pengaruh financial distress, karakteristik eksekutif, dan

25
Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 1 Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018 1 st Muhammad Zaenal Muttaqin, 2 nd Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta, Indonesia [email protected]; [email protected] Abstract - This study is aimed to test the effect of Financial Distress (FD), Executive Characteristics (RISK), and Executive Compensation (KE) on Tax Avoidance (TAX) in consumption goods sector companies that listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2016 to 2018. This research uses descriptive quantitative approach, which is measured using multiple linear regression bassed method use Eviews 10. Sample was determined by purposive sampling method, and get 34 consumption goods sector companies. So, total observation in this research are 136 observation. Data was collected by Indonesian Stock Exchange (IDX) official website: www.idx.co.id. Hypothesis testing are using F test and t test. The results are (1) Financial Distress (FD) has positive and significant effect to Tax Avoidance (TAX) in consumption goods sector companies that listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2016 to 2018, (2) Executive Characteristics (RISK) has positive and significant effect to Tax Avoidance (TAX) in consumption goods sector companies that listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2016 to 2018, and (3) Executive Compensation (KE) has negative and significant effect to Tax Avoidance (TAX) in consumption goods sector companies that listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2016 to 2018 Keywords: Financial Distress, Executive Characteristics, Executive Compensation, Tax Avoidance Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah pengaruh Financial Distress (FD), Karakteristik Eksekutif (RISK), dan Kompensasi Eksekutif (KE) terhadap Tax Avoidance (TAX) pada perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode tahun 2016-2018. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif pendekatan kuantitatif, yang diukur menggunakan metode berbasis uji regresi linier berganda dengan Eviews 10. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar di BEI tahun 2016 sampai dengan tahun 2018. Sampel ditentukan

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 1

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

1st Muhammad Zaenal Muttaqin, 2nd Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA

Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia

Jakarta, Indonesia [email protected]; [email protected]

Abstract - This study is aimed to test the effect of Financial Distress (FD), Executive Characteristics (RISK), and Executive Compensation (KE) on Tax Avoidance (TAX) in consumption goods sector companies that listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2016 to 2018. This research uses descriptive quantitative approach, which is measured using multiple linear regression bassed method use Eviews 10. Sample was determined by purposive sampling method, and get 34 consumption goods sector companies. So, total observation in this research are 136 observation. Data was collected by Indonesian Stock Exchange (IDX) official website: www.idx.co.id. Hypothesis testing are using F test and t test. The results are (1) Financial Distress (FD) has positive and significant effect to Tax Avoidance (TAX) in consumption goods sector companies that listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2016 to 2018, (2) Executive Characteristics (RISK) has positive and significant effect to Tax Avoidance (TAX) in consumption goods sector companies that listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2016 to 2018, and (3) Executive Compensation (KE) has negative and significant effect to Tax Avoidance (TAX) in consumption goods sector companies that listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2016 to 2018 Keywords: Financial Distress, Executive Characteristics,

Executive Compensation, Tax Avoidance Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah pengaruh Financial Distress (FD), Karakteristik Eksekutif (RISK), dan Kompensasi Eksekutif (KE) terhadap Tax Avoidance (TAX) pada perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode tahun 2016-2018. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif pendekatan kuantitatif, yang diukur menggunakan metode berbasis uji regresi linier berganda dengan Eviews 10. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar di BEI tahun 2016 sampai dengan tahun 2018. Sampel ditentukan

Page 2: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 2

berdasarkan metode purposive sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 34 perusahaan sektor barang konsumsi sehingga total observasi dalam penelitian ini sebanyak 136 observasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi melalui situs resmi IDX: www.idx.co.id. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji F dan uji t. Hasil penelitian membuktikan bahwa (1) Financial Distress (FD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Tax Avoidance (TAX) pada perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2016-2018, (2) Karakteristik Eksekutif (RISK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Tax Avoidance (TAX) pada perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2016-2018, dan (3) Kompensasi Eksekutif (KE) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Tax Avoidance (TAX) pada perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2016-2018 Kata Kunci: Kesulitan Keuangan, Karakteristik Eksekutif,

Kompensasi Eksekutif, Penghindaran Pajak I. PENDAHULUAN Pajak adalah kontribusi wajib baik perorangan maupun perusahaan kepada negara yang bersifat memaksa dan diatur dalam Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung. Pajak merupakan pungutan negara yang ditujukan kepada wajib pajak, baik perseorangan maupun badan, sebagai bentuk partisipasi dalam meningkatkan laju pertumbuhan dan pelaksanaan pembangunan nasional demi mencapai kesejahteraan negara (Santoso, 2013: 15). Membayar pajak merupakan partisipasi dan bentuk keikutsertaan bagi wajib pajak perorangan maupun perusahaan dalam proses pembangunan dan usaha untuk memajukan bangsa dan negara. Negara yang mendapatkan sebagian besar sumber dananya dari pajak akan mengelola dan mengalokasikan dana tersebut untuk berbagai macam kepentingan yang semuanya bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara umum dan luas. Penggunaan pajak oleh negara dapat dialokasikan dalam berbagai bidang dan segi, baik yang bersinggungan langsung dengan kehidupan masyarakat seperti pembangunan infrastruktur sampai dengan yang tidak berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat seperti pembiayaan bantuan dan kegiatan internasional guna meningkatkan citra dan nama negara dalam dunia pergaulan internasional. Pajak sangat berperan penting dalam menggerakkan kehidupan sebuah negara, karena pada umumnya pajak merupakan sumber pendanaan utama sebuah negara. Dana pajak tersebut antara lain digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan publik, memberikan jaminan kesehatan dan keamanan serta ketertiban dalam masyarakat. Secara lebih luas, dana pajak tersebut dapat juga digunakan untuk melakukan pembayaran hutang negara, yang tentunya pada awalnya dilakukan demi tujuan mensejahterakan seluruh masyarakat. Disamping fungsi budgetair, pajak juga mempunyai fungsi redistribusi pendapatan dari warga yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi kepada warga yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih rendah. Oleh karena itu, kepatuhan wajib pajak dalam melakukan administrasi perpajakannya sangat diperlukan guna tercapainya fungsi redistribusi pendapatan (Meilia dan Adnan, 2017: 30). Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa pajak merupakan salah satu instrumen untuk mengurangi kesenjangan pendapatan. Walaupun di Indonesia dapat dikatakan bahwa kesadaran masyarakat untuk menunaikan kewajiban perpajakannya masih relatif rendah yang terbukti dengan realisasi penerimaan pajak pada tahun

Page 3: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 3

2019 yang masih berada di bawah target yang dicanangkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari website Kementerian Keuangan Indonesia disebutkan bahwa diperkirakan pendapatan negara dari sektor perpajakan sampai dengan akhir tahun 2019 hanya akan mencapai 91% dari target APBN tahun 2019 yang sebesar Rp 1.577,56 triliun. Hal ini juga berarti bahwa pertumbuhan perpajakan hanya sebesar 9,5% dari tahun lalu yang menurun dari pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 14,3%. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak diketahui bahwa tarif perpajakan badan di Indonesia telah diturunkan sejak tahun 2010, namun tarif tersebut relatif masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Tarif pajak badan di Malaysia berada pada kisaran yang sama dengan Indonesia yaitu pada kisaran 25%, dimana Thailand berada pada kisaran 20%, sedangkan di Vietnam berada pada 22% dan Singapura mengenakan tarif dengan kisaran 17%. Pajak yang sangat bermanfaat bagi negara dan masyarakat, bersifat sebaliknya bagi individu maupun perusahaan yang berkewajiban membayarkannya Pajak merupakan salah satu beban dan biaya yang harus ditanggung dan bersifat mengurangi pendapatan. Oleh karena itu, perusahaan sebagai salah satu pihak yang dibebani oleh kewajiban perpajakan akan selalu berusaha untuk mengurangi kewajibannya tersebut, salah satunya adalah dengan melakukan penghindaran pajak (tax avoidance). Tax avoidance adalah tindakan yang dilakukan oleh lembaga atau perusahaan secara legal dengan menggunakan stategi perpajakan yang dianggap relevan. Tax avoidance adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk memanfaatkan celah dan kemungkinan yang masih bersifat abu-abu dan lentur dari sebuah peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini dilakukan karena tentu bagi sebuah perusahaan, kewajiban perpajakan merupakan sebuah beban yang harus diminimalisir semaksimal mungkin guna meningkatkan keuntungan dan menekan pengeluaran dari perusaahaan itu sendiri. Tentunya pihak manajemen perusahaan harus selalu mempertimbangkan setiap langkah dan kebijakan yang diambil agar usaha yang dilakukan tersebut tidak melanggar aturan perpajakan yang ada dan akan memberikan dampak buruk bagi perusahaan di masa yang akan datang. Tax avoidance dapat didefinisikan karena berkenaan dengan pengaturan suatu peristiwa sedemikian rupa untuk meminimkan atau menghilangkan beban pajak dengan memperhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkannya (Hartoto, 2018: 25). Oleh karena itu, tax avoidance tidak merupakan pelanggaran atas perundang-undangan perpajakan atau secara etik tidak dianggap salah dalam rangka usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, meminimalkan atau meringankan beban pajak dengan cara-cara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak (Hartoto, 2018: 28). Wajib pajak akan cenderung mencari cara untuk memperkecil pajak yang mereka bayar, baik itu legal maupun ilegal. Dari sisi perusahaan, tujuan perusahaan memperkecil pajak adalah untuk mencapai tingkat laba dan likuiditas yang ditargetkan perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan banyak dari masyarakat bahkan perusahaan yang melakukan tax avoidance (Sartika, 2015: 17). Tax avoidance dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya ketika kondisi keuangan perusahaan sedang berada pada keadaan yang tidak bagus. Kondisi tersebut dapat menempatkan perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan (financial distress). Financial distress yang terjadi pada perusahaan pada umumnya bersumber pada kesulitan perusahaan untuk mengelola kegiatan bisnisnya sehingga menyebabkan kondisi keuangan perusahaan terganggu dan tidak stabil. Oleh karena itu pihak manajemen perusahaan harus memiliki kemampuan untuk melakukan analisis laporan keuangan sehingga dapat menilai kebijakan dan arah perusahaan untuk mendukung proses bisnis yang berkelanjutan sehingga dapat menghindari kerugian dan kebangkrutan. Ketika kemungkinan untuk terjadi kebangkrutan cukup tinggi, maka salah satu cara untuk mengurangi kewajiban yang harus dituntaskan adalah dengan melakukan tax avoidance (Hartoto, 2018: 32). Ketika perusahaan berada dalam kondisi financial distress, maka pihak manajemen harus melakukan pengambilan keputusan penting yang dapat menentukan kelangsungan hidup

Page 4: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 4

perusahaan. Dalam hal ini, karakter pimpinan perusahaan akan menentukan keputusan yang akan diambil dengan mempertimbangkan berbagai risiko yang ada. Karakteristik eksekutif membahas tentang pemimpin perusahaan yang biasanya memiliki karakter risk taker dan risk averse yang tercermin pada besar kecilnya risiko perusahaan yang akan diambil (Budiman dan Setiyono, 2012: 18). Ketika pemimpin perusahaan memiliki karakter sebagai risk taker ataupun risk averse, maka akan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil dan berdampak terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Risiko yang ditanggung oleh pemimpin puncak perusahaan akan mencerminkan keputusan yang diambil, sehingga semakin tinggi risiko yang dihadapi, maka keputusan yang diambil sangatlah mencerminkan karakter eksekutif. Oleh karena itu, sangat wajar bagi orang-orang yang memiliki posisi sebagai penentu arah dan kebijakan perusahaan untuk mementingkan dirinya sendiri dan melihat kebijakan efisiensi pajak sebagai peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Kompensasi yang besar atas keberanian dari tindakan yang berdampak pada penghematan pajak yang signifikan tentunya menjadi harapan yang berperan sebagai faktor pendorong terlaksananya efisiensi pajak yang baik di sebuah perusahaan. Hal tersebut karena eksekutif akan merasa diuntungkan dengan menerima kompensasi yang lebih tinggi sehingga ia akan meningkatkan kinerja perusahaan lebih baik lagi. Kinerja tersebut salah satunya melalui upaya efisiensi pembayaran pajak (Hanafi dan Harto, 2014: 31; Saputro, 2017: 20). Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebelumnya. Perusahaan yang berada pada kondisi financial distress akan memiliki terlalu banyak risiko jika menggunakan tax avoidance sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban perusahaan (Hartoto, 2018: 22). Perusahaan yang berada dalam keadaan financial distress cenderung akan semakin agresif dalam melakukan pengambilan penghindaran perpajakan yang diiringi dengan ketersediaan kas semakin menipis, hal ini disebabkan karena beban pajak merupakan komponen utama dalam arus kas perusahaan sebagai kewajiban yang harus dibayarkan (Frank et al., 2009: 40; Putri dan Chariri, 2017: 27). Kondisi financial distress juga dapat disebabkan ketika keadaan ekonomi makro tidak stabil atau bahkan berada dalam keadaan krisis moneter, ketika hal ini terjadi perusahaan cenderung mengambil kebijakan dalam mengelola pendapatan yang bertujuan untuk meningkatkan arus kas, namun kebijakan ini dipandang memiliki risiko yang tinggi, hal ini dikarenakan perusahaan tidak memiliki tingkat likuiditas yang cukup untuk membayar tarif pajak yang berlaku (Tilehnouei et al., 2018: 7). Keputusan untuk melakukan tax avoidance hanya dapat diambil ketika pimpinan perusahaan memiliki karakteristik yang berani untuk mengambil tantangan (risk taker). Hal ini berarti pimpinan eksekutif memiliki motivasi yang kuat untuk mendatangkan penghasilan, arus kas positif, kesejahteraan, dan menjamin kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka menengah hingga jangka panjang. Karakteristik eksekutif memilki peranan penting bagi perusahaan terutama yang berada dalam kondisi financial distress (Budiman dan Setiyono, 2012: 36). Strategi tax avoidance sangatlah bergantung kepada pemimpin perusahaan, karena strategi tax avoidance dirancang untuk menciptakan asimetri informasi antara Pemerintah dan perusahaan, sehingga kebijakan perpajakan yang diambil tidak akan terdeteksi oleh pemerintah. Hal ini sangat tergantung kepada karakteristik pimpinan perusahaan. Seorang eksekutif yang berusaha untuk menghindari kerugian sangat dipastikan bahwa dia tidak bersedia untuk menerima pendapatan yang lebih kecil jumlahnya. Salah satu sektor perusahaan dengan pertumbuhan tercepat adalah industri barang konsumsi. Hal ini dikarenakan perusahaan yang bergerak di bidang ini cukup diminati oleh para investor sebab telah dibuktikan melalui daya tahan sektor manufaktur terutama ditopang oleh sektor konsumer yang tumbuh 28%. Kenaikan ini merupakan kenaikan tertinggi kedua dari sepuluh sektor yang ada. Kinerja sektor konsumer juga lebih tinggi dari dua sektor lainnya yakni sektor aneka industri dan industri kimia dasar yang juga menjadi bagian indeks manufaktur untuk menginvestasikan dana milik mereka, selain itu secara tidak langsung industri barang konsumsi juga dapat menggambarkan seberapa besar tingkat konsumsi masyarakat.

Page 5: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 5

Berdasarkan latar belakang dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil topik tax avoidance untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018”. II. LANDASAN TEORI Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teori untuk menunjang penelitian yang dilakukan, antara lain teori agensi dan stakeholder. Secara lengkap teori-teori tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian berikutnya. Kemudian penulis juga akan sedikit menjelaskan tentang hal-hal yang memberikan pengaruh terhadap objek yang diteliti, serta menjelaskan tentang objek penelitian itu sendiri. 2.1. Teori Agensi Berdasarkan teori keagenan atau teori agensi dikatakan bahwa hubungan antara para pemegang saham perusahaan sebagai pemilik dengan pihak manajemen sebagai pengelola perusahaan berdasarkan suatu hubungan kontrak. Hal ini menimbulkan peran dimana pemegang saham menjadi prinsipal sedangkan pihak manajemen menjadi agen. Teori keagenan (agency theory) menjelaskan hubungan antara agen (manajemen) dan prinsipal (pemilik) yang timbul karena masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya (Widyawati dan Anggraita, 2013: 20; Dwilopa, 2016: 35). Teori agensi memiliki beberapa tujuan, antara lain: 1. Agar masing-masing pihak baik prinsipal maupun agen dapat meningkatkan kemampuan

individunya dalam menilai dan mengevaluasi kondisi lingkungan perusahaan pada saat suatu kebijakan atau keputusan harus dan akan diambil.

2. Guna menilai pelaksanaan dan realisasi dari keputusan dan kebijakan yang telah diambil sebelumnya, kaitannya dengan pembagian hasil antara pemilik dan pengelola perusahaan yang terikat berdasarkan hubungan kontrak kerja. Hal ini tentunya harus sangat berdasar mengingat pihak manajemen telah mendapatkan wewenang yang diberikan oleh para pemegang saham sebagai pemilik, dengan harapan agar dapat menjaga keberlangsungan usaha dan memberikan keuntungan secara maksimal.

Dalam hubungan kerja yang terjalin, pihak pengelola perusahaan memiliki kewajiban untuk memberikan laporan kepada para pemilik perusahaan, baik laporan secara keuangan maupun laporan menyeluruh tentang berbagai hal dan kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan. Namun hal ini tidak selalu dilakukan dengan tertib dan baik oleh para pengelola perusahaan dengan berbagai alasan. Salah satu alasan yang mungkin terjadi dimana pihak pengelola perusahaan tidak memberikan laporan secara benar atau menyeluruh adalah keuntungan pribadi yang dapat diperoleh oleh pengelola perusahaan tanpa sepengetahuan para pemilik perusahaan.

Hal tersebut diatas kemudian tentunya dapat menyebabkan konflik kepentingan dan ketidaklancaran komunikasi antara pihak pemilik dan pengelola perusahaan. Hal yang sangat wajar terjadi mengingat masing-masing pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda, dan masing-masing pihak berusaha untuk melindungi kepentingannya sendiri terkadang tanpa memikirkan pihak yang lain. Apabila telah terjadi hal seperti ini maka pihak yang akan lebih dirugikan adalah pihak pemilik perusahaan, dikarenakan mereka tidak terlibat secara langsung dalam pengelolaan kegiatan perusahaan sehingga mereka relatif hanya bersifat pasif dan menerima laporan dan informasi dari pihak pengelola perusahaan. Ketidakseimbangan dan perbedaan informasi yang dimiliki oleh pemilik dan pengelola perusahaan inilah yang sering disebut sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi akan menyebabkan agen salah dalam menyajikan informasi kepada prinsipal (Govindarajan dan Anthony, 2005: 23; Dwilopa, 2016: 19).

Page 6: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 6

Asimetri informasi dan laporan serta informasi yang tidak lengkap dan akurat yang diberikan oleh pengelola kepada pemilik perusahaan dapat menyebabkan terjadinya berbagai hal, salah satunya dalam bidang kebijakan perpajakan perusahaan. Peraturan perundang-undangan terkait perpajakan yang berlaku di Indonesia kebanyakan menggunakan sistem self assessment dimana pemerintah membebaskan wajib pajak untuk menilai dan menghitung kewajiban pajaknya sendiri, tentunya di bawah pengawasan yang dilakukan secara berkala oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini dirasa dapat menguntungkan agen, karena selain adanya asimetri informasi kepada prinsipal juga dapat melakukan manipulasi beban pajak yang ditanggung perusahaan dengan merendahkan pendapatan kena pajak perusahaan (Dwilopa, 2016: 24).

2.2. Teori Stakeholder

Teori stakeholder adalah teori yang menggambarkan kepada pihak mana saja perusahaan bertanggungjawab (Freeman, 1984: 37). Teori stakeholder mengacu kepada semua pihak, internal maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Stakeholder adalah kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan sebuah organisasi (Freeman, 1984: 40). Perusahaan beranggapan bahwa stakeholder sangat berpengaruh bagi perusahaan sehingga dapat mempengaruhi dan menjadi pertimbangan dalam mengungkapkan informasi dalam laporan keuangan mereka.

Kelangsungan hidup perusahaan bergantung pada dukungan stakeholder. Semakin besar dukungan stakeholder maka semakin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog perusahaan dengan stakeholder-nya (Ghozali dan Chariri, 2007: 31). Dengan demikian, stakeholder merupakan pihak internal maupun eksternal, seperti pemerintah, kompetitor, masyarakat sekitar, lingkungan internasional, lembaga diluar perusahaan (LSM dan sejenisnya), lembaga pemerhati lingkungan, para pekerja perusahaan, kaum minoritas dan lain sebagainya yang keberadaannya sangat mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan.

Hal pertama mengenai teori stakeholder adalah bahwa stakeholder adalah sistem yang secara eksplisit berbasis pada pandangan tentang suatu organisasi dan lingkungannya, mengakui sifat saling mempengaruhi antara keduanya yang kompleks dan dinamis. Hal ini berlaku untuk kedua varian teori stakeholder, varian pertama berhubungan langsung dengan model akuntabilitas. Stakeholder dan organisasi saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat dari hubungan sosial keduanya yang berbentuk responsibilitas dan akuntabilitas. Oleh karena itu organisasi memiliki akuntabilitas terhadap stakeholder-nya. Sifat dari akuntabilitas itu ditentukan dengan hubungan antara stakeholder dan organisasi. Varian kedua teori stakeholder berhubungan dengan emprical accountability (Freeman dan McVea, 2001: 28). Pada hakikatnya teori stakeholder mendasarkan diri pada asumsi menyatakan bahwa, antara lain: 1. Korporasi memiliki hubungan dengan banyak kelompok konstituen (pemangku kepentingan)

yang berpengaruh dan terpengaruh oleh keputusannya. 2. Teori ini berkaitan dengan sifat hubungan baik dari segi proses maupun hasil bagi perusahaan

dan pemangku kepentingannya. 3. Ketertarikan semua pemangku kepentingan memiliki nilai intristik, dan tidak ada kepentingan

yang diasumsikan mendominasi yang lain. 4. Teori ini berfokus untuk pengambilan keputusan manajerial. Berdasarkan asumsi teori stakeholder, maka perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial. Perusahaan perlu menjaga legitimasi stakeholder serta mendudukkannya dalam kerangka kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha dan jaminan going concern (Freeman dan McVea, 2001: 33).

Page 7: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 7

2.3. Financial Distress Kesulitan keuangan atau sering disebut financial distress adalah kondisi yang dapat melanda sebuah perusahaan dimana perusahaan mengalami penuruan kinerja dalam proses bisnisnya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Kondisi yang tidak stabil ini dapat terlihat salah satunya melalui analisis yang dilakukan terhadap laporan keuangan perusahaan. Analisis tersebut sangat berperan penting baik bagi pihak pemilik maupun manajemen perusahaan guna menilai kondisi kesehatan perusahaan serta untuk menjaga kegiatan usaha yang berkelanjutan bagi perusahaan. Tentunya pihak pemilik dan pengelola perusahaan akan selalu berusaha untuk menghindari kemungkinan terjadinya kebangkrutan perusahaan dengan segala cara yang dapat dilakukan. Selain itu, dengan analisis tingkat kesehatan keuangan, juga akan dapat dinilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, struktur modal, dan lain-lain serta memprediksi seberapa besar risiko kebangkrutan yang mungkin akan dialami. Dalam pembahasan sebelumnya, perusahaan yang terlibat dalam financial distress lebih disebabkan karena sudah terikatnya kontrak dengan pihak esternal. Maka dari itu, perusahaan akan melakukan apa saja demi keberlangsungan perusahaan dan mengesampingkan mengenai reputasi negatif yang akan diperoleh perusahaan (Hartoto, 2018: 25). 2.4. Karakteristik Esksekutif

Dalam penelitian ini, eksekutif merupakan istilah yang diberikan baik kepada individu maupun kelompok yang memiliki peran serta tanggung jawab yang penting dan sentral dalam sebuah perusahaan, khususnya dalam hal pengambilan kebijakan dan penentuan arah dari suatu perusahaan. Secara umum dalam pelaksanaan operasional perusahaan dimana para eksekutif tersebut melakukan pengelolaan terhadap perusahaan, terdapat pembagian dua jenis karakter yang menonjol dalam pengambilan keputusan dan kebijakan perusahaan yaitu risk taker dan risk averse. Eksekutif yang memiliki karakter risk taker adalah eksekutif yang lebih berani dalam mengambil keputusan bisnis, sedangkan eksekutif yang memiliki karakter risk averse adalah eksekutif yang cenderung tidak menyukai risiko sehingga kurang berani dalam mengambil keputusan bisnis (Maccrimon dan Wehrung, 1990: 43; Budiman, 2012: 27).

Risiko perusahaan dalam hal ini dapat diukur melalui penyimpangan yang terjadi pada realisasi dibandingkan dengan yang direncanakan, khususnya dalam bidang pendapatan perusahaan. Semakin besar penyimpangan yang terjadi dari rencana awal yang telah diprediksi perusahaan, maka dapat berarti bahwa risiko perusahaan tersebut semakin besar. Risiko perusahaan yang besar merupakan dampak langsung dari kebijakan yang diambil oleh manajemen perusahaan, sehingga apabila risiko perusahaan cukup besar makan dapat dikatakan bahwa manajemen perusahaan merupakan pihak-pihak yang cukup berani mengambil risiko, dan begitu pula sebaliknya terhadapap perusahaan yang berisiko rendah. Tinggi rendahnya risiko perusahaan ini mengindikasikan karakter eksekutif apakah termasuk risk taker atau risk averse (Paligovora, 2010: 26).

2.5. Kompensasi Eksekutif

Eksekutif secara individu telah terbukti menentukan tingkat pengambilan keputusan penghindaran pajak perusahaan (Dyreng et al., 2008: 30). Sehingga pemegang saham berupaya memberi insentif kepada eksekutif agar bertindak untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Kompensasi akan mengurangi biaya agensi yang dikeluarkan perusahaan, karena hubungan yang kuat antara pembayaran dan kinerja (pay and performance) dapat mengurangi biaya yang berhubungan dengan pengawasan pemegang saham dan mempengaruhi eksekutif agar bertindak sesuai kepentingan pemegang saham (Solomon, 2007: 22).

Perusahaan dapat menggunakan berbagai standar yang berbeda daam menentukan besaran bonus yang akan diberikan kepada para eksekutifnya. Sebagai contoh adalah menggunakan laba sebelum pajak, namun hal ini dapat berdampak kepada perilaku para eksekutif itu sendiri sesuai

Page 8: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 8

dengan bonus plan hypothesis yang telah disebutkan sebelumnya. Hal ini akan mengakibatkan para eksekutif untuk berusaha memindahkan laba pada periode berikutnya kepada periode sekarang sehingga mereka akan semakin cepat menerima bonus, mengingat prinsip dasar time value of money yang berlaku secara umum. Salah satu dampak dari usaha peningkatan laba tersebut adalah penundaaan penyelesaian kewajiban perpajakan perusahaan pada periode tertentu untuk memaksimalkan laba yang akan diperoleh. Dampak lain dari standar ini adalah para eksekutif memiliki motivasi yang lebih rendah untuk melakukan kebijakan dan langkah-langkah yang dapat menghemat biaya pajak, mengingat besaran pajak yang ditanggung perusahaan tidak berdampak pada perhitungan bonus yang akan mereka peroleh. Hal-hal ini tentunya akan membuat perusahaan semakin sulit untuk melakukan pengawasan terhadap para eksekutifnya, sehingga dapat menimbulkan masalah secara agensi perusahaan. Perusahaan yang memiliki masalah agensi lebih besar, memberikan kompensasi lebih besar kepada eksekutifnya.

Selain standar yang telah disebutkan di atas, perusahaan juga dapat menggunakan laba setelah pajak sebagai dasar pemberian bonus kepada para eksekutifnya. Hal ini tentunya akan berdampak langsung terhadap kebijakan dan langkah yang diambil para eksekutif perusahaan dalam hal penghematan pajak, mengingat besarnya biaya pajak akan semakin mengurangi besaran bonus yang akan diterima. Namun di sisi yang lain, para eksekutif tentu akan menuntut besaran bonus yang lebih besar dibanding pada saat menggunakan laba sebelum pajak, karena para eksekutif sekarang lebih menanggung risiko di bidang perpajakan dengan dilakukannya tax evation sebagai salah satu cara melakukan penghematan biaya pajak. Selain itu, CEO yang diberi kompensasi dengan dasar insentif setelah pajak memiliki hubungan positif dengan penghindaran pajak. Penghindaran pajak yang dipilih oleh para eksekutif tentunya bertujuan untuk menciptakan laba setelah pajak yang tinggi, dan hal ini tentunya sejalan dengan keinginan dari para pemilik perusahaan. Standar seperti ini memiliki dampak yang sama dengan standar lain yang juga dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu pemberian bonus kepada para eksekutif dalam bentuk saham kepemilikan perusahaan. Pemberian saham kepada para eksekutif secara tidak langsung akan mengurangi masalah agensi yang dapat terjadi, mengingat sekarang para eksekutif juga akan merasa menjadi bagian dari pemilik perusahaan, oleh karena itu kebijakan dan langkah yang diambil akan lebih mudah untuk diawasi oleh para pemilik saham yang lain sehingga relatif akan sejalan dengan kepentingan para pemegang saham secara keseluruhan. Skema kompensasi insentif telah terbukti mempengaruhi kecenderungan penghindaran pajak (Armstrong et al., 2013: 17), dengan semakin besar insentif yang diberikan untuk manajer maka semakin besar penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan (Minnick dan Noga, 2010: 19; Rego dan Wilson, 2012: 21).

Seperti telah disebutkan sebelumnya, apabila kompensasi yang diterima para eksekutif hanya bersifat wajib dan pokok seperti gaji dan tunjangan, maka tindakan dari para eksekutif juga cenderung tidak akan terlalu berkaitan dan memikirkan tentang penghindaran pajak atau keinginan dari para pemegang saham. Hal ini sangat wajar mengingat baik penghindaran pajak maupun kepentingan para pemegang saham tidak memberikan dampak signifikan terhadap kompensasi yang akan mereka terima. Selanjutnya tidak bisa dipungkiri bahwa penelitian tentang kompensasi eksekutif di Indonesia memliki tantangan tersendiri, mengingat tidak adanya standar dan kebiasaan yang berbeda-beda dari masing-masing perusahaan dalam menentukan dasar pemberian bonus kepada para eksekutif perusahaannya. Oleh sebab itu, penelitian ini mengasumsikan bahwa perusahaan di Indonesia memiliki sistem kompensasi yang disamakan dengan sistem perusahaan BUMN, yaitu terdiri dari gaji, tunjangan, dan bonus yang diberikan berdasarkan kinerja (Saputro, 2017: 20).

2.6. Tax Avoidance Upaya manajemen perusahaan untuk memperoleh laba yang diharapkannya melalui penerapan manajemen pajak salah satunya adalah melalui penghindaran pajak (tax avoidance), yaitu mengurangi jumlah pajak dengan cara yang yang tidak melanggar peraturan perundang-

Page 9: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 9

undangan perpajakan. Penghindaran pajak dapat juga didefinisikan sebagai suatu bagian dari strategi manajemen pajak yang tidak dilarang dalam undang-undang pajak. Selain tax avoidance juga terdapat pula tax evation, dimana tax evation merupakan sebuah tindakan yang ilegal dan bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku. Secara tidak langsung hal ini merupakan bagian dari usaha penggelapan pajak dan dapat menyebabkan sanksi bagi perusahaan yang melakukannya. Perbedaan mendasar tax avoidance dan tax evasion adalah bahwa tax evasion merupakan sebuah tindakan ilegal, yang terdiri dari pelanggaran yang disengaja atau pengelakan peraturan pajak yang berlaku untuk meminimalkan kewajiban pajak. Sedangkan tax avoidance merupakan penghindaran pajak yang masih bersifat relatif legal, dimana dilakukan tindakan mengambil keuntungan pada kesempatan yang ada dalam peraturan perpajakan untuk mengurangi kewajiban pajak (Saputro, 2017: 8). Lebih lanjut dijelaskan bahwa tax avoidance merupakan serangkaian tindakan atau langkah kebijakan yang diambil oleh perusahaan guna mengurangi atau menghilangkan kewajiban perpajakan perusahaan tersebut. Langkah dan kebijakan yang diambil tersebut tentunya masih sejalan dan dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga hal ini merupakan tindakan yang relatif masih bersifat legal untuk dilakukan. Pada dasarnya perusahaan memanfaatkan dan mengeksploitasi celah dan kesempatan yang muncul dari sebuah peraturan perundang-undangan untuk kepentingannya sendiri sampai dengan batasan-batasan tertentu dan hal tersebut jauh lebih aman jika dibandingkan dengan melakukan tax evation. Beberapa cara tersebut adalah sebagai berikut (Kurniasih dan Sari, 2013: 10; Saputro, 2017: 15): 1. Memindahkan subjek pajak atau objek pajak ke negara-negara yang memberikan perlakuan

pajak khusus atau keringanan pajak (tax haven country) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning).

2. Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak yang paling rendah (formal tax planning).

3. Ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation (specific anti avoidance rule); serta transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis (general anti avoidance rule).

Kondisi yang sering terjadi pada prakteknya, perusahaan yang akan melakukan tindakan tax avoidance tidak bertindak sendiri namun menggunakan bantuan dari pihak lain seperti konsultan pajak atau kantor akuntan publik. Kerja sama antara tim pajak internal perusahaan dengan pihak luar inilah yang memungkinkan terjadinya tax avoidance secara lancar dan rapi. Hal ini pun harus didukung dengan kebijakan jangka panjang perusahaan dan langkah-langkah yang diambil oleh pimpinan tertinggi perusahaan. Hal ini merupakan sebuah proses yang tidak mudah dan melibatkan banyak pihak, namun akan sangat menguntungan perusahaan dalam menghemat biaya pajaknya. III. METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor manufaktur yang bergerak dalam bidang produk barang konsumsi. Alasan memilih perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian karena perusahaan manufaktur memiliki jumlah perusahaan terbanyak di Bursa Efek Indonesia yang terdiri dari berbagai sub sektor industri sehingga dapat mencerminkan reaksi pasar secara keseluruhan. Selain itu, perusahaan pemanufakturan juga cukup sensitif terhadap setiap kejadian (Gantyowati, 1998: 27; Tarjo dan Jogiyanto, 2003: 25). Sehingga akan mendukung penelitian ini agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Kemudian, pemilihan sektor industri barang konsumsi dalam perusahaan manufaktur karena bobot pembentuk indeks manufaktur terbesar adalah dari sektor industri barang konsumsi. Lebih lanjut dalam penelitian ini penulis menggunakan populasi sebanyak 44 perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia dengan periode data tahun 2016-2018.

Page 10: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 10

Kemudian sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasrkan kriteria tertentu. Kemudian berikut adalah kriteria yang digunakan dalam pemilihan sampel dalam penelitian ini: 1. Perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia yang bergerak dalam industri barang konsumsi

selama periode 2016-2018. 2. Perusahaan industri barang konsumsi yang memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan dalam

penelitian ini selama periode 2016-2018. 3. Perusahaan industri barang konsumsi yang mempublikasikan Laporan keuangan secara rutin

selama periode 2016-2018, dan menggunakan mata uang Rupiah dalam pelaporannya. Hal ini dikarenakan pergerakan nilai tukar sangat fluktuatif selama periode penelitian berlangsung.

Berdasarkan kriteria tersebut di atas dan setelah dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling maka dihasilkan jumlah sampel akhir sebanyak 34 perusahaan. 3.2. Data dan Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan data sekunder sebagai sumber daya yang diteliti. Data-data ini penulis peroleh secara tidak langsung dan melalui berbagai media lain seperti laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan pada laman Bursa Efek Indonesia, informasi dan data dari internet serta buku, literatur penelitian dan jurnal dari peneliti sebelumnya, serta informasi yang terkait dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang diperoleh dari media dan dokumen lainnya.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu data diperoleh dari beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti, penelusuran data ini dilakukan dengan cara: 1. Penelusuran secara manual untuk data dalam format kertas hasil cetakan. Data yang disajikan

dalam format kertas hasil cetakan berupa laporan tahunan, laporan keuangan, buku, serta referensi penelitian terdahulu.

2. Penelusuran dengan menggunakan komputer untuk data dalam format elektronik. Data yang disajikan dalam format elektronik ini antara lain berupa katalog perpustakaan, laporan-laporan tahunan dan keuangan yang diperoleh melalui website Bursa Efek Indonesia (BEI), dan situs internet lainnya.

3.3. Variabel Penelitian Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen

(bebas). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tax avoidance. Tax avoidance merupakan salah satu usaha yang biasa dilakukan oleh manajemen perusahaan guna mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan ke negara. Praktek ini banyak terjadi karena memang pajak dianggap sebagai sebuah beban yang harus diminimalisir pengeluarannya sehingga perusahaan dapat menghasilkan keuntungan yang semakin besar. Tax avoidance dapat diukur dengan banyak cara, salah satunya dengan menggunakan rumus Effective Tax Rate (ETR). Menurut Hanlon dan Heitzman (2010: 39) pendekatan ETR mampu menggambarkan penghindaran pajak yang berasal dari dampak beda temporer dan memberikan gambaran menyeluruh mengenai perubahan beban pajak karena mewakili pajak kini dan pajak tangguhan. Dalam penelitian ini, rumus perhitungan tax avoidance diadopsi dari penelitian terdahulu, yaitu ETR dengan rumus sebagai berikut:

ETR =

(1)

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen.

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif.

Page 11: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 11

1. Financial Distress Financial distress adalah kondisi yang jamak dialami oleh perusahaan yang merupakan

akibat dari ketidakmampuan manajemen perusahaan dalam mengelola sumber daya dan aset yang dimiliki perusahaan guna menjaga kinerja keuangan perusahaan agar tetap baik dan stabil. Dalam penelitian ini, pengukuran financial distress menggunakan rumus Altman Z-Score. Dalam Altman Z-Score, potensi kebangkrutan akan tercermin dalam nilai Z. Jika nilai Z ≥ 2,99 , maka perusahaan tersebut berada di zona aman, dimana bebas dari distress. Bila nilai 1,81 ≤ Z < 2,99 , artinya perusahaan masuk ke dalam zona abu-abu, Dan yang terakhir, jika nilai Z < 1,81 , maka perusahaan berada di dalam zona distress. Berikut adalah rumus dalam perhitungan Altman Z-Score (Hartoto, 2018):

Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1X5 (2) Dimana: X1 : (Asset Lancar – Hutang Lancar) / Total Aset X2 : Laba Ditahan / Total Aset X3 : Laba Sebelum Pajak / Total Aset X4 : (Saham Beredar x Harga Saham Penutupan) / Total Hutang X5 : Penjualan / Total Aset 2. Karakteristik Eksekutif

Pengukuran karakter eksekutif dalam penelitian ini sama seperti pengukuran yang dilakukan oleh Budiman (2012: 26) yang menggunakan risiko perusahaan sebagai proksi pengukurannya. Risiko perusahaan dalam hal ini dapat diukur melalui penyimpangan yang terjadi pada realisasi dibandingkan dengan yang direncanakan, khususnya dalam bidang pendapatan perusahaan. Pendapatan perusahaan tidak selalu harus lebih kecil dari yang direncanakan, namun lebih besar pun dapat dijadikan ukuran untuk menilai risiko perusahaan. Semakin besar penyimpangan yang terjadi dari rencana awal yang telah diprediksi perusahaan, maka dapat berarti bahwa risiko perusahaan tersebut semakin besar. Risiko perusahaan yang besar merupakan dampak langsung dari kebijakan yang diambil oleh manajemen perusahaan, sehingga apabila risiko perusahaan cukup besar makan dapat dikatakan bahwa manajemen perusahaan merupakan pihak-pihak yang cukup berani mengambil risiko, dan begitu pula sebaliknya terhadapap perusahaan yang berisiko rendah. Dalam penelitian ini, risiko diukur dengan menggunakan standar deviasi dari EBITDA dibagi dengan Total Asset (Paligorova, 2010: 31). 3. Kompensasi Eksekutif Dalam penelitian ini, pengukuran variabel Kompensasi Eksekutif diadopsi dari penelitian terdahulu yaitu menggunakan logaritma natural dari kompensasi kas yang diterima oleh eksekutif selama tahun penelitian berjalan (Armstrong et al., 2013: 30; Hanafi dan Harto, 2014: 33). 3.4. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif menggambarkan tentang ringkasan data-data yang akan dianalisis. Statistik deskriptif akan memberikan gambaran umum dari setiap variabel penelitian (Ghozali, 2009: 28). Alat analisis yang digunakan adalah nilai rata-rata (mean), nilai minimum dan maksimum, nilai tengah (median), dan nilai standar deviasi. 3.5. Pendekatan Estimasi Model Data Panel

Metode analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan metode regresi data panel. Data panel adalah gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtun waktu (time series) (Gujarati, 2012: 17). Dengan pengamatan berulang terhadap data cross section yang cukup, analisis data panel memungkinkan seseorang mempelajari dinamika perubahan dengan data

Page 12: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 12

time series. Terdapat tiga macam pendekatan untuk mengestimasi model dengan data panel (Winarno, 2015: 39): 1. Common Effect Model common effect menggabungkan data cross section dengan time series dan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk mengestimasi model data panel tersebut. Model ini merupakan model paling sederhana dibandingkan dengan kedua model lainnya. Model ini tidak dapat membedakan varians antara silang tempat dan titik waktu karena memiliki intercept yang tetap, dan bukan bervariasi secara acak. 2. Fixed Effect Model ini dikenal dengan model regresi efek tetap (fixed effect) yaitu suatu model yang dapat menunjukkan perbedaan konstan antar objek, meskipun dengan koefisien regresor yang sama. Efek tetap disini maksudnya adalah bahwa satu objek, memiliki konstanta yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu. Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap besarnya dari waktu ke waktu (time invariant). 3. Random Effect Selain dengan metode efek tetap, analisis regresi data panel dapat juga dilakukan dengan pendekatan efek random (random effect). Efek random digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek random menggunakan residual, yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar objek.

Untuk menentukan metode apa yang lebih cocok antara fixed effect dan random effect dalam suatu model penelitian, harus dilihat dari karakteristik data panel yang akan diteliti. Jika data panel memiliki jumlah time series (T) lebih besar dibanding jumlah cross section (N) maka nilai taksiran parameter berbeda kecil sehingga pilihan didasarkan pada kemudahan perhitungan, untuk itu metode yang cocok adalah dengan Pendekatan Efek Random (random effect). Sedangkan jika data panel yang dimiliiki mempunyai jumlah time series (T) lebih kecil dibanding jumlah cross section (N) maka metode yang cocok untuk data panel dengan karakteristik berikut adalah dengan Pendekatan Efek Tetap (fixed effect) (Winarno, 2015: 32).

Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini menggunakan estimasi regresi dengan model pendekatan efek tetap (fixed effect). Alasan digunakan model ini adalah karena dalam penelitian ini jumlah cross section (N) untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen dalam penelitian ini lebih banyak daripada jumlah time series (T) (Winarno, 2015: 29).

3.6. Regresi Data Panel Untuk menguji pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance, maka model regresi data panel yang digunakan adalah sebagai berikut: TAXi,t = β0 + β1FDi,t + β2RISKi,t + β3KEi,t + ε (3) Dimana: TAX : Tax Avoidance FD : Financial Distress RISK : Karakteristik Eksekutif KE : Kompensasi Eksekutif β0 : Konstanta β1...β3 : Koefisien Regresi ε : Error Terms

Page 13: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 13

3.7. Uji Regresi Secara Simultan (Uji-F) Uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel independen (bebas) yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009: 32). Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α = 5%). Rumusan hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: H0 : Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif secara simultan

tidak berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance. Ha : Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance. Berdasarkan dasar signifikansi, kriterianya adalah sebagai berikut: - Jika tingkat signifikansi > 0,05 maka H0 diterima - Jika tingkat signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

3.8. Uji Regresi Secara Parsial (Uji-t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2009: 27). Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α = 5%). Rumusan hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: H0 : Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif secara parsial

tidak berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance. Ha : Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance. Penerimaan atau penolakan hipothesis juga dapat dilakukan berdasarkan kriteria berikut ini: - Jika tingkat signifikansi > 0,05 maka H0 diterima - Jika tingkat signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

3.9. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2 atau R square) yaitu angka yang menunjukkan besarnya derajat kemampuan menerangkan variabel bebas terhadap variabel terikat dari fungsi tersebut. Koefisien determinasi sebagai alat ukur kebaikan dari persamaan regresi yaitu memberikan proporsi atau presentase variasi total dalam variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen. Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1 (0 < R2 < 1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Sebaliknya, nilai R2 yang mendekati 1 menandakan variabel independen dapat memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan R2 yaitu bisa terhadap jumlah variabel independen yang dimasukan kedalam model. Oleh karena itu nilai yang digunakan untuk mengevaluasi model regresi terbaik adalah nilai adjusted R2, karena dapat naik atau turun apabila variabel independen ditambahkan kedalam model. IV. HASIL 4.1. Strategi Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisa hubungan antara Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance. Penelitian ini menggunakan seluruh perusahaan sektor manufaktur yang bergerak dalam bidang produk barang konsumsi perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia yang berjumlah sebanyak 44 perusahaan sebagai populasi dengan periode 2016-2018. Alasan pemilihan perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian karena perusahaan manufaktur memiliki jumlah perusahaan terbanyak di Bursa Efek Indonesia yang terdiri dari berbagai sub sektor industri sehingga dapat mencerminkan reaksi pasar secara keseluruhan. Selain itu, perusahaan

Page 14: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 14

pemanufakturan juga cukup sensitif terhadap setiap kejadian (Gantyowati, 1998: 27; Tarjo dan Jogiyanto, 2003: 25). Dimana pemilihan sektor industri barang konsumsi dalam perusahaan manufaktur karena bobot pembentuk indeks manufaktur terbesar adalah dari sektor industri barang konsumsi. Sektor barang konsumsi adalah salah satu sub-sektor perusahaan manufaktur dengan pertumbuhan tercepat yang memiliki kinerja lebih tinggi dari dua sektor lainnya yakni sektor aneka industri dan industri kimia dasar. Selain itu secara tidak langsung industri barang konsumsi juga dapat menggambarkan seberapa besar tingkat konsumsi masyarakat. Kemudian sampel dipilih dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, sehingga didapatkan jumlah sampel akhir sebanyak 34 perusahaan dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 1: Perhitungan Sampel Penelitian.

No Keterangan Jumlah 1 Seluruh perusahaan manufaktur sektor industri barang

konsumsi yang listing pada BEI 44

2 Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang tidak memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan selama periode penelitian

-10

3 TOTAL Sampel per tahun 34 Sumber: data sekunder telah diolah kembali

4.2. Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik variabel yang diteliti. Analisis ini digunakan untuk melihat distribusi data yang dijadikan sampel serta memberikan gambaran atau informasi suatu data mengenai nilai rata-rata (mean), nilai minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi. Penelitian ini menggunakan variabel Tax Avoidance sebagai variabel dependen, kemudian Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif sebagai variabel independen. Berikut ini adalah perhitungan statistik deskriptif dari seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini:

Tabel 2: Statistik Deskriptif.

Statistik ETR Financial Distress (FD)

Karakteristik Eksekutif (RISK)

Kompensasi Eksekutif (KE)

Mean 0,16 10,74 0,16 25.99 Median 0,25 5,80 0,16 25,69 Maximum 2,20 64,56 0,17 29,25 Minimum -2,62 0,94 0,15 23,01 Std. Dev. 0,43 12,03 0,01 1,46

Sumber: Output Eviews 10 telah diolah kembali

Tax Avoidance (Y) adalah tindakan yang dilakukan oleh lembaga atau perusahaan secara legal dengan menggunakan startegi perpajakan yang dianggap relevan. Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai terendah bernilai sebesar -2,62 sedangkan nilai tertinggi bernilai sebesar 2,20. Kemudian rata-rata sebesar 0,16 dengan standar deviasi sebesar 0,43. Financial Distress (X1) merupakan suatu keadaan atau posisi dimana perusahaan mengalami kesulitan dalam memperoleh pendanaan eksternal yang dialami oleh perusahaan. Berdasarkan tabel

Page 15: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 15

2, dapat dilihat bahwa nilai terendah bernilai sebesar 0,94 sedangkan nilai tertinggi bernilai sebesar 64,56. Kemudian rata-rata adalah sebesar 10,74 dengan standar deviasi sebesar 12,03. Karakteristik Eksekutif (X2) merupakan karakter dari seorang manajemen atau pimpinan perusahaan, apakah berani mengambil risiko atau tidak. Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai terendah bernilai sebesar 0,15 sedangkan nilai tertinggi bernilai sebesar 0,17. Kemudian rata-rata adalah sebesar 0,16 dengan standar deviasi sebesar 0,01. Kompensasi Eksekutif (X3) merupakan kompensasi yang dapat diukur dengan satuan rupiah, seperti gaji, tunjangan, dan lain sebagainya. Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa nilai terendah bernilai sebesar 23,01 sedangkan nilai tertinggi bernilai sebesar 29,25. Kemudian rata-rata adalah sebesar 25,99 dengan standar deviasi sebesar 1,46. 4.3. Metode Estimasi Fixed Effect Seperti yang telah dijabarkan pada metode pemilihan secara teoritis yang mengatakan bahwa metode common effect terlalu sederhana untuk mendeskripsikan fenomena yang ada. Sehingga yang perlu dilakukan ialah menemukan sifat atau nature yang spesifik atas hubungan yang terjadi diantara masing-masing individu pada data cross section. Maka dapat dilihat hasil olahan data dengan menggunakan metode Fixed Effect (Damodaran, 2001: 29; Wulandari, 2015: 37). Berikut ini merupakan output dari regresi menggunakan metode Fixed Effect.

Tabel 3: Hasil Output Metode Fixed Effect.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1,758231 0,630003 2,790832 0,0069 FD 0,002234 0,000875 2,554109 0,0130 RISK 2,760411 0,369707 7,466483 0,0000 KE -0,078964 0,025611 -3,083212 0,0030

Effects Spesification Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics R-squared 0,830456 Mean dependent var 2,923657 Ajusted R-squared 0,736555 S.D. dependent var 2,888836 S.E. of regression 0,356510 Sum squared resid 8,261467 F-statistic 8,843931 Durbin-Watson stat 2,597292 Prob(F-statistic) 0,000000

Unweighted Statistics R-squared 0,480215 0,162889 Sum squared resid 9,518089 2,860124

Sumber: Output Eviews 10

Dapat dilihat dari hasil regresi metode fixed effect diatas, terlihat bahwa terdapat beberapa variabel yang memberikan hasil signifikan, yaitu variabel independen Karakteristik Eksekutif (RISK), dan Kompensasi Eksekutif (KE). Kemudian, nilai Koefisien Determinasi (R2) pada metode Fixed Effect sangat tinggi yaitu sebesar 0,830 atau sebesar 83,0%. 4.4. Analisis Regresi Data Panel Hasil analisis pada metode regresi fixed effect menunjukkan bahwa nilai konstanta adalah sebesar 1,758 kemudian nilai koefisien regresi variabel independen Financial Distress adalah sebesar 0,002, kemudian nilai koefisien regresi variabel Karakteristik Eksekutif adalah sebesar 2,760, kemudian nilai koefisien regresi variabel Kompensasi Eksekutif adalah sebesar -0,079. Dengan demikian maka persamaan regresi data panel metode fixed effect adalah sebagai berikut:

Page 16: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 16

TAXi,t = 1,758 + 0,002 FDi,t + 2,760 RISKi,t – 0,079 KEi,t (4) Kemudian interpretasi dari persamaan regresi diatas adalah sebagai berikut: 1. Konstanta Ini berarti jika variabel independen Financial Distress, Kompensasi Eksekutif, dan Karakteristik Eksekutif yang digunakan dalam penelitian ini bernilai nol (0) atau tetap (constant), maka nilai variabel Tax Avoidance (TAX) akan bernilai sebesar 1,758. 2. Variabel Financial Distress (X1) terhadap Tax Avoidance (Y) Nilai koefisien variabel independen FD bernilai sebesar 0,002. Hal ini mengandung arti bahwa setiap kenaikan FD sebanyak 1 (satu) satuan, maka Tax Avoidance akan bertambah (meningkat) sebesar 0,002, dengan asumsi bahwa variabel yang lain dari model regresi bernilai tetap (constant). 3. Variabel Karakteristik Eksekutif (X2) terhadap Tax Avoidance (Y) Nilai koefisien variabel independen RISK bernilai sebesar 2,760. Hal ini mengandung arti bahwa setiap kenaikan RISK sebanyak 1 (satu) satuan, maka Tax Avoidance akan bertambah (meningkat) sebesar 2,760, dengan asumsi bahwa variabel yang lain dari model regresi bernilai tetap (constant). 4. Variabel Kompensasi Eksekutif (X3) terhadap Tax Avoidance (Y) Nilai koefisien variabel independen KE bernilai sebesar -0,079. Hal ini mengandung arti bahwa setiap kenaikan KE sebanyak 1 (satu) satuan, maka Tax Avoidance akan berkurang (menurun) sebesar 0,079, dengan asumsi bahwa variabel yang lain dari model regresi bernilai tetap (constant). 4.5. Uji Regresi Secara Simultan (Uji-F) Uji - F statistik digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji - F dilakukan dengan cara menggunakan tingkat signifikansi dan analisis hipotesa, yaitu tingkat signifikansi atau α yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebesar 0,05 atau 5%. Untuk membuktikan apakah H0 diterima atau tidak dalam penelitian ini digunakan dengan melihat nilai probability-nya (Winarno, 2011: 39). Sesuai dengan hasil perhitungan yang diperoleh berikut:

Tabel 4: Hasil Output Uji – F

Statistik Common Effect Fixed Effect Random Effect Koesifien Determinasi 0,021036 0,830456 0,017016 Uji - F 0,553109 0,000000 0,639061

Sumber: Output Eviews 10 telah diolah kembali

dimana nilai signifikansi probabilitas 0,0000 < 0,05, yang berarti berpengaruh sangat signifikan, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya secara simultan seluruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Tax Avoidance (Y), dengan kata lain hasil ini menunjukkan bahwa variabel independen selama periode 3 tahun secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen Tax Avoidance pada perusahaan sampel selama periode 2016 – 2018. 4.6. Uji Regresi Secara Parsial (Uji-t) Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen Financial Distress, Karakteristik Eksekutif dan Kompensasi Eksekutif pada Tax Avoidance (Y) pada perusahaan yang dijadikan sampel selama periode 2016 – 2018.

Page 17: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 17

Uji-t dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi atau α, dimana dalam penelitian ini, α yang digunakan adalah 0,05 atau 5%. Untuk melakukan Uji-t digunakan dengan cara membandingkan nilai probability statistik t dari masing-masing variabel independen terhadap α yaitu 5% (Winarno, 2011: 37). Berikut adalah hasil regresi data panel metode fixed effect yang terpilih dan yang digunakan sebagai analisa dalam penelitian ini:

Tabel 5: Hasil Analisis Output Metode Fixed Effect.

Variable Coefficient t - Statistic Prob C 1,7582 2,7908 0,007 FD 0,0022 2,5541 0,013 RISK 2,7604 7,4665 0,000 KE -0,0790 -3,0832 0,003 R-Squared 0,8305 F-Statistic 8,8439 Prob 0,0000

Sumber: Output Eviews 10 telah diolah kembali

Dengan demikian berdasarkan tabel 5, yaitu regresi data panel metode fixed effect maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaruh Financial Distress (FD) terhadap Tax Avoidance (TAX) Hasil perhitungan yang didapat pada tabel 5, variabel independen FD secara statistik menunjukkan hasil yang berpengaruh signifikan terhadap TAX dengan nilai probabilitas yang lebih kecil dari α (0,013 < 0,05), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel FD berpengaruh positif dan signifikan terhadap TAX pada perusahaan yang menjadi sampel selama periode 2016 – 2018. 2. Pengaruh Karakteristik Eksekutif (RISK) terhadap Tax Avoidance (TAX) Hasil perhitungan yang didapat pada tabel 5, variabel independen RISK secara statistik menunjukkan hasil yang berpengaruh signifikan terhadap TAX dengan nilai probabilitas yang lebih kecil dari α (0,000 < 0,05), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel RISK berpengaruh positif dan signifikan terhadap TAX pada perusahaan yang menjadi sampel selama periode 2016 – 2018. 3. Pengaruh Kompensasi Eksekutif (KE) terhadap Tax Avoidance (TAX) Hasil perhitungan yang didapat pada tabel 5, variabel independen KE secara statistik menunjukkan hasil yang berpengaruh signifikan terhadap TAX dengan nilai probabilitas yang lebih kecil dari α (0,003 < 0,05), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel KE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap TAX pada perusahaan yang menjadi sampel selama periode 2016 – 2018. 4.7. Koefisiensi Determinasi Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur kemampuan model untuk menjelaskan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Semakin besar nilai R2, maka semakin baik pula model regresi tersebut (Winarno, 2011: 41). Hasil regresi data panel metode fixed effect pada tabel 5 menunjukkan bahwa nilai R2 sebesar 0,831 menunjukkan bahwa 83.1% variasi dari variabel dependen Tax Avoidance (TAX) pada perusahaan sampel selama periode 2016 – 2018 dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif. Sedangkan sisanya, yaitu sebesar 0,169 atau 16,9% dijelaskan oleh faktor atau variabel lain diluar penelitian ini yang tidak dibahas.

Page 18: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 18

4.8. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pengaruh Financial Distress terhadap Tax Avoidance Variabel Financial Distress memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Tax Avoidance pada perusahaan yang dijadikan sampel selama periode 2016-2018. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebelumnya (Meilia dan Adnan, 2017: 36; Hartoto, 2018: 39). Kesulitan keuangan yang dapat melanda perusahaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik secara internal maupun eksternal. Salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi hal ini adalah ketidakmampuan manajemen perusahaan untuk memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki untuk tetap bertahan atas berbagai tekanan yang terjadi terhadap perusahaan. Pihak manajemen perusahaan tentunya akan selalu dituntut oleh para pemilik perusahaan untuk melakukan segala hal, selama masih dalam batas kekuasaannya, untuk memastikan kelangsungan hidup dan siklus bisnis perusahaan. Kebijakan dan arah perusahaan yang diambil harus tetap bersifat aman bagi keberlangsungan perusahaan secara jangka panjang serta harus dapat menjaga citra dan nama baik perusahaan di mata berbagai pihak yang terlibat dan berhubungan dengan perusahaan tersebut, sebagai contoh adalah para kreditur dan investor. Berbagai cara dapat dilakukan oleh pihak manajemen untuk memperbaiki dan memoles kemampuan nyata perusahaan guna tetap mendapatkan kepercayaan dari para kreditur atau investor, selama hal tersebut tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan yang mengalami financial distress menunjukkan peningkatan pada biaya modal, rating kredit yang melemah, dan meningkatkan kecenderungan manajer untuk mengambil risiko lebih untuk makin melakukan tax avoidance. Semakin jauh perusahaan jatuh dalam financial distress, maka semakin besar pula perusahaan tersebut akan melakukan tax avoidance guna dapat memangkas berbagai biaya yang dirasa tidak penting dan membebani kondisi keuangan perusahaan, yaitu salah satunya kewajiban perpajakan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa agen sebagai pihak yang menjalankan pengelolaan perusahaan harus melaporkan secara rinci mengenai kinerja perusahaan kepada prinsipal sebagai pihak yang memiliki kepentingan tertentu, dalam kasus ini prinsipal diartikan sebagai pemerintah sebagai pemungut pajak. Ketika agen memiliki informasi dan perencanaan yang lebih baik, maka agen akan melakukan segala cara yang tidak dianggap melanggar hukum, untuk mengurangi kewajibannya yaitu pembayaran pajak kepada prinsipal. Ketika pihak prinsipal tidak memiliki informasi apapun terkait keadaan perusahaan, maka akan terjadi konflik kepentingan yang akan memakan biaya yang sangat tinggi apabila tindakan tax avoidance yang dilakukan oleh manajemen perusahaan melewati batas dan berubah menjadi tax evasion. Kondisi financial distress memang merupakan sebuah kondisi yang sulit bagi sebuah perusahaan dan harus ditangani dengan tepat karena apabila salah kebijakan dan penanganan justru akan semakin memperburuk kondisi perusahaan dan dapat menyebabkan kebangkrutan usaha. Hal ini tentunya tidak diinginkan oleh semua stakeholder dan sangat dihindari utamanya oleh shareholder perusahaan. Berbagai pihak biasanya akan dilibatkan oleh manajemen perusahaan untuk dapat mengatasi kondisi ini, mulai dari berbagai konsultan baik keuangan ataupun perpajakan sampai dengan para kreditur dan debitur guna menjaga cash flow perusahaan tetap lancar dan dapat beroperasional dengan baik. Keberlangsungan usaha yang panjang dan stabil tentunya menjadi harapan bagi setiap shareholder perusahaan, yang secara tidak langsung dapat memberikan dampak positif juga bagi para stakeholder yang terkait dengan perusahaan tersebut. Untuk mencapai tujuan bersama tersebut, pihak manajemen perusahaan dituntut untuk dapat bergerak dengan cerdik dan tepat guna dapat menyeimbangan berbagai kepentingan yang terkait dengan perusahaan, sebagai contoh adalah pemenuhan berbagai kewajiban dengan tetap menjaga keuangan stabil dan ada pada tingkat aman. Tentunya pihak manajemen perusahaan tidak harus bergerak sendiri, namun bisa

Page 19: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 19

menggunakan sebagian dananya untuk meminta bantuan dan masukan kepada berbagai pihak diluar perusahaan yang tentunya berkompeten dan menganggap hal tersebut sebagai sebuah “investasi” secara tidak langsung. Kewajiban perpajakan yang oleh banyak perusahaan dianggap sebagai biaya yang dapat memberatkan keuangan perusahaan biasanya akan diusahakan untuk dapat dikurangi dengan berbagai cara dan kebijakan, selama tetap aman bagi perusahaan dan masih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disinilah peran penting berbagai konsultan keuangan dan perpajakan perusahaan untuk memberikan berbagai masukan dan saran kepada pihak manajemen agar dapat melakukan tax avoidance dengan aman dan menjaga stabilitas keuangan perusahaan. 2. Pengaruh Karakteristik Eksekutif terhadap Tax Avoidance Variabel Karakteristik Eksekutif memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Tax Avoidance pada perusahaan yang dijadikan sampel selama periode 2016-2018. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebelumnya dimana eksekutif perusahaan yang memiliki kecenderungan bersifat risk taker cenderung melakukan usaha tax avoidance (Meilia dan Adnan, 2017: 41). Eksekutif yang memiliki karakter risk taker adalah eksekutif yang lebih berani dalam mengambil keputusan bisnis dan biasanya memiliki dorongan kuat untuk memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih tinggi. Dengan demikian mereka harus mampu mendatangkan cash flow yang tinggi pula guna memenuhi tujuan pemilik perusahaan yakni untuk menjaga cash flow dan operasional perusahaan yang stabil dan lancar. Kewajiban perpajakan memang memiliki dampak langsung dalam mengurangi kemampuan cash flow perusahaan. Apabila hal ini dibiarkan tidak terkontrol, maka akan sangat berbahaya bagi kondisi keuangan perusahaan. Hal ini tentunya harus selalu menjadi perhatian para eksekutif perusahaan guna mencapai keseimbangan kepentingan antara pemilik perusahaan dan pihak pemerintah sebagai sesama stakeholder dari sebuah perusahaan. Berbagai hal dapat dilakukan oleh perusahaan guna mencapai tujuan tersebut, mulai dari berbagai kebijakan yang relatif minim risiko sampai dengan yang berisiko lebih tinggi. Disinilah peran karakter eksekutif perusahaan mempengaruhi berbagai kebijakan dan langkah yang diambil oleh sebuah perusahaan. Setiap kebijakan dan pilihan yang diambil oleh perusahaan tentunya masing-masing memiliki konsekuensi dan akibat yang menyertai. Eksekutif perusahaan dengan karakter risk averse tentunya akan lebih nyaman dan tenang dalam mengambil kebijakan dan tindakan yang relatif aman dan tidak memiliki berbagai risiko yang dapat membahayakan perusahaan. Khususnya dalam bidang pemenuhan kewajiban perpajakan, eksekutif dengan karakter ini tentunya akan selalu berusaha patuh dan memenuhi setiap kewajiban perpajakannya dengan sebaik mungkin agar tidak mendapatkan masalah dan sanksi dari pemerintah yang bertindak sebagai regulator dan pengawasnya. Tax avoidance memang sebuah langkah di bidang perpajakan yang relatif masih aman dan tidak melanggar hukum untuk dilakukan oleh sebuah perusahaan, namun bukan berarti kebijakan ini bebas dari risiko dan konsekuensi. Eksekutif perusahaan dengan karakter risk taker tentunya akan lebih memikirkan tujuan dengan skala yang lebih luas serta besar dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan bersedia untuk bertaruh dan mengambil risiko dengan melakukan kebijakan yang sedikit lebih berisiko dibanding dengan sepenuhnya patuh terhadap aturan perundang-undangan yang berlaku. Para eksekutif berkarakter risk taker, tentunya dengan berbagai pihak yang berkompeten, tidak akan berkeberatan untuk memanfaatkan celah dan peluang yang ada guna dapat mengurangi kewajiban perpajakan perusahaan yang dapat membantu cash flow perusahaan sehingga secara skala yang lebih besar dapat menjaga operasional perusahaan berjalan lancar dan baik. Eksekutif perusahaan yang memiliki karakter risk taker cenderung bersedia untuk mengambil kebijakan tax avoidance walaupun kebijakan tersebut memiliki risiko dalam bidang perpajakan. Hal tersebut diambil guna dapat menjaga operasional perusahaan berjalan dengan

Page 20: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 20

lancar dan baik, sehingga secara tidak langsung kinerja para eksekutif perusahaan juga akan menjadi positif di mata para shareholder perusahaan. Hal ini merupakan keuntungan tersendiri bagi para eksekutif yang sekaligus juga menjadi bagian dari para stakeholder perusahaan tersebut, baik dari penilaian kinerja ataupun penghargaan lain yang akan diberikan oleh perusahaan. Namun walaupun memiliki karakter risk taker, para eksekutif tersebut tidak akan mengambil kebijakan utamanya dibidang perpajakan secara membabibuta yang justru akan menjadi kontraproduktif dan memberikan dampak negatif pada perusahaan. Seiring dengan perkembangan pesat dunia usaha sekarang ini, banyak sekali muncul para pihak-pihak profesional berkompeten diluar sebuah perusahaan yang memang berperan untuk memberikan masukan dan saran kepada para eksekutif perusahaan dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang, khususnya di bidang perpajakan. Kombinasi dan kolaborasi yang tepat antara para eksekutif berkarakter risk taker dengan pihak-pihak profesional berkompeten tersebut akan menghasilkan berbagai kebijakan yang menguntungkan dan bermanfaat bagi perusahaan secara luas dan dapat menjamin tercapainya tujuan utama sebuah perusahaan yaitu keberlangsungan usaha yang berkelanjutan. 3. Pengaruh Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance Variabel Kompensasi Eksekutif memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap Tax Avoidance pada perusahaan yang dijadikan sampel selama periode 2016-2018. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebelumnya dimana kompensasi dan penghargaan kepada para eksekutif justru menurunkan keinginan untuk melakukan kebijakan yang berisiko, yaitu salah satunya tax avoidance (Hartoto, 2018: 43). Kesejahteraan yang diperoleh oleh para eksekutif perusahaan baik dalam bentuk penghasilan tetap maupun tidak tetap dari perusahaan dapat memberikan rasa nyaman dan perasaan aman kepada mereka. Akibat dari hal tersebut, para eksekutif akan berusaha untuk selalu mempertahankan kenyamanan dan fasilitas yang telah mereka peroleh dengan tidak mengambil tindakan atau kebijakan yang dapat berdampak buruk atau memberikan konsekuensi negatif kepada perusahaan. Dalam bidang perpajakan khususnya pada kebijakan tax avoidance, kompensasi dari perusahaan justru akan menurunkan motivasi untuk melakukan tindakan tersebut karena berpotensi dapat melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memberikan efek negatif pada perusahaan apabila dilakukan dengan tidak tepat dan berlebihan. Sebagai salah satu stakeholder dari sebuah perusahaan, para eksekutif biasanya tidak cukup memiliki loyalitas dan rasa kepemilikan yang tinggi terhadap perusahaan. Mereka memandang perusahaan hanya sebagai tempat bekerja dan tempat mendapatkan berbagai penghasilan serta fasilitas. Hal ini membuat para eksekutif akan cenderung untuk tidak memiliki terobosan dan kreativitas dalam pengambilan kebijakan serta hanya bermain aman, selama perusahaan masih dapat terus memberikan kenyamanan yang ingin diperoleh oleh para eksekutif. Eksekutif memiliki pandangan dan pola pikir yang berbeda dengan para shareholder, dimana para shareholder merupakan pemilik langsung dari perusahaan sehingga mereka akan lebih menghahalkan segala cara untuk mencapai tujuannya dibanding para eksekutif. Kebijakan berisiko seperti tax avoidance tentunya akan lebih dihindari oleh para eksekutif yang berpandangan konservatif, mengingat mereka akan berusaha untuk menghindari berbagai hal dan kebijakan yang berkemungkinan dapat mengganggu kompensasi yang telah mereka terima selama ini. Apabila terjadi sebuah konsekuensi negatif dari kebijakan berisiko seperti tax avoidance tersebut maka para eksekutif akan terancam menjadi pihak yang dipersalahkan dan merasakan konsekuensi negatif langsung dari kebijakan tersebut. Hal ini sangat wajar mengingat pola pikir dan sudut pandang para eksekutif yang berusaha untuk mengamankan dan mencari kenyamanan diri mereka sendiri dibanding kepentingan perusahaan secara luas. Perbedaan pandangan antara para eksekutif dan para shareholder dapat mengakibatkan perbedaan informasi dan kondisi tentang perusahaan yang disampaikan antara agen dan prinsipal perusahaan. Eksekutif dapat bertindak tidak sesuai dengan keinginan para shareholder dikarenakan

Page 21: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 21

perbedaan prioritas dalam menjalankan sebuah perusahaan. Hal ini tentunya dapat berakibat buruk pada kondisi perusahaan apabila dibiarkan meluas dan berlarut-larut, apalagi apabila perusahaan sedang dalam kondisi sulit dan tidak sehat. Sangat wajar apabila para shareholder selalu menekankan pandangannya dan berusaha untuk menumbuhkan rasa kepemilikian terhadap para eksekutif dan pihak manajemen, sehingga mereka dapat memiliki pandangan dan tujuan yang relatif sama dalam menjalankan operasional perusahaan. Kompensasi yang diberikan kepada para eksekutif tidak harus selalu berbentuk penghasilan atau fasilitas langsung yang dapat dinikmati secara pribadi. Untuk mengatasi masalah loyalitas dan rasa kepemilikan yang rendah dari eksekutif dan manajemen perusahaan, dapat dilakukan kebijakan pemberian kompensasi berbentuk saham atau bagian dari kepemilikan perusahaan. Dengan cara ini maka secara tidak langsung dapat mengubah pandangan pihak eksekutif dan manajemen akan posisi sebuah perusahaan. Mereka akan mulai menganggap perusahaan sebagai sesuatu yang memang miliknya dibanding hanya tempat untuk bekerja dan mencari penghasilan, sehingga mereka akan lebih berusaha memberikan usaha lebih untuk kinerja perusahaan salah satunya adalah kebijakan tax avoidance untuk mengamankan keberlangsungan hidup perusahaan. V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN PENELITIAN 5.1. Simpulan Dari hasil penelitian dan analisa secara keseluruhan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Financial Distress (FD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Tax Avoidance (TAX) pada

seluruh perusahaan manufaktur barang konsumsi yang menjadi sampel selama periode 2016 – 2018. Hal ini berarti bahwa kondisi financial distress atau kesulitan keuangan yang terjadi pada perusahaan, akan memberikan motivasi yang kuat terhadap pihak manajemen untuk mengambil kebijakan tax avoidance guna mengatasi kondisi tersebut.

2. Karakteristik Eksekutif (RISK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Tax Avoidance (TAX) pada seluruh perusahaan manufaktur barang konsumsi yang menjadi sampel selama periode 2016 – 2018. Hal ini berarti bahwa para eksekutif atau pemimpin perusahaan yang memiliki karakter risk taker memiliki kecenderungan yang kuat untuk mengambil kebijakan tax avoidance dibandingkan dengan pemimpin dengan karakter risk averse, mengingat bahwa kebijakan tax avoidance merupakan kebijakan yang berisiko.

3. Kompensasi Eksekutif (KE) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Tax Avoidance (TAX) pada seluruh perusahaan manufaktur barang konsumsi yang menjadi sampel selama periode 2016 – 2018. Hal ini berarti bahwa kompensasi atau hadiah yang diberikan perusahaan kepada para eksekutif atau pemimpin perusahaan akan membuat penurunan yang besar pada kesediaan pemimpin perusahaan tersebut untuk mengambil kebijakan tax avoidance, dikarenakan kebijakan yang berisiko memiliki kemungkinan untuk dapat mempengaruhi keberlangsungan kompensasi dari perusahaan apabila kebijakan tax avoidance yang diambil memberikan konsekuensi negatif terhadap perusahaan.

5.2. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka terdapat beberapa saran yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut: 1. Bagi perusahaan manufaktur barang konsumsi Kondisi financial distress merupakan kondisi yang sulit bagi keberlangsungan perusahaan, sehingga berbagai kebijakan dan langkah harus diambil oleh perusahaan untuk dapat keluar dari kondisi tersebut. Salah satu kebijakan tersebut, khususnya di bidang perpajakan, adalah tax avoidance yang dilakukan dengan tepat dan masih dalam koridor yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 22: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 22

Untuk melakukan kebijakan tersebut dengan tepat dan sesuai kebutuhan, dibutuhkan pemimpin atau eksekutif perusahaan yang memiliki karakteristik risk taker sehingga dapat tercipta inovasi dalam kebijakan dan langkah-langkah yang harus diambil. Peran serta pihak profesional berkompeten diluar perusahaan sebagai konsultan atau penasihat bagi para eksekutif juga tidak bisa dikesampingkan, sehingga kolaborasi yang baik diantara mereka dalam pengambilan kebijakan tax avoidance dapat memberikan hasil yang maksimal bagi perusahaan. Kompensasi yang diberikan kepada eksekutif perusahaan dapat menurunkan motivasi untuk mengambil kebijakan yang mungkin berisiko bagi perusahaan. Hal ini dirasa positif bagi perusahaan yang berada dalam kondisi sehat dan normal, namun bagi perusahaan yang sedang berada pada kondisi sulit maka hal ini dapat menjadi kontra produktif mengingat terkadang perlu untuk diambil kebijakan dan keputusan yang mungkin sedikit berisiko guna dapat mengeluarkan perusahaan dari kondisi sulit tersebut. Dalam kondisi sulit, perlu dilakukan segala hal yang dibutuhkan dan usaha ekstra untuk dapat menjaga keberlangsungan perusahaan. Rendahnya motivasi untuk melakukan usaha ekstra tersebut mungkin dapat disebabkan oleh rendahnya loyalitas atau rasa kepemilikan para eksekutif terhadap perusahaan itu sendiri, dimana perusahaan hanya dianggap sebagai tempat bekerja dan mencari penghasilan. Hal ini mungkin dapat diatasi dengan memberikan kompensasi kepada eksekutif perusahaan tidak dalam bentuk manfaat atau fasillitas yang dapat dinikmati secara pribadi, namun dalam bentuk bagian kepemilikan perusahaan sehingga dapat menumbuhkan loyalitas dan rasa kepemilikan oleh eksekutif perusahaan. Diharapkan apabila muncul kondisi sulit pada perusahaan, maka eksekutif bersedia untuk mengambil keputusan dan kebijakan berisiko dan melakukan usaha ekstra untuk menyelamatkan perusahaan. 2. Bagi pemerintah sebagai regulator dan pengawas bidang perpajakan Kebijakan tax avoidance memang bukan merupakan sebuah hal yang dianjurkan dan disarankan untuk dilakukan oleh dunia usaha. Muncul peran penting pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan untuk selalu mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan perusahaan dengan baik dan benar. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah juga membutuhkan dunia usaha untuk dapat berkembang dan bertahan dengan baik di tengah ketatnya persaingan ekonomi global sekarang ini, mulai dari segi penyedia lapangan pekerjaan sampai dengan sumber pendapatan negara dari sektor perpajakan. Oleh karena itu dibutuhkan titik temu yang dapat mengakomodir kepentingan berbagai pihak khususnya pemerintah dan dunia usaha. Kinerja para pegawai Ditjen Pajak, Kemenkeu tentu harus selalu ditingkatkan sesuai dengan perkembangan informasi dan kondisi terkini dunia usaha. Harus dirumuskan berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai tindakan untuk dapat selalu mengawasi kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh perusahaan. Apapun kebijakan dan langkah yang diambil oleh sebuah perusahaan, tentunya tidak boleh melebihi batas dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam kebijakan tax avoidance. Penegakan aturan yang tegas dan tidak pandang bulu tentunya akan memberikan dampak positif bagi persaingan yang lebih adil di dunia usaha. 5.3. Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan, baik dari segi variabel dependen dan independen, periode waktu, serta bidang usaha perusahaan yang diteliti. Variabel independen yang dipilih oleh penulis sangat terbatas apabila dibandingkan dengan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan tax avoidance pada sebuah perusahaan. Begitu pula sebaliknya, variabel independen yang dipillih oleh penulis juga dapat mempengaruhi berbagai hal dan kebijakan pada sebuah perusahaan yang dapat menjadi berbagai macam variabel dependen baru. Kriteria perusahaan yang dipilih juga sangat terbatas apabila dibandingkan dengan berbagai bidang usaha dari seluruh perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Tentunya

Page 23: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 23

masing-masing bidang usaha perusahaan berpengaruh dalam setiap kebijakan perusahaan dan menyebabkan berbagai hubungan pengaruh yang berbeda antara 1 variabel dengan yang lain. Pengukuran variabel financial distress yang penulis lakukan pada penelitian ini, menggunakan rumus Altman Z-Score dimana persamaan tersebut ditemukan dan disusun menggunakan model data perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat. Walaupun persamaan ini sudah jamak digunakan untuk melakukan prediksi probabilitas risiko kebangkrutan perusahaan maupun financial distress pada berbagai penelitian di Indonesia, namun sejauh yang penulis ketahui, penulis belum dapat menyatakan dengan pasti kesesuaian penggunaan persamaan tersebut untuk model data perusahaan-perusahaan di Indonesia dan kemampuannya untuk menggambarkan dengan akurat kondisi kesehatan keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia yang sebenarnya. Sesuai dengan peraturan Bank Indonesia yang mewajibkan penggunaan mata uang Rupiah dalam setiap transaksi tunai/non tunai di wilayah Indonesia, maka model data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini juga menggunakan mata uang Rupiah dalam data transaksi keuangannya. Penulis tidak memiliki kemampuan untuk menyatakan kesesuaian metode yang digunakan dan hasil kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini apabila digunakan pada model data perusahaan yang menggunakan mata uang asing dalam transaksi keuangannya. Oleh karena itu, maka penulis menganggap hal tersebut sebagai sebuah keterbatasan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis juga membatasi periode penelitian yang dilakukan, yaitu selama 3 tahun dari tahun 2016-2018. Apabila terkait dengan kebijakan tax avoidance yang ada pada sebuah perusahaan, sebagai pertimbangan dapat dilakukan penelitian dengan jangka waktu yang lebih panjang kebelakang yang berkaitan langsung dengan proses reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan khususnya pada Direktorat Jenderal Pajak. Kebijakan tax avoidance sendiri tentunya sedikit banyak dipengaruhi oleh bagaimana integritas dan profesionalitas para petugas Direktorat Jenderal Pajak sebagai pengawas langsung dari berbagai kebijakan perpajakan perusahaan. Sebagai penutup dan mengingat bahwa dalam penelitian ini penulis merasa masih menggunakan sampel data yang belum komprehensif maka penulis menyarankan kepada peneliti berikutnya untuk dapat menggunakan sampel data yang lebih komprehensif lagi. Penulis juga menyarankan bagi para peneliti di masa yang akan datang yang akan mengembangkan penelitian dengan tema yang sejenis, agar dapat mengembangkan pemilihan variabel dependen dan independen yang lebih luas, pemilihan bidang usaha perusahaan yang lebih menyeluruh, serta periode waktu yang lebih panjang sehingga penelitian tersebut akan semakin bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan. VI. REFERENSI Anthony, Robert N. dan Vijay Govindarajan. 2005. Sistem Pengendalian Manajemen. Buku 1.

Edisi 11 (Terjemahan). Jakarta: Salemba Empat. Armstrong, Chris, et. al. 2013. Corporate Governance, Incentives, and Tax Avoidance. Stanford

University : Rock Center for Corporate Governance. Aswath, Damodaran. 2001. Corporate Finance: Theory and Practice International Edition. Willey,

New York. Brotodiharjo, R Santoso. 2013. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : Refika Aditama. Budiman, Judi dan Setiyono. 2012. Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak

(Tax Avoidance). Paper dipresentasikan pada acara Simposium Nasional Akuntansi XV, Banjarmasin.

Chariri, A. dan Imam Ghozali. 2007. Teori Akuntansi. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Dwilopa, Dio Erlangga. 2016. Pengaruh Corporate Social Responsibility, Capital Intensity, dan Perencanaan Pajak terhadap Penghindaran Pajak. Diakses tanggal 25 Desember 2019, http://repository.umy.ac.id.

Page 24: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Muhammad Zaenal Muttaqin 1, Dr. Sharifudin Husen, M.Ak, M.Si, Ak, CA 2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia - 2020 24

Dyreng, S. D. et. al. 2008. Long-run Corporate Tax Avoidance. The Accounting Review, 83 (1), 61-82.

Edwards, Alexander. 2013. Financial Constraints and the Incentive for Tax Planning. Toronto : Rotman School of Management.

Frank, et.al. 2009. Tax Reporting Aggresiveness and Its Relation to Aggressive Financial Reporting. Journal of Accounting Review, 84 (2), 467-496.

Freeman, R. E. 1984. Strategic Management: A Stakeholder Approach. Boston : Pitman. Freeman, R. E. and J. McVea. 2001. A Stakeholder Approach to Strategic Management. Diakses

tanggal 27 Desember 2019, http://papers.ssrn.com. Gantyowati, W. 1998. Hubungan antara operating cash flow dan accrual dengan return saham:

Studi pada Bursa Efek Jakarta. Yogyakarta : UGM. Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang :

Universitas Dipenogoro. Gujarati, Damodar. 1992. Econometric Basic. 3rd Edition. Singapura : Mc Graw-Hill. Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta : Erlangga. Gujarati, D. N. (2012). Dasar-dasar Ekonometrika (R. C. Mangunsong : Penerjemah). Jakarta :

Salemba Empat. Hanafi, Umi dan Puji Harto. 2014. Analisis Pengaruh Kompensasi Eksekutif, Kepemilikan Saham

Eksekutif dan Preferensi Risiko Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak Perusahaan. Diponegoro Journal of Accounting, 3 (2).

Hanlon, Michelle and Shane Heitzman. 2010. A review of tax research. Journal of Accounting and Economics, 50 (40), 127-178.

Hartoto, R. I. 2018. Pengaruh Financial Distress, Corporate Governance Dan Konservatisme Akuntansi Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 3, 1-17.

Kurniasih, T. dan M.M.R. Sari. 2013. Pengaruh Return On Assets, Leverage, Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Kompensasi Rugi Fiskal pada Tax Avoidance. Buletin Studi Ekonomi, 1 (18), 58-66.

MacCrimmon, Kenneth R. and Donald A. Wehrung. 1990. Characteristics of Risk Taking Executives.

Meilia, P. dan Adnan. 2017. Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Jakarta Islamic Index. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi, 2 (4), 84–92.

Minnick, Kristina dan Tracy Noga. 2010. Do Corporate Governance Characteristics Influence Tax Management?. Journal of Corporate Finance, 16, 703-718.

Nachrowi, D. 2006, Ekonometrika, untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Cetakan Pertama. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI.

Paligorova, Teodora. 2010. Corporate Risk Taking and Ownership Structure Bank of Canada Working Paper.

Putri, R. A. H. dan A. Chariri. 2017. Pengaruh Financial Distress dan Good Corporate Governance Terhadap Praktik Tax Avoidance Pada Perusahaan Manufaktur. Diponegoro Journal of Accounting, 6 (2), 56-66.

Rego, Baderstscher and Katz Sharon Wilson. 2012. The Separation of Ownership and Control and Corporate Tax Avoidance. Journal of Financial Economics, 56, 228- 250.

Saputro, Dimas Aji. 2017. Pengaruh Kompensasi Eksekutif dan Karakteristik Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Sartika, Dewi. 2015. Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kepemilikan Institusional Sebagai Pemoderasi Pada Perusahaan. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi.

Solomon, M. R. 2007. Consumer Behaviour: Buying Having, and Being Sixth Edition. New Jersey : Pearson Prentince Hall.

Page 25: Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan

Pengaruh Financial Distress, Karakteristik Eksekutif, dan Kompensasi Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi periode 2016-2018

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia – 2020 25

Tarjo dan Jogiyanto Hartono. 2003. Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Publik di Indonesia. Paper dipresentasikan pada acara Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya.

Tilehnouei, Mostafa Hashemi. et. al. 2018. Investigating the Effect of Financial Distress on Tax Avoidance during the Global Financial Crisis in Companies Listed on Tehran Stock Exchange. International Journal of Finance and Managerial Accounting, 3 (9), 42-51.

Verbeek, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. Baffins Lane-Chichester : John Wiley & Sons, Ltd.

Wibisono, Dermawan. 2005. Metode Penelitian & Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Widyawati, A. A. dan Anggraita V. 2013. Pengaruh Konvergensi IFRS Efektif Tahun 2011,

Kompleksitas Akuntansi, dan Probabilitas Kebangkrutan Perusahaan Terhadap Timeliness dan Manajemen Laba. Paper dipresentasikan pada acara Simposium Nasional Akuntansi XVI, Manado.

Winarno, Wing Wahyu. 2011. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews, Edisi Ketiga. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

Winarno, Wing Wahyu. 2015. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

Wulandari, Tuti. 2015. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Pengetahuan Perpajakan, Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kesadaran Wajib Pajak Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pekanbaru Senapelan).