pengaruh padang lamun terhadap laju sedimen transpor dan perubahan garis pantai di pantai gumicik,...

10
Abstrak - Pantai Gumicik yang terletak di Kabupaten Gianyar merupakan pantai yang mengalami erosi. Tugas akhir ini membahas peranan padang lamun sebagai alternatif perlindungan pantai terhadap erosi. Padang lamun memiliki fungsi sebagai produsen primer di perairan laut dangkal, sebagai habitat biota laut dan sebagai pendaur zat hara. Selain daun lamun yang lebat dapat mereduksi tinggi gelombang yang melewatinya sehingga dapat mempengaruhi laju sedimen transpor dan perubahan garis pantai di lokasi studi. Untuk mengetahui peranan padang lamun sebagai pereduksi tinggi gelombang, koefisien drag (C D ) dari padang lamun diperhitungkan menggunakan formula empiris dari Asano et al untuk kemudian disubstitusikan kedalam persamaan reduksi tinggi gelombang yang diberikan oleh Bretschneider dan Reid. Kemudian dari hasil tersebut digunakan untuk perhitungan laju sedimen transpor dan perubahan garis pantai untuk daerah dengan adanya padang lamun. Sebagai pembanding, diperhitungkan juga laju sedimen transpor dan perubahan garis pantai di daerah tanpa padang lamun. Dari analisis didapatkan dengan adanya padang lamun, laju sedimen transpor per tahunnya berkurang dari 7 ribu m 3 menjadi 3 ribu m 3 . Kemudian rata-rata kemunduran garis pantai per tahunnya berkurang dari 5 meter menjadi 3 meter. Kata Kuncierosi pantai, lamun, koefisien drag, reduksi tinggi gelombang, laju sedimen transpor, perubahan garis pantai Abstract – Gumicik beach which is located on the coast of Gianyar is experiencing erosion. This final project explains the effect of seagrass bed as an alternative coastal protection against erosion. Seagrass bed had functions as primary producers in shallow sea waters, as a habitat for sea life and recycling substances nutrient. Besides, the bushy seagrass leaves can reduce wave height that passed through it, so it can affect the rate of sediment transport and the shoreline change at the area of study.To find out the effect of seagrass bed as a wave height reducer, drag coefficient (C D ) of seagrass calculated by empirical formula that proposed by Asano et al, and then substituted to wave height reduction equation, given by Bretschneider and Raid. Then these results are used to calculate the sediment transport rate and the shoreline change for area with seagrass bed. As a comparison, the sediment transport rate and the shoreline change for area without seagrass bed also calculated. From the analysis, by the presence of seagrass bed, the sediment transport rate per year decreased from 7 thousand m 3 to 3 thousand m 3 . Then the average setback of the coastline per year reduced from 5 meters to 3 meters. Keyword – coastal erosion, seagrass, drag coefficient, wave height reduction, sediment transport rate, shoreline change I. PENDAHULUAN antai Gumicik merupakan salah satu dari beberapa pantai di Kabupaten Gianyar yang tererosi dan hanya berjarak kurang lebih satu kilometer dari Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra yang merupakan akses jalan utama dari Denpasar menuju Gianyar. Sebenarnya sampai dengan tahun 2012, Dinas Pekerjaan Umum (PU) melalui Balai Wilayah Sungai Bali – Penida sudah melakukan pembangunan struktur pelindung pantai berupa revetment di Pantai Gumicik. Namun, belum keseluruhan Pantai Gumicik yang terlindungi oleh revetment. Untuk bagian pantai yang berhadapan dengan perkebunan masih P Pengaruh Padang Lamun Terhadap Laju Sedimen Transpor dan Perubahan Garis Pantai di Pantai Gumicik, Kabupaten Gianyar, Bali Raindiza Saputra, Widi A. Pratikto, dan Kriyo Sambodho Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] 1

Upload: nyo-saputra

Post on 16-Sep-2015

48 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Pengaruh Padang Lamun Terhadap Laju Sedimen Transpor Dan Perubahan Garis Pantai Di Pantai Gumicik, Kabupaten Gianyar, Bali

TRANSCRIPT

6

Pengaruh Padang Lamun Terhadap Laju Sedimen Transpor dan Perubahan Garis Pantai di Pantai Gumicik, Kabupaten Gianyar, BaliRaindiza Saputra, Widi A. Pratikto, dan Kriyo SambodhoTeknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111E-mail: [email protected] - Pantai Gumicik yang terletak di Kabupaten Gianyar merupakan pantai yang mengalami erosi. Tugas akhir ini membahas peranan padang lamun sebagai alternatif perlindungan pantai terhadap erosi. Padang lamun memiliki fungsi sebagai produsen primer di perairan laut dangkal, sebagai habitat biota laut dan sebagai pendaur zat hara. Selain daun lamun yang lebat dapat mereduksi tinggi gelombang yang melewatinya sehingga dapat mempengaruhi laju sedimen transpor dan perubahan garis pantai di lokasi studi. Untuk mengetahui peranan padang lamun sebagai pereduksi tinggi gelombang, koefisien drag (CD) dari padang lamun diperhitungkan menggunakan formula empiris dari Asano et al untuk kemudian disubstitusikan kedalam persamaan reduksi tinggi gelombang yang diberikan oleh Bretschneider dan Reid. Kemudian dari hasil tersebut digunakan untuk perhitungan laju sedimen transpor dan perubahan garis pantai untuk daerah dengan adanya padang lamun. Sebagai pembanding, diperhitungkan juga laju sedimen transpor dan perubahan garis pantai di daerah tanpa padang lamun. Dari analisis didapatkan dengan adanya padang lamun, laju sedimen transpor per tahunnya berkurang dari 7 ribu m3 menjadi 3 ribu m3. Kemudian rata-rata kemunduran garis pantai per tahunnya berkurang dari 5 meter menjadi 3 meter.

Kata Kunci erosi pantai, lamun, koefisien drag, reduksi tinggi gelombang, laju sedimen transpor, perubahan garis pantai

Abstract Gumicik beach which is located on the coast of Gianyar is experiencing erosion. This final project explains the effect of seagrass bed as an alternative coastal protection against erosion. Seagrass bed had functions as primary producers in shallow sea waters, as a habitat for sea life and recycling substances nutrient. Besides, the bushy seagrass leaves can reduce wave height that passed through it, so it can affect the rate of sediment transport and the shoreline change at the area of study.To find out the effect of seagrass bed as a wave height reducer, drag coefficient (CD) of seagrass calculated by empirical formula that proposed by Asano et al, and then substituted to wave height reduction equation, given by Bretschneider and Raid. Then these results are used to calculate the sediment transport rate and the shoreline change for area with seagrass bed. As a comparison, the sediment transport rate and the shoreline change for area without seagrass bed also calculated. From the analysis, by the presence of seagrass bed, the sediment transport rate per year decreased from 7 thousand m3 to 3 thousand m3. Then the average setback of the coastline per year reduced from 5 meters to 3 meters.

Keyword coastal erosion, seagrass, drag coefficient, wave height reduction, sediment transport rate, shoreline change

PENDAHULUANPantai Gumicik merupakan salah satu dari beberapa pantai di Kabupaten Gianyar yang tererosi dan hanya berjarak kurang lebih satu kilometer dari Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra yang merupakan akses jalan utama dari Denpasar menuju Gianyar. Sebenarnya sampai dengan tahun 2012, Dinas Pekerjaan Umum (PU) melalui Balai Wilayah Sungai Bali Penida sudah melakukan pembangunan struktur pelindung pantai berupa revetment di Pantai Gumicik. Namun, belum keseluruhan Pantai Gumicik yang terlindungi oleh revetment. Untuk bagian pantai yang berhadapan dengan perkebunan masih belum dibangun struktur pelindung pantai. Selain perlindungan menggunakan revetment, salah satu alternatif perlindungan pantai terhadap erosi juga dapat menggunakan soft structure, salah satunya padang lamun. Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Selain itu, padang lamun juga memiliki fungsi sebagai produsen primer di perairan laut dangkal, sebagai habitat biota laut dan sebagai pendaur zat hara. Selain itu, sebaran populasi padang lamun sangat luas di Indonesia. Dari 50 jenis lamun yang ada di seluruh dunia, ada 12 jenis yang telah ditemukan di perairan Indonesia. Lamun dapat hidup sampai dengan kedalaman 40 meter dari permukaan laut dan dapat hidup di atas substrat berlumpur sampai dengan substrat pasir berkerikil bahkan di atas karang [1]. Hal tersebut sesuai dengan kondisi Pantai Gumicik yang memiliki substrat berpasir.Dengan adanya padang lamun dilokasi, akan menyebabkan tinggi gelombang yang melaluinya tereduksi. Kemudian mempengaruhi laju sedimen transpor dan perubahan garis pantai di lokasi studi.

Gambar 1. Lokasi Studi Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar

URAIAN PENELITIANStudi LiteraturDalam tugas akhir ini, literatur-literatur yang dipelajari adalah tugas akhir dan jurnal-jurnal yang berkaitan langsung dengan penelitian ini serta buku-buku sebagai tambahan referensi dalam penyelesaian masalah.Pengumpulan Data1. Data Lokasi StudiLokasi studi 500 meter sepanjang garis pantai Desa Ketewel, dengan luas wilayah kajian kurang lebih 0,5 kilometer persegi. Lokasi padang lamun yang direncanakan terletak diantara kontur kedalaman (d) 2 meter dan kontur kedalaman (d) 10 meter, dengan luasan 0,1 kilometer persegi, dengan kerapatan vegetasi lamun di daerah studi 1.110 unit per meter persegi. Untuk mendapatkan deskripsi dari lokasi studi yang lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi Lokasi Padang Lamun Terhadap Garis Pantai Gelombang Pecah2. Data Fisik Padang LamunUntuk perhitungan koefisien drag (CD) padang lamun, kondisi fisik padang lamun diasumsikan sesuai dengan formula yang diberikan oleh Mendez et al. [2] yang disesuaikan dengan data eksperimen oleh Asano et al. [3]. Eksperimen tersebut dilakukan di laboratorium, di dalam flume dengan ukuran panjang 25 m, lebar 0,5 me dan tinggi 0,7 m. Tanaman buatan dibuat dari bilah-bilah polypropylene dengan spesific gravity SG= 0.9. Bilah-bilah polypropylene tersebut memiliki panjang 0,25 m, lebar 5,2 cm dan ketebalan 0,03 mm. Tanaman buatan tersebut ditambatkan pada jaring kawat di bagian dasar flume. Tanaman buatan diposisikan di bagian tengah flume dengan total lebar 8 m. Jumlah rataan sebaran bilah-bilah tersebut per unit horizontal area adalah N= 1110 unit/m2. Total sebanyak 60 kali percobaan telah dilakukan dengan memvariasikan kedalaman air, frekuensi gelombang dan tinggi gelombang. Untuk menjelaskan CD yang sangat bervariasi dari model tanaman buatan tersebut, Mendez et al. mengeplotkan CD yang sudah diukur sebagai fungsi Reynolds Number (R) yang didefinisikan dengan R = b ur/ v, dimana b adalah lebar tanaman, v adalah viskositas kinematik (air laut pada suhu 20) dan ur adalah kecepatan horizontal maksimum partikel air. Gambar 3 menampilkan nilai CD yang telah diukur, sebagai fungsi R untuk 60 kali percobaan. Formula empiris yang digunakan untuk menunjukkan hubungan antara CD dan R ditunjukkan dengan garis putus-putus. Untuk CD swaying plants, hasil pengukurannya ditunjukkan dengan titik-titik (). Sedangkan untuk rigid plants, hasil pengukurannya ditunjukkan dengan tanda silang (+).

Gambar 3. Hasil Percobaan Pengukuran Koefisien Drag (CD) sebagai Fungsi dari Reynolds Number (R)Dari percobaan tersebut didapatkan formula empiris untuk CD sebagai berikut:(1)

Kemudian formula tersebut akan disubstitusikan dalam persamaan koefisien gesekan dasar untuk mendapatkan tinggi gelombang tereduksi akibat padang lamun.3. Data Peta BathymetriData peta bathymetri diperlukan untuk melakukan analisis refraksi, shoaling dan perubahan garis pantai. Untuk analisis refraksi, peta bathymetri yang ada dibagi kedalam beberapa pias, kemudian digunakan untuk mencari koefisien refraksi dan karakteristik gelombang pecah. Sedangkan untuk analisis perubahan garis pantai, peta yang ada terlebih dahulu dibagi menjadi jumlah pias yang lebih kecil, kemudian dilakukan pengukuran unuk mendapatkan nilai Y-awal (jarak dari titik nol ke garis pantai awal), kemudian hasil Y-awal tersebut digunakan dalam perhitungan untuk mendapatkan Y-akhir dalam setiap langkah waktu untuk menggambarkan perubahan garis pantai di lokasi studi.4. Data AnginData angin yang digunakan dalam penelitian ini adalah data angin dari Stasiun Meteorologi Ngurah Rai selama kurun waktu 10 tahun dari tahun 2000 2010. Arah angin akan dinyatakan dalam bentuk 8 penjuru arah angin dengan kecepatan dalam satuan knot. Sebelum data angin hasil pencatatan diolah menggunakan WRPLOT, terlebih dahulu data yang ada disimpan dalam bentuk excel dengan fotmat kolom pertama berisikan data tahun, kolom kedua berisikan bulan, kolom ketiga berisikan tanggal, kolom keempat berisikan jam, kemudian kolom kelima dan keenam berisikan arah dan kecepatan angin. Setelah itu data angin akan diolah menggunakan program WRPLOT untuk mendapatkan arah angin dominan dan jumlah kejadian angin menurut arah dan kecepatannya.4. Data GelombangData gelombang diperlukan untuk mengetahui besaran dan perilaku gelombang yang menuju ke arah pantai. Data gelombang yang digunakan berdasarkan konversi dari data angin di darat di dekat lokasi penelitian.Gelombang yang ditemui di laut pada umumnya terbentuk dari proses perpindahan energi dari angin ke permukaan laut. Angin yang berhembus di permukaan air yang tenang menyebabkan gangguan di permukaan air tersebut, dengan munculnya riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut akan semakin besar dan apabila angin berhembus terus-menerus maka akan terbentuklah gelombang.Karakteristik gelombang yang terbentuk, tinggi dan periode gelombang yang terbentuk tergantung dari pengaruh kecepatan angin (U), lama hembusan angin (t), panjang fetch (F), serta arah angin. Fetch dapat didefinisikan sebagai panjang daerah pembangkitan gelombang pada arah datangnya angin, pada umumnya dibatasi oleh daratan yang mengelilingi daerah pembangkitan gelombang. Panjang fetch berpengaruh terhadap karakteristik gelombang, bila fetch semakin panjang maka akan terbentuk gelombang dengan periode besar. Apabila bentuk daerah pembangkitan tidak teratur, maka perhitungan fetch efektif dapat dilakukan dan kemudian hasilnya akan digunakan untuk memprediksi karakteristik gelombang di laut dalam.4. Data TanahData tanah diperlukan untuk mengetahui ukuran butir yang sepadan dengan 90% yang melalui ayakan (D90). Nilai dari D90 akan digunakan dalam perhitungan koefisien gesekan dasar yang akan menentukan besar reduksi tinggi gelombang.Dari data tanah diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk D90 di daerah studi adalah jenis gravel. Untuk perhitungan, diasumsikan diameter butiran gravel seragam yaitu 2 mm.Analisis Datai. Analisis Data AnginAnalisis data angin dilakukan untuk mengetahui arah angin dominan dan jumlah kejadian angin menurut arah. Setelah data pencatatan angin diperoleh, kemudian data angin diolah dengan menggunakan program WRPLOT. Berikut output dari program WRPLOT:Tabel 1. Kejadian Angin Pantai Gumicik Tahun 2000 - 2010

Dari Tabel 1 dan 2 terlihat bahwa arah angin dominan bertiup dari arah tenggara dengan jumlah kejadian 1292, dengan persentase 34% dari seluruh kejadian dalam kurun waktu 10 tahun. Data diatas jika disajikan dalam bentuk diagram mawar angin adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Mawar Angin (Stasiun Meterorologi Ngurah Rai Tahun 2000 - 2010)ii. Analisis GelombangSetelah dilakukan analisis data angin dan didapatkan arah angin dominan, kemudian dilakukan perhitungan panjang fetch (panjang daerah pembangkitan gelombang). Panjang fetch berpengaruh terhadap karakteristik gelombang, bila fetch semakin panjang maka akan terbentuk gelombang dengan periode besar. Apabila bentuk daerah pembangkitan gelombang tidak teratur, maka untuk perhitungan fetch efektif dapat dilakukan dengan persamaan (2) di bawah ini [4]:(2)dengan:Feff = fetch efektifXi= panjang garis fetch= deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dominan dengan menggunakan pertambahan 6 sampai sudut sebesar 42 pada kedua sisi dari arah angin dominan.

Gambar 5. Peta untuk Perhitungan Panjang Fetch EfektifHasil perhitungan fetch efektif dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:Tabel 2. Perhitungan Fetch Efektif

= = 216,2466 km

Nilai 0 merupakan arah angin dominan, dengan Xi merupakan jarak dari lokasi studi ke daratan terdekat. Begitu pula untuk sudut-sudut yang lain. Setelah didapatkan jarak untuk masing-masing sudut, didapatkan harga fetch efektif dari perhitungan menggunakan persamaan (2) sebesar 216,25 kmLangkah selanjutnya adalah mengubah data angin hasil pencatatan di darat (UL) menjadi data kecepatan angin di laut (UW) menggunakan formula berikut [4]:(3)dengan:RL= hubungan UL dan UW.Nilai dari RL dapat diperoleh dengan mengeplot nilai UL kedalam grafik berikut:

Gambar 6. Hubungan RL dengan UL [5]Setelah itu, data kecepatan angin di atas laut (UW) yang ada terlebih dahulu harus diubah kedalam Wind Stress Factor (UA) dengan menggunakan formula berikut:UA = 0,71 UW1,23(4)dengan:UW= kecepatan angin di laut (m/ s).UA= wind stress factorKemudian untuk mendapatkan nilai tinggi dan periode gelombang di laut dalam, didapatkan dengan cara memasukkan nilai wind stress factor (UA), panjang fetch efektif (Feff) ke dalam formulasi forecasting gelombang laut dalam sebagai berikut:H0 = 5.112 x 10-4 x UA x F0.5(5)T0 = 6.238 x 10-2 x (UA x F)0.33(6)dengan:UA= wind stress factorF= fetch efektif.Tabel 3. Hasil Perhitungan H0 dan T0

Setelah itu, dari perhitungan H0 dan T0, dapat dicari Hrms, Trms, H0 1/3 dan T0 1/3 dengan persamaan berikut [4]:(7)(8)(9)(10)dengan:= periode gelombang di laut dalamH= tinggi gelombang di laut dalam= H root mean square= tinggi gelombang signifikan= T root mean square= periode gelombang signifikan.Berikut ini tabel hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan:

Tabel 4. Hasil Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang Signifikan

Dari hasil perhitungan di pada Tabel 4 didapatkan nilai dari H0 1/3 dan T0 1/3 adalah 1.94 meter dan 3.62 detik.iii. Analisis Refraksi, Shoaling dan Gelombang PecahUntuk melakukan analisis refraksi, shoaling dan gelombang pecah digunakan perhitungan dalam program Excel, program RSB 2.0 oleh Kamphuis [5]. Untuk analisis shoaling, refraksi dan gelombang pecah masukan dan asumsi yang digunakan antara lain:1. Data gelombang yang digunakan adalah data gelombang signifikan yang didapat dari peramalan gelombang akibat angin (Tabel 4).2. Kemiringan pantai didapatkan dari selisih tinggi antar kontur yang ditinjau dibagi dengan jarak antar kontur kedalaman yang didapatkan dari peta bathymetri yang kemudian diolah dalam program Autocad.3.Data gelombang yang diperhitungkan adalah dari arah Tenggara.4. Sudut datang gelombang dari arah tenggara sebesar 11 dari garis yang tegak lurus garis pantai.5. Kontur dasar laut dianggap pararel terhadap garis pantai.Untuk perhitungan gelombang pecah, digunakan persamaan yang diberikan oleh Kamphuis [5] untuk mengetahui tinggi gelombang maksimum tepat sebelum gelombang pecah di kedalaman tertentu. Tinggi gelombang maksimum ditinjau di setiap kedalaman, kemudian dibandingkan dengan perhitungan reduksi tinggi gelombang baik di daerah tanpa padang lamun maupun di daerah tanpa padang lamun. Gelombang pecah terjadi apabila ketinggian gelombang hasil dari perhitungan reduksi tinggi gelombang melampaui tinggi gelombang maksimum (Hmaks).(11)iv. Perhitungan Koefisien Drag Padang LamunData fisik tanaman lamun antara lain:- luas area= 300 km2- kerapatan= 1.110 unit/m2- lebar tanaman (b)= 5,2 cm.Disamping data-data fisik lamun diatas, beberapa faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap nilai CD, antara lain:- viskositas air laut(v)= 1.047x10-6 m2/s.Kemudian hasil dari perhitungan koefisien drag padang lamun di setiap kedalaman disubtitusikan kedalam persamaan reduksi tinggi gelombang dengan mensubstitusikan nilai faktor gesekan. v. Perhitungan Reduksi Tinggi GelombangReduksi tinggi gelombang yang disebabkan oleh gesekan dasar (bottom friction) di daerah perairan pantai tanpa adanya tanaman telah dibahas oleh Bretschneider dan Reid [6]. Dalam perairan transisi dan dangkal reduksi tinggi gelombang yang disebabkan oleh shoaling dan refraksi adalah sebagai berikut [5] dengan menambahkan koefisien gesekan dasar [7]:(12)dengan:H0= tinggi gelombang awal (m)H1= tinggi gelombang akhir (m)Cf= faktor gesekan Ks= koefisien shoalingKr= koefisien refraksim= kemiringan dasar lautT= periode gelombang H0 (s) = integral dari bottom dissipation function dimana merupakan koefisien gesekan (Kf).Untuk nilai Cf, Bretschneiser dan Reid [6] merekomendasikan untuk menggunakan nilai konstan sebesar 0,01. Namun, dengan banyaknya studi di laboratorium mengindikasikan bahwa Cf tergantung pada Reynolds Number dan Bottom Roughness Height (A/ks). Nilai Cf didapatkan dari formula berikut :dengan:A= horizontal displacement amplitude of water particleks=Nikuradse sand grain roughnessD90= ukuran butir yang sepadan dengan 90% yang melalui ayakan.Untuk nilai dari dapat diperoleh menggunakan grafik yang menunjukkan hubungan antara d/T2 dengan (d/T2) berikut:

Gambar 7. Grafik Hubungan d/T2 dengan (d/T2) Untuk Kemiringan Dasar Laut KonstanSedangkan untuk daerah dengan padanng lamun, untuk kedalaman 10 meter sampai dengan 6 meter yang mendapat pengaruh dari padang lamun, nilai Cf yang dimasukkan menggunakan formula koefisien drag (CD) dari padang lamun.vi. Tabulasi Perhitungan Reduksi Tinggi GelombangTabel 5. Hasil Perhitungan Reduksi Tinggi Gelombang Tanpa Padang Lamun

Tabel 6. Hasil Perhitungan Reduksi Tinggi Gelombang Tanpa Padang Lamun (lanjutan)

Tabel 7. Hasil Perhitungan Reduksi Tinggi Gelombang dengan Adanya Padang Lamun

Tabel 8. Hasil Perhitungan Reduksi Tinggi Gelombang dengan Adanya Padang Lamun (lanjutan)

Dari tabel-tabel diatas, didapatkan kedalaman gelombang pecah di kedalaman untuk daerah tanpa padang lamun pada kedalaman 0,7 m dengan ketinggian 0,42 m. Sedangkan untuk daerah dengan padang lamun, gelombang pecah di kedalaman 0,5 m dengan ketinggian 0,32 m. Besar persentase reduksi tinggi gelombang dari ketinggian gelombang di laut dalam sampai dengan ketinggian gelombang pecah sebesar di lokasi tanpa padang lamun sebesar 78,37% sedangkan untuk daerah dengan padang lamun sebesar 83,37%. Kemudian hasil-hasil ini akan disubstitusikan kedalam perhitungan laju sedimen transpor dan perubahan garis pantai.

HASIL DAN DISKUSIAnalisis Laju Sedimen Transpor dan Perubahan Garis Pantai di Lokasi Studi Tanpa Padang Lamuni. Analisis Laju Sedimen TransporUntuk mendapatkan gambaran tentang transpor sedimen yang mempengaruhi garis pantai akibat gelombang, maka perlu adanya analisis transpor sedimen. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perpindahan angkutan sedimentasi sepanjang pantai. Sedangkan cara untuk mencari perpindahan angkutan sedimen sepanjang pantai menggunakan metode CERC [4] dibawah ini:(13)(14)dengan: Qs= angkutan sedimen sepanjang pantai (m3/ tahun)P1= komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai pada saat pecah (kg- m/hari/m)= rapat massa air laut (kg/m3)Hb= tinggi gelombang pecah (m)Cb= cepat rambat gelombang pecah (m/s) b= sudut datang gelombang pecah ()K= konstanta [5]Diketahui data dari analisis gelombang pecah sebagai berikut:Hb= 0,419 mCb= 2,351 m/sb= 4,91= 1.025 kg/m3g= 9,81 m/sK= 0,401Dari hasil perhitungan menggunakan formula (13) dan (14), didapatkan laju transpor sedimen per tahunnya di lokasi studi tanpa adanya padang lamun sebesar 6.476,67 m3.ii. Analisis Perubahan Garis PantaiAnalisis perubahan garis pantai dilakukan dengan menggunakan metode CERC [4]. Untuk perhitungan sedimen transpor masing-masing pias digunakan konstanta yang sebesar 0,401 [8].Untuk pemodelan perubahan garis pantai diperlukan data dan asumsi dasar sebagai berikut:1. Data bathymetri dan data gelombang (periode, tinggi dan arah gelombang), serta koordinat garis pantai. Dalam perhitungan ini arah datang gelombang terhadap garis tegak lurus pantai yaitu 4,91.2. Panjang garis pantai yang dianalisis sepanjang 500 m, dibagi dalam 250 pias (jarak antar pias (x) 2 m).3. Menghitung transpor sedimen (QS) pada setiap pias berdasarkan tinggi dan periode gelombang serta sudut datang gelombang.4. Menghitung perubahan garis pantai untuk setiap langkah waktu.Berdasarkan data diatas selanjutnya dilakukan perhitungan perubahan garis pantai dengan menggunakan program Excel pada tiap-tiap pias untuk waktu satu tahun. Untuk kemunduran garis pantai dimasing-masing pias (y) dihitung menggunakan formula berikut:(15)setelah kemunduran garis pantai di tiap-tiap pias diperhitungkan dalam program excel, hasil tersebut disajikan dalam grafik perubahan garis pantai berikut.

Gambar 8. Grafik Perubahan Garis Pantai Tanpa Padang Lamun Selama 1 TahunDari perhitungan perubahan garis pantai, didapatkan hasil kemunduran pantai selama satu tahun (Gambar 8) dengan kemunduran pantai rata-rata dalam satu tahun di lokasi tanpa padang lamun adalah 4,494 meter.Analisis Laju Sedimen Transpor dan Perubahan Garis Pantai di Lokasi Studi Dengan Padang Lamuni. Analisis Laju Sedimen TransporDiketahui data dari tabulasi perhitungan reduksi tinggi gelombang sebagai berikut :Hb= 0,322 mCb= 2,049 m/sb= 4,19= 1.025 kg/m3g= 9,81 m/sK= 0,401Dari hasi perhitungan menggunakan formula (12) dan (13), didapatkan laju transpor sedimen per tahunnya di lokasi studi dengan adanya padang lamun sebesar 2.849,767 m3. ii. Analisis Perubahan Garis PantaiBerdasarkan hasil analisis sebelumnya, selanjutnya dilakukan perhitungan perubahan garis pantai dengan menggunakan program Excel pada tiap-tiap pias untuk waktu satu tahun. Untuk kemunduran garis pantai dimasing-masing pias (y) dihitung menggunakan formula berikut:

Gambar 9. Grafik Perubahan Garis Pantai Dengan Padang Lamun Selama 1 TahunDari perhitungan perubahan garis pantai, didapatkan hasil kemunduran pantai selama satu tahun (Gambar 9) dengan kemunduran pantai rata-rata dalam satu tahun adalah 2,752 meter.KESIMPULAN DAN RINGKASANDari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Dengan adanya padang lamun di lokasi studi, laju transpor sedimen di lokasi studi berkurang dari 7 ribu m3/tahun menjadi 3 ribu m3/tahun Adanya padang lamun di lokasi studi berpengaruh terhadap perubahan garis pantai. Di lokasi tanpa padang lamun, rata-rata kemunduran garis pantai per tahunnya mencapai 5 meter. Sedangkan untuk di lokasi studi dengan adanya padang lamun, rata-rata kemunduran garis pantai per tahunnya sebesar 3 meter.UCAPAN TERIMA KASIHDalam pengerjaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan serta dorongan moral maupun material dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Balai Wilayah Sungai dan Pantai, Bali- Penida dan Stasiun Meteorologi Perak yang telah membantu dalam mengumpulkan data selama pengerjaan penelitian ini.DAFTAR PUSTAKA[1] Azkab, H., M. (1999). Pedoman Inventarisasi Lamun. Oseana, Volume XXIV, Nomor 1, 1-16.[2] Mendez, F.J., Losada, I.N.J., Losada, M.A. (1999). Hidrodynamic induced by wind waves in a vegetation field. Journal of Geophysical Research 104 (C8), 18383-18396.[3] Asano, T., Deguchi, H., Kobayashi, N. (1993). Interaction between water waves and vegetation. Proceedings of the 23rd International Conference on Coastal Engineering, vol. 3, 2710-2723.[4] CERC. (1984). Shore Protection Manual. Washington DC: Us Army Corps of Engineers Coastal engineering Research Center.[5] Kamphuis, J.W. (2000). Introduction to Coastal Engineering and Management. Singapore: World Scientific.[6] Bretschneider, C., L., and Reid, R., O., 1954. Modification of Wave Height Due to Bottom Friction, B.E.B. Tech. Memo, No. 45, 1 36.[7] Grosskopf, W.G. (1980). Calculation of Wave Attenuation Due to Friction and Shoaling: An Evaluation. Washington DC: Us Army Corps of Engineers Coastal engineering Research Center.[8] Triatmodjo, B. (1999). Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset.