pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

88
Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan dukungan organisasional terhadap kinerja pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo TESIS Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Shofia Diah Prawesti NIM: S.4306016 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: others

Post on 12-Apr-2022

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan dukungan organisasional terhadap kinerja pegawai di unit-unit pelayanan publik

Kabupaten Sukoharjo

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : Shofia Diah Prawesti

NIM: S.4306016

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

PENGARUH PENGUKURAN KINERJA, BUDAYA ORGANISASI DAN

DUKUNGAN ORGANISASIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI

UNIT-UNIT PELAYANAN PUBLIK KABUPATEN SUKOHARJO

Disusun oleh :

Shofia Diah Prawesti

NIM : S4306016

Telah disetujui Pembimbing

Pada tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hj. Rahmawati, M.Si., Ak. Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak. NIP. 19680401 199303 2 001 NIP.19660919 199203 1 001

Mengetahui :

Ketua Program Studi Magister Akuntansi

Dr. Bandi, M.Si., Ak. NIP. 19641120 199103 1 002

Page 3: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

PENGARUH PENGUKURAN KINERJA, BUDAYA ORGANISASI DAN

DUKUNGAN ORGANISASIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI

UNIT-UNIT PELAYANAN PUBLIK KABUPATEN SUKOHARJO

Disusun oleh :

Shofia Diah Prawesti

NIM : S4306016

Telah disetujui Tim Penguji

Pada tanggal :

Ketua Tim Penguji : Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons). Ph.D Ak .......................

Sekretaris Tim Penguji : Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof.Acc. Ph.D, Ak .......................

Anggota : Dr. Hj. Rahmawati,M.Si., Ak ........................

Anggota : Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak ........................

Mengetahui :

Direktur PPs UNS Ketua Program Studi Magister Akuntansi

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Dr. Bandi, M.Si., Ak. NIP. 19570820 198503 1 004 NIP. 19641120 199103 1002

Page 4: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

PERNYATAAN

Nama : Shofia Diah Prawesti

NIM : S4306016

Program Studi : Magister Akuntansi

Konsentrasi : Akuntansi Sektor Publik

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “PENGARUH PENGUKURAN

KINERJA, BUDAYA ORGANISASI DAN DUKUNGAN ORGANISASIONAL

TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI UNIT-UNIT PELAYANAN PUBLIK

KABUPATEN SUKOHARJO” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan

karya saya, dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh atas tesis

tersebut.

Surakarta,

Yang menyatakan,

Shofia Diah Prawesti

Page 5: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

tesis dengan judul: “Pengaruh Pengukuran Kinerja, Budaya Organisasi dan Dukungan

Organisasional terhadap Kinerja Pegawai di Unit-Unit Pelayanan Publik Kabupaten

Sukoharjo”.

Dalam penulisan tesis ini penulis banyak mendapatkan dukungan, bimbingan dan

bantuan sangat berarti dari berbagai pihak, maka dari itu perkenankanlah kiranya penulis

ucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. selaku Dekan Fakultas Ilmu Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret.

3. Dr. Bandi.,M.Si., Ak. selaku Direktur Program Magister Akuntansi.

4. Prof. Dr. Hj. Rahmawati, M.Si., Ak. selaku Pembimbing I yang telah sabar membimbing,

memberikan pengarahan, meluangkan waktu kesibukannya.

5. Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak. selaku Pembimbing II yang telah sabar membimbing

memberikan pengarahan serta meluangkan waktu kesibukannya.

6. Segenap Bapak/Ibu Staf Pengajar Program Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret

atas bimbingan yang diberikan selama perkulihan.

Page 6: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

7. Ayah dan Ibu tercinta juga Adikku Afif yang telah memberikan dorongan, semangat dan

do’a yang tidak pernah putus.

8. Bapak Sumadji, S.H dan Ibu Sri Suwardinah, S.H serta Mbak Dita, Dhek Niken, Mas

Saud juga si kecil Sayyid yang telah memberikan kasihsayang.

9. Calon Ayah buat anak-anakku Mas Angling Nugroho K, S.H., M.Kn. yang tiada henti

memberikan kasihsayang, dorongan, semangat dan do’anya.

10. Sahabatku Yessy Muzaidah, S.E beserta suami yang telah banyak membantu dan

memberikan semangat selama kuliah.

11. Keluarga Besar Eyang Syamsudin (Alm) dan Eyang Mawardi (Alm) atas do’a dan

kasihsayangnya.

12. Ibu dr. Hj. Kusdinar Untung Yuni Sukowati juga Bapak Agung Zulfikar Osman yang

telah memberikan kesempatan dan kepercayaan.

13. Mama-Mamaku Marita, Fadjar, Dandang, Dewi, Tika, Endang, Babe-Babeku Darto,

Dradjad, Sasongko, Nanu, Izzi, Mbak Endah, Mbak Runy, Mas Sofyan, Asih, pokoknya

Teman-teman angkatan I, II dan dual program serta semua pihak yang telah membantu

menyelesaikan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini banyak kekurangannya,

maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga tesis ini

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surakarta, Januari 2010

Penulis

Page 7: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

DAFTAR ISI .................................................................................................... .. vii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi

ABSTRACT ....................................................................................................... xii

ABSTRAKSI ...................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Perumusan Masalah .................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 9

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 11

A. Landasan Teori ........................................................................... 11

1. Pengukuran Kinerja ............................................................. 11

2. Budaya Organisasi ............................................................... 18

3. Dukungan Organisasional .................................................... 23

Page 8: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

4. Kinerja Pegawai ................................................................... 25

B. Pengembangan Hipotesis ........................................................... 29

C. Kerangka Pemikiran ................................................................... 34

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 35

A. Desain Penelitian ........................................................................ 35

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ................................ 35

1. Populasi .......................................................................... 35

2. Sampel ........................................................................... 35

3. Teknik Sampling ............................................................ 35

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukuran ........ 36

1. Variabel Dalam Penelitian .................................................... 36

2. Definisi Operasional dan Pengukuran .................................. 36

D. Instrumen Penelitian ................................................................... 40

E. Sumber Data ............................................................................... 40

F. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 41

G. Teknik Analisis Data .................................................................. 41

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ......................................... 45

A. Diskripsi Data ............................................................................. 45

B. Diskripsi Sampel ........................................................................ 46

1. Identitas Responden ............................................................. 46

a. Umur Responden ............................................................ 47

b. Jenis Kelamin ................................................................. 47

c. Tingkat Pendidikan Responden ...................................... 48

Page 9: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

d. Masa Kerja Responden ................................................... 49

2. Deskripsi Responden ........................................................... 50

C. Pengujian Istrumen ..................................................................... 50

1. Uji Validitas ......................................................................... 50

2. Uji Reabilitas ....................................................................... 57

3. Uji Normalitas ..................................................................... 58

4. Pengujian Asumsi Klasik ..................................................... 58

a. Uji Multikolineritas ...................................................... 59

b. Uji Heteroskesdastisitas ................................................ 60

c. Uji Autokorelasi ........................................................... 62

5. Uji Regresi Linier Berganda ................................................ 62

D. Pembahasan ................................................................................ 70

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 73

A. Kesimpulan ................................................................................. 73

B. Implikasi ..................................................................................... 75

C. Keterbatasan ............................................................................... 75

D. Saran ........................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 34

Gambar 2 Scatterplot (Uji Heteroskesdastisitas) ............................................... 61

Page 11: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Kuisioner Dalam Pengolahan Data .................................... 46

Tabel 2 Umur Responden ............................................................................ 47

Tabel 3 Jenis Kelamin Responden ............................................................... 48

Tabel 4 Tingkat Pendidikan Responden ...................................................... 49

Tabel 5 Masa Kerja Responden ................................................................... 50

Tabel 6 Hasil Uji Validitas Pengukuran Kinerja ......................................... 51

Tabel 7 Hasil Uji Validitas Budaya Organisasi Birokratis .......................... 52

Tabel 8 Hasil Uji Validitas Budaya Organisasi Inovatif ............................. 53

Tabel 9 Hasil Uji Validitas Budaya Organisasi Suportif ............................. 54

Tabel 10 Hasil Uji Validitas Dukungan Organisasional ............................... 55

Tabel 11 Hasil Uji Validitas Kinerja Pegawai ............................................... 56

Tabel 12 Hasil Uji Reliabilitas ...................................................................... 57

Tabel 13 Hasil Uji Normalitas ....................................................................... 58

Tabel 14 Hasil Uji Multikolineritas ............................................................... 60

Tabel 15 Model Summary (Uji Autokorelasi) ............................................... 62

Tabel 16 Coefficients (Uji Regresi Linier Berganda) ................................... 63

Page 12: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

ABSTRACT

This research is aimed to (1) to know the influence of performance measurement towards official performance at regency public service units of Sukoharjo (2) to know the influence organization culture of types: the bureaucratic culture, innovative culture, and innovative culture toward official performance at regency public service units of Sukoharjo, (3) to know the organization culture of type that dominate in official at regency public service units of Sukoharjo, (4) to know the influence of support organizational towards official performance at regency public service units of Sukoharjo.

The population are in this research officials at public service units. The sample taking that used in this research uses purposive sampling. Hypothesis test use multiple linier regression.

The result of this is research can form that performance measurement in this research proven does not influence positively and significant towards official of performance. The organization culture of types: the bureaucratic culture proved of influence positively and significant towards performance, innovative culture proven does not influence according to significant towards official of performance, the culture suportif proved the influence positively and significant towards official performance. The suportif organization culture of type in this research is dominant than bureaucratic culture of type and innovative. Organisasional support proven does not influence according to significant towards official of performance.

Keyword: performance measurement, organization culture of types: the bureaucratic culture, innovative culture and suportif culture, support of organizational, official the performance.

ABSTRAKSI

Page 13: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) mengetahui pengaruh pengukuran

kinerja terhadap kinerja pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo, (2) mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo, (3) mengetahui tipe budaya organisasi yang mendominasi pada pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo, (4) mengetahui pengaruh dukungan organisasional terhadap kinerja pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di unit-unit pelayanan publik. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Pengkajian hipotesis dilakukan dengan analisis linier berganda.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja dalam penelitian ini terbukti tidak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Tipe-tipe budaya organisasi: budaya birokratis terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja, budaya inovatif terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai, budaya suportif terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Tipe budaya organisasi suportif dalam penelitian ini lebih dominan daripada tipe budaya birokratis dan inovatif. Dukungan organisasional terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai.

Kata kunci: pengukuran kinerja, tipe-tipe budaya organisasi: birokratis, inovatif dan suportif, dukungan organisasional, kinerja pegawai.

Page 14: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam organisasi yang merupakan sumber daya terpenting adalah sumber daya

manusia yang memberikan tenaga, bakat dan sebuah kreatifitas. Kinerja organisasi baik

organisasi bisnis maupun organisasi pemerintah tidak terlepas dari kinerja individu.

Lingkungan yang selalu berubah menuntut organisasi untuk menyesuaikan diri. Begitu

juga dengan organisasi pada sektor publik terutama pada instansi pemerintah. Masyarakat

saat ini sebagai konsumen maupun pelanggan utama dari pemerintah cenderung lebih

kritis dan semakin banyak tuntutan pada pemerintah (Hartati, 2005).

Pengukuran kinerja yang handal merupakan kunci suksesnya organisasi.

Organisasi publik saat ini diharapkan untuk mampu memenuhi berbagai macam tuntutan

permintaan atau kebutuhan pihak eksternal, dimana masing-masing tuntutan dan

permintaan tersebut berdampak pada pengukuran kinerja organisasi yang bersangkutan.

Masyarakat mengharapkan bahwa organisasi sektor publik mampu beroperasi melayani

berbagai tuntutan permintaan atau kebutuhan yang semakin beragam mengikuti

lingkungan yang selalu berubah. Tuntutan permintaan atau kebutuhan dari masyarakat

tersebut secara langsung menekankan organisasi untuk dapat meningkatkan kinerjanya

(Priharjanto, 2005).

Dengan demikian pengukuran kinerja sangat diperlukan untuk menunjukkan

tingkat keberhasilan maupun kegagalan organisasi dalam mencapai visi dan misi

Page 15: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

organisasi. Pengukuran kinerja juga dapat berguna untuk mendorong orang agar selalu

bekerja dengan lebih baik (Bastian, 2006).

Dalam organisasi terdapat adanya budaya organisasi. Yang dimaksud budaya

organisasi yaitu nilai dan kepercayaan yang menjadi titik pusat organisasi. Budaya

organisasi ini dibangun dari kepercayaan yang dipegang teguh secara mendalam tentang

bagaimana organisasi seharusnya dijalankan atau beroperasi (Anthony, 1998).

Konsep budaya organisasi dapat merupakan suatu pola dari asumsi-asumsi dasar

yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan

maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang

timbul sebagai akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan cukup

baik. Budaya organisasi memiliki fungsi penting dalam dinamika organisasi, misalnya

memberikan identitas organisasi bagi para warga/anggota, membentuk memantapkan

struktur dan kontrol, membantu dalam proses-proses sosialisasi mengenai kebiasaan serta

tradisi-tradisi yang dianut oleh suatu organisasi, dan membentuk, memperkuat rasa

kebersamaan, kesatuan, dan loyalitas di antara sesama warga/anggota organisasi (Schein,

1992).

Adanya beberapa tipe budaya organisasi meliputi budaya birokratis, budaya

inovatif, dan budaya suportif. Tipologi ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan

lebih jauh seberapa kuat/lemahnya suatu budaya melekat pada organisasi tersebut. Budaya

birokratis ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang terstruktur, teratur, tertib,

berurutan, dan memiliki regulasi yang jelas. Budaya inovatif yang ditandai dengan adanya

lingkungan kerja yang penuh tantangan, menyediakan tugas-tugas berisiko, dan

memerlukan kreatifitas untuk menyelesaikannya. Budaya suportif yang menempatkan

Page 16: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

manusia sebagai titik sentral dalam organisasi. Budaya suportif ini ditandai dengan

adanya lingkungan kerja yang bersahabat, peduli dengan sesama, saling percaya, dan adil

(Wallach, 1983).

Bagi seorang pegawai yang tidak nyaman dengan lingkungan budayanya maka

akan merasa tidak mampu mengerjakan pekerjaannya dan khawatir pada hal-hal yang

belum terjadi. Tetapi sebaliknya, apabila seorang pegawai merasa tenang dan nyaman

dengan lingkungan budayanya maka akan berperilaku lebih baik dan tertanam pada diri

pegawai tersebut untuk berusaha memilih peran maupun organisasi yang sesuai dengan

dirinya. Dengan pegawai bisa memilih peran maupun organisasi yang sesuai dengan

dirinya, maka akan mendorong pegawai untuk selalu meningkatkan kinerjanya.

Dalam lingkungan kerja adanya dukungan organisasional yang merupakan

penilaian individu terhadap sejauh mana organisasi menilai kontribusinya, memperhatikan

kesejahteraan, mendengar keluhan, memperhatikan kehidupan, mempertimbangkan tujuan

dan nilai-nilai serta dapat dipercaya memperlakukan pekerjaannya dengan jujur dan benar

(Eisenberger, 1986).

Dalam organisasi di unit-unit pelayanan publik dukungan organisasional

merupakan cara menilai individu terhadap kontribusi pegawai dan perhatian organisasi

terhadap pegawai baik dari sisi kesejahteraan maupun permasalahan yang dihadapinya.

Pegawai juga akan termotivasi untuk memberikan kinerja terbaiknya pada organisasi.

Dukungan organisasional akan mempengaruhi perilaku karyawan yang selanjutnya akan

mempengaruhi kinerja karyawan tersebut. Dukungan organisasional akan mendorong

individu/pegawai untuk selalu memperbaiki kinerjanya sampai pada kinerja yang optimal

(Eisenberger, 1986).

Page 17: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Adanya suatu pengukuran kinerja, budaya organisasi birokratis, inovatif, suportif

dan dukungan organisasional perlu ditingkatkan dan diperbaiki pada pegawai pemerintah

sehingga dapat meningkatkan kinerja mereka. Dengan meningkatnya kinerja pegawai

pemerintah, maka dapat memenuhi tuntutan masyarakat berkaitan dengan meminimalkan

kesalahan pelayanan, meningkatkan kecepatan layanan, mempermudah akses untuk

memperoleh layanan serta mendorong mereka untuk bekerja lebih efisien dan efektif

sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawai pada organisasi sektor publik (Priharjanto,

2005).

Studi mengenai kinerja pegawai telah banyak dilakukan diantaranya oleh

Priharjanto (2005) yang meneliti pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

dukungan organisasional terhadap kinerja pegawai pada Badan Pendidikan dan Pelatihan

Keuangan Jakarta. Dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

dukungan organisasional secara individual dan bersama-sama mempengaruhi kinerja

pegawai secara signifikan. Hartati (2005) yang meneliti tentang pengaruh kesesuaian

kompetensi dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah

Kabupaten Malang. Hasilnya adalah terdapat hubungan positif antara kompetensi dan

motivasi kerja terhadap kinerja pegawai secara parsial maupun simultan.

Purba (2004) menganalisis faktor-faktor antara lain kepemimpinan, motivasi,

pendidikan dan pelatihan yang mempengaruhi kinerja pegawai Kantor Pelayanan Pajak

Binjai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kinerja pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Binjai. Di samping itu,

penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor mana yang paling dominan

mempengaruhi kinerja karyawan. Hasil uji menunjukkan bahwa kepemimpinan, motivasi

Page 18: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

serta pendidikan dan pelatihan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai

Kantor Pelayanan Pajak Binjai. Variabel motivasi memiliki pengaruh dominan

dibandingkan variabel kepemimpinan serta pendidikan dan pelatihan.

Beberapa penelitian lain yang terkait adalah penelitian yang dilakukan Falikhatun

(2003) tentang pengaruh budaya organisasi, locus of control, dan penerapan sistem

informasi terhadap kinerja aparat unit-unit pelayanan publik. Hasil dari penelitian ini

mengidentifikasikan beberapa hal, yaitu (1) tidak ada dominasi tipe budaya organisasi

pada unit-unit pelayanan publik, (2) tipe-tipe budaya organisasi secara bersama-sama

mempunyai pengaruh positif signifikan dengan kinerja aparat unit-unit pelayanan publik,

sedangkan secara terpisah hanya tipe budaya birokratis dan tipe budaya suportif yang

mempunyai pengaruh positif signifikan dengan kinerja aparat unit-unit pelayanan publik.

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sebagai

berikut:

1. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Priharjanto (2005) hanya meneliti

pada satu unit kerja yaitu Dinas Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Jakarta,

sedangkan dalam penelitian ini meneliti pada beberapa unit kerja yang berbeda di

Kabupaten Sukoharjo dan bertugas secara langsung memberikan pelayanan publik

untuk masyarakat. Unit-unit pelayanan publik yang dimaksud dalam penelitian ini

antara lain: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang memberikan pelayanan kartu

kuning (kartu untuk pencari kerja), Dinas Kesatuan Kebangsaan Politik dan

Perlindungan Masyarakat yang memberikan surat ijin penelitian, berpolitik dan

masyarakat yang akan mengadakan kegiatan, Puskesmas yang memberikan pelayanan

kesehatan, Kecamatan yang memberikan pelayanan pembuatan KTP, Dinas

Page 19: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Kependudukan dan Catatan Sipil yang membuat akte kelahiran, KUA yang

memberikan pelayanan pernikahan resmi, Polres yang memberikan pelayanan

pembuatan SIM, SKCK dan STNK, dan BPN yang memberikan pelayanan

pembuatan akte tanah.

2. Selain yang disebutkan diatas, penelitian yang dilaksanakan Priharjanto (2005) pada

variabel independen yaitu budaya organsisasi yang digunakan hanya menunjukkan

pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai dan hasilnya secara signifikan

berpengaruh. Tetapi dalam penelitian ini ingin mengetahui pengaruh tipe budaya

birokratis, inovatif dan suportif terhadap kinerja pegawai serta tipe budaya organisasi

apakah yang paling dominan pada tiga tipe yang dilakukan oleh Wallach (1983)

tersebut.

Masyarakat saat ini menuntut pelayanan yang lebih baik pada organisasi publik,

untuk itu organisasi publik harus dapat meningkatkan kinerjanya. Kinerja organisasi tidak

lepas dari kinerja pegawai yang menjalankan kegiatan operasional organisasi tersebut.

Peningkatan kinerja organisasi dapat dilakukan dengan peningkatan kinerja pegawai.

Meningkatnya kinerja pegawai akan mendorong kinerja organisasi menjadi lebih baik.

Beberapa hal yang dianggap menjadi masalah dalam menggunakan pelayanan

publik adalah biaya tambahan atau pungutan diluar ketentuan yang telah ada, informasi

yang kurang jelas mengenai prosedur pelayanan tertentu serta waktu pelayanan yang

dinilai lama, kualitas pelayanan publik dari pegawai yang dinilai belum maksimal.

Dengan adanya masalah tersebut secara tidak langsung membuat masyarakat enggan

untuk menggunakan pelayanan publik yang ada, jika dalam kondisi membutuhkan maka

Page 20: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

masyarakat cenderung akan mencari kemudahan dalam pelayanan publik dengan

menggunakan jasa orang kedua atau yang disebut calo/perantara (Nurkhamid, 2008).

Penelitian ini dilaksanakan pada pegawai di unit-unit pelayanan publik di

Kabupaten Sukoharjo karena termasuk daerah kabupaten yang mempunyai wilayah luas

dan terkenal sebutan “Sukoharjo Makmur”. Maka dari itu sangat dibutuhkan peningkatan

kinerja pegawai di unit-unit pelayanan publik agar dapat melayani masyarakat Sukoharjo

sehingga kemakmuran masyarakatnya tetap terjaga bahkan terus meningkat. Selain hal

tersebut yang menjadi motivasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sukoharjo

karena umumnya bagi masyarakat Sukoharjo dan khususnya peneliti yang masih termasuk

penduduk yang sangat membutuhkan pelayanan yang terbaik di unit-unit pelayanan

publik di Kabupaten Sukoharjo.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pengukuran kinerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai di unit-unit

pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo ?

2. Apakah tipe budaya organisasi birokratis, inovatif dan suportif berpengaruh terhadap

kinerja pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo ?

3. Apakah ada dominasi tipe budaya organisasi pada pegawai di unit-unit pelayanan

publik Kabupaten Sukoharjo ?

4. Apakah dukungan organisasional berpengaruh terhadap kinerja pegawai di unit-unit

pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo ?

Page 21: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian akan dijelaskan

sebagai berikut ini:

1. Untuk mengetahui pengaruh pengukuran kinerja terhadap kinerja pegawai di unit-unit

pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo.

2. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi birokratis, inovatif dan suportif

terhadap kinerja pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo.

3. Untuk mengetahui tipe budaya organisasi yang mendominasi pada pegawai di unit-unit

pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo.

4. Untuk mengetahui pengaruh dukungan organisasional terhadap kinerja pegawai di

unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak

sebagai berikut:

1. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan mengenai pengaruh

pengukuran kinerja, budaya organisasi birokratis, inovatif dan suportif dan dukungan

Page 22: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

organisasional terhadap kinerja pegawai unit-unit pelayanan publik serta bahan acuan

bagi peneliti lain untuk melaksanakan penelitian yang sejenis berikutnya.

2. Bagi Praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik organisasi maupun

bagi pegawai. Manfaat bagi organisasi adalah organisasi dapat meningkatkan kinerja

pegawainya secara keseluruhan agar dapat memenuhi tuntutan dari masyarakat.

Sedangkan manfaat bagi pegawai adalah pegawai diharapkan akan memperoleh

perhatian yang lebih dari organisasi sebagai akibat dari kesadaran organisasi bahwa

pegawai merupakan penunjang dari kinerja yang lebih baik.

BAB II

Page 23: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja pada dasarnya merupakan faktor kunci guna

mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan

atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi.

Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi

secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi

sebenarnya tentang bagaimana kinerja pegawai. Pengukuran kinerja sangat penting

untuk mengukur atau menilai dalam menetapkan seorang pegawai/karyawan sukses

atau gagal dalam melaksanakan pekerjaannya dengan mempergunakan standar

pekerjaan sebagai tolok ukurnya (Nawawi, 2003).

Pengukuran kinerja tersebut apabila dilakukan dengan baik, tertib dan benar

dapat membantu meningkatkan motivasi kerja. Dengan adanya pengukuran kinerja

maka seseorang akan tahu bahwa dirinya akan dinilai dan diperhatikan oleh orang

lain sehingga pegawai akan berperilaku untuk memberikan kinerja terbaiknya

(Handoko, 2001).

Sistem pengukuran kinerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai

kepentingan yaitu: mendorong peningkatan kinerja, bahan pengambilan keputusan

dalam imbalan, kepentingan mutasi, penyusunan program diklat dan membantu

Page 24: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

pegawai menentukan rencana kariernya. Secara umum pengukuran kinerja

mempunyai dua tujuan yaitu: meningkatkan kinerja karyawan dengan memberikan

dorongan dan menggunakan kemampuan mereka untuk mencapai misi organisasi dan

memberi informasi kinerja pada karyawan dan atasan sebagai dasar pengambilan

keputusan yang terkait dengan sumber daya manusia (Siagian, 2003).

Stout (dalam Bastian 2006: 275) menyatakan bahwa: “Pengukuran/penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission acclomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses”. Whittaker (dalam Bastian 2006: 275) mendefinisikan bahwa: “Pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas”. Menurut Mangkupawira (dalam Purba 2004: 100) bahwa penilaian dan pengukuran kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Sedangkan Nasution (dalam Purba 2004: 100) menyatakan bahwa pengukuran/penilaian kinerja dilaksanakan agar dapat mengetahui perilaku dan hasil kinerja yang dicapai pegawai. Menurut Bernardin dan Russel (1993: 286) “A way of measuring the

contribution of individuals to their organization“. Pengukuran kinerja adalah cara

mengukur konstribusi individu (karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja.

Cascio (1992: 279) mengemukakan bahwa: “Pengukuran kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok”. Simamora (2004: 327) mengemukakan bahwa: “Pengukuran kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan”. Evaluasi pelaksanaan kinerja akan menghasilkan pengukuran kinerja yang

handal merupakan salah satu faktor kunci suksesnya organisasi. Kegiatannya

difokuskan pada usaha mengungkapkan kekurangan dalam bekerja untuk diperbaiki

dan kelebihan bekerja untuk dikembangkan, agar setiap pegawai/karyawan

Page 25: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

mengetahuai tingkat efisiensi dan efektifitas kontribusinya dalam melaksanakan

pekerjaannya guna mencapai tujuan organisasi non profit yang mempekerjakannya.

Untuk itu aspek-aspek yang dinilai harus sesuai dengan apa yang seharusnya

dikerjakan, sebagaimana terdapat didalam analisis pekerjaan berupa deskripsi

pekerjaan. Tolok ukur pengukuran kinerja merupakan tolak ukur kinerja yang

mendorong organisasi dalam mencapai tujuannya (Priharjanto, 2005).

Pada pengukuran kinerja sektor publik menurut Mardiasmo (2002: 121) dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu: a. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu

memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian layanan publik.

b. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.

c. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja

kegiatan yang dilakukan dengan memanfaatkan data kinerja yang diperoleh melalui

data internal yang ditetapkan oleh instansi maupun data eksternal yang berasal dari

luar instansi. Pengumpulan data kinerja dilakukan untuk memperoleh data yang

akurat, lengkap, tepat waktu, dan konsisten yang berguna dalam pengambilan

keputusan. Pengumpulan data kinerja untuk indikator kinerja kegiatan yang terdiri

dari indikator-indikator masukan, keluaran, dan hasil, dilakukan secara terencana dan

sistematis setiap tahun untuk mengukur kehematan, efektivitas, efisiensi, dan kualitas

pencapaian sasaran. Sedangkan pengumpulan data kinerja untuk indikator manfaat

dan dampak dapat diukur pada akhir periode selesainya suatu program atau dalam

rangka mengukur pencapaian tujuan-tujuan instansi pemerintah (Mardiasmo, 2002).

Page 26: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Dalam pengukuran kinerja menurut Mardiasmo (2002: 122) diatas bertujuan antara lain: a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan

bottom up). b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang

sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi. c. Untuk mengkomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah

dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence, dan d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan

individual dan kemampuan kolektif yang rasional. Sedangkan manfaat pengukuran kinerja tersebut menurut Mardiasmo (2002: 122), yaitu: a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk

menilai kinerja manajemen. b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. c. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan

membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.

d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.

e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.

f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.

Pengukuran kinerja mencakup kinerja kegiatan yang merupakan tingkat

pencapaian target (rencana tingkat capaian) dari masing-masing kelompok indikator

kinerja kegiatan dan tingkat pencapaian sasaran instansi pemerintah yang merupakan

tingkat pencapaian target (rencana tingkat capaian) dan masing-masing indikator

sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana kerja. Pengukuran tingkat

pencapaian sasaran didasarkan pada data hasil pengukuran kinerja kegiatan

(Mardiasmo, 2002).

Sedangkan tujuan pengukuran kinerja menurut Alwi (2001: 187) secara teoritis dikategorikan sebagai suatu yang bersifat sebagai berikut: a. Evaluation

(1) Hasil pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi

(2) Hasil pengukuran kinerja digunakan sebagai staffing decision

Page 27: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

(3) Hasil pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi.

b. Development Pengukuran kinerja harus menyelesaikan: (1) Prestasi riil yang dicapai individu (2) Kelemahan-kelemahan individu yang menghambat kinerja. (3) Prestasi- pestasi yang dikembangkan.

Sedangkan manfaat pengukuran kinerja menurut Alwi (2001: 187) bagi organisasi adalah: a. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. b. Perbaikan kinerja. c. Kebutuhan latihan dan pengembangan. d. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi,

pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja. e. Untuk kepentingan penelitian pegawai f. Membantu diaknosis terhadap kesalahan desain pegawai

Pengukuran kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan

didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator

masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak. Penilaian tersebut tidak lepas dari

proses yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian

dalam proses penyusunan kebijakan/program yang dianggap penting berpengaruh

terhadap pencapaian sasaran dan tujuan. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar

untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan

sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi

(Bastian, 2006).

Manajemen menggunakan pengukuran kinerja untuk keputusan sumber daya

manusia yang umum. Pengukuran kinerja memberikan masukan untuk keputusan

penting seperti promosi, transfer, dan pemusatan hubungan kerja. Pengukuran kinerja

sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam

menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Pusat pertanggungjawaban berperan

Page 28: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

untuk menciptakan indikator kinerja sebagai dasar untuk menilai kinerja. Dimilikinya

sistem pengukuran kinerja yang handal merupakan salah satu faktor kunci suksesnya

organisasi (Bastian, 2006).

Organisasi publik saat ini diharapkan untuk mampu memenuhi berbagai

macam tuntutan permintaan atau kebutuhan pihak eksternal, dimana masing-masing

tuntutan dan permintaan tersebut berdampak pada pengukuran kinerja organisasi yang

bersangkutan. Masyarakat sebagai pelanggan mengharapkan bahwa organisasi sektor

publik mampu beroperasi melayani berbagai tuntutan permintaan atau kebutuhan

yang semakin beragam mengikuti lingkungan yang selalu berubah (Priharjanto,

2005).

Berdasarkan hasil-hasil perhitungan pengukuran kinerja kegiatan, dilakukan

evaluasi terhadap pencapaian setiap indikator kinerja kegiatan untuk memberikan

penjelasan lebih lanjut tentang hal-hal yang mendukung keberhasilan dan kegagalan

pelaksanaan suatu kegiatan. Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi,

kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar dapat

dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan dimasa yang

akan datang (Bastian, 2006).

Pengukuran kinerja dilakukan terhadap analisis effisiensi dengan cara

membandingkan antara output dengan input baik untuk rencana maupun realisasinya.

Evaluasi dilakukan pula pengukuran/ penentuan tingkat efektivitas yang

menggambarkan tingkat kesesuaian antara tujuan dengan hasil, manfaat, atau

dampak. Evaluasi juga dilakukan terhadap setiap perbedaan kinerja yang terjadi, baik

Page 29: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

terhadap penyebab terjadinya kendala maupun strategi pemecahan masalah yang telah

dan akan dilaksanakan (Murdoko, 2006).

Pengukuran kinerja memberikan gambaran apakah mereka telah bekerja

dengan baik atau belum. Jika mereka belum bekerja dengan baik, maka mereka akan

berusaha untuk memperbaikinya. Dengan adanya pengukuran kinerja maka maka

seseoarang akan tahu bahwa dirinya akan dinilai dan diperhatikan oleh orang lain

sehingga pegawai akan berperilaku untuk memberikan kinerja terbaiknya.

Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga

upaya perbaikan secara terus menerus akan mencapai keberhasilan di masa

mendatang (Bastian, 2006).

2. Budaya Organisasi

Disiplin ilmu budaya sebenarnya berasal dari disiplin ilmu antropologi.

Sekitar tahun 1979 kata budaya seringkali dikaitkan dengan organisasi. Pettigrew

(dalam Sopiah, 2008: 127) dalam tulisannya di Journal Science Quarterly yang

memuat istilah organizational coorporate culture mendapat perhatian yang cukup

luas baik dari kalangan akademisi, praktisi bisnis maupun organization theoritist.

Memahami konsep budaya organisasi bukanlah sesuatu hal yang mudah. Belum

adanya kesepakatan atas konsep budaya menyebabkan adanya pemahaman yang

bervariasi.

Menurut Smircich (dalam Sopiah, 2008: 127) menyatakan bahwa ada dua pandangan yang berkaitan dengan budaya organisasi yaitu: a. “Organization is a culture” yang menganggap bahwa organisasi adalah

hasil budaya. Oleh karenanya aliran ini lebih menekankan pada pentingnya penjelasan deskriptif atas sebuah organisasi.

Page 30: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

b. “Organization has culture” yang memberikan penekanan pada faktor penyebab terjadinya budaya dalam organisasi dan implikasinya terhadap organisasi tersebut, misalnya dengan melakukan pendekatan manajerial. Ini lebih tepat apabila diterapkan dalam kepentingan organisasi karena penekanan ada pada penting budaya sebagai variabel yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi.

Perusahaan atau organisasi terdiri dari sejumlah orang dengan latar belakang

kepribadian, emosi dan ego yang beragam. Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai

orang tersebut membentuk budaya organisasi. Budaya secara umum mengacu pada

sekumpulan keyakinan, nilai maupun perilaku yang relatif tetap dan dapat

dipertahankan oleh suatu masyarakat tertentu. Meskipun awalnya berasal dari

antropologi sosial, konsep budaya saat ini banyak digunakan dalam organisasi (Kotter

dan Heskett, 1992).

Budaya organisasi merupakan suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang

ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan

maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang

timbul sebagai akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan

cukup baik. Sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang

benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-

masalah tersebut (Ivancevic, 2005).

Secara khusus, Schein (dalam Ivancevic, 2005: 43) melihat budaya terdiri dari tiga tingkatan yaitu: a. Perilaku dan aterfak: merupakan tingkat budaya yang paling

dimanifestasikan, terdiri dari lingkungan yang terbentuk secara fisik dan lingkungan sosial organisasi, misalnya: ruang fisik, moto, jargon dan perilaku anggota yang dapat dilihat.

b. Nilai dan keyakinan: terdiri dari keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang berhubungan dengan seperti apa seharusnya “kita dan bukan apa kita”. Selain keyakinan dan nilai, konsep budaya pada tingkat ini mencakup etos, filosofi, ideologi, kode etik, moral serta sikap.

Page 31: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

c. Asumsi dasar yang melandasi: hal ini menunjukkan tingkat budaya yang tidak didasari dan telah dianut lama. Asumsi-asumsi dasr, seperti teori-teori yang digunakan, cenderung tidak dapat dibantah atau diperdebatkan, mencakup semangat, kebenaran dan konsep analitis transaksional.

Ada sebuah manifestasi budaya organisasi yang meliputi antara lain: norma

yang berlaku, bagaimana sesuatu berjalan, peraturan dan prosedur formal organisasi,

perilaku formal, ritual, tugas, sistem pembayaran dan gurauan yang dihadapi oleh

anggota organisasi. Tetapi setiap individu dapat memiliki interpretasi yang berbeda-

beda tergantung persepsi, memori, kepercayaan, dan nilai-nilai yang dianut. Pola dan

konfigurasi interprestasi inilah yang membentuk budaya secara umum. Organisasi

menggunakan budaya atau kontrol sosial untuk memulai kebanggaan dalam

keanggotaan, intensitas, dan perasaan loyalitas dikalangan para anggota organisasi.

Proses ini menjamin bahwa tujuan para anggota berhubungan dengan tujuan

organisasi (Martin, 1992).

Dalam lingkungan budaya, terdapat 7 proses penting yang terkait antara budaya dan kinerja menurut Saffolld (dalam Priharjanto, 2005: 48) antara lain: a. Pembentukan iklim.

Budaya menentukan sifat-sifat setting organisasi yang dianggap relevan oleh para anggota organisasi.

b. Kontrol perilaku. Budaya mengatur perilaku secara implisit dan sangat efektif. Hal ini dapat mengontrol proses perseptual dan proses emosi yang ada diluar jangkauan sistem kontrol standar, dan untuk membantu mensosialisasikan pada anggota baru.

c. Perumusan strategi. Budaya mempengaruhi adaptasi organisasi terhadap lingkungan dengan menciptkan lingkungan organisasi melalui proses pemgembilan keputusan internal organisasi.

d. Efisiensi sosial. Budaya secara hirarki mengurangi ongkos transaksi yang dipakai dalam pelaksanaan struktur, pemantauan, dan perilaku pemberian penghargaan.

e. Upaya belajar organisasi. Kapasitas budaya untuk menyimpan respon-respon emosional.

f. Integrasi dan diferensiasi.

Page 32: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Unsur-unsur budaya yang umum seperti bahasa pikiran, perasaan dan aktiviitas, memadukan anggota-anggota menciptakan rasa solidaritas dan tujuan yang diyakini. Pada saat yang sama, pembeda (differensiasi) unsur-unsur organisasi juga menjadi proses kultural yang hakiki yang mengemuka ketika sub budaya terbentuk.

g. Kepemimpinan. Terciptanya dan digunakannya budaya merupakan suatu fungsi kepemimpinan.

Suatu budaya mempunyai karakteristik dapat menunjukkan identitas

seseorang pada sebuah kelompok yang fokus pada anggota. Dalam kelompok tersebut

mempunyai suatu pengawasan untuk pengendalian perilaku anggota, mengurangi

risiko dalam kerja juga mengurangi konflik antar anggota sehingga dapat diperoleh

kriteria penghargaan untuk seseorang yang orientasi pada hasil. Karakteristik budaya

ini mengutamakan sistem terbuka (Robbins, 1998).

Empat fungsi penting budaya organisasional disampaikan oleh Smircich (dalam Sopiah 2008: 128), yaitu: a. Memberikan suatu identitas organisasional kepada anggota para

organisasi. b. Memfasilitasi atau memudahkan komitmen kolektif c. Meningkatkan stabilitas sistem sosial d. Membentuk perilaku dengan membantu anggota organisasi memilih

“sense” terhadap sekitarnya. Wallach (dalam Falikhatun, 2003: 266) membagi budaya organisasi menjadi

tiga tipe meliputi budaya birokratis, budaya inovatif, dan budaya suportif. Tipologi ini

dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan lebih jauh seberapa kuat/lemahnya suatu

budaya melekat pada organisasi tersebut. Tipologi yang pertama adalah budaya

birokratis ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang terstruktur, teratur, tertib,

berurutan, dan memiliki regulasi yang jelas. Dalam budaya birokratis biasanya

menerapkan pengawasan yang sangat ketat dalam bentuk penetapan aturan. Selain

adanya aturan, juga ada garis batas tanggung jawab dan otoritas yang sangat jelas dan

tegas untuk semua anggota organisasi.

Page 33: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Selanjutnya untuk tipologi yang kedua adalah budaya inovatif yang ditandai

dengan adanya lingkungan kerja yang penuh tantangan, menyediakan tugas-tugas

berisiko, dan memerlukan kreatifitas untuk menyelesaikannya. Semua anggota

diberikan tekanan dan dorongan untuk berkarya sekreatif mungkin. Dalam budaya

inovatif ini jalur komunikasi antar pegawai terbuka lebar dan tidak banyak aturan

tentang pelaksanaan tugas (Falikhatun, 2003).

Adapun tipe budaya yang ketiga adalah budaya suportif yang menempatkan

manusia sebagai titik sentral dalam organisasi. Budaya suportif ini ditandai dengan

adanya lingkungan kerja yang bersahabat, peduli dengan sesama, saling percaya, dan

adil. Dengan demikian didalam budaya suportif ini lingkungan didalamnya penuh

dengan kehangatan dan keramah-tamahan serta meberikan kebebasan individual.

Wallach (dalam Falikhatun, 2003: 267).

Kondisi organisasi sangat dipengaruhi oleh budaya kerja organisasi pada

lingkungan kerjanya karena menurut Brown (dalam Falikhatun, 2003: 267) budaya

bukanlah perilaku yang jelas atau benda yang dapat terlihat dan diamati oleh

seseorang. Budaya juga bukan suatu falsafah atau sistem nilai yang diucapkan atau

ditulis dalam anggaran dasar organisasi, tetapi budaya asumsi yang terletak di

belakang nilai dan menentukan pola perilaku individu terhadap nilai-nilai organisasi,

suasana organisasi, dan kepemimpinan. Organisasi dengan budaya tertentu

memberikan daya tarik bagi individu dengan karakteristik tertentu untuk bergabung.

Kesesuaian antara budaya dengan anggotanya akan menimbulkan kepuasan kerja,

sehingga mendorong individu untuk bertahan pada satu organisasi sehingga dapat

meningkatkan kinerjanya.

Page 34: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

3. Dukungan Organisasional

Dalam organisasi interaksi sosial bisa terjadi dalam konteks individu dengan

organisasinya. Terkait dengan itu, konsep dukungan organisasional mencoba

menjelaskan interaksi individu dengan organisasi secara khusus mempelajari

bagaimana organisasi memperlakukan individu-individu (pegawai). Perlakuan-

perlakuan dari organisasi yang diterima oleh pegawai/karyawan ditangkap sebagai

stimulus yang diorganisir dan diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan

organisasional. Persepsi ini akan menumbuhkan tingkat kepercayaan tertentu dari

karyawan/pegawai atas penghargaan yang diberikan organisasi terhadap kontribusi

yang mereka dan perhatian organisasi pada kehidupan mereka (Priharjanto, 2005).

Dengan adanya suatu dukungan organisasional yang merupakan persepsi

individu (pegawai) maka dapat mengetahui sejauh mana organisasi menilai

kontribusi, memperhatikan kesejahteraan, mendengar keluhan, memperhatikan

kehidupan, mempertimbangkan golongan dan nilai-nilai, dan dapat dipercaya

memperlakukan karyawan-karyawannya secara umum sehingga dapat meningkatkan

kinerjanya (Eisenberger, 1986).

Pemecahan masalah manajemen dalam memotivasi orang untuk berperilaku

sesuai dengan tujuan organisasi umumnya disandarkan pada hubungan antara insentif

organisasi dengan harapan-harapan pribadi. Hal ini didasarkan bahwa orang

memasuki suatu organisasi karena ingin memuaskan kebutuhannya. Insentif positif

merupakan pendorong untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat diperolehnya

tanpa menjadi anggota organisasi. Demikian juga sebaliknya, organisasi akan

Page 35: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

memberikan penghargaan kepada anggotanya yang berprestasi sesuai dengan

keinginan manajemen (Shore dan Tetrick, 1994 dalam Wayne, 1997).

Dukungan organisasional juga bisa dipandang sebagai komitmen organisasi

terhadap individu. Bila dalam interaksi individu dan organisasi dikenal istilah

komitmen organisasi dari individu pada organisasinya, maka dukungan

organisasional berarti sebaliknya, komitmen organisasi pada individu (pegawai)

dalam organisasi tersebut. Komitmen organisasi pada pegawai bisa diberikan pada

berbagai bentuk, diantaranya berupa rewards, kompensasi yang setara dan iklim

organisasi yang fair. Bentuk-bentuk dukungan ini berkembang mulai dari yang

bersifat ektrinsik (material) seperti gaji, tunjungan, bonus dan sebagainya, hingga

yang bersifat intrinsik (non material) seperti perhatian, pujian, penerimaan,

keakraban, informasi, pengembangan diri dan sebagainya. Dukungan organisasional

yang dipersepsikan akan tergantung pada beberapa proses yang digunakan untuk

menunjukkan komitmen yang dilakukan oleh pihak lain dalam suatu hubungan sosial

(Priharjanto, 2005).

4. Kinerja Pegawai

Kinerja pegawai didalam pekerjaan pada dasarnya akan dipengaruhi oleh

kondisi yang berasal dari dalam individu (faktor individual) dan kondisi yang berasal

dari luar individu (faktor situasional). Faktor individual meliputi jenis kelamin,

kesehatan, pengalaman, dan karakteristik psikologis. Sedangkan faktor situasional

meliputi kepemimpinan, prestasi kerja, hubungan sosial dan budaya organisasi

(Falikhatun, 2003)

Page 36: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Pengertian kinerja pegawai menurut Simamora (1997: 327) adalah tingkat

para karyawan mencapai persyaratan pekerjaan.

Adapun Robbins (1998: 259) mengemukakan kinerja pegawai sebagai

banyaknya upaya yang dikeluarkan individu pada pekerjaannya.

Kinerja Pegawai bisa diterapkan ke beberapa dimensi yaitu: kualitas

pekerjaan, kuantitas pekerjaan, waktu dalam bekerja dan kerjasama dengan rekan

sekerja. Kualitas pekerjaan menghasilkan suatu proses data yang tepat, prosedur kerja

yang tepat dan hasil kerja yang akurat. Kuantitas pekerjaan menghasilkan jumlah

tugas yang terselesaikan meningkat, efisien dan kesalahan penyelesaian tugas

berkurang. Waktu dalam bekerja tepat sesuai dengan jadwal waktu datang, istirahat

dan pulang. Kerjasama dengan rekan sekerja yang memberikan gagasan dalam

menyelesaikan tugas sehingga dapat bekerja dalam tim secara harmonis (Minner,

2001).

Kinerja pegawai menurut Mangkunegara (2007: 9) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hasibuan (2002: 58) mengemukakan bahwa kinerja pegawai adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Rivai (2004: 426) mengemukakan kinerja pegawai merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Nitisemito (dalam Purba, 2004: 100) mengemukan pendapat bahwa kinerja pegawai adalah tingkat terhadap mana para pegawai mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Menurut Mathis dan Jackson (Priharjanto, 2005: 52) mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya adalah seberapa besar pengaruhnya dalam memberikan kontribusi kepada organisasi yang terdiri dari: kuantitas keluaran, kualitas

Page 37: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

keluaran, jangka waktu keluaran, kehadiran ditempat kerja dan sikap kooperatif. Dapat dikemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

individu, yaitu: kemampuan pegawai, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan

pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi.

Berdasarkaan pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan

kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok

dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau

kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi

(Mathis dan Jackson, 2001).

Menurut Mangkunegara (2007: 13) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain: a. Faktor kemampuan

Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.

b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai menurut McAfee dan Champagne (dalam Murdoko, 2006) adalah sebagai berikut: a. Motivasi

Merupakan daya gerak yang mendorong manusia untuk bertindak. Jika motivasi kuat maka daya dorong untuk terciptanya kinerja yang baik akan kuat pula.

b. Pendidikan dan pelatihan Merupakan upaya untuk meningkatkan berbagai pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini juga merupakan usaha untuk memungkinkan perubahan sikap yang dilandasi motivasi untuk berprestasi.

c. Pengalaman

Page 38: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Pengalaman pada dasarnya membuat individu lebih mengenal dan memahami proses kerjanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya.

d. Teknologi Pada dasarnya penggunaan teknologi modern akan menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan peralatan tradisional.

Berdasarkan penelitian Mc.Clelland (dalam Mangkunegara, 2007: 28), dapat

disimpulkan bahwa pegawai yang memiliki motivasi berprestasi tinggi untuk

mencapai kinerja dapat dibedakan denganpegawai yang lainnya antara lain: pada

pegawai yang senang bekerja dan menghadapi tantangan yang moderat, pegawai

memperoleh umpan balik yang konkret mengenai keberhasilan pekerjaannya,

pegawai senang memperoleh umpan balik yang konkret mengenai keberhasilan

pekerjaannya, pegawai yang cenderung tidak menyenangi tugas tersebut jika tidak

mencapai prestasi sesuai dengan yang diinginkan, pegawai yang lebih senang

bertanggungjawab secara personal atas tugas yang dikerjakan, pegawai yang puas

dengan hasil bila pekerjaan dilakukan sendiri, pegawai kurang istirahat cenderung

inovatif, dan pegawai yang selalu mencari kemungkinan pekerjaan yang lebih

menantang, meninggalkan sesuatu yang lama dan menjadi rutinitas serta berusaha

untuk menemukan sesuatu yang baru.

Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan

kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi

dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta

mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Pegawai

yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik antara lain:

Page 39: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

berorientasi pada prestasi, memiliki percaya diri, berperngendalian diri dan

kompetensi (Murdoko, 2006).

Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas

maupun kualitas. Peningkatan pelayanan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas

sangat terkait dengan sumber daya yang dimiliki oleh organisasi publik atau pegawai

pelaksana pada unit pelayanan tersebut. Untuk itu pemerintah harus dapat

mengembangkan dan memberdayakan mereka untuk meningkatkan kualitas pegawai.

Peningkatan kualitas pegawai akan mendorong mereka untuk bekerja lebih efisien

dan efektif sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawai pada organisasi sektor

publik (Priharjanto, 2005).

B. Hipotesis

Pengukuran kinerja sangat penting untuk mengukur atau menilai dalam

menetapkan seorang pegawai/karyawan sukses atau gagal dalam melaksanakan

pekerjaannya dengan mempergunakan standar pekerjaan sebagai tolok ukurnya (Nawawi,

2003). Pengukuran kinerja tersebut apabila dilakukan dengan baik, tertib dan benar dapat

membantu meningkatkan motivasi kerja. Dengan adanya pengukuran kinerja maka

seseorang akan tahu bahwa dirinya akan dinilai dan diperhatikan oleh orang lain sehingga

pegawai akan berperilaku untuk memberikan kinerja terbaiknya Handoko (2001).

Sistem pengukuran kinerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai

kepentingan yaitu: (1) mendorong peningkatan kinerja, (2) bahan pengambilan keputusan

dalam imbalan, (3) kepentingan mutasi, (4) penyusunan program diklat dan (5) membantu

pegawai menentukan rencana kariernya. Secara umum pengukuran kinerja mempunyai 2

Page 40: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

tujuan yaitu: (1) meningkatkan kinerja karyawan dengan memberikan dorongan dan

menggunakan kemampuan mereka untuk mencapai misi organisasi dan (2) memberi

informasi kinerja pada karyawan dan atasan sebagai dasar pengambilan keputusan yang

terkait dengan sumber daya manusia (Siagian, 2003).

Berdasarkan pada uraian diatas maka penulis mengajukan hipotesis sebagai

berikut:

H1: Pengukuran kinerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.

Budaya organisasi merupakan kebiasaan, tradisi atau cara yang umum dalam

melakukan sesuatu dan sebagian besar berasal dari pendiri organisasi. Seseorang yang

merasa tidak nyaman dalam suatu lingkungan tertentu akan mengalami ketidakberdayaan

dan kekhawatiran, tetapi bagi mereka yang merasa nyaman dalam lingkungan budayanya

akan memperlihatkan sikap yang lebih positif dan memilih untuk tinggal dalam

lingkungan tersebut. Berdasarkan pada nilai yang terkandung dalam diri seseorang, ia

akan berusaha untuk memilih peran, tugas, bahkan organisasi yang sesuai dengan dirinya.

Kesesuaian inilah yang menimbulkan kepuasan kerja sehingga mendorong individu untuk

selalu meningkatkan kinerjanya (Priharjanto, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Luthans (1998) menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang sangat tinggi antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja yang

menimbulkan dampak positif pada kinerja pegawai. Sedangkan Djokosantoso (2003)

menyatakan bahwa hubungan antara budaya organisasi dan kinerja dapat dijelaskan

bahwa semakin baik kualitas budaya organisasi semakin baik kinerjanya. Maka dapat

diambil hipotesis sebagai berikut:

Page 41: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

H2: Terdapat pengaruh signifikan tipe budaya organisasi birokratis, inovatif dan suportif

berpengaruh terhadap kinerja pegawai.

Wallach (1983) membagi budaya organisasi menjadi tiga tipe yaitu: budaya

birokratis, budaya inovatif dan budaya suportif. Tipe budaya birokratis ditandai dengan

adanya lingkungan kerja yang terstruktur, teratur, tertib, berurutan, dan memiliki regulasi

yang jelas. Dalam budaya birokratis biasanya menerapkan pengawasan yang ketat dalam

bentuk penetapan aturan baku/standard. Ada garis batas tanggung jawab dan otoritas yang

sangat jelas dan tegas untuk semua anggota organisasi. Sedangkan wewenang dan

tanggungjawab diturunkan berdasarkan level hirarki.

Tipe budaya inovatif ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang penuh

tantangan, menyediakan tugas-tugas yang berisiko dan memerlukan kreatifitas dalam

penyelesaiannya. Semua anggota diberikan tekanan dan stimultan untuk berkarya sekreatif

mungkin. Jalur komunikasi terbuka lebar dan tidak banyak aturan tentang pelaksanaan

tugas (Falikhatun, 2003: 267). Sedangkan budaya suportif ditandai dengan adanya

lingkungan kerja yang bersahabat, peduli dengan sesama, saling percaya dan adil. Jadi

budaya suportif ini merupakan lingkungan yang penuh kehangatan dan ramah tamah, serta

saling memberikan kebebasan individual.

Penelitian yang dilakukan oleh Harjanti (1995) terhadap pegawai kantor Perumka

di Bandung menghasilkan simpulan bahwa tipe budaya birokratis lebih dominan dari pada

tipe budaya inovatif dan suportif. Adapun Yanti (1998) yang melakukan penelitian

terhadap dominasi tipe budaya organisasi pada Kantor Akuntan Publik menyimpulkan

bahwa tipe budaya birokratis lebih dominan pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya.

Namun demikian penelitian Laily (2000) pada Kantor Pajak Bumi dan Bangunan

Page 42: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Yogyakarta menyimpulkan bahwa tidak terdapat dominasi tipe budaya organisasi pada

KPBB tersebut. Begitu juga penelitian Falikhatun (2003) pada unit-unit pelayanan publik

se Jawa Tengah menyimpulkan bahwa tidak terdapat dominasi tipe budaya organisasi

pada unit-unit pelayanan publik se-Jawa Tengah tersebut. Dari uraian di atas, hipotesis

yang diuji dalam penelitian ini adalah:

H3: Tipe budaya birokratis lebih dominan daripada tipe budaya inovatif dan suportif.

Dukungan organisasi yang dipersepsikan secara luas sebagai persepsi individu

terhadap sejauhmana organisasi menilai kontribusi dan kesejahteraan, mendengar keluhan,

memperhatikan kehidupan, mempertimbangkan tujuan dan nilai-nilai, serta dapat

dipercaya untuk memperlakukan pekerja secara fair. Persepsi dukungan organisasional

diperoleh dari berbagai keputusan yang terkait dengan sumber daya manusia seperti

promosi, mutasi yang terkait dengan sikap kerja, kinerja dan komitmen organisasi

(Sheriden et al, 1990, dalam Wayne et al,1997).

Penilaian yang dilakukan Eisenberger et al (1986) menemukan bahwa dukungan

organisasional berhubungan positif dengan outcome organisasi (kepuasan kerja, kinerja

dan komitmen organisasi). Penelitian Shore dan Wayne (1993) menunjukkan bahwa

dukungan organisasional yang dipersepsikan sebagai prediktor perilaku individu

berhubungan positif dengan kinerja. Selain itu para peneliti juga menambahkan bahwa

mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya dan menurunkan

ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut.

Penelitian Randal et al (1999) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa

organisasi yang mendukung pegawainya dan organisasi yang merasa bangga terhadap

Page 43: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

pekerjaan pegawainya serta memberikan kompensasi dengan fair dan mengikuti

kebutuhan kinerja.

Berdasarkan pada uraian di atas maka peneliti mengembangkan hipotesis yang

terkait dengan dukungan organisasional sebagai berikut:

H4: Dukungan organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di unit-

unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo.

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 1

Pengukuran

Kinerja

Budaya Organisasi

a. budaya birokratis

b. budaya inovatif

c. budaya suportif

Kinerja

Pegawai

Dukungan

Organisasional

Page 44: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain survey karena peneliti mengajukan

pertanyaan dalam bentuk daftar isian (kuisioner) kepada para responden.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di unit-unit pelayanan

publik.

b. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Disnakertrans yang memberikan pelayanan

kartu kuning (kartu untuk pencari kerja), Kesbangpolinmas yang memberikan surat

ijin penelitian, berpolitik dan masyarakat yang akan mengadakan kegiatan,

Puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan, Kecamatan yang memberikan

Page 45: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

pelayanan pembuatan KTP, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang membuat

akte kelahiran, KUA yang memberikan pelayanan pernikahan resmi, Polres yang

memberikan pelayanan pembuatan SIM, SKCK dan STNK, dan BPN yang

memberikan pelayanan pembuatan akte tanah.

c. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

purposive sampling. Pemilihan sampel dilaksanakan pada pegawai yang telah

bekerja minimal 2 tahun dengan pertimbangan dalam masa kerja 2 tahun cukup

untuk mengetahui organisasi dilingkungan kerjanya.

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukuran

1. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas:

Variabel independen yaitu pengukuran kinerja, budaya organisasi dan dukungan

organisasional.

Variabel dependen yaitu kinerja pegawai.

2. Definisi operasional dan pengukuran

Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Pengukuran Kinerja

Sistem pengukuran kinerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai

kepentingan yaitu: mendorong peningkatan kinerja, bahan pengambilan

keputusan dalam imbalan, kepentingan mutasi, penyusunan program diklat dan

membantu pegawai menentukan rencana kariernya. Secara umum pengukuran

kinerja mempunyai dua tujuan yaitu: meningkatkan kinerja karyawan dengan

Page 46: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

memberikan dorongan dan menggunakan kemampuan mereka untuk mencapai

misi organisasi dan memberi informasi kinerja pada karyawan dan atasan sebagai

dasar pengambilan keputusan yang terkait dengan sumber daya manusia (Siagian,

2003).

Indikator pengukuran variabel Pengukuran Kinerja mengadopsi yang

dikembangkan Siagian (2003) seperti berikut:

1) kompensasi mendorong peningkatan kinerja

2) bahan pengambilan keputusan dalam imbalan

3) kepentingan mutasi

4) penyusunan program diklat

5) membantu pegawai menentukan rencana kariernya

b. Budaya organisasi birokratis, inovatif dan suportif

Budaya organisasi merupakan seperangkat nilai, norma persepsi dan pola

perilaku yang diciptakan atau dikembangkan dalam sebuah organisasi untuk

mengatasi masalah-masalah, baik masalah adaptasi secara eksternal maupun

masalah intergrasi secara internal. Indikator pengukuran variabel Budaya

Organisasi ini mengadopsi tipe budaya yang dikembangkan Wallach (1983)

seperti berikut:

(1) Tipe budaya birokratis

Indikator pengukuran tipe budaya birokratis ini mengadopsi tipe budaya

yang dikembangkan Wallach (1983) seperti berikut:

a) adanya lingkungan kerja yang terstruktur dan teratur

b) memiliki regulasi yang jelas

Page 47: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

c) pengawasan yang sangat ketat

d) ada garis batas tanggung jawab

e) otoritas yang sangat jelas dan tegas

(2) Tipe budaya inovatif

Indikator pengukuran tipe budaya inovatif ini mengadopsi tipe budaya yang

dikembangkan Wallach (1983) seperti berikut:

a) adanya lingkungan kerja yang penuh tantangan

b) menyediakan tugas-tugas berisiko

c) memerlukan kreatifitas

d) memberikan tekanan dan dorongan untuk kreatif

e) jalur komunikasi antar pegawai terbuka lebar

(3) Tipe budaya suportif

Indikator pengukuran tipe budaya suportif ini mengadopsi tipe budaya yang

dikembangkan Wallach (1983) seperti berikut:

a) adanya lingkungan kerja yang bersahabat, peduli dengan sesama

b) adanya saling percaya

c) adanya rasa adil

d) berorientasi pada hubungan sosial

e) meberikan kebebasan individual.

c. Dukungan Organisasional

Konsep dukungan organisasional mencoba menjelaskan interaksi individu

dengan organisasi secara khusus mempelajari bagaimana organisasi

Page 48: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

memperlakukan individu-individu (pegawai). Dukungan organisasional

merupakan sebuah persepsi individu (pegawai) mengenai sejauh mana organisasi

menilai kontribusi, memperhatikan kesejahteraan, mendengar keluhan,

memperhatikan kehidupan, mempertimbangkan golongan dan nilai-nilai, dan

dapat dipercaya memperlakukan pekerja dengan fair (Eisenberger et al 1986).

Indikator pengukuran variabel Dukungan Organisasional mengadopsi yang

dikembangkan Eisenberger (1986) seperti berikut:

(1) menilai kontribusi

(2) memperhatikan kesejahteraan

(3) mendengar keluhan

(4) memperhatikan kehidupan

(5) memperlakukan pegawai dengan fair

d. Kinerja

Kinerja Pegawai bisa diterapkan ke beberapa dimensi yaitu: kualitas pekerjaan,

kuantitas pekerjaan, waktu dalam bekerja dan kerjasama dengan rekan sekerja.

Kualitas pekerjaan menghasilkan suatu proses data yang tepat, prosedur kerja

yang tepat dan hasil kerja yang akurat. Kuantitas pekerjaan menghasilkan jumlah

tugas yang terselesaikan meningkat, efisien dan kesalahan penyelesaian tugas

berkurang. Waktu dalam bekerja tepat sesuai dengan jadwal waktu datang,

istirahat dan pulang. Kerjasama dengan rekan sekerja yang memberikan gagasan

dalam menyelesaikan tugas sehingga dapat bekerja dalam tim secara harmonis

(Minner, 2001).

Indikator pengukuran variabel Kinerja Pegawai ini menggunakan empat dimensi

Page 49: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

menurut Minner (2001) sebagai berikut:

(1) kualitas pekerjaan

(2) kuantitas pekerjaan

(3) waktu dalam bekerja

(4) kerjasama dengan rekan sekerja

D. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

kuisioner. Untuk menentukan bobot penilaian terhadap kuisioner maka dalam penelitian

ini menggunakan modifikasi skala likert. Skala likert merupakan skala yang berisi lima

tingkat jawaban mengenai kesetujuan responden terhadap statement atau pertanyaan yang

dikemukakan opsi jawaban yang disediakan dengan ketentuan pengisian seperti berikut

ini:

STS : Sangat Tidak Setuju

TS : Tidak Setuju

R : Ragu-ragu

S : Setuju

SS : Sangat Setuju

E. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang menggunakan

kuisioner dengan pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian, diisi responden

kemudian diolah dengan analisis penelitian.

Page 50: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menggunakan metode survey dengan kuisioner yaitu

daftar pertanyaan kepada pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo

untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Terdapat 98

responden yang mengembalikan kuisioner dan memenuhi persyaratan untuk digunakan

dalam pengolahan data penelitian.

G. Teknik Analisis Data

a. Pengujian Instrumen

(1) Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui seberapa jauh alat pengukur mampu

mengungkapkan gejala-gejala yang akan diukur dan seberapa jauh alat tersebut

memberikan gambaran mengenai objek yang akan diukur (Sekaran, 2000).

(2) Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu sistem pengukur

dapat dipercaya atau diandalkan (Sekaran, 2000).

b. Uji Normalitas

Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel

yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan

dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal (Sekaran, 2000).

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolmogorov smirnov.

c. Pengujian Asumsi Klasik

Model regresi linier berganda yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi

normlitas data dan terbebas dari asumsi klasik seperti:

Page 51: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

(1) Uji Multikolineritas

Uji multikolineritas dilakukan untuk mengetahui apakah antara variabel bebas

terdapat hubungan atau saling berkorelasi. Cara yang dipakai untuk mendeteksi

gejala multikolinearitas adalah dengan melihat VIF (Variance Inflation Factor),

jika nilai VIF kurang dari angka 10, maka tidak terjadi multikolinearitas

(Nugroho, 2005).

(2) Uji Heteroskesdastisitas

Uji heterokedastisitas untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan

varians garis residual dari suatu pengamatan kepengamatan yang lain. Jika

varians garis residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

disebut homoskedastisitas, dan jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara

memprediksi ada tidaknya heterokedastisitas pada model dapat dilihat dari pola

gambar Statterplot (Nugroho, 2005).

(3) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara

anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau

secara ruang (cross sectional). Hal ini mempunyai arti bahwa hasil suatu tahun

tertentu dipengaruhi tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Terdapat korelasi

atas data cross section apabila data disuatu tempat dipengaruhi atau

mempengaruhi di tempat lain. Untuk mendeteksi data atau tidaknya autokorelasi

ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin-Watson (Nugroho,

2005).

Page 52: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

d. Pengujian Regresi Linier Berganda

Pengujian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda karena bermaksud

meramalkan bagaimana keadaan variabel. Regresi bertujuan untuk menguji hubungan

pengaruh antara satu variabel terhadap variabel lain (Nugroho, 2005).

Persamaan regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5 X5 + e

Dimana: Y = Kinerja Pegawai

X1 = Pengukuran Kinerja

X2 = Budaya Birokratis

X3 = Budaya Inovatif

X4 = Budaya Suportif

X5 = Dukungan Organisasional

a = Konstanta

b1 b2 b3 b4 b5 = Koefisien Regresi

e = Error

Dalam penelitian ini menganalisis dengan uji regresi linier berganda karena

menggunakan variabel independent lebih dari satu, suatu model regresi berganda

dikatakan linier jika memenuhi syarat linieritas, seperti: normalitas data, bebas dari

asumsi klasik multikolineritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas (Nugroho, 2005).

Page 53: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai variabel-variabel yang digunakan.

Pembatasan pada bab ini akan menitik beratkan pada deskripsi dan analisis data. Pembahasan

tentang deskripsi meliputi variabel-variabel yang digunakan dalam model regresi yaitu

pengukuran kinerja, budaya organisasi, dukungan organisasional sebagai variabel independen

dan kinerja pegawai sebagai variabel dependen.

Page 54: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Setelah deskripsi data dan deskriptif responden, dilakukan analisis data untuk

mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini. Pengujian terhadap hipotesis yang

dikemukakan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.

A. Diskripsi Data

Data yang digunakan data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner kepada

pegawai di unit-unit pelayanan publik di Kabupaten Sukoharjo. Kuisioner diberikan

dengan datang langsung di unit-unit pelayanan publik di Kabupaten Sukoharjo. Jumlah

kuisioner yang diberikan langsung kepada unit-unit pelayanan publik sebanyak 150

kuisioner. Setelah dilakukan pengumpulan, jumlah kuisioner yang kembali 104 kuisioner.

Sedangkan yang memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam pengolahan data

penelitian terdapat 98 kuisioner. Sisa 6 kuisioner yang kembali tidak memenuhi

persyaratan untuk digunakan dalam pengolahan data penelitian disebabkan antara lain: 3

kuisioner dalam pengisian ada beberapa item pertanyaan yang terlewati tidak dicontreng,

2 kuisioner dalam pengisian pada skor mencontreng (V) lebih dari satu contrengan dalam

satu item pertanyaan, 1 kuisioner dalam pengisiannya yang belum selesai dari awal

sampai akhir pertanyaan.

Tabel 1

Jumlah Kuisioner Dalam Pengolahan Data

No Unit Pelayanan Publik Jumlah Persentase 1 Dispendukcapil 9 9% 2 Kecamatan 19 19% 3 Kesbangpolinmas 10 10% 4 KUA 16 16% 5 Puskesmas 17 17% 6 Disnakertrans 8 8% 7 Kapolres 10 10%

Page 55: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

8 BPN 9 9% Jumlah 98 100%

Sumber: Data Primer yang Diolah

Dari data yang tersedia tersebut kemudian diolah menggunakan SPSS. Terdapat 4

variabel yang diukur dalam penelitian ini yaitu: Pengukuran Kinerja, Budaya Organisasi,

Dukungan Organisasional sebagai variabel independen dan Kinerja Pegawai sebagai

variabel dependen.

B. Deskripsi Responden

Data responden yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan

usia/umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan masa kerja. Dari beberapa unit

Pelayanan Publik di Kabupaten Sukoharjo, diperoleh 98 kuisioner yang memenuhi

persyaratan sebagai sampel dalam penelitian ini. Berikut ini uraian mengenai profil

responden dalam penelitian berdasarkan kriteria pegawai secara garis besar:

a. Umur Responden

Umur responden menunjukkan kematangan ataupun kedewasaan pegawai dalam

berfikir untuk melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri, perusahaan maupun

orang lain. Dari seluruh responden dibedakan menjadi tiga: responden berumur < 30

tahun sebanyak 13 pegawai, responden berumur 30 – 45 tahun sebanyak 49 pegawai,

dan responden berumur > 45 tahun sebanyak 36 pegawai. Komposisi responden

berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2

Umur Responden

No Umur Responden Jumlah Persentase

1 < 30 tahun 13 13%

Page 56: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

2 30 – 45 49 50%

3 > 45 tahun 36 37%

Jumlah 98 100% Sumber : Data Primer yang Diolah

b. Jenis Kelamin

Jenis Kelamin dapat menunjukkan atau menggambarkan ketrampilan, ketelitian dan

kemampuan fisik pegawai dalam melakukan pekerjaan. Hal ini dikarenakan secara

umum menunjukkan bahwa antara pria dan wanita berbeda. Hasil pengumpulan

kuisioner yang memenuhi syarat dalam penelitian, terdiri dari 50 pegawai berjenis

kelamin laki-laki dan 48 pegawai berjenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan

bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan hanya selisih 2

reponden. Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin seperti pada tabel dibawah

ini:

Tabel 3

Jenis Kelamin Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase 1 Laki-laki 50 51% 2 Perempuan 48 49%

Jumlah 98 100% Sumber: Data Primer yang Diolah

c. Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan pegawai mencerminkan pola berfikir yang rasional dan pola

tingkah laku yang lebih mantap. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin

Page 57: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

luas pengetahuan sehingga dalam menyelesaikan masalah cenderung lebih mudah dan

cepat. Dari 98 responden yang ada terdiri dari 16 responden yang mempunyai tingkat

pendidikan SMA, 26 responden yang mempunyai tingkat pendidikan DIII, 54

responden yang mempunyai tingkat pendidikan S1 dan 2 responden yang mempunyai

tingkat pendidikan S2. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan

responden seperti dibawah ini:

Tabel 4

Tingkat Pendidikan Responden

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1 SMA 16 16% 2 DIII 26 27% 3 S1 54 55% 4 S2 2 2%

Jumlah 98 100% Sumber: Data Primer yang Diolah

d. Masa Kerja Responden

Masa kerja menunjukkan seberapa lama karyawan tersebut bekerja pada instansi

maupun perusahaan dan seberapa besar kontribusinya terhadap instansi tersebut.

Semakin lama masa kerja karyawan maka pengalaman kerjanya semakin banyak

sehingga membuat karyawan lebih profesional dan inovatif dalam bekerja. Dari

seluruh responden yang ada menunjukkan bahwa responden dengan masa kerja < 5

Page 58: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

tahun sejumlah 20 pegawai, responden dengan masa kerja 5-10 tahun sejumlah 9

pegawai, dan responden dengan masa kerja > 10 tahun sejumlah 69 pegawai. Hal ini

menunjukkan bahwa pegawai dengan masa kerja > 10 tahun lebih banyak jumlahnya

bila dibandingkan dengan karyawan dengan masa kerja < 5 tahun dan masa kerja

antara 5-10 tahun. Komposisi responden berdasarkan masa kerja seperti pada tabel

dibawah ini:

Tabel 5

Masa Kerja Responden

No Masa Kerja Jumlah Persentase 1 < 5 tahun 20 20% 2 5 - 10 tahun 9 9% 3 > 10 tahun 69 70%

Jumlah 98 100% Sumber: Data Primer yang Diolah

C. Pengujian Instrumen

Kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrumen penelitian dapat

dievaluasi dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian tersebut ditujukan untuk

mengetahui akurasi data dan konsistensi data yang dikumpulkan.

Uji validitas yang dimaksud untuk memastikan bahwa masing-masing pertanyaan

akan terklasifikasi pada variabel yang telah ditentukan. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk

Page 59: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, jika dilakukan pengukuran dua

kali atau lebih terhadap gejala yang sama.

1. Uji Validitas

Dengan jumlah responden sebanyak 98 responden, maka nilai r-tabel dapat diperoleh

melalui: df = n – k.

df = degree of freedom

n = jumlah responden

k = jumlah butir pertanyaan dalam variabel

a. Uji Validitas Pengukuran Kinerja

Hasil pengujian validitas pada variabel Pengukuran Kinerja diperoleh seperti

dibawah ini:

df = 98 – 6

= 92

r-tabel = 0,203

Tabel 6

Hasil Uji Validitas Pengukuran Kinerja

Item Pertanyaan

Koefisien Korelasi r-hitung

r-tabel df=92 . α=5%

Kesimpulan

1 0,697 0,203 Valid

2 0,642 0,203 Valid

3 0,569 0,203 Valid

4 0,635 0,203 Valid

5 0,402 0,203 Valid

6 0,555 0,203 Valid

Sumber: Data Primer yang Diolah

Page 60: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Dari pengujian validitas terhadap semua item pertanyaan variabel pengukuran

kinerja dinyatakan valid karena r-hitung > r-tabel 0,203 dengan df=92 pada taraf

signifikansi 5%.

b. Uji Validitas Budaya Organisasi Birokratis

Hasil pengujian validitas pada variabel Budaya Organisasi Birokratis diperoleh

seperti dibawah ini:

df = 98 – 6

= 92

r-tabel = 0,203

Tabel 7

Hasil Uji Validitas Budaya Organisasi Birokratis

Item Pertanyaan

Koefisien Korelasi r-hitung

r-tabel df=92 . α=5%

Kesimpulan

1 0,641 0,203 Valid

2 0,555 0,203 Valid

3 0,562 0,203 Valid

4 0,520 0,203 Valid

5 0,292 0,203 Valid

6 0,441 0,203 Valid

Sumber: Data Primer yang Diolah

Dari pengujian validitas terhadap semua item pertanyaan variabel Budaya

Organisasi Birokratis dinyatakan valid karena r-hitung > r-tabel 0,203 dengan

df=92 pada taraf signifikansi 5%.

c. Uji Validitas Budaya Organsasi Inovatif

Page 61: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Hasil pengujian validitas pada variabel Budaya Organisasi Birokratis diperoleh

seperti dibawah ini:

df = 98 – 6

= 92

r-tabel = 0,203

Tabel 8

Hasil Uji Validitas Budaya Organisasi Inovatif

Item Pertanyaan

Koefisien Korelasi r-hitung

r-tabel df=92 . α=5%

Kesimpulan

1 0,643 0,203 Valid

2 0,429 0,203 Valid

3 0,529 0,203 Valid

4 0,447 0,203 Valid

5 0,342 0,203 Valid

6 0,324 0,203 Valid

Sumber : Data Primer yang Diolah

Dari pengujian validitas terhadap semua item pertanyaan variabel Budaya

Organisasi Inovatif dinyatakan valid karena r-hitung > r-tabel 0,203 dengan

df=92 pada taraf signifikansi 5%.

d. Uji Validitas Budaya Organisasi Suportif

Page 62: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Hasil pengujian validitas pada variabel Budaya Organisasi Birokratis diperoleh

seperti dibawah ini:

df = 98 – 6

= 92

r-tabel = 0,203

Tabel 9

Hasil Uji Validitas Budaya Organisasi Suportif

Item Pertanyaan

Koefisien Korelasi r-hitung

r-tabel df=92 . α=5%

Kesimpulan

1 0,672 0,203 Valid

2 0,642 0,203 Valid

3 0,574 0,203 Valid

4 0,628 0,203 Valid

5 0,488 0,203 Valid

6 0,523 0,203 Valid

Sumber: Data Primer yang Diolah

Dari pengujian validitas terhadap semua item pertanyaan variabel Budaya

Organisasi Suportif dinyatakan valid karena r-hitung > r-tabel 0,203 dengan

df=92 pada taraf signifikansi 5%.

e. Uji Validitas Dukungan Organisasi

Page 63: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Hasil pengujian validitas pada variabel Dukungan Organisasi diperoleh seperti

dibawah ini:

df = 98 – 11

= 87

r-tabel = 0,208

Tabel 10

Hasil Uji Validitas Dukungan Organisasi

Item Pertanyaan

Koefisien Korelasi r-hitung

r-tabel df=87 . α=5%

Kesimpulan

1 0,392 0,208 Valid

2 0,593 0,208 Valid

3 0,507 0,208 Valid

4 0,559 0,208 Valid

5 0,593 0,208 Valid

6 0,521 0,208 Valid

7 0,427 0,208 Valid

8 0,651 0,208 Valid

9 0,485 0,208 Valid

10 0,403 0,208 Valid

11 0,489 0,208 Valid

Sumber: Data Primer yang Diolah

Page 64: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Dari pengujian validitas terhadap semua item pertanyaan variabel Dukungan

Organisasi dinyatakan valid karena r-hitung > r-tabel 0,208 dengan df=87 pada

taraf signifikansi 5%.

f. Uji Validitas Kinerja Pegawai

Hasil pengujian validitas pada variabel Kinerja Pegawai diperoleh seperti

dibawah ini:

df = 98 – 18

= 80

r-tabel = 0,217

Tabel 11

Hasil Uji Validitas Kinerja Pegawai

Item Pertanyaan

Koefisien Korelasi r-hitung

r-tabel df=80 . α=5%

Kesimpulan

1 0,455 0,217 Valid

2 0,337 0,217 Valid

3 0,636 0,217 Valid

4 0,527 0,217 Valid

5 0,374 0,217 Valid

6 0,507 0,217 Valid

7 0,427 0,217 Valid

8 0,512 0,217 Valid

9 0,583 0,217 Valid

10 0,405 0,217 Valid

11 0,569 0,217 Valid

12 0,671 0,217 Valid

Page 65: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

13 0,648 0,217 Valid

14 0,525 0,217 Valid

15 0,693 0,217 Valid

16 0,610 0,217 Valid

17 0,598 0,217 Valid

18 0,588 0,217 Valid

Sumber: Data Primer yang Diolah

Dari pengujian validitas terhadap semua item pertanyaan variabel Kinerja

Pegawai dinyatakan valid karena r-hitung > r-tabel 0,217 dengan df=80 pada

taraf signifikansi 5%.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi dalam

menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan

dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuisioner.

Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh butir

pertanyaan untuk lebih dari satu variabel, namun sebaiknya uji reliabilitas sebaliknya

dilakukan pada masing-masing variabel pada lembar kerja yang berbeda sehingga

dapat diketahui konstruk variabel mana yang tidak reliabel. Reliabilitas suatu

konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0,60

(Nugroho (2005).

Tabel 12

Hasil Uji Reliabilitas

Page 66: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Variabel Cronbach’s Alpha Kesimpulan

Pengukuran Kinerja 0,818 Reliabel

Budaya Organisasi Birokratis 0,759 Reliabel

Budaya Organisasi Inovatif 0,719 Reliabel

Budaya Organisasi Suportif 0,822 Reliabel

Dukungan Organisasional 0,834 Reliabel

Kinerja Pegawai 0,894 Reliabel

Sumber: Data Primer yang Diolah

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa instrumen variabel Pengukuran Kinerja,

Budaya Organisasi Birokrasi, Budaya Organisasi Inovatif, Budaya Organisasi

Suportif, Dukungan Organisasional dan Kinerja Pegawai terletak pada reliabilitas,

maka dapat digunakan sebagai data penelitian.

3. Uji Normalitas

Uji normalitas data sebaiknya dilakukan sebelum data diolah. Tujuan dari uji

normalitas data ini adalah untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan

digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian

adalah data yang memiliki distribusi normal.

Tabel 13

Hasil Uji Normalitas

Variabel Asymp. Sig

(2-tailed)

(P-value)

0,05

Kesimpulan

Pengukuran Kinerja 0,075 0,05 Normal

Budaya Organisasi Birokratis 0,076 0,05 Normal

Budaya Organisasi Inovatif 0,077 0,05 Normal

Budaya Organisasi Suportif 0,267 0,05 Normal

Dukungan Organisasional 0,404 0,05 Normal

Page 67: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Kinerja Pegawai 0,093 0,05 Normal

Sumber: Data Primer yang Diolah

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa output SPSS Kolmogorov-Smirnov tersebut

menunjukkan nilai Asimp. Sig (2-tailed) dari masing-masing variabel (0,075; 0,076;

0,077; 0,267; 0,404 dan 0,093 > 0,05 level of significant. Berarti data masing-masing

variabel berdistribusi normal.

4. Pengujian Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, perlu dilakukan pengujian untuk untuk

mendeteksi ada tidak penyimpangan terhadap asumsi klasik atas persamaan regresi

berganda yang digunakan. Proses pengujian asumsi klasik dilakukan bersama-sama

dengan proses uji regresi sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian

asumsi klasik menggunakan media kotak kerja yang sama dengan uji regresi.

a. Uji Multikolineritas

Uji multikolineritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel

independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu

model. Kemiripan antar variabel independen dalam suatu model akan

menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel

independen dengan variabel independen yang lain. Selain itu, deteksi terhadap

multikolineritas juga bertujuan untuk menghindari kebiasan dalam proses

pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen. Deteksi multikolineritas dapat

dilihat jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai

Page 68: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas dari

multikolineritas (Nugroho, 2005).

Hasil uji melalui Variance Inflation Factor (VIF) pada hasil output SPSS tabel

Coefficients dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 14

Hasil Uji Multikolineritas

Variabel VIF Tolerance Kesimpulan

Pengukuran Kinerja 1,076 0,929 Terbebas

Budaya Organisasi Birokratis 1,133 0,883 Terbebas

Budaya Organisasi Inovatif 1,060 0,943 Terbebas

Budaya Organisasi Suportif 1,155 0,865 Terbebas

Dukungan Organisasional 1,012 0,988 Terbebas

Sumber: Data Primer yang Diolah

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen

memiliki Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance

tidak kurang dari 0,1. Maka dikatakan model regresi linier berganda terbebas dari

asumsi klasik uji multikolineritas dan dapat digunakan dalam penelitian.

b. Uji Heteroskesdastisitas

Heteroskesdastisitas menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode

pengamatan ke periode pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara

nilai yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai tersebut. Model

Page 69: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual

suatu periode pengamatan dengan periode pengamatan yang lain, atau adanya

hubungan antara nilai yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai

tersebut sehingga dapat dikatakan model tersebut homokesdastisitas (Nugroho,

2005).

Dibawah ini adalah gambar scatterplot untuk mengetahui terbebas tidaknya dari

heterokedastisitas:

Gambar 2

Regression Standardized Predicted Value210-1-2-3

Reg

ress

ion

Stud

entiz

ed R

esid

ual

3

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot

Dependent Variable: KP

Sumber: Data Primer yang Diolah

Gambar Scatterplot menunjukkan penyebab titik-titik data sebagai berikut:

1) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.

Page 70: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

2) Diagram pencar tidak membentuk pola atau acak maka regresi tidak mengalami

gangguan heterokedastisitas.

Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari asumsi

klasik heterokedastisitas dan layak digunakan dalam penelitian.

c. Uji Autokorelasi

Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

korelasi variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel pengganggu

periode sebelumnya. Cara mudah mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan

uji Durbin Watson (Nugroho, 2005).

Uji Durbin Watson pada tabel Model Summary sebagai berikut:

Tabel 15

Model Summaryb

,444a ,197 ,154 8,526 2,131Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), DO, BS, BI, PK, BBa.

Dependent Variable: KPb. Sumber:

Data Primer yang Diolah

Model regresi linier berganda terbebas dari autokorelasi jika Durbin Watson

hitung terletak di daerah No Autokorelasi. Penentuan tersebut dibantu dengan tabel

dl dan du, dibantu dengan k (jumlah variabel independen).

Page 71: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Dari tabel diatas hasil regresi dengan model summary diperoleh Durbin Watson

2,131 dengan k = 5 dan n = 98 maka dl = 1,78 dan du = 1,57, karena DB hitung

2,524 > du tabel 1,57, maka regresi terbebas dari autokorelasi.

5. Uji Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini berfungsi untuk menentukan

ketepatan prediksi apakah ada pengaruh signifikan dari pengukuran kinerja, budaya

organisasi yang meliputi birokratis, inovatif, suportif dan dukungan organisasional

terhadap kinerja pegawai dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 16

Coefficientsa

41,558 11,627 3,574 ,001

,101 ,217 ,045 ,464 ,644 ,929 1,076

,566 ,238 ,236 2,379 ,019 ,883 1,133

-,271 ,255 -,102 -1,064 ,290 ,943 1,060

,536 ,212 ,253 2,521 ,013 ,865 1,155

,235 ,152 ,145 1,548 ,125 ,988 1,012

(Constant)

PK

BB

BI

BS

DO

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: KPa. Sumber

: Data Primer yang Diolah

Persamaan regresi linier berganda dirumuskan sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5 X5 + e

Y = 41,558 + 0,101X1 + 0,566 X2 - 0,271 X3 + 0,536 X4 + 0,235 X5+e

Dimana:

Y = Kinerja Pegawai

X1 = Pengukuran Kinerja

X2 = Budaya Birokratis

Page 72: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

X3 = Budaya Inovatif

X4 = Budaya Suportif

X5 = Dukungan Organisasional

a = Konstanta

b1 b2 b3 b4 b5 = Koefisien Regresi

e = Error

Dari tabel diatas diperoleh nilai koefisien yang digunakan untuk menganalisis data

dan menguji hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Uji Hipotesis 1: Pengukuran kinerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja

pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo.

Dari Tabel 22 diperoleh nilai koefisien b1 = 0,101 untuk pengukuran kinerja

artinya jika pengukuran kinerja tinggi maka kinerja pegawai akan menurun

sebesar 0,101 dimana budaya organisasi birokratif, budaya organisasi inovatif,

budaya organisasi suportif dan dukungan organisasional adalah konstan dan pada

level of significant alpha sebesar 0,05 diperoleh thitung untuk variabel pengukuran

kinerja sebesar 0,464 dan diketahui ttabel sebesar 1,986 (thitung < ttabel), atau pada

tabel coefficients terlihat bahwa nilai signifikansi thitung sebesar 0,644

(signifikansi thitung > 0,05), ini berarti H1 ditolak. Dengan demikian pengukuran

kinerja terbukti tidak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai karena para pegawai kurang menyukai apabila mereka dinilai dengan

cara selalu diperhatikan dalam bekerja oleh orang lain atau atasan mereka

sebagai dasar pengambilan keputusan yang terkait dengan sumber daya manusia.

Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki

Page 73: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu

pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada

akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik

dalam pemberian layanan publik. Organisasi publik saat ini diharapkan untuk

mampu memenuhi berbagai macam tuntutan permintaan atau kebutuhan pihak

eksternal, dimana masing-masing tuntutan dan permintaan tersebut berdampak

pada pengukuran kinerja organisasi yang bersangkutan. Masyarakat sebagai

pelanggan mengharapkan bahwa organisasi sektor publik mampu beroperasi

melayani berbagai tuntutan permintaan atau kebutuhan yang semakin beragam

mengikuti lingkungan yang selalu berubah. Pengukuran/penilaian kinerja

bukanlah kegiatan kontrol atau pengawasan dan bukan pula mencari-cari

kesalahan untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman. Kegiatannya difokuskan

pada usaha mengungkapkan kekurangan dalam bekerja untuk diperbaiki dan

kelebihan bekerja untuk dikembangkan, agar setiap pegawai/karyawan

mengetahuai tingkat efisiensi dan efektifitas dalam melaksanakan pekerjaannya

guna mencapai tujuan organisasi.

b. Uji Hipotesis 2: Terdapat pengaruh signifikan tipe-tipe budaya organisasi

terhadap kinerja pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo.

Dari Tabel 22 diatas diperoleh nilai koefisien:

1) b2 = 0,566 untuk budaya organisasi birokratis artinya, jika budaya organisasi

birokratis tinggi maka kinerja pegawai akan menurun sebesar 0,566 dimana

pengukuran kinerja, budaya organisasi inovatif, budaya organisasi suportif

dan dukungan organisasional adalah konstan pada level of signifikan alpha

Page 74: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

sebesar 0,05 diperoleh thitung untuk variabel budaya organisasi birokratis

sebesar 2,379 dan diketahui ttabel sebesar 1,986 (thitung > ttabel) atau pada tabel

coefficients terlihat bahwa nilai signifikansi thitung sebesar 0,019 (signifikansi

thitung < 0,05), ini berarti H1 dietrima. Dengan demikian budaya organisasi

birokratis terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai karena pegawai yang berada dalam budaya organisasi birokratis lebih

memperhatikan kinerjanya dengan adanya pengawasan yang ketat dalam

bentuk penetapan aturan standard. Tipe budaya organisasi birokratis biasanya

ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang terstruktur, teratur, tertib,

berurutan dan memiliki regulasi yang jelas. Selain adanya aturan, juga ada

garis batas tanggung jawab dan otoritas yang sangat jelas dan tegas untuk

semua anggota organisasi. Pegawai merasa adanya pengawasan yang ketat

dalam bentuk penetapan aturan standard mereka lebih bisa bertanggung jawab

atas pekerjaan sehingga tujuan organisasi dapat mudah dicapai.

2) b3 = - 0,271 untuk budaya organisasi inovatif artinya, jika budaya organisasi

inovatif tinggi maka kinerja pegawai akan meningkat sebesar 0,271 dimana

pengukuran kinerja, budaya organisasi birokratis, budaya organisasi suportif

dan dukungan organisasional adalah konstan pada level of signifikan alpha

sebesar 0,05 diperoleh thitung untuk variabel budaya organisasi birokratis

sebesar -1,064 dan diketahui ttabel sebesar -1,986 (thitung < ttabel) atau pada tabel

coefficients terlihat bahwa nilai signifikansi thitung sebesar 0,290 (signifikansi

thitung > 0,05), ini berarti H1 ditolak. Dengan demikian budaya organisasi

inovatif terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

Page 75: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

pegawai. Pegawai kurang mampu menghadapi lingkungan kerja yang penuh

tantangan, menyelesaikan tugas-tugas yang beresiko dan belum mempunyai

kreatifitas dalam menyelesaikan pekerjaan. Diperlukan suatu pembinaan

khusus dalam organisasi agar para pegawai mempunyai kreatifitas dan perlu

juga diberikan tekanan dan dorongan untuk berkarya sekreatif mungkin dalam

menyelesaikan pekerjaan yang penuh tantangan dan beresiko. Dalam budaya

inovatif ini baiknya jalur komunikasi antar pegawai terbuka lebar dan tidak

banyak aturan tentang pelaksanaan tugas.

3) b4 = 0,013 untuk budaya organisasi suportif artinya, jika budaya organisasi

suportif tinggi maka kinerja pegawai akan meningkat sebesar 0,013 dimana

pengukuran kinerja, budaya organisasi birokratis, budaya organisasi inovatif

dan dukungan organisasional adalah konstan pada level of signifikan alpha

sebesar 0,05 diperoleh thitung untuk variabel budaya organisasi birokratis

sebesar 2,521 dan diketahui ttabel sebesar 1,986 (thitung < ttabel) atau pada tabel

coefficients terlihat bahwa nilai signifikansi thitung sebesar 0,013 (signifikansi

thitung > 0,05), ini berarti H1 diterima. Dengan demikian budaya organisasi

suportif terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai karena pegawai merasa merasakan suatu kebebasan individual

didalam organisasi tempat bekerja. Budaya suportif ini menempatkan manusia

sebagai titik sentral dalam kegiatan organisasi, ditandai dengan adanya

lingkungan kerja yang bersahabat, peduli dengan sesama, saling percaya, dan

adil. Dengan demikian didalam budaya suportif ini biasanya lingkungan

Page 76: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

didalamnya penuh dengan kehangatan dan keramah-tamahan serta

memberikan kebebasan individual.

c. Uji Hipotesis 3: Tipe budaya organisasi birokratis lebih dominan daripada tipe

budaya inovatif dan suportif di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo.

Pada tabel 22 diatas, pada kolom Standarized Coefficient untuk budaya

organisasi birokratis diperoleh nilai beta sebesar 0,236 dengan tingkat signifikansi

0,019. Lebih besar bila dibandingkan dengan Standarized Coefficient untuk

budaya organisasi inovatif diperoleh nilai beta sebesar -0,102 dengan tingkat

signifikansi 0,290 dan lebih kecil bila dibandingkan dengan Standarized

Coefficient untuk budaya organisasi suportif diperoleh nilai beta sebesar 0,253

dengan tingkat signifikansi 0,013. Dengan demikian hipotesis yang ketiga dalam

penelitian ini, yang menyatakan bahwa budaya organisasi birokratis lebih

dominan terhadap kinerja pegawai bila dibandingkan tipe budaya organisasi

inovatif dan suportif adalah hipotesis ditolak, sebab yang paling dominan dalam

penelitian ini adalah budaya organisasi suportif.

d. Uji Hipotesis 4: Dukungan organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja

pegawai di unit-unit pelayanan publik Kabupaten Sukoharjo.

Dari Tabel 22 diperoleh nilai koefisien b4 = 0,235 untuk dukungan organisasional

artinya jika dukungan organisasional tinggi maka kinerja pegawai akan meningkat

sebesar 0,235 dimana pengukuran kinerja, budaya organisasi birokratif, budaya

organisasi inovatif, dan budaya organisasi suportif adalah konstan dan pada level

of significant alpha sebesar 0,05 diperoleh thitung untuk variabel dukungan

organisasional sebesar 1,548 dan diketahui ttabel sebesar 1,986 (thitung < ttabel), atau

Page 77: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

pada tabel coefficients terlihat bahwa nilai signifikansi thitung sebesar 0,125

(signifikansi thitung > 0,05), ini berarti H1 ditolak. Dengan demikian dukungan

organisasional terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

pegawai karena pegawai merasa bahwa organisasi kurang memperhatikan

kesejahteraan, mendengarkan keluhan dan memperlakukan pegawai dengan adil.

Seharusnya dengan adanya dukungan organisasional mencoba menjelaskan

interaksi individu dengan organisasi secara khusus mempelajari bagaimana

organisasi memperlakukan individu-individu (pegawai). Perlakuan-perlakuan dari

organisasi yang diterima oleh pegawai/karyawan ditangkap sebagai stimulus yang

diorganisir dan diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasional.

Persepsi ini akan menumbuhkan tingkat kepercayaan tertentu dari

karyawan/pegawai atas penghargaan yang diberikan organisasi terhadap

kontribusi yang mereka dan perhatian organisasi pada kehidupan mereka.

D. Pembahasan

Dari hasil berbagai pengujian diatas dapat diketahui pada variabel pengukuran

kinerja terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai,

kemungkinan hal tersebut dikarenakan kesulitan menentukan pengukuran kinerja dan

belum maksimalnya penerapan pengukuran kinerja di unit-unit pelayanan publik

Kabupaten Sukoharjo. Kesulitan menentukan pengukuran kinerja dapat mengakibatkan

organisasi mengembangkan ukuran kinerja yang tidak komplet atau tidak informatif

(Nurkhamid, 2008). Oleh karena itu, kesulitan menentukan pengukuran kinerja akan

Page 78: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

mengarah pada keterbatasan penggunaan pengukuran kinerja untuk tujuan pembuatan

keputusan dan akuntabilitas.

Hasil tersebut diatas tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh

Priharjanto (2005) yaitu pengukuran kinerja berpengaruh secara signifikan terhadap

kinerja pegawai. Secara umum dapat dikemukakan bahwa dengan adanya pengukuran

kinerja maka seorang pegawai dapat dinilai sukses atau gagal dalam melaksanakan

pekerjaan dengan mempergunakan stadar pekerjaan sebagai tolak ukur. Seorang pegawai

apabila mengetahui bahwa dirinya akan dinilai dan diperhatikan oleh orang lain maka

akan berperilaku memberikan kinerja terbaiknya.

Hasil pengujian variabel dari tipe-tipe budaya yang memberikan pengaruh

signifikan terhadap kinerja pegawai yaitu tipe budaya birokratis dan budaya suportif. Hal

ini kemungkinan disebabkan budaya di unit-unit pelayanan publik di Kabupaten

Sukoharjo mempunyai sifat-sifat yang serupa dengan kedua tipe budaya tersebut,

sehingga kedua tipe budaya itu mengalami sosialisasi yang lebih banyak dalam kehidupan

organisasi. Dengan tersosialisasinya kedua tipe tersebut menyebabkan meningkatnya

kinerja pegawai.

Sementara pada tipe budaya inovatif mempunyai pengaruh secara negatif dan tidak

signifikan terhadap kinerja pegawai. Pegawai kurang mampu menghadapi lingkungan

kerja yang penuh tantangan, tugas-tugas yang berisiko dan memerlukan kreatifitas dalam

penyelesaiannya. Hal tersebut bukan berarti tipe budaya inovatif tersebut harus

dihilangkan, tetapi kemungkinan karena adanya pertentangan dengan tipe-tipe budaya lain

atau kurangnya sosiolisasinya tipe budaya inovatif tersebut terhadap pegawai di unit-unit

pelayanan publik di Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian

Page 79: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

sebelumnya yang dilakukan oleh Priharjanto (2005), Harjanti (1995), Yanti (1998), Laily

(2000), Djokosantoso (2003) dan Falikhatun (2003) yaitu terdapat pengaruh positif dan

signifikan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai.

Dari hasil penelitian tipe-tipe budaya organisasi dalam penelitian ini yang lebih

dominan berpengaruh terhadap kinerja pegawai adalah budaya suportif bila dibandingkan

dengan budaya inovatif dan birokratis. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Priharjanto (2005), Harjanti (1995), Yanti (1998), Laily

(2000), Djokosantoso (2003) dan Falikhatun (2003).

Dukungan organisasional sangat penting bagi para anggota/pegawai dikarenakan

mereka membutuhkan organisasi bisa menghargai kontribusi yang diberikan,

memperhatikan keluhan, memperhatikan kesejahteraan pegawai dan memperlakukan

pegawai secara fair. Hasil penelitian pada variabel dukungan organisasional

mengidentifikasikan bahwa dukungan organisasional tidak mempunyai pengaruh

signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Wayne et al (1997), Eisenberger et al (1986), dan Randal

et al (1999). Hasil tersebut bukan berarti di unit-unit pelayanan pelayanan publik di

Kabupaten Sukoharjo tidak ada dukungan organisasional dalam lingkungan kerjanya,

tetapi kemungkinan organisasi kurang memberikan dukungannya terhadap

anggota/pegawai.

BAB V

PENUTUP

Page 80: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

A. Kesimpulan

Organisasi di unit-unit pelayanan sektor publik harus senantiasa meningkatkan

kinerjanya agar dapat memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat atas pelayanan publik.

Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh pengukuran kinerja, budaya

organisasi dan dukungan organisasional terhadap kinerja pegawai di unit-unit pelayanan

publik Kabupaten Sukoharjo, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Pengukuran kinerja dalam penelitian ini terbukti tidak berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap kinerja pegawai, hal ini berarti belum maksimalnya penerapan

pengukuran kinerja dalam organisasi serta adanya rasa kurang menyukai apabila

pegawai dinilai dengan cara selalu diperhatikan dalam bekerja oleh orang lain atau

atasan mereka sebagai dasar pengambilan keputusan yang terkait dengan sumber daya

manusia.

2. Tipe-tipe budaya organisasi:

a. Budaya organisasi birokratis terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap kinerja pegawai, hal ini berarti bila suatu organisasi mempunyai budaya

organisasi birokratis yang tinggi maka pegawai juga akan menunjukkan kinerja

yang tinggi serta tersosialisasinya budaya organisasi birokratis tersebut dalam

organisasi menyebabkan meningkatnya kinerja pegawai.

b. Budaya organisasi inovatif terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

kinerja pegawai, hal ini berarti kurang mampunya pegawai dalam menghadapi

lingkungan kerja yang penuh tantangan, menyelesaikan tugas-tugas yang beresiko

dan belum mempunyai kreatifitas dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga tidak

Page 81: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

signifikan berpengaruh terhadap kinerja serta belum tersosialisasinya budaya

organisasi inovatif tersebut dalam organisasi.

c. Budaya organisasi suportif terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap kinerja, hal ini berarti bila suatu organisasi mempunyai budaya

organisasi suportif yang tinggi maka pegawai juga akan menunjukkan kinerja

yang tinggi serta tersosialisasinya budaya organisasi suportif tersebut dalam

organisasi menyebabkan meningkatnya kinerja pegawai.

3. Tipe budaya organisasi suportif dalam penelitian ini lebih dominan daripada tipe

budaya birokratis dan inovatif.

4. Dukungan organisasional terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

pegawai, hal ini berarti bahwa organisasi kurang memperhatikan kesejahteraan,

mendengarkan keluhan dan memperlakukan pegawai dengan adil sehingga dukungan

organisasional tidak dapat dirasakan oleh pegawai.

B. Implikasi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi organisasi

maupun untuk pegawai. Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Organisasi menyadari bahwa kinerja pegawai merupakan unsur penunjang kualitas

pelayanan pada masyarakat sehingga perlu untuk diperhatikan. Pengukuran kinerja,

budaya organisasi dan dukungan organisasional merupakan faktor yang

mempengaruhi kinerja pegawai, dengan demikian organisasi perlu untuk menentukan

pengukuran kinerja yang tepat agar dapat diterapkan, memilih tipe budaya organisasi

Page 82: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

yang sesuai dan menciptakan dukungan organisasi yang tinggi untuk meningkatkan

kinerja pegawai di unit-unit pelayanan sektor publik.

2. Pegawai perlu memperoleh perhatian lebih dari organisasi yang dapat meningkatkan

kinerjanya. Dengan meningkatnya kinerja, diharapkan meningkatkan pelayanan

terhadap masyarakat sehingga meningkatkan pula kepercayaan masyarakat terhadap

pemerintah.

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi dan mendorong

penelitian lebih lanjut yang mengkaji tentang kinerja pegawai di unit-unit sektor

publik.

C. Keterbatasan

Walaupun penelitian ini telah dilakukan dengan baik, namun peneliti menyadari

adanya beberapa keterbatasan yang terpaksa tidak dapat dihindari. Responden dalam

penelitian ini terbatas pada unit-unit pelayanan publik yang bertugas di Kabupaten

Sukoharjo. Penelitian lain mungkin akan menunjukkan hasil yang berbeda jika diterapkan

pada kabupaten daerah lain. Data yang digunakan dalam analisis berasal dari instrumen

yang diisi berdasarkan persepsi responden. Hasil penelitian ini akan menimbulkan

perbedaan dengan penelitian selanjutnya jika persepsi responden berbeda dengan keadaan

yang sesungguhnya. Penelitian ini hanya menerapkan metode survey melalui kuisioner,

Page 83: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

peneliti tidak melakukan wawancara langsung, sehingga simpulan yang diambil hanya

berdasarkan data yang dikumpulkan melalui penggunaan instrumen secara tertulis.

D. Saran

Setelah menganalisa hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti

memberikan saran sebagai berikut :

1. Meningkatnya kinerja pegawai diharapkan meningkatkan pelayanan terhadap

masyarakat sehingga perlu adanya mekanisme agar dapat meningkatkan kepercayaan

masyarakat terhadap pemerintah. Mekanisme yang dimaksud adalah mekanisme

komplain yang harus dapat menjawab kebutuhan pelanggan akan penampungan

keluhan yang cepat dan efektif. Perlunya reorientasi penyelenggaraan pelayanan

publik. Artinya, penyelenggara pelayanan publik harus berorientasi pada pelanggan,

maka perlu survey berkala untuk terus menerus mendengar aspirasi dan keluhan

pelanggan pelayanan publik perlu terus dilakukan.

2. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti berharap agar melakukan wawancara untuk

meningkatkan pemahaman dan persamaan persepsi yang sesungguhnya atas jawaban

yang diberikan oleh responden.

Page 84: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Syafaruddin. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis. BPFE. Yogyakarta. Anthony, R.N., Dearden J. Dan Bedford. 1998. Management Control System. Homewood 11:

Richard D, Irwin. Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Benardin, H., John dan Russel, Joyce E.A. 1993. Human Resources Management. McGraw-

Hill Inc. Singapore. Cascio, F., Wayne. 1992. Managing Human Resources: Productifity, Quality of Work Life and

Profit. Second Edition. McGraw-Hill, Inc. New York. Davis, Keith and Newstrom, W. John. 1989. Human Behaviour at Work: Organizational

Behaviour. McGraw-Hill International. New York. Djokosantoso, Moeljono. 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. Elex Media

Komputindo. Jakarta.

Page 85: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Eisenberger, R. Huntington, R. Hutchison, S dan Sowa. 1986. Perceived Organizations Support. Journal of Spplied Psychology. Vol . 73 No.3.

Falikhatun. 2003. Pengaruh Budaya Organisasi, Locus Of Control, dan Penerapan Sistem

Informasi terhadap Kinerja Aparat Unit-unit Pelayanan Publik. Jurnal Empirika. Surakarta. Vol 16 No.2.

Febriani, Nadia. 2003. Analisis Budaya Organisasi terhadap Kinerja pada Rumah Sakit Se-

Eks Karesidenan Pati (Kabupaten Jepara dan Kabupaten Kudus). Tesis Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Gibson, James L., Ivancevich, John M., Donnelly, James H., dan Konopaske, Robert. 2004.

Organization: Behavior, Structure, and Processes. International Edition. Eleventh Edition. McGraw-Hill Companies, Inc.

Gitosudarmo, Indriyo dan Nyoman Sudita, I. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi Pertama.

BPFE. Yogyakarta. Handoko, Hani. 1996. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua.

BPFE. Yogyakarta. Hasibuan, M. S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya. Cetakan Kelima. Bumi Aksara. Jakarta. Harjanti, Dwi Retno Sri. 1995. Analisis Perbedaan Budaya Organisasi pada Pusat Pendidikan

dan Pelatihan Perumka Bandung. Tesis Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hartati, Iswahyu. 2005. Pengaruh Kesesuaian Kompetensi dan Motivasi terhadap Kinerja

Pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Malang. Jurnal Eksekutif. Volume 2, Nomer 1, Hal: 63-80.

Ivancevic, John M., Konopaske, Robert., dan Matteson, Michael T. 2005. Perilaku dan

Manajemen Organisasi. Alih Bahasa: Gina Gania. Penerbit Erlangga. Jakarta. Ivancevic, John M., Konopaske, Robert., dan Matteson, Michael T. 2007. Organizational

Behavior and Management. Seventh Edition. The McGraw-Hill Companies. Kotter, J.P., dan Hesskett, J.L. 1992. Corporate Culture and Performance. The Free Press A

Division Simon an Schuter Inc. New York. Laily, Amin. 2002. Analisis Kultur Organisasi dengan Tingkat Kepuasan Kerja Karyawan

(Kasus Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Yogyakarta). Skripsi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Luthans, Fred. 1998. Organizational Behaviour. 7th Edition. Singapore: Mc Graw Hill

International, Inc.

Page 86: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Penerbit Erlangga.

Jakarta. Permata, Kusuma Dewi Dhiyan. 2004. Pengaruh Motivasi kerja dan Kepuasan Kerja

terhadap Kinerja Karyawan dengan Karakteristik Biografis sebagai Moderating Variables pada PT perkebunan Nusantara IX (PERSERO) PG Tasikmadu Karanganyar Jawa Tengah. Tesis Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2007. Evaluasi Kinerja SDM. PT Refika Aditama. Bandung. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta. Martin, J. 1992. Culture in Organization: Three Perspective. Oxford University Press. New

York. Minner, Has. 1995. Organizational Behavior: Performance and Productivity. Prentice Hall

International, Inc. Moelyono, Mauled. 2004. Penerapan Produktivitas Dalam Organisasi. Penerbit Bumi

Aksara. Jakarta. Murdoko. 2006. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Pendidikan dan Masa Kerja terhadap

Kinerja Karyawan (Studi Kasus pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karanganyar). Tesis Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Nawawi, Hadori. 2003. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan.

Gajahmada University Press. Yogyakarta. Nugroho, Bhuono Agung. 2005. Strategi Jitu: Memilih Metode Statistik Penelitian dengen

SPSS. Penerbit Andi. Yogyakarta. Nurkhamid, Muh. 2008. Implementasi Inovasi Sistem Pengukuran Kinerja Instansi

Pemerintah. Jurnal Akuntansi Pemerintah. Vol. 3, no. 1, Oktober 2008. Hal. 45 – 76. O’Reilly, C. 1989. Corporations, Culture and Commitmen: Motivation and Social Control

Organization. California Management Review. Vol. 3.1. Priharjanto, Ahmad. 2005. Pengaruh Pengukuran Kinerja, Budaya Organisasi dan Dukungan

Organisasional terhadap Kinerja Pegawai pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Jakarta. Tesis Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Purba, Jauliman. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Kantor

Pelayanan Pajak Binjai. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, Vol. 4 No.2, Hal : 97-106. Http.//www.manbisnis.tripod.com.

Page 87: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan

Randal, ML., Bourman C.A dan Birjulin A. 1999. Organization Politics an Organizational

Support as a Predictor of Work Attituddes, Job Performance and Organization Citizenship Behavior. Journal of Organization Behavior. Vol 2.

Rivai, Veithzal. 2004. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Edisi Kedua. PT Raja

Grafindo Persada. Jakarta. Robbins, Stephen. 1998. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Terjemahan

Bahasa Indonesia. Edisi 8. Penerbit Erlangga. Jakarta. _______________. 2001. Organizational Behaviour. 9th Edition. Prentice Hall International,

Inc. Schein, Edgar H. 1992. Organizational Culture and Leadership. Jossey-Bass Publisher. San

Fransisco. Sekaran, Uma. 2000. Research Methodes for Business. John Wiley and Sons, Inc. Setiawan, Doddy. 2008. Buku Panduan Penulisan Tesis. Program Studi Magister Akuntansi.

Fakultas Ekonomi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Simamora, Hadori. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke satu. Cetakan Pertama.

Badan Penerbit STIE. Yogyakarta. Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi. Penerbit Andi. Yogyakarta. Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfa Beta. Bandung. Sulaiman, Wahid. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS: Contoh Kasus dan

Pemecahannya. Penerbit Andi. Yogyakarta. Tjahjono, Binawan Nur dan Gunarsih, Tri. 2006. Pengaruh Motivasi Kerja dan Budaya

Organisasi terhadap Kinerja Pegawai di Lingkungan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah.

Wallach, E.J. 1983. Individual and Organization: The Culture Match. Training and

Development Journal. Feb, pp 29 -36. Wayne, S.J. Shore L.M dan Liden R.C. 1997. Perceived Organization Support and Leader

member Exchange: A Social Exchange Prespective. Academy Manajement Journal. Vol 1. No 1.

Yanti, Haryati Budi. 1998. Kultur Organisasi dan Kreatifitas Akuntan. Tesis Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta.

Page 88: Pengaruh pengukuran kinerja, budaya organisasi dan