pengaruh kenaikan ppnbm kendaraan bermotor terhadap perilaku konsumen di kota yogyakarta.docx

14
LITERATURE REVIEW Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di Yogyakarta 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Pengertian Konsumsi Konsumsi adalah pengeluaran rumah tangga yang ditujukan untuk memperoleh barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan. Barang konsumsi merupakan barang atau jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan digolongkan ke dalam barang primer atau pokok seperti makanan, tempat tinggal, dan barang sekunder seperti barang mewah berupa kendaraan bermotor, serta barang atau jasa lainnya yang ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan. Menurut Keynes, konsumsi merupakan salah satu komponen penting untuk menilai pendapatan atau performa ekonomi masyarakat di suatu Negara. Y = C + G + I + NX C = C(Y D ) Fungsi Keynes diatas, menunjukkan bahwa konsumsi berbanding lurus dengan pendapatan. Oleh karena itu, apabila pendapatan mengalami kenaikan, maka akan berpengaruh pula terhadap peningkatan konsumsi masyarakat.

Upload: anisa-prita

Post on 16-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di Kota Yogyakarta.docx

LITERATURE REVIEW

Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di

Yogyakarta

2.1 Perilaku Konsumen

2.1.1 Pengertian Konsumsi

Konsumsi adalah pengeluaran rumah tangga yang ditujukan untuk memperoleh

barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan. Barang konsumsi merupakan barang atau

jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan digolongkan ke dalam

barang primer atau pokok seperti makanan, tempat tinggal, dan barang sekunder seperti

barang mewah berupa kendaraan bermotor, serta barang atau jasa lainnya yang

ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan.

Menurut Keynes, konsumsi merupakan salah satu komponen penting untuk

menilai pendapatan atau performa ekonomi masyarakat di suatu Negara.

Y = C + G + I + NX

C = C(YD)

Fungsi Keynes diatas, menunjukkan bahwa konsumsi berbanding lurus dengan

pendapatan. Oleh karena itu, apabila pendapatan mengalami kenaikan, maka akan

berpengaruh pula terhadap peningkatan konsumsi masyarakat. Sebaliknya, jika

pendapatan mengalami penurunan, maka kemungkinan konsumsi masyarakat terhadap

barang atau jasa akan cenderung rendah. Dengan demikian, konsumsi memiliki peran

dalam menentukan fluktuasi aktivitas ekonomi suatu negara, baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang yang dimanifestasikan dalam pertumbuhan ekonomi.

Dalam jurnal kajian ekonomi, (Baginda Persaulian, dkk: 2013) dijelaskan bahwa

salah satu komponen penting untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk

adalah pola konsumsi masyarakat.

Kedua tinjauan diatas mendukung bahwa pengeluaran untuk konsumsi merupakan

salah satu komponen penting untuk menentukan fluktuasi aktivitas ekonomi suatu

Page 2: Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di Kota Yogyakarta.docx

Negara dari satu periode ke periode yang lain, sehingga dapat digunakan untuk menilai

tingkat kesejahterahan atau pertumbuhan ekonomi suatu Negara.

2.1.2 Perilaku Konsumsen

Howard (1963), Howard dan Sheth (1969) menyatakan bahwa:

“Models used for teaching consumer behavior, thus, have mainly relied on the internal

variables of the consumer in explaining how he or she processes incoming information

and makes purchase decisions.”

Dalam proses pembuatan keputusan konsumsi, konsumen menggunakan variabel

internal yang menjelaskan bagaimana ia memproses informasi atas barang dan jasa,

sehingga timbul keputusan untuk membeli barang atau jasa tersebut. Salah satu variabel

internal yang berpengaruh terhadap proses pembuatan keputusan konsumsi dapat

dihubungkan dengan fungsi C = C(YD), dimana disposable income (YD) berperan

sebagai variabel internalnya.

Samuelson (1999) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi dan

menentukan jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah disposable income sebagai

faktor utama, pendapatan permanen dan pendapatan menurut daur hidup, kekayaan serta

faktor permanen lainnya seperti faktor sosial dan harapan tentang kondisi ekonomi

dimasa datang.

Sukirno (2002: 105) berpendapat bahwa faktor penting yang menentukan tingkat

konsumsi dan tabungan adalah pendapatan rumah tangga. Kusuma (2008: 4) juga

menuturkan bahwa pendapatan dan konsumsi memiliki hubungan yang erat.

Beberapa tinjauan diatas menunjukkan bahwa disposable income atau pendapatan

rumah tangga menjadi faktor utama (variabel internal) dalam mempengarui tingkat

pengeluaran untuk konsumsi. Jika demikian, maka kemungkinan disposable income

(YD) memiliki hubungan yang signifikan dengan konsumsi (C).

2.2 Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Perilaku Konsumen

Keynes menyatakan bahwa YD ≡ Y – T , artinya fungsi tersebut memperlihatkan

behavioral equation, dimana disposable income (YD) didefinisikan sebagai Y

(pendapatan) – T (pajak). Disposable income adalah pendapatan individu setelah

dikurangi pajak penghasilan perseorangan. Pendapatan inilah yang akhirnya dapat

Page 3: Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di Kota Yogyakarta.docx

digunakan oleh konsumen dalam melakukan aktivitas ekonomi untuk konsumsi barang

atau jasa yang diinginkan seperti barang mewah.

2.2.1 Pengertian Barang Mewah

Angshuman Ghosh dan Sanjeev Varshney (2013: 146) menyatakan bahwa dalam

pengertian popular di dunia, “luxury” is something related to indulging in self-pleasure

and something which is not necessity.

Type of self-consciousness of people plays an important role in luxury goods

consumption (Vigneron dan Johnson, 1999). Angshuman Ghosh dan Sanjeev Varshney

(2013: 146) juga menyebutkan bahwa sesuai ekonomi, a luxury goods is a good for

which demand increases more than proportionally as income rises.

Dari beberapa tinjauan diatas, dapat disimpulkan bahwa barang mewah

merupakan sesuatu yang terkait dengan keinginan konsumen, tetapi bukan merupakan

suatu kebutuhan atau keharusan untuk memilikinya. Konsumen yang memiliki

pendapatan tinggi akan cenderung merasa lebih terfasilitasi dan termotivasi untuk

memenuhi keinginannya terhadap barang atau jasa yang tergolong mewah tersebut. Hal

itu sesuai dengan pendapat ekonomi yang menyatakan bahwa ketika pendapatan naik,

maka kemungkinan konsumen termotivasi untuk melakukan permintaan terhadap

barang atau jasa yang tergolong mewah menjadi meningkat.

2.2.2 Pegertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009

tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM), Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dipungut atas

penyerahan barang kena pajak yang tergolong barang mewah yang dihasilkan oleh

pengusaha kena pajak dalam kegiatan usaha atau pekejaannya di dalam daerah pabean,

dan yang dipungut atas impor barang kena pajak yang tergolong sebagai barang mewah.

2.2.3 Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Menurut Undang – Undang RI Nomor 42 Tahun 2009 (Pasal 5), objek PPnBM yaitu:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh

pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut

di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Page 4: Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di Kota Yogyakarta.docx

2. Impor barang kena pajak yangg tergolong mewah.

PPnBM hanya dikenakan satu kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong

mewah oleh pengusaha kena pajak dan pada saat impor BKP yang tergolong mewah.

2.2.4 Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Undang – Undang RI Nomor 42 Tahun 2009 (Pasal 8) memaparkan bahwa:

1.Penetapan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah paling rendah sebesar 10%

dan paling tinggi sebesar 200%.

2.Untuk ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai tarif sebesar 0%.

Selain itu, Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 2013 turut menjelaskan

tentang spesifikasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terbagi atas Barang Kena

Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan Barang Kena Pajak yang

tergolong mewah selain kendaraan bermotor. Pada Pasal 2, tarif PPnBM atas Barang

Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor ditetapkan ke dalam

kelompok tarif yang berkisar antara 10% sampai dengan 75%.

2.2.5 Dasar Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 2013, Dasar pengenaan

pajak adalah jumlah hara jual, penggantian, nilai impor, nilai export, atau nilai lain yang

dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. Pasal 3 Perpres ini menjelaskan

bahwa Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk Barang Kena Pajak yang tergolong

mewah berupa kendaraan bermotor dihitung dengan dasar pengenaan pajak sebesar 75%

dengan konsumsi bahan bakar minyak mulai dari 20 sampai 28 kilometer per liter dan

50% dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 28 kilometer per liter. Khusus

bagi Barang Kena Pajak kendaraan program hemat energi dikenai dasar pengenaan

pajak sebesar 0%.

2.3 Kenaikan Tarif Pajak dan Perilaku Konsumen

Prinsip pengenaan pajak saat ini didasarkan atas (ability to pay) kemampuan

membayar pajak, Suparmoko (2002: 74). Berdasarkan informasi Kementerian

Keuangan Republik Indonesia (24 Maret 2014), pada awal April 2014 Pemerintah

Indonesia menetapkan tarif PPnBM atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

Page 5: Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di Kota Yogyakarta.docx

berupa kendaraan bermotor yang awalnya sebesar 75% menjadi 125%. Menurut data

BPS, pendapatan perkapita Indonesia pada tahun 2013 meningkat dari 32,5 juta pada

tahun 2012 menjadi 36,5 juta di tahun 2013. BAPPENAS memaparkan bahwa jumlah

konsumsi atas kendaraan bermotor juga meningkat dari 299,9 ribu unit pada tahun 2012

menjadi 306 ribu unit di tahun 2013. Hal tersebut menghasilkan peningkatan jumlah

penerimaan PPnBM tahun 2013 menjadi 1,928 triliun.

Data diatas secara tidak langsung menunjukkan bahwa aturan untuk menaikkan

dasar pengenaan pajak bagi Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa

kendaraan bermotor di bulan April ini dengan tarif sebesar 125% merupakan suatu

tindakan yang turut mempertimbangkan kemampuan membayar pajak (ability to pay).

Pertimbangan tersebut didasarkan pada data yang menunjukkan peningkatan konsumsi

masyarakat terhadap barang yang tergolong mewah dan penerimaan PPnBM di tahun

2013. Dengan kata lain, pertimbangan itu mengacu pada peningkatan kemampuan

membayar pajak masyarakat dari tahun 2012 ke 2013.

2.4 Kenaikan PPnBM terhadap Perilaku Konsumen

Dubois dan Duquesne (1993) menemukan bahwa “have empirically proved that

the income of a consumer has significant impact on the consumption of luxury goods.”

Sedangkan beberapa peneliti lain seperti Arthur B. Laffer menyatakan bahwa “tax

rate and government revenue can move in opposite directions.” Pernyataan tersebut

turut didukung dengan keluarnya sebuah artikel yang menjelaskan bahwa kenaikan

pajak tidak sama dengan peningkatan pendapatan suatu Negara (Bob Tippee, 28 Feb

2011). Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany (dalam wawancaranya pada 24 Maret

2014) menyatakan, peningkatan tarif PPnBM tidak sepenuhnya bertujuan untuk

menambah penerimaan Negara.

Untuk menjelaskan hubungan kedua pandangan penelitian tersebut, Keynes

menunjukkan fungsi konsumsi C = c0 + c1(Y – T)

Consumption, C

slope

c1

c0

Disposable income, YD ≡ Y – T

Page 6: Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di Kota Yogyakarta.docx

Dua kemunkinan yang dapat diambil dari beberapa tinjauan diatas, antara lain:

1. Pendapatan konsumen berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran untuk

konsumsi barang atau jasa, termasuk barang yang tergolong mewah. Hal tersebut

didukung oleh fungsi Keynes C = C(YD), dimana disposable income menjadi

variabel internal atau faktor utama dalam mempengaruhi konsumsi.

Fungsi konsumsi C = c0 + c1(Y – T) menunjukkan bahwa peningkatan

disposable income akan turut memungkinkan konsumen untuk meningkatkan

daya belinya terhadap barang atau jasa yang diinginkan, terlebih untuk konsumsi

barang mewah. Dengan demikian konsumsi dengan pendapatan rumah tangga

memiliki hubungan yang kuat (korelasinya positif).

2. Kenaikan pajak tidak sepenuhnya memberikan kontribusi terhadap peningkatan

pendapatan suatu Negara. Hal tersebut didukung dengan fungsi Keynes YD ≡ Y –

T, dimana pajak berperan sebagai variabel eksternal (faktor pendukung). Aturan

pemerintah untuk mengenakan pajak justru akan mengurangi pendapatan

(disposable income) yang digunakan untuk konsumsi.

Fungsi C = c0 + c1(Y – T) menunjukkan bahwa apabila tarif pajak (termasuk

PPnBM) yang dikenakan oleh pemerintah dinaikkan, maka besarnya pendapatan

setelah dikurangi pajak (disposable income) yang akan dipergunakan untuk

konsumsi barang atau jasa menjadi berkurang. Berkurangnya disposable income

memungkinkan konsumen untuk mengurangi daya belinya dan secara tidak

langsung akan menekan konsumsi masyarakat terhadap barang atau jasa yang

diinginkan, terlebih untuk konsumsi barang sekunder seperti barang mewah yang

bukan menjadi suatu keharusan untuk membelinya. Dengan demikian, pengenaan

pajak, khususnya PPnBM tidak selalu berkaitan dengan peningkatan pendapatan

(jangka pendek) dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara (jangka panjang).

Kedua kemungkinan diatas digambarkan oleh kurva Keynes dengan slope yang

condong dari kiri bawah ke kanan atas, serta menunjukkan adanya keterkaitan dalam

mempengaruhi the behavior of consumers.

Page 7: Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di Kota Yogyakarta.docx

2.4 Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Gemmell (1988) menyimpulkan bahwa “the relationship between taxation,

savings, and growth was complex, and that the theory that taxation significantly

influences economic growth is unjustifiable.”

Beberapa penelitian lain yang menggambarkan hubungan antara pajak dan

pertumbuhan ekonomi termasuk Goulder dan Summers (1989), Easterly dan Rebelo

(1993), Mendoza et al. (1994), Stokey dan Rebelo (1995), Auerbach (1996), dan Lee

dan Gordon (2005) menyatakan bahwa sebagian dari mereka telah menyimpulkan

bahwa pajak berkorelasi neatif dengan pertumbuhan ekonomi, sebagian peneliti juga

menunjukkan bahwa korelasi antara keduanya relatif kecil atau tidak signifikan.

Penelitian lain yang menganalisis kebijakan perpajakan, pertumbuhan ekonomi, dan

kemiskinan, atau distribusi pendapatan telah mengungkap adanya hubungan yang

kompleks (Auerbach, 1996; Eicher et al., 2003).

Hasil penelitian Ikhsan et al. (2005) menyimpulkan bahwa “Indonesia tax reforms

undertaken prior to the twenty-first century were successful in increasing government

revenue, but were not at the optimal level required.”

Beberapa tinjauan penelitian sebelumnya menunjukkan pandangan yang

mendukung satu sama lain, bahwa pajak tidak selalu memberikan kontribusi dalam

pertumbuhan ekonomi di suatu Negara. Dengan kata lain, korelasi antar keduanya

relatif kecil atau tidak terlalu signifikan.

Page 8: Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di Kota Yogyakarta.docx

REFERENSI:

1. Amir, Hidayat., Asafu-Adjaye, John., and Ducpham, Tien. (2013). The Impact

of The Indonesia Income Tax Reform: A CGE Analysis. Economic Modelling,

31, 492 – 501.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2013 tentang

Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang

Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah

3. Kementerian Keuanan Republi Indonesia. (24 Maret 2014). Peraturan Terkait

Pajak Mobil Mewah Segera Dirilis [online] Available at

http://www.kemenkeu.go.id/Berita/peraturan-terkait-pajak-mobil-mewah-

segera-dirilis.

4. Persaulian, Baginda., Aimon, Hasdi., Anis, Alin. (2013). Analisis Konsumsi

Masyarakat di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, Vol. 1, No. 02.

5. Demirdjian, Z S; Turan Senguder. (2004). Perspectives in Consumer Behavior:

Paradigm Shifts in Prospect. Journal of American Academy of Business,

Cambridge; Mar 2004; 4, 1/2; ABI/INFORM Complete, pg. 348.

6. DiRe, Elda. (1991). Luxury Tax. The CPA Journal; Oct 1991; 61, 10;

ABI/INFORM Complete, pg. 59.

7. Ghosh, Angshuman; and Varshney, Sanjeev. (2013). Luxury Goods

Consumption: A Conceptual Framework Based on Literature Review. South

Asian Journal of Management; Apr-Jun 2013; 20, 2; ABI/INFORM Complete,

pg. 146.

8. Fletcher, Sam; and Tippee, Bob. (2011). Raising tax rates doesn't always

increase revenue. Oil & Gas Journal; Feb 28, 2011; 109, 9; ProQuest, pg. 33.

9. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

10. Professor Yamin Ahmad. Intermediate Macroeconomics – ECON 302.

11. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. (2013) [online] Available at

http://www.bappenas.go.id/files/2713/8062/2637/LAPORAN_TRIWULANAN_

II_2013_BAPPENAS_FINAL.pdf.

12. Badan Pusat Statistik. (2012) [online] Available at

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=11&notab=76.

Page 9: Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di Kota Yogyakarta.docx

LITERATURE REVIEW

Pengaruh Kenaikan PPnBM Kendaraan Bermotor terhadap Perilaku Konsumen di

Yogyakarta

Laporan ini ditulis guna memenuhi tugas tengah semester mata

kuliah Metodologi Penelitian Akuntansi

Dosen Pengampu: Bapak Mahfud Sholihin, Ph.D.

Oleh:

Anisa Prita Dewi

(11/312356/EK/18371)

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

2014