pengaruh knowledge sharing dan keterlibatan middle …...hipotesis 4: knowledge sharing berpengaruh...
TRANSCRIPT
Pengaruh Knowledge Sharing dan Keterlibatan
Middle Manager Terhadap Kinerja Proyek
Pengembangan Produk di Industri Otomotif
1st Annisa Dewi Akbari
Departemen Teknik Mesin dan Industri
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia [email protected]
2nd Budi Hartono
Departemen Teknik Mesin dan Industri
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia [email protected]
sektor otomotif masih tinggi, sehingga penting untuk mengetahui
faktor kunci dari kesuksesan proyek pengembangan produk.
Knowledge sharing, keterlibatan middle manager, dan
kompleksitas merupakan faktor kesuksesan proyek yang dibahas
dalam penelitian ini. Kuesioner penelitian ditujukan kepada
middle manager proyek pengembangan produk dengan response
rate 57% (119 dataset) dan pengolahan data dilakukan dengan
SmartPLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa knowledge
sharing berpengaruh positif terhadap keterlibatan middle
manager, namun tidak berpengaruh terhadap kinerja. Selain itu
keterlibatan middle manager berpengaruh positif terhadap kinerja
dan memediasi hubungan knowledge sharing dan kinerja proyek.
Di sisi lain kompleksitas berpengaruh negatif terhadap kinerja,
namun tidak memoderasi hubungan knowledge sharing dan
kinerja proyek.
Selain itu faktor kesuksesan proyek pengembangan produk yang kedua, yaitu organizational context yang berkaitan dengan management support dalam strategi, innovation, dan
improvement juga sangat penting untuk diperhatikan. Middle manager adalah sosok bagian dalam management yang masih kurang tereksplor perannya, padahal mempunyai peran yang penting bagi kesuksesan suatu organisasi [4]. Dua hal yang menonjol dalam penelitian peran middle manager adalah tentang peran middle manager dalam strategi dan kontribusi signifikan dalam perubahan manajemen [5]. Berkaitan dengan kesuksesan proyek, termasuk proyek pengembangan produk, tak terlepas dari masalah kompleksitas. Kompleksitas merupakan sarana analitik yang mendalam untuk memahami proyek dan menyusun strategi yang mungkin untuk mengatasi masalah [6].
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai kerangka berpikir dan pengujian secara empiris mengenai hubungan antara knowledge sharing, keterlibatan middle manager dalam perancangan dan implementasi strategi, kompleksitas, serta kinerja proyek dengan rincian yaitu bagaimana hubungan knowledge sharing dan keterlibatan middle manager dalam perancangan dan implementasi strategi di perusahaan otomotif manufaktur, bagaimana hubungan keterlibatan middle manager, knowledge sharing, dan kompleksitas terhadap kinerja sebuah proyek. Selain itu, kajian ini menganalisis apakah keterlibatan middle manager dalam perancangan dan implementasi strategi memediasi pengaruh knowledge sharing terhadap kinerja proyek, dan apakah kompleksitas proyek dapat memperkuat atau memperlemah hubungan knowledge sharing dan kinerja proyek. Sehingga akhir dari penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi praktisi maupun akademisi terkait hubungan knowledge sharing, peran middle manager, dan kompleksitas terhadap kinerja proyek.
A. Subjek Penelitian
Unit analisis dalam penelitian ini adalah proyek yaitu semua
tipe proyek pengembangan produk di perusahaan otomotif
manufaktur Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan
metode purposive sampling. Karakteristik responden dalam
penelitian ini adalah seorang middle manager proyek
pengembangan produk di perusahaan otomotif yang telah
bergabung minimal di satu siklus penuh sebuah proyek.
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan memperhatikan
kriteria Min R² (0.1), alpha= 5%, dan statistical power= 80%,
sehingga didapatkan ukuran sampel minimal sejumlah 103 [7]
TP-1
Abstrak—Kegagalan proyek pengembangan produk di
Persaingan pasar otomotif di Indonesia semakin meningkat ditandai dengan perubahan market share pada tiap brand. Perusahaan berlomba-lomba untuk mencapai market share tertinggi. Demi mencapai hal tersebut, proyek pengembangan produk bukan menjadi pilihan lagi, tapi suatu keharusan karena perusahaan beroperasi di pasar dengan siklus hidup produk yang lebih pendek dikarenakan meningkatnya persaingan pasar [1]. Namun sayangnya tingkat kegagalan pengembangan produk masih tinggi sehingga penting untuk mengetahui faktor kunci dalam kesuksesan proyek pengembangan produk. Knowledge dan organizational context merupakan faktor terbanyak yang mempengaruhi kesuksesan proyek pengembangan produk yaitu sebesar 57% dan 40% [1]. Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa knowledge merupakan elemen penting untuk kelangsungan hidup perusahaan di era dinamis dan kompetitif saat ini. Banyak literature review menunjukkan bahwa knowledge adalah hal yang paling penting bagi inovasi dan kesuksesan berkelanjutan [2]. Knowledge sharing adalah kunci dari proses knowledge management dan merupakan dasar untuk menghasilkan ide-ide baru dan mengembangkan peluang bisnis baru [3].
Kata kunci—industri otomotif, kinerja proyek,
knowledge sharing, kompleksitas proyek, middle manager
I. PENDAHULUAN
II. METODOLOGI
B. Desain Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel
bebas (independent variabel) yaitu knowledge sharing, variabel
mediasi yaitu keterlibatan middle manager, variabel moderasi
yaitu kompleksitas proyek, dan variabel terikat (dependent
variabel) yaitu kinerja proyek. Adapun pengembangan
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
1. Knowledge sharing dan keterlibatan middle manager
Knowledge sharing tentang tujuan dan prioritas strategis
membuat middle manager cenderung memberikan pengaruh
secara terintegrasi ke top management dalam organisasi untuk
mengembangkan strategi [8]. Tingkat knowledge management
tentang pengalaman proyek sebelumnya memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap keberhasilan pelaksanaan
strategi oleh middle manager [9]. Berdasarkan penelitian
tersebut dapat dibuat hipotesis bahwa,
Hipotesis 1: Knowledge sharing berpengaruh positif terhadap
keterlibatan middle manager.
2. Knowledge sharing dan kinerja proyek
Knowledge sharing tentang pelanggan, pemasok,
kompetitor, kemampuan desain dan manufaktur internal akan
membantu pencapaian tujuan pengembangan produk secara
keseluruhan [10]. Berdasarkan penelitian ini dapat dibuat
hipotesis bahwa,
Hipotesis 2: Knowledge sharing berpengaruh positif terhadap
kinerja proyek.
3. Keterlibatan middle manager dan kinerja proyek
Terdapat hubungan positif antara keterlibatan middle
manager dalam pembuatan strategi dan ukuran kinerja
organisasi [11, 12]. Peran middle manager dalam strategi akan
meningkatkan kepuasan pelanggan [13]. Berdasarkan
penelitian tersebut dapat dibuat hipotesis bahwa,
Hipotesis 3: Keterlibatan middle manager berpengaruh positif
terhadap kinerja proyek.
4. Knowledge sharing mempengaruhi kinerja proyek melalui
keterlibatan middle manager
Berdasarkan penelitian terdahulu yang sudah di bahas pada
H1 sampai H3 yaitu mengenai hubungan knowledge sharing,
peran middle manager, dan kinerja proyek, menjadikan
keterlibatan middle manager dalam strategi sebagai variabel
mediasi. Dengan demikian dapat dibuat hipotesis bahwa,
Hipotesis 4: Knowledge sharing berpengaruh positif terhadap
kinerja proyek melalui keterlibatan middle manager.
5. Kompleksitas dan kinerja proyek
Terdapat hubungan positif antara knowledge management
maturity dan project performance dengan dimoderasi oleh
kompleksitas struktural dan ketidakpastian proyek [6]. Semakin
besar kompleksitas yang ditimbulkan oleh suatu proyek,
semakin rendah peluang keberhasilan yang akan tercapai [14].
Berdasarkan penelitian tersebut dapat dibuat hipotesis bahwa,
Hipotesis 5: Hubungan antara knowledge sharing dan kinerja
proyek lebih kuat saat terdapat kompleksitas yang lebih tinggi.
Hipotesis 6: Kompleksitas proyek berpengaruh negatif
terhadap kinerja proyek.
Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya terkait dengan
kemungkinan variabel yang mempengaruhi kinerja proyek,
maka diformulasikan framework penelitian yang ditampilkan
pada Gambar 1.
Gambar 1. Framework Penelitian
Tabel I menunjukkan penjelasan mengenai masing-masing
variabel beserta sub variabelnya.
Knowledge
Sharing
Tingkat knowledge
sharing antara individu
maupun tim
menggunakan berbagai
sarana komunikasi [10]
Pelanggan,
Pemasok,
Kompetitor,
Kapabilitas [10]
Keterlibatan
middle
manager
Keterlibatan middle
manager dalam proses
strategi dalam
pemikiran dan
komitmen terhadap
strategi [11]
Championing,
Synthesizing,
Facilitating,
Implementing
[12]
Kompleksi-
tas Proyek
Risiko dalam proyek
yang dipengaruhi oleh
faktor persepsi,
kesadaran, alam bawah
sadar dan afektif [14]
Kompleksitas
structural,
Emergent,
sosiopolitik [14]
Kinerja
Proyek
Ketepatan dalam
waktu, biaya material,
tenaga kerja dan
overhead, dan produk
dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan
pelanggan [10]
Value to
customer, Biaya,
Waktu [10]
Strategic
Involvement of
Middle
Manager (M)
H4 Y1. Value
to customer
Y2. Biaya
Y3. Waktu
Kinerja
Proyek
(Y)
Z1. Kompleksitas
Struktural Z2.
Emergent
Z3. Kompleksitas
Sosiopolitik
H2
H1
H5
H3
M1.
Championing
M2.
Synthesizing
Kompleksi
tas Proyek
(Z)
M3.
Facilitating
M4.
Implementing
Gambar 4. 1 Framework Penelitian
H6
TP-2
TABEL I. PENJELASAN VARIABEL
Variabel Definisi Operasional Sub Variabel
C. Tahapan Penelitian
Tahapan pertama dalam penelitian adalah melakukan studi
literatur. Berdasarkan studi literatur dilakukan identifikasi
variabel yang digunakan yaitu knowledge sharing, keterlibatan
middle manager, kinerja proyek, dan kompleksitas. Setelah itu
dibangun model teoritis yaitu dengan membuat hipotesis dan
diagram model atau framework. Setelah model dibangun, maka
tahapan selanjutnya yaitu merancang instrumen survei yang
dilakukan dengan membangun kuesioner. Kuesioner yang
disusun merupakan pernyataan dari dimensi variabel yang
diadaptasi dan diadopsi dari penelitian-penelitian sebelumnya.
Tahapan selanjutnya yaitu pilot study yang dilakukan untuk
mengevaluasi instrumen survei dan mendapatkan perbaikan
instrumen. Pilot study ditujukan kepada praktisi atau akademisi
yang memiliki latar belakang proyek dan dilakukan secara dua
tahap, yaitu tahap kualitatif dan kuantitatif. Pilot study kualitatif
digunakan untuk validitas konten dan tampilan instrumen
penelitian. Sedangkan pilot study kuantitatif digunakan untuk
memastikan bahwa data sudah valid dan reliabel. Setelah semua
terpenuhi maka dilakukan pengambilan data, pengolahan, dan
analisis data. Untuk mengolah data digunakan software
SmartPLS, SPSS, dan spreadsheet (Microsoft Excel).
A. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah selesai pilot study,
sehingga instrumen penelitian sudah dipastikan valid dan
reliabel. Penyebaran instrumen penelitian dilakukan pada
responden yang sesuai dengan kriteria, yaitu middle manager
proyek pengembangan produk di otomotif dan dilakukan secara
tidak langsung yaitu menggunakan link online. Dalam penelitian
ini, jumlah kuesioner yang kembali adalah sebanyak 119 dari
210 link online yang disebarkan atau sekitar 57% respon rate.
Setelah dilakukan data cleansing, maka data akhir yang dapat
dipakai berjumlah 106. Jumlah item pernyataan untuk
penyebaran kuesioner yaitu 100 item dengan 5 skala likert. Tabel
II merupakan statistik deskriptif dari variabel-variabel utama
dalam penelitian yang didapat dari konversi nilai item-item yang
dibobotkan dengan skala likert tersebut.
Knowledge sharing (X) 4,057 4,000 0,853 4,000
Middle manager (M) 3,900 4,000 0,927 4,000
Kompleksitas (Z) 2,185 2,000 1,000 4,000
Kinerja (Y) 3,929 4,000 1,054 4,000
B. Pengolahan Data SmartPLS
Pengolahan dan pengujian data hasil kuesioner dilakukan
dengan software SmartPLS versi 3. Dalam penelitian ini terdapat
empat variabel, 14 dimensi, dan 100 item pernyataan.
1. Measurement model (outer model)
Analisa ini dilakukan untuk memastikan bahwa
measurement yang digunakan layak untuk dijadikan
pengukuran (valid dan reliabel). Pada penelitian ini terdapat
first order dan second order konstruk yang berbentuk reflektif
yaitu variabel konstruk dibangun terlebih dahulu lalu dirincikan
menjadi item-item. Konstruk first order merupakan konstruk
yang dibentuk oleh indikatornya, sedangkan konstruk second
konstruk first order.
a. Reflective indikator loadings (First Order)
Nilai loadings merupakan korelasi antara variabel laten
dengan indikatornya.Nilai outer loadings yang baik adalah
lebih dari 0,7 [15]. Setelah beberapa item dieliminasi, jumlah
item yang tersisa atau yang outer loading nya > 0,7 adalah 65
item.
b. Uji Validitas Konvergen (First Order)
Uji validitas konvergen menunjukkan ukuran adanya
korelasi positif antara suatu indikator terhadap indikator lain
yang berada dalam satu konstruk yang sama. Validitas
konvergen dianalisis berdasarkan nilai average variance
extracted (AVE). Berdasarkan hasil diketahui bahwa nilai AVE
untuk semua dimensi sudah lebih dari 0,5.
c. Internal consistency reliability (First Order)
Kriteria dari internal consistency reliability dapat dilihat
dari nilai composite reliability (CR). Data yang memiliki CR >
0,6 mempunyai reliabilitas yang tinggi atau indikator konsisten
dalam mengukur konstruknya. Selain itu juga dapat dilihat dari
dengan nilai cronbach’s alpha. Nilai cronbach’s alpha yang
diharapkan adalah > 0,6 untuk semua konstruk. Berdasarkan
hasil pengolahan diketahui bahwa nilai cronbach’s alpha dan
composite reliability untuk semua dimensi sudah lebih dari 0,6.
d. Uji Validitas Diskriminan (First Order)
Uji ini berguna untuk mengetahui apakah konstruk
memiliki diskriminan yang memadai yaitu dengan cara
membandingkan nilai loading dan akar kuadrat AVE pada
konstruk yang dituju harus lebih besar dibandingkan dengan
konstruk yang lain. Berdasarkan hasil uji, nilai loading dan akar
kuadrat AVE pada konstruk yang dituju sudah lebih besar
dibandingkan dengan nilai loading di konstruk yang lain.
Selain evaluasi konstruk first order, perlu dilakukan
evaluasi konstruk untuk second order. Berdasarkan hasil uji
diketahui bahwa semua variabel sudah memiliki nilai AVE
lebih dari 0,5 dan composite reliability serta cronbach’s alpha
lebih dari 0,6. Hasil akhir dari model menghasilkan 12 dimensi
dan 46 item indikator. Setelah uji validitas dan reliabilitas
terpenuhi, dilakukan bootsrapping untuk mengetahui tingkat
signifikansi dari masing-masing dimensi terhadap variabel
latennya. Hasil menunjukkan bahwa setiap dimensi
menghasilkan nilai yang signifikan (p value < 0,05) sehingga
semua konstruk first order valid dalam mengukur aspek yang
berbeda terhadap konstruk second order.
2. Analisis Struktural Model (Inner Model)
Analisa inner model atau analisa struktural model
dilakukan untuk memastikan bahwa model struktural yang
dibangun robust dan akurat.
a. Variance Inflation Factor (VIF)
Nilai Variance Inflation Factor (VIF) digunakan untuk
mengevaluasi multikolinearitas. Nilai VIF yang ideal adalah di
bawah tiga [15], yang menunjukkan tidak ada multikolinearitas.
TP-3
TABEL II. STATISTIK DESKRIPTIF DARI VARIABEL
Variabel Mean Median SD Range
order adalah konstruk yang dibentuk oleh dimensinya pada
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengolahan diketahui bahwa semua nilai VIF
kurang dari tiga sehingga tidak terdeteksi multikolinearitas.
b. Koefisien Determinasi (R²) dan Relevansi Prediktif (Q²)
Koefisien determinasi atau R² menunjukkan varians yang
dapat dijelaskan dalam suatu konstruk endogen karena
pengaruh prediktornya. Sedangkan relevansi prediktif atau Q²
digunakan untuk mengukur seberapa baik nilai observasi
dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Model
dikatakan memiliki relevansi prediktif bila memiliki nilai Q²
lebih dari nol. Berdasarkan hasil pengujian VIF, R², dan Q²
terlihat bahwa model yang dibentuk adalah robust. Sehingga
pengujian hipotesa dapat dilakukan.
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat nilai pada
path coefficient yang menggambarkan hubungan antar variabel
pada signifikansi 0,05. Nilai path coefficient signifikan apabila
p-value < 0,05 dan t hitung lebih dari t tabel. Nilai tabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 1,98282 (df= 105).
Coef. Mean SD T
P
Value Ket.
M -> Y 0,175 0,179 0,161 1,089 0,277 Tidak
Sig.
Z ->
X*Y 0,071 0,077 0,111 0,638 0,524
Tidak
Sig.
X -> M 0,525 0,524 0,070 7,444 0,000 Sig.
X -> Y -
0,153 -0,158 0,129 1,186 0,236
Tidak
Sig.
Z -> Y -
0,392 -0,39 0,138 2,846 0,005 Sig.
X -> M
-> Y 0,092 0,095 0,087 1,053 0,293
Tidak
Sig.
Berdasarkan Tabel III, terdapat dua nilai yang signifikan
pada model #1 yaitu antara variabel knowledge sharing (X) dan
keterlibatan middle manager (M) serta kompleksitas proyek (Z)
dan kinerja proyek (Y). Dikarenakan tidak ada efek moderasi
dari kompleksitas, maka dibangun model #2 yaitu model tanpa
variabel kompleksitas untuk mengetahui apakah ada
kemungkinan variabel lain yang saling berhubungan. Tabel IV
adalah hasil path coefficient untuk model #2.
Coef. Mean SD T
P
Value Ket.
X -> M 0,525 0,527 0,071 7,392 0,000 Sig.
M -> Y 0,406 0,400 0,120 3,388 0,001 Sig.
X -> Y -
0,071
-
0,075 0,131 0,540 0,590
Tidak
Sig.
X -> M ->
Y 0,213 0,213 0,075 2,841 0,005 Sig.
Tabel IV menunjukkan bahwa terdapat tiga nilai yang
signifikan yaitu knowledge sharing (X) terhadap keterlibatan
middle manager (M), keterlibatan middle manager (M)
terhadap kinerja proyek (Y), dan mediasi keterlibatan middle
manager (M) pada hubungan knowledge sharing (X) terhadap
kinerja proyek (Y). Model #1 dan model #2 mengindikasikan
hasil yang berbeda. Berdasarkan analisis statistik yang
dilakukan yaitu multikolinearitas, variabilitas, dan outlier atau
noise semua sudah memenuhi. Oleh karena itu kemungkinan
penyebabnya adalah ukuran sampel yang tidak memadai untuk
mendeteksi adanya efek interaksi. Jika jumlah sampel terbatas
penambahan variabel akan mengurangi statistical power.
Penentuan jumlah sampel didasarkan pada statistical power
80%, R square 0,1, signifikansi 5%, dan jumlah independent
variabel adalah 3 menghasilkan jumlah sampel minimum 103
[7]. Namun sayangnya tidak ada kriteria tambahan interaksi
disana misalnya adanya moderasi atau mediasi sehingga
kemungkinan jumlah sampel 106 dalam penelitian ini tidak
memadai untuk mendeteksi interaksi-interaksi tersebut.
Gambar 2 dan 3 merupakan model #1 dan model #2 dari PLS
setelah semua pengujian selesai dilakukan.
C. Analisis Hasil Uji Hipotesis
Tabel V menunjukkan hasil uji hipotesis yang sudah
dirangkum di dalam satu tabel.
TP-4
Gambar 3. Model #2 PLS
Gambar 2. Model #1 PLS
TABEL III. HASIL PATH COEFFICIENT MODEL #1
TABEL IV. HASIL PATH COEFFICIENT MODEL #2
Hipotesis 1 Sig. Sig.
Hipotesis 2 Tidak Sig. Tidak Sig.
Hipotesis 3 Tidak Sig. Sig.
Hipotesis 4 Tidak Sig. Sig.
Hipotesis 5 Tidak Sig. -
Hipotesis 6 Sig. - Ket. = (-) tidak di uji
a. Knowledge sharing (X)keterlibatan middle manager (M)
Berdasarkan nilai t hitung, p value, dan path coefficient
untuk kedua model yaitu model #1 dan model #2 diketahui
bahwa keputusan uji hipotesis ini adalah menolak H0 yaitu
terdapat cukup bukti bahwa knowledge sharing berpengaruh
positif terhadap keterlibatan middle manager dalam
perancangan dan implementasi strategi. Hal ini berarti semakin
tinggi knowledge sharing, maka dapat meningkatkan
keterlibatan middle manager dalam hal perancangan dan
implementasi strategi. Hasil penelitian ini sudah sesuai
hipotesis yang dibangun dan selaras dengan penelitian
terdahulu. Knowledge sharing tentang tujuan dan prioritas
strategis membuat middle manager lebih cenderung untuk
memberikan pengaruh secara terintegrasi ke top management
pengaruh positif yang signifikan terhadap keberhasilan
pelaksanaan strategi oleh middle manager [8][9]. Hasil
penelitian berupa hasil empiris membuktikan bahwa knowledge
sharing tentang pelanggan, supplier, kompetitor, dan
kapabilitas internal memang berpengaruh terhadap peran
middle manager. Hal ini dikarenakan knowledge sharing dapat
membantu middle manager untuk mengembangkan dan
memberikan ide inovasi baik itu inovasi untuk produk, proses
manufaktur, maupun proses desain. Knowledge sharing juga
bermanfaat untuk mengumpulkan dan menyampaikan
informasi dari berbagai pihak, serta menganalisis ancaman dan
peluang dari lingkungan. Selain itu knowledge sharing juga
dapat membantu middle manager dalam pelaksanaan program
atau strategi perusahaan.
b. Knowledge sharing (X) kinerja proyek (Y)
Berdasarkan nilai t hitung dan p value untuk kedua model
yaitu model #1 dan model #2 diketahui bahwa keputusan uji
hipotesis ini adalah gagal menolak H0, yang artinya tidak
terdapat cukup bukti bahwa knowledge sharing berpengaruh
terhadap kinerja proyek untuk domain industri otomotif. Hasil
ini tidak sesuai dengan hipotesis yang ditentukan di awal dan
berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yaitu knowledge
sharing tentang pelanggan, pemasok, kompetitor, kemampuan
desain dan manufaktur internal akan membantu pencapaian
tujuan proyek pengembangan produk secara keseluruhan [10].
Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan dikarenakan
perbedaan jenis proyek pengembangan produk. Sebagian
proyek pengembangan produk di otomotif manufaktur
Indonesia tidak sepenuhnya local development, namun masih
campur tangan mother company. Sehingga segala keputusan
baik strategi, improvement, atau penyelesaian masalah harus
dilakukan kedua belah pihak yang terkadang mengabaikan
informasi-informasi dari kondisi lokal lapangan. Selain itu
dalam proyek pengembangan produk di otomotif diperlukan
sumber data yang valid dan tepat, sehingga info dari knowledge
sharing baik itu tacit maupun explicit kurang berpengaruh. Hal
ini selaras dengan penelitian sebelumnya, bahwa knowledge
sharing tidak berpengaruh positif terhadap kinerja proyek di
industri Polandia dikarenakan proyek membutuhkan tujuan,
alat, dan metode yang didefinisikan dengan tepat, sehingga
tidak memungkinkan dilakukannya tacit knowledge sharing
[16].
c. Keterlibatan middle manager (M) kinerja proyek (Y)
Berdasarkan hasil dari model #1, hubungan variabel ini
tidak signifikan. Namun hasil ini berbeda dengan model #2
yang menunjukkan hasil yang signifikan dengan t hitung
(3,388), p value (0,001), dan path coefficient bernilai 0,406
yang berarti keterlibatan middle manager berpengaruh positif
terhadap kinerja proyek. Hal ini dikarenakan middle manager
berada di posisi tengah yaitu antara atasan dan bawahan atau
sebagai jembatan antara keduanya. Dalam hal perancangan
strategi, middle manager mengusulkan strategi ide inovasi yang
berasal middle manager langsung atau berasal dari bawahan
yang dikumpulkan dan disampaikan middle manager ke top
management. Sehingga dengan demikian makin banyak ide-ide
inovasi yang masuk berdasarkan kondisi lapangan langsung
serta pengetahuan dan pengalaman dari berbagai pihak. Selain
itu dalam hal implementasi middle manager menjadi tonggak
implementasi yang menyampaikan strategi dan bertanggung
jawab akan implementasi strategi tersebut ke bawahan.
Sehingga berdasarkan peran middle manager tersebut maka
dapat mendukung kesuksesan kinerja proyek. Hasil ini juga
selaras dengan penelitian terdahulu, bahwa peran middle
manager dalam strategi akan meningkatkan kinerja proyek
khususnya kepuasan pelanggan [13].
d. Knowledge sharing (X) keterlibatan middle manager
(M) kinerja proyek (Y)
Berdasarkan hasil dari model #1, efek mediasi ini tidak
signifikan. Namun lain halnya pada model #2 yang
menunjukkan hasil yang signifikan dengan t hitung (2,841), p
value (0,005), dan path coefficient bernilai 0,213 yang berarti
keterlibatan middle manager memediasi pengaruh knowledge
sharing terhadap kinerja proyek. Keterlibatan middle manager
memiliki efek full mediation karena knowledge sharing tidak
memiliki pengaruh secara langsung terhadap kinerja proyek.
e. Moderating Effect (kompleksitas_Z), knowledge sharing
(X) kinerja proyek (Y)
Berdasarkan hasil dari model #1 yaitu nilai t hitung (0,604)
dan p value (0,546), diketahui bahwa keputusan uji hipotesis ini
adalah gagal menolak H0, yang artinya tidak terdapat cukup
bukti bahwa kompleksitas proyek memoderasi hubungan
knowledge sharing dan kinerja proyek. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis dan peneilitian terdahulu bahwa terdapat
hubungan positif antara knowledge management maturity dan
project performance dengan dimoderasi oleh kompleksitas
struktural dan ketidakpastian proyek [6]. Hasil perbedaan ini
dikarenakan perbedaan jenis variabel yang diuji. Dalam
penelitian sebelumnya variabel yang diuji adalah knowledge
management, sedangkan dalam penelitian ini adalah knowledge
sharing yang merupakan bagian dari knowledge management.
Selain itu dari variabel kompleksitas juga terdapat perbedaan,
TP-5
TABEL V RANGKUMAN HASIL UJI HIPOTESIS
Hipotesis Model #1 PLS Model #2 PLS
yaitu dalam penelitian sebelumnya yang diuji adalah tingkat
dimensi yaitu kompleksitas strukural dan emergent, sedangkan
dalam penelitian ini yang diuji adalah variabel kompleksitas
secara keseluruhan. Sehingga berdasarkan hasil penelitian ini
variabel kompleksitas secara keseluruhan tidak akan
memperkuat atau memperlemah hubungan antara knowledge
sharing dan kinerja proyek. Terutama dalam hal ini adalah
kompleksitas sosiopolitik yang berhubungan dengan
ketersediaan sumber daya baik manusia maupun anggaran tidak
cukup untuk mempengaruhi hubungan knowledge sharing dan
kinerja proyek karena jenis kompleksitas tersebut bukan
menjadi masalah, maksudnya dalam proyek otomotif
perencanaan sumber daya telah dirancang dengan baik di awal
proyek. Dikarenakan efek moderasi ini tidak signifikan, maka
dalam pembahasan selanjutnya kompleksitas diuji secara
independen untuk mengetahui hubungannya dengan kinerja.
f. Kompleksitas proyek (Z) kinerja proyek (Y)
Pengujian antara kompleksitas proyek dan kinerja proyek
menghasilkan nilai t hitung (2,846) dengan p value (0,005) dan
path coefficient -0,392 sehingga terdapat cukup bukti bahwa
kompleksitas proyek berpengaruh negatif terhadap kinerja
proyek. Hal ini berarti semakin tinggi kompleksitas, maka dapat
menurunkan kinerja proyek. Hal ini sudah sesuai dengan
hipotesis dan sejalan dengan penelitian terdahulu yaitu yang
menunjukkan bahwa semakin besar kompleksitas yang
ditimbulkan oleh suatu proyek, semakin rendah peluang
keberhasilan yang akan tercapai [14]. Hal ini tentu saja juga
berlaku di proyek pengembangan produk otomotif. Adanya
ketidakpastian, perubahan, orang yang terkait proyek, serta
jenis proyek akan mempengaruhi kerumitan proyek yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi pencapaian kinerja proyek.
Change atau perubahan berkaitan dengan perubahan yang
terjadi pada kebutuhan, teknologi, stakeholder, dan proyek.
Sedangkan ketidakpastian biasanya merupakan hasil dari
kebaruan teknologi atau proses dengan kondisi kurangnya
pengalaman, kurangnya ketersediaan informasi, atau beberapa
kombinasi dari ini.
Model teoritis terkait knowledge sharing, keterlibatan
middle manager dalam perancangan dan implementasi strategi,
kompleksitas, serta kinerja proyek telah dikembangkan
berdasarkan studi literatur dari penelitian-penelitian
sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa knowledge
sharing berpengaruh positif terhadap keterlibatan middle
manager, namun tidak berpengaruh terhadap kinerja. Pada
model#1 mengindikasikan bahwa keterlibatan middle manager
tidak mempengaruhi kinerja dan tidak memediasi hubungan
knowledge sharing terhadap kinerja. Namun lain halnya pada
model#2, keterlibatan middle manager mempengaruhi kinerja
dan terdapat efek mediasi. Di sisi lain kompleksitas proyek
berpengaruh negatif terhadap kinerja, namun tidak memoderasi
hubungan knowledge sharing dan kinerja proyek.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan bagi
perusahaan untuk lebih memperhatikan dan mengembangkan
keterlibatan middle manager dalam hal perancangan dan
implementasi strategi. Selain itu kompleksitas sebaiknya
dikelola dengan baik agar dapat tercipta kinerja proyek yang
lebih optimal. Sedangkan rekomendasi untuk penelitian
selanjutnya yaitu peneliti dapat mengeksplor peran middle
manager lainnya yang mendukung kinerja di proyek
pengembangan produk, mengidentifikasi dan mengganti atau
menambah variabel atau dimensi lain yang di anggap penting
untuk membangun model. Selain itu penelitian serupa juga
dapat dicoba dilakukan untuk jenis proyek lain.
[1] M. Björklund, T. Kalling, and S. Setterberg, “The Success and Failure of
New Product Development – A Study With Focus on The Early Phases”, Nordic Academy of Management, 2007.
[2] I. Nonaka and H. Takeuchi, “The Knowledge Creating Company: How
Japanese Companies Create The Dynamics of Innovation”, Oxford University Press, New York, 1995.
[3] H.F. Lin, “Knowledge Sharing and Firm Innovation Capability: An
Empirical Study”. International Journal of Manpower, 28(3–4), 315–332, 2007.
[4] S. Ameson, “Lead from The Middle: Influence Up, Down, and Across”,
Leadersip Excellence, 25(3), 19, 2008. [5] Z. Rezvani, “Who is a Middle Manager: A Literature Review”,
International Journal of Family Business and Management, 1(2), 1–9, 2017.
[6] B. Hartono, S.R. Sulistyo, K.H. Chai, and N. Indarti, “Knowledge
Management Maturity and Performance in a Project Environment: Moderating Roles of Firm Size and Project Complexity”, Journal of
Management in Engineering, 35(6), 2019.
[7] J. Hair, G.T. Hult, C. Ringle, dan M. Sarstedt, “A Primer on Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM)”, 2nd edition, SAGE
Publication Inc., United States of America, 2017.
[8] B. Wooldridge, T. Schmid, and S.W. Floyd, “The Middle Management Perspective on Strategy Process: Contributions, Synthesis, and Future
Research”, Journal of Management, 34(6), 1190-1221, 2008.
[9] F. Alamsjah, “Key Success Factors in Implementing Strategy: Middle-level Managers’ Perspectives”, Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 24, 1444–1450, 2011.
[10] P. Hong, W.J. Doll, E. Revilla, and A.Y. Nahm, “Knowledge Sharing and Strategic Fit in Integrated Product Development Proejcts: An Empirical
Study”, International Journal of Production Economics, 132(2), 186–196,
2011. [11] M.I. Ukil and M.A. Akkas, “Determining Success Factors for Effective
Strategic Change: Role of Middle Managers’ Strategic Involvement”.
Serbian Journal of Management, 12(1), 29–40, 2017. [12] B. Wooldridge and S.W. Floyd, “The Strategy Process, Middle
Management Involvement, and Organizational Performance”, Strategic
Management Journal, 11(3), 231-241, 1990. [13] M. Ahearne, S.K. Lam, and F. Kraus, “Performance Impact of Middle
Managers Adaptive Strategy Implementation: The Role of Social
Capital”, Strategic Management Journal, 35, 68-87, 2014. [14] H.R. Maylor, N.W. Turner, and R. Murray-Webster, “How Hard Can It
Be?: Actively Managing Complexity in Technology Projects: The
Complexity Assessment Tool Offers A Framework For Articulating, Assessing, and Managing Sources of Complexity in Technology
Projects”, Research Technology Management, 56(4), 45–51, 2013.
[15] J.F. Hair, J.J. Risher, M. Sarstedt, and C.M. Ringle, “When to Use and How to Report the Results of PLS-SEM”, European Business Review,
31(1), 2–24, 2019.
[16] W. Kucharska, “Tacit Knowledge Sharing and Project Performance. Does the Knowledge Workers’ Personal Branding Matter?”, Advances in
Economics and Business, 5(9), 518-529, 2017.
TP-6
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA