penggunaan serum anti bisa ular

Upload: abhinaya2006

Post on 18-Jul-2015

1.069 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Penggunaan Serum Anti Bisa Ular (snake anti venom) pada pasien gigitan ular dengan keracunan lokalDibuat oleh: Munawir Saragih,Modifikasi terakhir pada Wed 07 of Dec, 2011 [07:04 UTC] Abstrak Serum Anti Bisa Ular (Snake Anti Venom) merupakan produk biologis yang digunakan dalam pengobatan gigitan ular berbisa. Serum anti bisa ular dibuat dengan mengambil racun dari ular yang diinginkan, kemudian racun tersebut diencerkan dan disuntikkan ke kuda, domba, kambing atau kucing. Hewan subjek akan mengalami reaksi kekebalan terhadap racun, menghasilkan antibodi terhadap molekul aktif bisa ular dan kemudian anti bisa ular dapat diambil dari darah hewan tersebut untuk mengobati keracunan bisa ular. Keyword : Serum Anti Bisa Ular, snake anti venom ISI Seorang pasien laki-laki berusia 69 tahun datang ke IGD RS Jogja dengan keluhan di gigit ular 4 hari yang lalu di tangannya, tangannya terasa seperti terbakar dan muncul bula di seluruh lengan kiri. Diagnosis : snake bite Diskusi Anti bisa ular terdapat dalam 2 sediaan, monovalen (efektif terhadap racun spesies ular tertentu) dan polyvalent (efektif terhadap beberapa spesies ular). Anti bisa ular sudah dimurnikan dengan beberapa proses namun masih mengandung protein serum yang dapat bertindak sebagai antigen, sehingga beberapa individu dapat bereaksi terhadap anti bisa ular dengan reaksi hipersensitivitas cepat (anafilaksis) atau hipersensitivitas lambat (serum sickness). Meskipun demikian, anti bisa ular harus tetap diberikan pada pasien gigitan ular yang mengancam jiwa, efek samping dapat ditangani setelah efek bisa ular dinetralkan. Anti bisa ular diberikan ketika seorang pasien terbukti atau diduga telah digigit ular dengan satu atau lebih tanda berikut ini : Keracunan sistemik Kelainan hemostatik seperti : perdarahan sistemik spontan (klinis), koagulopati atau trombositopenia (laboratoris). Tanda neurotoxik : ptosis, opthalmoplegia eksternal, paralisis, dll. Kelainan kardiovaskular : hipotensi, syok, aritmia kordis (klinis), kelainan EKG. Gagal ginjal : oliguria/anuria (klinis), peningkatan ureum / kreatinin dalam darah (laboratoris).

Hemoglobin/mioglobin-uria : dark brown urine (klinis), urin dipstik, bukti lain adanya hemolisis intravaskular atau generalised rhabdomyolisis (nyeri otot, hiperkalemia) Keracunan lokal

Bengkak pada lebih dari separuh anggota tubuh yang digigit ular dalam waktu 48 jam setelah digigit (tanpa dipasang torniket). Bengkak setelah gigitan pada jari. Bengkak yang terjadi dengan cepat (contohnya : bengkak sudah melampaui pergelangan tangan atau kaki dalam beberapa jam setelah digigit ular pada tangan atau kaki). Adanya pembesaran limphonodi disekitar anggota tubuh yang digigit ular.

Anti bisa ular harus diberikan secepatnya setelah gejala atau tanda diatas ditemukan. Anti bisa ular akan menetralkan efek bisa ular walaupun gigitan ular sudah terjadi beberapa hari yang lalu atau pada kasus kelainan hemostatik, anti bisa ular masih dapat diberikan walaupun sudah terjadi lebih dari 2 minggu. Tetapi beberapa bukti klinis menyebutkan bahwa anti bisa ular efektif jika diberikan dalam beberapa jam setelah digigit ular. Lebih dari 10% pasien mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap anti bisa ular, reaksinya dapat trejadi secara cepat (dalam beberapa jam) atau lambat (5 hari atau lebih). Resiko reaksi tergantung dosis yang diberikan, kecuali pada kasus yang jarang, terjadi sensitisasi (Ig E-mediated type I hypersensitivity) oleh serum hewan sebelumnya, contohnya : Ig-tetanus, Ig-rabies. Reaksi Anafilaksis Terjadi dalam 10-180 menit setelah pemberian anti bisa ular, gejalanya gatal, urtikaria, batuk kering, demam, mual, muntah, diare dan takikardi. Sebagian kecil pasien akan mengalami reaksi anafilaksis yang berat seperti hipotensi, bronkospasme dan angioedema. Reaksi Pyrogenik (endotoksin) Terjadi dalam 1-2 jam setelah pengobatan, gejalanya berupa demam, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Reaksi ini disebabkan kontaminasi pirogen selama proses dipabrik. Reaksi Lambat Terjadi dalam 1-12 hari setelah pengobatan, gejala klinisnya berupa demam, mual, muntah, diare, gatal, urtikaria berulang, atralgia, mialgia, limpadenopati, proteinuria dengan nephritis kompleks imun, dan encephalopati (jarang). Pengobatan reaksi yang terjadi setelah pemberian anti bisa ular Reaksi anafilaksis dan pyrogen anti bisa ular Epineprin (adrenalin) diberikan intra muskular (lateral paha atas) dengan dosis awal 0,5mg untuk dewasa dan 0,01mg/kgBB untuk anak-anak. Adrenalin harus segera diberikan setelah muncul gejala, dosis dapat diulang setiap 5-10 menit jika kondisi tidak membaik. Pengobatan tambahan berupa antihistamin, anti-H1 blocker seperti klorphenamin maleat (dewasa 10mg, anak-anak 0,2mg/kgBB IV dalam beberapa menit) harus diberikan dengan hidrokortison (dewasa 100mg, anak-anak 2mg/kgBB). Pada reaksi pirogen dapat diberikan anti piretik (contohnya parasetamol oral atau supp). Cairan intravena harus diberikan untuk mengatasi hipovolemia. Reaksi lambat (serum sickness) Anti histamin oral diberikan selama 5 hari, jika tidak ada respon dalam 24-48 jam berikan prednisolon selama 5 hari.

Dosis : chlorphenamine : dewasa 2mg/6 jam, anak-anak 0,25mg/kg/hari Prednisolone : dewasa 5mg/6 jam, anak-anak 0,7mg/kg/hari Kesimpulan Serum Anti Bisa Ular (Snake Anti Venom) merupakan produk biologis yang digunakan dalam pengobatan gigitan ular berbisa. Anti bisa ular terdapat dalam 2 sediaan, monovalen (efektif terhadap racun spesies ular tertentu) dan polyvalent (efektif terhadap beberapa spesies ular).Anti bisa ular diberikan ketika seorang pasien terbukti atau diduga telah digigit ular dengan adanya tanda keracunan sistemik maupun lokal. Referensi 1. Theakston RD, Warrell DA, Griffiths E (April, 2003), Report of a WHO workshop on the standardization and control of anti venoms. Toxicon 41(5) : 541-57. 2. Warrell DA, (2010), Guidelines for the management of snake-bites. Indraprastha Estate, mahatma Gandhi marg. New Delhi, 77-89. 3. WHO, (2010), WHO guidelines for the production control and regulation of snake anti venom immunoglobulins. Avenue appia CH-1211 Geneva 27, Switzerland,www.who.int/bloodproducts/snakeantivenoms 4. Dinas kesehatan provinsi jawa barat (2011), Informasi obat serum anti bias ular polivalen (kuda). Diakses pada hari selasa, 29 Maret 2011 dari http://www.diskes.jabarprov.go.id Penulis Munawir Saragih, Stase Ilmu Penyakit Dalam, RS Jogja, Yogyakarta.

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Penggunaan+Serum+Anti+Bisa+Ular+(snake+anti+ve nom)+pada+pasien+gigitan+ular+dengan+keracunan+lokal 1 Penatalaksanaan Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa Ular Berbisa di Indonesia Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering

terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa. Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular. Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus). Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae, Hydropiidae, atau 2 Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah).

Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris). Gambar 1. Organ pendeteksi panas (pit organ) pada Crotalinae terletak di antara lubang hidung dan mata. Bagaimanakah Gigitan Ular Dapat Terjadi? Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus. Bagaimana Mengenali Ular Berbisa? Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring. Mata dengan pupil vertikal Lubang hidung Organ pendeteksi panas 3 Gambar 2. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa

dengan bekas taring Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae). Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah: 1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis. 4 Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara

mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal. 2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa. 3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya. 4. Terapi yang dianjurkan meliputi: a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.

Gambar 3. Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban. b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan

gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. 5 Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat. c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal. d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus. e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular. f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik. g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas. (Penulis: Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM) Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKer Nas)

Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat 10560 Telp. 021-4259945, HP. 081310826879 Fax. 021-42889117 Email: [email protected]; [email protected] Website: www.pom.go.id Pustaka: Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia Region, World Health Organization, 2005. Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2002. Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol. 28, Number 3, March, 2001. http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/RacunUlarBerbisa.pdfDeskripsi - Nama & Struktur Kimia : Serum anti bisa ular polivalen (kuda) - Sifat Fisikokimia : - Keterangan : Serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap bisa ular yang memiliki efek neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular kobra, Bungarus fasciatus - ular belang) dan hemotoksik (ular Ankystrodon rhodostoma - ular tanah). Golongan/Kelas Terapi Obat Yang mempengaruhi Sistem Imun Nama Dagang Indikasi Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per menit, kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80 - 100 ml). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan

sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk dewasa. Farmakologi Stabilitas Penyimpanan Disimpan pada suhu 2 - 8C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Daluarsa = 2 tahun. Kontraindikasi Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk envenoming sistemik yang nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan untuk menyelamatkan jiwa. Efek Samping 1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan. 2. Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal, eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya. 3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena. 4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam. Interaksi - Dengan Obat Lain : Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan. - Dengan Makanan : Pengaruh - Terhadap Kehamilan : Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada kehamilan. Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko penggunaan serum anti bisa ular. - Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi kemungkinan risiko pada bayi. - Terhadap Anak-anak : Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang lebih besar. Anakanak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh diberikan dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted dose);disebabkan hal ini dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah serum anti bisa ular yang diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu dinetralisasi bukan berat badan pasien - Terhadap Hasil Laboratorium : Parameter Monitoring Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun laboratorium. Monitor efek samping setelah administrasi serum anti bisa ular. Monitoring yang diperlukan dapat berbeda tergantung dari

jenis ular yang menggigit. Bila ragu-ragu mengenai jenis ular yang menggigit, monitor coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis dan fungsi ginjal. Bentuk Sediaan Vial 5 ml, Tiap ml Sediaan Dapat Menetralisasi : 10-15 LD50 Bisa Ular Tanah (Ankystrodon Rhodostoma) 25-50 LD50 Bisa Ular Belang (Bungarus Fasciatus) 25-50 LD50 Bisa ular kobra (Naja Sputatrix), dan mengandung fenol 0.25% v/v Peringatan Karena tidak ada netralisasi-silang (cross-neutralization) serum antibisa ular ini tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian Timur (misalnya jenis-jenis Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dll) dan terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cysta). Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus Informasi Pasien Informasikan pada pasien mengenai kemungkinan efek samping yang tertunda, terutama serum sickness (demam, rash, arthralgias).Tindakan pertama pada gigitan ular: 1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi. 2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi beberapa menit sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak jaringan dibawah kulit dan akan meninggalkan luka parut yang cukup besar. 3. Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran racun. 4. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun. 5. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu. 6. Penderita dilarang untuk bergerak dan apabila perlu dapat diberikan analgetika atau sedativa. 7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat untuk menerima perawatan selanjutnya. Mekanisme Aksi Monitoring Penggunaan Obat Daftar Pustaka Vademecum Bio Farma; 2002 Australia Medicines Handbook; 2004 Sumber: http://diskes.jabarprov.go.id/index.php?mod=pubInformasiObat&idMenuKiri=45&idSelected=1&idOb at=166&page=7