penerapan metode rancang bangun pada proyek gedung di bali 1 fileabstrak dalam siklus hidup proyek,...
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Dalam siklus hidup proyek, proyek konstruksi selalu diawali oleh kebutuhan dari pemilik proyek. Untuk memenuhi tujuan proyek baik dari segi aspek biaya, waktu dan mutu dapat dilakukan dengan berbagai metode procurement. Ada kalanya pemilihan metode procurement yang tidak tepat mengakibatkan perselisihan, sehingga hal ini memberikan dampak akan perlunya alternatif metode procurement Desgn build / metode rancang bangun merupakan salah satu alternatif metode procurement dimana tahap perencanaan dan konstruksi berada di bawah satu kontrak. Penerapan metode ini bukanlah hal yang baru di industri jasa konstruksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman para stakeholder mengenai metode design build atau rancng bangun dan mengidentifikasi kendala dalam menerapkan metode ini.
Survey kuisioner dengan teknik Delphi digunakan untuk mendapatkan opini dari para expert yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan di bidang design build atau rancang bangun. 30 expert berpartisipasi dalam penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan analisa deskriptif.
Hasil data analisis menunjukkan bahwa para stakeholder mempunyai tingkat persetujuan yang tinggi mengenai konsep dan keuntungan metode design build atau rancang bangun. Sementara kendala dalam menerapkan metode ini adalah dari aspek regulasi, kapabilitas klien dan stakeholder yang lain serta adaptasi dalam menerapkan metode ini.
Kata kunci: design build, rancang bangun, procurement , pemahaman, kendala
iii
DAFTAR ISI
JUDUL ABSTRAK ..................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 2 1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 3 1.5 Batasan Masalah ............................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proyek Konstruksi .............................................................................. 4 2.1.1 Jenis Proyek Konstruksi ..................................................... 5 2.1.2 Tahapan Proyek Konstruksi ................................................ 2.2 Alternatif Metode Procurement ....................................................... 9 2.3 MetodeDesign Build 2.4 Pemahaman Metode Procurement Design Build .............................. 10 2.4.1 Konsep Metode Design Build .............................................. 11
2.4.2 Keuntungan Design Build ...................................................... 12 2.5 Kendala Penerapan Metode Design Build atau Rancang Bangun 13 2.6 Penggunaan Metode Design Build di Indonesia .................................. 14
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 28 3.2 Pengumpulan Data ........................................................................... 29 3.5.1 Lokasi Penelitian ................................................................ 34 3.5.2 Sumbe Data .......................................................................... 34 3.5.3 Instrumen Penelitian .......................................................... 34 3.5.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 34 3.5.5 Data Responden umen Penelitia ......................................... 35 3.3 Analisa Data ..................................................................................... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data melalui Kuisioner Delphi .................................. 41 4.2 Pemahaman Mengenai Metode Design Build/ Rancang Bangun ...... 41 4.2.1 Delphi Putaran Pertama ....................................................... 41 4.2.2 Delphi Putaran ke 2 ............................................................. 43
iv
4.3 Kendala dalam Menerapkan Metode Design Build ........................... 45 4.3.1 Delphi Putaran Pertama ....................................................... 46 4.3.2 Delphi Putaran ke 2 ............................................................. 46 4.4 Faktor Sukses Penerapan Metode Design Build Nusa Dua ............. 55
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ........................................................................................... 58 5.2 Saran ............................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 60
v
DAFTAR GAMBAR
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam siklus hidup proyek, proyek konstruksi selalu diawali oleh
kebutuhan dari pemilik proyek. Untuk memenuhi tujuan proyek baik dari segi
aspek biaya, waktu dan mutu dapat dilakukan dengan berbagai metode
procurement. Ada kalanya pemilihan metode procurement yang tidak tepat
mengakibatkan perselisihan, sehingga hal ini memberikan dampak akan perlunya
alternatif metode procurement (Moore and Dainty, 2001). Pemilihan metode
procurement yang tepat dimaksudkan untuk mencapai kesuksesan dari proyek itu
sendiri dimana sukses dapat diartikan tujuan dari proyek dapat tercapai. Nahapiet
dan Nahapiet (1985) membandingkan berbagai metode procurement untuk proyek
bangunan dan menyimpulkan bahwa metode yang tepat tergantung dari kondisi
dan keadaan suatu proyek.
Saat ini metode procurement design bid build merupakan metode
procurement yang umumnya dilaksanakan untuk mendeliver suatu proyek. Di
Amerika Serikat metode design bid build masih merupakan metode procurement
yang paling sering digunakan (Friedlander, 1998; Rowlinson, 1997) . Metode
design bid build ini juga mendominasi untuk mendeliver proyek di Indonesia.
Metode design bid build ini adalah metode procurement yang memisahkan
kontrak antara tahap design (perencanaan) dengan construction (konstruksi).
Metode ini dianggap lebih adil dan jelas bagi kontraktor, tetapi metode ini
cendrung kurang bisa memberikan nilai kepada pemilik proyek yang diakibatkan
oleh panjangnya periode proses procurement. Sebagai contoh akibat dari
panjangnya proses procurement yaitu biaya tidak efisien, kualitas yang tidak
memuaskan, dan waktu yang panjang.
Desgn build / metode rancang bangun merupakan salah satu alternatif
metode procurement dimana tahap perencanaan dan konstruksi berada di bawah
satu kontrak. Penerapan metode ini bukanlah hal yang baru di industri jasa
konstruksi. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa metode design build lebih
2
pupuler dari metode yang lain seperti design bid build yang sebelumnya
dinyatakan merupakan metode yang paling umum dilaksakan. Demikian juga
metode ini semakin sering digunakan secara luas lebih dari sepuluh tahun
belakangan ini ( Park et al, 2009). Keuntungan dari metode design bid build ini
adalah partisipasi lebih awal dari kontraktor dalam perencanaan dapat
mengakibatkan efisiensi waktu dan biaya , komunikasi yang lebih terjaga,
sehingga proyek dapat diselesaikan lebih awal dan dengan biaya lebih sedikit dan
mutu yang terjamin (Anumba & Evbuomwan, 1997).
Untuk di Indonesia sendiri proyek design build sebenarnya sudah ada di
dalam Undang-undang nomor 18 tahun 1999 tentang industri jasa konstruksi.
Dalam pasal 16 dikatakan bahwa jasa disain, konstruksi dan pengawasan dapat
dilakukan secara terintegrasi. Saat ini proyek bangunan umumnya masih
menggunakan metode design bid build, dimana metode ini mempunyai beberapa
kelemahan. Proyek bangunan khususnya proyek untuk kepentingan umum yang
merupakan milik pemerintah juga menggunakan metode ini. Padahal, proyek
yang bersifat non profit ini tentu akan lebih mempunyai nilai dan bermanfaat jika
bisa diselesaikan lebih awal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk
penerapan metode design build untuk proyek bangunan gedung milik pemerintah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di latar belakang maka dalam penelitian ini dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pemahaman para stakeholder mengenai mengenai metode
procurement design build?
2. Apa yang menjadi kendala dalam penerapan metode design build?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sejauh mana pemahaman metode design build pada
stakeholder.
2. Mengidentifikasi kendala kendala dalam penerapan metode design
build.
3
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan
masukan kepada stakeholder mengenai kendala penerapan metode design build
sehingga bisa dicarikan faktor yang dapat mengatasi kendala kendala tersebut.
1.5 Batasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian dilakukan di Provinsi Bali.
2. Yang menjadi objek studi adalah proyek bangunan gedung.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proyek Konstruksi
Proyek adalah suatu usaha yang bersifat sementara yang menggunakan
sumber daya yang ada yang mempunyai tujuan dan sasaran dan diselesaikan
dalam jangka waktu tertentu (Dipohusodo, 1995). Sedangkan proyek konstruksi
adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai
tujuan tertentu (bangunan/konstruksi ) dalam batasan waktu, biaya dan mutu
tertentu. Proyek konstruksi selalu memerlukan resources (sumber daya) yaitu man
(manusia), material (bahan bangunan), machine (peralatan), method (metode
pelaksanaan), money (uang), information (informasi), dan time (waktu).
Adapun pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan proyek konstruksi
antara lain:
1. Pemilik
2. Perencana (konsultan)
3. Pelaksana kontraktor
4. Pengawas (konsultan)
5. Penyandang dana
6. Pemerintah (regulasi)
7. Pemakai bangunan
8. Masyarakat
Karakteristik proyek konstruksi adalah sebagai berikut:
1. Memiliki tujuan khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir.
2. Jumlah biaya, kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan telah
ditentukan
3. Mempunyai awal kegiatan dan mempunyai akhir kegiatan yang telah
ditentukan atau mempunyai jangka waktu tertentu
4. Rangkaian kegiatan hanya dilakukan sekali (non rutin), tidak berulang
ulang, sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik
5. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung.
5
2.1.1 Jenis Proyek Konstruksi
Berdasarkan sifatnya jenis proyek konstruksi dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Proyek bangunan perumahan atau pemukiman (residential
construction) adalah suatu proyek pembangunan perumahan atau
pemukiman berdasarkan pada tahapan pembangunan yang serempak
dengan penyediaan prasarana penunjang. Jenis proyek bangunan
perumahan atau pemukiman ini sangat membutuhkan perencanaan
yang baik dan matang untuk infrastruktur yang ada dalam lingkungan
pemukiman tersebut, seperti jalan, air bersih, listrik dan lain
sebagainya.
2. Konstruksi bangunan gedung (building construction) adalah tipe
proyek konstruksi yang paling banyak dikerjakan. Tipe konstruksi
bangunan ini menitikberatkan pada pertimbangan konstruksi, teknologi
praktis dan pertimbangan pada peraturan.
3. Proyek konstruksi teknik sipil (heavy engineering construction) yaitu
proses penambahan infrastruktur pada suatu lingkungan terbangun
(built environment). Pemilik proyek (owner) biasanya pemerintah
baik pada tingkat pnasional atau daerah. Pada proyek ini elemen
disain, finansial dan pertimbangan hukum tetap menjadi pertimbangan
penting walaupun proyek ini besifat non profit dan mengutamakan
pelayanan masyrakat ( public services). Contoh proyek konstruksi
yang termasuk pada jenis ini antara lain proyek pembangkit listrik,
proyek jalan raya, proyek pembuatan bendungan dan lain sebagainya.
2.1.2 Tahapan Proyek Konstruksi
Tahapan proyek konstruksi ( project life cycle) terdiri atas:
1. Tahap perencanaan (planning) yang merupakan gagasan atau ide
(needs) . Pihak yang terlibat adalah konsultan studi kelayakan dan
konsultan manajemen konstruksi
6
2. Tahap perekayasaan dan perancangan (engineering and design).
Tahap ini terdiri dari tahap pra rancangan yang mencakup kriteria
disain, skematik disain, estimasi biaya konseptual; tahap
pengembangan rancangan yang merupakan pengembangan dari tahap
pra rancangan; serta tahap disain akhir yang menghasilkan gambar
detail, spesifikasi, daftar volume, RAB, syarat-syarat administrasi dan
peraturan-peraturan umum. Pihak yang terlibat dalam tahap ini adalah
konsultan perencana, konsultan manajemen konstruksi, konsultan
rekayasa nilai dan konsultan quantity surveyor.
3. Tahap pengadaan/ pelelangan (procurement) yaitu merupakan tahap
pengadaan jasa konstruksi dan pengadaan materal dan peralatan.
Pihak yang terlibat adalah pemilik, pelaksanajasa konstruksi
(kontraktor) dan konsultan manajemen konstruksi.
4. Tahap pelaksanaan (cobnstruction) yaitu merupakan pelaksanaan hasil
perancangan dengan SPK dan kontrak, dimana tahap ini memerlukan
manajemen proyek. Pihak yang terlibat adalah konsultan pengawas,
konsultan manajemen konstruksi, kontraktor, sub kontraktor, suolier
dan instansi terkait.
5. Tahap test operasional (commissioning) adalah tahap untuk pengujian
fungsi dari masing-masing bagian bangunan. Pihak yang
terlibatadalah konsultan pengawas, pemilik, konsultan manajemen
konstruksi, kontraktor, suplier, sub kontraktor.
6. Tahap operasional dan pemeliharaan (operasional and maintenance)
yaitu operasional setelah dilakukan pembayaran total sebesar 95% dari
nilai kontrak. Pemeliharaan pada umumnya dilakukan selama 3 bulan
dengan uang jaminan pemeliharaan yang ditahan oleh pemilik. Pihak
yang terlibat adalah konsultan pengawas/manajemen konstruksi ,
pemakai dan pemilik.
2.2 Alternatif Metode Procurement
Procurement dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana proyek
konstruksi secara menyeluruh didisain dan dibangun termasuk definisi skup
7
proyek, organisasi dari perencana, kontraktor, urutan kerja , pembangunan
(Gransberg et al, 2006). Procurement juga diartikan sebagai suatu proses dimana
tugas pemilik proyek ditransfer kepada pihak lain untuk melakukan perencanaan
dan pelaksanaan, dimana pihak lain ini bertanggung jawab atas kinerja
pembangunan (Georgia State Financing and Investment Commission, 2003).
Secara sederhana procurement juga bisa diartikan proses pengadaan barang dan
jasa dalam sebuah institusi.
Terdapat beberapa metode procurement berdasarkan pembagian tanggung
jawab (del Puerto et al, 2008), yaitu:
1. Design bid build yaitu pemilik proyek memperkerjakan konsultan
perencana dan kontraktor dalam kontrak yang terpisah.
2. Design build yaitu pemilik proyek memperkerjakan konsultan
perencana dan kontraktor dalam satu kontrak, jadi pekerjaan
perencanaan dan pembangunan berada dalam satu kontrak.
3. Construction management at fee yaitu pemilik proyek memperkerjakan
pihak manajer konstruksi sebagai pihak ketiga sebagai wakil pemilik
proyek. Manajer konstruksi hanya mewakili pemilik proyek tapi tidak
bertanggung jawab atas risiko yang terjadi pada proyek. Manajer
konstruksi hanya bertanggung jawab atas administrasi dan manajemen,
masalah constructability, dan aktivitas sehari-hari.
4. Construction management at risk dimana manajer konstruksi
bertanggung jawab atas risiko proyek.
2.3 Metode Design Build
Pada mulanya design build dikenal dengan konsep “master builder”
dimana metode procurment ini pemeilik proyek mengontrak suatu entiti untuk
melaksanakan proyek perencanaan dan pembangunan. Jadi metode ini
mengintegrasikan perencanaan dan pembangunan (Abi-Karam, 2002).
Metode design build mulanya digunakan pada jaman kuno dimana
digunakan untuk membangun istana, katedral, dan candi (Palaneeswaran &
Kumaraswamy, 2001). Palaneeswaran and Kumaraswamy (2001) menyatakan
8
bahwa design build menjadi salah satu alternatif metode procurement yang
populer.
Adapun beberapa negara yang menerapkan metode procurement ini
adalah:
1. Amerika Serikat
2. Inggris
3. Korea
4. Hong Kong
5. Kuwait
6. Malaysia
2.4 Pemahaman Metode Procurement Design Build
Pemahaman mengenai metode design build ini meliputi beberapa hal yaitu
konsep metode design build dan keuntungan metode design build.
2.4.1 Konsep Metode Design Build
Design build yang awalnya disebut dengan master builder mempunyai
beberapa arti yang didefinisikan oleh peneliti yang berbeda. Menurut Masterman
(2002) terminologi dari design build adalah satu kontraktor yang mempunyai satu
tanggung jawab untuk perencanaan dan pembangunan. Akintoye dan Fitzgerald
(1995) menyatakan bahwa design build adalah metode pengadaan dimana satu
kontraktor bertanggung jawan terhadap tahap desain dan pembangunan.
Sedangkan menurut The Design Build Institute ( 2009) design build yang sering
juga disebut dengan design construct atau rancang bangun diartikan sebagai satu
tanggung jawab. Arditi dan Roy (2003) mendefinisikan sebagai suatu perusahaan
yang bertanggung jawab untuk desain dan pembangunan.
Jadi aspek kunci dari design build adalah suatu bentuk atau entiti yang
bertanggung jawab terhadap perencanaan dan pembangunan. Design build
mempunyai beberapa variasi (Masterman, 2002)yaitu:
1. Novated design build
2. Package deal
3. Turnkey method
9
4. Develop and Construct
Menurut Xia (2012) variasi design build adalah sebagai berikut:
1. Develop and Construction
2. Novation design build
3. Enhanced design build
4. Traditional design build
5. Turnkey method
Karakteristik proyek yang menggunakan metode design build ini dapat
dilihat dari ukuran proyek, tipe proyek dan komplesitas proyek.
Untuk ukuran proyek yang menggunakan design build atau rancang
bangun tidak ada ukuran yang spesifik (Songer & Molenaar, 1997). Awalnya
metode ini digunakan untu proyek yang kecil meskipun akhirnya juga untuk
proyek menengah juga (Swan, 1987). Tetapi berdasarkan lesson learned design
buil sangat baik digunakan untu proyek yang besar dan kompleks (FHWA, 2006).
Menurut Songer dan Molenaar (1997), kompleksitas prpyek dapat dilihat
dari tipe dan jumlah jasa yang terlibat, jumlah sub kontraktor, sumber daya yang
digunakan dan tingkat teknologi yang dalam aktivitas proyek yang digunakan.
Design build juga digunakan untuk proyek yang berisiko tinggi (Ministry of
Public Works, 2011).
2.4.2 Keuntungan design build
Penerapan metode design build semakin meluas dimana metode ini juga
medapatkan penerimaan di proyek transportasi di Amerika Serikat (Hanna et
all,2008). Melihat hal tersebut diatas maka sangat perlu mengidentifikasi manfaat
dan keuntungan dari metode procurement ini.
Adapun manfaat dan keuntungannya dalah sebagai berikut:
1. Durasi yang lebih pendek, yang disebakan oleh proses pengadaan yang
cukup dilakukan sekali saja (USDOT FHA, 2006). Dengan metode
fast track yang merupakan keunggulan dari metode design build atau
rancang bangun ini maka pembanguna dapat dilaksanakan selama
proses perencanaan (Chan et al, 2002).
2. Biaya yang lebih rendah
10
3. Kualitas yang lebih baik
4. Mengijinkan inovasi
5. Manajemen yang lebih baik
2.5 Kendala dalam penerapan metode design build atau rancang bangun
Meskipun metode ini mempunyai manfaat dan keuntungan yang potensial
, akan tetapi terdapat juga kendala dalam menerapkan metode ini yaitu:
1. Aturan
2. Kapabilitas pemilik proyek
3. Kapabilitas stakeholder
4. Adaptasi dari metode ini
2.6 Penggunaan Metode Design Build di Indonesia
Di Indonesia metode design build atau rancang bangun pertama kali
digunakan pada tahun 1974 (Yuwono, 2007). Metode ini diimplementasikan pada
proyek swata dan badan usaha milik negara seperti:
1. Proyek pertambangan, gas dan energi
2. Pabrik
3. Infrastruktur
4. High risk building, pelabuhan dan sumber air.
Metode ini sebenarnya menurut aturan sudah diijinkan unttuk diimplemetasikan,
akan tetapi belum diterapkan sepenuhnya untuk proyek bangunan milik
pemerintah. Untuk itu maka perlu dikaji bagaimana metode ini
diimpelmentasikan di proyek bangunan milik pemerintah.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Diagram alir untuk penelitian
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian
Latar belakang Apa kendala/hambatan dalam
menerapkan design build dan apa faktor untuk mengatasinya
Mengetahui Pemahaman Stakeholder Mengidentifikasi kendala/hambatan
dalam menerapkan design build dan apa faktor untuk mengatasinya
Penentuan variabel penelitian dan Penyusunan Kuesioner
Pemilihan Responden dan uji kuesioner (survei pendahuluan)
Survai Kuisioner Delphi
Analisis Data:
Hasil: Faktor sukses dalam menerapkan metode design build
Simpulan dan Saran
Studi Pustaka Brainstorming untuk memvalidasi
kendala/hambatan dalam menerapkan design build dan apa
Analisis Kuisioner Delphi
12
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang penelitian ini bahwa
terdapat kendala dalam menerapkan metode rancang bangun/ design build dan
perlu strategi untuk mengatasinya. Disamping itu belum ada penelitian yang
comprehensive mengenai kendala kendala ini di Indonesia, khususnya di Bali.
Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kendala dalam
penerapan design build dan mencari faktor sukses untuk menerapkannya.
3.2 Pengumpulan Data
3.2.1 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi dalam penelitian ini adalah di Provinsi Bali. Yang menjadi
obyek studi adalah kontraktor yang pernah menggunakan metode rancang bangun
dalam melakanakan proyeknya.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber
asli atau pihak pertama. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti
untuk menjawab pertanyaan riset atau penelitian. Data primer dapat berupa
pendapat subjek riset (orang) baik secara individu maupun kelompok, hasil
observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian, atau kegiatan, dan hasil
pengujian. Manfaat utama dari data primer adalah bahwa unsur-unsur kebohongan
tertutup terhadap sumber fenomena. Oleh karena itu, data primer lebih
mencerminkan kebenaran yang dilihat. Bagaimana pun, untuk memperoleh data
primer akan menghabiskan dana yang relatif lebih banyak dan menyita waktu
yang relatif lebih lama.
Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara. Data sekunder pada umumnya berupa bukti,
catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip, baik yang
dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Manfaat dari data sekunder adalah
lebih meminimalkan biaya dan waktu, mengklasifikasikan permasalahan-
permasalahan, menciptakan tolak ukur untuk mengevaluasi data primer, dan
13
memenuhi kesenjangan-kesenjangan informasi. Jika informasi telah ada,
pengeluaran uang dan pengorbanan waktu dapat dihindari dengan menggunakan
data sekunder. Manfaat lain dari data sekunder adalah bahwa seorang peneliti
mampu memperoleh informasi lain selain informasi utama. Adapun data diambil
dari respoden survei kuisioner.Jumlah responden dalam penelitian ini adalh 30
responden.
3.2.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data.
Pengumpulan data dilakukan dengan survai kuisioner dengan teknik Delphi.
Teknik Delphi adalah teknik penyebaran kuisioner lebih dari satu kali sampai
mencapai konsensus atau kesepakatan dari para responden.
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Isi kuisioner dibangun dari variabel-variabel yang didapat dari kajian
pustaka yang dilakukan sebelumnya. Kuisioner dengan teknik Delphi ini
disebarkan kepada 15 sampai 30 ekspert yang mempunyai keahlian dalam
bidangnya. Kriteria untuk layak dijadikan responden dalam penelitian ini adalah:
1. Expert yang mempunyai wewenang dalam mengambil keputusan dalam
institusi atau expert yang berkecimpung dalam organisasinya yang berhubungan
dengan metode design build/rancang bangun
2. Expert yang terlibat dalam bidang design build
3. Praktisi atau stakeholder yang mempunyai pengetahuan yang luas di
bidang design build
4. Akademisi dari universitas yang mempunyai keahlian di design build.
3.3 Analia Data
Data yang diperoleh dari hasil survai Delphi selanjutnya ditabulasikan dan
kemudian diolah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai modus dari masing masing pertanyaan untuk hasil survai
Delphi putaran pertama
2. Menghitung frekwensi dari hasil survai Delphi yang kedua
14
Setelah selesai mengolah data hasil survai Delphi kedua didapatkan konsensus
atau kesepametode design build/rancang bangun.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data melalui Kuisioner Delphi
Responden yang menjadi target dalam penelitian ini adalah para expert
yang memiliki pemahaman yang mendalam dan keahlian di bidang metode design
build atau metode rancang bangun. Para expert tersebut diminta untuk
memberikan opini dan pendapat mereka mengenai kendala dalam menerapkan
metode design build/ rancang bangun.
Dalam survei kuisioner Delphi ini 40 expert diundang untuk berpartisipasi
dalam survei. Namun hanya 30 orang yang bersedia berpartisipasi dalm survei
ini. Adapun para expert tersebut berasal dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi
Bali, Dinas Cipta Karya, Lembaga Pengadaan Jasa Konstruksi (LPJK), kontraktor
yang pernah menangani proyek dengan metode design build, dan konsultan
perencana dan pengawas yang pernah terlibat dalam proyek design build/ rancang
bangun.
Survei kuisioner Delphi dalam penelitian ini dilakuaakn sebanyak dua
putaran karena konsensus atau kesepakatan telah dicapai dalam 2 putaran,
sehingga tidak perlu lagi dilanjutkan ke putaran berikutnya.
4.2 Pemahaman Stakeholder Mengenai Metode Design Build/ Rancang
Bangun.
Tujuansurvei kuisioner Delphi ini adalah untuk mencari konsensus atau
kesepakatan diantra para expert. Metode design build atau rancang bangun ini
masih sangat jarang diterapkan walaupun dikatakan lebih menguntungkan dan
sudah ada dalam peraturan jasa konstruksi. Untuk itulah maka perlu diketahui
pemahaman para stakeholder mengenai metode design build/ rancang bangun ini.
4.2.1 Delphi Putaran Pertama
16
Pemahaman stakeholder mengenai metode design build ini dikatagorikan
menjadi dua grup yaitu konsep metode design build dan keuntungan design
build/rancang bangun.
Tabel 4.1 Pemahaman Mengenai Definisi Metode Design Build (Rancang Bangun)
Pemahaman mengenai Konsep DB Mean Median Mode SD Rating
Definisi
1
Klien langsung mengadakan perjanjian
dengan kontraktor untuk
menyelesaikan perencanaan dan tahap
konstruksi
5.10 6.00 6.00 1.518
Tinggi 2
Penyedia jasa mempunyai satu
tanggung jawab untuk perencanaan dan
konstruksi
5.20 5.00 5.00 1.152
3 Penyedia jasa merencanakan sekaligus
melaksanakan pekerjaan konstruksi 5.05 5.00 6.00 1.317
4 Proyek dikerjalan oleh satu badan
usaha 4.65 5.00 5.00 1.137
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa hampir semua stakeholder mempunyai tingkat
persetujuan yang tinggi mengenai definisi metode design build atau rancang
bangun dengan . Hal ini terlihat dari nilai nilai median 6 dan 5.
Tabel 4.2 Pemahaman Mengenai Karakteristik Kontrak dan Procurement Metode Design Build (Rancang Bangun)
Pemahaman mengenai Konsep DB Mean Median Mode SD Rating
Karakteristik Kontrak dan Procurement
1
Mengintegrasikan pekerjaan
perencanaan dan konstruksi dalam satu
kontrak
5.10 5.00 5.00 1.210
Tinggi 2
Perencanaan dan Konstruksi dalam
satu pengadaan/ procurement 5.00 5.00 5.00 1.214
3 Menggunakan kontrak lumpsum fixed
price 4.50 5.00 5.00 1.192
4 Menggunakan metode tender terbatas 4.40 5.00 5.00 1.429
5 Perencanaan dan Konstruksi dibayar 4.40 5.00 5.00 1.188
17
dalam satu transaksi keuanagan
6 Termasuk juga kontrak EPC (
enggiering procurement contract) 4.35 4.50 5.00 1.040 MSedang
Sementara itu Tabel 4.2 menunjukkan tingkat persetujuan yang tinggi dari
stakeholder mengenai karakteristik kontrak dan procurement design build atau
rancang bangun, kecuali pada sub indikator 6 yaitu metode design build atau
rancang bangun merupakan kontrak EPC. Indikator tersebut menunjukkan tingkat
persetujuan yang sedang.
Tabel 4.3 Pemahaman Mengenai Karakteristik Proyek Metode Design Build (Rancang Bangun)
Pemahaman mengenai Konsep DB Mean Median Mode SD Rating
Karakteristik
1 Scope pekerjaan yang bervariasi 5.20 5.00 5.00 0.696
High
2
Membutuhkan koordinasi. Kontrol dan
monitor yang efisien dari awal sampai
akhir proyek.
5.05 5.00 5.00 0.686
3 Membutuhkan expert /spesialist dalam
scope pekerjaanya 4.55 5.00 5.00 1.050
4 Memerlukan teknologi yang canggih 4.50 5.00 5.00 1.051
5
Digunakan untuk proyek yang
mempunyai risiko tinggi, dan dapat
membahayakan keamanan, kehidupan.
4.50 5.00 5.00 1.147
6 Digunakan untuk proyek yang
membahayakan lingkungan 4.45 5.00 5.00 1.050
7 Digunakan untuk proyek yang daapt
menyebabkan kecelakaan 4.40 5.00 5.00 1.188
8
Digunakan untuk proyek yang bisa
membahayakan pekerja pada lokasi
kerja
4.25 5.00 5.00 1.517
9 Mmerlukan ketelitian tentang
bagaimana proyek akan dilaksanakan 4.00 4.50 5.00 1.376
Sedang 10 Proyek bersifat rumit dan berbelit belit 4.15 4.00 3.00 1.040
11 Digunakan untuk proyek dengan dana
diatasRp 100 M 4.10 4.00 5.00 0.968
18
Pemahaman mengenai Konsep DB Mean Median Mode SD Rating
Karakteristik
12 Digunakan untuk proyek dengan
ukuran menengah dan kecil 4.10 4.00 4.00 0.852
13
Mempunyai sejumlah sistem atau
elemen yang berbeda yang perlu
dikoordinasikan anatar sistem/elemen
tersebut
3.65 3.50 3.00 1.137
Rendah 14
Biasanya mengalami sejumlah revisi
pekerjaan dan memerlukan hubungan
antara setiap pekerjaan
3.70 3.00 3.00 1.261
15
Meliputi pekerjaan konstruksi yang
dibatasi kesulitan akses dan
membutuhkan pekerjaan untuk
dikerjakan berdekatan pada waktu yang
bersamaan
3.45 3.00 3.00 0.887
Untuk karakteristik proyek design build atau rancang bangunstakeholder
mempunyai tingkat persetujuan yang tinggi pada karakteristik proyek design build
atau rancang bangun dalam hal sope pekerjaan, koordinasi, perlunya tenaga
expert, perlunya teknologi canggih dan untuk proyek yang kompleks dan
mempunyai risiko yang tinggi.
Tabel 4.4 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Durasi.
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
Durasi yang lebih pendek
1 Kontrak yang bersamaan antara
perencanaan dan konstruksi 5.20 5.00 5.00 0.696
Tinggi
2 Tahap perencanaan dan konstruksi
yang bersamaan/overlap 5.00 5.00 5.00 0.725
3
Item kuci dari material dan
komponene ditentukan lebih awal
sebelum penentuan spesifikasi
4.85 5.00 5.00 0.933
4 Penggunaan pengetahuan dan
pengalaman yang optimum dari 4.25 5.00 5.00 1.209
19
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
penyedia jasa
Tabel 4.4 menunjukkan tingkat persetujuan yang tinggi dari para stakeholder
mengenai keuntungan metode design build atau rancang bangun dari aspek waktu.
Tabel 4.5 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Biaya
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
Biaya yang lebih rendah
1 Perencana dan Konstruktur berada
dalam satu tim 5.15 5.00 5.00 0.745
Tinggi
2 Kepastian harga yang lebih awal 5.00 5.00 5.00 0.973
3 Peneyelesaian pekerjaan yang lebih
awal 4.85 5.00 5.00 1.04
4
Penggunaan pengetahuan
(constructability) dan pengalaman
yang optimum dari penyedia jasa
4.50 5.00 5.00 1.1
Tingkat persetujuan yang tinggi ditunjukkan pada Tabel 4.5, dimana tingkat
persetujuan dari aspek biaya mempunyai nilai modus dan median sebesar 5.
Tabel 4.6 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Kualitas.
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
Kualitas lebih baik
1
Penggunaan pengetahuan
(constructability) dan pengalaman
yang optimum dari penyedia jasa
4.95 5.00 5.00 0.887
Tinggi 2
Dibolehkannya metode best value
untuk menilai kualitas perencanaan 4.90 5.00 5.00 0.788
3 Dibolehkannya metode best value
untuk menilai kualitas penyedia jasa 4.70 5.00 5.00 0.865
20
Tabel 4.6 menunjukkan tingkat pesetujuan yang tinggi pada keuntungan metode
design build atau rancang bangun dari segi kulaitas. Hal ini ditunjukkan dari nilai
modus dan median sebesar 5.
Tabel 4.7 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Diijinkannya inovasi.
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
Diijinkannya inovasi
1
DB mendorong inovasi dalam
manajemen seperti meningkatkan
transparasi dan komunikasi yang
terbuka diantara anggota tin
5.30 5.00 5.00 0.657
Tinggi
2
DB mengijinkan kontraktor
menggunakan material apa saja sejauh
bisa memenuhi kriteria
5.2 5.00 5.00 0.616
3
DB memungkinkan kontraktor untuk
mempunyai kebebasan dan
keleluasaan dalam teknik
5.15 5.00 5.00 0.745
4
DB mengijinkan kontraktor
menggunakan peralatan apa saja
sejauh hasil sesuai dengan kriteria
kualitas dan tujuan
5.10 5.00 5.00 0.718
5
DB mendorong inovasi dengan
memanfatkan kekuatan penyedia jasa
dalam merencanakan disain baru dan
teknik
5.10 5.00 5.00 0.788
Tabel 4.7 menunjukkan stakeholder mempunyai tingkat persetujuan yang tinggi
terhadap metode ini daro aspek diijinkannya inovasi yang dapat dilihat dari nilai
modus dan median sebesar 5.
Tabel 4.8 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek manajemen
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
Manajemen yang lebih baik
1 Tanggung jawab tunggal dapat
meminimalkan konflik dan 5.10 5.00 5.00 0.718 High
21
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
perselisihan
2
jawab tunggal dapat mempercepat
koordinasi antara tim perencanaan dan
konstruksi
5.00 5.00 5.00 0.858
3 Tanggung jaab tunggal dapat
mengurangi hambatan 5.00 5.00 5.00 0.973
4
Tanggung jawab tunggal dapat
mendamaikan perbedaan antara
perencanaan dna
4.90 5.00 5.00 0.788
5
Tanggung jawab tunggal dapat
menghindari kompleksitas dari kontrak
yang
4.50 5.00 5.00 1.147
6 Tanggung jawab tunggal dapat
menghindari persaingan antara partai 4.4 5 5 1.188
Tabel 4.8 menunjukkan tingkat persetujuan yang tinggi dari pihak stakeholder
mengenai keuntungan design build atau rancang bangun dari aspek manajemen
yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai modus dan median yaitu 5.
4.2.2 Delphi Putaran ke 2
Setelah survei Delphi putaran pertama dianalisis maka dilanjutkan dengan
putaran yang kedua yang bertujuan untuk mempertimbangkan kembali tingkat
persetujuan para stakeholder mengenai konsep dan keuntungan metode design
build (rancang bangun) dengan cara memberikan kembali kuisioner dengan topik
yang sama hanya dengan kalimat yang diirubah. Para responden diminta mengisi
dan mempertimbangkan kemabali rating penilaian mereka.
Table 4.9 Pemahaman Mengenai Definisi Metode Design Build (Rancang Bangun)
No. Rating Konsep DB % IQD SD
Definisi DB
1 Tinggi Klien langsung mengadakan perjanjian 100 0 0
22
dengan kontraktor untuk menyelesaikan
perencanaan dan tahap konstruksi
2 Penyedia jasa mempunyai satu tanggung
jawab untuk perencanaan dan konstruksi
100 0 0
3 Penyedia jasa merencanakan sekaligus
melaksanakan pekerjaan konstruksi
100 0 0
4 Proyek dikerjalan oleh satu badan usaha 100 0 0
Tabel diatas menunjukkan para responden sangat setuju dengan definisi design
build/ metode rancang bangun. Hal ini ditunjukkan dengan nilai frekwensi 100%.
Tabel 4.10 Pemahaman Mengenai Karakteristik Kontrak dan Procurement Metode Design Build (Rancang Bangun)
No. Rating Konsep DB
% IQD SD
Karakteristik Kontrak dan Procuremen
1
Tinggi
Mengintegrasikan pekerjaan perencanaan dan
konstruksi dalam satu kontrak
100 0 0
2 Perencanaan dan Konstruksi dalam satu
pengadaan/ procurement
100 0 0
3 Menggunakan kontrak lumpsum fixed price 94.4 0 0236
4 Menggunakan metode tender terbatas 77.8 0.25 0.428
5 Perencanaan dan Konstruksi dibayar dalam
satu transaksi keuanagan
94.4 0 0.236
6 Sedang
Termasuk juga kontrak EPC ( enggiering
procurement contract)
77.8 0.25 0.428
Tabel 4.10 menunjukkan persetujuan yang tinggi karakteristik kontrak dan
procurement dengan metode design build atau rancang bangun.
Tabel 4.11 Pemahaman Mengenai Karakteristik Proyek Metode Design Build (Rancang Bangun)
No. Rating Konsep DB % IQD SD
23
Karakteristik Proyek
1
Tinggi
Scope pekerjaan yang bervariasi 94.4 1 0.236
2
Membutuhkan koordinasi. Kontrol dan
monitor yang efisien dari awal sampai akhir
proyek
83.3 1 0.383
3 Membutuhkan expert /spesialist dalam scope
pekerjaanya
94.4 1 0.236
4 Memerlukan teknologi yang canggih 88.9 1 0.323
5
Digunakan untuk proyek yang mempunyai
risiko tinggi, dan dapat membahayakan
keamanan, kehidupan.
100 1 0
6 Digunakan untuk proyek yang
membahayakan lingkungan
88.9 1 0.323
7 Digunakan untuk proyek yang daapt
menyebabkan kecelakaan
94.4 1 0.236
8 Digunakan untuk proyek yang bisa
membahayakan pekerja pada lokasi kerja
88.9 1 0.323
9
Sedang
Mmerlukan ketelitian tentang bagaimana
proyek akan dilaksanakan
88.8 1 0.323
10 Proyek bersifat rumit dan berbelit belit 94.4 1 0.236
11 Digunakan untuk proyek dengan dana
diatasRp 100 M 88.9 1 0.323
12 Digunakan untuk proyek dengan ukuran
menengah dan kecil
94.4 1 0.236
13
Rendah
Mempunyai sejumlah sistem atau elemen
yang berbeda yang perlu dikoordinasikan
anatar sistem/elemen tersebut
94.4 1 0.236
14
Biasanya mengalami sejumlah revisi
pekerjaan dan memerlukan hubungan antara
setiap pekerjaan
77.8 0.25 0.428
15
Meliputi pekerjaan konstruksi yang dibatasi
kesulitan akses dan membutuhkan pekerjaan
untuk dikerjakan berdekatan pada waktu yang
bersamaan
77.8 0.25 0.428
Proposed Concept
1 Tinggi
Orang yang bekerja memerlukan keahlian
khusus
94.4 0 0.236
24
2 Proyek dapat dikerjakan dengan berbagai
metode
94.4 0 0.236
Tabel 4.11 menunjukkan para stakeholder tetap setuju dengan karakteristik
kontrak dan procurement dengan metode design build atau rancang bangun. Hal
ini ditunjukkna dengan nilai frekwensi diatas 65%.
Tabel 4.12 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Biaya. No. Rating Keuntungan DB % IQD SD
Durasi yang lebih pendek
1
Tinggi
Kontrak yang bersamaan antara
perencanaan dan konstruksi 100 0 0
2 Tahap perencanaan dan konstruksi
yang bersamaan/overlap 100 0 0
3
Item kuci dari material dan
komponene ditentukan lebih awal
sebelum penentuan spesifikasi
88.9 0 0.323
4
Penggunaan pengetahuan dan
pengalaman yang optimum dari
penyedia jasa
100 0 0
Proposed Advantage
1 Tinggi Pengadaan dilakukan sekali
100 0 0
Pada tabel 4.12 para stakeholder setuju dengan kuntungan design build yang
ditunjukkan dengan frekwensi diatas 65 %
Tabel 4.13 Pemahaman Mengenai Biaya Lebih Redah dari Metode Design Build (Rancang Bangun) No. Rating Keuntungan DB % IQD SD
Biaya lebih rendah
1 High
Perencana dan Konstruktur berada
dalam satu tim
100 0 0
2 Kepastian harga yang lebih awal 88.9 0 0.323
25
3 Peneyelesaian pekerjaan yang lebih
awal
94.4 0 0.236
4
Penggunaan pengetahuan
(constructability) dan pengalaman
yang optimum dari penyedia jasa
100 0 0
Persetujuan yang tinggi kembali didapat sesuai dengan Tabel 4.13 mengenai
keuntungan metode design build atau rancang bangun dari aspek biaya.
Tabel 4.14 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Kualitas. No. Rating Keuntungan DB % IQD SD
Kualitas lebih baik
1
Tinggi
Penggunaan pengetahuan
(constructability) dan pengalaman
yang optimum dari penyedia jasa
100 0 0
2 Dibolehkannya metode best value
untuk menilai kualitas perencanaan
94.4 0 0.236
3 Dibolehkannya metode best value
untuk menilai kualitas penyedia jasa
88.9 0 0.323
Proposed Advantages
1
Tinggi
Pekerjaan ulang dapat dihindari 88.9 0 0.323
2 Perbedaan interpretasi dari
perencanaan dapat dihindari
88.9 0 0323
3 Kemungkinan proyek gagal dapat
dihindari
88.3 0 0.383
Tabel 4.14 menunjukkan tingkat pesetujuan yang tinggi pada keuntungan metode
design build atau rancang bangun dari segi kulaitas. Hal ini ditunjukkan dari nilai
modus dan median sebesar nilai frekwensi diatas 65 %
Tabel 4.15 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Diijinkannya inovasi. No. Rating Keuntungan DB % IQD SD
26
Diijinkannya inovasi
1
Tinggi
DB mendorong inovasi dalam
manajemen seperti meningkatkan
transparasi dan komunikasi yang
terbuka diantara anggota tin
100 0 0
2
DB mengijinkan kontraktor
menggunakan material apa saja
sejauh bisa memenuhi kriteria
88.9 0 0.323
3
DB memungkinkan kontraktor
untuk mempunyai kebebasan dan
keleluasaan dalam teknik
94.4 0 0.236
4
DB mengijinkan kontraktor
menggunakan peralatan apa saja
sejauh hasil sesuai dengan kriteria
kualitas dan tujuan
100 0 0
5
DB mendorong inovasi dengan
memanfatkan kekuatan penyedia
jasa dalam merencanakan disain
baru dan teknik
100 0 0
Proposed Advantage
1 Tinggi DB memungkinkan menggunakan
inovasi teknik yang modern
100 0 0
Tabel 4.15 menunjukkan stakeholder mempunyai tingkat persetujuan yang tinggi
terhadap metode ini daro aspek diijinkannya inovasi yang dapat dilihat dari nilai
frekwensi diatas 65%
Tabel 4.16 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek manajemen No. Rating Keuntungan DB % IQD SD
Manajemen yang lebih baik
1
Tanggung jawab tunggal dapat
meminimalkan konflik dan
perselisihan
88.9 0 0.323
27
2
Tinggi
jawab tunggal dapat mempercepat
koordinasi antara tim perencanaan
dan konstruksi
100 0 0
3 Tanggung jaab tunggal dapat
mengurangi hambatan
88.9 0 0.323
4
Tanggung jawab tunggal dapat
mendamaikan perbedaan antara
perencanaan dna
94.4 0 0.236
5
Tanggung jawab tunggal dapat
menghindari kompleksitas dari
kontrak yang
88.9 0 0.323
6 Tanggung jawab tunggal dapat
menghindari persaingan antara partai
83.3 0 0.383
Tabel 4.16 menunjukkan tingkat persetujuan yang tinggi dari pihak stakeholder
mengenai keuntungan design build atau rancang bangun dari aspek manajemen
yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai frekwensi diatas 65%.
4.3 Kendala dalam Menerapkan Metode Design Build
Kendala dalam menerapkan metode design build atau rancang bangun
akan diuraikan dalm sub bab dibawah ini.
4.3.1 Delphi Putaran Pertama
Survei putaran pertama ini ditujukan untuk mencari opini para expert
mengenai kendala dalam penerapan metode design build atau rancang bangun.
Adapun hasilnya dapat dilihat dalam tabel selanjutnya.
Tabel 4. 17 .Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Regulasi
No. Kendala Mean Median Mode SD Rating
Regulasi
1 Kurangnya aturan detail mengenai
karakteristik proyek DB 4.7 5 5 0.923 Tinggi
28
No. Kendala Mean Median Mode SD Rating
2 Kurangnya aturan detail mengenai
proses tender 4.65 5 5 0.933
3 Kurangnya aturan detail mengenai
pengaturan kontrak 4.65 5 5 1.089
4 Kurangnnya pendekatan manajemen
risiko 4.4 5 5 1.188
Tabel 4. 18.Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Kapabilitas Klien No Kendala Mean Median Mode SD Rating
Kapabilitas Klien
1 Kurangnya pengalaman 4.95 5 5 1.099
Tinggi
2 Kurangnya keahlian 4.85 5 5 1.089
3 Kurangnya pengetahuan 4.8 5 5 1.005
4 Kurangnya pemahaman dari staf 4.7 5 5 0.923
5 Kurangnya jumlah staf yang mampu 4.65 5 5 0.587
6 Kurangnya usaha untuk
mengimplementasikan DB 4.65 5 5 0.933
Tabel 4. 19.Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Kapabilitas Stakeholder lain
No. Kendala Mean Median Mode SD Rating
Kapabilitas Stakeholder lain
1 Sedikit jumlah stakeholder yang
berpengalaman dan terampil 4.8 5 5 1.005
Tinggi 2 Kurang expert DB 4.65 5 5 0.933
3 Kurangnya kapabilitas dalam
merencanakan proyek DB 4.65 5 5 0.988
Tabel 4. 20.Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Adaptasi
No. Kendala Mean Median Mode SD Rating
Adaptasi
1 Klien lebih memilih metode
tradisional 4.8 5 5 1.005 Tinggi
29
No. Kendala Mean Median Mode SD Rating
2 Kurangnya dukungan untuk DB 4.7 5 5 0.979
3 Resisten mengadopsi metode baru 4.7 5 5 1.129
4 Klien tidak percaya diri mengelola
proyek DB 4.5 5 5 1.000
5 Klien tidak sadar akan keuntungan DB 4.4 5 5 0.940
6 Kurang perhatian dari klien 4.4 5 5 1.046
7 Klien cemas terhadap metode baru 4.4 5 5 1.046
8 Klien terbatas pengetahuannya untuk
metode tradisional 4.15 4.5 5 1.040 Sedang
Tabel 4.17 samapai dengan Tabel 4.20 menunjukkan bahwa kendala dari
penerapan metode design build atau rancang bangun adalah sangat tinggi baik
dari aspek regulasi, kapabilitas klien dan partai lain yang terlibat dan aspek
adaptasi, dimana hal tersebut ditunjukkna dengan nilai median dan modus sebesar
5.
4.3.2 Delphi Putaran Kedua
Survey Delphi putaran kedua, ditujukan agar para responden
mempertimbangkan kembali opini mereka mengenai kendala dalam menerapka
metode design build atau rancang bangun. Adapun hasil dari putaran kedua ini
adalah sebagai berikut
Tabel 4. 21 .Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Regulasi
No. Rating Kendala % IQD SD
Regulasi
1
High
Kurangnya aturan detail mengenai karakteristik
proyek DB
94.4 0 0.236
2 Kurangnya aturan detail mengenai proses
tender
94.4 0 0.236
3 Kurangnya aturan detail mengenai pengaturan
kontrak
94.4 0 0.236
4 Kurangnnya pendekatan manajemen risiko 100 0 0
30
Tabel 4. 22 .Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Kapabilitas Klien
No. Rating Kendala % IQD SD
Kapabilitas Klien
1
High
Kurangnya pengalaman 88.9 0 0.323
2 Kurangnya keahlian 94.4 0 0.236
3 Kurangnya pengetahuan 88.9 0 0.323
4 Kurangnya usaha untuk
mengimplementasikan DB
94.4 0 0.236
5 Kurangnya pemahaman dari staf 83.3 0 0.383
6 Kurangnya jumlah staf yang mampu 94.4 0 0.236
Tabel 4. 23 .Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Kapabilitas stakeholder lain
No. Rating Kendala % IQD SD
Kapabilitas stakeholder lain
1
High
Sedikit jumlah stakeholder yang
berpengalaman dan terampil
77.8 0.25 0.428
2 Kurang expert DB 83.3 0 0.383
3 Kurangnya kapabilitas dalam merencanakan
proyek DB
77.8 0.25 0.428
Tabel 4. 24 .Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Regulasi
No. Rating Kendala % IQD SD
Adaptasi
1
High
Klien lebih memilih metode tradisional 83.3 0 0.383
2 Kurangnya dukungan untuk DB 77.8 0.25 0.428
3 Resisten mengadopsi metode baru 94.4 0 0.236
4 Klien tidak percaya diri mengelola proyek DB 83.3 0 0.383
5 Klien tidak sadar akan keuntungan DB 83.3 0 0.383
6 Kurang perhatian dari klien 88.9 0 0.323
7 Klien cemas terhadap metode baru 88.9 0 0.323
31
8 Medium
Klien terbatas pengetahuannya untuk metode
tradisional
94.4 0 0.236
Tabel 4.20 samapai 4.24 menunjukkan bahwa para expert mencapai kesepakatan
bahwa kendala dalam menerapkan metode design build atau rancang bangun
adalah dari aspek regulasi, kapabilitas klien dan partai lain yang terlibat serta
adaptasi. Hal ini ditunjukkan dari nilai frekwensi diatas 65%.
4.4 Faktor Sukses Penerapan Metode Design Build
Setelah didapat kendala kendala dalam menerapkan metode design build
atau rancang bangun maka perlu dicari faktor faktor sukses dalam menerapkan
metode ini.
Kendala dalam menerapkan metode design build atau rancang bangun
adalah:
1. Regulasi
2. Kapabilitas klien
3. Kapabilitas stakeholder atau partai lain yang terlibat
4. Adaptasi
Faktor sukses dalam menerapkan metode rancang bangun ini tentunya nanti
diharapkan bisa mengatasi kendala dalam penerapan metode ini.
Adapun faktor sukses dalam penerapan metode ini dapat dikatagorikan
sebagai berikut:
1. Regulasi, dimana perlunya aturan yang detail dan penyesuaian aturan yang
ada dalam menerapkan metode ini seperti aturan mengenai karakteristik
proyek, metode kontrak dan procurementnya, bagaimana risikonya.
2. Kapabilitas Klien dan Partai lain perlu ditingkatkan, seperti adanya
training, workshop, seminar mengenai metode ini dan perlunya pilot
project.
3. Adaptasi, yaitu perlunya dukungan sosialisasi dari pemerintah dan
stakeholder lain mengenai keuntungan dari metode ini.
32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hal hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah:
1. Bahwa sebenarnya sudah ada tingkat persetujuan yang tinggi dari para
stakeholder mengenai metode design dan build atau rancang bangun ini.
2. Kendala dalam menerapkan metode ini adalah berasal dari aspek regulasi,
kapabilitas klien dan stakeholder lain dan adaptasi
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah:
Tahap pertama aga kendala dapat diatasi dalam menrapkan metode design
build ini adalah melakukan penyesuaian aturan mengenai metode rancang bangun
ini sehingga industri jasa konstruksi tidak lagi ragu ragu dalam menerapkannya.
33
DAFTAR PUSTAKA
Abi-Karam, T. (2002). Risk Management in Design Build. Proceedings of the First International Conference on Construction in the 21st Century: Chalenges and Opportunities in Management and Technology, Miami, Florida.
Akintoye, A., & Fitzgerald, E. (1995). Design and Build: A survey of Architects'views. Journal Engineering, Construction and Architectural Management.
Anumba, C. J., & Evbuomwan, N. F. O. (1997). Concurrent engineering in design-build projects. Construction Management and Economics, 15(3), 271 - 281.
Arditi, D., & Lee, D.-E. (2003). Assessing the corporate service quality performance of design-build contractors using quality function deployment. Construction Management and Economics, 21(2), 175 - 185.
Chan, A. P. C., Scott, D., & Lam, E. W. M. (2002). Framework of Success Criteria for Design/Build Projects. Journal of Management in Engineering, 18(3), 120-128.
del Puerto, C. L., Gransberg, D. D., & Shane, J. S. (2008). Comparative Analysis of Owner Goals for Design/Build Projects. Journal of Management in Engineering, 24(1), 32-39.
Design Build Institute of America. (2009). What is Design-Build. FHWA, U. (2006). Design and Effectiveness Study. Friedlander, M. (1998). FEATURE: Design/Build Solutions. Journal of
Management in Engineering, 14(6), 59-64. Georgia State Financing and Investment Commission. (2003). Project Delivery
Options. Gransberg, D. D., Koch, J. E., & Molenaar, K. R. (2006). Preparing for Design-
Build Projects A Primer for Owners, Engineers, and Contractors. Virginia: American Society of Civil Engineers.
Masterman, J. W. E. (2002). An Introduction to Building Procurement Systems. New York: Spoon Press.
Ministry of Public Works. (2011). Kaleidoskop Kementrian Pekerjaan Umum from http://www.pu.go.id/kaleidoskop
Palaneeswaran, E., & Kumaraswamy, M. M. (2001). Reinforcing Design Build Contractor Selection: A Hong Kong Perspective, Transaction, The Hong Kong Institution of Engineer.
Park, M., Ji, S.-H., Lee, H.-S., & Kim, W. (2009). Strategies for Design-Build in Korea Using System Dynamics Modeling. Journal of Construction Engineering and Management, 135(11), 1125-1137.
Rowlinson, S. (1997). Procurement System: The View from Hong Kong Paper presented at the CIB W 92 Procurement - a Key to Innovative. , University de Montreal.
Songer, A. D., & Molenaar, K. R. (1997). Project Characteristics for Successful Public-Sector Design-Build. Journal of Construction Engineering and Management, 123(1), 34-40.
Swan, R. (1987). Design and Build Contract.
34
Yuwono, B. E. (2007). Prasyarat Keberhasilan proyek Rancang Bangun. Paper presented at the Temu Ilmiah Nasional Dosen Teknik 2007-FT Untar, Indonesia.