pengaruh pendekatan problem posing terhadap hasil …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/problem...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP HASIL
BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 6 LUBUKLINGGAU
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Oleh
NENDYA PUTRI ANLEKI
NIM. 4111105
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU
2016
2
PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP HASIL
BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 6 LUBUKLINGGAU
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendididkan
Oleh
NENDYA PUTRI ANLEKI
NIM. 4111105
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU
2016
3
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pendekatan Problem Posing terhadap Hasil Belajar
Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016”.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan
Problem Posing terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 6
Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah eksperimen,
dengan desain yang digunakan adalah pretest-postest control group design.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 6
Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 207 orang. Dua kelas
dari enam kelas yang ada diambil secara acak sebagai sampel, maka kelas X.2
yang berjumlah 35 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas X.1 yang berjumlah
35 siswa sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diajarkan dengan
pendekatan Problem Posing, dan pada kelas kontrol diajarkan dengan
pembelajaran konvensional. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah
tes. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis
uji-t untuk tes akhir pada taraf signifikan α = 0,05 diperoleh thitung > ttabel =
( 4,79 > 1,67) yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini diterima kebenarannya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pendekatan Problem Posing
terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau.
Kata kunci: Problem Posing, Hasil Belajar.
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang paling mendasar yang tidak bisa lepas
dari kehidupan semua orang. Pendidikan yang baik akan menghasilkan
keluaran yang baik karena pendidikan adalah kunci semua kemajuan dan
perkembangan yang berkualitas, sebab dengan pendidikan manusia dapat
mewujudkan semua potensi dirinya baik sebagai pribadi maupun sebagai
warga masyarakat.
Menurut Trianto (2011:1), menyatakan bahwa pendidikan adalah
salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan saraf
perkembangan . Oleh karena itu, perubahan dan perkembangan pendidikan itu
harus sejalan dengan perkembangan budaya kehidupan yang ada. Dalam
menciptakan suatu pendidikan bermutu perlu mendapatkan penanganan yang
baik. Sesuai dengan definisi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1, yaitu :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Makna undang-undang di atas menjelaskan bahwa pendidikan
merupakan usaha sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan
potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya
sebagai seorang individu dan warga negara dimasa mendatang. Menurut I. M.
5
Astra, et al (2012:135), pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Agar tercapai tujuan pendidikan diperlukan manajemen pendidikan
yang efektif dan efisien, guru yang memegang peranan penting dalam
pelaksanaan manajemen pendidikan tersebut, karena guru sebagai fasilitator
yang harus mentransfer ilmu yang dimiliki agar sampai kepada siswanya, maka
dari itu guru harus menciptakan kegiatan belajar mengajar yang nyaman kepada
peserta didiknya. Dalam pelaksanaannya guru dituntut untuk mampu
menciptakan suasana belajar yang kondusif, yaitu suasana belajar yang efektif,
menyenangkan, memberi rasa nyaman, memberi ruang pada siswa untuk berfikir
aktif, kreatif, dan inovatif sehingga mampu melahirkan motivasi, kreativitas,
dan mendorong siswa untuk dapat mengingat materi pelajaran yang telah di
sampaikan dan tentu saja hal tersebut akan berimplikasi terhadap hasil belajar
yang diperoleh serta siswa mampu mngaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari. Upaya peningkatan hasil belajar tersebut sangat ditentukan oleh kualitas
dan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa di
setiap jenjang pendidikan.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan guru fisika di SMA
Negeri 6 Lubuklinggau pada tanggal 7 April 2015, beliau mengatakan siswa
pada umumnya mempunyai respon yang kurang terhadap materi yang
disampaikan di dalam kelas, sehingga mereka tidak memperhatikan guru saat
menerangkan pelajaran. Selain itu siswa kurang siap dalam menghadapi
pelajaran dan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Siswa akan
6
mengemukakan pendapatnya setelah ditunjuk langsung oleh guru. Walaupun
ada siswa yang semangat mengikuti pembelajaran, hanya terdapat pada siswa-
siswa tertentu saja dan saat mengerjakan latihan soal, sebagian siswa hanya
mengandalkan temannya tanpa mau berusaha sendiri. Begitu pula pada saat
diadakan ujian sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai dengan baik. Oleh
sebab itu masih banyak siswa yang harus melaksanakan remidial. Hal ini
tercermin pada nilai hasil ujian semester ganjil di kelas X SMA N 6
Lubuklinggau tahun ajaran 2014/2015. Dari 34 siswa, siswa yang tuntas 15
siswa jika dipersentasikan 44,10% dan yang tidak tuntas 19 orang jika
dipersentasikan 55,90%. Hasil ini masih di bawah kriteria ketuntasan minimal
(KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 69. Dari masalah tersebut, peneliti
menduga bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa diperlukan suatu
pendekatan yang efektif agar siswa mempelajari materi dengan sungguh-
sungguh, mau bertanya ketika proses pembelajaran berlangsung, tidak
menggantungkan diri dengan orang lain dan bekerja sama dalam memecahkan
permasalahan dalam proses pembelajaran.
Salah satu pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
membuat soal dan mengerjakannya adalah pendekatan problem posing.
Menurut Suryosubroto (2009:203), menyatakan bahwa pendekatan
pembelajaran problem posing yaitu salah satu pendekatan pembelajaran yang
dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis sekaligus dialogis , kreatif, dan
interaktif yakni problem posing atau pengajuan masalah-masalah yang
dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian
diupayakan untuk dicari jawabannya baik secara individu maupun kelompok.
Menurut Zahra Ghasempour, et al (2013:55), the teacher can encourage
7
problem solving teams to discuss, with one another, the extent to which they
found problems to be difficult, confusing, motivating or challenging.
Consequently, problem posing situations provide opportunities for less able
students to work cooperatively with a peer who challenged the individual to
engage at a higher level, artinya guru mendorong siswa dalam pemecahan
masalah yang sulit, yang membingungkan, memotivasi atau menantang yang
akan dikerjakan secara tim bersama-sama satu sama lain, maka dengan situasi
ini problem posing memberikan kesempatan bagi siswa kurang mampu untuk
bekerja sama dengan rekan dalam pembelajaran ke tingkat yang lebih tinggi.
Dengan adanya pendekatan problem posing sangat bermanfaat, karena
problem posing merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pembelajaran
fisika yang dapat mengaktifkan siswa, mengembangkan kemampuan berpikir
kritis dalam menyelesaikan masalah serta menimbulkan efek yang positif
terhadap fisika. Membiasakan siswa dalam merumuskan, menghadapi dan
menyelesaikan soal merupakan salah satu cara untuk mencapai penguasaan
suatu konsep dan dapat meningkatkan hasil belajar.
Mengingat pendekatan problem posing belum pernah diterapkan di
SMA N 6 Lubuklinggau dan berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Pendekatan Problem
Posing Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 6
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh pendekatan
8
problem posing terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 6
Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016?.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat luasnya permasalahan yang tercakup dalam penelitian ini,
juga terbatas dana, waktu dan kemampuan penulis, maka ruang lingkup
penelitian yang akan dibahas yaitu :
a. Materi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pengukuran.
b. Hasil belajar dalam penelitian ini yang akan diteliti hanya pada aspek
kognitif, yang diambil berdasarkan nilai tes setelah menggunakan
pendekatan problem posing.
c. Tipe soal yang digunakan pada penelitian ini adalah Pengetahuan (C1),
Pemahaman (C2), dan Penerapan (C3).
d. Pembelajaran pada kelas kontrol diberi perlakuan dengan ceramah,
tanggung jawab dan diskusi.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang
signifikan dari pendekatan problem posing terhadap hasil belajar fisika siswa
kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagi siswa, dapat meningkatkan hasil belajar dalam proses pembelajaran
fisika.
9
2. Bagi guru, sebagai alternatif pendekatan baru dalam pembelajaran fisika
dengan penggunaan pendekatan problem posing.
3. Bagi sekolah, dapat digunakan sebagai perbaikan dalam pembelajaran fisika
dan diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.
4. Bagi peneliti, menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti
sebagai seorang calon guru.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional dimaksudkan agar tidak terjadi salah penafsiran
yang ada dalam penelitian ini. Adapun definisi-definisi yang ada dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh adalah akibat yang ditimbulkan atau yang terjadi setelah diberikan
perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing.
2. Hasil belajar dalam penilitian ini adalah akibat dari proses belajar siswa
yang diperoleh melalui tes akhir belajar yang berupa nilai ranah kognitif.
3. Pendekatan problem posing adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada kegiatan merumuskan soal secara individu maupun
kelompok sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal.
4. Problem posing merupakan istilah dalam bahasa inggris yang berarti
pengajuan masalah atau membuat masalah. Problem posing yaitu
pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali
masalah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana sehingga mudah
dipahami.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu fenomena yang dialami setiap orang dan
dapat terjadi dimana saja, misalnya di rumah, di sekolah, di laboratorium,
di muka televisi, di tempat bermain, dan sebagainya. Setiap orang
memiliki cara belajar tersendiri, hal ini terjadi karena pandangan seseorang
tentang belajar akan mempengaruhi tindakan-tindakannya yang
berhubungan dengan belajar.
Menurut Trianto (2009:9), belajar pada hakikatnya adalah suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam
berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, apresiasi,
keterampilan, kebiasaan, sikap, dan tingkah laku, kecakapan, dan
kemampuan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu
yang belajar. Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009:2), belajar adalah
perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui
aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari
proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Sedangkan Menurut Reber
(dalam Suprijono, 2009:3), belajar adalah proses mendapatkan
pengetahuan. Selain itu, Slameto (2010:2), mengatakan bahwa belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
11
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
proses perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang melakukan
perbuatan belajar sebagai hasil pengalaman itu sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, yaitu mengajar dan
belajar. Mengajar dilakukan oleh guru sebagai pihak pendidik, dan belajar
dilakukan oleh siswa sebagai peserta didik.
Menurut Laksmi Dewi (dalam Tim Pengembang MKDP
Kurikulum dan Pembelajaran, 2011:216), pembelajaran adalah kegiatan
dimana guru melakukan peranan-peranan tertentu agar siswa dapat belajar
untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Menurut Rusman
(2012:134), pembelajaran merupakan proses berlangsungnya interaksi
belajar mengajar antara siswa dan guru, baik interaksi secara langsung
seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan
menggunakan berbagai media pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses interaksi komunikasi
antara sumber belajar, guru, dan siswa baik secara langsung maupun tidak
langsung yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pola
pembelajaran, sehingga tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan.
12
3. Pengertian Hasil Belajar
Di dalam proses belajar mengajar, guru sebagai pengajar dan
sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar
dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan siswa. Keberhasilan
siswa dalam proses belajar mengajar dipengaruhi oleh kualitas pengajaran
dan faktor intern dari siswa itu sendiri. Proses belajar mengajar
dilaksanakan dengan maksud untuk melakukan perubahan pada diri siswa.
Perubahan ini dapat dilihat dari hasil akhir yang diperoleh siswa. Hasil
akhir ini diidentikan dengan hasil belajar.
Menurut Rusman (2013:123), hasil belajar adalah sejumlah
pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Menurut Suprijono (2009:5), mengemukakan bahwa
hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Purwanto (2011:54),
hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti
proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Menurut
Suprihatiningrum (2013:37), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati
melalui penampilan siswa. Selain itu, menurut Winkle (dalam Purwanto,
2011:45), hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia
berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
13
Menurut Bloom (dalam Purwanto, 2011:50-51), dalam ranah
kognitif terdapat enam aspek atau tingkatan, mulai dari yang paling rendah
yaitu hafalan sampai yang paling tinggi yaitu evaluasi. Enam aspek atau
tingkatan yang dimaksud adalah kemampuan menghafal (knowledge)
merupakan memanggil kembali fakta yang disimpan dalam otak digunakan
untuk merespons suatu masalah (C1), kemampuan pemahaman
(comprehension) adalah kemampuan untuk melihat hubungan fakta
dengan fakta (C2), Kemampuan penerapan (application) adalah
kemampuan kognitif untuk memahami aturan, hukum, rumus, dan
sebagainya dan menggunakan untuk memecahkan masalah (C3),
Kemampuan analisis (analysis) adalah kemampuan memahami sesuatu
dengan menguraikannya ke dalam unsur-unsur (C4), kemampuan sintesis
(synthesis) adalah kemampuan memahami dengan mengorganisasikan
bagian-bagian ke dalam satuan (C5), kemampuan evaluasi (evaluation)
adalah kemampuan membuat penilaian dan mengambil keputusan dan
hasil penilaiannya (C6).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan ketercapaian setiap kemampuan dasar, baik kognitif,
afektif dan psikomotorik, yang diperoleh siswa selama mengikuti kegiatan
pembelajaran tertentu. Sehingga dalam pendekatan problem posing ini
hasil belajar yang dicapai berupa aspek kognitif yaitu pada aspek atau
tingkatan kemampuan menghafal (knowledge) dan kemampuan penerapan
(application) setelah siswa diberi tes. Tipe soal yang digunakan pada
penelitian iniadalah pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan
(C3)
14
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2004:39-40) dan Aunurrahman (2009:187-196),
mengatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua
faktor. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Faktor intern
Faktor intern yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa,
seperti; faktor kemampuan, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap
dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik, dan
psikis.
b. Faktor ekstern
Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa,
seperti: lingkungan sosial (termasuk teman sebaya), faktor guru,
kurikulum sekolah, sarana dan prasarana.
5. Pendekatan Problem Posing
a. Pengertian Pendekatan Problem Posing
Menurut Suyatno (2009:61), problem posing merupakan istilah
dalam bahasa inggris, sebagai padanan katanya digunakan istilah
“merumuskan masalah dalam bentuk soal” atau “membuat masalah
dalam bentuk soal”. Problem posing, yaitu pemecahan masalah dengan
melakukan elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi
bagian-bagian yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami.
Menurut Suryosubroto (2009:203), menyatakan bahwa pendekatan
pembelajaran problem posing yaitu salah satu pendekatan pembelajaran
15
yang dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis sekaligus dialogis,
kreatif, dan interaktif yakni problem posing atau pengajuan masalah-
masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan tersebut
kemudian diupayakan untuk dicari jawabannya baik secara individu
maupun kelompok. Selain itu pendekatan problem posing merupakan
salah satu model pembelajaran yang proses kegiatannya menekankan
pada perumusan soal serta bertujuan mengembangkan kemampuan
kognitif dan kemampuan berpikir siswa.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
problem posing dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran
yang menekankan pada kegiatan merumuskan soal dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan dan dicari jawabannya secara individu maupun
kelompok sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal dan mengembangkan kemampuan berpikir siswa.
b. Langkah-langkah Pendekatan Problem Posing
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan problem posing menurut Suryosubroto
(2009:212), adalah sebagai berikut :
1) Guru menjelaskan tentang pembelajaran yang akan disampaikan
kepada siswa dengan harapan mereka dapat memahami tujuan
serta dapat mengikuti dengan baik proses pembelajaran maupun
intensitas belajar. Penjelasan meliputi bahan yang akan diberikan
kegiatan sampai dengan prosedur penilaian yang mengacu pada
16
ketercapaian prestasi belajar baik dari ranah kognitif maupun
afektif.
2) Guru melakukan tes awal yang hasilnya digunakan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa. Hasil tes tersebut akan
menjadi dasar pengajar dalam membagi siswa ke dalam sejumlah
kelompok. Apabila jumlah siswa dalam satu kelas adalah 30
orang. Agar kegiatan dalam kelompok berjalan dengan
proporsional maka setiap kelompok terdiri atas 5 orang sehingga
akan ada 6 kelompok. Fungsi pembagian kelompok ini antara
lain untuk memperoleh pengamatan yang terfokus, namun juga
merata, dalam arti setiap kelompok hendaknya terdiri atas siswa-
siswa yang memiliki kecerdasan heterogen (kecerdasan secara
acak).
3) Guru kemudian menugaskan setiap kelompok belajar untuk
meresume beberapa buku yang berbeda dengan sengaja
dibedakan tiap kelompok.
4) Masing-masing siswa dalam kelompok membentuk pertanyaan
berdasakan hasil resume yang telah dibuatnya dalam lembar
problem posing 1 yang telah disiapkan (antara 5-7 pertanyaan).
5) Dari semua tugas membentuk pertanyaan dikumpulkan kemudian
dilimpahkan pada kelompok yang lainnya. Misalnya tugas
membentuk pertanyaan kelompok 1 diserahkan kepada kelompok
2 untuk dijawab dan dikritisi, tugas kelompok 2 diserahkan
17
kepada kelompok 3, dan seterusnya hingga kelompok 6 kepada
kelompok 1.
6) Setiap siswa dalam kelompoknya melakukan diskusi internal
untuk menjawab pertanyaan yang mereka terima dari kelompok
lain disertai dengan tugas resume yang telah dibuat kelompok
lain tersebut. Setiap jawaban atas pertanyaan ditulis pada lembar
problem posing II.
7) Pertanyaan yang telah ditulis pada lembar problem posing I
dikembalikan pada kelompok asal untuk kemudian diserahkan
pada guru dan jawaban yang terdapat pada lembar problem
posing II diserahkan kepada guru.
8) Setiap kelompok mempresentasikan hasil rangkuman dan
pertanyaan yang telah dibuatnya pada kelompok lain. Diharapkan
adanya diskusi menarik diantara kelompok-kelompok baik secara
eksternal maupun internal menyangkut pertanyaan yang telah
dibuatnya dan jawaban yang paling tepat untuk mengatasi
pertanyaan-pertanyaan bersangkutan. Pada saat yang bersamaan
guru menyerahkan pula formal penilaian yang diisi siswa sendiri
evaluasi diri. Jadi, siswa diberikan kesempatan untuk menilai
sendiri proses dan hasil pembelajarannya masing-masing.
Menurut Mulyatiningsih (2012:238) dan I. M. Astra, et al
(2012:), langkah-langkah pembelajaran dengan Pendekatan problem
posing adalah sebagai berikut:
18
1) Guru menjelaskan materi pelajaran.
2) Guru memberikan soal-soal latihan secukupnya.
3) Siswa mengerjakan soal latihan di kelas kemudian membahas
hasilnya bersama-sama supaya siswa tahu cara mengerjakan soal
yang benar.
4) Siswa diberi tugas mengajukan 1 atau 2 buah soal yang
menantang dan siswa yang bersangkutan harus mampu untuk
menyelesaikan soal-soal tersebut. Tugas ini dapat pula dilakukan
secara kelompok.
5) Guru menyuruh siswa secara acak atau selektif untuk
menyelesaikan soal buatannya sendiri di depan kelas.
6) Siswa yang menyajikan soal buatannya sendiri di depan kelas,
maka dalam hal ini guru dapat memilih secara selektif
berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
7) Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Berdasarkan uraian di atas penulis dapat menyimpulkan
langkah-langkah dalam sebuah proses pendekatan problem posing
adalah :
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberitahukan proses
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing.
2) Membimbing siswa dalam pembentukan kelompok yang terdiri
dari 5 sampai 6 orang secara heterogen.
3) Guru membagi materi dalam bentuk buku yang berbeda pada
setiap kelompok, namun masih dalam konsep yang sama.
4) Guru menyampaikan materi pelajaran.
19
5) Guru meminta masing-masing peserta didik membuat soal dari
materi yang telah dibagikan pada lembar problem posing 1.
6) Guru meminta semua pertanyaan yang telah dibuat oleh setiap
kelompok untuk dilimpahkan pada kelompok yang lain, misalnya
pertanyaan dari kelompok 1 diserahkan pada kelompok 2 dan
seterusnya.
7) Siswa bersama kelompoknya melakukan diskusi untuk mencari
jawaban dari pertanyaan lembar problem posing 1 untuk ditulis
pada lembar problem posing 2.
8) Guru meminta setiap kelompok mengembalikan lembar
pertanyaan pada kelompok asal dan kemudian semua pertanyaan
lembar problem posing 1 serta jawaban pertanyaan yang terdapat
pada lembar problem posing 2 diserahkan pada guru.
9) Guru meminta siswa bersama kelompoknya melakukan
persentasi ke depan kelas dan kemudian dibantu oleh guru.
c. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Problem Posing
Adapun kelebihan dan kekurangan dalam pendekatan
problem posing menurut Mulyatiningsih (2012:239), diantanya
sebagai berikut :
1) Kelebihan problem posing
a) Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut
keaktifan siswa.
b) Minat siswa dalam pembelajaran fisika lebih besar dan siswa
lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
20
c) Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam
membuat soal.
d) Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
e) Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada
dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan
pemahaman yang mendalam dan lebih baik, merangsang siswa
untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya
dan memperluas bahasan pengetahuan, siswa dapat memahami
soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.
2) Kekurangan problem posing
a) Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang
dapat disampaikan.
b) Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan
penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan sedikit.
6. Tinjauan Materi
Giancoli (2001:07), Pengukuran adalah kegiatan membandingkan
suatu besaran yang diukur dengan alat ukur yang digunakan sebagai satuan.
a. Alat Ukur Panjang
1) Mistar
Terdapat berbagai jenis mistar sesuai dengan skalanya.
Mistar dengan skala terkecil 1 mm (0,1 cm) disebut mistar berskala
mm. Mistar dengan skala terkecil cm disebut mistar berskala cm.
Mistar mempunyai tingkat ketelitian 1 mm atau 0,1 cm.
Pembacaan skala pada mistar dilakukan dengan kedudukan mata
21
pengamat tegak lurus dengan skala mistar yang dibaca seperti
Gambar 2.1
Gambar 2.1. kedudukan benar membaca skala mistar
(Sumber : Sugiyarto. 2008:18)
2) Jangka Sorong
Jangka sorong adalah alat ukur panjang yang memiliki
ketelitian pengukurannya sampai dengan 0,01 cm atau 0,1 mm.
Jangka sorong dipakai untuk mengukur suatu benda dengan panjang
yang kurang dari 1 mm. Jangka memiliki dua pasang rahang, rahang
bagian atas digunakan untuk mengukur bagian dalam misalkan
diameter bagian dalam silinder dan rahang bagian bawah digunakan
untuk mengukur diameter bagian luar suatu tabung, kawat, diameter
luar silinder atau mengukur ketebalan buku. Bagian bawah jangka
sorong dapat digunakan untuk mengukur kedalaman silinder. Jangka
sorong memiliki dua skala pembacaan seperti pada Gambar 2.2
yakni :
a) Skala Utama/tetap, yang terdapat pada rahang tetap jangka
sorong.
b) Skala Nonius, yaitu skala yang terdapat pada rahang sorong yang
dapat bergeser/digerakan.
22
Gambar 2.2 Bagian-bagian Jangka Sorong
(Sumber:http://rumushitung.com/2013/01/31cara-menggunakan-jangka-sorong-
2/)
Diakses pada tanggal 20 Januari 2016
3) Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup mempunyai bagian-bagian utama antara
lain : poros tetap, poros geser, skala utama, dan skala nonius yang
berupa pemutar. Biasanya alat ini digunakan untuk mengukur
panjang, ketebalan, diameter bola, dan diameter kawat yang sangat
kecil. Skala utama mempunyai skala mm dan 0,5 mm. Skala nonius
mempunyai 50 skala dengan laju putar 0,5 mm/putaran. Oleh karena
itu, 1 skala nonius sama dengan 0,01 mm = 0,001 cm yang
menyatakan tingkat ketelitian mikrometer sekrup dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.3. mikrometer sekrup (sumber : Purwoko, 2004:11-12)
23
b. Alat Ukur Massa
Alat yang digunakan untuk mengukur massa suatu benda adalah
neraca (Eny 2008:20). Berbagai jenis neraca yang biasa digunakan antara
lain: neraca pasar, neraca sama lengan, neraca ohauss tiga lengan, neraca
ohauss empat lengan dan neraca digital. Pada neraca ohauss tiga lengan,
tiap lengan memiliki skala yang dilengkapi dengan beban geser sebagai
berikut:
1) Lengan tengah memiliki skala 0-500 gram.
2) Lengan belakang memiliki skala 0-100 gram.
3) Lengan depan memiliki skala 0-10 gram.
Contoh neraca ohauss tiga lengan dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Neraca Ohauss Tiga Lengan
(Sumber: http://zeniad.wordpress.com/2015/04/30/Neraca ohauss tiga lengan)
Diakses tanggal 30 April 2015
c. Alat Ukur Waktu
Besaran waktu diukur dengan menggunakan stopwatch atau arloji.
Jenis stopwatch cukup banyak dan biasanya memiliki tiga tombol, yaitu
tombol start, stop, dan rest. Tombol start biasanya berwarna hijau
berfungsi untuk menjalankan stopwatch. Sedangkan tombol reset terletak
24
di tengah dan berwarna putih berfungsi untuk mengatur jarum penunjuk
ke posisi nol.
Gambar 2.5. alat ukur waktu stopwatch (sumber: Purwoko, 2004: 14-15)
d. Angka Penting
Angka penting adalah angka hasil pengukuran. Dalam menentukan
banyaknya angka penting kita perlu memperhatikan beberapa aturan
berikut ini:
1) Semua angka bukan nol adalah angka penting.
2) Semua angka nol yang terletak di antara angka bukan nol adalah
angka penting.
3) Angka nol disebelah kanan angka bukan nol termasuk angka
penting, kecuali terdapat penjelasan khusus, misalnya berupa garis
di bawah angka terakhir yang masih dianggap penting.
4) Semua angka nol yang digunakan untuk menentukan letak desimal,
bukan angka penting.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan pendekatan Problem Posing dan
kontribusi terhadap hasil belajar siswa sudah ada beberapa orang terdahulu
25
yang telah melakukannya. Adapun penelitian yang relevan dalam penelitian
ini yaitu:
1. Mercilia Septa Putri (2013) melakukan penelitian eksperimen Pengaruh
Model Pembelajaran Problem Posing terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 4 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2012/2013. Dari
hasil penelitian dapat diketahui bahwa model pembelajaran Problem
Posing berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa kelas VII SMP
Negeri 4 Lubuklinggau. Ada perbedaan hasil belajar ini karena
penggunaan model pembelajaran Problem Posing lebih menekankan pada
kreativitas siswa dalam mengajukan soal dan keaktifan siswa dalam
menjawab soal, sehingga menimbulkan rasa percaya diri melakukan
pemecahan masalah dalm proses belajar mengajar di kelas.
2. Juni Purnomo (2010) Penerapan model Pembelajaran Problem Posing
terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri Muara Kati.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa kegunaan model pembelajaran
Problem Posing ini adalah unutuk meningkatkan hasil belajar, kreativitas
siswa dalam mengajukan soal dan kreativitas siswa dalam menjawab
pertanyaan, menimbulkan kepercayaan diri kepada siswa dalam
melakukan permasalahan dalam proses belajar, mensolidkan siswa dalam
menyelesaikan permasalahan bersama-sama, sehingga terciptanya
kekompakan siswa dalam pembelajaran.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan suatu langkah-langkah yang dibuat
seorang peneliti dalam menjalankan proses penelitian. Dalam suatu penelitian
26
diperlukan suatu program yang tersusun dalam melaksanakan penelitian, hal
ini yang menjadi dasar peneliti membuat kerangka berpikir.
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting. Selanjutnya menurut Sugiyono (2012:60), kerangka
berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari
berbagai teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis
secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan
antar variabel yang diteliti.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kerangka
berpikir adalah sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari
berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah
dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis,
sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti.
Pembelajaran merupakan proses berlangsungnya interaksi belajar
mengajar antara siswa dan guru, baik interaksi secara langsung seperti
kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, Oleh karena itu guru
harus tepat memilih pendekatan yang dapat memberikan kesempatan kepada
siswa untuk lebih aktif proses pembelajaran dan dapat membangun
pengetahuan serta lebih memahami dalam merumuskan soal. Adapun
pembelajaran yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
pendekatan Problem Posing.
Pendekatan Problem Posing dalam penelitian ini adalah pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada kegiatan merumuskan soal secara
27
individu maupun kelompok sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal. Disini siswa harus berpikir dan bernalar,
menciptakan dan mengkomunikasikan ide-ide mereka untuk menyelesaikan
soal yang mereka buat, dengan menggunakan informasi yang tersedia untuk
menyelesaikan masalah serta memikirkan cara yang paling tepat dan masuk
akal dalam menyelesaikan soal yang telah mereka rumuskan.
Sebelum diberi perlakuan pembelajaran, peneliti terlebih dahulu
memberikan tes awal (pre-test) untuk mengetahui kemampuan awal siswa.
Lalu kemudian hasil pre-test tersebut dianalisis, setelah didapat data normal,
maka penelitian dilanjutkan dengan memberikan perlakuan dengan
menggunakan pendekatan Problem Posing, adapun materi yang diberikan
adalah pengukuran. Selanjutnya, pada akhir pembelajaran diberikan post-test
untuk mengetahui sejauh mana tingkat penyerapan dan keberhasilan siswa
setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan Problem
Posing. Melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Problem
Posing ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Setelah selesai dilaksanakan data dianalisis, tahap
terakhir adalah penarikan kesimpulan.
D. Hipotesis Penelitian
Menurut Arikunto (2010: 112), hipotesis merupakan pernyataan yang
penting kedudukannya dalam penelitian. Hipotesis adalah jawaban sementara
yang diajukan dalam penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ada pengaruh yang signifikan
28
pendekatan problem posing terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 6
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Menurut Arikunto (2010:203), metode penelitian adalah cara yang
digunakan peneliti dalam mengumpul data peneliti. Metode penelitian
pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang
valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang
pendidikan.
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian yang
digunakan adalah metode eksperimen yang mempunyai ciri khas menggunakan
kelas kontrol sebagai dasar untuk membandingkan dengan kelompok yang
dikenai perlakuan eksperimental.
Dalam penelitian ini, terdapat dua kelompok sampel yaitu kelompok
eksperimen yang akan diberikan perlakuan pembelajaran dengan pendekatan
problem posing dan satu kelompok kontrol diberi perlakuan dengan ceramah,
diskusi dan tanggung jawab. Sebelum mengadakan eksperimen akan dilakukan
29
pre-test pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Setelah diberikan perlakuan,
akan diadakan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
desain pretest-postest control group design. Menurut Arikunto (2010:125)
desain penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 3.1.
Pretest-Postest Control Group Design
Kelompok (Pre-test) Perlakuan (Post-test)
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O1 - O2
Keterangan:
X = Pembelajaran dengan pendekatan problem posing
- = Perlakuan pembelajaran menggunakan pembelajaran ceramah dan
tanya jawab
O1 = Pretest
O2 = Posttes
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah:
1) Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya (Sugiyono, 2012:4). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah pendekatan problem posing.
2) Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012:4). Variabel terikat
30
dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa setelah mengikuti
pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan problem posing.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sudjana (2005:6), populasi adalah totalitas semua nilai yang
mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun
kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan
yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.
Dengan demikian populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas X di SMA Negeri 6 Lubuklinggau, sebanyak 207 siswa yang terdiri
dari 6 kelas pada tahun 2015/2016. Secara rinci populasi penelitian dapat
dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut :
Tabel 3.2
Populasi Penelitian
Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 6 Lubuklinggau Tahun 2015/2016
2. Sampel
Sugiyono, (2012:62) menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pengambilan sampel
No. Kelas Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
1. X.1 19 16 35
2. X.2 19 16 35
3. X.3 16 19 35
3. X.4 16 18 34
5. X.5 17 18 35
6. X.6 16 17 33
Jumah 103 104 207
31
dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Simple
random sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara acak,
sampel yang diperoleh dinamakan sampel random. Cara pengambilan
sampel adalah dengan undian nomor urut pada populasi terdiri dari 6
kelas. Selanjutnya 6 kelas tersebut akan diundi untuk mendapatkan kelas
sampel. Undian pertama keluar dipilih sebagai kelas eksperimen dan
undian yang keluar kedua sebagai kelas kontrol. Tabel 3.3 berikut ini
menunjukkan kelas yang diambil sebagai sampel.
Tabel 3.3
Sampel Penelitian
No Kelompok Kelas Jumlah Siswa
1 Eksperimen X.2 35
2 Kontrol X.1 35
C. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hasil belajar setelah
diterapkan pendekatan problem posing. Teknik pengumpulan data yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Arikunto (2010:193),
menyatakan tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain
yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Teknik
tes digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tes tertulis,
instrumen yang digunakan adalah soal tes. Tes yang digunakan untuk
mengukur data tentang hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol yang digunakan berbentuk essay. Tes dilakukan dua kali yaitu
32
pada saat tes awal (pretest) dan tes akhir (postest), dimana tes ini
digunakan untuk menilai kemampuan siswa sebelum dan sesudah diberi
perlakuan dengan menggunakan pendekatan problem posing.
D. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini setelah data diperoleh, maka selanjutnya
dilakukan analisis data yaitu:
1. Menentukan Nilai Rata-rata dan Simpangan Baku
Menurut Sudjana (2005:67) , nilai rata-rata dan simpangan
baku diambil dari tes awal dan tes akhir, untuk semua hasil belajar
kelas eksperimen maupun kontrol dengan rumus:
𝑥 = 𝑓𝑖 𝑥𝑖
𝑓𝑖
Keterangan:
= Nilai rata-rata sampel
fi = Frekuensi
xi = Titik tengah nilai tes
Keterangan:
s = Simpangan baku
xi = Titik tengah nilai tes
= Nilai rata-rata sampel
N = Banyaknya siswa dalam sampel
fi = Frekuensi
2. Uji Normalitas
x
1
)( 2
n
xxfs
ii
x
33
Menurut Sugiyono (2012:107), uji normalitas digunakan
untuk mengetahui kenormalan data, untuk menghitung uji normalitas
dengan menggunakan rumus :
k
i h
h
f
ff
1
2
02 )(
Keterangan :
χ2 = Harga Chi-kuadrat yang dicari
f0 = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
Kriteria pengujian sebagai berikut:
Jika χ2
hitung ≥ χ 2
tabel, artinya distribusi data tidak normal dan,
Jika χ2
hitung < χ 2
tabel, artinya data berdistribusi normal.
3. Uji Homogenitas
Menurut Sudjana (2005:249-250), uji homogenitas antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dimaksudkan untuk
mengetahui keadaan varians kedua kelompok sama ataukah berbeda.
Uji statistik menggunakan uji varians (F), dengan rumus:
F = 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 atau,
F = 𝑆1
2
𝑆22
Keterangan:
S12 = Varians terbesar
S22 = Varians terkecil
34
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
Jika Fhitung < Ftabel, berarti homogen.
Jika Fhitung ≥ Ftabel, berarti tidak homogen.
4. Uji Hipotesis
Menurut Sudjana (2005:239-241), Pengujian hipotesis
mengarahkan kepada suatu kesimpulan menerima atau menolak
hipotesis tersebut. Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji
kesamaan dua rata-rata. Jika kedua kelompok data berdistribusi
normal dan bervarian homogen maka uji t, dengan rumus:
t = x
1− x
2
𝑠 1
𝑛1+
1
𝑛2
dengan,
s2 =
𝑛1− 1 𝑠12+ 𝑛2−1 𝑠2
2
𝑛1+ 𝑛2− 2
Keterangan:
t = Perbedaan rata-rata kedua sampel
𝑥 1 = Nilai rata-rata kelompok eksperimen
𝑥 2 = Nilai rata-rata kelompok kontrol
n1 = Banyak sampel kelompok eksperimen
n2 = Banyak sampel kelompok kontrol
s1 = Varians kelas eksperimen
s2 = Varians kelas kontrol
s = Simpangan baku
dan hipotesis statistik yang akan kita uji adalah:
H0 = Rata-rata nilai kelas eksperimen kurang dari atau sama dengan
rata-rata nilai kelas kontrol (μ1 ≤ 𝜇2).
35
Ha = Rata-rata nilai kelas eksperimen lebih daripada nilai rata-rata
kelas kontrol (μ1 > 𝜇2).
Kriteria pengujian:
Jika thitung ttabel maka H0 diterima dan Ha ditolak
Jika thitung > ttabel maka Ha diterima dan H0 ditolak
Namun, jika kedua data berdistribusi normal dan tidak
homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t (t’) dengan
rumus:
t’ =
x 1− x 2
𝑠1
2
𝑛1+
𝑠22
𝑛2
Keterangan :
1x = Nilai rata-rata kelompok eksperimen
2
x = Nilai rata-rata kelompok kontrol
n1 = Banyak sampel kelompok eksperimen
n2 = Banyak sampel kelompok kontrol
s1 = Varians kelas eksperimen
s2 = Varians kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian adalah terima hipotesis H0 jika:
−𝑊1 𝑡1+ 𝑊2 𝑡2
𝑊1+ 𝑊2< 𝑡 ′ <
𝑤1 𝑡1+ 𝑤2 𝑡2
𝑤1 + 𝑤2 dengan,
w1 = 𝑠1
2
𝑛1 , w2 =
𝑠22
𝑛2 ,
t1 = t (1 −1
2𝛼), 𝑛1 − 1 , dan 𝑡2 = 𝑡 1 −
1
2 𝛼 , 𝑛2 − 1
E. Pertanggung Jawaban Penelitian
1. Validitas Instrumen
36
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid
atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang
kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah (Arikunto, 2010:
211). Menurut Sugiyono (2012:348), menyatakan instrumen yang valid
berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
hendak diukur. Untuk mengetahui validitas butir soal, uji ketepatan
dilakukan dengan menggunakan metode pearson product moment dengan
rumus yang dikemukakan oleh Arikunto (2010:213):
2222 )()(
)()(
YYNXXN
YXXYNrxy
Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
= Skor total dari keseluruhan butir masing-masing responden
X = Skor butir soal masing-masing responden
N = Banyak sampel
Klasifikasi besarnya koefisien korelasi menurut Guilford
(dalam Suherman dan Sukjaya, 1990:147), dapat dilihat pada Tabel
3.4.
Tabel 3.4.
Kriteria Validitas
Rentang Korelasi Kriteria
rxy ≤ 0,00 Tidak valid
0,00 < rxy ≤ 0,20 Validitas sangat rendah
0,20 < rxy ≤ 0,40 Validitas rendah
0,40 < rxy ≤ 0,60 Validitas sedang
0,60 < rxy ≤ 0,80 Validitas tinggi
0,80 < rxy ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi
Untuk menentukan keberartian dari koefisien validitas
diperlukan uji-t yang dikemukakan Sudjana (2005:230), yaitu :
Y
37
𝑡𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑟𝑥𝑦 𝑛−2
1−𝑟𝑥𝑦2
Keterangan:
n = Banyak data
r = Korelasi
t = Distribusi student
Distribusi pada (Tabel t) untuk α = 0,05 dan derajad kebebasan
(dk = n-2). Kriteria pengujiannya adalah jika thitung > ttabel berarti
instrumen dikatakan valid sebaliknya thitung ≤ ttabel berarti instrumen
tidak valid. Setelah hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan
rumus di atas, maka diperoleh hasil seperti yang terdapat pada tabel
3.5 di bawah ini :
Tabel 3.5
Hasil Analisis Validitas Butir Soal
No. Soal Nilai rxy thit ttabel Keterangan
1. 0,82 6,40 2,086 Valid
2. 0,36 1,724 2,086 Tidak Valid
3. 0,85 7,20 2,086 Valid
4. 0,88 8,28 2,086 Valid
5. 0,83 6,64 2,086 Valid
6. 0,13 0,58 2,086 Tidak Valid
7. 0,16 0,72 2,086 Tidak Valid
8. 0,74 4,91 2,086 Valid
9. 0,83 6,64 2,086 Valid
ttabel ditentukan dengan signifikan untuk α = 0,05 dan dk = 22-2 =
20, dengan uji dua pihak, maka diperoleh ttabel = 2,086. Berdasarkan
analisis di atas maka soal yang valid berjumlah 6 soal.
2. Uji Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2012:348), instrumen yang reliabel berarti
instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek
38
2
1
2
11 11
b
k
kr
yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Sedangkan menurut
Arikunto (2010:221), reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian
bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat
digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik. Uji reabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan
rumus alpha, sebagai berikut:
Keterangan :
𝑟11 = Reliabilitas instrumen
k = Jumlah item atau banyaknya soal 2
is = Jumlah varians skor stiap butir soal
2
ts = Varians skor total
Menurut Suherman dan Sukjaya (1990:177) , Dengan besarnya
varians skor total ditentukan dengan rumus :
=
Menurut Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990: 177)
koefisien reliabilitas dinyatakan dengan r11. Interprestasi yang lebih
rinci mengenai nilai r11 tersebut dibagi kedalam kategori-kategori, dapat
dilihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6.
Derajat Reliabilitas
Rentang Korelasi Kriteria Reliabilitas
r11 ≤ 0,20 Derajat relibilitas sangat rendah
n
n
xx
i
i
2
2 )( 2
is
39
0,20 < r11 ≤ 0,40 Derajat relibilitas rendah
0,40 < r11 ≤ 0,60 Derajat relibilitas sedang
0,60 < r11 ≤ 0,80 Derajat relibilitas tinggi
0,80 < r11 ≤ 1,00 Derajat relibilitas sangat tinggi
Setelah hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan rumus Alpha
di atas, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,84 (terlampir) yang berarti
soal tes tersebut mempunyai derajat reliabilitas sangat tinggi sehingga
dapat dipercaya sebagai alat ukur.
3. Daya pembeda
Menurut Suherman dan Sukjaya, daya pembeda dari sebuah
butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan suatu butir tersebut
untuk membedakan setiap butir soal. Angka yang menunjukkan
besarnya daya pembeda disebut juga indeks dekriminasi (daya
pembeda). Untuk menghitung daya pembeda setiap butir soal essay
digunakan rumus:
Keterangan :
= Indeks daya pembeda
= Jumlah skor kelompok atas
= Jumlah skor kelompok bawah
SIA = Jumlah skor ideal kelompok (kelompok atas atau bawah)
Klasifikasi interprestasi untuk daya pembeda menurut
Suherman dan Sukjaya (1990:202) dapat dilihat pada Tabel 3.7.
DP
AJS
BJS
A
BA
SI
JSJSDP
40
Tabel 3.7.
Klasifikasi Daya Pembeda Rentang Korelasi Kriteria
DP ≤ 0,00 Sangat Jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Sedang
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Hasil perhitungan analisis tingkat daya pembeda uji coba instrumen
dapat dilihat pada tabel 3.8.
Tabel 3.8.
Hasil Analisis Daya Pembeda Tes Uji Coba Instrumen
No. Soal JSA JSB SIA DP Keterangan
1. 22 12 22 0,45 Baik
2. 40 19 132 0,15 Jelek
3. 94 22 132 0,54 Baik
4. 86 44 99 0,42 Baik
5. 99 43 110 0,50 Baik
6. 59 56 110 0,02 Jelek
7. 35 31 44 0,09 Jelek
8. 24 2 33 0,66 Baik
9. 115 41 121 0,61 Baik
Perhitungan analisis daya pembeda butir soal uji coba instrumen
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.
4. Tingkat Kesukaran
Menurut Suherman dan Sukjaya (1990:213), tingkat
kesukaran adalah kemampuan tes tersebut dalam menjaring
banyaknya siswa peserta tes yang mengerjakan dengan benar. Jika
banyak siswa peserta tes yang dapat menjawab dengan benar maka
tingkat kesukaran tes tersebut tinggi. Sebaliknya jika hanya sedikit
dari siswa yang dapat menjawab dengan benar maka tingkat
41
kesukarannya rendah. Untuk menghitung tingkat kesukaran butir soal,
dapat menggunakan rumus:
Keterangan:
IK = Indeks kesukaran
JBA = Jumlah skor kelompok atas
JBB = Jumlah skor kelompok bawah
JSA = Jumlah skor ideal kelompok atas
JSB = Jumlah skor ideal kelompok bawah
Klasifikasi interprestasikan tingkat kesukaran menurut
Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990: 213) dapat dilihat pada
Tabel 3.9.
Tabel 3.9.
Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Rentang Korelasi Kriteria
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar
0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang
0,70 < IK < 1,00 Soal mudah
IK = 1,00 Soal terlalu mudah
Setelah uji coba dianalisis dengan menggunakan rumus di
atas, maka diperoleh hasil seperti yang terdapat pada tabel 3.10 di
bawah ini (selengkapnya pada lampiran B).
Tabel 3.10
Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Uji Coba Instrumen
No. Soal JSA JSB SIA SIB IK Keterangan
1. 22 12 22 22 0,77 Mudah
2. 40 19 132 132 0,22 Sukar
3. 94 22 132 132 0,43 Sedang
4. 86 44 99 99 0,65 Sedang
5. 99 43 110 110 0,64 Sedang
6. 59 56 110 110 0,52 Sedang
7. 35 31 44 44 0,78 Mudah
BA
BAK
SISI
JBJBI
42
8. 24 2 33 33 0,39 Sedang
9. 115 41 121 121 0,64 Sedang
Perhitungan analisis tingkat kesukaran butir soal uji coba instrumen
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B. Berdasarkan analisis tes uji
coba, maka rekapitulasi hasil tes uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.11
sebagai berikut:
Tabel 3.11
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen
No. Validitas Daya Pembeda
Tingkat
Kesukaran Keterangan
Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori
1. 0,82 S. Tinggi 0,45 Baik 0,77 Mudah Digunakan
2. 0,36 S. Rendah 0,15 Jelek 0,22 Sukar T.Digunakan
3. 0,85 S. Tinggi 0,54 Baik 0,43 Sedang Digunakan
4. 0,88 S. Tinggi 0,42 Baik 0,65 Sedang Digunakan
5. 0,83 S. Tinggi 0,50 Baik 0,64 Sedang Digunakan
6. 0,13 S. Rendah 0,02 Jelek 0,52 Sedang T.Digunakan
7. 0,16 S. Rendah 0,09 Jelek 0,78 Mudah T.Digunakan
8. 0,74 Tinggi 0,66 Baik 0,39 Sedang Digunakan
9. 0,83 S. Tingga 0,61 Baik 0,64 Sedang Digunakan
Berdasarkan rekapitulasi pada Tabel 3.11, maka soal yang akan
digunakan untuk tes adalah soal yang memenuhi syarat validitas, daya
pembeda, dan tingkat kesukaran yang baik. Dari 9 soal yang diujikan,
ada 6 soal yang dipakai dan 3 soal yang tidak dipakai sebagai instrumen
dalam penelitian, soal yang dipakai pada penelitian ini adalah soal nomor
1,3,4,5,8 dan 9.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Lubuklinggau pada
semester genap tahun pelajaran 2015/2016, dengan menggunakan dua kelas
sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen yaitu
kelas X.2, proses pembelajaran menggunakan pendekatan Problem Posing
sedangkan pada kelas kontrol, yaitu kelas X.1 menggunakan pembelajaran
ceramah dan tanya jawab. Pada pelaksanaan penelitian peneliti bertindak
sebagai pengajar. Adapun uraian materi yang dibahas adalah pengukuran.
Pada penelitian ini jumlah pertemuan tatap muka yang dilakukan
adalah sebanyak empat kali pertemuan, yang dilaksanakan pada tanggal 11
Agustus 2015 sampai dengan 11 September 2015, dengan rincian satu kali
pemberian pre-test, dua kali proses pembelajaran, dan satu kali post-test.
Pelaksanaan pre-test untuk kelas eksperimen dilakukan pada tanggal 20
Agustus 2015 diikuti 35 siswa, dilanjutkan dua kali proses pembelajaran
dengan menggunakan problem posing yang dilaksanakan 27 Agustus 2015
dan 3 September 2015. Kemudian, pada kelas eksperimen diberikan post-test
yang dilaksanakan pada tanggal 10 September 2015 diikuti 35 siswa.
Sedangkan, pada kelas kontrol pre-test dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus
2015 diikuti 35 siswa, dilanjutkan dengan dua kali proses pembelajaran
dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab yang dilaksanakan
pada tanggal 25 Agustus 2015 dan 1 September 2015 dan terakhir
pelaksanaan post-test dilaksanakan pada tanggal 8 September 2015 diikuti 35
siswa.
44
1. Deskripsi dan Analisis Data Tes
a. Kemampuan Awal Siswa (pre-test)
Kemampuan awal siswa merupakan kemampuan awal yang
dimiliki siswa sebelum mengikuti proses belajar mengajar pada materi
listrik dinamis. Kemampuan ini diukur dengan memberikan pre-test
(tes awal) tentang penguasaan pengukuran yang berjumlah enam butir
soal berbentuk essay kepada seluruh sampel baik kelas eksperimen
maupun kelas kontrol.
Dari hasil perhitungan data yang diperoleh dari pre-test (tes
awal) dapat dikemukakan rekapitulasi skor rata-rata (𝑥 ), dan
simpangan baku (s) yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Rekapitulasi hasil Pre-Test
No Uraian Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
1 Rentang nilai 53 47
2 Nilai rata-rata 28,82 25,15
3 Simpangan baku 11,08 10,68
4 Nilai terkecil 4 2
5 Nilai terbesar 57 49
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa skor rata-rata
kelas eksperimen 28,82 dengan simpangan baku 11,08 sedangkan
kelas kontrol skor rata-rata 25,15 dengan simpangan baku 10,68. Dari
data menunjukkan selisih skor rata-rata tes awal kelas eksperimen dan
kelas kontrol adalah sebesar 3,67. Sedangkan selisih simpangan baku
kedua kelas tersebut adalah sebesar 0,4. Data tersebut menunjukkan
45
bahwa kemampuan awal kelas eksperimen relatif sama (homogen)
dengan kemampuan awal kelas kontrol, sehingga dapat dilanjutkan
dengan melaksanakan pembelajaran pada kedua kelas tersebut yaitu
kelas eksperimen dengan menerapkan pendekatan Problem Posing
dan kelas kontrol dengan menerapkan pembelajaran ceramah dan
tanya jawab pada materi pengukuran.
b. Kemampuan Akhir Siswa (post-test)
Kemampuan akhir siswa diukur dengan memberikan post-test
dengan soal yang sama diberikan pada pre-test setelah siswa
mengikuti proses belajar mengajar, tes ini diberikan untuk
mengetahui sejauh mana hasil belajar siswa setelah mengikuti
pembelajaran yang diterapkan baik pada kelas eksperimen maupun
kelas kontrol. Dari hasil perhitungan data yang diperoleh dari tes
akhir dapat dikemukakan rekapitulasi skor rata-rata (𝑥 ), dan
simpangan baku (s) yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Rekapitulasi Hasil Post-Test
No Uraian Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
1 Rentang nilai 47 41
2 Nilai rata-rata 71,78 59,6
3 Simpangan baku 12,04 11,80
4 Nilai terkecil 42 42
5 Nilai terbesar 89 83
46
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa skor rata-rata
kelas eksperimen 71,78 dengan simpangan baku 12,04 sedangkan
kelas kontrol skor rata-rata 59,6dengan simpangan baku 11,08. Jika
dilihat dari skor rata-rata tes akhir kelas eksperimen 71,78
dibandingkan dengan skor rata-rata tes akhir kelas kontrol 59,6
telihat bahwa hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
dengan pendekatan Problem Posing lebih besar.
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam panelitian ini adalah “Ada pengaruh
pendekatan Problem Posing terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X
SMA Negeri 6 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016”. Namun sebelum
melakukan uji hipotesis tersebut, perlu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas varians dari hasil tes awal dan tes akhir pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
a. Uji Normalitas
1) Uji Normalitas Data Pre-Test
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kenormalan data
masing-masing kelompok. Berdasarkan ketentuan perhitungan
statistik tentang uji normalitas data dengan tingkat kepercayaan 𝛼 =
0,05, jika 𝑥2hitung < 𝑥2
tabel maka data berdistribusi normal. Dari hasil
uji normalitas data tes awal untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
47
dapat dilihat pada Tabel 4.3. Sedangkan perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran C.
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Hasil Pre-Test
Kelas 𝑥2hitung Dk 𝑥2
tabel Kesimpulan
Eksperimen 6,88 5 11,07 Normal
Kontrol 1,36 5 11,07 Normal
Kelas eksperimen di dapat nilai 𝜒𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 = 6,88 dan pada kelas
kontrol di dapat nilai 𝜒𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 = 1,36. Berdasarkan ketentuan
perhitungan statistik mengenai uji normalitas data dengan taraf
kepercayaan α = 0,05, jika 𝜒𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 < 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
2 , maka data nilai pre-test
(tes awal) kedua kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi normal.
Gambar 4.1 dan 4.2 adalah kurva uji normalitas untuk kelas
eksperimen dan kontrol :
Gambar 4.1 kurva uji normalitas eksperimen pre-test
0,0595
0,1838
0,305
0,2719
0,1301
0,0335
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
-3 -2 -1 0 1 2
Pre-test
48
Gambar 4.2 kurva uji normalitas kontrol pre-test
2) Uji Normalitas Data Post-test
Berdasarkan ketentuan perhitungan statistik tentang uji normalitas
data dengan tingkat kepercayaan 𝛼 = 0,05, jika 𝜒𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2 < 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
2
maka data berdistribusi normal. Dari hasil uji normalitas data tes akhir
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas Nilai Post-Test
Kelas 𝜒𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 Dk 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
2 Kesimpulan
Eksperimen 5,41 5 11,07 Normal
Kontrol 7,52 5 11,07 Normal
Berdasarkan 4.4 dapat dilihat bahwa nilai 𝜒𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 data post-test
(tes akhir) untuk kelas eksperimen sebesar 5,41 dan kelas kontrol
sebesar 7,52. Berdasarkan ketentuan perhitungan statistik mengenai
uji normalitas data dengan taraf kepercayaan α = 0,05, jika
𝜒𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 < 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
2 , maka data nilai post-test (tes akhir) kedua kelas
eksperimen dan kontrol berdistribusi normal. Gambar 4.3 dan
0,0582
0,1668
0,2691 0,2714
0,1563
0,0527
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
-3 -2 -1 0 1 2
Pre-test
49
Gambar 4.4 adalah kurva uji normalitas untuk kelas eksperimen dan
kelas kontrol :
Gambar 4.3 kurva uji normalitas eksperimen post-test.
Gambar 4.4 kurva uji normalitas kontrol post-test.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data pada
kedua kelas sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.
Berdasarkan hasil penghitungan statistik tentang uji homogenitas, jika
Fhitung < Ftabel , maka varians dari kelas eksperimen dan kelas kontrol
0,0262
0,0868
0,1825
0,25420,2324
0,1411
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
-3 -2,5 -2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1
Post-test
0,1106
0,1858
0,2354
0,2019
0,1269
0,0547
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
-2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2
Post-test
50
adalah homogen. Uji homogenitas varians tes awal dan tes akhir pada
taraf kepercayaan α = 0,05 dapat dilihat pada Tabel 4.5. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.
Tabel 4.5
Hasil Uji Homogenitas Skor Pre-Test dan Post-Test
Fhitung Dk Ftabel Kesimpulan
Tes Awal 1,18 35;35 1,85 Homogen
Tes Akhir 1,07 35;35 1,85 Homogen
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa varians kedua
kelompok yang dibandingkan pada tes awal adalah homogen karena
Fhitung < Ftabel, sama dengan varians kedua kelompok yang
dibandingkan pada tes akhir adalah homogen karena Fhitung < Ftabel
pada taraf kepercayaan α = 0,05.
c. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji homogenitas,
maka kedua kelompok data pre-test dan post-test adalah normal
dan homogen. Dengan demikian, uji kesamaan dua rata-rata antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk data tes awal dan akhir
menggunakan rumus uji-t. Hipotesis statistik yang diuji dalam
perhitungan uji-t untuk pre-test dan post-test adalah :
H0 = Rata-rata nilai kelas eksperimen kurang dari atau sama dengan
rata-rata nilai kelas kontrol (μ1 ≤ 𝜇2).
Ha = Rata-rata nilai kelas eksperimen lebih daripada nilai rata-rata
kelas kontrol (μ1 > 𝜇2).
51
Hasil uji-t untuk tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada Tabel 4.6
Tabel 4.6
Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Skor Pre-Test dan Post-Test
thitung ttabel Kesimpulan
Tes Awal 1,53 2,00 Ho diterima
Tes Akhir 4,79 1,67 Ho ditolak
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa hasil perhitungan uji-t pada
kemampuan awal siswa menunjukkan kemampuan awal yang sama
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol karena thitung < ttabel yaitu
1,53 < 2,00 pada taraf kepercayaan 0,05 artinya Ho diterima. Hasil
analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.
Setelah diberikan pembelajaran yang berbeda pada kedua kelas
sampel terjadi peningkatan nilai hasil belajar siswa. Kelas eksperimen
diberikan dengan menerapkan pendekatan Problem Posing, sedangkan
pada kelas kontrol diberikan pembelajaran dengan ceramah dan tanya
jawab.
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t tentang kemampuan akhir
menunjukkan bahwa thitung > ttabel yaitu 4,79 > 1,67 yang menunjukkan
bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen lebih besar dari niai rata-rata
kelas kontrol, sehingga hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini
menyatakan bahwa hasil belajar siswa yang menerapkan pendekatan
Problem Posing meningkat lebih besar daripada hasil belajar siswa
yang menerapkan pembelajaran ceramah dan tanya jawab. Dengan
kata lain, ada pengaruh pendekatan Problem Posing terhadap hasil
belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau Tahun
52
Pelajaran 2015/2016. Untuk melihat hasil dari pre-test dan post-test
pada kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat gambar di bawah ini:
Gambar 4.5 nilai rata-rata pre-test dan post-test
B. Pembahasan Penelitian
Penelitian yang telah dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 6
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016 dapat dilihat dari perbandingan
hasil pre-test (tes awal) dan post-test (tes akhir) yang diberikan sebelum
dan setelah melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada kedua kelas
sampel.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu Apakah ada
pengaruh pendekatan problem posing terhadap hasil belajar fisika siswa
kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016?
Penelitian ini dilakukan pada dua kelas sebagai sampel yaitu kelas X2
(eksperimen) dan X1 (kontrol). Peneliti juga menggunakan kelas XI IPA 3
SMA Negeri 6 Lubuklinggau untuk pengujian instrumen tes pada tanggal
11 Agustus 2015. Kemudian kedua kedua kelas diberi perlakuan yang
berbeda, yaitu kelas eksperimen diberi perlakuan dengan menggunakan
pendekatan problem posing. Pendekatan problem posing adalah
0
20
40
60
80
Pre-test Post-test
Eksperimen
Kontrol
53
pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kegiatan merumuskan
soal secara individu maupun kelompok sehingga dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal. Sedangkan kelas kontrol
diberi perlakuan dengan pembelajaran dengan metode ceramah dan tanya
jawab.
Pada kelas eksperimen, menggunakan pendekatan Problem Posing,
disini siswa dibagi secara heterogen yang terdiri dari 6 sampai 7 orang,
kemudian setelah guru menyampaikan materi pembelajaran siswa diminta
membuat masalah yaitu dengan membuat soal dari materi yang telah
disampaikan sebelumnya dan ditulis pada lembar Problem Posing 1,
setelah itu soal yang telah dibuat dilimpahkan pada kelompok lain untuk
mencari jawaban dari soal tersebut secara berdiskusi dan ditulis pada
lembar Problem Posing 2. Dengan catatan masing-masing kelompok yang
membuat soal sudah mengetahui jawabannya juga. Sehingga setiap
kelompok bisa saling bekerja keras untuk menemukan jawaban, tidak
hanya membuat soal saja.
Setelah selesai setiap kelompok menyerahkan soal pertanyaan dan
jawaban pertanyaan kepada guru, kemudian guru memberi kesempatan
pada setiap kelompok untuk mempresentasikan pertanyaan yang telah
dibuatnya pada kelompok lain. Sehingga terjadinya diskusi menarik antara
kelompok-kelompok menyangkut pertanyaan yang telah dibuatnya dan
jawaban yang paling tepat untuk mengatasi pertanyaan-pertanyaan yang
bersangkutan. Terakhir guru menanggapi hasil jawaban yang tepat dan
memberikan kesimpulan.
54
Pada pertemuan kedua pelaksanaan pembelajaran, tidak jauh berbeda
dengan kondisi pada pertemuan pertama pada kelas eksperimen tetap
menggunakan pendekatan Problem Posing dan pada kelas kontrol
menggunakan pembelajaran dengan ceramah dan tanya jawab, disini
mereka pun sudah lebih memahami proses pelaksanaan pembelajaran
tersebut, sehingga peneliti menjadi lebih mudah untuk mengarahkannya.
Dari hasil analisa data pre-test (tes awal) skor rata-rata kelas
eksperimen dan kelas kontrol tidak terdapat perbedaan yang jauh. Hal ini
berarti kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama sebelum
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan memberikan perlakuan
yang berbeda. Selanjutnya, dilaksanakan pembelajaraan dengan
menerapkan pendekatan Problem Posing pada kelas eksperimen dan
pembelajaran dengan metode ceramah dan tanya jawab pada kelas kontrol,
kemudian diberikan tes akhir untuk mengetahui hasil belajar siswa pada
kedua kelas tersebut.
Berdasarkan hasil analisa data post-test (tes akhir) yang telah
diberikan kepada siswa kelas ekperimen dan kelas kontrol terlihat bahwa
kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran fisika dengan
menggunakan pendelatan Problem Posing lebih baik daripada hasil belajar
siswa kelas kontrol dengan pembelajaran metode ceramah dan tanya
jawab. Hal ini terlihat dari rata-rata tes akhir hasil belajar fisika siswa
kelas eksperimen memperoleh nilai sebesar 71,78 dan simpangan baku
12,04. Sementara kelas kontrol setelah diberi perlakuan dengan metode
55
ceramah diperoleh skor rata-rata tes akhir sebesar 59,6 dan simpangan
baku 11,08.
Dengan demikian skor rata-rata kelas eksperimen lebih besar dari
skor rata-rata kelas kontrol. Ini berarti bahwa hasil belajar kelas
eksperimen yang menerapkan pendekatan Problem Posing dapat
meningkat lebih besar daripada hasil belajar kelas kontrol dengan
menerapkan pembelajaran dengan metode ceramah dan tanya jawab.
Peran guru dalam kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan
Problem Posing ini adalah sebagai fasilitator bagi siswa dalam
menemukan pengetahuan yang harus dimiliki siswa. Guru membimbing,
mengarahkan dan memotivasi siswa dalam setiap kelompok serta
merangsang keaktifan siswa untuk belajar mandiri menemukan
pengetahuan yang baru. Hal ini membantu siswa memahami dan
mengingat pengetahuan yang didapatnya dan bertahan lebih lama dalam
ingatannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kelas X SMA
Negeri 6 Lubuklinggau, hasil belajar menggunakan pembelajaran dengan
metode ceramah dan tanya jawab lebih kecil dibandingkan dengan hasil
belajar menggunakan pendekatan Problem Posing. Pembelajaran dengan
metode ceramah dan tanya jawab ternyata memiliki kelemahan dimana
kegiatan belajar lebih berpusat pada guru, siswa hanya menerima apa yang
guru jelaskan. Saat diberi kesempatan mereka malas bertanya karena
mereka terbiasa hanya menerima materi yang dijelaskan guru, walaupun
mereka belum mengerti. Hal ini disebabkan mereka sama sekali tidak
56
termotivasi dan tidak tertantang untuk belajar, sehingga tidak tertarik
dengan apa yang dijelaskan oleh guru. Keadaan demikian membuat situasi
belajar menjadi tidak kondusif dan siswa menjadi pasif.
Selanjutnya hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti yang
berjudul “Pengaruh Pendekatan Problem Posing terhadap Hasil Belajar
Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2015/2016” dalam hal ini memberikan informasi bahwa hasil analisis data
tes awal melalui uji-t dengan taraf kepercayaan α = 0,05 didapat hasil thitung
= 1,53 dan ttabel = 2,00 sehingga thitung < ttabel. Kemudian hasil analisis data
tes akhir melalui uji-t dengan taraf kepercayaan α = 0,05 didapat hasil
thitung = 4,79 dan ttabel = 1,67 sehingga thitung > ttabel. Dengan demikian ada
pengaruh pendekatan Problem Posing terhadap hasil belajar fisika siswa
kelas X SMA Negeri 6 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 30 hari yang
dilaksanakan dari tanggal 31 Juli sampai 31 Agustus 2015, dalam melakukan
penelitian ini dari awal hingga berakhirnya penelitian banyak hal yang
menjadi hambatan-hambatan atau keterbatasan dalam penelitian yang harus
dilewati dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. adapun hambatan peneliti
dalam melaksanakan penelitian ini adalah:
1. Kemampuan peneliti yang masih dalam tahap pembelajaran baik dalam
melakukan penelitian dan analisis data penelitian sehingga membutuhkan
waktu yang lama dalam mengolah data.
57
2. Keterbatasan waktu peneliti yang dapat digunakan untuk melaksanakan
penelitian ini hanya dua kali pertemuan.
3. Ketidaksiapan siswa mengubah kebiasaan dari mendengarkan dan
menerima informasi dari guru menjadi pembelajaran dengan banyak
berpikir dan memecahkan masalah sendiri atau kelompok, ini kadang-
kadang menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa.
4. Terbatasnya dana yang dapat digunakan dalam penelitian ini, dimana
peneliti harus mengeluarkan dana sendiri untuk kepentingan selama
penelitian berlangsung.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pengunaan
pendekatan Problem Posing terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA
Negeri 6 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2013/2014. Rata-rata hasil belajar tes
akhir kelas eksperimen sebesar 70,67 dan kelas kontrol sebesar 58,08. Jadi
terlihat bahwa hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
pendekatan Problem Posing.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, maka penulis
mengemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Guru diharapkan dapat lebih memotivasi siswa untuk lebih aktif sehingga
terjalin komunikasi yang baik antara siswa dengan siswa ataupun antara
guru dengan siswa.
2. Guru diharapkan lebih menguasai dan mengikuti perkembangan berbagai
pendekatan-pendekatan pembelajaran yang ada, salah satunya pendekatan
Problem Posing, yang merupakan solusi pembelajaran dalam upaya
meningkatkan pemahaman siswa dalam merumuskan soal-soal fisika.
3. Sekolah diharapkan dapat lebih meningkatkan mutu dan kualitas
pendidikan sebagai perbaikan dalam pembelajaran fisika.
59
4. Penelitian diharapkan dengan adanya pendekatan problem posing dapat
menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman sebagai seorang calon
guru.
60
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Aksara.
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
I. M. Astra, Umiatin, et al. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Problem
Posing Tipe Pre-Solution Posing Terhadap Hasil Belajar Fisika dan
Karakter Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 8 (2012)
135-143.
Mulyatiningsih, Endang. 2012. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Rusman. 2013. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung :
Alfabeta
Slameto. 2010. Belajar dan faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rhineka
Cipta.
Sudjana. 2004. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
----------. 2005. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suherman, Erman. & Sukjaya, Yaya. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rhineka Cipta.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidorjo : Masmedia Buana
Pustaka
Tim Pengembangan MKDP. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Rajawali Pers.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inivatif-Progresif: Konsep,
Strategi, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Bandung: Alfabeta.
61
---------. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan
Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Kencana.
Zahra Ghasempour, et al. 2013. Innovation in Teaching and Learning through
Problem Posing Tasks and Metacognitive Strategies. International Journal
of Pedagogical Innovations 1 (2013)
62
63
lxiv
lxiv