penerapan sistem e-budgeting sebagai bentuk …
TRANSCRIPT
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
532
PENERAPAN SISTEM E-BUDGETING SEBAGAI BENTUK
PEMANFAATAN TEKNOLOGI PADA ERA REVOLUSI
INDUSTRI 4.0
Nurul Khotimah, S.A.P1, Dr. Retno Sunu Astuti, M.Si
2.
Universitas Diponegoro
Alamat Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Saat ini teknologi berkembang sangat pesat dan sudah memasuki era revolusi industry 4.0 yang
kerap juga dikenal dengan era digitalisasi. Semua lini kehidupan telah terkena dampak dari era
digital tanpa terkecuali instansi pemerintahan. Bahkan Indonesia sudah bersiap untuk
mengahadapai perubahan dampak adanya digitalisai dengan melakukan refornasi birokrasi yang
merupakan bentuk transformasi pemerintahan dalam mengahdapai perubahan didalam
pemerintahan menuju e-government yaitu sistem penyelenggaraan pemerintahan berbasis internet
serta dengan melakukan berbagai inovasi di dalam pelayanan dan penyelenggaraan pemerintahan
salah satunya dalah penerapan sistem e-budgeting sebagai bentuk transparansi yang dilakukan
pemrintah didalam penyusunan anggaran belanja daerah. Dalam penerapan sistem e-budgeting ini,
ada beberapa daerah yang telah berhasil menerapkan sistem tersebut namun ada pula yang
mengalamai kendala dalam proses penerapanya, salah satunya adalah Provinsi DKI Jakarta,
sehingga penelitian ini bertujuan untuk mencari tau atau menganalisis hal-hal apa sajakah yang
menjadi kendala penerapan sistem e-budgeting di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk mejelaskan kendala penerapan sistem e-
budgeting tersebut dengan hasil bahwa kendala yang dihadapi adalah berkaitan dengan koordinasi,
komunikasi, kompetensi dan sumber daya dari para pelaksanaa serta permasalahan sistem
sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kendala dalam penerapan sistem e-budgeting ini
adalah kendala di tingkat pelaksana bukan sistem.
Kata Kunci : Revolusi Industri, E-budgeting, Sumber Daya, Komunikasi.
ABSTRACT
Currently technology is developing very rapidly and has entered the era of the industrial
revolution 4.0 which is often also known as the era of digitalization. All lines of life have been
affected by the digital age without exception government agencies. Even Indonesia is ready to deal
with the changing impact of digitalization by conducting bureaucratic refinement which is a form
of government transformation in achieving change in government towards e-government, namely
internet-based governance system and by making various innovations in government service and
administration, one of which is the application of the system e-budgeting as a form of
transparency carried out by the government in the preparation of regional expenditure budgets. In
the implementation of this e-budgeting system, there are several regions that have succeeded in
implementing the system, but there are also some that experience obstacles in the implementation
process, one of which is DKI Jakarta Province, so this research aims to find out or analyze what
things are becoming constraints on the implementation of the e-budgeting system in DKI Jakarta
Province by using a descriptive method with a qualitative approach to explain the obstacles to the
implementation of the e-budgeting system with the result that the constraints faced are related to
coordination, communication, competence and resources of the implementers as well as system
problems so it can be concluded that most of the obstacles in implementing the e-budgeting system
are the constraints at the implementer level not the system.
Keywords: Industrial Revolution, E-budgeting, Resource,Communication.
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi di seluruh dunia saat ini berkembang
dengan sangat pesat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya revolusi industri
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
533
yang sudah melalui beberapa tahap. Tahap pertama atau yang lebih dikenal
dengan revolusi industri 1.0 dimulai pada abad ke-18 dengan ditemukanya mesin
uap untuk meningkatkan produktivitas yang jauh lebih tinggi. Tahap kedua atau
revolusi industri 2.0 dimulai pada tahun 1900 ditandai dengan mulai ditemukanya
tenaga listrik. Tahap ketiga atau revolusi industri 3.0 dimulai pada tahun 1970
yang ditandai dengan berkembangnya proses otomatisasi pekerjaan-pekerjaan
yang cukup kompleks, dan teknologi saat ini sudah sampai tahap ke empat yang
kerap disebut dengan revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan berkembangnya
teknologi sensor dan era digitalisasi (Alamsyah, 2018)
Revolusi industri 4.0 merupakan masa dimana teknologi berkembang
sangat cepat yang memungkinkan komunikasi untuk bertukar informasi
dilakukan melalui internet yang digunakan sebagai alat komunikasi antar individu
maupun antar sistem. Ada 4 hal utama yang berkaitan dengan revolusi industri 4.0
yaitu Cyber-physical system (koneksi antara dunia nyata dan dunia virtual),
Internet of Things (IoT), Internet of Service (IoS) dan Smart-factory. (Roblek,
Mesko & Krapz,2016) dalam (Purwandini & Irwansyah, 2018)
Dampak dari revolusi industri 4.0 ini adalah berbagai kegitan dapat
dilaksanakan melalui internet atau jaringan nirkabel serta berbagai sistem digital
yang tentunya mempermudah dan mempercepat berbagai kegiatan yang dilakukan
manusia. Seluruh elemen kehidupan telah terdampak perkembangan teknologi,
tanpa terkecuali organisasi swasta dan organisasi publik. Organisasi swasta
maupun organisasi publik dituntut mengikuti perkembangan teknologi dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, karena saat ini istilah revolusi industri
tidak hanya digunakan di dalam bidang industri namun juga di dalam dunia
pemerintahan atau birokrasi. Digitalisasi sudah masuk dan mempengaruhi
penyelenggaraan pelayanan dan pemerintahan di seluruh dunia termasuk di
Negara Indonesia.1
Untuk menghadapai gelombang revolusi industri 4.0 ini pemerintah
meluncurkan peta jalan atau roadmap dengan judul Making Indonesia 4.0 untuk
1 https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/bitung/id/berita/berita-terbaru/202-berita-kantor-pelayanan-
perbendaharaan-negara/2861-tantangan-dan-peluang-birokrasi-menghadapi-revolusi-industri-4-
0.html
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
534
mengantisipasi perubahan besar yang mungkin akan terjadi, dimana di dalam
roadmap tersebut terdapat 10 Prioritas Nasional dalam menghadapai revolusi
industri 4.0. 2 10 Prioritas Nasional yang dicanangkan Pemerintah Indonesia untuk
menghadapai revolusi industri 4.0 antara lain : 1)Perbaikan alur aliran material,
2)Mendesain ulang zona industri, 3)Akomodasi standar sustainability,
4)Pemberdayaan UMKM, 5)Membangun infrastruktur digital nasional, 6)Menarik
infrastruktur asing, 7)Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM),
8)Pembentukan ekosistem inovasi, 9)Menerapkan insentif investasi teknologi,
10)Harmonisasi aturan dan kebijakan.3 Melihat 10 Prioritas Nasional yang
disampaikan oleh presiden, tentunya poin-poin tersebut lebih banyak berkaitan
dengan revolusi di bidang industri, namun di dalam poin tersebut membahas
beberapa hal yang juga dapat diterapkan oleh bidang-bidang lain di dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang ada di Indonesia diantaranya pembentukan
ekosistem inovasi dan penerapkan insentif investasi teknologi.
Di Indonesia, organisasi publik mengantisipasi perkembangan teknologi
yang kian tak terbendung dengan melakukan berbagai inovasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini juga sejalan dengan reformasi birokrasi
yang memfokuskan reformasi birokrasi pada permasalahan organisasi, peraturan
perundang-undangan, SDM aparatur, kewenangan, pelayanan publik, dan pola
pikir sehingga salah satu langkah yang dilakukan untuk menghadapai era revolusi
4.0 adalah dengan penerapan E-Government dalam upaya pelayanan kepada
masyarakat baik pelayanan informasi maupun data-data secara transparan. E-
Government merupakan sistem informasi manajemen dalam bentuk implementasi
pelayanan publik yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi, yang
digunakan sebagai media informasi dan komunikasi secara interakif antara
pemerintah dengan kelompok-kelompok masyarakat dan sesama lembaga
pemerintahan itu sendiri. E-Government yang dilakukan oleh pemerintah dimulai
dari bentuk layanan yang sederhana yaitu penyediaan informasi dan data-data
berbasis komputer tentang pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan sebagai
2 http://presidenri.go.id/berita-aktual/jadikan-making-indonesia-4-0-sebagai-agenda-nasional.html
3 http://indonesiabaik.id/infografis/10-prioritas-nasional-making-indonesia-40
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
535
bentuk wujud transparansi dalam pelayanan publik. Dari sudut pemerintahan E-
Government juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi baik intern di
kalangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun masyarakat. Dengan
adanya E-Government , pemerintah juga memberikan inovasi terhadap suatu
sistem keuangan yang bisa memberikan kemudahan kinerja organisasi pemerintah
yaitu e-budgeting. Emilsyah (2014) dalam (Gunawan, 2016)
Penerapan e-budgeting yang merupakan salah satu sistem perancanaan
yang digunakan untuk menyusun anggaran belanja daerah menggunakan program
komputer berbasis web yang dilakukan secara online dan terintegrasi dengan
tujuan untuk menigkatkan transparansi penyusunan anggaran serta meminimalisir
kesalahan dalam perencanaan dan adanya mark up anggaran, karena menurut
perwakilan ICW pada wawancara di salah satu stasiun televisi mengungkapkan
bahwa menurut data 90% kasus korupsi yang terjadi di Indonesia adalah
disebabkan oleh penyalahgunaan sistem penganggaran. Menurut Mentri
Keuangan penerapan e-budgeting ini telah dilaksanakan dibeberapa daerah yang
ada di Indonesia yaitu sebanyak 8 Daerah pada tahun 2017.4 Dalam penerapan e-
budgeting ada yang berhasil menerapkan sistem tersebut salah satunya adalah
Kota Surabaya yang mampu mencapai efesiensi biaya, waktu, efektifitas kerja dan
transparansi dalam penerapan sistem e-budgeting yang dimana Surabaya dapat
dikatakan juga sebagai pelopor dalam penerapan sistem e-budgeting sehingga
Surabaya dapat menjadi contoh bagi daerah lain.(Khoirunnisak & Arishanti,
2017)
Selain Surabaya yang dinilai berhasil menerapkan sistem e-budgeting, dan
mampu mengefesienkan penggunaan anggaran, ada pula beberapa daerah yang
mengalami hambatan dalam proses penerapanya salah satunya adalah pemerintah
DKI Jakarta yang beberapa saat lalu ramai di perbincangkan mengenai Rancangan
APBD tahun 2020. Sebelumnya penerapan e-budgeting Jakarta sudah dikatakan
berjalan cukup baik, dimana pada tahun 2015 Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaya Purnama (Ahok) mengungkap adanya dana tidak wajar sebesar 12,1
Trilyun, namun saat ini permasalahan tentang proses e-budgeting ini kembali
menjadi sorotan dan perbincangan (Ningsih, Nelly, & Rasuli, 2018)
4 https://www.gatra.com/detail/news/298029-menkeu-sayangkan-baru-8-daerah-pakai-e-budgeting
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
536
Sebagai Ibu Kota Negara, DKI Jakarta tentunya menjadi pusat perhatian
dan menjadi contoh berbagai daerah di Indonesia dalam pengelolaan keuangan
daerah, namun faktanya saat ini proses penerapan e-budgeting mengalami
berbagai kendala yang menghambat penerapan e-budgeting tersebut, dimana e-
budgeting merupakan salah satu bentuk inovasi yang di lakukan pemerintah di era
revolusi industri 4.0. Sehingga hal-hal yang menjadi kendala dalam penerapan e-
budgeting ini cukup menarik untuk dianalisis lebih dalam lagi menginggat sistem
ini diharapkan menjadi sistem yang benar-benar mampu meningkatkan
transparansi anggaran di setiap pemerintahan baik pusat maupun daerah, dan
penelitian ini tentunya berbeda dengan yang dilakukan oleh Khoirunissak dimana
di dalam penelitianya Ia membahas tentang kaitan e-budgeting dengan
pencapaian good governance sedangkan penelitian yang dikaji peneliti adalah
tentang hambatan atau kendala yang dihadapai dalam penerapan e-budgeting di
DKI Jakarta, sehingga rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah masih
adanya kendala di dalam proses penerapan e-bugeting sedangkan tujuan penelitian
ini adalah untuk megungkapkan dan menganalisis hal-hal apa sajakah yang
menjadi kendala dalam penerapan sistem e-budgeting tersebut.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan deskriptif dengan pendekatan kualitatif
yang digunakan untuk menganalisis hal-hal apa sajakah yang menjadi tantangan
dalam penerapan e-budgeting sebagai bentuk penyelenggaraan pemerintahan di
era revolusi industri 4.0 melalui studi literature/ kajian pustaka yang dilakukan
oleh penulis dengan menganalisis beberapa artikel dan jurnal ilmiah yang
berkaitan dengan penerapan e-budgeting dibeberapa daerah yang ada di Indonesia.
KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian ini, digunakan teori yang dikemukan oleh Van Meter &
Van Horn yang dapat digunakan untuk menganalisis implementasi suatu program
maupun kebijakan, dimana berdasarkan latar belakang, terdapat permasalahan di
dalam penerapan sistem e-budgeting di DKI Jakarta, sehingga penulis tertarik
untuk menganalisis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Van Meter & Van
Horn. Teori ini mencakup 6 variabel yang mempengaruhi implementasi, meliputi
standar dan sasaran kebijakan, komunikasi antar organisasi dan kegiatan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
537
pelaksanaan, sumber daya, karakteristik badan pelaksana, kondisi sosial ekonomi
dan politik, dan disposisi pelaksana. Keenam variabel inilah yang digunakan
untuk menganalisis/menggambarkan kendala yang dihadapai dalam penerapan
sistem e-budgeting.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengertian E-Budgeting
Menurut pemaparan Direktur Perencanaan Anggaran Daerah pada
Koordinasi Bidang Keuangan Daerah Secara Nasional, e-budgetig adalah sistem
penyusunan anggaran di dalam lingkungan Pemerintah Daerah baik Provinsi,
Kabupaten ataupun Kota. Siatem ini dapat digunakan untuk mengawasi anggaran
agar transaparan dalam proses penyusunan anggaran pada suatu pemerintah
daerah. Selain untuk meningkatkan transparansi anggaran, penerapan sistem ini
juga digunakan sebagai alat bantu dalam proses pengelolaan keuangan daerah
mulai dari tahapan perancangan anggaran sampai pertanggungjawaban anggaran
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk meningkatkan kualitas
belanja dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah serta menjaga
pengendalian dan konsistensi perencanaan dan penganggaran. 5
Dasar hukum penerapan e-budgeting adalah butir 8.2.12.3 lampiran II
Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019, dinyatakan bahwa meningkatnya
kualitas belanja dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah
dengan sasarannya antara lain meningkatnya sistem pengelolaan keuangan daerah
melalui penerapan e-budgeting dan butir 8.3.12.3b lampiran II Peraturan Presiden
nomor 2 tahun 2015 ditegaskan bahwa peningkatan kapasitas aparatur pemerintah
daerah dengan tujuan meningkatkan kualitas belanja dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah dengan arah kebijakannya adalah tersedianya
dokumen panduan penerapan e-budgeting, tersedianya sistem aplikasi e-budgeting
bagi pemerintah daerah dan meningkatkan persentase jumlah daerah yang
menerapkan e-budgeting.6
Penerapan sistem e-budgeting juga merupkan salah satu bentuk
pemanfaatan teknologi dan upaya peningkatan efektifitas dan efesiensi
5 https://www.djkn.kemenkeu.go.id/pug/assets/files/informasi/Perpres-Nomor-2-Tahun-2015.pdf
6 http://keuda.kemendagri.go.id/asset/kcfinder/upload/files/Dit1-E-Budgeting.pdf
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
538
perencanaan anggaran belanja daerah, namun dalam penerapanya ada beberapa
hal yang dapat menjadi bahan evaluasi untuk penerapan di wilayah-wilayah lain
yang ada di Indonesia menggingat pada tahu 2020 diharapkan seluruh daerah
telah menerapkan sistem e-budgeting sebagai salah satu bentuk transparansi
perencanaan anggaran belanja daerah namun dengan melihat kondisi masing-
masing daerah tersebut.7 hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan anggaran atau korupsi. Penerapan sistem e-budgeting ini akan
dibahas dan dianalisis menggunakan model implementasi yang dikemukan oleh
Van Meter dan Van Horn.
Van Meter dan Van Horn mengungkapkan bahwa ada 6 variabel yang
mempengaruhi implementasi yaitu standar dan sasaran kebijakan, komunikasi
antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan, sumber daya, karakteristik badan
pelaksana, kondisi sosial ekonomi dan politik, dan disposisi pelaksana. Keenam
variabel tersebut digunakan sebagai alat untuk menganalisis penerapan e-
budgeting dibeberapa daerah yang ada di Indonesia. ( Hamdi Muchlis:2015)
2. Standar Dan Sasaran Kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan berkaitan dengan hal-hal apa sajakan yang
menjadi sasaran penerapan sebuah program ataupun sebuah kebijakan, sehingga
dapat diukur dan dianalisis sejauh mana keberhasilan penerapan program tersebut
sehingga pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan
kebijakan sangatlah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa menjadi
gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari
standar dan tujuan kebijakan tersebut. Standar dan tujuan kebijakan memiliki
kaitan erat dengan disposisi para pelaksana (implementors). Arah disposisi para
pelaksana (implementors) program maupun kebijakan terhadap standar dan tujuan
kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin saja gagal
dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti
apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan ataupun suatu program.8
7 https://www.antaranews.com/berita/811960/kemendagri-siap-integrasikan-e-planning-dan-e-
budgeting 8 https://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/04/13/implementasi-kebijakan-publik-model-van-
meter-van-horn-the-policy-implementation-process/
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
539
Penerapan sistem e-budgeting sebagi salah satu bentuk transformasi
penyelenggaraan pemerintahan di era digital ini juga harus memiliki standard dan
sasaran yang jelas agar dapat diterapkan dan memperoleh hasil sesaui yang
diharapkan. Hal ini telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta dengan mejadikan
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 28 Tahun 2019 tentang Pedoman
Oprasional Implementasi E-budgeting Tahap Penggangaran sebgai dasar dalam
menerapkan penyusunan e-budgeting. Didalam Pergub tersebut dijelaskan
mengenai pedoman pelaksanaan tahapan penyususan e-budgeting mulai dari
tahapan yang paling dasar hingga tahap akhir dengan sangat rinci, sehingga
dengan adaya Pergub ini tentunya memudahkan setiap SKPD/OPD dalam
merumuskan anggaran masing-masing sesuai kebutuhan. Pergub ini tentunya
menjadi standar dalam proses penerapan e-budgeting agar berjalan sesuai yang
diharapkan dan mampu memberikan dampak yang cukup signifikan baik dari segi
efektifitas anggaran maupun transparansi penggunaan anggaran.
3. Komunikasi Antar Organisasi Dan Kegiatan Pelaksanaan
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van
Horn dan Van Mater hal-hal yang menjadi standar tujuan harus dipahami dengan
baik oleh para individu (implementors) yang bertanggung jawab atas pencapaian
standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus
dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka
penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi
standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari
berbagai sumber informasi dengan tujuan untuk meminimalisir kesalah fahaman
antar pelaksana program/kebijakan.
Jika tidak terdapat kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap
suatu standar dan tujuan kebijakan, maka hal-hal yang menjadi standar dan tujuan
kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan adanya kejelasan standard an tujuan,
para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu
apa yang harus dilakukan. Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah
misalnya, komunikasi sering merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses
pentransferan berita ke bawah di dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke
organisasi lainnya, dan keepada komunikator lain, sering mengalami
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
540
ganguan (distortion) baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Jika sumber
komunikasi berbeda memberikan interprestasi atau pengertian yang tidak
sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber informasi
sama memberikan interprestasi yang penuh dengan pertentangan (conflicting),
maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan menemukan suatu kejadian yang
lebih sulit untuk melaksanakan suatu kebijakan ataupun program secara intensif.
Di dalam penyusunan e-budgeting melibatkan berbagai Satuan Kerja
Perangakat Daerah (SKPD)/Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sehingga
komunikasi instansi harus berjalan dengan baik agar. Namun jika dilihat dari
munculnya beberapa pemberitaan mengenai kisruh penerapan e-budgeting di DKI
Jakarta dan setiap pihak saling melempar tanggung jawab, maka dapat diakatakan
bahwa komunikasi antar organisasi kurang maksimal, hal ini dapat dilihat dari
pernyataan berbagai pihak salah satunya pernyataan anggota DRPD DKI Jakarta
yang mengungkapkan bahwa berkas anggaran yang akan dibahas di dalam rapat
DPRD baru diberikan pada saat pelaksanaan rapat yang dimana menurutnya hal
ini menjadi penghambat dalam proses pemerikasaan anggaran sedangkan menurut
data yang diperoleh ada beberapa kejanggalan dalam anggaran belanjayang telah
di publikasikan beberapa saat serta terjadi perubahaan anggaran tanpa adanya
penjelasan. Hal ini tentunya menjadi tanda tanya publik dan publik memerlukan
penjelasan dari setiap penggunaan anggaran yang diajukan tersebut dengan jelas.9
Melihat permasalahan diatas, komunikasi tentunya manjadi salah masalah
utama yang menjadi penghambat penerapan e-budgeting tersebut. Dimana dalam
penerapan sistem ini, komunikasi menjadi hal yang sangat penting untuk
dilakukan menginggat proses penggangaran tidak dapat dilakukan hanya satu
belah pihak saja melaikan kerjasama setiap tingkatan organisai yang ada di DKI
Jakarta agar penyususunan penggunaan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan
lebih transparan dan jika terdapat kesalahan maka dapat dilakukan koreksi
bersama-sama sebelum anggaran tersebut disahkan.
Dari permasalahan permasalahan komunikasi ini kita dapat mengatakan
bahwa dengan adanya teknologi, memang memberikan kemudahan dalam
9 https://www.narasi.tv/mata-najwa/lagi-temuan-baru-anggaran-aneh-
dki?utm_source=yt&utm_medium=description-najwashihab&utm_campaign=matanajwa-
part1&utm_content=lagi-temuan-baru-anggaran-aneh-dki
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
541
melakukan pekerjaan di dalam penyelenggaraan pemerintahan, namun
koordinasi/komunikasi yang baik juga mesti menjadi perhatian agar penerapan
sistem secanggih apapun tanpa adanya komunikasi yang baik, akan menumbulkan
berbagai masalah dalam proses penerapanya, yang dalam hal ini penerapan e-
budgeting yang dalam proses penginputanya harus rinci dan jelas agar dapat
menjadi bahan koreksi bersama termasuk masyarakat sebelum anggaran tersebut
disahkan.
4. Sumber Daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang
terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap
tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas
sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan
secara politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu
menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.
Di dalam penerapan sistem e-bugeting ini, aspek sumber daya juga
menentukan keberhasilan penerapan sistem e-budgeting tersebut dikarenakan
tidak semua orang memiliki kemampuan untuk mengoprasikan sistem berbasis
teknologi, dan DKI Jakarta dalam penerapan sistem ini telah menggunakan ahli
konsultan IT yang digunakan juga di Surabaya yang sudah terbukti berhasil untuk
di terapkan. Namun tim ini hanya bertugas untuk membuat sebuah sistem e-
budgeting sedangkan untuk segala teknis pelaksanaan penginputan data di
serahkan kepada pemerintah DKI Jakarta.10
Dalam proses penginputan data inilah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan bahwa adanya polemik
mengenai anggaran yang dirasa ganjil tersebut disebabkan oleh sistem e-
budgeting yang tidak mampu memverifikasi angka-angka tak masuk akal ketika di
input. kemudian permaslaahan yang kedua adalah petugas yang tidak tertib dalam
memasukan data rencana anggaran.11
10
https://www.liputan6.com/news/read/2189524/asal-usul-penerapan-sistem-e-budgeting-di-
pemprov-dki 11
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191102153108-20-445085/kisruh-aibon-kpk-
dukung-rencana-anies-perbaiki-e-budgeting
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
542
Alasan yang dikemukan Gubernur DKI Jakarta mengenai sistem e-
budgeting yang tidak mampu memferivikasi angka-angka tersebut tentunya
menimbulkan pertanyaan sejauh mana kompetensi para petugas peng-inputan data
rencana anggaran sehingga terjadi kesalahan dalam proses penginputan tersebut,
dimana kesalahan dalam penginputan data tersebut dirasa merugikan berbagai
pihak terutama masyarakat. Selain berkaitan dengan kompetensi para petugas
pelaksana penginputan anggaran. hal ini juga berakitan dengan sistem
pengawasan penganggaran yang seharusnya melakukan pemeriksaan kembali
terhadap rencana anggaran yang akan di publikasikan kepada masyarakat
sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang salah karena perencanaan
anggaran sebagai dokumen resmi yang di publikasikan oleh Pemprov seharusnya
memberikan informasi yang baik dan benar yang dibutuhkan masyarakat dalam
menggawal pengesahan anggaran belanja daerah, sehingga dengan adanya
permasalahan ini, maka dapat dikatakan bahwa sumber daya yang di Pemprov
DKI Jakarta masih kurang berkompeten dalam pelaksanaan penginputan
anggaran, hal ini tentunya menjadi koreksi untuk Pemprov Jakarta dalam
meningkatkan kompetensi para penyusun anggaran.
5. Karakteristik Badan Pelaksana
Kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang
tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan
konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut
pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen
pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah
menjadi pertimbangan penting dalam menentukan pelaksana kebijakan.
Karakteristik badan pelaksana ini juga berkaitan dengan kemampuan
pelaksanaan teknis untuk melakukan berbagai aspek yang digunakan untuk
melaksanakan program maupun kebijakan yang meliputi kemampuan teknis,
mengontrol, mengkoordinasi, manajerial, komitmen terhadap pelaksanaan
kebijakan maupun program yang dalam pembahasan ini berkaitan dengan
penerapan sistem e-budgeting, tentunnya beberapa badan pelaksana dapat
dikatakan kurang memiliki kemampuan untuk mengontrol ataupun memeriksa
validitas data yang disampaikan kepada publik sehingga menimbulkan berbagai
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
543
polemik dikarenakan kelalaian dalam sistem pemeriksaan sebelum data tesebut di
publikasikan, padahal seharusnya data-data yang di input mengalami beberapa
kali pengecekan sebelum di publikasikan sebagai rencana anggaran yang kemudia
akan dilanjutkan untuk di bahas di DPRD DKI Jakarta dan kemudian untuk
disahkan sebagai anggaran belanja tahun 2020.
6. Kondisi Sosial Ekonomi Dan Politik
Kondisi Sosial dan Politik berkaitan dengan sejauh mana lingkungan
eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial,
ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari
kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi
kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.
Kondisi sosial ekonimi dan politik tentunya cukup memepengaruhi
semakin panasnya polemik terkaitan kesalahan dalam melakukan rencana
penganggaran ini, hal ini terlihat dari banyaknya berbagai respon terhadap
permasalahan ini. kemudian banyak pihak yang menyampaikan pandangannya
terkait permasalaahan ini. Respon inilah yang akan mempengaruhi penerapan
sistem e-budgeting kedepan dengan segala kritik dan masukan yang diberikan
dengan harapan menjadi bahan perbaikan dan pertimbangan untuk melakukan dan
merumuskan anggaran.
7. Disposisi Pelaksana atau Sikap Pelaksana
Van Metter dan Van Horn mengungkapkan bahwa sikap penerimaan atau
penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan
maupun kegagalan dalam implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin
terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi masyarakat
setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan.
Sebab kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para
pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tidak mampu menyentuh
kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.
Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan
kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi kebijakan
yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak
sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi para
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
544
pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi
para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga
merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam
melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang menjadi tujuan
suatu kebijakan.
Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar
dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang besar
terhadap keberhasilan implementasi kebijakan.Pada akhirnya, intesitas disposisi
para pelaksana dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Kurangnya atau
terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya
implementasi kebijakan.
Berkitan dengan penerapan sistem e-budgeting yang saat ini tengah
menjadi perbincangan hangat, tentunya perlu dilakukan penegasan kembali
tentang tujuan penerapan sistem tersebut beserta aturan-aturan yang dalam
penerapanya, sehingga setiap SKPD/OPD mampu bekerja secara maksimal untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah DKI Jakarta. Namun
berita terbaru mengungkapkan bahwa orang pejabat di lingkungan Pemprov yaitu
Kepala Bappeda dan Kadis Pariwisata menggundurkan diri sebagai salah satu
bentu tagging jawab moral dan tentunya ini menjadi contoh yang baik.12
Dengan
adanya pengunduran diri dua pejabat tersebut menunjukan bahwa Pemprov
memegang komitmen untuk mencapai tujuan penerapan sistem e-budgeting
sehingga seiapapun yang melakukan kelalaian baik disengaja ataupun tidak
disengaja harus dikenakan sanksi sehingga dapat menjadi bahan pemeblajaran
SKPD/OPD lainnya agar lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tantangan yang
dihadapai dalam penerapan sistem e-budgeting sebagai salah satu bentuk inovasi
penyelenggaraan pemerintahan di era digital ini tidak hanya berkaitan dengan
12
https://www.youtube.com/watch?v=r8nY7nN6ACc
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
545
sistem namun lebih banyak berkaitan dengan kesiapan sumber daya sebagai
instrument utama dalam penerapan sistem e-budgeting. Berdasarkan analisis yang
dilakukan, kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan e-budgeting tersebut
diantaranya adalah yang pertama kurangnya komunikasi antar organisasi yang
menyebabkan terjadinya beberapa kesalahan dalam proses penginputan data-data
maupun terjadinnya miss komunikasi yang menyebabkan terjadinya saling lempar
tanggung jawab, kemudian yang kedua terjadi kesalahan sistem yang tidak
mampu memverifikasi data menjadi alasan kesalahan dalam proses perencanaan,
kemudian yang ketiga adalah kurangnya kompetensi sumber daya dalam
perumusan anggaran menggunakan sistem e-budgeting, dan yang terakhir adalah
kurangnya komitmen Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam penerapan e-
budgeting serta kurangnya pengawasan dalam setiap tahapan perencanaan.
Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat diketahui bahwa permasalahan
utama dalam perumusan rancangan anggaran di DKI Jakarta adalah permasalahan
komunikasi dan kompetensi sumber daya dalam proses penginputan rencana
anggaran yang diajukan ,maka hendaknya perlu dilakukan komunikasi serta
koordinasi antar eksekutif dengan OPD/SKPD, kemudian antara eksekutif dan
legislatif dalam rangka perumusan Anggaran Belanja Daerah sehingga tidak
terjadi saling tuding dan saling menyalahkan, selain itu pengecekan kembali
secara teliti setiap instrumen yang di input juga menjadi catatan penting dalam
pelaksanaan sistem e-budgeting. Kemudian, pemeriksaan di setiap tahapan
penganggaran juga hendaknya dilaksanakan dengan teliti agar tidak ada lagi
anggaran tidak masuk akal yang tertuang di dalam perencanaan, selain itu
kompetensi sumber daya yang diberikan tugas untuk melakukan input anggaran
juga sebiknya diberikan pelatihan penggunaan sistem e-budgeting agar tidak
melakukan kesalahan dalam proses input yang mengakibatkan kesalahan yang
fatal dan jika memang terjadi kesalahan sistem sehingga menyebabkan kesalahan
dalam penginputan data rancangan anggaran yang dilakukan oleh SKPD/OPD,
maka hendaknya Pemprov segera melakukan perbaikan agar tidak lagi terjadi
kesalahan di dalam proses penganggaran.
DAFTAR PUSTAKA
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
546
Hamdi, Muchlis. 2015. Kebijakan Publik : Proses, Analisis, dan Partisipasi.
Bogor : Ghalia Indoensia.
Alamsyah, R. (2018). Analisis Dampak Industri 4.0 terhadap Sistem Pengawasan
Ketenaganukliran di Indonesia. Jurnal Forum Nuklir, 12(2)(2), 47–54.
Retrieved from
http://jurnal.batan.go.id/index.php/jfn/article/download/5037/4367
Gunawan, D. R. (2016). Penerapan Sistem E-Budgeting Terhadap Transparansi
dan Akuntabilitas Keuangan Publik (Studi Pada Pemerintah Kota
Surabaya). 8(1), 72–102.
Khoirunnisak, R., & Arishanti, D. (2017). Penerapan E-Budgeting Pemerintah
Kota Surabaya dalam Mencapai Good Governance. 2017, 27–28.
Ningsih, V., Nelly, R., & Rasuli, M. (2018). Analisis Penerapan R-Planning dan
E-Budgeting pada Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah
Kabupaten Bengkalis). Jurnal Ekonomi, 26, 18–31.
Purwandini, D. A., & Irwansyah. (2018). Komunikasi Korporasi pada era industri
4.0. Jurnal Ilmu Sosisl, 17(1), 53–63.
Rangga Pandu Asmara. 2019. Kemendagri siap integrasikan e-planing dan e-
budgeting. antara news.com.
https://www.antaranews.com/berita/811960/kemendagri-siap-integrasikan-e-
planning-dan-e-budgeting
Andi Muttya Keteng. 2015. Asal Usul Penerpan Sistem E-Budgeting di Pemprov
DKI. Liputan6.co. https://www.liputan6.com/news/read/2189524/asal-usul-
penerapan-sistem-e-budgeting-di-pemprov-dki
2019. Kisruh Anggaran Fantastis, Dua Pejabat Pemprov Mundur. CNN
Indonesia. https://www.youtube.com/watch?v=r8nY7nN6ACc
Abdul Rozak. 2017. Menkeu Sayangkan Baru 8 Daerah pakai E-Budgeting.
Gatra.com. https://www.gatra.com/detail/news/298029-menkeu-sayangkan-
baru-8-daerah-pakai-e-budgeting
Irawan Tri Nugroho. 2018. Tantangan dan Peluang Birokrasi Menghadapi
Revolusi Industri 4.0. KPPN Bitung.
https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/bitung/id/berita/berita-terbaru/202-berita-
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
547
kantor-pelayanan-perbendaharaan-negara/2861-tantangan-dan-peluang-
birokrasi-menghadapi-revolusi-industri-4-0.html
2018. Jadikan Making Indonesia 4.0 Sebagai Agenda Nasional. PresidenRI.go.id
http://presidenri.go.id/berita-aktual/jadikan-making-indonesia-4-0-sebagai-
agenda-nasional.html
http://indonesiabaik.id/infografis/10-prioritas-nasional-making-indonesia-40
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/pug/assets/files/informasi/Perpres-Nomor-2-
Tahun-2015.pdf
Kertya Witaradya Governance Consultant. 2010. Implemetasi Kebijakan Publik
Model Van Meter Van Horn : The Policy Implementation Procces.
https://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/04/13/implementasi-kebijakan-
publik-model-van-meter-van-horn-the-policy-implementation-process/
https://www.youtube.com/watch?v=KOc5s9hp_44 narasi tv
https://www.narasi.tv/mata-najwa/lagi-temuan-baru-anggaran-aneh-
dki?utm_source=yt&utm_medium=description-
najwashihab&utm_campaign=matanajwa-part1&utm_content=lagi-temuan-
baru-anggaran-aneh-dki
2019. Kisruh Aibon, KPK Dukung Rencana Anies Perbaiki E-Bugeteting.
cnnindonesia.com. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191102153108-
20-445085/kisruh-aibon-kpk-dukung-rencana-anies-perbaiki-e-budgeting
Paparan Direktur Perencanaan Anggaran Daerah pada Rapat Koordinasi Data
Bidang Keuangan Daerah Secara Nasional. http://keuda.kemendagri.go.id/
asset/kcfinder/upload/files/Dit1-E-Budgeting.pdf