pengaruh program acara 86 di nettv (bab i)

16
BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak kemunculan Briptu Norman Camaru Polisi dari Gorontalo sekitar tahun 2011 lalu yang terkenal melalui media online Youtube.com dan di media-media televisi, citra kepolisian mulai direpresentasikan oleh media televisi sebagai pribadi yang bersahaja, ramah dan merakyat. Setelah kemunculan Briptu Norman Kamaru berselang beberapa tahun kemudian muncul Briptu Eka. Briptu Eka awal mulanya muncul dari media-media sosial online seperti kaskus.co.id dan facebook.com. Lalu mereka menjadi perbincangan hangat di media-media online tersebut. Briptu Eka selalu di gadang- gadang di media-media sosial online maupun televisi sebagai Polwan cantik yang ramah dan bersahaja. Briptu Eka pun turut ikut terkenal karena sempat beberapa kali muncul di beberapa media televisi dengan membawa citra baik kepolisian. Kini tidak jarang kita melihat Polisi atau Polwan menghiasi media televisi. Seperti, Polisi atau Polwan dari TMC Polda yang membacakan trafik lalu lintas bersamaan dengan program acara di MetroTV dan program baru di NET TV berjudul ”86”. Program “86” sendiri hingga saat ini peneliti melakukan penelitian belum ada tayangan kompetitornya, tayangan dengan jenis program yang sama dengan program “86” di NET TV. 1

Upload: fajrinabdhilah

Post on 17-Sep-2015

175 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Iseng aja

TRANSCRIPT

BAB I

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang MasalahSejak kemunculan Briptu Norman Camaru Polisi dari Gorontalo sekitar tahun 2011 lalu yang terkenal melalui media online Youtube.com dan di media-media televisi, citra kepolisian mulai direpresentasikan oleh media televisi sebagai pribadi yang bersahaja, ramah dan merakyat. Setelah kemunculan Briptu Norman Kamaru berselang beberapa tahun kemudian muncul Briptu Eka. Briptu Eka awal mulanya muncul dari media-media sosial online seperti kaskus.co.id dan facebook.com. Lalu mereka menjadi perbincangan hangat di media-media online tersebut. Briptu Eka selalu di gadang-gadang di media-media sosial online maupun televisi sebagai Polwan cantik yang ramah dan bersahaja. Briptu Eka pun turut ikut terkenal karena sempat beberapa kali muncul di beberapa media televisi dengan membawa citra baik kepolisian. Kini tidak jarang kita melihat Polisi atau Polwan menghiasi media televisi. Seperti, Polisi atau Polwan dari TMC Polda yang membacakan trafik lalu lintas bersamaan dengan program acara di MetroTV dan program baru di NET TV berjudul 86. Program 86 sendiri hingga saat ini peneliti melakukan penelitian belum ada tayangan kompetitornya, tayangan dengan jenis program yang sama dengan program 86 di NET TV.Program 86 di NET TV bergenrereality show ini memberikan informasi sekaligus mengedukasi pemirsa tanah air akan peranan dan pekerjaan keseharian polisi Indonesia yang mungkin tengah dipertanyakan oleh masyarakat. 86 merupakan tontonan yang segar dan dapat memacuadrenalineyang ditayangkan di NET TV setiap hari Senin sampai jumat pukul 21:00 WIB21:30 WIB, Sabtu dan Minggu pukul 21:00 WIB22:00 WIB. Tidak hanya kita dapat mengikuti aksi polisi Indonesia dalam penggerebekan, tetapi kita juga diajak untuk menyaksikan kejadian yang sesungguhnya terjadi dilapangan serta melihat sedikit sisi lain dari kehidupan pribadi polisi sebagai manusia biasa dan kedekatan mereka dengan keluarganya. 86 memperlihatkan pekerjaan polisi Indonesia mulai dari kegiatan yang ringan seperti mendisiplinkan pengguna lalu lintas, sampai kasus berat kepolisian. NET TV dengan prinsipnya yang ingin selalu menghadirkan program yang inspiratif dan edukatif, menayangkan 86 dengan harapan agar masyarakat dapat lebih bijak dalam menentukan sikap terhadap peraturan-peraturannegara. Kami (NET.) berharap melalui program 86 masyarakat Indonesia dapat lebih menyadari pentingnya berdisiplin dalam mematuhi aturan-aturan yang berlaku serta menghargai dan membantu pihak kepolisian dengan cara mulai mendisiplinkan diri kita sendiri. jelas Roan Y. Anprira, Kepala Divisi Programming dan Produksi NET TV. (sumber: http://www.netmedia.co.id/program/net-86. diakses pada 23 september 2014, pukul 23.25 WIB).Menurut John Vivian dalam bukunya The Media Of Mass Communication yang menyebutkan pengertian dari reality show adalah, program acara yang dibintangi oleh orang-orang yang bukan aktor atau aktris, tetapi walau pun demikian program acara tersebut masih diatur oleh skenario yang ditulis oleh produser. Tayangan reality show juga merupakan salah satu tipe tayangan hiburan televisi selain situation comedy, episodic drama, soap opera, quiz shows, dan late night shows (Vivian, 2005: 302 ). Program reality show mencoba menyajikan situasi seperti konflik, persaingan atau hubungan berdasarkan relitas yang sebenarnya. Jadi program ini menyajikan situasi keadaan nyata (riil) dengan cara sealamiah mungkin tanpa rekayasa (Morissan, 2013: 227).Dari penjelasan di atas, program 86 merupakan tayangan reality show yang menyajikan adegan-adengan tentang keseharian tugas institusi kepolisian di masyarakat secara nyata (rill). Alur ceritanya sendiri dari program 86, yakni penonton secara realitas seolah-olah ikut dibawa bersama kepolisian dalam tugasnya sehari-hari. Mulai dari pendisiplinan peraturan lalu lintas hingga adegan yang mendebarkan ikut dalam pengerebekan bandar narkoba. Penjelasan atau narasi dibacakan oleh Polwan atau Polisi yang berbeda-beda dan berganti-ganti pada tiap episodnya. Sedangkan mereka bukanlah aktor atau aktris yang terkenal di masyarakat luas. Poin-poin inilah yang menjadikan program 86 termasuk jenis acara reality show.Program 86 di televisi merupakan bentuk komunikasi massa. Komunikasi massa menurut Effendy (2009: 6) komunikasi massa terbatas pada proses penyebaran pesan melalui media massa, yakni surat kabar, radio telvisi, film, majalah dan buku; tidak mencangkup proses komunikasi tatap muka. Adapun dalam penelitian ini lingkup komunikasinya menurut Effendy (2009: 6-8), mencakup :

1. Komponen komunikasia) Komunikator (communicator) b) Pesan (message) c) Media (media)d) Komunikan (comunicant) 2. Tujuan komunikasi a) Perubahan sikap (attitude chage)b) Perubahan pendapat (opinion chage)c) Perubahan prilaku (behavior chage)d) Perubahan sosial (sosial chage)3. Fungsi komunikasi a) Menyampaikan informasi (to inform)b) Mendidik (to educate)c) Menghibur (to entertain)d) Mempengaruhi (to influance)4. Model komunikasi a) Komunikasi satu tahap (one step flow communication)b) Komunikasi dua tahap (two step flow comunication)c) Komunikasi multi tahap (multistep flow comunication)Ilmu Komunikasi menurut Carl I. Hovland dalam Effendy (2009: 10), Ilmu komunikasi adalah: upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi ini menunjukan yang menjadi objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (publik attitude) .... Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the prosess to modify the behavior of other individuals) .... Untuk memahami pengertian komunikasi dapat mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harlod Lasswell. Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who says what in wich channel to whom with what effect (siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa). Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik (paradigmatic question) Lasswell itu masih menurut Effendi (2009: 10) meliputi lima unsur, yaitu:a) Communicator (Komunikator)b) Message (Pesan)c) Media (Media)d) Receive (Penerima)e) Effect (Efek)

Dari penjelasan-penjelasan tersebut peneliti menyimpulkan bahwa institusi kepolisian sebagai komunikator (communicator) menjalin komunikasi dengan masyarakat luas selaku komunikan (comunicant) melalui media massa televisi program 86 di NET TV. Hingga menimbulkan efek dari pesan (message) dalam tayangan 86 pada masyarakat luas atau khalayak. Penelitian efek media massa terhadap khalayak bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kehadiran suatu media atau peroses penyampaian pesan mempengaruhi khalayak dalam berfikir, bersikap dan berprilaku (Ardianto & Erdinaya, 2005: 164). Tujuan dari terjalinnya komunikasi ini antara lain adalah (1) agar terjadi perubahan sikap (attitude chage) khalayak diharapkan dapat merubah sikap dalam mematuhi peraturan karena kehadiran aparat penegak hukum nyata ada dalam kehidupan masyarakat sehari-hari seperti yang digambarkan dalam tayangan 86. (2) Perubahan pendapat (opinion chage) melalui program 86 diharapkan khalayak dapat membentuk opini terhadap Polri sehingga dapat merubah opini buruk atau citra negatif terhadap institusi Polri. (3) Perubahan prilaku (behavior chage) merupakan perubahan prilaku secara nyata, diharapkan masyarakat dapat berprilaku sesuai dengan norma dan peraturan-peraturan yang berlaku. Seperti dalam berkendara kendaraan bermotor selalu mengenakan helm, tidak menerobos lampu merah persis seperti yang di gambarkan dalam tayangan 86. (4) Perubahan sosial (sosial chage) diharapkan khalayak atau masyarakat dalam kehidupan bersosial antara polisi dan masyarakat dapat hidup berdampingan agar tidak terjadi konflik. Sedangkan fungsi dari terjalinnya komunikasi antara Polri dengan khalayak melalui program 86 adalah untuk. (1) Menyampaikan informasi (to inform) informasi berasal dari sender institusi polri kepada khalayak masyarakat luas atau penonton program 86. (2) Mendidik (to educate) khalayak agar lebih patuh terhadap peraturan-peraturan yang berlaku dalam bermasyarakat. (3) Menghibur (to entertain) menghibur khalayak penonton program 86 sebagaimana mestinya salah satu motivasi menonton televisi adalah untuk mencari hiburan. (4) Mempengaruhi (to influance) kahalayak hingga menimbulkan efek tertentu, Efek pesan dari media massa meliputi aspek kognitif, afektif, dan behavioral. Media massa televisi sebagai penelitian merupakan alat komunikasi massa yang bersifat satu arah (one-way communication), ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator secara langsung melainkan umpan balik tertunda (dellay feedback).

Penelitian ini mengunakan teori kultivasi Analisis kultivasi adalah sebuah teori yang memprediksikan dan menjelaskan formasi hingga pembentukan jangka panjang dari persepsi, pemahaman, dan keyakinan mengenai dunia sebagai akibat dari konsumsi akan pesan-pesan di media (West & Turner, 2010: 82). Sedangkan menurut Ardianto dan Erdinaya. Teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan (Ardianto & Erdinaya, 2005: 65). Dalam penjelasan mengenai kultivasi tersebut mengindikasikan bahwa pembentukan jangka panjang dari menonton televisi dalam waktu tertentu yang cukup lama, dapat menyebabkan khalayak membentuk suatu realitas dari pesan-pesan yang disampaikan oleh media televisi terutama program 86. Pesan-pesan dari program inilah yang pada akhirnya mengkultivasi khalayak penonton hingga dalam jangka waktu tertentu membentuk persepsi, pemahaman dan keyakinan akan realitas dalam program 86 yang berujung pada pembentukan citra Institusi kepolisian. Mengenai konsumsi jangka panjang dari penggunaan suatu media televisi peneliti mengkaitkan dengan teori terpaan media. Terpaan media berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media baik jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan (longevity) (Ardianto & Erdinaya, 2005: 164). Dan mengenai terpaan menonton menurut Rosengren dalam buku Metode Penelitian Komunikasi karangan Rahkmat, Pengunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media jenis isi yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rahkmat, 2004: 66). Jadi menurut penjelasan tersebut peneliti menyimpulkan dalam mengukur terpaan media adalah banyaknya informasi yang diterima meliputi durasi dan frekuensi.Sedangkan model Pembentukan citra digambarkan sebagai input-output. input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu sendiri digambarkan melalui persepsikognisimotivasisikap (Soemirat & Ardianto, 2012: 115-116). Jadi stimulus dari pesan-pesan yang menerpa khalayak dan diterima oleh khalayak membuat khalayak terkultivasi, sehinggan khalayak membentuk suatu realitas sesuai dari yang digambarkan program 86. Kemudian khalayak membentuk citra dengan melakukan empat hal persepsi-kognisi-motifasi-sikap. Dalam membentuk citra melalui Empat hal tersebut sebelumnya khalayak sudah dipengaruhi oleh efek kultivasi media televisi. Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan (tanggapan baik positif maupun negatif) atau perubahan perilaku dalam diri khalayak terhadap institusi kepolisian, peroses ini merupakan feddback yang akan diterima institusi kepolisian. Menurut peneliti citra yang diharapkan terbentuk melalui komunikasi antara Institusi Polri dengan masyarakat luas melalui media massa adalah citra positif. Sesuai dengan tujuan awal dari dibentuknya program 86 di NET TV. Ini dibentuk untuk menepis images citra negatif di masyarakat, karena sudah bukan rahasia umum lagi bahwasanya ada segelintir oknum kepolisian di masyarakat yang membuat citra institusi kepolisian menjadi tercoreng atau buruk. Seperti contoh saat polisi menegakkan peraturan lalu lintas, maka ada beberapa oknum kepolisian yang bisa disuap atau disogok oleh si pelanggar, peroses suap tersebut dilakukan di tempat kejadian agar perkara tidak ditindaklanjuti hingga persidangan. Kemudian sempat beredar pemahaman bahwa polisi dalam menegakan peraturan selalu tebang pilih. Dalam arti, Polisi di jalan raya tidak berani menegakan peraturan pada orang yang dipandang memiliki kekuasaan lebih tinggi dibandingkan polisinya itu sendiri. Kesan dan pemahaman citra buruk kepolisian tersebut seolah terbantahkan dengan adanya tayangan program 86 di televisi. Peneliti menilai ada perbaikan citra melaui media massa yakni melalui program acara televisi. Karena media massa televisi dapat memberikan efek pada penontonya.Tidak banyak masyarakat yang mengetahui Visi dan Misi dari Institusi kepolisian indonesia. Padahal Visi dan Misi dari Institusi kepolisian sangatlah baik dan bagus. Berikut Visi dan Misi dari Institusi kepolisan yang penulis kutip dari web resmi polri http://www.polri.go.id/. yakni; Visi dari institusi POLRI adalah Polri yang mampu menjadi pelindung Pengayom dan Pelayan Masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera. Dan Misi POLRI adalah Berdasarkan uraian Visi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya uraian tentang jabaran Misi Polri kedepan adalah sebagai berikut : Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace) sehingga masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psykis. Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya preemtif dan preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta kepatuhan hukum masyarakat (Law abiding Citizenship). Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap memperhatikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam bingkai integritas wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengelola sumber daya manusia Polri secara profesional dalam mencapai tujuan Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat mendorong meningkatnya gairah kerja guna mencapai kesejahteraan masyarakat Meningkatkan upaya konsolidasi kedalam (internal Polri) sebagai upaya menyamakan Visi dan Misi Polri kedepan. Memelihara soliditas institusi Polri dari berbagai pengaruh external yang sangat merugikan organisasi. Melanjutkan operasi pemulihan keamanan di beberapa wilayah konflik guna menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari masyarakat yang berbhineka tunggal ika.(sumber: http://www.polri.go.id/organisasi/op/vm/ diakses pada 2 Oktober 2014, pukul 20.14 WIB)Menurut peneliti melalui tayangan reality show program 86 sebuah institusi kepolisian menjadi lebih dekat dengan masyarakat. Karena masyarakat dapat mengetahui realitas yang terjadi di keseharian tugas kepolisian, kemasan program 86 sendiri dikemas penuh pesan dan nilai-nilai kebaikan, wejangan atau pesan-pesan yang diberikan oleh polisi atau polwan di program 86 begitu sangat kental dan terasa di tiap-tiap episod 86. Secara tidak langsung menurut peneliti melalui proram 86 ini yang mengambarkan visi dan misi dari polri yang dikemas menjadi produk tayangan program televisi bernama 86, Menjadi sebuah alat guna memperbaiki citra institusi kepolisian di mata masyarakat. Sedangkan penjelasan mengenai citra menurut Rakhmat (2009 : 223) memiliki arti citra sebagai berikut: Citra adalah gambaran realitas yang memiliki makna dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas, gambaran tersebut lazim disebut citra (image), menurut Roberts (1977) Representing the totality of all information about the word any individual has procesed, organize, and stored (menunjukan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan, dan disimpan individu). Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Walter Lippman (1965) menyebutnya picture in our head. Program 86 mengunakan media massa televisi sebagai saluran komunikasinya, media massa televisi sendiri merupakan jenis komunikasi massa, komunikasi massa menurut Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Peraktek, adalah sebagai berikut:Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksud komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media massa jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media comunication) .... para ahli membatasi pengertian komunikasi massa pada komunikasi dengan mengunakan media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi atau film. (2009: 20)Selanjutnya dikemukakan tiga karakteristik dari komunikasi massa, yakni cumulation, ubiguility, dan consonance, secara bersama-sama menghasilkan efek-efek yang kuat (power full effects) atas opini publik atau pendapat umum. (Wirianto, 2000 : 61). Dari penjelasan di atas, pesan dari televisi sebagai media massa tentu dapat menimbulkan efek bagi yang mengkonsumsinya dan terpapar pesan dari televisi. Sedangkan Mengenai efek media massa. Rakhmat (2009: 219) dalam buku Psikologi Komunikasi menjelaskan efek dari pesan media massa atau komunikasi massa:Efek pesan media massa meliputi aspek kognitif, afektif, dan behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan trasmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubunganya dengan emosi, sikap atau nilai. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berprilaku. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efek atau pengaruh dari sebuah tayangan perogram 86 di televisi terhadap aspek kognitif, afektif dan behavioral. sehingga dapat membentuk opini publik terhadap institusi kepolisian hingga secara tidak langsung dapat membangun citra positif di khalayak luas. Tema ini menjadi menarik karena seperti yang kita ketahui semenjak kemunculan Briptu Norman Kamaru instansi kepolisian indonesia terus membangun citra positif di khalayak luas melalui para personil kepolisian yang tampil di berbagai macam media massa. Hingga saat ini pun, bila kita perhatikan ada saja Polisi atau Polwan yang menampilkan dirinya di beberapa media televisi. Padahal tidak bisa kita pungkiri juga mungkin ada saja beberapa orang yang memandang negatif dari institusi kepolisian maupupun personel kepolisian.

Dalam penelitian ini yang menjadi responden sebagai sumber data adalah Mahasiswa Paramadina Prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2012-2014. dengan rentang usia antara 17 tahun sampai 20 tahun. Karena peneliti berasumsi pada rentang usia tersebut seseorang mudah terpapar efek dari media televisi. Dalam waktu tayang nya sendiri, program 86 termasuk ke dalam waktu siaran prime time. Berikut pembagian waktu siaran dalam buku Manajemen Media Penyiaran karangan Morissan (2013 : 334). yakni:1. Prime timejam 19.30-23.002. Late Fringe Timejam 23.00-01.003. All Other Timejam 01.00-10.004. Day Timejam 10.00-16.305. Fringe Timejam 16.30-19.30Sedangkan penjelasan mengenai waktu prime time menurut Morisan, Prime time merupakan waktu siaran televisi yang paling banyak menarik penonton. Selain itu, penonton pada segmen ini sangat beragam (tua, muda, anak-anak, dan sebagainya) (2013 : 334). Menurut penjelasan Morissan tersebut mengenai waktu Prime time, bila di lihat dari waktu tayang program 86 pada pukul 21.30WIB, waktu tayang tersebut termasuk dalam segmen waktu prime time karena acara baru dimulai pada waktu 21.00 WIB, rentang usia 17 tahun hingga 20 tahun tersebut, masih termasuk dalam target segmen usia audienc dalam waktu prime time. Karakteristik responden harus pernah menonton atau sering menonton Program acara 86 di NET TV. Syarat tersebut bertujuan agar sampel yang menjadi responden benar-benar representatif, dalam arti dapat mencerminkan keadaan populasi secara cermat terutama di DKI Jakarta. Peneliti berasumsi bahwa seluruh mahasiswa Paramadina dapat mengakses siaran televisi terutama NET TV dan sebagian sanggup berlangganan TV kabel atau siaran berbayar guna mendapatkan siaran NET TV berkualitas HD (high definition).

1.2. Indetifikasi Masalah Seberapa besar durasi menonton program 86 di NET TV terhadap pembentukan citra kepolisian? Seberapa besar frekuensi menonton program 86 di NET TV terhadap pembentukan citra kepolisian? Seberapa besar terpaan menonton program 86 di NET TV terhadap pembentukan citra kepolisian?1.3. Perumusan MasalahDilihat dari latar belakang di atas dapat menjadi acuan untuk rumusan masalah penelitian maka perumusan masalah yang akan peneliti ajukan adalah Seberapa besar pengaruh terpaan acara reality show 86 di NET TV terhadap citra Kepolisian di masyarakat?1.4. Tujuan penelitian Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh durasi menonton program reality show 86 di NET TV terhadap pembentukan citra suatu lembaga institusi kepolisian. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh frekuensi menonton program reality show 86 di NET TV terhadap pembentukan citra suatu lembaga institusi kepolisian. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh terpaan menonton program reality show 86 di NET TV terhadap pembentukan citra suatu lembaga institusi kepolisian.

1.5. Kegunaan Penelitian 1.5.1. Secara teoritisPenelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau masukan yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan komunikasi, khususnya pada ilmu komunikasi yang berkaitan dengan broadcast/penyiaran, Terlebih pada peranan para pembuat progam televisi, bagaimana secara teoritis sebuah terpaan tayangan program reality show meliputi durasi dan frekuensi menonton, dapat mengkultivasi khalayak/penonton sehingga berpengaruh pada persepsi publik hingga membentuk citra institusi.

1.5.2. Secara praktis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pembuat program tv bagaimana suatu produk siaran dibuat dan dikemas agar dapat membentuk opini publik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui sejauh mana opini pubik dapat dibentuk dari suatu produk program siaran televisi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada intitusi kepolisian bagaimana citra kepolisian di masyarakat dibentuk oleh media televisi melalui program 86. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan informasi pada masyarakat pada umumnya dan remaja usia 17-20 tahun mengenai pembentukan citra opini melalui siaran program televisi.11