pengurangan pemakaian gas produksi dengan …
TRANSCRIPT
i
PENGURANGAN PEMAKAIAN GAS PRODUKSI
DENGAN MODIFIKASI ALAT BANTU
PROSES PEMBUATAN BASE POWDER
DI PT. SABUN
Disusun Oleh:
Rian Ambrowo
004201405130
Skripsi ini Dipersembahkan kepada
Universitas Presiden Fakultas Teknik
untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Sarjana
dalam Program Studi Teknik Industri
2018
ABSTRAK
PT. Sabun adalah sebuah industri kebutuhan rumah tangga yang
memproduksi detergen powder. Objek yang diamati adalah area untuk membuat
base powder. Pada area tersebut mempunyai permasalahan tingginya pemakaian
gas produksi. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi penyebab tingginya
pemakaian gas produksi pada proses pembuatan base powder detergen bubuk.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk menemukan penyebab utama
permasalahan menggunakan Diagram Fishbone dan Why-Why Analysis sebagai
prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah semaksimal mungkin
pemakaian gas produksi yang tinggi pada proses produksi. Pada penerapan usulan
yaitu modifikasi alat bantu berupa filter nozzle , mampu mengurangi rata-rata
pemakaian gas produksi dari 1,09 MMBTu/Ton menjadi 1,04 MMBTu/Ton.
Kata Kunci : Fishbone, gas, Why-Why Analysis + 48 halaman; 17 gambar; 4
tabel; Daftar pustaka : 5 ( 2002 – 2012 )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
PT. Sabun adalah sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam
pemenuhan produk Consumer Goods bagi masyarakat. PT Sabun tersebut
menghasilkan produk Consumer Goods berupa detergen bubuk dengan merk
RINSO yang berfungsi untuk membersihkan pakaian dari noda pada saat proses
pencucian pakaian.
Kondisi harga jual per gram di pasaran yang terlihat paling tinggi dibanding
harga produk dari kompetitor seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.1 membuat
perusahaan harus melakukan perbaikan pada proses produksinya.
Tabel 1.1 Harga Detergen Bubuk Per Gram
Produk Boom Rinso Soklin Total Attack Daia B29
Kemasan 400 450 900 750 900 900 800
Harga kemasan 5000 9900 14900 12900 14500 14800 14200
Harga per gram 12.50 22.00 16.56 17.20 16.11 16.44 17.75
Salah satu penyebab tingginya harga jual detergen PT. Sabun adalah
tingginya biaya produksi yang disebabkan salah satunya oleh pemakaian gas
produksi yang tinggi untuk proses pembuatan base powder detergen bubuk. Hal
ini dikarenakan masih banyak faktor internal maupun eksternal yang
mempengaruhi pemakaian gas produksi yang tidak efisien dimana konsumsi
pemakaian gas yang selalu di atas target perusahaan seperti yang ditunjukkan pada
gambar 1.1, sedangkan output tetap atau bahkan cenderung mengalami penurunan.
Gambar 1.1 Diagram Penggunaan Gas Produksi
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan pada sub-bab diatas,
maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi penyebab tingginya pemakaian gas produksi PT. Sabun
2. Bagaimana cara menurunkan jumlah pemakaian gas produksi PT. Sabun
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui penyebab terjadinya pemakaian gas produksi sabun Rinso
2. Menurunkan jumlah pemakaian gas produksi sabun Rinso
1.4. Batasan Masalah
Di dalam penelitian ini, dilakukan pembatasan masalah agar lebih mudah
dalam melakukan analisa serta melakukan pemecahan masalah guna menghindari
penyimpangan pembahasan yang melebar jauh dari pokok permasalahan. Adapun
batasan - batasan masalah tersebut meliputi hal - hal sebagai berikut :
1. Penelitian dilaksanakan di PT. Sabun.
2. Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari Agustus 2017 - Oktober 2017.
1.5. Asumsi
Dalam penelitian ini diasumsikan:
1. Peralatan tidak ada yang mengalami kerusakan
2. Proses produksi berjalan terus selama 6 hari full day dalam seminggu
1.6. Sistematika Penulisan
BAB I. Pendahuluan
Laporan ini ditulis secara berurutan. Pada bab ini diberikan gambaran objektif
tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah serta asumsi agar penelitian ini tetap bisa dilakukan.
BAB II. Landasan Teori
Bab ini berisi tentang teori, konsep dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang diteliti serta penjelasan juga pemahaman berdasarkan
teori dari buku dan jurnal dari para ahli yang berkaitan dengan penurunan waste di
dalam proses produksi.
BAB III. Metodologi Penelitian
Bab ini berisi tentang langkah singkat dan proses penelitian serta memuat
tahapan juga metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam
penelitian secara sistematik berdasarkan teori-teori yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan di dalam laporan ini.
BAB IV. Data dan Analisis
Pada Bab ini menunjukkan data-data yang telah diambil dan dianalisa dari
hasil pengamatan masalah di lokasi penelitian. Data-data tentang jumlah
pemakaian gas produksi Rinso selama masa penelitian. Dalam bab ini juga
ditentukan langkah perbaikan yang diambil berdasar analisa data yang telah
dilakukan.
BAB V. Simpulan dan Saran
Bab ini adalah pembahasan terakhir dari laporan ini yang berisi tentang
rangkuman serta kesimpulan terhadap analisa dan improvement yang sudah
dilakukan di lokasi penelitian. Bab ini juga berisi tentang saran dan rekomendasi
atas hasil yang dicapai dari penelitian permasalahan di lokasi penelitian.
BAB II
LITERATUR STUDI
2.1. Pengertian Waste
Waste dapat didefinisikan sebagai apapun produk atau zat yang tidak ada
gunanya atau nilai lebih untuk orang atau organisasi yang memilikinya. Tapi apa
yang dibuang oleh satu pihak mungkin memiliki nilai bagi yang lain. Dengan
demikian, pendekatannya luas untuk mendefinisikan waste karena bisa jadi apa
yang dibuang satu pihak dapat dipulihkan dan dijadikan sumber daya oleh pihak
lain. (Costello, Peter ; 2005)
Waste adalah zat yang dibuang setelah penggunaan proses utama, atau
cacat dan tidak berguna. Berkaitan dengan produksi, waste merupakan hal-hal
yang melibatkan penggunaan material atau sumber daya lainnya yang tidak bisa
dijadikan produk jadi sehingga tidak bisa dijual dan tidak memberikan
keuntungan bagi perusahaan.
2.2. Jenis - jenis Waste
Menurut Taichii Ohno diidentifikasikan adanya sumber utama
pemborosan, yang terkenal dengan istilah “7 Waste / 7 Pemborosan”. 7
Pemborosan itu adalah (Suttherland & Bennet, 2007)(Taylor, 2012):
1. Kelebihan Produksi: Melakukan aktivitas 'untuk berjaga-jaga' dalam satu
batch. Produksi yang berlebihan bisa diartikan bahwa sebuah produk
dibuat dalam jumlah yang melebihi apa yang dibutuhkan pelanggan. Dapat
juga diartikan sebuah produk dibuat terlalu cepat dibandingkan dengan
tanggal yang diinginkan pelanggan. Hal ini sering terjadi pada saat proses
produksi menggunakan sistem borongan dengan jumlah besar.
2. Penundaan/ Menunggu: Setiap penundaan antara akhir satu proses dan
awal kegiatan selanjutnya. Pada saat sebuah barang tidak bergerak atau
tidak di proses, barang tersebut berstatus menunggu. Menunggu bisa
disebapkan oleh banyak hal. Menunggu karena inventori terlalu banyak,
menunggu karena mesin atau peralatan rusak, menunggu untuk dikirim,
menunggu karena sistem pengerjaan borongan dan lain-lain.
3. Transportasi: Setiap perpindahan adalah pemborosan. Meski tidak bisa
sepenuhnya menghilangkan transportasi, Anda harus bertujuan untuk
mengurangi dari waktu ke waktu. Transportasi barang, baik itu bahan
mentah, produk setengah jadi, ataupun produk jadi baik yang dilakukan di
dalam areal pabrik ataupun dari penyalur merupakan pemborosan. Setiap
perpindahan, menambah risiko barang itu rusak, hilang, atau terlambat
terkirim. Selain itu, transportasi tidak mengubah bentuk benda dan tidak
menambah nilai barang, sehingga pelanggan tidak mau membayar biaya
transportasi ini. Di dalam konsep lean manufaktur, segala jenis
transportasi ini harus diminimasi melalui tata letak yang sebaik mungkin.
4. Motion / Pergerakan : Gerakan orang maupun material yang tidak perlu
juga dikategorikan sebagai pemborosan, baik itu pergerakan untuk
melakukan sesuatu yang tidak perlu, ataupun pergerakan yang berlebihan
5. Persediaan: Setiap bahan baku, baik setengah jadi atau barang jadi yang
melebihi apa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tepat
pada waktunya. Persediaan adalah salah satu pemborosan terbesar, karena
persediaan memakan modal, menjadi usang dan mengkonsumsi ruang juga
tenaga kerja. Inventori juga bisa menyembunyikan masalah-masalah
lainnya. Hampir setiap ketidaksempurnaan dalam sebuah sistem atau
masalah menciptakan suatu kebutuhan untuk meningkatkan inventori.
6. Proses yang berlebihan: Menggunakan peralatan dan proses kompleks
untuk melakukan tugas sederhana. Proses yang berlebihan bisa terjadi bila
proses pengerjaan sebuah produk melebihi apa yang diinginkan oleh
pelanggan. Termasuk di dalamnya penggunaan peralatan yang lebih presisi
atau lebih canggih dari yang dibutuhkan. Dan juga menggunakan energi
atau kegiatan melebihi dari yang diperlukan untuk menghasilkan produk
atau menambahkan nilai lebih dari standar yang disepakati.
7. Cacat: Barang rusak, adalah pemborosan yang paling mudah dikenali.
Barang rusak dimanapun terjadinya, pelanggan tidak mau membayarnya,
sehingga menimbulkan biaya lebih untuk melakukan perbaikan, atau
memproduksi ulang, dan lain-lain. Walaupun ada beberapa barang rusak
yang bisa diperbaiki, namun proses perbaikan itu sendiri membutuhkan
sumber daya yang seharusnya tidak perlu ada.
2.3. Diagram Pareto
Analisa Pareto adalah tehnik sederhana yang membantu dalam
menentukan usaha yang berfokus pada masalah yang memiliki potensial terbesar
untuk dilakukan perbaikan berdasarkan pada jumlah frekuensi kejadian atau
diagram batang yang ditunjukkan menurun (Taylor, 2012)
Saat menganalisa penyebab suatu masalah, Diagram Pareto ini akan segera
mengidentifikasi penyebab utama sehingga sumber daya yang tersedia dapat
diarahkan sesuai dengan permasalahan yang terjadi.
Diagram Pareto digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori
kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri
hingga ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu
kita untuk menentukan prioritas kategori kejadian yang perlu dikaji terlebih
dahulu. Dengan bantuan Diagram Pareto tersebut, kegiatan akan lebih efektif
dengan memusatkan perhatian pada penyebab yang mempunyai dampak yang
paling besar terhadap kejadian yang telah terjadi.
Dalam membuat diagram Pareto seperti yang ditunjukkan pada contoh
gambar 2.1, yang diatasi adalah penyebab kejadian, bukan gejala yang terjadi.
Gambar 2.1 Diagram Pareto
Cara menggunakan:
1. Mengidentifikasi bidang masalah dengan mempelajari lebih lanjut tentang
dan kemungkinan penyebab. Hal ini dapat dilakukan menggunakan
diagram sebab akibat.
2. Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memverifikasi penyebab
Anda telah diidentifikasi. Pilih yang berkaitan dengan masalah Anda:
biasanya frekuensi atau biaya. Rank penyebab/ penundaan dari terbesar
untuk terkecil.
3. Menggambar Pareto grafik untuk menggambarkan temuan oleh daftar
masalah. Kategori pada sumbu horisontal umumnya menunjukkan
frekuensi dan biaya pada sumbu vertikal. Grafik batang akan membantu
untuk memastikan bahwa temuan dipahami oleh orang lain dengan cepat
dan mudah.
2.4. Diagram Fishbone
Diagram fishbone seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 adalah suatu
diagram yang menunjukkan penyebab dari suatu kejadian tertentu. Penggunaan
umum dari diagram fishbone adalah pada proses desain produk, yang gunanya
untuk mengidentifikasi faktor potensial yang menyebabkan beberapa efek.
Gambar 2.2 Diagram Fishbone
Diagram Fishbone ini digunakan pertama kali oleh Kaoru Ishikawa pada
tahun 1943 dalam hubungannya dengan Program Kualitas di Kawasaki Steel
Works di Jepang. Beliau merupakan ponir dalam proses manajemen kualitas di
perusahaan Kawasaki dan menjadi salah satu pendiri dari disiplin ilmu
manajemen modern.
Diagram Fishbone bisa menjadi alat yang sangat berguna untuk
berhipotesis tentang penyebab cacat dan masalah kualitas. Kelebihan dari diagram
ini adalah mudah dipahami dan bisa digunakan di semua departemen untuk semua
tingkat (Dahlgaard, 2002).
Tujuan penggunaan Diagram Fishbone tersebut adalah untuk:
1. Untuk menemukan penyebab utama dan penyebab pendukung dari suatu
masalah
2. Kejelasan dari suatu masalah
3. Menemukan saling ketergantungan antar penyebab masalah
4. Melakukan perbaikan untuk menyelesaikan masalah
2.5. Why-Why Analisis
Why why analysis (analisa mengapa-mengapa) adalah suatu metode yang
digunakan dalam analisa akar masalah dalam rangka untuk problem solving yaitu
mencari akar suatu masalah atau penyebab dari suatu cacat supaya sampai ke akar
penyebab masalah. Metoda ini dikembangkan oleh pendiri Toyota Motor
Corporation yaitu Sakichi Toyoda yang menginginkan setiap individu dalam
organisasi mulai level manajemen puncak sampai lapisan dasar memiliki skill
problem solving dan mampu menjadi problem solver di area masing-masing.
Tujuan dari analisa ini adalah dengan berulang kali mengajukan
pertanyaan 'mengapa?', maka anda bisa mengupas lapisan masalah untuk sampai
ke akar penyebabnya. Alasan untuk masalah sering mengarah ke yang pertanyaan
lain, jadi Anda mungkin perlu mengajukan pertanyaan lebih sedikit atau lebih dari
lima kali sebelum Anda mendapatkan penyebabnya (Taylor, 2012).
Anda dapat menggunakan alat ini baik dalam isolasi atau untuk
melengkapi analisis akar penyebab. Karena analisa ini dengan cepat membantu
mengidentifikasi sumber masalah atau masalah, Anda dapat memfokuskan sumber
daya dengan benar dan dapat memastikan Anda mengatasi penyebab sebenarnya
dari masalah, bukan hanya gejalanya.
Cara menggunakan metoda ini melalui tahapan sebagai berikut
Tuliskan masalah spesifik; Ini membantu Anda memformalkan masalah dan
menjelaskannya secara akurat. Ini juga membantu tim untuk fokus pada masalah
yang sama. Gunakan brainstorming untuk bertanya mengapa masalah terjadi saat
itu, tulis jawabannya. Jika Jawaban tidak mengidentifikasi sumber masalah,
tanyakan 'mengapa?' lagi dan tulis jawaban itu turun. Tanyakan kembali sampai
tim setuju bahwa mereka telah mengidentifikasi penyebab akar masalahnya.
Sekali lagi, ini bisa memakan waktu lebih sedikit atau lebih dari lima
'mengapa?'. Diagram fishbone membantu anda mengeksplorasi semua potensi atau
penyebab sebenarnya yang berakibat pada kegagalan atau masalah. Begitu Anda
telah menetapkan semua masukan tentang penyebabnya, Anda dapat
menggunakan teknik lima mengapa untuk menelusuri akar penyebabnya. Kunci
keberhasilan metoda ini adalah menghindari asumsi dan mendorong tim untuk
terus melakukan pengupasan penyebab sampai akar penyebab sebenarnya.
Jika Anda mencoba memperbaiki masalahnya terlalu cepat, Anda mungkin
menghadapi gejala bukan masalah, jadi gunakan lima alasan untuk memastikan
bahwa Anda menangani penyebab masalah. Ingat, jika Anda tidak mengajukan
pertanyaan yang benar, Anda tidak akan mendapatkan jawaban yang benar
Contoh analisis akar penyebab menggunakan 5 whys analysis adalah:
1. Diagnosis pasien kanker kulit ditunda. Mengapa?
2. Laporan biopsi eksisi tidak dilihat oleh ahli bedah. Mengapa?
3. Laporan itu diajukan di catatan pasien tanpa dilihat oleh ahli bedah.
Mengapa?
4. Itu adalah tugas resepsionis untuk melakukan pengarsipan. Mengapa?
5. Dokter junior sibuk dengan tugas-tugas lain. Mengapa?
Akar masalahnya adalah tugas dokter lain dipandang lebih penting daripada
pengarsipan. Sistem telah sekarang telah berubah, salinan semua laporan biopsi
dikirim ke konsultan ahli bedah yang bertanggung jawab atas laporan pasien dan
tidak ada laporan yang diajukan kecuali mereka telah ditandatangani oleh dokter.
Apa selanjutnya?
Setelah Anda mengidentifikasi penyebab utama masalah ini, langkah yang
disarankan berikutnya adalah menyelesaikan masalah dengan cara melakukan
perbaikan berkelanjutan pada sumber masalah sehingga masalah teratasi
2.6. Desain Manufaktur
Langkah awal menentukan desain adalah memperhitungkan terlebih
dahulu biaya yang terjadi. Berdasarkan gambar 2.3, maka biaya manufaktur dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu: (Ulrich & Eppinger, 2012)
Biaya komponen adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pembelian
komponen standar dari supplier. Contoh komponen standar adalah motor,
saklar, dll..
Biaya perakitan adalah biaya yang muncul dalam menggabungkan
komponen-komponen menjadi sebuah produk. Biaya perakitan diantaranya
adalah biaya tenaga kerja
Biaya pendukung adalah kategori biaya yang mendukung proses lainnya.
Biaya ini antara lain adalah biaya penanganan material, jaminan kualitas,
pembelian, pengiriman, penerimaan, fasilitas gedung, dll.
Gambar 2.3 Diagram Penyebab Biaya Manufaktur
Setelah ditentukan biaya terendah, lalu dilanjutkan proses pembuatan
prototipe. prototipe berfungsi sebagai perkiraan produk dengan satu atau lebih dari
satu dimensi. Prototipe digunakan untuk belajar, komunikasi, integrasi, dan acuan.
Beberapa prinsip yang berguna dalam membimbing keputusan tentang
prototipe selama pengembangan produk:
Analytical prototipe umumnya lebih fleksibel daripada prototipe fisik.
prototipe fisik yang diperlukan untuk mendeteksi fenomena tak terduga.
Sebuah prototipe dapat mengurangi risiko pengulangan dengan biaya mahal.
Sebuah prototipe dapat mempercepat langkah pembangunan lainnya.
Sebuah prototipe dapat merestrukturisasi tugas dependensi.
CAD 3D modeling dan desain fabrikasi relatif telah mengurangi biaya dan
waktu yang dibutuhkan untuk membuat dan menganalisis prototipe.
Perencanaan prototyping
Langkah 1: Tentukan tujuan dari Prototipe
Ingatlah empat tujuan prototipe: pembelajaran, komunikasi, integrasi, dan
tonggak sejarah. Dalam menentukan tujuan prototipe, tim mencantumkan
pembelajaran spesifiknya dan kebutuhan komunikasi. Misalkan untuk pembuatan
prototipe roda, tujuannya adalah untuk mengetahui penyerapan goncangan
karakteristik dan ketahanan roda menggunakan berbagai geometri dan material.
Prototipe ini terutama difokuskan pada performa dan memperkirakan biaya
pembuatan produk.
Langkah 2: Menetapkan Tingkat Pendekatan dari Prototipe
Merencanakan sebuah prototipe memerlukan definisi sejauh mana produk
akhirnya diperkirakan. Tim harus mempertimbangkan apakah prototipe fisik
diperlukan atau tidak, apakah prototipe analitis paling sesuai dengan
kebutuhannya. Dalam kebanyakan kasus, prototipe terbaik adalah prototipe paling
sederhana yang akan melayani tujuan yang ditetapkan pada langkah 1. Pada
beberapa kasus, model sebelumnya berfungsi sebagai produk acuan dan dapat
dimodifikasi untuk keperluan prototipe.
Langkah 3: Garis Besar eksperimental Rencana
Dalam kebanyakan kasus, penggunaan prototipe dalam pengembangan
produk dapat dianggap sebagai percobaan. Praktik eksperimen yang baik
membantu memastikan nilai maksimal dari upaya prototyping. Rencana
percobaan meliputi identifikasi variabel eksperimen (jika ada), protokol uji,
indikasi pengukuran apa yang akan dilakukan, dan sebuah rencana untuk
menganalisis data yang dihasilkan.
Langkah 4: Buat jadwal Pengadaan, konstruksi, dan Pengujian
Karena pembuatan dan pengujian prototipe dapat dianggap sebagai subproyek
dalam Proyek pengembangan keseluruhan, tim mendapatkan keuntungan dari
jadwal aktivitas prototyping. Tiga langkah yang sangat penting dalam menentukan
upaya prototyping:
Pertama, tim mendefinisikan kapan bagian-bagiannya akan siap dirakit.
Kedua, tim menentukan tanggal kapan prototipe pertama akan diuji.
Ketiga, tim mendefinisikan tanggal kapan mereka akan menyelesaikan
pengujian dan mendapatkan hasil akhir.
Observasi
Awal
Identifikasi
Masalah
Studi
Pustaka
Pengumpulan
Data
Analisis dan
Perbaikan Simpulan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, saya menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu
penelitian dilakukan dengan melihat data-data sebagai perwujudan gejala yang
diamati. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti penyebab tingginya pemakaian gas
produksi di PT SABUN.
Metodologi penelitian merupakan kerangka kerja atau kerangka berfikir
secara sistematis yang menggambarkan tahapan-tahapan untuk mengidentifikasi,
merumuskan, menganalisa, memecahkan dan menyimpulkan suatu masalah
sehingga penelitian lebih terarah dan beraturan.
3.1 Alur Penelitian
Alur penelitian ini dibuat sebelum memulai penelitian, dengan tujuan supaya
penelitian dapat berjalan sesuai dengan perencanaan dan langkah-langkah
penelitian mengikuti tahapan yang telah ditentukan sehingga mendapatkan hasil
yang sesuai dengan harapan.
Tahapan dalam penyelesaian masalah selama penelitian disusun menjadi 8
tahapan yang digambarkan dalam diagram 3.1 sebagai berikut:
3.1 Diagram Alur Penelitian
3.2 Observasi Awal
Observasi awal merupakan tahapan yang dilakukan untuk mengidentifikasi
masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Dalam proses ini digunakan untuk
mencari dan mendapatkan informasi yang mendukung untuk penelitian.
Penelitian langsung dilakukan di lapangan, bertujuan untuk memperoleh data-
data aktual yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan menurunkan
jumlah pemakaian gas produksi. Data yang dibutuhkan diperoleh dari dalam
departemen maupun dari luar departemen yang bersangkutan dengan mengambil
data kepada bagian-bagian yang berkompeten dibidangnya.
3.3 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan tahap yang dilakukan setelah pendahuluan
penelitian, dalam tahapan ini dapat diketahui masalah yang terjadi atau dapat
menentukan objek permasalahan di perusahaan sehingga dengan diketahuinya
permasalahan yang kemudian mencari cara bagaimana menyelesaikan masalah
yang terjadi di perusahaan. Masalah yang terjadi di PT SABUN adalah pemakaian
gas produksi yang tinggi dalam proses produksi.
3.4 Studi Pustaka
Dalam proses penelitian diperlukan metode – metode yang tepat sehingga
penelitian dapat dilakukan secara benar. Metode – metode tersebut dijelaskan
berdasarkan ilmu dari buku para ilmuwan yang telah melakukan penelitian
menyeluruh terhadap metode-metode yang digunakan.
3.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk mendukung proses penelitian, data
yang dikumpulkan ini diambil dari data langsung setiap minggunya. Pengumpulan
data aktual dan data-data lain yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah
dilakukan dengan penelitian secara langsung dan berperan aktif di semua kegiatan
yang berhubungan dengan proses pemakaian gas produksi tersebut.
3.6 Analisis dan Pembahasan Masalah
Tahap ini adalah proses analisa masalah berdasarkan data aktual di lapangan
sehingga dapat ditemukan penyebab dari masalah serta dapat memberikan usulan
perbaikan. Dalam tahap ini juga memberikan ulasan mengenai permasalahan yang
terjadi. Apakah kondisi saat ini sudah cukup membuat perusahaan efisien dalam
proses produksi. Dan bagaimana kondisi perusahaan setelah dilakukan perbaikan
berdasar analisa yang telah dilakukan.
3.7 Simpulan dan Saran
Tahap terakhir adalah membuat kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan pada obyek penelitian serta memberikan saran terhadap perusahaan
agar menerapkan usulan perbaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1 Gambaran Proses
Dalam pembahasan masalah, hal pertama yang kita lakukan adalah
mengetahui proses pembuatan detergen bubuk. Proses pembuatan tersebut
mengikuti sebuah alur yang dtunjukkan pada gambar 4.1. Berdasarkan gambar
4.1, maka dijelaskan fungsi-fungsi dari alat-alat tersebut, yaitu :
1. Tangki material, merupakan tangki – tangki penyimpanan raw material
berupa material cair dan padat yang akan diolah menjadi base powder.
2. Mixer, merupakan alat untuk mencampur semua material yang nantinya kan
menjadi slurry. Slurry adalah bentuk dasar dari base powder yang berbentuk
seperti bubur akibat proses pencampuran raw material berupa material cair
dan padat.
3. Holding tank, merupakan tempat penyimpanan sementara untuk slurry.
4. HP Pump, adalah pompa bertekanan tinggi untuk mendorong slurry dari
holding tank di lantai 1 menuju nozzle slurry lantai 3.
5. Spray tower, merupakan alat untuk merubah bubur slurry menjadi bentuk
butiran powder.
6. Post Dose, merupakan alat untuk menambah variabel-variabel pembeda
seperti parfum, butiran-butiran warna,dll. sehingga dari base powder tersebut
bisa menghasilkan bnayak varian produk finish powder.
7. Fill Bin, merupakan area untuk mentransfer finish powder ke area packing
hall.
8. Packing Hall, merupakan area untuk mengemas finish powder ke dalam
kemasan-kemasan sachet atau polybag sesuai rencana kerja produksi.
9. Storage, merupakan area penyimpanan finish good produk sebelum dikirim
ke distributor.
.
Gambar 4.1 Flow Proses Pembuatan Detergen
Material Tank Mixer Holding tank
Post dose HP Pump
Fill bin Packing Storage
Spray tower
Dalam penelitian ini, saya melakukan penelitian hanya di dalam area kerja
yang berhubungan dengan proses pembuatan base powder. Area kerja yang
berhubungan dengan pembuatan langsung base powder adalah area mixer, holding
tank, HP Pump dan Spray Drying. Di area HP Pump terdapat alat utama yang
bernama Unit Bolt Cutcher yaitu unit yang berfungsi sebagai penyaring slurry
agar slurry yang ditransfer ke nozzle slurry bebas dari kotoran sepert yang
dtunjukkan seperti gambar 4.2 di bawah ini.
Gambar 4.2 Unit Bolt Cutcher
Sedangkan pada mainring terdapat alat utama yaitu Nozzle slurry seperti
terlihat pada gambar 4.3 di bawah ini. Nozzle slurry adalah alat yang berfungsi
men-spray-kan slurry yaitu merubah slurry menjadi bentuk butiran-butiran kecil
agar mudah kering saat dipanaskan di dalam spray tower.
Gambar 4.3 Nozzle Spray
Proses kerja pada pembuatan pembuatan base powder ditunjukkan pada
gambar 4.4.
Gambar 4.4 Flow Proses Pembuatan Base Powder
Berdasarkan gambar 4.4, maka dapat dijelaskan proses pembuatan base powder
sebagai berikut:
1. Seluruh raw material padat dan cair dicampur dan diaduk di dalam mixer
dengan kecepatan tinggi agar menjadi slurry. Slurry adalah bentuk dasar base
powder yang berbentuk seperti bubur.
2. Slurry kemudian ditampung dan terus diaduk di dalam holding tank sambil
menunggu waktu transfer slurry
3. Slurry ditransfer HP Pump ke nozzle mainring lantai 3.
4. Slurry dispraykan oleh nozzle lalu langsung dikeringkan di dalam tower oleh
udara panas hasil pembakaran burner hingga menjadi base powder
4.2 Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, saya melakukan analisa berdasarkan jumlah
pemakaian gas produksi yang menjadi target untuk dilakukan perbaikan. Karena
bagi perusahaan, semakin tinggi jumlah penggunaan gas produksi, maka semakin
tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pembelian gas
produksi.
Jumlah penggunaan gas produksi yang ada di perusahaan ditampilkan
pada tabel 4.1
140
24
2 1 0
20
40
60
80
100
0
50
100
150
Konfigurasi
Nozzle
Konsumsi Kecil Sulphonation
Stop
Kadar Air
Tinggi
Frekuensi
Akumulasi (%)
Tabel 4.1 Jumlah Pemakaian Gas Produksi (dalam MMBTu)
Bulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep
Total
Pemakaian
Gas
13,315 12496 15758 12003 13248 9765 16538 16593 11515
Volume
Produksi 10699 9854 13191 11047 12513 8789 12291 12453 9879
Rata-Rata
Pemakaian
Gas
1.24 1.27 1.19 1.09 1.06 1.11 1.35 1.33 1.17
Target 2017 1.07 1.07 1.07 1.07 1.07 1.07 1.07 1.07 1.07
Biaya
Pemakaian
Gas
11.45 11.67 10.99 10.00 9.74 10.22 12.38 12.26 10.72
4.3 Analisis Masalah dan Perbaikan
Berdasarkan data yang ada, maka selanjutnya dilakukan analisa untuk
mengetahui penyebab utama dari tingginya pemakaian gas produksi sekaligus
memberikan usulan yang tepat agar bisa mengurangi pemakaian gas produksi.
4.3.1 Menentukan Peringkat Masalah
Berdasarkan fakta dan data yang terjadi di PT. Sabun, maka dibuatlah
diagram pareto seperti yang terlihat pada gambar 4.5
Gambar 4.5 Diagram Pareto
Dari diagram pareto di atas dapat dijelaskan penyebab-penyebab dari
tingginya pemakaian gas produksi sebagai berikut:
4.3.1.1 Konfigurasi Nozzle tidak sesuai
Sesuai penjelasan pada gambar 4.4, untuk membuat base powder, slurry di
semburkan melalui nozzle mainring yang kemudian dikeringkan di dalam tower
dengan udara panas hasil pembakaran gas produksi.
Jika suhu udara panas tidak stabil maka penggunaan gas juga naik turun
untuk menjaga agar suhu udara panas di dalam tower stabil.
Jika suhu udara di dalam tower kurang panas, maka pembakaran tungku
tower diperbesar, artinya penggunaan gas ditambah. Saat suhu udara tinggi, maka
tungku tower diperkecil nyalanya, artinya penggunaan gas dikurangi. Dalam
proses inilah terjadi loss penggunaan gas produksi
Untuk menjaga agar suhu udara tetap stabil, dilakukan dengan cara
mengatur pembukaan nozzle mainring. Nozzle mainring terdiri dari 35 nozzle
seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.6
Gambar 4.6 Nozzle Mainring
Pada awal spray dibuka 11 nozzle yang yaitu nozzle A, C, D, H, I, M, N,
Q, 7, 9, 12. Untuk menambah volume spray base powder, selanjutnya akan dibuka
satu persatu secara berurutan hingga total maksimal 18 yaitu nozzle 8, E, P, 1, 13
4, 2. Selama proses spray tersebut sering terjadi kebuntuan nozzle spray seperti
yang ditunjukan pada gambar 4.7, dikarenakan lubang nozzle tersumbat kotoran
dari slurry seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.8.
Gambar 4.7 Nozzle Buntu
Gambar 4.8 Kotoran Slurry
Jika ada nozzle spray yang buntu, untuk menjaga volume produksi tetap
stabil, maka dibukalah nozzle lain sebagai pengganti nozzle yang buntu. Hal
inilah yang membuat konfigurasi nozzle berubah. Semakin sering nozzle buntu
dan diganti nozzle yang lain, maka konfigurasi semakin sering berubah sehingga
mempengaruhi kondisi suhu udara di dalam tower. Frekuensi nozzle buntu
ditunjukkan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2 Frekuensi Noozle buntu
Hari Week 46 TOTAL
Dinas Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at Sabtu Minggu
Pagi 2 1 2 3 2 2 0
Siang 1 3 2 4 1 2 0
Malam 1 2 3 2 1 1 0
Total 4 6 7 9 4 5 0 35
Berdasar tabel 4.2 secara rata-rata dalam 1 bulan terjadi 140 kali nozzle
buntu yang menyebabkan suhu udara panas di dalam tower tidak stabil.
4.3.1.2 Konsumsi Powder kecil
Berdasarkan Rencana Kegiatan Produksi (RKP) pada gambar 4.7,
dikarenakan jumlah volume finish powder hanya sedikit yaitu hanya 2800
ton/minggu dari biasanya 3300 ton/minggu,dan ditunjukkan dengan lingkaran
merah pada Tabel 4.3, pada akhir minggu konsumsi powder packing hall
mengalami penurunan akibat beberapa varian produk detergen bubuk sudah
memenuhi target mingguan sehingga mesin dimatikan.
Berkaitan dengan hal tersebut, terjadi pula penurunan jumlah konsumsi
powder dari packing hall sedangkan proses produksi base powder tetap tinggi
walaupun sudah disetting spray minimal. Hal tersebut menyebabkan silo-silo
tampungan base powder cepat mengalami penuh sehingga spray terpaksa
dimatikan. Hal ini menyebabkan penggunaan gas produksi mengalami kenaikan
karena untuk mengawali pada saat awal spray base powder dibutuhkan gas
produksi 10% lebih banyak daripada penggunaan gas produksi pada saat spray
normal.
Mati spray biasanya terjadi di tiap akhir shift pada 2 hari terakhir kerja
yaitu pada hari Jum’at dan Sabtu (karena menggunakan sistem 6 hari kerja, 3
shift), sehingga dalam 1 minggu terjadi 6 kali mati spray, sehingga dalam 1 bulan
terjadi 24 kali mati spray.
MONDAY TUESDAY WEDNESDAY THURSDAY FRIDAY SATURDAY MACHINE VARIANT
M P S M P S M P S M P S M P S M P S
BIG PACK
16.2 32.4 32.4 16.2
GP 1.2. RAN
13.4 26.8 26.8 26.8 26.8 26.8
GP3.6 RMU
26.8 26.8 26.8 GP3.6
RM Purple
Chanel
25.2 25.2 25.2 25.2 12.6
GP 1,2,3,6 RAN
12 24 24 24 24 24
RAN
6.05 12.1 12.1 12.1 12.1 12.1
RAN
SMALL PACK
3.345 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 4.1812 6.69 6.69 6.69 6.69
RAN
12.6 12.6 12.6 12.6
RMU
12.6 12.6 12.6 12.6
RMU
6.804 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6
RAN
6.804 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6 13.6
RAN
3.345 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 6.69 4.1812
5 6.69 6.69 6.69 6.69
RAN
1.245 1.66 1.66 1.66 1.66 1.66 1.66 1.66 1.66 1.66 1.66 1.66 1.66 1.4525 1.66 1.66 1.66 1.66
RAN
RAN
8.295 11.06 11.06 11.06 11.06 11.06 11.0
6 11.06 11.06 11.06 11.06 11.06
11.0
6 9.6775
11.0
6
11.0
6
11.0
6
11.0
6 RAN
4.267
5 5.69 5.69 5.69 5.69 5.69 5.69 5.69 5.69 5.69 5.69 5.69 5.69
4.9787
5 5.69 5.69 5.69 5.69
RAN
8.3 8.3 8.3
RAN
6.225 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 7.2625 4.15
RMU
Tabel 4.3 Rencana Kegiatan Produksi (RKP)
4.3.1.3 Tidak ada bantuan udara panas dari Sulphonation
Sulphonation adalah area untuk membuat LAS untuk 2 pabrik, yaitu
pabrik RINSO dan SUNLIGHT. LAS adalah bahan kimia sebagai bahan utama
pembuatan RINSO. Di dalam proses pembuatan LAS, juga menghasilkan udara
sisa produksi berupa udara panas.
Udara panas ini kemudian diarahkan ke dalam tower melalui cerobong
udara sehingga udara panas dari suphonation bisa membantu menjaga agar udara
panas di dalam tower sehingga panas di dalam tower mempunyai 2 sumber, yaitu
dari tungku burner dan juga dari sulphonation. Apabila tidak ada bantuan udara
panas dari sulphonation, maka sumber udara panas di dalam tower hanya berasal
dari tungku burner sehingga otomatis penggunaan gas produksi akan meningkat
30% lebih tinggi dibandingkan kondisi pada saat mendapat bantuan udara panas
dari sulphonation
Supply udara panas dari sulphonation akan berhenti jika sulphonation stop
produksi pada saat terjadi hari libur nasional dimana kondisi seluruh plan
produksi RINSO dan SUNLIGHT berhenti. Hal ini terjadi karena tampungan
(silo) LAS penuh sehingga tidak memungkinkan Sulphonation terus memproduksi
LAS.
Melihat pada kalender tahun 2017, libur nasional rata-rata terjadi 2 kali
dalam 1 bulan. Itu artinya Suphonation mengalami stop produksi LAS dan tidak
mengirimkan udara panas ke dalam tower spray dengan frekuensi 2 kali dalam
sebulan
4.3.1.4 Kadar air pada Slurry tinggi
Slurry merupakan hasil pencampuran dari raw material padat dan cair
berbentuk awal berupa cairan lembek seperti bubur yang nantinya akan
dispraykan ke dalam tower melalui nozzle.
Pembuatan slurry ini dilakukan secara otomatis melalui pencampuran dan
tahapan yang telah disetting di kontrol room. Terjadinya slurry yang memiliki
kadar air tinggi disebabkan oleh material padat yang tidak ter-dosing dengan
sempurna akibat faktor atau timbangan mengalami gagal pembacaan, sehingga
material padat takarannya kurang menyebabkan slurry lebih banyak mengandung
air. Slurry yang mengandung banyak air menyebabkan lebih lama dalam proses
pengeringannya sehingga pemakaian gas produksi lebih banyak daripada kondisi
normal.
Namun walaupun kondisi ini menjadi salah satu penyebab tingginya
pemakaian gas produksi, akan tetapi permasalahan ini sangat jarang terjadi
sehingga bisa dikatakan rata-rata terjadi 1 kali dalam sebulan.
4.3.2 Menentukan kemungkinan sebab akibat terjadinya masalah
Berdasarkan brainstorming yang dilakukan dengan Leader Proses di area
kerja, maka ditemukan beberapa kemungkinan penyebab nozzle buntu sehingga
konfigurasi nozzle menjadi tidak sesuai yang ditunjukkan pada gambar 4.9.
Gambar 4.9 Diagram Fishbone
Nozzle Slurry
Sering Buntu
Penghematan
Air Bersih
Menggunakan
Air Bekas
Produksi
Mengurangi limbah
dengan me-rework
produk gagal
Menggunakan slurry
dari re-work powder
Diameter lubang Bolt
Cutcher lebih besar
daripada lubang
nozzle
Bolt Cutcher
tidak maksimal
Ada slurry yang tidak
melewati filter
Filter nozzle spray
tidak maksimal
Perawatan
Buru-Buru
Waktu hanya 8 jam
untuk banyak
Pekerjaan
Frekuensi Perawatan
Kurang
Seminggu sekali
Kemampuan
Operator Kurang
Belum Ada
Program Pelatihan
MATERIAL
MACHINE METHODE
MAN
Berdasarkan gambar 4.9 tersebut dapat dijelaskan kemungkinan penyebab
terjadinya masalah, antara lain:
FAKTOR MAN, yaitu:
Kemampuan Operator kurang, dikarenakan belum ada program pelatihan
dari perusahaan
FAKTOR MATERIAL, yaitu:
Menggunakan slurry dari rework powder, hal ini dilakukan untuk
mengurangi limbah dengan cara melakukan proses rework pada produk
gagal kemasan agar bisa menjadi base powder kembali
Menggunakan air bekas produksi dengan tujuan untuk mengurangi
pemakaian air bersih
FAKTOR METODE, yaitu:
Pembersihan dilakukan buru – buru karena waktu Plan Maintenance untuk
pembersihan hanya 8 jam untuk berbagai macam pekerjaan
Frekuensi Perawatan kurang karena Plan Maintenance dilakukan
seminggu sekali
FAKTOR MACHINE, yaitu:
Filter nozzle tidak maksimal karena ada kotoran slurry yang lolos/tidak
melewati filter
Bolt Cuthcer tidak maksimal karena Diameter lubang Bolt Cutcher lebih
besar daripada lubang nozzle
4.3.3 Analisa Akar Masalah dengan Metode Why – Why Analisis (WWA)
Berdasar pada penjelasan Fishbone, maka diambil 3 faktor penyebab yang
secara berkelanjutan dan rutin menyebabkan kebuntuan nozzle yaitu faktor filter
nozzle, bolt cutcher dan pemakaian slurry rework. Dari 3 faktor tersebut dilakukan
analisa untuk mencari sumber penyebab utama dari permasalahan yang terjadi
menggunakan Why – Why Analisis seperti yang ditunjukan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Analisa Why – Why Analysis
Masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Action
Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab Tanya Jawab
Nozzle spray
sering buntu
Mengapa
Nozzle
spray
sering
buntu?
Filter nozzle tidak
bekerja maksimal
Mengapa filter
nozzle tidak
maksimal?
Desain dari
filter saat ini
masih
memungkinka
n kotoran
slurry
melewati filter
Mengapa desain
dari filter saat
ini masih
memungkinkan
kotoran slurry
melewati filter
Filter slurry tidak
rapat
Modifikasi filter
spray agar bekerja
lebih maksimal
Bolt Cuthcer tidak
bekerja maksimal
Mengapa bolt
cuthcer tidak
maksimal?
Desain dari
bolt cutcher
saat ini masih
memungkinka
n kotoran
slurry
melewati filter
Mengapa
Desain dari bolt
cutcher saat ini
masih
memungkinkan
kotoran slurry
melewati filter
Diameter lubang
lebih besar
daripada lubang
nozzle spray
sehingga kotoran
slurry lolos dari
bolt cutcher dan
menyumbat lubang
Modifikasi bolt
cutcher sehingga
bekerja lebih
maksimal
Menggunakan
slurry dari rework
powder
Mengapa
menggunakan
slurry dari
rework powder
Karena
rework slurry
harus
dihabiskan
Mengapa
rework slurry
harus
dihabiskan
Agar bisa
dilakukan
pengolahan rework
powder secara
berkelanjutan
Mengapa harus
dilakukan
pengolahan rework
powder secara
berkelanjutan
Agar jumlah
rework
powder
berkurang
Berupaya
menurunkan atau
menghilangkan
rework powder untuk
mengurangi
pemakaian slurry
rework
4.3.4 Menentukan Usulan Perbaikan
Dari 3 penyebab utama nozzle sering buntu, maka fokus penanganan yaitu
pada Bolt Cuthcer dan Filter Nozzle karena untuk penyebab penggunaan rework
slurry membutuhkan penanganan dari berbagai pihak dan rework slurry hanya
digunakan sebesar 5% dari total slurry yang digunakan. Bolt Cuthcer dan Filter
Nozzle yang ditunjukkan pada gambar 4.10 dan gambar 4.11 berfungsi untuk
menyaring slurry dari kotoran sehingga nozzle spray tidak mengalami buntu
Gambar 4.10 Bolt Cutcher
Gambar 4.11 Filter Nozzle
Pada saat awal instalasi, nozzle menggunakan ukuran lubang nozzle
diameter 3,8 mm, sehingga pada saringan bolt cuthcer menggunakan ukuran
diameter 3 mm dan filter nozzle menggunakan ukuran diameter 2,2 mm. Tetapi
seiring perkembangan di dalam proses produksi maka nozzle spray diganti dengan
ukuran 2,5 mm dengan tujuan untuk mendapatkan butiran base powder yang lebih
lembut sehingga berat massa dari base powder semakin bertambah.
Namun akibat dari penggantian diameter lubang spray yang semakin kecil,
menimbulkan akibat nozzle spray gampang mengalami buntu karena kotoran lolos
dari bolt cutcher karena diameter saringan bolt cuthcer lebih besar daripada
diameter nozzle. Selain itu pada saringan nozzle juga tidak bekerja maksimal
karena kotoran masih bisa lolos dari saringan seperti yang ditunjukkan pada
gambar 4.12
Gambar 4.12 Kotoran Slurry Lolos dari Filter Nozzle
Dari gambar 4.12 dapat dijelaskan bahwa kotoran slurry lolos dari filter
nozzle melalui sisi samping filter. Hal ini terjadi karena terjadi kelonggaran
pemasangan yang tidak rapat antara filter nozzle dan rumah filter.
Slurry ke
Nozzle Spray
Slurry dari
HP Pump
4.3.5 Rencana Perbaikan
Berdasarkan penjelasan dari uraian penyebab kebuntuan nozzle di atas,
maka diusulkan 2 rencana perbaikan, yaitu:
a. Mengganti bolt cuthcer dengan diameter yang lebih kecil
b. Memodifikasi filter nozzle yang ada
4.3.5.1 Mengganti bolt cuthcer dengan diameter yang lebih kecil
Karena kondisi saat ini diameter saringan bolt cuthcer yang lebih besar
daripada diameter nozzle ( dia. 3 mm > dia. 2,5 mm), maka usulannya adalah
mengganti bolt cuthcer dengan diameter yang lebih kecil agar saringan bolt
cutcher bisa menyaring kotoran slurry dengan sempurna.
Berdasarkan data biaya yang terjadi dalam proses produksi RINSO,
diketahui untuk rencana perbaikan ini dibutuhkan biaya untuk pembelian saringan
baru dengan harga Rp. 5.000.000,-
Kemungkinan yang mungkin terjadi jika usulan perbaikan ini dilakukan
adalah:
Kelebihan : usulan perbaikan mudah dilakukan karena hanya melakukan
order saringan baru.
Kelemahan : potensi saringan bolt cuthcer buntu semakin tinggi sehingga
perlu dilakukan perbersihan saringan yang lebih besar. Sedangkan untuk
pembersihan saringan bolt cutcher ini harus dilakukan dengan cara
mematikan seluruh proses pembuatan base powder sehingga kemungkinan
akan terjadi masalah baru yaitu pemakaian gas produksi naik karena harus
start stop spray
4.3.5.2 Modifikasi filter nozzle yang ada
Rencana perbaikan ini adalah dengan memodifikasi saringan sehingga
slurry bisa menuju nozzle spray dengan benar-benar tersaring oleh filter nozzle.
Rancangan desain filter ditunjukkan pada gambar 4.13.
Gambar 4.13 Rancangan Modifikasi Filter Nozzle
Ke Nozzle Spray
Dari HP Pump
Ditambah pegas agar
saringan rapat
Dari gambar 4.13 ditunjukkan bahwa bagian depan filter ditutup dengan
baut yang bisa dibuka tutup untuk jika sedang dilakukan pembersihan nozzle.
Sedangkan untuk bagian belakang ditambahi pegas agar mendorong filter nozzle
sehingga filter rapat dengan rumah filter.
Berdasarkan data biaya yang terjadi dalam proses produksi RINSO,
diketahui untuk rencana perbaikan ini membutuhkan biaya:
Pembelian baut Rp 2000- x 35 = Rp 75.000,-
Pembelian pegas Rp. 5000 x 35 = Rp 175.000,-
Harga Tarif per orang rata-rata per bulan = Rp. 12.000.000
Proses pengerjaan modifikasi 2 hari
Biaya ManPower = (Rp 12.000.000 / 30) x 2 = Rp 800.000,-
TOTAL = Rp 1.050.000,-
Kemungkinan yang mungkin terjadi jika usulan perbaikan ini dilakukan
adalah:
Kelebihan : usulan perbaikan membutuhkan biaya yang lebih murah
Kelemahan : Proses modifikasi membutuhkan waktu dan pengerjaan dari
orang ahli permesinan.
Berdasar semua pertimbangan-pertimbangan maka dibuat tabel 4.5 untuk
mempermudah melihat usulan mana yang dianggap paling efektif
Tabel 4.5 Estimasi biaya usulan perbaikan
Usulan Biaya Kelebihan Kelemahan
Ganti Bolt
Cutcher Rp. 5.000.000,-
Usulan mudah
dilakukan
- Biaya mahal
- Berpotensi menimbulkan
start stop spray
Modifikasi
Filter Nozzle Rp. 1.050.000,-
Biaya lebih
murah
- Biaya lebih murah
- Tidak ada kemungkinan
start stop spray
Mempertimbangkan segala pertimbangan yang ada, maka dipilih usulan
perbaikan yang kedua yaitu memodifikasi nozzle spray sehingga setelah dilakukan
implementasi nozzle menjadi jarang buntu dan spray dengan lebih sempurna
seperti diperlihatkan pada gambar 4.14.
Dengan nozzle yang jarang buntu membuat konfigurasi nozzle jarang berubah
sehingga konsumsi gas produksi stabil.
Gambar 4.14 Nozzle tidak buntu dan spray sempurna
4.4Analisis Perbandingan
Setelah dilakukan modifikasi, maka terjadi penurunan perubahan
konfigurasi pembukaan nozzle mainring karena frekuensi nozzle spray buntu
mengalami penurunan. Hal tersebut mempengaruhi jumlah pemakaian gas
produksi seperti terlihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Konsumsi Gas Setelah Modifikasi Filter Nozzle
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Aug Sep Okt Nov Des
Konsumsi
Gas 13315 12496 15758 12003 13248 9765 16538 16593 11515 12272 12584 13854
Jumlah
Produksi 10699 9854 13191 11047 12513 8789 12291 12453 9879 10196 11169 12174
Rata-
Rata 1,24 1,27 1,19 1,09 1,06 1,11 1,35 1,33 1,17 1,20 1,13 1,14
Pada bulan Oktober sebelum dilakukan modifikasi, rata-rata konsumsi
pemakaian gas adalah 1,20 MMBTu/ton FG. Setelah dilakukan modifikasi filter
nozzle, maka pada bulan November dan Desember terjadi penurunan rata-rata
konsumsi gas yaitu 1,13 dan 1,14 MMBTu/ton FG
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Salah satu penyebab tingginya pemakaian gas produksi adalah konfigurasi
pembukaan nozzle spray yang tidak tepat karena konfigurasi terpaksa dirubah
akibat nozzle spray buntu. Nozzle buntu dikarenakan tersumbat kotoran yang
terbawa air effluent.
2. Untuk menurunkan jumlah pemakaian gas produksi tersebut, diberikan 2
usulan perbaikan, yaitu
a. Memodifikasi filter nozzle agar bisa bekerja maksimal
b. Meengganti saringan bolt cuthcer dengan diameter lubang saringan lebih
kecil daripada kondisi sekarang
Setelah mempertimbangkan perhitungan ongkos terendah dan pertimbangan
teknis, maka diterapkan usulan perbaikan yaitu memodifikasi filter nozzle.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan
saran kepada perusahaan, yaitu:
1. Perusahaan melaksanakan usulan perbaikan yang telah dilaksanakan secara
berkelanjutan dan terjadwal.
2. Perusahaan menjaga agar sparepart pengganti filter nozzle selalu tersedia
DAFTAR PUSTAKA
Costello, Peter, 2006, Productivity Commission 2006, Waste Management,
Report no. 38, Canberra.
Dahlgaard, Jens J., Kristensen, Kai dan Kanji, Gopal K.. 2002. Fundamental of
Total Quality Management. London and Newyork : Taylor and France
Group
Suttherland, Joel and Bennet, Bob, 2007, The Seven Deadly Waste of Logistics:
Applying Toyota Production System Prnciple to Create Logistic Value.
USA : Lehigh University
Taylor, Julia RA. 2012. The Handbook of Quality and Service Improvement
Tools. USA. NHS Institute for Innovation and Improvement
Ulrich, Karl T and Eppinger, Steven D. 2012. Product Design And Development,
Fifth Edition. USA. McGraw-Hill Companies, Inc., 1221 Avenue of the
Americas