pengaruh penambahan pasir berpotensi likuifaksi...
TRANSCRIPT
Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018
ISBN: 978-602-60286-1-7 GT - 95
PENGARUH PENAMBAHAN PASIR BERPOTENSI LIKUIFAKSI PADA PUMICE
TERHADAP NILAI RASIO TEKANAN AIR PORI
Muhajirah1, Ahmad Rifa’i2 dan Agus Darmawan Adi3
1Jurusan Teknik Sipil, Universitas Mataram, Jl. Majapahit No. 62 Mataram
Email: [email protected] 2Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No.2 Yogyakarta
Email: [email protected] 3Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pumice atau batu apung merupakan material berpori yang berasal dari erupsi gunung berapi. Pumice
memiliki bentuk butiran subangular hingga surbround, dan memiliki permeabilitas kategori sedang
atau medium. Pumice berukuran pasir dicampur dengan pasir berpotesi likuifaksi untuk mengetahui
pengaruh persentase penambahan pasir terhadap perubahan tekanan air pori saat diberi beban siklik.
Pumice yang digunakan berasal dari Kota Mataram Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pumice ini
merupakan endapan vulkanik dari letusan Gunung Rinjani. Pasir diambil dari kali di Desa
Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Propinsi D.I. Yogyakarta. Saat terjadi
gempabumi Yogyakarta tahun 2006, fenomena likuifaksi terjadi di sekitar tempat pengambilan
material pasir di Maguwoharjo. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji triaksial siklik di
Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Gadjah Mada. Penentuan berat volume kering maksimum
dilakukan dengan menggunakan metode BS1377-4, yaitu material jenuh air dipadatkan dengan
menggunakan tamper. Persentase penambahan pasir pada pumice adalah 50% dari berat kering.
Sampel pumice, pasir, dan campuran pasir-pumice dibuat pada kerapatan relatif ( rD ) 30% dan diberi
tekanan kekang sebesar 100 kPa. Sampel diuji siklik pada frekuensi 1 Hz. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa peningkatan rasio kelebihan tekanan air pori pumice Mataram lebih besar dari
pasir Maguwo. Hal ini menunjukkan bahwa pumice Mataram memiliki potensi likuifaksi lebih besar
dibandingkan dengan pasir Maguwo yang pernah mengalami likuifaksi. Penambahan 50% pasir
Maguwo dapat mengurangi berpotensi likuifaksi pada pumice Mataram.
Kata kunci: likuifaksi, pumice, tekanan air pori, triaksial siklik
1. PENDAHULUAN
Likuifaksi merupakan salah satu dampak yang terjadi sesaat dan setelah gempabumi. Fenomena ini mengakibatkan
tanah kehilangan kekuatannya yang diikuti dengan longsoran tanah, penyebaran tanah arah lateral dan penurunan
tanah. Likuifaksi tanah umumnya terjadi pada endapan pasir lepas yang jenuh air. Menurut Ishihara dan Ansal
(1982), kerentanan likuifaksi terhadap endapan pasir sangat bergantung pada tingkat kerapatan pasir dan intensitas
guncangan selama gempabumi, atau dengan kata lain dua faktor ini adalah faktor utama yang mempengaruhi
terjadinya likuifaksi. Fenomena likuifaksi tanah mendapat perhatian serius setelah gempabumi melanda Niigata
(1964) dan Alaska (1964). Gempabumi Niigata terjadi pada tanggal 16 Juni 1964, memiliki magnitude sebesar 7,5
dan menyebabkan kerusakan berat pada beberapa struktur di Niigata. Salah satu kasus yang menjadi perhatian saat
terjadi gempabumi Niigata adalah runtuhnya pondasi tiang Showa Bridge dan runtuhnya apartemen di Kawagishi
Town (Bhattacharya, 2003).
Fenomena likuifaksi juga diamati saat gempabumi melanda Yogyakarta pada tahun 2006 dan gempabumi Padang
tahun 2009. Beberapa penyelidikan terhadap likuifaksi dilakukan setelah dua peristiwa ini. Akibat gempabumi
Yogyakarta tahun 2006, penyelidikan lapangan dilakukan untuk mengetahui karakteristik tanah situs yang
berpotensi mengalami likuifaksi (Soebowo, dkk., 2007; dan Muntohar, 2014), Kusumawardani, et al. (2014 dan
2016) melakukan uji laboratorium untuk memahami variabel-variabel yang memicu potensi likuifaksi clean sand
dari Yogyakarta. Penyelidikan terhadap likuifaksi tanah akibat gempa bumi Padang tahun 2009 dilakukan oleh
Hakam (2012), Hakam dan Darjanto (2013) Muntohar (2014), dan Istijono dan Hakam (2015).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, fenomena likuifaksi yang terjadi pada beberapa kasus di atas mengacu pada
material tanah yang tidak mudah hancur. Ada dua peristiwa likuifaksi yang pernah terjadi pada tanah mudah hancur.
GT - 96
ISBN: 978-602-60286-1-7
Pertama, pada tahun 1995 akibat gempabumi Hyogen-Nambu (Kobe) yang terjadi pada pada tanggal 17 Januari
dengan magnitude M6,9. Gempabumi Hyogen-Nambu mengakibatkan kerusakan yang terjadi pada fasilitas bandara
dan dermaga di Kobe Port Island dan Rokko Island. Menurut Hyodo (2000), kedua pulau ini merupakan daratan
hasil reklamasi dengan menggunakan tanah residual granit mudah hancur yang dikenal sebagai tanah Masado.
Fenomena likuifaksi juga terlihat pada tanah Shirasu saat terjadi gempabumi Kagoshima-ken Hokuseibu pada tahun
1997. Tanah vulkanik Shirasu merupakan tanah yang mudah hancur karena partikel tanahnya rapuh (Hyodo, et al.,
2000, dan Orense, et al., 2012). Beberapa peristiwa gempabumi pernah terjadi di Canterbury New Zealand dari
tahun 2010 hingga 2011. Gempabumi tersebut juga mengakibatkan kerusakan pada beberapa rumah penduduk
akibat likuifaksi tanah. Berdasarkan penyelidikan tanah yang dilakukan pada proyek-proyek konstruksi, di beberapa
lokasi sering ditemui adanya endapan pumice. Penelitian mengenai kontribusi pumice terhadap fenomena likuifaksi
dilakukan oleh Orense, et al. (2012) dan Liu, et al. (2015) dengan menggunakan pumice yang diambil dari sungai
Waikato.
Pumice atau biasa juga disebut batu apung adalah material yang keluar saat terjadi erupsi gunung berapi, dan
dilontarkan oleh gas pijar yang berkecepatan tinggi. Endapan pumice dapat dijumpai di beberapa tempat di daerah
Serang, Pulau Lombok dan Pulau Ternate. Muhajirah, dkk (2013 dan 2014) dalam penyelidikan lapangan dan
menemukan endapan pumice di sepanjang kedalam 12 m di dua tempat berbeda di Kota Mataram. Rahmat, H.
(2016) menjelaskan bahwa endapan vulkanik di Pulau Lombok merupakan hasil erupsi Gunung Rinjani sejak abad
ke-13. Agustawijaya dan Syamsuddin (2012), Meidji (2014), dan Suhaimi, dkk (2015) melakukan penelitian dan
memetakan tingkat resiko bencana akibat guncangan gempa di Kota Mataram. Potensi bahaya gempabumi di Pulau
Lombok berasal dari dua sumber gempa yang mengapit pulau ini, yaitu subduksi lempeng Indo-Australia di bagian
selatan dan patahan busur belakang (back arc up thrusting) di bagian utara (Mueck dan Spahn, 2013). Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui potensi bahaya gempa dengan mengevaluasi peningkatan tekanan air pori saat material
pumice menerima beban siklik. Menurut Lee et al. (2006), saat terjadi gempabumi Yogyakarta tahun 2006,
fenomena likuifaksi muncul di desa Maguwoharjo. Selanjutnya, pasir Maguwo digunakan sebagai material
pembanding dan bahan campuran. Alat uji triaksial siklik digunakan untuk mengevaluasi rasio peningkatan tekanan
air pori (ur) pada pumice Kota Mataram, dan pumice yang dicampur dengan pasir Maguwoharjo.
2. DASAR TEORI
Mekanisme likuifaksi
Untuk memahami konsep dasar mekanisme terjadinya likuifaksi, tinjau suatu elemen tanah di lapangan seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 1. Ketika tidak ada pengaruh gempabumi, tegangan vertikal efektif pada elemen tanah
adalah ’ atau sama dengan tegangan total (y), dan tegangan horisontal efektif dari elemen tanah sama dengan
y, dimana Komerupakan koefisien tekanan tanah saat diam (Das, 1993). Akibat adanya perambatan gelombang
geser selama terjadi gempabumi, elemen tanah menerima tegangan gesesr siklik (h) pada bidang horisontal secara
bergantian (arah negatif dan positif), sehingga memicu kenaikan tekanan air pori.
Gambar 1. Idealisasi komponen tegangan yang terjadi pada elemen tanah akibat beban gempa (Rascol, 2009)
Jika nilai tegangan total () tidak berubah, maka tekanan air pori (u) perlahan-lahan akan meningkat dan suatu saat
nilai tekanan air pori sama dengan nilai tegangan total. Pada saat nilai tegangan efektif sama dengan nol, pasir tidak
lagi memiliki kuat geser dan kondisinya berubah menjadi seperti cairan (liquefied). Persamaan (1) dapat
menjelaskan kasus ini, dengan meninjau tegangan efektif () tanah pada kedalaman tertentu,
GT - 97
ISBN: 978-602-60286-1-7
u' (1)
Dengan ' menggambarkan tegangan efektif, adalah tegangan total dan u adalah tekanan air pori.
Pada saat elemen tanah menerima beban gempa, ada dua kondisi yang dapat terjadi yaitu kondisi drained dan
kondisi undrained. Kondisi drained menyebabkan terjadinya perubahan volume pada elemen tanah, sedangkan
kondisi undrained menyebabkan terjadinya perubahan tekanan air pori pada elemen tanah. Pada kondisi undrained,
beban gravitasi dialihkan dari butiran tanah ke air pori. Untuk uji siklik di laboratorium, peningkatan kelebihan
tekanan air pori hingga mencapai nilai yang sama dengan tegangan kekang efektif dianggap sebagai initial
liquefaction. Peningkatan kelebihan tekanan air pori yang terjadi dapat digambarkan dalam persamaan rasio
kelebihan tekanan air pori seperti pada Persamaan (2) berikut (Rascoll, 2009),
'3
ru
u
(2)
Dimana u adalah kelebihan tekanan air pori (kPa), dan '3 menyatakan tegangan kekang efektif (kPa).
Dari Persamaan (2), initial liquefaction dianggap terjadi saat nilai ru sama dengan satu.
Salah satu uji laboratorium yang dapat memodelkan perubahan tekanan air pori saat elemen tanah menerima beban
gempa adalah triaksial siklik. Beberapa faktor dapat mempengaruhi nilai tahanan likuifaksi pasir yang diperoleh dari
uji triaksial siklik. Faktor-faktor ini meliputi: ukuran tengah butiran tanah, angka pori dan kerapatan relatif sampel,
metode persiapan sampel, ukuran sampel, bentuk fungsi pembebanan pada sampel, frekuensi beban yang digunakan
dan derajat kejenuhan sampel. Kitamura dan Hidaka (1988) meneliti pengaruh ukuran butiran terhadap tahanan
likuifaksi pasir Toyoura dan Shirasu. Mulilis, et al., (1976), Pathak dan Dalvi (2011), Kusumawardani, et al., (2014
dan 2016), serta Liu, et al., (2015) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kepadatan relatif sampel dan
metode persiapan sampel tanah terhadap jumlah siklik beban untuk menghasilkan initial liquefaction. Zulfikar
(2000) dan Kusumawardani, et al., (2014) meninjau frekuensi beban siklik terhadap peningkatan rasio tekanan air
pori. Arab, et al., (2011) melakukan penelitian pengaruh derajat kejenuhan pasir Hostun terhadap jumlah siklik yang
menghasilkan initial liquefaction. Pengaruh metode persiapan sampel terhadap tahanan siklik dapat dilihat pada
Gambar 2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mulilis, et al. (1976), untuk kerapatan relatif yang sama,
metode pluviated water dan pluviated air merupakan metode yang paling mudah untuk mendapatkan respon tanah
terhadap beban siklik. Sebaliknya, metode moist tamping memerlukan waktu yang lama bagi sampel untuk
merespon beban siklik.
Gambar 2. Pengaruh metode persiapan sampel terhadap kekuatan siklik (Mulilis, et al., 1976)
Pumice (batu apung)
Wesley (2010) mendeskripsikan pumice sebagai tanah residual yang tidak keras. Pumice adalah tanah vulkanik dan
memiliki sifat-sifat yang tidak biasa, merupakan produk erupsi dari gunung berapi yang sebagian besar mengandung
kwarsa. Karakteristik material ini dapat dilihat dari bentuk partikelnya; setiap partikel mengandung jaringan lubang-
GT - 98
ISBN: 978-602-60286-1-7
lubang halus yang rapat, beberapa diantaranya saling berhubugan dan terbuka ke permukaan, sedangkan yang
lainnya terisolasi secara keseluruhan di dalam bagian partikel tanah. Gambar 3 memperlihatkan partikel pumice.
Partikel pumice memiliki berat yang ringan, permukaan yang sangat kasar dan mudah hancur.
Gambar 3. Partikel pumice terdiri dari: 1) material padat, 2) rongga luar, 3) rongga dalam (Yildiz dan Soĝanci,
2012)
Penelitian tentang karakteristik geoteknik pumice dilakukan oleh Yildiz dan Soĝanci (2012) menggunakan pumice
dari wilayah Nevşehir City Turkey, dan Martks, et al., (1998) menggunakan pumice yang diambil dari Puni river di
Waikato New Zealand.
3. METODE PENELITIAN
Bahan penelitian
Pumice berukuran pasir yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Kecamatan Ampenan Kota Mataram
Propinsi Nusa Tenggara Barat, sedangkan pasir biasa berasal dari Desa Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten
Sleman Propinsi D.I. Yogyakarta.
Jenis pengujian dan alat
Keseluruhan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Prosedur pengujian yang digunakan pada penelitian ini sebagian besar
mengikuti standar prosedur ASTM, kecuali uji berat volume kering maksimum ( maksd ) dan minimum ( mind )
mengikuti Bristish Standard (BS). Uji pendahuluan yang dilakukan pada kedua material meliputi: uji kadar air (w),
uji berat spesifik ( sG ), uji berat volume tanah ( ), uji gradasi ukuran butiran, dan penentuan klasifikasi tanah
berdasarkan sistem USCS. Prosedur standar yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis pengujian dan prosedur standar yang digunakan
No. Jenis Pengujian Standar Pengujian
1. Uji kadar air, (w) ASTM D2216-10
2. Uji specific gravity ( sG ) ASTM D854-14
3. Uji gradasi ukuran butiran ASTM D421-07, ASTM D422-07
4. Klasifikasi tanah menurut USCS ASTM D2487-11
5. Uji berat volume tanah ( ) ASTM D4254-14
6. Uji berat volume kering maksimum dan minimum BS1773-4
7. Uji triaksial siklik stress-controlled ASTM D5311-13
Uji berat volume kering maksimum dan minimum dilakukan pada material pumice, pasir, dan campuran pasir-
pumice dengan persentase 50% pasir + 50% pumice. Mould yang digunakan pada pengujian berat volume kering ini
memiliki diameter 15,27 cm dengan tinggi 17,68 cm. Gambar 4 memperlihatkan pelaksanaan uji berat volume
kering minimum dan maksimum. Pada uji berat volume kering minimum, material kering dituang secara perlahan ke
dalam mould, selanjutnya permukaan material diratakan dan mould berisi material ditimbang beratnya (Gambar 4a).
Untuk uji berat volume kering maksimum, material direndam air selama 24 jam sebelumnya. Mould dimasukkan
kedalam wadah kemudian wadah diisi air hingga permukaan air di luar dan di dalam mould sejajar. Mould diisi
material hingga mencapai 2/3 tinggi collar, selanjutnya sampel ditekan menggunakan tamper selama 2 menit
(Gambar 4b). Sebelum ditimbang, collar dilepas dan permukaan sampel diratakan (Gambar 4c dan 4d).
GT - 99
ISBN: 978-602-60286-1-7
Gambar 4. Uji berat volume kering maksimum dan minimum, a) mengisi mould untuk menentukan berat volume
kering minimum, b) penggunaan tamper untuk menentukan berat volume kering maksimum, c) meratakan sampel,
d) sampel siap ditimbang beratnya
Alat uji triaksial siklik yang digunakan adalah Universal Testing Machine seri 5P/14P, dirancang oleh Vos dan
Feeley (2001) kemudian diproduksi oleh ELE International Inggris. Sistem yang digunakan pada alat ini adalah
closed-loop servo system dengan lima sensor meliputi load cell untuk memonitor beban aksial, LVDT untuk
mengukur perpindahan vertikal (vertical displacement), dan tiga transducer untuk mendeteksi tekanan kekang
(chamber pressure), tekanan air pori (pore pressure), dan perubahan volume (volume change). Pengujian
berjalankan melalui perintah yang diberikan pada komputer. Rentang frekuensi pembebanan siklik berkisar 0,2 Hz
hingga 2 Hz. Kemampuan alat untuk memberikan tekanan aksial (load cell) adalah 5 kN. Rangkaian alat uji triaksial
siklik dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. a) Rangkaian alat uji triaksil siklik di Laboratorium Mekanika Tanah UGM, b) sampel saat diuji triaksial
siklik
Rancangan penelitian
Uji triaksial siklik tipe stress-controlled dilakukan pada sampel pumice dari Kota Mataram, pasir dari Maguwoharjo
dan campuran pasir-pumice dengan persentase 50% dari berat kering sampel. Ketiga sampel dibentuk dengan
kerapatan relatif ( rD ) 30%. Metode persiapan sampel dilakukan dengan menggunakan metode moist tamping,
dengan menambahkan kadar air (w) berkisar 20% hingga 50% dari berat kering. Untuk membentuk kepadatan yang
sama sepanjang sampel, material yang sudah dicampur air dibagi lima, kemudian dipadatkan menjadi lima lapisan.
Setiap sampel diuji siklik kondisi undrained, diberi tekanan kekang 100 kPa, dengan tegangan deviator sebesar 50
kPa. Frekuensi siklik pembebanan sebesar 1 Hz.
GT - 100
ISBN: 978-602-60286-1-7
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji sifat fisik
Tabel 2 memperlihatkan hasil uji sifat fisik pasir pumice Kota Mataram dan pasir Maguwoharjo. Pasir pumice Kota
Mataram dan pasir Maguwoharjo menunjukkan klasifikasi tanah yang sama, yaitu pasir bergradasi baik dengan
kandungan lanau atau SW-SM (well-graded sand with silt). Hal yang berbeda terlihat pada nilai berat volume kering
dan basah, berat volume kering pumice Mataram (0,648 gr/cm3) lebih kecil dari berat volume kering pasir
Maguwoharjo (1,588 gr/cm3). Nilai berat volume kering yang rendah atau ringan pada pasir pumice Mataram
menyebabkan material ini dapat mengapung di dalam air. Nilai angka pori keduanya juga memperlihatkan
perbedaan yang besar. Angka pori pumice Mataram (2,72) lebih besar dari angka pori pasir Maguwoharjo (0,69).
Angka pori yang besar pada pumice Mataram menunjukkan bahwa pada butiran pumice terdapat banyak rongga.
Tabel 2. Hasil uji sifat fisik pumice Mataram dan pasir Maguwoharjo
Lokasi pengambilan sampel
Pumice Mataram Pasir Maguwoharjo
1 Berat jenis tanah
2,41 2,69
2 Kadar air tanah (w) % 73,10 26,33
3 Atterberg limit
NP NP
4 Nilai tengah ukuran butiran, mm 0,85 0,45
5 Koefisien keseragaman,
11,80 5,90
6 Klasifikasi tanah menurut USCS
SW-SM SW-SM
7 Berat volume tanah kering gr/cm³ 0,648 1,588
8 Berat volume tanah basah gr/cm³ 1,122 2,006
9 Angka pori tanah, e
2,72 0,69
Hasil uji gradasi pumice Mataram diantaranya dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan gambar tersebut, secara
visual bentuk butiran pumice Mataram termasuk dalam kategori subround hingga subangular. Menurut
Anbazhagan, pasir bergradasi baik dengan bentuk butiran angular tidak berpotensi mengalami likuifaksi karena
butiran tanahnya memiliki interlocking yang cukup stabil, sedangkan partikel tanah berbentuk round dengan ukuran
butiran seragam paling rentan terhadap likuifaksi.
Tabel 3 memperlihatkan hasil uji berat volume kering maksimum dan minimum untuk material pumice Mataram,
pasir Maguwo dan campuran pumice-pasir. Angka pori minimum menunjukkan kondisi paling padat dari material
dan angka pori maksimum menunjukkan kondisi paling lepas dari material yang bersangkutan. Pumice Mataram
memiliki selisih angka pori ( e ) lebih besar (0,67) dari selisih angka pori pasir Maguwo (0,26). Penambahan 50%
pasir Maguwo pada pumice Mataram hanya berpengaruh sedikit pada perubahan angka pori campuran pumice-pasir
(0,65). Nilai angka pori (e) yang besar pada pumice Mataram disebabkan oleh banyaknya rongga yang berada dalam
partikel pumice. Angka pori sampel efektif berpengaruh pada tahap saturasi dan konsolidasi sampel.
Gambar 6. Hasil uji gradasi pasir pumice Kota Mataram, rentang diameter butiran: a) 9,52 – 19,00 mm, b) 4,75 –
9,52 mm, c) 2,00 – 4,75 mm, d) 0,85 – 2,00 mm
GT - 101
ISBN: 978-602-60286-1-7
Tabel 3. Angka pori maksimum dan minimum
No. Variabel
Jenis Sampel
Pumice Kota
Mataram
Pasir
Maguwoharjo
50% Pumice + 50%
Pasir Maguwo
1 Berat volume kering
minimum, (gr/cm3) 0,608 1,377 0,817
2 Berat volume kering
maksimum, (gr/cm3) 0,723 1,619 1,041
3 Angka pori minimum,
2,52 0,51 1,34
4 Angka pori
maksimum, 3,19 0,77 1,99
Uji SEM dan EDS
Untuk uji SEM pasir pumice Kota Mataram, diameter butiran yang digunakan adalah 2,00 mm hingga 4,75 mm.
Gambar 7 memperlihatkan hasil uji SEM dan uji EDS pasir pumice Kota Mataram. Pada Gambar 7a terlihat adanya
rongga di dalam butiran tanah berbentuk seperti saluran memanjang (tanda panah putih) dan rongga yang tidak
terhubung dengan rongga-rongga lainnya (rongga yang terisolasi). Gambar 7b memperlihatkan hasil uji EDS pasir
pumice Kota Mataram. Dispersi energi paling tinggi menjelaskan unsur dominan pada material ini dimulai dari
unsur Silika (Si), Oksigen (O), dan Aluminium (Al). Hasil uji ini menjelaskan bahwa senyawa kimia yang dominan
terkandung pada pasir pumice Kota Mataram adalah kwarsa (SiO2) dan aluminat (Al2O3), dengan komposisi masing-
masing adalah 56,64% dan 14,91%.
Gambar 7. Hasil uji SEM dan EDS pumice Kota Mataram, a) Hasil uji SEM, b) Hasil uji EDS
Uji triaksial siklik
Distribusi ukuran butiran sampel uji triaksial siklik dapat dilihat pada Gambar 8. Pasir Maguwo didesain untuk
berada pada rentang gradasi Lolos saringan No. 40 dan tertahan saringan No. 200, sedangan gradasi pumice
Mataram yang digunakan adalah material lolos saringan No. 4 dan tertahan No. 200. Desain distribusi ukuran
butiran sampel dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran perilaku ketiga sampel terhadap beban siklik yang
diberikan.
Gambar 8. Distribusi ukuran butiran sampel yang digunakan pada uji triaksial siklik
b) a)
GT - 102
ISBN: 978-602-60286-1-7
Hasil uji triaksial siklik tipe stress-controlled untuk sampel pumice Mataram, pasir Maguwo dan campuran pumice-
pasir dapat dilihat pada Gambar 9. Kerapatan relatif ( rD ) ketiga sampel 30% dan sampel menerima tegangan
kekang efektif ( '3 ) sebesar 100 kPa, selanjutnya sampel diberi beban siklik dengan tegangan deviator ( ) 50 kPa
pada frekuensi 1 Hz. Berdasarkan Gambar 9, tekanan air pori ketiga sampel tidak mengalami peningkatan yang
signifikan, dan rasio kelebihan tekanan air pori belum mencapai angka satu atau ketiga material belum
memperlihatkan kondisi terlikuifaksi. Sesuatu yang menarik dari penelitian ini adalah kecenderungan peningkatan
tekanan air pori pada sampel pumice Mataram lebih besar dibandingkan sampel pasir Maguwo. Seperti dijelaskan
sebelumnya bahwa distribusi butiran sampel pasir Maguwo didesain untuk berada pada zona paling berpotensi
mengalami likuifaksi, sedangkan distribusi butiran pumice Mataram hanya sebagian berada pada zona ini.
Selanjutnya penambahan 50% pasir Maguwo pada pumice Mataram dapat mengurangi peningkatan rasio kelebihan
tekanan air pori pada pumice Mataram.
Zulfikar (2000) melakukan uji triaksial siklik pada pasir kwarsa yang memiliki kerapatan relatif 50% dengan
menggunakan metode moist tamping untuk persiapan sampel. Aplikasi tegangan kekang sebesar 103 kPa pada uji
siklik menunjukkan bahwa sampel pasir kwarsa mencapai initial liquefaction saat diberi beban siklik pada frekuensi
0,2 Hz, sedangkan sampel pasir yang diuji pada frekuensi 0,5 dan 1 Hz tidak mencapai kondisi ini meskipun diuji
hingga 5000 siklik. Pemilihan metode persiapan sampel juga berpengaruh pada hasil uji triaksial siklik. Seperti
dijelaskan pada Gambar 2, penggunaan metode moist tamping menghasilkan sampel dengan kerapatan relatif yang
cukup tinggi sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai kondisi initial liquefaction.
Gambar 9. Rasio peningkatan kelebihan tekanan air pori pumice Mataram, pasir Maguwo dan campuran pumice-
pasir ( rD = 30%, '3 = 100 kPa, = 50 kPa, dan frekuensi 1 Hz)
5. KESIMPULAN
Penelitian yang dilakukan pada pasir pumice dari Kota Mataram dan pasir Maguwo yang berpotensi likuifaksi
bertujuan untuk mengetahui peningkatan rasio kelebihan tekanan air pori akibat beban siklik. Selanjutnya, kedua
material dicampur dengan perbandingan 50% pumice dan 50% pasir Maguwo untuk mengetahui perubahan perilaku
pada pumice Mataram. Hasil penelitian yang diperoleh adalah:
1. Klasifikasi tanah pumice Mataram dan pasir Maguwo menurut sistem USCS adalah SW-SM, pasir bergradasi
baik dengan kandungan lanau. Hasil uji sifat fisik menunjukkan bahawa: angka pori pumice Mataram (2,72)
lebih besar dari angka pori pasir Maguwo (0,69), dan berat isi kering pumice Mataram (0,648) lebih kecil dari
berat isi kering pasir Maguwo (1,588 gr/cm3). Hal ini menunjukkan bahwa pumice Mataram adalah material
yang ringan karena memiliki banyak rongga. Kandungan senyawa terbesar pada pumice Mataram adalah silika
(56,64%) dan aluminat (14,91%).
2. Penggunaan metode moist tamping pada persiapan sampel menyebabkan sampel lebih padat, dan aplikasi
frekuensi 1 Hz belum bisa menghasilkan kondisi likuifaksi pada ketiga sampel. Peningkatan rasio kelebihan
tekanan air pori pada pumice Mataram lebih besar dari pasir Maguwo. Penambahan 50% pasir Maguwo dapat
mengurangi peningkatan rasio kelebihan tekanan air pori pumice Mataram.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi, melalui skim Penelitian Disertasi Doktor (PDD) tahun 2018. Terima kasih disampaikan
GT - 103
ISBN: 978-602-60286-1-7
kepada Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat, serta LPPM Universitas Mataram atas pendanaan
penelitian ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Dr. Ir. Ahmad Rifa’i, MT., dan Bapak Ir. Agus
Darmawan Adi, M.Sc., Ph.D. selaku promotor atas arahan dan bimbingannya. Terima kasih juga disampaikan
kepada seluruh staff dan kepala Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Gadjah Mada atas bantuan dan
kemudahan fasilitas sehingga penelitian ini dapat berjalan sesuai rencana.
DAFTAR PUSTAKA (DAN PENULISAN PUSTAKA)
Agustawijaya, D.S., dan Syamsuddin (2009). “Pengembangan metode analisis risiko bencana: sebuah studi kasus
Pulau Lombok”. Dinamika TEKNIK SIPIL, 146-150.
Arab, A., Shahrour, I., and Lancelot, L. (2011). “A laboratory study of liquefaction of partially saturated sand”.
Journal of Iberian Geology. 37(1)2011, 29-36, www.ucm.es /info/estratig/journal.htm,doi:10.5209/
rev_JIGE.2011.v37.n1.2.
Aramaki, N., Okabayashi, T., and Hyodo, M. (2007). “Liquefaction characteristics of crushable volcanic soil
“Shirasu”, 4th International Conference on Earthquake Geotechnical Engineering, June 25-28, 2007, Paper
No. 1288.
Bhattacharya, S. (2003). Pile instability during earthquake liquefaction, PhD Dissertation, University of Cambridge,
Cambridge, UK.
Das, Braja M. (1993). Principles of Soil Dynamics, PWS-KENT Publishing Company, Boston.
Soehaimi, A., Marjiyono, dan Setianegara, R. (2015). “Mikrozonasi bahaya gempa Kota Mataram”, GEOMAGZ
Majalah Geologi Populer, Vol. 5, (No. 3), September 2015, http://geomagz.geologi.esdm.go.id/file/2012/09/
GEOMAGZ-VOL-5-NO-3-SEPTEMBER-2015.pdf
Hakam, A. (2012). “Soil liquefaction in Padang due to Padang earthquake 30 September 2009”. Civil Engineering
Dimension, Vol. 14, No. 2, September 2012, halaman 64-68, ISSN 1410-9530 print / ISSN 1979-570X online.
Hakam, A., dan Darjanto, H. (2013). “Penelusuran potensi likuifaksi pantai padang berdasarkan gradasi butiran dan
tahanan penetrasi standar”. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 20, No. 1, April 2013, halaman 33-38.
Hyodo, M., Nakata, Y., Aramaki, N., Hyde, A.F. and Inoue, S. (2000). “Liquefaction and particle crushing of soil”.
Proceeding 12th World Conference on Earthquake Engineering, 2000
Istijono, B., and Hakam, A. (2015). “New method for liqufaction assessment based on soil gradation and relative
density”. IJARSE, Vol. 4, Special Issue (01), August 2015.
Kitamura, R., and Hidaka, M. (1988). “Cyclic loading test on sandy soil by true triaxial testing apparatus”.
Proceedings of Ninth World Conference on Earthquake Engineering, Vol. III, August 2-9, 1988, Tokyo-
Kyoto, Japan.
Kusumawardani, R., Suryolelono, K.B., Suhendro, B., dan Rifa’i, A. (2014). “The loading frequency effects of
Yogyakarta’s sand under cyclic triaxial testing”. International Journal of Civil & Environmental Engineering,
IJCEE-IJENS, 14(02): 7-12.
Kusumawardani, R., Suryolelono, K.B., Suhendro, B., and Rifa’i, A. (2016). “The dynamic response of unsaturated
clean sand at a very low frequency”. International Journal of Technology, (2016) 1, pages 123-131.
Liu, L., Orense, R.P., and Pender, M.J. (2015). “Crushing-induced liquefaction characteristics of pumice sand”.
NZSEE Conference.
Marks S., Larkin T.J., and Pender M.J. (1998). “The dynamic properties of a pumiceous sand”, Bulletin of the New
Zealand National Society for Earthquake Engineering, 31(2): 86-102.
Meidji, I.U. (2014), Kajian karakteristik dinamika tanah terhadap resiko kerawanan seismik dan dampaknya terkait
Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Mataram bagian timur, Master Tesis, Ilmu Fisika, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Mueck, M., dan Spahn, H. (2013). “Peta-peta bahaya tsunami untuk Lombok”, Dokumen Teknis,
http://www.gitews.org/tsunami-kit/id/ E1/sumberlainnya/ peta_bahaya/lombok/Dokumentasi%20Teknis%20
Peta-Peta%20Bahaya% 20Tsunami% 20untuk%20Lombok.pdf
Muhajirah, Prabowo, A., dan Ashari, I. (2013). Evaluasi awal potensi likuifaksi di Kota Mataram, Lembaga
Penelitian Universitas Mataram, DIPA Universitas Mataram Tahun Anggaran 2013 No.
023.04.2.415278/2013.
Muhajirah, Prabowo, A., dan Ashari, I. (2014). Evaluasi awal potensi likuifaksi di Kota Mataram, Lembaga
Penelitian Universitas Mataram, DIPA Universitas Mataram Tahun Anggaran 2014 No. 216X/SPP-AUPT-
BOPTN/H18.12/PL/2014.
Mulilis, J.P., Horz, Jr., R.C., and Townsend, F.C. (1976). “The effects of cyclic triaxial testing techniques on the
liquefaction behaviour of Monterey No. 0 sand”. Miscellaneous Paper S-76-6, Soils and Pavements
Laboratory.
Muntohar, A.S., 2014, Research on Earthquake Induced Liquefaction in Padang City and Yogyakarta Areas, Jurnal
Geoteknik HATTI IX, 1(2014), ISSN 0853 – 4810, pages 1-9.
GT - 104
ISBN: 978-602-60286-1-7
Orense, R.P., Pender, M.J., and O’Sullivan, A.S. (2012). “Liquefaction characteristics of pumice sands”. EQC
Project 10/589, March 2012.
Pathak, S.R., and Dalvi, R.S. (2011). “Effect of sample preparation method on liquefaction of sandy soil”. EJGE,
Vol. 16, pages 1411-1426.
Rascol, E. (2009). Cyclic properties of sand : dynamic behaviour for seismic application, PhD Dissertation, Ecole
Polytechnique Federale de Lausanne, Switzerland.
Soebowo, E., Tohari, A., dan Sarah, Dwi. (2007). “Studi potensi likuifaksi di daerah zona patahan Opak Patalan-
Bantul Jogjakarta”. Prosiding Seminar Geoteknologi Kontribusi Ilmu Kebumian Dalam Pembangunan
Berkelanjutan, Bandung, 3 Desember 2007.
Tsuchida, H. (1970). “Prediction and countermeasure against the liquefaction in sand deposits”. Abstact, Seminar
Port Harbour Res. Inst., 3, pages 1-33.
Wesley, L.D. (2010). Geotechnical Engineering in Residual Soils, John Wiley & Sons, Inc.
Yıldız, M. and Soğancı, A.S. (2012). “Geotechnical characteristics of granular pumice soils in Nevşehir region”. 3rd
International Conference on New Developments in Soil Mechanics and Geotechnical Engineering, 28-30 June
2012, Near East University, Nicosia, North Cyprus, pages 447-454.
Zulfikar, F. (2000). “Pengaruh frekuensi rendah terhadap potensi likuifaksi pasir kwarsa menggunakan triaksial
siklik”. Master Tesis, Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik, Universitas Indonesia, Jakarta.