pengaruh skema bonus direksi terhadap manajeman laba

31
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XI PONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008 1 Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba (Studi Empiris pada Badan Usaha Milik Negara) Periode Tahun 2003 - 2006 Abstract Bonus scheme for board of directors of state-owned enterprises use components related to earnings number as basis to compute bonus. Hence, this scheme could motivate management to engage in earnings management activity to maximize their bonus. The purpose of this research is to investigate the effect of director’s bonus scheme in state-owned enterprises on earnings management. Our samples consist of 326 firm-years state-owned enterprises during year 2003-2006. Our results show that overall there is positive and significant effect of bonus scheme on earnings management. This result indicates that directors engage in earnings management activity to increase their bonus. Keywords: bonus, earnings management, state-owned enterprises

Upload: m-huzaimi

Post on 28-Jan-2016

155 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

Bonus scheme for board of directors of state-owned enterprises use components related to earnings number as basis to compute bonus. Hence, this scheme could motivate management to engage in earnings management activity to maximize their bonus. The purpose of this research is to investigate the effect of director’s bonus scheme in state-owned enterprises on earnings management. Our samples consist of 326 firm-years state-owned enterprises during year 2003-2006. Our results show that overall there is positive and significant effect of bonus scheme on earnings management. This result indicates that directors engage in earnings management activity to increase their bonus. Keywords: bonus, earnings management, state-owned enterprises

TRANSCRIPT

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

1

Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba

(Studi Empiris pada Badan Usaha Milik Negara)

Periode Tahun 2003 - 2006

Abstract

Bonus scheme for board of directors of state-owned enterprises use componentsrelated to earnings number as basis to compute bonus. Hence, this scheme could motivatemanagement to engage in earnings management activity to maximize their bonus.

The purpose of this research is to investigate the effect of director’s bonus scheme instate-owned enterprises on earnings management. Our samples consist of 326 firm-yearsstate-owned enterprises during year 2003-2006.

Our results show that overall there is positive and significant effect of bonus schemeon earnings management. This result indicates that directors engage in earnings managementactivity to increase their bonus.

Keywords: bonus, earnings management, state-owned enterprises

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

2

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hampir selalu menjadi sorotan

publik. Kinerja BUMN seringkali dinilai belum memadai yang ditandai dengan masih

rendahnya tingkat perolehan laba dibandingkan dengan jumlah modal yang ditanamkan.

Keterbatasan sumber daya dan kurang profesionalnya manajemen sebagai pengelola

perusahaan sering dituding sebagai penyebab rendahnya kinerja BUMN.

Sebagai salah satu upaya untuk membangkitkan profesionalisme dan memotivasi

manajemen BUMN untuk meningkatkan kinerja perusahaan, perlu adanya penyesuaian

remunerasi manajemen BUMN dengan remunerasi profesional yang berlaku di pasar. Untuk

itu, pada tahun 2002 telah ditetapkan pedoman remunerasi yang baru bagi Direksi dan

Komisaris BUMN mencakup perhitungan gaji, fasilitas, santunan purna jabatan, dan tantiem

(bonus) yang perhitungannya sebagian besar didasarkan pada ukuran kinerja keuangan

khususnya laba perusahaan.

Dari keempat jenis remunerasi yang diberikan kepada Direksi BUMN tersebut, bonus

(tantiem) adalah yang paling menarik untuk dibahas. Pertama, bonus diberikan kepada

Direksi “setiap tahun” jika perusahaan membukukan “laba”. Kedua, tidak seperti perhitungan

ketiga jenis remunerasi lainnya, komponen perhitungan bonus tidak semata tergantung pada

kinerja keuangan perusahaan tahun bersangkutan tetapi juga pada kinerja tahun lalu dan

target anggaran (budget) perusahaan. Penggunaan ukuran kinerja, standar kinerja dan struktur

hubungan antara pembayaran bonus dan kinerja dalam skema bonus, menjadikan skema

bonus menjadi sangat firm-spesific dan implikasinya juga menjadi lebih kompleks.

Meskipun semua skema bonus tahunan ditujukan untuk memberikan insentif guna

meningkatkan keuntungan perusahaan, skema bonus dimaksud dapat mendorong manajer

yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba untuk memanipulasi laba tersebut guna

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

3

memaksimalkan penerimaan bonusnya. Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman (1978)

menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk meningkatkan

present value dari penerimaan bonus mereka. Sedangkan Healy (1985), menemukan bukti

bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis

melakukan penyesuaian diskresioner atas akrual maupun menggeser laba antar periode untuk

memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.

1.2. Permasalahan Penelitian dan Kontribusi

Mengingat skema bonus direksi BUMN saat ini menggunakan laba bersih sebagai

ukuran kinerja serta pencapaian laba terhadap tahun lalu dan pencapaian anggaran laba

sebagai standar kinerja, maka diindikasikan bahwa skema bonus dimaksud juga akan

memberikan insentif kepada direksi untuk melakukan manajemen laba baik melalui akrual

diskresioner guna memaksimalkan penerimaan bonus mereka. Untuk menguji kebenaran

dugaan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh skema kompensasi

terhadap aktivitas manajemen laba direksi BUMN, yang diproksi dengan akrual diskresioner.

Bila dalam banyak penelitian lain variabel bebas yang digunakan adalah besaran

bonus, maka dalam penelitian ini variabel bebas yang akan digunakan adalah komponen

perhitungan bonus. Hal tersebut dilakukan selain karena tidak tersedianya data jumlah atau

besaran bonus direksi BUMN, juga didasari pertimbangan bahwa komponen perhitungan

bonus sebagian besar merupakan angka-angka akuntansi yang menjadi objek diskresi

manajemen, sehingga diharapkan penelitian ini akan lebih mengena secara substansi.

Kontribusi penelitian ini adalah memberikan bukti mengenai adanya indikasi

manajemen laba yang disebabkan adanya skema bonus di BUMN. Penelitian-penelitian

sebelumnya umumnya melakukan penelitian pada perusahaan publik, bukan perusahaan-

perusahaan BUMN.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

4

2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. Skema Kompensasi bagi Direksi BUMN

Sampai saat ini belum ada pedoman baku yang baru tentang penetapan kompensasi

atau remunerasi bagi Direksi BUMN. Penetapan penghasilan bagi Direksi BUMN saat ini

masih mengacu pada pedoman internal yang diterbitkan tahun 2002, dimana berdasarkan

pedoman tersebut remunerasi bagi Direksi BUMN terdiri atas gaji, fasilitas, tantiem/jasa

produksi, dan santunan purna jabatan.

Tantiem/Jasa Produksi (selanjutnya akan disebut ”bonus”) merupakan penghargaan

yang diberikan oleh RUPS kepada anggota Direksi setiap tahun apabila perusahaan

memperoleh laba. Besaran maksimum bonus ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari

laba dibagi. Dalam hal ini, laba dibagi adalah laba bersih setelah pajak dikurangi dengan: a)

akumulasi rugi tahun sebelumnya; 2) laba penjualan aktiva; 3) laba penjualan saham anak

perusahaan; dan 5) pendapatan lain-lain dari restitusi pajak tahun buku sebelumnya.

Jumlah bonus maksimum tersebut yang bisa dibayarkan kepada Direksi BUMN

Persero dan Perum sangat tergantung pada persentase pencapaian laba usaha sebelum biaya

bunga dan penyusutan, laba usaha sebelum biaya bunga dan laba bersih baik terhadap

realisasi tahun lalu maupun anggarannya serta tingkat kesehatan BUMN tahun yang

bersangkutan dikalikan dengan faktor penyesuaian. Nilai yang diperoleh untuk masing-

masing komponen tersebut kemudian dikonversi ke dalam bentuk indeks yaitu masing-

masing indeks trend untuk persentase pencapaian atas realisasi laba tahun lalu, indeks target

untuk pencapaian anggaran laba, dan indeks tingkat kesehatan.

2.2. Skema Bonus dan Manajemen Laba

Hasil-hasil penelitian sebagian besar mengarah pada bukti adanya pola manajemen

laba yang meningkatkan laba atau income increasing (Watts, 1977; Watts dan Zimmerman,

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

5

1978; Dye, 1988; Scott, 1997) dan the big bath accounting dan/atau income decreasing

ketika kinerja atau laba rendah (Healy, 1985; McNichols dan Wilson, 1988; Pourciau, 1993;

Burgstahler dan Dichev, 1997) yang kesemuanya bertujuan untuk memaksimalkan

penerimaan bonus (the bonus plan hypothesis). Metode akrual biasa digunakan dalam pola

manajemen laba yang ditujukan untuk memaksimalkan bonus. Healy (1985) menemukan

bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis

mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.

Mengingat bahwa skema bomus berdasarkan laba merupakan cara yang paling populer

dalam memberikan penghargaan kepada eksekutif perusahaan, maka adalah logis bila

manajer yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba akan memanipulasi laba tersebut

untuk memaksimalkan penerimaan remunerasinya. Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman

(1978) menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk

meningkatkan present value dari penerimaan bonus mereka. Sedangkan Healy (1985),

menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih

secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus

mereka. Gao dkk (2002) membuktikan bahwa intensitas manajemen laba, yang diukur

dengan nilai absolut dari akrual diskresioner saat ini, berhubungan dengan desain kontrak

kompensasi dan hal tersebut sesuai dengan prediksi bahwa manajer bertindak oportunistik.

Karena besaran bonus bagi Direksi BUMN tergantung pada jumlah laba dibagi, maka

direksi yang oportunis akan berusaha mencapai jumlah laba dibagi tertentu untuk dapat

memaksimalkan penerimaan bonus mereka dengan melakukan manajemen laba.

H1 : Laba dibagi berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner

Skema bonus bagi Direksi BUMN memasukkan budget standard dan prior year

standard, dimana skema bonus didasarkan pada ukuran kinerja yang dibandingkan dengan

budget tahunan dan pencapaian atas realisasi laba tahun sebelumnya. Sistem budget

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

6

didasarkan pada premis bahwa manajer seharusnya diberikan penghargaan karena dapat

mencapai target yang ditetapkan untuk periode tersebut dan memberi hukuman jika tidak

mencapai target1 . Namun, sistem semacam ini mengandung insentif bagi manajer untuk

menyusun target yang mudah dicapai dan ketika target telah ditetapkan, mereka akan

melakukan apapun untuk memastikan bahwa target tersebut tercapai meskipun akan

merugikan perusahaan. Manajer akan memainkan realisasi anggaran atau pencapaian target,

yang biasanya dilakukan melalui aktivitas manajemen laba (Jensen, 2003).

Mengingat ukuran kinerja utama yang dijadikan dasar perhitungan bonus direksi

BUMN adalah pencapaian laba, baik terhadap tahun lalu maupun anggarannya, maka dengan

demikian dapat diduga bahwa insentif direksi untuk mencapai anggaran laba dan realiasi laba

tahun sebelumnya tersebut berpengaruh terhadap aktivitas manajemen laba.

H2a : Pencapaian atas realisasi laba usaha sebelum bunga tahun lalu berpengaruh

positif terhadap akrual diskresioner

H2b : Pencapaian atas realisasi laba bersih tahun lalu berpengaruh positif terhadap

akrual diskresioner

H2c : Pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga berpengaruh positif

terhadap akrual diskresioner

H2d : Pencapaian anggaran laba bersih berpengaruh positif terhadap akrual

diskresioner

Mendasarkan standar kinerja terhadap budget atau kinerja tahun lalu memiliki

implikasi yang hampir sama karena budget saat ini tentunya akan sangat tergantung pada

sebagian besar kinerja tahun sebelumnya (Murphy, 1998). Sebagai badan usaha milik negara,

BUMN seringkali dibebani oleh target-target yang terkait dengan pemenuhan keuangan

negara seperti dividen dan pajak. Untuk kepentingan itu, biasanya pemegang saham BUMN

1 Locke (2001) membahas dampak kontra produktif dari pembayaran kepada seseorang atas pencapaian sasaran.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

7

akan menetapkan tingkat pertumbuhan laba tertentu yang harus dicapai oleh BUMN pada

tahun yang akan datang. Target pertumbuhan laba tersebut akan diakomodasi pada saat

penetapan anggaran perusahaan, sehingga angka anggaran laba biasanya akan ditetapkan

lebih tinggi dari prognosa atau realisasi laba tahun sebelumnya.

Dengan angka anggaran laba yang lebih tinggi dari laba tahun lalu, maka akan lebih

realistis bagi manajemen untuk mencapai realisasi laba tahun lalu daripada mencapai

anggaran laba. Disamping itu, skema bonus direksi dan komisaris BUMN yang memberikan

bobot lebih besar terhadap pencapaian laba tahun lalu dibandingkan pencapaian anggaran

laba diduga akan mendorong direksi untuk lebih memfokuskan effortnya guna mencapai

realisasi laba tahun lalu. Berdasarkan hal tersebut, dihipotesiskan bahwa tindakan manajemen

laba yang dilakukan oleh direksi lebih dipengaruhi oleh motivasi untuk mencapai mencapai

laba tahun sebelumnya daripada untuk mencapai anggaran laba.

H3a : Pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga tahun lalu terhadap

akrual diskresioner lebih besar dari pada pengaruh pencapaian anggaran laba

usaha sebelum biaya bunga terhadap akrual diskresioner

H3b : Pengaruh atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar

dari pada pengaruh pencapaian pencapaian anggaran laba bersih terhadap

akrual diskresioner

Menurut Dempsey, Hunt, dan Schroeder (1993), ketika terdapat pemisahan antara

manajemen dan pemilikan perusahaan, maka terdapat tingkat manajemen laba yang tinggi

melalui pos luar biasa. Bartov (1993) melakukan penelitian tentang manajemen laba melalui

pengakuan pendapatan dari asset disposal dan menemukan bukti bahwa perusahaan dengan

laba yang rendah secara signifikan memiliki pendapatan dari hasil penjualan aset yang lebih

besar. Black, Sellers dan Manly (1998) dan Peasnell (1998) menunjukkan bukti kuat

terjadinya manajemen laba melalui asset disposal di negara Inggris.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

8

H4a : Pengaruh pencapaian atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner

lebih besar daripada pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga

tahun lalu terhadap akrual diskresioner.

H4b : Pengaruh pencapaian anggaran laba bersih terhadap akrual diskresioner lebih

besar daripada pengaruh pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga

terhadap akrual diskresioner.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Model Penelitian

Untuk menguji hipotesis akan digunakan model penelitian sebagai berikut:

)1,9,8,7,6

,5,4,3,21

titititi

titititiit

SIZELEVCEOCHANGETARGETLB

iTARGETLUITRENDLBITRENDLUPROFITDACC

Dimana:

DACC = Akrual diskresioner

PROFIT = Laba dibagi

ITRENDLU = Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahun

t – 1

ITRENDLB = Indeks pencapaian laba bersih tahun t terhadap tahun t – 1

ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga

ITARGETLB = Indeks pencapaian anggaran laba bersih

CEOCHANGE = 1 jika terjadi pergantian direksi pada tahun t – 1, dan 0 lainnya.

LEV = Debt to Equity Ratio

SIZE = Ln total aset

Untuk menguji pengaruh skema bonus terhadap kecenderungan melakukan akrual

diskresioner positif atau negatif, maka dibentuk model penelitian Logit sebagai berikut:

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

9

)2

)1(

,9,8,7,6

,5,4,3,21,

titititi

tititititi

SIZELEVCEOCHANGETARGETLB

iTARGETLUITRENDLBITRENDLUPROFITDACCP

Dimana P(DACC=1) adalah variabel dummy, 1 jika DACC positif dan 0 jika sebaliknya.

3.2. Operasionalisasi Variabel Penelitian

3.2.1. Akrual Diskresioner

Penghitungan akrual diskresioner menggunakan model Dechow, Sloan, dan Sweeny

(1995). Terlebih dahulu dilakukan pengukuran total akrual dengan rumus:

ititit OCFEBXTTACC (5)

Dimana: TACCit = total akrual, EBXTit = laba sebelum pos luar biasa dan discontinued

operation, OCFit = arus kas bersih dari aktivitas operasi.

Kemudian dilakukan estimasi model model Dechow, Sloan, dan Sweeny (1995):

titititititi PPERECREVASSETTACC ,,3,,21,1, )()/1( (6)

Dimana: TACCit = total akrual tahun t yang diskala dengan total aset t–1, REVit =

perubahan pendapatan tahun t yang diskala dengan total aset t–1, RECit = perubahan

piutang usaha bersih tahun t yang diskala dengan total aset t–1, PPEit = aktiva tetap tahun t

yang diskala dengan total aset t–1, ASSET = total aset tahun t–1

Persamaan (6) diestimasi setiap tahun untuk industri manufaktur dan non manufaktur.

Estimasi yang diperoleh dari persamaan regresi tersebut digunakan untuk mengestimasi

akrual nondiskresioner (NDACC). Selanjutnya, akrual diskresioner diestimasi sebagai berikut:

ititit NDACCTACCDACC (7)

3.2.2. Komponen Perhitungan Bonus

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

10

Mengingat data jumlah bonus direksi tidak tersedia, maka untuk menguji pengaruh

skema kompensasi terhadap tindakan manajemen laba dalam penelitian ini digunakan

komponen-komponen perhitungan bonus dan bukan besaran bonus.

Tidak semua komponen perhitungan bonus direksi BUMN digunakan dalam

penelitian ini karena ketidaktersediaan data. Hanya lima dari delapan komponen perhitungan

bonus yang dijadikan variabel bebas dalam penelitian ini, sedangkan tiga komponen bonus

lainnya yaitu 1) pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga, penyusutan dan amortisasi

tahun lalu, 2) pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga, penyusutan dan

amortisasi, dan 3) tingkat kesehatan perusahaan tidak dimasukkan kedalam penelitian karena

data yang diperlukan tidak tersedia secara lengkap. Kelima komponen perhitungan bonus

yang dimasukkan ke dalam model penelitian ini adalah:

(1) Laba dibagi (PROFIT) adalah jumlah laba bersih setelah dikurangi dengan:

a) akumulasi rugi tahun sebelumnya; b) laba penjualan aktiva; c) laba penjualan saham

anak perusahaan; dan d) pendapatan lain-lain dari restitusi pajak tahun buku sebelumnya.

(2) Indeks Trend Laba Usaha (ITRENDLU) yang diperoleh berdasarkan konversi atas

persentase pencapaian Laba Usaha tahun t terhadap Laba Usaha tahun t–1. Nilai indeks

berkisar antara 0 (persentase pertumbuhan laba usaha ≤ 20%) sampai dengan 100

(persentase pertumbuhan laba usaha ≥ 105%).

(3) Indeks Trend Laba Bersih (ITRENDLB) yang dihitung berdasarkan konversi atas

persentase pencapaian Laba Bersih tahun t terhadap Laba Bersih tahun t–1. Nilai indeks

berkisar antara 0 (persentase pertumbuhan laba bersih ≤ 20%) sampai dengan 100

(persentase pertumbuhan laba bersih ≥ 105%).

(4) Indeks Target Laba Usaha (ITARGETLU) yang diperoleh berdasarkan konversi atas

persentase pencapaian Laba Usaha tahun t terhadap anggaran Laba Usaha tahun t. Nilai

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

11

indeks berkisar antara 0 (persentase pencapaian anggaran laba usaha ≤ 2,5%) sampai

dengan 100 (persentase pencapaian anggaran laba usaha ≥ 92,7%)

(5) Indeks Target Laba Bersih (TARGETLB) yang diperoleh berdasarkan persentase

pencapaian Laba Bersih tahun t terhadap anggaran Laba Bersih tahun t. Nilai indeks

berkisar antara 0 (persentase pencapaian anggaran laba bersih ≤ 2,5%) sampai dengan 100

(persentase pencapaian anggaran laba bersih ≥ 92,7%)

3.2.3. Variabel Kontrol

3.2.3.1. Pergantian Direksi (CEOCHANGE)

Beberapa penelitian menemukan bukti adanya manajemen laba yang bersifat

meningkatkan laba bersih pada periode satu tahun setelah terjadinya pergantian direksi

(Pourciau, 1993; Godfrey, Mather dan Ramsay, 2001). Kemungkinan ini diwakili oleh

variabel CEOCHANGE yang merupakan variabel dummy dengan 1 untuk perusahaan yang

mengalami pergantian direksi pada tahun t – 1, dan 0 untuk lainnya.

3.2.3.2. Leverage (LEV)

Untuk mengantisipasi adanya motivasi manajemen laba untuk menghindari

pelanggaran kontrak hutang (the debt covenant hypothesis), penelitian ini memasukkan

leverage perusahaan sebagai variabel kontrol (Lobo dan Zou, 2001). Variabel LEV ini

dihitung berdasarkan rasio antara total kewajiban terhadap total aktiva (DER).

3.2.3.3. Ukuran Perusahaan (SIZE)

Ukuran perusahaan juga seringkali mengarah pada biaya politis, jika sebuah

perusahaan besar juga memiliki profitabilitas tinggi, maka biaya politisnya juga akan semakin

besar (Watts dan Zimmerman, 1990). Untuk mengantisipasi kemungkinan motivasi

manajemen laba untuk menghindari biaya politis (political cost hypothesis), penelitian ini

akan menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Sebagaimana Reitenga dkk

(2002), ukuran perusahaan diestimasi dengan menggunakan ln total aset.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

12

3.3. Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh BUMN. Sampel dipilih dari populasi dengan

menggunakan metode purposive judmental sampling dengan kriteria sebagai berikut:

1) BUMN tidak bergerak dalam industri perbankan, keuangan dan asuransi. Karena industri

keuangan sangat teregulasi sehingga diperkirakan perilaku manajemen laba yang

dilakukan di industri tersebut akan berbeda dengan industri lain. Disamping itu, model

Modifikasi Jones tidak dapat digunakan untuk indsutri keuangan.

2) Bukan merupakan BUMN Tbk karena perhitungan bonus direksi untuk BUMN Tbk dan

BUMN Non-Tbk berdasarkan skema bonus yang berbeda, dimana angka RKAP (budget)

bagi BUMN Tbk yang ditetapkan oleh Komisaris tidak dijadikan sebagai komponen

perhitungan bonus direksi.

3) Mempunyai tanggal tutup buku per 31 Desember.

4) Semua data yang diperlukan tersedia secara lengkap.

Hasil akhir sampel (setelah mengeluarkan outliers) adalah 326 firm years. Proses

pemilihan sampel dapat dilihat di Tabel 3.1. Periode penelitian adalah adalah 4 tahun (tahun

2003–2006). Penetapan periode penelitian didasarkan pertimbangan bahwa pedoman yang

digunakan untuk menetapkan perhitungan remunerasi direksi BUMN baru diterbitkan pada

tahun 2002, sehingga diperkirakan baru akan berdampak pada realisasi kinerja tahun 2003.

3.4. Sumber Data

Data dalam penelitian ini berupa:

1) Data keuangan perusahaan diperoleh dari Laporan Keuangan dan Laporan Manajemen

Audited Perusahaan dari tahun buku 2001 sampai dengan tahun buku 2006.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

13

2) Data Laba Usaha dan Laba Bersih RKAP (budget) dan data pergantian direksi diperoleh

dari hasil input data yang diperoleh dari Bidang Informasi dan Administrasi Kekayaan

BUMN, Kementerian Negara BUMN.

3) Data keuangan perusahaan yang tidak lengkap, dilengkapi dari situs www.bumn-ri.go.id .

4. ANALISIS HASIL PENELITIAN

4.1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dapat dilihat pada Tabel 4.1. Rata-rata DACC 0.030 menunjukkan

bahwa secara rata-rata perusahaan sampel memiliki diskresioner akrual positif. Hal tersebut

tampak pula dari nilai mean P(DACC=1) sebesar 0.592 yang menunjukkan bahwa 59.2% dari

perusahaan sampel melakukan manajemen laba yang bersifat meningkatkan laba.

PROFIT dengan median sebesar 2.728 menunjukkan bahwa perusahaan sampel

memiliki laba dibagi positif yang besarnya di atas Rp 2.7 milyar, sehingga direksi perusahaan

sampel memiliki peluang yang cukup besar untuk memperoleh bonus dan melakukan

manajemen laba guna memaksimalkan bonusnya. Dari mean ITRENDLU dan ITRENDLB

sebesar 62.715 dan 60.859 dapat diartikan bahwa rata-rata pencapaian laba usaha sebelum

biaya bunga dan laba bersih perusahaan sampel berada pada kisaran 80% dari laba tahun lalu.

Dari mean sebesar ITARGETLU dan ITARGETLB masing-masing sebesar 57.500

dan 59.877 dapat disimpulkan bahwa perusahaan sampel rata-rata memiliki tingkat

pencapaian anggaran laba usaha sebelum bunga dan laba bersih sekitar 60%. Berarti

persentase pencapaian laba terhadap tahun lalu lebih besar dari pada persentase pencapaian

anggaran laba, hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggaran laba yang ditetapkan, baik laba

usaha sebelum bunga maupun laba bersih, lebih tinggi dari pada realisasi laba tahun

sebelumnya. Karena anggaran lebih tinggi dari pada realisasi, maka kemungkinan direksi

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

14

perusahaan sampel akan lebih memfokuskan effort-nya untuk mencapai target yang lebih

realistis yaitu laba tahun lalu dengan menggunakan manajemen laba (akrual diskresioner).

4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik

Hasil pengujian menunjukkan bahwa model penelitian tidak memiliki masalah

multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

4.3. Hasil Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian atas hipotesis yang berkaitan dengan pengaruh skema bonus terhadap

akrual diskresioner disajikan dalam Tabel 4.2. Panel A untuk hasil regresi OLS dan Panel B

untuk hasil regresi Logit. Variabel PROFIT signifikan secara statistik berpengaruh positif

terhadap akrual diskresioner sehingga hipotesis H1 terbukti. Hasil tersebut juga didukung

oleh hasil pengujian Logit yang menunjukkan bahwa variabel PROFIT secara statistik juga

signifikan berhubungan positif dengan diskresioner akrual positif yang meningkatkan laba.

Hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan hipotesis skema bonus yang menyatakan

bahwa jika remunerasi manajer (meski hanya sebagian) tergantung pada bonus yang

dihubungkan dengan laba bersih, maka mereka akan berusaha meningkatkan nilai bonus saat

ini dengan cara sedapat mungkin melaporkan laba yang tinggi, salah satunya dengan

melakukan kebijakan akrual yang meningkatkan laba. Sebagaimana Healy (1985) yang

menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih

mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.

Variabel komponen perhitungan bonus yang terkait dengan pencapaian anggaran laba

usaha sebelum biaya bunga (ITARGETLU) tidak signifikan secara statistik baik berdasarkan

hasil pengujian dengan regresi OLS maupun Logit, sehingga hipotesis H2a tidak terbukti.

Sementara itu, berdasarkan hasil OLS untuk variabel pencapaian atas laba usaha sebelum

biaya bunga tahun lalu (ITRENDLU) signifikan secara statistik berpengaruh positif terhadap

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

15

akrual diskresioner, dengan demikian hipotesis H2c terbukti. Hasil OLS tersebut juga

didukung oleh hasil pengujian dengan regresi Logit yang menunjukkan bahwa ITRENDLU

signifikan secara statistik berpengaruh terhadap akrual diskresioner positif.

Hasil pengujian OLS maupun Logit menunjukkan bahwa variabel pencapaian laba

bersih baik yang dihubungkan dengan realisasi laba tahun lalu (ITRENDLB) maupun yang

dihubungkan dengan anggarannya (ITARGETLB), keduanya signifikan secara statistik

berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner. Dari hasil yang diperoleh dapat

disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan penerimaan bonusnya melalui pencapaian atas

realisasi laba tahun lalu sebagai salah satu komponen perhitungan bonus, direksi perusahaan

sampel cenderung melakukan akrual diskresioner yang bersifat meningkatkan laba bersih.

Semakin besar akrual diskresioner yang dilakukan, semakin besar pula persentase pencapaian

laba bersih dibanding tahun lalu, sehingga dengan demikian hipotesis H2b terbukti.

Demikian halnya dengan ITARGETLB berhubungan positif dengan akrual

diskresioner positif sehingga hipotesis H2d terbukti. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan

sampel secara signifikan mengadopsi akrual diskresioner yang bersifat meningkatkan laba

untuk mencapai anggaran laba bersih yang telah ditetapkan, dimana semakin besar akrual

diskresioner maka semakin besar pula persentase pencapaian anggaran laba bersihnya.

Sementara itu, karena ITARGETLU tidak signifikan sedangkan ITRENDLU

signifikan secara statistik berhubungan positif dengan akrual diskresioner, maka dapat

disimpulkan bahwa pengaruh ITRENDLU terhadap akrual diskresioner lebih besar daripada

pengaruh ITARGETLU, sehingga dengan demikian hipotesis H3a pun terbukti. Berdasarkan

hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi direksi untuk mencapai perolehan

laba tahun lalu, baik laba usaha sebelum biaya bunga maupun laba bersih, lebih besar

pengaruhnya terhadap akrual diskresioner dibandingkan dengan pengaruh pencapaian

anggaran laba terhadap akrual diskresioner.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

16

Dari hasil pengujian pada Panel A Tabel 4.2. terlihat bahwa komponen perhitungan

bonus yang didasarkan pada pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga dan laba bersih

tahun lalu yaitu ITRENDLU dan ITRENDLB keduanya signifikan secara statistik

berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner, sedangkan untuk variabel komponen

perhitungan bonus yang didasarkan atas pencapaian anggaran laba hanya ITARGETLB yang

signifikan secara statistik berhubungan positif dengan akrual diskresioner sedangkan

ITARGETLU tidak signifikan. Koefisien ITRENDLB 0.00092 yang lebih besar dari

koefisien ITARGETLB 0.00088 menunjukkan bahwa pengaruh ITRENDLB terhadap akrual

diskresioner lebih besar daripada ITARGETLB, sehingga hipotesis H3b terbukti.

Motivasi direksi untuk mencapai perolehan laba tahun lalu melalui diskresioner akrual

yang lebih besar daripada untuk mencapai anggaran laba tersebut dapat disebabkan oleh

perhitungan skema bonus itu sendiri. Skema bonus memberikan persentase skor yang lebih

besar untuk pencapaian laba tahun lalu dibandingkan skor untuk pencapaian anggaran laba

(20% : 13⅓%) sehingga dapat memotivasi manajemen untuk lebih mementingkan pencapaian

laba tahun lalu karena kontribusinya terhadap jumlah bonus lebih besar. Disamping itu,

pencapaian anggaran laba jarang atau bahkan tidak pernah diekspose kepada khalayak umum

dibandingkan pencapaian laba terhadap tahun lalu, sehingga tidak ada tekanan sosial yang

memotivasi direksi untuk mencapai anggaran laba.

Berdasarkan hasil uji-t, pada Panel A Tabel 4.2. tampak bahwa koefisien ITRENDLB

lebih besar dari pada koefisien ITRENDLU. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengaruh pencapaian atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar dari

pada pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga tahun lalu terhadap akrual

diskresioner, dengan demikian H4a terbukti. Sementara itu, karena hasil uji-t untuk

ITARGETLU tidak signifikan secara statistik, sedangkan ITARGETLB signifikan secara

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

17

statistik berhubungan positif dengan akrual diskresioner, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa ITARGETLB lebih berpengaruh terhadap akrual diskresioner dari pada ITARGETLU,

atau dengan kata lain pengaruh pencapaian anggaran laba bersih terhadap akrual diskresioner

lebih besar daripada pengaruh pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga terhadap

akrual diskresioner sehingga H4b pun terbukti.

Lebih besarnya pengaruh pencapaian laba bersih terhadap akrual diskresioner

dibanding dengan pengaruh pencapaian laba usaha sebelum bunga tersebut mengindikasikan

bahwa manajemen tidak melakukan manajemen akrual yang terlalu agresif untuk mencapai

laba usaha, tetapi sebaliknya melakukannya untuk mencapai laba bersih. Hal ini seiring

dengan hasil penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa manajemen lebih banyak

melakukan akrual diskresioner melalui pos pendapatan lain-lain yang meningkatkan laba

bersih seperti pos luar biasa (Dempsey, Hunt dan Schroeder, 1993) dan penjualan aset

(Bartov, 1993; Black, Sellers dan Manly, 1998; Peasnell, 1998). Hal ini mungkin disebabkan

karena pencapaian laba usaha selama ini tidak terlalu menarik perhatian baik bagi direksi

maupun pemegang saham yang cenderung lebih mengutamakan pencapaian laba bersih

(sebagai dasar penetapan dividen dan bonus maksimum), sehingga direksi tidak terlalu

termotivasi untuk mencapai tingkat laba usaha tertentu melalui diskresioner akrual.

Berdasarkan hasil pengujian atas hipotesis-hipotesis tentang pengaruh skema bonus

terhadap akrual diskresioner di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum komponen

perhitungan bonus berpengaruh terhadap aktivitas manajemen laba melalui akrual

diskresioner. Hasil yang diperoleh sesuai dengan Gao dkk (2002) yang menunjukkan bahwa

intensitas manajemen laba, yang diukur dengan nilai absolut dari akrual diskresioner yang

diskala dengan dengan total aset, berhubungan dengan desain kontrak kompensasi. Demikian

juga dengan hasil penelitian Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman (1978) yang

menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk meningkatkan

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

18

present value dari penerimaan bonus mereka dan secara sistematis mengadopsi kebijakan

akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus tersebut (Healy, 1985).

Dari hasil pengujian Logit juga terbukti bahwa secara umum skema bonus

memberikan motivasi bagi direksi untuk mengadopsi akrual diskresioner positif yang bersifat

meningkatkan laba. Bukti tersebut konsisten dengan penelitian sebelumnya yang

menyimpulkan adanya pola manajemen laba yang meningkatkan laba atau income increasing

(Watts, 1977; Watts dan Zimmerman, 1978; Dye, 1988; Scott, 2000).

Sementara itu, untuk variabel kontrol, hanya variabel SIZE yang signifikan

berpengaruh negatif terhadap akrual diskresioner, sedangkan CEOCHANGE dan LEV tidak

signifikan. Hasil SIZE tersebut sejalan dengan hipotesis biaya politis yang menyatakan

bahwa perusahaan besar cenderung menurunkan laba khususnya pada periode kemakmuran

untuk menghindari agar tidak menjadi objek regulasi politisi dan pemerintah (Scott, 2000).

Semakin besar biaya politis yang dihadapi perusahaan, manajer akan semakin cenderung

memilih prosedur akuntansi yang menunda laba saat ini menjadi laba periode mendatang.

Tidak signifikannya variabel LEV dapat disebabkan: 1) Perjanjian hutang BUMN

mungkin tidak menjadikan leverage sebagai salah satu unsur debt covenant, 2) penghitungan

leverage yang digunakan dalam covenant berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian

ini, dan 3) sebagian besar hutang BUMN adalah hutang kepada Pemerintah yang juga

merupakan pemegang saham, sehingga mungkin tidak menerapkan covenant yang terlalu

mengikat sehingga tidak mendorong manajemen untuk melakukan akrual diskresioner.

Variabel CEOCHANGE yang juga tidak signifikan, menunjukkan bahwa tidak

terdapat bukti direksi melakukan akrual diskresioner pada satu tahun setelah terjadinya

pergantian direksi. Hasil yang diperoleh tidak konsisten dengan hasil penelitian Pourciau

(1993) dan Godfrey, Mather dan Ramsay (2001) yang menunjukkan bukti adanya manajemen

laba yang bersifat meningkatkan laba pada satu tahun setelah terjadinya pergantian direksi.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

19

5. KESIMPULAN

Skema bonus bagi direksi BUMN yang menggunakan laba sebagai ukuran kinerja,

dan pencapaian terhadap realisasi laba tahun lalu serta pencapaian terhadap anggaran laba

sebagai standar kinerja diduga akan memberi insentif kepada direksi untuk melakukan

manajemen laba melalui akrual terkait dengan bonus yang akan mereka terima. Untuk itu

dalam penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh skema bonus direksi

BUMN terhadap manajemen laba yang diukur dengan akrual diskresioner.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara umum variabel-variabel perhitungan

skema bonus yaitu laba dibagi, indeks pencapaian laba terhadap tahun lalu, dan indeks

pencapaian anggaran laba signifikan mempengaruhi besaran diskresioner akrual. Variabel-

variabel perhitungan skema bonus tersebut juga terbukti berhubungan positif dengan

diskresioner akrual positif. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa skema bonus direksi

BUMN memberikan insentif kepada direksi untuk melakukan manajemen laba melalui akrual

diskresioner yang meningkatkan laba guna memaksimalkan bonus yang diterimanya. Temuan

ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu (Holthausen dkk, 1995; Reitenga dkk,

2002; Chan dkk, 2001; Guay dkk, 1997) yang umumnya mengarah pada bukti adanya pola

manajemen laba yang meningkatkan laba atau income increasing terkait dengan bonus.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan untuk

perbaikan skema bonus bagi direksi BUMN. Skema bonus sebaiknya tidak hanya didasarkan

atas kinerja keuangan semata yang sifatnya jangka pendek dan sangat rentan terhadap

manipulasi, tetapi semestinya juga lebih mempertimbangkan faktor-faktor lain yang

memberikan pengaruh terhadap kinerja BUMN untuk jangka panjang. Karena skema bonus

bagi direksi BUMN saat ini, sebagian besar masih didasarkan pada penilaian atas pencapaian

laba tahun lalu dan anggaran, maka saat penyusunan dan pengesahan Rencana Kerja dan

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

20

Anggaran Perusahaan menjadi faktor yang sangat menentukan berhasil tidaknya skema bonus

menjadi insentif bagi bagi direksi untuk meningkatkan nilai pemegang saham. Anggaran

perusahaan yang disusun secara realistis, namun cukup menantang, akan mampu memotivasi

direksi untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain:

1. Penelitian ini tidak memasukkan kemungkinan terjadinya budget slack yang dapat

menjadi salah satu motivasi dilakukannya manajemen laba oleh direksi.

2. Tidak menggunakan jumlah bonus yang diterima direksi karena ketidaktersediaan data.

3. Tidak memasukkan seluruh komponen perhitungan bonus direksi BUMN, sehingga

kesimpulan yang diperoleh dikhawatirkan tidak komprehensif. Hal ini terjadi karena

tidak tersedianya data yang dibutuhkan untuk penelitian secara lengkap.

4. Data yang digunakan tidak mewakili seluruh BUMN secara lengkap untuk semua

periode penelitian (4 tahun) sehingga tidak dapat digeneralisasi untuk semua BUMN.

5. Teknik estimasi dalam pembagian total akrual menjadi akrual diskresioner dan akrual

non diskresioner mengandung measurement error.

Sebagai perbaikan dari penelitian ini, untuk riset selanjutnya disarankan untuk:

1. Menggunakan jumlah bonus yang diterima direksi sebagai variabel bebas.

2. Memasukkan semua komponen perhitungan bonus ke dalam model penelitian sehingga

diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih komprehensif. Akan lebih baik lagi bila

penelitian selanjutnya juga memasukkan komponen remunerasi lainnya seperti gaji dan

insentif ke dalam model penelitian.

3. Melakukan penelitian yang melibatkan sampel yang lebih besar.

4. Kompensasi ditujukan sebagai insentif untuk meningkatkan kinerja perusahaan, oleh

karenanya dalam penelitian selanjutnya akan lebih komprehensif apabila pengujian

tentang skema bonus dan manajemen laba juga dihubungkan dengan kinerja perusahaan.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

21

5. Karena bonus bagi direksi juga berlaku bagi komisaris (remunerasi bagi komisaris

BUMN merupakan persentase tertentu dari gaji direktur utama), maka akan sangat

menarik bila penelitian selanjutnya juga melihat bagaimana hubungan antara keberadaan

komisaris sebagai penerima bonus dan sekaligus dalam perannya sebagai pengawas

jalannya perusahaan terhadap skema bonus dan aktivitas manajemen laba.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

22

DAFTAR PUSTAKA

Adizes, I. Corporate lifecycles: How and why corporations grow and die and what to doabout it. Prentice Hall: englewood Cliffs, NY. 1989.

Aharony, J., C.J. Lin and M.P. Loeb. Initial public offferings, accounting choices and earningmanagement. Contemporary Accounting Research. 1993.

Anthony, Robert N., Vijay Govindarajan dan Robert Anthony, Management Control Syatems,McGraw-Hill, 2003.

Anynomous, Why It’s Important to Link between Budgets and Bonuses, SSRN ElectronicPaper Collection, 2002

Ayres,F.L. Perceptions of earnings quality: What managers need to know. ManagementAccounting. 1994.

Bartov, E.The timing of asset sales and earning manipulation. The Accounting Review. 1993

Bebchuk, Lucian Arye dan Jesse M. Fried, Executive Compensation as an Agency Problem,The Journal of Economic Perspectives, Vol. 17, No.3., Summer, 2003.

Beneish, Messod D., The Detection of Earning Manipulation, Financial Analyst Journal,1999.

Berle, Adolf A. Jr. and Gardiner C. Means. The Modern Corporations and Private Property.New York, Macmillan Company. 1932.

Bertrand, Marianne and Sendhil Mullainathan. Are CEO’s rewarded for Luck? The oneswithout principals are.Quartely Journal of Economics. 2001.

Bhat, V.N. Banks and Income Smoothing: An Empirical Analysis. Applied FinancialEconomics 6. 1996

Blanchard, Olivier Jean, Florencio Lopez-de-Silanes and Andrei Shleifer. What do Firms dowith Cash Windfalls? Journal of Financial Economics. 1994.

Bremser, W.G. The earning characteristic of firms reporting discresionery accountingchanges. The Accounting Review.1975.

Burgstahler, D and I. Dichev. Earnings management to avoid earning decreases and losses.Journal of accounting and economics.1997.

Copeland, R.M. and J.F. Wojdak. Income manipulation and the purchase-pooling choice.Journal of Accounting Research.1969.

Core, John E., Wayne Guay and David F. Lacker. Executive equity compensation andincentives: A Survey. Working Paper. Wharton School. 2001.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

23

Cormier, D., M. Magnan and B. Morard, Earning Management: is the Anglo-Saxon modelrelevant to the Swiss context?. Comptatibilite-Controle Audit. 1998

DeAngelo, L. Accounting numbers as market valuation subtitutes: A study of managementbuyouts of public stocholders. The Accounting Review. 1986.

DeAngelo, H., L. DeAngelo and J. Skinner. Accounting choice in troubled companies.Journal of Accounting and Economics. 1994.

Dechow, P.M., and R.G. Sloan. Executive incentives and horizon problem: an empiricalinvestigation. Journal of Accounting and Economics, 1991

Dechow, Patricia M., Richard G. Sloan, dan Amy P. Sweeney. Detecting EarningManagement. The Accounting Review 70 (2). 193-225, 1995.

Defond, M.L. and J. Jiambalvo. Debt covenant violations and manipulation of accruals.Journal of Accounting and Economic. 1994

Degeorge, F., J. Patel and R. Zeckhauser. Earnings management to exceed tresholds. Journalof Business. 1999.

Dye, R.A., Earning management in an overlapping generations model.Journal of AccountingResearch, 1988

Eckel, N. The income smoothing hypothesis revisited. Abacus. 1981.

Erickson, M. and S. Wang. Earnings management by ackuiring firms in stock for stockmergers. Journal of Accounting and Economics. 1991.

Fama, E. F., Agency Problems and the Theory of the Firm, Journal of Political Economy,April 1980.

Fern, R.H., B. Brown and S.W. Dickey. An empirical test of politically-motivated incomesmoothing in the oil refining industry. Journal of Applied Business Research.1994.

Gao, Pengjie dan Ronald E. Shrieves, Earning Management and Executive Compensation: aCase of Overdose of Option and Underdose of Salary?, 2002.

Gaver, Jennifer J., Kenneth M. Gaver, dan Jeffrey Austin, Additional Evidence on BonusPlan and Income Management, Journal of Accounting and Economics,3-28, 1995.

Gibbons, R. and K.J. Murphy. Relative performance evaluation for chief executive officers,Industrial and Labor Realtions Review. 1990.

Godfrey, Jayne, Paul Mather, dan Alan Ramsay, Earnings and Impression Management inFinancial Reports: The Case of CEO Changes, SSRN Electronic Paper Series, 2000.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

24

Guidry, Flora, Andrew J. Leone, dan Steve Rock, Earning-Based Bonus Plans and EarningsManagement by Bussiness-Unit Managers, Journal of Accounting and Economics 26,113-142, 1999.

Gujarati, D., Basic Econometric, Mc-Grawhill, New York, 2003.

Healy, P., The Effect of Bonus Schemes on the Selection of Accounting Principles, Journal ofAccounting and Economics 7, April, 1985.

Healy, P.M. and J.M. Wahlen. A riview of the earning management literature and itsimplications for standards setting. Accounting Horizon. 1999

Holmstrom, B., Moral Hazard and Observability, The Bell Journal of Economics, 1979

Holmstrom, B., Moral Hazard in Teams, The Bell Journal of Economics, 1982

Holthausen, R, D. Larcker dan R. G. Sloan, Annual Bonus Schemes and Manipulation ofEarning, Additional Evidence on Bonus Plan and Income Management, Journal ofAccounting and Economics, 1995.

Jensen, Michael C., and W.H. Meckling, Theory of the Firm: Managerial Behavior, AgencyCost and Ownership Structure, Journal of Financial Economics, October 1976.

Jensen, Michael C., Self-Interest, Altruism, Incentives & Agency Theory, Journal of AppliedCorporate Finance, Vol. VII, no. 2, Summer 1994.

Jensen, Michael C., Paying People to Lie: the Truth about the Budgeting Process, EuropeanFinancial Management, Vol. 9, No. 3, 2003, 379-406.

Jones, J. Earning management during import relief investigations. Journal of AccountingResearch. 1991.

Kang, Sok-Hyon, Praveen Kumar dan Hyunkoo Lee, Agency and Corporate Investment: TheRole of Excecutive Compensation and Corporate Governance, The Journal of Bussiness,2006

Kepsu, Mikko. Earning Management – Theory vs Practice – Evidence from Finland,Research Proposal for Ph.D. Thesis, Turku School of Economics and BusinessAdministration, 2005.

McNichols, M. And G.P. Wilson. Evidence of earning management from provision for baddebts. Journal of Accounting Research. 1998.

Merchant, K. and J. Rockness. The ethics of managing earnings: An empirical investigation.Journal of Accounting and Public Policy, 1994.

Moses, O.D. Income smoothing and incentives: Empirical test using accounting changes. TheAccounting Review.1987

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

25

Murphy, K and J. Zimmerman. Financial Performance Surrounding CEO Turnover. Journalof Accounting Economics. 1993.

Murphy, Kevin J., Performance Standard in Incentive Contract. Working Paper. SSRNElectronic Paper Collection, 1999.

Nachrowi, Nachrowi Djalal. Penggunaan Teknik Ekonometri. Edisi Revisi. PT RjaGrafindoPersada. Jakarta. 2002.

Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas Badan UsahaMilik Negara, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, 2002

Porciau, S., Earning Management and Nonroutine Excecutive Changes, Journal ofAccounting and Economics, 1993

Reitenga, Austin, Steve Buchheit, Qin Jennifer Yin, dan Terry Baker, CEO Bonus Pay, TaxPolicy and Earning Management, The Journal of The American Taxation Association,2002

Schilit, H.M. Financial Shenanigans: How to Detect Accounting Gimmicks and Fraud inFinancial Reports. McGraw Hill. New York. 2002.

Schipper, K. Commentary on earning management. Accounting Horizons, 1989.

Scott, William R., Financial Accounting Theory, Second Edition, Prentice Hall Canada Inc.,1997.

Shleifer, Andrei and Robert Vishny. Large hareholders and corporate control. Journal ofPolitical Economy. 1989.

Sticney, Clyde P., dan Paul R. Brown, Financial Reporting and Statement Analysis: AStrtegic Perspective, Fourth Edition, South-Western, 1999.

Stolowy, Hervẻ dan Gaẻtan Breton, A Framework for The Classification of AccountsManipulation, SSRN, Working Paper Series, June 2000.

Subramanyam, K.R., The Pricing of Discretionary Accruals, Journal of Accounting andEconomics, 1996.

Surat Edaran Sekretaris Kementerian Negara BUMN Nomor: S-326/S.MBU/2002 tanggal 3Mei 2002

Sweeney, A.P. Debt covenant violations and managers’ accounting response. Journal ofAccounting and Economics.1994.

Teoh, S.H., I. Welch and T.J. Wong. Earning management and the long run marketperformance of initial public offering. The Journal of Finance. 1998.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

26

Watts, R.L., dan J. Zimmerman. Towards a positive theory of the determination ofaccounting standards. The Accounting Review. 1978.

Watts, R.L., dan J. Zimmerman. Positive Accounting Theory, Prentice Hall, EnglewoodCliffs, NJ, 1986.

Yermack, D., Good Timing: CEO Stock Option Awards and Company News Announcements.Journal of Finance. 1997

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

27

Tabel 3.1

Prosedur Pemilihan Sampel Penelitian

Keterangan Kurang Jumlah

Total Perusahaan 140 perusahaanDikurangi:Perusahaan yang bergerak dalam bidangkeuangan, asuransi,perbankan

20

Perusahaan Tbk di luar bidang keuangan 10Perusahaan yang tidak memilikikelengkapan data keuangan

8

Total Sampel 102 perusahaanDari 103 perusahaan diperoleh sampeldalam bentuk firm years

360 firm years

Perusahaan dengan data sangat ekstrim 34 firm yearsJumlah sampel final 326 firm years

Tabel 4.1.Statistik Deskriptif

Variabel Mean Median Maximum Minimum Std. Dev.

DACC 0.030 0.027 0.668 -0.649 0.182

P(DACC=1) 0.592 1 1 0 0.492

SMOOTH 0.245 0.112 2.400 0.000 0.351

P(SMOOTH=1) 0.497 0 1 0 0.501

PROFIT -33.210 2.728 693.667 -6382.614 500.301

ITRENDLU 60.859 85 100 0 43.436

ITRENDLB 62.715 85 100 0 41.847

ITARGETLU 57.500 70 100 0 41.585

ITARGETLB 59.877 72.5 100 0 40.849

CEOCHANGE 0.239 0 1 0 0.427

LEV 2.188 0.862 299.805 -175.758 20.947

SIZE 12.845 13.046 16.837 8.590 1.600

N=326

Tabel 4.2.Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner

PANEL A: Hasil Regresi OLS Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner

titititi

titititiit

SIZELEVCEOCHANGETARGETLB

iTARGETLUITRENDLBITRENDLUPROFITDACC

,9,8,7,6

,5,4,3,21

DACC = Akrual diskresionari yang diskala dengan total aset. Variabel Bebas: PROFIT=Laba dibagi; ITRENDLU =Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahun t-1; ITRENDLB = Indeks pencapaian lababersih tahun t terhadap tahun t-1; ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga;ITARGETLB=Indeks pencapaian anggaran laba bersih; CEOCHANGE = Variabel dummy, 1 jika perusahaan mengalami

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

28

pergantian direksi pada tahun t-1, dan 0 untuk kondisi lainnya; LEV = Debt to Equity Ratio; SIZE = Ln total asset.

VariablePred.Sign

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C ? 0.04001 0.07053 0.56725 0.57090

PROFIT + 0.00004 0.00002 2.33837 0.02000**

ITRENDLU + 0.00081 0.00044 1.84830 0.06550*

ITRENDLB + 0.00092 0.00041 2.24273 0.02560**

ITARGETLU + -0.00010 0.00046 -0.22228 0.82420

ITARGETLB + 0.00088 0.00042 2.11178 0.03550**

CEOCHANGE + 0.01125 0.02015 0.55817 0.57710

LEV + -0.00039 0.00041 -0.93968 0.34810

SIZE - -0.01282 0.00555 -2.31118 0.02150**N= 326 firm years. R2 = 0.304963. F-Stat 17.38634. Prob (F-Stat) 0.000***. ***Signifikan α = 0.01, **Signifikan α=0.05, *Signifikan α = 0.10.

PANEL B: Hasil Regresi Logit Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner

titititi

tititititi

SIZELEVCEOCHANGETARGETLB

iTARGETLUITRENDLBITRENDLUPROFITDACCP

,9,8,7,6

,5,4,3,21, )1(

Variabel Terikat: P(DACC=1) = Dummy Variabel, 1 jika DACC bertanda positif dan 0 jika bertanda negatif. VariabelBebas: PROFIT=Laba dibagi; ITRENDLU = Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahunt-1; ITRENDLB = Indeks pencapaian laba bersih tahun t terhadap tahun t-1; ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaranlaba usaha sebelum biaya bunga; ITARGETLB=Indeks pencapaian anggaran laba bersih; CEOCHANGE = Variabeldummy, 1 jika perusahaan mengalami pergantian direksi pada tahun t-1, dan 0 untuk kondisi lainnya; LEV = Debt toEquity Ratio; SIZE = Ln total asset.

VariablePred.Sign

Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.

C ? -0.50291 1.26344 -0.39805 0.69060

PROFIT + 0.00373 0.00124 3.01958 0.00250***

ITRENDLU + 0.01772 0.00674 2.62995 0.00850***

ITRENDLB + 0.01243 0.00599 2.07692 0.03780**

ITARGETLU + -0.00504 0.00736 -0.68492 0.49340

ITARGETLB + 0.01095 0.00638 1.71561 0.08620*

CEOCHANGE + 0.11840 0.34706 0.34114 0.73300

LEV + -0.00669 0.01210 -0.55280 0.58040

SIZE - -0.10048 0.10113 -0.99357 0.32040N = 326 firm years. McFadden R2 = 0.321862. LR-Stat 141.8851. Prob (LR-Stat) 0.000***. ***Signifikan 0.01,**Signifikan 0.05, *Signifikan 0.10.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

1

Identitas Pemakalah : Neneng Suryatiningsih

Sylvia Veronica Siregar

Bidang Kajian : Akuntansi Keuangan dan Pasar Modal

Metode Penelitian : Kuantitatif

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

2

Curriculum Vitae

I. Data Pribadi1. Nama : Neneng Suryatiningsih2. Tempat, Tanggal Lahir : Subang, 10 Juli 19743. Jabatan : Kasubbid Tata Kelola dan Manajemen Risiko Usaha

Industri Strategis II4. Alamat : Jl. Cempaka Putih Tengah XXVII D No. 14A

Cempaka Putih – Jakarta 10710

II. Uraian/Riwayat Pendidikan

No. TingkatPendidika

n

Jurusan/Spesialisasi

Tempat TahunKelulusan

1. S2 Ilmu Akuntansi Universitas Indonesia 20082. S1 Mgt Keu &

PerbankanSTIE YPKP Bandung 1997

3. D3 Mgt Keu &Perbankan

AKPI Bandung 1994

4. SMA A1/Fisika SMAN I Subang 19915. SMP SMPN 2 Pagadenbaru,

Subang1988

6. SD SDN Rancabogo I, Subang 1985

III. Uraian/Riwayat Pekerjaan

No. Uraian Mulai Unit Organisasi1. Kasubbid pada Deputi Bid. Usaha

Pertambangan, Industri Strategis, Energi &Telekomunikasi

2006 Kementerian NegaraBUMN

2. Pelaksana pada Deputi Bid. UsahaPertambangan, Industri Strategis, Energi &Telekomunikasi

2002 Kementerian BUMN

3. Pelaksana pada Ditjen Pembinaan BUMN 2001 DepartemenKeuangan

4. Pelaksana pada Deputi Pertambangan danAgro Industri

1998 Kementerian NegaraPendayagunaan

BUMN5. Pelaksana pada Ditjen Pembinaan BUMN 1998 Departemen

Keuangan

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI (SNA) KE XIPONTIANAK, 23 - 24 JULI 2008

3

Curriculum Vitae

Nama : Sylvia Veronica Siregar

Tanggal/Tempat Lahir : Banjarmasin / 31 Oktober 1976

Alamat Rumah : Jl. Selat Sunda Raya Blok E10/11 Kav.AL

Duren Sawit Jakarta Timur 13440

Telp/HP : 86607575 / 08129182716

Posisi : Sekretaris Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi FEUI

Alamat Kantor : Pascasarjana Ilmu Akuntansi FEUI

Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta 10430

Telp/Fax : 31907848 / 3900703

E-mail : [email protected], [email protected],[email protected]

Jenjang Universitas Tahun

S1 : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1994 – 1998

Jurusan Akuntansi

S3 : Program Pascasarjana Ilmu Manajemen 2002 – 2005

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Kekhususan Akuntansi

Data Pribadi

Pendidikan