pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah

8
Pengembangan Model Pendidikan Multikulturalisme Untuk Anak Usia Sekolah: Menggunakan Seri Pustaka Anak Nusantara (Laporan Penelitian, 2006) Penulis: Murniati Agustian, Maria G. Da Cunha, Syarief Darmoyo, dan M. Tri Warmiyati Abstrak: Penelitian aksi ini bertujuan untuk mengembangkan suatu model pendidikan multikulturalisme dengan mengintegrasikan buku seri PAN dengan kurikulum sekolah di sekolah dasar. Dalam model ini siswa diperkenalkan kekayaan ragam budaya anak-anak di propinsi Jambi dan Maluku sehingga siswa memiliki sikap toleransi, solider, empati, musyawarah, egaliter, mau mengungkapkan diri, dan adil. Desain yang digunakan dalam pengembangan model ini adalah modifikasi model Dick & Carey (1996) dan Atwi Suparman (1997). Ada tiga tahap kegiatan dalam pengembangan model yaitu persiapan, implementasi, dan evaluasi. Implementasi dan evaluasi dikelompokkan menjadi 4 putaran. Setiap putaran melibatkan 2 SD yang

Upload: kebumen

Post on 16-Apr-2017

6.620 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah

Pengembangan Model Pendidikan

Multikulturalisme Untuk Anak Usia Sekolah:

Menggunakan Seri Pustaka Anak Nusantara

(Laporan Penelitian, 2006)

Penulis: Murniati Agustian, Maria G. Da Cunha, Syarief Darmoyo, dan M. Tri

Warmiyati

Abstrak:

Penelitian aksi ini bertujuan untuk mengembangkan suatu model pendidikan

multikulturalisme dengan mengintegrasikan buku seri PAN dengan kurikulum

sekolah di sekolah dasar. Dalam model ini siswa diperkenalkan kekayaan ragam

budaya anak-anak di propinsi Jambi dan Maluku sehingga siswa memiliki sikap

toleransi, solider, empati, musyawarah, egaliter, mau mengungkapkan diri, dan

adil.

Desain yang digunakan dalam pengembangan model ini adalah modifikasi model

Dick & Carey (1996) dan Atwi Suparman (1997). Ada tiga tahap kegiatan dalam

pengembangan model yaitu persiapan, implementasi, dan evaluasi. Implementasi

dan evaluasi dikelompokkan menjadi 4 putaran. Setiap putaran melibatkan 2 SD

yang terdiri atas 1 SD Negeri dan 1 SD Swasta berbasis agama. Pada setiap akhir

putaran dilakukan evaluasi model, berdasarkan evaluasi model direvisi untuk

putaran kedua. Begitu selanjutnya sampai putaran ke-empat.

Pengembangan model pendidikan multikultural dilakukan selama 10 bulan,

melibatkan 8 sekolah (4 SD negri dan 4 SD swasta berbasis agama), 16 orang

guru dan 409 siswa. Syarat minimal sekolah yang terlibat adalah: kepala sekolah

mendukung, guru inovatif, dan sekolah mempunyai peralatan VCD dan TV

monitor.

Hasil dari pre test siswa terlihat bahwa sebagian besar siswa (99%) tidak

Page 2: Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah

mengetahui kehidupan anak suku dalam di Propinsi Jambi dan kehidupan anak-

anak di pengungsian kota Tual, Propinsi Maluku. Sebagian kecil siswa yang

mengetahui diduga melihat dari siaran televisi. Dari hasil post test terlihat jelas

bahwa pengetahuan anak meningkat sesuai dengan apa yang diharapkan dalam

model. Nilai-nilai multikultural yang harus dikembangkan seperti toleransi,

empati, solider, pengungkapan diri, dan keadilan jelas terungkap dari post tes

siswa.

Buku pedoman yang dikembangkan dengan menggunakan Seri PAN, mudah

dipahami dan dapat diintegrasikan dengan semua bidang studi sehingga bisa

menjadi tema dalam model pembelajaran tematik.

Strategi pembelajaran yang dibuat sangat menarik dan bermanfaat bagi guru dan

siswa. Selama ini pembelajaran dilakukan dengan cara yang konvensional

terutama untuk ilmu-ilmu sosial. Hanya pelajaran IPA yang memiliki media yang

menarik sehingga anak-anak kurang berminat pada pelajaran IPS. Dengan model

ini siswa melihat secara kongkrit, aktif bermain dan diskusi dalam kelompok

sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan.

Buku pedoman bagi fasilitator anak dapat dipahami dan digunakan untuk

memandu diskusi. Pelatihan fasilitator sebaya membuat anak lebih berani, percaya

diri, dan bisa menjadi contoh bagi teman-temannya.

Pelatihan anak dengan metode bermain, menonton VCD dan diskusi dapat

membuat anak lebih berani tampil di depan umum, percaya diri, dapat menghargai

orang lain, dan dapat melihat kekurangan diri.

Event sangat efektif untuk membentuk kerja sama siswa, mengekspresikan

perasaan siswa, dan siswa dapat memberikan apresiasi terhadap karya orang lain.

Nilai-nilai yang diajarkan dalam model pendidikan multikultural ini dapat

diterapkan oleh siswa dalam kegiatan sehari-hari.

Guru yang terlibat dan siswa yang menjadi fasilitator sebaya menyarankan agar

model ini diterapkan juga kepada siswa di sekolah lain agar siswa di SD yang lain

dapat menghargai temannya yang berasal dari suku lain, dan mengetahui bahwa di

Indonesia terdapat bermacam-macam suku bangsa, sehingga tidak terjadi lagi

Page 3: Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah

konflik antar agama atau suku.

Berdasarkan hasil pengembangan model maka tim peneliti merekomendasikan

bahwa model ini dapat dijadikan acuan untuk pendidikan multikulturalisme di

sekolah dasar. Oleh karena itu model ini sebaiknya disosialisasikan dan diterapkan

di sekolah dasar yang lain dengan prioritas di daerah konflik dan berpotensi

konflik. Sosialisasi dan pelatihan untuk sekolah dasar lain dapat dilakukan melalui

Departemen Pendidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, atau Dinas

Pendidikan, atau kelompok kerja guru.

Pendidikan Multikultural di IndonesiaPendidikan multi kultural di Indonesia lebih bersifat antar etnis yang kecil dalam

suatu bangsa. Hal ini sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat bagi

keberhasilan pelaksanaan pendidikan multikultural. Semangat Sumpah Pemuda

dapat menjadi ruh yang kuat untuk mempersatukan warga negara Indonesia yang

berbeda budaya. Sebelum era reformasi masyarakat takut untuk berbeda pendapat

karena kemerdekaan mengeluarkan pendapat tidak mendapatkan tempat dan

kebebasana berpikir juga terbatas. Di dalam konteks perkembangan sistem politik

Indonesia saat ini pilihan perpektif pendidikan yang demikian memiliki peluang

yang besar dan diperlukan sebagai landasan politik yang kuat. Pendidikan

multikultural sangat menekankan pentingnya akomodasi kebudayaan dan

masyarakat sub-nasional untuk memelihara den mempertahankan identitas

kebudayaan dan masyarakat nasional. Nasikun menyampaikan bahwa ada tiga

perspektif multikulturalisme di dalam sistem pendidikan, antara lain :

a. Perspektif cultural assimilation, merupakan suatu model transisi di dalam

sistem pendidikan yang menunjukkan proses asimilasi peserta didik dari berbagai

kebudayaan ke dalam sutau masyarakat.

b. Perspektif cultural pluralism, merupakan suatu sistem pendidikan yang lebih

mementingkan akan pentingnya hak bagi seluruh masyarakat beserta

kebudayaannya untuk memelihara dan mempertahankan identitas kebudayaan

masing-masing.

c. Perspektif cultural synthesis, merupakan gabungan dari kedua perspektif diatas.

Page 4: Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah

Pilihan perspektif pendidikan sintesis multikultural memiliki rasional yang paling

dasar di dalam hakekat tujuan suatu pendidikan multikultural, yang dapat

didefinisikan melalui tiga tujuan, yaitu:

Tujuan attitudinal : menyamai dan mengembangkan sensitivitas kultural,

toleransi kultural, penghormatan pada identitas kultural, pengembangan sikap

budaya responsif dan keahlian untuk melakukan penolakan dan resolusi konflik.

Tujuan kognitif : pencapaian kemampuan akademik, pengembangan

pengetahuan tentang kemajemukan kebudayaan, kompetensi untuk melakukan

analisis dan interpretasi perilaku kultural, dan kemampuan membangun kesadaran

kritis tentang kebudayaannya sendiri.

Tujuan instruksional : mengembangkan kemampuan untuk melakukan koeksi

atas efek-efek, stereotipe-stereotipe, peniadaan-peniadaan, dan mis-informasi

tentang kelompok etnis dan kultural yang dimuat dalam buku ataupun media

pembelajaran, menyediakan strategi-strategi untuk melakukan hidup di dalam

kehidupan multikultural, mengembangkan ketrampilan-ketrampilan komunikasi

interpersonal.

Implementasi Pendidikan Multikultural

Banks mengemukakan empat pendekatan yang mengintegrasikan materi

pendidikan multikultural ke dalam kurikulum maupun pembelajaran di sekolah

yang relevan untuk diterapkan di Indonesia, antara lain :

1. Pendekatan kontribusi

Pendekatan ini yang paling sering dilakukan dan paling luas apabila dipakai dalam

tahap pertama dari kebangkitan etnis. Pendekatan ini lebih tepat apabila

diterapkan di siswa TK SD kelas satu, dua, tiga karena tujuan dari pendekatan ini

adalah untuk menanamkan pada siswanya bahwa kehidupan manusia ini antara

suatu tempat dengan tempat lainnya sangat beragam. Misalnya: mengenalkan

kebudayaan yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah hingga negara lain.

2. Pendekatan aditif

Pada tahap ini dilakukan penambahan materi, konsep, tema, perpektif terhadap

kurikulum tanpa mengubah struktur, tujuan, dan karakteristik dasarnya.

Pendekatan ini lebih tepat apabila diterapkan di siswa SD kelas empat, lima, dan

Page 5: Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah

enam, serta SMP karena mereka sudah mulai memahami makna. Misalnya:

memutarkan CD tentang kehidupan berbudaya dari daaerah-daerah sampai negara

yang berbeda.

3. Pendekatan transformasi

Pendekatan ini mengubah asumsi dasar kurikkulum dan menumbuhkan

kompetensi dasar siswa dengan memperhatikan konsep, isu, tema, dan

permasalahan dari beberapa perspektif dan sudut pandang etnis. Pendekatan ini

lebih tepat apabila diterapkan di sekolah lanjutan karena siswa pada jenjang ini

sudah memiliki sudut pandang tentang sesuatu yang ada. Misalnya: siswa

dibiasakan untuk berpendapat sesuai dengan jalan pikiran mereka masing-masing.

4. Pendekatan aksi sosial

Pendekatan ini mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi, namun

menambah komponen yang mempersyaratkan siswa membuat aksi yang berkaitan

dengan konsep, isu, atau permasalahan yang dipelajari. Pendekatan ini lebih tepat

apabila diterapkan di perguruan tinggi baik untuk kajian dalam kelas atau

organisasi kemahasiswaan. Misalnya: mengkaji kebijakan yang dianggap kurang

efektif, kurang adil, dan diskriminatif.

Sumber : Seminar Regional Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas

Negeri Yogyakrta dengan tema Pendidikan Multikultural sebagai Sarana

Membentuk Karakter Bangsa