankan)”

Page 14: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Peran Intermediasi Sosial Perbankan Syariah: Inisiasi Pelayanan Keuangan Bagi Masyarakat MiskinMuhammad Syafii Antonio & Hilman Fauzi Nugraha

| 251 |

bentuk sosialisasi kepada masyarakat luas. Maka,peran intermediasi sosial dapat segera dengancepat dieksplorasi oleh perbankan syariah sebagaiproduk atau kebijakan tambahan dari sekedar pe-ran intermediasi keuangan semata dengan mem-pergunakan dana-dana sosial yang sesuai dalamperpektif islam yaitu zakat, infaq, shadaqah, wakaf,dan hibah (ZISWAH). Sehingga dengan akselerasiini, perbankan syariah dapat menepis stigma tidakpro terhadap masrakat miskin, dan bahkan dapatdengan lantang menyuarakan jargon sebagai lem-baga keuangan perbankan yang lebih dari sekedarbank (beyond banking) (Gambar 7).

PENUTUP

Berdasarkan hasil pembahasan dengan me-ngacu pada studi literatur mengenai peran inter-mediasi sosial perbankan syariah bagi masyarakatmiskin, maka dapat diperoleh beberapa kesim-pulan, yakni: (1) perbankan syariah memiliki posisistrategis sebagai lembaga keuangan yang dapatmenyentuh atau melibatkan masyarakat miskin kedalam segmentasi pasar institusi keuangannya me-lalui peran intermediasi sosial. (2) Dalam prosespelaksanaanya, dana untuk peran intermediasisosial perbankan syariah dapat mempergunakandana-dana sosial yang sesuai dengan pandanganIslam, yaitu zakat, infaq, shadaqah, wakaf, danHibah (ZISWAH).

Peran intermediasi sosial dapat diaplikasikanmenjadi produk atau kebijakan tambahan perbank-an syariah dalam melayani masyarakat miskin me-lalui beberapa tawaran model strategi, yaitu: (1)melalui pendirian unit usaha khusus (UUK) inter-mediasi sosial dan (2) kerjasama melalui LKMSkhusus bagi masyarakat miskin.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, H. 2001. Financing Microenterprise an Analyti-cal Study of Islamic Microfinance Institutions. Pa-per. Dipersentasikan pada the 9th Intensive Orien-tation Seminar Islamic Foundation, Leicester.

Akerlof, G.A. 1970. The Market of “Lemons”: QualityUncertainty and The Market Mechanism. The Quar-terly Journal of Economics, 84(3): 488-500.

Akhtar, M.R. 1996. Practice and Prospects of MusharakahFinancing for Small Enterprise in Pakistan. Jour-nal of Islamic Banking in Finance, 13(3).

Akhtar, M.R. 1998. Islamic Microfinance Credit whereCredit is Really Due. Journal of Islamic Banker,(Oktober).

Al-Harran. 1990. Islamic Finance: The Experience ofSudanese Islamic Bank in Partnership(Musharakah) Financing as A Tool for Rural De-velopment Among Small Farmers in Sudan. TesisPhD Durham University (Unpublished). Durham.

Al-Harran. 1990. Islamic Finance Needs A New Para-digm. New Horizon, 48(Feb).

Al-Harran. 1990. Islamic Partnership Financing. Arab LawQuarterly, 14(3).

Anonim. 2008. Memantapkan Pola Linkage Bank-LKMdalam Upaya Percepatan PenanggulanganKemiskinan Melalui KUR Mikro. LokakaryaNasional. Jakarta: Gedung SME’sCo PromotionCenter (SPC). 10 Juni 2008.

Ascarya, & Sanrego, Y.D. 2007. Redefine Micro, Small,and Medium Enterprises (MSMEs), Classificationand The Potency of Baitul Maal Wa Tamwiel asIntermediary Institution on Indonesia. Paper.Dipresentasikan di First International Conferenceon Inclusive Islamic Financial Sector Development.University of Brunei Darussalam and IRTI-IDB.

Bank Indonesia. 2010. Outlook Perbankan Syariah 2010.Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia.

Bennet. L, Goldberg. M., & Hunte, P. 1996. Ownershipand Sustainability: Lesoon on Group Based Fi-nancial Service from South Asia. Journal of Interna-tional Development, 8(2).

Bennet, L. & Cuevas, C.E. 1996. Sustainable Banking withthe Poor. Journal of International Development, 8(2):142-152.

Braverman, A. & Guasch, J.L. 1986. Rural Credit Marketsand Institution in Developing Countries: Lessonfor Policy Analysis from Practice and ModernTheory. World Development, 14(10-11).

Page 15: jurkubank.wordpress.com PERAN INTERMEDIASI … mengawasi permintaan dan penghimpunan pin-jaman dalam jumlah yang sedikit sehingga menye-babkan biaya transaksi meningkat (Braverman

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKANVol. 16, No.2, Mei 2012: 238–252

| 252 |

Chapra, M. U. 2000. Why Has Islam Prohibited Interest?Rationale behind the Prohibitation of Interest. Re-views of Islamic Economics, 9.

Daripa, A. 2000. Market for ‘Right-to-Borrow’: A Theoryof Credit Cooveratives. Paper. Dipersentasikanpada Diskusi Ekonomi di Departmen of Econom-ics. University of London.

Dhumale, R. & Sapcanin, A. 1998. An Application of Is-lamic Banking Principles to Microfinance. UnitedNations Development Program. Regional Bureaufor Arab States. New York, NY.

Diamond, D. 1991. Monitoring and Reputation: TheChoice Between Bank Loans and Directly PlacedDebt. Journal of Political Economy, 99: 689-721.

Dusuki, A.W. 2008. Banking for The Poor: The Role ofIslamic Banking in Microfinance Initiatives.Humanomics, 24(1): 49-66.

El-Gamal, M. A. 2006. Islamic Finance: Law, Economic andPractice. Cambridge: Cambridge University Press.

Homstrom, B. & Tirole, J. 1993. Financial Intermediation:Loanable Funds, and the Real Sector. IDEI ToulouseUniversity. Toulouse.

Hulme, D. & Mosley, P. 1996. Finance Against Poverty.First Edition. London: Retledge.

Ibn, A. 2006. Treatise on Maqasid al-Shariah. Alih Bahasaoleh El-Mesawi, M.E.T. London: The InternationalInstitute of Islamic Thought.

Jacklen, H.R. 1989. Banking on the Informal Sector. Pa-per. Dipresentasikan pada International Confer-ence on Microenterprise Development. Washing-ton DC.

Ledgerwood, J. 1999. Microfinance Handbook: An Institu-tional and Financial Perspective Sustainable Bankingwith the Poor. Washington, D.C: The World Bank.

Rivai, V. 2000. Bank and Financial Institution Management.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Robinson, M.S. 1993. Beberapa Strategi yang Berhasil untukMengembangkan Bank Pedesaan: Pengalaman denganBank Rakyat Indonesia (BRI) 1970-1990. Jakarta:Institut Bankir Indonesia.

Rosly, S.A. & Bakar, M.A.A. 2003. Performance of Islamicand Mainstream Banks in Malaysia. InternationalJournal of Social Economics, 30(12).

Rudjito. 2003. The Role of Microfinance Institution inOrder to Stirred People Economy and Poverty Al-leviation: Case Study Bank Rakyat Indonesia. JurnalKeuangan Rakyat, 2(1).

Siddiqui, S.H. 2001. Islamic Banking: True Modes of Fi-nancing. New Horizon, 109 (Mei-Juni).